• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing serta Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Saing serta Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING SERTA FAKTOR–FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERMINTAAN JAHE DAN TEMULAWAK

INDONESIA DI LIMA NEGARA TUJUAN EKSPOR

INES PIPIT YUNIAWATI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing serta Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

INES PIPIT YUNAWATI. Analisis Daya Saing serta Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor. Dibimbing oleh SRI MULATSIH.

(5)

ABSTRAK

INES PIPIT YUNAWATI. Analisis Daya Saing serta Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor. Dibimbing oleh SRI MULATSIH.

Permintaan ekspor jahe dan temulawak meningkat seiring dengan semakin menjamurnya industri jamu dan kosmetika serta perubahan pola hidup masyarakat dunia yang lebih memprioritaskan produk alami daripada kimiawi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perkembangan ekspor, daya saing, faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor, dan strategi peningkatan daya saing jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, RCA (Revealed Comparative Advantage), EPD (Export Product Dynamic), X-Model Produk eksport potential, panel data serta Porter’s Diamond. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Perkembangan nilai ekspor jahe dan temulawak Indonesia cenderung berfluktuasi. (2) Jahe memiliki keunggulan komparatif hanya di negara Belanda, dalam hal yang sama temulawak di negara Amerika Serikat, Belanda dan Singapura, namun hampir di semua negara sample jahe dan temulawak memiliki posisi pasar“Rising star” kecuali di negara Jepang yaitu Lost Opportunity. (3) Variabel-variabel yang memengaruhi permintaan ekspor jahe dan temulawak adalah GDP perkapita riil negara tujuan, populasi negara tujuan, dan jarak ekonomi. (4) Strategi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan daya saing komoditas jahe dan temulawak Indonesia dengan melakukan pendekatan Cluster dalam pembanguan industri, dan melakukan peningkatan pada faktor kondisi dan strategi perusahaan, struktur dan persaingan .

Kata Kunci : daya saing, jahe, permintaan ekspor, temulawak.

ABSTRACT

INES PIPIT YUNAWATI. Analysis of Competitiveness and Factors Affecting Demand Ginger and Curcuma Indonesia in Five Export Destination Countries. Supervised by SRI MULATSIH.

(6)

ginger and curcuma have a market position "Rising star" except in Japan, namely Lost Opportunity. (3) The variables that affect the demand for exports of ginger and curcuma are GDP riil destination countries per capita, the population of the country of destination, and economic distance. (4) strategies that can be done is to increase the competitiveness of commodities ginger and curcuma Indonesia by doing cluster approach in the development of the industry and do the increases in factor conditions and corporate strategy, structure and rivalry.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAYA SAING SERTA FAKTOR–FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERMINTAAN JAHE DAN TEMULAWAK

INDONESIA DI LIMA NEGARA TUJUAN EKSPOR

INES PIPIT YUNIAWATI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing serta Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor

Nama : Ines Pipit Yuniawati NIM : H14090057

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc, Agr Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Daya Saing dan Permintaan Ekspor dengan judul Analisis Daya Saing serta Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir.Sri Mulatsih, M.Sc, Agr selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini, Bapak Dr.Alla Asmara selaku peunguji utama dan Bapak Deni Lubis, MA selaku penguji komisi pendidikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mamah Enok Nurhasanah, Ayah Nanang Juhana serta seluruh keluarga, teman- teman Ilmu Ekonomi 46, TPB46A23, Nadia, Della, Lina, Shelly, Ayu, Astrid, Anin, Eva, Ina, Vini, Wasi, Noyara, Amanda, Desyperdiman, Topbom, Bigbang2ne1, Pinusfam, dan teman-teman satu bimbingan: Nandha, Altika, Setya dan Inong atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 3

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Penelitian Terdahulu 8

Kerangka Pemikiran 9

Hipotesis 10

METODE PENELITIAN 11

Jenis dan Sumber Data 11

Metode Analisis dan Pengolahan Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Ekspor Jahe dan Temulawak Indonesia 17

Analisis Daya Saing dan Kondisi Pasar 20

Faktor- faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Jahe dan

Temulawak Indonesia menuju Lima Negara Tujuan 22

Strategi Meningkatkan Daya Saing Komoditi Jahe dan Temulawak 25

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(12)

DAFTAR TABEL

1 Ekspor pertanian Indonesia menurut subsektor 2009-2011 1 2 Volume ekspor subsektor hortikultura 2008-2011 2 3 Perkembangan ekspor komoditas jahe dan temulawak Indonesia

2007-2011 2

4 Kode komoditi tanaman obat dalam Harmonized System (HS) 11

5 Matrix EPD berdasarkan posisi daya saing 13

6 Kerangka identifikasi autokorelasi 16

7 Analisa RCA dan EPD untuk komoditas jahe Indonesia 20 8 Analisa RCA dan EPD untuk komodtas temulawak Indonesia 21 9 Hasil analisis X-model produk eksport potensial komoditas jahe

dan temulawak di lima negara tujuan ekspor 21

10 Hasil estimasi panel data pada komoditi jahe dan temulawak

Indonesia di Negara Tujuan ekspor 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran operasional 12

2 Porter’s Diamond theory 10

3 Analisis X-Model produk eksport potensial 14

4 Perkembangan nilai ekspor jahe Indonesia di lima negara tujuan

ekspor 17

5 Perkembangan volume ekspor jahe Indonesia di lima negara

tujuan ekspor 18

6 Perkembangan nilai ekspor temulawak Indonesia di lima negara

tujuan ekspor 19

7 Perkembangan volume ekspor temulawak Indonesia di lima

negara tujuan ekspor 20

8 Perkembangan harga jahe di pasar internasional 2002-2011 25 9 Keunggulan dan kelemahan komponen Porter’s Diamond 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengolahan RCA dan EPD jahe Indonesia 2005-2011 32 2 Hasil pengolahan RCA dan EPD temulawak Indonesia 2005-2011 34

3 Hasil uji Chow Test panel data jahe 37

4 Hasil uji Chow Test panel data temulawak 37

5 Hasil uji Hausman Test panel data temulawak 37

6 Hasil output panel data komoditi Jahe 38

7 Hasil output panel data komoditi temulawak 39

8 Hasil uji normalitas panel data komoditi jahe 40 9 Hasil uji normalitas panel data komoditi temulawak 40 10 Data dependent dan data independent jahe pada lima negara

tujuan ekspor 2002 – 2011 40

11 Data dependent dan data independent temulawak pada lima

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia termasuk kedalam negara yang memiliki iklim tropis dimana pada umumnya sangat cocok dan memiliki keunggulan dalam menghasilkan produk pertanian. Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha paling tua di dunia yang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian menjadi sektor yang paling dasar dalam perekonomian sebagai penopang kehidupan produksi sektor-sektor lainnya, dan sektor ini masih menjadi salah satu sumber devisa non-migas yang cukup diandalkan oleh Indonesia.

Dalam Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) tahun 1990 sektor pertanian disebut sektor nomor satu, yang mencerminkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor usaha utama di Indonesia. Sektor pertanian dibagi atas delapan subsektor, yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor jasa pertanaian dan peternakan, subsektor kehutanan, subsektor perburuan/penangkapan dan penangkaran satwa liar, subsektor perikanan laut dan subsektor perikanan darat. Dari subsektor tanaman pangan dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok tanaman, pertama kelompok tanaman padi dan palawija, kedua kelompok tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura yang termasuk ke dalam subsektor tanaman pangan terdiri dari sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat (Tim Pengajar Pengantar Ilmu Pertanian 2009).

Tabel 1 Ekspor pertanian Indonesia menurut subsektor 2009-2011

Hasil produk pertanian Indonesia selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, juga diekspor ke luar negeri. Kontribusi hortikultura bagi pendapatan ekspor nasional cukup besar seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, nilai ekspor komoditas hortikultura Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi besarnya rata-rata pertumbuhan nilai ekspor subsektor hortikultura Indonesia berada di peringkat terakhir setelah subsektor perkebunan, peternakan, dan tanaman pangan yaitu sebsesar 14.3%.

No Sub Sektor

Nilai Ekspor (US$ 000) Rata- rata Pertumbuhan

(%)

2009 2010 2011

(14)

2

Volume ekspor hortikultura Indonesia sangat berfluktuatif, hingga saat ini komoditas sayuran dan buah-buahan masih menjadi primadona komoditas hortikultura Indonesia yang terpilih untuk ekspor. Besarnya volume ekspor untuk masing-masing komoditas yang termasuk dalam sub sektor hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Volume ekspor subsektor hortikultura 2008-2010 No Sub Sektor

Volume Ekspor (Ton) Rata-rata Pertumbuhan

Berdasarkan pada Tabel 2, walaupun volume ekspor subsektor tanaman obat tidak sebanyak volume ekspor subsektor sayuran dan buah-buahan, namun subsektor tanaman obat memiliki rata-rata pertumbuhan volume ekspor tertinggi kedua diantara subsektor hortikultura lainnya, yaitu sebesar -3.9 %. Tanaman obat adalah tanaman yang berkhasiat baik untuk obat-obatan, bahan kosmetika dan lain-lain. Tanaman obat terdiri dari tanaman obat rimpang dan non rimpang. Tanaman obat rimpang yaitu jahe, laos/lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, temukunci, dlingo/dringo, sedangkan yang termasuk ke dalam tanaman obat non rimpang yaitu sambiloto, lidah buaya, mahkota dewa, mengkudu, kapulaga, kejibeling.

Tabel 3 Perkembangan ekspor tanaman obat Indonesia 2008-2010 No Komoditas

Tanaman Obat

Volume Ekspor (Ton) Rata-rata Pertumbuhan (%)

Sumber : Data Ekspor Impor: BPS diolah Ditjen Hortikultura 2012

(15)

3 negatif yaitu sebesar 38.4%, berbeda dengan jahe rata-rata pertumbuhan volume ekspor temulawak bernilai positif sebesar 149.7%.

Perumusan Masalah

Permintaan tanaman obat meningkat seiring dengan semakin menjamurnya industri jamu dan kosmetika serta perubahan pola hidup masyarakat dunia yang lebih memprioritaskan produk alami daripada kimiawi. World Health Organization (WHO) memperkirakan permintaan tanaman obat sebesar US$ 14 milyar per tahun (2006) dengan kenaikan permintaan sebesar 15-25% setiap tahunnya. WHO juga memperkirakan bahwa pada tahun 2050, perdagangan produk tanaman obat akan meningkat menjadi US4 5 Trilyun. Pasar terbesar bagi produk tanaman obat antara lain adalah Jerman, Cina, Jepang, Prancis, Italia, Inggris, Spanyol, dan Amerika Serikat. Pada 2012, potensi pasar global mencapai lebih dari US$ 50 milyar. Sejauh ini, para produsen Indonesia baru menyerap kurang dari 5% pangsa pasar tersebut. Saingan terkuat dalam bidang ini adalah Cina dan India (Kementrian Perdagangan 2013). Hal ini membuat Indonesia harus lebih meningkatkan daya saingnya agar produk jahe dan temulawak Indonesia tetap dapat bertahan atau bahkan dapat menguasai baik pasar domestik maupun internasional.

Pada penelitian ini, komoditas jahe dan temulawak dipilih untuk diteliti karena kedua komoditas tersebut merupakan dua komoditas yang menyumbangkan nilai ekspor tertinggi dari komoditas tanaman obat Indonesia dengan persentase sebesar 31 % (Ditjen Hortikultura 2012). Lima negara yang akan diteliti adalah negara Belanda, Jepang, Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat, negara-negara tujuan ekspor tersebut dipilih karena ke kontinyuan Indonesia dalam mengekspor jahe dan temulawak Indonesia ke negara tersebut.

Berdasarkan uraian dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah dinamika ekspor jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan ekspor?

2. Bagaimanakah posisi daya saing jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan ekspor?

3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan?

(16)

4

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menggambarkan dinamika ekspor jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan ekspor.

2. Menganalisa posisi daya saing jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan ekspor.

3. Menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan.

4. Merumuskan strategi yang dapat mendukung peningktatan daya saing jahe dan temulawak Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi peneliti, sebagai media untuk menerapkan ilmu ekonomi yang telah dipelajari dalam kuliah.

2. Bagi masyarakat umum, para akademisi dan untuk penelitian- penelitian berikutnya mengenai konsep daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia.

3. Bagi pemerintah sebagai masukan dan bahan rujukan bagi perumusan kebijakan yang akan dikeluarkan untuk meningkatkan daya saing dan ekspor komoditi jahe dan temulawak Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jahe dan Temulawak

Tanaman jahe (Zingiber officinale Rose) tingginya mencapai setengah meter dan dibudidayakan di semua daerah tropika, memerlukan iklim basah, banyak sinar matahari dan tanah gembur, serta mempunyai drainase yang baik. Untuk menghindari kebusukan akar umbinya tidak ditanam terlalu dalam. Umbi inilah yang disebut jahe (Versteegh 2006). Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India hingga ke Cina. Pemanenan tanaman dilakukan pada umur 10-12 bulan setelah tanam (Martha Tilaar Innovation Center (MTIC) 2002). Jahe banyak digunakan sebagai obat gosok untuk penyakit encok dan sakit kepala. Selain itu jahe juga digunakan sebagai bahan obat, bumbu masak, penyedap, minuman penyegar, manisan dan lain-lain (Syukur dan Hernani 2002).

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) mempunyai daya adaptasi yang cukup luas di daerah tropis dan banyak terdapat di hutan daerah panas serta ditanam di kebun serta halaman. Umbinya digunakan sebagai obat dan akar sampingnya dapat dibuat makanan anak yang enak (Versteegh 2006). Temulawak mempunyai manfaat seperti memperlancar produksi empedu, menurunkan kadar kolesterol, menghilangkan rasa nyeri, menurunkan panas badan, membunuh bakteri, mencegah penyakit hati dan mengobati jerawat. Temulawak dipanen pada saat kemarau. Pemanen temulawak yang menggunakan bibit dari rimpang induk pada umur 9 bulan dan pada umur 24 bulan jika bibit berasal dari rimpang cabang (MTIC 2002).

Teori Perdagangan Internasional

Teori Keunggulan Absolut oleh Adam Smith. Menurut Teori Keunggulan Absolut, jika sebuah negara lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dalam memproduksi komoditas A dibandingkan negara lain, namun kurang efisien (disebut memiliki kerugian absolut) dalam memproduksi komoditas B, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut.

(18)

6

Teori Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditas untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar internasional. Suatu produk yang diminati oleh banyak konsumen dapat dikatakan produk tersebut mempunyai daya saing. Dari sisi permintaan, kemampuan bersaing mengandung arti bahwa produk agribisnis yang dijual haruslah produk yang sesuai dengan atribut yang dituntut konsumen atau produk yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer’s value perception). Sementara dari sisi penawaran, kemampuan bersaing berkaitan dengan kemampuan merespon perubahan atribut-atribut produk yang dituntut oleh konsumen secara efisien (Tambunan 2001). Daya saing dapat dihitung dengan metode RCA (Revealed Comparative Advantage) yaitu metode yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia dan EPD (Export Product Dynamic) yaitu metode yang digunakan untuk mengukur apakah daya saing suatu produk tersebut mempunyai performa yang dinamis (pertumbuhan cepat) atau tidak.

Panel Data

Model panel data merupakan model yang menggunakan informasi dari gabungan data cross section dan time series. Menurut Juanda (2012), terdapat tiga macam pendekatan dalam panel data yaitu:

1. Metode Common-Constant (Pooled Ordinary Least Square/ PLS) Pendekatan PLS ini menggunakan metode OLS biasa. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Dalam estimasinya diasumsikan bahwa setiap unit individu memiliki intersep dan slope yang sama (tidak ada perbedaan pada dimensi kerat waktu). Dengan kata lain, regresi panel data yang dihasilkan akan berlaku untuk setiap individu.

2. Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Asumsi intercept dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam pendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect). Model fixed effect adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) yaitu:

= ∑ + +

dimana:

= variabel endogen = variabel eksogen

(19)

7

Memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model random effect. Model random effect disebut juga sebagai error component model karena dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan umum dalam random effect model yaitu :

= + it +

Dalam model ini, kita mengasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Berbeda dengan model efek tetap, pendekatan random effect dapat menghemat dan tidak mengurangi jumlah derajat kebebasan. Dengan demikian, parameter hasil estimasi yang diperoleh semakin efisien sehingga model yang didapat semakin baik.

Teori Permintaan Ekspor

Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang memengaruhi permintaan (Salvatore 1997). Permintaan ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:

1. Harga

Ketika harga komoditas meningkat, maka akan terjadi hubungan negatif terhadap permintaan komoditas tersebut dikarenakan konsumen berusaha mengurangi jumlah konsumsi produk tersebut (Lipsey 1995). 2. GDP Per Kapita

GDP per kapita adalah perbandingan antara GDP dengan jumlah populasi. GDP per kapita dapat mengukur kemampuan suatu negara untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Jika GDP per kapita suatu negara cukup tinggi, maka negara tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan pembelian sehingga merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran suatu komoditi (Mankiw 2000).

3. Nilai Tukar Riil

(20)

8

sedangkan harga barang-barang luar negeri mahal (Mankiw 2000). Rumus dari nilai tukar riil yaitu nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio tingkat harga yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

E= e x (P/P*) 4. Populasi

Populasi dapat memengaruhi ekspor melalui dua sisi yakni sisi penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditi ekspor, sedangkan penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan konsumsi domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik akan suatu komoditi (Salvatore 1997). 5. Jarak Ekonomi

Jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Jarak meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh terpisah suatu negara dengan yang lain semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan antara keduanya. Penelitian ini menggunakan jarak ekonomi, yaitu jarak geografis ibukota negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor dikalikan dengan perbandingan antara GDP total negara tujuan ekspor dengan jumlah GDP total seluruh negara tujuan ekspor yang diteliti. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Jarak ekonomi = jarak geografis x

Keterangan:

Jarak geografis = Jarak geografis Indonesia dengan negara tujuan ekspor j = Negara tujuan ekspor

i = 1,2,3,....

Penelitian Terdahulu

(21)

9 kurang dari satu. Sedangkan di Bangladesh, jahe Indonesia dapat diterima baik selama tahun 2000 sampai tahun 2005, kecuali tahun 2003, karena menurunnya daya saing jahe Indonesia, setelah tahun 2005, daya saing jahe Indonesia di pasar ini melemah dengan nilai RCA yang kurang dari satu sampai tahun 2007. Menurunnya daya saing disebabkan oleh penurunan nilai ekspor karena menurunnya kualitas jahe Indonesia.

Agri (2011) menganalisa perkembangan nilai ekspor dan pesaing hortikultura Indonesia serta untuk menganalisis posisi daya saing produk hortikultura Indonesia di sepuluh negara tujuan utama dan dunia. Metode analisis yang digunkan adalah analisis deskriptif, Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Export Product Dynamic (EPD). Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa data time series tahun 2001, 2005, dan 2009 yang dianggap dapat mewakili kondisi satu dekade terakhir. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekspor Indonesia yang paling kontinyu adalah ke pasar dunia dan Singapura. Sedangkan untuk ke beberapa negara tujuan ekspor lainnya, Indonesia masih belum mampu mengekspor produk hortikulturanya secara kontinyu. Daya saing produk hortikultura Indonesia menurut rata-rata RCA pada tahun 2001, 2005, dan 2009 memiliki daya saing yang rendah di sepuluh negara tujuan utama dan dunia. Sehingga ekspor hortikultura Indonesia masih kurang baik di beberapa negara tujuan ekspornya ataupun bila dibandingkan dengan negara eksportir lainnya. Komoditi yang memiliki daya saing yang kuat hampir di setiap negara tujuan ekspor yaitu temulawak dan jambu, mangga, serta manggis. Sedangkan komoditi yang mempunyai daya saing lemah yaitu pisang.

Tanujaya (2012) menganalisa daya saing ekspor produk perkebunan terpilih Indonesia di beberapa negara Amerika Latin. Metode analisis yang digunkan adalah analisis deskriptif, Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Export Product Dynamic (EPD), dan Regresi Panel Data. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa data panel tahun 2000 sampai tahun 2010. Hasil penelitian menunjukan komoditas kelapa sawit Indonesia memiliki daya saing di negara Argentina, Brazil dan Meksiko. Komoditas coklat memiliki daya saing di negara Argentina, Brazil dan Meksiko, dan Venezuela, walaupun terdapat trend penurunan permintaan coklat Indonesia di negara yang diteliti. Sementara itu untuk komoditi karet memiliki daya saing pada seluruh negara dikawasan Amerika Latin.

Kerangka Pemikiran

Tantangan utama globalisasi dalam lingkup perdagangan bebas baik saat ini maupun di masa mendatang adalah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor industri dan sektor jasa dengan mengandalkan kemampuan sumberdaya manusia, teknologi dan manajemen. Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk dapat bersaing dengan negara-negara yang lebih maju dalam pembudidayaan maupun menghasilkan jahe dan temulawak yang berkualitas.

(22)

10

memberikan kontribusi untuk meningkatkan daya saing jahe dan temulawak Indonesia sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat meningkat.

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel-variabel yang memengaruhi aliran ekspor komoditi tanaman obat Indonesia di lima negara tujuan adalah:

1. Harga Komoditas jahe dan temulawak di lima negara tujuan diharapkan memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia.

2. GDP per kapita negara tujuan diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap jumlah permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia. 3. Nilai tukar riil diharapakan memiliki pengaruh negatif terhadap

jumlah permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia

4. Populasi negara tujuan ekspor diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap jumlah permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia. 5. Jarak ekonomi diharapkan berpengaruh negatif terhadap jumlah

permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia. Nilai dan volume ekspor jahe dan temulawak Indonesia di lima Negara

tujuan ekspor

Perkembangan ekspor ekspor jahe dan temulawak Indonesia di lima

negara tujuan ekspor

Daya saing ekspor jahe dan temulawak Indonesia

di lima negara tujuan ekspor

Rekomendasi strategi peningkatan daya saing dan

kinerja ekspor ekspor jahe dan temulawak Indonesia

Harga komoditas, GDP perkapita, nilai tukar riil negara tujuan ekspor, populasi dan jarak ekonomi.

Faktor –faktor yang memengaruhi permintaan

ekspor ekspor jahe dan temulawak Indonesia di lima

(23)

11

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel dengan periode tahunan dimulai dari tahun 2002 sampai tahun 2011. Data yang digunakan meliputi volume ekspor, nilai ekspor, GDP perkapita negara tujuan, nilai tukar, dan jumlah populasi negara tujuan. Sumber data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jendral Hortikultura, United Commodity and Trade Database (UN Comtrade), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan World Bank. Adapun komoditas tanaman obat yang diteliti terdiri dari dua komoditas, dengan kode Harmonized System (HS) seperti yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Kode komoditi tanaman obat dalam Harmonized System (HS)

No Komoditas Kode HS

1 Jahe 091010

2 Temulawak 091030

Sumber : UNComtrade

Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan kuantitatif.

Metode Deskriptif

Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan perkembangan nilai ekspor jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan utama.

Porter’s Diamond

Teori Porter’s Diamond digunakan untuk menganalisa strategi-strategi kebijakan yang dapat meningkatan daya saing komoditi jahe dan temulawak. Analisis tersebut digunakan dengan cara menganalisa empat faktor dalam Porter’s Diamond Theory, yaitu:

(24)

12

Gambar 2 Porter’s Diamond Theory

Revealed Comparative Advantage (RCA)

Indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Dalam penelitian ini, tingkat daya saing yang diteliti adalah daya saing ekspor komoditas jahe dan temulawak Indonesia ke negara Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Malaysia, dan Singapura. Rumus RCA yang digunakan adalah sebagai berikut:

Wt = Nilai ekspor total dunia menuju negara tujuan ekspor Jika nilai RCA Indonesia untuk komoditas jahe dan temulawak lebih dari satu (RCA>1) berarti Indonesia mempunnyai keunggulan komparatif (diatas rata-rata pasar dunia) sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing yang kuat. Sebaliknya jika nilai RCA kurang dari satu (RCA<1) berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut rendah (dibawah rata-rata pasar dunia) sehingga komoditas tersebut berdaya saing lemah. Semakin besar nilai RCA, semakin tinggi pula tingkat keunggulan komparatifnya.

Export Product Dynamic (EPD)

(25)

13 Tabel 5 Matrix EPD berdasarkan posisi daya saing

Share of country’s export in world trade

Share of Product in World Trade Rising (Dynamic) Falling (Stagnant) Rising (Competitiveness) Rising Stars Falling Stars Falling

(non-competitiveness)

Lost Opportunity Retreat

Sumber : Estherhuizen 2006 dalam Bappenas 2009

Suatu komoditas yang memiliki posisi pasar yang ideal adalah komoditas yang mempunyai kondisi “Rising Stars”, artinya negara tersebut memperoleh pangsa pasar untuk produk-produk yang berkembang cepat.

“Lost Opportunity”, diartikan dengan penurunan pangsa pasar pada produk yang dinamis. “Falling Stars” berarti kondisi yang tidak diinginkan, walaupun tidak seperti kondisi Lost Opportunity, karena pangsa pasarnya meningkat meskipun bukan pada produk yang dinamis di pasar dunia. Sementara itu, “Retreat” berarti posisi yang sangat tidak diinginkan, dikarenakan terjadi penurunan permintaan pada komoditas yang diteliti dan penurunan ekspor menuju negara yang diteliti.

Secara matematis yang dimaksud dengan pangsa pasar ekspor suatu negara dan pangsa pasar produk dalam perdagangan dunia adalah sebagai berikut:

Sumbu X : Pertumbuhan pangsa pasar ekspor i =

∑ (

)

∑ ( )

Sumbu Y : Pertumbuhan pangsa pasar produk n =

∑ ∑

Wt = Nilai ekspor total dunia menuju negara tujuan ekspor T = jumlah tahun

(26)

14

X-Model Produk eksport potensial

Metode ini digunakan untuk melakukan klusterisasi produk yang memiliki potensi pengembangan tinggi di negara sample. Klusterisasi dilakukan untuk memfokuskan pasar. Pengklusterisasiannya diperoleh dengan mempertimbangkan nilai RCA (daya saing) dan nilai EPD (posisi pasar), dengan begitu dapat diketahui apakah komoditi tersebut memiliki potensi yang tinggi atau tidak di negara tujuan ekspor. Analisis X-model produk ekspor potensial seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 3 Analisis X-Model Produk eksport potensial Model Permintaan Ekspor

Dugaan persamaan faktor- faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe dan temulawak Indonesia di Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Malaysia, dan Singapura dapat dirumuskan sebagai berikut:

lnQij = 0 + 1lnPXij + 2lnGDPj + 3lnERik + 4lnPOPj + 5lnEDj + ei dimana:

Qij = Jumlah permintaan ekspor komoditi i Indonesia di negara j (Kg) PXij = Harga ekspor komoditi i (jahe/temulawak) di negara tujuan

(US$/kg)

GDPj = Pendapatan per kapita riil negara tujuan ekspor (US$)

ERj = Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor (national currency/Rp)

POPj = Jumlah populasi penduduk di negara tujuan ekspor (juta orang) ED = Jarak Ekonomi (km)

ei = Random error

0 = konstanta (intercept)

n = parameter yang diduga (n= 1,2,…,5)

Pengembangan pasar optimis

Pengembangan pasar potensial

Pengembangan Pasar kurang

potensial

Pengembangan Pasar tidak

(27)

15 Pemilihan Model

1. Uji Chow, Hipotesisnya adalah : H0 : model PLS

H1: model fixed effect

Jika nilai F-Stat hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap , artinya model yang dipilih adalah model fixed effect.

2. Uji Hausman, Hipotesisnya adalah : H0 : model random effect

Uji-F adalah statistik uji yang digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.

: = =... = = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya)

: minimal ada satu ≠ 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya) 1. Probability F-stasistic < , maka tolak . Kesimpulannya, minimal

ada satu variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya.

2. Probability F-stasistic > , maka terima Kesimpulannya, tidak ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya. b. Uji t

Uji-t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor bebas terhadap permintaan ekspor perhiasan Indonesia. Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.

: = 0 dengan t = 1,2,3,….,n : ≠ 0

(28)

16

c. Uji R2 ataupun adj-R2

Uji ini dilakukan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 atau R2 adjusted berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu maka semakin baik.

2. Kriteria Ekonometrika a. Autokorelasi

Autokorelasi mencerminkan adanya hubungan yang terjadi antara error masa lalu dengan error saat ini yang dapat menyebabkan parameter menjadi bias sehingga pendugaan parameter menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW (Tabel 6). Berikut merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi.

Tabel 6 Kerangka identifikasi autokorelasi

Nilai DW Hasil

4-dl<DW<4 Tolak , autokorelasi negatif 4-du<DW<4-dl Hasil tidak dapat ditentukan 2<DW<4-du Terima , tidak ada autokorelasi du<DW<2 Terima , tidak ada autokorelasi dl<DW<du Hasil tidak dapat ditentukan 0<DW<dl Autokorelasi positif

Sumber : Gujarati, 2004 b. Multikolinearitas

Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan linier antar variabel independen. Indikasi terjadinya multikolinearitas adalah dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Apabila koefisien parameter dari t statistik banyak yang tidak signifikan sementara F hitungnya signifikan, maka patut diduga terjadi masalah multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan cara menghilangkan variabel yang tidak signifikan, mentransformasi data, dan menambah variabel.

c. Normalitas

Uji normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term terdistribusi normal. Untuk mengetahui adanya normalitas, maka digunakan uji Jarque-Bera. Apabila nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata ( ), maka persamaan tersebut tidak mempunyai masalah normalitas atau error term terdistribusi normal.

d. Heteroskedastisititas

(29)

17 maka hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas, begitu pula sebaliknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekspor Jahe dan Temulawak Indonesia

Ekspor Komoditas Jahe Indonesia di Lima Negara Tujuan

Perkembangan ekspor jahe seperti yang ditunjukan pada Gambar 3 sangat berfluktuasi. Hal ini dikarenakan nilai dan volume ekspor yang tidak stabil, cenderung naik dan turun pada tahun-tahun tertentu.

Sumber : UNComtrade (2013)

Gambar 4 Perkembangan nilai ekspor jahe Indonesia di lima negara tujuan ekspor

Perkembangan nilai ekspor Jahe Indonesia di Pasar Amerika serikat selama tujuh tahun terakhir cenderung stabil, nilai tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar US$ 295.633, meskipun mengalami penurunan pada tahun berikutnya menjadi US$ 116.539. Rata-rata pertumbuhan nilai ekspornya sebesar 17.54 %.

Nilai ekspor tertinggi jahe di Pasar Belanda adalah tahun 2006 yaitu sebesar US$ 368.530 dan di tahun-tahun selanjutnya mengalami penurunan hingga tahun 2010 dengan nilai ekspor terendah pada tahun 2009 sebesar US$ 0.688. Rata-rata pertumbuhan nilai ekspornya sebesar 217.03 %.

Nilai ekspor tertinggi Indonesia selama tujuh tahun terakhir ke Pasar Jepang terjadi tahun 2005 sebesar US$ 1.134.916. Pada gambar 3 terdapat penurunan sangat drastis ditahun 2006 ke 2007 dari US$ 1.021.290 menjadi US$ 230.675. Rata-rata pertumbuhan nilai ekspornya sebesar 10.37 %. Pada tahun 2006-2007 terjadi penurunan nilai ekspor jahe yang sangat drastis, hal ini terjadi karena (Kadarsah 2007) pada tahun 2006-2007 negara Jepang mengalami musim dingin terhangat dengan rata-rata temperatur 1.52 derajat celcius di atas normal

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(30)

18

Nilai ekspor jahe Indonesia di Pasar Malaysia sangat berfluktuasi. Nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar US$ 522.540 dan terendah pada tahun 2006 sebesar US$ 35.420. Rata-rata pertumbuhan nilai ekspornya sebesar 154.42%.

Nilai ekspor jahe Indonesia di Pasar Singapura tahun 2005-2008 terus mengalami peningkatan, dan penurunan pada tahun 2009-2011, nilai tertinggi pada tahun 2008 sebesar US$ 373.778 dan nilai terendah pada tahun 2011 sebesar US$ 202.755. Rata-rata pertumbuahan nilai ekspornya sebesar 16%.

Pada Gambar 4 pada tahun 2005 volume ekspor tertinggi adalah di negara Malaysia yaitu sebesar 767.411 ton, 2006 di negara Singapura sebesar 699.671 ton, 2007 dan 2008 di negara Malaysia sebesar 1.507.120 ton dan 2185414 ton, 2009 di negara Singapura sebesar 598836 ton, 2010 di negara Malaysia sebesar 776670 ton, dan 2011 di negara Singapura sebesar 416826 ton. Rata-rata volume ekspor tertinggi adalah di negara Malaysia yaitu sebesar 848.170 ton, disusul Singapura sebesar 643.458 ton, Jepang sebesar 389.768 ton, Amerika Serikat sebesar 76.350,3 ton dan terakhir adalah Belanda sebesar 45.004,1 ton.

Sumber : UNComtrade (2013)

Gambar 5 Perkembangan volume ekspor jahe Indonesia di lima negara tujuan ekspor

Ekspor Komoditas Temulawak Indonesia Menuju Negara yang Diteliti Perkembangan nilai ekspor komoditas temulawak Indonesia seperti halnya komoditas jahe di lima negara tujuan ekspor terlihat berfluktuatif. Berbeda dengan Jahe, fluktuasi nilai ekspor temulawak cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(31)

19

Sumber : UNComtrade (2013)

Gambar 6 Perkembangan nilai ekspor temulawak Indonesia di lima negara tujuan ekspor

Negara Amerika Serikat dan Singapura hanya mengalami penurunan nilai ekspor satu kali. Nilai ekspor terendah Amerika Serikat terjadi di tahun 2007 dengan nilai US$ 28.275 dan nilai tertinggi pada tahun 2011 sebesar US$ 412.294. Dalam hal yang sama, nilai terendah untuk negara Singapura terjadi pada tahun 2008 sebesar US$ 39.958 dan nilai tertingginya pada tahun 2010 sebesar US$ 111.463.

Negara yang mengalami penurunan nilai ekspor dua kali adalah negara Belanda dan Malaysia. Negara Belanda terjadi tahun 2008 dan 2010. Nilai terendah berada di tahun 2008 sebesar US$ 39.958, untuk nilai tertingginya terjadi pada tahun 2011 sebesar US$ 151.971. Dalam hal yang sama, negara Malaysia pada tahun 2006 dan 2011 dengan nilai terendah pada 2006 sebesar US$ 2.032, nilai tertingginya pada tahun 2010 sebesar US$ 212.389.

Jepang mengalami penurunan terbanyak sebanyak empat kali yaitu pada tahun 2006, 2008 , 2009 dan 2011, nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar US$ 80.108 akan tetapi di sisa tahun lainnya (2005, 2007, 2010) nilai ekspornya diatas US$ 100.000 dengan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar US$ 127.851. Rata-rata pertumbuhan nilai ekspor komoditi temulawak di negara Amerika Serikat adalah sebesar 64.47 %, Belanda sebesar 56.46 %, Jepang sebesar 3.35 %, Malaysia sebesar 223.37 % dan Singapura sebesar 66.70 %.

Perkembangan volume ekspor temulawak telihat pada Gambar 6. Rata-rata volume ekspor di negara Belanda, Jepang, Malaysia dan Singapura bersifat fluktuatif. Berbeda dengan keempat negara lainnya, negara Amerika Serikat volume ekspornya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan volume tertinggi pada tahun 2011 sebesar 253.753 ton.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(32)

20

Sumber : UNComtrade (2013)

Gambar 7 Perkembangan volume ekspor temulawak Indonesia di lima negara tujuan ekspor

Analisis Daya Saing dan Kondisi Pasar

Suatu negara dengan nilai RCA suatu komoditas di atas satu maka nilai ekspor komoditas tersebut relatif tinggi yang artinya komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing kuat. Berdasarkan tabel 7, komoditi jahe Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau memiliki daya saing yang kuat dan pasarnya berada pada posisi “Rising star” hanya pada negara Belanda, nilai RCA>1 terjadi pada tahun 2006 dan 2007 (Lampiran 1). Sementara itu, untuk keempat negara: Amerika Serikat, Jepang, Malysia, dan Singapura, meskipun komoditi jahe Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif atau dengan kata lain komoditi jahe Indonesia di negara tersebut berdaya saing rendah, akan tetapi posisi pasarnya berada pada posisi “Rising star”. Artinya komoditi jahe Indonesia memiliki pertumbuhan pangsa ekspor dan pangsa pasar produk tertinggi (cepat) di keempat negara tersebut.

Tabel 7 Analisa RCA dan EPD untuk komoditas jahe Indonesia 2005-2011

Negara Jahe

RCA EPD

Amerika Serikat 0.53 Rising Star

Belanda 1.17 Rising Star

Jepang 0.14 Rising Star

Malaysia 0.38 Rising Star

Singapura 0.48 Rising Star

Data : Lampiran 1.

Sumber : UN Comtrade (2013) 0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(33)

21 Tabel 8 Analisa RCA dan EPD untuk komodtas temulawak Indonesia2005-2011

Negara Temulawak

RCA EPD

Amerika Serikat 1.49 Rising Star

Belanda 4.31 Rising Star

Jepang 0.29 Lost Opportunity

Malaysia 0.16 Rising Star

Singapura 2.05 Rising Star

Data : Lampiran 2.

Sumber : UN Comtrade (2013)

Berdasarkan Tabel 8, komoditi temulawak Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing kuat di tiga dari lima negara tujuan yaitu negara Amerika Serikat, Belanda, dan Singapura. Komoditas jahe di ketiga negara tersebut selain memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing kuat juga berada pada posisi pasar “Rising star” yang artinya komoditi temulawak Indonesia memiliki pangsa ekspor dan pangsa pasar produk tertinggi di keempat negara tersebut. Posisi pasar “Rising star” juga terjadi di negara Malaysia walupun nilai RCA-nya kurang dari satu. Sementara di negara Jepang selain tidak memiliki keunggulan komparatif dan memiliki daya saing rendah, posisi pasarnya pun berada pada posisi

“Lost Opportunity”. Artinya ekspor temulawak Indonesia di negara Jepang tidak dapat bersaing sehingga pasar yang tersediadi Jepang diisi oleh negara pesaing.

X-Model Produk eksport potensial

Tabel 9 Hasil analisis X-model produk eksport potensial komoditas jahe dan temulawak di lima negara tujuan

Negara Jahe Temulawak

(34)

22

tujuan ekspor. Hasil estimasi analisis X-Model Produk eksport potensial menunjukkan bahwa komoditas jahe dan temulawak Indonesia memiliki potensi pengembangan produk di masing- masing negara tujuan seperti pada Tabel 9.

Berdasarkan Tabel 9, jahe memiliki potensi pengembangan pasar optimis hanya di negara Belanda sementara di negara lainnya memiliki potensi pengembangan pasar potensial. Temulawak memiliki potensi pengembangan pasar kurang potensial di negara Jepang, artinya komoditi temulawak tidak dapat memanfaatkan pasar yang ada di negara Jepang.

Faktor –faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor

Uji Chow

Hasil uji Chow pada komoditas jahe menunjukkan baik F test maupun chi-square memiliki nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 5 % (Lampiran 3), artinya H0 diterima, maka model yang terbaik adalah model Pooled Least Square (PLS), Hal ini menyatakan bahwa regresi panel data yang dihasilkan akan berlaku untuk setiap individu. Model Pooled diberikan perlakuan GLS (Cross Section SUR), sehingga parameter penduga dapat signifikan pada taraf nyata tertentu.

Hasil uji Chow yang dilaksanakan pada komoditas temulawak menunjukkan baik F test maupun chi-square memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari taraf nyata 5 % (Lampiran 4), artinya H0 ditolak, kemudian berdasarkan hasil uji hausman dihasilkan nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 5 % (Lampiran 5), artinya tolak H0, dengan demikian dapat disimpulkan model yang terbaik adalah model Fixed Effect (FEM), hal ini menyatakan bahwa perlu memasukkan pengaruh individu ke dalam model. Model FEM diberikan perlakuan GLS (Cross Section SUR), sehingga parameter penduga dapat signifikan pada taraf nyata tertentu.

Uji F

Probabilitas F statistic sebesar 0.00 lebih kecil dari taraf nyata 5 % untuk komoditi jahe maupun komoditi temulawak sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap jumlah ekspor masing-masing komoditi tersebut di lima negara tujuan.

Uji-t

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari taraf nyata 5 %. Hal ini berarti bahwa peubah bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap jumlah ekspor komoditi jahe Indonesia di lima negara tujuan.

(35)

23 Uji R2

Nilai R-Squared pada komoditas jahe adalah sebesar 0.861549, artinya sebesar 86.16 % keragaman data dapat dijelaskan oleh variable independen, sementara sebesar 13.84 % keragaman data tidak dapat dijelaskan oleh variable independen.

Nilai R-Squared pada komoditas temulawak adalah sebesar 0.802560, artinya sebesar 80.26 % keragaman data dapat dijelaskan oleh variable independen, sementara sebesar 19.74 % keragaman data tidak dapat dijelaskan oleh variable independen.

Tabel 10 Hasil estimasi panel data pada komoditi jahe dan temulawak Indonesia di lima negara tujuan ekspor

Variabel Coefficient

R-squared 0.861549 0.802560

Prob(F-statistic) 0.000000 0.000000

Sum squared

resid 45.16584 45.15451

Durbin-Watson stat 1.895727 1.846609

Unweighted Statistics

R-squared 0.725149 0.566033

Sum squared

resid 56.43607 81.63540

Durbin-Watson stat 1.159015 1.508451

Hasil Regresi dapat dilihat di Lampiran 6 dan Lampiran 7.

Catatan: *, ** = menunjukkan tingkat signifikasi sesuai taraf nyata 5%, 1% a. Uji Kriteria Ekonometrika:

Autokorelasi

Statistic DW (Durbin-Watson) pada komoditi jahe adalah sebesar 1.89, sementara pada komoditi temulawak adalah sebesar 1.85, sehingga persamaan regresi dikatakan tidak mengandung masalah autokorelasi negatif ataupun positif.

Multikolinearitas

(36)

24

Normalitas

Hasil estimasi menunjukkan nilai probabilitas Jarque Bera komoditi jahe sebesar (0.40 > 0.05) dan temulawak sebesar (0.80 > 0.05), artinya error term menyebar normal (Lampiran 8 dan 9).

Heteroskedastisitas

Sum square residual weighted statistics lebih kecil dibandingkan dengan sum square residual unweighted statistics, dengan demikian model persamaan permintaan ekspor komoditi jahe Indonesia di lima negara tujuan terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Komoditi jahe (45.17 < 56.44) dan temulawak (45.16 < 81.64).

b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe dan Temulawak Indonesia di Lima Negara Tujuan Ekspor

1. Harga Jahe dan Temulawak ke Negara Tujuan Ekspor

Berdasarkan Hasil Estimasi diketahui harga jahe negara tujuan berpengaruh signifikan dengan koefisien -1.08. Artinya, jika harga ekspor jahe ke negara tujuan meningkat sebesar 1 %, maka jumlah permintaan ekspor komoditas jahe akan menurun sebesar 1.08 %, cateris paribus. Sebaliknya hasil Estimasi diketahui harga temulawak ke negara tujuan ekspor tidak berpengaruhnya signifikan terhadap jumlah ekspor temulawak Indonesia.

2. GDP Per Kapita Riil Negara Tujuan Ekspor

GDP perkapita negara tujuan ekspor berpengaruh signifikan dengan koefisien 1.44 untuk komoditi jahe, artinya jika GDP per kapita negara tujuan ekspor meningkat sebesar 1 %, maka akan meningkatkan jumlah permintaan ekspor jahe ke lima negara tujuan sebesar 1.44 %, cateris paribus. Koefisien 10.25 untuk komoditi temulawak, artinya jika GDP per kapita negara tujuan ekspor meningkat sebesar 1 %, maka akan meningkatkan jumlah permintaan ekspor temulawak sebesar 10.25 %, cateris paribus.

(37)

25

Sumber: UNComtrade (2013)

Gambar 7 Perkembangan harga jahe di pasar internasional 2002-2011 Harga komoditi jahe Indonesia di pasar internasional berkisar antara 0.38-1.10 US$. Harga komoditi yang rendah tersebut membuat daya beli jahe tetap tinggi walaupun nilai tukar terapresiasi.

Nilai Tukar Rupiah Riil terhadap Mata Uang Negara Tujuan Ekspor temulawak berpengaruh signifikan dengan koefisien -0.12. Artinya, jika nilai tukar riil rupiah mengalami kenaikan sebesar 1 %, maka jumlah permintaan ekspor temulawak akan menurun sebesar 0.12 %, cateris paribus.

4. Populasi Negara Tujuan Ekspor

Populasi negara tujuan ekspor jahe berpengaruh signifikan dengan koefisien sebesar 1.70. Artinya, jika populasi negara tujuan ekspor meningkat sebesar satu % maka akan meningkatkan jumlah permintaan ekspor komoditi jahe Indonesia ke lima negara tujuan sebesar 1.70 % , cateris paribus. Koefisien Populasi Temulawak sebesar 32.82. Artinya, jika populasi negara tujuan ekspor meningkat sebesar satu % maka akan meningkatkan jumlah permintaan ekspor temulawak Indonesia ke lima negara tujuan sebesar 32.82 % , cateris paribus.

5. Jarak Ekonomi

Jarak ekonomi komoditi jahe berpengaruh signifikan dengan koefisien sebesar -1.07. Artinya, jika jarak ekonomi meningkat sebesar 1 % maka akan menurunkan jumlah permintaan ekspor komoditi jahe Indonesia sebesar 1.07 %, cateris paribus. Koefisien jarak ekonomi komoditi temulawak berpengaruh signifikan dengan koefisien sebesar -11.97. Artinya, jika jarak ekonomi meningkat sebesar 1 % maka akan menurunkan jumlah permintaan ekspor temulawak Indonesia sebesar 11.97 %, cateris paribus.

Strategi Meningkatan Daya Saing Komoditi Jahe dan Temulawak

Kajian ini akan dijelaskan dengan analisis Porter’s Diamond Theory.

Porter’s Diamond Theory terdiri dari empat faktor utama yaitu kondisi faktor atau faktor sumberdaya, faktor permintaan, faktor industri terkait, serta faktor persaingan. Keempat faktor tersebut didukung oleh peran pemerintah dan peluang komoditi jahe dan temulawak Indonesia.

$0,20 $0,40 $0,60 $0,80 $1,00 $1,20

(38)

26

Kondisi Faktor

Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumberdaya, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, sumberdaya IPTEK dan sumberdaya infrastruktur. Semakin tinggi kualitas input, semakin besar peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya saing.

Indonesia memiliki wilayah yang sangat cocok digunakan sebagai tempat untuk menanam jahe dan temulawak. Terlebih dalam hal sumber daya manusia, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar sehingga memiliki keunggulan dalam sumber daya tenaga kerja. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS 2012), luas panen tanaman jahe dan temulawak Indonesia pada tahun 2011 masing-masing adalah sebesar 54.534.991 m2 dan 20.980.517 m2, produksi tanaman jahe dan temulawak Indonesia pada tahun 2011 masing-masing adalah sebesar 94.743.139 kg dan 57.701.484 kg.

Modal untuk petani berasal dari petani atau kumpulan petani produksi itu sendiri dan dari pemerintah melalui Departeman Pertanian (Deptan) salah satunya adalah pemberian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) pada tahun 2000 yang sumber dananya berasal dari Perbankan dengan subsidi suku bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh pemerintah.

Komoditas jahe dan temulawak sebagian besar berasal dari perkebunan rakyat dengan infrastruktur yang masih sederhana, dalam penggunaan teknologinya pun masih belum optimal, selain itu fasilitas infrastruktur lainnya seperti pengairan, fasilitas pengemasan, alat transportasi, rumah/gudang untuk penanganan segar juga belum memenuhi standar yang baik sehingga petani lebih memilih untuk menjual jahe dan temulawak dalam bentuk segar.

Kondisi Permintaan

Permintaan terdiri dari permintaan domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan akan menciptakan pasar. Konsumen jahe dan temulawak dalam negeri menggunakan jahe sebagai bumbu dapur, sebagai bahan baku industri makanan dan minuman serta bagi industri obat tradisional. Kondisi permintaan luar negeri jahe dan temulawak periode tahun 2007-2011 sangat berfluktuatif setiap tahunnya seperti yang terlihat pada Tabel 3, komoditas temulawak memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 87.4 % dan komoditas jahe sebesar 18.9%.

Industri Terkait dan Pendukung

(39)

27 Persaingan, Struktur, dan Strategi Perusahaan

Kondisi Persaingan perdagangan jahe dan temulawak Indonesia cukup bagus. Negara Thailand merupakan negara yang pesaing Indonesia untuk komoditas Jahe, sedangkan untuk komoditas temulawak Indonesia masih diatas negara Thailand (Agri 2011). Produk jahe dan temulawak yang di ekspor masih didominasi produk bahan mentah dan belum banyak yang memproduksi produk-produk olahan yang bernilai tambah. Strategi untuk meningkatkan daya saing jahe dan temulawak adalah dengan meningkatkan kualitas, diversifikasi produk, dan penanganan hama penyakit secara efektif dan menyeluruh. Direktorat Jendral Hortikultura dibawah naungan Deptan merupakan lembaga yang mendukung dalam upaya peningkatan daya saing komoditas jahe dan temulawak Indonesia dengan melakukan penelitian serta pengembangan.

Peran Pemerintah

Pemerintah berperan sebagai pengambil kebijakan seperti membuat standarisasi mutu dan membuat kebijakan perdagangan seperti pemberlakuan bea masuk dan keluar atas perdagangan jahe dan temulawak. Sebelumnya telah disebutkan dalam subbab kondisi faktor, pemerintah juga menyediakan bantuan modal melalui program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) pada tahun 2000 yang sumber dananya berasal dari Perbankan dengan subsidi suku bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh pemerintah.

Peran Peluang

Kelimpahan sumberdaya dan dengan semakin menjamurnya industri obat, makanan dan minuman yang berbahan dasar jahe dan temulawak serta terdapat perubahan pola pikir “back to nature”, menjanjikan peluang yang besar untuk komoditas jahe dan temulawak baik itu di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Peluang pasar bagi komoditas jahe dan temulawak terbuka lebar di pasar dunia terutama di negara Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, serta Singapura untuk komoditi jahe dan negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia serta Singapura untuk komoditi temulawak.

(40)

28

Gambar 8 Keunggulan dan Kelemahan Komponen Porter’s Diamond Strategi Peningkatan Daya saing

Dari keempat alat analisis yang telah diuraikan yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), X-Model Produk eksport potensial dan Porter’s Diamond, maka dapat ditentukan strategi yang bisa digunakan agar daya saing komoditas jahe dan temulawak Indonesia mengalami peningkatan adalah dengan :

1. Melakukan pendekatan Cluster dalam pembanguan industri, yaitu konsentrasi geografis untuk perusahaan penghasil produk hortikultura yang saling berhubungan, pengkhususan pemasok, penyedia layanan, perusahaan dalam industri yang terkait, dan lembaga-lembaga terkait

Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan (-)

-Rendahnya kualitas membuat komoditas jahe dan temulawak dinilai kurang kompetitif

-Adanya pesaing dari negara lain yang memiliki struktur yang lebih baik

Kondisi Faktor (-)

- Iklim tropis dan tanah subur (+) - Sumber daya manusia yang sudah

jenuh (-)

- Teknologi masih sederhana (-) - Ketersediaan kredit dari pemerintah

dan swasta (+)

Industri Terkait dan Pendukung (+)

- Sebagai bahan baku industri tanaman obat tradisional, industri makanan dan minuman serta industri kosmetika - Dibentuknya tempat penakaran benih oleh Departemen

Pertanian

Peran Kesempatan (+)

-Potensi besar yang dimiliki komoditas jahe dan temulawak Indonesia sebagai produsen

(41)

29 dalam bidang hortikultura lainnya (seperti universitas, lembaga standar, asosiasi perdagangan) yang bersaing tetapi juga bekerja sama.

2. Strategi Peningkatan faktor-faktor utama Porter Diamond Kondisi Faktor

 Mencari dan menciptakan (Inovasi) produk jahe dan temulawak agar memiliki nilai tambah.

 Peningkatan sumberdaya manusia dengan mengadakan pelatihan dan penyuluhan kepada petani jahe dan temulawak.  Peningkatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan

teknologi. Kondisi Permintaan

 Kebijakan yang memengaruhi pola konsusmsi.

 Regulasi tentang kualitas produk, kesehatan dan keselamatan, serta lingkungan.

Industri Terkait dan Industri Pendukung  Pembuatan zona khusus suatu industri.

 Pengaturan distribusi dan perijinan serta perpajakan pada industri pemasok.

Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan

 Penetapan sistem hukum dan pengaturan peusahaan, seperti pengaturan persaingan usaha.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa:

1. Selama periode 2005-2011 rata-rata pertumbuhan nilai ekspor tertinggi jahe di negara Belanda yaitu sebesar 217.03 %, dan terendah di negara Jepang sebesar 10.37 %. Berbeda dengan Jahe, fluktuasi nilai ekspor temulawak cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya, dengan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor tertinggi temulawak di negara Malaysia sebesar 223.37 %, dan terendah di negara Jepang sebesar 3.35 %.

2. Komoditi jahe Indonesia memiliki keunggulan komparatif hanya di negara Belanda, akan tetapi posisi pasarnya berada pada posisi

“Rising star”di lima negara tujuan. Komoditi Temulawak memiliki keunggulan komparatif di negara Amerika Serikat, Belanda dan Singapura, dan untuk posisi pasar, hanya negara Jepang yang berada pada posisi “Lost Opportunity”, sementara negara yang lainnya berada pada posisi “Rising star”.

(42)

30

adalah GDP perkapita riil negara tujuan, nilai tukar rupiah riil terhadap negara tujuan, populasi negara tujuan, dan jarak ekonomi. 4. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing

komoditas jahe dan temulawak Indonesia adalah melalui pendekatan Cluster dalam pembanguan industri. Strategi lainnya yaitu melalui peningkatan faktor –faktor utama Porter’s Diamond.

Saran

1. Hasil analisis EPD posisi pasar temulawak berada pada posisi Lost Opportunity. Jadi perlu diadakannya promosi ekspor agar eksportir mengetahui dan mengenal lebih jauh produk temulawak Indonesia. 2. Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor yang dapat dikendalikan oleh

pemerintah adalah faktor harga dan nilai tukar, karena itu pemerintah harus bisa membuat harga yang sekompetitif mungkin dan nilai tukar yang stabil.

3. Berdasarkan hasil analisis Porter’s Diamond, faktor-faktor yang masih mengalami kelemahan adalah kondisi faktor dan strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Oleh karena itu Indonesia perlu meningkatkan produksi, kualitas, kinerja ekspor, produktivitas, dan melakukan diversifikasi produk jahe dan temulawak Indonesia, yaitu dengan cara pengadaan pembimbingan, promosi ekspor, pendampingan dan pembinaan kepada petani, serta peningkatan teknologi dan riset penelitian yang berkaitan dengan jahe dan temulawak.

DAFTAR PUSTAKA

Agri MW. 2011. Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Amelia F. 2009. Posisi Daya Saing Jahe Indonesia di Pasar Internasional [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Perdagangan dan Investasi di Indonesia : Sebuah Catatan Tentang Daya Saing dan Tantangan ke Depan [Internet]. [diunduh 2013 Maret 4]. Tersedia pada: www.bappenas.go.id

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Tanaman Biofarmaka. Jakarta (ID) : BPS Pr.

Cho Dong-Sung, H. Chang moon. 2003. From Adam Smith to Michael Porter: Evolusi Teori Daya Saing. Erly Suandy [penerjemah]. Jakarta (ID): Salemba Empat.

Direktorat Jendral Hortikultura. 2012. Ekpor-Impor Tanaman Obat Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 April 7]. Tersedia pada: http://hortikultura.deptan.go.id

(43)

31 Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID):

PT. Bumi Aksara.

Firdaus M. 2012. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press.

[IPB] Institut Pertanian Bogor. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bogor (ID): IPB Press.

Juanda B, Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret Waktu (Teori dan Aplikasi). Bogor (ID): IPB Press.

Kadarsah. 2007. Musim Dingin Terhangat (2006-2007) di Jepang Sejak 1899 [Internet]. [diunduh 2013 Mei 30) Tersedia pada: http://kadarsah.wordpress.com

Kementerian Perdagangan. 2013. Tanaman Obat [Internet]. [diunduh 2013 Mei 30]. Tersedia pada: http://inatrims.kemendag.go.id

Lipsey R G , P N Courant dan C T S. 1995. Pengantar Makroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid Dua. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.

Mankiw N G. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Imam Nurmawan [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.

[MTIC] Martha Tilaar Innovation Center. 2002. Budidaya secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Jakarta (ID): PT. Penebar Swadaya.

Oktaviani R, Tanti N. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Porter, ME. 1998. The Competitive Advantage Of Nations. London (GB): Macmilan Press Ltd.

Putong I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.

Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional Ed Ke-5. Haris Munandar [Penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.

Syukur C, Hernani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial, Cetakan Kedua. Jakarta (ID): PT. Penebar Swadaya.

Tambunan T. 2003. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang : Kasus Indonesia. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.

Tanujaya IS. 2012. Analisa Daya Saing Produk Perkebunan Terpilih Indonesiadi Beberapa Negara Amerika Latin [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[TPPIP IPB] Tim Pengajar Pengantar Ilmu Pertanian IPB. 2009. Kumpulan Makalah Pengantar Ilmu-ilmu Pertanian. Bogor (ID): IPB Press. [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2013.

United Nations Conference Statistic [Internet]. [diunduh 2013 April 13]. Tersedia pada: www.unctad.org.

Versteegh, J. 2006. Tanaman Berkhasiat Indonesia, Volume I. J Soegiri dan Nawangsari [penerjemah]. Bogor (ID): IPB Press.

World Bank. 2013. World Economic Database [Internet]. [diunduh 2012 April 13]. Tersedia pada: www.worldbank.org.

World Economic Forum. 2013. Competitiveness [Internet]. [diunduh 2013 Maret 25]. Tersedia pada: http://www.weforum.org/issues.

(44)

32

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Pengolahan RCA dan EPD jahe Indonesia 2005-2011

Tahun Xij

($000) Xit ($000) Wij ($000) Wt ($000) RCA Amerika Serikat

2005 102.039 9889195.575 37659.651 1519124205.632 0,416219 2006 169.910 11259135.631 27906.290 1721528112.839 0,930949 2007 145.921 11644198.464 29940.762 1781822719.256 0,745778 2008 151.745 13079933.994 44900.242 1860729809.016 0,480777 2009 133.499 10889078.628 43194.020 1384071331.705 0,392845 2010 295.633 14301875.648 68778.063 1698218049.224 0,510391 2011 116.539 16497615.839 68076.288 1918976108.478 0,199124

RCA Rata-rata 0,525155

Belanda

2005 30.000 2233540.708 14100.034 370463500.931 0,352901 2006 368.530 2518358.053 13707.471 436953192.231 4,664799 2007 206.168 2749459.376 14857.559 505734932.094 2,552404 2008 75.993 3926404.315 20500.621 592882598.503 0,559732 2009 0.688 2909074.571 22131.059 445908539.968 0 2010 1.938 3722455.122 40770.046 529251322.649 0,006758 2011 5.782 5132476.545 42275.757 617628828.950 0,016458

RCA Rata-rata 1,164722

Jepang

2005 1134.916 18049139.737 103025.161 453433796.407 0,276744 2006 1021.290 21732122.929 74269.477 509280215.664 0,32225 2007 230.675 23632789.875 75690.400 559609414.237 0,072166 2008 284.712 27743856.152 107990.472 562337837.285 0,053438 2009 209.132 18574730.417 73857.074 407446495.902 0,062112 2010 495.488 25781813.648 96794.748 516009401.616 0,102453 2011 573.935 33714696.141 123666.345 624871378.613 0,086017

RCA Rata-rata 0,139311

Malaysia

2005 227.707 3431299.664 15325.403 102736194.721 0,444866 2006 35.420 4110757.004 10077.880 120539254.509 0,103059 2007 386.330 5096063.502 11417.276 135505596.004 0,899743 2008 493.385 6432551.930 16100.408 152137802.133 0,724774 2009 225.140 6811823.548 21034.626 124224676.258 0,195192 2010 522.540 9362332.453 37306.527 163058811.514 0,243947 2011 77.485 10995846.600 27041.362 185468799.594 0,048332

Gambar

Tabel 1  Ekspor pertanian Indonesia menurut subsektor 2009-2011
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional
Tabel 4  Kode komoditi tanaman obat dalam Harmonized  System (HS)
Gambar 2  Porter’s Diamond Theory
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian lain yang mendukung adalah yang dilaksanakan oleh Pare, Amiruddin dan Leida (2012), yang menemukan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

(1) Pemberhentian Pejabat PPNS Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, diusulkan oleh Walikota kepada Menteri yang membidangi Hukum melalui Menteri Dalam

Pandangan nasionalisme mengenai cinta terhadap tanah air memiliki perspektif bahwa negara itu adalah jiwa dan kehormatan yang harus selalu dijaga bagi penduduk

Pengabdian kepada masyarakat ini adalah sebuah Kegiatan pelatihan pembuatan makanan sehat untuk program diet alami untuk kelompok ibu-ibu bertujuan untuk membantu

Bibit tanaman C3 yang menerima intensitas cahaya tinggi dan kelebih- an nitrogen akan mengalami ganggu- an pertumbuhan dan perkembangan, akan tetapi perkembangan dan

Menurut Sembiring (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif komparatif yaitu dengan membandingkan kinerja keuangan dua perusahaan.dimana analisis data yang digunakan adalah time

7 Lebih awal dari itu, institusi Wad Tai Wah ditubuhkan pada tahun 1894 bagi membantu pesakit Cina yang uzur dan tiada harapan untuk pulih.. Justeru itu, artikel ini