• Tidak ada hasil yang ditemukan

Linkage Analysis of Vegetable Oils and Crude Oil Prices in Vegetable Oils World Trade

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Linkage Analysis of Vegetable Oils and Crude Oil Prices in Vegetable Oils World Trade"

Copied!
732
0
0

Teks penuh

(1)

AMBAR KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :

ANALISIS KETERKAITAN HARGA MINYAK NABATI DAN MINYAK BUMI DALAM PERDAGANGAN DUNIA MINYAK NABATI

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

(3)

Prices in Vegetable Oils World Trade (BONAR M. SINAGA as Chairman and NUNUNG KUSNADI as Member of the Advisory Committee).

The increasing as non-food uses of vegetable oils especially as biodiesel and the basis of the oleochemical industry, making the formation of vegetable oil prices in world trade has been linked to world prices of crude oil in addition to linkages with the world price of vegetable oils competitor. The objectives of this study were (1) to analyze the linkage of the world price of crude oil and vegetable oil simultaneously, (2) to make the forecasting of the real price of crude oil and vegetable oil in world market, the vegetable oil real price in domestic market and the performance of Indonesian palm oil industry, particularly the production, domestic supply, domestic consumption and export volumes of Indonesian palm oil for the period 2012-2025, (3) to examine the impact of the changes of the external factors and trade policy by the vegetable oil s exporting countries and importing countries on the world trade of vegetable oils, and particularly the production, domestic supply, domestic consumption and exports volumes of Indonesian palm oil and (4) to formulate the policy for development of the Indonesian oil palm industry in the future. The study employs an econometric model and specification was dynamic simultaneous equations and consists of 81 behavioral equations and 16 identities equations. Parameters are estimated using Two Stage Least Squares methods for the period 1980-2008. This study finds that real price projections in the world market of 2012-2025 periods showed that the price fluctuations of crude oil and vegetable oil tend to have same patterns with slightly trend to increases. Although positively correlated, the percentage increase of vegetable oils price as the effect of the increasing of crude oil price is less than the percentage change of crude oil prices, except for soybean oil prices that vista vies with the percentage change of crude oil prices. The effect on percentage change of price of soybean oils is the highest and then followed by sunflower oil, rapeseed oil and palm oil. Beside the chemical characteristics, this condition thought to be related to the limited volumes of vegetable oils world s productions and the food sector needs as a main constraints in the use of vegetable oils as crude oil substitutes. As annual crop commodities and the substitutes of seed oils, however, palm oil price has more responsive to export fluctuation then seed oils. Base on this study, in order to support the Indonesian oil palm industry, the Indonesian government has been suggested (1) to develop the domestic market, (2) to ensure the exchange rate stability and the palm oils trade policy and (3) to arrange the grand design of Indonesian oil palm industry for the long run term.

(4)

Bumi dalam Perdagangan Dunia Minyak Nabati (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua dan NUNUNG KUSNADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Peningkatan penggunaan minyak nabati di sektor non pangan, khususnya sebagai biodiesel dan bahan dasar industri oleokimia, menjadikan pembentukan harga minyak nabati didalam perdagangan dunia memiliki keterkaitan dengan harga dunia minyak bumi selain keterkaitan dengan harga dunia minyak nabati pesaing. Tujuan penelitian adalah (1) mengkaji keterkaitan harga dunia minyak bumi dan harga minyak nabati di pasar dunia secara simultan, (2) melakukan peramalan harga riil dunia minyak bumi, harga riil minyak nabati di pasar dunia dan harga riil di pasar domestik, serta keragaan industri minyak kelapa sawit Indonesia, khususnya produksi, konsumsi dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia untuk periode tahun 2012-2025, (3) mengkaji dampak perubahan faktor eksternal dan kebijakan perdagangan oleh negara eksportir dan negara importir utama minyak nabati terhadap perdagangan dunia minyak nabati, dan khususnya produksi, konsumsi dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia, dan (4) merumuskan arah kebijakan pengembangan industri kelapa sawit Indonesia di masa depan. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika berupa persamaan simultan dinamis yang terdiri dari 81 persamaan struktural dan 16 persamaan identitas. Parameter diestimasi menggunakan metode 2SLS. Menggunakan data deret waktu tahun 1980-2008, penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun berkorelasi positif, kenaikan harga dunia minyak nabati akibat kenaikan harga dunia minyak bumi relatif lebih kecil dari kenaikan harga dunia minyak bumi, kecuali untuk harga dunia minyak kedelai yang mengalami laju kenaikan harga yang relatif sama dengan laju kenaikan harga dunia minyak bumi. Harga dunia minyak kedelai memperoleh dampak yang paling besar dari kenaikan harga dunia minyak bumi, diikuti oleh harga minyak biji bunga matahari, harga minyak rapeseed dan harga minyak kelapa sawit. Selain karakteristik kimiawi, secara umum keterbatasan volume produksi dunia minyak nabati dan pemenuhan kebutuhan sektor pangan merupakan kendala utama dalam pemakaian minyak nabati sebagai subsitusi minyak bumi. Sebagai hasil komoditi tanaman tahunan dan subsitusi minyak biji-bijian, harga minyak kelapa sawit relatif lebih peka terhadap perubahan ekspor dibandingkan dengan minyak biji-bijian. Ramalan harga riil minyak nabati dan harga minyak bumi di pasar dunia untuk periode tahun 2012-2025 cenderung memiliki pola pergerakan harga yang sama dengan tren meningkat yang kecil. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran kebijakan bagi pemerintah Indonesia didalam menunjang industri kelapa sawit Indonesia di masa depan antara lain: (1) upaya peningkatan produksi harus dibarengi dengan upaya-upaya yang mendorong penyerapan pasar domestik, (2) stabilitas nilai tukar Rupiah dan kepastian kebijakan perdagangan minyak kelapa sawit, dan (3) menyusun grand designindustri kelapa sawit Indonesia untuk jangka panjang.

(5)

Bumi dalam Perdagangan Dunia Minyak Nabati (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua dan NUNUNG KUSNADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Minyak kelapa sawit bersama dengan minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji bunga matahari merupakan minyak utama yang diproduksi dan diperdagangkan di pasar dunia minyak nabati (vegetable oils) maupun di pasar dunia minyak hayati (edible oils and fats). Di era tahun 1980-an rasio penggunaan minyak nabati untuk pangan, non pangan dan pakan ternak berkisar 80:14:6. Seiring peningkatan penggunaan non pangan dalam 13 tahun terakhir, rasio penggunaan minyak nabati saat ini berkisar 75:20:5. Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan penggunaan biodiesel maupun sebagai subsitusi bahan dasar industri oleokimia berbasis minyak bumi. Terkait hal di atas, maka di dalam perdangangan dunia minyak nabati selain terjadi persaingan antar jenis minyak nabati, diduga memiliki keterkaitan dengan harga minyak bumi/crude oil. Tujuan penelitian adalah (1) mengkaji keterkaitan harga dunia minyak bumi dan harga minyak nabati di pasar dunia secara simultan, (2) melakukan peramalan harga riil dunia minyak bumi, harga riil minyak nabati di pasar dunia dan harga riil di pasar domestik, serta keragaan industri minyak kelapa sawit Indonesia, khususnya produksi, konsumsi dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia untuk periode tahun 2012-2025, (3) mengkaji dampak perubahan faktor eksternal dan kebijakan perdagangan oleh negara eksportir dan negara importir utama minyak nabati terhadap perdagangan dunia minyak nabati, dan khususnya produksi, konsumsi dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia, dan (4) merumuskan arah kebijakan pengembangan industri kelapa sawit Indonesia di masa depan.

Penelitian dilaksanakan melalui pendekatan sistem dengan merumuskan model ekonometrika keterkaitan harga minyak nabati dan minyak bumi di pasar dunia. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing ditransmisikan melalui konsumsi yang selanjutnya mempengaruhi neraca perdagangan dunia minyak nabati, harga dunia, harga ekspor, harga impor dan kembali kepada konsumsi. Model berupa sistem persamaan simultan dinamis terdiri dari 81 persamaan struktural dan 16 persamaan identitas. Jumlah seluruh variabel adalah 184 (ket: termasuk variabel lag endogen), sedangkan jumlah seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan-persamaan di dalam model adalah 326. Hasil identifikasi model menggunakan metode Order Condition menunjukkan bahwa seluruh persamaan di dalam model adalah over identified. Model dibagi kedalam empat blok, yaitu blok minyak kelapa sawit, blok minyak kedelai, blok minyak rapeseed dan blok minyak biji bunga matahari.

Identifikasi model menggunakan metode Order Condition dan estimasi

menggunakan metode kuadarat terkecil dua tahap (Two Stage Least Square, 2SLS). Peramalan variabel eksogen untuk periode tahun 2012-2025 dilakukan dengan teknik Stepwise Autoregressive (STEPAR) trend 2, sedangkan peramalan

variabel endogen menggunakan metode Dynamic Simulate dengan program SAS

(6)

model menggunakan kriteria statistika RMSPE dan koefisien U. Validasi keterkaitan harga minyak nabati dan minyak bumi di pasar dunia digunakan simulasi peramalan (ex-ante simulation) yang dilakukan secara dinamis dan menggunakan metode Newton untuk periode tahun 2012-2025. Data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) yang berupa data sekunder dari berbagai sumber dalam kurun waktu 1980-2008.

Secara umum variabel-variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan-persamaan struktural mempunyai tanda yang sesuai dengan harapan, khususnya dilihat dari teori ekonomi. Kriteria-kriteria statistika yang digunakan dalam hasil estimasi model adalah cukup meyakinkan. Dari 81 persamaan struktural, 70% (57 persamaan) memiliki nilai koefisien determinasi 80% dan 9% (7 persamaan struktural) memiliki nilai koefisien determinasi diantara 70% R2< 80%, dan sisanya 17 persamaan (21%) memiliki nilai koefisien determinasi diantara 14% R2<70%,. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa secara umum variabel-variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan dapat menjelaskan dengan baik keragaman setiap variabel endogennya. Hasil uji statistik F menunjukkan sekitar 91% dari jumlah persamaan struktural (74 persamaan) nyata pada taraf 1%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama setiap variabel eksogen dalam setiap persamaan berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Nilai t-hitung menunjukkan variabel eksogen secara parsial berpengaruh nyata terhadap varibel endogennya pada tingkat yang berbeda-beda. Dari total 278 variabel eksogen yang terdapat di dalam 81 persamaan struktural, sekitar 30% (84 variabel eksogen) berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada tingkat 1%, 12% (33 variabel eksogen) berpengaruh nyata pada tingkat 5%, 15% (41 variabel eksogen) berpengaruh nyata pada tingkat 10% hingga 25% dan sisanya 43% (120 variabel eksogen) berpengaruh nyata terhadap varibel endogennya di atas 25%. Munculnya autokorelasi serial pada taraf =5% sekitar 36% (29 persamaan) dari 81 persamaan struktural. Nilai RMSPE 20% dan nilai koefisien U 0.2 masing-masing sekitar 25% (24 persamaan) dan 5% (5 persamaan) dari 97 persamaan di dalam model.

Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, dengan mempertimbangkan model yang cukup besar dengan periode pengamatan yang cukup panjang maka hasil estimasi model dinilai cukup representatif dalam menangkap fenomena ekonomi perdagangan dunia minyak nabati dan menjelaskan keterkaitan harga dunia minyak bumi dalam pembentukan harga dunia minyak nabati. Selain itu model dapat digunakan untuk melakukan simulasi dalam mencapai tujuan penelitian dan dijadikan landasan dalam penentuan arah kebijakan pengembangan industri kelapa sawit Indonesia di masa depan.

(7)

konsumsi keempat jenis minyak nabati, mempengaruhi neraca perdagangan minyak nabati di pasar dunia yang akhirnya diikuti oleh kenaikan harga dunia minyak nabati. Namun, kenaikan harga dunia minyak nabati relatif lebih kecil dari kenaikan harga dunia minyak bumi, kecuali untuk harga dunia minyak kedelai yang mengalami laju kenaikan harga yang relatif sama dengan laju kenaikan harga dunia minyak bumi. Harga dunia minyak kedelai memperoleh dampak yang paling besar dari kenaikan harga dunia minyak bumi, diikuti oleh harga minyak biji bunga matahari, harga minyak rapeseed dan harga minyak kelapa sawit. Selain karakteristik kimiawi yang mempengaruhi cakupan pemanfaatan keempat minyak nabati sebagai subsitusi minyak bumi dalam kehidupan sehari-hari, secara umum keterbatasan volume produksi dunia minyak nabati dan pemenuhan kebutuhan sektor pangan merupakan kendala utama dalam pemakaian minyak nabati sebagai subsitusi minyak bumi.

Efek subsitusi minyak kelapa sawit relatif lebih berpengaruh terhadap konsumsi minyak rapeseed, diikuti terhadap konsumsi minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari. Efek subsitusi minyak rapeseed relatif lebih berpengaruh terhadap konsumsi minyak kedelai, diikuti terhadap konsumsi minyak kelapa sawit dan minyak biji bunga matahari. Efek subsitusi minyak kedelai relatif lebih berpengaruh terhadap konsumsi minyak rapeseed, diikuti terhadap konsumsi minyak biji bunga matahari dan minyak kelapa sawit. Efek subsitusi minyak biji bunga matahari relatif lebih berpengaruh terhadap konsumsi minyak kelapa sawit, diikuti terhadap konsumsi minyak kedelai dan minyak rapeseed.

Ramalan harga riil minyak nabati dan harga minyak bumi di pasar dunia untuk periode tahun 2012-2025 cenderung memiliki pola pergerakan harga yang sama dengan tren meningkat yang kecil. Tren peningkatan harga terbesar dimiliki oleh harga dunia minyak kedelai, diikuti oleh harga dunia minyak rapeseed, harga dunia minyak biji bunga matahari dan harga dunia minyak kelapa sawit dengan tren peningkatan harga yang terkecil. Neraca perdagangan keempat minyak nabati untuk periode tahun 2012-2025, diproyeksikan berada pada posisi surplus. Rerata surplus perdagangan tahun 2012-2025 untuk minyak kelapa sawit sebesar 2.04 juta ton/tahun atau 5.07% dari rerata volume ekspor dunia minyak kelapa sawit sebesar 40.20 juta ton/tahun, untuk minyak kedelai adalah 1.4 juta ton/tahun atau 9.60% dari rerata volume ekspor dunia minyak kedelai sebesar 14.6 juta ton/tahun, untuk minyak rapeseed sebesar 258.34 ribu ton/tahun atau 5.22% dari rerata volume ekspor dunia minyak rapeseed sebesar 4.95 juta ton/tahun, dan untuk minyak biji bunga matahari sebesar 85 ribu ton/tahun atau 1.51% dari rerata volume ekspor dunia minyak biji bunga matahari sebesar 5.66 juta ton/tahun.

(8)

produksi. Dari sisi pasar, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengembangkan industri kelapa sawit. Selain pasar domestik, permintaan minyak kelapa sawit dan produk turunannya diperkirakan akan terus meningkat, baik untuk pangan maupun non pangan seiiring tren harga minyak bumi yang meningkat. Perkembangan permintaan diperkirakan akan datang dari Cina, India, Uni Eropa dan Pakistan.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran kebijakan bagi pemerintah Indonesia dalam pengembangan industri kelapa sawit di masa depan, antara lain: (1) upaya peningkatan produksi minyak kelapa sawit Indonesia melalui ekstensifikasi dan intensifikasi usaha di sektor hulu perlu dibarengi oleh peningkatan penyerapan pasar domestik dan stabilitas nilai tukar Rupiah. Selain menjamin pemasaran hasil produksi, peningkatan penyerapan pasar domestik menunjang stabilitas harga minyak kelapa sawit Indonesia. Stabilitas nilai tukar Rupiah diharapkan dapat menekan fluktuasi harga minyak kelapa sawit di dalam negeri yang akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan antara produksi, serapan pasar domestik dan volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia, (2) mendukung upaya peningkatan penyerapan pasar domestik, kebijakan pemerintah Indonesia disarankan lebih ditujukan kepada pengaturan harga di tingkat konsumen akhir (misal: subsidi harga minyak goreng dan harga biodiesel kelapa sawit) maupun kebijakan yang mendorong peningkatan konsumsi lainnya (misal: penerapan domestic market obligation/DMO), dan (3) Indonesia perlu menyusun grand design industri kelapa sawitnya dalam jangka panjang mengingat: (a) kelapa sawit sebagai komoditi perkebunan dengan adaptasi penawaran terhadap permintaan yang lebih lambat dibandingkan dengan minyak nabati dari kelompok seed oils; (b) di pasar dunia minyak nabati, minyak kelapa sawit Indonesia bersaing dengan minyak kelapa sawit dari negara eksportir lainnya maupun dengan minyak nabati lainnya dan menempatkan Indonesia sebagai price given; (c) harga dunia minyak kelapa sawit relatif lebih peka terhadap perubahan ekspor dibandingkan tiga minyak nabati lainnya (ket: kenaikan ekspor dunia menyebabkan penurunan harga dunia yang lebih besar dibandingkan tiga minyak nabati lainnya), dan (d) keseimbangan antara produksi, serapan pasar domestik dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia menunjang stabilitas harga yang pada akhirnya menentukan kesejahteraan produsen maupun masyarakat selaku konsumen akhir minyak kelapa sawit.

(9)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(10)

AMBAR KURNIAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

(Dosen Departemen Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang:

Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS

(Dosen Departemen Ilmu Manajemen,

(12)

Nomor Pokok : H353070021

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(13)

dengan rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini dibuat

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program

studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini membahas tentang Analisis Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan

Minyak Bumi dalam Perdagangan Dunia Minyak Nabati.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.

Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. dan Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing atas saran, masukan, dan bimbingan selama penulis

menyelesaikan tulisan ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur dan manajemen

Pusat Penelitian Kelapa Sawit, rekan-rekan mahasiswa EPN serta pihak-pihak lain

yang telah banyak memberikan saran, motivasi dan bantuan selama penulis

menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih penulis sampaikan

kepada keluarga tercinta atas doa dan dukungan moril yang selalu menyertai

penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Terakhir penulis

mengucapkan terima kasih kepada Wanti Fitrianti atas dorongan semangat dan

kesabarannya selama penulis menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan yang jauh dari kata sempurna

ini bermanfaat, khususnya bagi pembaca dan umumnya bagi seluruh masyarakat

perkebunan kelapa sawit Indonesia.

(14)

bapak S.Y. Giran Purworahardjo dan ibu Purbatini. Penulis merupakan anak

kelima dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari pendidikan dasar

di SD Tantina Jatiluhur tahun 1986 sampai tahun 1991. Pendidikan selanjutnya

penulis laksanakan di SMP Negeri 3 Purwakarta tahun 1991 sampai tahun 1994,

dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Purwakarta tahun 1994

hingga tahun 1997. Di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa

program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus di

tahun 2001.

Penulis bekerja di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan mulai November

2001 hingga saat ini. Pada tahun 2007 penulis meneruskan pendidikan pada

program Magister Sains, program studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah

(15)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxiv

DAFTAR LAMPIRAN .. ... xxvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

1.5. Keterbatasan Penelitian ... 5

II TINJAUAN MINYAK HANATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA ... 7

2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia ... 7

2.2. Tinjauan Umum Minyak Kelapa Sawit Indonesia ... 9

2.2.1. Minyak Nabati Pesaing Utama Minyak Kelapa Sawit ... 9

2.2.2. Minyak Kelapa Sawit dan Perekonomian Indonesia .... 12

III TINJAUAN TEORI DAN STUDI TERDAHULU ... 19

3.1. Teori Perdagangan Internasional ... 19

3.1.1. Kebijakan Pajak Ekspor... 21

3.1.2. Kebijakan Tarif Impor ... 22

3.1.3. Kebijakan Nilai Tukar Mata Uang ... 23

3.2. Model Ekonomi Ekspor, Impor dan Harga Dunia... 24

3.2.1. Ekspor ... 24

3.2.2. Impor... 27

3.2.3. Harga Dunia... 29

3.3. Metode Estimasi Parameter ... 30

(16)

3.4.2. Studi Tentang Kaitan Antara Harga Minyak Kelapa Sawit, Kebijakan Domestik dan Keragaan Industri

Kelapa Sawit di Indonesia ... 40

3.4.3. Arah Pengembangan Studi Terdahulu dalam Penelitian ... 43

IV PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS ... 45

4.1. Perumusan Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan MInyak Bumi dalam Perdagangan Dunia Minyak Nabati ... 45

4.1.1. Persamaan Ekspor Minyak Kelapa Sawit... 50

4.1.1.1. Produksi, Ekspor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit Indonesia ... 50

4.1.1.1.1. Luas Areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan Indonesia.... 50

4.1.1.1.2. Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia ... 52

4.1.1.1.3. Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia ... 54

4.1.1.1.4. Ekspor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit Indonesia.. 55

4.1.1.2. Ekspor Minyak Kelapa Sawit Malaysia ... 56

4.1.1.3. Total Ekspor Minyak Kelapa Sawit Dunia .... 57

4.1.2. Persamaan Impor Minyak Kelapa Sawit ... 57

4.1.2.1. Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit China ... 57

4.1.2.2. Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit EU-15 ... 58

4.1.2.3. Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit India... 59

4.1.2.4. Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit Pakistan ... 60

4.1.2.1. Total Impor Minyak Kelapa Sawit Dunia ... 61

4.1.3. Harga Minyak Kelapa Sawit... 61

(17)

Malaysia ... 62

4.1.3.4. Harga Domestik Minyak Kelapa Sawit Indonesia ... 62

4.1.3.5. Harga Impor Minyak Kelapa Sawit China... 63

4.1.3.6. Harga Impor Minyak Kelapa Sawit EU-15.... 63

4.1.3.7. Harga Impor Minyak Kelapa Sawit India ... 63

4.1.3.8. Harga Impor Minyak Kelapa Sawit Pakistan ... 64

4.1.4. Persamaan Ekspor Minyak Kedelai... 64

4.1.4.1. Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Argentina... 64

4.1.4.2. Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Brasil ... 65

4.1.4.3. Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Amerika Serikat... 67

4.1.4.4. Total Ekspor Minyak Kedelai Dunia ... 68

4.1.5. Persamaan Impor Minyak Kedelai ... 68

4.1.5.1. Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai China ... 68

4.1.5.2. Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai EU-15 ... 69

4.1.5.3. Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai India .. 70

4.1.5.4. Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai Iran.... 70

4.1.5.5. Total Impor Minyak Kedelai Dunia ... 71

4.1.6. Harga Minyak Kedelai... 71

4.1.6.1. Harga Dunia Minyak Kedelai ... 72

4.1.6.2. Harga Ekspor Minyak Kedelai Argentina ... 72

4.1.6.3. Harga Ekspor Minyak Kedelai Brasil ... 72

4.1.6.4. Harga Ekspor Minyak Kedelai Amerika Serikat... 73

4.1.6.5. Harga Impor Minyak Kedelai China ... 73

4.1.6.6. Harga Impor Minyak Kedelai EU-15... 74

(18)

4.1.6.11. Harga Domestik Minyak Kedelai Amerika

Serikat... 75

4.1.7. Persamaan Ekspor Minyak Rapeseed ... 76

4.1.7.1. Ekspor dan Konsumsi Minyak Rapeseed Kanada... 76

4.1.7.2. Ekspor dan Konsumsi Minyak Rapeseed Amerika Serikat... 77

4.1.7.3. Total Ekspor Minyak Rapeseed Dunia... 78

4.1.8. Persamaan Impor Minyak Rapeseed ... 78

4.1.8.1. Impor Minyak Rapeseed Amerika Serikat ... 78

4.1.8.2. Impor dan Konsumsi Minyak Rapeseed EU-15 ... 79

4.1.8.3. Impor dan Konsumsi Minyak Rapeseed China ... 79

4.1.8.4. Total Impor Minyak Rapeseed Dunia ... 80

4.1.9. Harga Minyak Rapeseed... 80

4.1.9.1. Harga Dunia Minyak Rapeseed... 81

4.1.9.2. Harga Ekspor Minyak Rapeseed Kanada... 81

4.1.9.3. Harga Ekspor Minyak Rapeseed Amerika Serikat... 81

4.1.9.3. Harga Impor Minyak Rapeseed Amerika Serikat... 82

4.1.9.5. Harga Impor Minyak Rapeseed EU-15... 82

4.1.9.6. Harga Impor Minyak Rapeseed China ... 82

4.1.9.7. Harga Domestik Minyak Rapeseed Kanada.. 83

4.1.9.7. Harga Domestik Minyak Rapeseed Amerika Serikat... 83

4.1.10. Persamaan Ekspor Minyak Biji Bunga Matahari ... 83

4.1.10.1. Ekspor dan Konsumsi Minyak Biji Bunga Matahari Argentina ... 84

(19)

4.1.11.2. Impor dan Konsumsi Minyak Biji Bunga

Matahari Mesir ... 86

4.1.11.3. Impor dan Konsumsi Minyak Biji Bunga Matahari Iran ... 87

4.1.11.4. Total Impor Minyak Biji Bunga Matahari Dunia ... 88

4.1.12. Harga Minyak Biji Bunga Matahari ... 88

4.1.12.1. Harga Dunia Minyak Biji Bunga Matahari .... 88

4.1.12.2. Harga Ekspor Minyak Biji Bunga Matahari Argentina ... 89

4.1.12.3. Harga Impor Minyak Biji Bunga Matahari EU-15 ... 89

4.1.12.4. Harga Impor Minyak Biji Bunga Matahari Mesir... 90

4.1.12.5. Harga Impor Minyak Biji Bunga Matahari Iran ... 90

4.1.12.6. Harga Domestik Minyak Biji Bunga Matahari Argentina ... 90

4.2. Identifikasi Model ... 91

4.3. Metode Estimasi dan Validasi Model... 91

4.4. Jenis dan Sumber Data ... 92

4.5. Simulasi Faktor Eksternal dan Kebijakan Perdagangan... 92

V KERAGAAN PASAR DUNIA MINYAK NABATI... 95

5.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia ... 95

5.2. Keragaan Minyak Kelapa Sawit Dunia ... 97

5.2.1. Ekspor Minyak Kelapa Sawit ... 97

5.2.1.1. Ekspor, Konsumsi dan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia ... 97

5.2.1.2. Ekspor Minyak Kelapa Sawit Malaysia ... 105

5.2.2. Impor Minyak Kelapa Sawit... 107

(20)

Sawit India... 110

5.2.2.4. Impor dan Konsumsi Minyak Kelapa Sawit Pakistan ... 112

5.2.3. Harga Minyak Kelapa Sawit... 113

5.3. Keragaan Minyak Kedelai Dunia ... 117

5.3.1. Ekspor Minyak Kedelai ... 118

5.3.1.1. Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Argentina... 118

5.3.1.2. Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Brasil ... 119

5.3.1.3. Ekspor dan Konsumsi Minyak Kedelai Amerika Serikat... 121

5.3.2. Impor Minyak Kedelai... 122

5.3.2.1. Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai China ... 122

5.3.2.2. Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai EU-15 ... 123

5.3.2.3. Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai India .. 125

5.3.2.4. Impor dan Konsumsi Minyak Kedelai Iran.... 126

5.3.3. Harga Minyak Kedelai... 127

5.4. Keragaan Minyak Rapeseed Dunia ... 130

5.4.1. Ekspor Minyak Rapeseed ... 131

5.4.1.1. Ekspor dan Konsumsi Minyak Rapeseed Kanada... 131

5.4.1.2. Ekspor dan Konsumsi Minyak Rapeseed Amerika Serikat... 133

5.4.2. Impor Minyak Rapeseed... 134

5.4.2.1. Impor dan Konsumsi Minyak Rapeseed Amerika Serikat... 134

5.4.2.2. Impor dan Konsumsi Minyak Rapeseed EU-15 ... 135

5.4.2.3. Impor dan Konsumsi Minyak Rapeseed China ... 137

(21)

5.5.2. Impor Minyak Biji Bunga Matahari ... 142

5.5.2.1. Impor dan Konsumsi Minyak Biji Bunga Matahari EU-15... 142

5.5.2.2. Impor dan Konsumsi Minyak Biji Bunga Matahari Mesir ... 144

5.5.2.3. Impor dan Konsumsi Minyak Biji Bunga Matahari Iran ... 146

5.5.3. Harga Minyak Biji Bunga Matahari ... 147

VI RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA ... 149

6.1. Ramalan Harga Minyak Nabati di Pasar Dunia... 149

6.2. Ramalan Keragaan Industri Kelapa Sawit Indonesia ... 154

6.3. Dampak Perubahan Faktor Eksternal dan Kebijakan Perdagangan... 159

VII KESIMPULAN DAN SARAN... 167

7.1. Kesimpulan... 167

7.2. Saran Kebijakan... 170

7.3. Saran Penelitian Lanjutan... 171

DAFTAR PUSTAKA ... 173

(22)

Nomor Halaman

1. Negara Eksportir dan Negara Importir Minyak Nabati dalam Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi

dalam Perdagangan Dunia Minyak Nabati ... .... 6

2. Perkembangan Konsumsi Dunia 9 Minyak Nabati Utama

untuk Pangan dan Non-Pangan dan Konsumsi Dunia Minyak

Bumi, Tahun 1997-2008 ... 9

3. Rekapitulasi Persamaan dalam Model Keterkatan Harga

Minyak Nabati dan Minyak Bumi dalam Perdagangan Dunia Minyak Nabati menurut Negara dan Kelompok Minyak

Nabati... 48

4. Skenario Simulasi Faktor Eksternal dan Kebijakan

Perdagangan... 93

5. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor, Konsumsi

Domestik, Luas Areal dan Produktivitas Tanaman Kelapa

Sawit Menghasilkan Indonesia, Tahun 1980-2008... ... 98

6. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor Minyak Kelapa

Sawit Malaysia, Tahun 1980-2008 . ... 106

7. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Kelapa Sawit China, Tahun 1980-2008 . ... 108

8. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Kelapa Sawit EU-15, Tahun 1980-2008 . ... 109

9. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Kelapa Sawit India, Tahun 1980-2008.. . ... 111

10. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Kelapa Sawit Pakistan Tahun 1980-2008.. ... .. 113

11. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Dunia, Harga

Ekspor dan Harga Domestik Negara Eksportir serta Harga Impor Negara Importir Minyak Kelapa Sawit, Tahun

1980-2008.. ... 114

12. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor dan Konsumsi

(23)

Domestik Minyak Kedelai Amerika Serikat, Tahun

1980-2008... ... 121

15. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Kedelai China, Tahun 1980-2008... . ... 123

16. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Kedelai EU-15, Tahun 1980-2008.. .. ... 124

17. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Kedelai India, Tahun 1980-2008.... .. ... 125

18. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Kedelai Iran, Tahun 1980-2008... .. ... 127

19. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Dunia, Harga

Ekspor dan Harga Domestik Negara Eksportir serta Harga Impor Negara Importir Minyak Kedelai, Tahun

1980-2008.. . ... 128

20. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor dan Konsumsi

Domestik Minyak Rapeseed Kanada, Tahun 1980-2008... 132

21. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor dan Konsumsi Domestik Minyak Rapeseed Amerika Serikat, Tahun

1980-2008 ... ... 133

22. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor Minyak Rapeseed

Amerika Serikat, Tahun 1980-2008... ... 135

23. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Rapeseed EU-15, Tahun 1980-2008... .... .. .. 136

24. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Rapeseed China, Tahun 1980-2008... ... ... 137

25. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Dunia, Harga

Ekspor dan Harga Domestik Negara Eksportir serta Harga Impor Negara Importir Minyak Rapeseed, Tahun

(24)

27. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Biji Bunga Matahari EU-15, Tahun 1980-2008 ... 143

28. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Biji Bunga Matahari Mesir, Tahun 1980-2008 ... 145

29. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor dan Konsumsi

Minyak Biji Bunga Matahari Iran, Tahun 1980-2008 ... 146

30. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Dunia, Harga

Ekspor dan Harga Domestik Negara Eksportir serta Harga Impor Negara Importir Minyak Biji Bunga Matahari, Tahun

1980-2008 ... 148

31. Rerata Proyeksi Harga Riil Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Rapeseed, Minyak Biji Bunga Matahari dan

Minyak Bumi Di Pasar Dunia, Tahun 2012-2025 . ... 150

(25)

Nomor Halaman

1. Perkembangan Harga Dunia Minyak Bumi, Minyak Kelapa

Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Rapeseed dan Minyak Biji

Bunga Matahari, Tahun 1980-2008 ... ... 2

2. Bagan Struktur Pengelompokan Minyak Hayati di Pasar

Dunia ... ... 7

3. Perkembangan Luas Areal Perkebunan dan Areal Tanaman

Kelapa Sawit Menghasilkan di Indonesia, Tahun

1980-2008... 14

4. Perkembangan Share Kepemilikan Perkebunan Kelapa Sawit

di Indonesia menurut Pelaku Usaha, Tahun 1980-2008 ... 15

5. Perkembangan Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit

Menghasilkan menurut Pelaku Usaha dan Tingkat Nasional,

Tahun 1980-2008 ... 16

6. Mekanisme Perdagangan Dunia ... 20

7. Perbedaan Tingkat Konsumsi dan Produksi Pada Model

Standar Perdagangan ... ... 20

8. Pengaruh Ekspor dan Impor terhadap Permintaan dan

Penawaran Domestik.... ... 21

9. Dampak Pajak Ekspor terhadap Perdagangan Dunia.... ... 22

10. Dampak Tarif Impor terhadap Perdagangan Dunia. ... 23

11. Keseimbangan Harga oleh Kekuatan Penawaran dan

Permintaan... ... 30

12. Diagram Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak

Bumi dalam Perdagangan Dunia Minyak Nabati. ... 47

13. Pergerakan Harga Riil Minyak Bumi, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Rapeseed, Minyak Biji Bunga Matahari di Pasar Dunia Tahun 2003-2008 dan Ramalan

(26)

15. Neraca Perdagangan dan Harga Riil di Pasar Dunia Minyak Kelapa Sawit Tahun 1980-2008 dan Ramalan Tahun

2012-2025... 152

16. Neraca Perdagangan dan Harga Riil di Pasar Dunia Minyak

Kedelai Tahun 1980-2008 dan Ramalan Tahun

2012-2025... 153

17. Neraca Perdagangan dan Harga Riil di Pasar Dunia Minyak Rapeseed Tahun 1980-2008 dan Ramalan Tahun

2012-2025... 153

18. Neraca Perdagangan dan Harga Riil di Pasar Dunia Minyak Biji Bunga Matahari Tahun 1980-2008 dan Ramalan Tahun

2012-2025 ... 154

19. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit dan Luas

Areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan PBN Tahun

2003-2008 dan Ramalan Tahun 2012-2025 ... 155

20. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit dan Luas

Areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan PBS Tahun

2003-2008 dan Ramalan Tahun 2012-2025 ... 155

21. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit dan Luas

Areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan PR Tahun

2003-2008 dan Ramalan Tahun 2012-2025 ... 156

22. Perkembangan Produktivitas Areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan PBN, PBS, PR dan Tingkat Nasional Tahun

2003-2008 dan Ramalan Tahun 2012-2025 ... 157

23. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Konsumsi Domestik

Minyak Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2003-2008 dan

(27)

Nomor Halaman

1. Jenis-jenis Minyak Hayati dan Penggunaannya dalam

Kehidupan Sehari-hari ... 179

2. Perkembangan Produksi dan Share Masing-masing Minyak di

Pasar Dunia Minyak Hayati, Tahun 2003-2008 ... 180

3. Perkembangan Share Volume Perdagangan Dunia Minyak

Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Rapeseed dan Minyak Biji Bunga Matahari terhadap Total Ekspor dan Impor di Pasar

Dunia Minyak Hayati, Tahun 2003-2008 ... 181

4. Rekapitulasi Lima Besar Negara Produsen, Negara Eksportir dan Negara Importir Utama Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Rapeseed dan Minyak Biji Bunga Matahari

di Pasar Dunia, Tahun 2005-2008 ... ... 182

5. Data Dasar Model Perdagangan Dunia Minyak Nabati, Tahun

1980-2008 ... 186

6. Program Estimasi Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati

dan Minyak Bumi di Pasar Dunia ... 202

7. Hasil Estimasi Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati

Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia ... 205

8. Program Validasi Historis Model Keterkaitan Harga Minyak

Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia ... ... 286

9. Hasil Validasi Historis Model Keterkaitan Harga Minyak

Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia ... 291

10. Program Peramalan Variabel Eksogen dan Peramalan Tahap

Awal Varibel Endogen dalam Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia, Tahun

2012-2025 ... 300

11. Hasil Peramalan Variabel Eksogen dan Peramalan Tahap Awal

Varibel Endogen dalam Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia, Tahun

(28)

13. Hasil Simulasi Dasar dan Peramalan Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia, Tahun

2012-2025 ... 321

14. Program Simulasi Penghapusan Pajak Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia terhadap Hasil Peramalan Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia,

Tahun 2012-2025 (Skenario 7) ... 328

14. Hasil Simulasi Penghapusan Pajak Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia terhadap Hasil Peramalan Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi di Pasar Dunia,

(29)

1.1 Latar Belakang

Minyak kelapa sawit (ket: ekuivalen minyak kasar kelapa sawit/ ✁✂ ✄☎

✆✝ ✞✟ ✠ ✡✞) bersama dengan minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji

bunga matahari merupakan empat minyak utama yang diproduksi dan diperdagangkan di pasar dunia minyak nabati (☎☛☎v ✝ ☞ ✞☎t ✠ ✡✞s ) maupun di pasar

dunia minyak hayati (☎ ✄✡☞ ✞☎ ✠✡✞s ✝✌ ✄ ✍✝✎s). Di pasar dunia minyak hayati,

diperdagangkan 13 jenis minyak nabati (☎☛☎v ✝☞ ✞☎t ✠ ✡✞s ) dan empat jenis minyak

hewani (✠ ✡✞ ✝✌✄ ✍✝✎s). Perincian jenis minyak hayati dan penggunaannya dalam

kehidupan sehari-hari disajikan pada Lampiran 1. ✏✑✝✁☎ keempat jenis minyak

nabati di atas terhadap total produksi dunia minyak hayati tahun 2003-2008

sekitar 67%, sedangkan ✒✑ ✝✁☎ terhadap volume perdagangan dunia sekitar 81%

(Oil World, 2011).

Produksi minyak nabati secara umum ditujukan untuk keperluan pangan,

sebagian lainnya digunakan untuk keperluan non pangan (ket: khususnya industri oleokimia dan biodiesel) dan sisanya digunakan sebagai pakan ternak. Secara

kimiawi, minyak nabati memiliki persamaan utama yaitu memiliki t✁✡☛ ✞✡✒☎ ✁✡✄✝

dengan asam lemak yang terikat pada lengan-lengannya. Mengingat komposisi yang serupa, maka baik untuk keperluan pangan maupun non pangan, antar

minyak nabati dapat saling bersubstitusi. Selain itu, di pasar dunia terjadi persaingan antar negara produsen untuk satu jenis minyak yang sama. Sebagai

(30)

peningkatan penggunaan non pangan dalam 13 tahun terakhir, rasio penggunaan

minyak nabati saat ini berkisar 75:20:5. Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan penggunaan biodiesel maupun sebagai subsitusi bahan dasar industri

oleokimia yang awalnya berbasis minyak bumi (AOCS, 2011).

Terkait hal di atas, maka dalam perdagangan dunia minyak nabati selain terjadi persaingan antar jenis minyak nabati, pembentukan harga dunia minyak

nabati diduga memiliki keterkaitan dengan harga dunia minyak bumi/✓✔ ✕✖ ✗ ✘✙✚.

Kaitan tersebut terlihat dari pola pergerakan harga minyak nabati dan harga

minyak bumi yang relatif sama, khususnya sejak tahun 2003. Pola pergerakan harga empat minyak nabati utama dan harga minyak bumi di pasar dunia tahun 1980-2008 seperti disajikan pada Gambar 1.

Sumber: Oil World, 2011 dan IMF 2011, diolah

Gambar 1. Perkembangan Harga Dunia Minyak Bumi, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Rapeseed dan Minyak Biji Bunga Matahari, Tahun 1980-2008

1.2 Rumusan Masalah

Sifat minyak bumi yang ✛✘✛-✔ ✗✛✗w✜✢✚ ✗ dan peningkatan populasi dunia

telah mendorong pemakaian minyak nabati sebagai salah satu sumber energi

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1 9 8 0 1 9 8 1 1 9 8 2 1 9 8 3 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 0 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 M in y ak N ab at i: U S D /m et ri c to n c if R o tt er da m M in y ak B u m i: U S d/ ba rr el f o b U K B re nt

[image:30.595.89.483.387.603.2]
(31)

alternatif maupun sebagai substitusi bahan dasar industri oleokimia yang awalnya

berbasis minyak bumi. Meskipun ✣ ✤✥ ✤✦ ✧★ ✤w , namun keterbatasan volume

produksi dunia dan pemenuhan kebutuhan sektor pangan merupakan kendala

utama dalam pemakaian minyak nabati sebagai subsitusi minyak bumi di masa depan. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan dikaji permasalahan pertama yaitu: bagaimana keterkaitan harga minyak nabati dan minyak bumi dalam

perdagangan dunia minyak nabati secara simultan dan bagaimana pengaruhnya terhadap perdagangan dunia minyak nabati. Permasalahan penelitian difokuskan

kepada empat minyak nabati utama, yaitu: minyak kelapa sawit (ket: setara minyak kasar kelapa sawit), minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji bunga matahari. Penggunaan istilah minyak nabati dalam penelitian ini

selanjutnya menunjukkan empat minyak nabati utama di atas.

Diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara produsen utama minyak kelapa sawit dan kelapa sawit telah menjadi komoditas strategis bagi

perekonomian Indonesia. Oleh karena itu mucul permasalahan kedua berupa: bagaimana pengaruh keterkaitan harga minyak nabati dan minyak bumi dalam

perdagangan dunia minyak nabati terhadap produksi, penawaran domestik, konsumsi dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji keterkaitan harga minyak nabati dan harga minyak bumi dalam perdagangan dunia minyak nabati secara

(32)

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengkaji keterkaitan harga dunia minyak bumi dan harga minyak nabati di pasar dunia secara simultan.

2. Melakukan peramalan harga riil dunia minyak bumi, harga riil minyak nabati di pasar dunia dan harga riil di pasar domestik, serta keragaan industri minyak kelapa sawit Indonesia, khususnya produksi, konsumsi dan ekspor minyak

kelapa sawit Indonesia untuk periode tahun 2012-2025.

3. Mengkaji dampak perubahan faktor eksternal dan kebijakan perdagangan oleh

negara eksportir dan negara importir utama minyak nabati terhadap perdagangan dunia minyak nabati, dan khususnya terhadap produksi, konsumsi dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.

4. Merumusan arah kebijakan pengembangan industri kelapa sawit Indonesia di masa depan.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Mengacu kepada latar belakang, permasalahan dan tujuan maka ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini menekankan kepada pemahaman perilaku harga minyak nabati, khususnya terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan harga di pasar dunia, termasuk keterkaitannya dengan harga

dunia minyak bumi.

2. Penelitian ini juga melakukan kajian dampak perubahan faktor eksternal dan

(33)

terhadap produksi, penawaran domestik, konsumsi dan ekspor minyak kelapa

sawit Indonesia.

3. Mengacu kepada hasil dua kajian di atas, maka akhir dari penelitian ini adalah

menyusun rumusan arah kebijakan pengembangan industri kelapa sawit Indonesia di masa depan.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:

1. Sesuai dengan Shamsudin dan Fatimah (1999), pembentukan harga minyak

hayati merupakan hasil interaksi antara kekuatan pasar, kekuatan non pasar, dan hambatan perdagangan. Namun, penelitian ini lebih menekankan kepada faktor-faktor yang menjadi kekuatan pasar (variabel yang terukur) dan

hambatan perdagangan.

2. Hambatan perdagangan dibatasi pada hambatan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah negara eksportir utama dan negara importir utama minyak nabati.

Khusus Indonesia, selain kebijakan hambatan perdagangan akan dikaji beberapa kebijakan pemerintah yang bersifat mendorong produksi.

3. Dalam mencapai tujuan penelian maka dibangun model keterkaitan harga minyak nabati dan harga minyak bumi di pasar dunia. Minyak nabati yang dipilih dalam penelitian ini adalah minyak kelapa sawit, minyak kedelai,

minyak rapeseed dan minyak biji bunga matahari. Pemilihan didasarkan kepada variasi penggunaan yang sama antar minyak nabati, volume

(34)

kepada nilai persentase penggunaan non-pangan minyak nabati terhadap

konsumsi dunia minyak bumi yang kurang dari 1%.

4. Pendekatan dalam model dilakukan secara horisontal dan tidak membahas

secara mendalam atau vertikal setiap minyak nabati dan setiap negara eksportir maupun negara importir, seperti permasalahan sektor hulu (luas areal, produktivitas, produksi) dan sektor hilir (produk turunan, konsumsi) dan

kebijakan yang bersifat spesifik pada setiap negara.

5. Negara eksportir dan negara importir minyak nabati yang digunakan dalam

penelitian ini seperti disajikan pada Tabel 1. Pemilihan negara eksportir didasarkan kepada✩ ✪ ✫✬ ✭ volume ekspor suatu negara terhadap volume ekspor

dunia dan negara tersebut harus merupakan negara produsen, sedangkan

pemilihan negara importir didasarkan kepada ✩✪✫✬ ✭ volume impor suatu

negara terhadap volume impor dunia seperti disajikan pada Lampiran 4.

Tabel 1. Negara Eksportir dan Negara Importir Minyak Nabati dalam Model Keterkaitan Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi dalam Perdagangan Dunia Minyak Nabati

Komoditas Negara Eksportir Negara Importir

Minyak kelapa sawit

Indonesia China

Malaysia EU-15

- India

- Pakistan

Minyak kedelai

Argentina China

Brasil India

Amerika Serikat EU-15

- Iran

Minyak rapeseed

Kanada Amerika Serikat

Amerika Serikat EU-15

- China

Minyak biji bunga matahari

Argentina EU-15

- India

- Iran

- Mesir

[image:34.595.83.489.489.703.2]
(35)

2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia

Minyak nabati (v✮✯✮t✰ ✱✲✮ ✳ ✴✲s ) dan minyak hewani (✳✴✲ ✰✵✶ ✷✰✸s)

merupakan bagian dari minyak hayati (✮✶✴✱✲✮✳ ✴✲ ✰ ✵✶ ✷✰✸s). Di pasar dunia minyak

nabati diperdagangkan 13 jenis minyak nabati, sedangkan di pasar dunia minyak hewani dipasarkan empat jenis minyak. Bagan struktur pengelompokan minyak

hayati di pasar dunia menurut sumber minyak seperti disajikan pada Gambar 2.

Sumber: Oil World, 2008

Gambar 2. Bagan Struktur Pengelompokan Minyak Hayati di Pasar Dunia

Minyak kelapa sawit (ket: ekuivalen minyak mentah kelapa sawit/✹✺ ✻✶ ✮

✼ ✰✲ ✽ ✳ ✴✲), minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji bunga matahari

merupakan empat minyak utama yang diproduksi dan diperdagangkan di pasar

dunia minyak nabati maupun di pasar dunia minyak hayati (Lampiran 2 dan Minyak Hayati

(17Edible Oils & Fats)

13 Minyak Nabati

(Vegetable Oils)

4 Minyak Hewani

(Oil & Fats)

• M. Ikan

Butter-Fat Basis

Lard

Tallow & Grease

10 Minyak Biji

(Seed oils)

• M. Kedelai • M. Rapeseed

• M. Bj. Bng. Matahari • M. Inti Sawit

• M. Kapas • M. Kacang Tanah • M. Linseed • M.Castor • M. Wijen • M. Kelapa

3 Minyak lainnya:

[image:35.595.121.511.312.573.2]
(36)

Lampiran 3). Share keempat jenis minyak tersebut terhadap total produksi dunia

minyak hayati tahun 2003-2008 sekitar 67% dan share terhadap volume

perdagangan dunia sekitar 81% dengan tren yang meningkat berkisar

1%-1.5%/tahun (Oil World, 2011). Minyak kelapa sawit merupakan minyak terbesar yang diproduksi maupun diperdagangkan, diikuti oleh minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji bunga matahari. Negara produsen, eksportir dan importir

utama minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak biji bunga matahari disajikan pada Lampiran 4.

Produksi minyak nabati secara umum ditujukan untuk keperluan pangan, sebagian lainnya digunakan untuk keperluan non pangan (khususnya industri oleokimia dan biodiesel) dan sisanya digunakan sebagai pakan ternak. Di era

tahun 1980-an rasio penggunaan minyak nabati untuk pangan, non pangan dan pakan ternak berkisar 80:14:6. Seiring peningkatan penggunaan non pangan dalam 13 tahun terakhir, rasio penggunaan minyak nabati saat ini berkisar

75:20:5. Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan penggunaan biodiesel maupun sebagai subsitusi bahan dasar industri oleokimia berbasis minyak bumi

(AOCS, 2011). Perkembangan konsumsi dunia 9 minyak nabati utama untuk pangan dan non-pangan dan konsumsi dunia minyak bumi tahun 1997-2008 disajikan pada Tabel 2.

Permintaan untuk pangan ditentukan oleh populasi dan konsumsi perkapita. Konsumsi perkapita antara lain ditentukan oleh daya beli (ket: secara

(37)

kemajuan teknologi (Buana, 2004). Selain minyak, dalam proses produksi

umumnya menghasilkan produk ikutan non minyak (conjoint product) seperti

bungkil (meal) maupun pemanfaatan sisa tanaman yang digunakan sebagai pakan

ternak.

Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Dunia 9 Minyak Nabati Utama untuk Pangan dan Non-Pangan dan Konsumsi Dunia Minyak Bumi, Tahun 1997-2008

Tahun

Konsumsi Dunia Minyak

Bumi (juta ton)

Konsumsi Dunia 9 Minyak Nabati Utama

(juta ton)

Persentase Non-Pangan

thd Total Konsumsi

Minyak Nabati

Persentase Non-Pangan

thd Konsumsi

Dunia Minyak

Bumi Pangan Non-Pangan Total

1997 3432.8 66.4 7.4 73.8 10.03% 0.22% 1998 3448.0 70.7 7.9 78.6 10.05% 0.23% 1999 3521.5 74.4 8.5 82.9 10.25% 0.24% 2000 3562.1 78.7 10.1 88.8 11.37% 0.28% 2001 3581.3 80.3 10.9 91.2 11.95% 0.30% 2002 3615.2 83.1 12.2 95.3 12.80% 0.34% 2003 3685.8 87.0 13.8 100.8 13.69% 0.37% 2004 3828.1 91.5 16.7 108.2 15.43% 0.44% 2005 3877.8 94.4 20.6 115.0 17.91% 0.53% 2006 3916.2 96.0 23.7 119.7 19.80% 0.61% 2007 3969.5 99.1 26.7 125.8 21.22% 0.67% 2008 3959.9 101.9 28.4 130.3 21.80% 0.72%

Sumber: AOCS, 2011 dan BP Statistical Review of World Energy, 2010, diolah

Keterangan: 9 minyak nabati utama meliputi: minyak rapeseed, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, minyak kelapa sawit, minyak kapas, minyak kelapa, minyak inti kelapa sawit, minyak kacang tanah dan minyak zaitun.

2.2. Tinjauan Umum Minyak Kelapa Sawit Indonesia 2.2.1. Minyak Nabati Pesaing Utama Minyak Kelapa Sawit

Minyak nabati pesaing utama minyak kelapa sawit didefinisikan sebagai jenis minyak nabati yang mempunyai: (1) variasi penggunaan yang sama dalam

kehidupan sehari-hari, termasuk dapat bersubsitusi dengan minyak bumi, dan (2) diproduksi serta diperdagangkan dalam jumlah besar di pasar dunia. Berdasarkan

[image:37.595.113.511.201.481.2]
(38)

utama minyak kelapa sawit adalah minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak

biji bunga matahari. Rekapitulasi lima besar negara produsen, negara eksportir dan negara importir untuk keempat jenis minyak tersebut periode tahun

2005-2008 seperti disajikan pada Lampiran 4.

Dari aspek produksi, kelapa sawit memiliki memiliki keunggulan kompetitif berupa penghasil minyak dengan produktivitas tertinggi yaitu ±3.5 ton

minyak kelapa sawit/ha areal tanaman menghasilkan/tahun, dibandingkan dengan ketiga jenis minyak pesaingnya yang memiliki produktivitas minyak berkisar

0.4-0.6 ton/ha/tahun (Buana, 2004). Dalam proses pengolahan buah kelapa sawit (TBS) menjadi minyak kelapa sawit kasar (CPO) juga dihasilkan produk ikutan berupa inti kelapa sawit yang jika diproses lebih lanjut akan dihasilkan minyak

inti kelapa sawit (palm kernel oil/PKO) dan bungkil inti kelapa sawit (palm kernel

meal). PKO dikategorikan sebagai minyak kelompok oilseed. Di kehidupan

sehari-hari, PKO merupakan sumber utama lauric oil seperti halnya minyak

kelapa yang sebagian besar digunakan pada industri oleokimia, dan bungkil (meal) umum digunakan sebagai pakan ternak yang kaya protein.

Sepertihalnya inti kelapa sawit, tiga jenis minyak pesaing utama minyak kelapa sawit termasuk pada kelompok seed oil. Pengolahan bahan baku menjadi

minyak pada kelompokseed oil dapat merupakan (a) hasil ikutan proses produksi

bungkil (meal), atau (b) mengolah minyak dengan hasil ikutan bungkil. Melalui

sistem produksi seperti ini maka biaya produksi dapat dibebankan antara kedua

jenis produk yang dihasilkan dalam porsi tertentu, bungkil dan minyak. Hal ini merupakan salah satu yang mendasari kelompok seed oil dapat bersaing dengan

(39)

Seperti halnya bungkil inti kelapa sawit, pemanfaatan bungkil umum digunakan

sebagai pakan ternak yang kaya protein. Harga bungkil dipengaruhi oleh permintaan pakan ternak, khususnya unggas dan ternak mamalia, sebagai efek

lanjutan dari peningkatan permintaan daging.

Dari aspek pasar, dalam hal ini karakteristik negara eksportir dan negara importir masing-masing minyak, secara umum untuk minyak kedelai, minyak

rapeseed dan minyak biji bunga matahari relatif memiliki persamaan yaitu: (1) di negara-negara eksportir, persentase volume ekspor terhadap produksi umumnya

dibawah persentase konsumsi (ket: kecuali minyak biji bunga matahari Argentina), dan (2) negara importir secara umum termasuk sebagai negara produsen dan impor dilakukan untuk menutupi kekurangan antara produksi

domestik dan konsumsi. Kondisi ini relatif berbeda dengan minyak kelapa sawit yang mana ekspor dunia sangat didominasi oleh Indonesia dan Malaysia dan persentasi konsumsi di kedua negara tersebut tidak lebih dari 25% dari total

produksi masing-masing negara.

Terkait dengan penggunaan keempat minyak nabati tersebut di atas

sebagai subsitusi minyak bumi dalam kehidupan sehari-hari, secara umum minyak rapeseed lebih banyak digunakan sumber bahan bakar alternatif, sedangkan minyak kedelai dan minyak kelapa sawit masih lebih banyak digunakan sebagai

subsitusi bahan baku industri oleokimia meskipun sebagian diantaranya digunakan sebagai biodiesel. Khusus minyak biji bunga matahari hanya

(40)

2.2.2. Minyak Kelapa Sawit dan Perekonomian Indonesia

Diketahui bahwa Indonesia merupakan negara produsen utama minyak kelapa sawit. Shareminyak kelapa sawit Indonesia terhadap total produksi dunia

minyak kelapa sawit tahun 2005-2008 berkisar 41.64%-44.67% dan share

terhadap total produksi dunia minyak hayati sekitar 10%-12.12%. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia memiliki tren meningkat sekitar 11.31%/tahun.

Dari sisi peruntukannya, sekitar 25% dari total produksi minyak kelapa sawit Indonesia digunakan untuk konsumsi dan selebihnya ditujukan untuk pasar ekspor

(Lampiran 4). Kondisi ini setidaknya menggambarkan industri kelapa sawit Indonesia sebagai berikut:

1. Shareminyak kelapa sawit Indonesia yang relatif kecil terhadap total produksi

dunia minyak hayati, menjadikan harga minyak kelapa sawit Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan harga minyak kelapa sawit dan harga minyak hayati lainnya di pasar dunia, dan tidak mengacu kepada besaran biaya

produksi yang telah dikeluarkan oleh pelaku usaha di Indonesia (Buana, 2004).

2. Serapan pasar domestik yang hanya sekitar 25% dari produksi domestik menyiratkan bahwa industri kelapa sawit Indonesia riskan terhadap munculnya gocangan pada serapan ekspor. Kondisi ini semakin memperkuat

pengaruh perkembangan harga dunia minyak kelapa sawit dan harga minyak nabati lainnya di pasar dunia dalam proses pembentukan harga minyak kelapa

(41)

cukup besar (seperti program Revitalisasi Perkebunan 2007-2010) tidak

berimpak negatif terhadap eksistensi dan keberlanjutan usaha itu sendiri. Kelapa sawit telah menjadi komoditas strategis di dalam perekonomian

Indonesia. Kelapa sawit dinilai sebagai salah satu komoditi unggulan perkebunan Indonesia yang memiliki fungsi sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan (Susila, 2004). Peran

strategis kelapa sawit bagi perekonomian Indonesia antara lain terkait dengan: 1. Sumber bahan pangan, khususnya di dalam pemenuhan kebutuhan minyak

goreng nasional. Sekitar 77% pasokan minyak goreng nasional yaitu 12.7 kg dari 16.5 kg perkapita/tahun berasal dari minyak kelapa sawit dengan tren yang akan terus meningkat (Jakarta Futures Exchange, 2008).

2. Komoditas ekspor unggulan dan penghasil devisa negara. Kelapa sawit dalam lima tahun terakhir termasuk kedalam 10 besar komoditi ekspor Indonesia dengan share yang terus meningkat dari 4% pada 2003 menjadi 6.9% di tahun

2007 (Deperindag, 2010).

3. Penyediaan lapangan kerja dan motor penggerak roda perekonomian. Di

dalam industri kelapa sawit diperlukan tenaga kerja sekitar 56 orang/100 ha, terdiri dari 33 orang di kebun, 3 di orang di pengolahan, 5 orang administrasi dan 15 di sektor jasa, terutama di sektor jasa angkutan (Pusat Penelitian

Kelapa Sawit, 2006). Di tahun 2008 luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia telah mencapai ±7 juta ha maka industri kelapa sawit setidaknya

telah menyerap 3.9 juta orang tenaga kerja denganmultiplier effectyang besar

(42)

4. Potensi bahan bakar alternatif berupa biodiesel kelapa sawit, antara lain

dijabarkan dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menyebutkan target penggunaan biofuel sebesar

5% dari total energi mix pada tahun 2025; dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel)

sebagai bahan bakar lain di Indonesia. Di masa depan, biodiesel kelapa sawit

memiliki prospek sebagai sumber utama energi terbarukan pengganti minyak bumi, baik untuk kebutuhan domestik maupun tujuan ekspor.

Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit dan luas areal tanaman kelapa

sawit menghasilkan Indonesia tahun 1980-2008 disajikan pada Gambar 3. Perkembangan

luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia tumbuh dengan cepat sejak 1980. Saat itu

pemerintah Indonesia giat mengembangkan tanaman ekspor perkebunan, selain

dilatarbelakangi oleh pencarian sumber minyak makan/minyak goreng pengganti minyak

kelapa yang diprediksi tidak akan mencukupi kebutuhan dalam negeri di masa depan

(PPKS, 2004).

Sumber: Ditjenbun, 2010, diolah

Gambar 3. Perkembangan Luas Areal Perkebunan dan Areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan di Indonesia, Tahun 1980-2008

0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 1 9 8 0 1 9 8 1 1 9 8 2 1 9 8 3 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 0 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 ri b u h a

(43)

Dukungan pemerintah Indonesia di awal-awal pengembangan kelapa sawit antara

lain melalui program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) baik PIR lokal maupun PIR khusus

pada 80an dan program KKPA pada tahun 90-an. Berdasarkan pelaku usaha, maka

pengembangan kelapa sawit di Indonesia dibagi kedalam tiga kelompok besar, yaitu:

Perkebunan Besar Milik Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan

Rakyat (PR). Perkembangan share kepemilikan perkebunan kelapa sawit untuk

masing-masing pelaku usaha tahun 1980-2008 disajikan pada Gambar 4.

Sumber: Ditjenbun, 2010, diolah

Gambar 4. Perkembangan Share Kepemilikan Perkebunan Kelapa Sawit di

Indonesia menurut Pelaku Usaha, Tahun 1980-2008

Seiiring dengan perluasan areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, telah

terjadi perubahan komposisisharekepemilikan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.Di

awal tahun 80-an, perkebunan besar milik negara (PBN) merupakan pelaku utama dengan share sebesar 67.74%, sedangkan perkebunan besar swasta (PBS) dan

perkebunan rakyat (PR) masing-masing sebesar 30.16% dan 2.10%. Namun, mulai pertengahan tahun 90an, perkebunan kelapa sawit Indonesia didominasi

oleh PBS dan PR. Di tahun 2008, share kepemilikan perkebunan kelapa sawit

(44)

PR. Perkembangan produktivitas tanaman kelapa sawit menghasilkan menurut pelaku

usaha dan tingkat nasional tahun1980-2008 disajikan pada Gambar 5.

Sumber: Ditjenbun, 2010, diolah

Gambar 5. Perkembangan Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan menurut Pelaku Usaha dan Tingkat Nasional, Tahun 1980-2008 Di Indonesia terdapat kecenderungan minat yang masih besar untuk terus mengembangkan kelapa sawit. Naiknya harga dunia minyak kelapa sawit mulai tahun 2002 setelah keterpurukan harga di tahun 2000-2001 disinyalir semakin

membawa respons positif seperti yang pernah terjadi di saat krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998-1999: pekebun melakukan ekspansi untuk meningkatkan

produksi, termasuk dengan menunda peremajaan tanaman tua. Salah satu wujud minat yang masih besar adalah pencanangan Revitalisasi Pertanian oleh pemerintah Indonesia pada Juni 2005 yang ditindaklanjuti dengan

dideklarasikannya Revitalisasi Perkebunan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang pengembangan perkebunan melalui

program revitalisasi perkebunan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.06/2006 tentang kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan. Pemerintah Indonesia menargetkan pengembangan perkebunan

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 1 9 8 0 1 9 8 1 1 9 8 2 1 9 8 3 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 0 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 to n C P O /h a TM /t ah u n

(45)

kelapa sawit rakyat di areal bukaan baru seluas 1.4 juta ha dan peremajaan

tanaman kelapa sawit rakyat seluas 125 ribu ha untuk periode 2007-2010 (Ditjenbun, 2008).

Mengacu uraian di atas, maka Indonesia memiliki kepentingan besar terhadap setiap perubahan harga minyak kelapa sawit dalam menjaga eksistensi dan keberlanjutan usaha industri kelapa sawit Indonesia di masa depan. Selain

perannya yang strategis bagi perekonomian Indonesia, kepentingan ini didasarkan kepada:

1. Selain mendapatkan given prices dan menghadapi resiko fluktuasi harga,

pelaku usaha kelapa sawit menghadapi kecenderungan peningkatan biaya produksi. Perolehan harga jual yang baik dan efisiensi biaya produksi menjadi

faktor kunci eksistensi usaha perkebunan kelapa sawit Indonesia di masa depan.

2. Di Indonesia, fluktuasi harga CPO ditransmisikan ke harga tandan buah segar

kelapa sawit (TBS) yang diterima oleh pekebun kelapa sawit di Indonesia. Di sisi lain perkebunan merupakancore businessindustri kelapa sawit Indonesia,

mengingat peran strategis kelapa sawit bagi perekonomian Indonesia tidak terlepas dari eksistensi perkebunan.

3. Menjamin eksistensi usaha industri kelapa sawit Indonesia sama artinya

dengan menjamin kelangsungan usaha hajat hidup orang banyak. Berdasarkan pelaku usaha, seiiring dengan perkembangan luas areal perkebunan kelapa

sawit di Indonesia telah terjadi perubahan komposisi share kepemilikan

(46)

sebesar 67.74%, sedangkan perkebunan besar swasta (PBS) dan perkebunan

rakyat (PR) masing-masing sebesar 30.16% dan 2.10%. Namun, mulai pertengahan tahun 90an, perkebunan kelapa sawit Indonesia didominasi oleh

PBS dan PR. Pada tahun 2008, share masing-masing pelaku usaha adalah

8.61% PBN, 49.90% PBS dan 41.43% PR. Namun, dihubungkan dengan potensi keragaan usaha masing-masing pelaku, khususnya dari aspek

pencapaian produktivitas lahan dan akses modal, maka eksistensi dan keberlanjutan usaha perkebunan kelapa sawit bagi pelaku usaha yang dengan

(47)

3.1. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional diyakini akan memberikan manfaat bagi semua pihak yang melakukan. Bahkan, perdagangan internasional yang mengarah

kepada perdagangan bebas akan lebih mendorong meluasnya permintaan, meningkatnya produksi dan pemakaian sumberdaya yang efisien (Smith, 1776

dalam Jhingan, 1975; Ricardo, 1917 dalam Jhingan, 1975). Menurut Ricardo, dengan asumsi the law of diminishing return dan persaingan sempurna, maka

suatu negara akan mengekspor barang-barang yang mempunyai keunggulan

komparatif dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah. Suatu negara mengimpor barang karena tidak mampu menghasilkan

barang yang lebih efisien dibandingkan negara lain atau lebih mahal.

Mekanisme terjadinya perdagangan internasional (ekspor-impor) muncul sebagai akibat adanya perbedaan keseimbangan permintaan dan permintaan di

antar negara. Kelebihan penawaran mendorong suatu negara untuk melakukan ekspor dan sebaliknya, kelebihan permintaan akan mendorong suatu negara untuk

melakukan impor (Gambar 6). Secara teoritis perdagangan internasional akan meningkatkan kesejahteraan suatu negara dibandingkan dengan negara tersebut tidak melakukan perdagangan, yaitu kombinasi konsumsi yang baru berada pada

kurva indeferen yang lebih tinggi (Gambar 7).

Adanya kegiatan ekspor dan impor tentunya akan mempengaruhi

(48)

merupakan penjumlahan dari konsumsi dalam negeri ditambah ekspor. Uraian

secara grafis seperti disajikan pada Gambar 8.

Sumber : Kindleberger (1993) dalam Purwanto (2002)

Gambar 6. Mekanisme Perdagangan Dunia

Sumber: Krugman and M. Obstfeld (2003)

Gambar 7. Perbedaan Tingkat Konsumsi dan Produksi Pada Model Standar Perdagangan

P P

P

Q Sb

Q Q

D

b D

e Se

Sa

Da Pb

Pw

Pa

Negara Importir Pasar Dunia Negara Eksportir

Qb1 Q

e

Pw Pw

Qb Qb2 Qa1 Qa Qa2

Produksi PakaianP

Produksi Pakaian

QC TT

Produksi Makanan

QF

Impor makanan

Q

Garis Isovalue

D

Kurva Indifference

(49)

Sumber : Hady (1998) dalam Purwanto (2002)

Gambar 8. Pengaruh Ekspor dan Impor terhadap Permintaan dan Penawaran Domestik

3.1.1. Kebijakan Pajak Ekspor

Pajak ekspor merupakan salah satu instrumen perdagangan yang umum diterapkan oleh negara berkembang dengan fungsi utama sebagai sumber

penerimaan pemerintah dari bukan pajak dalam APBN (fungsi budgeter). Disamping fungsi budgeter, pajak ekspor dapat digunakan sebagai fungsi regulator karena adanya kelangkaan produk-produk tertentu di dalam negeri,

misal akibat krisis ekonomi (Mulyono, 1999).

Pajak ekspor termasuk kedalam kelompok border intervention taxes.

Dalam perdagangan internasional dikenal tiga kelompok border intervention,

yaitu pajak (taxes), subsidi dan kuota. Dampak diterapkannya pajak ekspor

terhadap perdagangan dunia disajikan pada Gambar 9. Dampak dari

pemberlakukan dan kenaikan pajak ekspor (spesifik tarif) pada negara eksportir akan menyebabkan penurunan harga produk domestik dan harga ekspor,

penurunan produksi domestik dan volume ekspor, peningkatan konsumsi,

P

St

Dt

P2

P1

Q0 Q2

St1

Dt1

E2

Q1

Gambar

Gambar 1.Perkembangan Harga Dunia Minyak Bumi, Minyak Kelapa Sawit,Minyak Kedelai, Minyak Rapeseed dan Minyak Biji BungaMatahari, Tahun 1980-2008
Tabel 1.Negara Eksportir dan Negara Importir Minyak Nabati dalam ModelKeterkaitanHarga Minyak Nabatidan Minyak BumidalamPerdagangan Dunia Minyak Nabati
Gambar 2.Bagan Struktur Pengelompokan Minyak Hayati di Pasar Dunia
Tabel 2.Perkembangan Konsumsi Dunia 9 Minyak Nabati Utama untuk Pangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan Model 7-S McKinsey, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam penerapan transaksi non-tunai (non-cash) sebagai formulasi dan implementasi

PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 58 - A TAHUN 2 01 23. TENTANG PERLIN

Lingkungan kerja dalam penelitian ini diamati dari lingkungan fisik dan psikologis, dan berdasarkan analisis deskriptif dapat diketahui bahwa lingkungan fisik di Bagian

Pada penelitian ini akan dibuat karbon aktif dari kulit singkong untuk menurunkan logam berat pada air di Sungai Batang Ombilin menggunakan aktivator

Kerajaan perlu memberi subsidi kepada urusan perniagaan Melayu dan menubuhkan sekolah-sekolah perdagangan untuk melatih orang Melayu untuk membolehkan

Adapun kendala pelaksanaan grading system remunerasi pada BPR Konvensional di Sidoarjo adalah pemberian insentif yang diberlakukan BPR adalah sama terhadap semua karyawan

Hubungan jenis kelamin dengan outcome penderita yang dirawat di perawatan intensif anak tidak berbeda bermakna dengan nilai p = 0,159 untuk kejadian perdarahan

Sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bangli Tahun 2007