• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effects of Entrepreneurships Spirit on Business Performance of Women Entrepreneurs on the Cottage Food Industry in Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Effects of Entrepreneurships Spirit on Business Performance of Women Entrepreneurs on the Cottage Food Industry in Bogor"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

KINERJA USAHA WIRAUSAHA WANITA PADA

INDUSTRI PANGAN RUMAHAN DI BOGOR

BAYU SUMANTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Jiwa Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Bayu Sumantri

(4)
(5)

BAYU SUMANTRI. Pengaruh Jiwa Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan RATNA WINANDI.

Salah satu industri yang banyak dijalankan oleh wirausaha wanita di Indonesia adalah industri rumahan. Mayoritas kategori usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor adalah usaha yang berkaitan dengan pangan. Masalah yang dihadapi oleh wirausaha wanita adalah sebagian besar kinerja usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor tidak mengalami kemajuan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu usaha tidak mengalami kemajuan, diantaranya adalah 1). wirausaha wanita memiliki beragam motivasi dalam menggeluti usahanya, tetapi kenyataannya di lapangan menunjukkan ternyata ada usaha yang dikelola dengan tidak baik oleh wirausaha wanita, 2). tidak mau mengambil risiko, baik dalam hal membuat produk baru ataupun memperluas pasar, 3). pendidikan dan pelatihan yang kurang, dan 4). tidak adanya kebijakan-kebijakan mengenai dorongan pemerintah untuk meningkatkan kinerja usaha dan jumlah wirausaha wanita berbasis agribisnis dalam lingkup nasional. Adapun tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis pengaruh karakteristik personal dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap jiwa kewirausahaan wirausaha wanita pada industri pangan rumahan dan 2) menganalisis pengaruh jiwa kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan.

Penelitian ini dilaksanakan di Bogor. Pemilihan wilayah Bogor dikarenakan Bogor sebagai daerah atau wilayah di mana penduduknya memiliki usaha sendiri yang terbesar pada bulan Agustus 2012 di Jawa Barat, yaitu sebesar 359 193 orang. Metode pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan purposive sampling. Pada penelitian ini menggunakan sebanyak 100 orang wirausaha wanita, di mana 47 orang berasal dari Kota Bogor dan 53 orang berasal dari Kabupaten Bogor. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Pengolahan data kuantitatif menggunakan LISREL 8.3.

(6)

wanita untuk termotivasi atau melakukan inovasi untuk mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan kebijakan yang ada sekarang kurang mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wirausaha wanita untuk berwirausaha dan untuk melakukan peminjaman pada bank dikenakan agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi.

Hasil lainnya menunjukkan bahwa kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor hanya dipengaruhi oleh karakteristik personal. Sementara kewirausahaan, lingkungan eksternal usaha, dan lingkungan internal usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini disebabkan karena wirausaha wanita di Bogor selama ini mengandalkan kemampuan yang melekat pada diri pribadinya masing-masing, seperti pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman kerja (bisnis), asal etnis, dan latar belakang keluarga dengan pelatihan yang memiliki nilai keeratan hubungan yang paling besar, yaitu 0.66. Kebijakan dari pemerintah yang ada sekarang tidak membantu usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita menjadi lebih baik, peranan lembaga keuangan (misalnya bank) juga tidak membantu peningkatan usaha wirausaha wanita karena masih berlakunya agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi, kegiatan pemasaran yang terkendala modal, tidak menggunakan modal pinjaman kepada bank karena terkendala pada agunan dan suku bunga pinjaman yang tinggi, masih menggunakan alat atau mesin tradisional, dan permasalahan lainnya, sehingga wirausaha wanita cenderung hanya mengandalkan kemampuan pada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dirinya dalam mengelola usahanya.

(7)

BAYU SUMANTRI. The Effects of Entrepreneurships Spirit on Business Performance of Women Entrepreneurs on the Cottage Food Industry in Bogor. Under direction of ANNA FARIYANTI and RATNA WINANDI.

One of the industry many cultivated by women entrepreneurs in Indonesia is a cottage industry. The majority of categories of business carried on by women entrepreneurs in Bogor is business related with food. Many factors influence why business performances which is run by women entrepreneurs are not experiencing progress. For example, 1). women entrepreneurs have a variety of motivations to cultivate his efforts, but the fact remains the majority of business is not managed properly, 2). women entrepreneurs do not calculate risk, 3). the lack of training and education, and 4). the absence of government policies to improve business performance and the number of women entrepreneurs agribusiness based in the national scope. There is the objectives of this study are 1). to analyze effects of personal characteristics and external-internal environments on entrepreneurships spirit of women entrepreneurs on the cottage food industry in Bogor and 2). to analyze effects of entrepreneurships spirit, personal characteristics, and external-internal environments on business performance of women entrepreneurs on the cottage food industry in Bogor.

This research actioned in Bogor. Bogor district elections because Bogor as the region or territory where the population has the greatest own business in August 2012 in West Java, in the amount of 359 193 people. Methode for take sample is purposive sampling. On this research used 100 women entrepreneurs, where 47 peoples from Bogor City origin and 53 peoples from Bogor District origin. The analysis used the descriptive and quantitative analysis using Structural Equation Modeling (SEM). Processing quantitative data using LISREL 8.3.

(8)

entrepreneurs on the cottage food industry in Bogor only influenced by personal characteristics. While entrepreneurship, external business environment, and internal business environment does not significantly influence the performance of the business. This is because women entrepreneurs in Bogor have been relying on the capabilities inherent in their personal, such as education, training, age, work experience (business), ethnic origin, and family background with training who has the most value of the relationship, that is 0.66. Policy of the present government is not helping businesses carried on by women entrepreneurs to be better, the role of financial institutions (eg. banks) also does not helped increasing their business because of the continuing collateral and high interest rates, marketing activities are capital constrained, not using capital loans to banks due to the constraints on the collateral and high interest rates, still using traditional tools or machines, and other issues, so that women entrepreneurs tend to rely only on her own abilities. Therefore, training is needed to improve her skills in managing their business.

Keywords: women entrepreneurs, personal characteristics, business environments, business performance, Structural Equation Modelling

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

KINERJA USAHA WIRAUSAHA WANITA PADA

INDUSTRI PANGAN RUMAHAN DI BOGOR

BAYU SUMANTRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Rr Heny K Daryanto, MEc

(13)
(14)

Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor Nama : Bayu Sumantri

NIM : H451110241

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Dr Ir Ratna Winandi, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(15)
(16)

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya, tesis yang berjudul “Pengaruh Jiwa Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor” dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

2. Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Dr Ir Rr Heny K. Daryanto, MEc selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis.

4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan, dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.

5. Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MS, Ir Burhanuddin, MM, dan Ir Harmini, MSi atas diskusi selama penulis melakukan penelitian.

6. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Unggulan sehingga penulis dapat melanjutkan kuliah magisternya.

7. Wirausaha wanita di Bogor yang telah bersedia menjadi responden peneliti. 8. Teman-teman seperjuangan Angkatan II pada Program Studi Agribisnis atas

diskusi, masukan, dan bantuan selama mengikuti pendidikan.

9. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta Nur Suhartinah, Ayahanda Sugiarto, dan adik Anggun Dwi Nursitha.

10.Khairun Nufus dan keluarga yang telah memberikan semangat dan do’a.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(17)
(18)

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengaruh Karakteristik Personal terhadap Jiwa Kewirausahaan 6 Pengaruh Lingkungan Eksternal-Internal Usaha terhadap Kinerja

Usaha 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Teoritis 12

Kerangka Operasional 20

4 METODE PENELITIAN 24

Waktu dan Lokasi 24

Metode Pengumpulan Data 24

Metode Penarikan Sampel 25

Metode Analisis Data 25

Variabel dan Pengukuran 35

5 KARAKTERISTIK WIRAUSAHA WANITA DI BOGOR 37

6 GAMBARAN UMUM JIWA KEWIRAUSAHAAN,

KARAKTERISTIK PERSONAL, LINGKUNGAN USAHA, DAN

KINERJA USAHA RESPONDEN 45

7 HASIL DAN PEMBAHASAN 52

8 IMPLIKASI KEBIJAKAN 72

9 SIMPULAN DAN SARAN 74

DAFTAR PUSTAKA 76

LAMPIRAN 85

(19)

1 Faktor Pendorong dan Penarik 8

2 Sebaran Responden 25

3 Absolute Measures (Ukuran Kecocokan Absolut) 28 4 Incremental Fit Measures (Ukuran Kecocokan Inkremental) 28 5 Parsimonious Fit Measures (Ukuran Kecocokan Parsimoni) 29

6 Keterangan Variabel-Variabel pada Diagram Lintas 34

7 Variabel Indikator Karakteristik Personal 35

8 Variabel Indikator Lingkungan Eksternal 36

9 Variabel Indikator Kewirausahaan 36

10 Variabel Indikator Lingkungan Internal 36

11 Variabel Indikator Kinerja Usaha 37

12 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Usia (Tahun) 39 13 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Pendidikan (Tahun) 39

14 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Asal Daerah 40

15 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Keluarga (Orang) 41

16 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Pengalaman Kerja 42 17 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Keikutsertaan dalam

Pelatihan Kewirausahaan 42

18 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Jenis Produk yang

Dihasilkan 43

19 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Modal Awal Usaha (Rp

Juta) 43

20 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Lamanya Berwirausaha

(Tahun) 44

21 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Lamanya Operasional

Harian (Jam/Hari) 44

22 Distribusi Wirausaha Wanita Berdasarkan Omset Penjualan per

Hari (Rp Ribu/Hari) 45

23 Hasil Uji Kecocokan Model Awal 55

24 Hasil Uji Validitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor 57

25 Pengujian Reliabilitas Model Pengukuran Awal 58

26 Hasil Uji Kecocokan Model Respesifikasi 60

27 Pengujian Reliabilitas Model Pengukuran Respesifikasi 62 28 Nilai R2 (Koefisien Determinasi) Variabel Indikator dalam Model

Pengukuran Variabel Laten Eksogen 63

29 Nilai R2 (Koefisien Determinasi) Variabel Indikator dalam Model

Pengukuran Variabel Laten Endogen 64

(20)

1 Perbedaan Pendapatan di Antara Wanita dan Laki-Laki (Pendapatan Wanita Relatif $1 dari Pendapatan Laki-Laki) di

Seluruh Dunia 1

2 Kategori Usaha Industri Rumahan yang Dijalankan Wanita di

Kabupaten Bogor Tahun 2011 (Persen) 3

3 Pembagian Lingkungan Organisasi 17

4 Kerangka Operasional 23

5 Diagram Lintas Model SEM 33

6 Skor Indikator Karakteristik Personal 46

7 Skor Indikator Lingkungan Eksternal 48

8 Skor Indikator Kewirausahaan 49

9 Skor Indikator Lingkungan Internal 50

10 Skor Indikator Kinerja Usaha 51

11 Path Diagram Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor,

Estimasi Standardized Solution 54

12 Hasil Uji Validitas (T-hitung) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan

di Bogor pada Output SEM 56

13 Path Diagram Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor

Setelah Respesifikasi, Estimasi Standardized Solution 59 14 Hasil Uji Validitas (T-hitung) Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan

di Bogor pada Output SEM Setelah Respesifikasi 61

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Sebelum Ditetapkan UU Nomor 20 Tahun 2008 dari Tahun 2005

dan 2008 85

2 Rata-rata Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Setelah Ditetapkan UU Nomor 20 Tahun 2008 pada Tahun 2009

dan 2010 86

3 Ukuran Goodness of Fit Statistics Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri

Pangan Rumahan di Bogor Model Awal 87

4 Ukuran Goodness of Fit Statistics Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri

Pangan Rumahan di Bogor Model Respesifikasi 98

(21)
(22)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan kewirausahaan masih dikuasai oleh kaum pria sampai saat ini. Hal ini dikarenakan secara historis kewirausahaan merupakan bidang kekuasaan bagi kaum pria (Casson et al. 2006). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Davidson dan Burke (2004) yang menyatakan bahwa wirausaha wanita masih menjadi kaum minoritas bagi kalangan wirausaha. Penyebab kaum wirausaha wanita masih menjadi kaum minoritas adalah hambatan yang dihadapi wirausaha wanita dalam memulai atau menjalankan suatu usaha. World Bank (2011) menyebutkan bahwa di hampir semua negara, wanita lebih mungkin untuk terlibat dalam kegiatan produktivitas yang rendah dibandingkan pria. Akibat dari perbedaan-perbedaan dalam pekerjaan wanita dan pria tersebut menyebabkan kesenjangan dalam pendapatan di segala bentuk aktivitas ekonomi, seperti pertanian, kewirausahaan, dan manufaktur (Gambar 1). Pada bidang kewirausahaan, usaha yang dijalankan oleh wanita memiliki rata-rata pendapatan yang lebih rendah daripada usaha yang dijalankan oleh pria. Penjelasan yang dapat dijadikan contoh pada Gambar 1 adalah jika usaha di negara Bangladesh dijalankan oleh wanita, maka pendapatan wanita tersebut lebih rendah 88 persen daripada pendapatan pria. Penjelasan yang sama juga ditujukan pada sektor pertanian dan manufaktur.

Gambar 1 Perbedaan Pendapatan di Antara Wanita dan Laki-Laki (Pendapatan Wanita Relatif $1 dari Pendapatan Laki-Laki) di Seluruh Dunia

a

Sumber : World Bank (2011)

(23)

seperti Asia memiliki potensi yang luar biasa dalam pemberdayaan wanita dan transformasi masyarakat di wilayah tersebut. Namun masih menurut Tambunan (2009), di banyak negara terutama di mana tingkat perkembangan ekonomi tercermin dari tingkat pendapatan per kapita dan tingkat industrialisasi yang masih rendah, potensi ini sebagian besar masih belum dimanfaatkan, padahal peluang yang lebih besar bagi wanita untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi baik sebagai pengusaha sukses atau sebagai karyawan bergaji pasti akan banyak membantu dalam penanggulangan kemiskinan. Sinhal (2005), misalnya mengamati bahwa kurang dari 10 persen pengusaha di Asia Selatan, yang terdiri dari Bangladesh, Bhutan, India, Maladewa, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka adalah wanita.

Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita, terutama yang berkaitan dalam bidang agribisnis. Hal ini dikarenakan salah satu sektor agribisnis, yaitu pertanian memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto Nasional atas Dasar Harga Berlaku menempati urutan ketiga tertinggi pada tahun 2005 sampai tahun 2007 dan meningkat menjadi urutan kedua tertinggi pada tahun 2008 sampai 2012 (BPS 2005-2012). Mayoritas kinerja usaha wirausaha wanita di Indonesia tidak mengalami kemajuan. Pali (1994) mengemukakan bahwa wirausaha wanita memiliki motivasi untuk memasuki profesi penjual jamu gendong, tetapi 80 persen dari responden memperoleh pendapatan di bawah garis kemiskinan dan Dasaluti (2009) mengemukakan bahwa kinerja usaha wirausaha wanita yang terdapat di pulau kecil kurang berkembang karena masih sedikitnya dukungan dari pemerintah. Selain itu, jumlah wirausaha wanita di Indonesia kurang dari 0.1 persen dari total penduduk Indonesia atau kurang dari 240 000 jumlah wirausaha wanita (Purwadi 2011).

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan usaha mikro, yaitu UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah. Sebelum diberlakukannya undang-undang tersebut, pertumbuhan usaha mikro lebih baik daripada setelah diberlakukannya undang-undang tersebut. Rata-rata pertumbuhan usaha mikro sebelum ditetapkannya UU Nomor 20 Tahun 2008 sebesar 4.01 persen dan rata-rata pertumbuhan usaha mikro setelah ditetapkannya UU Nomor 20 Tahun 2008 menurun menjadi 2.29 persen (Lampiran 1 dan 2). Hal yang berbeda terdapat pada pertumbuhan usaha kecil, menengah, dan besar, di mana pertumbuhan usaha kecil, menengah, dan besar justru lebih baik setelah ditetapkannya UU Nomor 20 Tahun 2008.

(24)

Bogor adalah usaha yang berkaitan dengan pangan (Gambar 2). Ini adalah alasan mengapa peneliti memilih industri pangan rumahan sebagai sampel usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor. Usaha yang berkaitan dengan pangan ini adalah olahan makanan yang telah memiliki nilai tambah (added value) didalamnya, baik dari proses pemasakan, kemasan, atau penjualannya. Hal ini sesuai dengan pengertian pangan olahan berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012, yaitu pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Pemilihan wilayah Bogor dikarenakan Bogor sebagai daerah atau wilayah di mana penduduknya memiliki usaha sendiri yang terbesar pada bulan Agustus 2012 di Jawa Barat, yaitu sebesar 359 193 orang (BPS Jawa Barat 2012).

Gambar 2 Kategori Usaha Industri Rumahan yang Dijalankan Wanita di Kabupaten dan Kota Bogor Tahun 2011 (Persen)

a

Sumber : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB (2011) dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2012)

Perumusan Masalah

Industri pangan rumahan yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor tersebar sebanyak 47 persen di Kabupaten dan 53 persen di Kota (Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB 2011). Kinerja usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor sebagian besar kurang mengalami kemajuan atau berjalan di tempat. Hal ini berdasarkan fakta di lapangan bahwa walaupun wirausaha wanita di Bogor telah menjalankan usahanya bertahun-tahun, tetapi skala usaha mereka tidak meningkat. Oleh sebab itu, perlu diketahui penyebab mengapa kinerja usaha yang dijalankan oleh wirausaha wanita kurang mengalami kemajuan. Berdasarkan hal tersebut, salah satu faktor mengapa kinerja usaha wirausaha wanita kurang mengalami kemajuan adalah faktor kepemilikan jiwa kewirausahaan seperti motivasi dan kemampuan mengambil risiko perlu diperhatikan. Walaupun wirausaha wanita memiliki beragam motivasi dalam menggeluti usahanya, kenyataannya di lapangan menunjukkan mayoritas ternyata ada usaha yang dikelola dengan kurang baik oleh

Pangan, 81% Kerajinan, 4%

Konveksi, 3% Jasa, 1%

Pertanian, 1%

Perikanan , 1%

Peternakan, 0%

(25)

wirausaha wanita. Hal ini mengandung arti bahwa motivasi dalam berwirausaha belum tentu menjadikan kinerja usaha wirausaha wanita menjadi baik. Pali (1994) mengemukakan bahwa wirausaha wanita memiliki motivasi untuk memasuki profesi penjual jamu gendong, tetapi 80 persen dari responden memperoleh pendapatan di bawah garis kemiskinan. Faktor lain yang menyebabkan suatu usaha kurang berkembang adalah para pengusaha kurang mau mengambil risiko, baik dalam hal membuat produk baru ataupun memperluas pasar. Wirausaha wanita lebih senang usahanya berjalan biasa-biasa saja dan kurang melakukan inovasi untuk membuat produk baru dan memperluas pasar karena takut rugi. Temuan ini didukung oleh temuan Cantillon (1734) seperti dikutip Antonic dan Hisrich (2003), kebanyakan orang takut mengambil risiko karena wirausaha wanita ingin hidup aman dan menghindari kegagalan. Bertentangan dengan hal ini, pengambilan risiko justru merupakan suatu unsur kewirausahaan yang sangat penting.

Pada kondisi yang lain, bukan hanya faktor kepemilikan jiwa kewirausahaan saja yang menjadi penentu kinerja usaha wirausaha wanita berjalan dengan baik atau tidak. Karakteristik personal yang melekat di individu masing-masing wirausaha juga memegang peranan penting terhadap kemajuan usaha yang dijalankan wirausaha wanita. Salah satu karakteristik personal yang melekat di individu masing-masing wirausaha adalah pendidikan dan pelatihan. Selama ini pendidikan dan pelatihan yang kurang menjadi alasan utama penyebab usaha yang dijalankan tidak berkembang. Menurut Casson et al. (2006), pendidikan memegang peranan penting dalam pertumbuhan wirausaha. Hal ini dikarenakan bahwa penemuan kewirausahaan melibatkan "kombinasi kembali" dari ide-ide dan praktek. Umumnya tingkat pendidikan yang lebih tinggi membuat sebagian besar penduduk tersedia sebagai pengusaha atau sebagai ahli teknologi terampil. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Mulyana (2012) bahwa pendidikan memiliki hubungan dengan kinerja suatu usaha dan Noersasongko (2005) bahwa pengusaha yang mengikuti banyak pelatihan lebih berhasil daripada pengusaha yang kurang atau tidak mendapat pelatihan.

(26)

pada sektor agribisnis. Hal ini dikarenakan sedikitnya jumlah wirausaha wanita yang bekerja di sektor tersebut (Fajar 2012).

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh karakteristik personal dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap jiwa kewirausahaan wirausaha wanita pada industri pangan rumahan.

2. Menganalisis pengaruh jiwa kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti : 1. Bagi pembuat kebijakan, baik di pusat maupun daerah dan pemerintah maupun

swasta, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukan untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha wanita di Indonesia. 2. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu yang didapat

selama perkuliahan di kampus.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kota dan Kabupaten Bogor sebagai studi kasus, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain. Selain itu, industri pangan rumahan yang dikaji adalah berbagai jenis olahan pangan (makanan dan minuman) dikarenakan keterbatasan informasi jika hanya memilih salah satu jenis olahan pangan dengan persyaratan skala rumahan dan jumlah sampel minimal 100 responden.

2 TINJAUAN PUSTAKA

(27)

wirausaha dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini menggunakan faktor jiwa kewirausahaan (seperti motivasi, inovasi, dan risiko), karakteristik personal, dan lingkungan eksternal-internal usaha sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha.

Pengaruh Karakteristik Personal terhadap Jiwa Kewirausahaan

Akar kata karakter dapat dilacak dari kata Latin, yaitu kharakter,

kharassein, dan kharax, yang maknanya tools for marking, to engrave, dan

pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Perancis

caractere pada abad ke-14 dan kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi

character, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia, yaitu karakter. Karakter mengandung pengertian (1) suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan atraktif; (2) reputasi seseorang; (3) seseorang yang memiliki kepribadian yang eksentrik. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) ialah proses mengukir

atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga “berbentuk” unik, menarik, dan

berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain (Suryana dan Bayu 2011).

Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan karakteristik wirausaha dilakukan oleh Rahardjo (2010) yang meneliti mengenai hubungan karakteristik individu dengan keputusan menjadi wirausaha baru di Purwokerto (studi tentang alternatif karir lulusan Peguruan Tinggi). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kerangka keputusan menjadi wirausaha baru adalah merupakan kombinasi dari aspek sikap terhadap perilaku berwirausaha, norma subyektif, dan kontrol perilaku. Selain itu, hasil lainnya adalah ada hubungan secara positif dan signifkan antara karakteristik individu dengan keputusan menjadi wirausaha baru di Purwokerto dan sekitarnya.

(28)

sedangkan di pihak lain akibat kontribusi peubah pendidikan formal, luas lahan, dan pendapatan keluarga.

Zimmerer, Scarborough, dan Wilson (2008) mengemukakan bahwa seorang wirausahawan (entrepreneur) adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang signifikan dan menggabungkan sumber-sumber daya yang diperlukan sehingga sumber-sumber daya itu bisa dikapitalisasikan. Dari penjelasan tersebut dikemukakan bahwa terdapat beberapa indikator kewirausahaan, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko. Indikator tersebut sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Noersasongko (2005), sedangkan Nitisusastro (2009) menyebut hal tersebut sebagai jiwa kewirausahaan, Chaudhary et al. (2012) menyebutnya sebagai pendorong kewirausahaan (entrepreneurial drive), dan Ginn dan Young (1992), Manu dan Sriram (1996), Rajagopalan (1997), dan Veliyath et al. (1994) dalam Fredianto (2001) menyebutnya sebagai orientasi kewirausahaan atau orientasi strategik. Hubungan motivasi, inovasi, dan risiko dengan kinerja usaha dijelaskan oleh Noersasongko (2005) yang menyatakan bahwa kewirausahaan dianggap memiliki pengaruh yang dominan terhadap keberhasilan usaha.

Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya untuk menjelaskan teori motivasi. Lowe dan Marriott (2006) yang mengemukakan bahwa selain keuntungan, motivasi seseorang untuk menjadi seorang wirausaha adalah prestasi dan ambisi wirausaha wanita. Prestasi berarti hal yang berbeda untuk berbeda dengan orang lain. Walaupun bagi banyak pengusaha, menjadi kaya mungkin tidak menjadi tujuan sendiri, melainkan sarana bagi pengusaha yang dapat menunjukkan bahwa wirausaha wanita telah mencapai keberhasilan dengan membentuk sebuah organisasi yang berkelanjutan. Langkah pertama seorang individu akan membuat keputusan yang signifikan dan mungkin yang mengubah hidup. Wirausaha wanita akan mempertimbangkan apa yang akan wirausaha wanita harapkan untuk dicapai, apakah kemungkinan bahwa wirausaha wanita bisa mencapainya, apa risiko yang wirausaha wanita akan perlu diambil, dan bagaimana kenyamanan wirausaha wanita dengan tingkat risiko yang wirausaha wanita anggap ada. Kedengarannya seperti perhitungan biaya-manfaat yang sederhana, namun bukan seperti itu. Ada sering banyak variabel yang perlu dipertimbangkan, dan kemungkinan hasil itu sulit untuk diprediksi. Titik balik untuk setiap individu berbeda, apa yang bisa tampak seperti dua situasi yang sama mungkin menghasilkan pilihan yang berbeda.Meskipun keputusan untuk menjadi seorang pengusaha adalah individu dan satu pribadi, adalah mungkin untuk melihat beberapa kesamaan dalam faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi keputusan pribadi untuk memilih menjadi wirausaha (Tabel 1).

(29)

menjadi pengusaha disebabkan karena aspek struktur keluarga, di mana istri (wanita) mempunyai orientasi untuk mencari nafkah dibandingkan pria karena posisi suami sebagai seorang pendatang dari suku lain karena perkawinan. Hasil penelitian yang lainnya menunjukkan faktor yang dominan yang menyebabkan banyak wanita pengusaha selain faktor budaya adalah faktor ekonomi, geografis, kemajuan pembangunan, dan sebagainya.

Tabel 1 Faktor Pendorong dan Penarik

FAKTOR PENDORONG FAKTOR PENARIK

Keterbatasan pada intensif finansial Bekerja untuk diri sendiri

Ketidaknyamanan pekerjaan Perolehan pendapatan

Kompetisi pekerjaan Keseimbangan kerja-hidup

Keterbatasan karir Kebutuhan akan prestasi

Kurangnya kesempatan bagi inovasi Kebebasan untuk berinovasi Kurangnya pengakuan dan ketidakcocokan Mendapatkan status sosial

Ketidakpuasan dengan atasan Fleksibilitas

a

Sumber : Lowe dan Marriott (2006)

Kewirausahaan sangat berkaitan sekali dengan pengambilan resiko. Richard Kontilton, seorang ekonom Perancis, pada tahun 1734 adalah orang yang mengkonsepkan kewirausahaan untuk pertama kalinya dan sebagai seorang ekonom, dia memiliki definisi konsep kewirausahaan ini didasarkan pada

“pengambilan risiko yang tidak tergaransi" (Yaghoubi dan Ahmadi β010). Jong

dan Wennekers (2008) menyatakan bahwa kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai pengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan.

Praag (2005) membedakan antara peluang dan kesediaan sebagai seorang wirausaha. Individu dapat menjadi wirausaha ketika wirausaha wanita bersedia dan mempunyai peluang yang dapat dikerjakan. Jika di antara kesediaan (motivasi) atau peluang (kemampuan atau modal) tidak ada, individu tidak dapat memulai sebagai seorang wirausaha.

Peluang adalah kemungkinan menjadi seorang wirausaha jika salah satu menginginkannya, seperti modal awal, kemampuan kewirausahaan, dan lingkungan (makro) ekonomi. Individu yang bersedia untuk memulai sebagai seorang wirausaha mempunyai peluang sewaktu-waktu wirausaha wanita memiliki modal yang cukup, atau dapat meminjam modal. Ini seperti pinjaman yang bergantung pada kemampuan yang dirasa (wirausaha) untuk menjadi wirausaha, yang diberikan kondisi-kondisi ekonomi.

(30)

Hasil penelitian terdahulu lainnya yang terkait dengan motivasi dan risiko berwirausaha pada wirausaha wanita dilakukan oleh Jyoti, Sharma, dan Kumari (2011) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi dan kepuasan pengusaha wanita di pedesaan India. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang berorientasi pada bisnis wirausaha wanita memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Intensitas dari faktor-faktor yang berbeda (positif dan negatif) seperti sosial, psikologis, keuangan, permasalahan, ketertarikan, dorongan adalah elemen yang diputuskan untuk orientasi dan kepuasan dari pengusaha wanita. Studi ini dianalisa lebih lanjut bahwa faktor ketertarikan memotivasi pengusaha wanita untuk masuk ke bidang usaha dan mempengaruhi orientasi terhadap bisnis dan dengan demikian wirausaha wanita mencerminkan kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengusaha wanita yang termotivasi melalui faktor dorongan. Hasil penelitian menggambarkan pentingnya faktor keuangan yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pengusaha wanita. Bantuan keuangan dari pemerintah maupun dari keluarga wirausaha wanita untuk mendukung bisnis mempengaruhi tingkat kepuasan wirausaha wanita tetapi tidak berlaku dikasus orientasi wirausaha wanita karena kepuasan lebih tercermin dalam keuntungan finansial dari bisnis, yang dapat terjadi hanya ketika wirausaha wanita memiliki akses awal untuk itu, apakah melalui lembaga keuangan atau melalui keluarga wirausaha wanita. Penelitian lebih lanjut membuktikan hubungan antara faktor psikologis dan orientasi pengusaha wanita. Hal ini dikarenakan hubungan antara faktor psikologis dan orientasi pengusaha wanita memainkan peran penting di dalam orientasi pengusaha wanita karena kebutuhan untuk mencapai kekuasaan dan keanggotaan semua tercermin melalui karakteristik psikologis. Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial mempengaruhi orientasi pengusaha wanita. Pasangan yang bermanfaat merupakan sumber motivasi bagi pengusaha wanita sebagai dukungan moral positif yang mendorong wirausaha wanita menghadapi dunia dengan lebih berani. Lebih lanjut, fenomena ini diperkuat jika keluarga dan masyarakat juga memotivasi dan mendukung wirausaha wanita. Penelitian ini mencerminkan bahwa wirausaha wanita juga bersedia untuk mengambil risiko bisnis, yang mencerminkan tingkat orientasi untuk bisnis wirausaha wanita. Hal ini menyimpulkan bahwa pengusaha wanita telah datang dari berbagai usia dan wirausaha wanita tahu bagaimana menangani pekerjaan yang berhubungan dengan masalah. Lebih lanjut mencerminkan kepercayaan diri wirausaha wanita dalam menjalankan bisnis.

Kemampuan wirausaha yang dibutuhkan adalah kemampuan wirausaha wanita untuk menghasilkan ide bisnis, menguraikan ide wirausaha wanita, dan membuat produk atau jasa yang memiliki nilai pasar (Gries dan Naude 2008). Menurut Drucker (1985), wirausahawan sangat berkaitan dengan inovasi. Lebih jauh lagi Drucker (1985) mengungkapkan bahwa inovasi adalah alat spesifik wiraswastawan, suatu alat untuk memanfaatkan perubahan sebagai peluang bagi bisnis yang berbeda atau jasa yang berbeda. Wiraswastawan perlu secara sengaja mencari sumber inovasi, perubahan dan gejala yang menunjukkan adanya peluang untuk inovasi yang berhasil dan wirausaha wanita perlu mengetahui dan menerapkan prinsip inovasi yang berhasil.

(31)

dengan penerapan inovasi untuk memecahkan masalah dan untuk memanfaatkan peluang yang ditemui orang setiap hari. Inovasi (innovation) adalah kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan atau memperkaya kehidupan orang-orang. Seorang wirausahawan sukses dengan cara memikirkan dan mengerjakan hal-hal baru atau hal-hal lama dengan cara-cara baru. Memiliki ide yang hebat tidaklah mencukupi, mengubah ide menjadi produk, jasa, atau usaha bisnis yang berwujud merupakan tahapan berikutnya yang esensial (Zimmerer, Scarborough, dan Wilson 2008).

Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan inovasi dan risiko dilakukan oleh Hadiyati (2011) yang meneliti mengenai kreativitas dan inovasi berpengaruh terhadap kewirausahaan usaha kecil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa (1) kreativitas meliputi terbuka terhadap pengalaman, suka memperhatikan dan melihat sesuatu dengan cara yang tidak biasa, kesungguhan, menerima dan merekonsiliasi sesuatu yang bertentangan, toleransi terhadap sesuatu yang tidak jelas, independent dalam mengambil keputusan, berpikir dan bertindak, memerlukan dan mengasumsikan otonomi, percaya diri, tidak menjadi subjek dari standar dan kendali kelompok, rela mengambil resiko yang diperhitungkan, gigih, sensitif terhadap permasalahan, kemampuan untuk mengenerik ide-ide yang banyak, fleksibel, keaslian, responsif terhadap perasaan, terbuka terhadap fenomena yang belum jelas, motivasi, bebas dari rasa takut gagal, berpikir dalam imajinasi, selektif. (2) Inovasi yang meliputi menganalisis peluang, apa yang harus dilakukan untuk memuaskan peluang, sederhana dan terarah dimulai dari yang kecil, berpengaruh secara parsial terhadap variabel kewirausahaan. (3) Berdasarkan analisis yang dilakukan, kreatifitas dan inovasi berpengaruh secara simultan terhadap kewirausahaan dengan variabel inovasi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kewirausahaan.

Pengaruh Lingkungan Eksternal-Internal Usaha terhadap Kinerja Usaha

Lingkungan usaha adalah dinamika pergerakan lingkungan bisnis yang merupakan lingkungan internal (mikro) dan lingkungan ekonomi yang merupakan lingkungan eksternal (makro). Analisis lingkungan adalah suatu proses monitoring terhadap lingkungan organisasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi peluang (opportunities) dan tantangan (threats) yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya. Adapun tujuan dilakukan analisis lingkungan adalah agar organisasi dapat mengantisipasi lingkungan organisasi sehingga dapat bereaksi secara cepat dan tepat untuk kesuksesan organisasi (Dirgantoro 2001).

(32)

pangsa pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar; dan (4) profitability

(peningkatan pendapatan), suatu perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya dan menunjukkan kinerja yang baik jika secara bertahap terus memperlihatkan peningkatan profit yang signifikan.

Sementara itu, Armstrong (2004) mengemukakan ukuran kinerja bisa mengacu pada peningkatan income, sales, output, produktivitas, biaya, penerimaan layanan, kecepatan reaksi atau berubah, pencapaian standar kualitas atau reaksi pelanggan/klien. Sedangkan Cambridgeshire County Council (Dewan Kota Cambridgeshirez) dalam Armstrong (2004) telah mengidentifikasi empat tipe ukuran yang berbeda-beda, yaitu :

1. Ukuran uang : termasuk memaksimalkan income, meminimalkan pengeluaran, dan meningkatkan tingkat pendapatan.

2. Ukuran waktu : mengekspresikan kinerja terhadap daftar waktu kerja, jumlah jaminan simpanan, dan kecepatan aktivitas.

3. Ukuran pengaruh : termasuk pencapaian standar, perubahan dalam perilaku (kolega, staff, klien, atau pelanggan), pelengkap fisik kerja, dan tingkat penerimaan layanan.

4. Reaksi : menunjukkan bagaimana orang lain menilai pekerja dan oleh karenanya kurang obyektif. Reaksi dapat diukur dengan penilaian kinerja oleh klien atau pelanggan internal atau eksternal atau analisis komentar dan komplain.

Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan lingkungan usaha dilakukan oleh Suharyono (2010) yang meneliti mengenai analisis kapabilitas organisasi dan lingkungan usaha terhadap kinerja bisnis dan implikasinya bagi pengembangan usaha di pasar tradisional spesifik PD Pasar Jaya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari hasil ANOVA dapat dijelaskan bahwa omset pelaku usaha di pasar Induk Kramat Jati dan Lindeteves/HWI merupakan yang dominan dan berbeda nyata dengan pelaku usaha di pasar tradisonal spesifik lainnya karena adanya perbedaan skala usaha dari aspek modal dan jumlah pekerja, serta perbedaan pengalaman usaha. Hasil analisis aspek manajemen dan bisnis menjelaskan bahwa peubah lingkungan usaha internal secara langsung berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja pemasaran, sedangkan secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja bisnis. Di samping itu peubah kinerja pemasaran secara langsung berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja bisnis. Peubah lingkungan usaha internal yang berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja pemasaran dan kinerja bisnis terdapat pada indikator reflektif sumber daya teknologi yang dipresentasikan dengan cara kerja dan pengawasan terprogram untuk meningkatkan mutu produk/barang dagangan, sedangkan kinerja pemasaran dipresentasikan dengan loyalitas pelanggan, kemampuan menjual produk bermutu dengan harga bersaing dan pelanggan lama yang pindah ke penjual lain, sementara itu kinerja bisnis dipresentasikan dengan keuntungan.

(33)

Sebuah perusahaan di pasar persaingan monopolistis memiliki beberapa kontrol atas harga biaya untuk produk. Dengan menaikkan harga, beberapa konsumen akan tetap setia kepada perusahaan karena preferensi untuk karakteristik tertentu produknya. Tetapi beberapa konsumen akan beralih ke merek lain. Untuk alasan ini, perusahaan-perusahaan dalam industri persaingan monopolistis sering menghabiskan anggaran cukup besar untuk iklan dalam upaya untuk meyakinkan konsumen bahwa merek wirausaha wanita "lebih baik" dibandingkan merek lain. Hal ini akan mengurangi jumlah pelanggan yang beralih ke merek lain ketika perusahaan menaikkan harga untuk produknya (Baye 2010).

Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan kinerja usaha dilakukan oleh Padi (2005) yang meneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja kewirausahaan petani ikan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal (peubah umur, pendidikan formal, motivasi, kosmopolitan, dan persepsi petani ikan) dengan kinerja kewirausahaan petani ikan. Selain itu, terdapat juga hubungan yang nyata antara faktor eksternal (peubah ketersediaan input, penyuluhan, dan ketersediaan media komunikasi) dengan kinerja kewirausahaan petani ikan.

Adapun perbedaan penelitian teerdahulu dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian-penelitian terdahulu (Rahardjo (2010), Syafiuddin (2008), Kamal (1991), Jyoti, Sharma, dan Kumari (2011), Hadiyati (2011), dan Padi (2005)) menunjukkan bahwa variabel karakteristik personal dan kewirausahaan (yaitu motivasi, inovasi, dan risiko) tidak dihubungkan dengan kinerja usaha. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis mencoba memasukkan kinerja usaha sebagai variabel yang dipengaruhi oleh karakteristik personal dan kewirausahaan (yaitu motivasi, inovasi, dan risiko). Selain itu, penulis juga memasukkan variabel karakteristik personal yang mempengaruhi variabel kewirausahaan dan variabel lingkungan eksternal dan lingkungan internal yang mempengaruhi variabel kewirausahaan dan kinerja usaha.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis

(34)

Di dalam penelitian mengenai kinerja usaha, banyak terdapat metode-metode yang digunakan. Pada penelitian ini, metode-metode yang digunakan adalah indikator kewirausahaan, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko yang mempengaruhi suatu kinerja usaha, lingkungan internal dan eksternal usaha yang mempengaruhi kewirausahaan dan kinerja usaha, dan tentunya adalah karakteristik seorang individu wirausaha itu sendiri yang mempengaruhi kewirausahaan dan kinerja usaha.

Jiwa Kewirausahaan Wanita Wirausaha

Pada penelitian ini menggunakan tiga indikator jiwa kewirausahaan, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko. Indikator tersebut sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Noersasongko (2005). Fielden dan Davidson (2005) menjelaskan tentang faktor pendorong dan penarik motivasi. Klasifikasi dorongan atau tarikan dari motif kewirausahaan digunakan oleh Shapero dan Sokol (1982), Cooper dan Dunkelberg (1986), dan oleh Feeser dan Dugan (1989). Faktor pendorong menggerakkan individu terhadap kepemilikan usaha kecil yang tidak begitu banyak dari pilihan keluar sebagai kebutuhan. Awalnya terkait dengan ketidakpuasan dengan posisi seseorang (Amit dan Muller 1994), faktor-faktor pendorong terutama melibatkan ketidakpuasan dengan pekerjaan bergaji, kesulitan dalam mencari pekerjaan, atau pendapatan keluarga yang tidak cukup. Daftar ini dapat diperluas untuk mencakup keinginan untuk jadwal yang fleksibel untuk menyeimbangkan profesional dan kehidupan keluarga (Duchéneaut 1997). Faktor penarik menarik individu ke dalam kewirausahaan karena potensi untuk konsep bisnis dan nilai masa depan calon bagi individu. Nilai ini biasanya terdiri dari kemerdekaan, pemenuhan diri (atau prestasi diri), gerakan kewirausahaan, keinginan untuk kaya, status sosial dan kekuasaan, atau misi sosial (Solymossy 1997). Jarang ada situasi yang jelas kebutuhan atau pilihan, dan pengusaha sebagian besar dipengaruhi oleh kombinasi dari kedua komponen dorongan dan tarikan (Brush 1990). Fielden dan Davidson (2005) menyatakan bahwa banyak survei terbaru dari negara-negara maju telah meranking faktor penarik, yaitu kemerdekaan dan pencapaian pribadi sebagai motivasi utama bagi perempuan untuk memulai atau untuk membeli bisnis (Holmquist dan Sundin 1988, Shane et al. 1991, Capowski 1992, Büttner dan Moore 1997, Hisrich et al. 1997, Orhan dan Scott 2001, APCE 2001). Perbedaan motivasi penarik juga telah dianggap sebagai kepentingan utama oleh penulis lainnya. Brush (1992) menyarankan bahwa penelitian masa depan menjadi pengusaha perempuan harus menguji motif baru seperti fleksibilitas, kontribusi sosial, dan afiliasi. Motivasi penarik lainnya adalah keinginan untuk mengontrol masa depan wirausaha wanita dan nasib keuangan, kebutuhan penentuan nasib sendiri dan kemandirian finansial, kepercayaan dalam melakukan hal-hal dengan cara yang lebih baik (Capowski 1992), dan keinginan untuk mewujudkan ambisi sendiri atau untuk menghadapi tantangan (Breen et al.

1995).

(35)

dominan. Stoke et al (1995) menemukan bahwa wanita melihat lingkungan kerja di organisasi besar secara signifikan lebih tidak bersahabat dengan wirausaha wanita daripada laki-laki, terutama karena adanya batasan untuk manajer menengah perempuan. Aspek lain yang tidak bersahabat yang dapat menjadi ketidaknyamanan dengan budaya bisnis yang dominan ditandai dengan 'hierarki maskulin', jaringan 'anak laki-laki tua' dan 'penggunaan kekuasaan direktif' - yang bertentangan dengan pengaruh yang lembut (feminim), berdasarkan konsensus dan pemberdayaan karyawan yang dianggap lebih feminin (Kanter 1977, Cockburn 1991, Sinclair 1998).

Faktor lain yang mendorong perempuan secara khusus adalah keinginan untuk menciptakan lapangan kerja yang akan memungkinkan fleksibilitas untuk mengelola tanggung jawab ganda pekerjaan dan keluarga (Goffee dan Scase 1985, Chaganti 1986, Holmquist dan Sundin 1988, Birley 1989, Brush 1990, Breen et al. 1995, Büttner dan Moore 1997, Stephens dan Feldman 1997, Duchéneaut dan Orhan 2000). Dalam dirinya sendiri, keinginan untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi tidak mungkin menjadi motivasi khusus wanita, atau faktor pendorong. Namun, meskipun laki-laki semakin berbagi tanggung jawab keluarga, itu bukan norma, dan kewirausahaan dapat menjadi satu-satunya cara bagi perempuan untuk secara bersamaan mengakomodasi pekerjaan wirausaha wanita dan membesarkan anak (Cromie 1987) dan dalam hal yang tidak dapat dianggap sebagai pilihan tetapi sebagai sebuah kebutuhan.

Hunter (2006) mengemukakan bahwa alasan mengapa wanita telah keluar dari pasar tenaga kerja utama untuk memasuki bidang kewirausahaan telah dieksplorasi oleh sejumlah peneliti. Faktor-faktor pendorong seperti pendapatan keluarga tidak cukup, ketidakpuasan dengan pekerjaan bergaji, kesulitan dalam mencari pekerjaan dan kebutuhan untuk jadwal kerja yang fleksibel karena tanggung jawab keluarga semuanya telah diidentifikasi sebagai alasan utama bagi perempuan untuk keluar di pasar tenaga kerja utama (Orhan dan Scott 2001). Para penulis juga mengutip faktor penarik atau masuk meliputi : kebutuhan untuk kemerdekaan, pemenuhan diri dan keinginan untuk kaya, status sosial dan kekuasaan. Alasan wanita yang paling sering untuk menjadi wirausahawan adalah bahwa wirausaha wanita memiliki anggota keluarga yang pengusaha. Alasan lain yang menonjol untuk merangkul kewirausahaan oleh perempuan adalah glass ceiling - yang telah didefinisikan sebagai penghalang tak terlihat yang mencegah perempuan maju ke posisi manajemen atas dalam organisasi (Lewis 1995, dan Jones dan George, 2003). Argumen ini telah didukung oleh studi dari Belcourt (1990), Moore dan Buttner (1997), dan Cromie dan Hayes (1988). Objek kewirausahaan ini mengijinkan wanita untuk mengelola bisnis wirausaha wanita sendiri dan memberi wirausaha wanita kesempatan untuk mendapatkan penghasilan sambil menanggapi masalah keluarga (Loscocco 1997, Orhan dan Scott 2001, dan Clain 2000).

(36)

hal tersebut diekplorasi. Pengambilan keputusan dalam inovasi menghadapi ketidakpastian dan berisiko (Tidd and Bessant 2009).

Model umum proses inovasi tetap sama. Di bawah kondisi melakukan yang berbeda, organisasi masih perlu mencari sinyal pemicu perbedaannya adalah bahwa wirausaha wanita membutuhkan eksplorasi di tempat yang lebih sedikit jauh dan mengamati ke sekeliling untuk mengambil sinyal yang lemah dan lebih awal untuk bergerak. Wirausaha wanita masih perlu membuat pilihan strategis mengenai apa yang akan wirausaha wanita lakukan–tetapi akan sering memiliki informasi yang tidak jelas dan tidak lengkap dan pengambilan keputusan yang dilibatkan demikian akan jauh lebih berisiko–dianjurkan untuk toleransi yang lebih tinggi dari kegagalan dan belajar cepat. Pelaksanaannya akan membutuhkan tingkat fleksibilitas yang jauh lebih tinggi di sekitar proyek – pemantauan serta tinjauan mungkin perlu dilakukan terhadap kriteria yang lebih fleksibel dibandingkan dengan yang dapat diterapkan oleh jenis inovasi menjadi lebih baik atau do better (Tidd and Bessant 2009).

Setiap organisasi perusahaan selalu menanggung risiko. Risiko bisnis, kecelakaan kerja, bencana alam, perampokan dan pencurian, keberangkutan adalah beberapa contoh dari risiko yang lazim pada perusahaan (Muslich, 2007). Risiko (risk) menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Sedangkan menurut Kountur (2006) risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Risiko berhubungan dengan suatu kejadian, di mana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan.

Pengaruh Karakteristik Individu Wirausaha terhadap Jiwa Kewirausahaan dan Kinerja Usaha

Karakteristik adalah ciri-ciri atau sifat, sedangkan individu adalah diri pribadi (Hornby 1986). Jadi karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh seorang pribadi individu. Sementara itu Mardikanto (1993) berpendapat bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat individu yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain usia, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Hisrich et al. (1992) mengemukakan pendapat bahwa karakteristik dari seorang wirausaha meliputi : 1. Latar belakang lingkungan keluarga (pekerjaan orang tua).

2. Pendidikan. 3. Usia.

4. Pengalaman bekerja.

Meredith et al. (1984) berpendapat berbeda mengenai karakteristik seorang wirausaha, yaitu :

1. Fleksibel dan supel dalam bergaul.

(37)

4. Tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu. 5. Mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja mandiri. 6. Mempunyai pandangan yang optimis dan dinamis.

7. Mempunyai motivasi yang kuat dan teguh pendiriannya.

8. Sangat mengutamakan prestasi dan memperhitungkan faktor-faktor yang menghambat dan menunjang.

9. Memiliki disiplin diri yang tinggi.

10. Berani mengambil resiko dengan memperhitungkan tingkat kegagalannya. Winardi (2003) menambahkan bahwa beberapa di antara karakteristik yang berkaitan dengan persoalan entrepreneurship dapat dipelajari, tetapi ada pula yang sulit dipelajari. Ada sepuluh macam karakteristik yang dapat dipelajari. Adapun karakteristik tersebut sebagai berikut :

1. Komitmen dan determinasi yang tiada batas.

2. Dorongan atau rangsangan kuat untuk mencapai prestasi. 3. Orientasi ke arah peluang-peluang serta tujuan-tujuan. 4. Lokus pengendalian internal.

5. Toleransi terhadap ambiguitas.

6. Keterampilan dalam hal menerima risiko yang diperhitungkan. 7. Kurang dirasakan kebutuhan akan status dan kekuasaan. 8. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah.

9. Kebutuhan tinggi untuk mendapatkan “umpan balik” (feedback). 10. Kemampuan untuk menghadapi kegagalan secara efektif.

Pengaruh Lingkungan Usaha Internal dan Eksternal terhadap Jiwa Kewirausahaan dan Kinerja Usaha

Iman dan Siswandi (2009) berpendapat bahwa berdasarkan pendapat Phillip E. Thomas, John A. Pearch, dan Richard B. Robinson Jr., lingkungan organisasi dapat dibagi ke dalam tiga tingkat, yaitu :

1. Lingkungan umum, terdiri dari unsur non spesifik, seperti ekonomi, teknologi, sosial budaya, politik, hukum, ekologi, dan berbagai unsur internasional.

2. Lingkungan tugas atau operasional, terdiri dari pesaing, langganan, pemasok, pemerintah, serikat buruh atau pekerja atau sumber daya manusia, lingkungan internasional, dan berbgai asosiasi profesi.

3. Lingkungan internal, meliputi iklim atau budaya di dalam organisasi dalam hal persepsi pegawai yang terkait sifat, nilai, norma, gaya, dan karakteristik.

(38)

para pemilik organisasi (owners), para pengelola organisasi (board of managers or directors), para staf, anggota, atau para pekerja (employees), serta lingkungan fisik organisasi (physical work environment). Sedangkan lingkungan eksternal yang berupa lingkungan mikro terdiri dari pelanggan (customer), pesaing (competitor), pemasok (supplier), dan partner strategis (strategic partner) dan lingkungan makro perusahaan yang berupa lingkungan lokal dapat berupa para pembuat peraturan (regulators), pemerintah (government), masyarakat luas pada umumnya (society), lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan perusahaan seperti organisasi nonpemerintah (NGOs) dan yang berupa lingkungan internasional dapat berupa pasar keuangan internasional (international financial markets) dan kesepakatan antarnegara dalam suatu kegiatan tertentu.

Gambar 3Pembagian Lingkungan Organisasi

a

Sumber : Sule dan Saefullah (2008)

Dirgantoro (2011) menyebutkan bahwa pada dasarnya struktur lingkungan dapat dibagi atau dibedakan menjadi dua elemen utama, yaitu lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal terdiri dari komponen-komponen atau variabel lingkungan yang berasal atau berada di dalam organisasi atau perusahaan itu sendiri. Komponen ini lebih cenderung mudah dikendalikan atau berada di dalam jangkauan intervensi organisasi atau perusahaan. Adapun komponen lingkungan internal tersebut adalah :

1. Aspek Organisasi. a. Jaringan komunikasi b. Struktur organisasi c. Hirarki tujuan

d. Policy, prosedur, aturan dalam organisasi atau perusahaan e. Kemampuan tim manajemen

2. Aspek Pemasaran. a. Segmentasi pasar b. Strategi produk c. Strategi harga d. Strategi promosi e. Strategi distribusi

Lingkungan Organisasi

Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal

Internasional Lingkungan yang terkait

langsung (mikro)

Lingkungan yang tidak terkait langsung

(makro)

(39)

3. Aspek Keuangan. a. Likuiditas b. Profitabilitas c. Aktivitas

d. Peluang investasi 4. Aspek Personel.

a. Hubungan ketenagakerjaan b. Perekrutan

c. Program pelatihan

d. Sistem penilaian performance

e. Sistem insentif

f. Tingkat absensi dan turnover karyawan 5. Aspek Produksi.

a. Layout fasilitas pabrik

b. Penelitian dan pengembangan c. Penggunaan teknologi

d. Pemberian bahan mentah e. Pengontrolan inventori f. Penggunaan sub-kontraktor

Lingkungan eksternal bisa dikatakan sebagai komponen-komponen atau variabel lingkungan yang berada atau berasal dari luar organisasi atau perusahaan. Komponen tersebut cenderung berada di luar jangkauan organisasi, artinya organisasi atau perusahaan tidak bisa melakukan intervensi terhadap komponen-komponen tersebut. Komponen tersebut lebih cenderung diperlakukan sebagai sesuatu yang mau tidak mau harus diterima, tinggal bagaimana organisasi berkompromi atau menyiasati komponen-komponen tersebut. Adapun komponen lingkungan eksternal tersebut adalah :

1. General Environment.

Terdiri dari komponen-komponen yang pada umumnya memiliki cakupan yang luas dan tidak bisa segera diaplikasikan untuk mengelola organisasi. Komponen ini terdiri dari :

a. Komponen sosial b. Komponen ekonomi c. Komponen politik d. Komponen hukum e. Komponen teknologi 2. Operating Environment.

Terdiri dari komponen-komponen yang relatif lebih memberikan pengaruh spesifik dan lebih cepat untuk pengelolaan organisasi. Komponen ini terdiri dari :

a. Komponen pelanggan b. Komponen persaingan c. Komponen tenaga kerja d. Komponen internasional

Sementara itu, Siagian (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh dapat dikategorisasikan pada dua kategori utama, yaitu

(40)

sosial, teknologi, dan industri. Faktor-faktor eksternal tersebut dikatakan “jauh” karena faktor-faktor tersebut bersumber dari luar organisasi dan biasanya timbul terlepas dari situasi operasional yang dihadapi oleh perusahaan yang bersangkutan, akan tetapi mempunyai dampak pada proses manajerial dan operasional dalam organisasi (perusahaan) tersebut. Faktor-faktor lingkungan

eksternal yang “dekat” pada umumnya dapat dikendalikan atau paling sedikit

dipengaruhi oleh perusahaan yang bersangkutan. Agar kendali dan pengaruh tersebut terwujud dan semakin efektif, para pengambil keputusan stratejik perlu memberikan perhatian pada faktor-faktor, seperti : kedudukan kompetitif perusahaan yang bersangkutan, profil para pelanggan, perilaku pembeli, faktor pemasok, faktor penyandang dana, dan situasi pasaran tenaga kerja sebagai faktor lingkungan. Hubungan antara lingkungan internal dengan eksternal adalah berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munizu (2010). Faktor-faktor eksternal yang terdiri atas aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial budaya dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap faktor-faktor internal usaha mikro dan kecil. Ini berarti lingkungan eksternal mempengaruhi kondisi internal di dalam usaha atau bisnis yang dijalankan.

Kinerja bisnis (business performance) menurut Moeheriono (2009) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja (performa) perusahaan dapat dilihat dari tingkat penjualan, tingkat keuntungan, pengembalian modal, dan pangsa pasar yang diraihnya (Jauch dan Glueck 1988). Keeh, Tat, Nguyen, dan Ping (2007) menjelaskan kaitan antara kinerja bisnis dan pendapatan, di mana kinerja adalah keinginan untuk tumbuh yang tercermin dalam pendapatan. Sementara itu, menurut Praag (2005) keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya keberlangsungan dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, dan peningkatan keuntungan dan pendapatan.

(41)

Kerangka Operasional

Industri pangan rumahan yang dijalankan oleh wirausaha wanita di Bogor tersebar sebanyak 47 persen di Kabupaten dan 53 persen di Kota dengan klassifikasi kelas Pemula atau Melati sebanyak 47 persen, Berkembang atau Mawar sebanyak 44 persen, dan Maju atau Anggrek sebanyak 9 persen (Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB 2011). Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa kinerja usaha yang dijalankan wirausaha kurang mengalami kemajuan, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan yang kurang menjadi alasan penyebab usaha yang dijalankan wirausaha kurang berkembang (Mulyana 2012 dan Noersasongko 2012), dan walaupun wirausaha memiliki beragam motivasi dalam menggeluti usahanya, kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa ternyata ada usaha yang dikelola dengan baik dan kurang baik oleh wirausaha wanita. Faktor lain yang menyebabkan kurang berkembangnya usaha seorang wirausaha adalah wirausaha wanita kurang mau mengambil risiko (Georgellis et al. 2000), baik dalam hal membuat produk baru ataupun memperluas pasar. Wirausaha wanita lebih senang usahanya berjalan biasa-biasa saja dan kurang melakukan inovasi. Masalah lainnya adalah kurang adanya dukungan kebijakan dari Pemerintah terhadap wirausaha wanita untuk menjalankan usahanya dalam lingkup nasional. Jika ada, peraturan tersebut hanya mengatur penjelasan pemberdayaan wanita di antara dua lembaga atau instansi dan sifatnya hanya kesepakatan bersama, bukan nasional.

Analisis yang mengawali dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis karakteristik 100 orang wirausaha wanita di industri pangan rumahan di Bogor yang menjadi responden. Pengetahuan akan karakteristik dari wirausaha wanita merupakan suatu hal yang penting sehingga diketahui karakteristik sebagian besar atau mayoritas wirausaha wanita di industri pangan rumahan di Bogor. Analisis tersebut dianalisis secara deskriptif.

Kemudian, langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja usaha wirausaha, khususnya wirausaha wanita yaitu dengan mengetahui dan mengukur pengaruh karakteristik personal dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap jiwa kewirausahaan wirausaha wanita pada industri pangan rumahan dan pengaruh jiwa kewirausahaan, karakteristik personal, dan lingkungan eksternal-internal usaha terhadap kinerja usaha wirausaha wanita pada industri pangan rumahan di Bogor. Salah satu caranya adalah dengan melakukan analisis kinerja usaha wirausaha wanita dengan menggunakan SEM.

(42)

(Amit dan Muller 1995). Pull factors bersumber dari dalam diri individu dan menyangkut minat individu yang bersangkutan dalam melakukan suatu tindakan. Maka individu melakukan suatu hal relatif atas keinginannya sendiri tanpa ada unsur keterpaksaan. Inilah yang mengikat individu untuk menjadi lebih berkomitmen terhadap hal yang dilakukannya (Inggarwati dan Kaudin 2010). Walaupun masih banyak diperdebatkan, namun pull factors nampak lebih penting daripada push factors dalam menjelaskan pertumbuhan usaha (Williams et al.

2009, Basu dan Goswami 1999).

Fielden dan Davidson (2005) menghubungkan antara keterkaitan motivasi dan kinerja usaha. Menurut wirausaha wanita, isu yang penting bukanlah perbedaan antara pria dan wanita, tetapi apakah motivasi awal untuk memulai usaha berdampak pada kinerja bisnis. Seperti disebutkan sebelumnya, yang dominan dari faktor penarik bisa diharapkan untuk menunjukkan kecenderungan terhadap pertumbuhan, sedangkan yang dominan dari faktor pendorong bertepatan dengan aktivitas kewirausahaan yang terbatas pada pekerjaan pengusaha sendiri, atau pada banyak bisnis dari ukuran terbatas (Duchéneaut 1997).

Dahlquist dan Davidsson (2000) menyatakan bahwa tidak mungkin untuk memprediksi kelangsungan hidup didasarkan pada motif memulai sendiri dan bahwa kondisi di awal tidak diperhitungkan sebagai pilihan yang bisa timbul di kemudian hari untuk pendiri. Lebih umum, kurangnya temuan yang meyakinkan terhadap motivasi awal adalah contoh tambahan dari demonstrasi yang disediakan oleh Cooper (1995), yang baru memprediksi kinerja perusahaan yang merupakan tugas yang sangat menantang, dan bahwa desain penelitian seharusnya ditingkatkan jika prediksi yang kuat dari kinerja perusahaan itu harus diidentifikasi.

Hubungan inovasi dan kinerja suatu usaha dijelaskan oleh Tidd dan Bessant (2009), yang menyatakan bahwa tujuan inovasi adalah untuk memanfaatkan peluang dan mengambil keuntungan yang ada sehingga suatu perusahaan dapat terus bertahan. Peluang inovatif merupakan hasil usaha sistematis perusahaan dan hasil dari usaha dengan maksud tertentu untuk menciptakan pengetahuan dan ide-ide baru dan untuk menerima pengembalian investasi melalui komersialisasi (Griliches 1979, Cohen dan Levin 1989, dan Chandler 1990 dalam Casson et al. 2006).

Hubungan motivasi, inovasi, dan risiko dengan kinerja dijelaskan oleh Kao (2001) yang menyatakan perusahaan kecil yang ingin berkembang harus memiliki semangat kewirausahaan; di samping Gray (2002) mempetegas bahwa dengan semangat kewirausahaan yang dimiliki para pemilik usaha kecil bisa mengungguli pesaing-pesaingnya. Georgellis et al. (2000) menyatakan, kapasitas wirausaha wanita untuk berinovasi dan keberanian mengambil risiko, menjadikan usaha dapat berkembang dengan sukses.

Gambar

Gambar 1  Perbedaan Pendapatan di Antara Wanita dan Laki-Laki (Pendapatan
Gambar 3 Pembagian Lingkungan Organisasi
Gambar 4 Kerangka Operasional
Tabel 3 Absolute Measures (Ukuran Kecocokan Absolut)
+7

Referensi

Dokumen terkait

KREATIVITAS ORKES KERONCONG MODERN DE OEMAR BAKRIE DALAM LAGU LONGLIFE KERONCONG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

• Pelanggaran lingkungan tertentu juga dapat dijatuhi sanksi administrasi berupa pencabutan ijin usaha dari pejabat yang berwenang yang diusulkan oleh Kepala Daerah atau Pihak

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menguji (1) pengaruh latar belakang pendidikan mahasiswa terhadap prestasi belajar Dasar-dasar Akuntansi Keuangan Program Studi Pendidikan

PARA PIHAK telah sepakat untuk menyelenggarakan kerjasama Penanaman Pohon di Lingkup Kampus Universitas Muhammadiyah Semarang, sesuai dengan ketentuan yang

Motor penggerak dalam menarik dan menurunkan lift menggunakan tali baja ( rope ) yang melingkar pada puli mesin ( sheave ), lebih jelas mengenai pembahasan motor listrik yang

Misal menjadikan Semarang identik dengan nama-nama penulis sastra di era modern, sama halnya seperti Bandung yang terkenal dengan istilah Paris Van Java-nya karena pusat mode

Ekonomi Perbanas Surabaya yang telah memberikan banyak bekal ilmu.. pengetahuan dan suri tauladan kepada penulis selama menjadi mahasiswa