• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Hidup Wanita Usia Produktif di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kualitas Hidup Wanita Usia Produktif di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS HIDUP WANITA USIA PRODUKTIF DI

DESA SIHONONGAN KEC. PARANGINAN KAB.

HUMBANGHASUNDUTAN

SKRIPSI

Oleh

RENY EVA SIANTURI

111121008

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)
(3)

Nama : Reny Eva Sianturi

Nim : 111121008

Judul skripsi : Kualitas Hidup Wanita Usia Produktif di Desa Sihonongan Kecamatan

Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan. Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap seseorang. sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya ,termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. kualitas hidup ini mencakup; fisik, pekerjaan, pendidikan, gaya hidup, spiritual. Penelitian ini dilakukan pada wanita usia produktif (20-45) tahun, yang dilakukan di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan selama 1 bulan dengan jumlah responden 58 orang. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas hidup wanita usia produktif di Desa Sihonongan Kecamatan Kabupaten Humbanghasundutan dengan menggunakan descriptif sebagai desain penelitian. Instrument dibuat dalam bentuk kuesioner dari WHOQOL BREEF yang terdiri dari 26 pertanyaan yang dibagi ke dalam 4 dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, lingkungan dan hubungan dengan orang lain. Hasil penelitian didapat bahwa 86,2% didapat kualitas hidupnya cukup, sisanya buruk dan tidak ditemukan kualitas hidup dengan kategori baik. Rekomendasi hasil penelitian diharapkan agar pemerintah daerah lebih memperhatikan kesejahteraan wanita khususnya di desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat, dan kemuliaan penulis panjatkan hanya kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Kualitas hidup wanita usia produktif di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing saya selama mengerjakan skripsi ini

3. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif. 4. kepala pemerintah desa sihonongan yang memberikan izin selama kepada

peneliti umtuk meneliti di desa sihonongan

5. Para responden yang telah bersedia berpartispasi selama proses penelitian berlangsung.

6. Teristimewa kepada orang tua ku tercinta Bapak H.Sianturi, Ibu R Br.Ssiburian, yang telah memberikan cinta, doa, dorongan, bimbingan, menghibur, memotivasi dan memberikan dana bagi penulis. Buat adek-adek ku Afron Sianturi, Hartoyo Sianturi, dan kakak saya Besnita Sianturi serta buat keluarga besar yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terimakasih buat doa dan dukungan selama ini.

(5)

masukan dalam penyusunan skripsi ini (Yentiar, Manatap, Cipto, Aguswina butar-butar, Masnidar, Bang Pray Hoper, dll) dan orang-orang yang kusayangi dan kucintai yang senantiasa menemani, memberikan semangat, motivasi, dukungan, penghiburan bagi penulis.

8. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.

Medan, Februari 2013

(6)

DAFTAR ISI

3.2.Defenisi Operasional ... 30

BAB 4. METODE PENELITIAN ... 31

(7)

4.2.Populasi dan Sampel ... 31

4.3.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.4.Pertimbangan Etik ... 33

4.5.Instrument Penelitian ... 33

4.6.Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 35

4.7.Pengumpulan Data ... 36

4.8.Analisa Data ... 37

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.1.Hasil penelitian ... 38

5.2.Pembahasan ... 40

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

6.1.Kesimpulan ... 44

6.2.Saran ... 44

(8)

LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar persetujuan menjadi responden Lampiran 2: Kuesioner penelitian

Lampiran 3: Jadwal Penelitian

Lampiran 4: Lembar bukti bimbingan Lampiran 5: Taksasi dana

(9)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

1. Gambaran Kualitas Hidup Wanita Usia Produktif

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Defenisi Operasional ... 30 Tabel 2. Distribusi frekuensi data demografi responden wanita

usia produktif di desa sihonongan Kec. Paranginan

Kab. Humabanghasundutan ... 38 Tabel 3. Distribusi frekuensi kualitas hidup wanita usia produktif

Di desa Sihonongan Kec. Paranginan

Kab. Humabanghasundutan ... 39 Tabel 4. Distribusi frekuensi wanita usia produktif berdasarkan

(11)

Nama : Reny Eva Sianturi

Nim : 111121008

Judul skripsi : Kualitas Hidup Wanita Usia Produktif di Desa Sihonongan Kecamatan

Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan. Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap seseorang. sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya ,termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. kualitas hidup ini mencakup; fisik, pekerjaan, pendidikan, gaya hidup, spiritual. Penelitian ini dilakukan pada wanita usia produktif (20-45) tahun, yang dilakukan di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan selama 1 bulan dengan jumlah responden 58 orang. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas hidup wanita usia produktif di Desa Sihonongan Kecamatan Kabupaten Humbanghasundutan dengan menggunakan descriptif sebagai desain penelitian. Instrument dibuat dalam bentuk kuesioner dari WHOQOL BREEF yang terdiri dari 26 pertanyaan yang dibagi ke dalam 4 dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, lingkungan dan hubungan dengan orang lain. Hasil penelitian didapat bahwa 86,2% didapat kualitas hidupnya cukup, sisanya buruk dan tidak ditemukan kualitas hidup dengan kategori baik. Rekomendasi hasil penelitian diharapkan agar pemerintah daerah lebih memperhatikan kesejahteraan wanita khususnya di desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan.

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan tentang latar belakang mengapa

penelitian ini dilakukan, tujuan dan manfaat penelitian ini.

1.1 Latar Belakang

Manusia telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas hidup

sejak zaman dahulu, (Molnar 2009). Kualitas hidup sering diidentikan dengan

kesejahtraan akhir – akhir ini makin banyak dibicarakan. salah satu sebabnya

adalah kesadaran, bahwa pembangunan tidak cukup diukur dengan kesuksesannya

dalam membangun input yang banyak, tetapi lebih yang lebih penting adalah

output. Kualitas hidup merupakan salah satu tolak ukurnya. Pengkajian kualitas

hidup pernah dan terus dilakukan bahkan secara internasional, yang dimotori oleh

organisazation of economic international and culture development (OECD) yang

berkedudukan di Paris. Untuk mengetahui kualitas hidup harus diketahui

indikatornya. Menurut OECD (1892 ), indikator kualitas hidup adalah lingkungan,

usia, pendidikan, pekerjaan, kesehatan dan kesempatan kerja.

Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan

seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan

hidup, harapan dan niatnya. Kualitas hidup ini mencakup; fisik, pekerjaan,

pendidikan, gaya hidup, spiritual, Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan

Harvey Schipper (1999).

Berdasarkan jumlah penduduk masyarakat Indonesia pada tahun 2000,

(13)

masalah pembangunan pemberdayaan wanita, terutama dalam bidang pendidikan,

kesehatan, ekonomi dan politik. Data susenas 2003 menunjukkan bahwa

penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak / belum pernah sekolah

jumlahanya dua kali lipat dari jumlah penduduk laki – laki yaitu sekitar 11,56 %

berbanding 5, 43 %.

Usia dalam rentang usia 20 hingga 40 tahun sering disebut usia masa subur

atau usia produktif. Di usia ini wanita lebih memperhatikan kondisi tubuhnya agar

selalu prima dan bugar agar mampu meningkatkan kualitas hidupnya (Hurlock,

1990). Dalam periode ini, individu dihadapkan kepada berbagai tuntutan baru

dalam hidup yang harus ia jalani, (Hurlock 1990) menjelaskan usia produktif

sebagai masa dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis.

Masa usia produktif adalah periode yang penuh tantangan, pengharapan dan

krisis seperti merawat keluarga, orang tua mereka yang telah lanjut usia.

Perkembangan usia produktif mencakup perubahan yang teratur dalam karakter

dan sikap.

Peningkatan kualitas hidup wanita indonesia menurut Jazuli, sudah

seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Jaminan dan perluasan akses

perempuan dalam bidang lainnya memang sudah ada dalam bidang peraturan

perundangann, tetapi implementasinya masih sangat kurang. Oleh karena itu

Jazuli mengatakan pemerintah harus lebih serius dalam melaksanakan,

mengawasi, mengevaluasi peraturan perundangan terkait hak wanita sehinga

tidak ada lagi hambatan bagi wanita Indonesia untuk meningkatkan kualitas

(14)

memperhatikan status fisik, usia, pendidikan, kesehatan, ekonomi, pekerjaan,

dan kesempatan kerja.

Sehubungan dengan data di atas, penduduk desa sihonongan kec. Paranginan

kab. Humbanghas berjumlah 2278 jiwa orang dan usia produktif berkisar 144

jiwa orang dan memiliki kualitas hidup rendah dilihat dari karakteriistik

demografi. Dengan ini peneliti tertarik untuk meneliti bagaimanakah wanita usia

produktif di desa itu untuk mencapai kualitas hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari data diatas dapat ditentukan rumusan masalah yaitu gambaran kualitas

hidup wanita dewasa awal di desa Sihonongan kec. Paranginan Kab.

Humbanghas

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup wanita usia produktif di Desa

Sihonongan kec. Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup wanita usia produktif

berdasarkan karakteristik demografi di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan

Kabupaten Humbanghasundutan.

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa tentang kualitas hidup wanita usia

produktif.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dan bahan perbandingan

untuk peneliti yang mengambil kasus yang sama dengan kasus ini.

c. Bagi wanita usia produktif

Memberikan informasi tentang kualitas hidup wanita usia produktif agar

mampu meningkatkan kualitas hidupnya untuk masa yang akan dating.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori atau tinjauan pustaka yang

mendasari penelitian ini. Pembahasan dalam bab ini adalah mengenai kualitas

hidup dan wanita usia produktif. Dalam pembahasan kualitas hidup akan dibahas

tentang defenisi, aspek – aspek dalam kualitas hidup dan pengukuran kualitas

hidup. Sedangkan pada wanita usia produktif adalah defenisi, ciri – ciri wanita

usia produktif dan tugas – tugas perkembangan usia produktif.

2.1. Kualitas Hidup

2.1.1. Defenisi

Goodinson dan singleton ( O’Connor,1993) mengemukakan defenisi

kualitas hidup sebagai derajat kepuasan atas penerimaan suasana kehidupan saat

ini. Defenisi yang sedikit berbeda diungkapkan oleh Ontario Social Development

Council ( dalam Wardhani, 2006) mendefenisikan kualitas hidup sebagai respon

individu tentang perbedaan yang dirasakan antara kenyatan dengan kegiatan yang

diinginkan.

Menurut O’Connor 1993 faktor utama yang menentukan kualitas hidup

individu adalah persepsi individu terhadap kesenjangan antara apa yang ada

dengan apa yang mungkin terjadi.

Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan

seseorang. sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya ,termasuk

(17)

pendidikan, gaya hidup, spiritual. Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan

Harvey Schipper (1999).

Untuk mengetahui kualitas hidup harus diketahui indikatornya. Menurut

OECD ( 1892 ), indikator kualitas hidup adalah lingkungan, usia, pendidikan,

pekerjaan, kesehatan dan kesempatan kerja.

Dari defenisi kualitas hidup dapat terlihat bahwa secara umum kualitas

terdiri dari dua bagian ( veenhoven, 2004 ), yaitu kualitas eksternal dan kualitas

internal. Kualitas eksternal dengan faktor lingkungan dan peristiwa yang terjadi

dalam kehidupan, sedangkan kualitas internal berhubungan dengan kondisi

internal individu yang mempengaruhi persepsinya terhadap realita, serta

kesejahteraan subjektif .

Berdasarkan defenisi kualitas hidup juga dapat dikatakan bahwa kualitas

hidup merupakan konsep yang bersifat subjektif karena melibatkan persepsi

individu terhadap aspek hidupnya. Browne et al (1997) mengatakan bahwa

kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan reaksi yang sama pada setiap

individu, karena tiap – tiap individu memiliki defenisi masing – masing mengenai

hal - hal yang mengindikasikan kualitas hidup yang baik dan buruk.

2.1.2. Dimensi- Dimensi Kualitas Hidup

Schipper, Clinch dan Olweny (dalam Post, Witte, dan Schrijvers, 1999)

mengatakan bahwa dimensi kualitas hidup ada empat fungsi fisik dan okupasi,

keadaan psikologis, interaksi sosial dan sensasi somatik. Spilker (dalam Post,

(18)

kesejahteraan, interaksi sosial, dan keaadan ekonomi. Tokoh lain menambahkan

dimensi keadaan finansial ( Padilla, Presant, Grant dan Metter dalam dalam Post,

Witte, dan Schrijvers, 1999), kehidupan spiritual (Wyatt dan Friedman dalam

Post, Witte, dan Schrijvers, 1999) dan kebutuhan untuk bantuan dalam

menjalankan aktivitas kehidupan (Najman dan levine dalam Post, Witte, dan

Schrijvers, 1999). Walaupun pembagian dimensi ini dapat mempengaruhi

kualitas hidup individu tertulis dalam penamaan yang berbeda – beda, dapat

disimpulkan bahwa dimensi – dimensi tersebut saling berinteraksi untuk

memberikan gambaran kualitas hidup individu.

Dimensi – dimensi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada

dimensi – dimensi kualitas hidup yang terdapat pada WHOQL-BREF. Menurut

WHOQL Group (dalam Lopers dan Snyder, 2004), kualitas hidup memiliki enam

dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian,

hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan, dan keaadan spiritual. WHOQL

ini kemudian dibuat lagi menjadi insturment WHOQL –BREF dimana enam

dimensi tersebut dipersempit menjadi empat dimensi yaitu kesehatan fisik,

kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan.

Keempat dimensi ini dijabarkan menjadi beberapa faset ( Power dalam Lopez

dan Snyder, 2004).

2.1.3. Alat Ukur Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai

(19)

domain tertentu saja ( kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu dari diri

seseorang individu). Pengukuran mengenai kualitas hidup diukur dalam beraneka

macam tingkat dan dimensi. Telah banyak diterbitkan alat ukur kualitas hidup,

namun tetap saja belum ada kesepakatan bersama antara peneliti mengenai

defenisi kualitas hidup dan hal tersebut tampak dalam pemilihan item dari alat

ukur setiap peneliti (Skevington, Lofty dan O’connel, 2004).

Alat ukur WHOQL – BREF merupakan hasil pengembangan dari alat ukur

WHOQL. Alat ukur ini memiliki item pertanyaan yang lebih sedikit dibandingkan

dengan alat ukur WHOQL, yaitu hanya sebanyak 26 item. Alat ukur ini hanya

memiliki empat buah dimensi yaitu:

1. Kesehatan fisik

2. Keadaan psikologis

3. Hubungan sosial

4. Lingkungan (Power dalam Lopez dan Synder, 2004)

Skevington, Lotfy dan O’Connel (2004) mengemukakan bahwa alat ukur

BREF dikembangkan sebagai bentuk pendek dari alat ukur

WHOQL-100, digunakan pada situasi penelitian dimana waktu yang digunakan dalam

penelitian sangat terbatas, dimana ketidaknyamanan atau beban yang dirasakan

oleh responden dalam penelitian harus dibuat seminimal mungkin. Alat ukur yang

dipakai dalam penelitian ini adalah alat ukur kualitas hidup yang singkat yang

dikeluarkan oleh organisasi kesehatan dunia (the WHOQL- BREF), yang terdiri

(20)

2.1.3.1. Dimensi Kesehatan Fisik

a. Aktivitas sehari – hari: menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang

dirasakan individu ketika melakukan kegiatan sehari – hari.

b. Mobilitas: menggambarkan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh

individu dengan mudah dan cepat.

c. Kapasitas kerja: menggambarkan kemampuan individu dalam menyelesaikan

tugas – tugasnya.

d. Tidur dan istirahat: menggambarkan kualitas tidur dan istirahat yang dimiliki

oleh individu.

e. Energi dan kelelahan: menggambarkan tingkat kemampuan individu dalam

menjalankan aktivitas sehari – hari.

2.1.3.2. Dimensi kesejahteraan Psikologis.

a. Bodily image dan appearance: menggambarkan bagaimana individu

memandang keadaan tubuh serta penampilannya.

b. Perasaan negatif: mengambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan

yang dimiliki oleh individu.

c. Perasaan positif: menggambarkan perasaan yang menyenangkan yang dimiliki

oleh individu.

d. Self–esteem: melihat bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya

sendiri.

e. Berfikir, belajar, memori dan konsentrasi: menggambarkan keadaan kognitif

individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjalankan

(21)

2.1.3.3. Dimensi hubungan sosial.

a. Relasi personal: menggambarkan hubungan individu dengan orang lain.

b. Dukungan sosial: menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan oleh

individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

c. Aktivitas seksual: menggambarkan kegiatan seksual yang dilakukan oleh

individu.

2.1.3.4. Dimensi hubungan dengan lingkungan

a. Sumber finansial: menggambarkan keaadan keuangan iindividu.

b. Freedom, physical safety dan security: menggambarkan tingkat keaamanan

individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya.

c. Perawatan kesehatan dan social care: menggambarkan ketersediaan layanan

kesehatan dan perlindungan sosial yang dapat diperoleh individu.

d. Lingkungan rumah: menggambarkan keadaan tempat tinggal individu .

e. Kesempatan untuk memperoleh berbagai informasi baru dan keterampilan

(skills): menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan bagi individu untuk

memperoleh hal – hal baru yang berguna bagi individu.

f. Partisipasi dan kesempatan uuntuk melakukan rekresi atau kegiatan yang

menyenangkan: menggambarkan sejauhmana individu memiliki kesempatan

dan dapat bergabung untuk berkkreasi dan menikmati waktu luang.

g. Lingkungan fiisik: menggambarkan keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal

individu (keadaan air, saluran udara, iklim, polusi, dll).

h. Trasportasi: menggambarkan sarana kendaraan yang dapat dijakau oleh

(22)

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power,

2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks

budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai dengaan apa

yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara

individu yang tinggal di kota/ wilayah satu dengan yang lain bergantung pada

konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut.

Menurut para peneliti, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah:

a. Gender atau Jenis Kelamin

Moons, dkk (2004) mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) menemukan adanya perbedaan

antara kualitas hidup antara laki dan perempuan, dimana kualitas hidup

laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Bertentangan

dengan penemuan Bain, dkk (2004) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan

cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Fadda dan Jiron (1999) mengatakan

bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan

kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang penting

bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya

perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya dengan kualitas hidup

pada laki-laki dan perempuan. Ryff dan Singer (1998) dalam Papalia, dkk (2007)

mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak

jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan

yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan

(23)

b. Usia

Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) (dalam Nofitri, 2009) mengatakan

bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian

yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, dan Lett (2004 dalam Nofitri, 2009)

menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek

kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Ryff dan Singer (1998 dalam Nofitri, 2009) individu dewasa

mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya.

Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001 dalam Nofitri, 2009)

menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas hidup subjektif.

c. Pendidikan

Moons, dkk (2004) dan Baxter (1998) (dalam Nofitri, 2009) mengatakan

bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004 dalam

Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan

lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang

dilakukan oleh Noghani, dkk (2007 dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya

pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak

banyak.

d. Pekerjaan

Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat

perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,

(24)

pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity

tertentu). Wahl, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) menemukan bahwa status

pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.

e. Status Pernikahan

Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat

perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai

ataupun janda, dan individu yang menikah. Zapf et al (1987 dalam Nofitri, 2009)

menemukan bahwa status pernikahan merupakan prediktor terbaik dari kualitas

hidup secara keseluruhan. Penelitian empiris di Amerika secara umum

menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih

tinggi dari pada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda

akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981 dalam Nofitri, 2009)

f. Penghasilan

Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) (dalam Nofitri, 2009) menemukan

adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup

yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani,

Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007 dalam Nofitri, 2009) juga menemukan

adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup

subjektif namun tidak banyak.

g. Hubungan dengan orang lain

Hubungan Dengan Orang Lain Baxter, dkk (1998 dalam Nofitri, 2009)

menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial

dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Myers, dalam Kahneman,

(25)

kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui

hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan,

manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik maupun

emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan

Kermani (2007 dalam Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor hubungan

dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan

kualitas hidup subjektif.

2.2. Wanita Usia Produktif

Menurut Depkes RI (1993) wanita usia produktif merupakan wanita yang

berusia 15-49 tahun dan wanita pada usia ini masih berpotensi untuk mempunyai

keturunan. Sedangkan menurut (BKKBN, 2001), wanita usia subur (wanita usia

produktif) adalah wanita yang berumur 18-49 tahun yang berstatus belum kawin,

kawin ataupun janda. Wanita usia produktif termasuk usia dewasa awal dan usia

madya. (Poter dan Perry 2005)

2.2.1. Dewasa Awal

Istilah dewasa berasal dari bahasa latin, yaitu adultus yang berarti

tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa

seseorang dikatakan dewasa adalah apabila dia mampu menyelesaikan

pertumbuhan dan menerima kedudukan yang sama dengan masyarakat dewasa

lain.

a. Teori Masa Dewasa Awal

Banyak teori yang telah mencoba mendeskripsikan fase – fase masa dewasa

(26)

mengidentifikasi fase- fase perkembangan dewasaawal berikut ini ( levinson etal,

1978) :

1. Awal transisi dewasa (usia 18 sampai 20 tahun), ketika seseorang berpisah

dari keluarga dan merasakan kebebasan.

2. Memasuki dunia kedewasaan (usia 21 sampai 27 tahun ) ketika seseorang

menyiapkan dan mencoba karier dan gaya hidup.

Masa transisi (usia 28 sampai 32), ketika seseorang secara besar – besaran

memodifikasi aktivitas kehidupannya dan memikiirkan tujuan masa depan.

Teori yang laen tentang perkembangan dewasa awal dikemukan oleh

Diekelmen ( 1976 ) Diekelmen mengatakan bahwa dewasa awal mengalami tugas

perkembangan sebagai berikut;

1. Mereka mendapat kebebasan pengawasan dari orangtua .

2. Mereka mulai mengembangkan persahabatan mereka yang akrab

3. Mereka membentuk seperangkat nilai pribadi.

4. Mereka mengembangkan rasa identitas pribadi.

Teori - teori ini, bersama dengan berjalannya tugas perkembangan Erikson

(1963, 1982), memberi perawat suatu dasar untuk memahami peristiwa kehidupan

dan tugas perkembangan dewasa awal. Akan tetapi, setiap dewasa awal

membawa karakteristik unik dan kebutuhan pada tahap perkembangan ini. Klien

pada tahap perkembngan ini memberi tantangan bagi perawat yang mereka sendiri

adalah mungkin dewasa awal yang menghadapi tuntutan masanya, (potter perry,

(27)

Seseorang dikatakan dewasa awal, bila berada dalam rentang usia 18

hingga 40tahun (Hurlock, 1990). Dalam periode ini, individu dihadapkan kepada

berbagai tuntutan baru dalam hidup yang harus ia jalani. ( Hurlock 1990)

menjelaskan dewasa awal sebagai masa dimana terjadi perubahan fisik dan

psikologis. Menurut Papalia , Olds and Feldman 2001, dewasa awal itu adalah

masa dimana terjadi peningkatan dalam intelektual , emosional, dan fisik. Selain

itu menurut M candels dan coop ( dalam , Smolak , 1993 ) terdapat tiga kriteria

yang dibutuhkan untuk mendefenisikan masa dewasa awal. Kriteria pertama

kemandirian secara ekonomi. Hal ini berarti bahwa orang dewasa dapat memenuhi

kebutuhannya sendiri. Kriteria kedua adalah kesiapan untuk menikah dan

membesarkan anak. Kriteria terakhir mampu mengambil keputusan.

Dewasa dalam bahasa belanda “ volwassen”, “ vol “ = penuh dan wassen “

= tumbuh, sehingga dapat diartikan sudah tumbuh dan penuh atau selesai

tumbuh, kedewasaan dianggap sudah mencapai perkembangan yang penuh,

sudah selesai perkembangannya (Monks, knoers dan haditono 2001). Masa

dewasa awal adalah saat individu telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap

menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya,

(hurlock 2006). Individu yang memasuki dewasa awal ditandai dengan

kedewasaan pribadi sehingga dapat mewujudkan sikap dan menghargai dan

menghormati pada setiap orang (dariyo, 2003). Berdasarkan defenisi diatas, dapat

disimpulkan bahwa masa dewasa awal merupakan masa transisi dari seluruh

aspek perkembangan individu yang mengarah pada kedewasaan, dimana individu

dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan pola – pola yang ditemui di

(28)

b. Ciri – ciri Dewasa Awal

1. Periode pengaturan

Adalah periode kebebasan untuk menentukan, mengatur pilihan yang

ditetapkan dan kesiapan untuk menerima tanggung jawab. jadi para dewasa awal

mulai membentuk bidang pekerjaan atau karier yang dapat

dipertanggungjawabkan, mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan

kepuasaan permanen.

2. Periode produktif.

Adalah suatu periode dimana mereka mulai calon orang tua. Tidak heran,

usia 20 – 30 tahun sebagian dewasa dini telah menikah, menjadi orang tua muda,

bahkan sebagian telah menjadi kakek atau nenek sebelum memasuki dewasa

akhir.

3. Periode bermasalah

Di tahun – tahun awal periode dewasa awal banyak masalah baru yang

rumit, sehingga dia memerlukan waktu dan energi yang banyak untuk

mengatasinya. Misalnya penyesuaian diri terhadap pekerjaan, pendidikan. Faktor

– faktor yang menyebabkan sulit menyesuaikan diri oleh orang dewasa awal

adalah kurang kesiapan diri dalam mengahadapi masalah , menolak kritikan atau

merasa mampu menghadapi masalah.

4. Masa ketegangan emosiomal

Bentuk – bentuk ketegangan emosii orang dewasa dan berlangsung hingga

usia 30 an Ialah kekhawatiran atas pekerjaan, karier, perkawina. (Herri Zan

Pieter, 2010). Ketidakmampuan menghadapi masalah akan menyebabkan

(29)

a. Sebagai masa keterasingan sosial

Kini relasi sosial telah beralih dalam keterlibatan pada kegiatan – kegiatan di

luara rumah . Hubungan soasial ini terus berkurang sehingga dianggap krisis

keterasinagan. Keterasingan masa dewasa diintensifkan dengan semangat

bersaing dan kemajuan karier, sehingga mereka terkesan bersikap kurang ramah.

Kini keramahantamahan digantikan pada persaingan dan mendapatkan pekerjaan

yang berkualitas . Efeknya adalah semakin sedikit waktu bersosialisasi sehingga

menjadi egosentris dan menjadi kesepian.

b. Sebagai masa perubahan nilai

Alasan perubahan nilai selam usia dewasa awal yaitu agar dapat diterima

sebagai anggota kelompok orang dewasa , maka dia harus menerima nilai – nilai

baru dalam kelompok, perubahan nilai, ide dan keinginan mengembangkan

keterlibatan sosial.

c. Masa ketergantungan

Meskipun usia 18 tahun telah resmi menjadi masa dewasa dan dianggap

telah maandiri, namun kenyataannya sebagian dari mereka masih tergantung

kepada orang lain untuk jangka waktu tertentu. Kondisi ini terutama sekali

terlihat dari masih tingginya tingkat ketergantungan keuangan kepada orang tua

atau pada lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa. (Herri Zan Pieter,

2010)

d. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru

Bentuk – bentuk penyesuaian diri dewasa awal yaitu penyesuaian terhadap

(30)

menggantikan pola peran seksual traditional, pola kehidupan keluarga, dan

penyesuaian diri dalam pekerjaan.

e. Sebagai komitmen

Artinya dengan memasuki masa dewasa, mereka mulai belajar bertanggung

jawab, tidak tergantung lagi kepada orangtua dan menjadi dewasa mandiri.

Banyaknya perubahan pada tanggungjawab akan mengarahkkannya membuat

komitmen baru.

f. Sebagai masa kreatif

Besar atau sedikitnya kreativitas dewasa awal sangat dipengaruhi minat,

kemampuan individu, kesempatan dalam mewujudkan keinginan dan tingkat

kepuasaannya. Bentuk penyalurannya dapat dilakukan dengan ekspresi bakat dan

hobi. Oleh dasar inilah, maka periode dewasa awal selalu dianggap sebagai era

kreativitas yang paling berkembang (Herry Zan Pieter 2010).

c. Tugas –tugas Perkembangan Dewasa Awal

Kriteria utama periode dewasa awal adalah interdependent, kesediaan untuk

bertanggungjawab dan mempunyai pekerjaan. ketiga sifat ini membedakan

seorang dewasa satu dengan dewasa lain. Interdevenden adalah keseimbangan

antara sikap tergantung dan sikap bebas (Herry Zan Pieter 2010).

Selama masa dewasa awal refleksi pengenalan diri sendiri bertambah

mendalam. Semua ambisinya kurang nnyata kemudian berubah menjadi tujuan

praktis. potensinya terlihat dari banyaknya pengalaman kerja. Sementara, sifat –

(31)

Elizabeth Hurlock (1980) mengatakan bahwa tugas – tugas perkembangan

masa dewasa awal yaitu:

a. Interdependent emosional

Interdependent emosional berarti seseorang telah mampu untuk melepaskan

ketergantunagan mulai dari orang tua atau anggota keluarga lain, teman, hingga

dapat mencapai otonomi pribadi. Kini dewasa awal telah mampu membina

hubungan emosional, seperti tidak mudah kecewa atau marah ketika orang lain

tidak sependapat dengan dirinya. Pengendalian emosi lebih tenang.

b. Interdependent ekonomi

Interdependent ekonomi berarti dia telah mampu mengurus diri atau keluarga

dalam hal keluarga ,mengatur menerima dan pengeluaran secara ekonomi.

c. Interdependent memilih pasangan hidup

Memilih pasangan hidup atau perkawinan adalah momen yang penting dari

kehidupan dewasa awal, karena telah dinilai lebih realistis, seperti penyesuaian

dalam relasi suami istri, hubungan seksualitasn, ekonomi, dan hubungan dengan

mertua. (Elizabeth Hurlock 1999)

d. Interdependent sosial

Interdependent sosial berarti dia telah diterima dalam masyarakat dewasa dan

mampu menunjukkan sifat orang dewasa pada umumnya, bertanggung jawab

sosial, pekerjaan, pendidikan, keagamaan, dan bersedia melaksanakan tugas.

Dikatakan dewasa secara sosial berarti dapat menentukan sikap dan keputusan

(32)

e. Ekspansivitas karier

Ekspansivitas karier adalah salah satu ciri dari masa dewasa awal. Mereka

akan berusha keras demi karier, aktif dalam kegiatan masyarakat atau organisasi

dan mereka selalu mencari kesibukan.

d. Perubahan Fisik Masa Dewasa Awal

Perubahan fisik periode dewasa awal merupakan kelanjutan dari

pertumbuhan fisik dari masa remaja akhir, seperti proporsi tubuh semakin

proposional, bertambahnya berat badan, membesarnya organ - organ bagian

dalam, kematangan organ- orggan seksual dan berfungsinya reproduksi seksual

semakin berfungsi dengan baik.

e. Perubahan Psikologis Masa Dewasa Awal

1. Kemampuan mental

Kemampuan mental diperlukan dalam mempelajari situasi dan

menyesuaikan diri dalam situasi baru, seperti mengingat hal –hal baru yang

dahulu pernah dipelajarinya, penalaran analogis dan berpikir kreatif. Puncak

kematangan mental dimulai dari usia 20-an, kemudian berangsur – angsur

menurun (Herry Zan Pieter 2010).

2. Kemampuan motorik

Orang dewasa awal akan mencapai puncak kekuatan kemampuan motorik

pada usia 20-30 tahun. Kecepatan merespon mmaksimal saat usia 20-25 tahun dan

kemampuan ini lambat laun akan menurun. Dalam belajar ketrampilan motorik

baru akan lebih berhasil cepat seimbang dan luwes pada usia 20-an tahun.

(33)

Penyesuaina peran seks periode dewasa awal benar – benar sulit, karena

dipengaruhi kelompok tradisional dan egalitarian. Konsep tradisional lebih

menekan pada pola perilaku tanpa memperhatikan minat dan kemampuan

individual. Konsep ini menekankan peran superioritas maskulin dan tidak

menoleransi sifat atau kesan kewanitaan atau pekerjaan wanita. Posisi pria diluar

rumah ialah menduduki posisi yang lebih berwewenang dan lebih berprestasi

dalam masyarakat dan bisnis dibandingkan wanita.

Konsep egalitarian lebih menekankan individualitas dan persamaan derajat

antara pria dan wanita. Suatu peran harus mendatangkan kepuuasaan pribadi dan

bukan hanya cocok untuk salah satu jenis kelamin saja. Di dalam rumah atau di

luar peran pria dan wanita ialah sebagai rekan kerja. (Fj monks 2006)

4. Perubahan Minat

Pada dewasa awal biasanya minat akan berubah dan tidak dapat

dipertahankan karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan. Alasan mengapa terjadi

perubahan minat mereka yaitu akibat kesehatan, status ekonomi, perubahan pola

kehidupan, nilai- nilai , status belum menikah menjadi menikah, peran seksual,

menjadi orang tua, perubahan kesenangan atau tekanan lingkungan. (Fj monks

2006).

5. Minat Pribadi

Biasnya minat pribadiyang kuat saat masa remaja ikut terbawa hingga masa

dewasa awal tetap bersifat egosentris. Namun, dengan bertambah tugas – tugas

dan tanggungjawab di tempat kerja atau rumah, minatt egosentris berangsur –

(34)

pribadi pada dewasa awal adalah minat penampilan diri, pakaian dan perhiasan,

simbol kedewasaan, simbol status, minat uang atau agama. (Fj monks 2006)

6. Minat Rekreasi

Rekreasi merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesegaran,

mengembalikan kekuatan atau kesegaran rohani setelah lelah bekerja atau

mengalami keresahan batin. Rekreasi dianggap sebagai kegiatan yang sangat

menyenangkan. Faktor – faktor yang mempengaruhi minat rekreasi adalah

kesehatan fisik, pekerjaan, pekerjaan, perkawinan sosioekonomi, jenis kelamin,

dan sikap sosial (Fj monks 2006).

7. Minat Sosial

Faktor yang mempengaruhi peran sosial pada dewasa awal yaitu mobilitas

sosial , status sosio-ekonomi, lamanya tinggal dalam suatu kelompok masyarakat,

umur kematangan seksual dan urutan kelahiran, lingkungan dan jenis kelamin (Fj

monks 2006).

f. Bahaya Fisik Masa Dewasa Awal

1. Badan yang Kurang Sehat

Badan yang tidak sehat dan tidak dapat disembuhkkan ialah sama bahaya

dengan kegagalan penyesuaian diri dalam interelasi sosial. Orang dewasa awla

yang memilki hambatan kesehatan fisik yang buruk tidak akan berhasil

maksimum dalam pekerjaan dan pergaulan sosial. Semakin sering melihat

keberhasilan orang lain, maka semakin besar frrustasinya (Herry Zan Pieter 2010).

2. Penampilan Diri yang Kurang Menarik

Bagi dewasa awal laki –laki atau perempuan penampilan diri yang menarik

(35)

Mereka sudah dipastikkan lebih cepat dan maju dengan sedikit usaha

dibandingkan penampilan diri yang kurang menarik (Herry Zan Pieter 2010).

3. Bahaya Personal dan Sosial

a. Bahaya Personal dan Sosial

Bahaya personal dan sosial pada masa dewasa awal berasal dari kegagalan

menguasai sebagian dari tugas – tugas perkembangan dengan menyebabkan

mereka tampak belum matang dibandingkan dengan dewasa lain. Faktor – faktor

penyebab kesulitan menguasai tugas perkembangan keterlambatan

menyelesaiakan tugas–tugas perkembangan sebelumnya, hambatan kesehatan

fisik, latihan yang tidak runtut pada perilaku dan sikap dewasa, perlindungan dan

aspirasi orang tua yang berlebihan pada anak atau pengaruh teman kelompok atau

teman sebaya (Herry Zan Pieter 2010).

b. Bahaya Peran Seks

Konsep peran seks secara traditional memiliki pengaruh besar dalam

penyesuaian diri, seperti pria selalu membuktikan sebagai pria maskulin dengan

kerja keras tanpa memperhatikan kesehatn. Dia berkeyakinan tidaklah jantan jika

mengkhawatirkan kesehatan. Adapun, wanita dipandang rendah jika diperlakukan

inferior, melumpuhkan prestasinya dan urusan rumah tangga (Herry Zan Pieter

2010).

2.2.2. Dewasa Madya

2.2.2.1. Dinamika Dewasa Madya

Batasan usia dewasa madya secara umum adalah 35 – 45 tahun.

(36)

1. Menyesuaikan diri pada perubahan fisik.

2. Mulai ada penurunan kondisi fisik.

3. Menyesuaikan diri dalam perubahan minat.

4. Menyesuaikan diri pada relasi keluarga dan pasangan hidup.

5. Ditandai dengan kemajuan dalam pekerjaan, perkawinan, dan keaadaan sosial

ekonomi.

6. Semakin aktif meengikuti kegiatan – kegiatan sosial.

7. Dorongan seks semakin bertambah.

8. Disebut sebagai remaja kedua.

9. Mengurangi kegiatan yang bersifat gerakan fiisik yang banyak (Herry Zan

Pieter 2010).

2.2.2.2. Perubahan Fisik Masa Dewasa Madya

Banyak dari dewasa madya mengalami kecemasan pada penampilan fisik

yang pada akhirnya akan mengganggu relasi dengan pasngannya. Mereka cemas

mempertahankan pasangannya. Ciri – ciri perubahan fisik masa dewasa madya

yaitu berat badan semakin bertambah, rontoknya rambut dan mulai beruban, kulit

pada wajah, leher, lengan dan tangan semakin keriput, tubuh manjadi gemuk,

terutama pada perut, mengendornya otot sekitar dagu, lengan atas dan perut, gigi

mulai ompong dan berwarna kuning, mata kurang bersinar dan sering

(37)

2.2.2.3. Perubahan Psikologis Masa Dewasa Madya

1. Kemampuan Intelektual

Kangas dan Bradway menyimpulkan bahwa setiap periode dewasa madya

terdapat kenaikan pada kemampuan intelektual, terutama pada tingkat kecerdasan

tinggi.

2. Motivasi Berprestasi

Erickson mengatakan bahwa masa dewasa madya adalah masa krisis antara

fase generasivitas dan stagnasi. Generasivitas berarti dewasa madya memiliki

kemauan untuk berhasil dan memungut kembali pekerjaan sebelumnya. Ukuran

tingkat kesuksesan dewasa madya adalah keberhasilan keuangan, kekuasaan, dan

prestise. Adapun stagnasi, berarti dewasa madya tidak memiliki kemauan untuk

meningkatkan keberhasillan dari sebelumnya karena dia ingin bebas dari rutinitas

pekerjaan.

3. Perubahan Minat

Perubahan minat pada dewas madya adalah akibat perubahan tugas,

tanggung jawab, kesehatn dan partisipasi pada kehidupan sehari- hari sehingga

perubahan minatnya lebih tegas dibandingkan pada masa sebelumnya. Faktor

penyebabnya yaitu mengembangkan minat yang sebelumnya tertinggal,

konstribusi yang lebih baik, mengarah pada kesendirian, memperdalam agama

dan kebudayaan, atau menambah wawasan pribadi.

Jenis – jenis minat pada dewasa madya yaitu minat penampilan dan pakaian,

uang, agama, simbol status dengan cari harta sebanyak mungkin dan sekolah

kembali atau menulis buku, kegiatan sosial dengan aktif dalam organisasi, partai

(38)

4. Perubahan Simbol Status

Karena pada dewasa madya selalu berfikir dan mawas diri sebagai generasi

pemimimpin menyebabkan mereka berusaha untuk memiliki simbol status yangg

lebih tinggi. Walaupun sebagian besar dewasa madya mengetahui bahwa periode

ini merupakan periode status simbol, namun kenyataannya masih banyak belum

dapat status simbol. Penyebabnya adalah rendahnya pendapatan, biaya sekolah

dan sebagainya. Semakin tinggi kecemasan meningkatkkan status sosio-ekonomi,

maka semakin dirasakanya status simbol.

5. Kegiatan Sosial

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan sosial dengan dewasa

madya yaitu faktor kesehatan, perbedaan jenis kelamin, ekonomi, dan status

perkawinan.

6. Kondisi Penyesuaian Diri

Kondisi-kondisi yang menghambat proses penyesuaian diri bagi dewasa

madya yaitu penurunan kesehatan dan penampilan diri yang tidak menarik,

minimnya keterampilan dan status sosial kurang berharga, kontak sosial sebatas

anggota keluarga saja, keuangannya yang terbatas untuk kebutuhan hidup,

tekanan masa lalu atau keluarga, popularitas yang tidak tercapai, mobilitas sosial

akibat pindah pekerjaan atau bencana dan faktor kepribadian. (Fj monks 2006).

2.2.2.4. Bahaya Fisik Masa Dewasa Madya

1. Menurunya kesehatan

Usia madya ditandai dengan menurunya kesegaran fisik dan kesehatan.

Pertengahan 40-an tahun ada peningkatan ketidakmampuan yang berlangsung

(39)

meningkatnya kepekaan kulit, mengalami pusing konstipasi, asam lambung,

sendawa, selera makan turun, insomnia. Penyebabnya yaitu penurunan kesehatan

ialah genetik, penyakit, dan emosi.

2. Menurunnya Daya Seksual

Sejauh ini penyesuaian fisik yang sangat sulit dilakukan dewasa madya

adalah perubahan kemampuan seks. Kemunduran daya seksual akibat kesehatan

yang buruk dan defesiensi gonad.

3. Menurunnya Fungsi Fisiologis

Terjadi perubahan organ tubuh bagian luar seiring dengan perubahan

organ-organ dalam tubuh. Penurunan fungsi fisiologis berhubungan dengan dinding

saluran arteri yang menjadi rapuh, menaikkan tekanan darah, komplikasi penyakit

jantung, fungsi kelenjar semakin lamban dan tubuh bertambah bau.

4. Menurunnya Kemampuan Indra

Menurunyya fungsi kemampuan indra terutama pada penglihatan, fungsi

(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual dalam penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan

kualitas hidup wanita usia produktif dan menggambarkan kualitas hidup wanita

usia produktif berdasarkan karakteristik demografi di Desa Sihonongan kec.

Paranginan kab. Humbang Hasundutan 2012 seperti: jenis kelamin, usia,

pendidikan, status perkawinan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain.

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjuan kepustakaan maka kerangka penelitian

dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema 1. Gambaran Kualitas Hidup Wanita Usia Produktif Berdasarkan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Tinggi Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kualitas Hidup: - Jenis kelamin

- Usia

- Pendidikan - Pekerjaan

- Status pernikahan - Penghasilan

- Hubungan dengan orang lain

Sedang

(41)

3.2Defenisi Operasional

Tabel. 1.Defenisi Operasional Variabel Penelitian

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain penelitian

Adapun desain penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah deskriptif, yang

menggambarkan tentang fenomena (termasuk kesehatan ) yang terjadi di dalam

suatu populasi tertentu. Metode deskriftif juga dapat didefenisikan suatu

penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu

fenomena yang terjadi di dalam masyarakat ( dr soekidjo notoatmojo 2010).

4.2 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua wanita usia produktif yang ada di desa

Sihonongan kec. Paranginan kab. Humbang hasundutan yaitu sebanyak 144

orang.

4.3 Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian jumlah dari populasi yang diteliti (Arikunto,

2005). Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus yang ditetapkan

oleh Notoadmodjo, dimana dalam menentukan besar sampel itu, jika populasi

kecil dari 1000, maka digunakan rumus:

n =

) ( 1 n d2

(43)

Keterangan :

N : Besar populasi

n : Besar sampel

d : Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan 0,1 (10%)

Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 57 orang. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik non

random jenis teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan

menggunakan pertimbangan tertentu atau pengambilan sampel dengan sengaja

sesuai dengan persyaratan (kriteria, sifat, karakteristik, ciri) sampel yang

diperlukan (Sugiyono, 2007).

4.4. Tempat/ Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dlakukan di desa sihonongan kec. Paranginan kab. Humbang

Hasundutan. Adapun alasan pemilihan tempat penelitian di desa itu, karena

jumlah wanita usia produktif menduduki peringkat pertama dari penduduk desa

itu, dan belum pernah ada penelitian tentang kualitas hidup wanita usia produktif

di desa tersebut.penelitian dilakukan oleh peneliti tanggal 02 agustus 2012 hingga

30 agustus 2012.

4.5. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Program

Studi Ilmu Keperawatan Ekstensi Fakultas Keperawatan Sumatera Utara dan izin

(44)

penelitian ini mengakui hak-hak responden dalam menyatakan kesediaan atau

ketidaksediaan untuk dijadikan responden penelitian.

Lembar persetujuan (informed consent) diberikan kepada calon responden.

Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud, tujuan,

manfaat, dan prosedur penelitian yang dilakukan kepada responden. Selanjutnya

peneliti menanyakan kepada calon responden untuk bersedia atau tidak menjadi

responden. Apabila bersedia, maka responden diminta untuk menandatangani

lembar persetujuan (informed consent). Peniliti tidak memberikan nama

responden pada lembar pengumpulan data. Bila responden menolak, maka peneliti

tidak memaksa dan menghormati hak-hak responden.

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan

data. Pada bagian awal instumen penelitian berisi data tentang karakteristik

responden yang mencakup usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan,

penghasilan dan hubungan dengan orang lain (aktivitas sosial) responden. Pada

bagian kedua instrumen penelitian berisi kuesioner untuk mendapatkan data

tentang kualitas hidup wanita usia produktif sebagai variabel penelitian melalui

pertanyaan tertutup (closed ended item).

Kuesioner yang digunakan adalah berupa pertanyaan-pertanyaan kualitas

hidup yang dikembangkan oleh WHO yaitu WHOQOL – BREF berjumlah 26

butir. WHOQOL – BREF terdiri dari dua pokok yang berasal dari kualitas hidup

(45)

24 nomor yang berasal dari WHOQOL – BREF (Yudianto, Riazmadewi, dan

Maryati, 2008).

Ada empat dimensi yang digabungkan untuk menilai kualitas hidup

berdasarkan WHOQOL – BREF yaitu dimensi fisik, kesejahteraan psikologis,

hubungan sosial dan lingkungan. Pertanyaan tentang kualitas hidup secara

menyeluruh dan kesehatan secara umum terdiri dari pertanyaan urutan ke 1, dan 2.

Dimensi fisik terdiri dari pertanyaan urutan ke 3, 4, 10, 15, 16, 17, dan 18.

Dimensi psikologis terdiri dari pertanyaan urutan ke 5, 6, 7, 11, 19, dan 26.

Dimensi hubungan sosial terdiri dari pertanyaan urutan ke 20, 21, dan 22.

Sedangkan dimensi lingkungan terdiri dari pertanyaan urutan ke 8, 9, 12, 13, 14,

23, 24, dan 25.

Untuk menentukan kualitas hidup wanita usia produktif dari 26 pertanyaan,

maka dilakukan penyekoran menggunakan skala likert berdasarkan lima kategori

dengan poin 1-5, dan pertanyaan berfokus pada intensitas, frekuensi, kepuasan

dan evaluasi. Yang mana, intensitas mengacu kepada tingkatan dimana status atau

situasi yang dialami oleh individu. Pertanyaan ini juga dapat mengarah kepada

seberapa kuat yang dirasakan oleh individu. Pilihan jawaban untuk mengkaji

intensitas adalah tidak sama sekali (1), sedikit (2), sedang (3), sangat sering (4)

dan sepenuhnya dialami (5).

Frekuensi mengacu pada angka, frekuensi, atau kecepatan dari situasi atau

tingkah laku. Waktu merupakan hal yang paling penting untuk pertanyaan ini,

seperti frekuensi yang mengarah ke seberapa sering sesuatu yang dialami oleh

(46)

frekuensi adalah tidak pernah (1), jarang (2), cukup sering (3), sangat sering (4),

dan selalu (5).

Kepuasan mengacu pada tingkat dimana situasi yang dirasakan individu.

Pertanyaan ini juga dapat mengarah kepada seberapa puas situasi yang dirasakan

oleh individu. Pilihan jawaban yang berfokus pada kepuasan adalah sangat tidak

memuaskan (1), tidak memuaskan (2), biasa saja (3), memuaskan (4), dan sangat

memuaskan (5). Sedangkan evaluasi mengacu kepada taksiran dari situasi,

kapasitas, atau tingkahlaku. Pilihan jawaban yang berfokus pada evaluasi adalah

sangat buruk (1), buruk (2), biasa saja (3), baik (4), dan sangat baik (5).

Untuk mengidentifikasi kualitas hidup wanita usia produktif maka jumlah

nilai mentah dari tiap-tiap dimensi dilakukan perhitungan. Setelah dilakukan

perhitungan, kemudian nilai dari tiap-tiap dimensi ditransformasikan dalam nilai

rentang 26 – 130.

4.7. Uji Validitas dan Uji Reabilitas

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh Wardani (2006) (dalam

Sekarwiri, 2008) menyatakan bahwa kuesioner WHOQOL- BREF merupakan

instrumen yang valid dan reliabilitas untuk mengetahui kualitas hidup. Uji

validitas yang dilakukan oleh Wardani (2006) uji validitas isi item dengan cara

menghitung korelasi skor masing-masing item dengan skor dari masing-masing

dimensi WHOQOL – BREF. Hasil yang didapat adalah ada hubungan yang

signifikan antara skor item dengan skor dimensi (r = 0,409 – 0,850), sehingga

dapat dinyatakan bahwa alat ukur WHOQOL –BREF adalah alat ukur yang valid

(47)

menggunakan Coefficient Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS 11.5,

mengahasilkan nilai R = 0,8756 sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur

WHOQOL – BREF adalah alat ukur yang reliabilitas dalam mengukur kualitas

hidup. Namun sebelum digunakan, instrumen ini diperiksa terlebih dahulu oleh

Ibu Erniyati, S.Kp. MNS selaku dosen pembimbing yang ahli dibidangnya yang

bertujuan untuk memeriksa kesesuaian konsep kualitas hidup dengan instrumen

yang telah ada.

Pada penelitian ini instrument hanya dilakukan uji reliabelitas, yaitu untuk

memastikan adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaanya, atau dengan kata

lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-

kali pada waktu yang berbeda. Uji reliabelitas pada penelitian ini menggunakan

metode alpha dengan bantuan komputerisasi. Uji reliabelitas dilakukan setelah

penelitian dengan jumlah responden sebanyak 10 responden. Dari data diperoleh

coefficient alfa cronbach 0,916. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

intrument ini reliabel untuk mengukur kualitas hidup.

4.8. Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan kuesioner/ angket,

yaitu dengan mengumpulkan data melalui peryataan yang diajukan kepada

responden. Pengumpulan data diilakukan setelah mendapat surat izin meneliti dari

fakultas keperawatan universitas sumatera utara, dan menyerahkan surat itu

kepada kepala desa di desa sihonongan kec. Paranginan. Setelah itu, penenliti

melakukan penelitian kepada responden yaitu wanita usia produktif. Kriteria

(48)

4.9. Analisa data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data dengan tehnik

analisa kuantitatif melalui beberapa tahap yaitu: Pertama mengecek inisial dan

kelengkapan identitas data responden serta memastikan 26 pertanyaan telah diisi,

kedua memberi kode pada setiap tabulasi, ketiga memilih data sesuai jenisnya,

keempat memasukkan data yang diberi kode kategori dan tabel dengan

menghitung tabel frekuensi data, presentase mean, dan standart deviasi. Kelima

mengecek kembali data yang telah diteliti untuk mengetahui salah atau tidak.

Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

presentase, mean dan standart deviasi digunakan untuk mendeskripsikan data

demografi: usia, fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkunagan. Penilaian

kualitas hidup dikategorikan sebagai kualitas hidup baik, cukup baik dan buruk.

Untuk mendapatkan kriteria dilakukan perhitungan menggunakan

perhitungan statistik menurut Arlinda (2011) dengan rumus:

Panjang kelas (i) =

Banyak kelas Rentang

Skor terendah 26, dan skor tertinggi 130. Sehingga kualitas hidup wanita

usia produktif dengan skor 96-130 dikatakan tinggi , skor 61-95 dikatakan sedang

(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian serta pembahasan

mengenai kualitas hidup wanita usia produktif.

5.1. Hasil penelitian

Sesuai tujuan penelitian, peneliti akan menguraikan gambaran data

demografi responden dan kualitas hidup wanita usia produktif di desa Sihonongan

Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan dengan jumlah

responden 58 orang.

Tabel 2. Distribusi frekuensi data demografi responden wanita usia produktif di Desa Sihonongan, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbanghasundutan

Karateristik responden Frekuensi (orang) Presentasi (%)

(50)

Aktivitas social

5.1.1. Karakteristik demografi responden

Pada penelitian ini, data demografi responden mencakup: usia, pendidikan,

pekerjaan, status perkawinan, penghasilan, agama, suku, dan aktifitas social.

Mayoritas responden berusia 21-35 tahun sebanyak 25 (43,9%) orang, pendidikan

terakhir responden paling banyak adalah SMA sebanyak 22 (36,8%) orang, yang

bekerja sebagai petani 21 (35,1%) orang, yang telah menikah sebanyak 50

(87,7%) orang, berpenghasilan Rp >.500.000 / bulan sebanyak 36 (63,2%), dan

semua responden adalah beragama Kristen Protestan dan bersuku Batak.

Tabel 3. Distribusi frekuensi Kualitas hidup wanita usia produktif di Desa

Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten

Humbangbanghasundutan

Kategori kualitas hidup Frekuensi (orang) Persentasi (%)

Sedang

5.1.2. Kualitas hidup wanita usia produktif di desa sihonongan kecamatan

paranginan kabupaten humbanghasundutan

Hasil analisa data didapat 49 (86,0%) responden mimiliki kualitas hidup

(51)

Berikut dipaparkan sebaran kualitas hidup wanita usia produktif di Desa

Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan berdasarkan

karakteristik demografi responden

Tabel 4. Distribusi frekuensi kualitas hidup wanita usia produktif di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan berdasarkan karakteristik demografi.

No Karakteristik Responden

Kualitas Hidup

4 Status Perkawinan

Menikah 6 12,0 44 88,0

Janda 2 28,6 5 71,4

5 Penghasilan

>Rp.500.000,00 2 5,6 34 94,4

<Rp.500.000,00 6 28,6 15 71,4

6 Akitivitas Sosial

Ada 0 0 40 100

Tidak Ada 8 47,1 9 52,9

Berdasarkan tabel diatas didapat bahwa responden yang usia 21-35 tahun

(52)

sedang, dilihat dari status perkawinan bahwa kualitas hidup wanita yang sudah

menikah memiliki kualitas hidup sedang, responden yang memiliki penghasilan

lebih dari Rp 500.000,00 memiliki kualitas hidup sedang dan responden yang

memiliki aktivitas social kualitas hidupnya adalah sedang.

5.2 Pembahasan

Karakteristik responden penelitian ini dipandang dari jumlah mayoritasnya

adalah kelompok usia 21- 35 tahun sebanyak 21 (84,0 %) memiliki kualitas

hidup sedang, dilihat dari pendidikan terakhir bahwa pendidikan SMA pada

wanita usia produktif memiliki kualitas hidup sedang yaitu sebanyak 21 (95,5 %)

orang, wanita usia produktif yang sudah menikah memiliki kualitas hidup sedang

sebanyak 44 ( 88,0%) orang, dan kualitas hidup wanita usia produktif lebih baik

pada wanita yang sudah menikah daripada yang sudah janda. Dilihat dari

pekerjaan bahwa wanita usia produktif memiliki kualitas hidup sedang yaitu

responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 18 ( 90,0%) orang.,

responden yang mempunyai aktivitas social ada 40 (100 %) 0rang dan

penghasilan perbulan Rp lebih dari Rp.500.000,00 sebanyak 34 (94,4%)

memiliki kualitas hidup sedang.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) (2004), menemukan bahwa

kualitas hidup wanita dilihat dari bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi

adalah rendah. Sedangkan dalam penelitian dengan menggunakan instrument

kualitas hidup yang berbeda kategori hanya sedikit kualitas hidupnya rendah

14,0%. Survei Susenas (2006), menemukan bahwa kualitas hidup wanita sudah

(53)

5.1.3. Kualitas Hidup Wanita Usia Produktif.

Dari hasil penelitian, peneliti menemukan bahwa kualitas hidup wanita

usia produktif itu adalah sedang, didapat berdasarkan data demografi responden

yaitu:

5.1.3.1. Usia

Responden dengan kualitas hidup yang sedang terbanyak adalah pada

usia 31-40 tahun (dewasa madya). Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) (dalam

Nofitri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998 dalam Nofitri, 2009) individu dewasa

mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya.

5.1.3.2. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa responden yang

berpendidikan SMA di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten

Humbanghasundutan memiliki kualitas hidup yang sedang . Moons, dkk (2004)

dan Baxter (1998) (dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa tingkat pendidikan

adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007 dalam Nofitri,

2009) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas

hidup subjektif namun tidak banyak. Yuliaw (2009) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa, pada seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan individu itu

(54)

5.1.3.3. Pekerjaan

Hasil analisa data terhadap 57 respoden wanita usia produktif yang

bekerja sebagai petani dan wiraswasta masing- masing memiliki kualitas hidup

yang sedang. Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat

perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,

penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari

pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity

tertentu). Wahl, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) menemukan bahwa status

pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.

5.1.3.4. Status Perkawinan

Mayoritas responden berstatus menikah dan masih memiliki pasangannya

Moons, dkk (2004 dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan

kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun

janda, dan individu yang menikah. Zapf et al (1987 dalam Nofitri, 2009)

menemukan bahwa status pernikahan merupakan prediktor terbaik dari kualitas

hidup secara keseluruhan. Penelitian empiris di Amerika secara umum

menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih

tinggi dari pada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda

akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981 dalam Nofitri, 2009).

5.1.3.5. Aktivitas social

Berdasarkan hasil penelitian yang memiliki aktivitas sosial orang

(55)

dalam Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa

faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Myers,

dalam Kahneman, Diener, dan Schwarz (1999 dalam Nofitri, 2009) mengatakan

bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi,

baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui

pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara

fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour,

Safa, dan Kermani (2007 dalam Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor

hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam

menjelaskan kualitas hidup subjektif.

5.2.1.6 Penghasilan

Responden yang memiliki penghasilan lebih dari 500.000,00 perbulan

kualitas hidupnmya sedang. Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) (dalam Nofitri,

2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan

dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan

oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007 dalam Nofitri, 2009) juga

menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap

(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian kualitas hidup wanita usia produktif di Desa Sihonongan

Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan di dapat kualitas hidup

adalah sedang, yaitu berdasrkan factor- factor yang mempengaruhi kualitas hidup

seperti usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, aktivitas social, dan status

perkawinan.

6.2Saran

6.1.1. Saran bagi wanita usia produktif di desa sihonongan kecamatan

paranginan kabupaten humbanghasundutan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan menambah

pengetahuan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup wanita usia produktif di

Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan.

6.1.2. Saran terhadap pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan menambah

pengetahuan dalam pengembangan keperawatan lebih lanjut.

6.1.3. Saran penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi untuk peneliti

selanjutnya dan untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian mengenai

tingkat pengetahuan tentang kualitas hidup wanita usia produktif dan mengenai

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, s. ( 1998). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Cipta

Elizabet Hurlock, E.B (1999). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5 Erlangga.

Fj monks, Siti Rahayu Haditono. (2006) Psikologi Perkembangan Pengantar dalam berbagai bagiannya. UGM

Ghozally, F. R. (2005). Kecerdasan emosi & kualitas hidup. Jakarta: Edsa Mahkota.

Herri Zan Pieter, S.Psi. dan Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc. (2010). Pengatar Psikologidalam Keperawatan. Jakarta: kencana

Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Schipper (1999). Kualitas hidup\

Kasdu, Lini. (2002). Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Produktif. Jakarta: Gramedia

Nofitri. (2009). Kualitas Hidup Penduduk Dewasa di Jakarta. Diambil tanggal 11

April 2012 dari

O’Connor.R (1993). Issue in the Meansurement of Health Quality of Life. Center for Health Program Evaluasi: diambil tanggal 14 April 2012. http:// www. Rodoconnorassooc.com/ issue_in_meansurement_ of_qua. Htm

Organization of Economic and Culture Development ( OECD).(1982). Jakarta. Kompas.com

Papalia, D.E, Olds, S.W. dan Feldman, R.D (2007) Human Development: diambil tanggal 14 April 2012. http:// www. Asri.ui.ac.id

Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojdjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

WHOQOL Group. (1998). Development of the world health organization

Gambar

Tabel. 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 2.  Distribusi frekuensi data demografi responden wanita usia produktif di Desa Sihonongan,   Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbanghasundutan
Tabel 4. Distribusi frekuensi  kualitas hidup wanita usia produktif di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbanghasundutan berdasarkan  karakteristik demografi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara asupan energi dengan status gizi pada wanita usia subur di Desa Kema II Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan wanita usia produktif tentang manfaat antenatal care serta untuk menambah kesadaran wanita usia produktif baik

Hasil dari penelitian ini secara keseluruhan tentang tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang kanker leher rahim di Desa Troso Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara

Khalayak sasaran program pengabdian ini adalah remaja karang taruna usia produktif (17-21 tahun) di Kecamatan Beringin, khususnya Karang Taruna Bina Remaja Desa Karang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan jumlah anak dengan keikutsertaan wanita pasangan usia subur dalam penggunaan MKJP di Desa Mangga Dua

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Produktif yang Tinggal di Kecamatan Medan Petisah Kelurahan Sei Putih Timur 1

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2016, di Wilayah Kerja Puskesmas Kranggan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung terhadap 10 wanita usia

Karakteristik dari 70 Responden berdasarkan aspek Pendidikan menunjukkan sebagian besar Wanita Usia Subur di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen