• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kota Baru Untuk Pengembangan Budi Daya Rumput Laut (Eucheuma cottionii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kota Baru Untuk Pengembangan Budi Daya Rumput Laut (Eucheuma cottionii)"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN TELUK TAMIANG

KABUPATEN KOTABARU UNTUK PENGEMBANGAN

BUDIDAYA RUMPUT LAUT (

Eucheuma cottonii

)

AMARULLAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Surah : Ar ruum, ayat 41

” Telah nampak kerusakan di darat dan di

laut disebabkan karena perbuat an

manu-sia, supaya Allah merasakan kepada

ka sebahagian dari akibat perbuatan

mere-ka, agar mereka kembali ke j alan yang

benar”

… .dalam perjalanan menyelesaikan karya tulis ini

menyisakan peristiwa mendalam bagi kehidupan

penulis, telah berpulang ke Rahmatullah Ayahda

Tercinta...

(3)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN TELUK TAMIANG

KABUPATEN KOTABARU UNTUK PENGEMBANGAN

BUDIDAYA RUMPUT LAUT (

Eucheuma Cottonii

)

AMARULLAH

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa Tesis Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Tesis ini.

Bogor, Maret 2007

(5)

Judul Tesis : Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Nama : Amarullah

NRP : C251040071

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Departemen Dekan

Manajemen Sumberdaya Perairan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(6)

ABSTRAK

AMARULLAH

.

Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan ANWAR BEY PANE.

Penelitian dilaksanakan dari Bulan Mei sampai Juli 2006, di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Tujuan penelitian ini adalah; 1) Mengetahui potensi wilayah perairan teluk untuk pengembangan budidaya rumput laut jenis

Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru secara optimal dan berkelanjutan 2) Mendapatkan kebijakan dan strategi pengelolaan untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru secara terpadu dan berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, yang meliputi analisis parameter fisika, kimia, biologi perairan, analisis kesesuaian lahan, analisis daya dukung secara spasial dan analisis SWOT.

Hasil yang diperoleh bahwa parameter fisika, kimia dan bilogi perairan masih memenuhi kriteria tumbuh rumput laut. Lahan sangat sesuai (kelas 1) sebesar 1204,9372 ha, sesuai bersyarat (kelas 2) sebesar 241,8028 ha dan tidak sesuai (kelas 3) sebesar 457,96 dengan kapasitas per unit 0,009632 ha/unit di peroleh 106.306 unit metode long line. Ada lima prioritas strategi utama dalam pengelolaan; 1) Mengembangkan kegiatan usaha budidaya rumput laut dengan memperhatikan aspek biogeofisik (fisika, kimia dan biologi) dan kesesuaian lahan serta daya dukung 2) Peningkatan produksi dan kualitas produk rumput laut dengan memperhatikan aspek penanganan dan tehnis yang lebih maju dan berteknologi 3) Membangun dan memberdayakan lembaga perekonomian/keuangan berbasis masyarakat dengan menjalin kerjasama pemasaran antar pembudidaya lokal dengan pengusaha swasta melalui fasilitator pemerintah 4) Membuat kebijakan/aturan tertulis tentang pengelolaan kawasan teluk baik dari segi penataan ruang (zonasi), pemanfaatan sampai pengawasan 5) Pemberdayaan masyarakat pesisir teluk untuk meningkatkan inovasi wirausaha melalui diversifikasi produk dan pemasaran hasil.

Kebijakan pengelolaan untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii yang terpadu dan berkelanjutan, meliputi 4 (lima) dimensi / pilar utama : (1) Dimensi Ekologis (2) Dimensi Teknologi (3) Dimensi Sosial Ekonomi dan (4) Dimensi Kelembagaan dan Hukum.

(7)

ABSTRACT

AMARULLAH. Resources Management of Tamiang Bay, Kotabaru Regency for Seaweed (Eucheuma cottonii) Culture Development. Under Supervision of FREDINAN YULIANDA and ANWAR BEY PANE

The study was conducted from May to July 2006 and located in the Tamiang Bay Kotabaru Regency, South Kalimantan. The study aims were; 1) to know of regional potency to marine culture sustainable development of seaweed (Eucheuma cottonii); and 2) to find of integrated and sustainable management strategy and policy to marine culture development of seaweed (Eucheuma cottonii) in the Tamiang Bay, Kotabaru Regency, South Kalimantan. The Method used were survey and analysis that consisted of physic and chemical analysis, waters biology, spatial analysis, carrying capacity analysis and SWOT analysis.

The result showed that physic, chemical and biology parameters related to seaweed growth criteria. Most suitable was area (class-1) about 1204.9372 hectare, conditional suitable area (class-2) about 241.80 hectare, unsuitable area (class-3) about 457.96 hectare, with capacity per unit is about 0.009632 hectare per unit finding is about 106,306 to long line method. The five primary strategy of management: 1) developing activity of seaweed culture, especially physic, chemical and biology parameters, suitable area and carrying capacity; 2) increasing of productivity and quality of seaweed product, especially technical processing and high technology; 3) development and empowerment of financial fund community based with linkage partnership promotion market between local and investor 4) making policy about zone management, consist of zoning, exploiting and controlling, 5) Empowerment of community coastal bay to innovation increasing market by product diversification and product market.

The four dimension policy of management were (1) ecologys dimention (2) technology dimention (3) social-economic dimention and (4) law and institution dimention.

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, Penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan karuna-Nya, sehingga penulisan Tesis ”Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)” dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada :

1. Yth. Bapak Dr.Ir.Fredinan Yulianda, M.Sc. dan Bapak Dr.Ir.Anwar Bey Pane, DEA sebagai komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian dan pikiran dalam penyusunan Tesis ini, serta kepada Bapak Ir.Irzal Effendi, Msi dan Bapak Dr.Ir.Hefni Effendi, MPhil sebagai penguji luar komisi, atas masukan, saran dan arahan demi kesempurnaan Tesis.

2. Yth. Gubernur Kalimantan Selatan selaku Kepala Daerah Propinsi Kalimantan Selatan, yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan studi program Magister Scince (S2) di Institut Pertanian Bogor.

3. Yth. Bapak Prof.Dr.Ir.Rokhmin Dahuri, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan maupun selaku dosen yang telah banyak memberikan bantuan pemikiran Penulis khususnya tentang Pengelolaan Pesisir dan Lautan untuk pembangunan perikanan dan kelautan.

4. Yth. Ayahda (Alm) Haji Syamsi Bakhrun, Ibunda Hajjah Faridah, Kakanda Rahmatullah, Kanda (Alm) Hidayatullah S.Sos, Dinda Khairil Abdi S.Sos, Dinda Husnul Khatimah S.Adm. dan Dinda dr.Mardiatun Zuairina beserta seluruh keluarga atas dorongan semangat, motivasi, doa dan kasih sayang yang tak terhingga.

5. Yth. Bapak Haji Sulaeman selaku Kepala Desa Teluk Tamiang beserta stafnya yang telah banyak membantu dalam penelitian Penulis di lapangan.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor atas kebersamaan dan kerjasmanya yang baik.

Hanya kepada Allah SWT, kita patut berserah diri, semoga segala amal ibadah kita senantiasa diterima dan mendapat ridho-Nya, amin.

Bogor, Maret 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kandangan Kalimantan Selatan pada Tanggal 22 Agustus 1972 dari Ayah (Alm) Haji Syamsi Bakhrun dan Ibu Hajjah Faridah. Penulis merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara.

Pada tahun 1991 penulis lulus dari SMAN 2 Kandangan dan pada tahun 1998 lulus dari Program Studi Tehnologi Hasil Perikanan pada Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2004 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S-2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan dengan Besiswa dari Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

...…. 1

1.1 Latar Belakang ...….. ... 1

1.2 Perumusan Masalah ...… 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian...………... 6

1.5 Kerangka Pemikiran ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

...……... 9

2.1 Pengelolaan Wilayah Perairan Secara Berkelanjutan ... 9

2.2 Pengembangan Budidaya Rumput Laut ...….. 11

2.3 Biologi Rumput Laut Eucheuma cottonii...…... 12

2.4 Budidaya Rumput Laut : Kondisi Lingkungan Fisika, Biologi dan Kimia ... 13

2.4.1 Kondisi Lingkungan Fisika ... 13

2.4.2 Kondisi Lingkungan Kimia ... 14

2.4.3 Kondisi Lingkungan Biologi ... 15

2.5 Pemanfaatan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii... 15

2.6 Pertumbuhan dan Karaginan Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii.... 17

2.7 Berbagai Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Perairan... 19

2.7.1 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 19

2.7.2 Pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities and Threats)... 20

III. METODOLOGI PENELITIAN

... 21

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Bahan dan Alat ... 24

3.3 Metode Penelitian ...….. 25

3.3.1 Metode Apung Longline (Floating Method) ... 27

3.3.2 Analisis Kualitas : Karaginan... 29

3.4 Pengamatan Terhadap Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 29

3.5 Pengumpulan Data ... 30

3.5.1 Pengumpulan Data Utama... 30

3.5.2 Pengumpulan Data Penunjang... 31

3.6 Analisis Data ... 32

3.6.1 Analisis Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut…... 32

3.6.2 Analisis Daya Dukung Budidaya Rumput Laut……... 34

(11)

3.6.4 Analisis Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya

Rumput Laut... 36

3.6.5 Analisis Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ...………... 36

IV.KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

... 40

4.1 Geografi Desa dan Potensi Kabupaten ... 40

4.2 Penduduk dan Sosial Budaya Masyarakat... 42

4.3 Prasarana Umum ... 44

4.4 Perekonomian ... 47

4.5 Usaha Budidaya Rumput Laut ... 48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

... 51

5.1 Lingkungan Perairan... 51

5.2 Parameter Fisika Perairan ... 52

5.2.1 Suhu Air Laut ... 52

5.2.2 Kedalaman Perairan ... ... 54

5.2.2 Pasang Surut... ... ... 56

5.2.4 Pergerakan Air : Arus dan Gelombang ... 58

5.2.5 Cahaya dan Kecerahan ... 63

5.2.6 Keterlindungan dan Kondisi Substrat Dasar Perairan ... 68

5.3 Parameter Kimia Perairan ... 71

5.3.1 Salinitas... 71

5.3.2 Oksigen Terlarut / DO ... 73

5.3.3 Nitrat ... ... 76

5.3.4 Orthofosfat ... 78

5.4 Parameter Biologi... 81

5.4.1 Biota Pengganggu... 81

5.4.2 Pertumbuhan Rumput Laut.... ... 82

Panjang Tahallus ... 82

Jumlah Cabang Thallus... 84

Pertumbuhan Berat thallus... 87

5.4.3 Hasil Analisis Mutu Akhir : Kadar Karaginan... 90

5.5 Analisis Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut ... 93

5.6 Analisis Daya Dukung Budidaya Rumput Laut... 95

5.7 Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 96

5.8 Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut . 125

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

... 131

6.1 Kesimpulan ... 131

6.2 Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA

...

133
(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil Pengamatan Awal Penentuan Lokasi Penelitian... 23

2 Parameter Lingkungan Perairan, Pertumbuhan dan Kandungan Biokimiawi yang diukur, Satuan dan Alat Pengukurnya ... 24

3 Matrik Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii ... 35

4 Tahapan Analisis IFAS dan EFAS ... 37

5 Pengambilan Keputusan dalam SWOT ... 38

6 Sebaran lahan daratan Desa Teluk Tamiang Tahun 2004... ... 40

7 Kualitas Jumlah Penduduk di Desa Teluk Tamiang Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2004... 44

8 Prasarana dan Sarana Umum yang terdapat di Desa Teluk Tamiang ... 45

9 Jumlah Penduduk yang Bekerja di Sektor Perikanan dan Kelautan Tahun2004... 48

10 Hasil Pengamatan Awal Penentuan Lokasi Penelitian... 51

11 Parameter Suhu Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 52

12 Parameter Kedalaman Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 54

13 Parameter Pasang Surut Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 57

14 Parameter Arus Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 58

15 Parameter Gelombang Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 61

16 Intensitas Cahaya Kedalaman 0,3 meter Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 63

17 Data Curah Hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta Tahun 2006.. 66

18 Parameter Kecerahan Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 66

19 Kondisi Keterlindungan Perairan Teluk Tamiang ... 68

(13)

21 Parameter Oksigen Terlarut Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 73

22 Parameter Nitrat Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 76

23 Parameter Orthofosfat Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 79

24 Data Pertambahan Panjang Thallus (cm) Eucheuma cottonii dari Minggu

ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 82

25 Data Prosentase Pertambahan Panjang Thallus (cm) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 84

26 Data Pertambahan Jumlah Cabang Thallus (cm) Eucheuma cottonii dari

Minggu ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 85

27 Data Prosentase Pertambahan Harian Jumlah Cabang Thallus (%) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 86

28 Data Pertambahan Berat Basah (gr) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8

Bulan Mei s/dJuli 2006... 87

29 Data Prosentase Pertambahan Berat Basah Harian (%) Eucheuma

cottonii dari Minggu ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 88

30 Data Kandungan Karaginan (%) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8

Bulan Mei s/dJuli 2006... 90

31 Matrik Faktor Strategi Internal Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tami- ang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eu- cheuma cottonii)...………...…….……. 118

32 Matrik Faktor Strategi Eksternal Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tami- ang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eu- cheuma cottonii)...………...………….…….... 119

33 Formulasi Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupa- ten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eu cheuma cot- tonii)...………...………….……. 121

34 Penentuan Prioritas / Alternatif Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)....……….……. 122

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)....……….……. 8

2 Lokasi Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabu- paten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)....……….………. 22

3 Desain Tehnik Apung Longline (Floating Method) ... 28

4 Skema Analisis Integrasi SIG dan Inderaja pada Pembuatan Peta Kelayakan Lahan untuk Budidaya Rumput Laut .. ... 34

5 Grafik Parameter Suhu Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan

Mei s/d Juli 2006... 52

6 Gambar Peta Tematik Suhu Perairan Teluk Tamiang... 53

7 Grafik Parameter Kedalaman (m) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 55

8 Gambar Peta Tematik Kedalaman Perairan Teluk Tamiang... 56

9 Grafik Parameter Pasang Surut Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/d Juli 2006... 57

10 Grafik Parameter Arus (cm/det) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 59

11 Gambar Peta Tematik Arus Perairan Teluk Tamiang... 59

12 Grafik Parameter Gelombang (cm) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 61

13 Gambar Peta Tematik Gelombang Perairan Teluk Tamiang... 62

(15)

15 Grafik Parameter Prosentase Intensitas Cahaya pada Kedalaman 0,3 m dari

Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 64

16 Gambar Peta Tematik Intensitas Cahaya Perairan Teluk Tamiang... 65

17 Grafik Parameter Kecerahan Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 67

18 Gambar Peta Tematik Kecerahan Perairan Teluk Tamiang... 67

19 Gambar Peta Tematik Keterlindungan Perairan Teluk Tamiang... 69

20 Gambar Peta Tematik Substrat Dasar Perairan Teluk Tamiang... 70

21 Grafik Parameter Salinitas (‰) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 72

22 Gambar Peta Tematik SalinitasPerairan Teluk Tamiang... 72

23 Grafik Parameter Oksigen Terlarut Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 74

24 Gambar Peta Tematik Oksigen Terlarut Perairan Teluk Tamiang... 75

25 Grafik P arameter Nitrat (mg/l) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 77

26 Gambar Peta Tematik Nitrat Perairan Teluk Tamiang... 77

27 Grafik Parameter Orthofosfat (mg/l) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 79

28 Gambar Peta Tematik Orthofosfat Perairan Teluk Tamiang... 80

29 Grafik Pertambahan Panjang Thallus (cm) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 83

30 Grafik Prosentase Pertambahan Harian Panjang Thallus (%) Eucheuma cottonii dari Minggu ke1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 84

31 Grafik Pertambahan Jumlah Cabang Thallus Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 86

(16)

33 Grafik Pertambahan Berat Basah (gr) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 88

34 Grafik Prosentase Pertambahan Berat Basah (gr) Harian Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 89

35 Grafik Pertambahan Prosentase Kandungan Karaginan (%) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 91

36 Peta Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii

di Teluk Tamiang ... 94

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Parameter pasang surut pasang surut dari Dinas Hidro-oseanografi

(18)
(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang memiliki manfaat yang besar karena menghasilkan agar, karaginan dan alginat yang berguna untuk industri makanan, minuman, farmasi, industri non pangan dan lain-lain. Permintaan pasar domestik dan dunia tiap tahunnya meningkat, sedangkan untuk kebutuhan dalam negeri untuk Eucheuma sp. masih kurang. Pada tahun 2001 produksi sebesar 212.478 ton basah sampai tahun 2004 sebesar 410.570 ton basah (DKP , 2005) dan permintaan pasar rumput laut dunia / luar negeri untuk

Eucheuma sp. tahun 2006 sebesar 202.300 ton kering dan sampai tahun 2010 diperkirakan sekitar 274.100 ton kering (Anggadiredja et al., 2006). Potensi lahan yang dimiliki Indonesia untuk budidaya rumput laut adalah 1.110.900 ha, hanya sekitar 222.180 ha atau 20% yang telah dimanfaatkan dengan total produksi 410.570 ton basah /tahun (Sukardi et al. , 2004).

Terdapat 555 jenis rumput laut dan diantaranya ada 55 jenis yang diketahui memiliki nilai ekonomis tinggi. Beberapa marga rumput laut memiliki nilai komersial, yaitu rumput laut merah (Rhodophyceae) seperti Eucheuma sp,

Gracillaria sp, Gelidium sp, rumput laut coklat (Phaeophyceae) seperti Sargassum

sp dan Laminaria sp. karena merupakan bahan baku industri agar, karaginan dan alginat. Pada studi etnobotani dan etnofarmakologi rumput laut Indonesia,. Studi etnofarmakologi rumput laut yang dilakukan oleh Anggadiredja dan Sujatmiko (1994) menyatakan bahwa 21 jenis rumput laut digunakan masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Potensi rumput laut yang besar dan permintaan pasar domestik maupun luar negeri yang terus meningkat tersebut, maka memberikan peluang yang sangat besar untuk mengembangkan budidaya rumput laut dan cukup menguntungkan (Rahman, 1999).

(20)

sebanyak 199 desa. Kecamatan Pulau Laut Barat, yang merupakan salah satu kecamatan di kabupaten ini, memiliki garis panjang pantai 125 km dengan luas perairan 5.650 km² dan memiliki potensi lestari alami 8.340 ton / tahun .

Selain data tersebut, pada tahun 2004 produksi budidaya rumput laut

Eucheuma cottonii Kabupaten Kotabaru sebesar 126,8 ton kering dengan nilai Rp. 443.800.000,- , sedangkan jumlah petani pembudidaya rumput laut sebanyak 362 orang (DKP Kotabaru, 2005). Kebijakan Pemda Kotabaru sangat memperhatikan potensi perikanan, termasuk rumput laut yang dimiliki wilayah ini, melalui program-programnya, yaitu pengembangan sarana/prasarana dan kelembagaan perikanan, pemanfaatan sumberdaya kelautan, pembinaan daerah pantai dan peningkatan ekspor hasil perikanan.

(21)

penentuan kebijakan tata ruang / zonasi, pemanfaatan, perizinan dan lainnya yang tidak jelas serta implementasinya bisa menyebabkan konflik pemanfaatan sumberdaya dan kerawanan sosial yang pada akhirnya berdampak kepada kinerja sistem produksi akuakultur rumput laut di kawasan tersebut.

Kegiatan budidaya rumput laut di Teluk tamiang termasuk dalam ruang lingkup akuakultur berdasarkan zonasi laut (marine aquaculture) yang terdapat pada kawasan teluk dan perairan dangkal yang masih berada dibawah 3 mil, sebagai batas kewenangan Kabupaten. Budidaya rumput laut tersebut merupakan unit budidaya berbasiskan perairan (water based aquaculture) yang ditempatkan di badan perairan, sehingga merupakan suatu sistem yang terbuka (open system). Didalam sistem ini, interaksi rumput laut (unit) budidaya dengan lingkungan perairan tersebut berlangsung hampir tanpa pembatasan.

Adanya berbagai kegiatan di perairan yang kurang atau tidak terkontrol bisa meneyebabkan dampak pencemaran atau sebagai salah satu sumber pencemaran lingkungan (pencemar). Konflik kepentingan dari berbagai sektor dan isu lingkungan pada water base aquaculture lebih sering muncul dan lebih rumit dibandingkan pada land use aquaculture.

Rumput laut merupakan suatu komoditas dimana saat ini dalam memproduksinya di Teluk Tamiang dilakukan dengan penanganan yang masih sederhana oleh pembudidaya / penangannaya relatif rendah jika dibandingkan dengan produksi ikan. Namun demikian, evaluasi dan pengawasan haruslah cepat dan tepat untuk selalu menjaga kondisi pembudidayaan rumput laut tetap dalam keadaan habitat yang cukup baik untuk pertumbuhannya.

(22)

Kegiatan pembudidayaan rumput laut di daerah ini terbatas pada wilayah perairan yang dianggap aman untuk berusaha dan memberikan keuntungan yang dianggap cukup baik walaupun sebenarnya secara teknis budidaya kurang layak atau tidak memenuhi persyaratan teknis budidaya rumput laut. Akibat yang terjadi adalah budidaya rumput laut tersebut kurang optimal diusahakan dan kelestarian sumberdaya hayati pesisir tersebut akan dapat terganggu. Sementara luas areal budidaya rumput laut di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu, sedangkan di wilayah perairan laut Kabupaten Kotabaru belum berkembang dengan baik.

Salah satu cara untuk menjamin kontinyuitas penyediaan rumput laut dalam kuantitas dan kualitas standar adalah dengan cara pengelolaan sumberdaya melalui pengelolaan pembudidayaan rumput laut yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga didapat produksi yang me menuhi standar dan keseimbangan lingkungan tetap terjaga.

Dengan demikian pola pengelolaan sumberdaya untuk budidaya rumput laut di wilayah perairan pesisir adalah merupakan upaya yang penting dilakukan dengan cara terpadu dalam penetapan, pengembangan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan rumput laut yang ada di wilayah perairan pesisir tersebut secara optimal dan berkelanjutan.

Atas dasar tersebut dan permasalahan yang ada serta untuk menjaga kualitas standar dengan jumlah produksi budidaya rumput laut yang besar dan mampu menjadikan alternatif mata pencaharian kepada nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan di daerah pesisir Kabupaten Kotabaru, maka perlu dilakukan suatu kegiatan kajian/penelitian pengelolaan sumberdaya rumput laut untuk pembudidayaan rumput laut di perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru.

1.2. Perumusan Masalah

(23)

seringkali hasil budidaya atau jumlah produksi yang dicapai berfluktuasi baik produksi basah / kering maupun produksi dari mutu olahan.

Permasalahan dan isu pokok yang terkait dengan pengelolaan untuk pengembangan budidaya rumput laut di Teluk Tamiang meliputi : (1) Ketidaksesuaian lahan dan daya dukung yang dilakukan pembudidaya yang berdampak pada tidak kuntinyu dan kualitas produksi yang rendah, akibat dari sumberdaya manusia yang rendah, yaitu kualitas jumlah penduduk di Desa Teluk Tamiang menurut jenjang pendidikan tahun 2004 sebanyak 939 jiwa dengan tingkatan jenjang pendidikan yang dominan tidak tamat SD sebanyak 707 jiwa, sehingga menjadikan kendala dalam penyerapan pengetahuan dan teknologi yang diberikan dalam usaha pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi. (2) Teknologi khususnya aspek penyediaan bibit yang rendah, baik kuantitas dan kualitas untuk kontinyuitas produksi juga menjadi permasalahan yang sangat penting, karena merupakan salah satu input penting dalam kegiatan budidaya rumput laut. Kemampuan penyediaan bibit dalam lingkungan wadah (kebun bibit) budidaya rumput laut merupakan salah satu jaminan ketersediaan bibit bagi kegiatan bibit rumput laut. Hal ini penting mengingat bibit alami biasanya lebih mahal dan hanya tersedia musimansehingga tidak bisa memenuhi kriteria industri yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat umur/ukuran, tepat mutu dan tepat harga. (3) Kepastian aturan/hukum, belum adanya aturan/aspek hukum yang pasti dan jelas didalam pemanfaatan kawasan Teluk Tamiang akan menimbulkan kerawanan sosial yang pada akhirnya berdampak kepada kinerja sistem produksi budidaya rumput laut di Teluk Tamiang. Belum adanya pengelolaan sumberdaya perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru dalam pemanfaatan dan pengembangan untuk usaha budidaya rumput laut yang memenuhi persyaratan lokasi/kesesuaian perairannya dengan persyaratan teknis, jenis dan pertumbuhan rumput laut yang akan dibudidayakan maka diperkirakan akan dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi rumput laut di daerah ini.

(24)

hingga strategi pengembangannya untuk mendapatkan rumusan pengelolaan yang tepat, terpadu dan berkelanjutan dalam penentuan lokasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk pembudidayaan rumput laut secara optimal di daerah pesisir Kabupaten Kotabaru, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan di wilayah pesisir tersebut.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui potensi wilayah perairan teluk untuk pengembangan budidaya

rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru secara optimal dan berkelanjutan.

2. Mendapatkan strategi dan kebijakan pengelolaan untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru, secara terpadu dan berkelanjutan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada nelayan, pengusaha (investor), kreditur / bank dan pemerintah daerah tentang pengelolaan dan mengembangkan budidaya rumput laut tanpa mengganggu / merusak sumberdaya di wilayah pesisir. Manfaat penelitian tersebut diharapkan :

1. Dapat memberikan informasi kepada kelompok nelayan atau pengusaha rumput laut tentang persyaratan dan kelayakan teknis kesesuaian lahan di Teluk Tamiang Kotabaru untuk pengembangan budidaya rumput laut jenis

Eucheuma cottonii dengan mutu akhir yang baik.

2. Melalui pengelolaan / pemanfaatan wilayah pesisir di Teluk Tamiang Kotabaru untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii secara baik dan berkelanjutan diharapkan dapat menjaga konservasi rumput laut tersebut, tanpa menimbulkan terjadinya degradasi sumberdaya lingkungan perairan teluk tersebut.

(25)

daerah penelitian, guna peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan bagi pengembangan penelitian berikutnya.

1.5. Kerangka Pemikiran

Pengembangan budidaya rumput laut di perairan Teluk Tamiang sangat perlu dilakukan guna meningkatkan produksi secara optimal dan berkelanjutan. Dalam rangka pengembangan budidaya rumput laut, kebijakan Pemda Kotabaru saat ini sangat mendukung melalui rencana strategisnya yaitu peningkatan ekspor hasil perikanan dan kelautan melal ui pengembangan budidaya laut . Selain kebijakan tersebut, faktor-faktor lain juga sangat berperan yang meliputi : potensi lahan perairan, persyaratan teknis dan pengelolaannya, faktor parameter lingkungan perairan (fisika, kimia dan biologi) dan kondisi sosek masyarakat yang mendukung. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dalam prosesnya untuk mencapai tujuan atau output akhir, maka sangat ditentukan oleh kriteria yang digunakan dalam mengambil keputusan yang meliputi ; persyaratan kondisi lingkungan perairan (aspek fisika, kimia dan biologi), persyaratan kualitas olahan (mutu akhir),

partisipatory para pengguna dan kondisi / daya dukung untuk kesesuaian lahan yang akan digunakan dalam pengembangan budidaya rumput laut. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir meliputi ; analisis parameter lingkungan perairan (fisika, kimia dan biologi), analisis laju pertumbuhan, analisis mutu olahan (karaginan), analisis spasial dengan menggunakan System Informasi Geografis / SIG dan untuk strategi kebijakan pengelolaan dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportuniteies and Threats).

(26)

Gambar 1 : Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii).

Potensi Lahan Perairan Budidaya Rumput Laut Teluk Tamiang

Faktor-faktor yang berpengaruh untuk diamati :

1. Fisik (suhu, kedalaman, kecepatan arus,

pasang surut, cahaya, substrat dasar, ge- lombang, kecerahan dan keterlindungan) 2. Kimia (salinitas, DO, nitrat dan ortho fosfat 3. Biologi (biota pengganggu, pertumbuhan dan kandungan karaginan)

Metode analisis yang digunakan :

1. Analisis Fisika, kimia dan biologi perairan

2. Analisis Laju Pertumbuhan

3. Analisis Kualitas (karaginan)

4. Analisis Spasial (System I nformasi

Geografis / SI G)

5. Analisis Strategi dan Kebijakan Pengelola-

an dan Pengembangan (St rengt h, Weak-

ness, Opportunities and Threats / SWOT) Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan :

1. Memenuhi persyaratan kondisi fisik,

kimia dan biologi

2. Memenuhi kesesuaian lahan perairan dan daya dukung

3. Memenuhi persyaratan kualitas akhir

4. Memenuhi kriteria parsipatory para

stakeholder

Output yang dihasilkan berupa :

1. Pot ensi w ilayah perairan unt uk lokasi

budidaya rumput laut di Teluk Tamiang secara optimal dan berkelanjutan

2. Strategi dan Kebij akan Pengelolaan

budidaya rumput laut di kaw asan Teluk Tamiang secara terpadu dan berke -lanj ut an

Permasalahan sumberdaya perairan Teluk Tamiang tentang ketidaksesuaian lahan,

persyaratan teknis dan pengelolaannya untuk pengembangan budidaya Rumput Laut

Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Teluk Tamiang

Kebijakan Pemda saat

ini

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Secara Berkelanjutan

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan adalah upaya terpadu dalam penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya yang ada di wilayah pesisir dan lautan.

Menurut Budiyoko (2003), pengelolaan pada wilayah pesisir beserta atributnya merupakan suatu sistem ekologi yang besar, bersifat unik serta sangat sensitif terhadap perubahan. Oleh karena itu pengelolaan disyaratkan harus secara terpadu, dengan alasan antara lain : (1) sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku, dengan penentuan wilayah pesisir ke arah darat maupun ke arah laut sangat bervariasi tergantung kepentingan dan tujuan pengelolaan; (2) secara empiris terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) antar ekosistem didalam kawasan pesisir dan antara ekosistem wilayah pesisir dengan lahan atas maupun dengan laut lepas, seperti sumberdaya pesisir hutan mangrove dan terumbu karang yang merupakan tempat/habitat hidup, proses biologi sumberdaya ikan dan lainnya. Sedangkan lahan atas merupakan penyuplai bahan-bahan nutrient untuk kehidupan sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan serta laut lepas sebagai tempat kehidupan berbagai sumberdaya laut lainnya untuk tumbuh dan berkembang ; (3) dalam suatu wilayah pesisir umumnya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam, seperti ; terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan lainnya serta untuk jasa-jasa lingkungan seperti sektor pariwisata, transportasi dan lainnya yang dapat menimbulkan berbagai konflik kepentingan dan pemanfaatannya; (4) secara sosial ekonomi wilayah pesisir umunya dihuni oleh lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki preferensi dan keterampilan yang berbeda; dan (5) sistem sosial budaya masyarakat pesisir memiliki ketergantungan terhadap alam dan musim, tanpa mempunyai kemampuan untuk mengendalikannya (Dahuri, 2000).

(28)

tanpa mengurangi hak generasi yang akan datang untuk memanfaatkannya. Disamping pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, Carter (1996) dalam Syukur (2001) menjelaskan bahwa konsep pengelolaan berbasis masyarakat memiliki aspek positif yaitu (1) mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, (2) mampu merefleksi kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik, (3) mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan teknis, (4) responsive dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan kondisi lokal, (5) mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada, (6) mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen dan (7) masyarakat lokal termotivasi untuk melakukan pengelolaan secara berkelanjutan.

(29)

yang berwibawa dan konsisten serta adanya kebersamaan untuk berbagi kemampuan dan rasa antara kelompok yang mampu dengan saudaranya yang belum mampu.

Wilayah Kepulauan Kabupaten Kotabaru pasca pemekaran Kabupaten Tanah Bumbu adalah seluas 9.422,73 km² terletak di sebelah tenggara Ibukota Propinsi Kalimantan Selatan, dan masih merupakan wilayah kabupaten yang memiliki lahan terluas dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten atau kota lain di Propinsi Kalimantan Selatan yang memiliki wilayah propinsi luas 37.350,52 km² . Luas Kabupaten Kotabaru ¼ dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis, Kabupaten Kotabaru terletak antara 3°10'-4°20' Lintang Selatan dan 115° 25-116°30 Bujur Timur serta Grid propinsi dari AD-CH, 35-57 dan proyeksi UTM Y = 945.500 m, X = 300.000 m (Bappeda, 2003). Dengan wilayah perairan yang luas dan strategis tersebut, salah satunya berupa teluk dan terletak antara pulau Kalimantan, berdekatan dengan Sulawesi Selatan dan beberapa pulau-pulau kecil dari Propinsi Jawa Timur, sehingga memudahkan dan memberikan peluang jangkauan luas dalam tata niaga hasil perikanan. Dengan demikian perairan Kabupaten Kotabaru memiliki potensi sumberdaya hayati kelautan yang cukup besar dan perlu dikelola serta dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2.2. Pengembangan Budidaya Rumput Laut

Pengembangan seringkali diartikan sebagai suatu proses pembangunan yang menuju kesuatu kemajuan. Dalam pengembangan sumberdaya di wilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan budidaya rumput laut. Melalui program ini diharapkan dapat merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah akibat meningkatnya pendapatan masyarakat setempat.

(30)

meningkatan pendapatan pembudidaya dan juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai ( Sukardi et al, 2004).

Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia masih terbatas pada daerah-daerah tertentu, seperti Bali, Nusa Tenggara, DKI Jakarta, Sulawesi, Riau Kepulauan, Lampung dan Maluku Utara (Zatnika, 1993).

Pengembangan budidaya rumput laut merupakan suatu alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal : (1) produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2) tersedianya lahan perairan untuk budidaya yang cukup luas dan (3) mudahnya teknologi budidaya yang diperlukan (DKP, 2001).

2.3. Biologi Rumput Laut Eucheuma cottonii

Rumput laut merupakan tumbuhan thallopyta, yaitu tumbuhan yang tidak memperlihatkan perbedaan antara akar, batang dan daun. Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, seperti rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus

ada yang dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam, ada yang lunak, seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous), lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al, 1978).

Menurut Dawes dalam Kadi dan Atmadja (1988), secara taksonomi jenis

Eucheuma diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Rhodophyta, Kelas : Rhodophyceae, Ordo : Gigartinales, Famili : Solieriaceae, Genus : Eucheuma, Spesies : Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum.

(31)

Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina

Eucheuma cottonii tidak teratur, menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilagineus, warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Penampakan thalli bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks (Sukardi et al., 2004).

Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk. Di alam, pertumbuhannya melekat pada substrat batu karang, cangkang kerang dan benda keras lainnya (Anggadiredja et al., 2006).

2.4. Budidaya Rumput Laut : Kondisi Lingkungan Fisika, Kimiawi dan Biologi

Keberhasilan budidaya rumput laut bergantung antara lain kepada pemilihan lokasi yang tepat, pemilihan lokasi merupakan salah satu faktor penentu. Gambaran tentang biofisik air laut yang diperlukan untuk budidaya rumput laut penting diketahui agar tidak timbul masalah yang dapat menghambat usaha itu sendiri dan mempengaruhi mutu hasil yang dikehendaki.

Lokasi dan lahan budidaya untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma

di wilayah pesisir dipengaruhi berbagai faktor ekologi oseanografis yang meliputi parameter lingkungan fisik, biologi dan kimiawi perairan (Puslitbangkan,1991).

2..4.1. Kondisi Lingkungan Fisika

§ Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan rumput laut dari pengaruh angin topan dan pergerakan air seperti ombak yang kuat, maka diperlukan lokasi yang terlidung dari hempasan ombak sehingga diperairan teluk atau terbuka tetap terlindung oleh karang penghalang atau pulau di depannya baik untuk budidaya rumput laut (Puslitbangkan,1991).

§ Dasar perairan yang paling baik untuk pertumbuhan Eucheuma cottonii

(32)

cukup 20-40 cm/detik (Sukardi et al., 2004). Hal ini dapat diindikasikan adanya sea grass yang merupakan petunjuk adanya gerakan air yang baik.

§ Kedalaman air yang baik bagi pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii

adalah >2 m pada saat terendah untuk metode apung. Hal ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari secara langsung pada waktu surut terendah dan memperoleh (mengoptimalkan) penetrasi sinar matahari secara langsung pada waktu air pasang (Sukardi et al., 2004).

§ Kenaikan temperatur yang tinggi akan mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan rumput laut tidak dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu suhu perairan yang baik untuk budidaya rumput laut adalah 20-28°C dengan fluktuasi harian maksimum 4°C (Puslitbangkan, 1991).

§ Tingkat kecerahan yang tinggi diperlukan dalam budidaya rumput laut. Hal ini dimaksudkan agar cahaya penetrasi matahari dapat masuk kedalam air. Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi tidak kurang dari 5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut (Puslitbangkan, 1991).

2.4.2. Kondisi Lingkungan Kimia

§ Rumput laut tumbuh pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat air tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. Oleh karena itu budidaya rumput laut sebaiknya jauh dari mulut muara sungai. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut

Eucheuma cottonii adalah 28-35 ppt (Sukardi et al., 2004).

(33)

nitrat (NO3) dan fosfor dalam bentuk orthofosfat (PO4). Menurut Joshimura dalam Wardoyo (1978) kandungan nitrat dalam kondisi berkecukupan biasanya berada pada kisaran antara 0,01-0,7 mg/l. Untuk orthofosfat pada perairan alami berkisar 0,005-0,02 mg/l Dengan demikian dapat dikatakan perairan tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang baik dan dapat digunakan untuk kegiatan budidaya laut.

2.4.3. Kondisi Lingkungan Biologi

§ Sebaiknya untuk perairan budidaya Eucheuma dipilih perairan yang secara alami ditumbuhi oleh komunitas dari berbagai makro algae seperti Ulva sp,

Caulerpa sp, Padina sp, Hypnea sp dan lain-lain, dimana hal ini merupakan salah satu indikator bahwa perairan tersebut cocok untuk budidaya

Eucheuma. Kemudian sebaiknya bebas dari hewan air lainnya yang bersifat herbivora terutama ikan baronang/lingkis (Sigarus spp., penyu laut (Chelonia midas) dan bulu babi yang dapat memakan tanaman budidaya (Puslitbangkan, 1991).

Secara umum di Indonesia, budidaya rumput laut dilakukan dalam tiga metode penanaman berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan. Ketiga budidaya tersebut menurut Aji dan Murdjani (1986) meliputi : (1). Metode Dasar (bottom method) (2). Metode Lepas Dasar (off-bottom method) dan (3). Metode Apung (floating method) / longline.

2.5. Pemanfaatan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii

(34)

tingginya permintaan pasar rumput laut dan hasil olahannya baik dalam bentuk bahan dasar yaitu karaginan, agar dan alginate maupun formulasi dari ketiga hidrokoloid tersebut.

Sesungguhnya program pengembangan budidaya rumput laut telah dilaksanakan sejak tahun 1968 oleh Lembaga Penelitian Laut bekerjasama dengan Dinas Hidrografi Angkatan Laut di Pulau Pari Kepulauan Seribu melalui ujicoba budidaya E.spinosum dan E. edule yang bibitnya berasal dari perairan setempat. Kemudi an dikembangkan juga E.cottonii yang bibitnya berasal dari Bali yang hasilnya telah memasyarakat sampai saat ini (Sulistijo, 1996). Selain itu program pengembangan budidaya rumput laut telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, yang meliputi pelatihan-pelatihan dalam upaya meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, pemberian bantuan sarana produksi dan permodalan usaha serta pengembangan dan pembinaan kemitraan antara petani dan pengusaha / eksportir rumput laut.

(35)

sedang terjadi, yang semuanya sesungguhnya terkait erat dengan aspek teknis-finansial produksi dan aspek sosial-ekonomi budaya masyarakat setempat.

Kajian pengembangan budidaya rumput laut yang berkaitan dengan pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir telah dilaksanakan oleh Ikhsan (2001) di Kepulauan Seribu, dan yang berkaitan dengan analisis kebijakan dilakukan oleh Ismail (2000) di Lombok. Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut pengembangan budidaya rumput laut memberikan dampak peningkatan pendapatan keluarga yang cukup besar (mencapai 66%) dan merupakan kegiatan usaha yang waktu pengembalian modalnya (pay back period) relatif singkat, yaitu kurang dari satu tahun, serta dapat dikembangkan di kawasan taman wisata alam laut secara optimal walaupun harus secara terpadu antara kegiatan budidaya dengan konservasi.

2.6. Pertumbuhan dan Karaginan Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat atau panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut antara lain jenis, galur, bagian thallus dan umur. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain keadaan lingkungan fisik dan kimiawi perairan. Namun demikian selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan dari rumput laut yaitu faktor pengelolaan yang dilakukan oleh manusia. Faktor pengelolaan oleh manusia dalam kegiatan rumput laut kadang merupakan faktor utama yang harus diperhatikan seperti pemilihan lokasi perairan dan juga jarak tanam bibit dalam satu rakit apung (Syahputra, 2005).

(36)

pertambahan berat per hari, sedangkan Soegiarto (1978), menyatakan berkisar antara 2-3% per hari. Pada percobaan penanaman dengan menggunakan rakit terapung dengan tiga lapisan kedalaman, tampak bahwa tanaman yang lebih dekat dengan permukaan (30 cm) tumbuh lebih baik dari lapisan kedalaman dibawahnya. Cahaya matahari merupakan faktor penting untuk pertumbuhan rumput laut. Pada kedalaman yang tidak terjangkau cahaya matahari rumput laut tidak dapat tumbuh. Demikian pula iklim, letak geografis dan faktor oceanografi sangat menentukan pertumbuhan rumput laut.

Rumput laut adalah organisme laut yang memiliki syarat-syarat lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai kondisi lingkungan perairan dengan areal yang akan dibudidayakan, akan semakin baik pertumbuhannya dan hasil yang akan didapat (Syahputra, 2005).

Karaginan merupakan ”getah” rumput laut yang diekstrasi dengan air atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Spesies

Eucheuma cottonii merupakan penghasil kappa karaginan, sedangkan spesies

spinosum merupakan penghasil iota karaginan.

Karaginan didalam thallus Eucheuma sp. terdapat pada dinding sel. Dinding sel alga merah tersusun atas dua lapisan, yaitu lapisan dalam dan lapisan luar. Lapisan dalam yang lebih keras banyak mengandung selulosa sedang lapisan luar terdiri dari substansi pektik yang mengandung agar dan karaginan (Levring et al., 1969 ; Fritsch, 1986 dalam Iksan, 2005). Sementara itu, menurut Glicksman (1983), terdapat tiga fraksi karaginan yang bernilai penting yaitu kappa, iota dan lambda, serta empat fraksi yang kurang penting yaitu mu, nu, theta dan xi.

(37)

2.7. Berbagai Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Perairan

2.7.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Gambaran yang lengkap pada citra melalui analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), memungkinkan penggunaannya dalam pelbagai kajian, sehingga untuk kajian pola tata guna lahan pada ekosistem pesisir digunakan data citra penginderaan jauh (Sutanto, 1987). Zetka (1985), mengemukakan bahwa ekosistem pesisir memiliki masalah bervariasi dalam perolehan datanya sebab pesisir merupakan area yang luas meliputi daratan pesisir, estuaria dan perairan pesisir. Dilain pihak ada daerah tertentu seperti kota dan perairan dekat pesisir yang bersifat heterogen sehingga membutuhkan citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial dan spektral yang tinggi.

Menurut Hartono (1995), langkah-langkah untuk melakukan evaluasi kesesuaian lahan melalui interpretasi data citra dijelaskan secara ringkas sebagai berikut : (1) Pemetaan satuan lahan melalui interpretasi foto udara dengan menggunakan hasil tumpang susun (overlay) antara bentuk lahan dengan lereng (satuan lahan minus penggunaan lahan) sebagai satuan evaluasi lahan (2). Penurunan informasi karakteristik (kualitas) lahan pada setiap satuan lahan (3). Pencocokan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan untuk peruntukan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan akhir dengan mempertimbangkan tingkat kesesuaian terhadap peruntukan yang lain dan penggunaan lahan yang ada saat ini.

(38)

Sistem Informasi Geografis untuk penanganan data spasial daerah terutama untuk penyimpanan, editing, penampilan, perubahan dan pemodelan. Tiga Kegunaannya adalah pertama berkaitan dengan pengolahan data tersebut bagi presentasi dan penyajian data, sedang kegunaan untuk mengetahui perubahan sangat bermanfaat untuk kegiatan monitoring, terutama variabel yang cepat berubah. Pemodelan sangat penting untuk menghasilkan informasi baru untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan wilayah pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk memanfaatkan potensi sumberdaya lahan semaksimal mungkin untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pendapatan daerah tanpa meninggalkan aspek konservasi (Hartono, 1995).

Teknologi SIG menjadi pilihan untuk menjawab permasalahan perencanaan, mengingat kemampuan yang dimilikinya yaitu dapat menampung, menyimpan, mengolah dan memanipulasi data spasial, sehingga menghasilkan keluaran sesuai dengan tujuan. Kemudian SIG juga merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan lingkungan. Analisis keruangan (spatial analysis) dan pemantauan terhadap perubahan lingkungan pesisir dan laut akan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat dengan menggunakan SIG. Kemampuan SIG dalam analisis keruangan dan pemantauan dapat digunakan untuk mempercepat dan mempermudah penataan ruang (pemetaan potensi) sumberdaya wilayah yang sesuai dengan daya dukungnya.

2.7.2. Pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness,Opportunities and

Threats)

(39)

Pendekatan analisis SWOT adalah merupakan penelitian tentang hubungan atau interaksi antara unsur-unsur internal yaitu kekuatan dan kelemahan terhadap unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman. Analisis tersebut dipakai dalam usaha penyusunan suatu rencana yang matang untuk mencapai tujuan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam menyusun suatu perencanaan yang baik, perlu dilakukan penelaahan tentang kondisi dan kenyataan di lapangan, untuk mengetahui segala unsur kekuatan maupun segala kelemahan yang ada. Namun demikian, dilain pihak perlu diperhatikan unsur-unsur eksternal yang dihadapi yaitu peluang atau kesempatan yang ada atau diperkirakan akan timbul kelak, serta segala hambatan atau ancaman yang ada atau diperkirakan akan timbul kelak, serta segala hambatan /ancaman yang ada atau diperkirakan akan muncul dan mempengaruhi kestabilan kawasan.

Selanjutnya untuk mentransformasikan SWOT kedalam penanganan konflik kewenangan maka perlu melihat kombinasi faktor eksternal (dampak langsung dari luar) dengan faktor internal (dampak langsung dari dalam). Lingkungan eksternal yaitu peluang dan ancaman (Opportunities and Threats) yang disingkat EFAS (External Strategyc Factor Summary) dan lingkungan internal yaitu kekuatan dan kelemahan (Strengths and Weaknesses) yang disingkat IFAS (Internal Strategyc Factors Summary). Kedua faktor tersebut memberikan dampak positif yang berasal dari peluang dan kekuatan, serta dampak negatif yang berasal dari ancaman dan kelemahan.

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari Bulan Mei sampai Juli 2006 di Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan yang terdapat ekosistem rumput laut alami yang cukup luas, dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat dan lokasinya dekat dari perkampungan penduduk.

Pemilihan lokasi didasarkan pada potensi sumber daya perairan pesisir yang cukup besar, intensitas kegiatan budidaya dan lingkungan penduduk yang cukup, serta kebijakan pemerintah daerah yang cukup mendukung dalam pengembangan budidaya rumput laut secara berkelanjutan. Berikut disajikan peta daerah penelitian:

Keterangan :

St A, St B dan St C : Stasiun pengamatan A, B dan C

Sumber : Bakorstanal , 2004 (diolah kembali)

Gambar 2 : Lokasi Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Lokasi Penelitian

St A

St B

(41)

Pemilihan stasiun pengamatan untuk percobaan pertumbuhan dilakukan berdasarkan indikator-indikator keheterogenan kondisi habitat dan perairan. Pengamatan dilakukan terhadap luasan teluk perairan (ha). Indikator-indikator yang diamati meliputi ; 1) pengamatan / pengukuran parameter perairan yang terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi perairan 2) pengamatan struktur perairan yang meliputi lingkungan perairan yang berbeda (adanya perbedaan topografi/ kedalaman, disribusi substrat dasar dan lain-lain).

[image:41.596.70.527.332.692.2]

Berdasarkan tingkat keheterogenan yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dan terhadap luas perairan yang telah diamati, maka ditetapkan 3 stasiun penelitian ( Tabel 1).

Tabel 1.Hasil Pengamatan Awal Penentuan Lokasi Penelitian

Hasil Pengamatan No. Parameter

Stasiun A Stasiun B Stasiun C 1 2 3 4 5 6 7 8 Kedalaman (m) Pasang surut (m) Kecepatan Arus (cm/det) Kecerahan (m) Dasar Perairan Nitrat (mg/l) Orthoposfat (mg/l) Biota Laut Dominan

5,8 0-2,7

23,5 4,5 Pasir dan lumpur

0,248 0,0118

Gracilaria sp,

Siganidae, bintang laut 9,5 0-2,7 28 5,2 Pecahan karang, pasir dan sedikit lumpur

0,242 0,0113

Hypnea sp,

Dictyota sp, bulu

babi, bintang laut, Siganidae

13,6 0-2,7 32 6,5 Karang, pecahan karang 0,184 0,0088 ikan beronang, ikan karang,

Hypnea sp

(42)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis

Eucheuma cottonii yang diperoleh dari perairan sekitar Kotabaru dan bahan-bahan kimia untuk analisis kandungan karaginan menggunakan metode Ainsworth dan Blanshard (1980). Alat-alat yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan penelitian adalah data citra, GPS, tali ris dari bahan nilon (PE), tali rafia, jangkar, pelampung, timbangan, perahu dan alat-alat pengukur parameter fisika, kimia dan biologi perairan seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2: Parameter lingkungan perairan, pertumbuhan dan kandungan biokimiawi yang diukur, satuan dan alat pengukurannya

Parameter Alat / Spesifikasi Keterangan

Fisika

1. Suhu (°C) 2. Kedalaman (m)

3. Kecepatan Arus (m/dt) 4. Pasang Surut (m) (didukung data sekunder)

5. Cahaya (didukung data sekunder curah hujan) 6. Gelombang

7. Kecerahan (m) 8. Substrat Dasar 9. Keterlindungan

Thermometer Hg, pembacaan skala Portable Echosounder GPS Map 198C Current meter RCM-7 Serial :11754 papan pembaca

Lux Meter : Range 0-50.000 lux tongkat duga secchi disk insitu insitu insitu insitu insitu insitu insitu visual visual Kimia

1. Salinitas ( ‰)

2. Oksigen Terlarut (mg/l) 3. Nitrat (mg/l)

4. Orthofosfat (mg/l)

Hand-refraktometer/pembacaan skala DO meter Spektrofotometer/pembacaan skala Spektrofotometer/pembacaan skala insitu insitu laboratorium laboratorium

Biologi dan Biokimiawi

1. Biota Pengganggu

2. Pertumbuhan rumput laut 3.Output pertumbuhan /

hasil panen (mutu akhir)

pita ukur/timbangan analisis karaginan

Visual

insitu

[image:42.596.77.519.290.771.2]
(43)

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian pengelolaan sumberdaya perairan untuk pengembangan budidaya rumput laut di Teluk Tamiang Kotabaru adalah metode survey dan percobaan pertumbuhan rumput laut. Metode survey adalah merupakan penelitian deskriptif yaitu menggambarkan / menguraikan sifat dari suatu fenomena / keadaan yang ada pada waktu aktual dan mengkaji penyebab dari gejala-gejala tertentu, bertujuan mengumpulkan data yang terbatas dari sejumlah kasus besar. Selanjutnya digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa atau dengan memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel dan data yang digunakan untuk memecahkan masalah.

Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran, pengamatan dan telaahan beberapa aspek. Pertama, aspek biofisik. Ada beberapa variabel berdasarkan syarat-syarat pertumbuhan rumput laut dan lingkungan ekologi yang akan diamati dan diukur dari variabel biofisik. Pengukuran dilakukan pada 3 stasiun percobaan pertumbuhan selama 8 minggu (masa pertumbuhan rumput laut) yang telah ditetapkan. Variabel tersebut meliputi : (1) Suhu, pengukuran temparatur air ini dilakukan dengan menggunakan alat thermometer air raksa (Hg) dengan satuan ºC dengan metode pemuaian. Pengukuran dilakukan pada 3 stasiun percobaan pertumbuhan (2) Kedalaman, pengukuran dilakukan dengan menggunakan Portable

Echosounder dengan satuan meter pada 3 stasiun percobaan pertumbuhan (3)

(44)

dengan menggunakan alat refraktometer atau salinometer dengan satuannya adalah ppt (part per thousand) atau ‰ pada 3 stasiun percobaan pertumbuhan (2) Oksigen terlarut (DO), pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat DO meter dengan metoda elektroda dengan satuan mg/l, pengukuran dilakukan pada 3 stasiun percobaan pertumbuhan yang telah ditetapkan (3) Nitrat , analisis dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer dan satuannya mg/l, metode yang dipakai adalah Brucine. (4) Orthofosfat, pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer dan satuannya mg/l, metode yang dipakai adalah Ascorbic Method.

Ketiga, aspek biologi dan biokimiawi , meliputi : (1) Pengamatan biota pengganggu, dilakukan setiap 3 hari sekali pada 3 stasiun dimana setiap stasiun dibuat satu percobaan. Hal ini dilakukan mengingat penyebab kegagalan budidaya rumput laut adalah masalah hama dan penyakit serta organisme lainnya yang sering timbul pada rumput laut. Oleh karena itu, diperlukan monitor lingkungan dengan cermat secara periode harian dan cara menghindari organisme tersebut, yaitu dengan pemagaran di sekeliling tanaman dengan jaring (2) Pertumbuhan

Eucheuma cottonii. Untuk mengetahui pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii di ketiga stasiun pengamatan, dilakukan percobaan penanaman rumput laut menggunakan metode apung (halaman 28). Pengukuran pertumbuhan berat dilakukan dengan timbangan dan untuk panjang dengan pita ukur. Pengukuran panjang thallus dilakukan pada panjang sumbu utama thallus (axe principale) serta menghitung jumlah cabang pada sumbu utama thallus (Pane, 2006). Pengukuran dan penimbangan dilakukan setiap periode mingguan selama masa pertumbuhan yaitu 8 minggu (56 hari) pada setiap demplot percobaan di 3 stasiun (3) Output pertumbuhan / hasil panen (mutu akhir), berupa pengukuran kandungan karaginan dengan menggunakan metoda Ainsworth dan Blanshard (1980) dan Furia (1981)

dalam Iksan (2005) dengan satuannya adalah prosen (%). Penentuan konsentrasi tersebut dilakukan untuk setiap sampel percobaan / stasiun. Sampel yang diambil (kadar karaginan) diukur/dihitung pada minggu ke 1 sampai minggu ke 6.

(45)

penduduk , jenis kelamin, umur, mata pencaharian, tingkat pendidikan, lingkungan pesisir, kebijakan pemerintahan dan kelembagaan yang meliputi : rencana strategis / program pembangunan dan ketentuan lain kabupaten Kotabaru yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya pesisir dan lautan.

Kelima, Pengamatan / telaahan pemetaan terhadap wilayah perairan / spasial dilakukan dengan menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan remote sensing dalam rangka mendapatkan bobot dan skor yang akan menentukan kelas kesesuaian. Peta digital rupa bumi yang diperoleh berasal dari satelit Landsat TM, program yang digunakan adalah program Arc View 3.3. Proses yang dilakukan melalui tahapan : penyusunan basis data spasial dan teknik tumpang susun (overlaying).

Keenam, analisis kebijakan untuk pengelolaan dilakukan telaahan dengan menggunakan “Analisis SWOT” . Responden / pelaku yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : nelayan, pemerintah, LSM, swasta dan data-data hasil penelitian yang telah dilakukan. Output yang dihasilkan dari analisis ini adalah strategi apa yang sebaiknya dilakukan selanjutnya untuk keberlangsungan kawasan perairan yang sustainable dan tidak merugikan pengguna lain sehingga konflik dapat diminimisasi sekecil mungkin.

3.3.1. Metode Apung longline (floating method)

Teknik perbanyakan yang dikenal selama ini dalam budidaya rumput laut

Eucheuma sp adalah secara fragmentasi. Thallus dipotong-potong dengan menggunakan pisau. Metode budidaya longline atau dengan sistim tali permukaan dipilih berdasarkan kondisi dan oceanografi perairan setempat, dapat ditentukan sebagai berikut :

(46)
[image:46.596.74.513.93.575.2]

Gambar 3 : Desain tehnik Apung Longline (floating method)

Keterangan Gambar :

= pemberat B = tali ris = pelampung induk C = tali jangkar = pelampung pendukung A = tali induk = ikatan/rumput laut Eucheuma Cottonii

- Benih rumput laut diikat pada tali nilon yang telah disimpul pada tali ris dengan jarak antara simpul sepanjang 35 cm. Setelah semua tali ris dipenuhi oleh ikatan benih, tali ris diikat pada tali induk dengan jarak antar tali ris satu dengan tali ris lain 2 meter.

- Pada dasarnya metode ini sama dengan metode lepas dasar, hanya posisi tanaman terapung di permukaan mengikuti gerakan pasang surut. Untuk mempertahankan agar rakit tidak hanyut digunakan pemberat dari batu atau jangkar.

- Setiap hari kondisi tanaman diamati dan dibersihkan dari kotoran (biota peng-ganggu).

A

B

(47)

3.3.2. Analisis Kualitas : Karaginan

Penentuan konsentrasi karaginan dengan menggunakan metoda Ainsworth dan Blanshard (1980) dan Furia (1981) dalam Iksan (2005) yang di modifikasi, prosedur analisisnya sebagai berikut :

- Rumput laut jenis Eucheuma cottonii dicuci dan dibersihkan dari pasir, kotoran dan bahan-bahan asing lainnya, selanjutnya dilakukan perendaman semalam dengan air. Setelah itu direndam dengan NaOH selama ½ jam, kemudian lakukan pencucian dan penetralan serta pemotongan rumput laut.

- Sampel rumput laut ditimbang 20 gr untuk dipanaskan dengan air pada suhu

85-95°C dalam suasana basa (pH 8-9) selama 4 jam. Ekstrak rumput laut contoh

disaring melalui penyaring selulosa dalam kertas saring berlipat. Hasil yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara pemanasan menjadi 150 ml. Hasil ekstraksi ini kemudian disaring dengan kain putih tipis atau dipindahkan ke kertas saring berlipat, lalu tambahkan isopropanol 96 % (1 : 2). Selanjutnya dikeringkan

dalam oven pada suhu 80°C selama 12 jam, kemudian ditimbang dengan

menggunakan timbangan analitik. Berat hasil penimbangan dikurangi dengan berat wadah pada waktu kosong, maka diperoleh berat karaginan bersih (g).

- Data kadar karaginan diperoleh dari budidaya rumput laut pada periode mingguan yaitu dari ke 1 sampai ke 8 untuk menentukan periode paling tinggi karaginan dihasilkan. Prosentase kandungan karaginan dapat diukur berdasarkan Syahputra (2005) dengan rumus sebagai berikut :

Berat karaginan

Karaginan (%) = X 100 % Berat sampel kering

3.4. Pengamatan terhadap Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut

(48)

tahapan pembatasan yang jelas dari wilayah yang akan dikelolanya (zonasi) sebagai suatu satuan pengelolaan (management). Kedua, dengan satuan pengelolaan maka komponen-kompenen pengelolaan di wilayah tersebut dapat diketahui dengan baik dan menjadi dasar bagi perencanaan pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut di wilayah pesisir. Ketiga, mengidentifikasi kegiatan pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut secara terpadu baik ekosistem lingkungan perairan yang ada (fisika, kimia dan biologi) di teluk, kelembagaan yang mengatur dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan/keputusan maupun antar stakeholder yang terkait/berkepentingan (perhubungan dan pariwisata) serta berkelanjutan terhadap pemanfaatan sumberdaya rumput laut untuk memenuhi kebutuhan sekarang dengan memperhatikan kebutuhan mas a yang akan datang.

3.5. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi (1) data utama yang terdiri dari data primer dan data sekunder (2) data tambahan yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data utama primer diperoleh secara langsung dari pengamatan, pengukuran, telaahan langsung di lapangan, melalui wawancara yang dilakukan kepada responden berbagai stakeholder sedangkan data utama sekunder diperoleh dari hasil survey, penelitian/kajian sebelumnya.. Sementara itu untuk data penunjang primer diperoleh dari pengumpulan dan telaahan terhadap data dari masyarakat, pemerintah dan laporan lainnya yang sangat berhubungan erat dalam penelitian, sedangkan data penunjang sekunder diperoleh dari penelusuran kepustakaan baik dari jurnal maupun laporan pihak-pihak yang bersangkutan/ instansi terkait yang berkaitan dengan aspek penunjang penelitian.

3.5.1. Pengumpulan Data Utama

Pengumpulan data utama yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data Utama Primer

Data Utama Primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain adalah : a. Pengumpulan data fisika ( suhu, kedalaman, kecepatan arus, pasang surut, cahaya

(49)

dan biologi ( biota pengganggu, pertumbuuhan dan output pertumbuhan / karaginan) yang berkaitan dengan syarat-syarat pertumbuhan rumput laut melalui pengambilan sampel pada 3 stasiun percobaan pertumbuhan..

b. Pengumpulan data hasil percobaan budidaya, pengamatan dan pengukuran dari pertumbuhan rumput laut dari minggu ke 1 sampai 8 meliputi data berat thallus, panjang sumbu utama thallus dan jumlah cabang pada sumbu utama thallus. c. Wawancara dan pengisian kuesioner yang dilakukan kepada responden dari

berbagai stakeholder yang berasal dari masyarakat nelayan, lembaga/instansi pemerintah, perguruan tinggi dan swasta/LSM tentang kelayakan lahan dan untuk prioritas pemanfaatan serta strategi pengembangan budidaya rumput laut. 2. Data Utama Sekunder

Data Utama Sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain adalah: a. Pengumpulan data peta dasar dan peta dari citra penginderaan jauh melalui

interpretasi foto udara, dilakukan secara manual dan visual.

b. Data curah hujan dan pasang surut dari lembaga / instansi yang terkait.

3.5.2. Pengumpulan Data Penunjang

1. Data Penunjang Primer

Data Penunjang Primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

a. Pengumpulan data keadaan umum desa melalui pengamatan dan wawancara. Pengumpulan data ini meliputi : geografi, penduduk, lingkungan pesisir, pemerintahan dan kelembagaan.

b. Pengumpulan data sosial ekonomi melalui pengamatan dan wawancara. Pengumpulan data ini bertujuan untuk melihat variabel sosial ekonomi pada RTP dengan satuan KK yang meliputi : jumlah petani rumput laut, jenis kelamin, umur, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dari hasil pemetikan rumput laut serta mengetahui persepsi masyarakat terhadap ekosistem rumput laut dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

2. Data Penunjang Sekunder

(50)

b. Hasil-hasil penelitian lain tentang ekosistem rumput laut baik jurnal maupun

laporan-laporan.

c. Manfaat tia

Gambar

Tabel 1.Hasil Pengamatan Awal Penentuan Lokasi Penelitian
Tabel 2: Parameter lingkungan perairan, pertumbuhan dan kandungan biokimiawi
Gambar 3 : Desain tehnik Apung Longline (floating method)
Tabel 3 : Matrik kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelian ini dilakukan di laboratorium jalan raya teknik sipil universitas lampung. Penelitian dimulai dengan pengujian kualitas bahan yaitu aspal dan

Selanjutnya adalah penelitian ini tentang persepsi mahasiswa mengenai tayangan sinetron Anak Langit di stasiun televisi SCTV yang menggunakan metode

Dari tabel di atas diperoleh total skor aktivitas guru selama proses pembelajaran 15 poin dari 6 aktivitas yang diamati, sehingga didapatkan skor maksimum dari 6

bermaksud untuk meningkatkan kerjasama di bidang peralatan dan logistik pertahanan didalam kerangka kerja Memorandum Saling Pengert.ian/ Arrangement ini , sesuai

bambu runcing dan dibagian tengahnya terdapat lambang Pemerintah Kota Bekasi, yang terbuat dari bahan galvanis dengan ukuran yang ideal serta memasang Visi dan Misi Kota

Aljabar max-min, yaitu himpunan semua bilangan real Rdilengkapi dengan operasi max (maksimum) dan min (minimum), telah dapat digunakan dengan baik untuk memodelkan dan

Secara keseluruhan, aktivitas persampahan di Kabupaten Ogan Ilir dapat dikatakan belum maksimal, karena dari penelitian yang telah dilakukan masih ada kendala yang

Kelongsoran pada lereng yang disebabkan karena menurunnya kekuatan geser tanah sehingga tidak dapat memikul beban kerja yang terjadi dapat diperbaiki dengan menggunakan