• Tidak ada hasil yang ditemukan

Viabilitas Bakteri Probiotik In Vitro Dan Pengaruh Pemberian Air Beroksigen Terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik Secara In Vivo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Viabilitas Bakteri Probiotik In Vitro Dan Pengaruh Pemberian Air Beroksigen Terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik Secara In Vivo"

Copied!
200
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN

TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK

SECARA

IN VIVO

ENOK SOBARIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Viabilitas Bakteri Probiotik

in vitro

dan

Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara

in vivo

,

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan

Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

(3)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(4)

ENOK SOBARIAH.

Viability of Probiotic bacteria

in vitro

and the effect of oksigennated

water on viability of probiotik bacteria

in vivo.

Under direction of ALI KHOMSAN and

INGRID SURONO.

The aim of this study were to identify the

in vitro

tolerance of pro-biotic bacteria

to acid and bile salt condition; and to prove a hypothesis that the supplementation of

oxygenated water has a positive effecte on the body weight of rat and on viability of

pro-biotic bacteria. The first study was carried out in PAU Laboratory of IPB, while the

second study was conducted in FEMA Animal Laboratory of IPB and Micro-biology

Laboratory of Indonesia Institute of Technology. Fourty five rats aged 6 weeks were

devided into three groups, i.e., control group without probiotic (a0),

Lactobacillus casei

Shirota (a1), and

Lactobacillus

IS- 7257 (a2). Each group (consisting of 5 rats each) has

three different treatments, namely, control without oxygenated water (b0), 50 ppm

oxygenated water (b2), and 80 ppm oxygenated water (b2). Oxygenated water was

administered to the rats twice a day in the morning (3.25 ml) and afternoon (3.00 ml).

Observation was carried out on the body weight of the rats,, fecal lactic acid bacteria,

coliform, and anaerob bacteria by plate counting, for 4 periods, i.e, prior to the treatment

(c0), after three-day treatment (c1), seven-day treatment (c2), and on the 10

th

day

treatment or three days after washed out period. The results indicated that probiotic

bacteria are resistant to acid and bile acid condition and. Oxygen concentration in water

has a significant positive influence on the body weight of rats towards viability of

probiotic bacteria (p-level < 0.05). The supplementation of oxygenated water 50 ppm

significantly increase the population of viable fecal lactic acid bacteria in

Lactobacillus.

casei

Shirota and

Lactobacillus IS-7257

groups after 3 and 7 days of treatment.

Lactobacillus

IS 7257 gave better response than

Lactobacillus casei

Shirota. The

supplementation of oxygenated water 80 ppm significantly reduce the fecal

coliform

and

anaerob bacteria

in-vivo

in both

Lactobacillus. casei

Shirota and

Lactobacillus

IS-7257

groups (p-level < 0.05).

(5)

ENOK SOBARIAH. Viabilitas Bakteri Probiotik

in vitro

dan Pengaruh Pemberian Air

Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara

in vivo.

Dibimbing oleh ALI

KHOMSAN dan INGRID S. SURONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toleransi bakteri probiotik terhadap

kondisi asam dan garam empedu dan untuk membuktikan hipotesis bahwa air beroksigen

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan berat badan tikus dan pertumbuhan bakteri

probiotik.

Penelitian ini menggunakan tikus putih

Spraque Douley

sebanyak 45 ekor yang

dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol tanpa probiotik (A0), kelompok

Lactobacillus casei

Shirota (A1), dan

Lactobacillus

IS-7257

(A2) serta tiap kelompok

mendapat 3 variabel perlakuan yaitu tanpa air beroksigen (B0), air beroksigen konsentrasi

50 ppm (B1), dan air beroksigen konsentrasi 80 ppm (B2). Pemberian air beroksigen

dengan pencekokan dua kali sehari yaitu pagi dan sore masing-masing 3,25 dan 3,0 ml.

Pengamatan terhadap berat badan tikus, fekal bakteri asam laktat,

coliform

dan bakteri

anaerob dilakukan dalam 4 periode pengamatan yaitu sebelum perlakuan (C0), 3 hari

perlakuan (C1), 7 hari perlakuan (C2) dan setelah pemberian diet normal selama 3 hari

(C3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri probiotik tahan terhadap asam dan

garam empedu. Kombinasi air beroksigen dengan

Lactobacillus casei

Shirota dan

Lactobacillus

IS-7257

menghasilkan perubahan berat badan tikus (p< 0.05). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kombinasi air beroksigen 50 ppm dengan

Lactobacillus

IS-7257 (A2B1) meningkatkan secara nyata populasi bakteri asam laktat pada berbagai

periode pengamatan. Jumlah bakteri asam laktat pada pengamatan 3 hari lebih tinggi

bibandingkan dengan 0 hari dan 7 hari. Bakteri

coliform

dapat

ditekan pada perlakuan air

beroksigen 80 ppm dengan

Lactobacillus casei

Shirota (A1B2).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi air beroksigen 50

ppm dan 80 ppm masing-masing mempunyai manfaat meningkatkan bakteri probiotik

dan menurunkan bakteri

coliform

secara

in vivo

, sehingga diharapkan akan membantu

meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan penyerapan gizi menjadi lebih baik.

(6)

DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN

TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK

SECARA

IN VIVO

ENOK SOBARIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama

: Enok Sobariah

NRP : A551050041

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Dr. Ir. Ingrid S Surono, MSc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

dan Sumberdaya Keluarga

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)
(9)

karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis berjudul Viabilitas

Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku ketua komisi pembimbing juga

sebagai Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga dan Dr. Ir. Ingrid S. Surono, MSc. selaku anggota komisi

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar selaku dosen penguji yang telah

memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Staf pengajar Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga.

4. Direktur RSU Cibabat Cimahi dr.H.Hanny Rono S, MSc beserta staf.

5. Kepala Dinas Kesehatan kota Cimahi dr. Hj. Endang, MSc beserta staf.

6. PT. Tirta Alam Semesta terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Dr. Ir. Aswi Rudito, MSi (Didit), Dr. Drs. Muhamad Royani MSc,

Unggul S.Kom, MSi, dan rekan mahasiswa Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Eli Walimah, Anita, Wiwik

Widayati.

8. Suamiku tercinta Asmara Hadi, ananda Febby Habibie Hadi Wijaya,

dan Vitha Fitriyani Hadi Wijaya, terima kasih atas doa restunya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini,

meskipun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 4 Mei 1966 dari

ayah H. Tjetje Tjentasa dan ibu Hj Epong Warnaga. Penulis merupakan anak

ke-empat dari enam bersaudara.

Pada tahun 1984 penulis lulus dari SMA Negeri Situraja Sumedang, Jawa

barat dan pada tahun 1987 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Diploma

dari Akademi Gizi Jakarta.

Penulis diterima sebagai karyawan Rumah Sakit Swasta Muhammad

Husni Thamrin Jalan Salemba Jakarta pada tahun 1988, kemudian beralih dinas ke

PT Nestle Indonesia sebagai Medical Representatif pada tahun 1989. Penulis

diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1991 bertempat di Rumah Sakit

Umum Swadana Daerah Cibabat Cimahi. Alhamdulillah penulis dapat

menyelesaikan pendidikan S1 bidang studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

(11)

DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN

TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK

SECARA

IN VIVO

ENOK SOBARIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Viabilitas Bakteri Probiotik

in vitro

dan

Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara

in vivo

,

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan

Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

(13)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(14)

ENOK SOBARIAH.

Viability of Probiotic bacteria

in vitro

and the effect of oksigennated

water on viability of probiotik bacteria

in vivo.

Under direction of ALI KHOMSAN and

INGRID SURONO.

The aim of this study were to identify the

in vitro

tolerance of pro-biotic bacteria

to acid and bile salt condition; and to prove a hypothesis that the supplementation of

oxygenated water has a positive effecte on the body weight of rat and on viability of

pro-biotic bacteria. The first study was carried out in PAU Laboratory of IPB, while the

second study was conducted in FEMA Animal Laboratory of IPB and Micro-biology

Laboratory of Indonesia Institute of Technology. Fourty five rats aged 6 weeks were

devided into three groups, i.e., control group without probiotic (a0),

Lactobacillus casei

Shirota (a1), and

Lactobacillus

IS- 7257 (a2). Each group (consisting of 5 rats each) has

three different treatments, namely, control without oxygenated water (b0), 50 ppm

oxygenated water (b2), and 80 ppm oxygenated water (b2). Oxygenated water was

administered to the rats twice a day in the morning (3.25 ml) and afternoon (3.00 ml).

Observation was carried out on the body weight of the rats,, fecal lactic acid bacteria,

coliform, and anaerob bacteria by plate counting, for 4 periods, i.e, prior to the treatment

(c0), after three-day treatment (c1), seven-day treatment (c2), and on the 10

th

day

treatment or three days after washed out period. The results indicated that probiotic

bacteria are resistant to acid and bile acid condition and. Oxygen concentration in water

has a significant positive influence on the body weight of rats towards viability of

probiotic bacteria (p-level < 0.05). The supplementation of oxygenated water 50 ppm

significantly increase the population of viable fecal lactic acid bacteria in

Lactobacillus.

casei

Shirota and

Lactobacillus IS-7257

groups after 3 and 7 days of treatment.

Lactobacillus

IS 7257 gave better response than

Lactobacillus casei

Shirota. The

supplementation of oxygenated water 80 ppm significantly reduce the fecal

coliform

and

anaerob bacteria

in-vivo

in both

Lactobacillus. casei

Shirota and

Lactobacillus

IS-7257

groups (p-level < 0.05).

(15)

ENOK SOBARIAH. Viabilitas Bakteri Probiotik

in vitro

dan Pengaruh Pemberian Air

Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara

in vivo.

Dibimbing oleh ALI

KHOMSAN dan INGRID S. SURONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toleransi bakteri probiotik terhadap

kondisi asam dan garam empedu dan untuk membuktikan hipotesis bahwa air beroksigen

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan berat badan tikus dan pertumbuhan bakteri

probiotik.

Penelitian ini menggunakan tikus putih

Spraque Douley

sebanyak 45 ekor yang

dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol tanpa probiotik (A0), kelompok

Lactobacillus casei

Shirota (A1), dan

Lactobacillus

IS-7257

(A2) serta tiap kelompok

mendapat 3 variabel perlakuan yaitu tanpa air beroksigen (B0), air beroksigen konsentrasi

50 ppm (B1), dan air beroksigen konsentrasi 80 ppm (B2). Pemberian air beroksigen

dengan pencekokan dua kali sehari yaitu pagi dan sore masing-masing 3,25 dan 3,0 ml.

Pengamatan terhadap berat badan tikus, fekal bakteri asam laktat,

coliform

dan bakteri

anaerob dilakukan dalam 4 periode pengamatan yaitu sebelum perlakuan (C0), 3 hari

perlakuan (C1), 7 hari perlakuan (C2) dan setelah pemberian diet normal selama 3 hari

(C3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri probiotik tahan terhadap asam dan

garam empedu. Kombinasi air beroksigen dengan

Lactobacillus casei

Shirota dan

Lactobacillus

IS-7257

menghasilkan perubahan berat badan tikus (p< 0.05). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kombinasi air beroksigen 50 ppm dengan

Lactobacillus

IS-7257 (A2B1) meningkatkan secara nyata populasi bakteri asam laktat pada berbagai

periode pengamatan. Jumlah bakteri asam laktat pada pengamatan 3 hari lebih tinggi

bibandingkan dengan 0 hari dan 7 hari. Bakteri

coliform

dapat

ditekan pada perlakuan air

beroksigen 80 ppm dengan

Lactobacillus casei

Shirota (A1B2).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi air beroksigen 50

ppm dan 80 ppm masing-masing mempunyai manfaat meningkatkan bakteri probiotik

dan menurunkan bakteri

coliform

secara

in vivo

, sehingga diharapkan akan membantu

meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan penyerapan gizi menjadi lebih baik.

(16)

DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN

TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK

SECARA

IN VIVO

ENOK SOBARIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Nama

: Enok Sobariah

NRP : A551050041

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Dr. Ir. Ingrid S Surono, MSc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

dan Sumberdaya Keluarga

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(18)
(19)

karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis berjudul Viabilitas

Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku ketua komisi pembimbing juga

sebagai Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga dan Dr. Ir. Ingrid S. Surono, MSc. selaku anggota komisi

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar selaku dosen penguji yang telah

memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Staf pengajar Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga.

4. Direktur RSU Cibabat Cimahi dr.H.Hanny Rono S, MSc beserta staf.

5. Kepala Dinas Kesehatan kota Cimahi dr. Hj. Endang, MSc beserta staf.

6. PT. Tirta Alam Semesta terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Dr. Ir. Aswi Rudito, MSi (Didit), Dr. Drs. Muhamad Royani MSc,

Unggul S.Kom, MSi, dan rekan mahasiswa Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Eli Walimah, Anita, Wiwik

Widayati.

8. Suamiku tercinta Asmara Hadi, ananda Febby Habibie Hadi Wijaya,

dan Vitha Fitriyani Hadi Wijaya, terima kasih atas doa restunya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini,

meskipun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2007

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 4 Mei 1966 dari

ayah H. Tjetje Tjentasa dan ibu Hj Epong Warnaga. Penulis merupakan anak

ke-empat dari enam bersaudara.

Pada tahun 1984 penulis lulus dari SMA Negeri Situraja Sumedang, Jawa

barat dan pada tahun 1987 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Diploma

dari Akademi Gizi Jakarta.

Penulis diterima sebagai karyawan Rumah Sakit Swasta Muhammad

Husni Thamrin Jalan Salemba Jakarta pada tahun 1988, kemudian beralih dinas ke

PT Nestle Indonesia sebagai Medical Representatif pada tahun 1989. Penulis

diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1991 bertempat di Rumah Sakit

Umum Swadana Daerah Cibabat Cimahi. Alhamdulillah penulis dapat

menyelesaikan pendidikan S1 bidang studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

(21)

Halaman DAFTAR TABEL X

DAFTAR GAMBAR XI

DAFTAR LAMPIRAN XII

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Air Beroksigen ... 5

Bakteri Asam Laktat ... 8

Bakteri Probiotik ... 8

Lactobacillus casei Shirota ... 10

Lactobacillus IS-7257... 11

Viabilitas Bakteri Probiotik ... 12

Ketahanan terhadap Asam Lambung ... 12

Ketahanan terhadap Garam Empedu ... 14

Analisis Mikrobiologi ... 14

Hewan Percobaan ... 16

BAHAN DAN METODE ... 19

Waktu dan Tempat ... 19

Metode Penelitian ... 20

Persiapan Kultur ... 20

Persiapan dan Perlakuan Hewan Percobaan ... 20

Uji Viabilitas ... 20

Analisis Mikrobiologi ... 22

Persiapan Sampel Feses Tikus ... 23

Persiapan Analisis Mikrobiologi ... 23

Analisis Total Bakteri Asam Laktat Metode SPC ... 23

Analisis Bakteri Total Coliform Metode SPC ... 24

Analisis Total Bakteri Anaerob Metode SPC ... 24

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 24

Rancangan Percobaan ... 24

Analisis Data ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Ketahanan terhadap Asam dan Garam Empedu ... 27

Pengaruh Pemberian Air Beroksigen dan Probiotik ... 30

Pertambahan Berat Badan Tikus ... 30

Total Fekal Bakteri Asam Laktat ... 37

Total Fekal Bakteri Coliform ... 43

(22)

SIMPULAN DAN SARAN ... 55 Simpulan ... 55 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(23)

Judul Tesis : Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo. Nama : Enok Sobariah

NRP : A551050041

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Dr. Ir. Ingrid S Surono, MSc Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Sumberdaya Keluarga

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal ujian : 1 Agustus 2007 Tanggal lulus :

(24)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis berjudul Viabilitas

Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air berksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku ketua komisi pembimbing juga

sebagai Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga dan Dr. Ir. Ingrid S. Surono, MSc. selaku anggota komisi

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar selaku dosen penguji yang telah

memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Staf pengajar Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga.

4. Direktur RSU Cibabat Cimahi dr.H.Hanny Rono S, MSc beserta staf

5. Kepala Dinas Kesehatan kota Cimahi dr. Hj. Endang, MSc beserta staf

6. PT. Tirta Alam Semesta terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Dr. Ir. Aswi Rudito, MSi (Didit), Dr.Drs. Muhamad Royani MSc,

Unggul S.Kom, MSi, dan rekan mahasiswa Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Eli Walimah, Anita, Wiwik

Widayati.

8. Suamiku tercinta Asmara Hadi, ananda Febby Habibie Hadi Wijaya,

dan Vitha Fitriyani Hadi Wijaya, terima kasih atas doa restunya

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini,

meskipun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2007

(25)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tangga 4 Mei 1966 dari

ayah H. Tjetje Tjentasa dan ibu Hj Epong Warnaga. Penulis merupakan anak

ke-empat dari enam bersaudara.

Pada tahun 1984 penulis lulus dari SMA Negeri Situraja Sumedang, dan

pada tahun 1987 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Diploma dari

Akademi Gizi Jakarta.

Penulis diterima sebagai karyawan Rumah Sakit Swasta Muhammad

Husni Thamrin Jalan Salemba Jakarta pada tahun 1988, kemudian beralih dinas ke

PT Nestle Indonesia sebagai Medical Representatif pada tahun 1989. Penulis

diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1991 bertempat di Rumah Sakit

Umum Swadana Daerah Cibabat Cimahi. Alhamdulillah penulis dapat

menyelesaikan pendidikan S1 bidang studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

(26)

Halaman

1 Alat bantu penelitian ... 19

2 Tahapan perlakuan pada tikus ... 22

3 Rata-rata berat badan tikus pada awal dan akhir penelitian ... 31

4 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen tanpa penambahan

probiotik terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ... 31 5 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ... 32 6 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus

IS-7257 terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ... 33 7 Pengaruh perlakuan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan L. IS-7257

terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ... 34 8 Pertambahan berat badan tikus ... 36

9 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ... 38 10 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ... 39 11 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus

IS-7257 terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ... 40

12 Delta perubahan jumlah bakteri asam laktat ... 42

13 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen

(kontrol) terhadap total fekal bakteri coliform secara in vivo ... 44 14 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri coliformin vivo ... 45 15 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus

IS-7257 terhadap total fekal bakteri coliform secara in vivo ... 46

16 Delta perubahan bakteri coliform (log cfu/g) ... 48

17 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen

(kontrol) terhadap total fekal bakteri anaerob secara in vivo ... 49 18 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri anaerob in vivo ... 50 19 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus

(27)

Halaman

1 Skema uji ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah

(modifikasi dari Zavaglia et al. 1998)... 21 2 Skema uji ketahanan bakteri probiotik terhadap garam empedu

(Zavaglia et al. 1998) ... 22 3 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung ... 27 4 Ketahanan bakteri Lactobacillus IS-7257 terhadap asam lambung ... 28 5 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus

IS- 7257 terhadap garam empedu ... .30

6 Pengaruh perlakuan pemberian bakteri probiotik tanpa air beroksigen

terhadap fekal bakteri asam laktat ... 41

7 Pengaruh penambahan probiotik terhadap jumlah bakteri coliform

secara in vivo ... 46 8 Pengaruh penambahan probiotik terhadap jumlah bakteri anaerob

(28)

Halaman

1 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung .... . 60 2 Ketahanan bakteri Lactobacillus IS- 7257 terhadap asam lambung ... 59 3 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan IS- 7257 terhadap

garam empedu ... . 59

4 Data berat badan tikus selama periode pengamatan ... 61

5. Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri asam laktat secara invivo (kontrol) ... 62 6 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri

asam laktat secara invivo (Lactobacillus casei Shirota) ... 63 7 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri

asam laktat secara invivo (Lactobacillus IS-7257) ... 64 8 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal

coliform secara in vivo (kontrol) ... 65 9 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal coliform secara invivo (Lactobacillus casei shirota) ... 66 10 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal

coliform secara in vivo (Lactobacillus IS-7257) ... 67 11 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara invivo (kontrol) ... 68 12 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal

bakteri anaerob secara invivo (Lactobacillus casei Shirota) ... 69 13 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara invivo (Lactobacillus IS-7257) ... 70 14 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap berat

badan tikus ... 71

15 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap berat badan tikus ... 71

16 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap berat badan tikus ... 71

17 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri asam laktat ... 71

18 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri asam laktat ... 72

(29)

21 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah

bakteri coliform ... 73      

22 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri coliform ... 73 23 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap

jumlah bakteri anaerob ... 73

24 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah

bakteri anaerob ... 73

(30)

Latar Belakang

Air merupakan unsur yang sangat penting dalam semua kehidupan, baik

kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Hampir semua metabolisme zat

gizi di dalam tubuh memerlukan air. Air berfungsi untuk transportasi zat gizi,

seperti protein, mineral, vitamin, dan zat gizi yang lainya ke seluruh tubuh,

bermanfaat untuk pengeluaran zat-zat racun atau sisa hasil pencernaan. Selain itu

juga berfungsi untuk keseimbangan fungsi tubuh dan mengatur suhu tubuh.

Mengonsumsi air yang cukup dapat meningkatkan fungsi hormon,

memperbaiki kemampuan hati, untuk memecah dan melepaskan lemak serta

mengurangi rasa haus dan lapar. Sebaliknya apabila kekurangan air dapat

menyebabkan konstipasi, infeksi saluran kemih, terbentuknya batu ginjal,

kelelahan dan masalah-masalah seputar kulit, rambut dan kuku (Khomsan 2005).

Selain air, unsur yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan adalah

oksigen. Oksigen diperlukan untuk proses pembakaran dalam tubuh, yaitu

mengubah zat-zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, protein, dan lemak

menjadi energi yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Ciri utama orang yang mengalami kekurangan oksigen adalah merasa lelah,

mengantuk dan kurang waspada. Oksigen juga merupakan unsur vital dalam

regenerasi sel, tanpa oksigen akan terjadi proses degenerasi atau peluruhan.

Ketiadaan oksigen akan membawa kematian cepat pada mahluk hidup.

Pada tahun 2004 Rumawas dkk. meneliti air beroksigen dan

menghasilkan temuan yang menarik dari sisi ilmiah. Hipotesis bahwa oksigen

dalam air beroksigen akan mempengaruhi pertumbuhan ataupun akan meracuni

mikroba yang bermanfaat/probiotik tidak terbukti. Pada kultur Lactobacillus casei strain Shirota, penambahan O2 30-35 ppm menghasilkan kultur dengan populasi

bekteri asam laktat yang jauh lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dengan demikian

kekhawatiran jika mengkonsumsi air beroksigen akan menurunkan jumlah

populasi bakteri baik di usus tidak terbukti.

Probiotik adalah bakteri ”baik” yang harus dikonsumsi dalam keadaan

(31)

yang cukup guna menghasilkan efek kesehatan yang positif. Probiotik

menghasilkan metabolit yaitu asam organik, hidrogen peroksida, karbondioksida

dan acidolin yang bersifat antimikroba terhadap bakteri patogen. Bakteri ini

mampu mengikat senyawa racun hasil metabolisma protein dan lemak, serta hasil

pemecahan enzim tertentu, sehingga meringankan tugas organ hati (Salminen

1999).

Probiotik merupakan mikroorganisma hidup, yang mempunyai pengaruh

menguntungkan pada kesehatan inang (manusia) dengan memperbaiki

keseimbangan mikrobiota intestinal. Efektifitas probiotik ditentukan oleh

kemampuannya dalam memberikan efek menguntungkan dalam sel inang,

sifatnya yang tidak patogenik dan tidak toksik dan juga kemampuanya bertahan

dan melakukan kegiatan metabolisma dalam usus (Gibson dan Fuller 2000)

Karena itu bakteri probiotik harus dapat menaklukan berbagai hambatan

fisiologis seperti asam lambung dan cairan empedu sehingga dapat mencapai dan

bertahan hidup dalam usus manusia. Dari dalam usus, bakteri ini membantu

meningkatkan kesehatan kita dengan cara mengaktifkan sel-sel kekebalan,

meningkatkan jumlah bakteri berguna, dan mengurangi jumlah bakteri yang

merugikan.

Probiotik dapat diberikan sebagai suplemen makanan, pemberian probiotik

dapat berpengaruh menguntungkan bagi kesehatan karena probiotik dapat

menghasilkan asam lemak rantai pendek dan menyebabkan suasana usus menjadi

asam sehingga menekan pertumbuhan bakteri patogen serta memperbaiki

keseimbangan mikrobiota usus. Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik

terutama adalah dari golongan Lactobacillus dan Bifidocterium.

Pengendalian penyakit pada manusia dan ternak menggunakan probiotik

telah dilakukan sejak lama dan terdokumentasi dengan baik (Fuller 1987). Tikus

merupakan hewan menyusui yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan

manusia, baik bersifat menguntungkan maupun merugikan. Sifat menguntungkan

terutama dalam hal penggunaanya sebagai hewan percobaan di laboratorium,

(32)

hewan percobaan untuk menguji obat dan tingkat toksisitas racun hama terhadap

manusia (Priyambodo 2003).

Tikus sebagai hewan omnivora (pemakan segala) biasanya mau mengonsumsi semua makanan yang dapat dimakan oleh manusia, baik yang

berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Selain itu tikus akan memilih pakan

yang berkadar gizi seimbang dari beberapa pakan yang ada. Tikus memiliki

kesamaan saluran pencernaan dan proses metabolisme dengan manusia

(Priyambodo 2003).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh in vivo pemberian air beroksigen terhadap pertumbuhan bakteri probiotik dalam tubuh.

Secara khusus, tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui toleransi bakteri probiotik terhadap kondisi asam dan garam

empedu.

2. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasi oksigen 50 ppm dan 80

ppm terhadap pertumbuhan berat badan tikus..

3. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasir oksigen 50 ppm dan 80

ppm terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat.

4. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasir oksigen 50 ppm dan 80

ppm terhadap perubahan bakteri coliform.

5. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasi oksigen 50 ppm dan 80

ppm terhadap perubahan bakteri anaerob.

Hipotesis

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa berikut:

a. Bakteri probiotik tahan terhadap kondisi asam dan garam empedu

b. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan berat badan tikus.

c. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap

pertambahan bakteri asam laktat secara in vivo.

d. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap

(33)

e. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh terhadap perubahan

bakteri anaerob secara in vivo..

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang pengaruh

berbagai kadar oksigen dalam air terhadap pertumbuhan bakteri probiotik yang

akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan dengan cara memperbaiki

keseimbangan mikrobiota dalam saluran pencernaan.

(34)

Air Beroksigen

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia

dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan dengan senyawa lain. Air juga

merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam

bahan makanan sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian,

terkandung air dalam jumlah tertentu. Semua bahan makanan mengandung air

dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati.

Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme,

sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolymer, dan

sebagainya (Winarno 1997).

Bila tubuh manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan

diketahui kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa.

Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari

sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan

sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi. Air sangat esensial

bagi kehidupan manusia, pada anak-anak kandungan airnya mencapai 75 % dari

berat badanya, orang dewasa kandungan airnya 59 % dari berat badan, dan lanjut

usia sebesar 50 % dari Berat badannya (Winarno 1997).

Air untuk dijadikan air minum harus memenuhi persyaratan fisika, kimia,

biologi dan radioaktif. Standar mutu air minum atau air untuk kebutuhan rumah

tangga ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor : 01/Birhukmas/I/1975 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan kualitas Air

Minum. Standar baku air minum tersebut disesuaikan dengan Standar

Internasional yang dikeluarkan WHO (Kusnaedi 2004). Air yang berkualitas baik

harus memenuhi persyaratan fisik, yaitu tampak jernih, tidak berwarna, rasanya

tawar, tidak berbau busuk, temperatur 20-26°C, tidak mengandung zat padatan,

juga harus memenuhi persyaratan kimia ; pH netral tidak terlalu asam dan tidak

terlalu basa, tidak mengandung bahan kimia beracun, garam atau ion logam, dan

(35)

Selain air, unsur yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan adalah

oksigen. Oksigen diperlukan untuk proses pembakaran dalam tubuh, yaitu

mengubah zat-zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, protein, dan lemak

menjadi energi yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Ciri utama orang yang mengalami kekurangan oksigen adalah merasa lelah,

mengantuk dan kurang waspada. Oksigen merupakan unsur vital dalam

regenerasi sel, tanpa oksigen akan terjadi proses degenerasi atau peluruhan.

Ketiadaan oksigen akan membawa kematian cepat pada mahluk hidup. Air

beroksigen mempunyai kemampuan untuk menembus sel atau jaringan serta

membantu proses hidrasi tubuh. Selain itu air beroksigen dapat memperbaiki

fungsi sel tubuh, meningkatkan energi, membuat rasa nyaman, tidur lebih nyenyak

dan menyingkirkan racun tubuh (detoksifikasi) (Khomsan 2005).

Sebagian ilmuwan menyakini bahwa infeksi dan munculnya penyakit

terjadi karena kondisi lapar oksigen di tingkat sel. Sel kanker dapat berpoliferasi

ketika sel-sel tubuh mengalami defisiensi oksigen. Ketika konsentrasi oksigen

dalam tubuh turun sampai tingkat ekstrem dan berlangsung lama maka tubuh kita

menjadi sarang berkembang biaknya agen-agen infeksi seperti bakteri, virus, dan

jamur (Khomsan 2005).

Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan

kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu

yang sangat besar antara keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu

kedua unsurnya. Perangkaian jarak atom-atomnya mirip kunci yang masuk

lubangnya, kecocokannya begitu sempurna, sehingga air tergolong senyawa alam

yang paling mantap. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh

ikatan kuat yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif,

misalnya energi listrik atau zat kimia seperti logam kalium (Winarno 1997).

Dalam pelaksanaanya di dalam tubuh air bekerja dengan elektrolit, yaitu

Natrium sebagai kation dominant di luar sel, mempertahankan volume cairan

ekstraseluler, keseimbangan asam basa, mengatur tekanan darah, dan untuk

metabolisma glukosa. Kalium sebagai kation utama dalam sel, mempertahankan

(36)

sebagai anion di seluruh tubuh, menjaga keasaman lambung, dan aktifitas enzim

dalam lambung. (Proboprastowo 1988)

Kehidupan kini semakin termanjakan dengan adanya air minum kemasan

yang praktis, tanpa perlu dimasak, dan harganya terjangkau. Selain itu, di pasaran

saat ini mulai bermunculan produk air kemasan baru yaitu air beroksigen.

Sesungguhnya air, dari manapun sumbernya, yang sering diminum kebanyakan

orang telah mengandung oksigen yang kadarnya sekitar 7 ppm. Air beroksigen

telah diperkaya dengan oksigen melalui rekayasa teknologi sehingga mengandung

O2 45 ppm – 80 ppm. Oksigen dimasukkan ke dalam air lewat suatu proses

dengan menggunakan tekanan, seperti halnya ketika membuat minuman

berkarbonasi (minuman ringan) yaitu dengan memompakan CO2 ke dalam air

(Khomsan 2005).

Oksigen yang diserap melalui membran intestinal diklaim dapat

meningkatkan imunitas dan memperbaiki sistem sirkulasi dalam tubuh. Oksigen

juga akan melekat di butir-butir darah merah yang kemudian masuk ke dalam

sel-sel tubuh manusia. Sebuah studi yang melibatkan 25 atlet pelari yang

mengkonsumsi air beroksigen menunjukkan hasil positif. Sejumlah 83% dari

pelari tersebut mempunyai performans prestasi yang lebih baik. Mereka

menghemat waktu 31 detik dalam suatu lomba lari (Khomsan 2005).

Rumawas dkk. (2004) yang meneliti air beroksigen menghasilkan temuan yang menarik dari sisi ilmiah. Hipotesis bahwa oksigen dalam air beroksigen

akan mempengaruhi pertumbuhan ataupun akan meracuni pertumbuhan mikroba

yang bermanfaat/probiotik tidak terbukti. Pada kultur bakteri probiotik

Lactobacillus casei strain Shirota, penambahan oksigen 30-35 ppm menghasilkan kultur dengan populasi bakteri probiotik asam laktat yang jauh lebih tinggi

dibandingkan kontrol. Dengan demikian kekhawatiran jika mengkonsumsi air

beroksigen akan menurunkan jumlah populasi probiotik pada mikroflora usus,

tidak terbukti. Probiotik adalah bakteri yang hidup diusus yang bermanfaat dan

(37)

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat pertama kali ditemukan oleh Pasteur, seorang profesor

kimia di University of Lille, pada tahun 1878, Lister melaporkan isolasi bakteri

asam laktat asal susu yang tengik. Beberapa bakteri laktat dapat ditemukan juga

pada saluran pencernaan manusia maupun hewan (Surono 2004).

Bakteri asam laktat dan bifidobacteria termasuk dalam kelompok bakteri

baik bagi manusia dan umumnya memenuhi status GRAS (Generally Recognized As Safe), yaitu aman bagi manusia. Kelompok bakteri ini tidak membusukkan protein, dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif

menjadi asam laktat sehingga disebut bakteri asam laktat. Jadi makanan yang

tercemar oleh bakteri asam laktat menjadi rusak karena asam, dan akan menjadi

busuk kalau kemudian dicemari oleh bakteri pembusuk. (Surono 2004).

Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri gram

positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi

asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat.

Bal dikelompokan ke dalam beberapa jenis antara lain Streptococcus (termasuk laktococcus), Leuconostoc, pediacoccus, Lactobacillus (Surono 2003). Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus IS 7257 termasuk ke dalam bakteri asam laktat.

Bakteri Probiotik

Perhatian terhadap bakteri probiotik dimulai sejak tahun 1908, ketika Ellie

Metchnikoff seorang ahli mikrobiologi dari Institut Pasteur di Perancis, juga

seorang pemenang hadiah Nobel dibidang kedokteran, menyarankan untuk

mengkonsumsi susu fermentasi agar berumur panjang. Kemudian pada tahun

1965 konsep probiotik sudah mulai dikenal pertama kali digunakan oleh Lily dan

Stillwell. Probiotic dalam bahasa Yunani dari kata yang berarti untuk kehidupan.

Kemudian Fuller pada tahun 1989 mencoba memperbaiki definisi probiotik yang

berasal dari kata probios yang berarti kehidupan, adalah suplemen mikroba hidup yang memberikan efek positif kepada manusia dan hewan dengan memperbaiki

keseimbangan mikroflora usus. Hingga tahun 1990, masih diperdebatkan apakah

konsep probiotik itu fakta, fiksi, mitos atau suatu relitas. Pada tahun 1995 diakui

(38)

Salminen et al.(2004), juga menguatkan definisi probiotik yaitu preparasi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan, dan efek menyehatkan dan

keamananya harus secara ilmiah teruji pada manusia melalui uji klinis. Hingga

saat ini tercatat sebanyak 8.000 subjek yang digunakan dan lebih dari 200 uji

klinis probiotik tanpa mengalami efek negatif dan membahayakan.

Dr. Stephen Bymes, ND seorang ahli gizi klinis dan ahli naturopati dalam

Health and Natural Journal menyebutkan bahwa dalam tubuh manusia normal kurang lebih terdapat 1800 gram bakteri. Sebagian bakteri tersebut hidup di usus

tetapi banyak pula yang hidup di kulit, mulut, tenggorokan dan lapisan bagian

dalam vagina. Jenis speciesnya mencapai lebih dari 400 macam (Surono 2004).

Bakteri tersebut hidup dalam tubuh manusia dengan berbagai macam kegunaan

bagi pencernaan, tulang, maupun sistem kekebalan. Semua bakteri tersebut

termasuk menguntungkan dan merupakan dasar dari kesehatan yang baik. Yang

disebut probiotik artinya untuk kehidupan.

Dalam memilih strain probiotik harus mempertimbangkan beberapa

kriteria penting, yang meliputi aspek keamanan, fungsional dan teknologi (Saarela

et al. 2000). Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh bakteri probiotik adalah : 1. Berasal dari manusia, 2. tahan terhadap asam lambung, 3. tahan terhadap garam

empedu, 4. bersifat antagonis terhadap bakteri pathogen dan karsinogenik, 5.

memproduksi senyawa antibakteri, 6. Mempunyai sifat penempelan pada sel usu

manusia, 7. Berkolonisasi dalam saluran usus manusia, , 8. Aman dalam makanan

dan pada penggunaan klinis serta 10. telah validasi secara klinis dan

didokumentasi efeknya terhadap kesehatan.

Manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari probiotik antara lain:

memelihara keseimbangan mikroflora normal usus, menghambat bakteri patogen,

merangsang sistem imun, aktivitas antikarsinogenik dan anti mutagenik,

mengurangi gejala lactose intolerance, dan penurunan kolesterol dalam serum

darah.

Permasalahan yang dihadapi oleh kultur probiotik adalah pertumbuhannya

yang lambat dan sifat sensori seperti flavour yang kurang baik. Permasalahan ini

dapat diatasi dengan penggunaan kultur strarter campuran sehingga menghasilkan

(39)

Selain manfaat di atas probiotik juga dapat membersihkan saluran cerna

dan dapat memproduksi vitamin berbagai jenis vitamin yaitu vitamin B3, B5, B6,

B9, dan B12, juga dapat menjaga fungsi hati sebagai penyerap racun dan toksin

yang dihasilkan oleh bakteri pathogen. Juga dapat mengaktifkan sel darah putih

serta limpa yang bertanggung jawab terhadap sistem pertahanan tubuh (Nur dkk.

2006).

Gibson dan Fuller (2000) juga menyatakan probiotik yang efektif harus

memenuhi beberapa kriteria, yaitu memberikan efek menguntungkan pada sel

inang, tidak patogenik dan tidak toksik, mengandung sejumlah besar sel hidup,

mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus, tetap hidup

selama dalam penyimpanan dan waktu yang digunakan, mempunyai sifat sensorik

yang baik dan diisolasi dari sel inang sehingga tidak semua BAL merupakan

probiotik.

Klein dkk. (1998) melaporkan taksonomik dan fisiologi spesies

Lactobacillus probiotik termasuk ke dalam kelompok a). Lactobacillus acidophilus, b) Lactobacillus casei dan c) Lactobacillus reuteri / Lactobacillus fermentum. Kebanyakan strain Lactobacillus acidophillus yang digunakan dalam produksi susu fermentasi probiotik diidentifikasi sebagai Lactobacillus johnsonii atau Lactobacillus gasseri. Keduanya termasuk dalam group Lactobacillus acidophillus. Dalam penelitian ini bakteri asam laktat yang yang digunakan yaitu Lactobacillus IS-7257 dan Lactobacillus casei Shirota.

Lactobacillus casei Shirota

Lactobacillus casei Shirota mempunyai peranan penting dalam saluran pencernaan manusia. Bersama dengan species lain dari galur lactobacilli, bakteri

ini banyak ditemukan dalam usus kecil. Lactobacillus casei Shirota pertama kali diisolasi oleh Dr. Minori Shirota pada tahun 1935 dan telah dimanfaatkan secara

komersial oleh perusahaan Jepang Yakult Honsha sejak tahun 1955 untuk

menghasilkan produk yakult yang diklaim mengandung 6,5 milyar bakteri hidup

untuk setiap kemasan 65 ml.

(40)

lebar 0,6 – 0,7 µm, gram positif katalase negatif tidak membentuk endospora dan

kapsul, tidak mempunyai flagela, bersifat anaerobic fakultatif, tumbuh pada suhu

optimum 3,5 atau lebih (Selamat 1992).

Lactobacillus casei Shirota bersifat homofermentatif yaitu memecah glukosa terutama menjadi asam laktat (kira-kira 90%), selain itu juga

menghasilkan asam sitrat, malat, asetat, suksinat, asetal dehid, diasetil dan aseton

yang berperan dalam pembentukan flavor.

Mitsuoka (1990) mengelompokkan bakteri asam laktat berdasarkan

kemampuanya untuk tumbuh dalam usus manusia yaitu :

a. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan paling sering

ditemukan dalam kotoram manusia, contoh Bifidobacterium (B. Bifidum, B. Breve, B. Longum, B infantis, B adolescentis).

b. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan cukup sering

ditemukan dalam kotoran manusia, contoh Lactobacillus (Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus reuteri)

c. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan terkadang ditemukan dalam kotoran manusia, contoh Lactobacillus (Lactobacillus casei dan Lactobacillus brevis)

d. Kelompok yang bisa dipakai oleh industri susu dan tidak ditemukan dalam

kotoran manusia contoh, Lactobacillus (L.bulgaricus)

Lactobacillus IS -7257

Lactobacillus IS-7257 memiliki ciri-ciri, bakteri berbentuk batang pendek, gram positif, katalase negatif bersifat homo fermentatif. Bakteri ini dapat tumbuh

dengan baik pada suhu 37ºC, makroaerofilik. Lactobacillus IS-7257diisolasi dari dadih, susu fermentasi asal Sumatra Barat (Akuzawa dan Surono 2002) dan

bersifat probiotik (Surono 2003), serta dapat menempel pada mukus manusia

(Dharmawan et al. 2006). Akuzawa dan Surono (2002). Lactobacillus IS-7257 mempunyai kemampuan mengeliminasi cyanotoxin, yaitu suatu toksin yang

dihasilkan oleh cyanobacteria dalam air (Surono dkk. 2005).

Sebagai makanan fermentasi tradisional mikroba utama yang terlibat

(41)

beberapa jenis bakteri asam laktat meliputi genus Lactobacillus, Streptococcus, Lactococcus (Hapsono dkk. 1989 ; Surono dan Nuraeni 2001).

Viabilitas Bakteri Probiotik Ketahanan terhadap Asam Lambung

Sekresi asam lambung setiap hari sebanyak 2.000-3.000 ml berupa asam

hidrokhlorat, mukus dan enzim-enzim pencernaan, seperti enzim pepsin suatu

enzim penghidrolisis protein yang optimum pada pH 1,5-2,5. Alkohol dan kafein

menstimulir mukosa lambung dan memacu sekresi asam lambung. Semua bakteri

yang bisa hidup dalam tubuh manusia akan mati pada pH di bawah 3,0 . Drasar et al. (1969) menemukan bahwa pada pH rendah di bawah 2 pada saat lambung dalam keadaan istirahat, asam lambung steril, sedangkan pada pH di atas 4-5

bakteri dapat bertahan dan berkembang biak, dan bisa berkoloni sehingga

bermanfaat bagi kesehatan..

Sistem pencernaan manusia diawali dari mulut hingga usus, dan saluran

pencernaan dari esopagus atau kerongkongan hingga rektum atau anus. Waktu

yang dibutuhkan (transit time) makanan dari mulut sampai rektum kurang lebih satu setengah jam. Dengan demikian, strain probiotik juga harus bisa bertahan

pada kondisi asam setidaknya selama 90 menit (Surono 2004).

Apabila bakteri lolos dari lanbung dengan pH 1,5 maka akan masuk se

saluran usus bagian atas dimana garam empedu disekresikan ke dalam saluran

pencernaan. Konsentrasi garam empedu manusia bervariasi dan sulit diduga.

Selanjutnya bakteri yang lolos pada tahap ini akan berkolonisasi pada epitelium

saluran usus bagian bawah (Surono 2004). Dengan demikian, bakteri probiotik

harus dapat bertahan pada kondisi asam, harus tahan asam empedu, dan tumbuh

dalam saluran usus bagian bawah sebelum memulai aktivitasnya dalam

memberikan manfaat bagi kesehatan.

Definisi Salminen dkk. (1998) juga menguatkan pentingnya viabilitas

probiotik, yaitu preparasi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan, dan

efek menyehatkan dan keamanannya harus secara ilmiah teruji pada manusia

melalui uji klinis. Saat ini definisi probiotik adalah adanya penekanan perlunya

jumlah mikroba yang cukup agar memberikan efek positif bagi kesehatan, bisa

(42)

Untuk mengetahui tingkat ketahanan bakteri probiotik terhadap asam dan

garam empedu harus dilakukan uji viabilitas. Uji ketahanan asam lambug ini

berkaitan dengan sifat probiotik yaitu dapat bertahan hidup di dalam lambung

manusia. Hasil sekresi lambung dikenal dengan getah lambung yang merupakan

cairan jernih berwarna kuning pucat yang mengandung HCl 0,2 – 0,5% dengan

pH sekitar 1,7 (bila lambung dalam kondisi benar-benar kosong). Getah lambung

terdiri dari air 97-99%, musin (lendir), serta garam organik, enzim pencernaan

pepsin serta renin) dan lipase (Mayes 1996).

Bakteri asam laktat adalah mikroorganisme yang dapat hidup pada kisaran

pH yang sangat luas dan memiliki toleransi terhadap asam yang merupakan salah

satu syarat penting untuk dapat menjadi probiotik. Apabila bakteri tersebut masuk

ke dalam saluran pencernaan manusia maka harus mampu bertahan pada pH asam

lambung yaitu sekitar 3,5 (Kimoto dkk. 1999). Dalam kondisi yang sangat asam

membran sel bakteri akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan hilangnya

komponen-komponen intraseluler, seperti Mg, K dan lemak dari sel, kerusakan ini

akam menyebabkan kematian pada sel (Bender dan Marquis 1987; In Hong

dkk.1999).

Bender dan Marquis (1987) melaporkan bahwa actobacillus casei yang berada pada medium dengan pH 3 ternyata tidak segera melepaskan Mg, tetapi

terjadi pada pada pH yang sama setelah 4 jam. Hal ini yang menyebabkan

Lactobacillus casei lebih tahan pada kondisi asam. Ketahan Lactobasillus pada pH rendah terjadi karena (1) kemampuannya dalam mempertahankan pH internal

lebih alkali daripada pH eksternal (2) mempunyai membran sel yang lebih tahan

terhadap kebocoran sel akibat terpapar pH rendah (Bender dan Marquis 1986).

Zavaglia dkk. (1998) menguji daya tahan isolat klinis Bifidobacteria pada pH 3 selama 1 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 11 dari 25 isolat

bifidobacteria masih hidup dalam kondisi pH rendah, dengan ketahanan lebih

besar dari 1%). Isolat bakteri asal laktat dari dadih yang berhasil diisolasi oleh

Elida (2002) ternyata menunjukkan daya tahan tinggi pada pH 3,5 selama 24 jam.

Bakteri asam laktat dari dadih tersebut (L. brevis ae4, S. lactis subsp. diacetylactis abkl, Ln. mesenteroides abkl dan Ln. paramesenteroides dk7) memiliki ketahanan terhadap asam berkisar antara 70-90% dengan penurunan sebesar 1 log dari

(43)

Ketahanan terhadap Garam Empedu

Lactobacillus adalah mikroflora normal yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan mempunyai daya tahan yang bervariasi terhadap garam

empedu/bile. Ketahanan terhadap garam empedu juga merupakan syarat penting untuk probiotik seperti ketahanan terhadap asam, menurut Kimono dkk. (1999),

Zavaglia dkk. (1998) dan Jacobsen dkk. (1999), semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,5% oxgall, dinyatakan

bersifat tahan terhadap garam empedu.

Lactobaillus yang paling resisten terhadap garam empedu, terdapat pada bagian atas usus halus (jejenum) (Gilliland dkk. 1984). Bakteri asam laktat yang

terdapat pada jejenum jumlahnya lebih rendah dibandingkan pada ileum,rectum dan kolon (Yu dan Tsen 1983) dan Drouault at al. (1999). Hal ini disebabkan karena konsentrasi garam empedu di daerah jejenum lebih tinggi daripada ileum,

karena lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke saluran usus.

Kemampuan Lactobacillus acidophilus untuk meningkatkan jumlah Laktobasillus pada bagian atas usus halus merupakan hal yang penting untuk mengontrol pertumbuhan patogen yang memasuki saluran pencernaan. Jumlah

lactobasili pada usus besar dan dalam feses dapat dijadikan indikator jumlah yang

kurang lebih sama dengan yang berada dalam saluran usus bagian atas (Gilliland

dkk. 1984)

Menurut Booth dan Kroll (1989) bakteri asam laktat mempunyai

ketahanan yang berbeda terhadap garam empedu yang berhubungan dengan

kerusakan terhadap membran luar sel bakteri. Semakin tinggi konsentrasi garam

empedu, maka jumlah sel laktobasili yang mati juga akan meningkat (Ngatirah

dkk. 2000 dan Kusumawati 2002).

Analisis Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui dan menghitung jumlah

jasad renik pada suspensi atau bahan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan

untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik yang umum digunakan

(44)

dan kelebihan. Pada penelitian ini menggunakan metoda hitung cawan (Total Plate Counts) (Fardiaz 1992).

Menurut Fardiaz (1992) prinsip dari metoda hitung cawan adalah jika sel

jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad

renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat

langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode

hitung cawan merupakan metode yang paling sensitif untuk menentukan jumlah

jasad renik karena beberapa hal, yaitu : Hanya sel yang masih hidup yang

dihitung, beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus, dan dapat digunakan

untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin

berasal dari satu jasad renik yang mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik.

Walaupun metode hitung cawan ini mempunyai kelemahan-kelemahan juga.

dalam metoda hitung cawan bahan diperkirakan mengandung 300 sel jasad renik

permili atau pergram atau per cm jika pengambilan contoh dilakukan pada

permukaan, memerlukan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar

di dalam cawan petri. Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut

dalam jumlah yang dapat dihitung dimana jumlah yang terbaik adalah diantara 30

sampai 300 koloni. Pengenceran basanya dilakukan secara desimal yaitu 1:10,

1:100, 1:1000 dan seterusnya, atau 1:100, 1:10.000, 1:1.000.000 dan seterusnya.

Larutan yang digunakan untuk pengenceran dapat berupa larutan buffer fospan

0,85 % NaCL atau larutan ringer.

Cara pemupukan dalam metode hitung cawan dibedakan atas dua cara yaitu

metoda tuang (pour plate) dan metode permukaan (surface spread plate). Dalam metode tuang contoh dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam

cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril yang sudah didinginkan (47-50

ºC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya contoh menyebar rata. Pada

pemupukan dengan metoda permukaan terlebih dahulu dibuat agar cawan

kemudian 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar

tersebut, dan diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. Jumlah

koloni dalam contoh dihitung : Koloni per ml atau pergram sama dengan jumlah

(45)

Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara hitung cawan

digunakan suatu standar yang disebut Standart Plate Count (SPC) sebagai berikut: :Cawan yang dipilih atau yang dihitung adalah yang mengandung jumlah

koloni antara 30 sampai 300, beberapa koloni yang bergabung menjadi satu

merupakan satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan

dapat dihitung satu koloni., satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu

garis tebal dihitung sebagai satu koloni.

Hewan Percobaan

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan

untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari berbagai macam bidang

ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Pemanfaatan hewan

percobaan menurut pengertian secara umum ialah untuk penelitian yang

mendasarkan pengamatan aktivitas biologi tergantung pada bidang ilmu yang

dibina dan lingkungan apa suatu laboratorium bernaung sehingga pemanfaatan

hewan percobaan ini akan mengarah ke suatu tujuan khusus (Malole dan Pramono

1989).

Penggunaan hewan percobaan dilakukan untuk menguji keamanan atau

efek samping dari suatu bahan kimia atau alami yang sering dibubuhkan pada

bahan makanan hewan serta manusia dengan tujuan memberi warna yang

menarik, aroma, obat, pencegahan penyakit, dan pengawet. Karena tujuan akhir

dari pengujian adalah untuk keselamatan manusia maka hewan percobaan yang

digunakan adalah hewan-hewan yang mempunyai sifat-sifat respon biologi dan

adaptasi mendekati manusia. Kesamaan filogeni antara manusia dengan primata

mendorong para ilmuwan memilih hewan primate sebagai model untuk maksud

ini. Akan tetapi karena dari segi pengadaannya tidak selalu lancar sedangkan dari

pemeliharaannya juga memerlukan biaya yang besar maka tikus putih dapat

dipilih sebagai alternative (Malole dan Pramono 1989).

Tikus putih bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan,

sebaliknya bila diperlakukan dengan kasar mereka akan menggigit. Tikus putih

(46)

dalam berbagai galur tikus putih terutama karena perbedaan dalam kepekaan

terhadap penyakit (Malole dan Pramono 1989).

Tikus putih liar aktif pada malam hari (nocturnal), sedangkan tikus putih

percobaan biasanya aktif pada siang hari. Tikus putih yang digunakan di

laboratium umumnya ditempatkan di kotak yang terbuat dari plastik dan diberi

alas kandang secukupnya, kotak tersebut diberi tutup berupa kawat (Harkness dan

Wagner 1989). Alas kandang yang baik, dapat berupa sekam padi atau serbuk

gergaji, bila digunakan serbuk gergaji harus bebas debu, bila digunakan sekam

padi harus diperhatikan kebersihannya agar tidak terkontaminasi urin dan feses

(Smith dan Mangkoewijoyo 1987).

Tikus putih yang dipelihara sebagai hewan percobaan biasanya diberikan

makanan berupa pellet dalam jumlah tanpa batas. Minuman harus selalu tersedia

pada kandang tikus putih, tempat minum biasanya menggunakan botol yang

terbuat dari kaca, dari botol tersebut tikus putih dapat minum melalui pipa gelas.

Botol dan selang harus dibersihkan minimal satu atau dua kali dalam seminggu

(Smith dan Mangkoewijoyo 1987).

Penggunaan tikus sebagai hewan percobaan dalam suatu penelitian karena

saluran pencernaannya menyerupai saluran pencernaan manusia sehingga apa

yang dimakan oleh manusia dapat juga dimakan dan dicerna oleh tikus

(Priambodo 2003). Banyak makanan untuk tikus tersusun dari komposisi alami

dan mudah diperoleh dari sumberdaya komersial. Namun, pakan yang diberikan

pada tikus sebaiknya mengandung nutrient pada komposisi yang tepat. Protein

pakan harus mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan tikus yaitu :

arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan,

dan valin (Mc Donald et al. 1973). Pakan juga harus mengandung vitamin seperti

vitamin A, D, B12, alpa-tokoferol, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat,

biotin, piridoksin, dan kolin.

Jika tikus laboratorium mengalami kekurangan nutrient maka tikus akan

secara sendirinya memilih nutrient yang dibutuhkan jika diberi hubungan kepakan

tersedia (Hainsworth 1981). Weih (1989) menyatakan bahwa pada kondisi dimana

pakan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus akan mengurangi

(47)

meningkatkan penggantian energi. Pemberian pakan dalam jumlah yang terbatas

dan adanya ketidakseimbangan dalam diet dapat menyebabkan gangguan dalam

tubuh hewan misalnya malnutrisis, undernutrisi.

Adapun kriteria yang umum yang digunakan dalam menaksir kecukupan

nutrisi makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku,

persediaan nutrisi, aktivitas enzim, histology jaringan asam amino dan kandungan

asam amino dan protein pada jaringan (National Research Council 1978).

Amstrong dan Heistad (1990) melakukan pengamatan dari waktu ke waktu

yang menunjukkan kemampuan tikus untuk digunakan sebagai hewan percobaan.

Penggunaan tikus jantan untuk menghindari adanya pengaruh hormonal terhadap

hewan percobaan yang digunakan, misalnya hormon estrogen (Grundy 1991).

Sebelum masa perlakuan, semua tikus perlu diadaptasikan agar seragam. Masa

adaptasi ini perlu untuk menciptakan kondisi yang relatif homogen sehingga tepat

untuk perancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (Mattjik & Sumertajaya

2002). Penyeragaman pola makan dan minum, kondisi kandang dan lingkungan,

dan kondisi tikus yang bersangkutan (galur, jenis kelamin, usia, bobot badan)

merupakan usaha untuk mencapai kehomogenan.

Satu pertiga dari komposisi fekal adalah bakteri yang masih hidup maupun

yang sudah mati. Sekitar 99% bakteri tersebut bersifat anaerob. Usus besar atau

kolon ditempati sekitar 400-500 jenis bakteri yang jumlahnya triliunan bakteri,

dan bakteri laktat jumlahnya sekitar 104-109 bakteri (Surono 2004) sehingga fekal

(48)

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama satu bulan dan bertempat di laboratorium

hewan untuk memelihara hewan percobaan Departemen Gizi Masyarat Institut

Pertanian Bogor. Analisis mikrobiologi dilakukan di laboratorium mikrobiologi

ITI (Institut Teknologi Indonesia), Serpong.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan hewan percobaan tikus putih Spraque Dauley (SD), kultur bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257serta air oksigen konsentrasi 50 ppm konsentrasi 80 ppm. Bahan makanan yang diberikan pada hewan percobaan terdiri dari tepung

maizena, casein, CMC, vitamin, mineral, dan minyak jagung mazola.

Analisis uji viabilitas in vitro menggunakan bahan-bahan MRSA, MRSB, larutan HCl 10%dan 0,5% garam empedu. Untuk analisis mikrobiologi (in-vivo) digunakan bahan kultur Lactobacillus casei Shirota, Lactobacillus IS-7257 serta air beroksigen konsentrasi 50 ppm dan konsentrasi 80 ppm, media MRSA (untuk

bakteri asam laktat), media VRBA (untuk bakteri coliform) dan untuk bakteri total anaerob menggunakan media PCA (Plate Count Agar). Alat-alat yang digunakan

dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Alat bantu penelitian

No Tempat Alat Fungsi

1. Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat IPB

Kandang metabolik Tempat tikus (makan, minum, istirahat)

Timbangan analitik - Menimbang berat tikus - Menimbang feses - Menimbang pakan

Anaerob jar Alat penyimpan dan membawa sampel steril bersifat anaerob

Seperangkat incubator

Tempat inkubasi

Seperangkat lamina Tempat perlakuan steril

Seperangkat oven Untuk persiapan media tumbuh bakteri VRBA, MRNA,PCA.

2. Laboratorium Mikrobiologi ITI

Aotoclaf Cawan petri

(49)

Metode Penelitian

Persiapan Kultur

Kultur bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 diberikan dalam bentuk kultur kering beku.

Persiapan dan Perlakuan Hewan Percobaan

Hewan percobaan menggunakan tikus putih Spraque Dauley (SD), dengan persyaratan, usia 6 minggu dengan berat tubuh berkisar antara 74,8 gram hingga

153,4 gram sebanyak 45 ekor. Hewan percobaan tikus ini diperoleh dari Balai

Penelitian Veteriner, Bogor.

Setelah siap sejumlah tikus dengan kriteria yang diinginkan kemudian

ditempatkan pada kandang metabolik perindividu, dan diberikan diet normal

dengan komposisi rangsum sesuai dengan standar, tepung maizena 75 %, casein

10 %, CMC 1 %, vitamin 1 %, mix mineral 5 %, dan minyak jagung mazola 8 %.

Setelah 5 hari adaptasi, tikus kemudian ditimbang dan disusun menurut berat

badan, dan diurutkan dari yang paling kecil ke yang paling besar.

Hari ke 6 mulai diberikan perlakuan khusus, selain diberikan diet standar

juga diberikan kultur dengan dosis 1010 cfu/hari sebanyak 10 mg dicampur dengan

1 gram ransum untuk memastikan dikonsumsi habis, perlakuan berlangsung

selama 7 hari dan hari ke 8 sampai ke-10 kembali diberikan diet standar seperti

masa adaptasi. Minuman yang diberikan selain aqua adalah air beroksigen 50

ppm dan 80 ppm sebagai variabel bebas sebanyak 6,25 ml, diberikan sehari dua

kali, pagi sebanyak 3,25 ml dan sore sebanyak 3 ml. Proses pemberian air

beroksigen dengan cara dicekokan secara langsungagar dapat dipastikan diminum

habis.Tikus ditimbang setiap 2 hari sekali.

Uji Viabilitas

Uji viabilitas ini bertujuan untuk menguji ketahanan bakteri probiotik

terhadap pH rendah dan ketahanan terhadap garam empedu. Nilai pH yang dipilih

adalah pH 2, pH 3 dan pH 4, yang disesuaikan deng

Gambar

Gambar 1 Skema uji ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah (modifikasi dari  Zavaglia et al
Tabel 2 Tahapan perlakuan pada tikus
Gambar 4  Ketahanan bakteri  Lactobacillus IS-7257  terhadap asam lambung
Gambar 5 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS- 7257  terhadap garam empedu
+7

Referensi

Dokumen terkait

merupakan bakteri patogen jaringan periodontal, serta terdapat perbedaan pengaruh antara tiga macam probiotik yang digunakan dan probiotik A memiliki daya hambat

[r]

Potensi Lactobacillus plantarum Sebagai Probiotik Secara in Vitro: Kajian Ketahanan Terhadap Asam, Garam Empedu dan Penghambatan Terhadap Bakteri Patogen. Pembimbing:

Judul Tesis : Pengaruh Penyimpanan terhadap Viabilitas dan Aktivitas Antibakteri Bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Sediaan Probiotik.. Telah diuji dan

Probiotik bakteri asam laktat (BAL) indigenous yang digunakan adalah probiotik campuran yang di dalamnya mengandung tiga strain BAL yaitu Lactobacillus murinus

Probiotik bakteri asam laktat (BAL) indigenous yang digunakan adalah probiotik campuran yang di dalamnya mengandung tiga strain BAL yaitu Lactobacillus murinus

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah probiotik mampu menghambat pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans yang merupakan bakteri

Analisa yang dilakukan adalah total bakteri asam laktat susu kedelai fermentasi, total bakteri asam laktat selama penyimpanan, perubahan sifat probiotik kultur