• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN STILISTIKA NASKAH SANDIWARA BERBAHASA JAWA JULUNG SUNGSANG DAN KETULA TULA KETALI KARYA KUSUMA DANANG JOYO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN STILISTIKA NASKAH SANDIWARA BERBAHASA JAWA JULUNG SUNGSANG DAN KETULA TULA KETALI KARYA KUSUMA DANANG JOYO"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KAJIAN STILISTIKA

NASKAH SANDIWARA BERBAHASA JAWA

JULUNG SUNGSANG DAN KETULA-TULA KETALI

KARYA KUSUMA DANANG JOYO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun oleh:

FAJAR YULI CAHYANINGRUM C 0107022

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama: Fajar Yuli Cahyaningrum NIM: C0107022

Menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang berjudul Kajian Stilistka Naskah

Sandiwara Berbahasa Jawa Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi

tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta,

Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v

MOTTO

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Bapak dan ibu yang selalu memberiku semangat, doa, dan yang mendidikku

menjadi seorang yang mandiri.

Mas Wawan yang selalu memberiku motivasi, semangat untuk berjuang

tiada henti.

Dik Dwi yang selalu mendukung dan mendoakanku.

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah mencurahkan segala rahmat, taufik, hidayah-Nya sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

Skripsi yang berjudul Kajian Stilistika Naskah Sandiwara Berbahasa Jawa

Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo, merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Proses penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan jika tidak ada

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra, yang telah

berkenan memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.

2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah, yang telah

berkenan memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.

3. Prof. Dr. Drs. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing pertama yang telah

berkenan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan penuh

perhatian dan kesabaran.

4. Drs. Y. Suwanto, M.Hum., selaku pembimbing kedua dengan sabar

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum., selaku pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama studi di Jurusan Sastra Daerah dengan penuh

(8)

commit to user

viii

6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah berkenan memberikan

ilmunya kepada penulis.

7. Kepala dan staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun

perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak

membantu penulis memberikan kemudahan dalam pelayanan pada

penyelesaian skripsi.

8. Bapak dan Ibuku yang telah memberikanku dukungan, doa, pengorbanan,

kasih sayang, perhatian, serta sebuah kepercayaan yang besar sehingga saya

dapat menempuh kuliah sampai akhir.

9. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2007, yang selalu mendukung dan

memberikan motivasi kepada penulis. Terima kasih atas persahabatannya.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan

pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini,

penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam berbagai hal. Maka penulis

mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.

(9)

commit to user

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN ... xii

BAGAN ... xiii

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR………11

A. Landasan Teori ... 11

1. Stilistika…. ... 11

2. Purwakanthi ... 14

3. Diksi……. ... 15

4. Gaya bahasa ... 20

a. Pengertian Gaya Bahasa ... 20

b. Jenis-Jenis Gaya Bahasa ... 21

(10)

commit to user

x

6. Sandiwara……… ... 34

7. Pengarang Naskah Sandiwara JS dan KK ... 35

8. RRI Surakarta ... 36

B. Kerangka Pikir ... 37

BAB III METODE PENELITIAN... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Sumber Data dan Data ... 40

C. Metode Pengumpulan data ... 40

D. Metode Analisis Data ... 41

E. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 43

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Analisis Data ... 44

1. Pemanfaatan Bunyi-Bunyi Bahasa dalam Naskah Sandiwara JS dan KK ... 44

a. Purwakanthi Swara (Asonansi)... 44

b. Purwakanthi Sastra (Aliterasi) ... 49

c. Purwakanthi Lumaksita (Basa) ... 53

2. Diksi atau Pilihan Kata... 58

a. Kosakata Bahasa Indonesia ... 59

b. Sinonim ... 63

c. Idiom atau Ungkapan ... 64

d. Kata Kasar atau Makian ... 65

e. Tembung Saroja ... 68

f. Kata Seru... 72

3. Pemakaian Gaya Bahasa dalam Naskah Sandiwara JS dan KK ... 76

a. Pemanfaatan Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat 76 b. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna ... 85

4. Pencitraan dalam Naskah Sandiwara JS dan KK ... 101

(11)

commit to user

xi

BAB V PENUTUP ... 118

A. Simpulan ... 118

B. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

1. Daftar Tanda

/.../ : Tanda pengapit fonemis

’....’ : Glos sebagai pengapit terjemahan langsung dari kalimat atau

kata yang disebutkan sebelumnya.

[ ... ] : Tuturan sebelumnya atau tuturan sesudahnya ada yang

dilesapkan

(...) : Tanda opsional atau pelengkap

(”....”) : Kutipan

2. Daftar Singkatan

BUL : Bagi Unsur Langsung

FM : Frekuensi Modulation

JS : Julung Sungsang

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

KK : Ketula-tula Ketali

PUP : Pilah Unsur Penentu

RRI : Radio Republik Indonesia

(13)

commit to user

xiii

BAGAN

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Aspek-aspek Bunyi ... 122

Lampiran 2. Diksi atau Pilihan Kata ... 129

Lampiran 3. Gaya Bahasa ... 140

(15)

commit to user

xv

ABSTRAK

Fajar Yuli Cahyaningrum. C0107022. 2011. Kajian Stilistika Naskah Sandiwara

Berbahasa Jawa Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali Karya Kusuma Danang Joyo. Skripsi: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini difokuskan pada empat pokok permasalahan yaitu: (1)

bagaimanakah pemanfaatan aspek bunyi dalam naskah sandiwara Julung

Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo, (2) bagaimanakah

pilihan kata atau diksi dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula

Ketali karya Kusuma Danang Joyo, (3) bagaimanakah gaya bahasa dalam naskah

sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo,

(4) bagaimanakah pencitraan dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan

Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan

pemanfaatan aspek bunyi dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan

Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang Joyo, (2) mendeskripsikan dan menjelaskan

pilihan kata atau diksi dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula

Ketali karya Kusuma Danang Joyo, (3) mendeskripsikan dan menjelaskan gaya

bahasa dalam naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya

Kusuma Danang Joyo, (4) mendeskripsikan dan menjelaskan pencitraan dalam

naskah sandiwara Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma Danang

Joyo.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data tulis yang berupa naskah sandiwara JS dan KK RRI tahun 2010 sebagai data primer dan kaset cd sandiwara JS dan KK sebagai data primer. Jenis data dalam penelitian ini berupa data tulis. Wujud datanya berupa tuturan-tuturan atau kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat kekhasan aspek-aspek bunyi, kekhasan pemakaian kosakata atau diksi, gaya bahasa, dan pencitraan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Metode padan dengan teknik dasar pilah unsur penentu dilanjutkan dengan daya pilah referensial digunakan untuk menganalisis, aspek-aspek bunyi, diksi, gaya bahasa dan pencitraan.

Dari analisis data ditemukan adanya (1) pemanfaatan aspek-aspek bunyi

dalam naskah sandiwara JS dan KK yaitu purwakanthi (swara, sastra, dan

lumaksita/basa). (2) kekhasan diksi atau pilihan kata dalam naskah sandiwara JS dan KK yaitu, kosakata bahasa Indonesia, sinonim, idiom/ungkapan, kata

kasar/makian, tembung saroja, kata seru. (3) pemakaian gaya bahasa dalam

(16)

commit to user

xvi

SARI PATHI

Fajar Yuli Cahyaningrum C0107022. 2011. Kajian Stilistika Naskah Sandiwara

Berbahasa Jawa Julung Sungsang lan Ketula-tula Ketali Anggitanipun Kusuma Danang Joyo. Skripsi: Jurusan Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.

Pêrkawis ingkang dipunrêmbang wontên panalitèn punika inggih mênika (1) kados pundi munpangatipun pérangan suwantên wontên naskah sandiwara

Julung Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo? (2)

kados pundi diksi utawi pamilihing têmbung wontên naskah sandiwara Julung

Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo? (3) kados

pundi lêlêwaring basa wontên naskah sandiwara Julung Sungsang lan Kêtula-tula

Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo? (4) kados pundi citra wontên naskah

sandiwara Julung Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang

Joyo?

Ancasipun panalitèn punika kanggé (1) ngandharakên munpangatipun

utawi pamilihan pérangan suwantên wontên naskah sandiwara Julung Sungsang

lan Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo, (2) ngandharakên

diksi utawi pamilihing têmbung wontên naskah sandiwara Julung Sungsang lan

Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo, (3) ngandharakên

pigunanipun lêlêwaring basa wontên naskah sandiwara Julung Sungsang lan

Kêtula-tula Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo, (4) ngandharakên

pigunanipun citra wontên naskah sandiwara Julung Sungsang lan Kêtula-tula

Kêtali anggitanipun Kusuma Danang Joyo.

Jinising panalitèn punika deskriptif kualitatif. Dhata panalitèn mênika

dhata tulis saking naskah sandiwara RRI taun 2010 irah-irahipun Julung Sungsang

lan Kêtula-tula Kêtali lan kaset cd sandiwara irah-irahipun Julung Sungsang lan

Kêtula-tula Kêtali. Jinising dhata mênika awujud data tulis. Dhata panalitèn

mênika awujud tuturan ingkang ngêmu kekhasan swantên, diksi, lêlêwaring basa,

lan citra. Anggènipun ngêmpalakên dhata migunakakên metode simak,

migunakakên teknik catat. Metode padan dipunginakakên kanggé ngandharakên

pérangan-péranganipun suwantên, péranganipun diksi, lêlêwaring basa lan citra.

Teknik dhasar metode padan inggih punika pilah unsur penentu. Daya pilah

ingkang dipunginakakên inggih punika daya pilah referensial.

Kasiling panalitèn data kados mêkatên (1) dipunginakakên purwakanthi

(swara, sastra, lumaksita). (2) pamilihing têmbung utawi diksi tembung basa

Indonesia, sinonim, idiom, têmbung kasar, têmbung saroja, têmbung panyilah. (3)

lêlêwaring basa ing naskah Julung Sungsang lan Kêtula-tula Kêtali inggih punika

(17)

commit to user

xvii

ABSTRACT

Fajar Yuli Cahyaningrum. C0107022. 2011. Kajian Stilistika Naskah Sandiwara Berbahasa Jawa Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali Karya Kusuma Danang Joyo. Skripsi. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

The research focuses in four problems are: (1) how the benefit of sound aspect in cinema script Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo, (2) How word option or the diction of the cinema script Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo, (3) how the language style in cinema script, (4) how the value in cinema script Julung sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo.

The aim of the research are (1) to describe and explain the benefit of the sound aspect in cinema script in Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo, (2) to describe and to explain the word option or the diction in the script of Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo, (3) to describe and to explain the language style of script in Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali by Kusuma Danang Joyo (4) to describe and to explain the value of Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali scipt by Kusuma Danang Joyo.

The research is qualitative research. The data source is used in written data which is RRI cinema script in 2010 with the title Julung Sungsang and Ketula-tula Ketali. The kind of the data in the research is written data. The form of the data is utterances or the sentence within sound aspect characteristic, the collecting data is with listening and writing technique. The using of the technique in padan method is the sound techinique option with the reverential. It used to analyses the the sound aspect, diction, language style and the value.

From the analyses data will be found (1) the use of sound aspect

(18)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan wujud hasil karya seorang pengarang. Bahasa

merupakan sarana estetis terpenting yang digunakan pengarang ketika

menuangkan ide dan imajinasinya ke dalam karya sastra. Bahasa di dalam karya

sastra mengandung imajinasi yang tinggi sehingga tidak membuat bosan pembaca.

Karya sastra dibuat oleh pengarang bertujuan untuk dinikmati oleh masyarakat.

Pengarang menggunakan bahasa yang indah agar mengesan di hati pembacanya.

Pilihan kata yang tepat oleh pengarang akan menimbulkan efek estetis di dalam

karyanya sehingga karya sastra tersebut dapat membuat senang pembaca dan

pembaca merasa terhibur.

Selain itu pemanfaatan diksi atau pemilihan kata akan menghindarkan sifat

monoton dalam bahasa. Diksi bukan hanya dipergunakan untuk menyatakan kata

yang akan dipakai untuk mengungkapkan suatu gagasan, tetapi juga meliputi

persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, dan sebagainya (Gorys Keraf,

2004:18). Kekhasan bahasa seorang pengarang adalah fenomena teks sastra yang

menarik untuk dikaji. Untuk mengetahui ciri khas suatu karya sastra, perlu diteliti

gayanya. Salah satu kajian yang dapat dilakukan dengan penelitian ini adalah

stilistika yaitu ilmu tentang gaya.

Pengkajian karya sastra dari segi bahasa tidak dapat dihindarkan adanya

penguraian dan pengamatan terhadap gejala atau ciri linguistik yang terdapat

dalam wacana untuk mengetahui efek yang ditimbulkan. Pengkajian stilistika juga

menyadarkan pengarang dalam memanfaatkan kemungkinan yang tersedia dalam

(19)

commit to user

bahasa sebagai pengungkapannya (Panuti Sudjiman, 1993:2). Sudiro Satoto

(1995:4) mendefinisikan bahwa stilistika merupakan bidang linguistik yang

mengemukakan teori dan metodologi pengkajian sebuah teks sastra, termasuk

dalam pengertiannya extended. Ektended artinya suatu sifat pandangan yang

mencakup bidang kajian yang menggunakan bahasa sebagai unsur penting dan

menerima teori linguistik sebagai sesuatu yang amat relevan. Titik berat kajian

stilistika terletak pada penggunaan bahasa dan gaya bahasa suatu karya sastra.

Stilistika merupakan kajian kualitatif yang berkaitan dengan usaha-usaha

mendapatkan atau membuktikan pemanfaatan potensi-potensi bahasa khas dan

khusus yang dapat membangun suatu ciri-ciri estetis atau keindahan bahasa yang

universal suatu karya sastra, misalnya sistem perulangan, persajakan dan

sebagainya dalam bentuk novel, cerpen, drama (modern/ tradisional), puisi (Lutfi

Abas, dalam Sutarjo, 2003:6).

Sandiwara merupakan salah satu karya sastra yang memanfaatkan potensi

bahasa yang khas untuk membangun keindahan karya sastra. Sandiwara

merupakan karya sastra yang bertujuan menggambarkan tikaian dan emosi lewat

lakuan dan dialog, lazimnya dirancang untuk pementasan atau penyiaran. Dalam

penyiaran sandiwara, pemain sandiwara tidak lepas dari naskah sandiwara.

Naskah sandiwara sebagai salah satu jenis kesusastraan memiliki elemen-elemen

yaitu alur, tema, dan penokohan. Pemain sandiwara harus memahami dan

menghayati isi naskah sandiwara agar dapat membawakan cerita dengan baik

sehingga terkesan menarik oleh pendengar. Pemain sandiwara harus mampu

(20)

commit to user

demi mendukung kelancaran cerita. Pementasan sandiwara dapat melalui TV,

radio, dan panggung.

Stasiun radio yang masih aktif menyiarkan sandiwara berbahasa Jawa

yaitu RRI Surakarta. Sandiwara di dalam RRI Surakarta masuk dalam program

siaran hiburan. Bentuk siaran hiburan merupakan siaran yang digemari oleh

masyarakat pendengar. Bentuk siaran hiburan yang sangat populer adalah siaran

hiburan, siaran kata, siaran iklan (Harley Prayudha, 2006:34). Sandiwara

merupakan salah satu bentuk siaran hiburan yang digemari oleh masyarakat

pendengar karena dapat menghibur pendengar lewat ceritanya.

Sandiwara berbahasa Jawa di RRI Surakarta disiarkan setiap hari Senin

pukul 22.00-23.00 WIB, durasi untuk menyiarkan sandiwara berbahasa Jawa

hanya satu jam setiap minggunya. Sandiwara berbahasa Jawa di RRI Surakarta

disiarkan secara bersambung setiap seri. Cerita sandiwara bersambung dari seri ke

seri berikutnya. Ada beberapa judul sandiwara berbahasa Jawa yang disiarkan

oleh RRI Surakarta pada tahun 2010 yaitu Rajapati, Misteri Kalong Wewe, Julung

Sungsang dan Ketula-tula Ketali. Dari judul sandiwara yang pernah disiarkan

penulis tertarik pada judul Julung Sungsang dan Ketula-tula Ketali karya Kusuma

Danang Joyo karena ceritanya menarik dan menggunakan gaya bahasa yang

indah. Bahasa yang digunakan adalah bahasa krama dan ngoko. Sandiwara Julung

Sungsang memiliki lima seri cerita dan Ketula-tula Ketali memiliki tujuh seri

cerita.

Sandiwara Julung Sungsang menceritakan tentang dua sosok gadis yang

mempunyai watak yang berbeda. Darwani adalah seorang gadis yang berwatak

(21)

commit to user

kakak ini adalah anak dari Pak Projo pemilik perkebunan yang kaya raya. Pak

Projo ingin mewariskan hartanya pada Darwati karena Darwati dianggap mampu

mengelola perkebunan dengan baik. Darwani tidak terima akan hal ini, dia

kemudian pergi ke dukun untuk menjampi-jampi adiknya agar pergi dari

kampungnya. Usaha Darwani berhasil dan akhirnya Darwati pergi dari kampung

dengan bau bacin dan wajah yang jelek. Satu bulan Darwati tinggal di hutan

akhirnya ditolong Dewi Arum Dalu penunggu sendang dan wajahnya Darwati

kembali cantik lagi.

Sandiwara Ketula-tula Ketali menceritakan kehidupan keluarga Murtini

yang selalu terkena musibah berturut-turut. Murtini hidup bersama ibunya di

tempat kontrakan milik Pak Renggo. Keluarga Murtini nunggak membayar

kontrakan selama tiga bulan. Pak Renggo dan Hery mempunyai niat jahat untuk

menculik Rustini adik dari Murtini. Hery memperkosa Rustini, musibah yang

dialami Rustini dialami pula oleh ibunya. Ibunya diperkosa oleh Pak Renggo.

Nasib malang tidak semakin mereda. Murtini yang diketahui menderita penyakit

kanker otak stadium empat akhirnya meninggal.

Bahasa di dalam karya sastra dibuat dengan sedemikan rupa dengan

menggunakan imajinasi seorang pengarang, hal ini dilakukan oleh pengarang agar

cerita di dalam karya sastra tidak monoton atau tidak membuat bosan pembaca

atau pendengar. Bahasa sandiwara lazimnya menggunakan bahasa dalam bentuk

cakapan (dialog atau monolog). Bahasa sandiwara mengacu pada citra

pendengaran, sehingga bahasa yang digunakan di dalam sandiwara

(22)

commit to user

sandiwara merupakan bentuk siaran hiburan yang menghibur masyarakat

pendengar lewat bahasa-bahasa yang enak didengar dan indah.

Naskah sandiwara mempunyai kekhasan tersendiri lewat pemilihan

kata-kata yang indah. Bahasa yang indah adalah bahasa yang berbunga-bunga, yang

memanfaatkan rima, pengulangan, majas, dan sebagainya (Panuti Sudjiman,

1993:6). Bahasa merupakan sarana untuk mencapai nilai estetika. Pemakaian

bahasa di dalam naskah sandiwara RRI memiliki unsur estetis yang tersusun dari

pilihan kata-kata yang merupakan ekspresi pengarang. Keindahan bahasa dalam

naskah sandiwara disusun secara kreatif oleh pengarang agar terkesan di hati

pembaca dan tidak membuat bosan pembaca. Setiap pengarang dalam membuat

karya-karyanya pasti memperlihatkan ciri-ciri masing-masing dan ciri pribadinya

tersebut diakui sebagai suatu kebenaran baginya.

Gaya yang dipilih seorang pengarang, biasanya berbeda dengan

pengarang-pengarang yang lain (Sutejo, 2010:9). Setiap pengarang pasti

memperlihatkan ciri-ciri individualisme, originalitas, dan gaya masing-masing.

Contoh kekhasan penggunaan bahasa di dalam sandiwara oleh pengarang sebagai

berikut.

Sadewo : Sampun ... kersanipun ... kula paringi pelajaran ... mangke ndhak

gedhe sirahe [...]

(23)

commit to user

Pada wacana di atas terdapat gaya bahasa metafora yaitu gedhe sirahe

’besar kepalanya dan purwakanthi lumaksita yaitu mari ’sembuh’, malah ’lebih

-lebih’, nanging ’tetapi’, rasakna ’rasakan’. Kekhasan pemakaian bahasa oleh

Kusama Danang Joyo dalam naskah sandiwara radio berbahasa Jawa di RRI

Surakarta menarik untuk diteliti.

Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan kajian stilistika adalah :

1. Penelitian berjudul Telaah Linguistik atas Novel Tirai Menurun Karya

N.H Dini oleh D. Edi Suboto, dkk (1997), mengkaji keunikan pemakaian

bahasa, pemakaian gaya bahasa dan metafora, serta faktor sosial budaya

yang melatar-belakangi novel Tirai Menurun.

2. Telaah Stilistika Novel Berbahasa Jawa Tahun 1980-an oleh D. Edi

Subroto, dkk (1999). Penelitian ini mengkaji pemanfaatan aspek bunyi

bahasa dalam novel, keunikan kosakata, keunikan segi morfosintaksis

serta gaya bahasa.

3. Analisis dengan pendekatan stilistika dalam Bahasa Pedalangan Gaya

Surakarta (Suatu Kajian Stilistika) oleh Sutarjo (2003), membahas

pemanfaatan atau pemilihan aspek bunyi, faktor kekhasan morfologi,

pemakaian dan pemilihan kosakata; penggunaan gaya bahasa; serta

kekhasan struktur sintaksis dalam bahasa pedalangan gaya Surakarta.

4. Kajian Stilistika Bahasa Jawa dalam Lagu-Lagu Karya Koes Plus oleh

Rani Gutami (2005), penelitian ini membahas parikan, wangsalan, pola

rima, dan kekhasan bentuk-bentuk morfologi, serta makna yang berkaitan

dengan ungkapan dan gaya bahasa, serta fungsi bahasa dalam lagu-lagu

(24)

commit to user

5. Serat Piwulang Warna-Warni Karya Mangkunegara IV (Suatu Tinjauan

Stlistika) oleh Priyanto tahun 2008. Penelitian ini berisi pembahasan

tentang pemilihan bunyi-bunyi bahasa, pilihan kata arkhais dan gaya

bahasa yang dipergunakan dalam Serat Piwulang Warna-Warni Karya

Mangkunegara IV.

6. Kajian Stilistika Novel Sirah Karya AY. Suhayana oleh Retno Dwi

Handayani (2010), penelitian ini membahas aspek-aspek bunyi, diksi atau

pilihan kata, dan gaya bahasa.

Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian terhadap stilistika pada naskah

sandiwara berbahasa Jawa di RRI Surakarta yang berjudul Julung Sungsang dan

Ketula-tula Ketali (lebih lanjut disingkat menjadi JS dan KK) belum pernah

diteliti. Penulis tertarik meneliti naskah sandiwara JS dan KK karya Kusuma

Danang Joyo, karena (1) naskah sandiwara tersebut memiliki keunikan-keunikan

pemanfaatan aspek bunyi, pemakaian bahasa seperti kosakata, gaya bahasa, dan

pencitraan, (2) pada umumnya setiap pengarang ingin menampilkan ciri tersendiri

sehingga masyarakat akan lebih mudah memahami karya sastra, (3) naskah

sandiwara sebagai salah satu karya sastra dan pernah disiarkan di RRI Surakarta.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian ini menjadi terarah dan

membantu peneliti dalam menganalisis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis menekankan batasan objek kajian yang akan diteliti, sehingga dapat

(25)

commit to user

stilistika dengan fokus aspek-aspek bunyi, diksi atau pilihan kata, gaya bahasa dan

pencitraan dalam naskah sandiwara JS dan KK Karya Kusuma Danang Joyo.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pemanfaatan aspek-aspek bunyi dalam naskah sandiwara JS

dan KKkarya Kusuma Danang Joyo?

2. Bagaimanakah diksi atau pilihan kata dalam naskah sandiwara JS dan KK

karya Kusuma Danang Joyo?

3. Bagaimanakah gaya bahasa dalam naskah sandiwara JS dan KK karya

Kusuma Danang Joyo?

4. Bagaimanakah pencitraan dalam naskah sandiwara JS dan KK karya Kusuma

Danang Joyo?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk.

1. mendeskripsikan dan menjelaskan pemanfaatan aspek-aspek bunyi dalam

naskah sandiwara JS dan KKkarya Kusuma Danang Joyo.

2. mendeskripsikan dan menjelaskan diksi atau pilihan kata dalam naskah

sandiwara JS dan KKkarya Kusuma Danang Joyo.

3. mendeskripsikan dan menjelaskan gaya bahasa dalam naskah sandiwara JS

dan KKkarya Kusuma Danang Joyo.

4. mendeskripsikan pencitraan dan menjelaskan dalam naskah sandiwara JS dan

(26)

commit to user

E. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian terbagi menjadi manfaat teoretis dan manfaat praktis

adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Peneltian secara teoretis diharapkan dapat memberikan pengembangan

ilmu pengetahuan dalam hal ini kebahasaan (linguistik), khususnya stilistika.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penetian ini dapat dimanfaatkan oleh:

a. Guru bahasa Jawa yaitu dapat menambah wawasan materi pengajaran bahasa

Jawa, khususnya sandiwara.

b. Pengarang muda agar lebih mementingkan pola estetik dan kreatif dalam

menuangkan ide-ide pada karya sastra

F. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini meliputi lima bab. Kelima bab tersebut

dapat diuraikan sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori dan Kerangka Pikir. Dalam penelitian ini berisi

pengertian stilistika, purwakanthi, diksi, sandiwara, gaya bahasa, pencitraan,

tentang pengarang naskah sandiwara JS dan KK, RRI Surakarta dan kerangka

(27)

commit to user

Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi jenis penelitian, sumber data dan

data, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta

metode penyajian hasil analisis data.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan. Bab ini berisi analisis data berupa

aspek-aspek bunyi, pilihan kata atau diksi, gaya bahasa, dan pencitraan.

Bab V Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan ini

(28)
(29)

commit to user

dipergunakan oleh seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri; gaya

pribadi (Soediro Satoto, 1995:36). Pemakaian gaya bahasa yang digunakan

pengarang disadari oleh pengarang. Hal ini digunakan oleh pengarang untuk

mencapai keindahan dalam membuat karyanya.

Menurut P. Suparman Natawidjaja (1986:1) menyatakan bahwa ekspresi

individual melahirkan stilistika. Yang dimaksud dengan ekspresi individual

adalah cara tersendiri dari seorang penulis dalam menyatakan atau

menggambarkan sesuatu hal. Suparman juga menambahkan bahwa lisensi

stilistika (licentia stlestica) merupakan penyimpangan tata kalimat untuk

mencapai retorik, tetapi hasilnya tidak menimbulkan efek artistik. Pemakaian

bahasa dalam karya sastra yang runtut dan sesuai gramatikal memang baik, tetapi

terdapat juga pemakaian yang memperlihatkan keunikan bahasa atau yang

menyimpang dari pola umum. Penyimpangan tersebut merupakan daya tarik karya

sastra yang merupakan cerminan dari gaya bahasa seorang pengarang.

Menurut Enkvit dalam Umar Junus (1989:4) pengertian style mencakup

enam konsep yakni (1) bungkus membungkus inti atau pernyataan yang telah ada

sebelumnya, (2) pilihan antara berbagai-bagai pernyataan yang mungkin, (3)

sekumpulan ciri-ciri pribadi, (4) penyimpangan daripada norma atau kaidah, (5)

sekumpulan ciri-ciri kolektif, (6) hubungan antara satuan bahasa yang dinyatakan

(30)

commit to user

dalam teks yang lebih luas daripada sebuah ayat. Pengertian style atau gaya dalam

arti luas dapat meliputi gaya penulisan pengarang.

Menurut pendapat Sutejo (2010:5) style merupakan gaya bahasa termasuk

di dalamnya pilihan gaya pengekspresian seorang pengarang untuk menuangkan

maksud yang bersifat individu dan kolektif. Karena itu, berkaitan dengan

keunikan pengarang dalam memilih bahasa sebagai sarana estetis penulisan

karyanya. Sedangkan stilistika sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentang

style.

Stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi linguistik yakni

mengkaji cara sastrawan memanipulasi potensi dan kaidah yang terdapat dalam

bahasa serta memberikan efek tertentu. Harimurti Kridalaksana (2001:202)

stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya

sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesastraan; penerapan linguistik

pada penelitian gaya bahasa.

Teori stilistika mempunyai pandangan bahwa pentingnya bahasa dalam

teks sastra. Bahasa merupakan medium untuk mengekspresikan karya sastra.

Sebagai media pengucapan seorang sastrawan, bahasa mempunyai kedudukan

yang sama dengan cat sebagai medium ekspresi seorang pelukis. Oleh karena itu,

teori stilistika merupakan teori sastra yang menitikberatkan pada penggunaan

bahasa dalam teks sastra.

Secara definitif stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya

bahasa, tetapi pada umumya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Jadi, dalam

(31)

commit to user

berbagai cara yang dilakukan dengan kegiatan manusia (Nyoman Kutha Ratna,

2009:167).

Aminudin (1995:13) menyatakan bahwa style dapat diartikan sebagai

bentuk pengungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan

sesuatu yang ingin direfleksikan pengarang secara tidak langsung.

Penulisan karya sastra tidak terlepas dari persolan style. Style ditulis

pengarang memang untuk estetis, dan dalam konteks kesastraan dilakukan untuk

menuansakan estetika sebuah karya. Hakikat style menyarankan seorang

pengarang dalam memilih teknik berbahasa memilih ungkapan kebahasaan yang

dipandang representatif untuk mengungkapkan gagasan dan pemikiran.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai stilistika penulis dapat menarik

simpulan bahwa stilistika adalah ilmu yang mempelajari gaya pengarang yang

dituangkan ke dalam karya sastra dengan medium bahasa. Kajian stilistika ini

meliputi pembahasan mengenai kekhasan pemakaian bahasa Jawa naskah

sandiwara JS dan KK karya Kusuma Danang Joyo dalam pemanfaatan aspek

bunyi, diksi atau pilihan kosakata, gaya bahasa dan pencitraan.

2. Purwakanthi

Istilah purwakanthi berasal dari dua kata purwa ’permulaan’ dan kanthi

’menggandeng kawan, memakai, menggunakan’. Jadi purwakanthi berarti

menggandeng atau menggunakan apa yang telah disebutkan di bagian depan atau

di bagian permulaan. Adapun yang digandeng adalah suara, huruf, dan

(32)

commit to user

persamaan bunyi yaitu persamaan vokal, persamaan bunyi konsonan dan

pengulangan kata (Dhanu Priyo Prabowo, 2007:246).

Purwakanthi ’persajakan’ ada tiga jenis yaitu asonansi atau purwakanthi

swara ’persamaan bunyi vokal’, aliterasi atau purwakanthi sastra ’persamaan

bunyi konsonan dalam pembentukan kata, kalimat, atau frasa’ dan purwakanthi

lumaksita atau basa ’pengulangan suku kata atau kata yang telah digunakan pada

bagian sebelumnya’ (Padmosoekotjo dalam Sutarjo, 2002:60).

a. Purwakanthi swara ’asonansi’ adalah semacam gaya bahasa retoris yang

sama berdasarkan langsung tidaknya makna yang berwujud bunyi vokal

yang sama, atau asonansi merupakan perulangan bunyi yang terdapat pada

kata-kata tanpa selingan persamaan bunyi konsonan. Asonansi adalah

ulangan bunyi vokal pada kata yang berurutan tanpa disertai ulangan bunyi

konsonan. Maksudnya mencapai efek kesepadanan bunyi (Panuti

Sudjiman, 1990:4). Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud

pengulangan bunyi vokal sama. (Gorys Keraf, 2004:130).

b. Purwakanthi sastra ’aliterasi’ adalah pengulangan konsonan atau

kelompok konsonan pada awal suku kata atau awal kata secara berurutan

(Harimurti Kridalaksana, 2008:204). Panuti Sudjiman dalam Sutarjo,

2003:23), bahwa purwakanthi sastra ’aliterasi’ adalah ulangan bunyi

konsonan, lazimnya pada awal kata yang berurutan untuk mencapai efek

kesepadanan bunyi, dengan istilah purwakanthi atau runtut konsonan.

(Gorys keraf, 2004:130) mengatakan bahwa aliterasi adalah gaya bahasa

yang berwujud pengulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan

(33)

commit to user

c. Purwakanthi basa (lumaksita) adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata

atau frasa letaknya di depan, tengah dan akhir satuan lingual yang

kesemuanya itu untuk memberikan suasana estetis/indah (Sutarjo,

2002:125). Purwakanthi basa (lumaksita) adalah pengulangan suku kata,

kata, dan baris (Dhanu Priyo Prabowo, 2007:247).

3. Diksi

Diksi adalah pilihan kata untuk memperoleh efek tertentu dalam pidato

drama dan karang mengarang. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian

kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan ide atau gagasan-gagasan pengarang.

Selain itu, diksi bukan hanya sebagai kata-kata yang diberikan untuk

mengungkapkan ide, gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya

bahasa, ungkapan (Gorys Keraf, 2004:23). Fraseologi mencakup persoalan

kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya yang khusus berbentuk

ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan

ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik atau yang memiliki nilai artistik yang

tinggi.

Menurut Gorys Keraf (2004:24) pengertian diksi adalah pertama, pilihan

kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan

suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat dan

gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata atau

diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari

gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang

(34)

commit to user

pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh

penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu.

Perbendaharaan kata atau kosakata bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki

oleh sebuah bahasa.

Harimurti Kridalaksana (2008:50) mengatakan bahwa diksi adalah pilihan

kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan

umum atau dalam karang mengarang. Sementara Panuti Sudjiman (1990:21)

mengatakan bahwa diksi adalah pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan.

Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan kata yang bermakna tepat dan

selaras yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan

khalayak pembaca/pendengar.

Pengertian diksi yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2002:264) adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya)

untuk mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu (seperti yang

diharapkan).

Jadi, jelaslah bahwa pengertian diksi adalah pilihan kata yang tepat yang

digunakan untuk mengungkapkan gagasan dan kemampuan untuk menemukan

bentuk yang sesuai dengan situasi.

a. Ketepatan dalam pemilihan kata

Gorys Keraf (2004:87) mengemukakan bahwa ketepatan pilihan kata

mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan

yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan

atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan

(35)

commit to user

Ambiguitas makna ganda sebisa mungkin dihindarkan apabila akan

berbicara atau menulis. Kita tidak perlu memakai kata terlalu banyak untuk

menyampaikan maksud yang dapat disampaikan secara singkat. Gorys Keraf

(2004:100) menyebutkan cara lain untuk menjaga ketepatan pilihan kata adalah

kelangsungan. Yang dimaksud dengan kelangsungan pilihan kata adalah teknik

memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang

dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis.

b. Persyaratan ketepatan diksi

Penulis atau pembicara di dalam menggunakan sebuah kata harus hati-hati

dan cermat agar maksud yang ingin disampaikan tercapai dan tidak menimbulkan

salah paham. Gorys Keraf (2004:88-87) mengatakan bahwa hal-hal yang harus

diperhatikan dalam ketepatan diksi yaitu; (1) membedakan secara cermat denotasi

dari konotasi, (2) membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim,

(3) membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya, (4) hindarilah kata-kata

ciptaan sendiri, (5) waspada terhadap penggunaan akhiran asing, (6) kata kerja

yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis, (7) mampu

membedakan kata umum dan kata khusus, (8) mempergunakan kata-kata indria

yang menunjukkan persepsi yang khusus, (9) memperhatikan perubahan makna

yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal, (10) memperhatikan

kelangsungan pilihan kata.

Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan

sejumlah besar kosakata atau perbendaharan kata bahasa itu. Perbedaharaan kata

(36)

commit to user

bahasa. Kekhasan penggunaan pilihan kata yang ditemukan dalam sandiwara JS

dan KK antara lain sebagai berikut.

1) Kosakata Bahasa Indonesia

Kata atau frasa sudah sering kita jumpai dalam penulisan ilmiah. Dalam

teks bahasa Jawa bisa saja disisipkan kata atau frasa Indonesia. Pemakaian kata

atau frasa Indonesia dalam teks bahasa Jawa dirasakan lebih ilmiah daripada harus

menerjemahkannya dalam bahasa Jawa. Namun bisa saja pemakaian kata atau

frasa Indonesia tersebut hanya untuk menunjukkan bahwa seseorang mengetahui

istilah-istilah tersebut, padahal belum tentu ia mengerti maksudnya dan dapat

mengucapkan atau menulisnya dengan benar. Contoh: kata stan, frasa vas bunga.

2) Sinonim

Sinonim adalah salah satu dari dua kata lebih dalam bahasa yang sama

yang maknanya sama atau mirip dalam semua atau beberapa seginya (Panuti

Sudjiman, 1990:74). Sementara itu, Harimurti Kridalaksana (2001:198)

mengatakan bahwa, sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau

sama dengan bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau

kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja.

Misalnya: omba’luas’ dan jembar’luas’, dandan’berhias’ dan macak’berhias’.

3) Idiom atau ungkapan

Idiom atau ungkapan adalah (a) kontruksi dari unsur-unsur yang saling

memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada karena bersama

yang lain; (b) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna

anggota-anggotanya; (c) bahasa dan dialek yang khas menandai suatu bangsa,

(37)

commit to user 4) Tembung Kasar atau Makian

Kata Makian yang diturunkan dari verbal memaki berarti ’mengeluarkan

kata-kata keji, kotor, kasar sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel

(KBBI, 2002:702). Makian mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dengan

umpatan, yaitu ’perkataan yang keji-keji atau kotor yang diucapkan karena marah,

jengkel atau kecewa’ (KBBI, 2002:1244). Kata-kata kasar berarti tidak sopan, keji

berarti sangat rendah, tidak sopan, dan kata-kata kotor berarti jorok, menjijikkan,

melanggar kesusilaan (KBBI, 2002:511,527,599). Oleh karena itu, seseorang yang

memaki atau mengumpat berarti mengucapkan kata-kata tersebut tidak biasa

digunakan dalam percakapan secara wajar dan hanya digunakan sebagai

pelampiasan perasaan marah, jengkel atau kecewa. Misal: iblis ’makhluk

pengganggu manusia’, brengsek ’kurang ajar’.

5) Tembung Saroja

Tembung saroja adalah penggunaan dua kata atau mirip artinya

dimaksudkan untuk memberikan penyangatan arti sehingga menimbulkan efek

emosi yang kuat. Tembung saroja tegese tembung rangkep, maksudte tembung

loro kang padha utawa meh padha tegese dienggo bebarengan. Kata saroja

adalah kata rangkap, maksudnya dua kata yang sama atau hampir sama artinya

digunakan bersamaan (Padmosoekotjo, dalam Sutarjo, 2003:62). Misalnya: bagas

waras dan pas trep. Kata bagas berarti sehat, waras juga berarti sehat, dan pas

berarti sesuai trep juga berarti sesuai.

6) Kata Seru

Kata seru adalah kata atau frasa yang dipakai untuk mengawali seruan,

(38)

commit to user

dengan bentuk lain, dan dipakai untuk mengungkapkan perasaan (Harimurti

Kridaslaksana, 2001:84 dan 100). Misal: Wahh untuk kata pengungkap rasa

kagum, Huuhhh untuk kata pengungkap rasa kesal.

4. Gaya Bahasa

a. Pengertian Gaya Bahasa

Gorys Keraf (2004:113) mengatakan bahwa gaya atau khususnya gaya

bahasa dikenal retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin

stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Akan tetapi

pengertian gaya bahasa dapat dibatasi, gaya bahasa adalah cara mengungkapkan

pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian

penulis (pemakai bahasa).

Gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang

timbul atau yang hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan

tertentu dalam hati pembaca (Slametmuljana dalam Pradopo, 2005:93). Sementara

itu, Panuti Sudjiman (1993:33) menyatakan bahwa yang disebut gaya bahasa

adalah cara menyampaikan pikiran dan perasaan dengan kata-kata dalam bentuk

tulisan maupun lisan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa

adalah cara yang digunakan penulis dalam menyampaikan pikiran dan gagasan

dengan kata-kata yang khas kepada pembaca dan memberikan kesan tertentu di

(39)

commit to user

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Menurut Zainuddin Fananie (2002:29) gaya bahasa yang lazim digunakan

pengarang di dalam karya sastra adalah (1) gaya bahasa berdasarkan struktur

kalimat; (2) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

1) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

Struktur kalimat ada yang bersifat periodik, kendur dan berimbang.

Apabila bagian yang terpenting mendapat penekanan di akhir kalimat, disebut

periodik. Apabila kalimat mendapat penekanan di akhir kalimat dan

bagian-bagian yang kurang penting dideretkan sesudah bagian-bagian penting, disebut kendur.

Selanjutnya kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang

kedudukannya terlalu tinggi atau sederajat, disebut berimbang. Dari ketiga

struktur macam kalimat tersebut diperoleh gaya bahasa klimaks, anti klimaks,

paralelisme, antitesis, dan repetisi.

a. Klimaks merupakan gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran

yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan

sebelumnya. kejadian seperti ini ... tidak sekali ... tidak dua kali ...sering

sekali saya ... mengalami sakit kepala yang begitu sakit seperti ini [...]’

b. Antiklimaks merupakan gaya bahasa yang gagasan-gagasannya diurutkan dari

yang terpenting, berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.

Contoh:

Murtini: ... Ahh... arep tak priksakne wae ... aku dhewe kuwi wedi ... tur

(40)

commit to user

c. Paralilesme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam

bentuk gramatikal yang sama.

Contoh:

Sundari : Aku tak rewangi ... paribasan kowe wis nglarani atiku ... gawe gela

atiku bola-bali ... aku tetep narima mas ... ora rumangsa serik ... tidak merasa benci ... tidak merasa sebel ... saya sabar ... dan terus saya sabar-sabarkan ... tetapi ... tetapi .... kamu sama sekali ... tidak tau ... perasaanku mas ... kamu ... acuh ... kamu masa bodoh ...

dengan apa yang sudah ... saya korbankan untuk kamu mas [...]’

d. Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang

bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang

berlawanan.

Contoh:

Baroto : Iyo bener ... wong urip kuwi mung sedhela ... kenapa digawe susah ...

rak ya becike ... digawe seneng [...](JS/1/3)

: ’Iya benar ... orang hidup itu cuma sebentar ... kenapa dibuat susah ...

lebih baik ... dibuat senang [...]’

e. Repetisi merupakan perungan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang

dianggap penting memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang

disesuaikan. Gorys Keraf (2001:127) membagi gaya bahasa repetisi yaitu

epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis,

dan anadiplosis.

Contoh:

Pak Projo : Pokoke... sedhela maneh... sedhela meneh ... aku bakal

(41)

commit to user

: ’Pokoknya... sebentar lagi... sebentar lagi ... saya mau

bicara bab ini ... kepada kalian berdua [...]’

2) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna diukur dari acuan yang

masih dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada

penyimpangan. Gaya bahasa ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa

retoris dan gaya bahasa kiasan.

a. Gaya bahasa retoris

Gaya bahasa retoris merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk

mencapai efek tertentu (Gorys Keraf, 2004:129). Bermacam-macam gaya bahasa

retoris terdiri atas:

1) Aliterasi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.

Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk

penghiasan atau penekanan.

Contoh : Kudune kok kuras kolah kuwi.

’Harusnya kamu kuras bak mandi itu.’

2) Asonansi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang

sama.

Contoh : Ora apa-apa ta lara sirahmu , apa digawa nyang dhokter wae.

’Tidak apa-apa kan sakit kepalamu, apa dibawa ke dokter saja.’

3) Anastrof, yaitu gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan

susunan kata yang biasa dalam kalimat.

Contoh : Lunga saka kene, mumet sirahku yen eneng kowe neng kene.

’Pergi dari sini, pusing kepalaku kalau ada kamu di sini.’

4) Apofasis, yaitu sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan

(42)

commit to user

Contoh : Aku percaya kowe nanging awakmu bacut nglarani aku.

’Aku percaya kamu tetapi dirimu terlanjur menyakiti aku.’

5) Apostrof, yaitu semacam gaya bahasa berbentuk pengalihan amanat dari para

hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.

Contoh : Patrioting nagari sampun sare kanthi tenang wonten ing

sandhinging Gusti Pangeran.

’Pahlawan negara sudah tidur tenang di samping Tuhan.’

6) Asidenton, yaitu gaya bahasa berupa acuan, bersifat padat dan mampat

dimana beberapa kata, frasa, atau klausa, yang sederajat tidak dihubungkan

dengan kata sambung, hanya dipisahkan dengan koma.

Contoh : Wong kuwi mau jebule gemi, setiti, ngati-ati.

’Orang tadi ternyata, hemat, cermat, hati-hati.’

7) Polisindenton, yaitu sebuah gaya yang merupakan kebalikan dari asindenton.

Beberapa kata, frasa, klausa yang berurutan dihubungkan dengan kata-kata

sambung.

Contoh: Nalika sore wayah bocah padha arep sinau les dheweke lan adhine

mara nggawa buku wacan basa Jawa amarga pengen minterke bocah-bocah.

’Ketika sore hari anak-anak mau belajar les dia dan adiknya datang

membawa buku bahasa Jawa karena ingin membuat pandai anak.’

8) Kiasmus, yaitu suatu gaya yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa,

yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan

frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa

lainya.

Contoh : Kabeh kesabaranku ilang, bubar kabeh usahaku pirang-pirang taun.

’Habis kesabaranku, hilang semua usahaku selama bertahun-tahun.’

9) Elipsis, yaitu suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat

yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau

(43)

commit to user

Contoh : Jane dheweke arep ngomong mau sore, menawa dheweke...

’Sebetulnya diamau bilang tadi sore, kalau dirinya...’

10)Eufemismus, yaitu semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak

menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk

menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung,

perasaan, atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Contoh : Bapake wis ora eneng tengah-tengahing keluargane.

’Bapaknya sudah tidak ada di tengah-tengah keluarganya.’

11)Litotes, yaitu gaya bahasa yang mengecilkan sesuatu hal. Jadi mengandung

pertentangan antara kenyataan dan perkataan. Dipakai untuk merendahkan

diri.

Contoh : Mangga mampir riyen ten gubuk kula.

’Silahkan singgah dulu di rumah saya.’

12)Histeron, yaitu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis

dan kebalikan dari urutan yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang

terakhir pada awal peristiwa.

Contoh : Dokar mlayune banter digeret jaran neng ngarape.

’Kereta larinya cepat ditarik kuda di depannya.’

13)Pleonasme dan tautologi, yaitu suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang

berlebihan itu dihilangkan, artinya tetapi utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut

tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan

dari sebuah kata yang lain.

Contoh : Getih abang kuwi mili terus saka sikile.

’Darah merah itu mengalir terus dari kakinya.’

14)Parifrasis, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang dipergunakan.

Gaya ini mirip dengan pleonasme. Perbedaannya terletak dalam hal kata-kata

(44)

commit to user

Contoh : Doni nulis surat nganggo tangane dhewe.

‘Doni menulis surat menggunakan tangannya sendiri.’

15)Prolepsis, yaitu gaya bahasa yang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau

sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.

Contoh : Mau esuk dheweke kuliah numpak bis.

’Tadi pagi dia kuliah naik bis.’

16)Erotesis, yaitu pertanyaan retoris yang merupakan semacam pertanyaan yang

dipergunakan dalam tulisan atau pembicaraan dengan tujuan untuk mencapai

efek yang lebih mendalam dan penekanan wajar dan sama sekali tidak

menghendaki adanya jawaban. Dalam erotesis terdapat asumsi bahwa hanya

ada satu jawaban yang mungkin.

Contoh : Apa bener Jakarta kuwi ibu kota negara?

’Apa benar Jakarta itu ibu kota negara.’

17)Silipsis dan zeugma

Silipsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan

dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya

hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Konstruksi

secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar.

Zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua berikutnya, sebenarnya

hanya cocok salah satu.

Contoh : Mbokdhe Ijah nggendhong nyangking ngempit kendhi-kendhi

dagangane.

’Bude Ijah menggendong membawa dan menjepit, kendi

dagangannya.’

18)Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud mula-mula

menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

Contoh : Nunik nikah karo wong Semarang eh dudu deng wong Klaten.

(45)

commit to user

19)Hiperbola, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan

berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal.

Contoh : Wahh omahe gendhe banget kaya kraton.

’Wahh rumahnya besar sekali seperti kraton.’

20)Paradoks, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang

nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks juga berarti semua hal yang

menarik perhatian karena kebenarannya.

Contoh : Bocah iku kaliren neng tengahing bandhan-bandhane.

’Anak itu kelaparan di tengah hartanya.’

21)Oksimoron, yaitu acuan yang berusaha untuk menghubungkan kata-kata untuk

mencapai efek yang bertentangan.

Contoh : Wong usaha kuwi susah ditampa seneng disyukuri.

’Orang usaha itu sulit diterima suka disyukuri.’

b. Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya

makna yang dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan (Gorys Keraf,

2004:136). Berikut ini adalah penjelasan mengenai gaya bahasa kiasan.

1) Persamaan atau simile, ialah perbandingan yang bersifat eksplisit yaitu

langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Kata-kata yang

sering digunakan antara lain: seperti, sama, bagaikan, dan laksana.

Contoh : Mlakune kaya macan luwe.

‘Jalannya seperti macan kelaparan.’

2) Metafora, ialah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara

langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora tidak menggunakan

(46)

commit to user

Contoh : Hani dadi kembang desa ing ndesane.

’Hani jadi bunga desa di desanya.’

3) Alegori, Parabel dan Fabel

(a) Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Dalam

alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta

tujuannya selalu jelas tersurat.

Contoh : Legenda Lutung Kasarung memuat ajaran untuk sabar dan rajin.

(b) Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia

yang selalu mengandung tema moral.

Contoh : Cerita Sukrasana yang tekun belajar

(c) Fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana

binatang-binatang dan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak

seolah-olah sebagai manusia.

Contoh : Sapi lunga nalika ditagih dening pitik jago.

’Sapi pergi ketika ayam jago datang menagih.’

4) Personifikasi merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan

benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki

sifat-sifat kemanusiaan.

Contoh : Bolpen kuwi nari ing dhuwuring kertas putih.

’Bolpoint itu menari di atas kertas putih.’

5) Alusi, ialah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang,

tempat, atau peristiwa.

Contoh: Bali minangka kutha dewata bisa dadi nambah devisa negara.

(47)

commit to user

6) Eponim, ialah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering

dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk

menyatakan sifat.

Contoh: Keprigelane Arjuna nggunake panah ora ana tandingane.

’Keahlian Arjuna menggunakan panah tidak ada tandingannya.’

7) Epitet, ialah suatu gaya yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari

seseorang atau sesuatu hal.

Contoh: Raja alas ngamuk merga kelangan anake.

’Raja hutan marah karena kehilangan anaknya.’

8) Sinekdoke, ialah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian

dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan

keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

Contoh: Tiket mlebu stadion bal iki per gundul Rp 25.000,00.

’Tiket masuk stadion bola ini per kepala Rp 25.000,00.’

9) Metonomia, ialah gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk

menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.

Contoh: Mas Rudi tumbas kijang abang.

‘Mas Rudi membeli kijang merah.’

10)Antonomasia, ialah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan

sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar atau jabatan.

Contoh: Presiden mengumumke wajib sinau sembilan taun.

’Presiden mengumumkan wajib belajar sembilan tahun.’

11)Hipalase, ialah semacam gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata

tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada

sebuah kata yang lain.

Contoh: Raine butheg bar didukani ibune.

(48)

commit to user

12)Ironi, sinisme, sarkasme

(a) Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna

atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian

kata-katanya.

Contoh: Becik tenan keputusanmu, dadi kantor kentekan kas.

’Bagus sekali keputusanmu, sehingga kantor kehabisan kas.’

(b) Sinisme adalah suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang

mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.

Contoh: Pancen sampeyan niku wanita ingkang paling ayu kiyambak sing

bisa ngrusak keluargane wong liya.

’Memang benar anda itu wanita yang tercantik yang bisa merusak rumah tangga orang lain.’

(c) Sarkasme adalah acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Gaya ini

selalu menyakitkan dan kurang enak didengar.

Contoh: Ngebuta sing banter yen numpak pit yen jiglok mben moncrot

polomu.

’Ngebutlah dalam mengendarai sepeda kalau jatuh biar berdarah otakmu.’

13)Satire, yaitu ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satire

mengandung kritik terhadap kelemahan manusia agar diadakan perbaikan

secara etis maupun estetis.

Contoh:

A: Mangga didhahar nasinipun, sampun cemepak wonten ing meja

makan?

’Ayo dimakan nasinya, sudah tersedia di mejamakan?’

B: Iya, aku durung ngelih.

’Iya saya belum lapar.’

14)Inuendo, yaitu semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang

sebenarnya. Ia menyatakan kritik dan sugesti yang tidak langsung dan tidak

(49)

commit to user

Contoh: Pendhak sore mesti dheweke mabuk sitik merga kakeyan

ngombe.

.’Setiap sore mesti dia mabuk sedikit karena kebanyakan minum.’

15)Antifrasis, yaitu semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata

dengan makna kebalikannya, yang biasa saja dianggap sebagai ironi sendiri.

Antifrasis dapat diketahui dengan jelas apabila pembaca atau pendengar

dihadapkan pada kenyataan sebenarnya.

Contoh: Iki jik esuk lho, ngapa tangi esuk-esuk.

’Ini masih pagi lho, mengapa bangun pagi-pagi.’

16)Pun atau Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan

bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

Contoh: Dheweke lunga nggawa sak botol anggur lan sak kranjang anggur.

’Dia pergi membawa satu botol anggur dan satu kranjang anggur.’

1. Pencitraan

Pencitraan adalah penggunaan kata-kata dan ungkapan yang mampu

membangkitkan tanggapan indera dalam karya sastra (Burhan Nurgiantoro,

2007:304). Citra merupakan sebuah gambaran pengalaman indera yang

diungkapkan lewat kata-kata. Citra, kemudian diformulasikan lebih jauh sebagai

reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat inderawi dan berdasarkan

persepsi dan tidak selalu bersifat visual (Ibid dalam Sutejo, 2010:19). Sementara

Rachmad Djoko Pradopo memaknakan citra sebagai gambar-gambar dalam

pikiran dan bahasa yang menggambarkannya (1993:79).

Burhan Nurgiyantoro yang mengelompokkan citra didasarkan pada

(50)

commit to user

(ii) citra pendengaran (auditoris), (iii) citra gerak (kinestetik), (iv) citra rabaan

(taktil termal) dan (v) citra penciuman (olfaktori).

a. Citra Penglihatan

Mengikuti pemahaman citra sebagaimana diformulasikan Wellek dan

Warren dalam Sutejo (2010:20) sebagai reproduksi mental, suatu ingatan masa

latu yang bersifat inderawi dan berdasarkan persepsi dan tidak selalu bersifat

visual, maka ekspresi pengalaman masa lalu, akan terekspresikan sedemikian rupa

oleh pengarang dengan instrumen bahasa.

Citra penglihatan biasanya dapat memberikan rangsangan kepada indera

penglihatan sehingga hal-hal yang semula terlihat akan tampak atau hadir di depan

penikmat. Citra penglihatan ialah jenis citraan yang sering yang menekankan

pengalaman visual (penglihatan) yang dialami pengarang kemudian

diformulasikan ke dalam rangkaian kata yang seringkali metaforis dan simbolis

(Sutejo, 2010:21).

b. Citra Pendengaran

Citra pendengaran merupakan bagaimana pelukisan bahasa yang

merupakan perwujudan dari pengalaman pendengaran (Sutejo, 2010:22). Citra

pendengaran juga dapat memberikan rangsangan kepada indera pendengaran

sehingga mengusik imajinasi pembaca untuk memahami teks sastra secara tebih

utuh. Citra pendengaran biasanya dapat memberikan rangsangan kepada indera

pendengaran sehingga hal-hal yang semula tak terlihat akan tampak atau hadir di

(51)

commit to user c. Citra Penciuman

Citraan penciuman ialah penggambaran yang diperoleh melalui

pengalaman indera penciuman (Sutejo, 2010:23). Selanjutnya, citraan jenis ini

dapat membangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran

yang lebih utuh atas pengalaman indera yang lain.

d. Citra Perabaan

Citraan perabaan ialah penggambaran atau pembayangan dalam cerita

yang diperoleh melalui pengalaman indera perabaan (Sutejo, 2010:24). Citraan

perabaan seringkali menggambarkan bagaimana sesuatu secara ”erotik” dan

”sensual” dapat memancing imajinasi pembaca.

e. Citra Gerak

Citraan ini, menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak,

tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya

(Sutejo, 2010:24).

6. Pengertian Sandiwara

Pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia istilah drama itu diganti

dengan istilah tonil (bahasa Belanda: toneel = pertunjukan). Kemudian sebagai

pengganti istilah tonil digunakan istilah sandiwara (diciptakan oleh KKG

Mangkunegara VII).

Sandiwara berasal dari kata sandi ’rahasia’ dan wara ’warah atau

pengajaran’. Jadi sandiwara berarti suatu pengajaran yang disampaikan secara

samar-samar (rahasia). Menurut Ki Hajar Dewantara sandiwara adalah pengajaran

Gambar

gambar atau foto, catatan harian, memorandum, vidio tape (Edi Subroto, 1992:7).

Referensi

Dokumen terkait

Siswa yang memberi jawaban baru/tidak baru terhadap pokok bahasan tekanan dengan menggunakan strategi elaborasi dari 40 siswa 32 orang menjawab baru atau

Peran harmonisasi peraturan juga tidak sebatas pada ada tidaknya pertentangan/tumpang tindih pengaturan dengan peraturan lain se- cara vertikal maupun horizontal, tetapi

Bab ini menguraikan tentang karakteristik pusat perbelanjaan yang meliputi jumlah dan luas lantai, luas lantai terpakai, jumlah pegawai, jumlah pengunjung, jenis dan

communication, spoken language,casual conversation,pragmatic study, phatic communication, native and non-native English speaker,and language and culture.. Communication is

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara promosi dengan keputusan masyarakat Non Muslim menjadi nasabah pada bank syariah di kabupaten serdang bedagai

(1) Maksud ditetapkannya Peraturan Bupati Tanah Laut ini adalah adanya kepastian/ketetapan mengenai Program Kerja Pengawasan Tahunan, Pembagian Wilayah Kerja

Tulisan selanjutnya adalah “Tradisi dan Filosofi Penulisan Aksara Bali pada Naskah Lontar,” oleh Duija (2012, 1-22) menguraikan mengenai teknologi dan proses penulisan pada

Rata-rata tinggi bibit kopi umur dua belas minggu setelah tanam pada berbagai perlakuan media tanam.. Media Tanam Rata-rata tinggi