i
PENGARUH PERAN AUDITOR INTERNAL, SISTEM PENGENDALIAN
INTERN PEMERINTAH DAN PENYELESAIAN TINDAK LANJUT
TEMUAN AUDIT TERHADAP PENERAPAN TATA KELOLA
PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE)
(Studi Empiris Pada Sekretariat Jenderal dan Inspektorat Jenderal di
Kementerian Republik Indonesia )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: RIFKA ADELIA NIM: 1111082000010
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
1. Nama : Rifka Adelia
2. Tempat Tanggal Lahir : Samarinda, 2 September 1993
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Lurah Disah Gang Kubur No.53,
Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
5. HP : 08569977783
6. E-mail : adeliarifka@yahoo.com
PENDIDIKAN
1. MI Pembangunan UIN Jakarta Tahun 1998-2005
2. SMPN 87 Jakarta Tahun 2005-2008
3. SMAN 6 Jakarta Tahun 2008-2011
4. S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2011-2015
PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Kursus Bahasa Inggris LIA, 2006-2007 2. Bimbingan Belajar BTA, Jakarta 2010-2011
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Bendahara Ekstrakulikuler Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMP Negeri 87 Jakarta (2006-2007)
vii
3. Bendahara Ekstrakulikuler Paduan Suara (PADUS) SMA Negeri 6 Jakarta (2009-2010)
4. Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi (HMJ) sebagai Anggota Divisi Hubungan Masyarakat (2011-2012)
5. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (BEM) sebagai Sekretaris Divisi Seni dan Budaya (2013-2014)
SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Simulasi Pasar Modal: Knowing More Doing More to be Smart Investor, FEB UIN Jakarta, 2013
2. Seminar Internasional: Islamic Finance on Infrastructure Project Development, FEB UIN Jakarta, 2013
3. Seminar Nasional: Korupsi Mengorupsi Indonesia, FEB UIN Jakarta, 2014 4. Workshop Pelatihan Microsoft Excel, Lisensi UIN Jakarta, 2014
5. Seminar Indonesia Capital Market Student Studies International Conference, FE UI, 2014
KEPANITIAAN
1. Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) oleh HMJ Akuntansi, FEB UIN Jakarta sebagai anggota divisi acara, 2012
2. Togetherness in Adventure With Accounting (TRIVIA) 2012 oleh BEM Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah, sebagai koordinator divisi acara, 2012
3. Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) oleh BEM FEB UIN Jakarta sebagai anggota divisi atribut, 2013
4. Auditing Days FEB UIN Jakarta sebagai Master of Ceremony (MC), 2013 5. Seminar Akuntansi: Liberalisasi Jasa Akuntansi dalam AEC 2015, didukung
oleh IAI, FEB UIN Jakarta, 2013 Master of Ceremony (MC)
viii
7. Kompetisi Debat Ekonomi oleh BEM FEB UIN Jakarta sebagai Master of Ceremony (MC), 2014
ix
THE INFLUENCE OF ROLE OF INTERNAL AUDITOR, INTERNAL CONTROL SYSTEM, AND COMPLETION OF THE AUDIT FINDINGS TO
GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE
(EMPIRICAL STUDY ON THE GENERAL SECRETARIAT AND GENERAL INSPECTORATE AT MINISTRY OF REPUBLIC INDONESIA)
ABSTRACT
This research aimed to analyze and to examine the hyphothesis on the influence of role of internal auditor, internal control system, and completion of the audit findings to good government governance. Respondents in this research are employee who worked in the Financial Bureau of the General Secretariat and internal auditor in the General Inspectorate at Ministry of Republic Indonesia. In this research the sampling method using a convenience sampling technique.
Data were collected through distribution of questionnaire on 126 respondents in Ministry of Republic Indonesia. Data were analyzed by using multiple regression analysis with SPSS 21 program.
The result of this research indicates that role of internal auditor, internal control system, and completion the audit findings significantly influence to good government governance.
x
PENGARUH PERAN AUDITOR INTERNAL, SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAN PENYELESAIAN TINDAK LANJUT
TEMUAN AUDIT TERHADAP PENERAPAN TATA KELOLA
PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE)
(STUDI EMPIRIS PADA SEKRETARIAT JENDERAL DAN
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menguji hipotesis mengenai pengaruh peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah, dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik. Responden dalam penelitian ini adalah Pegawai Biro Keuangan Sekretariat Jenderal dan auditor internal di Inspektorat Jenderal Kementerian Repiblik Indonesia. Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel menggunakan teknik convenience sampling. Data yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 126 responden di Kementerian Republik Indonesia. Data dianalisis menggunakan metode analis regresi berganda dengan bantuan program SPSS 21.
Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah,dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit berpengaruh secara signifikan terhadap penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance).
xi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya dengan segala pengetahuan dan kekuasan-karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh peran Auditor Internal, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, dan Penyelesaian Tindak Lanjut temuan
Audit Terhadap Penerapan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Government Governance)” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan, saran, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini kepada:
1. Papa dan Mama tercinta yang selalu memahami diri penulis serta mengajarkan kebaikan, mengingatkan untuk selalu berada di jalan Allah SWT selalu melantunkan doa yang tidak pernah putus, memberikan dukungan dan semangat motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
2. Kakak dan adik penulis yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta selalu menghibur penulis saat berada dalam kejenuhan
xii
4. Bapak Dr. Arief Mufraini Lc.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE,. MM., Ak., CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang
selalu bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi, memberikan pengarahan serta motivasi yang tidak henti kepada penulis untuk menyelesaikan skrispi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah Bapak berikan selama ini.
7. Kakak Wilda Farah, SE.,M.Si., Ak., CPA., CA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan waktunya, memberikan saran dan motivasi, memberikan pengarahan dan kata-kata yang menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta pengalaman hidup yang diberikan kepada penulis untuk menjadi bekal penulis di masa depan. Terima kasih kakak untuk ilmu yang telah diberikan.
8. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu yang menjadi bekal untuk penulis serta motivasi yang tidak henti diberikan kepada penulis dan karyawan Universitas Islam Negeri Jakarta yang memberikan bantuan kepada penulis.
9. Bapak Budi Setjen Kemenkeu, Bapak Sofandi Itjen Kemenkeu, Bapak Darmadi Setjen KKP, Ibu Pipit Itjen KKP, Bapak Ernest Setjen Kemendag, Ibu Daru dan Bapak Firman Itjen Kemendag, Bapak Wakhyudi Setjen Kemenperin, Ibu Yulia Itjen Kemenperin, Bapak Pepen Setjen Kemensos, Bapak I Wayan Itjen kemensos, Ibu Ruki dan Bapak Padmono Setjen Kemenkum dan HAM, Bapak Chandra Itjen Kemenkum dan HAM, Ibu Nensi Setjen Kemenkes, dan Ibu Hidayati Itjen Kemenkes yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyebarkan kuesioner di instansi masing-masing.
xiii
Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam mengisi kuesioner penelitian serta memberikan saran dan kritik yang membangun mengenai penelitian ini. 11. Teman seperjuangan penulis dalam menyebarkan kuesioner penelitian yang
saling menguatkan yaitu Putri Rizkia.
12. Sahabat-Sahabat penulis Yosi Maihusna, Rizka Anugrah Putri, Refna Dwiyana Dinia Amany Rahmana, dan Irfan Ardiansyah yang selalu ada dalam tawa, canda, selalu memberikan nasehat-nasehat ketika berada dalam keterpurukan, selalu sabar menghadapi penulis, saling menguatkan, terima kasih atas bantuan, dukungan serta pembelajaran yang berarti dari kalian setiap harinya serta semangat yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman-teman tercinta Dhea, Pipit, Lutfi, Abrar, Arief, Ody, Asyraf dan Ikhsan. Terima kasih banyak atas tawa, canda, kebahagiaan, kesabaran, dukungan yang diberikan kepada penulis serta nasehat dan kritik yang membangun hingga dapat menyelesaikan skripsi ini
14. Kakak-Kakak Senior Kak Eka, Kak Mute, Kak Icun Terima kasih atas bantuan, nasehat, saran dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini.
15. Teman-teman Akuntansi A 2011 dan Akuntansi 2011 Bertemu dengan kalian adalah momen yang paling berharga, memberikan warna dalam kehidupan penulis selama ini dan dukungan yang tidak henti-hentinya untuk menyelesaikan skripsi ini.
16. Keluarga Dewaruci, Doddy, Atfal, Fadhil, Jopi, Teguh, Fikri, Itta, Azza,
xiv
17. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.
Jakarta, 21 April 2015
xv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Pengesahan Skripsi ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya ... v
Daftar Riwayat Hidup ... vi
Abstract ... ix
Abstrak ... x
Kata Pengantar ... xi
Daftar Isi ... xv
Daftar Tabel ... xvii
Daftar Gambar ... xviii
Daftar Lampiran ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Perumusan Masalah ... 12
C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 13
1. Tujuan Penelitian ... 13
2. Manfaat Penelitian ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16
A.Tinjauan Literatur ... 16
1. Teori Agensi (Agency Theory) ... 16
2. Teori Auditing ... 17
3. Audit Internal ... 20
4. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ... 28
5. Tindak Lanjut Temuan Audit ... 35
6. Good Government Governance ... 42
xvi
C.Kerangka Pemikiran ... 57
D.Hipotesis ... 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 65
A.Ruang Lingkup Penelitian ... 65
B.Metode Penentuan Sampel ... 65
C.Metode Pengumpulan Data ... 66
D.Metode Analisis Data ... 67
1. Statistik Deskriptif ... 67
2. Uji Validitas Data ... 67
3. Uji Reliabilitas ... 67
4. Uji Asumsi Klasik ... 68
5. Uji Koefisien Determinasi ... 70
6. Uji Hipotesis ... 70
E.Operasional Variabel Penelitian ... 72
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 78
A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 78
1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 78
2. Karakteristik Responden ... 81
B.Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 84
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 84
2. Hasil Uji Kualitas Data ... 86
3. Hasil Uji Asumsi Klasik... 89
4. Hasil Uji Koefisien Determinasi... 93
5. Hasil Uji Hipotesis ... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
A.Kesimpulan ... 108
B.Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 110
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Kasus Korupsi di Kementerian atau Lembaga Negara ... 3
1.2 Indeks Persepsi Korupsi ... 5
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 52
3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 76
4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 80
4.2 Data Sampel Penelitian ... 81
4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 81
4.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia... 82
4.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 83
4.6 Deskripsi Responden Berdasarkan Golongan ... 83
4.7 Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 84
4.8 Statistik Deskriptif ... 85
4.9 Hasil Uji Validitas Peran Auditor Internal ... 86
4.10 Hasil Uji Validitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ... 87
4.11 Hasil Uji Validitas Tindak Lanjut Temuan Audit... 87
4.12 Hasil Uji Validitas Good Government Governance... 88
4.13 Hasil Uji Reliabilitas ... 89
4.14 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test ... 91
4.15 Hasil Uji Multikolonieritas ... 91
4.16 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 93
4.17 Hasil Uji Statistik t ... 94
xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 57
4.1 Hasil Uji Normalitas Grafik P-Plot ... 90
4.2 Hasil Uji Normalitas Grafik Histogram ... 90
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Lembar Surat Penelitian Skripsi ... 115
2 Kuesioner Penelitian Skripsi ... 128
3 Daftar Jawaban Responden ... 137
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegagalan sistem pemerintahan yang sentralistis menyebabkan
terjadinya pergeseran paradigma dari government menjadi governance.
Konsep governance melihat kegiatan, proses atau kualitas memerintah tidak
dari struktur pemerintahan, tetapi berdasarkan kebijakan yang dibuat dan
efektivitas penerapan kebijakan tersebut, dimana kebijakan yang dibuat tidak
hanya dari satu pemimpin melainkan muncul dari proses konsultasi antara
pihak yang terkena oleh kebijakan tersebut. Kinerja pemerintah dilihat dari
interaksi dan relasi antara berbagai faktor dan aktor di luar birokrasi (Oyugi,
2000 dalam Susiatiningsih, 2010:4).
Governance merupakan suatu kesepakatan menyangkut pengaturan
negara yang diciptakan bersama oleh tiga pilar yakni; negara, dunia usaha, dan
masyarakat (Hasyim, 2014:27). Ketiga pilar ini harus saling berkaitan dan
bekerja dengan prinsip kesetaraan, tanpa ada upaya untuk mendominasi satu
pihak terhadap pihak yang lain (Rasul, 2009:540). Menurut Daniri dan
Prasetyantoko (2009:2), pertama, negara (legislatif, eksekutif, yudikatif)
menyediakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang menunjang
iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundangan dan penegakan hukum secara konsisten. Kedua, dunia usaha
sebagai pelaku pasar menerapkan good corporate governance sebagai
2
berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan dalam perumusan dan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang
berkaitan dengan sektor usahanya. Ketiga, Masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha, serta pihak yang terkena dampak dari peraturan
perundangan atau kebijakan, menunjukkan kepedulian dan melakukan
melakukan kontrol sosial secara obyektif dan bertanggung jawab.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa governance adalah proses
pengaturan negara dalam pengambilan keputusan yang tidak melibatkan satu
pihak saja melainkan melibatkan elemen lainnya, yakni dunia usaha dan
masyarakat yang saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga keputusan
yang dihasilkan dapat diimplementasikan dengan tanggung jawab, transparan,
adil dan efektif.
Di Indonesia, upaya pemerintah dalam mewujudkan good governance
dilakukan melalui reformasi terhadap pengelolaan keuangan negara dengan
mengeluarkan paket perundang-undangan, yakni; UU Nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara. Upaya ini merupakan aksi nyata dalam
memperbaiki pengelolaan keuangan negara yang mengarah kepada prinsip
good governance. (Widhianto, 2011:4 dan Renyowijoyo, 2009:32).
Sedangkan untuk mendorong terciptanya good governance pada pelayanan
publik dan menciptakan transparansi serta partisipasi masyarakat terhadap
3
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Widhianto, 2011:4)
Namun upaya pemerintah untuk mewujudkan good governance belum
berjalan secara optimal karena masih ditemukan kasus korupsi di lembaga
negara. Menurut Kompas (2014) terdapat sejumlah lembaga negara yang
terkena kasus korupsi dalam 4 tahun terakhir yang dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
Kasus Korupsi di Sejumlah Lembaga Negara
No Lembaga Negara Kasus Tersangka
1 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Penyalahgunaan wewenang
Menteri ESDM Jero Wacik (3/9/2014) 2 Kementerian Kesehatan Pengadaan Alat
kesehatan buffer 4 Kementerian Agama Pengadaan barang
dan jasa haji
4
Tabel 1.1 (Lanjutan)
Sumber: Kompas, 13 September 2014
Berdasarkan tabel diatas, kasus korupsi yang menimpa sejumlah
lembaga negara di Indonesia adalah berkaitan dengan pelayanan publik
Pelayanan publik yang dilakukan pemerintah selama ini ternyata bermuara
pada praktik yang tidak sehat yakni korupsi. Sehingga untuk mewujudkan
good governance bukanlah perkara yang mudah dan dibutuhkan kerjasama
dari seluruh pihak untuk mewujudkannya. Kasus korupsi di Indonesia juga
diperkuat oleh data yang berasal dari Transparency International (TI)
mengenai indeks persepsi korupsi yang mengukur tingkat korupsi di suatu
negara. Berikut indeks persepsi korupsi tahun 2010-2014 pada tabel 1.2
No Lembaga Negara Kasus Tersangka
6 Kepolisian Negara
9 Mahkamah Konstitusi Kasus suap sengketa Pilkada
5
Tabel 1.2 Indeks Persepsi Korupsi
Negara Indeks Persepsi Korupsi Peringkat
Dunia
2010 2011 2012 2013 2014
Singapura 9,3 9,2 87 86 84 7
Malaysia 4,4 4,3 49 50 52 50
Filipina 2,4 2,6 34 36 38 85
Thailand 3,5 3,4 37 35 38 85
Indonesia 2,8 3,0 32 32 34 107
Vietnam 2,7 2,9 31 31 31 119
Timor Leste 2,5 2,4 33 30 28 133
Laos 2,1 2,2 21 26 25 145
Myanmar 1,4 1,5 15 21 21 156
Kamboja 2,1 2,1 22 20 21 156
Sumber: Transparency International
Pada tahun 2014 Indonesia menempati posisi 107 dengan skor 34, skor
ini masih berada jauh jika dibandingkan dengan kawasan ASEAN, Asia
Pasifik dan Komunitas G20 (tii.org.id). Rendahnya skor yang diperoleh
Indonesia menunjukkan tingginya tingkat korupsi di Indonesia sehingga
mencerminkan bahwa implementasi good governance belum berjalan secara
optimal.
Dari sisi transparansi pelayanan publik, terdapat dua kementerian yang
mendapatkan rapor merah berdasarkan survei integritas sektor publik yang
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2014.
Survei integritas sektor publik dilakukan untuk mendapatkan gambaran
mengenai kualitas layanan publik berdasarkan unit layanan di Kementerian
atau Lembaga dalam upaya anti korupsi. Dua kementerian tersebut adalah
6
pariwisata dan Kementerian Agama yang mendapatkan rapor merah pada unit
layanan pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).
Dalam mendukung pelaksanaan good governance terdapat tiga aspek
utama yang perlu diperhatikan yakni pengendalian, pengawasan dan
pemeriksaan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan (Mardiasmo,
2009:189). Peran audit internal menjadi sangat penting dalam meningkatkan
pengawasan internal, optimalisasi mekanisme check and balances, serta
melakukan fungsi kontrol dalam membantu manajemen mencapai tujuannya
melalui terwujudnya good governance (Kusmayadi, 2012:149).
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal pemerintah
atau dikenal dengan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)
merupakan salah satu pilar yang penting dalam mewujudkan good governance
karena terjadi proses check and recheck dalam penyelenggaran pemerintahan
(Indarwati, 2013:5). Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) berperan
sebagai konsultan yang dapat memberikan nilai tambah bagi manajemen dan
tidak lagi mendeteksi masalah namun sudah berubah menjadi mencegah
masalah (Warta Pengawasan, 2013:6). APIP memberikan keyakinan (quality
assurance) yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas
pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah,
APIP dijadikan sebagai early warning untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang sehingga mampu membantu
meningkatkan kualitas tata kelola instansi pemerintah (Warta Pengawasan,
7
Selain itu, pemberdayaan dan penguatan fungsi pengendalian internal
merupakan aksi nyata yang harus diambil oleh instansi sebagai prasyarat
dalam menegakkan good governance (Syakhroza, 2011:200). Pengendalian
internal memainkan peranan penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi dalam proses governance (Syzmanski, 2007; Baltaci & Yilmaz,
2006 dalam Aikins, 2011:308). Pengendalian internal dapat mengatasi
permasalahan yang berkaitan dengan pengawasan dan pelaporan dalam rangka
menciptakan akuntabilitas dan transparansi yang diharapkan masyarakat untuk
mewujudkan good governance (Fadilah, 2011:390). Pelaksanaan pengendalian
intern diharapkan dapat menghilangkan praktik-praktik korupsi karena proses
pemerintahan akan dilakukan secara transparan dan dipertanggungjawabkan
secara berkala sehingga penerapan pengendalian intern pemerintah merupakan
komitmen pemerintah untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik
(Sari, 2013:1015).
Hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dirilis
dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2014 ditemukan adanya
kelemahan dalam sistem pengendalian intern yang berjumlah 718 kasus.
Temuan tersebut antara lain kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan
pelaporan berjumlah 271 kasus, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja berjumlah 288 kasus, dan kelemahan
terhadap struktur pengendalian intern berjumlah 159 kasus. Salah satu
8
pengawasan dan pengendalian yang belum optimal dalam menindaklanjuti
rekomendasi BPK atas LHP sebelumnya (IHPS BPK Semester I Tahun 2014).
Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK akan bermanfaat jika
rekomendasi atas temuan pemeriksaan tersebut di tindaklanjuti oleh pihak
yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya dan tidak ditemukannya
temuan berulang di periode berikutnya. Menurut Arifianti, Payamta, dan
Sutaryo (2013:2486) tindak lanjut atas temuan audit berdasarkan rekomendasi
merupakan upaya continuous improvement atas kinerja entitas yang diperiksa.
Tanpa tindak lanjut dari parlemen, eksekutif, instansi yang diperiksa
dan aparat yang diberi wewenang melakukan investigasi, pemeriksaan
menjadi tidak efektif dan akuntabilitas hanya menjadi mimpi belaka (Sali,
2010 dalam Arifianti, Payamta, dan Sutaryo, 2013:2487). Dengan adanya
upaya dalam menindaklanjuti temuan audit dapat menghasilkan laporan
keuangan yang lebih berkualitas yang mencerminkan pengelolaan
pemerintahan yang baik (good governance) (Sari, 2013:1012).
Hasil pemantauan BPK terhadap TLRHP terdapat 14.240 (55,28%)
rekomendasi yang telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Untuk
rekomendasi yang belum sesuai atau dalam proses tindak lanjut sebesar 5639
(21,89%) dan rekomendasi yang belum ditindaklanjuti sebesar 5807 (22,55%).
Sedangkan sebanyak 73 rekomendasi (0,28%) tidak dapat ditindaklanjuti.
Masih terdapatnya rekomendasi yang belum ditindaklanjuti menunjukkan
bahwa pelaksanaan tindak lanjut temuan audit belum optimal dan adanya
9
sehingga pengawasan terhadap tindak lanjut temuan audit perlu untuk
ditingkatkan (IHPS BPK Semester I Tahun 2014).
Menurut Lin dan Liau (2012) upaya auditee dan pihak yang terkait
dalam menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan dapat memperkuat
efektivitas pelakasanaan audit pemerintahan. Semakin besar persentase
rekomendasi hasil pemeriksaan yang ditindaklanjuti, maka akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara semakin baik yang ditunjukkan dengan semakin
berkurang temuan audit pada periode selanjutnya (Setyaningrum, Gani dan
Martani, 2014:3).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2014),
Saptapradipta (2012), Suyono dan Hariyanto (2012) mengungkapkan bahwa
peran auditor internal berpengaruh signifikan terhadap penerapan good
governance. Hal ini disebabkan auditor internal dapat mendeteksi dan
mencegah terjadinya penyimpangan serta memberikan jaminan kualitas atas
ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi. Namun penelitian ini tidak sesuai
dengan yang dilakukan oleh Habibie (2013) yang menemukan bahwa auditor
internal tidak memiliki pengaruh terhadap penerapan good government
governance.
Sistem pengendalian internal memiliki pengaruh signifikan terhadap
penerapan good governance. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Sari (2013), Habibie (2013), Saptapradipta (2012) dan Suyono dan
10
pengaruh terhadap penerapan good governance karena komponen
pengendalian internal mampu memperkecil risiko yang mungkin terjadi dan
mendorong peningkatan pelaksanaan good governance.
Astriani (2014) dan Sari (2013) menemukan bahwa tindak lanjut
temuan audit berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan. Adanya tindak
lanjut dari temuan audit dapat memperbaiki kualitas laporan keuangan suatu
instansi yang berimplikasi pada penerapan tata kelola pemerintahan yang baik
(good government governance). Dengan tindak lanjut temuan audit, maka
laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah lebih berkualitas yang
dapat mencerminkan pengelolaan pemerintahan yang baik (good government
governance).
Berdasarkan uraian di atas peneliti termotivasi untuk melakukan
penelitian ini karena variabel good governance adalah topik yang menarik
untuk diteliti. Beberapa tahun belakangan ini tuntutan masyarakat terhadap
pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang akuntabilitas,
transparan, adil dan bersih semakin mengemuka. Pemerintah mulai menyadari
arti penting dalam menjalankan prinsip good governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Semangat untuk melaksanakan reformasi
birokrasi nasional mulai diterapkan oleh pemerintah, sejumlah peraturan
perundang-undangan dikeluarkan oleh pemerintah sebagai bentuk upaya
mewujudkan good governance.
Namun upaya pemerintah untuk melaksanakan good governance
11
tingkat pusat atau di daerah yang dilakukan oleh pejabat negara serta
pelayanan publik yang belum mampu untuk memenuhi keinginan masyarakat
memberikan gambaran bahwa good governance belum berjalan secara
optimal. Laporan hasil pemeriksaan BPK yang mengungkapkan masih
ditemukannya kelemahan pada sistem pengendalian internal turut
mengindikasikan good governance belum berjalan secara optimal di
Indonesia.
Untuk itulah peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Peran Auditor Internal, Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah dan Penyelesaian Tindak Lanjut Temuan Audit
Terhadap Penerapan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Government Governance)”
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang meneliti mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good
government governance). Penelitian ini merupakan replikasi dan
pengembangan dari penelitian sebelumnya yakni Saptapradipta (2012),
Suyono dan Hariyanto (2012) dan Sari (2013). Perbedaan penelitian ini
dengan peneliti sebelumnya yakni sebagai berikut:
1. Dalam penelitian Saptapradipta (2012) dan Suyono dan Hariyanto (2012)
menggunakan tiga variabel dalam meneliti faktor yang mempengaruhi
tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance) yaitu
12
Sedangkan dalam penelitian Sari (2013) menggunakan variabel sistem
pengendalian intern pemerintah, implementasi standar akuntansi
pemerintah dan penyelesaian temuan audit untuk meneliti good
government governance. Sementara penelitian ini merupakan
pengembangan dari penelitian sebelumnya yang mengambil dua variabel
independen dari penelitian Saptapradipta (2012) dan Suyono dan
Hariyanto (2012) yakni variabel auditor internal dan sistem pengendalian
internal dan mengambil variabel penyelesaian temuan audit pada
penelitian Sari (2013) dan variabel penyelesaian tindak lanjut temuan audit
merupakan variabel yang masih jarang diteliti terutama jika dikaitkan
dengan good government governance.
2. Pada penelitian sebelumnya penelitian dilakukan di Satuan Pengawasan
Internal (SPI) dan satuan kerja pada Universitas Brawijaya dan dilakukan
terhadap pemerintah daerah di Jawa Barat, Banten dan Jawa Tengah.
Sedangkan dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian di tingkat
pemerintah pusat yakni di sejumlah Kementerian Republik Indonesia
pada Sekretariat Jenderal bagian biro keuangan dan auditor internal di
Inspektorat Jenderal.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peran auditor internal berpengaruh terhadap penerapan tata kelola
13
2. Apakah sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh terhadap
penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good government
governance)?
3. Apakah penyelesaian tindak lanjut temuan audit berpengaruh terhadap tata
kelola pemerintahan yang baik (good government governance)?
4. Apakah peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah dan
penyelesaian tindak lanjut temuan audit berpengaruh terhadap penerapan
tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris tentang:
1. Pengaruh peran auditor internal terhadap penerapan tata kelola
pemerintahan yang baik (good government governance).
2. Pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap penerapan tata
kelola pemerintahan yang baik (good government governance).
3. Pengaruh penyelesaian tindak lanjut temuan audit terhadap tata kelola
pemerintahan yang baik (good government governance).
4. Pengaruh peran auditor internal, sistem pengendalian intern pemerintah,
dan penyelesaian tindak lanjut temuan audit terhadap penerapan tata kelola
14
D. Manfaat penelitian
Berdasarkan teori, perumusan dan tujuan masalah, maka diharapkan
penelitian ini dapat memberikan manfaat, adapun manfaat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Kontribusi Praktis
a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sebagai
pembina APIP diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi
mengenai pentingnya peran auditor internal pemerintah atau APIP
dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap seluruh kegiatan
pemerintahan untuk mewujudkan good governance. BPKP diharapkan
dapat mengambil langkah yang strategis untuk mengoptimalkan fungsi
APIP di pemerintahan.
b. Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), diharapkan
penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif dan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai penguatan
peran auditor internal pemerintah. Mengingat peran AAIPI merupakan
suatu wadah bagi auditor internal pemerintah yang menetapkan standar
audit internal dan kode etik.
c. Inspektorat Jenderal, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai pentingnya optimalisasi peran auditor internal
dalam melakukan fungsi quality assurance, pengawasan dan early
warning untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan
15
tindak lanjut temuan audit agar tidak ditemukan lagi temuan berulang
pada periode berikutnya. Sehingga dapat memperbaiki kualitas laporan
keuangan yang berimplikasi pada perwujudan good government
governance.
d. Pemerintah, penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa dalam
mewujudkan good governance memerlukan penguatan peran auditor
internal di lembaga pemerintahan, pelaksanaan sistem pengendalian
yang efektif agar dapat mewujudkan good governance.
2. Kontribusi Teoritis
a. Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini dapat dijadikan bahan
referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya khususnya berkaitan
mengenai good governance dan dapat digunakan sebagai pembanding
untuk menambah ilmu pengetahuan.
b. Masyarakat, sebagai sarana informasi mengenai tata kelola
pemerintahan yang baik (good government governance) dengan
memberikan bukti empiris tentang peran auditor internal, sistem
pengendalian intern pemerintah dan penyelesaian tindak lanjut temuan
audit terhadap tata kelola pemerintahan yang baik (good government
governance).
c. Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak
berikutnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
topik tata kelola pemerintahan yang baik (good government
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan
sebagai sebuah kontrak yang menyatakan bahwa seseorang atau lebih
(principal) meminta kepada orang lain (agent) untuk melakukan jasa
tertentu demi kepentingan principal, dengan memberikan amanat atau
mandat kepada pihak lain yaitu agent untuk menjalankan wewenang dari
principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Nareswari dan
Rossieta, 2013:1).
Beaver (1998) dan Barlow, Helber and Large et al. (1995)
menyatakan bahwa dalam teori keagenan diasumsikan agen memiliki
informasi yang lebih lengkap dibandingkan dengan principal sehingga
terjadi kesenjangan informasi (assymmetry information) yang memicu
timbulnya konflik keagenan, dengan demikian dalam proses pengambilan
keputusan (kebijakan), pihak-pihak yang memiliki otoritas akan mengambil
keputusan yang menguntungkan diri dan kelompok mereka. Sehingga setiap
perilaku yang menyimpang dari salah satu pihak (pemerintah) akan
berdampak secara langsung pada pihak yang terkait (masyarakat)
(Widayadi, 2011: 223).
Hubungan masyarakat dengan pemerintah dapat dikatakan sebagai
17
yang ditetapkan oleh rakyat (principal) yang menggunakan pemerintah
pusat atau daerah (agent) untuk menyediakan jasa yang menjadi kepentingan
rakyat (principal) (Arifianti, Payamta, dan Sutaryo, 2013:2481).
2. Auditing
a. Pengertian Audit
Definisi audit menurut Arens, Elder dan Beasley (2008:1) adalah
sebagai berikut:
“Auditing is the process by which a competent, independent person
accumulates and evaluates evidence about quantifiable information
related toa a specific economic entity for the purpose of determining and
reporting on the degree of correspondence between the quantifiable
information and established criteria.”
Auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti
atas informasi untuk menetukan dan melaporkan tingkat kesesuaian
informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing
dilaksanakan oleh seseorang yang kompeten dan independen.
Menurut Boynton, Johnson dan kell (2006:5), definisi audit
berdasarkan Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the
American Accounting Association (Accounting Review, vol. 47) adalah
sebagai berikut:
“Suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi
buktisecara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa
asersi-18
asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” Berdasarkan definisi audit diatas, maka dapat disimpulkan tujuh
elemen fundamental dalam pelaksanaan audit, yaitu:
1) Proses yang sistematis, pelaksanaan audit dilakukan berdasarkan
serangkaian langkah atau prosedur yang bersifat logis, terstruktur,
dan terorganisir sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, dilakukan
dengan cara memperoleh bukti-bukti berdasarkan asersi yang dibuat
oleh entitas. Kemudian auditor melakukan evaluasi terhadap
bukti yang diperoleh. Dalam melakukan evaluasi terhadap
bukti-bukti tersebut auditor harus bersikap objektif dalam mengungkapkan
fakta sesuai dengan yang terjadi, tidak memihak dan berprasangka
buruk terhadap entitas yang membuat asersi tersebut.
3) Asersi mengenai tindakan dan peristiwa ekonomi, asersi adalah hal
yang penting dalam proses audit karena merupakan pernyataan
manajamen mengenai tindakan dan kejadian ekonomi yang melalui
proses pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian informasi
ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang.
4) Derajat atau tingkat kesesuaian, dalam menetukan derajat kesesuaian
dapat dijelaskan dalam dua bentuk yakni kuantitatif dan kualitatif.
Bentuk kuantitatif dinyatakan berdasarkan jumlah sedang kualitatif
19
derajat kesesuaian dilakukan untuk melihat sesuai tidaknya
asersi-asersi dengan kriteria yang telah ditetapkan.
5) Kriteria yang telah ditentukan, kriteria yang dimaksud adalah
standar-standar yang digunakan sebagai dasar untuk menilai asersi
atau pernyataan yang berupa prinsip akuntansi yang berlaku umum
atau standar akuntansi keuangan dan ukuran kinerja manajemen.
6) Penyampaian hasil, hasil audit disampaikan dalam bentuk laporan
tertulis yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara asersi dan
kriteria yang telah ditetapkan. Penyampaian hasil audit ini dapat
memperkuat atau memperlemah kepercayaan pemakai informasi
keuanagn atas asersi yang dibuat oleh auditee.
7) Pihak yang berkepentingan, adalah para pemakai laporan keuangan
yang telah di audit yang dijadikan sebagai dasar pengambilan
keputusan. Pihak yang berkepntingan dari hasil audit antara lain,
investor ataupun calon investor, pemegang saham, kreditor atau
calon kreditor, pemerintah, manajemen dan masyarakat.
b. Tujuan Audit
Tujuan dari audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat
atau opini mengenai laporan keuangan auditee menyajikan secara wajar
dan terbebas dari segala hal yang bersifat material, sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Sehingga auditor perlu
untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten sebagai dasar
20
Pilihan akan bukti audit dipengaruhi oleh: (1) pemahaman auditor
atas bisnis dan industri klien, (2) perbandingan antara harapan auditor
atas laporan keuangan dengan buku dan catatan klien, (3) keputusan
tentang asersi yang material bagi laporan keuangan, (4) keputusan tentang
risiko bawaan dan risiko pengendalian (Boynton et al., 2006:226).
3. Audit Internal
a. Pengertian Audit Internal
Definisi audit internal menurut Institute of Internal Auditor (IIA),
adalah sebagai berikut:
“Internal Auditing is an independent, objective assurance and
consulting activity designed to add valuean organization’s operation. It
helps an organization accomplish its objective by bringing a systematic,
disciplined, approach to evaluate and improve the effectiveness of risk
management, control and governance process.”
Artinya Audit Internal adalah suatu aktivitas independen dan
objektif yang memberikan jaminan keyakinan dan konsultasi yang
dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan
operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai
tujuannya melalui pendekatan yang sistematis, disiplin dan teratur untuk
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko,
21
Berdasarkan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (2013)
yang dikeluarkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah (AAIPI)
pengertian audit internal adalah sebagai berikut:
“Audit Intern adalah kegiatan yang independen dan objektif dalam
bentuk pemberian keyakinan (assurance activities) dan konsultasi
(consulting activities), yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi (auditi). Kegiatan ini membantu organisasi (auditi) mencapai tujuannya dengan cara menggunakan pendekatan yang sistematis dan teratur untuk menilai dan meningkatkan efektivitas dari proses manajemen risiko, kontrol atau
pengendalian dan tata kelola (sektor publik).”
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa audit intern adalah
kegiatan penjaminan (assurance) dan konsultasi (consulting) yang
independen dan objektif. Dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah
bagi organisasi dalam meningkatkan kegiatan operasional organisasi.
Dimana sinergi antara proses manajemen risiko, pengendalian dan tata
kelola akan menghasilkan lingkungan pengendalian yang kondusif yang
berguna bagi lingkungan organisasi (auditee) untuk meningkatkan
kinerja.
b. Pengertian Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Di Indonesia, auditor internal pemerintah dikenal dengan Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Pengertian Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah menurut Standar Audit Intern Pemerintah (SAIP)
sebagai berikut:
“Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi
22
Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah non Kementerian, Inspektorat/Unit Pengawasan Intern pada Kesekretariatan Lembaga
Tinggi Negara dan Lembaga Negara, Inspektorat
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Unit Pengawasan Intern Pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.”
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008,
yang dimaksud dengan pengawasan adalah sebagai berikut:
“Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan
pimpinan dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik.”
Di Indonesia lembaga pengawasan terbagi menjadi dua yaitu
pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan
(BPK) dan pengawasan internal atau fungsional yang dilakukan oleh
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri dari Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal,
Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Inspektorat
Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota (Indarwati, 2013:3).
Menurut Standar Audit Intern Pemerintah (SAIP) diperlukan peran
APIP yang efektif untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good
governance) yang mengarah pada pemerintahan yang bersih (clean
governance) yaitu sebagai berikut:
1) Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan,
efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas
23
2) Melakukan peringatan dini (early warning) dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi
instansi pemerintah (anti corruption activities).
3) Memberikan saran dan rekomendasi yang dapat meningkatkan
kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
pemerintah (consulting activities).
c. Peran Auditor Internal
Peran auditor internal mengalami pergeseran paradigma,
berdasarkan petikan dari Institute Internal Auditor (IIA) yaitu, “Internal
Auditing is an independent, objective assurance and consulting
activity…..”. Dapat diambil kesimpulan bahwa internal auditing
merupakan kegiatan penjaminan (assurance) dan konsultasi (consulting)
yang independen dan objektif. Sehingga auditor internal tidak lagi
berperan sebagai watchdog (mencari kesalahan) namun peran auditor
internal lebih meluas pada peran konsultan dan katalis (Warta
Pengawasan, 2013:6).
Metode audit yang semula post audit berubah menjadi current
audit atau pre audit, pendekatan audit yang semula mendeteksi masalah
berubah menjadi mencegah masalah (early warning), dan fokus audit
yang semula mempermasalahkan masalah berubah menjadi
menyelesaikan masalah. Kegiatan auditor internal yang berupa inspeksi,
deteksi dan reaksi terhadap risiko, saat ini lebih mengarah pada antisipasi,
24
1) Peran Auditor Internal Sebagai Watchdog, aktivitas yang dijalankan
auditor internal sebagai watchdog meliputi aktivitas inspeksi,
observasi, perhitungan, cek dan ricek yang bertujuan untuk
memastikan ketaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan
atau kebijakan yang telah ditetapkan (Priantinah dan Adhisty,
2012:38). Audit yang dilakukan adalah compliance audit dan apabila
terjadi penyimpangan maka dilakukan koreksi terhadap sistem
pengendalian manajemen dengan memberikan saran atau
rekomendasi yang memiliki dampak jangka pendek (Effendi, 2007).
Dari segi pendekatan pengendalian, auditor internal menekankan pada
pengendalian detektif (detective control) yang mengidentifikasi
masalah yang sudah terjadi dan memberikan solusinya (Zulkarnain,
2011).
2) Peran Auditor Internal Sebagai Konsultasi, Standar Audit Intern
Pemerintah (SAIP) mengungkapkan bahwa auditor internal memiliki
peranan untuk memberikan jasa assurance dan jasa konsultasi
(consulting). Peran auditor internal sebagai konsultan membantu
manajemen dalam mengelola risiko dengan mengidentifikasi masalah
dan memberikan saran perbaikan yang memberikan nilai tambah
untuk memperkuat organisasi sehingga mengharuskan auditor internal
untuk meningkatkan pengetahuan agar dapat membantu manajemen
dalam mengantisipasi terjadinya masalah (Priantinah dan Adhisty,
25 (performance audit) yang memberikan keyakinan bahwa organisasi
telah memanfaatkan sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien
dan efektif. Rekomendasi yang diberikan bersifat jangka menengah
(Widayadi, 2011:248).
3) Peran Auditor Internal Sebagai Katalis, auditor intern sebagai katalis
berkaitan dengan quality assurance, sehingga auditor internal
diharapkan dapat membimbing manajemen dalam mengenali risiko
yang mengancam pencapaian tujuan organisasi. Auditor internal
sebagai katalisator terlibat aktif dalam melakukan penilaian risiko
yang terdapat dalam suatu organisasi. Quality assurance bertujuan
untuk meyakinkan bahwa aktivitas organisasi yang dijalankan telah
menghasilkan keluaran (output) yang dapat memenuhi kebutuhan
penggunanya (Effendi, 2007). Dalam peran katalis, auditor internal
bertindak sebagai fasilitator dan agen perubahan (agent of change).
Dampak dari peran katalis bersifat jangka panjang, karena fokus
katalis adalah nilai jangka panjang dari organisasi, khususnya yang
berkaitan dengan tujuan organisasi yang dapat memenuhi kepuasan
pelanggan dan masyarakat (stakeholder) (Warta Pengawasan,
2013:7). Peran katalisator yang dijalankan auditor internal tidak
terbatas pada tindakan perbaikan dan memberikan nasihat tetapi
mencakup dalam system design dan development, review terhadap
26
dalam penyusunan anggaran, evaluasi kinerja dan usulan perubahan
strategi (Simbolon, 2010:1 dalam Priantinah dan Adhisty, 2012:39).
d. Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia
Standar audit intern pemerintah Indonesia adalah kriteria atau
ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan audit intern yang wajib
di jadikan pedoman oleh auditor intern pemerintah Indonesia (AAIPI,
2013). Secara garis besar standar audit ini terbagi menjadi dua bagian
utama, yakni:
1) Standar Atribut (Atribute Standards), mengatur karakteristik umum
yang menjadi tanggung jawab, sikap, dan tindakan dari penugasan
audit intern serta organisasi dan pihak-pihak yang melakukan
kegiatan audit intern dan berlaku umum untuk semua penugasan audit
intern. Standar atribut dibagi menjadi prinsip-prinsip dasar dan
standar umum. Prinsip-prinsip dasar terdiri dari; (a) visi, misi, tujuan,
kewenangan dan tanggung jawab APIP (Audit Charter), (b)
independensi dan objektivitas, (c) Kepatuhan terhadap kode etik.
Sedangkan standar umum terdiri dari; (a) kompetensi auditor dan
kecermatan profesional, (b) kewajiban auditor, (c) program
pengembangan dan penjaminan kualitas.
2) Standar Pelaksanaan (Performance Standards), menggambarkan
kegiatan audit intern dan menyediakan kriteria untuk menilai kinerja
audit internal. Ruang lingkup kegiatan yang diatur dalam standar
27 Assurance Activities) dan pemberian jasa konsultasi (Consulting
Activities). Standar pelaksanaan dibagi menjadi dua yaitu standar
pelaksanaan audit internal dan standar komunikasi. Standar
pelaksanaan audit internal terdiri dari; (a) mengelola kegiatan audit
internal, (b) kegiatan audit internal, (c) perencanaan penugasan audit
internal, (d) pelaksanaan penugasan audit internal. Sedangkan standar
komunikasi terdiri dari; (a) komunikasi hasil penugasan audit intern,
(b) pemantauan tindak lanjut.
e. Model IACM (Internal Audit Cappability Model)
Model IACM digunakan untuk mengukur kompetensi yang
dimiliki oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Menurut
Warta Pengawasan (2013:18-20) IACM merupakan kerangka kerja untuk
memperkuat peran internal auditor yang dapat menunjukkan
langkah-langkah progresif dari APIP yang lemah menuju APIP yang kuat. Dengan
model IACM, tingkat kapabilitas APIP dikelompokkan ke dalam lima
tingkatan, yaitu:
1) Level 1 (Initial), merupakan level kemampuan terendah karena tidak
memiliki pedoman (SOP) penyelenggaraan pengawasan intern, dan
kemampuan APIP bergantu pada individu-individu.
2) Level 2 (Infrastructure), APIP mampu menjamin proses tata kelola
28
3) Level 3 (Integrated), APIP mampu menilai efisiensi, efektivitas,
ekonomis suatu kegiatan dan mampu meberikan konsultasi pada tata
kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern.
4) Level 4 (Managed), APIP mampu memberikan assurance secara
keseluruhan atas tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian
intern.
5) Level 5 (Optimizing), APIP sudah menjadi agen perubahan.
4. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
a. Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Pengendalian intern (internal control) sebagai suatu sarana yang
diciptakan oleh dan untuk kepentingan organisasi. Boynton et al.
(2006:326) menyatakan: Control the safeguarding of assets against
unauthorized acquisition, use, and disposition, yang dapat diartikan
bahwa pengendalian intern merupakan usaha perlindungan terhadap aset
dengan menentang pengambilalihan, penggunaan dan disposisi aset
secara tidak sah (Sari, 2013:1014).
Pengertian pengendalian internal menurut Arens, Elder dan
Beasley (2010) dalam Eko dan Hariyanto (2010:2), sebagai berikut:
“Internal control consists of the organization planning that
includes all methods used to safeguard the company assets, to insure the
reliability of information, to support the efficiency and effectiveness of
29
Artinya pengendalian internal terdiri dari seluruh perencanaan
organisasi yang mencakup metode yang digunakan untuk melindungi aset
perusahaan, memastikan keandalan informasi, untuk mendukung
efektivitas dan efisiensi operasional perusahan dan memastikan
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Sedangkan menurut COSO dalam Kresiadanti (2013:4) pengertian
pengendalian internal adalah sebagai berikut:
“Internal control is broadly the used as a process, effected by an
entities board of directors, management, and other personnel, designed to
provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in
the following categories, reliability of financial reporting, and
compliance with applicable laws and regulations.”
Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi
oleh direksi organisasi, manajemen, dan personel lainnya, yang didesain
untuk memberikan keyakinan memadai akan tercapainya tujuan dalam
efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, ketaatan
pada hukum dan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 pasal 1
tentang sistem pengendalian intern pemerintah adalah proses integral
pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai
30
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah
suatu proses atau prosedur yang dijalankan oleh manajemen dari
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan yang memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan dalam efektivitas dan efisiensi kegiatan
operasional organisasi, informasi laporan keuangan yang dapat dipercaya
serta kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku.
Pengendalian internal yang berkualitas adalah pengendalian yang
efektif dan mengacu pada pencapaian dan sasaran organisasi atas
pengendalian yang dirancang. Efektivitas adalah ukuran keberhasilan
suatu kegiatan dan program yang dikaitkan dengan tujuan yang
ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan efektif apabila
memahami sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan keuangan
yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum dan regulasi yang
berlaku dipatuhi (Puspitadewi, 2012:161).
b. Komponen Pengendalian Internal
Menurut Boynton, Johnson, and Kell (2006:379), COSO dalam
Sawyer (2005:61) dan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008
pengendalian internal terdiri dari lima kompenen yang saling terkait, yang
31
1) Lingkungan Pengendalian
Boynton (2006:332) berpendapat bahwa lingkungan
pengendalian akan berpengaruh terhadap orang-orang dalam
perusahaan dan menjadi landasan bagi internal control. Lingkungan
pengendalian mencerminkan seluruh sikap, kesadaran, dan tindakan
dari pimpinan, dewan komisaris, manajemen, pemilik, atau pihak lain
mengenai pentingnya pengendalian dan tekanan pada suatu organisasi
atau entitas (Kresiadanti, 2013:5).
Menurut PP nomor 60 tahun 2008 pasal 4 menjelaskan bahwa
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara
lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan
kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam
lingkungan kerjanya, melalui: (a) Penegakan integritas dan nilai etika,
(b) Komitmen terhadap kompetensi, (c) Kepemimpinan yang
kondusif, (d) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan
kebutuhan, (e) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang
tepat, (f) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaan sumber daya manusia, (g) Perwujudan peran aparat
pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan (h) Hubungan kerja
yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
2) Penilaian Risiko
Menurut Arens (2008:276) penaksiran risiko dimaksudkan
32 preparation of financial statement in conformity with GAAP.” Sistem
pengendalian intern merupakan usaha manajemen untuk
mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang relevan dalam
penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
(Kresiadanti, 2013:6).
Penilaian risiko dirancang untuk mengidentifikasi, menganalisis,
dan mengelola berbagai risiko yang berkaitan dengan laporan
keuangan (Saptapradipta, 2012:5). Menurut PP no.60 tahun 2008
pasal 41 sistem pengendalian intern harus memberikan penilaian atas
risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam
yang terdiri atas; (a) Identifikasi risiko, dan (b) Analisis risiko.
3) Kegiatan Pengendalian
Menurut Boynton, Johnson, and Kell (2006:386) kegiatan
pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu
memastikan bahwa perintah manajemen dilaksanakan. Aktivitas
tersebut memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk
menaggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas sudah
dilaksanakan.
Berdasarkan PP no.60 tahun 2008 pasal 18 menjelaskan bahwa
aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan
dalam berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Pimpinan instansi
pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai
33
pemerintah yang bersangkutan. Adapun yang termasuk dalam
kegiatan pengendalian; (a) Reviu atas kinerja instansi pemerintah
yang bersangkutan, (b) Pembinaan sumber daya manusia, (c)
Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi, (d) Pengendalian
fisik atas aset, (e) Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran
kinerja, (f) Pemisahan fungsi, dan otorisasi atas transaksi dan kejadian
yang penting, (g) Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas
transaksi dan kejadian, (h) Pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya, (i) Akuntabilitas terhadap sumber daya dan
pencatatannya, (j) Dokumentasi atas sistem pengendalian intern serta
transaksi dan kejadian penting.
4) Informasi dan Komunikasi
Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan
pelaporan keuangan, yakni meliputi sistem akuntansi yang terdiri dari
metode dan catatan yang dirancang untuk mengidentifikasi,
mengumpulkan, menganalisis, mengklasifikasi, meringkas, dan
melaporkan transaksi entitas dan mengelola akuntabilitas bagi aktiva,
utang, dan ekuitas yang berhubungan. Sistem yang efektif harus
memenuhi tujuan dari internal control yaitu eksistensi, kelengkapan,
akurasi, klasifikasi, tepat waktu, posting, dan pengikhtisaran.
Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran
34
internal terhadap pelaporan keuangan (Boynton, Johnson, and Kell,
2006:384).
Sehingga dalam PP no. 60 tahun 2008 pasal 41 pimpinan
instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat
Adapun langkah yang harus dilakukan oleh pimpinan instansi
pemerintah adalah; (a) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai
bentuk dan sarana komunikasi, dan (b) Mengelola, mengembangkan,
dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus.
5) Pemantauan
Pemantauan adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja
pengendalian intern pada suatu waktu atau melakukan penilaian
terhadap efektivitas pengendalian internal apakah telah dilaksanakan
sebagaimana mestinya dan mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan. Pemantauan dapat dilaksanakan melalui aktivitas yang
berkelanjutan dan melalui evaluasi periodik secara terpisah (Boynton,
Johnson, and Kell, 2006:400). Menurut PP no. 60 tahun 2008 pasal 43
Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan dalam
proses pengendalian intern pemerintah yang dilaksanakan melalui
pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut
35
5. Tindak Lanjut Temuan Audit
a. Pengertian Temuan Audit
Menurut Rai (2008:179) temuan audit adalah masalah-masalah
penting (material) yang ditemukan selama audit berlangsung dan masalah
tersebut pantas untuk di komunikasikan dengan entitas yang diaudit
karena mempunyai dampak terhadap perbaikan dan peningkatan kinerja
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas entitas yang diaudit. Sedangkan
menurut Hartono (2006:29) temuan audit adalah hal-hal yang berkaitan
dengan pernyataan fakta. Dihasilkan dari proses perbandingan antara
“apa yang seharusnya ada” dan “apa yang ternyata ada”.
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara no. 9
tahun 2009 yang dimaksud temuan adalah fakta/kejadian/bukti yang
memiliki saran atau rekomendasi sebagaimana yang tercantum dalam
laporan hasil pengawasan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa temuan audit adalah fakta yang
ditemukan pada saat pelaksanaan audit yang didukung dengan bukti yang
kompeten dan memadai, dimana temuan tersebut material dan diperlukan
saran atau rekomendasi perbaikan untuk meningkatkan kinerja entitas.
b. Unsur Temuan Audit
Menurut Hartono (2006:18) dan Rai (2008:182) temuan audit
ditentukan berdasarkan beberapa unsur yang terkait, yaitu:
1) Kondisi, yaitu bukti nyata yang ditemukan oleh auditor dalam