• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Wilayah Medan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Wilayah Medan Selatan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Form Tally Sheet Data Lapangan Jalan______________

Luas Jalan_______Ha

No. Spesies Tinggi (m) DBH (cm) Biomassa (Kg)

1 2 3 4 5

(2)

Lampiran 2. Data Nilai Berat Jenis Tanaman

No. Jenis Famili BJ

Kayu Sumber

1. Akasia (Acacia mangium) Fabaceae 0,25 Balai Industri Ambon (1987) 2. Alpukat (Persea Americana) Lauraceae 0,6 ICRAF

3. Angsana (Pterocarpus indicus) Fabaceae 0,65 Atlas Kayu Jilid II

4. Asam Jawa (Tamarindus indica) Fabaceae 0,92 Oey Joen Seng 1964 dalam Sumarni dan Muslich (2006) 5. Beringin (Ficus benjamina) Moraceae 0,35 Oey Joen Seng 1964 dalam

Sumarni dan Muslich (2006) 6. Cemara Kipas (Thuja occidentalis) Casuarinaceae 0,31 Edward F. Gilman dan

Dennis G. Watson (1994) 7. Cemara Laut (Casuarina

equisetifolia)

Casuarinaceae 1,0 James A. Duke (1983)

8. Dadap (Erythrina crystagalii) Fabaceae 0,25 Satyarini K (2003) 9. Flamboyan (Delonix regia) Fabaceae 0,8 ICRAF

10. Glodokan (Polyathia longifolia) Annonaceae 0,8 Oey Joen Seng 11. Jambu Biji (Psidium guava) Myrtaceae 0,75 ICRAF

12. Jati Putih (Gmelina arborea) Verbenaceae 0,4 Martawijaya dan Barlay (1995)

13. Karet (Ficus elastica) Moraceae 0,75 ICRAF

14. Kepuh (Sterculia foetida) Sterculiaceae 0,64 Oey Joen Seng (1964) dalam Haryani PDS (2000) 15. Ketapang (Terminalia catappa) Combretaceae 0,63 Manual Kehutanan (1992) 16. Kupu-Kupu (Bauhinia blakena) Fabaceae 0,64 Gaby L. Gonzalo (2009) 17. Lengkeng (Dimocarpus longan) Sapindaceae 0,71 Gaby L. Gonzalo (2009) 18. Mahoni (Switenia macrophylla) Meliaceae 0,64 Atlas Kayu Jilid I 19. Mahoni (Switenia mahagony) Meliaceae 0,64 Atlas Kayu Jilid I 20. Mangga (Mangifera indica) Anacardiaceae 0,67 ICRAF

21. Melinjo (Gnetum gnemon) Gnetaceae 0,63 Martawijaya (1979) 22. Mengkudu (Morinda citrifolia) Rubiaceae 0,67 ICRAF

23. Mindi (Melia azedarach) Meliaceae 0,53 Atlas Kayu Jilid II 24. Nangka (Artocarpus heterophyllus) Moraceae 0,63 Isrianto (1979) 25. Palem Raja (Oreodoxa regia) Arecaceae - -

26. Petai Cina (Leucaena leucocephala)

Fabaceae 0,5 ICRAF

27. Pulai (Alstonia scholaris) Apocynaceae 0,38 Atlas Kayu Jilid I 28. Saga (Adenanthera pavoninna) Fabaceae 0,85 Saida Rasnovi (2006) 29. Sirsak (Annona muricata) Annonaceae 0,4 ICRAF

(3)

Lampiran 3. Contoh perhitungan nilai biomassa, simpanan karbon dan Angsana (Pterocarpus indicus) 38 1.175,082 Angsana (Pterocarpus indicus) 86 9.278,903 Angsana (Pterocarpus indicus) 56 3.134,233 Angsana (Pterocarpus indicus) 54 2.858,721 Angsana (Pterocarpus indicus) 76 6.786,939 Total 23.233,88 Masukkan ke rumus:

Y = exp(-2,134 + 2,530 Ln(D))

Biomassa = exp(-2,134 + 2,530 Ln(38)) = 1.175,082 kg/individu

Jenis yang sama dalam satu jalur, nilai biomassanya ditotalkan sehingga diperoleh total biomassanya adalah 23.233,88 kg biomassa/luasan jalur.

Diubah satuannya menjadi ton/luas jalur dengan mengalikan 10-3 diperoleh hasil 23,23388 ton/luas jalur

Luas jalur = 1,24 Ha

Maka diubah nilainya menjadi 23,23388 ton/1,24 Ha sehingga menjadi 18,737 Ton/Ha

Kemudian dimasukkan ke dalam rumus simpanan karbon Simpanan karbon = 0,46 x Total Biomassa

= 0,46 x 18,737 Ton/Ha = 8,61902 Ton C/Ha

Kemudian dimasukkan ke dalam rumus serapan CO2

Serapan CO2 = Simpanan Karbon x Ar/Mr CO2 atau setara 3,67 = 8,61902 Ton/Ha x 3,67

= 31,632 Ton CO2/Ha

(4)

Lampiran 4. Kriteria indeks nilai komposisi jenis dan kerapatan vegetasi Komposisi jenis tanaman (C): C = n/N x 100;

n = jumlah jenis pohon perindang persatuan luas

N = jumlah pohon perindang persatuan luas (Setyowati, 2008).

Kerapatan tanaman (D): D = banyaknya pohon/luas lokasi (Setyowati, 2008). No. Indeks Komposisi

Lampiran 5. Kriteria tanaman dengan fungsi serta persyaratannya Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Marga (1996)

Fungsi Persyaratan Contoh Bentuk dan Jenis

(5)

2. Penyerap Polusi 3. Penyerap Kebisingan - Terdiri dari pohon,

perdu 4. Pemecah Angin - Tanaman tinggi,

(6)

- Kerai Payung (Filicium decipiens) - Kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis)

(7)

Pada Tikungan

(8)

Lampiran 6. Foto Penelitian

(a) Kondisi jalan Brigjen Katamso

(b) Kondisi Jalan Brigjen Zein Hamid

(9)

(d) Kondisi Jalan HM Joni

(e) Kondisi Jalan SM Raja

(10)

Lampiran 7. Nilai Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2 per Jalur Hijau

1. Jalur Hijau Jalan Gatot Subroto Kecamatan Medan Petisah No Jenis Jumlah Nilai Biomassa

2. Jalur Hijau Jalan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal No Jenis Jumlah Nilai Biomassa

(11)

4. Jalur Hijau Jalan Brigjen Katamso Kecamatan Medan Maimun

(12)

6. Jalur Hijau Jalan Armada Kecamatan Medan Amplas

(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W.C. 2010. Pendugaan Cadangan Karbon dalam Rangka Pemanfaatan Fungsi Hutan Sebagai Penyerap Karbon. Hutan dan Konservasi Alam Vol. III No. 1 : 103-117.

Arief, A. 2005. Pemeliharaan Taman. Cetakan VIII. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta. 169 hal.

Badan Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa Madura [BPKH] . 2009. Alometrik Berbagai Jenis Pohon untuk Menaksir Kandungan Biomassa dan Karbon di Hutan Rakyat. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Medan.2011. Kota Medan Dalam Angka 2011.

Basyuni, M., Saragih., Fitriana. 2015. Implication of Land Use and Land Cover Change Into Carbon Dioxide Emission in Karang Gading and Langkat Timur Wildlife Reserve, North Sumatera, Indonesia. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 21 (1) 2015.

Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Data Landsat TM. Warta Lapan 30: 32-41

Dahlan, E.N. 2004. Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor.

Departemen Kehutanan[dephut]. 2015. Identitas Flora dan Fauna Sumatera Utara. Diakses dari: dephut.go.id

Dinas Pertamanan Kota Medan. 2003. Profil Pertamanan Kota Medan 2002. Medan

Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan. 2008. Menata Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Direktorat Jenderal Departemen Pekerjaan Umum.

Direktoral Jenderal Bina Marga. 1996. Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No.033/TBM/1996. Departemen Pekerjaan Umum.

Gulo, Berkat Fangatulo. 2008. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di Kawasan Kota Medan [skripsi]. Medan: Program Studi Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Medan.

(21)

Laengge, I., Langi, M.A., Saroinsong, F.B., dan Singgano, J. Pendugaan Biomassa Tanaman Penghijauan Angsana (Pterocarpus Indicus Willd) di Jalan Sam Ratulangi dan Jalan Toar Kota Manado. 2012. Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Maulana, S.I. 2009. Pendugaan Densitas Karbon Tegakan Hutan Alam di Kabupaten Jayapura, Papua. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Vol.7 No.4 Edisi Khusus Hal.261-274.

Nova, J., Widyastuti, A., dan Yani, E. 2011. Keanekaragaman Jenis Pohon Pelindung Dan Estimasi Penyimpanan Karbon Kota Purwokerto. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto

Narendreswari, A. R., Trisnowati, s., dan Irwan, Siti N. R. Kajian Fungsi Tanaman Lanskap di Jalur Hijau Jalan Laksda Adisucipto, Urip Sumoharjo, dan Jendral Sudirman Yogyakarta. Jurnal Vegetalika Vol.3 No.1,2014 : 1-11.

Peraturan Daerah Kota Medan No. 13. 2011. Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031. Medan

Peraturan Pemerintah RI No.63. 2002. Hutan Kota. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta.

Pemerintah Kota Medan [Pemko Medan]. 2011. Selayang Pandang Kota Medan. Diakses dari: pemkomedan.go.id.

Peraturan Menteri Kehutanan. No. 03/MENHUT-V/2004. Tentang Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijau Kota Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 tahun 2008.Pedoman penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004

tentang Jalan.

Purwasih, H. 2013. Pendugaan Potensi Simpanan Karbon Tanaman di Beberapa Jalur Hijau Jalan Kota Medan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

(22)

Sato, K., R. Teteishi, Tateda dan S.Sugito. 2002. Fieldwork in Mangrove Forest on Stand Parameter and Carbon Amount Fixed

Carbondioxide for Combining for Remote Sensing Date. Forest Ecology and Management.

Setyowati, D.L. 2008. Iklim Mikro dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 15, No.3: 125-140. Suwarna, U., Elias., Darusman, D. 2012. Estimation of Total Carbon Stocks in

(23)

BAHAN DAN METODE

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2015. Peneliti mengambil lokasi penelitian di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan. Adapun lokasi yang dijadikan tempat penelitian merupakan jalur arteri sekunder yang telah dibagi dalam beberapa bagian. Peneliti mengambil lokasi penlitian di wilayah medan selatan, namun disini wilayah tersebut bukan wilayah administratif sebenarnya namun dibuat untuk memudahkan pembagian lokasi. Lokasi jalur arteri sekunder yang dipakai diambil berdasarkan tabel informasi daftar rencana jalan dan fungsi jaringan jalan arteri sekunder di Kota Medan oleh Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. Sebagai lokasi penelitian yang dipakai adalah Jalan Gatot Subroto pada Kecamatan Medan Petisah, Jalan Sunggal pada Kecamatan Medan Sunggal, Jalan Brigjen Katamaso pada Kecamatan Medan Maimun, Jalan Brigjen Zein Hamid pada Kecamatan Medan Johor, Jalan Sisingamangaraja pada Kecamatan Medan Amplas, Jalan Armada pada Kecamatan Medan Amplas, dan Jalan H.M. Joni pada Kecamatan Medan Kota.

(24)
(25)

B.Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System (GPS), PC (Personal Computer), ArcView GIS 3.3, pita ukur, klinometer, penggaris, kamera digital, dan alat tulis. Peta Administrasi Kota Medan dan peta usulan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan yang nantinya akan digunakan sebagai data sekunder.

C.Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis sesuai kebutuhan. Adapun tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan berupa data jenis vegetasi, diameter, tinggi dan titik koordinat yang diperoleh dengan menggunakan metode sensus. Metode Sensus merupakan teknik pengumpulan data dimana seluruh elemen populasi diselidiki tanpa terkecuali. Data yang diperoleh merupakan fakta sebenarnya dari lapangan. Metode sensus dilakukan terhadap semua jenis vegetasi untuk mengetahui jenis-jenis vegetasi yang terdapat di Jalur arteri sekunder tersebut dengan menggunakan parameter diameter dan tinggi.

Dalam pengambilan data jenis tanaman yang dilakukan dengan cara sensus pada jalur yang telah ditetapkan, maka yang harus dilakukan adalah:

(26)

dan tinggi > 1,5 m) hingga tingkat pohon. Sedangkan untuk palem hanya yang berdiameter > 20 cm yang diambil datanya.

2. Setelah ditentukan jalur yang diambil sebagai sampel penelitian maka diambil data tanaman pada jalur tersebut yaitu nama jenis tanaman, diameter tanaman dan dokumentasi tanaman.

3. Lalu dicatat dan dimasukkan dalam tally sheet yang disediakan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau berasal dari instansi-instansi terkait, jurnal-jurnal penelitian sebelumnya, skripsi, prosiding, artikel ilmiah dan literatur pendukung lainnya.

Data-data yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Primer dan Data Sekunder yang digunakan dalam Penelitian

Nama Data Jenis Data Alat Sumber Tahun

Diameter vegetasi Primer Pita Ukur Pengukuran di lapangan

2014

Tinggi vegetasi Primer Klinometer - 2014

Peta Administrasi

Model Alometrik Sekunder - Jurnal,

Literatur, Skripsi

(27)

2. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan terhadap beberapa objek yaitu pengambilan sampel jalur hijau dan pengambilan sampel tanaman di jalur hijau

a. Jalur hijau

Dalam penentuan sampel jalur hijau yang harus dilakukan adalah :

1. Diketahui terlebih dahulu jumlah kecamatan yang ada di Kota Medan. 2. Ditentukan jalan yang memiliki jalur hijau pada jalan arteri sekunder

Kota Medan yang dijadikan smapel berdasarkan kriteria jalan arteri menurut Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011.

3. Setelah diketahui kecamatan dan jalan arteri sekunder maka dilakukan pengambilan sampel untuk jalur hijaunya yaitu 8 jalur hijau pada jalan arteri sekunder Kota Medan.

4. Penentuan luas jalur hijau dapat dilakukan dengan mengetahui panjang dan lebar jalan tersebut. Kemudian diukur jalur hijau yang ada di jalan tersebut.

5. Pada jalur hijau tepi umumnya memiliki panjang yang sama dengan panjang jalan dan lebar jalur hijau dapat diukur menggunakan pita ukur. Sedangkan pada jalur hijau median diukur panjang dan lebarnya dengan menggunakan pita ukur oleh karena tidak seluruh jalur hijau memiliki median

b. Tanaman di Jalur Hijau.

(28)

1. Krteria utama dalam pengambilan data adalah dengan memilih jenis pohon dan palem-paleman. Jenis pohon dimulai dari tingkat pancang (berdiameter ≥ 10 cm dan tinggi > 1,5 m) hingga tingkat pohon. Sedangkan untuk palem yang berdiameter ≥ 20 cm.

2. Setelah ditentukan jalur yang diambil sebagai sampel penelitian maka diambil data tanaman pada jalur tersebut yaitu nama jenis tanaman, diameter tanaman.

3. Dicatat dan dimasukkan dalam tally sheet yang telah disediakan. 4. Setelah diperoleh semua data yang diperlukan, lalu dihitung nilai

komposisi jenis tanaman yang ditentukan dengan menghitung jenis pohon perindang persatuan luas dengan rumus:

Komposisi jenis tanaman ( ) (Setyowati, 2008)

: jumlah jenis pohon perindang per satuan luas : jumlah individu pohon perindang per satuan luas

5. Selanjutnya dihitung nilai kerapatan tanaman yang ditentukan dengan rumus:

Kerapatan tanaman ( ) (Setyowati, 2008)

Setelah semua data diperoleh maka dilakukan penghitungan nilai biomassa

tanaman berdasarkan rumus alometrik spesifik maupun umum.

3. Perhitungan Nilai Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2

(29)

A. Perhitungan Nilai Biomassa, Simpanan Karbon,dan Serapan CO2 per tanaman.

a. Setelah diperoleh data jenis vegetasi, diameter dan tinggi diameter, maka dicari nilai biomassa tiap jenis vegetasi tersebut menggunakan rumus alometrik spesifik maupun umum. Model Alometrik biomassa dari beberapa jenis vegetasi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Model Alometrik Spesifik dan Umum dari Jenis Vegetasi Pohon maupun Vegetasi Bukan Pohon

Jenis Tanaman Model Alometrik Sumber

Acacia auriculiformis logV=-4,155+2,605 log D Siswanto : 2008 Agathis lorantifolia logV=3,824+2,447 log D Siswanto : 2008 Altingia exelsa V=0,000257 D2,2563 Siswanto : 1996 Alstonia spp V=0,000081 D2,06 H0,662 Ermawati : 1995 Dipterocarpus cornutus V=0,000417 D2,21 Priyanto : 1997 Dipterocarpaceae V= 0,0002134 D2,4613 Dryobalanops spp V=0,000661 D2,1 Priyanto : 1997 Eucalyptus spp V=0,00006598 D2,5056

Direktorat

Inventarisasi Hutan: 1990

Gmelina arborea V=0,0000669 D1,952 H0,794 Wahjono : 1995 Jati (Tectona grandis) Y=0,153DBH Frangi dan Lugo :

Manilkara kauki V=0,00122 D1,7445

Direktorat

Perdu (AGB)=0,0002 H2,4071 Berry : 2008

(30)

Pohon di Sumatera B=0,066 D2,59 Ketterings : 2000

Pohon bercabang Y=0,11 p D2,62 Kettering : 2001

Shorea spp V=0,000372 D2,25 Priyanto : 1997

Shorea leprosula BBA=0,032 D2,7808 Heriansyah : 2009 Shorea sumatrana V=0,0001546 D2,4664 Soemarna dan

Siswanto : 1986 berat jenis kayu (gr/cm3); BBA = Biomassa di atas permukaan tanah(kg)

Sumber : Model Alometrik dalam Pendugaan Biomassa Pohon : 2012.

b. Dengan menggunakan model allometrik yang sesuai, maka diperoleh nilai biomassa per individu tanaman (Kg/ individu).

c. Selanjutnya individu untuk jenis yang sama diitotalkan nilai biomassanya sehingga diperoleh per satu jalur beberapa jenis tanaman yang memiliki satuan biomassa Kg/Luasan jalur.

d. Kemudian nilai biomassa setiap jenis tanaman yang ada di satu jalur diubah satuannya dari Kg/Luasan jalur menjadi Ton/Ha.

e. Setelah itu dicari nilai simpanan karbon (Ton/Ha) per jenis tanaman dengan menggunakan rumus:

Simpanan Karbon = 0,46 × Total Biomassa (Hairiyah dan Rahayu, 2007).

f. Kemudian dicari nilai serapan CO2 per jenis tanaman dengan menggunakan rumus:

Nilai serapan CO2 = Simpanan Karbon × Ar/Mr CO2, dimana

(31)

g. Hasilnya diperoleh nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jenis tanaman yang ada di jalur hijau penelitian

B. Perhitungan Nilai Biomassa, simpanan Karbon, dan serpan CO2 per Jalur Hijau.

a. Setelah diperoleh nilai biomassa jenis tanaman (Kg/Luasan Jalur) yang terdapat pada satu jalur maka ditotalkan nilai biomassa dari jenis tanaman yang terdapat di satu jalur penelitian tersebut.

b. Diperoleh nilai biomassa total (Kg/Luasan Jalur) per Jalur Hijau penelitian. Lalu diubah satuannya menjadai (Ton/Ha).

c. Setelah itu nilai simpanan Karbon (Ton/Ha) dan serapan CO2 (Ton/Ha) ditotalkan untuk per satu jalur hijau saja.

d. Diperoleh tabel hasil nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 untuk keseluruhan jalur penelitian dalam satuan (Ton/Ha).

4. Pembuatan peta penyebaran vegetasi pada Jalur Hijau di kota Medan Pembuatan peta penyebaran vegetasi pada Jalur Hijau kota Medan dilakukan dengan memasukkan titik-titik yang diambil dengan menggunakan GPS ke dalam sotware DNR GARMIN yang datanya diubah dalam bentuk .shp setelah itu diolah lagi pada software ArcView GIS 3.3 dan didapat peta penyebaran vegetasi pada jalur hijau di jalur arteri sekunder kota Medan. Proses pengolahan data titik koordinat di lapangan adalah sebagai berikut:

(32)

2. Setelah diperoleh data titik koordinat maka untuk proses pengolahan data tahap awal dilakukan dengan memasukkan data GPS ke PC dengan menggunakan sotware DNR Garmin.

3. Diubah file tersebut dengan menggunakn software DNR Garmin menjadi file berbentuk .shp yang kemudian dapat diolah dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3.

(33)

Gambar 2. Bagan Alur Kerja Penelitian Penelitian Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan .

JALUR ARTERI SEKUNDER

INVENTARISASI TEGAKAN

JALUR HIJAU

1. Panjang Jalur 2. Lebar Jalur

VEGETASI 1. Diameter Tegakan 2. Tinggi Tegakan 3. Koordinat Tegakan

PENILAIAN NILAI BIOMASSA

PENILAIAN CADANGAN KARBON

POTENSI CADANGAN KARBON DAN BIOMASSA

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas Jalur Hijau Penelitian

Panjang jalan penelitian berkisar antara 0,4 km hingga 4,4 km. Sedangkan lebar jalan berkisar antara 20 m hingga 26 m. Pada jalur hijau, ukuran panjang jalur hijau tepi terhadap panjang jalan untuk penelitian umumnya sama, akan tetapi ukuran panjang jalur hijau di daerah median berbeda dengan panjang jalur penelitian. Sementara untuk lebar jalur hijau berkisar 1 m hingga 8 m baik pada tepi maupun pada median jalan.

Berdasarkan data tersebut maka dapat dapat diperoleh luas jalur penelitian. Lokasi jalur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Lokasi Jalur Hijau Penelitian Pada Jalan Arteri Sekunder Kota Medan

Jalur Hijau Posisi Panjang

(35)

Berdasarkan data Dinas Bina Marga Kota Medan maka dapat diketahui luas jalan yang ada di Kota Medan adalah 4.388,16 Ha. Luas tersebut hanya memperhitungkan jalan dengan mengabaikan perhitungan jalan gang dan lorong. Luas ini diperoleh dengan mengalikan total panjang jalan dan lebar rata-rata jalan. Total panjang dan lebar rata-rata jalan adalah 1.567.200,06 m dan 28 m.

Berdasarkan Perda Kota Medan No.13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031, luasan jalur hijau di kota Medan berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan Dinas Pertamanan Kota Medan, dan software Google Earth maka diperoleh luasan jalur hijau terutama pada jalan arteri dan kolektor adalah 235,04 Ha. Sedangkan luas jalur penelitian sebesar 8,503 Ha.

Berdasarkan hasil diatas, maka dapat diketahui persentase luas jalur hijau jalan dibandingkan dengan luas jalan yang ada di Kota Medan yaitu sebesar 2,76%. Data tersebut mengindikasikan bahwa ruang terbuka hijau yang di kota medan masih dapat dikembangkan lagi potensinya dengan memanfaatkan luas garis sempadan bangunan (GSB). Garis sempadan bangunan merupakan garis batas luar pengaman yang ditetapkan dalam mendirikan bangunan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ yang tidak diperbolehkannya untuk mendirikan bangunan. Dengan lebar GSB yang cukup besar maka akan semakin tinggi potensi pengembangan jalur untuk di tanami tanaman.

(36)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 8 jalur hijau arteri sekunder kota Medan wilayah tengah, maka dapat diperoleh jenis apa saja tanaman yang ditanam oleh Dinas Pertamanan Kota Medan sebagai upaya dalam menyerap emisi dan polusi dari kendaraan bermotor.

Jenis Tanaman di Jalur Hijau Jenis dan Jumlah Tanaman

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, jenis tanaman yang terdapat pada jalur hijau penelitian terdiri dari berbagai tanaman yakni perdu, pohon, dan tanaman semak. Sesuai dengan Permen PU No.5/PRT/M/2008, adapun tanaman tersebut adalah tanaman yang ditanam sesuai terhadap kegunaannya yang terdiri atas tanaman perdu, pohon dan semak yang secara alamiah berfungsi menyerap polutan berupa gas dan partikel debu melalui daunnya.

Jenis tanaman yang dijadikan sampel adalah jenis tanaman pohon dan palem-paleman. Terdapat 24 jenis tanaman yang terdapat pada sampel jalur hijau penelitian. Jenis yang ditanam merupakan jenis yang memeiliki daya tumbuh yang cepat, memiliki nilai keindahan bagi pengendara serta yang memberikan rasa aman dan nyaman pada pengendara maupun pejalan kaki dan pohon yang berdiri kokoh. Jenis tanaman yang terdapat pada sampel jalur penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Tanaman yang diperoleh di Jalur Hijau Penelitian Pada Jalan Arteri Sekunder Kota Medan

Nama Lokal Nama Latin Famili Jumlah

Total

Persentase (%)

Angsana Pterocarpus indicus Fabaceae 1697 74,53

Palem Oreodoxa regia Araceaceae 287 12,6

Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 92 4,04

Glodokan Polyalthia longifolia Annonaceae 86 3,78

Talok Muntingia calabura Muntingiaceae 13 0,57

(37)

Mangga Mangifera indica Anacardiaceae 14 0,61

Akasia Acacia auriculiformis Fabaceae 10 0,44

Kepuh Sterculia foetida Sterculiaceae 14 0,61

Waru Hibiscus tiliaceus Malvaceae 6 0,26

Melinjo Gnetum gnemon Gnetaceae 10 0,44

Beringin Ficus benjamina Moraceae 10 0,44

Nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae 4 0,17

Ketapang Terminalia catappa Combretaceae 6 0,26

Rambutan Nepheleum lappaceum Sapindaceae 1 0,04

Tanjung Mimusops elengi Sapotaceae 2 0,08

Asam Jawa Tamarindus indica Fabaceae 2 0,08

Dadap Erythrina crystagalii Fabaceae 1 0,04

Duku Lansium domesticum Meliaceae 1 0,04

Jambu Biji Psidium guajava Myrtaceae 1 0,04

Jati Tectona grandis Verbenaceae 1 0,04

Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae 1 0,04

Sawo Manilkara zapota Sapotaceae 1 0,04

TOTAL 2277 100

Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sampel jalur hijau pada jalur arteri sekunder Kota Medan, diketahui bahwa jenis tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) memiliki total jumlah sebanyak 1697 individu atau sekitar 74,53% dari total individu yang terdapat pada jalur hijau penelitian. Jenis yang kedua terbanyak ditanami adalah jenis Palem (Odorexia regia) sebanyak 287 individu atau sekitar 12,60% dan jenis ketiga yang terbanyak ditanami adalah jenis Mahoni (Swietenia macrophylla) sebanyak 92 individu atau sekitar 4,04%.

(38)

Dahlan (2007), Mahoni (Switenia macrophylla) memiliki daya serap CO2 yang cukup tinggi yaitu 295,73 kg CO2/pohon/tahun.

Begitu juga dengan pohon angsana (Pterocarpus indicus) yang merupakan salah satu jenis yang cepat tumbuh, sebagai penyerap polusi yang baik, berfungsi juga sebagai peneduh dan pemecah angin. Palem (Odorexia regia) sebagai jenis yang paling banyak ditanam memiliki fungsi sebagai pengarah pandang pada jalan. Terlebih dengan jenis pohon yang tumbuh tegak lurus ke atas tanpa memiliki ranting, sehingga aman bagi kendaraan bermotor yang tinggi serta jenis yang tidak mudah tumbang.

Jenis yang ditanam di jalur hijau kota Medan termasuk ke dalam jenis yang memiliki kriteria tanaman tepi jalan, median dan tanaman daerah tikungan atau persimpangan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1996). Jenis tanaman di Kota Medan memiliki fungsi sebagai pohon peneduh, penyerap polusi udara, penyerap kebisingan, pemecah angin, pembatas pandang, pengarah pandangan dan pembentuk pandangan. Jenis tanaman yang memiliki fungsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis tanaman dan fungsinya pada jalur hijau

Fungsi tanaman menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1996)

Kerai Payung (Filicium decipiens) Tanjung (Mimusops elengi)

(39)

Nusa indah tikungan. Persyaratan utama dalam memilih jenis tanaman lansekap jalan yaitu perakaran tidak merusak konstruksi jalan, mudah dalam perawatan, batang atau percabangan tidak mudah patah, daun tidak mudah rontok dan juga mempertimbangkan faktor keamanan, keselamatan dan kenyamanan pengendara maupun pengguna jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1996). Tanaman jalan sebaiknya tahan terhadap hembusan angin lemah sampai sedang, ukuran buah tidak besar, teduh, serasah sedikit, tidak terlalu gelap, mampu menyerap polusi dan emisi kendaraan bermotor serta debu dan memiliki nilai estetika ( Dahlan, 2004).

(40)

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat 16 jenis famili tanaman yang ditanam pada jalur hijau penelitian yaitu : Fabaceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Sapotaceae, Annonaceae, Arecaceae, Muntingiaceae, Anacardiaceae, Malvaceae, Combretaceae, Verbenaceae, Gnetaceae, Sterculiaceae, Apocynaceae, Sapindaceae. Famili dengan persentase terbesar adalah Fabaceae dengan distribusi tanaman terbanyak yakni 5 jenis tanaman yang ditanam pada jalur hijau penelitian, yang terdiri atas Angsana (Pterocarpus indicus), Flamboyan (Delonix regia), Dadap (Erythrina crystagalii), Asam Jawa (Tamarindus indica), dan Akasia (Acacia auriculiformis).

Distribusi penyebaran famili jenis tanaman yang ditanam pada jalur hijau penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Distribusi Famili Jenis Tanaman Pada Jalur Hijau Penelitian

(41)

berasal dari famili ini adalah mahoni (Swietenia macrophylla) dan duku (Lansium domesticum). Sebanyak 4,720% jenis tanaman berasal dari famili Anonaceae,

yang berasal dari famili ini adalah glodokan (Polyalthia longifolia). Sebanyak 0,810% jenis tanaman berasal dari famili Muntingiaceae, yang berasal dari famili ini adalah talok (Muntingia calabura). Jenis dari 11 famili lainnya mencapai angka 0,660% sampai 0,040% yang terdiri atas. Tanaman yang berasal dari famili tersebut adalah tanaman mangga (Mangifera indica), waru (Hibiscus tilaceus), ketapang (Terminalia catappa), jati (Tectona grandis), kepuh (Sterculia foetida), melinjo (Gnetum gnemon), beringin (Ficus benjamina), pulai (Alstonia scholaris), jambu biji (Psidium guajava), sawo (Manilkara zapota), tanjung (Mimusops elengi), dan rambutan (Nephelium lappaceum).

Sebaran diameter tanaman

(42)

Tabel 7. Sebaran Diameter Tanaman yang diperoleh di Jalur Hijau Penelitian Pada Jalan Arteri Sekunder Kota Medan

Jalur Hijau

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari keseluruhan jalur hijau yang diteliti, memiliki sebaran diameter tanaman yang beragam mulai dari pancang, tiang, maupun pohon. Tingkat pohon mendominasi sebaran diameter tanaman. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa pada tanaman yang terdapat pada jalur hijau tersebut, merupakan jenis tanaman pohon yang telah lama di tanam dan bukan tanaman baru yang ditanam oleh pihak Dinas Pertamanan Kota Medan. Tingkat pancang terdapat pada jalur hijau jalan Sunggal, yang diperoleh sebanyak 12 individu jenis tanaman. Sehingga total keseluruhan tanaman dari seluruh jalur hijau penelitian adalah sebesar 2.277 individu tanaman, dengan persentase berturut-turut, pada tingkat pancang 0,52%, pada tingkat tiang 8,26%, pada tingkat pohon 78,62%, dan pada palem 12,6%

(43)

pohon lebih mendominasi, sehingga akan semakin besar potensi cadangan karbon pada diameter tersebut.

Komposisi jenis dan kerapatan tanaman

Data komposisi jenis digunakan untuk mengetahui jenis-jenis apa saja yang ada pada suatu jalur dengan luasan tertentu. Semakin banyak jenis tanaman diareal tersebut, maka komposisi jenis penyusun jalurnya pun akan semakin banyak juga. Sedangkan semakin sedikit jenis penyusun di areal tersebut, maka komposisi jenis penyusunnya juga akan semakin sedikit juga. Data kerapatan tanaman dibutuhkan untuk mengetahui tingkat kerapatan tanaman-tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya. Semakin banyak individu tanaman pada satu jalur maka semikn rapat tanaman pada jalur tersebut. Namun bila semakin sedikit jumlah individu tanaman pada luasan jalur tertentu maka akan semin jarang tingkat kerapatan tanaman pada jalur hijau tersebut. Hasil perhitungan komposisi jenis dan kerapatan tanaman serta kategorinya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Jenis dan Kerapatan serta kategorinya per jalur hijau

Jalur Hijau Jl. Gatot Subroto 1,34 sangat sedikit 342,25 sangat rapat Jl. Sunggal 4,07 sangat sedikit 368,31 sangat rapat Jl. Brigjen Zein

Hamid 2,22 sangat sedikit 271,63 sangat rapat

Jl. Brigjen Katamso 1,35 sangat sedikit 192,21 sangat rapat Jl. H.M. Joni 15,46 sangat sedikit 186,53 sangat rapat

Jl. Armada 64,28 banyak 350 sangat rapat

(44)

sangat mendominasi pada jalur hijau penelitian tersebut. Rata-rata kerapatan individu/ha adalah 281,83 ind/ha yang merupakan termasuk dalam kategori sangat rapat.

Komposisi jenis tanaman yang sedikit maksudnya jumlah jenis tanaman yang ditanam pada tiap jalur, masih sedikit oleh karena itu tingkat keragamannya juga akan menjadi rendah. Walaupun jumlah individu tanaman banyak, namun jika jenis yang ditanam hanya beberapa jenis saja (relatif homogen) maka komposisi jenis tanaman akan menjadi sedikit pada jalur tertentu.

Pada lokasi jalur hijau umumnya lebih baik jika komposisi tanaman, terdiri atas beberapa jenis saja sehingga dengan komposisi jenis tanaman yang sedikit, tanaman yang ditanam dapat ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah, teratur dan rapi, yang merupakan pengaruh dari aspek estetika dari penataan suatu kota.

Kerapatan tanaman tiap jalur berbeda-beda sebab hal ini dipengaruhi oleh jumlah tanaman dan luas areal. Kelompok pepohonan yang ditanam dengan kerapatan tinggi merupakan perlindungan karena dapat mengurangi suhu udara yang panas dan terik pada siang hari. Menurut Lakitan (2002) pada malam hari tanaman berfungsi sebagai penahan panas, sehingga suhu di bawah tajuknya menjadi lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah tanpa vegetasi atau tanah terbuka.

(45)

Jalan Brigjen Zein Hamid sebesar 271,630 Ind/Ha; Jalan Sisingamangaraja sebesar 261,86 Ind/Ha; Jalan Brigjen Katamso sebesar 192,21 Ind/Ha dan Jalan HM Joni 186,53 Ind/Ha.

Banyaknya jalur dengan kategori sangat rapat dikarenakan beberapa hal, antara lain jalur tersebut memiliki luasan yang kecil namun dengan jumlah tanaman yang banyak sehingga kerapatan tanamannya sangat rapat. Selain itu ada juga jalur hijau yang memang luasannya besar dan kerapatan tanamannya termasuk dalam kategori sangat rapat.

(46)

Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2

Setiap jenis tanaman memiliki nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini dilakukan penghitungan biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada jalur hijau jalan arteri sekunder kota medan bagian tengah. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2 di berbagai jalur hijau

Jalur Hijau Luas Jalur

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, nilai biomassa, nilai simpanan karbon, dan nilai serapan karbon terbesar terbesar terdapat pada Jl. Sisingamangaraja yaitu sebesar 234,265 Ton/Ha untuk nilai biomassa, 107,762 Ton/Ha untuk simpanan karbon, dan 395,486 Ton/Ha untuk nilai serapan karbon. Nilai biomassa yang tinggi maka akan diikuti dengan nilai simpanan karbon dan serapan karbon yang tinggi juga. Sedangkan nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan karbon terendah terdapat pada jalan Armada dengan nilai berturut-turut yaitu 59,89 Ton/Ha, 27,55 Ton/Ha dan 101,11 Ton/Ha.

(47)

suatu tanaman maka semakin besar juga nilai biomassanya. Nilai berat jenis tanaman yang besar juga turut berpengaruh terhadap nilai biomassa yang besar pula dan semakin banyak jumlah populasi tanaman maka semakin besar pulai nilai biomassa yang diperoleh.

Sesuai dengan pernyataan Adinugroho (2010) yang menyatakan bahwa rata-rata cadangan karbon tidak hanya dipengaruhi oleh satu parameter saja, namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni diameter tanaman, keanekaragaman jenis tanaman, kerapatan individu yang secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam besarnya nilai cadangan karbon suatu tegakan. Semakin besar diameter pohon yang didukung dengan jumlah yang banyak maka semakin besar pula potensi cadangan karbon yang dimiliki. Selain hal tersebut menurut pernyataan Maulana (2009) bahwa besar nilai potensi simpanan karbon lebih dipengaruhi oleh faktor diameter tanaman serta berat jenis vegetasinya. Tipe hutan dengan komposisi berat jenis yang tinggi maka akan cenderung mempunyai nilai simpanan karbon yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sebaran jenis pohon yang banyak namun memiliki diameter yang relatif lebih kecil. Pengukuran biomassa suatu tanaman memberikan informasi yang penting dalam memberikan informasi dalam pendugaan simpanan karbon dan serapan karbon.

(48)

Tabel 10. Nilai Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2 pada berbagai jenis tanamandi berbagai jalur hijau

Nama Lokal Nama Latin Biomassa

(Ton/Ha)

Angsana Pterocarpus indicus 951,63 437,75 1606,55

Palem Oreodoxa regia 289,09 132,98 488,05

Mahoni Swietenia macrophylla 114,58 52,71 193,45

Glodokan Polyalthia longifolia 35,58 16,36 60,06

Melinjo Gnetum gnemon 19,017 8,74 32,10

Akasia Acacia auriculiformis 18,79 8,64 31,72

Mangga Mangifera indica 18,52 8,52 31,27

Ketapang Terminalia catappa 3,36 1,54 5,67

Talok Muntingia calabura 2,093 0,96 3,53

Waru Hibiscus tiliaceus 2,043 0,94 3,44

Rambutan Nepheleum lappaceum 1,93 0,88 3,25

Asam Jawa Tamarindus indica 1,59 0,73 2,68

Sawo Manilkara zapota 1,19 0,55 2

Nangka Artocarpus heterophyllus 0,65 0,29 1,09

Dadap Erythrina crystagalii 0,14 0,06 0,23

Jati Tectona grandis 0,0014 0,00064 0,0023

Pulai Alstonia scholaris 0,00047 0,00021 0,00079

Total 1.502,5 691,15 2536,52

Nilai simpanan karbon per jenis tanaman tersebut merupakan total dari 7 jalur dimana setiap jenis tanaman ditotalkan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan karbon dengan satuan Ton/Ha. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa jenis Angsana (Pterocarpus indicus) memiliki nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 yang tertinggi yaitu dengan nilai berturut-turut 951,64 Ton/Ha ; 437,75 Ton/Ha ; dan 1606,55 Ton/Ha.

(49)

biomassa, simpanan karbon dan cadangan karbon secara berturut-turut adalah untuk 289,09 Ton/Ha; 132,98 Ton/Ha; dan 488,05 Ton/Ha untuk palem. Nilai biomassa, simpanan karbon dan cadangan karbon secara berturut-turut adalah 114,58 Ton/Ha; 52,71 Ton/Ha; dan 193,44 Ton/Ha untuk mahoni. Sedangkan untuk nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan karbon terkecil terdapat pada jenis tanaman pulai (Alstonia scholaris) dengan nilai berturut-turut yaitu 0,00047 Ton/Ha, 0,00021 Ton/Ha dan 0,00079 Ton/Ha.

Perbedaan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada tiap jenis tanaman, dipengaruhi oleh ukuran diameter tanaman dan nilai berat jenis yang dimiliki tanaman tersebut. Menurut Ratnaningsih dan Suhesti (2010) pertumbuhan tanaman digambarkan oleh biomassa tanaman yang menyatakan berat bahan hidup yang dihasilkan oleh suatu tanaman, oleh sebab itu potensi biomassa dipengaruhi diameter pohon. Kandungan karbon yang terdapat dalam pohon memiliki hubungan yang terkait erat terhadap ukuran diameter suatu pohon. Total jumlah karbon dalam plot dinyatakan sebagai jumlah nilai karbon yang diduga oleh diameter yang dimasukkan ke dalam persamaan (Sato et al, 2002).

(50)

nilai biomassa yang kecil maka akan diikuti juga terhadap kecilnya nilai simpanan karbon dan nilai serapan karbon.

Kandungan biomassa pohon merupakan total dari kandungan biomassa setiap organ pohon yang merupakan gamabaran total material organik hasil fotosintesis. Tanaman sebagai penyerap CO2 di atmosfer memanfaatkan CO2 dalam proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat dan menyebarkannya ke seluruh bagian tanaman dan disimpan dalam bentuk karbon (C). Dengan demikian mengukur jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman (biomassa) pada suatu areal akan menggambarkan banyaknya CO2 yang diserap tanaman di atmosfer. Akan tetapi pengukuran karbon yang masih tersimpan dalam tubuh tanaman yang telah mati secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Ratnaningsih dan Suhesti, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian, dari penanaman 2.586 individu tanaman menghasilkan karbon tersimpan senilai 569,887 Ton/Ha dengan masa waktu yang berbeda sesuai dengan tahun penanamannya. Dari beberapa jalur hijau penelitian di jalan arteri sekunder kota medan maka dapat diketahui bahwa emisi yang telah diserap tanaman di jalur hijau penelitian yaitu sebesar 2.092,174 Ton/Ha. Berdasarkan data tersebut diatas, diketahui bahwa dengan keberadaan oleh tanaman yang ditanam di lokasi jalur hijau jalan arteri sekunder dan telah memberikan kontribusi dalam penyerapan emisi serta mengatur kualitas udara di Kota Medan.

(51)

fotosintesis oleh vegetasi berklorofil mampu menyerap CO2 terlepas di udara dan disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tersebut tumbuh makin besar atau makin tinggi.

Biomassa merupakan jumlah bahan organik yang diproduksi oleh tumbuhan per satuan unit area pada suatu saat yang merupakan tempat penyimpanan karbon. Namun adanya aktivitas manusia melalui pembakaran hutan, penebangan hutan dan pengrusakan lahan hutan telah mengganggu proses penyimpanan karbon tersebut. Akhirnya karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan akan terlepas kembali ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang selain dari akibat tersebut, sehingga terjadilah suatu efek rumah kaca akan menyebabkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan hal inilah yang menyebabkan pemanasan global.

Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di atmosfer. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertahankan cadangan karbon yang telah ada, meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan mengganti BBM (Bahan Bakar Minyak) dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, dan menanam serta memelihara pohon.

Peta biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2

(52)

serapan CO2 per jalur hijau penelitian. Peta biomassa per jalur dapat dilihat pada lampiran 8.

Peta biomassa dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada berbagai kecamatan di Kota Medan. Sehingga pada peta tidak semua kecamatan terdapat jalur hijau. Warna pada peta tersebut hanya untuk membedakan nilai biomassa yang diperoleh per jalur hijau penelitian pada berbagai kecamatan di kota medan. Berdasarkan peta biomassa maka dapat dilihat bahwa nilai biomassa terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai biomassa 234,265 Ton/Ha. Sedangkan nilai biomassa yang terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan nilai 59,89 Ton/Ha.

(53)

Nilai biomassa yang diperoleh dari keseluruhan jalur kisaran besarnya cukup jauh yaitu berkisar antara 59,89 Ton/Ha hingga 234,265 Ton/Ha. Selisih antara nilai biomassa yang tertinggi dan nilai biomassa yang terendah adalah 174,375 Ton/Ha. Dan rata-rata nilai biomassanya pada jalur hijau keseluruhan adalah 170,03 Ton/Ha.

Peta simpanan karbon dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada berbagai kecamatan kota medan dapat dilihat pada lampiran. Sama seperti peta biomassa, tidak seluruh kecamatan memiliki jalur hijau, hanya beberapa kecamatan saja. Berdasarkan peta simpanan karbon maka dapat dilihat bahwa nilai simpanan karbon terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai simpanan karbon yaitu 107,762 Ton/Ha. Sedangkan nilai simpanan karbon yang terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan nilai 27,55 Ton/Ha.

Sama seperti nilai biomassa, luasan jalur tidak membuktikan bahwa jalur tersebut memiliki nilai biomassa yang paling besar. Begitupun dengan nilai simpanan karbon. Nilai biomassa berbanding lurus dengan nilai simpanan karbon sehingga luas jalur tidak terlalu mempengaruhi nilai simpanan karbon. Faktor yang mempengaruhi nilai simpanan karbon adalah jumlah tanaman dan diameter tanaman. Semakin banyak jumlah tanaman maka semakin besar juga nilai simpanan karbonnya. Semakin besar diameter tanaman maka semakin besar juga nilai simpanan karbonnya. Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor berat jenis tanaman. Semakin besar nilai berat jenis tanaman maka semakin besar pula nilai simpanan karbonnya.

(54)

107,762 Ton/Ha. Selisih antara nilai simpanan karbon yang tertinggi dan terendah adalah 80,212 Ton/Ha, dan rata-rata nilai simpanan karbon pada jalur hijau keseluruhan adalah 81,412 Ton/Ha.

Peta Serapan CO2 dibuat per jalur hijau penelitian yang berada pada berbagai kecamatan di Kota Medan. Sehingga pada peta tidak semua kecamatan terdapat jalur hijau. Warna pada peta tersebut hanya untuk membedakan nilai serapan CO2 yang diperoleh per jalur hijau penelitian pada berbagai kecamatan di kota medan. Berdasarkan peta serapan CO2 maka dapat dilihat bahwa nilai serapan CO2 terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai serapan CO2 yaitu 395,486 Ton/Ha. Sedangkan nilai serapan CO2 yang terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan nilai 101,115 Ton/Ha.

(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengukuran, luasan jalur hijau dengan nilai terbesar terdapat pada Jalan Gatot Subroto dengan luas sebesar 2,393 Ha atau sebesar 28,14 % dari total seluruh lokasi jalur hijau penelitian, dan luasan jalur hijau dengan nilai terkecil terdapat pada Jalan Armada dengan luas sebesar 0,04 Ha atau sebesar 0,47 % dari total seluruh lokasi jalur hijau penelitian.

2. Jenis tanaman yang mendominasi di keseluruhan jalur hijau penelitian adalah jenis angsana (Pterocarpus indicus) yaitu dengan jumlah total sebanyak 1697 individu atau sebesar 74,53% dari total seluruh jenis tanaman yang diperoleh.

3. Nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 dengan nilai terbesar terdapat pada Jalan Sisingamangaraja dengan nilai berturut-turut yaitu 234,265 Ton/Ha; 107,762 Ton/Ha; dan 395,486 Ton/Ha.

(56)

Saran

(57)

TINJAUAN PUSTAKA

Ruang Terbuka Hijau

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 Tahun 2007 ruang terbuka hijau kawasan perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 tahun 2008 Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Menurut Peraturan Daerah Kota Medan No.13 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang atau jalur dan atau mengelompok, yang pengunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja di tanam.

Berdasarkan peraturan Daerah Kota Medan No. 13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang Wilayah Kota Medan 2011-2031 pasal 38 ayat 1 hingga 11 menyatakan bahwa kawasan RTH ditetapkan seluas minimum 30,85% yang

meliputi: RTH kawasan wisata, RTH hutan kota, RTH taman kota, RTH Tempat pemakaman umum, RTH jalur hijau jalan, RTH jalur pejalan

(58)

Hutan Kota

Menurut Dinas Pertamanan Kota Medan (2003) hutan kota merupakan kawasan yang terletak di dalam kota yang didominasi oleh berbagai jenis tanaman berupa pohon yang difungsikan sebagai paru-paru kota yang mampu menghasilkan Oksigen dan menyerap zat pencemar udara dan juga sebagai tempat pelestarian berbagai jenis tumbuhan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran.

Menurut Dahlan (1992) Secara umum bentuk hutan kota yaitu : 1. Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat

listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan. 2. Taman Kota. Taman Kota diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata

sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.

3. Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah.

4. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri.

(59)

Pembangunan hutan kota harus sesuai dengan guna lahan (land use) yang

dikembangkan. Menurut Zoer’aini (2005), terdapat beberapa tipe hutan kota,

yaitu:

a. Tipe Pemukiman

Hutan kota tipe ini lebih dititik-beratkan kepada keindahan, kesejukan, penyediaan habitat satwa khususnya burung, dan tempat bermain dan bersantai. b. Tipe Kawasan Industri

Kawasan industri yang memiliki kebisingan yang tinggi dan udaranya tercemar, maka harus dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang mempunyai fungsi sebagai penyerap pencemar, tempat istirahat bagi pekerja, tempat parkir kendaraan dan keindahan.

c. Tipe Rekreasi dan Keindahan

Dewasa ini terdapat kecendrungan terjadinya peningkatan minat penduduk perkotaan untuk rekreasi, karena kehidupannya semakin sibuk dan semakin besar kemungkinan untuk mendapat stress. Rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi badan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin.

d. Tipe Pelestarian Plasma Nutfah

(60)

e. Tipe Perlindungan

Kota yang memiliki kuantitas air tanah yang sedikit atau terancam masalah intrusi air laut, maka fungsi hutan yang harus diperhatikan adalah sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air. Kota dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan tebing-tebing yang curam ataupun daerah tepian sungai perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar terhindar dari bahaya erosi dan longsoran.

f. Tipe Pengamanan

Hutan kota dengan tipe pengamanan adalah jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Dengan menanam perlu yang liat dan dilengkapi dengan jalur pohon pisang dan tanaman yang merambat dari legum secara berlapis-lapis, akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan. Sehingga bahaya kecelakaan karena pecah ban, patah setir ataupun karena pengendara mengantuk dapat dikurangi.

Jalur Hijau

(61)

udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota. Jalur hijau merupakan unsur signifikan bagi suatu sistem perkotaan sebagai kontrol polusi dan menjaga kualitas hidup masyarakat perkotaan. Jika luasan jalur hijau semakin besar maka kontrol polusi meningkat sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Sedangkan penurunan luasan jalur hijau menyebabkan polusi udara meningkat dan menurunkan kualitas hidup masyarakat perkotaan.

Berdasarkan Undang-undang No.38 Tahun 2004 jalan arteri sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder lainnya atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri sekunder adalah:

1. Kecepatan > 30 Km/Jam. 2. Lebar jalan > 8,0 m.

3. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dari volume lalu lintas rata-rata. 4. Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat.

(62)

sehingga dengan demikian keberadaan hutan kota dapat mengurangi konsentrasi CO2 di udara dan dapat menurunkan suhu.

Jalur hijau di tepi jalan bebas hambatan yang terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur tanaman yang merambat serta tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan dapat berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang keluar dari badan jalan. Sedangkan pada bagian yang lebih luar lagi dapat ditanami dengan tanaman yang tinggi dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.

Jenis tanaman Hutan Kota

Dalam memilih jenis tanaman untuk pembangunan hutan kota, oleh Permenhut (2004) direkomendasikan dipilih jenis tanaman pohon hutan, serta disesuaikan dengan bentuk dan tipe penghijauan kota. Secara umum, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih pohon untuk penghijauan kota antara lain:

a. Mempunyai perakaran yang dalam, kuat, tidak mudah tumbang dan tidak mudah menggugurkan ranting dan daun.

b. Mampu tumbuh di tempat terbuka di berbagai jenis tanah c. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap gangguan fisik d. Tidak memerlukan perawatan yang intensif

e. Berumur panjang

f. Tahan terhadap kekurangan air

g. Pohon-pohon langka dan unggulan setempat

(63)

i. Pohon-pohon yang teduh, indah, penghasil buah yang disenangi burung, kupu-kupu dan sebagainya

j. Pohon-pohon yang mempunyai evapotranspirasi rendah untuk daerah yang bermasalah dengan menipisnya air tanah dan intrusi air laut.

k. Pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi abrasi untuk daerah pantai. Permen PU No.5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam memilih jenis tanaman yang sesuai bagi jalur hijau jalan. Sebagai contoh tanaman yang akan dipilih sebagai tanaman untuk penyerap polusi udara harus mempunyai kriteria sebagai berikut:

a) terdiri dari pohon, perdu/semak;

b) memiliki kegunaan untuk menyerap udara; c) jarak tanam rapat;

d) bermassa daun padat.

e) sitem perakaran masuk kedalam tanah tidak merusak konstruksi jalan dan bangunan

f) fase anakan tumbuh cepat tetapi tumbuh lambat g) pada fase dewasa

h) ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia i) batang/ percabangan tidak mudah patah j) daun tidak mudah gugur/rontok

(64)

Narendreswari, dkk. (2014) berdasarkan fungsi tanaman lanskap dan identitas kota adalah sebagai berikut:

1. Pada jalan yang memiliki median jalan di tanam dengan tanaman semak yang berupa tanaman soka (Ixora coccinea).

2. Pada trotoar jalan diberi pergola dengan tanaman hias merambat (Pasiflora sp., nona makan daun sirih).

3. Penanaman pohon sebagai perindang jalan dan pemberi identitas budaya seperti pohon tanjung (Mimusops elengi) dan asam jawa (Tamarindus indica).

(65)

evapotranspirasi yang tinggi sehingga dapat mengurangi penggenangan air tetapi tidak dapat melestarikan air tanah. Daun kupu-kupu efektif mengurangi pencemaran debu. Talok (Muntingia calabura) dapat menahan dan menyaring partikel padat dari udara karena mempunyai daun berbulu dan permukaannya kasar. Angsana ditanam pada jalur hijau jalan mempunyai fungsi sebagai peneduh, penyerap polusi dan pemecah angin. Angsana sebagai peneduh memenuhi persyaratan yaitu ditempatkan pada jalur tanaman (1,5 m), percabangan 2 m di atas tanah, bentuk percabangan batang tidak merunduk, bermassa daun padat dan di tanam secara berbaris. Angsana sebagai penyerap polusi udara memenuhi syarat atas dari pohon, memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh udara dan jarak tanam rapat. Angsana sebagai pemecah angin memenuhi syarat sebagai tanaman berpohon tinggi. Angsana mempunyai sistem perakaran tidak kuat dan siklus peremajaan pendek. Angsana merupakan pohon yang cepat tumbuh yang umumnya mudah patah. Kiara payung memenuhi persyaratan sebagai penyerap kebisingan dan pemecah angin yaitu berupa pohon, massa daun rapat, percabangan 2 m di atas tanah dan ditanam secara berbaris. Akan tetapi, kiara payung juga merupakan pohon yang cepat tumbuh yang umumnya mudah patah.

(66)

Berdasarkan pertimbangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara melalui surat Keputusan No. 522.5/1611/K/TAHUN 1991 tanggal 8 Juni 1991 menetapkan Bunga Kenanga (Cananga Odorata) sebagai Identitas flora Daerah Tingkat I Sumatera Utara (Dephut, 2015).

Hasil Penelitian Terkait

Potensi rata-rata biomassa, dengan menggunakan rumus Brown (1997) yang dimiliki hutan kota bentuk jalur hijau adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan bentuk gerombol. Perbedaan biomassa per hektarnya pada dua bentuk hutan kota disebabkan oleh tingkat kerapatan pohon per hektarnya. Faktor yang turut mempengaruhi adalah perbedaan kerapatan, diameter, tinggi pohon, dan faktor lingkungan dimana seluruh faktor ini berkorelasi positif dengan potensi tegakan karbon per hektarnya (Ratnaningsih dan Suhesti, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Suwarna, dkk. (2012) yang dilaksanakan di wilayah konsesi hutan PT. Diamond Raya Timber, Riau menemukan bahwa biomassa dan stok karbon dalam tanah adalah delapan kali lebih tinggi daripada di vegetasi dalam kondisi hutan primer, dan sepuluh kali di hutan bekas tebangan dan kondisi hutan sekunder. Alokasi cadangan karbon yang terdapat pada tegakan di hutan primer, areal bekas tebangan, hutan sekunder dan hutan terdegradasi masing-masing adalah 70%, 60%,62%, dan 7%.

(67)

Batang Toru, Sumatera Utara bahwa sebagian besar (lebih dari 45%) karbon tegakan terdapat pada pepohonan yang berdiameter 50 cm atau lebih.

Perkalian antara diameter setinggi dada kuadrat dengan tinggi pohon (D2 × H) merupakan prediktor yang sangat baik untuk menaksir kandungan biomassa di atas permukaan tanah, terutama untuk jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yang masih di atas 84%, sehingga variasi kandungan biomassa pohon yang diteliti dapat dijelaskan oleh variabel diameter batang setinggi dada dan tinggi total pohon ( BPKH, 2009).

Kumulatif bersih emisi karbon di kawasan Karang Gading dan Langkat Timur Laut Wildlife Reserve (KGLTLWR) Sumatera Utara untuk tahun 2006 adalah 3.804,7 ton CO2 sedangkan diprediksi kedepannya pada tahun 2030 adalah 11,318,74 ton CO2, dengan kata lain akan terjadi peningkatan emisi CO2 sebesar 33,61% selama kurun waktu 12 tahun. Hal ini terjadi disebabkan oleh deforestasi lahan mangrove yakni alih fungsi lahan menjadi tambak ikan, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang menjadikan gas rumah kaca sumber emisi di kawasan ini ( Basyuni et al., 2015)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(68)

Kota Medan dibagi atas 21 kecamatan yang didalamnya terdapat 151 kelurahan dengan luas daerah sekitar 265,10km2. Luas wilayah dengan persentase terbesar terdapat pada Kecamatan Medan Labuhan dengan persentase sebesar 13,83% dengan luas area sebesar 36,67km2, sedangkan luas wilayah dengan persentase terkecil terdapat pada Kecamatan Medan Maimun dengan persentase sebesar 1,12% dengan luas area sebesar 2,98km2. Adapun luas wilayah kota medan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Luas Wilayah Kota Medan per Kecamatan tahun 2006 s/d 2010

(69)

Tuntungan

18 Medan

Deli

20,84 7,86

19 Medan

Marelan

23,82 8,99

20 Medan

Belawan

26,25 9,90

21 Medan

Labuhan

36,67 13,83

Jumlah Total 265,1 100,00

(70)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan data sensus penduduk kota Medan pada tahun 2010 berjumlah 2.109.339 jiwa yang terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Dimana dari jumlah keseluruhan tersebut, penduduk tidak tetap diperkirakan lebih dari 500.000 jiwa. Dengan Luasan kota Medan seluas 265,10 km2 sehingga kepadatan penduduk kota Medan mencapai 9.843 jiwa/km2 (Pemko Medan, 2011).

Umumnya perkembangan daerah perkotaan ditandai juga dengan pertumbuhan penduduk yang kian meningkat. Selain itu kebutuhan masyarakat terhadap lahan menjadikan tampilan kawasan kota terlihat sempit dan sesak oleh karena adanya pembangunan baik perumahan dan kawasan industri. Dengan demikian, semakin bertambahnya jumlah masyarakat di daerah perkotaan aktivitas sehari-hari harus didukung dengan mobilitas yang tinggi, kebutuhan akan sarana dan prasarana yang baik serta kebutuhan akan kendaraan bermotor, sehingga jumlahnya dapat menjadi suatu indikasi semakin pesatnya perkembangan suatu kota.

(71)

Berdasarkan isi peraturan daerah (Perda) Kota Medan No.13 tahun 2011, yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau adalah areal memanjang atau jalur dan atau mengelompok, yang pengunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Selain itu, adanya ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan merupakan sesuatu yang harus ada dalam tata ruang kota yaitu dengan luasan sekitar 30,58% dari luas total wilayah kota.

Jalur hijau merupakan bagian dari ruang terbuka hijau, dimana keberadaan jalur hijau merupakan salah satu alternatif yang terbaik dalam mengurangi emisi yang berasal dari kendaraan bermotor oleh karena adanya tanaman yang ditanam di daerah sisi jalan yang dilalui oleh kendaraan bermotor yang dapat menyerap gas CO2. Kota Medan yang merupakan salah satu kota yang memiliki penduduk cukup padat serta memiliki tingkat transportasi yang tinggi sangat penting memiliki jalur hijau. Jalur hijau merupakan salah satu bentuk hutan kota yang penting perannya di wilayah perkotaan (Purwasih, 2013).

(72)

digunakan sebagai standar. O2 merupakan parameter yang sangat erat kaitannya dengan CO2 dalam produksi biomassa pohon. Oleh karenannya jumlah kebutuhan O2 manusia, jumlah kebutuhan O2 ternak, dan jumlah kebutuhan O2 kendaraan bermotor dapat dijadikan indikator penentuan luas hutan kota yang ideal pada Kota Medan.

Berdasarkan uraian tersebut, sehingga perlu dilakukan perhitungan dan pemetaan terhadap potensi biomassa, simpanan karbon dan serapan karbon oleh tanaman yang di tanam di jalur hijau di Kota Medan. Salah satu cara untuk mengetahui simpanan karbon dan serapan karbon adalah dengan menghitung diameter, tinggi serta mengetahui spesies dari tanaman tersebut di beberapa jalur hijau di Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan diperoleh dengan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui jumlah simpanan karbon serta nilai serapan karbon pada jalur hijau di jalur arteri sekunder Kota Medan.

2. Memetakan jenis vegetasi dan penyebarannya pada jalur hijau di jalur arteri sekunder Kota Medan dan mengevaluasinya.

Manfaat Penelitian.

(73)
(74)

ABSTRAK

DAVID YODHA SITOMPUL: Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Wilayah Medan Selatan . Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan PINDI PATANA.

Kajian biomassa merupakan langkah penting untuk melakukan penilaian secara kuantitatif tentang peran suatu jenis pohon penghijauan kota dalam menyerap gas-gas tertentu. Dalam studi biomassa pohon persamaan alometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan berat kering pohon secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah simpanan karbon serta nilai serapan karbon dan memetakan jenis vegetasi pada jalur hijau di jalur arteri sekunder kota medan. Lokasi yang diteliti adalah jalur hijau yang terdapat pada Jalan Sisingamangaraja, Jalan Gatot Subroto, Jalan Sunggal, Jalan Brigjen Zein Hamid, Jalan Brigjen Katamso, Jalan H.M. Joni, dan Jalan Armada.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh besarnya nilai biomassa total sebesar 1190,253 Ton/Ha. Nilai biomassa, simpanan karbon, dan serapan CO2 tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya luas jalur penelitian dan jumlah vegetasi yang ada didalamnya, namun juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang menunjukkan besar nilai berat jenis vegetasi itu sendiri, yang digunakan dalam perhitungan model alometrik untuk mencari nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2.

(75)

ABSTRACT

DAVID YODHA SITOMPUL: Estimation of Carbon Stored On Some Green Belt Arterial Road Secondary Regional South Medan. Under supervision of SITI LATIFAH and PINDI PATANA.

Study of biomass is an important step to make a quantitative assessment of the role of a carbon forest to absorb certain glass house. In the study, tree biomass allometric equation used to determine the relationship between tree size (diameter or height) with a dry weight of the tree as a whole. This study aims to determine the amount of carbon storage and carbon absorption value and mapping of vegetation on the green line in the path of secondary arterial city field. The location of study are the green line of Singamangaraja Road, Gatot Subroto Road, Sunggal Road, Brigjen Zein Hamid Road, Brigjen Katamso Road, H.M. Joni Road and Armada Road.

Based on the research the value of the biomass was 1190.253 ton/Ha. Value biomass, carbon storage, and CO2 uptake is not only influenced by the amount of broad lines of research and the amount of vegetation that is therein, but also influenced by the type of vegetation that shows great value for the density of the vegetation itself, which is used in the calculation models alometrik to find the value of biomass, carbon storage and CO2 uptake.

(76)

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA BEBERAPA

JALUR HIJAU JALAN ARTERI SEKUNDER

WILAYAH MEDAN SELATAN

SKRIPSI

DAVID YODHA SITOMPUL 111201113

MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(77)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau Jalan Arteri Sekunder Wilayah Medan Selatan

Nama : David Yodha Sitompul

NIM : 111201113

Program Studi : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Siti Latifah, S.Hut.,M.Si.,Ph.D. Pindi Patana, S.Hut., M.Sc.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 2. Data Primer dan Data Sekunder yang digunakan dalam Penelitian
Tabel 3. Model Alometrik Spesifik dan Umum dari Jenis Vegetasi Pohon maupun Vegetasi Bukan Pohon
Gambar 2. Bagan Alur Kerja Penelitian Penelitian Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Beberapa Jalur Hijau di Jalur Arteri Sekunder Kota Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

tahun 2021”. Misi yang digariskan untuk pengembangan Kabupaten Sleman selama 5. tahun ke

[r]

Klik pilihan Enable this Content untuk menjalankan aplikasi ini.. SMP N

 siswa dan guru berbicara tentang bagian yang mudah dan sulit saat identifikasi huruf untuk menebak huruf yang hilang dari nama teman..  menyebutkan

[r]

Using the output of the process, analyses of the different proximity relationships were done between existing safety facilities and the buildings located

Mata kuliah Ideologi Politik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang komperhensif kepada mahasiswa tentang berbagai pandangan besar negara-negara dunia