• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Tepung Pupa Sebagai Pengganti Tepung Ikan Dan Tepung Bawang Putih Sebagai Feed Suplemen Terhadap Performa Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Tepung Pupa Sebagai Pengganti Tepung Ikan Dan Tepung Bawang Putih Sebagai Feed Suplemen Terhadap Performa Ayam Broiler"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN TEPUNG PUPA SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG

IKAN DAN TEPUNG BAWANG PUTIH SEBAGAI FEED

SUPLEMEN TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

ROHMAH IRRYANTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Tepung Pupa sebagai Pengganti Tepung Ikan dan Tepung Bawang Putih sebagai Feed Suplemen terhadap Performa Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ROHMAH IRRYANTI. Penggunaan Tepung Pupa sebagai Pengganti Tepung Ikan dan Tepung Bawang Putih sebagai Feed Suplemen terhadap Performa Ayam Broiler. Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan SUMIATI.

Tingginya harga tepung ikan dengan kandungan protein 60% menyebabkan peningkatan harga ransum ayam. Tepung bawang putih digunakan sebagai anti bakteri dalam ransum broiler. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi performa ayam broiler yang diberi kombinasi penggunaan tepung pupa dan tepung bawang putih. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, 3x2 perlakuan dengan 2 faktor yaitu tepung pupa (faktor A) dan tepung bawang putih (faktor B) serta masing-masing 3 ulangan. Materi penelitian yang digunakan adalah 180 ekor ayam broiler strain Ross. Perlakuan meliputi A1B1 = ransum tanpa tepung pupa dan tepung bawang putih; A1B2 = ransum tanpa tepung pupa dengan 2.5% tepung bawang putih; A2B1 = ransum mengandung tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan tanpa tepung bawang putih; A2B2 = ransum mengandung tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan dengan 2.5% tepung bawang putih; A3B1 = ransum mengandung tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan tanpa tepung bawang putih; dan A3B2 = ransum mengandung tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan dengan 2.5% tepung bawang putih. Parameter dalam penelitian ini adalah konsumsi pakan, konsumsi protein, feed convertion ratio (FCR), bobot badan akhir, mortalitas, efficiency protein ratio, dan Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung pupa sampai dengan 50% menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih 2.5%, dapat digunakan dalam ransum broiler tanpa mempengaruhi penurunan bobot badan dan peningkatan konversi pakan. Keuntungan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan penggunaan tepung pupa 25% menggantikan tepung ikan tanpa penambahan tepung bawang putih.

Kata kunci: IOFCC, performa ayam, tepung pupa, tepung bawang putih ABSTRACT

ROHMAH IRRYANTI. Utilization Pupae meal as Substitution Fishmeal and Garlic Powder as feed suplement on Broiler Performance. Supervised by DEWI APRI ASTUTI and SUMIATI.

(6)

powder; A2B2 = diet contained pupae meal replace 25% fish meal combine with 2.5% garlic powder; A3B1 = diet contained pupae meal replace 50% fish meal without garlic powder; and A3B2 = diet contained pupae meal replace 50% fish meal combine with 2.5% garlic powder. Parameters in this research were feed consumption, protein consumption, feed convertion ratio (FCR), body weight, mortality, efficiency protein ratio, Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC). The results showed that pupae meal in broiler diet until 50% substitute of fish meal with garlic powder 2.5%, can be used in broiler feed without any changed to body weight and increase Feed Convertion. The best profit on used 25% pupae meal substitue of fish meal without garlic powder.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PENGGUNAAN TEPUNG PUPA SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG

IKAN DAN TEPUNG BAWANG PUTIH SEBAGAI FEED

SUPLEMEN TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

ROHMAH IRRYANTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Penggunaan Tepung Pupa sebagai Pengganti Tepung Ikan dan Tepung Bawang Putih sebagai Feed Suplemen terhadap Performa Ayam Broiler

Nama : Rohmah Irryanti

NIM : D24110069

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing I

Prof Dr Ir Sumiati, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, M Si Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Bismillahirohmanirohim. Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan limpahan kasih juga karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Penggunaan Tepung

Pupa sebagai Pengganti Tepung Ikan dan Tepung Bawang Putih sebagai Feed Suplemen terhadap Performa Ayam Broiler” yang dilaksanakan bulan Desember 2014 hingga Januari 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa ayam broiler dari pengaruh kombinasi penggunaan tepung pupa sebagai pengganti tepung ikan dan tepung bawang putih. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk lulus dan mendapatkan gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi setiap pembaca.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Bahan 3

Ternak 3

Kandang dan Peralatan 3

Ransum 3

Prosedur Penelitian 5

Persiapan Kandang 5

Pemeliharaan 6

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 6

Peubah yang Diamati 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Suhu dan Kelembaban Kandang Penelitian 7

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler 8

Efisiensi Penggunaan Protein 16

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 22

RIWAYAT HIDUP 30

UCAPAN TERIMA KASIH 30

DAFTAR TABEL

1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian ayam

broiler starter (umur 1-18 hari) 4

2 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian ayam

broiler finisher (umur 19-30 hari) 5

3 Pembagian waktu pemberian pakan 6

4 Rataan suhu dan kelembaban setiap minggu pemeliharaan 8 5 Konsumsi pakan ayam broiler selama perlakuan (g ekor-1) 9 6 Konsumsi protein ayam broiler selama perlakuan (g ekor-1) 10 7 Pertambahan bobot badan ayam broiler selama perlakuan (g ekor-1) 12 8 Bobot badan akhir ayam broiler (g ekor-1) 13 9 Konversi pakan ayam broiler selama perlakuan 15

10 Rasio efisiensi protein selama perlakuan 16

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam konsumsi pakan pada periode starter 23 2 Uji lanjut Duncan konsumsi pakan pada periode starter 23 3 Hasil analisis ragam konsumsi protein pada periode starter 23 4 Uji lanjut Duncan konsumsi protein pada periode starter 23 5 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan pada periode starter 24 6 Uji lanjut Duncan pertambahan bobot badan pada periode starter 24

7 Hasil analisis ragam bobot badan 18 hari 24

8 Uji lanjut Duncan bobot badan 18 hari 24

9 Hasil analisis ragam konversi pakan pada periode starter 25 10 Hasil analisis ragam rasio efisiensi protein pada periode starter 25 11 Hasil analisis ragam konsumsi pakan pada periode finisher 25 12 Uji lanjut Duncan konsumsi pakan pada periode finisher 25 13 Hasil analisis ragam konsumsi protein pada periode finisher 26 14 Uji lanjut Duncan konsumsi protein pada periode finisher 26 15 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan pada periode finisher 26

16 Hasil analisis ragam bobot badan 30 hari 26

17 Uji lanjut Duncan bobot badan 30 hari 27

(13)

PENDAHULUAN

Pengetahuan yang semakin meningkat pesat juga adanya peningkatan taraf hidup masyarakat yang semakin maju menyebabkan perubahan dalam pola hidup mengkonsumsi protein khususnya protein hewani. Sumber protein hewani dapat bersumber dari daging, susu dan telur. Protein hewani tersebut didapatkan dari usaha peternakan yang dewasa ini mulai terangkat. Usaha peternakan ayam broiler dapat dijadikan upaya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Hal tersebut sangat beralasan karena ayam broiler dapat menghasilkan produk daging dalam waktu yang relatif singkat sehingga dianggap ternak yang paling cepat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Populasi ayam broiler di Indonesia semakin meningkat, tahun 2012 sebanyak 1.244.401,9 ribu ekor dan tahun 2013 menjadi 1.355.288,5 ribu ekor dengan kebutuhan konsumen akan daging ayam yang meningkat juga hingga sebanyak 1.400.468 ton di tahun 2012 dan 1.479.812 ton di tahun 2013 (BPS 2014). Tingkat konsumsi ayam broiler di Indonesia pada tahun 2010 mencapai angka 8 kg/ kapita/ tahun, tahun 2011 mencapai 9 kg/ kapita/ tahun dan tahun 2012 meningkat menjadi 10 kg/ kapita/ tahun (Ditjen Peternakan Kementan 2012). Beberapa perusahaan besar yang berpartisipasi dalam peningkatan populasi dan konsumsi ayam adalah PT Charoen Pokphand Tbk, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk dan PT Cipendawa Agroindustri/ PT Sierad Product Tbk.

Pakan bagi usaha peternakan memegang peranan yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan, disamping bibit dan manajemen. Jumlah biaya pakan sangatlah diperhatikan karena porsi paling banyak dari keseluruhan biaya usaha peternakan ayam yaitu sekitar sebesar 70% dari total produksi (Muladno et al. 2008). Penekanan biaya produksi dapat dilakukan dengan beberapa upaya yang salah satunya dengan penggunaan bahan inkonvensional, tanpa mengurangi kualitas pakan, kualitas produk yang dihasilkan dan mengurangi daya saing dari perusahaan atau peternak lain. Upaya penyediaan pakan yang cukup murah dengan memanfaatkan limbah industri yang masih memungkinkan untuk diberikan kepada ternak.

(14)

(by-2

product) industri pemintalan benang sutera berupa pupa yang mengandung protein tinggi (55.6%) dengan asam amino yang seimbang (Tomotake et al. 2010).

Pupa memiliki berat 52,8% dari berat kokon kering 1,5-1,8 gram (Miyatani 2008). Pupa ulat sutera hasil rebusan limbah pemintalan benang dengan kandungan protein dan lemak yang tinggi, berpotensi sebagai bahan pakan alternatif sumber protein sebagai pengganti tepung ikan yang sebagian besar masih impor. Kementrian Kehutanan memiliki data limbah pupa ulat sutera sebesar 300.000 kg per tahun di Indonesia. Industri pembuatan sutera atau benang sutera menghasilkan limbah pemintalan berupa pupa ulat sutera yang tinggi protein. Ravindran dan Blair (1993) menyatakan tepung pupa ulat sutera mengandung protein kasar 48% dan 27% lemak kasar dengan kadar asam lemak tak jenuh yang tinggi.

Kegiatan persuteraan alam di Indonesia sudah ada sejak abad ke-10 dan mulai masuk Sulawesi Utara tahun 1932, kemudian mulai intensif di Sulawesi Selatan pada tahun 1960. Sekarang budi daya sutera sudah dikembangkan di luar Sulawesi, yaitu di Jawa Barat, Tengah, dan Timur, Sumatera Barat, Jogya, dan Bali (Kaomani 2006). Produk benang sutera pada tahun 2005 sebesar 69.45 ton (Badan Planologi Kehutanan 2008) dan Pemerintah mentargetkan mencapai 400 ton per tahun, yang berarti memerlukan kokon sebanyak ± 2667 ton per tahun.

Dalam mengatasi permasalahan produktivitas ayam, antimikroba dan antioksidan dimasukkan ke dalam ransum untuk meningkatkan penyerapan nutrisi dengan suplementasi bawang putih dan upaya dalam mengatasi tinginya kandungan lemak dalam tepung pupa dengan senyawa aktif skordinin dari bawang putih yang bersifat antioksidan (Nurjanah 2007). Bawang putih merupakan tanaman obat yang memiliki kandungan minyak atsiri dan bersifat antibakteri (Hadi 1996). Bawang putih memiliki senyawa antitoksin; anti racun atau pembersih darah dari racun-racun bakteri ataupun polusi logam-logam berat. Suharti (2004) menyatakan bahwa penambahan bawang putih 2.5% mampu meningkatkan performa, penambahan bawang putih diduga mampu memperlambat gerak peristaltik pada usus dan dapat mengurangi diare, dengan demikian, walaupun ransum yang dikonsumsi sedikit, tetapi penyerapannya meningkat maka akan menghasilkan bobot badan yang tinggi yang meningkatkan efisiensi ransum.

(15)

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kandang Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data dilakukan selama 30 hari, analisis proksimat ransum atau bahan pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Pengetahuan Bahan Makanan ternak dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB.

Bahan

Ternak

Penelitian ini menggunakan anak ayam broiler umur satu hari (DOC) strain Ross sebanyak 180 ekor yang dipelihara selama 30 hari menggunakan kandang sistem litter.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter (sekam padi) yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum, thermohygrometer, timbangan untuk penimbangan ayam dan pakan, bohlam 100 watt sampai ayam berumur 14 hari. Kandang terdiri atas 18 petak yang setiap petak diisi 10 ekor ayam. Satu tempat pakan dan satu tempat air minum diletakkan pada setiap petak kandang.

Ransum

Ransum diberikan dalam bentuk crumble. Bahan pakan penyusun pakan yang digunakan adalah jagung kuning, dedak halus, pollard, bungkil kedelai, CGM, tepung ikan, tepung bawang putih, CPO, NaCl, CaCO3, premix, L-Lysine dan DL-Methionin. Ransum disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005). Protein tepung pupa dalam ransum sebanyak 0%, 25%, dan 50% dari jumlah tepung ikan. Tepung bawang putih sebagai antioksidan yang digunakan sebanyak 2.5% dalam ransum (Suharti 2004). Ransum dianalisis kandungan zat makanannya. Susunan dan kandungan nutrien ransum yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 (ransum penelitian periode starter) dan Tabel 3 (ransum penelitian periode finisher).

Kombinasi perlakuan yang diberikan:

A1B1 :Ransum tanpa tepung pupa dan tepung bawang putih (kontrol) A1B2 :Ransum tanpa tepung pupa dengan 2.5% tepung bawang putih

A2B1 :Ransum mengandung tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan tanpa tepung bawang putih

A2B2 :Ransum mengandung tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan dengan 2.5% tepung bawang putih

(16)

4

A3B2 :Ransum mengandung tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan dengan 2.5% tepung bawang putih

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian ayam broiler periode starter (umur 1-18 hari)

Bahan Pakan* Perlakuan

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 (%)

Jagung 51.52 53.60 51.52 53.40 51.91 51.11

Dedak Padi 5.50 1.21 5.10 2.00 2.28 2.70

Pollard 3.84 2.95 3.80 2.00 5.85 1.50

CGM 5.56 5.00 5.54 5.50 4.95 6.80

Bungkil kedelai 22.00 22.80 22.00 22.30 22.62 23.00

Tepung Ikan 5.34 5.34 4.00 4.00 2.67 2.67

Tp. Pupa Ulat Sutera 0.00 0.00 1.34 1.34 2.67 2.67

Tp. Bawang Putih 0.00 2.50 0.00 2.50 0.00 2.50

CPO 3.73 4.00 3.82 4.00 4.00 4.00

DCP 0.08 0.23 0.38 0.53 0.70 0.79

CaCO3 1.38 1.28 1.40 1.30 1.40 1.34

NaCl 0.29 0.31 0.35 0.37 0.27 0.29

Premix 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50

L-Lysine 0.11 0.12 0.11 0.11 0.06 0.05

DL-Methionine 0.15 0.16 0.14 0.15 0.12 0.08

Total 100 100 100 100 100 100

Kandungan nutrien ** (As feed):

Bahan Kering (%) 92.87 83.94 86.52 82.40 84.89 85.98

Abu (%) 10.48 6.56 10.83 8.04 9.32 7.91

Protein Kasar (%) 21.42 22.08 22.25 21.98 21.63 22.99

Lemak Kasar (%) 2.11 1.16 2.01 2.38 2.68 3.85

Serat Kasar (%) 2.05 2.96 3.39 3.17 2.39 5.62

(17)

5 Tabel 2 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian ayam broiler

periode finisher (umur 19-30 hari)

Bahan Pakan* Perlakuan

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 (%)

Jagung 55.50 55.20 56.10 58.68 55.81 55.90

Dedak Padi 2.63 3.20 5.78 1.50 4.20 3.04

Pollard 6.77 4.87 2.55 1.65 4.80 3.10

CGM 3.00 4.74 0.90 1.00 2.90 3.62

Bungkil kedelai 17.65 15.15 20.50 20.50 17.50 16.59

Tepung Ikan 8.00 8.00 6.00 6.00 4.00 4.00

Tp. Pupa Ulat Sutera 0.00 0.00 2.00 2.00 4.00 4.00

Tp. Bawang Putih 0.00 2.50 0.00 2.50 0.00 2.50

CPO 4.20 4.40 4.00 4.00 4.10 4.50

DCP 0.03 0.01 0.03 0.03 0.30 0.40

CaCO3 1.20 0.91 1.20 1.20 1.35 1.35

NaCl 0.34 0.34 0.30 0.30 0.38 0.38

Premix 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50

L-Lysine 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05 0.02

DL-Methionine 0.14 0.14 0.10 0.10 0.11 0.10

Total 100 100 100 100 100 100

Kandungan nutrien** (As feed):

Bahan Kering (%) 87.18 87.70 87.20 87.28 89.24 86.91

Abu (%) 11.65 10.51 8.31 6.57 6.11 6.74

Protein Kasar (%) 18.84 19.89 19.46 19.99 20.18 20.48

Lemak Kasar (%) 3.09 4.35 4.05 2.75 2.82 2.26

Serat Kasar (%) 2.64 2.19 3.52 2.59 2.48 2.35

EM (kkal kg-1)* 3107 3103 3100 3102 3106 3104 A1B1= Ransum tanpa tepung pupa dan tepung bawang putih (kontrol), A1B2= Ransum tanpa tepung pupa dengan 2.5% tepung bawang putih, A2B1= Ransum mengandung tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan tanpa tepung bawang putih, A2B2= Ransum mengandung tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan dengan 2.5% tepung bawang putih, A3B1= Ransum mengandung tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan tanpa tepung bawang putih, A3B2= Ransum mengandung tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan dengan 2.5% tepung bawang putih *Hasil perhitungan, **Hasil analisis di Laboratotium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2015)

Prosedur Penelitian

Persiapan Kandang

(18)

6

Pemeliharaan

Anak ayam yang baru datang diberi larutan gula 1% melalui air minum, yang bertujuan menyediakan energi langsung yang dapat diserap oleh saluran pencernaan ayam. Setelah satu sampai dua jam, ransum disiapkan dan diletakkan dekat dengan pemanas. Bohlam 100 watt sebagai pemanas dinyalakan setiap hari selama 24 jam sampai ayam berumur 14 hari atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Setelah itu, hanya beberapa bohlam yang dinyalakan sebagai penerang. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Suhu dan kelembaban ruangan dicatat pada pukul 6.00 pagi, 13.00 siang dan 19.00 malam hari selama pemeliharaan. Sisa pakan ditimbang setiap 7 hari sekali. Kebersihan kandang, tempat pakan dan air minum dilakukan setiap hari. Pembagian waktu pemberian pakan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Pembagian waktu pemberian pakan Umur

(hari)

Frekuensi

Pemberian (kali) Waktu Pemberian (Jam)

1-3 9 6 8 10 12 14 16 19 21 23

4-6 8 6 8 10 12 14 16 19 21 -

7-10 7 7 10 13 15 17 19 21 - -

11-14 5 7 10 13 16 19 - - - -

>14 3 7 13 19 - - - -

sumber : Medion (2010)

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap menggunakan 2 faktor (RAL Faktorial 3x2). Faktor A adalah penggunaan tepung pupa menggantikan tepung ikan dengan 3 level dosis dan faktor B adalah penambahan tepung bawang putih dengan 2 level dosis. Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i (tepung pupa ulat sutera; i = 1, 2, 3), faktor B taraf ke-j (tepung bawang putih; j = 1, 2), dan ulangan ke-k (ulangan; k = 1, 2, 3)

 : Rataan umum

Ai : Pengaruh utama faktor A (tepung pupa ulat sutera; i = 1, 2) Bj : Pegaruh utama faktor B (tepung bawang putih; j = 1, 2) ABij : Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B

εijk : Pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2)

(19)

7 Peubah yang Diamati

1. Konsumsi Pakan dan Konsumsi Protein

Jumlah konsumsi pakan diperoleh dari perhitungan jumlah pakan yang dikonsumsi pada setiap minggu penelitian (g ekor-1). Konsumsi protein diperoleh dari jumlah konsumsi pakan dikalikan dengan persentase kandungan protein ransum.

2. Pertambahan Bobot Badan (PBB)

PBB diperoleh dari selisih antara bobot badan pada akhir minggu dengan bobot badan pada awal minggu selama penelitian (g ekor-1).

3. Konversi Pakan

Konversi ransum dihitung berdasarkan nisbah antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama penelitian.

4. Bobot Badan Akhir

Bobot badan akhir diperoleh dari penimbangan bobot badan ayam pada akhir penelitian (g ekor-1).

5. Mortalitas

Jumlah ayam yang mati pada masing-masing perlakuan selama penelitian (ekor). 6. Efisiensi Penggunaan Protein

Efisiensi penggunaan protein dianalisis dengan menghitung Rasio efisiensi protein. Rasio efisiensi protein tidak memiliki satuan, dihitung dengan rumus menurut Anggrodi (1995).

Rasio efisiensi protein = Pertambahan Bobot Badan (g) Konsumsi Protein (g) 7. Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)

IOFCC merupakan selisih rata-rata pendapatan (dalam rupiah) yang diperoleh dari hasil penjualan satu ekor ayam dengan rata-rata pengeluaran satu ekor ayam selama penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban

(20)

8

Berdasarkan data tersebut ayam tidak dalam zona nyaman untuk tumbuh dan berkembang secara optimal selama pemeliharaan.

Tabel 4 Rataan suhu dan kelembaban setiap minggu pemeliharaan

Parameter Minggu Waktu Kusnadi (2006) menyatakan bahwa tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ternak mengalami cekaman panas. Selain itu Quinteiro-Filho et al. (2010) menyatakan bahwa heat stress meningkatkan kandungan kortikosteron yang berperan sebagai kontrol makan pada hipotalamus yang mengatur konsumsi pakan dan rasa kenyang, sehingga menyebabkan menurunnya konsumsi pakan dan berakibat pada menurunnya pertumbuhan bobot badan. Ayam broiler termasuk hewan homeothermis, akan mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relatif konstan antara lain melalui peningkatan frekuensi pernafasan dan jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi ransum.

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler

Performa ayam broiler hasil penelitian disajikan pada Tabel 5 (konsumsi pakan), Tabel 6 (konsumsi protein), Tabel 7 (pertambahan bobot badan), Tabel 8 (bobot badan akhir), dan Tabel 9 (konversi pakan). Hasil analisis statistik Tabel 5 menunjukkan kombinasi antara tepung pupa dan tepung bawang putih memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, namun faktor tepung pupa dan tepung bawang putih memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada konsumsi pakan selama periode starter. Penggunaan tepung pupa menurunkan konsumsi pakan periode starter dibandingkan kontrol, penggunaan tepung pupa 50% menggantikan tepung ikan paling sedikit konsumsinya sebesar 505.43 g ekor-1 diduga adanya penurunan palatabilitas. Begitu juga penggunaan tepung bawang putih menurunkan konsumsi pakan disebabkan penurunan konsumsi akibat konsistensi ransum lebih lengket karena tepung bawang putih sangat higroskopis sehingga wadah harus kedap uap air untuk mencegah pakan tidak menjadi keras serta kehilangan flavornya, hal ini sesuai dengan pendapat Hastuti (2008). Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, tekstur dan bau. Meskipun jumlah titik perasa pada ayam lebih sedikit yaitu 24 titik perasa dibandingkan hewan lainnya, tetapi sensitifitasnya lebih tinggi (Amrullah 2003).

(21)

9 (P<0.05) pada konsumsi pakan selama periode finisher. Kontrol lebih baik dibandingkan perlakuan dan pada perlakuan yang berbeda terlihat tidak adanya perbedaan nyata. Hal tersebut disebabkan oleh asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada pupa yang mudah teroksidasi dan pembentukan off-flavour yang dipengaruhi antioksidan dari bawang putih yang dapat menurunkan reaksi oksidasi akibat kandungan lemak tinggi dan asam lemak tak jenuh pada tepung pupa. Mangisah (2002) menambahkan bahwa tingginya kandungan asam lemak tak jenuh (68.48%) mempengaruhi daya simpan tepung pupa karena akan mudah terjadi ketengikan sehingga hal tersebut dapat menjadi penyebab rendahnya konsumsi pakan.

Tabel 5 Konsumsi pakan ayam broiler selama perlakuan (g ekor-1) Periode Tepung

Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0.05) pada uji lanjut Duncan. A1 = ransum tanpa tepung pupa (kontrol); A2 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan; A3 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan; B1 = 0% tepung bawang putih; B2 = 2.5% tepung bawang putih

Asam lemak tidak jenuh, seperti asam linoleat, asam linolenat, dan asam oleat mudah teroksidasi dan membentuk off-flavour yang dikenal sebagai ketengikan oksidatif. Kecepatan pembentukan off-flavour karena interaksi lemak dan udara dipengaruhi oleh asam lemak, suhu juga konsentrasi pro- dan anti-oksidan (Moran dan Rajah 1994). Hal ini sesuai dengan pendapat Rao (1994) yang menyatakan tepung pupa ulat sutera memiliki bau yang tidak enak dan kemungkinan akan mempengaruhi konsumsi pakan pada ternak.

(22)

10

Konsumsi pakan dapat membantu dalam perhitungan konsumsi protein dalam tubuh ternak yang dibantu dengan komposisi awal ransumnya. Protein sangat dibutuhkan oleh ayam yang sedang tumbuh, dan kebutuhannya dibagi atas 3 bagian yaitu protein untuk hidup pokok, untuk pertumbuhan jaringan, dan untuk pertumbuhan bulu. Konsumsi protein dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan dapat dikatakan keduanya sejalan. Hasil analisis statistik Tabel 6 menunjukkan kombinasi tepung pupa dan tepung bawang putih memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, namun faktor tepung pupa (A) dan tepung bawang putih (B) memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada konsumsi protein selama periode starter. Penggunaan tepung pupa dan tepung bawang putih menurunkan konsumsi pakan periode starter dibandingkan kontrol. Dapat dilihat juga bahwa konsumsi protein semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi tepung pupa dan tepung bawang putih, terjadinya penurunan konsumsi protein pada perlakuan tepung pupa pada Tabel 6, yang disebabkan penurunan palatabilitas pakan pada pemberian tepung pupa dan tepung bawang puth sehingga konsumsi bahan kering (BK) menurun.

Tabel 6 Konsumsi protein ayam broiler selama perlakuan (g ekor-1) Periode Tepung Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0.05) pada uji lanjut Duncan. A1 = ransum tanpa tepung pupa (kontrol); A2 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan; A3 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan; B1 = 0% tepung bawang putih; B2 = 2.5% tepung bawang putih

Hasil analisis statistik Tabel 6 menunjukkan kombinasi antara tepung pupa dan tepung bawang putih memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada konsumsi protein selama periode finisher. Dapat dilihat bahwa konsumsi protein semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi tepung pupa dan tepung bawang putih dibandingkan dengan kontrol. Penurunan konsumsi protein selama periode finisher juga disebabkan karena penurunan konsumsi bahan kering. Kombinasi antara tepung pupa dan tepung bawang putih mempengaruhi konsumsi protein karena palatabilitas dari ransum kombinasi tersebut kurang disukai ayam broiler.

(23)

11 dapat dikombinasikan dalam ransum ayam broiler. Kebutuhan protein dan energi dalam penyusunan pakan ayam, diperlukan juga keseimbangan asam amino (Widodo 2009). Asam amino pembatas triptofan yang dimiliki tepung pupa sebesar 0.9 g/16 g N atau 5.63% (Rao 1994), sesuai dengan pernyataan Rosa et al. (2001) bahwa ransum yang defisien beberapa asam amino khususnya asam amino triptofan dapat menyebabkan penurunan terhadap nafsu makan, pertumbuhan lebih lambat dan efisiensi penggunaan pakan yang lebih rendah. Rataan konsumsi protein selama penelitian berkisar 337.15 – 435.58 g ekor-1. Angka tersebut lebih rendah dari penelitian Rafika et al. (2013) konsumsi protein broiler penelitian penggunaan tepung kepiting sawah berkisar 455.32 – 462.36 g ekor-1 per 21 hari. Penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan 50% protein tepung ikan memperlihatkan kecenderungan nilai konsumsi protein total menurun dibanding tanpa tepung pupa. Penurunan konsumsi ransum dan protein tersebut karena ransum kurang palatabilitas dibandingkan penelitian menggunakan kepiting sawah.

Pertambahan bobot badan merupakan kenaikan bobot badan yang dicapai oleh seekor ternak selama periode tertentu, baik periode starter maupun finisher. Pertambahan bobot badan mempunyai hubungan dengan konsumsi ransum, namun jika konsumsi ransum tinggi belum tentu menyebabkan pertambahan bobot badan tinggi. Hasil analisis statistik Tabel 7 menunjukkan kombinasi antara tepung pupa dan tepung bawang putih tidak berpengaruh nyata, namun faktor tepung pupa memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada pertambahan bobot badan selama periode starter yaitu kisaran 236.17 - 359.27 g ekor-1. Tepung bawang putih memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada pertambahan bobot badan selama periode starter.

Pertambahan bobot badan kontrol lebih besar dibandingkan perlakuan tepung pupa (A) dan tepung bawang putih (B), hal ini disebabkan konsumsi dari kontrol paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Rataan pertambahan bobot badan paling tinggi pada perlakuan kontrol. Hal tersebut disebabkan pertambahan bobot badan sangat berkaitan dengan pakan, baik kuantitas maupun kualitas pakan. Kualitas berkaitan dengan konsumsi pakan apabila konsumsi pakan terganggu maka akan mengganggu pertumbuhan (Leke et al. 2015). Konsumsi pakan perlakuan tanpa tepung pupa yang diikuti dengan konsumsi proteinnya juga lebih tinggi. Weaver (2002) menyatakan konsumsi ransum ayam broiler berbanding lurus dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan.

(24)

12

broiler tidak mempengaruhi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan efisiensi ransum. Kandungan kitin dalam ransum sekitar 0.07 – 0.14%, sehingga tidak mengganggu konsumsi ayam broiler.

Tabel 7 Pertambahan bobot badan ayam broiler selama perlakuan (g ekor-1) Periode Tepung Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0.05) pada uji lanjut Duncan. A1 = ransum tanpa tepung pupa (kontrol); A2 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan; A3 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan; B1 = 0% tepung bawang putih; B2 = 2.5% tepung bawang putih

Berdasarkan hasil analisis statistik Tabel 7, kombinasi antara tepung pupa dan tepung bawang putih memberikan tidak berpengaruh nyata (P<0.05) pada pertambahan bobot badan selama pemeliharaan, namun faktor bawang putih memberikan pengaruh berbeda nyata pada pertambahan bobot badan selama pemeliharaan. Pertambahan bobot badan (PBB) selama pemeliharaan masih dalam kisaran pertambahan bobot badan hasil penelitian Mirzah (2007) yaitu 874.760 – 957.28 g ekor-1. Rataan pertambahan bobot badan paling tinggi terdapat pada kontrol, namun penambahan tepung pupa menggantikan 25% protein tepung ikan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pupa menggantikan 50% protein tepung ikan. Hal tersebut menunjukkan penggunaan tepung pupa 25% menggantikan protein tepung ikan merupakan taraf yang lebih baik dibandingkan dengan taraf penggunaan tepung pupa menggantikan 50% protein tepung ikan, karena tepung pupa mudah membentuk off-flavour yang menyebabkan aroma kurang sedap dan sifat higroskopis dari bawang putih menyebabkan ransum mampu mengabsorbsi air yang mengakibatkan peningkatan jumlah kandungan air pada udara dengan kelembaban tinggi (Saksono 2000) dalam penelitian ini yaitu pagi hari dalam kisaran 82.57 - 88.25%, siang hari 53.71 – 75.14%, dan malam hari 76.40 – 85.86%, sehingga menurunkan konsumsi bahan kering.

(25)

13 (2004) penggunaan 2.5% tepung bawang putih dapat meningkatkan performa broiler, hal tersebut disebabkan karena bawang putih sebagai antibakteri tidak memiliki penyeleksian bakteri apa saja yang dibunuh sehingga kemungkinan bakteri baik juga dibunuh (Jerry 2015), serta bawang putih juga memiliki bau yang khas dan sifat higroskopis, jika berada pada udara dengan kelembaban tinggi akan mampu mengabsorbsi air yang mengakibatkan peningkatan jumlah kandungan air (Saksono 2000), sehingga konsumsi pakan menurun dan bobot badan juga menjadi rendah.

Tingginya pertambahan bobot badan mempengaruhi bobot badan akhir broiler. Hasil analisis statistik Tabel 8 menunjukkan kombinasi antara tepung pupa dan tepung bawang putih memberikan tidak berpengaruh nyata, namun faktor tepung pupa dan tepung bawang putih memberikan pengaruh nyata (P<0.05) pada bobot badan umur 18 hari. Hal tersebut karena pada periode starter pertumbuhan ayam broiler sangat ditentukan oleh kandungan protein, tepung pupa tersebut memiliki sifat mudah membentuk off-flavour dan bawang putih yang memiliki sifat higroskopis member bau khas pada ransum sehingga semakin besar kandungan tepung pupa yang dikombinasikan tepung bawang putih, semakin kecil bobot akhir broiler penelitian.

Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0.05) pada uji lanjut Duncan. A1 = ransum tanpa tepung pupa (kontrol); A2 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan; A3 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan; B1 = 0% tepung bawang putih; B2 = 2.5% tepung bawang putih

(26)

14

peningkatan angka kematian (Sugito 2007). Selain itu, diketahui juga bawang putih memiliki sifat higroskopis sehingga daya simpan tidak tahan lama dengan kelembaban yang tinggi di sekitar lingkungan kandang pemeliharaan.

Bobot badan akhir pada kontrol lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain karena pakan yang dikonsumsi juga paling tinggi, namun berbeda dengan bobot badan pada penggunaan tepung pupa menggantikan 50% protein tepung ikan paling rendah sedangkan pakan yang dikonsumsi lebih tinggi (1762.43 g ekor-1) dibandingkan pada penggunaan tepung pupa menggantikan 25% protein tepung ikan (1724.67 g ekor-1). Hal tersebut dikarenakan ransum kontrol tidak terdapat zat-zat asing yang mempengaruhi palatabilitas, tastebuds dan syaraf-syaraf dibagian kepala yang menangkap informasi rasa (Amrullah 2003) seperti tepung pupa dan tepung bawang putih sehingga ayam memiliki nafsu makan optimal dimana demikian berpengaruh terhadap bobot badan ayam broiler. Perlakuan tanpa penggunaan bawang putih lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan bawang putih, hal tersebut disebabkan kurang efektifnya kombinasi antara kedua bahan tersebut dalam ransum juga mekanisme minyak atsiri dalam ransum dapat mengeluarkan lemak yang berasal dari ransum dan kolesterol dalam tubuh melalui metabolisme lemak sehingga lemak tidak sampai dideposit dibagian abdominal tetapi dikeluarkan melalui feses. Meskipun bobot badan yang dihasilkan rendah tetapi produk yang dihasilkan berupa ayam yang bebas kolesterol karena memiliki kandungan lemak yang sedikit (Muhamad 2008). Selain itu, kandungan abu yang tinggi melebihi 7% (BSN 2006) dalam pakan (Tabel 1 dan 2) menyebabkan jumlah nutrien dalam pakan lebih rendah untuk diserap oleh tubuh.

Parameter lain dalam menentukan keberhasilan performa broiler yang baik adalah konversi pakan. Keefektifan ransum ditentukan dari konversi pakan ternak tersebut, semakin kecil konversi berarti semakin efektif ransum tersebut dicerna oleh tubuh ternak. Hasil analisis statistik Tabel 9 menunjukkan kombinasi antara tepung pupa dan tepung bawang putih tidak berpengaruh nyata pada konversi pakan selama periode starter, finisher dan selama pemeliharaan. Pada periode finisher penggunaan tepung pupa ulat sutera menggantikan 25% protein tepung ikan cenderung beda dan paling baik dibanding tanpa penggunaan tepung pupa dan penggunaan tepung pupa menggantikan 50% protein tepung ikan jika dilihat dari konversi pakan. Pada penggunaan tepung bawang putih 2.5% (A1B2) pada periode memiliki konversi lebih rendah dibanding kontrol, karena penambahan bawang putih diduga dapat memperlambat gerak peristaltik, walaupun ransum yang dikonsumsi lebih sedikit tetapi penyerapannya meningkat maka menghasilkan bobot badan yang tinggi sehingga efisiensi ransum meningkat (Suharti 2004).

(27)

15 pertahanan tubuh terhadap udara panas, akibatnya nilai konversi pakan akan meningkat.

Tabel 9 Konversi pakan ayam broiler selama perlakuan Periode Tepung

Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0.05) pada uji lanjut Duncan. A1 = ransum tanpa tepung pupa (kontrol); A2 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan; A3 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan; B1 = 0% tepung bawang putih; B2 = 2.5% tepung bawang putih

Angka konversi penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian lain dapat disebabkan peran pupa sebagai senyawa anti bakteri, anti fungal dan sebagai sumber lesitin yang dapat dimanfaatkan untuk antioksidan (Purwaningtyas et al. 2014) seperti bawang putih yang merupakan bahan tanaman antibakteri mempunyai spektrum sangat luas bahkan terhadap bakteri-bakteri resisten terhadap antibiotik, tetapi bawang putih sebagai antibakteri tidak memiliki penyeleksian bakteri apa saja yang dibunuh sehingga kemungkinan bakteri baik juga dibunuh (Jerry 2015) sehingga dengan tepung pupa dan tepung bawang putih, antibakteri semakin banyak dan menjadikan mikroba baik untuk membantu pencernaan broiler terhambat dan performa broiler menjadi kurang sempurna. Selain itu, bubuk bawang ini bersifat sangat higroskopis sehingga wadah harus kedap uap air untuk mencegah produk tidak menjadi keras dan kasar serta tidak kehilangan flavornya (Hastuti 2008).

Angka mortalitas erat hubungannya dengan program vaksinasi dan kejelian dalam mendeteksi adanya penyakit sejak dini. Minggu ketiga dan keempat merupakan periode dimana peluang terjadinya kematian lebih tinggi karena pada periode tersebut antibodi bawaan telah berkurang (Amrullah 2003). Mortalitas selama pemeliharaan dengan 2 faktor yaitu tepung pupa ulat sutera dan tepung bawang putih mencapai 4 ekor. Apabila dihitung secara persentase keseluruhan tingkat kematian ternak mencapai 2.22%, angka tersebut masih berada dibawah kenormalan mortalitas broiler yaitu 4% (Lacy dan Vest 2000). Sedangkan Scanes

et al. (2004) menyatakan bahwa tingkat mortalitas ayam broiler pada mana

(28)

16

dikatakan Zulkifli et al. (2000) penyebab kematian broiler dapat disebabkan oleh stress yang terjadi karena perubahan suhu yang ekstrim.

Dalam penelitian ini penambahan tepung pupa ulat sutera dan tepung bawang putih belum dapat meningkatkan performa ayam broiler secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan adanya kemungkinan penurunan efektifitas tepung pupa ulat sutera dan tepung bawang putih apabila diberikan secara bersamaan. Menurutt Nagpurkar et al. (1998), konsumsi serbuk bawang putih yang tidak dilapisi (non enteric-coated) menyebabkan allin diubah menjadi allicin dalam lambung. Perubahan ini terjadi pada kondisi keasaman lambung (pH) yang berada diatas 1-3, jika tidak mencapai pH tersebut maka enzim allinase menjadi inaktif sehingga fungsi bawang putih menjadi kurang efektif.

Efisiensi Penggunaan Protein

Hasil analisis statistik yang ditunjukkan Tabel 10, kombinasi tepung pupa dan tepung bawang putih tidak memberikan pengaruh nyata pada rasio efisiensi protein pada periode starter, finisher dan selama pemeliharaan. Meningkatnya penggunaan tepung pupa dan penggunaan tepung bawang putih tidak memperlihatkan adanya peningkatan rasio efisiensi protein. Namun, terlihat faktor tepung pupa (faktor A) mempengaruhi rasio efisiensi protein pada periode finisher.

Tabel 10 Rasio efisiensi protein ayam broiler selama perlakuan Periode Tepung

Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0.05) pada uji lanjut Duncan. A1 = ransum tanpa tepung pupa (kontrol); A2 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan; A3 = ransum dengan tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan; B1 = 0% tepung bawang putih; B2 = 2.5% tepung bawang putih

(29)

17 (Situmorang et al. 2013). Rasio Efisiensi Protein (REP) dapat menentukan tingkat efisiensi seekor ternak dalam mengubah setiap gram protein menjadi sejumlah pertumbuhan bobot badan (Khodijah et al. 2012). Efisiensi Penggunaan Protein dapat ditentukan dengan rasio efisiensi protein (Anggorodi 1995) yaitu perbandingan pertambahan bobot badan dan konsumsi protein. Hasil Rasio Efisiensi Protein (REP) berkisar antara 2.11-2.42 selama perlakuan, hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Khodijah et al. (2012) melaporkan bahwa imbangan efisiensi protein ayam broiler sebesar 1.94 dengan pemberian energi metabolis 3200.46 kkal/kg dan protein 23.07%, dan penelitian Mide dan Harfiah (2013) yang melaporkan bahwa nilai REP ayam broiler sebesar 2.05 - 2.46 dengan pemberian tepung daun katuk sampai dengan level 3% dan energi metabolis sebesar 3004 kkal kg-1 serta protein 18%.

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)

Hasil perhitungan secara kualitatif menyatakan selama pemeliharaan (1-30 hari) masing-masing perlakuan untuk tanpa penggunaan tepung pupa dan 2.5% tepung bawang putih (A1B1), penggunaan tepung bawang putih tanpa tepung pupa (A1B2), penggunaan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan tanpa tepung bawang putih (A2B1), penggunaan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan dan 2.5% tepung bawang putih (A2B2), penggunaan tepung pupa menggantikan 50% tepung ikan tanpa tepung bawang putih (A3B1), dan penggunaan tepung pupa menggantikan 25% tepung ikan dan 2.5% tepung bawang putih (A3B2) memperoleh keuntungan Rp 3778.95, Rp 1325.38, Rp 5574.88, Rp 3726.52, Rp 4737.86 dan Rp 1748.01.

Tabel 11 IOFCC selama perlakuan (1-30 hari)

Uraian Perlakuan L-Lysine Rp 85000 kg-1, DL-Methionine Rp 135000 kg-1

(30)

18

1795.93 ekor-1. Hal tersebut dapat diartikan untuk perlakuan penggunaan 25% tepung pupa menggantikan tepung ikan tanpa penggunaan tepung bawang putih (A2B1) dalam pemeliharaan 100 ekor maka pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 557488.00 dan lebih menguntungkan sebesar Rp 179593.00 dibandingkan dengan kontrol. Nilai IOFCC terendah terdapat pada perlakuan penggunaan tepung bawang putih 2.5% tanpa penggunaan tepung pupa (A1B2) sebesar Rp 1325.38 ekor-1. Namun, penggunaan tepung pupa 25% dan tepung bawang putih 2.5% (A2B2) memiliki nilai hampir sama dengan kontrol yaitu sebesar Rp 3726.52 ekor-1. Secara ekonomis menunjukkan bahwa semakin meningkat IOFCC maka semakin meningkatkan nilai pendapatan kotor (Bayu et al. 2014). Hal ini membuktikan bahwa penggunaan tepung pupa dengan taraf 25% menggantikan tepung ikan memberikan dampak positif terhadap IOFCC tanpa tepung bawang putih.

Pakan memegang peranan penting untuk keberhasilan peternak selain bibit dan manajemen. Selain itu, pakan juga merupakan kebutuhan pokok bagi peternak yang akan mempengaruhi banyaknya biaya produksi. IOFCC merupakan parameter penting bersifat ekonomis yang menggambarkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari masing-masing perlakuan selama pemeliharaan. Faktor yang mempengaruhi IOFCC penelitian ini adalah harga DOC, harga ransum, konsumsi ransum, bobot badan akhir dan harga jual ayam broiler per kg bobot hidup (Rotib, 1990). Harga bawang putih per kilo adalah Rp 40.000,- sedangkan tepung pupa tidak memiliki harga karena merupakan limbah buangan dari pemintalan benang sutera.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian tepung pupa 50% menggantikan tepung ikan dan penambahan tepung bawang putih 2.5% dapat digunakan dalam ransum ayam broiler tanpa mempengaruhi penurunan bobot badan dan peningkatan konversi pakan. Keuntungan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan penggunaan tepung pupa 25% menggantikan tepung ikan tanpa penambahan tepung bawang putih.

Saran

(31)

19

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z, Khatoon A. 2013. Heat stress in poultry and the beneficial effect of ascorbic acid (vitamin C) supplementation during periods of heat stress.

World’s Poult Sci J. 69:135-152.

Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Ed ke-1. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunung Budi.

Anggorodi R. 1995. Nutrisi Ternak Unggas. Jakarta (ID): PT Gramedia Utama. Appleby MC, Mench JA, Hughes BO. 2004. Poultry Behaviour and Welfare.

Wallingford (US): CAB International.

Astuti T, Clara MK. 2009. Tepung pupa Mul-berry (Pury) sebagai bahan pangan alternative kaya gizi. JGP 4(1): 29-32.

Bayu GBK, Osfar S, Irfan HD. 2014. Efek penggunaan tepung jangkrik (Gryllus mitratus burm) dalam pakan terhadap penampilan produksi ayam pedaging. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

[BPK] Badan Planologi Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia 2007. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistical Yearbook of Indonesia 2014. Jakarta (ID): Katalog BPS 1101001.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3930-2006: Pakan anak ayam ras

pedaging. Jakarta (ID): BSN.

Direktorat Jendral Peternakan Kementerian Pertanian. 2012. Statistik Tingkat Konsumsi Daging Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2012. [24 Desember 2014].

Hadi S. 1996. Khasiat fitofarmaka pada hepatitis. Yokyakarta (ID): Simposium Hepatitis Dalam Rangka Hut Ke 50 Fakultas Kedokteran UGM.

Hastuti RP. 2008. Pengaruh penggunaan bubuk bawang putih (Allium sativum) dalam ransum terhadap performa ayam kampong yang diinfeksi cacing Ascaridia galli [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jerry. 2015. Kebaikan dan keburukan pengggunaan bawang putih. Jerry’s Journal. http://jerryjournal.com/kebaikan-dan-keburukan-penggunaan-bawang-putih-tips-untuk-penggunaan-peti-deposit-keselamatan/ [03 Juni 2015].

Kaomani K. 2006. Pengenalan kegiatan persuteraan alam. Bogor (ID): Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam.

Khodijah S, Abun, Wiradimadja R. 2012. Imbangan efisiensi protein yang diberi ransum mengandung ekstrak kulit jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain). J Univ Padjajaran. 1(1).

Kobayashi S, Terashima Y, Itoh H. 2006. The effects of dietary chitosan on Liver lipid concentrations in broiler chickens treated with propylthiouracil, Research Note. J Poult Sci 43: 162-166.

Kusnadi E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas pada ayam broiler. JITV. 2(4):249-253.

Lacy M, Vest LR. 2000. Improving Feed Convertion in Broiler : A Guide for Growers. New York (US): Spring Science and Business Media Inc.

(32)

20

Leke JR, Widyastuti T, Mandey JS, Najoan M, Laihad J. 2015. Penggunaan tepung insang cakalang (Katsuwonus pelamis) sebagai pengganti tepung ikan dalam beberapa level pemberian dan metode pengolahan terhadap performans ayam broiler. PSNM Biodiv Indon 1: 771-775.

Lovell T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Auburn University. New York (US): Van Nostrandd Reinhold. 260pp.

Mangisah I, Supadmo, Zuprizal. 2002. Evaluasi nilai nutritif tepung pupa ulat sutera. Bull Petern. ISSN 0126-4400. Vol. 26 (1).

Medion. 2010. Manajemen Brooding. http://info.medion.co.id [30 Desember 2014].

Mide, Harfiah MZ. 2013. Pengaruh penambahan tepung daun katuk (saoropus Androgynus) dalam ransum berbasis pakan lokal terrhadap Performans broiler. Bul Nut dan Mak Ter. 9 (1) : 18-26. terhadap performa ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Muladno, Sjaf S, Arifin AY, Iswandari. 2008. Struktur Usaha Broiler di Indonesia. Bogor (ID): Permata Wacana Lestari.

Nagpurkar A, Peschell J, Holub BJ. 1998. Garlic Constituent and Disease Prevention. Di dalam: Mazza G, Oomah BD, editor. Heerbs, Botanical, and Teas. USA: CRC Pr. hlm 3.

Nurjanah S. 2007. Pengaruh pemberian bawang putih dalam ransum terhadap organ dalam serta histopatologi usus dan hati ayam kampung yang diinfeksi telur Ascaridia galli [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Poernomo A. 2013. Dalam: 75% Kebutuhan Tepung Ikan Masih Impor. Detik Finance. Oleh Wiji Nurhayat. http://finance.detik.com/read/2013/12/30/ 125305/2453938/1036/75-kebutuhan-tepung-ikan-masih-impor

[23Desember 2014].

Purwaningtyas EF, Mega K, Mulyaningsih MFS. 2014. Karakteristik minyak pupa ulat sutera sebagai alternative bahan baku pembuatan surfaktan

“Biodegradable”. SNAST Yogyakarta. ISSN: 1979-911X.

Quinteiro-Filho WM, Ribeiro A, Ferraz-de-Paula V, Pinheiro ML, Sakai M, Sá LRM, Ferreira AJP, Palermo-Neto J. 2010. Heat stress impairs performance parameters, induces intestinal injury, and decrease macrophage activity in broiler chickens. Poult Sci. 89:1905-1914.

Rafika Z, Osfar S, Eko W. 2013. Pengaruh penggunaan tepung kepiting sawah (Parathelphusa maculate) dalam pakan terhadap kualitas karkas ayam pedaging [skripsi]. Malang(ID): Universitas Brawijaya.

(33)

21 Ravindran V, Blair R. 1993. Animal protein sources. World’s Poult, Sci (49) Nov

1993. P. 219-235.

Razdan A, Pettersson D. 1994. Effect o chitin and chitosan on nutrient digestibility and plasmalipid concentrations in broiler chickens. Brit J Nut. 72: 277-288.

Reddy VR, Reddy VR, Quddratullah S. 1996. Squilla: A novel animal protein, can it be used as a complete substitute for fish in poultry ration. Feed Int. 17: 18-20.

Reineccius G. 1994. Source Book of Flavors Second Edition. New York (US): Chapman and Hall.

Rosa AP, Pesti GM, Edwards HM, Bakali R. 2001. Tryptophan requirements of different broiler genotypes. Poult Sci. 80:1718-1722.

Ross. 2009. Broiler Management Manual. Alabama (UK): Aviagen.

Rotib LA. 1990. Penggunaan bungkil kedelai yang difermentasi dengan jamur Rhizopus oligosporus dalam ransum terhadap performan ayam broiler [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saksono N. 2000. Pengaruh pencucian terhadap kandungan zat pengotor dan zat pereduksi [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Santoso. 1991. Bawang Putih. Jogjakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Scanes CG, Brant G, Ensminger ME. 2004. Poultry Science. 4th Ed. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.

Situmorang NA, Mahfudz LD, Atmomarsono U. 2013. Pengaruh pemberian tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum terhadap efisiensi penggunaan protein ayam broiler. Anim Agr J 2:49-56.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Suharti S. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe, dan bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang Putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sugito. 2007. Kajian penggunaan kulit jaloh sebagai anti stress pada ayam broiler yang diberi cekaman panas [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tomotake H, Katagiri M, Yamato M. 2010. Silkworm pupae (Bombyx mori) are

new sources of high quality protein and lipid. J Nutr Sci Vitaminol. 56:446– 448.

Weaver WD Jr. 2002. Poultry housing. Di dalam: Bell DD, Weaver WD jr, editor. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Ed ke-5. New York (US): Spring. Hlm 101-128.

Widodo. 2009. Pengaruh penambahan mineral supplement ”biolife” dalam pakan terhadap penampilan produksi ayam pedaging [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

(34)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam konsumsi pakan pada periode starter

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.037 0.019 13.622 0.001

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.016 0.016 11.419 0.005

Interaksi (A*B) 2 0.006 0.003 2.272 0.146

Galat 12 0.016 0.001

Total 17 0.075

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 2 Uji lanjut Duncan konsumsi pakan pada periode starter

A N Subset

1 2

3 6 0.505

2 6 0.5367

1 6 0.6133

Sig 0.164 1.000

A: tepung pupa (faktor utama), N: jumlah data, subset : tepung bawang putih

Lampiran 3 Hasil analisis ragam konsumsi protein pada periode starter

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.002 0.001 14.818 0.001

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.001 0.001 17.818 0.001

Interaksi (A*B) 2 0.000 0.000 2.818 0.099

Galat 12 0.001 0.00006

Total 17 0.004

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 4 Uji lanjut Duncan konsumsi protein pada periode starter

A N Subset

1 2

3 6 0.1117

2 6 0.1167

1 6 0.1350

Sig 0.29 1.000

(35)

23 Lampiran 5 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan pada periode starter

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 20450.548 10225.274 14.776 0.001 Tepung Bawang Putih(B) 1 7593.227 7593.227 10.972 0.006 Interaksi (A*B) 2 2622.841 1311.421 1.895 0.193

Galat 12 8304.407 692.03

Total 17 38971.023

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 6 Uji lanjut Duncan pertambahan bobot badan pada periode starter

A N Subset

1 2

3 6 2.4963

2 6 2.5957

1 6 3.2558

Sig 0.525 1.000

A: tepung pupa (faktor utama), N: jumlah data, subset : tepung bawang putih

Lampiran 7 Hasil analisis ragam bobot badan 18 hari

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 20148.081 10074.041 14.186 0.001 Tepung Bawang Putih(B) 1 7841.694 7841.694 11.043 0.006 Interaksi (A*B) 2 2740.774 1370.387 1.93 0.188

Galat 12 8521.473 710.123

Total 17 39252.023

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 8 Uji lanjut Duncan bobot badan 18 hari

A N Subset

1 2

3 6 2.9497

2 6 3.0457

1 6 3.7025

Sig 0.554 1.000

(36)

24

Lampiran 9 Hasil analisis ragam konversi pakan pada periode starter

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.133 0.066 3.209 0.077

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.03 0.3 1.43 0.255

Interaksi (A*B) 2 0.007 0.04 0.169 0.846

Galat 12 0.248 0.021

Total 17 0.418

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 10 Hasil analisis ragam rasio efisiensi protein pada periode starter

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.146 0.073 2.404 0.132

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.023 0.023 0.774 0.396

Interaksi (A*B) 2 0.005 0.003 0.089 0.915

Galat 12 0.364 0.030

Total 17 0.539

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 11 Hasil analisis ragam konsumsi pakan pada periode finisher

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.175 0.087 10.173 0.003

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.033 0.033 3.838 0.074

Interaksi (A*B) 2 0.082 0.041 4.805 0.029

Galat 12 0.103 0.009

Total 17 0.393

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 12 Uji lanjut Duncan konsumsi pakan pada periode finisher

A N Subset

1 2

2 6 1.0967

3 6 1.1433

1 6 1.325

Sig 0.400 1.000

(37)

25 Lampiran 13 Hasil analisis ragam konsumsi protein pada periode finisher

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.007 0.004 10.168 0.003

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.001 0.001 3.935 0.071

Interaksi (A*B) 2 0.003 0.002 4.655 0.032

Galat 12 0.004 0.000

Total 17 0.016

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 14 Uji lanjut Duncan konsumsi protein pada periode finisher

A N Subset

1 2

2 6 0.2193

3 6 0.2288

1 6 0.2653

Sig 0.395 1.000

A: tepung pupa (faktor utama), N: jumlah data, subset : tepung bawang putih

Lampiran 15 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan pada periode finisher

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 7342.379 3671.189 0.933 0.420 Tepung Bawang Putih(B) 1 11375.347 11375.347 2.891 0.115

Interaksi (A*B) 2 935.441 467.721 0.119 0.889

Galat 12 47223.073 3935.256

Total 17 66876.240

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 16 Hasil analisis ragam bobot badan 30 hari

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 28525.807 14262.903 2.612 0.114 Tepung Bawang Putih(B) 1 38106.402 38106.402 6.979 0.022 Interaksi (A*B) 2 6878.418 3439.209 0.63 0.549

Galat 12 65526.295 5460.525

Total 17 139036.922

(38)

26

Lampiran 17 Uji lanjut Duncan bobot badan 30 hari

A N Subset

1

3 6 8.4283

2 6 9.0177

1 6 9.3958

Sig 0.051

A: tepung pupa (faktor utama), N: jumlah data, subset : tepung bawang putih

Lampiran 18 Hasil analisis ragam konversi pakan pada periode finisher

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.692 0.346 3.088 0.083

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.001 0.001 0.01 0.921

Interaksi (A*B) 2 0.108 0.054 0.483 0.628

Galat 12 1.346 0.112

Total 17 2.147

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 19 Hasil analisis ragam rasio efisiensi protein periode finisher

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.971 0.485 4.577 0.033

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.041 0.041 0.387 0.545

Interaksi (A*B) 2 0.197 0.099 0.931 0.421

Galat 12 1.273 0.106

Total 17 2.482

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 20 Uji lanjut Duncan rasio efisiensi protein pada periode finisher

A N Subset

1 2

1 6 2.1583

3 6 2.4206 2.4206

2 6 2.7267

Sig 0.187 0.131

(39)

27 Lampiran 21 Hasil analisis ragam konsumsi pakan selama pemeliharaan

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.218 0.109 5.629 0.066

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.68 0.068 3.543 0.148

Interaksi (A*B) 2 0.103 0.51 2.656 0.193

Galat 12 0.232 0.019

Total 17 0.62

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 22 Hasil analisis ragam konsumsi protein selama pemeliharaan

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.01 0.005 6.35 0.060

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.003 0.003 3.457 0.133

Interaksi (A*B) 2 0.005 0.002 3.05 0.186

Galat 12 0.009 0.001

Total 17 0.027

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 23 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan selama pemeliharaan

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 28914.127 14457.063 5.629 0.110 Tepung Bawang Putih(B) 1 37556.269 37556.269 3.543 0.022 Interaksi (A*B) 2 6690.684 3345.342 2.656 0.556

Galat 12 64999.202 5416.60

Total 17 138160.282

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 24 Uji lanjut Duncan pertambahan bobot badan selama pemeliharaan

A N Subset

1 2

3 6 7.975

2 6 8.5677 8.5677

1 6 8.9491

Sig 0.188 0.387

(40)

28

Lampiran 25 Hasil analisis ragam konversi pakan selama pemeliharaan

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.071 0.035 1.147 0.350

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.028 0.028 0.908 0.359

Interaksi (A*B) 2 0.027 0.014 0.442 0.653

Galat 12 0.37 0.031

Total 17 0.496

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikan

Lampiran 26 Hasil analisis ragam rasio efisiensi protein selama pemeliharaan

SK Db JK KT Fhit Sig

Tepung Pupa (A) 2 0.159 0.079 1.377 0.289

Tepung Bawang Putih(B) 1 0.038 0.038 0.663 0.431

Interaksi (A*B) 2 0.037 0.019 0.325 0.729

Galat 12 0.691 0.58

Total 17 0.925

(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 April 1993. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang terlahir dari pasangan Bapak K. Purwantoro dan Ibu Mujiyah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Perwira IV Bekasi Utara pada tahun 1999-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 5 Bekasi pada tahun 2005-2008 kemudian dilanjutkan pendidikan di SMAN 89 Jakarta pada tahun 2008-2011.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur Tertulis Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama kuliah, penulis pernah mengikuti kegiatan Magang HIMASITER di Peternakan di daerah Sawangan dan di Rumah Produksi Tries Mastercheess, Depok pada tahun 2012. Selain itu penulis juga mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Profesi di KPSBU Bandung Barat pada tahun 2014. Kemudian menjadi Anggota Staff Nutrisi Community HIMASITER periode 2012/2013, menjadi Ketua Staff Pengabdian Masyarakat HIMASITER periode 2013/2014, selain itu penulis pernah menjadi peserta Duta I-Share 2014. Penulis merupakan penerima beasiswa bidikmisi tahun 2011-2015.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitiaan skripsi sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar kesarjanaan dari program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing akademik juga pembimbing skripsi dan Prof Dr Ir Sumiati, M Sc selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, kesabaran, dukungan dan sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Ibnu Katsir Amrullah, MS dan Dr Ir Rukmiasih, M Si yang telah memberikan banyak masukan dan saran untuk perbaikan skripsi penulis pada saat ujian akhir.

Atas penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak (Kotot Purwantoro) dan Ibu (Mujiyah) sebagai orang tua yang telah membantu dalam berbagai hal baik berupa financial maupun cinta dan kasih sayang yang tulus, kakak dan adik-adik saya (Eka, Joko dan Desti) yang selalu menjadi semangat dan motivasi bagi penulis.

(42)

30

Gambar

Tabel 1  Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian ayam broiler periode starter (umur 1-18 hari)
Tabel 2  Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian ayam broiler periode finisher (umur 19-30 hari)
Tabel 3  Pembagian waktu pemberian pakan
Tabel 4  Rataan suhu dan kelembaban setiap minggu pemeliharaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketua Pengadilan Tinggi Perihal :Usulan Kenaikan Pangkat atas nama Tata Usaha Negara Jakarta. ………..,

Tujuan: Menganalisis pengaruh penambahan kayu manis terhadap pH, tingkat kecerahan (L*), aktivitas antioksidan, gula total dan organoleptik yang meliputi warna,

Rancangan ini akan menampilkan form dimana data barang yang telah diproduksi oleh SIMPLE SPACE dan baru disimpan di gudang direkam pada sistem inventori hasil

Terkait dengan penelitian ini sekalipun telah menggunakan beberapa metode baik itu metode Delphi, AHP dan LQ dan telah menetukan jenis kriteria produk unggulan

Aplikasi ini berisi tentang penggambaran secara umum tes toefl, tata cara mengerjakan tes, keterangan dari ketiga jenis tes, soal-soal tes yaitu tes listening, tes structure, dan

Penurunan derajat insomnia ini dikarenakan karena adanya efek dari perlakuan senam yang bisa memberikan perasaan rileks dan kenyamanan saat tidur sehingga

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) Tindak pidana yang dapat dikategorikan tindak pidana yang bersifat pelanggaran administratif, yaitu perbuatan yang

Rancang bangun dies permanen gagang pisau ini bertujuan untuk memperbaiki teknologi pembuatan yang selama ini dilakukan masyarakat yaitu dengan menggunakan teknologi