• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimisasi Perikanan Purse Seine di Perairan Laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimisasi Perikanan Purse Seine di Perairan Laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

HASAN HARAHAP

SEKOLAH PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

HASAN HARAHAP

Tesis

sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimisasi Perikanan Purse Seine di Perairan Laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2006

Hasan Harahap

(4)

Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan FIS PURWANGKA.

Perairan laut Sibolga memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil yang cukup besar, namun diduga tingkat pemanfaatannya masih belum optimum. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) mengestimasi tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis yang menjadi target penangkapan purse seine pada tingkat maximum economic yield (MEY); 2) menentukan jumlah unit penangkapan

purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan ekonomi yang maksimum dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil; dan 3) menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan purse seine di perairan laut Sibolga, provinsi Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan observasi. Metode surplus produksi oleh Gordon-Schaefer digunakan untuk mengestimasi tingkat pemanfaatan pada kondisi

(5)

The small pelagic in Sibolga North Sumatera Province is highly potential, but the utilization has been not optimum due to low productivity of purse seine fishery. The objectives of the research are 1) to estimate the level of MEY (maximum economic yield) exploiting of small pelagic becoming target of purse seine. 2) to determine optimum the number of purse seine fishing unit for maximum production and economic profit level in the utilization of small pelagic resources. 3) to determine feasibility of purse seine fishery in Sibolga North Sumatera Province. Survey and observation methods is used in this research. Production surplus method by Gordon – Schaefer is used to estimate the level of MEY and, financial analysis is used to know the feasibility of purse seine in Sibolga and linear goal programming is used to determine allocation of purse seine in Sibolga. The result of bio-economic analysis showed that in Sibolga teritorial water have a big opportunity to exploite small pelagic. The optimum catch of small pelagic fish is 70.200,36 ton/year with standar effort of 116.366 trip/year. Specially for purse seine, optimum catch is 37.555 ton/year with effort optimum is 62.254 trip/year or 53,50 % from all. Linear goal programming analysis showed that to exploiting pelagic fish resources in Sibolga should used purse seine 307 unit gears, bagan perahu 80 unit gears, drift gillnet 141 unit gears and Gillnet 52 unit gears. Financial analysis of small pelagic fish with investment criteria obtained positive value of net present value (NPV) is Rp 79.081.971,24, internal rate of return (IRR) value is 24,87 % net B/C ratio value 1,26 and payback period value 5 years. According to financial analysis, purse seine in Sibolga is feasible to developed.

(6)
(7)

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Fis Purwangka, S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Optimisasi Perikanan Purse Seine di perairan Laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

(1) Kedua orang tua saya yaitu Baginda Harahap dan Khoinur Harahap serta keluarga tercinta yaitu abang saya Maramuda Harahap dan adik-adik saya Abdul Manan Harahap, S.Hut dan Ridoan Hamid Harahap yang telah memberikan perhatian yang tulus dan kasih sayang serta dukungan moril dan materil dalam penyelesaian tesis ini.

(2) Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si dan Bapak Fis Purwangka S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama kuliah di Program Studi Teknologi Kelautan.

(3) Bapak Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB yaitu Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(4) Bapak Prof. Dr. John Haluan, M.Sc sebagai ketua Program Studi Teknologi Kelautan. IPB.

(5) Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja, M.Sc, yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknologi Kelautan.

(6) Ibu Tengku Ersti Yulikasari, S.Pi, M.Si selaku dosen penulis di Universitas Riau Pekanbaru yang telah memberikan bantuan moril dan materil dalam penyelesaian tesis ini.

(7) Bapak Drs. H. Said Ali Hasyim dan Ibu Azizah serta keluarga yaitu Syarifah Zillen, Said Muzani dan Yulia, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

(9)

besrta keluarga.

(10)Rekan-rekan mahasiswa TKL angkatan 2003 dan 2004 yaitu Syamsuar, Muhlisa, Zen, Kudrat, Hasnia, Yanti, Devi, Wesley, Ibrahim, Andrius, Eva, Rinda, Darmiyati serta teman-teman yang lainyang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat dan sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak.

Bogor, Oktober 2006

(10)

Pebruari 1981 dari ayah Baginda Harahap dan ibu Khoinur Harahap. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.

(11)

Halaman

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Purse Seine... 8

2.1.1 Jenis-jenis purse seine... 8

2.1.2 Desain dan konstruksi purse seine... 9

2.1.3 Metode pengoperasian purse seine... 10

2.2 Sumberdaya Ikan Pelagis... 11

2.7.1 Linear programming... 18

2.7.2 Linear goal programming... 20

3 METODE PENELITIAN... 22

3.1 Waktu dan Tempat... 22

3.2 Metode Penelitian... 22

3.3 Sumber Data... 22

3.4 Analisis Data... 23

3.4.1 Deskripsi unit penangkapan purse seine... 23

3.4.2 Pendugaan parameter biologi... 24

3.4.3 Pendugaan parameter ekonomi... 26

3.4.4 Analisis kelayakan... 27

3.4.5 Analisis optimisasi... 29

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN... 32

4.1 Letak Geografis... 32

4.2 Unit Penangkapan Ikan... 32

4.2.1 Alat tangkap... 32

4.2.2 Nelayan... 33

(12)

5 HASIL PENELITIAN... 37

5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse Seine... 37

5.1.1 Unit penangkapan purse seine... 37

5.1.2 Metode Pengoperasian purse seine... 40

5.2 Aspek Biologi... 43

5.2.1 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan (DPI)... 45

5.2.2 Jenis Hasil Tangkapan... 46

5.3 Aspek Bio-ekonomi... 46

5.4 Analisis Finansial... 52

5.5 Alokasi Unit Penangkapan Purse Seine... 53

6 PEMBAHASAN... 56

6.1 Aspek Teknis Perikanan Purse Seine... 56

6.2 Aspek Biologi... 57

6.3 Musim dan Daerah Penangkapan Ikan... 58

6.4 Aspek Bio-ekonomi... 59

6.5 Analisis kelayakan Purse Seine... 60

6.6 Alokasi Unit Penangkapan Ikan... 61

7 KESIMPULAN DAN SARAN... 63

7.1 Kesimpulan... 63

7.2 Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA... 65

(13)

1. Jenis-jenis ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar... 2 2. Pembagian tugas dan keuntungan pada kapal Purse seine di Sibolga... 39 3. Pembiayaan operasional nelayan Purse seine per trip dan per tahun

di Sibolga... 47 4. Nilai perhitungan dari analisis finansial... 53 5. Perbandingan nilai optimal beberapa parameter yang dioptimasi berikut

(14)

1. Kerangka pemikiran... 6 2. Diagram alir penelitian... 31 3. Jumlah dan jenis alat tangkap yang ada di Sibolga... 33 4. Jumlah nelayan tetap dan sambilan yang ada di Sibolga tahun 2000-2004 34 5. Jumlah dan jenis armada perikanan di perairan laut Sibolga

tahun 2000-2004... 35 6. Total hasil tangkapan ikan di Sibolga tahun 2000-2004... 35 7. Perkembangan unit usaha pengolahan ikan tahun 2000-2004 di Sibolga 36 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine dikota Sibolga tahun

2000-2004... 37 9. Metode pengoperasian purse seine... 42 10. Perkembangan produksi ikan pelagis kecil, upaya penangkapan (effort)

serta CPUE dari gabungan alat tangkap ikan pelagis kecil di kota Sibolga tahun 2000-2004... 43 11. Hubungan antara CPUE dengan effort untuk penangkapan ikan pelagis

kecil dari gabungan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun

2000-2004... 44 12. Hubungan antara hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya

penangkapan (effort) dari gabungan alat tangkapdi perairan laut

Sibolga... 45 13. Jumlah produksi dari gabungan alat tangkap dan alat tangkap purse

seine pada masing-masing kondisi di perairan laut Sibolga... 48 14. Jumlah effort dari gabungan alat tangkap dan alat tangkap purse

seine pada masing-masing kondisi di Perairan laut Sibolga... 50 15. Jumlah keuntungan dari gabungan alat tangkap dan alat tangkap

purse seine pada masing-masing kondisi di Sibolga... 51 16. Keseimbangan Bio-ekonomi Gordon-Schaefer untuk pengelolaan ikan

(15)

1. Peta lokasi penelitian... 68

2. Jumlah dan jenis alat tangkap yang terdapat di Sibolga... 69

3. Bentuk umum alat tangkap purse seine di Sibolga... 70

4. Bentuk umum kapal purse seine di Sibolga... 71

5. Perhitungan standarisasi untuk mencari nilai a dan b ... 72

6. Jumlah produksi, total effort standarisasi, serta CPUE ikan pelagis kecil tahun 2000-2004 di kota Sibolga... 75

7. Optimisasi bio-ekonomi pada berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan dari keseluruhan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun 2004... 75

8. Optimisasi bio-ekonomi pada berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan dari keseluruhan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun 2004... 75

9. Pembagian kuota produksi dan upaya (effort) untuk masing-masing alat tangkap pada kondisi pengelolaan MSY dan MEY di Sibolga... 76

10. Hasil perhitungan data dengan menggunakan MAPPLE 8... 78

11. Perhitungan analisis finansial ... 83

12. Langkah-langkah penentuan pertidaksamaan dalam program LGP... 86

13. Hasil perhitungan optimasi dengan LINDO... 89

14. Produksi dan pendapatan nelayan... 91

15. Model pendapatan nelayan ... 92

16. Asumsi dan koefisien... 93

17. Pembiayaan operasional nelayan... 94

18. Perhitungan BEP untuk masing-masing alat tangkap... 95

(16)

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan tangkap,

sampai saat ini masih didominasi oleh skala usaha perikanan rakyat yang pada

umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut : skala usaha kecil, aplikasi

teknologi yang sederhana, jangkauan operasi yang masih terbatas serta

produktivitas yang masih rendah. Menurut Barus et al (1991), produktivitas

nelayan yang rendah, umumnya diakibatkan oleh rendahnya keterampilan dan

pengetahuan serta penggunaan alat penangkapan yang masih sederhana, sehingga

efektifitas dan efisiensi alat tangkap dan penggunaan faktor-faktor produksi

lainnya belum optimal dan akhirnya berdampak pada tingkat kesejahteraan

nelayan.

Kabupaten Tapanuli Tengah dengan IbuKota Sibolga merupakan salah

satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki perairan

laut. Perairan laut tersebut dijadikan oleh masyarakat setempat untuk mencari

makan dengan cara mengeksploitasi sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya.

Kabupaten Tapanuli Tengah juga memiliki Pelabuhan Perikanan

Nusantara (PPN) di Sibolga yang merupakan sentral atau pusat dalam

menampung dan mendistribusikan hasil-hasil laut terutama ikan. Dengan adanya

PPN tersebut maka hal ini akan berdampak positif terhadap kegiatan-kegiatan

perikanan, sehingga nelayan di Tapanuli Tengah tidak perlu lagi merasa khawatir

dalam memasarkan hasil tangkapan ikan mereka. Selain memiliki pelabuhan

perikanan di daerah Sibolga juga memiliki tempat-tempat pendaratan ikan atau

tangkahan yang memiliki kapasitas yang lebih kecil dari PPN Sibolga.

Pantai barat Sumatera yang merupakan tempat untuk melakukan

kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Sibolga memiliki potensi perikanan yang

cukup besar terutama untuk jenis ikan pelagis kecil (small pelagic fish).

Berdasarkan hasil Penelitian Puslitbang Oceanologi LIPI, potensi lestari ikan di

Pantai Barat Sumatera adalah sebesar 317.496 ton/tahun, yang terdiri 115.330

ton/tahun dari perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan 202.166 ton/tahun

(17)

mengambil hasil-hasil laut tersebut. Dengan demikian maka diciptakanlah

jenis-jenis alat tangkap dengan berbagai bentuk dan ukurannya. Adapun jenis alat

tangkap yang digunakan untuk menangkap jenis ikan pelagis seperti alat tangkap

purse seine, bagan perahu, gill net dan lain-lain. Jenis-jenis ikan pelagis kecil

serta ikan pelagis besar yang terdapat di Indonesia menurut J. Widodo et al dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar

No Kelompok

Ikan Nama Indonesia Nama ilmiah Nama Inggris 1. Pelagis

Sibolga baru mencapai 30.960 ton atau sekitar 30 % dari potensi lestari. Dari data

(18)

Sibolga belum optimal. Mengingat besarnya jumlah potensi ikan yang terdapat di

perairan laut Sibolga, maka hal tersebut maka hal tersebut merupakan peluang

besar (big opportunity) dalam meningkatkan pembangunan dan pengembangan

ekonomi masyarakat/daerah dari sektor perikanan dan kelautan. Untuk

mengeksploitasi ikan pelagis kecil di perairan laut Sibolga, salah satu jenis alat

yang efektif digunakan oleh nelayan setempat adalah alat tangkap purse seine.

Alat tangkap ini sangat efektif digunakan dalam menangkap ikan karena dapat

melingkari suatu gerombolan ikan yang cukup besar yang terdapat pada suatu

fishing ground. Hal ini memang tergantung pada panjang dan lebar dari alat yang

digunakan. Karena alat tangkap ini sangat produktif maka tentu saja akan

memberikan dampak yang positif serta negatif bagi kelangsungan kegiatan

perikanan khususnya di daerah Sibolga.

Salah satu dampak positif dari penggunaan alat tangkap ini adalah

kemampuannya dalam menghasilkan hasil tangkapan dalam jumlah yang besar

yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang besar pula. Tetapi alat

tangkap ini juga memiliki kelemahan atau dampak negatif bagi kegiatan perikanan

untuk masa yang akan datang yaitu karena kemampuan tangkapnya yang cukup

tinggi tersebut dapat menyebabkan terjadinya over fishing. Selain itu usaha

perikanan purse seine juga memerlukan modal atau investasi yang besar pula.

Sebagaimana diketahui, walaupun sumberdaya ikan merupakan jenis sumberdaya

yang bisa diperbaharui, akan tetapi kalau dieksploitasi secara terus menerus tanpa

memikirkan regenerasi berikutnya maka akan berdampak pula pada kelangkaan

jenis sumberdaya ikan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian

untuk mengkaji potensi pengembangan perikanan laut di Sibolga, sehingga

diperoleh hasil yang optimum secara biologis, teknis dan ekonomis. Aspek

biologis tersebut mencakup sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya termasuk

faktor lingkungannya. Aspek finansial menyangkut modal dan keuntungan yang

diperoleh serta sejauh mana kegiatan usaha ini layak untuk dikembangkan.

Sedangkan aspek teknis menyangkut peralatan dan teknologi untuk

(19)

serta sarana penangkapan lainnya.

1.2 Perumusan Masalah

Usaha perikanan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ekonomi untuk

dapat memanfaatkan potensi sumberdaya ikan, memberi nilai tambah serta

memasarkannya pada konsumen. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat

tangkap purse seine ditujukan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan

pelagis kecil dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungannya. Akan tetapi

pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya ikan pelagis kecil harus tetap

mempertimbangkan dan memperhatikan tingkat upaya penangkapan ikan saat ini,

apakah sudah melewati upaya penangkapan (effort) optimum atau tidak

Secara umum penambahan jumlah dan jenis alat tangkap akan

memberikan dampak keuntungan yang meningkat bagi para pengelola perikanan

(nelayan). Akan tetapi jika penambahan alat tangkap tersebut tidak dikelola

dengan baik akan merusak keberlangsungan sumberdaya perikanan. Supaya

jumlah alat tangkap tersebut tidak melebihi kapasitas maksimum, tanpa

mengabaikan tujuan keuntungan yang optimum dengan tetap memperhatikan

kelestarian sumberdaya ikan maka perlu dilakukan suatu pengkajian tentang

penetapan jumlah armada penangkapan yang diijinkan untuk melakukan operasi

penangkapan. Penetapan jumlah armada serta jumlah trip yang optimum dari alat

tangkap purse seine akan sangat berguna dalam memanfaatkan potensi

sumberdaya ikan khususnya ikan pelagis kecil agar mencapai hasil yang optimum.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan optimisasi perikanan

purse seine di perairan laut Sibolga dengan memperhatikan aspek teknis, biologi

dan ekonomi. Hasil optimasi yang diperoleh nantinya akan dapat memberikan

suatu gambaran keuntungan yang diperoleh serta dampak yang ditimbulkan

apabila kebijakan tersebut dilaksanakan.

1.3 Kerangka Pemikiran

Usaha perikanan purse seine merupakan bentuk kegiatan usaha

(20)

kecil. Agar usaha perikanan purse seine dapat dijalankan dengan baik, haruslah

diketahui berapa jumlah sumberdaya optimum yang dapat dimanfaatkan. Untuk

mengetahui potensi sumberdaya ikan yang ada di perairan laut Sibolga, dapat

dilakukan dengan melakukan analisis tingkat eksploitasi yang menggunakan

model Gordon-Schaefer. Selain itu perlu juga diketahui berapa jumlah upaya

penangkapan yang optimum untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia tanpa

merusak kelestarian lingkungannya. Untuk dapat mengetahui berapa jumlah

upaya serta alokasi jumlah alat tangkap yang optimum dalam memanfaatkan

sumberdaya ikan pelagis kecil tersebut dianalisis dengan menggunakan linear

goal programming. Untuk melihat apakah usaha purse seine layak dijalankan

secara ekonomi maka harus dianalisis juga secara finansial. Indikator-indikator

yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha purse seine tersebut adalah

net present value, internal rate of return, net benefit of cost ratio,dan payback

period.

Hasil dari ketiga analisis tersebut diharapkan dapat memberikan suatu

output yang nantinya akan menjadikan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis

kecil dengan menggunakan purse seine yang optimum baik dari segi biologi,

ekonomi dan finansial di perairan Sibolga. Tingkat pemanfaatan optimum tersebut

akan menjadikan kondisi perikanan sustainable yang pada akhirnya dapat

meningkatkan pendapatan nelayan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

(21)

Gambar 1. Kerangka pemikiran Perikanan purse seine

Analisis tingkat eksploitasi

Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil yang optimum

Analisis LGP

Jumlah alat tangkap ikan yang optimum

Analisis finansial

Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil yang optimumdengan purse

seine

Kondisi perikanan yang berkelanjutan

(22)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Menentukan tingkat pemanfaatan yang optimum untuk perikanan pelagis

kecil ditinjau dari aspek teknis, biologi dan ekonomi di perairan laut

Sibolga Provinsi Sumatera Utara.

(2) Menentukan alokasi jumlah purse seine untuk memanfaatkan potensi

sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan laut Sibolga.

(3) Menentukan tingkat kelayakan usaha dari usaha perikanan purse seine di

Perairan Sibolga, Provinsi Sumatera Utara.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :

(1) Dapat memberikan masukan bagi pemerintah setempat dalam pengelolaan

perikanan purse seine di Perairan Sibolga.

(2) Sebagai bahan informasi bagi nelayan dan investor yang ingin

menanamkan modalnya untuk kegiatan usaha perikanan purse seine di

(23)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Purse Seine

Brandt (1984) mengatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap

yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang berada di sekitar

permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang lebih panjang,

terkadang mendekati hingga kiloan meter dengan panjang jaring bagian bawah

sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti

ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine.

Karakteristik jaring purse seine terletak pada cincin yang terletak pada bagian

bawah jaring.

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991), purse seine adalah sejenis

alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris atas yang

dilengkapi sejumlah pelampung dan tali ris bawah yang dipasang gelang-gelang.

Hubungan antara pelampung dan pemberatnya sangat erat agar jaring bisa

membuka dan membentang dengan baik. Purse seine atau pukat cincin adalah

suatu alat yang efektif untuk penangkapan jenis ikan pelagis yang gerombolannya

besar.

Subani dan Barus (1989) mengatakan bahwa alat tangkap purse seine

banyak digunakan di Pantai Utara Jawa/ Jakarta, Cirebon, Batang, Pemalang,

Tegal, Pekalongan, Juwana, Muncar, dan Pantai selatan seperti Cilacap dan Prigi.

Alat tangkap purse seine ada yang menamakannya dengan ‘kursin’, jaring kolor,

pukat cincin, janggutan dan jaring slerek. Pukat cincin dikenalkan di Pantai Utara

Jawa sejak tahun 1970 an dan ternyata mengalami perkembangan yang pesat

dibanding dengan alat tangkap yang lain.

2.1.1 Jenis-jenis purse seine

Pada dasarnya dikatakan bahwa purse seine adalah alat yang digunakan

untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang dekat dengan permukaan air

dimana terdapat sebuah dinding jaring yang tergantung diantara “corck line” (ris

atas) dan “lead line” (ris bawah). Kemudian disebutkan pula bahwa pada lead line

(24)

yang fungsinya untuk mengerucutkan (menutup jaring bagian bawah). Namun,

bentuk dari purse seine sendiri cukup banyak jenisnya (Martasuganda et al. 2004).

Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), berdasarkan bentuk dan

konstruksinya, purse seine dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu jaring

yang berkantong, dan jaring yang tidak berkantong. Berdasarkan bentuk dasarnya

purse seine dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

(1) Purse seine tipe Amerika dengan kapal tunggal

(2) Purse seine tipe Jepang denggn kapal tunggal

(3) Purse seine tipe Jepang dengan kapal ganda

2.1.2 Desain dan konstruksi purse seine

Menurut Ayodhyoa (1981), secara garis besar jaring terdiri dari :

(1) Kantong (bag) : bagian jaring tempat berkumpulnya ikan hasil tangkapan

pada proses pengambilan ikan (brailling);

(2) Corck line (floating line) : tali tempat menempelnya pelampung jaring;

(3) Wing (tubuh jaring) : bagian keseluruhan jaring purse seine;

(4) Lead line (sinker line) : tali tempat menempelnya pemberat;

(5) Ring (cincin) : cincin tempat bergeraknya purse seine;

(6) Bridle ring : tali pengikat cincin.

Purse seine mempunyai ukuran yang relatif besar. Komponen alat tangkap

purse seine terdiri dari jaring (webbing), pelampung, pemberat, serta dilengkapi

dengan tali kolor (purse line) yang dilewatkan melalui cincin-cincin (rings) yang

diikatkan pada bagian bawah jaring. Bahan jaring mendapat perhatian penting, hal

ini dikarenakan agar jaring dapat membentang dengan baik serta dapat

membentuk kantong sewaktu ditarik (Gunarso, 1988).

Bahan jaring purse seine adalah nilon. Bahan ini dipilih karena memiliki

keistimewaan, yaitu pintalan lebih kuat, penyerapan air kecil, resistance terhadap

arus berkurang, tensil strength lebih besar dan ekonomisnya lebih tinggi

(Sainsbury, 1996).

Ukuran mata jaring disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap.

Semakin besar jenis ikan yang akan ditangkap semakin besar pula ukuran mata

(25)

kantong ukuran mata jaring semakin mengecil.

Bahan pelampung terbuat dari plastik, sehingga daya apung yang didapat

cukup besar. Selain itu plastik tidak menghisap air dan tidak cepat rusak, bahan

pemberat adalah timah. Timah ini memiliki sifat daya tenggelam yang lebih besar,

tidak mudah berkarat, dan tidak perlu membuka tali pemberat pada waktu operasi

alat tangkap.

Fungsi cincin adalah untuk tempat lewatnya tali kolor waktu ditarik agar

bagian bawah jaring dapat terkumpul. Bahan cincin terbuat dari besi anti karat.

Untuk mengumpulkan cincin atau bagian bawah, pada waktu operasi digunakan

tali kolor, kemudian ditarik setelah jaring selesai dilingkarkan. Dengan

terkumpulnya cincin maka bagian bawah jaring akan terkumpul menjadi satu dan

jaring akan berbentuk seperti kantong. Tali kolor mempunyai ukuran yang

terbesar diantara ukuran tali-tali yang lain. Hal ini dikarenakan tali kolor

memerlukan kekuatan yang cukup besar bila dibandingkan dengan tali-tali yang

lain ( Subani dan Barus, 1989).

Didalam purse seine terdapat serampat (salvadge) yaitu bagian dari jaring

yang lebih kuat dan berfungsi untuk memperkuat jaring akibat gesekan dari

tarikan pada saat operasi. Serampat ada tiga bagian, yaitu yang menghubungkan

antara jaring pokok dengan tali pelampung, jaring pokok dengan tali pemberat,

dan yang menghubungkan tali samping dengan sayap ( Ditjen, 1991).

2.1.3 Metode pengoperasian purse seine

Menurur Ditjen Perikanan (1991), cara pengoperasian alat tangkap purse

seine adalah dengan melingkari dan menutupi bagian bawah jaring. Setelah jaring

dilingkarkan dan tali kolor ditarik, maka alat ini membentuk kantong besar

sehingga ikan-ikan yang terkurung didalamnya tidak dapat meloloskan diri.

Alat tangkap purse seine biasanya dioperasikan di laut dalam dan tidak

berkarang. Purse seine ada yang dioperasikan dengan sebuah kapal dan ada pula

yang dioperasikan dengan dua buah kapal. Dalam pengoperasiannya

kadang-kadang dilengkapi dengan alat bantu berupa lampu atau rumpon yang berfungsi

sebagai alat pengumpul ikan. Pengoperasian purse seine dapat dilakukan pada

(26)

matahari terbenam, atau pada malam hari ternyata hasilnya akan lebih baik bila

dibandingkan pada waktu lainnya (Ditjen Perikanan, 1991).

Sainsburry (1996), mengemukakan bahwa pukat cincin termasuk alat

tangkap yang produktif khususnya untuk menangkap ikan-ikan pelagis baik yang

terdapat di perairan pantai maupun lepas pantai. Penangkapan ikan dengan

menggunakan purse seine merupakan salah satu metode penangkapan yang paling

agresif dan ditujukan untuk penangkapan gerombolan ikan pelagis. Alat tangkap

ini dapat menangkap ikan dari segala ukuran mulai dari ikan-ikan kecil hingga

ikan-ikan besar tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan. Semakin

kecil ukuran mata jaring semakin banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap karena

tidak dapat meloloskan diri dari mata jaring.

2.2 Sumberdaya Ikan Pelagis

Ikan pelagis merupakan kelompok ikan aktif. Keberadaannya dipengaruhi

oleh beberapa faktor oseanografi dan lingkungan lainnya, antara lain : suhu, arus,

kelimpahan klorofil dan salinitas. Besarnya pengaruh lingkungan terhadap

keberadaan ikan ini, diperkirakan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

ikan-ikan pelagis selalu bermigrasi dalam bentuk gerombolan (schooling) akibat

memiliki kecenderungan yang sama terhadap kebutuhan kondisi perairan yang

optimum. Ikan yang berukuran lebih besar memiliki kecepatan renang lebih cepat

dibandingkan ikan yang kecil. Selain itu ikan-ikan pelagis merupakan ikan yang

memiliki respon positif terhadap cahaya atau fototaksis positif karena itu dalam

pengoperasinya, kapal purse seine menggunakan cahaya untuk mengumpulkan

ikan-ikan tersebut. Ciri lainnya, ikan-ikan pelagis bila mengalami stres atau

gangguan akan berusaha berenang ke bawah, dengan tingkah laku ini tingkat

keberhasilan operasi purse seine tergantung pada kecepatan menarik tali selambar

setelah jaring dilingkarkan sehingga kemungkinan untuk meloloskan diri (escape)

akan lebih kecil (Wina, 2005).

Ikan pelagis adalah ikan-ikan permukaan yang hidupnya sangat aktif di

dekat permukaan laut. Ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis besar yang hidup di

perairan laut lepas (oceanis), sedangkan ikan pelagis kecil banyak terdapat di

(27)

adalah ikan layang (Decapterus sp), Selar (Selaroides spp), Teri (Stelophorus

spp), Japuh (Dussumeira spp), Tembang (Sardinella fimbriata), Lemuru

(Sardinella longiceps) dan ikan Kembung (Rastrelligerspp) (Ayodhyoa, 1981).

2.3 Model Surplus Produksi

Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan

tingkat upaya optimum (EMSY atau Effort MSY), yaitu suatu upaya yang dapat

menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari (Maksimum Sustainable

Yield /MSY) tanpa mempengaruhi produktifitas stok secara jangka panjang. Model

surplus produksi dapat diterapkan bila diketahui dengan baik tentang hasil

tangkapan total berdasarkan spesies dan atau hasil tangkapan per unit upaya

(Catch per Unit Effort / CPUE) per spesies dan upaya penangkapannya dalam

beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial

selama waktu yang dicakup (Sparre and Venema, 1999).

Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah hasil tangkap terbanyak

berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas

penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomassa sediaan ikan pada akhir

suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomassa pada permulaan periode

tertentu tersebut. Maximum Sustainable Yield mencakup tiga hal penting :

(1) Memaksimalkan kuantitas beberapa komponen perikanan,

(2) Memastikan bahwa kuantitas-kuantitas tersebut dapat dipertahankan dari

waktu ke waktu,

(3) Besarnya hasil tangkapan adalah alat ukur yang layak untuk menunjukkan

keadaan perikanan (Gulland, 1988).

Model surplus produksi yang digunakan untuk menentukan MSY dan

upaya penangkapan optimum ini menyangkut hubungan antara kelimpahan dari

sediaan ikan sebagai massa yang uniform dan tidak berhubungan dengan

komposisi dari sediaan seperti proporsi ikan tua atau besar. Kelebihan model

surplus produksi ini adalah tidak banyak memerlukan data, yaitu hanya data hasil

tangkapan dan upaya penangkapan atau hasil tangkapan per satuan upaya.

Persyaratan untuk model surplus produksi adalah sebagai berikut

(28)

(1) Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya

tangkap relatif,

(2) Distribusi ikan menyebar merata,

(3) Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan

tangkap yang seragam.

Asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi menurut Sparre

dan Venema (1999) adalah :

(1) Asumsi dalam keadaan equilibrium

Pada keadaan equilibrium, produksi biomassa per satuan waktu adalah

sama dengan jumlah ikan yang tertangkap (hasil tangkapan per satuan

waktu) ditambah dengan ikan yang mati karena keadaan alam.

(2) Asumsi Biologi

Alasan biologi yang mendukung model surplus produksi telah

dirumuskan dengan lengkap oleh Ricker (1975) sebagai berikut :

1) Menjelang densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi berkurang,

dan sering terjadi jumlah rekrut lebih sedikit daripada densitas yang

lebih kecil . Pada kesempatan berikutnya , pengurangan dari stok akan

meningkatkan rekruitmen.

2) Bila pasokan makanan terbatas, makanan kurang efisien dikonversikan

menjadi daging oleh stok yang besar daripada oleh stok yang lebih

kecil. Setiap ikan pada suatu stok yang masing-masing memperoleh

makanan lebih sedikit, dengan demikian dalam fraksi yang lebih besar

makanan hanya digunakan untuk mempertahankan hidup, dan dalam

fraksi yang lebih kecil digunakan untuk pertumbuhan.

3) Pada suatu stok yang tidak pernah dilakukan penangkapan terdapat

kecenderungan lebih banyak individu yang tua dibandingkan dengan

stok yang telah dieksploitasi.

(3) Asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap

Pada model surplus produksi diasumsikan bahwa mortalitas penangkapan

proporsional terhadap upaya. Namun demikian upaya ini tidak

selamanya benar, sehingga kita harus memilih dengan benar upaya

(29)

dipilih adalah yang mempunyai hubungan linier dengan laju tangkapan.

Pengukuran upaya penangkapan di daerah tropis lebih rumit

dibandingkan dengan daerah temperate. Banyaknya jenis ikan dan

ukuran alat tangkap yang mengusahakan suatu jenis ikan (multi gear)

menyebabkan pembakuan suatu alat tangkap lebih rumit dan kompleks.

2.4 Model Bio-Ekonomi

Model produksi hanya dapat mengetahui potensi produksi sumberdaya

perikanan dan tingkat produksi maksimumnya. Model tersebut belum mampu

menunjukkan potensi industri penangkapan ikan dan belum dapat menentukan

tingkat pengusahaan yang maksimum bagi masyarakat.

Kondisi perikanan bebas tangkap (open access fishery) adalah

merupakan suatu kondisi dimana setiap orang dapat melakukan kegiatan

penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Pada

kondisi perikanan seperti ini apabila tidak terkontrol maka akan mengakibatkan

terjadinya over fishing, dimana faktor input dari perikanan telah digunakan

melebihi kapasitasnya untuk memanen stok ikan. Keadaan seperti ini akan

menyebabkan tingkat upaya tangkap ikan akan meningkat hingga tercapai

keseimbangan dimana tidak lagi diperoleh keuntungan dari pemanfaatan

sumberdaya ikan tersebut (Gordon 1954, diacu dalam Wiyono, 2001).

Menurut Clark (1985) untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya

ikan di suatu wilayah perairan, maka konsep yang harus dikembangkan adalah

konsep kepemilikan tunggal (single owner concept) yang menganggap stok

sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan sebagai modal (asset) oleh pihak

pemilik tunggal, yakni pemerintah daerah. Pemilik tunggal mempunyai tujuan

untuk memaksimumkan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan pada

jangka panjang.

Titik pada saat keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan sama

dengan nol (п = 0) disebut titik open acces equilibrium (keseimbangan bionomi).

Model bio-ekonomi merupakan hasil penggabungan dari model biologi dan

(30)

model biologi Schaefer (1957) dan model ekonomi dari Gordon (1954).

Persamaan tersebut dinamakan model Gordon-Schaefer. Asumsi dasar yang

digunakan dalam model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan

penawaran upaya penangkapan adalah elastis sempurna (Gordon 1954 diacu

dalam Wiyono 2001). Harga ikan (p) dan biaya marginal dari ikan hasil tangkapan

bagi masyarakat dan biaya sosial marginal upaya penangkapan.

2.5 Analisis Investasi

Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam

proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek.

Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan

yang layak di kemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh orang perorangan,

perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo, 2000).

Pada prinsipnya analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan,

tergantung pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek yaitu :

(1) Analisis finansial, dapat dilakukan apabila yang berkepentingan langsung

dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai

investor dalam proyek. Dalam hal ini maka kelayakan proyek dilihat dari

besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut.

(2) Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam

proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini,

maka kelayakan suatu proyek dapat dilihat dari besarnya manfaat bersih

tambahan yang diterima oleh masyarakat (Kadariah, 1978).

Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi

orang-orang yang turut serta dalam suatu proyek, sebab tidak ada gunanya untuk

melaksanakan suatu proyek misalnya proyek perikanan, yang menguntungkan

dari sudut perekonomian secara keseluruhan, jika nelayan yang menjalankan

aktifitas produksi tidak bertambah baik keadaannya.

Pada analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total, atau

produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai

(31)

dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut.

Bagi para pengambil keputusan, yang penting ialah mengarahkan

penggunaan sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek yang dapat

memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan,

yaitu yang menghasilkan social return atau economic return yang paling tinggi.

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya

suatu proyek telah dikembangkan berbagai indeks. Indeks-indeks tersebut disebut

Investment criteria (Kadariah, 1978). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah

mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria

mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek,

sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari beberapa kriteria yang ada

diantaranya adalah net present value (NPV), internal rate of return (IRR) dan net

benefit-cost ratio (Net B/C). ketiga kriteria tersebut digunakan untuk menentukan

diterima tidaknya suatu usulan proyek dengan tingkat keuntungan masing-masing.

(1) Net Present Value (NPV)

Metode NPV digunakan untuk memenuhi nilai net cash flow pada masa

yang akan datang, yang kemudian dikalibrasi menjadi nilai sekarang dengan

menggunakan tingkat bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal

(Djamin, 1984).

(2) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat bunga (discount rate) yang membuat NPV dari

proyek sama dengan nol. Besarnya nilai IRR tidak ditentukan secara langsung,

untuk menentukan berapa tepatnya tingkat bunga tersebut adalah dengan

menggunakan metode coba-coba (trial and error) melalui interpolasi, yakni

dengan menyisipkan tingkat bunga diantara tingkat bunga yang menghasilkan

NPV positif dan tingkat bunga yang menghasilkan bunga negatif.

IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan investasi bersih dalam

suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang didapat tiap periode ditanam kembali

(32)

(3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Metode Net B/C adalah angka perbandingan antara jumlah present value

positive (sebagai pembilang) dengan present value negatif (sebagai penyebut).

Kriteria ini menggambarkan seberapa besar bagian biaya proyek yang setiap

tahunnya tidak dapat tertutup oleh manfaat proyek.

Selain ketiga kriteria tersebut, ada dua kriteria tambahan untuk

mengukur kelayakan investasi yaitu payback period dan profitability ratio.

Payback period digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengembalian

modal dari hasil keuntungan usaha, sedangkan profitability ratio (PR) yaitu

membandingkan present value dari net benefit (benefit dikurangi biaya

operasional) dengan present value modal atau investasi (capital). Kriteria ini

digunakan untuk usaha dengan dana yang terbatas, sehingga harus digunakan

seefisien mungkin. Oleh karenanya diperlukan gambaran mengenai present value

dari setiap unit pengeluaran modal.

2.6 Optimisasi

Model optimasi sering dipergunakan dalam perancangan dan operasi

sistem untuk memperoleh hasil optimum. Di dalam analisis sistem, masalah

pengalokasian sumberdaya yang terbatas untuk mencapai hasil optimum sering

mendapat perhatian utama. Model optimasi merupakan bagian dari teknik-teknik

penelitian operasional telah banyak diterapkan dalam disiplin teknik industri serta

merupakan alat analisis utama dalam pengkajian sistem industri. Pada dasanya

teknik industri menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan

manajemen sistem terintegrasi dari orang, material, peralatan dan lainnya. Untuk

menyelesaikan masalah agar memeproleh hasil yang optimum maka

digunakanlah teknik optimasi (Gasperz, 1992).

Pada dasarnya optimasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik.

Dalam analisis sistem, proses ini diterapkan terhadap setiap alternatif yang

dipertimbangkan, kemudian dari hasil-hasil itu dipilih alternatif yang

menghasilkan keadaan terbaik (Gasperz, 1992).

Kadarsan (1984) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang

(33)

diperlukannya pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat mencapai

keseluruhan atau sebagaian tujuan yang diinginkan. Teknik optimasi sering

digunakan dalam mengatasi masalah keterbatasan sumberdaya tersebut.

Optimisasi adalah suatu kata kerja yang berarti menghitung atau mencari

titik optimum. Kata benda optimisasi merupakan peristiwa atau kejadian proses

optimisasi. Jadi teori optimisasi mencakup studi kuantitatif tentang titik optimum

dan cara-cara mencarinya (Haluan, 1985).

Menurut Beveridge dan Schiter (1970), optimisasi adalah kemampuan

proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan dalam mencapai hasil

terbaik dari situasi tertentu. Pada dasarnya optimisasi adalah suatu proses

pencarian hasil terbaik. Dalam analisis sistem, proses ini diterapkan terhadap

setiap alternatif yang dipertimbangkan kemudian dari hasil-hasil itu dipilih

alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik (Gasperz, 1992).

Persoalan optimisasi dapat berbentuk maksimisasi atau minimisasi. Pada

umumnya orang mengharapkan kebaikan sebanyak-banyaknya dan keburukan

sedikit-dikitnya atau minimum. Keadaan seperti inilah yang disebut optimum.

Dalam proses optimisasi terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan ukuran

kuantitatif dan efektifitas suatu persoalan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai

sistem yang berlaku menyangkut aspek fisik maupun ekonomi merupakan suatu

keharusan (Wina, 2005).

2.7 Program Optimisasi

2.7.1 Linear programming

Dalam perancangan dan operasi sistem, keterbatasan faktor ekonomik

dan faktor fisik seringkali ada dimana hal ini akan membatasi optimasi sistem

global. Keterbatasan itu muncul karena beragam alasan dan secara umum tidak

dapat dihilangkan oleh pembuat keputusan. Berdasarkan kenyataan tersebut maka

dicarilah model optimasi yang salah satunya adalah linear programming.

Linear programming ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk

memecahkan persoalan optimisasi (maksimisasi atau minimisasi) dengan

(34)

pemecahan yang optimum dengan mencari pembatasan-pembatasan yang ada

(Supranto, 1988).

Menurut Soekartawi (1995), linear programming (LP) adalah suatu

metode programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linear. Linear

programming itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan untuk

perencanaan terbaik diantara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat

dilakukan. Penentuan rencana terbaik tersebut terdapat banyak alternatif dalam

perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas.

Linear programming adalah suatu teknik analisis dari kelompok teknik

riset operasi yang memakai model matematika. Tujuannya dalah untuk mencari,

memilih, dan menentukan alternatif yang terbaik diantara beberapa alternatif

yang memungkinkan. Program ini dikatakan linear karena peubah-peubah yang

membentuk model ini dianggap linear. Linear programming pada hakekatnya

merupakan suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis dengan tujuan

menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah, kemudian dipilih

mana yang terbaik diantaranya dalam menyusun strategi dan langkah-langkah

kebijakan lebih lanjut tentang alokasinya dan dana yang terbatas guna mencapai

tujuan atau sasaran yang diinginkan secara optimal (Agrawal dan Heady 1972).

Persoalan programming pada dasarnya berkaitan dengan penentuan

alokasi yang optimal dari sumber-sumber yang langka untuk memenuhi suatu

tujuan. Persoalan linear programming adalah suatu persoalan untuk menentukan

besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi

tujuan (objective function) yang linear menjadi optimum (maksimum atau

minimum) dengan memperlihatkan batasan-batasan yang ada (Supranto 1988).

Menurut Supranto (1988), agar suatu persoalan dapa dipecahkan dengan teknik

linear programming harus memenuhi syarat berikut : (1) harus dapat

dirumuskan secara matematis; (2) harus jelas fungsi objektif yang linear yang

harus dibuat optimum; (3) pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam

ketidaksamaan yang linear.

Adapun kelebihan-kelebihan dari linear programming ini antara lain

sebagai berikut :

(35)

untuk meperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai.

(3) Fungsi tujuan (objective function) dapat difleksibelkan sesuai dengan

tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia. Misalnya bila ingin

meminimumkan biaya atau memaksimumkan keuntungan dengan data

yang terbatas.

Sedangkan kelemahannya adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia,

maka cara linear programming yang menggunakan banyak variabel akan

menyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara

manual saja. Kelemahan lainnya adalah pada penggunaan asumsi linearitas,

karena di dalam kenyataan yang sebenarnya kadang-kadang asumsi ini tidak

sesuai (Soekartawi, 1995).

2.7.2 Linear goal programming (LGP)

LGP merupakan pengembangan metode linear programming (LP) yang

diperkenalkan oleh Charnes dan Cooper pada awal tahun enam puluhan.

Perbedaan utama antara LGP dan LP terletak pada struktur dan penggunaan

fungsi tujuan. Pada LP fungsi tujuannya mengandung satu tujuan, sementara

dalam LGP semua tujuan baik satu atau beberapa digabungkan dalam sebuah

fungsi tujuan. Ini dapat dilakukan dengan mengekspresikan tujuan itu dalam

bentuk sebuah kendala ( goal constraint), memasukkan suatu variabel simpangan

(deviational variable) dalam kendala itu untuk mencerminkan seberapa jauh

tujuan itu dicapai, dan menggabungkan variabel simpangan dalam fungsi tujuan.

Pada LP tujuannya bisa maksimisasi atau minimisasi, sementara dalam LGP

tujuannya adalah meminimumkan penyimpangan-penyimpangan dari

tujuan-tujuan tertentu. Ini berarti semua masalah LGP adalah masalah minimisasi

(Mulyono, 1991).

Selanjutnya Mulyono (1991) mengatakan, karena

penyimpangan-penyimpangan dari tujuan itu diminimumkan, sebuah model LGP dapat

menangani aneka ragam tujuan dengan dimensi atau satuan ukuran yang berbeda.

Pada model LGP tidak ditemukan variabel keputusan pada fungsi tujuan.

Kita masih mencari, seperti yang dilakukan model LP xj yang tidak diketahui,

(36)

negatif dan positif dari nilai right hand side values (RHS) dengan kendala tujuan.

LP mencari nilai solusi xj secara langsung melalui minimisasi

penyimpangan-penyimpangan dari nilai RHS-nya. Nilai right hand side values (RHS) adalah

nilai yang berada pada sisi kanan yaitu nilai-nilai yang biasanya menunjukkan

ketersediaan sumberdaya yang akan ditentukan kekurangan atau kelebihan

penggunaannya.

Ada enam jenis kendala tujuan yang berlainan. Maksud setiap jenis

kendala ditentukan oleh hubungannya dengan fungsi tujuan. Setiap jenis kendala

tujuan harus mempunyai satu atau dua variabel simpangan yang ditempatkan pada

fungsi tujuan. Dimungkinkan pula adanya kendala-kendala yang tidak memiliki

variabel simpangan. Kendala-kendala ini sama seperti persamaan linear.

Seperti dalam LP, variabel-variabel model LGP biasanya bernilai lebih

besar atau sama dengan nol. Semua model LGP terdiri dari variabel simpangan

dan variabel keputusan sehingga pernyataan non negatif dilambangkan sebagai; xj,

di-, di+ ≥ 0. Disamping ketiga komponen yang telah disebutkan di atas, dalam

model yang lain berupa kendala struktural artinya kendala-kendala lingkungan

yang tidak berhubungan langsung dengan tujuan-tujuan masalah yang dipelajari.

Variabel simpangan tidak dimasukkan di dalam kendala ini, karena itu tidak

(37)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan Pebruari sampai akhir Maret

2006. Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan selama dua bulan. Lokasi

yang dijadikan sebagai tempat dalam melakukan penelitian adalah di perairan

laut Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara (Lampiran 1).

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu

dengan cara melakukan observasi ke lapangan dan membagikan kuesioner untuk

memperoleh data yang dibutuhkan. Data diperoleh melalui studi pustaka,

wawancara, pengisian kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan. Jumlah

kapal yang dijadikan sampel adalah sebanyak 10 unit kapal purse seine yang

terdapat pada tiga tangkahan di Jalan Majapahit kota Sibolga. Data yang diperoleh

meliputi ukuran kapal, panjang jaring yang digunakan dan kekuatan mesin.

Pembagian kuesioner dan wawancara dilakukan dengan metode purposive

sampling atau pemilihan responden secara sengaja dengan pertimbangan bahwa

responden tersebut mampu berkomunikasi dengan baik dalam menjawab

kuesioner dan kesediaan anggota populasi untuk dijadikan responden. Data yang

diperoleh dari responden meliputi biaya operasional per trip, lokasi daerah

penangkapan, harga ikan hasil tangkapan dan metode pengoperasian alat tangkap.

Data yang diperoleh di lapangan dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis dan

aspek ekonomi serta dicari tingkat pemanfaatan optimumnya.

3.3 Sumber Data

Jenis data yang diperoleh dari lapangan terdiri dari dua jenis data, yaitu

data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan

wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dibagikan

kepada para nelayan purse seine. Data primer tersebut meliputi biaya

(38)

penangkapan, daerah penangkapan, keadaan sosial ekonomi nelayan, sumber

pendapatan, jumlah nelayan purse seine dan lain-lain (Lampiran 14,15 dan 16).

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dinas/instansi

terkait, yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan kota Sibolga yaitu berupa data berkala

(time series) hasil tangkapan dan upaya penangkapan purse seine dari tahun

2000-2004 (Lampiran 5).

3.4 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan pada

beberapa batasan yaitu :

(1) Potensi sumberdaya ikan yang terdapat pada lokasi penangkapan ikan di

Sibolga dihitung berdasarkan hasil tangkapan kapal purse seine, bagan

perahu, jaring insang hanyut dan jaring insang tetap.

(2) Jumlah hasil tangkapan setiap kapal dihitung berdasarkan persentase

rata-rata setiap kapal terhadap total produksi yang didaratkan.

Analisis data dimaksudkan untuk memprediksi nilai MSY, kebutuhan

finansial yang bertujuan untuk mengetahui apakah usaha perikanan purse seine di

Perairan Sibolga layak untuk dikembangkan, dan untuk mengetahui tingkat

pemanfaatan optimumnya melalui bantuan komputer yaitu program MAPPLE 8.

Untuk itu digunakan berbagai analisis yang meliputi deskripsi unit penangkapan

ikan, pendugaan parameter biologi, finansial, ekonomi dan analisis optimasi.

Untuk menggunakan program MAPPLE 8 yang pertama harus diketahui

adalah nilai a dan nilai b. Untuk mencari nilai a dapat dicari dengan menggunakan

program exel dengan rumus =slope (blok jumlah CPUE, kemudian blok lagi total

effort yang telah distandarisasi). Untuk mencari nilai b dapat dicari dengan rumus

=intercept (blok jumlah CPUE, kemudian blok lagi total effort yang telah

distandarisasi). Setelah diketahui nilai a dan b, masukkan rata-rata biaya

operasioanal yang digunakan, kemudian masukkan harga rata-rata ikan hasil

tangkapan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 10.

3.4.1 Deskripsi unit penangkapan purse seine

Deskripsi unit penangkapan ini digunakan untuk menggambarkan secara

(39)

tangkap yang digunakan, nelayan serta cara pengoperasian alat tangkap purse

kematian baik karena mortalitas alami maupun karena adanya kegiatan eksploitasi

sumberdaya. Produksi yang berlebihan dari kebutuhan penggantian ini disebut

surplus yang selanjutnya dapat dipanen.

Pemanfaatan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh beberapa kelompok

yang berbeda menyebabkan perlu dilakukan standarisasi sebelum melakukan

perhitungan pendugaan potensi sumberdaya. Standarisasi yang dilakukan

berdasarkan nilai catch dan effort yang dilakukan oleh setiap kelompok alat

tangkap, kemudian dihitung masing-masing produktifitasnya setiap tahun, yaitu

nilai hasil tangkapan dibagi upaya penangkapan yang dapat dinyatakan sebagai

berikut

Pkt= produktifitas penangkapan alat tangkap k pada periode t (kg/unit)

Ckt= hasil tangkapan k pada periode t (kg)

Ekt = upaya penangkapan alat tangkap k pada periode t (unit kapal)

Alat tangkap yang menjadi alat tangkap standar adalah yang memiliki nilai

produktivitas penangkapan rata-rata paling tinggi. Kemampuan penangkapan atau

yang biasa dikenal dengan fishing power index (FPI) dihitung dengan

membandingkan produktivitas penangkapan masing-masing alat tangkap terhadap

(40)

Keterangan :

FPI = fishing power index

Pkt = produktivitas alat tangkap k pada periode ke t Pki (Standar) = produktivitas alat tangkap standar

Tujuan dari penggunaan metode surplus produksi adalah untuk

mengetahui tingkat upaya optimum (Eopt) dan hasil tangkapan maksimum lestari

(Maximum Sustainable Yield). Nilai tersebut dihitung berdasarkan upaya tangkap

dan hasil tangkap per unit upaya tangkap (CPUE) pada suatu daerah perairan

dengan data time series.

Metode surplus produksi adalah metode yang digunakan untuk

menghitung potensi lestari (MSY) dan upaya optimum dengan cara menganalisis

hubungan upaya tangkap (E) dengan hasil tangakap per satuan upaya (CPUE).

Data yang digunakan berupa data hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan

(effort), sehingga rumusnya adalah :

)

Hubungan CPUE dengan upaya tangkap adalah :

)

Upaya tangkap optimum diperoleh dari turunan pertama persamaan 3 terhadap

upaya tangkap (effort), yang mana titik optimum diperoleh pada saat dC/dE = 0.

)

(41)

Penghitungan nilai MSY dilakukan dengan memasukkan persamaan 6 ke dalam

persamaan 3, sehingga diperoleh kondisi MSY adalah pada saat :

)

3.4.3 Pendugaan parameter ekonomi

Pada analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap hanya dapat

menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara lestari berdasarkan

pendugaan parameter biologi (CMSY dan EMSY) sehingga belum mampu menentukan

tingkat pemanfaatan maksimum secara ekonomi. Untuk menjawab pertanyaan

tersebut Gordon mengembangkan model Schaefer dengan cara memasukkan

faktor harga yang disebut dengan model bio-ekonomik dengan menggunakan

harga tetap. Dengan demikian model ini disusun dari model parameter biologi,

biaya penangkapan, dan harga ikan.

Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan

per unit upaya adalah konstan, maka total penerimaan nelayan dari usaha

penangkapan ikan dengan purse seine adalah :

)

TR = total revenue (penerimaan total) dalam satuan Rp p = harga rata-rata ikan survey (Rp per kg )

C = jumlah produksi ikan (kg)

Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan

)

(42)

Maka keuntungan bersih usaha penangkapan ikan atau rente ekonomi (π) adalah

mengevaluasi kelayakan usaha yaitu analisis ekonomi dan analisis finansial. Pada

analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil yang diperoleh berdasarkan

modal yang ditanam untuk kepentingan badan usaha atau orang yang

berkepentingan langsung dengan proyek usaha tersebut. Sedangkan pada analisis

ekonomi faktor yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang

menggunakan tingkat bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal. Proyek

dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0, sedangkan bila NPV < 0,

maka proyek dinyatakan tidak layak untuk dilanjutkan.

Menurut Kadariah (1978), NPV merupakan selisih antara Present Value

dari Benefit dan Present Value dari biaya. Rumus NPV adalah sebagai berikut :

= +

Bt = merupakan benefit sosial sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t (Rp per tahun)

Ct = merupakan biaya kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t, tidak dilihat apakah biaya tersebut bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) atau rutin (Rp per tahun)

(43)

rate (%)

(2) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat bunga (discount rate) yang membuat NPV dari

proyek sama dengan nol. Besarnya nilai IRR tidak ditentukan secara langsung.

Untuk menentukan berapa tepatnya tingkat bunga tersebut adalah dengan

menggunakan metode coba-coba (trial and error) melalui interpolasi, yakni :

dengan menyisipkan tingkat bunga diantara tingkat bunga yang menghasilkan

NPV positif dan tingkat bunga yang menghasilkan bunga negatif.

IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan investasi bersih dalam

(3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Metode Net B/C adalah angka perbandingan dimana sebagai pembilang

terdiri dari present value total yang bernilai positif, sedangkan sebagai penyebut

terdiri atas present value negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada

pendapatan kotor. Rumus Net B/C adalah sebagai berikut :

(44)

Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai B/C akan terhingga bila paling

sedikit nilai Bt-Ct yang bernilai negatif. Pada saat NPV = 0, maka nilai Net B/C =

1, dan apabila NPV > 0 maka Net B/C akan bernilai > 1. Dengan demikian apabila

Net B/C ≥ 1 menunjukkan bahwa suatu proyek layak untuk dilanjutkan dan

apabila nilai Net B/C < 1 menunjukkan bahwa proyek tersebut tidak layak untuk

dilanjutkan.

(4) Payback Period (PP)

Analisis payback period ini juga merupakan kriteria tambahan. Analisis ini

digunakan untuk dapat menghitung waktu yang diperlukan oleh net benefit yang

telah didiskonto untuk mengembalikan seluruh biaya investasi yang telah

digunakan untuk kegiatan usaha (penangkapan ikan). Adapun kriterianya adalah

umumnya diambil payback period yang tercepat (paling lama ½ dari umur usaha

penangkapan). Dengan alasan bahwa modal investasi tersebut dapat lagi

ditanamkan ke dalam bentuk usaha lain.

3.4.5 Analisis Optimisasi

Menurut Soekartawi (1995) prinsip optimisasi penggunaan faktor produksi

pada dasarnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien

mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, pengertian efisien ini dapat

digolongkan menjadi 3 macam yaitu :

(1) Efisiensi teknis

(2) Efisiensi alokatif (efisiensi harga)

(3) Efisiensi ekonomi

Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis kalau faktor

produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan

efisiensi harga bila nilai dari produk marjinal sama dengan harga faktor produksi

yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi bila usaha tersebut mencapai

efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Wina (2005)

mengatakan bahwa umumnya ada dua model pengukuran efisiensi yang sering

dipakai, yaitu :

(1) Model parameter biologi

(45)

Model regresi yang akan digunakan bersifat linear dengan batasan yang tidak

boleh dilampauinya. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan model optimisasi

linear goal programming yang merupakan perluasan dari metode linear

programming.

Adapun model optimasinya adalah sebagai berikut :

- Fungsi tujuan :

Minimumkan Z = da1 + da2 + da3 + da4 + db5

Dengan faktor kendala sebagai berikut :

da1 + a11 X1 + a12 X2 + a13 X3 + a14 X4 <= b1

da2 + a21X1 + a22X2 + a23X3 + a24X4 <= b2

da3 + a31X1 + a32X2 + a33X3 + a34 X4 <= b3

da4 + a41X1 + a42X2 + a43X3 + a44X4 <= b4

db5 + a51X1 + a52X2 + a53X3 + a55 X4 >= b5

Keterangan :

da1 = simpangan terhadap jumlah produksi da2 = simpangan terhadap jumlah BBM da3 = simpangan terhadap jumlah trip da4 = simpangan terhadadap jumlah es

db5 = simpangan terhadap jumlah pendapatan

x1 = jumlah alat tangkap purse seine x2 = jumlah alat tangkap bagan perahu

x3 = jumlah alat tangkap jaring insang hanyut x4 = jumlah alat tangkap jaring insang tetap

a11 = jumlah produksi purse seine a12 = jumlah produksi bagan perahu

a13 = Jumlah produksi jaring insang hanyut a14 = Jumlah produksi jaring insang tetap

a21 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh purse seine a22 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh bagan perahu

a23 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh jaring insang hanyut a24 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh jaring insang tetap

(46)

a41 = jumlah es yang dibutuhkan oleh purse seine a42 = jumlah es yang dibutuhkan oleh bagan perahu

a43 = jumlah es yang dibutuhkan oleh jaring insang hanyut a44 = jumlah es yang dibutuhkan oleh jaring insang tetap

a51 = Nilai BEP purse seine a52 = Nilai BEP bagan perahu a53 = Nilai BEP jaring insang hanyut a54 = Nilai BEP jaring insang tetap

Tidak

- Jlh produksi serta effort purse seine

Gambar

Tabel 1. Jenis-jenis ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar
Gambar 1. Kerangka pemikiran
Gambar 3. Jumlah dan jenis alat tangkap yang ada di Sibolga
Gambar 4. Jumlah nelayan tetap dan sambilan yang ada di Sibolga tahun 2000-2004.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keterkaitan antara dimensi alat tangkap dan Speed length ratio adalah bahwa keberhasilan pengoperasian alat tangkap pukat cincin (purse seine) ditentukan oleh

Komposisi Hasil Tangkapan Purse Seine Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dengan menggunakan alat tangkap purse seine selama periode 2007-2012 mengalami

Berdasarkan hasil analisis aspek finansial dan analisis kelayakan usaha perikanan tangkap mini purse seine di Kabupaten Rembang (Desa Pandangan, Desa Karanganyar,

Tanggapan dari responden menunjukkan sebagai berikut : 1) sebanyak 80% nelayan pemilik Purse seine yang menjawab setuju dan 50% untuk ABK menjawab setuju dengan Program Dinas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi alat tangkap pukat cincin (purse seine) dan jaring insang (gill net), mengetahui kelayakan usaha dengan

Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat cincin ( purse seine ).. yaitu melakukan pelingkaran jaring pada target tersebut dengan

Rincian Biaya Operasional Nelayan Pukat Cincicn (Purse Seine) Kapal 30 GT KM... Rincian Biaya Operasional Nelayan Jaring Insang (Gill Net) Kapal

BOGOR 2006.. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perikanan mini purse seine Berbasisi Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku