STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI DAERAH
BUDIDAYA KARANG HIAS PULAU PANGGANG,
KEPULAUAN SERIBU
DEAN NURFAJRIAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
ABSTRAK
DEAN NURFAJRIAH. Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. DIETRIECH G. BENGEN, DEA dan BEGINER SUBHAN, S.Pi, M.Si.
Echinodermata merupakan hewan yang sering dijumpai pada perairan intertidal terutama pada ekosistem terumbu. Filum ini terdiri dari 6.000 spesies, semuanya hidup di laut. Ciri-ciri yang menonjol adalah kulit yang berduri dan simetri radial. Filum ini dibagi dalam lima kelas, yaitu Crinoideaea, Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea, dan Holothuroidea. Dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui struktur dan sebaran komunitas jenis dari filum Echinodermata di daerah budidaya karang hias serta mengkaji asosiasi dari komunitas Echinodermata terhadap karakteristik habitat. Metode peneltian dilakukan dengan menggunakan metode modifikasi dari belt transek dengan menggunakan GPS untuk tracking area budidaya karang hias. Penelitian ini berhasil menemukan 12 jenis Echinodermata di daerah budidaya karang hias Pulau Panggang. Jenis yang ditemukan umumnya tersebar di tiga stasiun penelitian. Jumlah jenis tertinggi berasal dari kelas Echinoidea. Jenis yang dominan ditemukan di semua stasiun penelitian adalah Diadema setosum. Secara umum keanekaragaman jenis Echinodermata di daearah budidaya karang hias Pulau Panggang berada dalam kondisi rendah. Kecenderungan Echinodermata menempati daerah budidaya karang hias dapat disebabkan oleh faktor ketersediaan makanan maupun perlindungan yang diberikan oleh habitat tersebut.
Kata Kunci : Echinodermata, Keanekaragaman, Pulau Pangang
ABSTRACT
DEAN NURFAJRIAH. Community Structure of Echinoderms in Artificial Coral Transplantation at Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Supervised by Prof. Dr. Ir. DIETRIECH G. BENGEN, DEA dan BEGINER SUBHAN, S.Pi, M.Si.
Echinoderm is the animal commonly seen in intertidal zone, especially coral reef ecosystem. This phylum consists of 6.000 species, all of them live in the sea. The main characteristics are spiny-skinned and radial symmetry. Echinoderms consist of five classes, Crinoideaea, Ateroidea, Ophiuroidea, Echinoidea, and Holothuroidea. The aim of this research is to find out structure and community distribution of Echinoderms in artificial coral cultivation and to study association of Echinoderms community to habitat characteristic. Belt transect modified by GPS to track used to sample Echinoderms individu. The result shows that 12 species of Echinoderms are found study area, which spread out in three research station. The highest member of Echinoderm from are dominated by Echinoidea. Diadema setosum is commonly found in each station. In general, biodiversity of Echinoderms in this area is poor. Echinoderms prefer lives in artificial coral cultivation area. It is predicted food availability and protection that is given from its habitat.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan kan
STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI DAERAH
BUDIDAYA KARANG HIAS PULAU PANGGANG,
KEPULAUAN SERIBU
DEAN NURFAJRIAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu
Nama : Dean Nurfajriah NIM : C54100015
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA Pembimbing I
Beginer Subhan S.Pi, M.Si. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 ini ialah struktur komunitas, dengan judul Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA selaku dosen pembimbing pertama dan Beginer Subhan S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Hawis H Madduppa SPi, MSi selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah memberikan arahan, saran, dan nasihat.
3. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc selaku Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Dr. Ir. Henry M Manik, ST selaku ketua komisi pendidikan dan seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
4. Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di daerah budidaya karang hias.
5. Kedua orang tua H. Ade Fahruroji (Bapak) dan Hj. Aan Nuryamah (Mamah), Nufa Febriany dan Julio O. Shavenza (kakak) serta Nada Syifa (adik) atas dukungan doa, perhatian, dan kasih sayangnya.
6. Faishal Isra Naufal atas dukungan dan perhatiannya, serta Rahmadimi, Yuliyana M. dan Galang Laila atas bantuannya selama penelitian dan penyusunan skripsi.
7. Keluarga ITK 47 atas segala dukungan, bantuan, dan kebersamaannya selama masa studi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga segala bentuk kritik dan saran penulis harapkan untuk menjadi bahan evaluasi diri. Semoga skripsi ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Lokasi Penelitian 2
Alat dan Bahan 5
Prosedur Penelitian 5
Pengukuran Karakteristik Habitat 5
Analisis Data 6
Hubungan Antara Echinodermata dengan Karakteristik Habitat 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Karakteristik Habitat 8
Struktur Komunitas 10
Keanekaragaman Jenis 10
Kepadatan Jenis 12
Indeks Komunitas 13
Hubungan Antara Echinodermta dengan Karakteristik Habitat 15
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 18
DAFTAR TABEL
1 Posisi Geografis dan Luasan Lokasi Pengambilan data Echinodermata 4
2 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 5
3 Parameter Fisik-Kimia Perairan 6
4 Parameter Fisik-Kimia Substrat Dasar 6
5 Karakteristik fisik – kimia Perairan di Lokasi Penelitian 8 6 Karakteristik Fisik-Kimia Substrat Dasar di Lokasi Penelitian 10 7 Kepadatan Jenis Echinodermata pada Setiap Stasiun TB=Transplantasi
Baik, TR=Transplantasi Rusak dan NT=Non Transplantasi 12
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian 3
2 Lokasi Penelitian di (a) Transplantasi baik, (b) Transplantasi rusak, dan
(c) Non transplantasi 4
3 Keanekaragaman Jenis Echinodermata di lokasi TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi Rusak, dan NT=Non Transplantasi 11 4 Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (D)
Echinodermata pada lokasi TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi
Rusak, dan NT=Non Transplantasi 13
5 Grafik Analisis Koresponden antara Echinodermata dengan Stasiun Pengamatan pada Dimensi/Sumbu 1 dan 2. TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi Rusak, NT= Non Transplantasi, A= Linckia laevigata, B= Linckia multiflora, C= Echinaster luzonicus, D= Culcita novaeguineae, E= Acanthaster planci, F= Euapta Goddefroyi, G= Comanthus benneti, H= Colobometra perspinosa, I= Mespilia globulus, J= Diadema setasum, K= Echinothrix diadema, dan L= Echinometrix
mathei 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi Jenis-jenis Echinodermata di Lokasi Penelitian 18 2 Dokumentasi Jenis-jenis Karang Transplantasi 19 3 Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominasi (C) di Lokasi Penelitian 20
4 Kepadatan 23
5 Analisis Koresponden (CA) Echinodermata terhadap Stasiun Penelitian
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Echinodermata merupakan hewan yang sering dijumpai pada perairan intertidal terutama pada ekosistem terumbu. Filum ini terdiri dari 6.000 spesies, semuanya hidup di laut. Ciri-ciri yang menonjol adalah kulit yang berduri dan simetri radial, suatu yang paling menarik adalah sistem pembuluh airnya. Air laut dimasukkan ke dalam sistem saluran dan digunakan untuk menjulurkan kaki tabung yang berjumlah banyak. Struktur kaki tabung ini mempunyai penghisap di ujungnya dan membantu hewan melekat di permukaan yang keras. Filum ini dibagi dalam lima kelas. Kelas Crinoideaea lebih menyerupai tumbuhan, dan banyak diantaranya bersifat sesil. Kelas Asteroidea (bintang laut) mampu bergerak kemana-mana dengan bantuan kaki tabungnya tetapi sangat perlahan. Tubuh bintang laut terdiri atas cawan sentral yang berisi mulut dan dikelilingi oleh lima lengan. Kelas Ophiuroidea berbeda dengan bintang laut karena mempunyai lengan yang kurus dan panjang yang jelas berbeda dengan cawan sentral dan dapat bergerak sangat cepat. Kelas Echinoidea mempunyai kerangka berongga yang kaku mirip kotak. Pada kerangka ini terdapat duri-duri, beberapa bulu babi memiliki duri sangat panjang. Kelas Holothuroidea mempunyai kulit keras (bukan berduri), tidak berlengan dan hampir tidak berangka (Lariman, 2011). Menurut Yusron (2006), Secara ekologi fauna Echinodermata berperan sangat penting dalam ekosistem terumbu karang, terutama dalam rantai makanan (food chain), karena biota tersebut umumnya sebagai pemakan detritus dan predator.
Kondisi terumbu karang di Indonesia sudah mulai terancam yang disebabkan oleh berbagai penyebab salah satunya adalah adanya pemanfaatan yang berlebihan yang dilakukan oleh manusia untuk kepentingan ekonomi karena terumbu karang memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk melindungi ekosistem terumbu karang yang masih ada. Salah satunya adalah teknik transplantasi karang. Menurut Harriot dan Fisk (1988), transplantasi karang adalah suatu metode penanaman dan penumbuhan suatu koloni karang dengan metode fragmentasi. Koloni tersebut diambil dari suatu induk koloni tertentu. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang telah mengalami kerusakan, atau sebagai cara untuk memperbaiki daerah terumbu karang. Transplantasi karang secara umum berhasil dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 50% sampai dengan 100%.
2
dilakukan diantaranya oleh Aziz (1981) yang mengidentifikasi sebanyak 16 jenis bintang laut (Asteroidea) ditemukan di Kepulauan Seribu. Penelitian bintang laut jenis pemakan polip karang Achantaster planci di Kepulauan Seribu sudah dilaporkan pada tahun 1969 oleh Aziz (1995) dengan kepadatan jenis berkisar 5–7 ind/2000m2, kemudian pada tahun 1977 dengan kepadatan 4–23 ind/m2. Pada penelitian tahun-tahun berikutnya tingkat kepadatan bintang laut pemakan karang ini dilaporkan mengalami peningkatan yaitu mencapai 44–52 ind/400m2 tahun 1981 (Darsono, 1988). Pada tahun 1968-an, sebelum Kepulauan Seribu ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut, terjadi eksploitasi terhadap echinodermata kelompok teripang (Holothuroidea) baik untuk dikonsumsi maupun untuk dijual. Penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (1987) menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi sudah menunjukkan adanya indikasi penurunan produksi teripang akibat adanya penangkapan yang berlebih.
Selama ini, penelitian Echinodermata yang ada di Indonesia umumnya merupakan hasil penelitian keragaman dan densitas yang dilakukan di daerah terumbu karang maupun daerah lamun. Penelitian itupun umumnya mengacu pada metode umum, yakni dengan menggunakan transek kuadran seluas 1 m2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dasar seperti rekaman species list Echinodermata di daerah budidaya karang hias di Pulau Panggang, kondisi terkini daerah budidaya karang hias di Pulau Panggang, posisi kecenderungan keberadaan tiap jenis Echinodermata pada tiap habitat, serta memberikan dasar pemahaman tentang komunitas Echinodermata dan hubungannya dengan lingkungannya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur dan sebaran komunitas jenis dari filum Echinodermata di daerah budidaya karang hias di Pulau Panggang bagian Selatan, serta mengkaji asosiasi dari komunitas Echinodermata tersebut terhadap karakteristik habitat di lokasi transplantasi dan non-transplantasi di Pulau Panggang bagian Selatan, Kepulauan Seribu.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
3
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terbagi menjadi tiga stasiun yang berbeda yaitu stasiun transplantasi baik, stasiun transplantasi rusak dan stasiun non-transplantasi. Setiap stasiun dilakukan empat kali pengambian data dengan luas daerah pengamatan berbeda pada setiap titiknya. Stasiun transplantasi baik merupakan stasiun pengamatan dimana terdapat kerangka transplantasi dan pertumbuhan karang yang masih baik. Metode transplantasi yang terdapat pada lokasi ini adalah perpaduan antara metode jaring substrat dan rangka. Rangka berbentuk siku dengan ukuran 100 cm x 80 cm dan diberi cat agar tidak mengakibatkan pencemaran. Rangka transplantasi diletakkan di dasar perairan dangkal yang kedalamannya berkisar antara 1 hingga 1,5 meter. Stasiun ini ditetapkan secara acak dan berjarak kurang lebih 1 km dari garis pantai Pulau Panggang.
Stasiun transplantasi rusak merupakan stasiun pengamatan dimana kerangka transplantasi sudah rusak dan hancur dan dibiarkan begitu saja oleh nelayan karang hias. Stasiun non-transplantasi merupakan daerah yang tidak terdapat rak transplantasi dan merupakan jarak antara rak transplantasi satu dengan rak transplantasi lainnya. Dibawah ini merupakan gambar dari ketiga lokasi penelitian.
4
(a) (b)
(c)
Gambar 2. Lokasi Penelitian di (a) Transplantasi baik, (b) Transplantasi rusak, dan (c) Non transplantasi
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode modifikasi dari belt transek, dimana modifikasi ini dilakukan dengan cara tracking area budidaya karang hias dengan menggunakan GPS. Pengambilan data echinodermata dilakukan dengan jarak pandang 2 meter kiri dan 2 meter kanan. Posisi geosrafis dan luasan area pengamatan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Posisi Geografis dan Luasan Lokasi Pengambilan data Echinodermata
No. Lokasi Koordinat Luasan
(m2)
Rata-Rata (m2)
S E
1 Transplantasi baik 1 5º44’52.82” 106º35’48.44” 47
235 2 Transplantasi baik 2 5º44’52.68” 106º35’49.31” 109,52
3 Transplantasi baik 3 5º44’52.94” 106º35’55.68” 691,28 4 Transplantasi baik 4 5º44’52.83” 106º35’59.19” 92,64 5 Transplantasi Rusak 1 5º44’50.10” 106º35’39.68” 419,8
402,45 6 Transplantasi Rusak 2 5º44’51.50” 106º35’44.88” 241,64
5 9 Nontransplantasi 1 5º44’47.84” 106º35’38,46” 497,48
358,03 10 Nontransplantasi 2 5º44’49.96” 106º35’39.78” 175,88
11 Nontransplantasi 3 5º44’52.10” 106º35’45.70” 675,64 12 Nontransplantasi 4 5º44’52.77” 106º35’46.09” 83,12
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam menunjang pengamatan echinodermata dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Nama Alat Spesifikasi Keterangan
Garmin GPS Garmin etrex 10 Perekam posisi geografis Kamera underwater Canon G12 Alat Dokumentasi
Alat tulis Pensil 2 B Alat bantu penulisan
Kertas Newtop Ukuran A4, 3 Lembar Media Penulisan
Alat Dasar Selam Amscud Alat Bantu Pengamatan
Refraktometer Tradisional Hand Held Pengukuran salinitas (ppm) pH meter Water checker digital
H18915
Pengukuran pH dan suhu perairan
DO meter Do meter Lutron 5510 Mengukur DO (mg/L) ArcGIS Software ArcGIS 10 Membuat hasil tracking
dalam peta
Kertas label Secukupnya Label
Laptop Acer Pengolahan data
Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, dilakukan survey terlebih dahulu untuk mengetahui gambaran umum kondisi fisik wilayah dan menentukan lokasi penelitian dengan menggunakan metode observasi renang bebas “free swimming observation” (Kenchington, 1978). Pengambilan data echinodermata dilakukan pada tiap stasiun pengamatan, dengan mencatat keberadaan echinodermata dilihat dari kelas dan jenisnya. Pengambilan data dilakukan dengan cara mengambil gambar kemudian hasilnya diidentifikasi dari kelas hingga jenis dari filum echinodermata dengan berpedoman pada buku identifikasi Coral Reef Press (Colin dan Arneson, 1995).
Pengukuran Karakteristik Habitat
Parameter Fisik – Kimia Perairan
6
transplantasi terumbu karang rusak, dan non transplantasi. Variabel kualitas air yang diukur serta alat dan metode yang digunakan untuk pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter Fisik-Kimia Perairan
Parameter Satuan Alat dan Metode
Suhu oC Termometer Hg
Salinitas ‰ Hand Refractometer
Oksigen Terlarut ppm DO meter
pH (derajat keafsaman) - pH meter
Amonia - -
Pengukuran Parameter Fisik – Kimia Substrat Dasar
Pengambilan contoh substrat bertujuan untuk mengetahui kandungan di dalam substrat tersebut. Pengambilan contoh substrat dilakukan pada tiga stasiun yaitu pada stasiun transplantasi terumbu karang baik, transplantasi terumbu karang rusak, dan non transplantasi. Analisis substrat dilakukan di Laboratorium Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Substrat yang diambil dari lokasi penelitian di analisis untuk mengetahui kandungannya. Kandungan yang dianalisis berupa fraksi substrat (pasir, dan lumpur), kandungan C organik dan Nitrat seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter Fisik-Kimia Substrat Dasar
Variabel Satuan Alat/Metode
Fraksi substrat % Ayakan Bertingkat
Corganik % Buret, Titrasi
Nitrat ppm Metode Kjeldahl
Analisis Data
Kepadatan
Kepadatan merupakan jumlah jenis individu dibagi dengan luas total area pengamatan (English et al., 1994) dengan menggunakan rumus berikut :
... (1)
Keterangan :
Di : Kepadatan individu jenis ke-i (ind/m2) ni : Jumlah individu jenis ke-i yang diperoleh A : Luas total area pengamatan
7 Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman (H‟) digunakan untuk mendapatkan gambaran
populasi organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi- informasi jumlah individu masing- masing jenis ikan dalam suatu komunitas habitat ikan (Odum, 1994). Keanekaragaman jenis echinodermata ditentukan dengan Indeks Shannon-Wienner berikut:
... (2) Keterangan:
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner S : Jumlah spesies echinodermata
Pi : Jumlah individu spesies ke-i per jumlah individu total (ni/N) Indeks Keseragaman (E)
Keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan, yaitu menggambarkan ukuran jumlah individu tiap jenis dalam suatu komunitas. Untuk menghitung keseragaman jenis dapat dihitung menggunakan rumus Evenness yaitu:
... (3) Keterangan:
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner H max : Keanekaragaman spesies maksimum (log S) S : Jumlah jenis
Indeks Dominasi (D)
Indeks dominasi digunakan untuk penentuan ada atau tidaknya jenis yang mendominasi habitat perairan. Indeks dominasi ditentukan dengan indeks Simpson berdasarkan rumus :
... (4) Keterangan :
C : Indeks dominasi
nᵢ : Jumlah individu pada jenis ke-i N : Jumlah total individu dari semua jenis
Nilai indeks dominasi (C) berkisar antara 0 sampai 1, jika nilai C mendekati 0 berarti bahwa tidak ada jenis yang mendominasi dan sebaliknya apabila nilai C mendekati 1 salah satu jenis yang mendominasi (Odum, 1994).
∑ l
a
∑
8
Hubungan Antara Echinodermata dengan Karakteristik Habitat
Adanya interaksi suatu organisme dengan karakteristik habitat tertentu dapat dipakai sebagai indikasi hadir tidaknya organisme tersebut pada suatu tempat dengan kepadatan yang tertentu pula. Evaluasi keterkaitan antara komunitas terumbu karang dan echinodermata di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan Analisis Koresponden (Correspondence Analysis) (Bengen, 2000), yang didasarkan pada matriks data i baris (jenis echinodermata) dan j kolom (jenis terumbu karang) dimana jenis ke-i echinodermata untuk terumbu karang ke-j terdapat pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks datanya merupakan tabel kontigensi jenis echinodermata vs terumbu karang.
Analisis Koresponden ini tidak menghasilkan dua grafik yang independen tapi hanya satu grafik unik dimana baris dan kolom dipresentasekan pada grafik yang sama. Pengerjaan analisis koresponden menggunakan software SAS (Mattjik dan Sumertajaya, 2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Habitat
Pengamatan karakteristik habitat dilakukan dengan mengukur parameter fisik-kimia perairan dan substrat dasar. Secara umum, kondisi lingkungan perairan masih mendukung terhadap kehidupan dan pertumbuhan karang hias dan biota bentik seperti Echinodermata. Hasil pengamatan dan pengukuran nilai parameter fisik dan kimia perairan yang tercatat di ketiga stasiun pengamatan di Pulau Panggang bagian Selatan tidak memiliki kisaran perbedaan yang cukup signifikan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik fisik – kimia Perairan di Lokasi Penelitian
Parameter Fisik Kimia
9 Castro dan Huber (2003) kisaran suhu 30oC hingga 35oC dapat ditoleransi oleh terumbu karang. Sedangkan menurut Aziz (1987), suhu optimal bagi pertumbuhan biota echinodermata berkisar antara 27-30oC. Oleh karena itu, suhu perairan di ketiga stasiun pengamatan dapat dikatakan optimal bagi pertumbuhan biota echinodermata.
Salinitas di ketiga lokasi penelitian memperlihatkan kisaran rata-rata antara 32-33 ppt. Kisaran salinitas tersebut masih tergolong normal, karena kisaran salinitas yang masih mendukung kehidupan organisme perairan khususnya fauna makrobenthos termasuk echinodermata adalah 15-35 ppt (Hutabarat dan Evans,1985). Selain suhu, salinitas juga merupakan faktor abiotik yang sangat menentukan penyebaran biota laut. Perairan dengan salinitas lebih rendah atau lebih tinggi dari pada pergoyangan normal air laut merupakan faktor penghambat (limiting factor) untuk penyebaran biota laut tertentu (Aziz, 1994). Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara horizontal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem (Odum, 1994).
Nilai parameter derajat keasaman (pH) didapat dari ketiga lokasi penelitian adalah 7,2 dan 7,5. Nilai tersebut menunjukkan kisaran nilai yang optimal untuk kelangsungan hidup biota. Menurut Zamani dan Maduppa (2011), kisaran pH yang optimal untuk terumbu karang adalah 7-8,5. pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan, perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya (Odum, 1994).
Kandungan oksigen terlarut (DO) yang terukur adalah 7,8 mg/l pada stasiun transplantasi baik, 7,7 mg/l transplantasi rusak dan non transplantasi. Menurut Effendi (2003), kandungan oksigen terlarut dengan nilai lebih dari 5 mg/l dapat dikatakan baik untuk organisme laut. Karena kandungan oksigen terlarut yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme perairan untuk melakukan proses metabolisme dan resporasi.
Kandungan amonia pada lokasi transplantasi baik adalah 0,1866 mg/l, transplantasi rusak 0,2585 mg/l dan non transplantasi 0,2504 mg/l. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa biota laut. Kadar amonia bebas yang terlalu tinggi dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat meningkatkan sifokasi pada beberapa biota laut. Berbeda dengan biota echinodermata yang memiliki toleransi terhadap kadar amonia dan bahkan dapat dijadikan sebagai bahan indikator lingkungan. Salah satu biota yang dijadikan indikator lingkungan adalah jenis Diadema setosum.
Menurut Sugiarto dan Supardi (1995), populasi bulu babi Diadema setosum
semakin menonjol di Pulau-pulau Seribu bagian Selatan, dimana kondisi terumbu karangnya kurang baik. Selain itu, di daerah Atlantik barat bulu babi jenis Diadema antillarum juga memperlihatkan pertumbuhan populasi yang mencolok di daerah yang tercemar limbah organik. Kadar amonia dari lokasi pengambilan data lebih dari 0,1 mg/l. Hal tersebut dapat disebabkan oleh masukan limbah rumah tangga dari Pulau Panggang dan cemaran dari aktivitas kapal nelayan.
10
Tabel 6. Karakteristik Fisik-Kimia Substrat Dasar di Lokasi Penelitian
Nama Lokasi Fraksi
Fraksi substrat yang dihasilkan ada dua yaitu pasir dan lumpur. Fraksi pasir mendominasi dari ketiga stasiun diikuti oleh fraksi lumpur yang nilainya lebih kecil. Fraksi pasir tertinggi terdapat pada stasiun non transplantasi yaitu sebesar 98,2% dan terendah terdapat pada stasiun transplantasi baik yaitu 84,3% sedangkan pada tranplantasi rusak nilai fraksi pasir sebesar 95,2%. Fraksi lumpur pada transplantasi baik sebesar 15,7% transplantasi rusak sebesar 4,8% dan non transplantasi sebesar 1,8%. Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat. Secara umum, biota laut seperti echinodermata menyukai substrat yang agak keras dimana substrat campuran terutama terdiri dari campuran pasir dan pecahan karang. Salah satu contoh, bulu babi biasanya menempati substrat berupa lamun dan karang. Substrat dasar atau tekstur tanah merupakan komponen penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan bentos (Odum, 1994).
Hasil dari analisis substrat kandungan C-organik adalah 0,67% pada transplantasi baik, 0,86% pada transplantasi rusak dan 1,04% pada non transplantasi. Kandungan C-organik tertinggi terdapat pada lokasi non transplantasi hal ini dikarenakan substrat pada lokasi tersebut merupakan campuran pasir dan pecahan karang mati. C-organik di perairan berasal dari tumbuhan atau biota akuatik, baik yang hidup atau mati dan menjadi detritus. Mikroba memanfaatkan bahan organik sebagai sumber makanan dari suatu rangkaian reaksi biokimia yang kompleks. Pada reaksi katabolisme, makrobenthos merombak bahan organik dan dipecah untuk menghasilkan energi berupa makanan yang digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhannya (Effendi, 2003). Oleh karena itu kandungan C-organik diperlukan oleh organisme akuatik untuk kelangsungan hidupnya.
Hasil pengukuran nitrat pada ketiga stasiun yaitu nilai nitrat tertinggi terdapat pada daerah transplantasi rusak sebesar 11,47 ppm dan nilai nitrat terendah terdapat pada daerah non transplantasi sebesar 4,46 ppm sedangkan pada daerah tranplantasi baik sebesar 7,96 ppm. Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga (Effendi, 2003).
Struktur Komunitas Echinodermata
Keanekaragaman Jenis
11 jenis kelas Asteroidea, 1 jenis kelas Holothuroidea, 2 jenis kelas Crinoidea dan 4 jenis kelas Echinoidea. Nilai tersebut didapatkan dari penjumlahan echinodermata yang ditemukan di tiga stasiun yaitu transplantasi baik berjumlah 613 individu, transplantasi rusak berjumlah 425 individu dan non transplantasi berjumlah 1268 individu. Nilai Keanekaragaman jenis disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Keanekaragaman Jenis echinodermata di lokasi TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi Rusak, dan NT=Non Transplantasi.
Terdapat 12 spesies yang tercatat selama pengamatan di ketiga stasiun. Jumlah individu terbanyak terdapat pada kelas Echinoidea yaitu sebanyak 1217 individu pada lokasi non transplantasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan disekitar lokasi pengamatan. Berdasarkan habitat dan sebarannya kelas Echinoidea khususnya genus Diadema, di daerah ekosistem terumbu karang biota ini menempati rataan pasir, daerah pertumbuhan algae dan daerah tubir karang. Di zona rataan pasir dan daerah pertumbuhan algae, bulu babi ini hidup mengelompok dalam kelompok besar. Selain itu didaerah non transplantasi ini di dominasi oleh substrat pasir yang bercampur dengan patahan karang atau rubble dan banyaknya pertumbuhan algae serta tinggi kandungan C-organik sehingga daerah ini kaya akan ketersediaan makanan.
12
Kepadatan Jenis
Kepadatan jenis dari Echinodermata di ketiga stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 7. dibawah ini.
Tabel 7. Kepadatan Jenis Echinodermata pada Setiap Stasiun TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi Rusak dan NT=Non Transplantasi.
Spesies Stasiun
TB TR NT
ASTEROIDEA
Linckia laevigata 0,0043±0,0054 0,0199±0,0038 0,0196±0,0044
Linckia multiflora - - 0,0028±0,0060
Echinaster luzonicus - - 0,0028±0,0028
Culcita novaeguineae 0,0043±0,0107 0,0050±0,0020 0,0028±0,0010 Acanthaster planci 0,0043±0,0107 - 0,0112±0,0115 HOLOTHUROIDEA
Euapta Goddefroyi - - 0,0028±0,0007
CRINOIDEA
Comanthus benneti 0,1021±0,0935 0,0348±0,0220 0,0726±0,0914
Colobometra perspinosa - - 0,0279±0,0602
ECHINOIDEA
Mespilia globulus 0,0170±0,0204 0,0149±0,0104 0,0168±0,0078 Diadema setasum 2,1311±1,1268 0,9368±0,2634 3,1366±1,0874 Echinothrix diadema 0,2042±0,1120 0,0348±0,0222 0,1536±0,0965 Echinometrix mathei 0,1404±0,0773 0,0099±0,0024 0,0922±0,0433 Kepadatan tiap jenis echinodermata pada ketiga stasiun penelitian bervariasi antara 0,0028 – 3,1366 ind/m2. Kepadatan jenis echinodermata tertinggi pada daerah transplantasi baik, transplantasi rusak maupun non transplantasi adalah dari kelompok bulu babi Diadema setosum di kelas Echinoidea, yaitu sebesar 2,1311±1,1268 ind/m2, 0,9368±0,2634 ind/m2 dan 3,1366±1,0874 ind/m2. Kepadatan terendah pada daearah transplantasi baik sebesar 0,0043±0,0054 ind/m2 adalah kelompok bintang laut seperti Linckia laevigata dari kelas Asteroidea, sedangkan Acanthaster planci dan Culcita novaeguineae memiliki kepadatan jenis sebesar 0,0043±0,0107 ind/m2. Kepadatan terendah pada daerah transplantasi rusak sebesar 0,0050±0,0020 ind/m2 dari kelompok Culcita novaeguineae dari kelas Asteroidea, sedangkan pada non transplantasi kepadatan jenis echinodermata terendah sebesar 0,0028±0,0007 ind/m2 dari kelompok Euapta Goddefroyi (Teripang) di kelas Holothuroidea.
13 Indeks Komunitas
Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominasi (C) merupakan kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kondisi suatu lingkungan perairan berdasarkan komposisi biologis. Nilai rata-rata dari indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (D) Echinodermata pada lokasi TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi Rusak, dan NT=Non Transplantasi.
Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain jumlah jenis atau individu yang didapat, adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang melimpah, homogenitas substrat dan kondisi tiga ekosistem penting di daerah pesisir (padang lamun, terumbu karang dan hutan mangrove) sebagai habitat dari biota perairan. Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H’) pada 3 stasiun yang diamati yaitu daerah tansplantasi baik, transplantasi rusak maupun non tranplantasi memiliki nilai H’ kurang dari 1. Jika nilai H’ kurang dari 1 maka nilai keanekaragaman jenis di suatu wilayah perairan termasuk dalam kategori rendah. Indeks keragaman mengukur kelimpahan komunitas berdasarkan jumlah jenis dan jumlah individu dari setiap jenis pada suatu lokasi. Semakin banyak jumlah jenis maka akan semakin beragam komunitasnya. Dengan demikian, keanekaragaman jenis echinodermata pada daerah transplantasi baik, rusak maupun non transplantasi termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menyebabkan kestabilan dalam komunitas yang terjadi berada pada kondisi kurang normal. (H’ TB = 0,31±0,10 TR= 0,23±0,29 NT=0,24±0,16)
Nilai indeks keseragaman jenis (E) echinodermata berkisar antara 0,22 – 0,29. Daerah transplantasi baik (0,29±0,09), transplantasi rusak (0,22±0,26) dan non tranplantasi (0,22±0,15) mempunyai nilai indeks keseragaman yang tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Nilai indeks keseragaman jenis menggambarkan seimbangan komunitas Echinodermata, semakin merata
14
penyebaran individu antar jenis maka keseimbangan ekosistem akan semakin meningkat. Suatu komunitas bisa dikatakan stabil bila mempunyai nilai indeks keseragaman jenis mendekati angka 1, dan sebaliknya dikatakan tidak stabil jika mempunyai nilai indeks keseragaman jenis yang mendekati angka 0. Sebaran biota seimbang atau merata apabila mempunyai nilai indeks kemerataan jenis yang berkisar antara 0,6 - 0,8 (Supono dan Arbi, 2010). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari ketiga stasiun ini sama-sama termasuk pada komunitas yang tidak stabil atau tertekan karena memiliki nilai indeks keseragaman mendekati 0. Jika indeks keseragaman jenis rendah maka indeks keanekaragamanpun akan rendah, hal ini menandakan adanya dominasi suatu jenis terhadap jenis-jenis lainnya. Besarkan dominasi akan mengarahkan kondisi komunitas menjadi labil atau tertekan.
Nilai indeks dominasi (C) pada lokasi pengamatan berkisar antara 1,73 – 1,85. Daerah tranplantasi baik (1,82±0,24), transplantasi rusak (1,73±0,43) dan non tranplantasi (1,85±0,33) memiliki dominasi yang sangat tinggi dengan kriteria 0,75 < C ≤ 1,00. Hasil dari pengamatan diperoleh bahwa bulu babi jenis Diadema setosum pada ketiga stasiun ditemukan dalam jumlah yang lebih banyak dibanding dengan jenis yang lain. Secara umum, melimpahkan jenis Diadema setosum dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan, terutama oleh faktor kualitas lingkungan, baik fisik maupun kimia serta faktor ketersediaan makanan. Kualitas lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan yang diterima oleh lingkungan tersebut. Secara umum, kondisi terumbu karang yang masih baik seharusnya berperan besar dalam menyediakan makanan, tempat perlindungan dan berbagai bentuk kebutuhan hidup lainnya.
Hubungan Antara Echinodermata dengan Karakteristik Habitat
15
Gambar 5. Grafik Analisis Koresponden antara Echinodermata dengan Karakteristik Habitat pada Dimensi/Sumbu 1 dan 2. TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi Rusak, NT= Non Transplantasi, A= Linckia laevigata, B= Linckia multiflora, C= Echinaster luzonicus, D= Culcita novaeguineae, E= Acanthaster planci, F= Euapta Goddefroyi, G= Comanthus benneti, H= Colobometra perspinosa, I= Mespilia globulus, J= Diadema setasum, K= Echinothrix diadema, dan L= Echinometrix mathei
Gambar 5. menunjukkan bahwa keragaman yang diterangkan oleh sumbu 1 (F1) sebesar 64,34 % dan sumbu 2 (F2) sebesar 35,66 %, sehingga secara keseluruhan keragaman yang didapat atau informasi maksimum hubungan antara echinodermata dengan karakteristik habitat diterangkan oleh kedua sumbu tersebut sebesar 100 %.
Informasi spasial Echinodermata menunjukkan bahwa jenis Diadema setasum dominan ditemukan pada ketiga karakteristik habitat dengan jumlah terbanyak di habitat non transplantasi diikuti di habitat transplantasi baik, selanjutnya di habitat transplantasi rusak. Hal ini dikarenakan ketiga habitat tersebut menyediakan sumber makanan bagi biota tersebut. Banyaknya alga menjadi salah satu faktor utama keberadaan jenis Diadema setasum karena biota ini umumnya pemakan alga. Jenis Linckia laevigata, Culcita novaeguineae, Mespilia globulus dan Comanthus bennet lebih banyak ditemukan di daerah transplantasi rusak. Jenis Echinothrix diadema dan Echinometrix mathei juga lebih banyak ditemukan pada daerah transplantasi baik. Daerah non transplantasi umumnya dicirikan oleh jenis Linckia multiflora, Echinaster luzonicus, Acanthaster planci, Euapta Goddefroyi, dan Colobometra perspinosa.
16
multiflora, Echinaster luzonicus, Acanthaster planci, Euapta Goddefroyi, dan Colobometra perspinosa di daerah non transplantasi dapat disebabkan habitat tersebut dijadikan tempat berlindung dari pemangsa ataupun dari paparan sinar matahari, selain itu banyaknya alga serta tingginya kandungan C-organik dan nutrien menyebabkan habitat ini tinggi akan ketersediaan makanan. Sedangkan keberadaan jenis Echinothrix diadema dan Echinometrix mathei di daerah transplantasi baik dikarenakan biota tersebut berlindung dari paparan langsung sinar matahari yang dapat meningkatkan suhu perairan. Hal ini terlihat pada saat pengambilan data spesies tersebut dihabitat ini banyak ditemukan di bawah rak transplantasi maupun terkubur didalam substrat untuk berlindung.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Terdapat 12 jenis Echinodermata di daerah budidaya karang hias Pulau Panggang. Jenis yang ditemukan umumnya tersebar di tiga stasiun penelitian. Jumlah jenis tertinggi berasal dari kelas Echinoidea. Jenis yang dominan ditemukan di semua stasiun penelitian adalah Diadema setosum. Secara umum keanekaragaman jenis Echinodermata di daearah budidaya karang hias Pulau Panggang berada dalam kondisi rendah. Kecenderungan Echinodermata menempati daerah budidaya karang hias dapat disebabkan oleh faktor ketersediaan makanan maupun perlindungan yang diberikan oleh habitat tersebut.
Saran
Perlu dilakukan penelitian Echinodermata di daerah budidaya karang hias dalam musim yang berbeda untuk mengetahui dinamika temporal Echinodermata.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz A. 1981. Fauna Echinodermata dari terumbu karang Pulau Pari, Pulau Seribu. Oseana. 14:41-90.
Aziz A. 1987. Makanan dan cara makan berbagai jenis bulu babi. Oseana. XII (4): 91 - 100.
Aziz A. 1994. Tingkah laku bulu babi di padang lamun. Oseana. 19(4): 35-43. Aziz A. 1995. Beberapa catatan tentang kehadiran bintang laut jenis Acanthaster
planci di perairan Indonesia. Oseana. 20(2):23-31.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Bogor (ID): PKSPL IPB
17 Colin PL dan Arneson C. 1995. Tropical Pacific Invertebrates;a Field Guide to the Marine Invertebrates Occurring on Tropical Pasific Coral Reefs, Seagrass Beds and Mangroves. Coral Reef Press, USA.
Darsono P. 1988. Pengamatan terhadap Kehadiran Bintang Laut Pemangsa Karang Acanthaster planci di Pulau Seribu. Dalam: Teluk Jakarta, M. K. Moosa, D. P Praseno dan Pengembangan Oseanologi-LIPI:48-54.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
English SC, Wilkinson, dan Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Recourses. Australian Institute of Marine Science. Townsville.
Estradivari, E. Setyawan & S. Yusri. (eds). 2009. Terumbu karang Jakarta: Pengamatan jangka panjang terumbu karang Kepulauan Seribu (2003-2007). Yayasan TERANGI. Jakarta. viii +102 hlm.
Harriot VJ dan Fisk DA. 1988. Coral Transplantation as Reef Management Option. Proceeding of 6th International Coral Reef Symposium, Australia. Volume 2.
Hutabarat S dan Evans SM. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 159 h.
Kenchington RA. 1978. Coral reef Management Handbook. Jakarta: UNESCO Regional Office and Technology for South-East Asia.
Lariman. 2011. Keanekaragaman Fylum Echinodermata di Pulau Beras Basah Kota Bontang Kalimantan Timur. Mulawarman Scientific. 10(2):207-218. Nybakken JW. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman M,
penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Marine Biology an Ecological Approach.
Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan menggunakan SAS. Wibawa GNA dan HadiAF, editor. Bogor (ID) : Departemen Statistika FMIPA-IPB.
Odum EP. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Samingan T, penerjemah; Srigandono B, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Fundamental of Ecology.
Panggabean TM. 1987. Membudidayakan Teripang/Ketimun Laut dalam Rangka Meningkatkan Potensi Hasil Laut di Indonesia. Dirgen Perikanan dan Internasional Development Research Centre. Jakarta.
Setiawan F. 2010. Panduan Lapang Identifikasi Ikan Karang dan Invertebrata Laut.
Wildlife Conservation Society. Bogor: 350 h.
Sugiarto, H dan Supardi. 1995. Beberapa Catatan Tentang Bulu Babi Marga Diadema.
Oseana. 20(4):35-41.
Supono dan Arbi UY. 2010. Struktur Komunitas Ekhinodermata di Padang Lamun Perairan Kema, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 6(3): 329-342.
Yusron E. 2006. Keanekaragaman Echinodermata di Perairan Morotai Bagian Selatan, Maluku Utara. Oseana.31(3): 13 – 20.
18
Lampiran 1 Dokumentasi Jenis-jenis Echinodermata di Lokasi Penelitian
Keterangan :
a : Linckia laevigata b : Linckia multiflora c : Echinaster luzonicus d : Culcita novaeguineae e : Acanthaster planci f : Comanthus benneti g : Mespilia globulus h : Diadema setasum i : Echinothrix diadema j : Echinometrix mathei
c b
d
e
f
g
h
i
2 Lampiran 2 Dokumentasi Jenis-jenis Karang Transplantasi
a
c
b
d
e f
g h
19
Keterangan :
Lampiran 3 Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominasi (C) di Lokasi Penelitian
Kelas Spesies
Transplantasi Baik Jumlah
individu (ni) pi Log pi pi Log pi pi
2
H' E C
Asteroidea Linckia laevigata 1 0,001631 -2,78746 -0,00455 0,04039 0,31 0,29 1,82
Asteroidea Linckia multiflora 0 0 0 0 0
Asteroidea Echinaster luzonicus 0 0 0 0 0
Asteroidea Culcita novaeguineae 1 0,001631 -2,78746 -0,00455 0,04039
Asteroidea Acanthaster planci 1 0,001631 -2,78746 -0,00455 0,04039
Holothuroidea Euapta Goddefroyi 0 0 0 0 0
Crinoidea Colobometra perspinosa 0 0 0 0 0
Crinoidea Comanthus benneti 24 0,039152 -1,40725 -0,0551 0,197868
Echinoidea Mespilia globulus 4 0,006525 -2,1854 -0,01426 0,080779
Echinoidea Diadema setasum 501 0,817292 -0,08762 -0,07161 0,904042
Echinoidea Echinothrix diadema 48 0,078303 -1,10622 -0,08662 0,279827
Echinoidea Echinometrix mathei 33 0,053834 -1,26895 -0,06831 0,232021
613 1 -0,30954
2
Lanjutan Lampiran 3
Kelas Spesies
Transplantasi Rusak Jumlah
individu (ni) pi Log pi pi Log pi pi
2
H' E C
Asteroidea Linckia laevigata 8 0,01882 -1,7253 -0,03248 0,137199 0,23 0,22 1,73
Asteroidea Linckia multiflora 0 0 0 0 0
Asteroidea Echinaster luzonicus 0 0 0 0 0
Asteroidea Culcita novaeguineae 2 0,00471 -2,32736 -0,01095 0,068599
Asteroidea Acanthaster planci 0 0 0 0 0
Holothuroidea Euapta Goddefroyi 0 0 0 0 0
Crinoidea Colobometra perspinosa 0 0 0 0 0
Crinoidea Comanthus benneti 14 0,03294 -1,48226 -0,04883 0,181497
Echinoidea Mespilia globulus 6 0,01412 -1,85024 -0,02612 0,118818
Echinoidea Diadema setasum 377 0,88706 -0,05205 -0,04617 0,941838
Echinoidea Echinothrix diadema 14 0,03294 -1,48226 -0,04883 0,181497
Echinoidea Echinometrix mathei 4 0,00941 -2,02633 -0,01907 0,097014
425 1 -0,23244
3
Lanjutan Lampiran 3
Kelas Spesies
Non Transplantasi Jumlah
individu (ni) pi Log pi pi Log pi pi
2
H' E C
Asteroidea Linckia laevigata 7 0,005521 -2,25802 -0,01247 0,0743 0,24 0,22 1,85
Asteroidea Linckia multiflora 1 0,000789 -3,10312 -0,00245 0,028083
Asteroidea Echinaster luzonicus 1 0,000789 -3,10312 -0,00245 0,028083
Asteroidea Culcita novaeguineae 1 0,000789 -3,10312 -0,00245 0,028083
Asteroidea Acanthaster planci 4 0,003155 -2,50106 -0,00789 0,056166
Crinoidea Colobometra perspinosa 1 0,007886 -2,10312 -0,01659 0,088806
Holothuroidea Euapta Goddefroyi 26 0,000789 -3,10312 -0,00245 0,028083
Crinoidea Comanthus benneti 10 0,020505 -1,68815 -0,03461 0,143195
Echinoidea Mespilia globulus 6 0,004732 -2,32497 -0,011 0,068789
Echinoidea Diadema setasum 1123 0,885647 -0,05274 -0,04671 0,941088
Echinoidea Echinothrix diadema 55 0,043375 -1,36276 -0,05911 0,208268
Echinoidea Echinometrix mathei 33 0,026025 -1,58461 -0,04124 0,161323
1268 1 -0,23941
4
Lampiran 4 Kepadatan
Kelas Spesies Transplantasi Baik Transplantasi Rusak Non Transplantasi
ni luas Kepadatan ni luas Kepadatan ni luas Kepadatan
Asteroidea Linckia laevigata 1 235,092 0,004253654 8 402,45 0,019878246 7 358,03 0,019551
Asteroidea Linckia multiflora 0 0 0 0 1 0,002793
Asteroidea Echinaster luzonicus 0 0 0 0 1 0,002793
Asteroidea Culcita novaeguineae 1 0,004253654 2 0,004969561 1 0,002793
Asteroidea Acanthaster planci 1 0,004253654 0 0 4 0,011172
Holothuroidea Euapta Goddefroyi 0 0 0 0 1 0,002793
Crinoidea Comanthus benneti 24 0,102087693 14 0,03478693 26 0,07262
Crinoidea
Colobometra
perspinosa 0 0 0 0 10 0,027931
Echinoidea Mespilia globulus 4 0,017014616 6 0,014908684 6 0,016758
Echinoidea Diadema setasum 501 2,131080598 377 0,936762331 1123 3,136609
Echinoidea Echinothrix diadema 48 0,204175387 14 0,03478693 55 0,153618
Echinoidea Echinometrix mathei 33 0,140370578 4 0,009939123 33 0,092171
613 425 1268
Lampiran 7 Analisis Koresponden (CA) Echinodermata terhadap Stasiun Penelitian dengan menggunakan Software SAS
a) Akar Ciri, Persentase Ragam, dan Kumulatif Ragam Pada Sumbu Faktorial Akar Ciri (Eigenvalue) Sumbu Faktorial
Sumbu 1 Sumbu 2
Nilai 0,01953 0,01082
Ragam (%) 64,34 35,66
Kumulatif Ragam (%) 64,34 100
Variabel Koordinat Cosines Koordinat Cosines Linckia laevigata -0,6919 0,6656 0,4904 0,3344 Linckia multiflora -0,3077 0,1157 -0,8508 0,8843 Echinaster luzonicus -0,3077 0,1157 -0,8508 0,8843 Culcita novaeguineae -0,3449 0,1687 0,7657 0,8313 Acanthaster planci 0,0624 0,0124 -0,5572 0,9876 Euapta Goddefroyi -0,3077 0,1157 -0,8508 0,8843 Colobometra perspinosa 0,1676 0,3164 0,2464 0,6836 Comanthus benneti -0,3077 0,1157 -0,8508 0,8843 Mespilia globulus -0,2199 0,1906 0,4533 0,8094 Diadema setasum -0,0327 0,8737 -0,0124 0,1263 Echinothrix diadema 0,3319 0,9774 0,0505 0,0226 Echinometrix mathei 0,5076 0,999 -0,0159 0,001 Transplantasi Baik 0,2156 0,9185 0,0642 0,0815 Transplantasi Rusak -0,1827 0,5317 0,1715 0,4683 Non Transplantasi -0,043 0,1909 -0,0885 0,8091 b) Matriks Kontingensi Jenis Echinodermata dan Stasiun Penelitian
2
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang, 29 Desember 1991 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayah Drs. H Ade Fahruroji, M.MPd dan Ibu Hj. Aan Nuryamah, S.Pd. Pada tahun 2007-2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 6 Pandeglang. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Mahasiswa Baru (USMI) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2011/2012 sebagai sekretaris divisi Kewirausahaan, periode 2012/2013 sebagai anggota divisi Biro Usaha dan aktif mengikuti kegiatan Marine Goes to School dan KONSURV. Penulis aktif mengikuti kegiatan Pencak Silat Satria Muda Indonesia dari tahun 2005 hingga saat ini serta aktif mengikuti Kegiatan olahraga basket ITK-IPB dan FPIK-IPB.
Penulis menjadi asisten praktikum Biologi Laut pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, serta asisten praktikum Ekologi Laut Tropis tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015. Bulan Juni-Juli 2013, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut Mataram. Penulis mengikuti sertifikasi selam One Star Scuba Diver (A-1) POSSI tahun 2012.
Penulis pernah mengikuti kepanitiaan dari kegiatan Kaderisasi Diklat HIMITEKA tahun 2012 sebagai kepala divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi (PDD), kegiatan Kaderisasi Havefun with HIMITEKA tahun 2013 sebagai Sekretaris, kegiatan Fieldtrip Akustik Kelautan dan Pemetaan tahun 2012 sebagai kepala divisi PDD, kegiatan Fielftrip Oseanografi Kimia sebagai Sekretaris, kegiatan Pekan Olahraga Perikanan dan Kelautan (PORIKAN) tahun 2012, 2013, dan 2014 sebagai atlet Departemen ITK. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul “Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu”.