• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran Di Sekitar Kawasan Industri Baja (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran Di Sekitar Kawasan Industri Baja (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon)."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

i

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT

AKIBAT PENCEMARAN DI SEKITAR KAWASAN

INDUSTRI BAJA

(Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon)

RAYYAN FIRDAUS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Industri Baja (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Rayyan Firdaus

(4)
(5)

v

ABSTRAK

RAYYAN FIRDAUS. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Industri Baja (Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Industri baja telah berkembang pesat di Indonesia salah satunya di Kelurahan Tegal Ratu. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat menggunakan metode cost of illness dan loss of earnings, mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat menggunakan Contingent Valuation Method (CVM), dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi menggunakan analisis regresi linier berganda. Eksternalitas dirasakan oleh responden di RW 01 dan RW 06 Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan. Hasil yang diperoleh yaitu eksternalitas positif yang terjadi yaitu peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan usaha mikro. Eksternalitas negatif yang terjadi yaitu pencemaran udara dan debu, kebisingan, serta terganggunya kenyamanan. Rata-rata kerugian setiap rumah tangga akibat pencemaran oleh industri baja yaitu sebesar Rp217 767.48/rumah tangga/tahun. Nilai dugaan rata-rata Willingness to Accept (WTA) responden yaitu sebesar Rp515 769.24/rumah tangga/tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada besarnya nilai WTA responden adalah usia, tingkat pendidikan, jarak tempat tinggal ke industri, dan dummy udara menyesakkan.

Kata kunci : eksternalitas, industri baja, kerugian ekonomi, pencemaran udara,

(6)

ABSTRACT

RAYYAN FIRDAUS. Value Estimation of Public Loss Caused by Pollution in Steel Industry Area (Tegal Ratu Village, Ciwandan Sub district, Cilegon City).

Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.

The steel industry has been growing rapidly in Indonesia, one of them in the Tegal Ratu Village. The objectives of this study are to identify positive externalities and negative externalities which felt by society from activity of the steel industry using qualitative descriptive analysis, estimate the value of economic losses acquired by the society using the cost of illness and loss of earnings, estimate the value of the compensation received by the society using Contingent Valuation Method (CVM), and identify factors that affect value of the compensation society's using multiple linear regression analysis. Externalities felt by respondents of RW 01 and RW 06 Tegal Ratu Village, Ciwandan Sub district. The results of this study showed positive externalities that happen are an increasing the number of employment and improvement of micro enterprises. Negative externalities which happened are air pollution, dust, noise, and uncomfortable. The average loss per household due to pollution caused by the steel industry was amounted to IDR217 767.48 /household/year. The estimated average value Willingness to Accept (WTA) of respondents in the amount of IDR515 769.24/household/year. Factors that has real effect on the value of the WTA respondents are age, education level, residence distance to the industry, and dummy of tighten air.

(7)

vii

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT

AKIBAT PENCEMARAN DI SEKITAR KAWASAN

INDUSTRI BAJA

(Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon)

RAYYAN FIRDAUS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

xi

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua (Bapak: Agus Achsanu dan Ibu: almarhumah Rela Widiastuti/Durotul Komariah), Adik (Shella, Salma, Abil, Eshan) dan segenap keluarga besar di Cilegon, Serang, dan Sukabumi atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang yang diberikan.

2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S selaku dosen pembimbing atas bimbingan, bantuan, dan waktu yang telah diberikan.

3. Dr. Ir. Achyar Ismail, M.Agr selaku penguji utama dan Asti Istiqomah, S.P, M.S selaku penguji wakil departemen yang telah memberikan berbagai masukan dan saran yang berguna bagi penulis.

4. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menjalani masa perkuliahan.

5. BLH, Dinas Kesehatan, dan BPS Kota Cilegon, Puskesmas Ciwandan, Bapak Lurah Tegal Ratu yang telah membantu selama pengumpulan data.

6. Ketua RT dan Ketua RW serta masyarakat Kelurahan Tegal Ratu yang telah meluangkan waktu dalam memberikan data-data terkait dalam skripsi ini. 7. Staf, dosen, mahasiswa dan seluruh civitas akademika Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajeman IPB atas ilmu, arahan dan motivasi yang telah diberikan selama masa perkuliahan. 8. Rekan satu bimbingan (Kiki, Rinda, Eva, Aisha, Vidia, Panji, dan Farda). 9. Rekan Cilegooners (Ryan, Panji, Diah, Pipit, Try, Ferid, Rahma).

10. BPH ESL 48 (Aji, Deanty, Eva, Sefi, Didah, Wildan). 11. Rekan-rekan keluarga besar ESL 48 yang sangat luar biasa.

(12)
(13)

xiii

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 11

2.1 Eksternalitas 11

2.2 Industri Baja 14

2.4 Pencemaran Udara 15

2.5 Dampak Pencemaran oleh Industri Baja 16

2.6 Contingent Valuation Method (CVM) 18

2.7 Analisis Willingness to Accept (WTA) 19

2.8 Pendekatan Modal Manusia (Human Capital Approach) 21

2.9 Model Regresi Linier Berganda 21

2.10 Penelitian Terdahulu 22

III KERANGKA PEMIKIRAN 25

IV METODE PENELITIAN 27

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 27

4.2 Jenis dan Sumber Data 27

4.3 Metode Pengambilan Contoh 28

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 28

4.4.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif yang Dirasakan

Responden Akibat Aktivitas Industri Baja 29

4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran 30 4.4.3 Analisis Nilai Willingness to Accept (WTA) Masyarakat

Terhadap Pencemaran Akibat Aktivitas Industri Baja 31 4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA) 34

4.4.5 Pengujian Parameter Regresi 37

V GAMBARAN UMUM PENELITIAN 41

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 41

5.2 Kondisi Responden Sekitar Kawasan Industri Baja 42

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 47

6.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif yang Timbul Akibat

Aktivitas Industri Baja 47

6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat 50

6.2.1 Biaya Berobat (Cost of Illness) 50

6.2.2 Nilai Pendapatan yang Hilang (Loss of Earnings) 52 6.2.3 Rata-rata Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Industri Baja 53 6.2.4 Estimasi Nilai Total Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran

Industri Baja 54

6.3 Analisis Willingness to Accept (WTA) 54

(14)

6.3.2 Estimasi Nilai Dana Kompensasi (WTA) 56 6.4 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya WTA 58

6.5 Implikasi dan Rekomendasi 62

VII. SIMPULAN DAN SARAN 65

7.1Simpulan 65

7.2 Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN 73

DAFTAR TABEL

1 Jumlah industri besar dan sedang menurut klasifikasi di Kota Cilegon

(persen) tahun 2012 1

2 Jumlah industri di Kecamatan Ciwandan tahun 2013 2 3 Laporan 10 besar penyakit di Puskesmas Ciwandan, Desember 2014 4 4 Hasil pengujian kualitas udara di masyarakat sekitar kawasan industri baja,

Oktober–Desember tahun 2014 7

5 Hasil pengujian tingkat kebisingan di masyarakat sekitar kawasan

industri baja, Oktober–Desember tahun 2014 8

6 Sumber utama pencemaran partikel 16

8 Penelitian terdahulu 24

7 Matriks metode analisis data 29

9 Indikator pengukuran nilai WTA 37

10 Mata pencaharian masyarakat Kelurahan Tegal Ratu 41

11 Jenis kelamin responden 42

12 Usia responden 43

13 Tingkat pendidikan responden 43

14 Jenis pekerjaan responden 44

15 Tingkat pendapatan responden 44

16 Jumlah tanggungan keluarga responden 45

17 Jarak tempat tinggal dengan lokasi industri 45

18 Lama tinggal responden 46

19 Eksternalitas positif yang dirasakan responden 47 20 Eksternalitas negatif yang dirasakan responden 48

21 Kualitas udara yang dirasakan esponden 49

22 Kualitas kebisingan yang dirasakan responden 50 23 Biaya kesehatan yang dikeluarkan responden tahun 2014 51 24 Nilai pendapatan responden yang hilang tahun 2014 53 25 Rata-rata kerugian masyarakat akibat industri baja tahun 2014 53 26 Nilai total kerugian masyarakat akibat kegiatan industri baja tahun 2014 54

27 Kesediaan responden menerima ganti rugi 55

28 Rencana alokasi penggunaan dana kompensasi responden 55

29 Sebaran bentuk kompensasi selain dana 55

30 Distribusi WTA responden di Kelurahan Tegal Ratu tahun 2015 56

31 Nilai total WTA responden tahun 2015 57

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva eksternalitas produksi negatif 12

2 Kurva eksternalitas produksi positif 13

3 Diagram alur kerangka berpikir 26

4 Dugaan kurva penawaran WTA 57

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji normalitas 73

2 Uji multikolinieritas 73

3 Uji autokolerasi 74

4 Uji heteroskedastisitas 75

5 Lokasi penelitian 76

6 Kasus Posco tahun 2014 77

7 Kuesioner 78

8 Dokumentasi 84

(16)
(17)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berdampak pada keadaan lingkungan dan masyarakat. Keadaan lingkungan yang berubah akan memengaruhi kondisi masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri. Keadaan lingkungan yang semakin baik menyebabkan kesejahteraan masyarakat akan semakin baik pula dan begitupun sebaliknya.

Sektor industri merupakan primadona perekonomian di Kota Cilegon. Kota Cilegon adalah sebuah kota yang berlokasi di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini berada di ujung barat laut Pulau Jawa dan berada di tepi Selat Sunda. Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera serta menghubungkan jalan tol Jakarta–Merak, sehingga kota ini sangat strategis bagi aktivitas ekonomi terutama sektor industri. Data mengenai jumlah industri besar dan sedang menurut klasifikasi di Kota Cilegon tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah industri besar dan sedang menurut klasifikasi di Kota Cilegon (persen) tahun 2012

No Industri Persentase (%)

1 Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 36.36 2 Logam dasar dan barang-barang logam 25.97

3 Barang galian bukan logam 7.79

4 Lainnya 29.87

Sumber: BPS Kota Cilegon (2014)

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah industri besar dan sedang menurut klasifikasi di Kota Cilegon pada tahun 2012 didominasi oleh industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia sebesar 36.36%, lalu diikuti oleh industri logam dasar dan barang-barang logam sebesar 25.97%. Industri barang galian bukan logam sebesar 7.79%, sedangkan industri lainnya sebesar 29.87%.

(18)

dari penyediaan infrastruktur (gedung, jalan, jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi), produksi barang modal (mesin pabrik dan material pendukung serta suku cadangnya), alat transportasi (kapal laut, kereta api beserta relnya, dan otomotif) dan persenjataan. Peningkatan pembangunan sektor industri dan semakin intensifnya pembangunan suatu daerah serta negara menyebabkan kebutuhan akan produk baja terus mengalami peningkatan.

Kota Cilegon dikenal sebagai kota baja karena di wilayah ini berdiri PT. KS yang merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai penghasil baja terbesar di Indonesia dan berdiri pada tanggal 31 Agustus 1970. Selain PT. KS, terdapat juga PT. KP yang merupakan perusahaan patungan antara PT. KS yang dimiliki oleh Indonesia dan PT. P yang dimiliki oleh Korea Selatan. PT. KP resmi berdiri pada tanggal 1 Agustus 2011. PT. KP berlokasi di Kelurahan Tegal Ratu dan Kelurahan Kubang Sari, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon. PT. KP ini merupakan salah satu pabrik baja yang berlokasi dalam satu kawasan yang dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga akan menyebabkan berbagai macam eksternalitas, baik itu eksternalitas positif maupun eksternalitas negatif.

Kecamatan Ciwandan merupakan salah satu kecamatan yang menjadi pusat perkembangan industri paling berpengaruh di Kota Cilegon. Data mengenai jumlah industri di Kecamatan Ciwandan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah industri di Kecamatan Ciwandan tahun 2013

No Kelurahan Besar Sedang Kecil Rumah tangga

1 Gunung Sugih 11 5 13 21

2 Kepuh 12 7 6 23

3 Randakari 5 4 7 25

4 Tegal Ratu 12 4 9 23

5 Banjar Negara - - 3 79

6 Kubang Sari 3 1 5 49

Total 43 21 43 220

Sumber: BPS Kota Cilegon (2014)

(19)

rumah tangga yang menyebabkan masyarakat di kelurahan ini rentan terhadap berbagai macam eksternalitas.

Eksternalitas yang terjadi di Kelurahan Tegal Ratu berupa eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif hanya sedikit dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Tegal Ratu mengingat industri baja PT. KP baru berproduksi pada tahun 2014. Eksternalitas negatif sangat dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Tegal Ratu, sehingga membutuhkan penanganan yang cepat, tepat, dan serius. Eksternalitas negatif yang terjadi berupa penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat akibat pencemaran oleh industri baja. Hal tersebut menjadi penyebab terjadinya konflik antara masyarakat Kelurahan Tegal Ratu dan pihak industri baja. Kondisi lingkungan yang sudah tidak mendukung untuk keperluan kegiatan sehari-hari, berbagai macam penyakit telah dirasakan oleh masyarakat, dan terjadi peningkatan biaya masyarakat akibat pencemaran tersebut.

Pihak industri baja telah memberikan kompensasi dalam bentuk kegiatan

Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat sekitar. Kegiatan CSR tersebut seperti pengecatan dan pembersihan musala serta masjid, donor darah, pelayanan kesehatan gratis, kelas inspirasi, pembersihan kampung dan sekolah (PT. KP 2014). Kompensasi tersebut menurut masyarakat belum dapat mengatasi eksternalitas negatif yang berasal dari kegiatan industri baja.

Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan oleh masyarakat, mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat pencemaran oleh industri baja, mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat akibat pencemaran oleh industri baja, dan juga faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan masyarakat Kelurahan Tegal Ratu dalam menerima dana kompensasi.

1.2 Perumusan Masalah

(20)

Pencemaran oleh industri-industri di Kecamatan Ciwandan telah menyebabkan sebagian besar masyarakat di Kecamatan Ciwandan dan sekitarnya terjangkit berbagai penyakit. Data mengenai laporan 10 besar penyakit di Puskesmas Ciwandan, Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Laporan 10 besar penyakit di Puskesmas Ciwandan, Desember 2014

No Jenis Penyakit Jumlah (Orang)

1 ISPA 449

2 Hipertensi Essensial 292

3 Dermatitis lainnya 221

4 Sakit Kepala 146

5 Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) 176

6 Gastritis dan duodenitis 154

7 Demam yang sebabnya tidak diketahui 121

8 Penyakit pulpa dan periapikal 119

9 Artritis lainnya 106

10 Tuberkulosis paru BTA (+) 103

Sumber: Puskesmas Kecamatan Ciwandan (2014)

Tabel 3 menunjukkan bahwa penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat di Kecamatan Ciwandan dan sekitarnya disebabkan oleh perubahan kualitas lingkungan. Perubahan ini diakibatkan oleh banyaknya pencemaran yang dilakukan oleh industri-industri di Kecamatan Ciwandan dan sekitarnya. Penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat yaitu ISPA sebanyak 449 orang dan paling sedikit yaitu tuberkulosis paru BTA (+) sebanyak 103 orang.

Keberadaan industri baja PT. KP di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan dapat mengancam kehidupan manusia dan ekosistem jika limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik. Masyarakat sekitar industri baja merasakan berbagai perubahan dan gangguan antara lain pencemaran udara dan kebisingan. [Berita acara pemantauan oleh Badan Lingkungan Hidup Pemkot Cilegon di Kelurahan Tegal Ratu, tanggal 20 Maret 2014, hasil pemantauan sebagai berikut (lampiran 7):

1. Berdasarkan keterangan warga masih terdapat debu mengkilap di sekitar perumahan warga.

2. Kadang terdengar suara bising dan suara seperi ledakan pada malam hari. 3. Bantuan dari perusahaan belum dirasakan secara merata oleh warga].

(21)

kelurahan di Kecamatan Ciwandan. Penanganan secara cepat dan terpadu harus segera dilakukan perusahaan lantaran polusi debu besi dapat berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat setempat. BLH menegaskan bila debu besi masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B-3). Selama beberapa pekan terakhir debu besi menyebar di tiga kelurahan, yakni Kelurahan Samangraya, Kubangsari, dan Tegal Ratu. BLH pun telah merespons munculnya pencemaran limbah B-3 sejak awal Maret. Sejumlah petugas lapangan dikerahkan untuk memastikan adanya pencemaran. Mendapatkan kepastian adanya pencemaran limbah B-3 dari Krakatau Posco, BLH memanggil manajemen perusahaan untuk meminta penjelasan. Corporate Secretary PT Krakatau Posco Christiawaty Ferania Keseger membenarkan debu besi merupakan limbah B-3. Namun jenis limbah yang dihasilkan pabrik tidak berbentuk gas dan efek debu besi tidak langsung terjadi. Sejumlah persoalan melatarbelakangi penyebab munculnya polusi debu besi ini. Salah satunya minimnya Steel Mile Plat (SMP) dan alat penyemprot (spray) di lokasi penghancuran besi beku yang dimiliki perusahaaan tersebut].1

Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kegiatan industri baja akan menyebabkan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri baja jika menghirup udara dalam jangka panjang maka dapat menimbulkan penyakit pernapasan yang fatal dan merusak paru-paru. Udara yang tercemar tersebut dapat memengaruhi kesehatan masyarakat dengan cara pemaparan melalui kulit, masuk melalui saluran pernapasan, dan pembuluh darah.

[Limbah debu besi berasal dari proses pembuatan baja. Awalnya besi tua dicampur dengan biji batu bara masak (spons coke) + sinter besi (batuan besi) +

alloy + kapur yang dilebur di tungku tanur tinggi (blast furnace) agar didapatkan besi cair murni. Hasil dari proses tersebut kemudian dibawa ke bagian steel making plant buat ditambah alloy lagi dan dilebur ulang supaya menjadi baja yang sesuai dengan permintaan pasar. Bagian steel making plant menggunakan sistem

blowing sehingga memungkinkan masih ada debu besi yang belum terserap oleh alat penangkap debu. Pihak industri baja PT. KP sudah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan berbagai cara, salah satunya yaitu menambah mesin penghisap

1 Anonim. 2014. BLH Peringatkan PT Krakatau Posco. Indopos [Internet]. [diunduh 2015 Maret

(22)

debu besi yang bisa lebih maksimal dalam menyerap debu besi tersebut, akan tetapi masih belum menghasilkan perubahan yang signifikan. Limbah debu besi tersebut terbawa angin dan terbang ke arah pemukiman warga yang berada di sekitar kawasan industri baja serta menempel ke rumah-rumah atau pakaian warga. Limbah debu besi seringkali terhirup oleh warga karena bentuknya yang tergolong kecil dan mudah terbang. Limbah debu besi tersebut tergolong berbahaya bagi kehidupan manusia karena masih mengandung zat kimia. Lokasi PT. KP berada di dekat pemukiman penduduk membuat masyarakat mengalami berbagai macam eksternalitas positif dan negatif. Pihak perusahaan sudah memberikan kompensasi berupa program Corporate Social Responsibility (CSR) dan bantuan untuk masyarakat di sekitar kawasan industri baja].2

Bentuk pencemaran yang ditimbulkan industri baja berupa limbah debu besi yang memasuki rumah-rumah warga yang mengakibatkan warga terserang berbagai penyakit karena menghirup udara dari debu besi terutama ketika di musim kemarau dan arah angin sedang menuju ke pemukiman penduduk.

[Banyak warga Ciwandan Kota Cilegon terkena penyakit kulit seperti bintik merah dan gatal, penyakit tersebut di duga di sebabkan oleh debu besi PT. KS Posco. Penyakit kulit ini telah menyerang 2 balita, kedua balita ini bernama Azzahran (13 bukan) dan Kayla Renata (15 bulan). Tubuh para balita terdapat bercak merah di seluruh kulitnya. Mereka juga mengalami ISPA dan batuk-batuk. Sebelum adanya debu besi, kedua balita tersebut tidak mengalami apa-apa. Namun, sejak adanya debu malah keluar bercak merah dan batuk-batuk yang cukup lama. Kejadian ini juga bukan dialami balita itu saja, tapi banyak orang yang mengalami penyakit gatal seperti ini. Kordinator Bidang Pengobatas Puskesmas Ciwandan dr. Isnawati mengatakan pihaknya belum memastikan penyebab gatal-gatal berasal dari polusi debu besi. Menurut informasi, debu besi bisa menyebabkan gatal. Isna mengaku pihaknya tengah mengkaji partikel debu besi di labotarium].3

2

Karyawan PT. KP. 2015. Testimony karyawan PT. KP tentang limbah industri baja. Cilegon: (ID).

3

(23)

Masyarakat juga merasakan pencemaran udara berupa debu dan asap yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor dan alat berat yang digunakan oleh pihak industri baja. Data mengenai hasil pengujian kualitas udara di masyarakat sekitar kawasan industri baja pada bulan Oktober–Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengujian kualitas udara di masyarakat sekitar kawasan industri baja, Oktober–Desember tahun 2014

No Parameter Standar Baku Mutu*

Unit Hasil Pengukuran (Lokasi)

Tegal Keterangan: *PPRI No.41/1999

Tabel 4 menunjukan bahwa kualitas udara pada bulan Oktober–Desember tahun 2014 yaitu semua parameter berada dibawah standar baku mutu, sehingga telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Batas nilai baku mutu yang digunakan untuk pengendalian pencemaran udara adalah PPRI No.41/1999. Peningkatan kadar pencemaran udara setiap tahunnya berpotensi menimbulkan kerugian kepada masyarakat walaupun masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Pencemaran yang terjadi dapat diprediksi bahwa lima sampai sepuluh tahun kedepan kondisi kualitas udara di kelurahan yang berdampingan dengan industri baja akan semakin buruk andai pihak industri baja tidak melakukan tindakan produksi yang lebih ramah lingkungan.

Pencemaran berupa kebisingan juga terjadi akibat aktivitas industri baja. Kebisingan tersebut berasal dari proses produksi, alat berat, dan kendaraan bermotor yang digunakan industri baja PT. KP.

(24)

kaget dengan bunyi ledakan. "Sempat kaget juga, kirain apa. Ada asap ngepul begitu," ujar Fandi (33). Sementara itu M Sudrajad (26) yang berada tak jauh dari area pabrik mendengar ledakan sangat keras. "Besar ledakannya, habis ledakan asap keluar dari dalam pabrik disertai bau bahan kimia yang menyengat," katanya. Sudrajad mengungkapkan, setelah terjadi ledakan pihak keamanan pabrik langsung berjaga di area ledakan. "Habis meledak, warga yang ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi dihalangi oleh petugas keamanan perusahaan yang menjaga ketat di pintu depan pabrik," kata Sudrajad].4

Kebisingan yang dirasakan oleh masyarakat bersumber dari pengoperasian alat berat, proses produksi, dan kendaraan bermotor. Kebisingan yang dihasilkan tersebut dapat mengganggu masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri baja. Data mengenai hasil pengujian tingkat kebisingan di masyarakat sekitar kawasan industri baja pada Oktober-Desember 2014 dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Hasil pengujian tingkat kebisingan di masyarakat sekitar kawasan industri

baja, Oktober–Desember tahun 2014

No Lokasi Tingkat Kebisingan

(Pagi-Malam), LSM

Alhidayah/Cigading RT 1 RW 1 Tegal Ratu RT 4 RW 2

Keterangan: *KEP.48/MENLH/11/1996

Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada bulan Oktober– Desember tahun 2014 di Lingkungan Tegal Buntu dan Lingkungan Cigading telah melewati baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Tingkat kebisingan pada lokasi lainnya mendekati standar baku mutu yang telah ditentukan. Batas nilai baku mutu yang digunakan untuk kebisingan adalah KEP.48/MENLH/11/1996. Keputusan tersebut mengatur baku mutu salah satunya untuk perumahan dan permukiman yaitu sebesar 55 dB(A).

Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

4 Prasetya, D. 2014. Ini penyebab ledakan di pabrik baja krakatau posco cilegon. Merdeka

(25)

1. Bagaimana eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon?

2. Berapa besar nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon?

3. Berapa besar nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat akibat pencemaran yang disebabkan dari aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon?

4. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperoleh tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon.

2. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon.

3. Mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat akibat pencemaran yang disebabkan dari aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon.

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat dalam berbagai hal, antara lain:

(26)

2. Instansi/perusahaan, sebagai pertimbangan dalam penentuan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat akibat pencemaran oleh kegiatan industri baja. Diharapkan dalam melakukan aktivitas industri agar lebih ramah lingkungan sehingga terjadi pengurangan pencemaran lingkungan dan tidak merugikan masyarakat lebih besar.

3. Masyarakat, sebagai informasi agar masyarakat lebih mencintai, menjaga, dan memerhatikan lingkungan sehingga masyarakat lebih berhati-hati menghadapi setiap perubahan lingkungan yang terjadi serta mengantisipasi dampak negatif dan kerugian yang lebih besar..

4. Pemerintah, sebagai penentu dan pengevaluasi kebijakan, agar setiap kebijakan yang dilakukan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat dan kondisi lingkungan terutama mengenai masalah pencemaran oleh aktivitas industri.

5. Akademisi dan peneliti lain, sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(27)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eksternalitas

Menurut Mangkoesoebroto (2000), eksternalitas merupakan keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar dan kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan/atau biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas berdasarkan dampaknya dibagi menjadi dua yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi. Eksternalitas negatif adalah dampak yang bersifat merugikan bagi orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut. Kemungkinan terjadinya eksternalitas dalam perekonomian dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Konsumen-konsumen

Tindakan seorang konsumen yang dapat menimbulkan eksternalitas bagi konsumen lain. Contoh: asap rokok dapat mengganggu konsumen lain yang tidak merokok.

2. Konsumen-produsen

Tindakan seorang konsumen yang dapat menimbulkan eksternalitas bagi produsen. Contoh: pembuangan limbah rumah tangga ke aliran sungai yang dapat mengganggu pemanfaatan air pada perusahaan air minum.

3. Produsen-konsumen

Tindakan suatu produsen mengakibatkan perubahan fungsi utilitas pada konsumen. Contoh: pabrik yang menghasilkan pencemaran air dan air tersebut dibuang ke sungai, sehingga dapat mengganggu penduduk yang memanfaatkan air tersebut.

4. Produsen-produsen

Tindakan suatu produsen mengakibatkan perubahan fungsi produksi pada produsen lain. Contoh: pabrik yang menghasilkan pencemaran air menyebabkan kenaikan biaya produksi perusahaan lain yang memanfaatkan air.

(28)

perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksikan (Mangkoesobroto 2000). Hal ini akan tercapai apabila:

MSC = MSB

MSC = PMC + MEC MSB = MPB + MEB Keterangan:

MSC = Marginal Social Cost MEC = Marginal External Cost

MSB = Marginal Social Benefit MPB = Marginal Private Benefit

PMC = Marginal Private Cost MEB = Marginal External Benefit

1. Eksternalitas produksi negatif

Eksternalitas produksi negatif terjadi ketika produsen tidak memperhitungkan MEB dan MEC dalam penentuan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biaya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Kesimpulannya adalah bahwa dalam eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi haruslah dikurangi agar efisiensi produksi ditinjau dari seluruh masyarakat untuk mencapai optimum (Mangkoesobroto 2000). Kurva eksternalitas produksi negatif dapat dilihat pada Gambar 1:

Harga (Rp)

H1

H0

Q1 Q2 Jumlah Produksi Sumber: Mangkoesobroto (2000)

Gambar 1 Kurva eksternalitas produksi negatif

Gambar 1 menunjukan kurva eksternalitas produksi negatif. Tingkat output yang optimum terjadi saat tingkat produksi sebesar Q1. Produsen cenderung menetapkan tingkat produksi sebesar Q2, yaitu ketika kurva permintaan (MSB) memotong kurva PMC, sehingga dapat dilihat bahwa jumlah produksi yang diproduksi terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi optimum.

MSB MSC = PMC + MEC

(29)

2. Eksternalitas produksi positif

Eksternalitas produksi positif terjadi ketika pengusaha tidak memperhitungkan eksternalitas positif yang diakibatkan oleh usahanya terhadap pihak lain atau MEB (MEB = 0) sehingga akan menyebabkan kecenderungan tingkat produksi yang terlalu rendah dilihat dari efisiensi seluruh masyarakat. Hal ini disebabkan karena pengusaha menentukan tingkat produksi pada PMC = MPB sedangkan bagi masyarakat, tingkat produksi yang efisien akan terjadi di mana MSB = MPB + MEB = MSC = PMC + MEC. Asumsi MEC = 0, maka akan terlihat MSB > MPB sedangkan MSC=PMC. Selama MSB > MSC produksi seharusnya ditingkatkan sampai MSB = MSC (Mangkoesobroto 2000). Kurva eksternalitas produksi positif dapat dilihat pada Gambar 2:

Harga PMC

H1 MSC

H0

MPB

Q0 Q1 Jumlah produksi

Sumber: Mangkoesobroto (2000)

Gambar 2 Kurva eksternalitas produksi positif

Gambar 2 menunjukkan kasus eksternalitas produksi positif. Pengusaha akan menentukan jumlah produksi pada OQ0 karena MPB = PMC. Adanya

eksternalitas produksi yang positif menyebabkan kurva MSC dibawah kurva PMC (MSC < PMC). Perpotongan antara kurva MSC dan MPB terjadi di titik E dan jumlah produksi yang optimum sebesar OQ1, yang lebih besar dari OQ0. Pada

kasus eksternalitas positif, perhitungan pengusaha tidak memperhitungkan dampak positif usahanya terhadap masyarakat dalam menentukan tingkat produksi akan menyebabkan jumlah produksi menjadi terlalu kecil.

(30)

hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

2.2 Industri Baja

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 pasal 1 ayat (2) tentang Perindustrian, menyatakan bahwa industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumberdaya industri, sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi.

Industri baja merupakan salah satu bagian dari industri logam dasar yang termasuk dalam industri hulu. Sektor ini memainkan peran utama dalam memasok bahan-bahan baku vital untuk pembangunan di berbagai bidang mulai dari penyediaan infrastruktur (gedung, jalan, jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi), produksi barang modal (mesin pabrik dan material pendukung serta suku cadangnya), alat transportasi (kapal laut, kereta api beserta relnya, dan otomotif), hingga persenjataan. Industri baja memiliki cakupan yang sangat luas, meliputi rentang nilai yang panjang dari hulu sampai hilir. Hulunya dimulai dari proses hasil tambang berupa pasir besi menjadi bijih besi (iron ore) dan dilanjutkan menjadi pellet yang merupakan bahan baku untuk pembuatan besi baja. Selanjutnya diproses lagi pada tanur baja untuk menghasilkan produk baja antara yang menghasilkan bahan baku bagi industri hilirnya sebagai produk akhir (end product). Industri baja sendiri merupakan industri yang bersifat padat modal, padat teknologi, dan memerlukan SDM yang terampil dan ahli dalam merencanakan proses produksi dan pengaturan mesin secara optimal dan efisien. Peningkatan pembangunan sektor industri dan pembangunan suatu daerah serta negara menyebabkan kebutuhan akan produk baja terus mengalami peningkatan yang signifikan.5

Menurut Wardhana (2004), industri dan teknologi dapat menimbulkan dampak tak langsung dan dampak langsung. Dampak tak langsung umumnya berhubungan dengan masalah sosial masyarakat, atau lebih sering diungkapkan

5

(31)

sebagai dampak psikososioekonomi. Dampak tak langsung akibat adanya industri antara lain: (1) urbanisasi: masyarakat pedesaan yang semula bekerja pada bidang pertanian, namun karena adanya daya tarik industri di perkotaan berpindah ke daerah industri, (2) perilaku: perilaku yang semula suka tolong-menolong berubah menjadi acuh tak acuh dan individualistis, (3) kriminalitas: keadaan yang diinginkan sebagian orang untuk hidup mewah dan bersenang-senang membuat mereka mengambil jalan pintas tindak kriminal, pencurian, perampokan, penodongan, dan pemerkosaan mewarnai kehidupan masyarakat industri, dan (4) sosial budaya, berkembangnya tempat-tempat hiburan dengan segala kelengkapannya seperti bioskop, diskotek, dan sebagainya berdampak pada sosial budaya masyarakat sekitarnya.

Dampak langsung merupakan dampak yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat akibat adanya kegiatan industri dan teknologi. Kegiatan industri dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, apabila keseimbangan lingkungan terganggu maka kualitas lingkungan juga berubah. Dampak langsung yang bersifat negatif akibat kegiatan industri, dapat dilihat dari terjadinya masalah-masalah pencemaran udara, pencemaran air, dan pecemaran daratan.

2.4 Pencemaran Udara

Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 pasal 1 ayat (1) tentang Pengendalian Pencemaran Udara, menyatakan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

(32)

partikel yang berukuran kecil 1 sampai 3 mikron akan masuk ke dalam kantung udara, menempel pada alveoli. Pencemaran udara oleh partikel (debu) dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan (pneumokoniosis). Penyakit pernapasan ini tergantung kepada jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke paru-paru. Beberapa jenis pneumokoniosis yang sering terjadi pada daerah industri yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis, dan Beriliosis.

Menurut Wardhana (2004), sumber pencemaran partikel yang berasal dari kegiatan manusia berasal dari pembakaran batu bara, proses industri, kebakaran hutan, dan gas buangan alat transportasi. Data mengenai sumber utama pencemaran partikel dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sumber utama pencemaran partikel

No Sumber Pencemaran % bagian % total

2 Pembakaran stasioner g) batu bara

l) pembakaran batu bara sisa m) pembakaran limbah pertanian

2.5 Dampak Pencemaran oleh Industri Baja

(33)

tertahan dalam jaringan paru, sementara komponen-komponen yang larut dibawa darah ke bagian tubuh yang lain. Hanya kobalt yang di eksresi dalam jumlah kecil melalui kemih.6

Limbah baja memiliki kandungan logam besi (Fe). Logam ini termasuk kelompok logam esensial, tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan terutama pada anak-anak. Keracunan pada anak-anak terjadi secara tidak sengaja, saat anak memakan makanan atau benda yang mengandung Fe, sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi.

Pengaruh debu besi terhadap kesehatan paru pekerja pabrik besi baja PT Krakatau Steel, Cilegon menyatakan bahwa pada kelompok terpajan prevalensi kelainan klinik 13.7 persen, batuk kronik 1.7 persen, berdahak kronik 5.9 persen, dan bronkitis industri 11.9 persen. Pada kelompok tidak terpajan prevalensi kelainan klinik 11.1 persen, batuk kronik 3.4 persen, berdahak kronik 5.1 persen, dan bronkitis 6.8 persen. Pada kelompok terpajan prevalensi kelainan fungsi paru sebesar 15.4 persen terdiri dari 11.9 persen kelainan restiksi dan 3.4 persen kelainan obstruksi. Pada kelompok tidak terpajan prevalensi kelainan fungsi paru 13.7 persen terdiri dari 8.5 persen kelainan restriktif dan 5.1 persen kelainan obstruktif. Kelainan foto toraks diduga siderosis ditemukan sebesar 17.1 persen pada kelompok terpajan dan 12.8 persen pada kelompok tidak terpajan.7

Menurut Wardhana (2004), jenis penyakit pneumokoniosis akibat kegiatan industri baja yaitu penyakit silikosis. Penyakit ini disebabkan oleh pencemaran udara debu silika bebas yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika yang masuk kedalam paru-paru akan mengalami inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala silikosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke dalam paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silikosis ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk. Penyakit silikosis yang sudah berat maka sesak napas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jentung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Penyakit silikosis akan

6

Prayudi, T. 2005. Dampak Industri Peleburan Logam Fe terhadap Pencemaran Debu di Udara. J Tek Ling. 6(2): 385-390.

7 Setyakusuma D. Aditama TY, Yunus F, Mangunnegoro H. 1997. Pengaruh debu besi terhadap

kesehatan paru para pekerja pabrik besi baja PT. Krakatau Steel Cilegon. J Respir Indo. 17(1):16

(34)

lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita TBC paru-paru, bronkitis kronis, asma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.

2.6 Contingent Valuation Method (CVM)

Metode CVM merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan langsung dengan menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan membayar akibat manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan atau seberapa besar kesediaan masyarakat untuk menerima kompensasi akibat penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley and Spash 1993). Menurut Yakin (1997), kelemahan dan kesalahan potensial estimasi nilai lingkungan dengan metode CVM meliputi:

1. Kesalahan pasar hipotetis

Kesalahan ini terjadi jika deskripsi situasi hipotetis secara sistematis berbeda dengan situasi sebenarnya.

2. Kesalahan strategi

Kesalahan ini terjadi ketika responden merasa bahwa dia bisa memengaruhi hasil akhir dari nilai ekonomi perubahan lingkungan, sehingga dia tidak menawarkan nilai yang sebenarnya. Responden bisa memberikan nilai yang lebih rendah atau nilai yang terlalu tinggi tergantung keinginan responden.

3. Kesalahan informasi

Kesalahan ini terjadi ketika jumlah dan kualitas informasi tentang sumberdaya yang dinilai berpengaruh terhadap besarnya nilai yang ingin dibayar untuk sumberdaya tersebut. Kurangnya informasi berkaitan dengan sumberdaya yang dinilai bisa memengaruhi nilai yang diberikan.

4. Kesalahan titik awal

(35)

5. Kesalahan alat

Kesalahan ini terjadi ketika responden tidak memberikan nilai karena mereka tidak setuju dengan cara atau metode yang dipakai untuk memperoleh nilai yang ditawarkan.

2.7 Analisis Willingness to Accept (WTA)

Nilai kesediaan untuk menerima (Willingness to Accept) merupakan nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas penurunan kualitas sumberdaya alam. WTA merupakan bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Metode yang digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP responden (Hanley and Spash 1993) yaitu:

1. Bidding Game (Metode tawar-menawar)

Metode ini dilakukan dengan mempertanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.

2. Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka)

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden tentang berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa memengaruhi nilai awal yang ditawarkan, sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini yaitu kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasi dan responden sering kesulitan menjawab pertanyaan.

3. Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup)

Metode ini tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden dapat memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan.

4. Payment Card (Metode kartu pembayaran)

(36)

responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu. Metode ini untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar.

Besarnya nilai WTA masyarakat diketahui melalui pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash 1993), yaitu:

1. Membangun Pasar Hipotetis

Pasar hipotetis ini dibangun dengan suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima dana kompensasi dari dipergunakannya jasa lingkungan oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetis ini harus diuraikan secara jelas skenario kegiatannya dalam instrumen survei yang menggunakan kuesioner, sehingga responden memahami barang/jasa lingkungan yang dipertanyakan dan keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan.

2. Memperoleh Nilai Penawaran

Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei yaitu administrasi survei. Tahapannya melalui wawancara dengan tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya nilai minimum WTA yang bersedia diterima. Kelemahan wawancara dengan teknik ini yaitu ada kemungkinan terjadinya bias yang dilakukan oleh petugas pada saat melakukan wawancara.

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Nilai WTA yang telah terkumpul maka tahap yang selanjutnya yaitu melakukan perhitungan nilai tengah dan rata-rata dari WTA. Nilai tengah dihitung ketika terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Perhitungan menggunakan nilai rata-rata dari WTA menyebabkan nilai yang diperoleh menjadi lebih tinggi dari sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan lebih kecil dari nilai rata-rata.

4. Menduga Kurva Penawaran (bid curve)

(37)

5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-square (R2) dari model regresi berganda WTA

2.8 Pendekatan Modal Manusia (Human Capital Approach)

Menurut Suparmoko (2006), dampak dari suatu kegiatan terhadap lingkungan yang memberikan dampak terhadap kesehatan manusia maka dapat diukur dengan menggunakan metode Cost of Illness (COI) atau biaya kehidupan. Pendekatan ini menghitung kerugian berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit akibat penurunan kualitas lingkungan.

2.9 Model Regresi Linier Berganda

Model regresi linier berganda merupakan model regresi yang terdiri atas lebih dari satu variabel bebas dengan adanya keterkaitan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Sifat-sifat OLS (Gujarati 2003): (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Menurut Gujarati (2003), analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah:

1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,..,n, rata-rata galat adalah nol, nilai

yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel bebas tertentu

adalah nol.

2. Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, yang berarti bahwa tidak

ada autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.

3. Var (ui) = 2, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n, yang berarti bahwa setiap

(38)

4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0, yang berarti bahwa kovarian setiap galat

memiliki varian yang sama dan setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda.

5. Tidak ada multikolinieritas, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus dalam kondisi saling bebas.

Fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda 2009):

Y = β1 X1i + β2 X2i+ β3 X3i+ ... + βk Xki+ i ...(1)

Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi

Y = β1+ β2 X2i+ β3 X3i+ ... + βk Xki+ i...(2)

Keterangan:

Y = Peubah tak bebas

I = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample) Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk

β1 = Intersep

β2,3,..n = Parameter penduga Xi i = Pengaruh sisa (error term)

2.10 Penelitian Terdahulu

Studi pustaka mengenai penelitian tentang dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi dan juga masalah lingkungan diperoleh dari beberapa hasil penelitian yang mirip dengan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu:

(39)

pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.

Penelitian yang kedua merupakan penelitian dari Luthfi Adhitya (2013) dengan judul Estimasi Biaya Eksternal dan Willingness to Accept Masyarakat Akibat Pencemaran di Sekitar Kawasan Pabrik Gula Cepiring, Kendal. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif, CVM, regresi linier berganda, cost of illness, replacement cost, change of productivity. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa eksternalitas negatif yang terjadi berupa pencemaran air tanah, udara, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kebisingan. Biaya eksternal masyarakat RW 04 Desa Cepiring sebesar Rp229 845 336/tahun, sedangkan di sektor pertanian sebesar Rp314 720 000/tahun. Rata-rata nilai dari WTA rumah tangga per bulan yaitu sebesar Rp440 132. Lima faktor yang memengaruhi nilai WTA secara signifikan yaitu tingkat pendidikan, jarak rumah dari daerah industri, kualitas kebisingan, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran air, dan belum adanya upaya untuk menggantikan kualitas lingkungan.

Penelitian yang ketiga yaitu penelitian Sheanie Tyas Ahmeer (2014) yang berjudul Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah di Sekitar Kawasan Industri (Studi Kasus Industri Keramik di Kelurahan Nanggewer, Kabupaten Bogor). Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif, Averting Behaviour Methods (ABM), cost of illness, CVM, dan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menujukkan terjadi eksternalitas negatif berupa perubahan kualitas air tanah, kehilangan keanekaragaman hayati, terganggunya kenyamanan, dan timbulnya penyakit. Nilai kerugian ekonomi setiap rumah tangga adalah Rp125 716.67/bulan dan nilai rataan WTA rumah tangga sebesar Rp497 674.42/bulan. Faktor-faktor yang memengaruhi nilai WTA yaitu usia, jenis kelamin, pendapatan, biaya pengganti air bersih, pendidikan, jarak tempat tinggal dari lokasi industri, dan biaya kesehatan.

(40)

Tabel 7 Penelitian terdahulu

Eksternalitas negatif berupa kebisingan getaran, perubahan kualitas udara, perubahan kualitas dan kuantitas air. Nilai dugaan rataan WTA responden Rp137 500/bulan/KK. Nilai total WTA responden Rp6 325 000/bulan. Nilai total WTA masyarakat yaitu sebesar Rp447 975 000/bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy

wiraswasta dan pegawai swasta.

Eksternalitas negatif berupa pencemaran air tanah, udara, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kebisingan. Total biaya eksternal masyarakat Rp229 845 336/tahun. Total sektor pertanian yang dialami yaitu Rp314 720 000/tahun. Rata-rata WTA responden Rp440 132/bulan/KK. Faktor-faktor yang berpengaruh pada WTA adalah pendidikan, jarak tempat tinggal, responden yang dirugikan akibat pencemaran air tanah dan responden yang belum melakukan upaya mengatasi pencemaran, tingkat kebisingan.

(41)

25

III KERANGKA PEMIKIRAN

Pencemaran udara akibat industri baja yang terjadi di Kelurahan Tegal Ratu disebabkan oleh keberadaan cerobong asap yang tidak terlalu jauh dari atap rumah warga sehingga menimbulkan permasalahan seperti limbah debu besi yang memasuki pemukiman penduduk. Permasalahan pencemaran udara pada musim kemarau lebih sering terjadi karena udara yang panas dan kering disertai angin yang menyebabkan limbah debu besi yang dihasilkan oleh industri baja terbawa angin dan terbang ke arah pemukiman penduduk, menempel di atap, masuk ke rumah-rumah warga sekitar, serta menempel di pakaian selama berhari-hari yang terhirup oleh masyarakat. Masyarakat juga mengalami pencemaran udara berupa debu dan asap yang diakibatkan kendaraan bermotor dan alat berat yang digunakan oleh pihak industri baja. Pencemaran tersebut menyebabkan warga mengalami berbagai penyakit karena setiap hari menghirup udara tersebut.

Tahap pertama dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Tahap kedua yaitu mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari aktivitas industri baja menggunakan metode cost of illness dan loss of earnings. Tahap ketiga yaitu mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat akibat pencemaran yang disebabkan dari aktivitas industri baja dengan menggunakan tahapan-tahapan dalam pendekatan CVM. Tahap keempat yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi menggunakan analisis regresi linier berganda.

(42)

baik di dalam maupun di sekitar kawasan industri. Alur kerangka berpikir yang dibuat untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, bisa dilihat pada Gambar 3.

Keterangan:

= Aliran penelitian

= Ruang lingkup penelitian

Gambar 3 Diagram alur kerangka berpikir Eksternalitas

positif Eksternalitas negatif

Pencemaran

udara Kebisingan

Penurunan kualitas lingkungan masyarakat Kelurahan Tegal Ratu akibat pencemaran

Identifikasi

untuk masyarakat Kelurahan Tegal Ratu yang terkena eksternalitas Identifikasi

eksternalitas positif

(43)

27

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Tegal Ratu merupakan salah satu pemukiman yang padat penduduk dan terkena dampak pencemaran yang besar akibat aktivitas industri karena terletak dekat dengan kawasan industri baja. Pengambilan data primer dilaksanakan bulan April sampai Mei 2015.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa peninjauan langsung di lapangan dan respon warga Kelurahan Tegal Ratu melalui kuesioner dan wawancara langsung. Data tersebut meliputi karakteristik responden, eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan responden, kerugian yang dialami, biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita, pendapatan yang hilang akibat tidak bekerja karena sakit, pandangan responden terkait keberadaan industri baja, penilaian terhadap dampak pencemaran, kesediaan atau ketidaksediaan menerima kompensasi, dan besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dinas atau instansi terkait serta dari pustaka yang relevan dengan penelitian berupa buku referensi, jurnal ilmiah, internet, hasil-hasil penelitian terdahulu oleh suatu instansi, perorangan atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder yang dikumpulkan berupa peraturan atau perundang-undangan mengenai limbah, baku mutu, pengelolaan lingkungan hidup, data kesehatan warga Kelurahan Tegal Ratu, kondisi umum industri baja, dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan, Puskesmas Kecamatan Ciwandan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Cilegon, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cilegon, key persons,

(44)

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Teknik penentuan responden dalam penelitian ini yaitu purposive sampling

dengan kriteria responden yang merasakan dampak akibat aktivitas industri baja.

Purposive sampling digunakan dalam memilih perwakilan dari rumah tangga baik pihak bapak atau ibu. Jumlah responden yaitu 55 Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di Kelurahan Tegal Ratu tepatnya di RW 01 sebanyak 25 responden dan di RW 06 sebanyak 30 responden. Menurut Walpole (1992), penetapan jumlah responden ini mengikuti kaidah pengambilan sampel secara stastistika yaitu minimal 30 data atau sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diambil dalam penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi nilai WTA dengan menggunakan metode biddinggame. Metode ini diterapkan dengan melakukan penawaran, dimulai pada penawaran maksimal yaitu pada penelitian ini sebesar Rp50 000 hingga angka minimum yang mau diterima oleh responden. Data yang diperoleh dalam penelitan ini kemudian dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Aspek kualitatif yang diteliti menggunakan metode deskriptif untuk mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat sedangkan aspek kuantitatif yang diteliti meliputi estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran udara dan kebisingan yang dirasakan masyarakat dengan menggunakan metode cost of illness dan loss of earnings,

besarnya nilai dana kompensasi yang diterima masyarakat akibat pencemaran dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM), dan metode analisis regresi linier berganda dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya nilai dana kompensasi.

Pengolahan analisis kuantitatif menggunakan program Microsoft Excel

(45)

Tabel 8 Matriks metode analisis data

4.4.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Industri Baja

Analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan responden dengan menggunakan analisis deskiptif kualitatif. Menurut Nazir (2003), metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan analisis deskriptif yaitu untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Identifikasi eksternalitas positif dan negatif yang timbul akibat kegiatan industri baja di Kelurahan Tegal Ratu bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diterima dan apa saja perubahan yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri baja. Analisis ini meliputi ada tidaknya gangguan akibat aktivitas industri, penilaian responden terhadap kualitas lingkungan, dan dampak yang dirasakan akibat aktivitas industri baja. Informasi mengenai dampak yang diterima masyarakat didapatkan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara

No Tujuan Penelitian Jenis Data Metode Analisis Data 1 Mengidentifikasi

eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan masyarakat

Data primer (kuesioner) dan data sekunder

Analisis deskriptif kualitatif

2 Mengestimasi besarnya nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat

3 Mengestimasi besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat

(46)

langsung kepada masyarakat sebagai responden pada penelitian ini dan key persons. Dampak yang dianalisis adalah dampak terhadap sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dirasakan masyarakat yang diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran

Perhitungan estimasi nilai kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat akibat pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas industri baja di Kelurahan Tegal Ratu dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Perhitungan tersebut dengan menggunakan pendekatan metode cost of illness dan

loss of earnings.

Metode cost of illness yaitu metode yang digunakan untuk mengestimasi biaya eksternal atau kerugian ekonomi dengan menggunakan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh masyarakat akibat penurunan tingkat kesehatan (sakit) yang pernah dialami. Biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat sebagai responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat. Biaya rata-rata diperoleh dari total jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat dibagi jumlah responden yang mengeluarkan biaya untuk berobat. Perhitungan nilai tersebut melalui pendekatan dengan menggunakan rumus:

RBB = ∑ni= BB

n ...(3)

Keterangan:

RBB = Rata-rata biaya berobat (Rp/tahun) BB = Biaya berobat (Rp/tahun)

n = Jumlah responden (KK)

i = Responden ke-i(1,2,3,...n)

Menurut Hufscmidt, et al. (1992) dalam Farhani (2011), metode loss of earnings merupakan salah satu metode valuasi ekonomi untuk melakukan penilaian biaya lingkungan berdasarkan pendekatan yang berorientasi pasar. Penilaian manfaat dalam metode ini menggunakan harga aktual barang dan jasa (actual based market methods). Penggunaan metode ini mudah digunakan karena mengikuti harga pasar aktual barang dan jasa yang berlaku saat ini.

(47)

produktivitas masyarakat akan menurun. Masyarakat yang terkena penyakit harus menanggung hilangnya pendapatan yang dapat digunakan untuk bekerja. Kerugian masyarakat sebagai responden yang tidak masuk kerja akibat sakit dihitung berdasarkan tingkat pendapatan per hari. Perhitungan nilai kerugian responden yang tidak masuk kerja dengan cara jumlah hari tidak kerja responden dikali dengan tingkat pendapatan responden per hari. Perhitungan nilai tersebut melalui pendekatan dengan menggunakan rumus:

NKRTMK = ∑n JHTKi × TKPi

= ...(4)

Keterangan:

NKRTMK = Nilai kerugian responden tidak masuk kerja (Rp/tahun) JHTK = Jumlah hari tidak kerja (/hari)

TKP = Tingkat pendapatan responden per hari (Rp/hari) n = jumlah responden (KK)

i = responden ke-i (1,2,3,…...,n)

4.4.3 Analisis Nilai Willingness to Accept (WTA) Masyarakat Terhadap Pencemaran Akibat Aktivitas Industri Baja

Willingness to Accept (WTA) merupakan nilai yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai kompensasi atas perubahan kualitas sumberdaya alam yang diakibatkan oleh aktivitas pihak lain. Perhitungan nilai Willingness to Accept

(WTA) ini dapat ditanyakan langsung melalui survei dengan kuesioner ke individu atau masyarakat tentang sejauh mana mereka mau menerima kompensasi akibat adanya kerusakan lingkungan. Informasi yang diperlukan pada metode ini meliputi: (1) karakteristik sosial demografi responden; (2) Willingness to Accept

(WTA) yang diteliti; (3) detail tentang benda yang akan dinilai, dan persepsi penilaian benda publik. Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari setiap responden adalah:

1. Pihak industri baja bersedia memberikan dana kompensasi kepada masyarakat Kelurahan Tegal Ratu atas penurunan kualitas lingkungan. 2. Responden merupakan warga RW 01 dan RW 06 Kelurahan Tegal Ratu

yang merasakan dampak akibat aktivitas industri baja.

(48)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai WTA responden dan faktor-faktor yang memengaruhi nilai tersebut. Nilai tersebut diestimasi dengan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Tahapan-tahapan CVM (Hanley and Spash 1993), yaitu:

1. Membangun pasar hipotetis

Pasar hipotetis dibentuk berdasarkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan yang terjadi akibat keberadaan industri baja di Kelurahan Tegal Ratu. Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi berupa pencemaran udara dan kebisingan. Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi diakibatkan mendekatnya industri baja ke pemukiman warga di Kelurahan Tegal Ratu.

Pemberian kompensasi dirasa perlu dilakukan oleh pihak industri baja karena masyarakat sekitar kawasan industri baja mempunyai hak untuk dapat membiayai pengobatan yang pernah dirasakan dan hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja karena sakit yang disebabkan oleh pencemaran udara tersebut. Bentuk kompensasi yang ditawarkan bervariasi dan responden akan memilih sesuai dengan keinginannya. Bentuk kompensasi yang ditawarkan berupa perbaikan infrastruktur (jalan, jembatan, listrik, dll), pembangunan klinik kesehatan, penyediaan alat penyaring udara, dan pemberian dana kompensasi. Pasar hipotetis tersebut dibuat dalam skenario sebagai berikut:

Skenario:

(49)

Skenario tersebut membuat responden akan mengetahui gambaran tentang situasi hipotetis mengenai rencana adanya upaya dari pihak pemerintah dan industri untuk mengatasi pencemaran yang terjadi. Pemberian dana kompensasi ini diharapkan agar masyarakat tidak perlu lagi menanggung kerugian yang diakibatkan oleh pihak industri baja. Pertanyaan dalam pasar hipotetis:

“Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpartisipasi dalam kebijakan perusahaan berupa pemberian dana kompensasi akibat dampak negatif dari industri baja dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia diterima ?”

2. Memperoleh nilai penawaran

Tahapan selanjutnya adalah membuat kuesioner untuk pengambilan sampel. Setelah itu dilakukan survei dengan cara wawancara langsung kepada responden. Wawancara langsung bertujuan untuk memudahkan responden menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti dan memungkinkan terkumpulnya data-data baru yang sebelumnya tidak ditanyakan. Responden ditanya besarnya nilai minimum WTA untuk menerima dampak penurunan kualitas lingkungan melalui metode bidding game. Metode ini diterapkan dengan melakukan penawaran, dimulai pada penawaran maksimal sebesar Rp50 000 hingga angka minimum yang mau diterima responden.

3. Menghitung dugaan nilai rataan WTA (EWTA)

Tahapan berikutnya setelah data terkumpul adalah mencari nilai rata-rata (mean) dan nilai tengah (median) dari nilai WTA. Nilai EWTA dihitung dengan melakukan penjumlahan keseluruhan dari nilai WTA dibagi dengan jumlah responden. Perhitungan nilai tersebut melalui pendekatan dengan menggunakan rumus:

EWTA =∑ni= W

n ...(5)

Keterangan:

EWTA = Dugaan nilai rataan WTA (Rp) Wi = Nilai WTA ke-i

n = Jumlah responden (orang)

Gambar

Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengujian kualitas udara di masyarakat sekitar kawasan industri
Gambar 1 Kurva eksternalitas produksi negatif
Tabel 6  Sumber utama pencemaran partikel
Tabel 7 Penelitian terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah alat evaluasi pembelajaran yang dikembangkan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan berfikir siswa pada materi cahaya berdasarkan uji coba produk.. 1.3

Distribusi subjek berdasarkan hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji dengan penyakit jantung koroner dapat dilihat pada Tabel 8... menunjukkan bahwa dari 37 Subjek

Konsep Jones tersebut sejalan dengan pendapatnya Dessler (2001:341), “empowering employees means giving employees the authority, tools, and information they need to do

Pada bagian akhir disimpulakan bahwa KATCOM (Karang Taruna competition) akan menjadi sebuah wadah yang akan menjadi alat untuk melakukan pencegahan

Bahasa Indonesia ” , menjelaskan makna istilah-istilah warna yang terdapat dalam ranah. warna

pertama adalah naskah yang ditulis tanpa alat bantu baca yang berupa titik pada huruf (nuqath al- i’jam) dan harakat (nuqath al- i’rab) – yang lazim kita temukan hari

Nama peserta yang sudah tercantum merupakan usulan dari Dinas Pendidikan Kab./Kota beberapa waktu yang lalu, sedangkan untuk nama yang belum ada kami mohon dinas menunjuk

Cara pengumpulan data dengan mengajarkan pada subyek penelitian 1 kelompok masase perineum dan 1 kelompok kegel exercise dimulai dari kehamilan trimester III sampai