• Tidak ada hasil yang ditemukan

Position Analysis of Indonesia’s White Pepper in the World Market

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Position Analysis of Indonesia’s White Pepper in the World Market"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

DI PASAR LADA PUTIH DUNIA

KRISTIAWAN HADINATA GINTING

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul analisis posisi lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia adalah benar karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Kristiawan Hadinata Ginting

(3)

KRISTIAWAN HADINATA GINTING. Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di Pasar Lada Putih Dunia. Dibimbing oleh HARIANTO dan AMZUL RIFIN.

Penurunan produksi dan ekspor lada putih Indonesia diikuti oleh desakan/tekanan di pasar utama nya yaitu pasar dunia. Desakan tersebut berasal dari lada putih Vietnam dan lada hitam. Dengan demikian perlu dilihat berada dimanakah posisi atau daya saing lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia saat ini, akibat adanya desakan-desakan tersebut, sehingga diperoleh saran/informasi untuk penetapan strategi-kebijakan yang tepat dalam rangka menjaga pangsa pasar ekspor lada putih Indonesia yang sudah ada, serta harapannya untuk meningkatkan pangsa pasar lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia.

Penelitian ini bertujuan: (1) menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume perdagangan lada putih di dunia, (2) menentukan posisi/daya saing lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia, dan (3) menentukan alternatif strategi-kebijakan yang tepat untuk pemasaran lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia; dengan menganalisis volume perdagangan lada putih dunia serta permintaan impor lada putih dunia yang bersumber dari Indonesia dan Vietnam. Analisis volume perdagangan lada putih dunia menggunakan model regresi linear berganda logaritmik. Sementara analisis permintaan impor lada putih dunia yang bersumber dari Indonesia dan Vietnam menggunakan adopsi model AIDS (Almost Ideal Demand System).

Hasil analisis menunjukkan bahwa lada putih Indonesia memiliki daya saing di pasar lada putih dunia, yang lebih baik dibandingkan lada putih Vietnam, sehingga Indonesia pun memiliki peluang yang lebih baik untuk meningkatkan pangsa pasar lada putih nya. Lada putih Indonesia juga memiliki prospek yang baik, dilihat dari potensi pasar lada putih dunia itu sendiri. Pasar lada putih dunia masih memiliki potensi untuk dimasuki, walaupun terdapat desakan lada hitam yang dapat diolah lebih lanjut menjadi lada putih.

Strategi yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah meningkatkan penawaran ekspor lada putih nya, karena hasil analisis menunjukkan bahwa permintaan impor lada putih dunia yang bersumber dari Indonesia memiliki elastisitas harga sendiri yang bersifat elastis. Peningkatan penawaran ekspor lada putih Indonesia juga akan membuat harga lada putih Indonesia lebih kompetitif, dimana harga lada putih yang lebih kompetitif tersebut akan mengatasi desakan lada hitam dan menekan balik pangsa pasar lada putih Vietnam.

Upaya-upaya atau kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan guna mendukung strategi yang telah ditetapkan, antara lain: (1) meningkatkan produktivitas tanaman lada; (2) mencegah alih fungsi dan menambah luasan lahan tanaman lada, yang keduanya harus diiringi oleh upaya peningkatan produktivitas tanaman lada; serta (3) menjaga mutu lada putih Indonesia.

(4)

KRISTIAWAN HADINATA GINTING. Position Analysis of Indonesia’s White Pepper in the World Market. Supervised by HARIANTO and AMZUL RIFIN.

The declining of Indonesia’s white pepper production and export are followed by pressures in its main market, that is world white pepper market. The pressures come from Vietnam’s white pepper and black pepper. Thus, as the impact of these pressures, it is important to be seen about position or competitiveness of Indonesia’s white pepper in the world market at nowadays, which is also useful as suggestions/informations in determining the appropriate strategy-policy in order to maintain the existing market share of Indonesia’s white pepper, and be expected to expand the Indonesia’s white pepper market share in the world market.

The objectives of this research are: (1) to determine the factors that affecting world white pepper trade volume, (2) to determine the position/competitiveness of Indonesia’s white pepper in world white pepper market; (3) to determine the alternative of strategy-policy that proper to Indonesia’s white pepper marketing in world white pepper import market; by analyzing world white pepper trade volume and world white pepper demand sourced from Indonesia and Vietnam. World white pepper trade volume is analyzed by using logarithmic multiple linear regression model. Meanwhile, world white pepper demand sourced from Indonesia and Vietnam is analyzed by using adopted model of Almost Ideal Demand System Model (AIDS).

The result shows that Indonesia’s white pepper has competitiveness or advantages in world white pepper import market, which is better than Vietnam’s white pepper, so that Indonesia has a better opportunity to increase her white pepper market share. Indonesia’s white pepper also has a better prospects, as seen from the potency of world white pepper market itself. World white pepper market still has potency to be entered, even though there is a pressure from black pepper which can be processed into white pepper.

The strategy that need to be implemented by Indonesia is to increase her white pepper export supply, because of the world white pepper import demand sourced from Indonesia has elastic own price elasticity. The increasing of Indonesia’s white pepper export supply will also make Indonesia’s white pepper price more competitive, which can be used to overcome the pressure of black pepper and suppress the market share of Vietnam’s white pepper.

The efforts or policies that need to be implemented by Indonesia to support the established strategy, including: (1) to increase the productivity of cultivated pepper plant; (2) to prevent the pepper cultivation land from conversion and expand the pepper cultivation area, which both of them must be followed by increasing of cultivated pepper plant productivity; and (3) to maintain the quality of Indonesia’s white pepper.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

DI PASAR LADA PUTIH DUNIA

KRISTIAWAN HADINATA GINTING

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Suharno, M.A.Dev

Penguji Wakil Program Studi pada Ujian Tesis

(8)

Dunia

Nama : Kristiawan Hadinata Ginting

NIM : H451110451

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Harianto, MS Ketua

Dr Amzul Rifin, SP, MA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di Pasar Lada Putih Dunia ini dapat diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Dr Ir Harianto, MS dan Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku komisi pembimbing, atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

2. Dr Ir Suharno, M.A.Dev selaku evaluator pada kolokium tesis dan selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, atas arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji perwakilan dari program studi pada ujian tesis atas arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis. 4. Bapak Taufik Amir dari International Pepper Community (IPC) yang telah

membantu penulis dalam pengumpulan data.

5. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (BUPKLN KEMENDIKNAS) yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB.

6. Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB, yakni Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS; Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB, yakni Dr Ir Suharno, M.A.Dev; serta seluruh Staf Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB; atas dorongan semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

7. Seluruh dosen Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB atas pengajaran yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB.

8. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB atas semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

9. Yang terkasih, kedua orang tua ku Bapak Budiman Ginting dan Ibu Magdalena Tarigan, serta adik ku Erika Dinata Kristi Ginting, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

10. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang mana juga telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan 6

Manfaat 6

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Komoditi Lada 7

Tinjauan Penelitian Terdahulu 9

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19

Kerangka Pemikiran Teoritis 19

Kerangka Pemikiran Operasional 28

4 METODE PENELITIAN 29

Jenis dan Sumber Data 29

Metode Pengolahan dan Analisis Data 29

Spesifikasi Model dan Definisi Variabel 30

Pendugaan Model dan Pengujian Hipotesis 35

5 GAMBARAN UMUM 36

Produksi Lada di Dunia 36

Konsumsi Lada di Dunia 37

Ekspor Lada di Dunia 39

Keragaan Komoditi Lada di Indonesia 40

Keragaan Komoditi Lada di Vietnam 44

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 46

Volume Perdagangan Lada Putih Dunia 46

Permintaan Impor Lada Putih Dunia yang

Bersumber dari Indonesia dan Vietnam 50

Daya Saing Lada Putih Indonesia 54

Strategi Pemasaran Lada Putih Indonesia 59

7 SIMPULAN DAN SARAN 61

Simpulan 61

Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 69

(12)

DAFTAR TABEL

1 Total ekspor lada oleh beberapa negara produsen tahun 2004-2011

dalam ton 1

2 Total impor lada oleh beberapa negara produsen tahun 2004-2011

dalam ton 2

3 Impor lada oleh beberapa negara nonprodusen (consuming countries)

selama tahun 2004-2010 dalam ton 2

4 Ekspor dan reekspor lada oleh beberapa negara nonprodusen (consumingcountries) selama tahun 2004-2010 dalam ton 3 5 Luas areal dan produksi perkebunan lada di Indonesia menurut

pengusahaan tahun 2009 9

6 Ukuran-ukuran elastisitas penawaran 24

7 Ukuran-ukuran elastisitas permintaan 25

8 Ukuran-ukuran elastisitas model regresi logaritmik 31

9 Ukuran-ukuran elastisitas model AIDS 34

10 Kriteria uji hipotesis dua arah dengan uji-t 36

11 Kriteria uji hipotesis dua arah dengan uji-F 36

12 Total konsumsi lada oleh beberapa negara produsen tahun 1993-2011

dalam ton 38

13 Perbandingan konsumsi dan produksi lada beberapa negara produsen

tahun 1993-2011 dalam ton 39

14 Total ekspor lada Indonesia ke negara tujuan ekspor (pasar impor)

tahun 2001-2010 (ton) 43

15 Ekspor lada hitam dan putih Indonesia ke negara tujuan ekspor (pasar

impor) tahun 2001-2010 (ton) 44

16 Total ekspor lada Vietnam ke negara tujuan ekspor (pasar impor) tahun

2001-2010 (ton) 46

17 Hasil pendugaan model volume perdagangan lada putih dunia 48

18 Hasil pendugaan model AlmostIdealDemandSystem (AIDS) 51

19 Nilai-nilai elastisitas model AIDS kelompok negara 51

20 Dampak penurunan harga sebesar satu persen terhadap pangsa pasar kelompok negara berdasarkan nilai-nilai elastisitas model AIDS 54

DAFTAR GAMBAR

1 Ekspor lada putih oleh Indonesia 4

2 Mekanisme terjadinya perdagangan internasional 19

3 Strategi peningkatan daya saing lada putih Indonesia di pasar

internasional 27

4 Kerangka pemikiran operasional 28

5 Saluran tataniaga lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 41

6 Saluran tataniaga lada hitam di Provinsi Lampung 42

7 Harga lada Indonesia di pasar lada dunia 42

8 Harga lada Vietnam di pasar lada dunia 45

(13)

10 Daya saing lada putih Indonesia terhadap lada putih Vietnam secara

teoritis 55

11 Ekspor lada putih Indonesia ke negara tujuan utama 58

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi lada putih Indonesia dan Bangka Belitung tahun 2002-2010

(ton) 70

2 Data harga lada putih Bangka Belitung (Muntok White Pepper) di

Pangkalpinang (Rp/kg) 71

3 Produksi dan ekspor lada putih oleh negara-negara tahun 2001-2011

dalam ton 72

4 Produksi lada di Indonesia per provinsi tahun 2004-2011 dalam ton 73 5 Tren ekspor lada putih dan hitam oleh negara-negara produsen tahun

2001-2011 74

6 Produksi lada beberapa negara produsen utama tahun 1993-2011 dalam

ton 75

7 Ekspor lada beberapa negara produsen tahun 1993-2011 dalam ton 76

8 Tren pengusahaan lada putih di Indonesia tahun 2002-2011 77

9 Tren produksi lada hitam Indonesia tahun 2002-2011 78

10 Data variabel pada model volume perdagangan lada putih dunia 79 11 Hasil pengolahan data pada model volume perdagangan lada putih

dunia dengan softwareMinitab14 dan Eviews4.1 80

12 Hasil uji asumsi pada model volume perdagangan lada putih dunia 81 13 Data variabel pada model AlmostIdealDemandSystem Indonesia 83 14 Kecenderungan harga-harga lada putih dan hitam dunia tahun

1985-2011 (USD/ton) 84

15 Data variabel pada model AlmostIdealDemandSystem Vietnam 85 16 Hasil pengolahan data pada model Almost Ideal Demand System

dengan softwareSTATA11 86

17 Pergerakan harga-harga lada putih Indonesia, Vietnam, dan dunia

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rempah-rempah (spices) memainkan peranan yang penting dalam sejarah peradaban, penjelajahan, dan perdagangan di dunia, yang mana salah satu komoditi nya adalah lada. International Pepper Community (IPC) dan Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO) (2005) mencatat bahwa lada memiliki tempat yang penting dalam perdagangan rempah-rempah dunia karena menjadi komoditi pertama yang diperdagangkan secara internasional dan membuka rute-rute perdagangan antara “Dunia Barat” dan “Dunia Timur”. Saat ini, aktivitas perdagangan lada di dunia direpresentasikan oleh ekspor dan impor yang terjadi antar negara-negara.

Selama periode tahun 2004-2011, negara produsen yang merupakan pengekspor lada paling besar adalah Vietnam. Indonesia menjadi negara pengekspor lada terbesar yang kedua. Negara produsen lain yang termasuk dalam lima besar pengekspor lada terbesar adalah Brazil, India, dan Malaysia. Jumlah ekspor negara-negara produsen tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Total ekspor lada oleh beberapa negara produsen tahun 2004-2011 dalam ton

No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total

1 Vietnam 98 494 109 565 116 670 82 904 89 705 134 264 116 861 123 808 872 271 2 Indonesia 44 191 35 055 35 663 38 446 52 407 50 642 62 599 36 487 355 490 3 Brazil 40 529 33 977 42 187 38 665 36 585 35 746 30 786 32 641 291 116 4 India 14 049 15 751 26 376 43 941 26 665 21 267 18 486 23 750 190 285 5 Malaysia 18 984 16 799 16 605 15 064 13 396 13 124 14 077 14 324 122 373 6 Srilanka 5 353 8 130 8 190 9 009 6 242 6 584 12 219 5 056 60 783 7 Cina 3 479 2 530 10 185 4 801 6 620 2 100 4 569 4 450 38 734 8 Lainnya 6 332 5 560 4 377 5 481 5 843 9 950 9 600 10 450 57 593

Total 231 411 227 367 260 253 238 311 237 463 273 677 269 197 250 966 1 988 645

Sumber: IPC (2012)1 (Diolah)

Sisi impor dapat dilihat dari impor yang dilakukan oleh negara-negara produsen dan juga oleh negara-negara nonprodusen lada (yang hanya mengkonsumsi, tidak memproduksi lada). Jumlah impor lada yang dilakukan oleh beberapa negara produsen lada, dapat dilihat pada Tabel 2.

1a

InternationalPepperCommunity [IPC]. 2012. Total Export of Pepper from Producing Countries, 2001-2010 in MT [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/1.08.pdf; b

International PepperCommunity [IPC]. 2012. Pepper News and Market Review January 2012 [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/admin/data/news/1332295452pdf.pdf; c

(16)

Tabel 2 Total impor lada oleh beberapa negara produsen tahun 2004-2011 dalam

Pada rentang tahun 2004-2011, negara produsen lada yang melakukan impor lada paling banyak adalah India. Kemudian diikuti, berturut-turut, oleh Vietnam, Malaysia, Cina, Indonesia, Brazil, dan Srilanka. Jumlah ekspor lada yang dilakukan oleh Vietnam, Indonesia, Brazil, India, Malaysia, dan Srilanka lebih banyak dari pada jumlah impor nya. Khusus untuk Cina, jumlah impor lada yang dilakukan oleh negara tersebut hampir menyamai jumlah ekspor nya (bandingkan data pada Tabel 1 dan 2). Sementara itu, beberapa negara nonprodusen lada (consuming countries) yang melakukan impor dapat dilihat pada Tabel 3. melakukan impor lada yang paling banyak adalah Amerika (USA). Sepuluh besar negara pengimpor lainnya, secara berturut-turut, yaitu Jerman, Belanda, Singapura, Rusia, Perancis, Jepang, Spanyol, United Kingdom, dan Uni Emirat Arab. Negara-negara nonprodusen pengimpor juga ada yang melakukan ekspor

2a

InternationalPepperCommunity [IPC]. 2012. Import of Pepper by Producing Countries, 2001-2010, Quantity in Metric Tons [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/1.11.b.pdf;

b

InternationalPepperCommunity [IPC]. 2012. Pepper News and Market Review January 2012 [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/admin/data/news/1332295452pdf.pdf; c

International PepperCommunity [IPC]. 2013. Market Review 2012-The Outstanding Year [Internet]. [diunduh tanggal 28 April 2013]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/index.php?p=ndetail&id=697&act=guide.

3

(17)

dan reekspor (reexport) lada. Singapura merupakan negara yang paling banyak melakukan ekspor dan reekspor selama periode tahun 2004-2010, yaitu sebesar 96 020 ton. Jumlah yang diekspor dan direekspor oleh Singapura, dalam periode tersebut, lebih besar dari pada impornya (91 134 ton). Bahkan, Singapura mampu melampaui jumlah ekspor Srilanka dan Cina, yang termasuk dalam sepuluh besar negara produsen lada di dunia, pada selang tahun 2004-2010. Jumlah lada yang diekspor dan direekspor oleh beberapa negara nonprodusen yang melakukan impor, selama tahun 2004-2010, selengkapnya, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Ekspor dan reekspor lada oleh beberapa negara nonprodusen (consuming countries) selama tahun 2004-2010 dalam ton

No Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total

Lada yang diperdagangkan atau diekspor-diimpor ini umumnya adalah lada putih (white pepper), lada hitam (black pepper), ground pepper, green pepper, dan oleoresin. Akan tetapi, dua jenis komoditi lada yang utama atau paling besar jumlah yang diperdagangkannya adalah lada putih dan lada hitam. Jumlah ekspor lada putih dan lada hitam atas jumlah keseluruhan lada yang diekspor oleh negara-negara produsennya mencapai lebih dari 95 persen. Untuk harga, lada putih memiliki kecenderungan lebih mahal dibandingkan dengan lada hitam.

Indonesia adalah salah satu penghasil dan pengekspor utama lada putih di dunia. Komoditi ini (di Indonesia), diantaranya, diusahakan di daerah Kalimantan Barat; Kalimantan Timur; dan Bangka Belitung. Data menunjukkan bahwa Bangka Belitung merupakan produsen lada putih yang paling besar di Indonesia. Produksi lada putih Bangka Belitung mencapai sekitar 80-97 persen dari total produksi lada putih Indonesia. Bahkan, jika melihat sedikit ke belakang, sampai akhir tahun 90-an, pasokan lada putih Bangka Belitung di pasar dunia mencapai 60-80 persen (Kurniawati et al. 2009). Lada putih dari Bangka Belitung sendiri telah dikenal luas di pasar lada dunia dengan nama Muntok White Pepper. Sebagai komoditi ekspor, komoditi lada putih ini memberikan kontribusi devisa bagi Indonesia. Pada tahun 2010, nilai ekspor lada putih Indonesia mencapai US$ 73 701 0005. Sementara, pada tahun yang sama, di triwulan pertama, nilai ekspor

4

International Pepper Community [IPC]. Export and Re-export of Pepper by Consuming Countries, 2001-2010, Quantity in Metric Tons [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/1.13.a.pdf.

5

(18)

lada bagi Bangka Belitung mencapai US $ 5 885 143.436; triwulan kedua sebesar US $ 7 527 867.307; dan triwulan ketiga sebesar US $ 13 085 128.278.

Beberapa tahun terakhir, jumlah ekspor lada putih Indonesia mengalami tren penurunan, seperti yang terlihat pada Gambar 1. Ekspor terendah terjadi pada tahun 2011 (dibandingkan tahun 2002), dan hingga tahun 2011, jumlah ekspor lada putih belum pernah lagi mencapai kondisi seperti pada tahun 2002. Penurunan ekspor lada putih Indonesia tersebut sejalan dengan penurunan produksi lada putih di Indonesia dan Bangka Belitung (tren produksi lada putih Indonesia dan Bangka Belitung dapat dilihat pada Lampiran 1). Penurunan produksi lada putih ini mencerminkan adanya permasalahan pada pengusahaannya. Sebagai produsen lada putih terbesar di Indonesia, adanya permasalahan pengusahaan komoditi lada putih di Bangka Belitung tentunya memberi dampak yang signifikan terhadap keragaan komoditi lada putih di Indonesia.

Gambar 1 Ekspor lada putih oleh Indonesia (IPC dan FAO 2005; BPS RI 2012; dan IPC9 [Diolah])

Penurunan produksi lada putih, seperti yang terjadi di Bangka Belitung, antara lain disebabkan oleh: produktivitas tanaman lada yang rendah akibat teknik budidaya yang masih tradisional; berkurangnya luas areal tanam lada yang diantaranya disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk penambangan timah dan penanaman kebun kelapa sawit; serangan hama dan penyakit pada tanaman lada, terutama yang paling banyak ditemui adalah penyakit busuk pangkal batang; harga input dan sarana produksi pertanian yang mahal, seperti junjung dan pupuk; masalah permodalan yang dihadapi oleh sebagian besar petani lada; serta

6Anonim. 2011.

Realisasi Ekspor Diperkirakan Meningkat [Internet]. [diunduh tanggal 26 November 2012]. Tersedia pada: http://cetak.bangkapos.com/bisnis/read/38824/Realisasi+Ekspor+Diperkirakan+Meningkat.html. [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/2.17.pdf.

0

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(19)

rendahnya inovasi pada produk pascapanen lada. Akan tetapi, permasalahan yang paling pasti adalah harga lada yang cenderung rendah dan berfluktuasi, sehingga tidak cukup menarik bagi para petani untuk merawat kebun dan meningkatkan produksi lada mereka. Senada dengan hal tersebut, International Pepper Community (IPC) dan Food and Agriculture Organization of The United Nations

(FAO) (2005) menyatakan bahwa isu utama yang mempengaruhi produksi dan pemasaran lada selama beberapa dekade terakhir adalah volatilitas harga. Siklus, dimana posisi harga lada rendah, terjadi cukup teratur, yaitu setiap delapan hingga sepuluh tahun. Hal ini sangat mempengaruhi pendapatan para petani, sehingga mengakibatkan kurangnya perawatan kebun, tingginya serangan hama dan penyakit, dan bahkan ditinggalkannya pengusahaan perkebunan lada (mengenai harga lada putih, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2).

Sementara Indonesia, yang sudah dikenal di dunia sebagai penghasil lada putih (yang terkenal adalah Muntok White Pepper, yang dihasilkan di Bangka Belitung) menghadapi kenyataan penurunan produksi lada putih dan juga ekspornya, muncul Vietnam, dengan tren peningkatan atas produksi dan ekspor lada putih nya. Situasi ini dapat menyebabkan “tekanan” bagi pangsa lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia (internasional). Terlebih lagi karena pasar utama yang menyerap hasil produksi lada putih Indonesia dan Vietnam sama-sama pasar dunia. Sebenarnya, Cina juga merupakan negara utama penghasil lada putih di dunia, bersama Indonesia dan Vietnam. Akan tetapi, lada putih yang dihasilkan oleh Cina sebagian besar untuk pasar domestik mereka sendiri, yang disimpulkan dari perbandingan jumlah produksi dan ekspor lada putih nya (berdasarkan perbandingan data IPC pada Lampiran 3) dan hasil wawancara dengan pihak BP3L (Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Desakan terhadap pangsa lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia semakin mungkin terjadi karena dapat disubstitusinya lada putih dengan lada hitam (IPC dan FAO 2005). Kulit lada hitam dikupas dan kemudian dijadikan bahan obat-obatan, sedangkan isinya dikeringkan dan dijadikan bubuk yang berfungsi sama dengan lada putih (lada hitam diubah menjadi lada putih). Harga lada hitam yang lebih murah, serta jumlah ekspor (pasokan) nya yang lebih banyak dibandingkan lada putih menjadikannya alternatif pilihan. Ditambah lagi dengan fakta bahwa pertumbuhan ekspor lada hitam lebih besar dibandingkan dengan lada putih; terlihat dari besar slope (kemiringan) tren ekspor lada hitam yang lebih besar dari pada lada putih (Lampiran 5); yang juga berarti bahwa penyerapan atau permintaan komoditi lada hitam di pasar impor lada dunia lebih besar dari pada lada putih.

(20)

Perumusan Masalah

Indonesia, yang sudah dikenal di dunia sebagai penghasil lada putih10 menghadapi kenyataan penurunan produksi dan juga ekspor lada putih. Situasi ini diikuti oleh adanya desakan/tekanan terhadap pangsa pasar nya di pasar lada putih dunia atau internasional, yang berasal dari Vietnam11 dan dapat disubstitusinya komoditi lada putih dengan lada hitam. Dengan demikian perlu dilihat berada dimanakah posisi atau daya saing lada putih Indonesia saat ini, akibat adanya desakan-desakan tersebut, di pasar lada putih dunia. Hal ini berguna sebagai saran/informasi untuk menentukan strategi-kebijakan yang tepat dalam rangka menjaga pangsa pasar ekspor lada putih Indonesia yang sudah ada, serta harapannya untuk meningkatkan pangsa pasar lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia.

Oleh sebab itu, penelitian ini melakukan analisis mengenai pasar ekspor lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi volume perdagangan lada putih di dunia?

2. Bagaimana posisi/daya saing lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia?

3. Bagaimana alternatif strategi-kebijakan pemasaran lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia?

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume perdagangan lada putih di dunia.

2. Menentukan posisi/daya saing lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia.

3. Menentukan alternatif strategi-kebijakan yang tepat untuk pemasaran lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang keilmuan agribisnis, khususnya mengenai pemasaran, juga daya saing, lada putih Indonesia.

2. Menjadi informasi dan pengetahuan bagi penelitian lanjutan.

3. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan komoditi lada putih bagi pemerintah Indonesia dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta pihak-pihak (para pelaku) yang terlibat di dalam sistem agribisnis komoditi lada putih Indonesia.

10Yang terkenal adalah

Muntok White Pepper, yang dihasilkan di Bangka Belitung.

(21)

Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pasar ekspor lada putih adalah pasar lada putih suatu negara pengekspor tertentu di suatu negara pengimpor tertentu, dilihat dari sudut pandang negara pengekspor tertentu tersebut. Sementara, yang dimaksudkan dengan pasar impor lada putih adalah pasar lada putih dari negara pengekspor tertentu di negara pengimpor tertentu, dilihat dari sisi negara pengimpor tertentu tersebut. Negara-negara pengekspor yang dianalisis dalam penelitian ini, terkait daya saing nya, adalah Indonesia dan Vietnam. Alasan pemilihan Vietnam adalah karena tren peningkatan produksi dan ekspor lada putihnya. Jika dibandingkan (data dari IPC, dapat dilihat pada Lampiran 3), maka terlihat bahwa jumlah ekspor lada putih Vietnam hampir menyamai jumlah produksi nya (pada tahun-tahun tertentu jumlah ekspor lebih besar dari pada jumlah produksi). Bahkan, baik jumlah ekspor, maupun produksi lada putih Vietnam mulai melampaui Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut juga dapat disimpulkan bahwa pasar utama lada putih dari Vietnam adalah pasar ekspor/impor (dunia), sama hal nya dengan Indonesia.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Komoditi Lada

Lada menjadi salah satu jenis rempah-rempah yang paling tua dan penting di dunia, sehingga lada juga seringkali disebut King of Spices. Pada abad pertengahan dan zaman Renaissance, dalam sejarah penjelajahan, rempah-rempah (termasuk di dalamnya lada) mempunyai kedudukan yang tinggi dan sangat spesial. Bahkan pada zaman kuno dan medieval, nilainya seringkali disetarakan dengan emas dan batu permata. Produk utama komoditi lada yang diperdagangkan di dunia (secara internasional) adalah lada putih (white pepper) dan lada hitam (black pepper). Lada putih dan lada hitam sebenarnya berasal dari buah lada yang sama. Lada putih merupakan olahan dari buah lada yang telah matang di pohon, dipanen, dan dikelupas kulitnya, serta dikeringkan. Sedangkan lada hitam merupakan buah tanaman lada yang dipanen sebelum buah matang dan masih berwarna hijau, serta langsung dikeringkan tanpa pengelupasan kulit.

(22)

hijau gelap, lembaran daun sebelah atas agak mengkilap dan sebelah bawahnya pucat dan berkelenjar; 6) perbungaannya berbentuk bulir yang tumbuh di seberang daun, bunganya berukuran kecil, dan tanpa perhiasan bunga; 7) buahnya buni tak bertangkai, berbiji satu, berkulit keras, dibalut oleh daging buah yang tebal; serta 8) memiliki tinggi antara 5-15 m.

Tanaman lada dikenal sebagai tanaman tahunan dan perkebunan, yang pada dasarnya merupakan tanaman tropis, serta membutuhkan curah hujan dan suhu yang tinggi, yang banyak dan merata. Lada dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian mencapai 1 500 m di atas permukaan laut (dpl), tetapi tumbuh lebih subur di daerah pada ketinggian 500 m dpl atau kurang, dengan curah hujan 2 200-5 000 mm dalam setahun, suhu antara 18°C-35°C, kelembaban udara berkisar antara 50-100 persen, serta perubahan musim yang cukup baik (musim kemarau yang cukup panjang, sekitar 2-3 bulan untuk menumbuhkan bunga dan buah).

Di Indonesia, budidaya lada sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lampau. Tanaman lada kemungkinan dibawa koloni Hindu ke Jawa antara tahun 100 SM (Sebelum Masehi) sampai 600 M (Masehi). Marcopolo dalam riwayat hidupnya pada tahun 1298, menguatkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa pada tahun 1280 di Jawa telah terdapat pengusahaan tanaman lada. Pada tahun 1720 sepertiga bagian dari seluruh keuntungan yang diperoleh VOC, semasa menduduki Indonesia, berasal dari komoditi lada. Pada tahun 1772, kontribusi lada semakin besar terhadap seluruh keuntungan VOC tersebut, yaitu mencapai dua per tiga bagiannya (Ditjenbun Deptan 2009). Bahkan sebelum perang dunia kedua, Indonesia memasok 80 persen kebutuhan lada dunia (Edizal 1998). Tanaman lada di Indonesia memiliki banyak nama daerah, diantaranya lada (Aceh, Batak, Lampung, Buru, dan Nias), raro (Mentawai), lado (Minangkabau), merico (Jawa), maica (Bali), ngguru (Flores), malita lo dawa (Gorontalo), marica atau barica (Sulawesi Selatan), rica jawa (Halmahera, Ternate, Minahasa), leudeu pedih (Gayo), sahang (Bangka, Banjarmasin, Jawa Barat), sakang (Madura), saha (Bima), dan mboko saah (Ende).

Adapun daerah-daerah di Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk budidaya lada, antara lain: Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kalimantan Tengah, dan lainnya (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4). Lampung dan Bangka Belitung merupakan produsen lada terbesar di Indonesia, dimana Bangka Belitung sebagai produsen lada putih (Muntok White Pepper) dan Lampung sebagai produsen lada hitam (Lampong Black Pepper). Budidaya lada di Indonesia ini sebagian besar dilakukan oleh rakyat atau

(23)

Tabel 5 Luas areal dan produksi perkebunan lada di Indonesia menurut pengusahaan tahun 2009

No Pengusahaan Produksi (ton) Luas Areal (ha)

1. Perkebunan Rakyat 82 833 185 937

2. Perkebunan Pemerintah (Negara) - -

3. Perkebunan Swasta 1 4

Total 82 834 185 941

Keterangan: -) Tidak mengusahakan

Sumber: Ditjenbun Deptan (2012)12 (Diolah)

Sampai dengan tahun 2011, luas areal tanaman lada perkebunan rakyat adalah seluas 179 034 ha, dengan keterlibatan petani sebanyak 322 294 KK (Kepala Keluarga). Total tanaman menghasilkan nya adalah seluas 110 896 ha. Sedangkan luas areal tanaman lada perkebunan besar swasta sampai dengan tahun 2011 adalah seluas 4 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2011)13.

Lada putih dari Bangka Belitung sudah dikenal di pasar internasional. Bahkan komoditi ini memiliki brand, yaitu Muntok White Pepper. Penamaan

Muntok White Pepper, salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka Belitung, pertama kali diperdagangkan secara internasional (diekspor) melalui pelabuhan Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat (setelah pemekaran). Roosgandha (2003), menyebutkan bahwa petani lada di Kabupaten Bangka, melakukan panen lada saat buah lada sudah masak yang ditandai dengan warna kuning sampai merah. Panen umumnya dilakukan dengan pemetikan mempergunakan tangan. Kemudian diolah dengan cara memasukkan lada yang telah dipanen tersebut ke dalam karung plastik. Setelah itu direndam dalam air (umumnya air mengalir) selama 7-14 hari, setelah itu dicuci untuk menghilangkan kulitnya. Dilanjutkan dengan menjemurnya dibawah sinar matahari selama 2-3 hari. Dari hasil pengolahan tersebut akan diperoleh lada putih kering dengan rendemen berkisar antara 15-45 persen atau rata-rata 24 persen. Perilaku ini juga merupakan perilaku yang terjadi secara umum di Bangka Belitung. Oleh karena itu, jika berbicara mengenai produksi lada di Bangka Belitung, maka yang dimaksud adalah produksi lada putih.

Tinjauan Penelitian Terdahulu Kelayakan Pengusahaan Lada

Marwoto (2003) melakukan penelitian tentang perkebunan lada rakyat Kabupaten Bangka. Hasil penelitian menunjukan ketidakefisienan, yang tercermin dari kecenderungan penurunan nilai NPV menjadi Rp 2 148 648 dan B/C sebesar 1.13 pada skala usaha 5 tahunan dan tingkat suku bunga 12 persen, dengan PC sebesar 0.174; EPC sebesar 0.61; SRP sebesar 0.37; NT sebesar Rp -50 554 988;

12[Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2012.

Luas Areal dan Produksi Perkebunan Lada Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan, Tahun 1967-2011 [Internet]. [diunduh tanggal 24 Januari 2013]. Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komoditiutama/7-Lada.

13[Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2013.

(24)

TO sebesar Rp -22 652 569; NPCO sebesar 0.83; TI sebesar Rp 19 352 505; dan nilai NPCI sebesar 1.67.

Zakaria (2009) mengatakan bahwa secara umum, permasalahan usahatani lada di Bangka Belitung adalah makin menurunnya luas areal, tingkat produksi dan produktivitas, serta minat petani melakukan budidaya komoditas lada. Menurunnya areal penanaman lada di Bangka Belitung merupakan akibat dari motivasi petani lada mengalihfungsikan lahan untuk tambang timah rakyat, karena harga jual produk lada cenderung rendah dan berfluktuasi, serta kurangnya perhatian akan pemeliharaan tanaman lada. Nilai R/C ratio pengusahaan lada di Bangka Belitung pada tahun 2008 adalah 1.52 untuk investasi selama pertumbuhan pertanaman (9 tahun). Tingkat profitabilitasnya sebesar 34 persen dan tingkat efisiensi usahataninya memadai.

Pasar dan Daya Saing Lada

Djulin dan Malian (2005), salah satunya, melakukan analisis pemasaran dan integrasi pasar (dengan model Ravallion) lada putih di daerah produksi utama (Bangka Belitung). Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa saluran tataniaga lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diawali dari petani yang menjual lada putih yang dihasilkan kepada pedagang desa atau pedagang pengumpul. Beberapa pedagang pengumpul menghadapi dan menentukan harga pembelian di tingkat petani. Seluruh lada putih yang dibeli pedagang pengumpul dijual kepada eksportir yang berkedudukan di Pangkalpinang (ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung). Sebagian besar lada putih ini (90 persen) diekspor dengan tujuan Singapura dan Amerika Serikat. Hanya sekitar 10 persen lada putih yang dihasilkan dijual ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Marjin biaya yang dikeluarkan oleh pedagang desa, pedagang pengumpul, dan eksportir berturut-turut Rp 135/kg, Rp 620/kg, dan Rp 600/kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya cukup besar, khususnya untuk menanggung terjadinya susut sebesar dua persen. Peluang terjadinya susut ini sangat besar, karena lada putih yang dijual petani dan pedagang desa umumnya belum memenuhi standar ekspor. Para eksportir menikmati marjin keuntungan yang terbesar yaitu Rp 1 600/kg, diikuti oleh pedagang pengumpul (Rp 680/kg), dan pedagang desa (Rp 565/kg). Besarnya keuntungan yang diterima oleh eksportir ini terkait dengan kemampuan mereka untuk menaksir kecenderungan perubahan nilai tukar.

(25)

terkait dengan tidak tersedianya informasi pasar yang cukup, sehingga petani selalu menerima tingkat harga yang ditetapkan oleh para pedagang.

Sementara itu, hasil analisis integrasi harga eksportir dan harga dunia memperlihatkan bahwa harga jual di tingkat eksportir dipengaruhi oleh tingkat harga jual eksportir dan tingkat harga dunia pada bulan sebelumnya. Sedangkan delta harga dunia (selisih harga dunia bulan ini dan bulan sebelumnya), serta

dummy bulan panen tidak mempengaruhi harga jual di tingkat eksportir. Dari hasil analisis diperoleh indeks integrasi pasar (MII) antara harga eksportir dan harga dunia sebesar 0.68. Angka indeks ini memberikan indikasi adanya integrasi pasar yang kuat antara harga eksportir dan harga dunia. Hal ini berarti bahwa penentuan harga beli oleh eksportir ditentukan oleh tingkat harga di pasar dunia, serta nilai tukar rupiah. Integrasi harga ini sangat dimungkinkan, mengingat para eksportir memiliki fasilitas informasi pasar dunia yang memadai. Penguasaan informasi pasar dunia ini memberikan keuntungan bagi para eksportir, karena penurunan harga lada putih di pasar dunia atau penurunan nilai tukar rupiah akan segera direspon dalam bentuk penurunan harga beli. Namun jika harga lada di pasar dunia menunjukkan kenaikan atau terjadi penguatan nilai tukar rupiah, maka para eksportir memberikan respon secara lambat.

Triana (2000), dengan menggunakan metode two stage least squares

(2SLS), menganalisis penawaran ekspor lada putih Indonesia dan permintaan impor lada putih di negara tertentu. Adapun negara-negara tujuan ekspor lada putih Indonesia yang dianalisis adalah Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Jepang, dan Singapura. Sementara itu, pesaing lada putih Indonesia (juga produsen lada putih) yang dianalisis penawaran ekspornya yaitu Malaysia dan Brazil. Permintaan impor diwakili oleh negara-negara: Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Jepang, dan Singapura.

Variabel eksogen (independen/bebas) yang digunakan dalam model penawaran ekspor lada putih yaitu harga riil ekspor lada putih negara yang melakukan penawaran ekspor, harga riil ekspor lada hitam negara yang melakukan penawaran ekspor, produksi lada putih negara yang melakukan penawaran ekspor, nilai tukar mata uang negara yang melakukan penawaran ekspor (terhadap dollar USA), tingkat suku bunga negara yang melakukan penawaran ekspor, volume ekspor lada putih negara yang melakukan penawaran ekspor setahun sebelum nya (t-1), dan dummy standar mutu negara yang melakukan penawaran ekspor. Sedangkan variabel eksogen (independen/bebas) yang digunakan dalam model permintaan impor lada putih yaitu harga impor lada putih suatu negara, pendapatan bruto riil suatu negara, jumlah penduduk suatu negara, nilai tukar mata uang suatu negara (terhadap dollar USA; Amerika Serikat terhadap rupiah), dan volume impor lada putih suatu negara setahun sebelumnya (t-1).

(26)

perubahan produksi dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor lada putih dan lada hitam, nilai tukar, suku bunga, dan volume reekspor lada putih Singapura; dan (3) permintaan impor lada putih Amerika Serikat dan Belanda lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibandingkan terhadap perubahan harga impor lada putih dan lada hitam, jumlah penduduk, dan nilai tukar. Permintaan impor lada putih Jepang lebih responsif terhadap perubahan harga lada hitam dunia. Sedangkan untuk Jerman dan Singapura permintaan impornya lebih responsif terhadap perubahan jumlah penduduk.

Edizal (2007) melakukan analisis penawaran ekspor dan permintaan impor lada putih dunia dalam kaitannya meningkatkan daya saing lada putih Indonesia. Penawaran ekspor yang dianalisis berasal dari: Indonesia, Malaysia, Brazil, dan Singapura, sementara untuk permintaan impor berasal dari Amerika Serikat, Masyarakat Ekonomi Eropa, Jepang, Singapura, dan rest of world. Variabel-variabel eksogen (independen/bebas) yang masuk dalam model penawaran ekspor ini adalah harga ekspor lada putih, penawaran ekspor lada putih negara tertentu tahun sebelumnya (t-1), nilai tukar, dan waktu (menggambarkan perubahan yang bersifat monotonik seperti teknologi dan infrastruktur). Sedangkan variabel-variabel eksogen yang masuk dalam model permintaan impor lada putih yaitu harga lada putih dunia, harga lada hitam dunia, indeks harga umum, pendapatan per kapita negara pengimpor (tertentu), dan waktu (menggambarkan kecenderungan perubahan selera).

Hasil analisis menunjukkan bahwa penawaran ekspor lada putih dari Indonesia, Malaysia, Brazil, dan Singapura, dalam jangka pendek, bersifat inelastis. Artinya bagi Indonesia adalah: (1) dalam jangka pendek adanya perubahan harga ekspor lada putih tidak dapat direspon dengan cepat oleh para eksportir lada putih Indonesia; (2) para eksportir lada putih Indonesia umumnya melepas lada putihnya di pasar internasional berapapun tingkat harga yang berlaku; dan (3) para eksportir tidak menerapkan manajemen stok karena keterbatasan gudang yang memadai dan keterikatan kontrak dengan para importir, terutama importir dari Singapura. Indonesia dalam mengekspor lada putihnya sangat tergantung kepada pasar impor Singapura dan Singapura sendiri saat ini mendominasi dalam perdagangan lada putih dunia. Singapura mempunyai fasilitas ekspor yang lebih baik dari Indonesia, seperti ketersediaan kapal besar, pelabuhan ekspor dan gudang yang memadai. Dalam jangka panjang, penawaran ekspor lada putih dari Indonesia, Malaysia, dan Brazil bersifat elastis, akan tetapi Singapura bersifat inelastis.

Permintaan impor lada putih oleh Amerika Serikat, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Jepang, dan rest of world dalam jangka pendek bersifat inelastis, sedangkan Singapura bersifat elastis. Hal ini berarti adanya perubahan harga tidak begitu berpengaruh terhadap perubahan permintaan lada putih Amerika Serikat, MEE, Jepang, dan rest of world. Sementara itu untuk Singapura, adanya perubahan harga menyebabkan perubahan permintaan impor yang lebih besar.

(27)

lainnya di pasar internasional. Negara pengekspor yang dianalisis adalah Indonesia, Brazil, India, dan Malaysia, sementara negara tujuan impor nya adalah Amerika Serikat, MEE, dan Singapura.

Susilowati mengikuti model CMS (Constant Market Share/Pangsa Pasar Konstan) oleh Chen dan Duan. Pangsa pasar suatu negara dinyatakan sebagai jumlah ekspor negara tertentu terhadap total ekspor dunia pada periode yang sama, dengan asumsi harga ekspor antar negara pada periode tersebut adalah konstan. Pada dekomposisi tingkat pertama, model CMS menguraikan perubahan ekspor melalui tiga komponen: pengaruh struktural, pengaruh kompetitif, dan pengaruh order kedua (second order). Sementara, pada dekomposisi tingkat kedua: (1) pengaruh struktural diuraikan lebih lanjut menjadi pengaruh pertumbuhan, pengaruh pasar, pengaruh komoditas, dan pengaruh interaksi; (2) pengaruh kompetitif diuraikan menjadi pengaruh kompetitif umum dan pengaruh kompetitif spesifik; serta (3) pengaruh order kedua dibagi menjadi pengaruh order kedua murni dan pengaruh struktural dinamis.

Untuk analisis substitusi impor, variabel-variabel yang dimasukkan dalam model adalah jumlah impor lada dari negara atau pasar tertentu yang berasal dari negara pengekspor A (jumlah ekspor negara A ke pasar tertentu), jumlah impor lada dari negara atau pasar tertentu yang berasal dari negara pengekspor B (jumlah ekspor negara B ke pasar tertentu), harga lada negara A, dan harga lada negara B. Variabel endogen (dependen) nya adalah nisbah jumlah ekspor negara A ke pasar tertentu terhadap jumlah ekspor negara B ke pasar tertentu, sementara variabel eksogen (independen) nya adalah nisbah harga lada negara A terhadap harga lada negara B.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode 1985-2001, Indonesia secara konsisten berhasil mempertahankan pangsa ekspornya di pasar lada dunia (Amerika Serikat, MEE, dan Singapura), sementara tiga negara pesaing Indonesia (Brazil, India, dan Malaysia) cenderung mengalami penurunan ekspor. Penurunan ekspor dari negara-negara pesaing Indonesia terutama disebabkan oleh penurunan impor oleh pasar tujuan. Disagregasi berdasarkan periode analisis cenderung menghasilkan kesimpulan yang sama, dimana ekspor lada Indonesia secara konsisten mengalami peningkatan, sementara ekspor dari tiga negara pesaing lainnya mengalami penurunan, kecuali pada periode awal (1985-1996). Untuk seluruh periode analisis, daya saing Indonesia mengalami peningkatan relatif terhadap tiga negara pesaingnya, kecuali pada periode awal (1985-1996) (daya saing India dan Malaysia mengungguli Indonesia).

(28)

Pengaruh distribusi pasar menunjukkan bahwa pasar Amerika Serikat, MEE, dan Singapura merupakan pasar tujuan yang tepat bagi ekspor lada Indonesia. Brazil dan India lebih mengutamakan ekspor mereka untuk pasar tujuan Amerika dan MEE, sementara Malaysia lebih mengutamakan tujuan ekspornya ke Singapura dan MEE. Sedangkan ekspor lada dari ketiga produsen utama tersebut ke pasar lainnya relatif kecil dan cenderung menurun. Ketimpangan distribusi ekspor yang ditujukan kepada ketiga pasar tersebut ditunjukkan melalui besaran pengaruh distribusi pasar yang bernilai negatif, baik untuk Malaysia, India, dan Brazil, sedangkan untuk Indonesia bernilai positif.

Secara keseluruhan Indonesia memiliki daya saing ekspor yang baik, relatif terhadap negara pesaingnya. Secara konsisten, Indonesia mampu meningkatkan ekspornya, baik untuk jenis lada hitam, maupun lada putih. Demikian pula pasar Amerika Serikat, MEE, dan Singapura, hingga saat ini merupakan tujuan ekspor lada Indonesia yang tepat. Berdasarkan nilai substitusi impor, Indonesia dan India akan bersaing di pasar MEE, sementara Indonesia dan Malaysia akan bersaing di pasar Amerika Serikat dan Singapura. Nilai elastisitas substitusi impor antara Indonesia dan Malaysia di pasar Singapura bernilai relatif besar, meskipun tidak elastis. Hal ini berimplikasi bahwa Indonesia perlu memperhatikan lebih serius perkembangan harga lada Malaysia di pasar Singapura.

Hasyim (1986) melakukan penelitian mengenai kedudukan komoditi lada Indonesia di pasar internasional. Dalam penelitian ini tidak dibedakan jenis lada nya; lada putih atau lada hitam. Model yang digunakan untuk menjelaskan pasar lada dunia adalah model persamaan simultan kuadrat terkecil dua tahap (two stage least square-2SLS). Daya saing lada Indonesia di pasar internasional menggunakan indikator elastisitas substitusi impor bagi negara-negara pengimpor lada. Pasar impor dunia dibagi dalam empat kelompok, yaitu Amerika, Eropa Barat, Eropa Timur, dan Asia-Afrika-Pasifik. Negara pengekspor yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia, Brazil, India, dan negara produsen lainnya.

Variabel-variabel eksogen (independen) dalam model penawaran ekspor yang dibangun adalah harga lada dunia yang dideflasi dengan indeks harga (wholesale price) Amerika Serikat pada tahun dasar 1973, jumlah produksi lada negara yang melakukan penawaran ekspor tahun lalu (t-1), areal produktif tanaman lada negara yang melakukan penawaran ekspor, jumlah curah hujan tahunan di negara yang melakukan penawaran ekspor (khusus untuk model penawaran ekspor Indonesia), jumlah stok lada negara yang melakukan penawaran ekspor pada periode dua tahun yang lalu (khusus untuk model penawaran ekspor Indonesia), laju ekspor efektif lada negara yang melakukan penawaran ekspor (khusus untuk model penawaran ekspor Indonesia), pendapatan per kapita penduduk negara yang melakukan penawaran ekspor, dan jumlah penduduk negara yang melakukan penawaran ekspor.

(29)

Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) peubah-peubah yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor lada Indonesia adalah harga lada dunia, produksi lada tahun lalu, luas areal, curah hujan, laju ekspor efektif, dan pendapatan perkapita; 2) penawaran ekspor lada nonIndonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi kelompok negara produsen selain dari Indonesia, luas tanaman lada nonIndonesia, dan pendapatan per kapita di luar Indonesia; 3) permintaan impor lada Amerika Serikat hanya dipengaruhi oleh besarnya stok lada yang tersedia; 4) permintaan impor lada nonAmerika Serikat dipengaruhi oleh harga lada dunia; 5) dalam perdagangan lada internasional, lada Indonesia ternyata berkomplemen dengan Malaysia di wilayah pasar Amerika dan Eropa Timur; 6) Ekspor lada Indonesia dan India bersaing pada seluruh wilayah pasar; 7) persaingan dengan Brazil terjadi di pasaran Eropa Barat dan Asia-Afrika-Pasifik; dan 8) Ekspor lada kelompok negara produsen lain tidak menunjukkan persaingan yang kuat dengan ekspor lada Indonesia.

Hendayana dan Darwis (1998) melakukan analisis pangsa pasar lada hitam Indonesia di wilayah pertumbuhan utara (Indonesia, Malaysia, Thailand) dan di pasar lada dunia. Analisis yang digunakan adalah analisis pangsa pasar dengan

Partial Adjustment Model (PAM). Variabel-variabel eksogen (independen/bebas) pada model empiris yang dibangun yaitu tingkat harga lada domestik di negara yang bersangkutan, nisbah harga lada dari negara yang bersangkutan terhadap harga lada dunia, waktu berlangsungnya kegiatan ekspor (data series), dan lag

pangsa pasar ekspor lada hitam. Sementara itu, sebagai variabel endogen (dependen) nya adalah pangsa ekspor lada dari negara yang bersangkutan terhadap ekspor lada dunia.

Hasil analisisnya adalah: (1) pada periode 1986-1996 pangsa ekspor lada Indonesia cenderung meningkat dan hal ini tidak terlepas dari kinerja ekspor lada tahun sebelumnya; (2) pangsa ekspor lada Indonesia mempunyai korelasi yang positif dengan nisbah harga lada di pasar dunia, meskipun tidak nyata secara statistik; (3) koefisien elastisitas pangsa pasar terhadap nisbah harga lada dunia pada persamaan Indonesia relatif kecil dibanding Thailand dan Malaysia, baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang, yakni sekitar 0.07 dan 0.013, yang berarti perubahan harga lada dunia terhadap pangsa ekspor lada Indonesia tidak elastis, atau daya saing lada Indonesia di pasar dunia berada di bawah Malaysia dan Thailand; (4) proses penyesuaian terhadap perubahan harga di pasar dunia lebih cepat di Indonesia, diikuti Malaysia dan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi mekanisme pasar lada Indonesia berada di atas Malaysia dan Thailand; dan (5) untuk meningkatkan perolehan devisa dari perdagangan lada diperlukan upaya untuk meningkatkan daya saing lada hitam Indonesia antara lain melalui peningkatan kualitas.

Pasar dan Daya Saing Komoditi Lainnya

(30)

menghasilkan kesimpulan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia, bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif. Negara-negara pengekspor teh, selain Indonesia, yang dianalisis pertumbuhan ekspor nya antara lain Vietnam, Cina, Bangladesh, Jerman, India, Jepang, Kenya, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat. Jepang adalah negara dengan pertumbuhan ekspor paling tinggi. Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab merupakan negara importir teh curah, namun negara-negara tersebut mampu mendapatkan nilai tambah dengan mengolah sebagian dari teh curah yang diimpornya dan mengekspornya kembali dalam bentuk produk-produk hilir teh. Selain itu, negara-negara ini juga mampu mereekspor sebagian kecil dari teh curah yang telah diimpornya karena memiliki jaringan perdagangan teh yang kuat. Oleh sebab itu, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab dimasukkan dalam analisis pasar teh sebagai negara-negara pengekspor berbagai jenis dan produk teh dunia, sekaligus sebagai negara-negara pengimpor teh curah. Adapun, negara-negara tujuan ekspor, yang dianalisis adalah Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Polandia, Federasi Rusia, Inggris, Amerika Serikat, dan sisanya.

Pertumbuhan ekspor teh Indonesia yang jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia disebabkan karena: (1) komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar (angka komposisi komoditas teh Indonesia bertanda negatif: -0.032); (2) negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi (angka distribusi bertanda negatif: -0.045); dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia masih lemah (angka faktor persaingan bertanda negatif: -0.211). Untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor teh Indonesia, diperlukan upaya peningkatan komposisi produk teh melalui peningkatan ekspor teh Indonesia dalam bentuk produk-produk hilir dan teh hijau curah. Selain itu, diperlukan pula upaya peningkatan pengaruh distribusi pasar. Pada aspek daya saing, posisi daya saing teh Indonesia lebih lemah dibandingkan negara-negara produsen teh lainnya, kecuali Bangladesh.

(31)

Model CMS yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti model CMS oleh Chen dan Duan (1999), yang juga digunakan oleh Susilowati dalam penelitiannya: Dinamika Daya Saing Lada Indonesia. Model penawaran dan permintaan yang dibangun dalam penelitian ini antara lain: (1) permintaan kopi di tiga negara pengimpor, (2) penawaran ekspor dari pengekspor pesaing, (3) permintaan impor yang dihadapi Brazil, (4) penawaran ekspor kopi dunia, (5) permintaan oleh negara pengimpor lainnya, dan (6) permintaan impor kopi dari Uni Eropa. Variabel-variabel eksogen (independen) dalam model permintaan kopi di tiga negara pengimpor yang dibangun yaitu harga kopi di pasar dunia, harga teh (komoditi substitusi), harga cokelat (komoditi substitusi), variabel identifikasi kekuatan pasar (Pwko*T; T merepresentasikan perubahan cita rasa dan kewaspadaan terhadap kesehatan yang dapat mempengaruhi konsumsi kopi), dan pendapatan negara pengimpor. Sementara itu, variabel-variabel eksogen dalam model penawaran ekspor dari pesaing yang dibangun yaitu harga kopi komposit, harga kopi “mild” kolombia (sebagai substitusi), nilai tukar, suku bunga, stok, pendapatan negara pengekspor.

Adapun variabel-variabel eksogen pada model-model lainnya yaitu: (1) model penawaran ekspor kopi duniaμ harga dunia, harga kopi “mild” Kolombia (sebagai substitusi), stok, pendapatan, dan variabel yang mengidentifikasi perbedaan antara keseimbangan pasar persaingan sempurna dan triopsoni jika fungsi penawaran ekspor bergeser (PwkoW*T); (2) model permintaan oleh negara pengimpor lainnya: harga kopi, harga cokelat (komoditi substitusi), harga teh (komoditi substitusi), stok, pendapatan, dan variabel tren waktu untuk merepresentasikan perubahan cita rasa dan kewaspadaan akan kesehatan (T); serta (3) model permintaan impor kopi dari Uni Eropa: harga kopi di Uni Eropa, harga cokelat (komoditi substitusi), harga teh [digunakan peubah beda kala/lag] (komoditi substitusi), stok, dan pendapatan.

Variabel-variabel yang dimasukkan dalam model VECM: (1) untuk analisis keterkaitan harga di tingkat produsen dan harga dunia yaitu harga produsen, harga dunia, peubah dummy kuota, peubah dummy bencana frost, dan peubah dummy depresiasi; dan (2) untuk analisis keterkaitan harga di tingkat produsen, pasar domestik, pengekspor, dan harga dunia yaitu harga di tingkat petani, harga di pasar domestik, harga di tingkat pengekspor, dan harga di pasar dunia. Sementara itu, variabel-variabel pada model Armington yaitu pangsa impor (nilai) dari negara j di negara i (variabel dependen), harga kopi dari negara j di negara i (variabel independen), indeks harga kopi di negara i (variabel independen), dan total nilai impor kopi di negara i (variabel independen).

(32)

negara tersebut menjadi pemimpin harga di pasar kopi internasional; 4) harga kopi biji di tingkat petani (baik robusta, maupun arabika), terintegrasi dengan harga di pasar internasional. Perubahan harga di pasar dunia ditransmisikan ke harga di tingkat petani secara simetri. Harga kopi robusta menyesuaikan ke keseimbangan jangka panjang relatif lambat karena harga kopi robusta lebih fluktuatif dibandingkan dengan harga kopi arabika, sehingga risiko perubahan dalam perdagangan kopi robusta lebih tinggi dibandingkan arabika.

5) permintaan kopi biji Indonesia di pasar Amerika Serikat, Perancis, dan Italia bersifat sangat elastis. Permintaan kopi arabika Indonesia di Italia dan permintaan kopi robusta Indonesia di Amerika Serikat, Jerman, Jepang, dan Singapura bersifat elastis. Amerika Serikat adalah pasar yang potensial untuk meningkatkan ekspor kopi robusta, sedangkan Italia adalah pasar yang prospektif untuk meningkatkan volume ekspor kopi arabika (berdasarkan pangsa pasar yang cenderung meningkat di pasar yang tumbuh relatif cepat dan permintaan yang bersifat elastis); dan 6) permintaan impor kopi sangrai Indonesia di Jepang, Malaysia, Kanada, Perancis, dan Inggris bersifat elastis. Permintaan kopi terlarut Indonesia di Jepang, Malaysia, dan Rusia juga elastis. Hanya di Malaysia yang pangsa pasarnya cenderung meningkat, serta pertumbuhan permintaan impornya relatif cepat, sehingga Indonesia berpeluang untuk meningkatkan ekspor kopi sangrai dan kopi terlarut, pada jangka pendek, ke negara tersebut.

Rifin (2010) menganalisis posisi minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia dengan membangun persamaan permintaan dua-tahap (two stage demand equation). Persamaan pertama menganalisis permintaan dunia tanpa mempertimbangkan sumber produknya. Sementara itu, persamaan kedua menganalisis permintaan dunia dengan mempertimbangkan sumber produknya menggunakan pendekatan AIDS (the Almost Ideal Demand System). Negara sumber impor yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia, dan ROW (Rest of the World). Variabel-variabel pada persamaan permintaan tahap pertama yaitu world import (variabel dependen), real world palm oil price (variabel independen), real palm oil substitute price (variabel independen), dan real world GDP per capita

(variabel independen). Sedangkan variabel-variabel pada persamaan permintaan tahap kedua (model AIDS) yaitu share of import source in the world market

(variabel dependen), price of palm oil (variabel independen), expenditure

(33)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional

Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya memerlukan faktor produksi yang secara relatif berlimpah. Dengan demikian perdagangan mendorong sumberdaya ke dalam sektor-sektor yang mempunyai keunggulan komparatif. Kondisi lainnya adalah adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara (Hasyim 1986). Kelebihan permintaan domestik terhadap penawaran domestik akan mendorong suatu negara melakukan permintaan impor, sedangkan kelebihan penawaran domestik terhadap permintaan domestik akan mendorong suatu negara untuk melakukan penawaran ekspor. Mekanisme terjadinya permintaan-penawaran domestik dan permintaan impor-penawaran ekspor, secara grafis, dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Mekanisme terjadinya perdagangan internasional (Salvatore 1997)

Gambar 2 menunjukkan kasus dua negara dengan komoditi tertentu, dimana kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi tertentu di negara 1 dan negara 2. Tanpa adanya perdagangan internasional, negara 1 akan berproduksi dan mengkonsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi tertentu sebesar P1, sedangkan negara 2 akan berproduksi dan mengkonsumsi di

Px/Py = Harga relatif untuk komoditi X (jumlah komoditi Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditi X)

Q = Jumlah komoditi X

(34)

titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Dengan asumsi bahwa sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga domestik untuk komoditi tertentu di negara 1 relatif lebih murah dibandingkan dengan harga domestik di negara 2; jika produsen di negara 1 berproduksi lebih banyak daripada tingkat permintaan domestiknya, maka akan terjadi kelebihan penawaran (excesssupply) sebesar BE, sedangkan jika negara 2 mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi dari pada produksi domestiknya sebesar B’E’ maka terjadi kelebihan permintaan (excessdemand).

Apabila kemudian terbuka hubungan antara negara 1 dan negara 2, maka akan timbul perdagangan antar kedua negara tersebut (dalam hubungan perdagangan ini diasumsikan biaya transportasi dan pajak adalah nol). Kelebihan produksi negara 1 selanjutnya akan diekspor ke negara 2 dan negara 2 akan mengimpor kekurangan kebutuhannya dari negara 1. Panel B menunjukkan kuantitas impor yang diminta oleh negara 2, yang sama dengan kuantitas ekspor komoditi tertentu yang ditawarkan oleh negara 1 (diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah suatu komoditi diperdagangkan diantara kedua negara). Dengan demikian, keseimbangan di pasar internasional terjadi pada titik E*, sehingga P2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi tertentu setelah perdagangan internasional berlangsung.

Penawaran Ekspor, Permintaan Impor, dan Pembentukan Harga Dunia Penawaran Ekspor

Penawaran suatu komoditi adalah jumlah komoditi yang bersedia ditawarkan oleh produsen pada suatu pasar dan tingkat harga serta waktu tertentu. Faktor-faktor yang menentukan tingkat penawaran adalah harga jual komoditi yang bersangkutan, serta faktor-faktor lainnya yang dapat disederhanakan sebagai faktor nonharga. Antara harga dan jumlah komoditi yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama (ceteris paribus), yaitu jika harga naik maka jumlah yang ditawarkan akan meningkat dan sebaliknya. Penawaran ekspor suatu negara (pengekspor/eksportir) merupakan selisih antara produksi domestik dan konsumsi domestik ditambah dengan jumlah stok domestik tahun lalu. Dengan demikian maka ekspor suatu komoditi dapat didefinisikan sebagai berikut:

Xt= Qt-Ct +St-1 ……….……….……….. (1)

Dimana: Xt : Jumlah ekspor komoditi tertentu pada tahun ke t

Qt : Jumlah produksi domestik komoditi tertentu pada tahun ke t Ct : Jumlah konsumsi domestik komoditi tertentu pada tahun ke t St-1 : Jumlah stok domestik komoditi tertentu pada tahun ke t-1

(35)

bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik, sehingga faktor tingkat harga dan nilai tukar mata uang suatu negara akan sangat mempengaruhi tingkat ekspornya. Berdasarkan hal-hal ini, maka fungsi penawaran ekspor suatu negara atas komoditi tertentu dapat ditulis sebagai berikut:

Xt=f Pt,Qt,ERt,Zt ..……….……….. (2)

Dimana: Pt : Harga ekspor komoditi tertentu pada tahun ke t Qt : Jumlah produksi komoditi tertentu pada tahun ke t

ERt : Nilai tukar mata uang negara pengekspor tertentu pada tahun ke t Zt : Faktor-faktor lainnya

Permintaan Impor

Permintaan impor suatu negara (pengimpor/importir) merupakan selisih antara konsumsi domestik dengan produksi domestik ditambah sisa stok pada tahun yang lalu. Dengan demikian, permintaan impor komoditi suatu negara dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mt=Ct- Qt+St-1 ………….………….……….. (γ)

Dimana: Mt : Jumlah impor komoditi tertentu pada tahun ke t

Ct : Jumlah konsumsi domestik komoditi tertentu pada tahun ke t Qt : Jumlah produksi domestik komoditi tertentu pada tahun ke t St-1 : Jumlah stok domestik komoditi tertentu tahun ke t-1

Permintaan impor, secara umum, dipengaruhi oleh harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi impor, tingkat pendapatan negara pengimpor, jumlah penduduk, dan sebagainya. Dengan demikian fungsi permintaan impor dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mt=f PMt,Yt,PSt,Popt,Zt ….……….……….. (4)

Dimana: PMt : Harga impor komoditi tertentu pada tahun ke t Yt : Pendapatan negara pengimpor pada tahun ke t

PSt : Harga komoditi substitusi dari komoditi impor tertentu pada tahun ke t Popt : Jumlah penduduk negara pengimpor tahun ke t

Zt : Faktor-faktor lainnya

Pembentukan Harga Dunia

Gambar

Gambar 2  Mekanisme terjadinya perdagangan internasional (Salvatore 1997)
Tabel 6  Ukuran-ukuran elastisitas penawaran
Tabel 7  Ukuran-ukuran elastisitas permintaan
Tabel 8  Ukuran-ukuran elastisitas model regresi logaritmik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah (1) mengkaji keterkaitan harga dunia minyak bumi dan harga minyak nabati di pasar dunia secara simultan, (2) melakukan peramalan harga riil dunia

Sedangkan untuk variabel ROA, nilai adjusted R 2 yang diperoleh dari pengujian regresi yang telah dilakukan sebesar 0,322 yang menunjukkan bahwa variabel independen (kinerja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan berbagai variabel independen yang meliputi harga ayam pedaging, harga DOC, harga pakan ayam, harga obat-obatan dan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Ekspor Kopi Indonesia di Pasar Internasional Untuk melihat pengaruh variabel independen yang terdiri dari volume ekspor (EXPK),

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam jangka panjang harga daging sapi domestik dipengaruhi oleh harga daging sapi dunia (impor), yang menunjukkan bahwa

Selain masalah itu, masalah yang lain muncul adalah ketidakmampuan Indonesia dalam menghasilkan hasil olahan kopi untuk pangsa pasar dunia, hanya sebesar 4% dari

Nilai ini mengindikasikan bahwa produk ikan segar dalam pos tarif ini memiliki potensi ekspor ke pasar EFTA, karena selama tahun 2010 EFTA mencatatkan impor dari dunia sebesar

Tabel 1 Variabel Independen Xn dan Variabel Dependen Y yang Digunakan dalam Proyeksi Permintaan Listrik No Sektor Variabel Independen Variabel Dependen 1 Rumah tangga • PDRB