• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemasaran Bawang Daun Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemasaran Bawang Daun Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PEMASARAN BAWANG DAUN DESA ALAMENDAH,

KECAMATAN RANCABALI, KABUPATEN BANDUNG

TUTI ALAWIYAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemasaran Bawang Daun Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

TUTI ALAWIYAH. Pemasaran Bawang Daun Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RATNA WINANDI ASMARANTAKA.

Allium fistulosum yang dikenal dengan nama bawang daun adalah tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis dan memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai penyedap masakan dan obat bagi beberapa jenis penyakit. Harga bawang daun yang fluktuatif dan marjin yang cukup besar menunjukkan bahwa pemasaran bawang daun kurang efisien. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai efisiensi pemasaran bawang daun untuk mengetahui gambaran pemasaran bawang daun secara komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi saluran, fungsi, lembaga pemasaran yang terlibat, serta (2) menganalisis efisiensi pemasaran dengan pendekatan marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Pengamatan dan wawancara langsung dilakukan kepada petani di Desa Alamendah dengan metode purposive sampling, sedangkan untuk lembaga pemasaran dilakukan dengan mengikuti saluran pemasaran yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 saluran pemasaran dengan lembaga dan fungsi pemasaran yang relatif sama pada setiap salurannya. Saluran pemasaran I merupakan saluran yang relatif lebih efisien dibandingkan saluran lainnya. Saluran I memiliki persentase total marjin rendah (41,1%), farmer’s share tinggi (58,9%), dan rasio keuntungan terhadap biaya rendah (0,82). Saluran IV merupakan saluran yang kompleks karena melibatkan koperasi dan supermarket serta jenis bawang daun dan segmen pasar yang berbeda.

Kata kunci: bawang daun, efisiensi, farmer’s share, marjin, pemasaran

ABSTRACT

TUTI ALAWIYAH. Marketing System of Spring onion in Alamendah Village, Rancabali Subdistrict, Bandung Regency. Supervised by RATNA WINANDI ASMARANTAKA.

Allium fistulosum known as spring onion is horticultural crops that have economic value and has many benefits, which is as a food seasoning and cure for several diseases. The fluctuating price of spring onion and high marketing margin

make the farmer’s share value had not been efficient. Therefore, the research of efficiency in spring onion marketing is needed in order to provide spring onion marketing comprehensively. The objectives of this research were (1) to identify the marketing channels, institutions and functions of spring onion marketing, and (2) to analyze the efficiency of spring onion marketing with marketing margin

(5)

channel has a low percentage of total margin (41,1%), high percentage of farmer’s share (58,9%), and low of ratio of benefits and cost (0,82). The fourth channel was complex because involves cooperation and supermarket as well as a type of spring onion and different market segment.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PEMASARAN BAWANG DAUN DESA ALAMENDAH,

KECAMATAN RANCABALI, KABUPATEN BANDUNG

TUTI ALAWIYAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemasaran Bawang Daun Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung

Nama : Tuti Alawiyah NIM : H34090098

Disetujui oleh

Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Gambaran Umum Bawang Daun 5

Kajian Mengenai Saluran, Fungsi dan Lembaga Pemasaran 6 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya 8

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE 18

Lokasi dan Waktu Penelitian 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden 18

Metode Pengolahan dan Analisis Data 19

Definisi Operasional Penelitian 22

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 23

Keadaan Umum Wilayah, Keadaan Alam, dan Penduduk 23

Karakteristik Petani Responden 24

Karakteristik Pedagang Responden 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Identifikasi Lembaga Pemasaran 27

Identifikasi Fungsi Pemasaran 28

Identifikasi Saluran Pemasaran 30

Identifikasi Praktik Penjualan dan Pembelian 40

Analisis Marjin Pemasaran, Farmer’s Share, dan Rasio Keuntungan terhadap

Biaya 42

Analisis Efisiensi Pemasaran 47

SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 52

RIWAYAT HIDUP 57

(12)

DAFTAR TABEL

1 Produksi sayuran di Indonesia 2007-2011 1

2 Kandungan zat gizi pada berbagai jenis bawang dalam 100 gr bahan 2 3 Luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Indonesia

tahun 2009-2012 2

4 Harga tingkat petani, harga tingkat PIKJ dan marjin bawang daun

2009 dan 2011 3

5 Kriteria penentuan jenis struktur pasar di lokasi penelitian

berdasarkan karakteristik pasar 20

6 Karakteristik petani responden Desa Alamendah Kecamatan

Rancabali Kabupaten Bandung 24

7 Karakteristik lembaga pemasaran responde di Desa Alamendah

Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung 26

8 Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani dan lembaga-lembaga

pemasaran di Desa Alamendah 28

9 Sebaran petani responden di setiap saluran pemasaran bawang daun di Desa Alamendah pada musim panen bulan April-Mei 2013 32 10 Biaya pemasaran bawang daun pada saluran pemasaran I 33 11 Biaya pemasaran bawang daun pada saluran pemasaran II 34 12 Biaya pemasaran bawang daun pada saluran pemasaran III 36 13 Biaya pemasaran bawang daun pada saluran pemasaran IV 38 14 Marjin pemasaran bawang daun Desa Alamendah, Kecamatan

Rancabali, Kabupaten Bandung 43

15 Farmer’s share tiap saluran pemasaran bawang daun Desa Alamedah 45 16 Rasio keuntungan terhadap biaya setiap saluran pemasaran bawang

daun Desa Alamendah 46

17 Keragaan pasar tiap saluran pemasaran bawang daun Desa

Alamendah 47

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran operasional 17

2 Skema saluran pemasaran bawang daun di Desa Alamendah 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi penelitian 52

2 Produksi bawang daun tahun 2007-2012 menurut Kabupaten dan

Kota di Propinsi Jawa Barat (ton) 53

3 Produksi bawang daun tahun 2009-2012 menurut Provinsi di

Indonesia (ton) 54

4 Petani responden Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali,

Kabupaten Bandung, 2013 55

5 Realisasi produksi bawang daun Kabupaten Bandung tahun

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peluang untuk dikembangkan di Indonesia. Keadaan wilayah yang luas dengan variasi agroklimat tinggi dan termasuk ke dalam negara tropis memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Selain itu hortikultura juga memiliki peluang pasar yang relatif tinggi seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, serta timbulnya kesadaran akan gizi di kalangan masyarakat. Komoditi yang termasuk ke dalam hortikultura antara lain buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat.

Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi. Berdasarkan data BPS produksi sayuran di Indonesia terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 2010. Namun pada tahun 2011 produksi sayuran Indonesia kembali mengalami peningkatan kembali sebesar 6,2 persen dari 10 699 420 ton menjadi 11 394 891 ton.

Tabel 1 Produksi sayuran di Indonesia 2007-2011

Tahun Produksi (Ton)

2007 9 491 139

2008 9 950 107

2009 10 753 419

2010 10 699 420

2011 11 394 891

Sumber : BPS, 2013

Bawang daun merupakan salah satu komoditi sayuran yang termasuk ke dalam famili Liliaceae dan memiliki aroma serta rasa yang khas, sehingga banyak digunakan untuk campuran masakan dan juga banyak dibutuhkan oleh industri makanan seperti produsen mie instan. Selain itu, kandungan niacin pada bawang daun dapat membantu dalam menurunkan kolesterol, serta berperan sebagai anti-bakteri, anti virus, anti jamur dan dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Untuk komposisi dan kandungan gizi bawang daun lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3.

(15)

2

Tabel 2 Kandungan zat gizi pada berbagai jenis bawang dalam 100 gr bahan No Uraian Bawang

Daun

Bawang Merah

Bawang Putih

Bawang Bombay

Bawang Bakung

1 Kadar air 85 ml 87 ml 63 ml 87 ml 90 ml

2 Protein 2 g 1,5 g 6 g 1,5 g 1,8 g

3 Lemak 0 0 0 0 0,5 g

4 Karbohidrat 11 g 11 g 29 g 11 g 6 g

5 Serat 1,2 g 0,5 g 0,8 g 0,5 g 1 g

6 Kalsium 50 mg 30 mg 30 g 30 g 40 mg

7 Besi 1 mg 0,5 mg 1,3 g 0,5 g 3 mg

8 Vitamin A 50 IU 0 0 0 500 IU

9 Thiamine 0,1 mg 0,4 mg 0,25 g 0,04 g 0,05 mg 10 Riboflavin 0,1 mg 0,02 mg 0,08 g 0,02 g 0,1 mg 11 Nicotinamide 0,5 mg 0,3 mg 0,4 g 0,3 g 0,5 mg

12 Asam askorbat 20 mg 10 mg 10 g 20 g 50 mg

Sumber : AAK, 1998

Jawa Barat merupakan propinsi dengan jumlah produksi bawang daun terbesar pertama di Indonesia, yaitu sebesar 184 539 ton (BPS, 2013). Kabupaten Bandung merupakan penyumbang produksi terbesar pertama pada tahun 2012 di antara Kabupaten dan Kota yang ada di Jawa Barat, yaitu sebesar 54 490 ton bawang daun (31,68 persen). Salah satu Kecamatan di Kabupaten Bandung yang memiliki jumlah produksi tertinggi adalah Kecamatan Rancabali (Diperta Jabar, 2013). Kecamatan Rancabali menyumbangkan produksi bawang daun untuk Kabupaten Bandung sebanyak 106,611 kuintal (19,70 persen). Kecamatan Rancabali yang terletak pada ketinggian 1400 meter dari permukaan laut merupakan dataran tinggi yang cocok dengan syarat tumbuh bawang daun yakni antara 250-1500 meter dari permukaan laut (Puslitbang Hortikultura, 2013). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 2 dan lampiran 3.

Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Indonesia tahun 2009-2012

Tahun Luas panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ton/Ha)

2009 53 637.00 549 365.00 10.24

2010 57 593.00 541 374.00 9.40

2011 55 611.00 526 774.00 9.47

2012 58 427.00 596 824.00 10.21

Rata-Rata 56 317.00 553 584.00 9.83

(16)

3 Selain masalah produksi yang berfluktuatif, masalah lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah harga bawang daun yang berfluktuatif. Tabel 5 menunjukkan bahwa harga bawang daun baik di tingkat petani maupun konsumen juga mengalami fluktuasi. Rata-rata harga di tingkat petani bawangdaun pada tahun 2009 dan 2011 adalah sebesar Rp2982,00 dan Rp1810,00 sedangkan di tingkat konsumen Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) adalah sebesar Rp5236,00 dan 4142,00. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat selisih antara harga bawang daun di tingkat petani dan harga bawang daun di tingkat konsumen PIKJ. Farmer’s share yang diterima petani pada tahun 2009 sebesar 56,96 persen dan pada tahun 2011 menurun menjadi 43,70 persen. Sedangkan marjin pemasaran pada tahun 2011 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan marjin pada tahun 2009. Marjin pemasaran sebesar Rp2 253,00 (2009) dan Rp2 332,00 (2011) serta farmer’s share yang relatif rendah ini mengindikasikan bahwa pemasaran bawang daun relatif belum efisien.

(17)

4 pendapatan, serta perubahan pola hidup sehat penduduk Indonesia. Oleh sebab itu jumlah produksi, sayuran pada umumnya dan khususnya bawang daun, perlu ditingkatkan untuk mengimbangi peningkatan konsumsi pangan tersebut.

Namun usaha peningkatan produksi tersebut sulit untuk dicapai apabila tidak diimbangi dengan perbaikan tingkat pendapatan yang diterima petani. Posisi tawar petani yang lemah menjadi salah satu penyebab petani tidak dapat menentukan harga jual yang sesuai dengan biaya yang telah mereka keluarkan untuk melakukan usahatani. Harga jual hasil panen petani cenderung rendah sehingga petani sering kali mengalami kerugian terlebih pada saat mereka mengalami gagal panen.

Analisis efisiensi pemasaran dapat digunakan untuk melihat saluran pemasaran yang lebih efisien, hal ini diharapkan dapat membantu petani memilih saluran pemasaran yang lebih efisien dari sebelumnya. Indikator yang sering digunakan untuk menilai efisiensi pemasaran adalah marjin pemasaran yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Besar kecilnya marjin pemasaran sering digunakan untuk menilai apakah suatu pasar sudah efisien atau belum. Tingginya marjin pemasaran seringkali disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pengangkutan, penyimpanan, risiko kerusakan dan lainnya. Sehingga dengan menganalisis marjin pemasaran dapat diketahui apa penyebab tingginya marjin pemasaran yang pada akhirnya dapat diperoleh solusinya.

Diduga sistem pemasaran bawang daun di Kecamatan Rancabali belum efisien, hal ini terlihat dari gap harga di tingkat petani dan konsumen yang relatif tinggi. Diperlukan usaha-usaha untuk mencapai efisiensi pemasaran di semua lembaga pemasaran yang terlibat sehingga diperoleh kepuasan pada semua elemen. Hal ini sejalan dengan surat keputusan PEMDA Kabupaten Bandung 2007 mengenai pengembangan kawasan hortikultura Agropolitan. Kabupaten Bandung termasuk ke dalam kabupaten yang dikembangkan sektor pertaniannya terutama komoditas hortikultura dimana salah satu kawasan Agropolitan tersebut adalah Kecamatan Rancabali (Andayani, 2010). Program ini tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak disertai dengan peningkatan efisiensi pemasarannya.

Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem pemasaran bawang daun di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali?

2. Apakah sistem pemasaran bawang daun di Desa Alamendah Kecamatan Rancabali sudah efisien?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

(18)

5 2. Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran melalui analisis marjin

pemasaran, analisis farmer’s share serta analisis rasio dan keuntungan.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait, antara lain :

1. Bagi petani sebagai bahan informasi dalam memasarkan bawang daun khususnya dan sayuran pada umumnya.

2. Bagi pemerintah setempat sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan sektor pertanian umumnya dan sayuran khususnya.

3. Bagi pihak-pihak lain sebagai bahan masukan dan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sistem pemasaran bawang daun di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Komoditas yang diteliti adalah komoditas bawang daun (Allium fistulosum). Petani yang dijadikan responden adalah petani bawang daun yang ada di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Data yang digunakan adalah data penjualan bawang daun yang terjadi pada musim panen bawang daun Bulan April hingga Mei 2013.

Lembaga pemasaran yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah lembaga yang terlibat dalam aktivitas pembelian dan penjualan bawang daun di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Lembaga pemasaran yang ada pada sistem pemasaran ini terdiri atas pedagang pengumpul desa, pedagang pengecer, koperasi dan supermarket. Analisis penelitian dibatasi untuk mengkaji sistem pemasaran dengan melihat saluran, lembaga, fungsi, struktur pasar, marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya utuk melihat efisiensi operasional pemasaran bawang daun.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Bawang Daun

(19)

6 Bawang daun cocok tumbuh di dataran rendah maupun daratan tinggi dengan ketinggian 250-1500 mdpl, meskipun di dataran rendah anakan bawang daun tidak terlalu banyak. Daerah dengan curah hujan 150-200 mm/tahun dan suhu harian 18-250C cocok untuk pertumbuhan bawang daun. Tanaman ini menghendaki pH netral (6,5-7,5) dengan jenis tanah Andosol (bekas lahan gunung berapi) atau tanah lempung berpasir (Deptan, 2012).

Jenis bawang daun yang baik diusahakan adalah bawang prei, kucai, dan bawang semprong. Bawang daun bisa diperbanyak lewat biji maupun tunas anakan. Umumnya petani Indonesia menggunakan stek tunas. Kebutuhan stek untuk 1 ha areal penanaman bawang daun 20.000 stek. Benih asal biji kebutuhannya sebanyak 1,5-2 kg/ha (Sari, 2006).

Peluang bisnis bawang daun cukup baik dan cerah karena banyak dibutuhkan oleh masyarakat, terutama sebagai bahan sayuran dan bumbu penyedap masakan, di samping sebagai bahan pengobatan (terapi). Selain itu, bawang daun juga dibutuhkan oleh industri makanan seperti pada industri mie instan. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat terhadap bawang daun sangat besar dan berkesinambungan. Kebutuhan bawang daun ini akan meningkat terus sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk, kenaikan tingkat pendapatan, kenaikan tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan.

Pada umumnya, bawang daun dipasarkan dalam bentuk sayuran segar. Tempat pemasaran bawang daun cukup banyak, seperti pasar-pasar induk, pasar Bandung, pasar swalayan (supermarket), konsumen lembaga (hotel, rumah makan, dan industri makanan) serta lembaga pemasaran (tengkulak, grosir dan sebagainya). Selain dipengaruhi oleh faktor teknik budidaya, besarnya pendapatan atau keuntungan yang diperoleh petani juga ditentukan oleh cara pemasaran.

Kuatnya pasar bawang juga dapat dilihat dari harganya yang relatif murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga daya beli masyarakat terhadap bawang daun sangat kuat. Industri makanan, seperti Indofood yang memproduksi mie instan, juga merupakan pasar yang potensial untuk bawang daun. Perkembangan industri makanan di Indonesia meningkatkan pasar terhadap bawang daun (Cahyono, 2005).

Kajian Mengenai Saluran, Fungsi dan Lembaga Pemasaran

Kajian mengenai saluran pemasaran tanaman hortikultura sayuran pada umumnya melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat berimplikasi pada besarnya perbedaan harga atau marjin pemasaran antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Metode yang biasanya digunakan untuk mengidentifikasi lembaga dan fungsi pemasaran adalah dengan menggunakan metode deskriptif. Di samping itu metode yang digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran yang terbentuk pada umumnya menggunakan cara mengikuti saluran tersebut dengan petani sebagai titik awal penelusuran. Selanjutnya informasi dari petani akan mengantarkan penelitian pada informasi berikutnya hingga diketahui seperti apa pola saluran pemasaran yang terbentuk.

(20)

7 kegiatan memasarkan sayuran dimulai dari petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer (Adiyoga et al. (1999); Ratnawati (2001) ; Sari (2006)). Selain itu pada beberapa kasus tertentu dengan kegiatan pemasaran yang lebih kompleks terdapat lembaga-lembaga pemasaran seperti koperasi dan supermarket (Sakti, 2011). Akan tetapi penelitian Fikri (2013) menghasilkan sistem pemasaran yang tidak terdapat pedagang pengumpul dalam proses penyampaian produk kepada konsumen. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam penelitian ini adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang kecil, dan pedagang pengecer.

Pada beberapa saluran pemasaran melibatkan pedagang pengumpul yang berperan dalam menampung produk yang dihasilkan petani. Dengan adanya peran pengumpul ini posisi tawar petani menjadi kurang kuat terutama dalam sistem penetapan harga. Akan tetapi, dengan terputusnya pedagang pengumpul dari saluran pemasaran tidak selalu membuat sistem pemasaran menjadi lebih efisien. Oleh karena itu sistem pemasaran dapat berbeda pada tempat yang berbeda.

Lembaga-lembaga pemasaran dalam sistem pemasaran melakukan fungsi yang berbeda untuk memperlancar proses penyampaian sayuran (tomat, daun bawang, caisin, jamur tiram putih, bawang merah, dan lainnya) dari petani hingga ke konsumen. Fungsi pemasaran merupakan perlakuan-perlakuan pada sistem pemasaran yang akan meningkatkan atau menciptakan nilai tambah (value added) untuk memenuhi kepuasan konsumen. Secara umum fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran terdiri atas fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan) dan fungsi fasilitas (sortasi, pembiayaan, penanggungan risiko, informasi pasar).

Titik akhir saluran pemasaran bawang daun pada umumnya bermuara di pasar tradisional kecamatan atau kabupaten. Pada penelitian Mahassy (2011) yang melakukan penelitian mengenai pemasaran sayuran organik di Koperasi Serikat Petani Indonesia, petani melakukan penjualan langsung pada koperasi SPI tersebut dan membentuk 5 saluran pemasaran sayuran organik. Pada saluran (1) petani melakukan penjualan pedagang pengecer tradisional dan langsung menjualnya ke pedagang pengecer. Pada saluran (2) petani melakukan penjualan ke koperasi SPI, toserba YT, sampai ke konsumen. Pada saluran (3) petani melakukan penjualan ke koperasi SPI, pemasok supermarket GF, supermarket LS, sampai ke konsumen. Pada saluran (4) petani melakukan penjualan ke koperasi SPI, pemasok supermarket GF, supermarket GS, sampai ke konsumen. Sedangkan pada saluran (5) petani melakukan penjualan ke koperasi SPI, outlet SPI, sampai ke konsumen.

Saluran pemasaran untuk komoditas sayuran yang berbeda bisa saja menghasilkan saluran pemasaran yang berbeda pula. Sebagai contoh, penelitian Wacana (2011) mengenai pemasaran bawang merah menghasilkan 4 saluran pemasaran, yaitu: (1) petani, pedagang pengumpul, pedagang pengirim, pedagang pengumpul luar Bandung (Sumatera), pedagang pengecer luar Bandung (sumatera), konsumen antara luar Bandung; (2) petani, pedagang pengumpul, pedagang pengirim, pedagang pengumpul luar Bandung (Jawa), pedagang pengecer luar Bandung (Jawa), konsumen antara luar Bandung; (3) petani, pedagang pengumpul Bandung, pedagang pengecer Bandung, konsumen antara Bandung; (4) Petani, pedagang pengecer Bandung, konsumen antara Bandung. Di samping itu

penelitian A’yun (2010) pada komoditas sayuran yang berbeda, yaitu mengenai

(21)

8 pedagang pengumpul, pedagang pengecer, konsumen; (2) petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer, konsumen; (3) petani, pedagang pengumpul, konsumen (restoran); (4) petani, pedagang pengumpul, supplier, pedagang pengecer (supermarket), konsumen.

Saluran pemasaran tomat yang terdapat pada hasil penelitian Fikri (2013) menghasilkan 6 saluran pemasaran yang terbagi atas 3 pasar akhir yaitu wilayah Bandung (Bandung), Bekasi dan Jakarta. Saluran pemasaran yang terbentuk tersebut yaitu: (1) Petani, pedagang kecil, pedagang pengecer, konsumen (Bandung); (2) Petani, pedagang pengecer, konsumen (Bandung); (3) Petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, konsumen (Bekasi); (4) Petani, pedagang pengumpul, konsumen (Bekasi); (5) Petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, konsumen (Jakarta); (6) Petani, pedagang pengumpul, konsumen (Jakarta).

Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian dengan topik pemasaran bukanlah merupakan hal yang baru. Di samping itu penelitian yang akan dilakukan mengacu pada beberapa penelitian tentang pemasaran yang telah dilakukan pada beberapa komoditas hortikultura di beberapa wilayah di Indonesia. Mengingat pemasaran merupakan permasalahan yang umum terjadi pada produk pertanian hortikultura, penelitian pemasaran menjadi penting untuk dilakukan. Hasil penelitian dari beberapa penelitian tentang pemasaran pada komoditas hortikultura menunjukkan bahwa secara umum perbedaan harga atau marjin atas harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen relatif besar. Hal ini terjadi salah satunya karena panjangnya saluran pemasaran yang melibatkan beberapa lembaga seperti pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Petani sebagai produsen biasanya hanya bertindak sebagai price taker yang memperoleh bagian (farmer’s share) kecil dari harga yang dibayar oleh konsumen. Oleh karena itu, penelitian mengenai pemasaran bawang daun di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung ini menggunakan beberapa rujukan dari penelitian-penelitian tentang pemasaran pada komoditas hortikultura yang telah dilakukan sebagai referensi dan pedoman.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

(22)

9 Konsep Sistem Pemasaran

Pemasaran menurut Philip Kotler (2002) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan ininkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Pemasaran pada dasarnya mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan pasar dan berusaha mencapai suatu pertukaran yang potensial. Pemasaran meliputi segala aktifitas mulai dari merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan suatu barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan cara mempertukarkan suatu barang dan jasa itu dengan nilai tertentu.

Sistem pemasaran pertanian merupakan suatu kesatuan urutan lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen. Sistem pemasaran pertanian mencakup banyak lembaga, baik yang berorientasi laba maupun nirlaba, baik yang terlibat dan terkait secara langsung maupun yang tidak terlibat atau terkait secara langsung dengan operasi sistem pemasaran pertanian. Sistem pemasaran yang kompleks tersebut diharapkan dapat memainkan peran penting dalam upaya memaksimumkan tingkat konsumsi, kepuasan konsumen, pilihan konsumen, dan mutu hidup masyarakat (Gumbira dan Harizt Intan, 2004).

Asmarantaka (2012) menjelaskan konsep pemasaran dari aspek ekonomi bahwa pemasaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas sub-sub sistem. Sub-sub sistem tersebut disebut sebagai fungsi pemasaran yang terdiri atas fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi pemasaran ini merupakan aktivitas bisnis atau kegiatan produktif selama mengalirnya produk atau jasa pertania dari petani produsen sampai konsumen.

Pemasaran agribisnis pangan merupakan sistem yang kompleks dan mahal. Hal ini disebabkan untuk satu jenis komoditas pangan saja memerlukan banyak prosedur operasi yang khusus dalam penanganannya. Selain sifat dari komodias pangan yang mudah rusak, komoditas pangan juga mempunyai banyak variasi dalam hal kualitas sehingga harus dilakukan beberapa penanganan khusus seperti pengumpulan, sortasi, pengemasan, harus segera dipasarkan atau disimpan untuk kemudian digunakan. Biaya tenaga kerja yang digunakan selama proses pemasaran bisa melebihi nilai dari komoditas yang dijual oleh petani karena banyak melibatkan aktivitas bisnis dari lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat. Oleh karena itu pemasaran agribisnis untuk komoditas pangan dikatakan mahal (Kohls dan Uhl 1985).

Schaffiner et al (1998) dalam Asmarantaka (2012) menjelaskan pemasaran dari pendekatan manajemen (marketing management approach), merupakan pendekatan dari aspek mikro (manajerial) perusahaan dalam proses perencanaan, penetapan harga, promosi dan distribusi dari produk atau jasa untuk memuaskan konsumen baik konsumen individual maupun organisasi. Marketing mix atau bauran pemasaran yang terdiri dari product, price, place, dan promotion merupakan salah satu strategi perusahaan dalam manajemen pemasaran.

Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa mempelajari sistem pemasaran dapat dilakukan dengan melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

(23)

10 Pendekatan fungsi menganalisis jenis-jenis aktivitas bisnis yang terjadi selama proses pemasaran. Pendekatan fungsi pemasaran dibagi menjadi beberapa fungsi pemasaran. Pembagian fungsi pemasaran tersebut dilakukan berdasarkan biaya pemasaran dari berbagai komoditas pertanian yang nilainya berbeda-beda.

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)

Pendekatan kelembagaan memfokuskan pendekatan pada individu atau organisasi bisnis yang terlibat selama proses pemasaran atau aktivitas

bisnis dilakukan. Pendekatan ini mencoba menjelaskan “who” dalam

pertanyaan “Who does what”, artinya pendekatan ini menjelaskan peran dari pelaku-pelaku bisnis yang terlibat selama proses pemasaran berlangsung.

3. Pendekatan Sistem Perilaku (The Behavioral Systems Approach)

Pendekatan sistem perilaku memandang keseluruhan dimensi yang terbentuk dari interaksi antara lembaga-lembaga pemasaran yang saling melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam saluran-saluran pemasaran yang terbentuk.

Konsep Saluran, Lembaga, dan Fungsi Pemasaran

Menurut Kohls dan Uhl (2002) saluran pemasaran merupakan sekumpulan pelaku-pelaku usaha (lembaga-lembaga pemasaran) yang saling melakukan aktivitas bisnis dalam membantu menyampaikan produk dari petani sampai konsumen. Dalam saluran pemasaran, lembaga-lembaga pemasaran saling melakukan fungsi pemasaran sehingga terbentuk beberapa alternatif saluran pemasaran. Setiap alternatif saluran pemasaran memungkinkan terjadinya aliran produk yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada kepada siapa saja produk tersebut berhenti, apa saja perlakuan yang diberikan kepada produk selama melewati lembaga-lembaga pemasaran, dan seberapa panjang saluran pemasaran yang terbentuk.

Dalam saluran pemasaran ada lembaga-lembaga pemasaran yang saling melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam menyampaikan produk sampai ke konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran tersebut dapat berupa individu atau organisasi bisnis yang terlibat dalam aktivitas ekonomi dan peningkatan nilai tambah (value added) produk. Dengan mempelajari lembaga-lembaga pemasaran akan dapat dimengerti bahwa mengapa petani dan konsumen tidak dapat berhubungan secara langsung dalam melakukan proses pertukaran produk. Berikut adalah lembaga-lembaga pemasaran yang umum terlibat dalam proses pemasaran (Kolh dan Uhl 1985):

1. Pedagang perantara (Merchant Middlemen), lembaga pemasaran yang menghimpun barang untuk kemudian barang tersebut dimiliki untuk ditangani dalam upaya memperoleh marjin pemasaran.

a) Pedagang Pengumpul (Assembler), mengumpulkan dan membeli produk langsung dari produsen (petani) dalam jumlah besar untuk memperoleh marjin pemasaran dengan menjual kembali kepada pedagang grosir atau lembaga pemasaran lain.

(24)

11 c) Pedagang Pengecer (Retailers), membeli produk untuk langsung dijual

kembali kepada konsumen.

2. Agen Perantara (Agent Middlemen), memperoleh pendapatan dari komisi dan bayaran dari proses jual-beli. Agen perantara berbeda dengan pedagang yang memiliki hak atas produk untuk ditangani lebih lanjut. Agen perantara hanya mewakili pelanggan dalam transaksi jual-beli dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani.

a) Broker (Brokers), menyalurkan produk untuk memperoleh komisi tanpa memiliki hak untuk mengontrol produk secara langsung.

b) Komisioner (Commision Men), menyalurkan produk untuk memperoleh komisi. Komisioner diberi hak dan keleluasaan dalam mengontrol barang yang diperjual-belikan.

3. Spekulator (Speculative Middlemen), melakukan jual-beli produk dengan tujuan utama memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan pergerakan harga di pasar.

4. Pengolah dan Pabrik (Processor and Manufacturers), melakukan beberapa tindakan pada produk yang ditangani untuk memperoleh marjin pemasaan berupa nilai tambah (value added) dengan mengubah bentuk fisiknya. 5. Organisasi Pendukung (Facilitative Organizations), membantu berbagai

perantara pemasaran dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Biasanya organisasi pendukung memperoleh pendapatan dari taksiran bayaran dari lembaga-lembaga yang menggunakan jasa mereka.

Lembaga-lembaga pemasaran melakukan aktivitas bisnis selama proses pemasaran berlangsung. Aktivitas-aktivitas tersebut dinamakan fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut harus dilakukan oleh pelaku-pelaku bisnis yang terlibat selama proses pemasaran berlangsung. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pemasaran, karena fungsi pemasaran yang dilakukan dapat mengklarifikasikan fungsi pemasaran menjadi 3 kelompok utama, yaitu:

1. Fungsi Pertukaran (Exchange Functions)

Fungsi pertukaran merupakan aktivitas-aktivitas yang melibatkan pertukaran kepemilikan dari barang-barang yang dapat diperjual-belikan antara penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas:

a) Pembelian (Buying/Assembling)

Pembelian adalah kegiatan mencari barang atau jasa yang digunakan sebagai bahan baku atau dengan mengalihkan kepemilikan.

b) Penjualan (Selling)

Penjualan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran yang berusaha menciptakan permintaan dengan melakukan strategi promosi dan periklanan serta strategi pemasaran lainnya untuk dapat menarik minat pembeli.

2. Fungsi Fisik (Physical Functions)

Fungsi fisik adalah aktivitas-aktivitas yang melibatkan penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik atas produk. Fungsi fisik membantu menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kapan, apa dan dimana pemasaran tersebut terjadi. Fungsi fisik terdiri atas:

(25)

12 Penyimpanan membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan waktu. Penyimpanan membuat produk tersedia pada waktu yang diinginkan.

b) Pengangkutan (Transportation)

Pengangkutan membantu menyelesaikan permasalahan produk yang berhubungan dengan tempat. Pengangkutan membuat produk tersedia pada tempat yang tepat.

c) Pengolahan (Processing)

Pengolahan merupakan kegiatan merubah bentuk produk untuk meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Pengolahan kadang tidak termasuk dalam kegiatan pemasaran karena pada dasarnya kegiatan pengolahan adalah kegiatan merubah bentuk produk, bukan kegiatan memasarkan produk.

3. Fungsi Fasilitas (Facilitating Functions)

Fungsi fasilitas merupakan aktivitas-aktivitas yang secara tidak langsung terlibat dalam proses pemasaran produk karena membutuhkan teknologi dan pengetahuan khusus dalam penanganannya. Dengan adanya fungsi fasilitas akan memperlancar fungsi pertukaran dan fisik sehingga kinerjanya akan menjadi lebih baik. Fungsi fasilitas terdiri atas:

a) Standarisasi (Standarization)

Standarisasi merupakan ukuran yang menjadi standar bagi semua produk agar menjadi seragam dalam hal kualitas dan kuantitas.

b) Pembiayaan (Financing)

Pembiayaan adalah kegiatan mengelola keuangan yang melibatkan banyak aspek penting dari pemasaran.

c) Penanggungan Risiko (Risk Bearing)

Fungsi penanggungan risiko digunakan untuk menghitung tingkat kemungkinan kehilangan atau kerugian dari proses pemasaran produk agribisnis yang dilakukan.

d) Informasi Pasar (Marketing Intelligence)

Fungsi informasi pasar merupakan aktivitas mengumpulkan, menginterpretasi, dan menyebarluaskan berbagai macam informasi yang diperlukan untuk kelancaran proses pemasaran.

Dalam melakukan pendekatan fungsi pemasaran, ada beberapa karakteristik penting yang harus diperhatikan (Kohls dan Uhl 1985), yaitu:

1. Dampak dari fungsi pemasaran tidak hanya terjadi pada biaya pemasaran pangan, tetapi terhadap nilai dari produk pangan yang diterima oleh konsumen. Pengolahan, pengangkutan, dan penyimpanan menciptakan nilai guna bentuk, ruang, dan waktu bagi konsumen.

2. Walaupun sistem pemasaran memungkinkan mengeliminasi pedagang perantara (middlemen) untuk membuat pemasaran menjadi lebih efisien, fungsi-fungsi pemasaran akan sulit untuk bisa dieliminasi.

(26)

13 Konsep Struktur Pasar

Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan mengenai jumlah perusahaan yang ada dalam pasar, distribusi perusahaan tersebut dengan berbagai ukuran, diferensiasi produk, serta syarat-syarat keluar masuk pasar yang tercipta dalam suatu industri (Azzaino (1983) dalam Melania (2007)). Hammond dan Dahl (1977) menjelaskan bahwa struktur pasar merupakan suatu lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang unik dari masing-masing produk dan pelaku-pelaku usaha yang terlibat dalam suatu pasar. Terdapat 4 karakteristik pasar yang mempengaruhi struktur pasar yang terbentuk, yaitu (1) jumlah dan ukuran perusahaan; (2) sifat produk (dari sudut pandang pembeli); (3) hambatan keluar dan masuk pasar; dan (4) pengetahuan tentang biaya, harga dan kondisi pasar diantara partisipan pemasaran.

Pengetahuan pasar mengacu pada informasi yang terbentuk oleh partisipan pasar, yaitu para penjual dan pembeli yang memungkinkan mereka untuk membuat keputusan dalam lingkungan pasar yang mereka operasikan. Hammond dan Dahl (1977) mengklasifikasikan struktur pasar untuk komoditas pertanian (pangan dan serat) yang terbentuk berdasarkan karakteristirk pasar menjadi 5 kategori. Kelima kategori struktur pasar tersebut dapat dilihat pada tabel 6.

Struktur pasar persaingan terjadi jika produsen sangat banyak dengan memproduksi jenis produk yang sejenis dan mirip dengan jumlah konsumen yang banyak pula. Menurut Melania (2007) sifat dari pasar persaingan sempurna adalah barang yang diperjual-belikan sejenis; penjual berperan sebagai pengambil harga (price taker); harga terbentuk dari mekanisme pasar; posisi tawar konsumen kuat; sulit memperoleh keuntungan di atas harga rata-rata; sensitif terhadap penambahan harga; dan mudah untuk masuk dan keluar pasar.

Struktur pasar monopolistik terjadi ketika jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa atau sejenis tetapi konsumen produk tersebut berbeda-beda antara produsen satu dengan yang lain. Brand yang khas dan kemampuan produsen dalam sedikit mengubah harga menjadi ciri khusus dalam pasar monopolistik. Pasar oligopoli didominasi oleh beberapa produsen atau penjual dalam suatu area dengan kunci sukses utama perbedaan produk yang unggul. Pasar oligopoli akan berubah menjadi pasar monopoli pada suatu keadaan ekstrim, yaitu jika produsen atau penjual di area tersebut hanya ada 1 produsen atau penjual dengan banyak konsumen (Melania 2007).

Perilaku pasar adalah suatu pola yang muncul dari tindakan-tindakan atau tingkah laku yang tercermin dari lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar yang terbentuk. Lembaga-lembaga pemasaran tersebut melakukan transaksi penjualan dan pembelian dan menentukan bentuk-bentuk keputusan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi struktur pasar (Hammond dan Dahl 1977).

(27)

14 terhadap masyarakat, konservatif, atau menjadi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan paling cepat; (3) communication system, digunakan untuk membuat sistem informasi yang efektif; dan (4) system for adapting to internal and external change, digunakan untuk menjelaskan bagaimana perusahaan ingin bertahan pada suatu sistem pemasaran.

Konsep Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran mengacu pada perbedaan harga pada berbagai tingkatan sistem pemasaran. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga antara harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang dibayar oleh konsumen (Pr). Dengan kata lain, marjin pemasaran dapat dikatakan sebagai selisih dari harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen (Pr-Pf). Marjin pemasaran hanya mengacu pada perbedaan harga, tidak berhubungan dengan jumlah produk yang dipasarkan (Hammond dan Dahl 1977).

Pengertian marjin pemasaran yang lebih luas menurut Asmarantaka (2012) adalah marjin merupakan cerminan dari aktivitas-aktivitas bisnis atau fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam sistem pemasaran. Selain cerminan dari fungsi pemasaran, marjin pemasaran juga terdiri atas kumpulan balas jasa karena kegiatan produktif dari fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam menyampaikan produk dari petani sampai kepada konsumen. Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator efisiensi pemasaran yang dalam penggunaannya harus teliti. Marjin pemasaran harus mempertimbangkan dan mengevaluasi fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam meningkatkan nilai tambah (value added). Selain itu, dalam mempergunakan marjin pemasaran sebagai salah satu indikator efisiensi harus setara (equivalent) pada sistem pemasaran produk agribisnis.

Konsep Farmer’s Share

Indikator lain yang biasa digunakan untuk mengukur apakah suatu pemasaran sudah efisien atau belum adalah farmer’s share. Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen yang dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share dapat digunakan dalam menganalisis efisiensi saluran pemasaran dengan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan konsumen.

Jika harga yang ditawarkan pedagang/lembaga pemasaran semakin tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi, maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. Dengan demikian dapat diketahui Farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani(Farmer’s share) semakin rendah. Farmer’s share akan menunjukkan apakah pemasaran memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam pemasaran. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan dengan :

Fsi =

x 100% Dimana :

(28)

15 Pf : Harga di tingkat atau yang diterima petani

Pr : Harga yang dibayarkan oleh konsumen

Konsep Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan, biaya dan marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio keuntungan biaya (πi) = Dimana :

Πi = rasio keuntungan biaya ke-i

Li = Keuntungan lembaga pemasaran ke-i Ci = Biaya pemasaran ke-i

Konsep Efisiensi Pemasaran

Efisiensi dilihat dari rasio output dan input. Efisiensi pada suatu pemasaran diukur berdasarkan kepuasan dari konsumen, produsen maupun lembaga yang terlibat dalam mengalirkan produk mulai dari petani sampai konsumen. Ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan baik pada petani (produsen), lembaga pemasaran, maupun konsumen merupakan hal yang sulit dan sangat relatif.

Dalam Asmarantaka (2012) indikator dalam mengukur efisiensi pemasaran produk agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis (Purcell,1979; Kohls and Uhl, 2002) yaitu :

1. Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input pemasaran. Efisiensi operasional adalah ukuran frekuensi dari produktivitas penggunaan input-input pemasaran. Peningkatan efisiensi atau keuntungan dapat dilakukan melalui tiga kondisi (Halcrow, 1981; Seitz, Nelson and Halcrow, 1994) yaitu :

- Menurunkan biaya tanpa menurunkan kepuasan konsumen - Meningkatkan kepuasan konsumen tanpa meningkatkan biaya

- Meningkatkan kepuasan konsumen dengan peningkatan biaya diman tambahan nilai output lebih besar dari tambahan nilai input.

(29)

16 Kerangka Pemikiran Operasional

Bawang daun merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki peluang pasar yang cukup menjanjikan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, serta kesadaran masyarakat mengenai pola hidup sehat dengan mengkonsumsi sayuran. Produksi bawang daun di Indonesia berfluktuatif tiap tahunnya. Selain itu, harga yang terjadi di petani dan konsumen pun cenderung mengalami fluktuasi.

Harga bawang daun di tingkat petani yang relatif rendah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah rendahnya posisi tawar petani dan terbatasnya informasi pasar. Selisih yang timbul antara harga yang diterima petani dan konsumen menyebabkan adanya marjin cukup tinggi. Tingginya marjin tersebut menjadi salah satu indikator bahwa pemasaran bawang daun di Jawa Barat kurang efisien.

Analisis efisiensi pemasaran bawang daun dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis pola saluran pemasaran, fungsi-fungsi lembaga pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar mulai dari petani hingga pedagang pengecer. Sedangkan analisis kuantitatif yang digunakan untuk melihat bagaimana efisiensi pemasaran bawang daun meliputi analisis marjin pemasaran untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran dan farmer’s share untuk mengetahui perolehan petani yang dinyatakan dalam persentase. Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui merata tidaknya penyebaran rasio keuntungan dan biaya di setiap lembaga pemasaran.

(30)

17

Produksi dan harga bawang daun Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten

Bandung yang cenderung berfluktuatif.

- Bagaimana sistem pemasaran bawang daun ? - Apakah sistem pemasaran yang digunakan sudah

efisiensi?

Analisis sistem pemasaran bawang daun

Analisis Kualitatif:

- Saluran dan lembaga

pemasaran - Fungsi pemasaran

Analisis Kuantitatif: - Marjin pemasaran

-Farmer’s share

- Rasio keuntungan terhadap biaya

Efisiensi pemasaran: - Marjin pemasaran - Farmer’s share - Rasio keuntungan

terhadap biaya

Alternatif saluran pemasaran yang paling efisien

(31)

18

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Lokasi penelitian dipilih secara bertahap, yaitu tingkat kabupaten, tingkat kecamatan dan tingkat desa. Tingkat Kabupaten, dipilihnya Kabupaten Bandung dikarenakan Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah sentra bawang daun (Deptan, 2012). Pemilihan kabupaten ini berdasarkan data yang menunjukkan bahwa produksi bawang daun terbesar di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2011 berasal dari Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 27,69 persen (Dipertan Jabar, 2013). Tingkat Kecamatan, Kecamatan terpilih merupakan Kecamatan dengan jumlah produksi relatif tinggi dari beberapa Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten terpilih. Kecamatan Rancabali merupakan Kecamatan yang terpilih dengan persentase sumbangan produksi bawang daun untuk Kabupaten Bandung sebesar 19,70 persen. Sedangkan untuk tingkat Desa dipilih Desa Alamendah karena Desa ini memiliki jumlah produksi yang termasuk tinggi di Kecamatan Rancabali. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2013.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (diolah) dan data sekunder. Data primer (diolah) diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Selain itu, data primer (diolah) juga diperoleh dari pengamatan langsung terhadap kegiatan pemasaran yang terjadi. Data sekunder diperoleh dari berbagai dinas atau instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Direktorat Bina Produksi Hortikultura, Desa Alamendah dan sumber lain yang relevan. Beberapa data yang digunakan seperti data luas panen, produksi dan produktivitas, data harga untuk tingkat petani dan konsumen, serta data lain yang dapat mendukung penelitian.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden

(32)

19 yang dilakukan oleh petani dan lembaga pemasaran untuk mengetahui lembaga, fungsi, saluran dan struktur pasar pada pemasaran di Desa Alamendah.

Penentuan responden petani dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari perangkat desa. Jumlah responden petani yang digunakan sebagai responden adalah sebanyak 34 orang petani yang ada di Desa Alamendah. Jumlah tersebut dianggap mewakili keragaman saluran pemasaran bawang daun yang digunakan di Desa Alamendah.

Penentuan responden lembaga pemasaran dilakukan dengan cara mengikuti alur dari tiap saluran yang ada. Informasi diperoleh berdasarkan informasi dari responden sebelumnya yaitu petani bawang daun di Desa Alamendah dengan melakukan penelusuran saluran pemasaran mulai dari petani hingga ke konsumen. Metode ini berusaha mengetahui kemana aliran produk dan lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam pemasaran bawang daun hingga ke konsumen.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Nazir (1999) mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan, secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah identifikasi saluran, lembaga, fungsi, dan struktur pasar secara kualitatif dan analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya secara kuantitatif.

Data mengenai lembaga, fungsi, saluran, dan struktur pasar pada pemasaran bawang daun diidentifikasi dan disajikan dalam bentuk perbandingan dan tabulasi sederhana. Di samping itu data mengenai biaya, marjin, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran diolah dengan bantuan komputer. Data yang telah diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi untuk kemudian dianalisis.

Identifikasi Lembaga, Fungsi dan Saluran Pemasaran

Identifikasi lembaga pemasaran digunakan untuk mengetahui karakteristik lembaga-lemabaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran di lokasi penelitian. Dengan mengidentifikasi lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses sistem pemasaran, dapat diketahui informasi mengenai pergerakan sumber dan tujuan bawang daun sampai ke tangan konsumen. Dengan mengetahui alur barang dan jasa yang membentuk saluran pemasaran melalui identifikasi karakteristik lembaga-lembaga pemasaran, dapat membantu menjelaskan pola-pola pemasaran apa saja yang akan membentuk saluran pemasaran pada pemasaran bawang daun di Desa Alamendah.

(33)

20 (penyimpanan, pengemasan, dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (fungsi standarisasi, pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar).

Identifikasi Struktur Pasar

Identifikasi struktur pasar digunakan untuk mengetahui struktur pasar apa yang terbentuk dari kondisi pemasaran yang terbentuk di lokasi penelitian. Struktur pasar dari pemasaran bawang daun dapat diketahui berdasarkan karakteristik pasar (Hammond dan Dahl 1977), yaitu (1) jumlah dan ukuran perusahaan; (2) sifat produk (dari sudut pembeli); (3) hambatan keluar dan masuk pasar; dan (4) pengetahuan tentag biaya, harga dan kondisi pasar diantara partisipan pemasaran. Perilaku pasar didefinisikan sebagai suatu pola yang muncul dari tindakan-tindakan atau tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar yang terbentuk. Lembaga-lembaga pemasaran tersebut melakukan transaksi penjualan dan pembelian, serta menentukan bentuk-bentuk keputusan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi struktur pasar (Hammond dan Dahl 1977).

Tabel 5 Kriteria penentuan jenis struktur pasar di lokasi penelitian berdasarkan karakteristik pasar Banyak Diferensiasi sedikit Tinggi Persaingan

monopolistik

Sumber : Hammond dan Dahl (1977)

(34)

21 Analisis Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang diterima oleh konsumen (Pr). Sehingga marjin pemasaran dapat dikatakan sebagai selisih dari harga yang diterima oleh petani dengan harga yang diterima oleh konsumen ( Pr-Pf ). Marjin pemasaran hanya mengacu pada perbedaan harga, tidak ada hubungan dengan jumlah produk yang ada di pasar (Hammond dan Dahl 1977). Selain itu, Asmarantaka (2012) menjelaskan marjin pemasaran sebagai kumpulan jasa-jasa pemasaran akibat adanya aktivitas produktif atau peningkatan nilai tambah (value added) dan merupakan harga dari semua nilai guna dan nilai tambah dari aktivitas fungsi penanganan yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam sistem pemasaran. Konsumen membayar dua bentuk harga untuk pangan, yaitu harga produk dan marjin pemasaran.

Marjin total (MT) digunakan untuk menghitung nilai marjin absolut mulai dari petani sampai konsumen. Marjin total diperoleh dari selisih harga jual petani (Pf) dengan harga jual pedagang pengecer (Pr). Di samping marjin total juga diperoleh dari jumlah marjin yang dihasilkan oleh semua lembaga pemasaran. Secara matematis, marjin pemasaran total dapat dirumuskan seperti pada persamaan (1) dan (2) sebagai berikut.

Mi = Pr – Pf ...(1) MT = ∑ ...(2)

Keterangan :

MT & Mi = Marjin Total dan Marjin pemasaran lembaga ke-i

Pf & Pr = Harga di tingkat petani & konsumen

Marjin pemasaran setiap lembaga (Mi) dihitung untuk memperoleh nilai marjin pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran bawang daun di Desa Alamendah. Dengan mengetahui marjin pemasaran pada setiap lembaga, analisis efisiensi operasional dapat diketahui dengan membandingkan nilai marjin yang diperoleh pada setiap lembaga pemasaran. Marjin pemasaran pada lembaga ke-i diperoleh dari selisih harga jual pada lembaga ke-i (Pji) dengan harga beli pada lembaga ke-i (Pbi). Di samping itu marjin pemasaran pada lembaga ke-i terdiri atas biaya pemasaran pada lembaga ke-i (Ci) dan keuntungan pemasaran pada lembaga ke-i. Secara matematis, marjin pemasaran pada lembaga ke-i dapat dirumuskan seperti pada persamaan (3) dan (4) sebagai berikut.

Mi = Pji– Pbi ...(3) Mi = Ci+ πi ...(4)

Keterangan :

Pbi & Pji = Harga beli dan jual lembaga ke-i

Ci& πi = Biaya dan keuntungan pemasaran lembaga ke-i i = 1, 2, 3, ..., n

(35)

22 Sehingga keuntungan yang diperoleh pada lembaga ke-i merupakan selisih harga jual pada lembaga ke-i (Pji) dengan harga beli pada lembaga ke-i (Pbi) dikurangi dengan biaya pemasaran pada lembaga ke-i. Secara matematis, keuntungan pemasaran pada lembaga ke-i dapat dirumuskan seperti pada persamaan (6) sebagai berikut.

Πi = Pij– Pbi– Ci ...(6)

Analisis Farmer’s Share

Pendapatan yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar di tingkat konsumen. Secara matematis farmer’s share dihitung sebagai berikut:

Fsi =

x 100%

Keterangan:

Fsi : Persentase harga yang diterima petani dari harga konsumen

Pf : Harga di tingkat petani

Pr : Harga di tingkat konsumen

Semakin tinggi harga yang dibayarkan oleh konsumen, maka farmer’s share akan semakin kecil karena petani menjual komoditi pertanian dengan harga yang relatif rendah. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi hubungan negatif antara marjin pemasaran dengan farmer’s share. Semakin besar marjin pemasaran maka farmer’s share akan semakin kecil.

Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Rasio keuntungan dan biaya (analisis R/C rasio) adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran. Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi teknis (operasional) dan penyebaran marjin. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio keuntunga biaya (%) =

x 100%

Keterangan:

πi : Keuntungan lembaga pemasaran ke-i

Ci : Biaya pemasaran ke-i

Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional pada penelitian ini ditujukan untuk membatasi ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan. Selain itu desinisi operasional ini digunakan untuk menjelaskan setiap variabel yang akan diidentifikasi dalam penelitian.

(36)

23 maupun luar Bandung) pada Bulan April hingga Mei 2013 yang melibatkan lembaga beserta fungsi pemasaran yang dilakukannya.

2. Harga bawang daun di tingkat petani adalah harga rata-rata bawang daun yang dihasilkan dari sebanyak 34 petani responden di Desa Alamendah. Harga bawang daun dikonversi ke dalam satuan rupiah per kg selama musim panen Bulan April hingga Mei 2013.

3. Harga bawang daun di tingkat konsumen adalah harga rata-rata bawang daun yang diterima oleh konsumen antara Bandung maupun luar Bandung (sama dengan harga jual di tingkat pedagang pengecer). Harga bawang daun dikonversi ke dalam satuan rupiah per kg selama musim panen Bulan April hingga Mei 2013.

4. Marjin pemasaran total adalah perbedaan harga antara harga di tingkat petani (harga jual petani) dengan harga di tingkat pedagang pengecer baik Bandung maupun luar Bandung yang terdiri atas total biaya dan total keuntungan pemasaran yang telah dikonversi ke dalam rata-rata rupiah per kilogram selama musim panen Bulan April hingga Mei 2013.

5. Marjin pemasaran pada setiap lembaga adalah perbedaan harga antara harga jual dengan harga beli pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat pada pemasaran bawang daun di Desa Alamendah. Marjin ini terdiri atas biaya dan keuntungan pemasaran setiap lembaga yang telah dikonversi ke dalam rata-rata rupiah per kg selama musim panen Bulan April hingga Mei 2013.

6. Biaya pemasaran pada setiap lembaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh setiap pelaku usaha (lembaga pemasaran) pada sistem pemasaran yang timbul sebagai konsekuensi dari fungsi pemasaran yang dilakukan selama proses penanganan bawang daun. Biaya pemasaran ini telah dikonversi ke dalam rata-rata rupiah per kg selama musim panen Bulan April hingga Mei 2013.

7. Keuntungan pemasaran adalah nilai yang diperoleh sebagai balas jasa atas fungsi pemasaran yang telah dilakukan dan sejumlah biaya pemasaran yang telah dikeluarkan oleh setiap pelaku usaha pada sistem pemasaran selama proses penanganan bawnag daun. Keuntungan pemasaran ini telah dikonversi ke dalam rata-rata rupiah per kg selama musim panen Bulan April hingga Mei 2013.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Umum Wilayah, Keadaan Alam, dan Penduduk

(37)

24 sebagian besar bekerja sebagai petani (58 persen). Wilayah Desa Alamendah mempunyai batas administrasi sebagai berikut:

- Sebelah utara : Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey - Sebelah timur : Desa Sugihmukti, Kecamatan Pasirjambu - Sebelah selatan : Desa Patengah, Kecamatan Rancabali - Sebelah barat : Desa Lebakmuncang, Kecamatan Ciwidey

Jarak pusat pemerintahan Desa dengan Ibukota Kecamatan adalah 8 Km, jarak dengan Ibukota Kabupaten adalah 24 Km, sedangkan dengan Ibukota Propinsi adalah 42 Km. Prasaranan jalan dari Ibukota Kecamatan, Ibukota Kabupaten dan Ibukota Propinsi sampai ke Desa Alamendah cukup baik (beraspal), tetapi terdapat beberapa jalan yang sudah rusak. Secara umum, keadaan jalan di Desa ini sudah beraspal dan dapat dilalui oleh kendaraan. Panjang jalan umum yang dapat dilalui tersebut adalah sepanjang 11 Km (Potensi Desa, 2012).

Tabel 6 Karakteristik petani responden Desa Alamendah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) Kelompok umur (tahun)

Pengalaman bercocok tanam bawang daun (tahun)

(38)

25 dan tingkat kemiringan tanah 45 derajat. Keadaan iklim seperti ini membuat wilayah Desa Almaendah sesuai dengaan pengembangan budidaya sayuran, seperti bawang daun.

Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini adalah petani bawang daun di Desa Alamendah yang sedang melakukan usahatani bawang daun atau pernah melakukan usahatani bawang daun pada musim tanam sebelumnya, yaitu sebanyak 34 orang responden. Sebagian besar petani responden bercocok tanam dengan menggunakan sistem monokultur (64,71 persen), yakni hanya menanam bawang daun saja. Petani responden memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah, yaitu sebesar 79,41 persen (27 orang responden) menyelesaikan pendidikan hingga sekolah dasar (SD) dan hanya sebesar 2,94 persen (1 orang responden) yang dapat menyelesaikan hingga SMA, sedangkan sissanya menyelesaikan pendidikan hingga SMP.

Sebagian besar petani responden merupakan petani dengan pengalaman bertani bawang daun rata-rata selama lima tahun. Luas lahan rata-rata petani responden adalah sebesar 1,03 ha dengan luas lahan terkecil adalah 0,28 ha dan terbesar adalah 2,80 ha. Status kepemilikan lahan petani responden sebagian besar (73,53 persen) merupakan lahan milik sendiri. Hanya sebagian kecil dari petani responden yang menyewa lahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8.

Karakteristik Pedagang Responden

Pedagang responden yang ada dalam saluran pemasaran bawang daun di Desa Alamendah adalah sebanyak delapan belas orang responden yang terdiri dari empat pedagang pengumpul dan empat belas pedagang pengecer. Pedagang pengumpul berasal dari Desa Alamendah dan sekitarnya, salahsatu diantaranya adalah koperasi yang menjual bawang daun ke supermarket. Dan empat belas pedagang pengecer masing-masing berasal dari lima orang pedagang pengecer Bandung, lima orang pedagang pengecer luar Bandung, dan tiga supermarket. Karakteristik pedagang responden tersebut dapat dilihat pada tabel 9.

(39)

26 Faktor lain yang dimiliki pedagang responden dan berpengaruh adalah tingkat pendidikan, dengan pendidikan seseorang akan lebih bijak dan berwawasan sehingga dapat menentukan strategi yang tepat dalam menjalankan suatu usaha termasuk memasarkan bawang daun. Dilihat dari tingkat pendidikannya, jenjang pendidikan pedagang responden lebih tinggi jika

Tabel 7 Karakteristik lembaga pemasaran responde di Desa Alamendah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) Umur (tahun)

≤ 40 7 38,89

41 – 50 7 38,89

≥ 51 4 22,22

Tingkat Pendidikan

SD 6 33,33

SMP/Sederajat 6 33,33

SMA/Sederajat 4 22,22

Perguruan Tinggi 2 11,11

Pengalaman (tahun)

≤ 10 7 38,89

11 – 15 8 44,44

≥ 16 3 16,67

Total 18 100,00

Sumber: Data primer (diolah), 2013

dibandingkan dengan petani responden. Masing-masing sebanyak 33.33 persen pedagang responden menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD dan SMP, 22.22 persen hingga tingkat SMA, dan sisanya menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(40)

27 Identifikasi Lembaga Pemasaran

Dalam meyalurkan bawang daun dari petani sampai ke konsumen, sistem pemasaran bawang daun di Desa Alamendah melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran bawang daun yang ada pada sistem pemasaran bawang daun di Desa Alamendah adalah pedagang pengumpul, koperasi, pedagang pengecer Bandung, dan pedagang pengecer luar Bandung. Penjelasan dari masing-masing lembaga pemasaran tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pedagang pengumpul, adalah lembaga pemasaran perseorangan yang berdomisili di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Pedagang pengumpul berperan dalam menampung dan mengumpulkan bawang daun hasil panen dari petani untuk kemudian disalurkan ke lembaga pemasaran selanjutnya.

b. Koperasi, adalah lembaga pengumpul produk pertanian hortikultura (terutama sayuran) yang berbentuk Koperasi Al-Ittifaq. Lembaga pemasaran ini berbentuk badan hukum koperasi yang berada di Desa Alamendah. Koperasi ini menampung bawang daun dari petani dengan menerapkan standar khusus baik dari kualitas maupun kuantitas tertentu untuk dipasarkan langsung ke supermarket.

c. Pedagang pengecer Bandung, adalah lembaga pemasaran perseorangan yang berada di Kabupaten Bandung (pasar Soreang, Sayati dan beberapa pasar Bandung lainnya) yang membeli bawang daun dari pedagang pengumpul maupun langsung dari petani untuk kemudian dijual kembali kepada konsumen Bandung.

d. Pedagang pengecer luar Bandung, adalah lembaga pemasaran perseorangan yang berada di luar Kabupaten Bandung (Tangerang dan Bogor) yang membeli bawang daun dari pedagang pengumpul untuk kemudian dijual kembali kepada konsumen luar Bandung (luar Kabupaten Bandung).

(41)

28 Identifikasi Fungsi Pemasaran

Lembaga-lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar aktivitas penyampaian bawang daun dari petani hingga konsumen. Fungsi pemasaran dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pemasaran karena fungsi pemasaran yang dilakukan merupakan kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambah dari produk agribisnis tersebut. Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda. Fungsi pemasaran yang dilakukan tiap lembaga pemasaran lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 10. Secara umum fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran di lokasi penelitian terdiri atas fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang pengumpul melakukan fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengemasan dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar). Koperasi hampir melakukan semua fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik (kecuali penyimpanan), dan fungsi fasilitas. Pedagang pengecer melakukan fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengemasan dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar).

Tabel 8 Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani dan lembaga-lembaga pemasaran di Desa Alamendah

Lembaga pemasaran Fungsi pemasaran Aktivitas dari fungsi pemasaran

Pedagang pengumpul Pertukaran Pembelian dan penjualan

Fisik Pengemasan dan pengangkutan

Fasilitas Pembiayaan, penanggungan risiko,

informasi pasar

Koperasi Pertukaran Pembelian dan penjualan

Fisik Pengemasan dan pengangkutan

Fasilitas Sortasi, pembiayaan,

penanggungan risiko, informasi pasar

Pedagang pengecer Pertukaran Pembelian dan penjualan

Fisik

Pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan (kadang-kadang)

Fasilitas Pembiayaan, penanggungan risiko,

informasi pasar

Sumber: Data primer (diolah), 2013

Gambar

Gambaran Umum Bawang Daun
Tabel 2 Kandungan zat gizi pada berbagai jenis bawang dalam 100 gr bahan
Tabel 4 Harga tingkat petani, harga tingkat PIKJ dan marjin bawang daun 2009
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui alasan Perpustakaan Keperawatan POLTEKES Surakarta menggunakan aplikasi open source digilib versi rumah

BPJS Ketenagakerjaan mengelola 4 program, meliputi: (a) Jaminan Kecelakaan Kerja; (b) Jaminan Hari Tua; (c) Jaminan Pensiun; dan (d) Jaminan Kematian. Rancangan program

Peserta didampingi pelatih melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sebagai langkah awal penyusunan RKJM dengan menggunakan Rapor Mutu 8 SNP Sekolah untuk menganalisis dan

Hingga 180° pada generator arus bolak-balik dari 0° sampai dengan 180° pada gambar 2.4, lingkaran angker bergerak dengan arah yang sama dalam memotong medan magnet yaitu lingkaran

Sedangkan, pada operasi perkalian matriks syarat yang harus dipenuhi adalah kolom matriks pertama harus sama dengan baris matriks kedua. Jika pemakai tidak memenuhi syarat,

Melalui tulisan ini akan diulas mengenai upaya Vietnam dalam merespon sistem regulasi HAKI, khususnya Kekayaan industrial sebagai tantangan perlindungan dan

Dengan menggunakan kriteria pemantauan dan evaluasi penilaian kinerja sistem irigsi sederhana yang sudah dibuat, maka dilakukan penilaian kienerja sistem irigasi sederhana di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Current Ratio, Earnings Per Share, dan Price Earnings Ratio terhadap harga saham baik.. secara parsial