• Tidak ada hasil yang ditemukan

VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK IN VITRO DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK SECARA IN VIVO ENOK SOBARIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK IN VITRO DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK SECARA IN VIVO ENOK SOBARIAH"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN

TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK

SECARA IN VIVO

ENOK SOBARIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan

Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo,

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan

Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

Enok Sobariah

NRP: A551050041

(3)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya

(4)

ABSTRAK

ENOK SOBARIAH.

Viability of Probiotic bacteria in vitro and the effect of oksigennated

water on viability of probiotik bacteria in vivo. Under direction of ALI KHOMSAN and

INGRID SURONO.

The aim of this study were to identify the in vitro tolerance of pro-biotic bacteria

to acid and bile salt condition; and to prove a hypothesis that the supplementation of

oxygenated water has a positive effecte on the body weight of rat and on viability of

pro-biotic bacteria. The first study was carried out in PAU Laboratory of IPB, while the

second study was conducted in FEMA Animal Laboratory of IPB and Micro-biology

Laboratory of Indonesia Institute of Technology. Fourty five rats aged 6 weeks were

devided into three groups, i.e., control group without probiotic (a0), Lactobacillus casei

Shirota (a1), and Lactobacillus IS- 7257 (a2). Each group (consisting of 5 rats each) has

three different treatments, namely, control without oxygenated water (b0), 50 ppm

oxygenated water (b2), and 80 ppm oxygenated water (b2). Oxygenated water was

administered to the rats twice a day in the morning (3.25 ml) and afternoon (3.00 ml).

Observation was carried out on the body weight of the rats,, fecal lactic acid bacteria,

coliform, and anaerob bacteria by plate counting, for 4 periods, i.e, prior to the treatment

(c0), after three-day treatment (c1), seven-day treatment (c2), and on the 10

th

day

treatment or three days after washed out period. The results indicated that probiotic

bacteria are resistant to acid and bile acid condition and. Oxygen concentration in water

has a significant positive influence on the body weight of rats towards viability of

probiotic bacteria (p-level < 0.05). The supplementation of oxygenated water 50 ppm

significantly increase the population of viable fecal lactic acid bacteria in Lactobacillus.

casei Shirota and Lactobacillus IS-7257 groups after 3 and 7 days of treatment.

Lactobacillus IS 7257 gave better response than Lactobacillus casei Shirota. The

supplementation of oxygenated water 80 ppm significantly reduce the fecal coliform and

anaerob bacteria in-vivo in both Lactobacillus. casei Shirota and Lactobacillus IS-7257

groups (p-level < 0.05).

(5)

ENOK SOBARIAH. Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air

Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo. Dibimbing oleh ALI

KHOMSAN dan INGRID S. SURONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toleransi bakteri probiotik terhadap

kondisi asam dan garam empedu dan untuk membuktikan hipotesis bahwa air beroksigen

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan berat badan tikus dan pertumbuhan bakteri

probiotik.

Penelitian ini menggunakan tikus putih Spraque Douley sebanyak 45 ekor yang

dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol tanpa probiotik (A0), kelompok

Lactobacillus casei Shirota (A1), dan Lactobacillus IS-7257 (A2) serta tiap kelompok

mendapat 3 variabel perlakuan yaitu tanpa air beroksigen (B0), air beroksigen konsentrasi

50 ppm (B1), dan air beroksigen konsentrasi 80 ppm (B2). Pemberian air beroksigen

dengan pencekokan dua kali sehari yaitu pagi dan sore masing-masing 3,25 dan 3,0 ml.

Pengamatan terhadap berat badan tikus, fekal bakteri asam laktat, coliform dan bakteri

anaerob dilakukan dalam 4 periode pengamatan yaitu sebelum perlakuan (C0), 3 hari

perlakuan (C1), 7 hari perlakuan (C2) dan setelah pemberian diet normal selama 3 hari

(C3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri probiotik tahan terhadap asam dan

garam empedu. Kombinasi air beroksigen dengan Lactobacillus casei Shirota dan

Lactobacillus IS-7257 menghasilkan perubahan berat badan tikus (p< 0.05). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kombinasi air beroksigen 50 ppm dengan Lactobacillus

IS-7257 (A2B1) meningkatkan secara nyata populasi bakteri asam laktat pada berbagai

periode pengamatan. Jumlah bakteri asam laktat pada pengamatan 3 hari lebih tinggi

bibandingkan dengan 0 hari dan 7 hari. Bakteri coliform dapat ditekan pada perlakuan air

beroksigen 80 ppm dengan Lactobacillus casei Shirota (A1B2).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi air beroksigen 50

ppm dan 80 ppm masing-masing mempunyai manfaat meningkatkan bakteri probiotik

dan menurunkan bakteri coliform secara in vivo, sehingga diharapkan akan membantu

meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan penyerapan gizi menjadi lebih baik.

(6)

VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK IN VITRO

DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN

TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK

SECARA IN VIVO

ENOK SOBARIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(7)

Nama

: Enok Sobariah

NRP : A551050041

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Dr. Ir. Ingrid S Surono, MSc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

dan Sumberdaya Keluarga

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)
(9)

karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis berjudul Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku ketua komisi pembimbing juga sebagai Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga dan Dr. Ir. Ingrid S. Surono, MSc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Staf pengajar Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

4. Direktur RSU Cibabat Cimahi dr.H.Hanny Rono S, MSc beserta staf. 5. Kepala Dinas Kesehatan kota Cimahi dr. Hj. Endang, MSc beserta staf. 6. PT. Tirta Alam Semesta terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 7. Dr. Ir. Aswi Rudito, MSi (Didit), Dr. Drs. Muhamad Royani MSc,

Unggul S.Kom, MSi, dan rekan mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Eli Walimah, Anita, Wiwik Widayati.

8. Suamiku tercinta Asmara Hadi, ananda Febby Habibie Hadi Wijaya, dan Vitha Fitriyani Hadi Wijaya, terima kasih atas doa restunya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini, meskipun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2007 Enok Sobariah

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 4 Mei 1966 dari ayah H. Tjetje Tjentasa dan ibu Hj Epong Warnaga. Penulis merupakan anak ke-empat dari enam bersaudara.

Pada tahun 1984 penulis lulus dari SMA Negeri Situraja Sumedang, Jawa barat dan pada tahun 1987 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Diploma dari Akademi Gizi Jakarta.

Penulis diterima sebagai karyawan Rumah Sakit Swasta Muhammad Husni Thamrin Jalan Salemba Jakarta pada tahun 1988, kemudian beralih dinas ke PT Nestle Indonesia sebagai Medical Representatif pada tahun 1989. Penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1991 bertempat di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Cibabat Cimahi. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 bidang studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Sekolah Tinggi Pertanian Jawa Barat di Bandung tahun 1997.

(11)

Halaman

DAFTAR TABEL X DAFTAR GAMBAR XI

DAFTAR LAMPIRAN XII

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Hipotesis ... 3 Manfaat Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5 Air Beroksigen ... 5

Bakteri Asam Laktat ... 8

Bakteri Probiotik ... 8

Lactobacillus casei Shirota ... 10

Lactobacillus IS-7257... 11

Viabilitas Bakteri Probiotik ... 12

Ketahanan terhadap Asam Lambung ... 12

Ketahanan terhadap Garam Empedu ... 14

Analisis Mikrobiologi ... 14

Hewan Percobaan ... 16

BAHAN DAN METODE ... 19

Waktu dan Tempat ... 19

Metode Penelitian ... 20

Persiapan Kultur ... 20

Persiapan dan Perlakuan Hewan Percobaan ... 20

Uji Viabilitas ... 20

Analisis Mikrobiologi ... 22

Persiapan Sampel Feses Tikus ... 23

Persiapan Analisis Mikrobiologi ... 23

Analisis Total Bakteri Asam Laktat Metode SPC ... 23

Analisis Bakteri Total Coliform Metode SPC ... 24

Analisis Total Bakteri Anaerob Metode SPC ... 24

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 24

Rancangan Percobaan ... 24

Analisis Data ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Ketahanan terhadap Asam dan Garam Empedu ... 27

Pengaruh Pemberian Air Beroksigen dan Probiotik ... 30

Pertambahan Berat Badan Tikus ... 30

Total Fekal Bakteri Asam Laktat ... 37

Total Fekal Bakteri Coliform ... 43

(12)

2

SIMPULAN DAN SARAN ... 55

Simpulan ... 55

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(13)

Judul Tesis : Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo. Nama : Enok Sobariah

NRP : A551050041

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Dr. Ir. Ingrid S Surono, MSc Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Sumberdaya Keluarga

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal ujian : 1 Agustus 2007 Tanggal lulus :

(14)

4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis berjudul Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air berksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku ketua komisi pembimbing juga sebagai Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga dan Dr. Ir. Ingrid S. Surono, MSc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Staf pengajar Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

4. Direktur RSU Cibabat Cimahi dr.H.Hanny Rono S, MSc beserta staf 5. Kepala Dinas Kesehatan kota Cimahi dr. Hj. Endang, MSc beserta staf 6. PT. Tirta Alam Semesta terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 7. Dr. Ir. Aswi Rudito, MSi (Didit), Dr.Drs. Muhamad Royani MSc,

Unggul S.Kom, MSi, dan rekan mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Eli Walimah, Anita, Wiwik Widayati.

8. Suamiku tercinta Asmara Hadi, ananda Febby Habibie Hadi Wijaya, dan Vitha Fitriyani Hadi Wijaya, terima kasih atas doa restunya

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini, meskipun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2007 Enok Sobariah

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tangga 4 Mei 1966 dari ayah H. Tjetje Tjentasa dan ibu Hj Epong Warnaga. Penulis merupakan anak ke-empat dari enam bersaudara.

Pada tahun 1984 penulis lulus dari SMA Negeri Situraja Sumedang, dan pada tahun 1987 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Diploma dari Akademi Gizi Jakarta.

Penulis diterima sebagai karyawan Rumah Sakit Swasta Muhammad Husni Thamrin Jalan Salemba Jakarta pada tahun 1988, kemudian beralih dinas ke PT Nestle Indonesia sebagai Medical Representatif pada tahun 1989. Penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1991 bertempat di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Cibabat Cimahi. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 bidang studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Sekolah Tinggi Pertanian Jawa Barat di Bandung tahun 1997.

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat bantu penelitian ... 19 2 Tahapan perlakuan pada tikus ... 22 3 Rata-rata berat badan tikus pada awal dan akhir penelitian ... 31 4 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen tanpa penambahan

probiotik terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ... 31 5 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus

casei Shirota terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ... 32

6 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus

IS-7257 terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ... 33 7 Pengaruh perlakuan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan L. IS-7257

terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ... 34 8 Pertambahan berat badan tikus ... 36 9 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen terhadap

total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ... 38 10 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus

casei Shirota terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ... 39 11 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus

IS-7257 terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ... 40

12 Delta perubahan jumlah bakteri asam laktat ... 42

13 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen

(kontrol) terhadap total fekal bakteri coliform secara in vivo ... 44 14 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus

casei Shirota terhadap total fekal bakteri coliform in vivo ... 45 15 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus

IS-7257 terhadap total fekal bakteri coliform secara in vivo ... 46

16 Delta perubahan bakteri coliform (log cfu/g) ... 48

17 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen

(kontrol) terhadap total fekal bakteri anaerob secara in vivo ... 49 18 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus

casei Shirota terhadap total fekal bakteri anaerob in vivo ... 50 19 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus

IS-7257 terhadap total fekal bakteri anaerob in vivo ... 51 20 Perubahan jumlah bakteri anaerob ... 53

(17)

Halaman

1 Skema uji ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah

(modifikasi dari Zavaglia et al. 1998)... 21 2 Skema uji ketahanan bakteri probiotik terhadap garam empedu

(Zavaglia et al. 1998) ... 22

3 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung ... 27 4 Ketahanan bakteri Lactobacillus IS-7257 terhadap asam lambung ... 28 5 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus

IS- 7257 terhadap garam empedu ... .30 6 Pengaruh perlakuan pemberian bakteri probiotik tanpa air beroksigen

terhadap fekal bakteri asam laktat ... 41 7 Pengaruh penambahan probiotik terhadap jumlah bakteri coliform

secara in vivo ... 46 8 Pengaruh penambahan probiotik terhadap jumlah bakteri anaerob

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung .... . 60 2 Ketahanan bakteri Lactobacillus IS- 7257 terhadap asam lambung ... 59 3 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan IS- 7257 terhadap

garam empedu ... . 59 4 Data berat badan tikus selama periode pengamatan ... 61 5. Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri

asam laktat secara in vivo (kontrol) ... 62 6 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri

asam laktat secara in vivo (Lactobacillus casei Shirota) ... 63 7 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri

asam laktat secara in vivo (Lactobacillus IS-7257) ... 64 8 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal

coliform secara in vivo (kontrol) ... 65

9 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal coliform secara in vivo (Lactobacillus casei shirota) ... 66 10 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal

coliform secara in vivo (Lactobacillus IS-7257) ... 67

11 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara in vivo (kontrol) ... 68

12 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal

bakteri anaerob secara in vivo (Lactobacillus casei Shirota) ... 69 13 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara in vivo (Lactobacillus IS-7257) ... 70

14 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap berat badan tikus ... 71 15 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap berat badan tikus ... 71 16 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap berat badan tikus ... 71 17 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah

bakteri asam laktat ... 71 18 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah

bakteri asam laktat ... 72 19 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri asam laktat . 72 

(19)

21 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah

bakteri coliform ... 73       22 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri coliform ... 73

23 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap

jumlah bakteri anaerob ... 73 24 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah

bakteri anaerob ... 73 25 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri anaerob ... 74

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan unsur yang sangat penting dalam semua kehidupan, baik kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Hampir semua metabolisme zat gizi di dalam tubuh memerlukan air. Air berfungsi untuk transportasi zat gizi, seperti protein, mineral, vitamin, dan zat gizi yang lainya ke seluruh tubuh, bermanfaat untuk pengeluaran zat-zat racun atau sisa hasil pencernaan. Selain itu juga berfungsi untuk keseimbangan fungsi tubuh dan mengatur suhu tubuh.

Mengonsumsi air yang cukup dapat meningkatkan fungsi hormon, memperbaiki kemampuan hati, untuk memecah dan melepaskan lemak serta mengurangi rasa haus dan lapar. Sebaliknya apabila kekurangan air dapat menyebabkan konstipasi, infeksi saluran kemih, terbentuknya batu ginjal, kelelahan dan masalah-masalah seputar kulit, rambut dan kuku (Khomsan 2005).

Selain air, unsur yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan adalah oksigen. Oksigen diperlukan untuk proses pembakaran dalam tubuh, yaitu mengubah zat-zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi energi yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ciri utama orang yang mengalami kekurangan oksigen adalah merasa lelah, mengantuk dan kurang waspada. Oksigen juga merupakan unsur vital dalam regenerasi sel, tanpa oksigen akan terjadi proses degenerasi atau peluruhan. Ketiadaan oksigen akan membawa kematian cepat pada mahluk hidup.

Pada tahun 2004 Rumawas dkk. meneliti air beroksigen dan menghasilkan temuan yang menarik dari sisi ilmiah. Hipotesis bahwa oksigen dalam air beroksigen akan mempengaruhi pertumbuhan ataupun akan meracuni mikroba yang bermanfaat/probiotik tidak terbukti. Pada kultur Lactobacillus casei strain Shirota, penambahan O2 30-35 ppm menghasilkan kultur dengan populasi bekteri asam laktat yang jauh lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dengan demikian kekhawatiran jika mengkonsumsi air beroksigen akan menurunkan jumlah populasi bakteri baik di usus tidak terbukti.

Probiotik adalah bakteri ”baik” yang harus dikonsumsi dalam keadaan hidup dan mencapai saluran pencernaan dalam keadaan hidup dengan jumlah

(21)

yang cukup guna menghasilkan efek kesehatan yang positif. Probiotik menghasilkan metabolit yaitu asam organik, hidrogen peroksida, karbondioksida dan acidolin yang bersifat antimikroba terhadap bakteri patogen. Bakteri ini mampu mengikat senyawa racun hasil metabolisma protein dan lemak, serta hasil pemecahan enzim tertentu, sehingga meringankan tugas organ hati (Salminen 1999).

Probiotik merupakan mikroorganisma hidup, yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan inang (manusia) dengan memperbaiki keseimbangan mikrobiota intestinal. Efektifitas probiotik ditentukan oleh kemampuannya dalam memberikan efek menguntungkan dalam sel inang, sifatnya yang tidak patogenik dan tidak toksik dan juga kemampuanya bertahan dan melakukan kegiatan metabolisma dalam usus (Gibson dan Fuller 2000)

Karena itu bakteri probiotik harus dapat menaklukan berbagai hambatan fisiologis seperti asam lambung dan cairan empedu sehingga dapat mencapai dan bertahan hidup dalam usus manusia. Dari dalam usus, bakteri ini membantu meningkatkan kesehatan kita dengan cara mengaktifkan sel-sel kekebalan, meningkatkan jumlah bakteri berguna, dan mengurangi jumlah bakteri yang merugikan.

Probiotik dapat diberikan sebagai suplemen makanan, pemberian probiotik dapat berpengaruh menguntungkan bagi kesehatan karena probiotik dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek dan menyebabkan suasana usus menjadi asam sehingga menekan pertumbuhan bakteri patogen serta memperbaiki keseimbangan mikrobiota usus. Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik terutama adalah dari golongan Lactobacillus dan Bifidocterium.

Pengendalian penyakit pada manusia dan ternak menggunakan probiotik telah dilakukan sejak lama dan terdokumentasi dengan baik (Fuller 1987). Tikus merupakan hewan menyusui yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, baik bersifat menguntungkan maupun merugikan. Sifat menguntungkan terutama dalam hal penggunaanya sebagai hewan percobaan di laboratorium, seperti tikus putih (Rattus norvegicus strain albino) atau mencit putih (strain

(22)

3

hewan percobaan untuk menguji obat dan tingkat toksisitas racun hama terhadap manusia (Priyambodo 2003).

Tikus sebagai hewan omnivora (pemakan segala) biasanya mau mengonsumsi semua makanan yang dapat dimakan oleh manusia, baik yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Selain itu tikus akan memilih pakan yang berkadar gizi seimbang dari beberapa pakan yang ada. Tikus memiliki kesamaan saluran pencernaan dan proses metabolisme dengan manusia (Priyambodo 2003).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh in vivo pemberian air beroksigen terhadap pertumbuhan bakteri probiotik dalam tubuh. Secara khusus, tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui toleransi bakteri probiotik terhadap kondisi asam dan garam

empedu.

2. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasi oksigen 50 ppm dan 80 ppm terhadap pertumbuhan berat badan tikus..

3. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasir oksigen 50 ppm dan 80 ppm terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat.

4. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasir oksigen 50 ppm dan 80 ppm terhadap perubahan bakteri coliform.

5. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasi oksigen 50 ppm dan 80 ppm terhadap perubahan bakteri anaerob.

Hipotesis

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa berikut: a. Bakteri probiotik tahan terhadap kondisi asam dan garam empedu

b. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat badan tikus.

c. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap pertambahan bakteri asam laktat secara in vivo.

d. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap perubahan bakteri coliform secara in vivo.

(23)

e. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh terhadap perubahan bakteri anaerob secara in vivo..

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang pengaruh berbagai kadar oksigen dalam air terhadap pertumbuhan bakteri probiotik yang akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan mikrobiota dalam saluran pencernaan.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Air Beroksigen

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan dengan senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolymer, dan sebagainya (Winarno 1997).

Bila tubuh manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi. Air sangat esensial bagi kehidupan manusia, pada anak-anak kandungan airnya mencapai 75 % dari berat badanya, orang dewasa kandungan airnya 59 % dari berat badan, dan lanjut usia sebesar 50 % dari Berat badannya (Winarno 1997).

Air untuk dijadikan air minum harus memenuhi persyaratan fisika, kimia, biologi dan radioaktif. Standar mutu air minum atau air untuk kebutuhan rumah tangga ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 01/Birhukmas/I/1975 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan kualitas Air Minum. Standar baku air minum tersebut disesuaikan dengan Standar Internasional yang dikeluarkan WHO (Kusnaedi 2004). Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan fisik, yaitu tampak jernih, tidak berwarna, rasanya tawar, tidak berbau busuk, temperatur 20-26°C, tidak mengandung zat padatan, juga harus memenuhi persyaratan kimia ; pH netral tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa, tidak mengandung bahan kimia beracun, garam atau ion logam, dan bahan organik.

(25)

Selain air, unsur yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan adalah oksigen. Oksigen diperlukan untuk proses pembakaran dalam tubuh, yaitu mengubah zat-zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi energi yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ciri utama orang yang mengalami kekurangan oksigen adalah merasa lelah, mengantuk dan kurang waspada. Oksigen merupakan unsur vital dalam regenerasi sel, tanpa oksigen akan terjadi proses degenerasi atau peluruhan. Ketiadaan oksigen akan membawa kematian cepat pada mahluk hidup. Air beroksigen mempunyai kemampuan untuk menembus sel atau jaringan serta membantu proses hidrasi tubuh. Selain itu air beroksigen dapat memperbaiki fungsi sel tubuh, meningkatkan energi, membuat rasa nyaman, tidur lebih nyenyak dan menyingkirkan racun tubuh (detoksifikasi) (Khomsan 2005).

Sebagian ilmuwan menyakini bahwa infeksi dan munculnya penyakit terjadi karena kondisi lapar oksigen di tingkat sel. Sel kanker dapat berpoliferasi ketika sel-sel tubuh mengalami defisiensi oksigen. Ketika konsentrasi oksigen dalam tubuh turun sampai tingkat ekstrem dan berlangsung lama maka tubuh kita menjadi sarang berkembang biaknya agen-agen infeksi seperti bakteri, virus, dan jamur (Khomsan 2005).

Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang sangat besar antara keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua unsurnya. Perangkaian jarak atom-atomnya mirip kunci yang masuk lubangnya, kecocokannya begitu sempurna, sehingga air tergolong senyawa alam yang paling mantap. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan kuat yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik atau zat kimia seperti logam kalium (Winarno 1997).

Dalam pelaksanaanya di dalam tubuh air bekerja dengan elektrolit, yaitu Natrium sebagai kation dominant di luar sel, mempertahankan volume cairan ekstraseluler, keseimbangan asam basa, mengatur tekanan darah, dan untuk metabolisma glukosa. Kalium sebagai kation utama dalam sel, mempertahankan osmose cairan intra selular dan eksitesi otot skelet dan otot jantung, dan klorida

(26)

7

sebagai anion di seluruh tubuh, menjaga keasaman lambung, dan aktifitas enzim dalam lambung. (Proboprastowo 1988)

Kehidupan kini semakin termanjakan dengan adanya air minum kemasan yang praktis, tanpa perlu dimasak, dan harganya terjangkau. Selain itu, di pasaran saat ini mulai bermunculan produk air kemasan baru yaitu air beroksigen. Sesungguhnya air, dari manapun sumbernya, yang sering diminum kebanyakan orang telah mengandung oksigen yang kadarnya sekitar 7 ppm. Air beroksigen telah diperkaya dengan oksigen melalui rekayasa teknologi sehingga mengandung O2 45 ppm – 80 ppm. Oksigen dimasukkan ke dalam air lewat suatu proses dengan menggunakan tekanan, seperti halnya ketika membuat minuman berkarbonasi (minuman ringan) yaitu dengan memompakan CO2 ke dalam air (Khomsan 2005).

Oksigen yang diserap melalui membran intestinal diklaim dapat meningkatkan imunitas dan memperbaiki sistem sirkulasi dalam tubuh. Oksigen juga akan melekat di butir-butir darah merah yang kemudian masuk ke dalam sel-sel tubuh manusia. Sebuah studi yang melibatkan 25 atlet pelari yang mengkonsumsi air beroksigen menunjukkan hasil positif. Sejumlah 83% dari pelari tersebut mempunyai performans prestasi yang lebih baik. Mereka menghemat waktu 31 detik dalam suatu lomba lari (Khomsan 2005).

Rumawas dkk. (2004) yang meneliti air beroksigen menghasilkan temuan yang menarik dari sisi ilmiah. Hipotesis bahwa oksigen dalam air beroksigen akan mempengaruhi pertumbuhan ataupun akan meracuni pertumbuhan mikroba yang bermanfaat/probiotik tidak terbukti. Pada kultur bakteri probiotik

Lactobacillus casei strain Shirota, penambahan oksigen 30-35 ppm menghasilkan

kultur dengan populasi bakteri probiotik asam laktat yang jauh lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dengan demikian kekhawatiran jika mengkonsumsi air beroksigen akan menurunkan jumlah populasi probiotik pada mikroflora usus, tidak terbukti. Probiotik adalah bakteri yang hidup diusus yang bermanfaat dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

(27)

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat pertama kali ditemukan oleh Pasteur, seorang profesor kimia di University of Lille, pada tahun 1878, Lister melaporkan isolasi bakteri asam laktat asal susu yang tengik. Beberapa bakteri laktat dapat ditemukan juga pada saluran pencernaan manusia maupun hewan (Surono 2004).

Bakteri asam laktat dan bifidobacteria termasuk dalam kelompok bakteri baik bagi manusia dan umumnya memenuhi status GRAS (Generally Recognized

As Safe), yaitu aman bagi manusia. Kelompok bakteri ini tidak membusukkan

protein, dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat sehingga disebut bakteri asam laktat. Jadi makanan yang tercemar oleh bakteri asam laktat menjadi rusak karena asam, dan akan menjadi busuk kalau kemudian dicemari oleh bakteri pembusuk. (Surono 2004).

Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri gram positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. Bal dikelompokan ke dalam beberapa jenis antara lain Streptococcus (termasuk

laktococcus), Leuconostoc, pediacoccus, Lactobacillus (Surono 2003). Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus IS 7257 termasuk ke dalam bakteri asam laktat.

Bakteri Probiotik

Perhatian terhadap bakteri probiotik dimulai sejak tahun 1908, ketika Ellie Metchnikoff seorang ahli mikrobiologi dari Institut Pasteur di Perancis, juga seorang pemenang hadiah Nobel dibidang kedokteran, menyarankan untuk mengkonsumsi susu fermentasi agar berumur panjang. Kemudian pada tahun 1965 konsep probiotik sudah mulai dikenal pertama kali digunakan oleh Lily dan Stillwell. Probiotic dalam bahasa Yunani dari kata yang berarti untuk kehidupan. Kemudian Fuller pada tahun 1989 mencoba memperbaiki definisi probiotik yang berasal dari kata probios yang berarti kehidupan, adalah suplemen mikroba hidup yang memberikan efek positif kepada manusia dan hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Hingga tahun 1990, masih diperdebatkan apakah konsep probiotik itu fakta, fiksi, mitos atau suatu relitas. Pada tahun 1995 diakui mulai memasuki era probiotik (Surono 2004).

(28)

9

Salminen et al.(2004), juga menguatkan definisi probiotik yaitu preparasi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan, dan efek menyehatkan dan keamananya harus secara ilmiah teruji pada manusia melalui uji klinis. Hingga saat ini tercatat sebanyak 8.000 subjek yang digunakan dan lebih dari 200 uji klinis probiotik tanpa mengalami efek negatif dan membahayakan.

Dr. Stephen Bymes, ND seorang ahli gizi klinis dan ahli naturopati dalam

Health and Natural Journal menyebutkan bahwa dalam tubuh manusia normal

kurang lebih terdapat 1800 gram bakteri. Sebagian bakteri tersebut hidup di usus tetapi banyak pula yang hidup di kulit, mulut, tenggorokan dan lapisan bagian dalam vagina. Jenis speciesnya mencapai lebih dari 400 macam (Surono 2004). Bakteri tersebut hidup dalam tubuh manusia dengan berbagai macam kegunaan bagi pencernaan, tulang, maupun sistem kekebalan. Semua bakteri tersebut termasuk menguntungkan dan merupakan dasar dari kesehatan yang baik. Yang disebut probiotik artinya untuk kehidupan.

Dalam memilih strain probiotik harus mempertimbangkan beberapa kriteria penting, yang meliputi aspek keamanan, fungsional dan teknologi (Saarela

et al. 2000). Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh bakteri probiotik adalah :

1. Berasal dari manusia, 2. tahan terhadap asam lambung, 3. tahan terhadap garam empedu, 4. bersifat antagonis terhadap bakteri pathogen dan karsinogenik, 5. memproduksi senyawa antibakteri, 6. Mempunyai sifat penempelan pada sel usu manusia, 7. Berkolonisasi dalam saluran usus manusia, , 8. Aman dalam makanan dan pada penggunaan klinis serta 10. telah validasi secara klinis dan didokumentasi efeknya terhadap kesehatan.

Manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari probiotik antara lain: memelihara keseimbangan mikroflora normal usus, menghambat bakteri patogen, merangsang sistem imun, aktivitas antikarsinogenik dan anti mutagenik, mengurangi gejala lactose intolerance, dan penurunan kolesterol dalam serum darah.

Permasalahan yang dihadapi oleh kultur probiotik adalah pertumbuhannya yang lambat dan sifat sensori seperti flavour yang kurang baik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan penggunaan kultur strarter campuran sehingga menghasilkan sifat sensori yang baik dan mereduksi waktu fermentasi (Jenie 2003).

(29)

Selain manfaat di atas probiotik juga dapat membersihkan saluran cerna dan dapat memproduksi vitamin berbagai jenis vitamin yaitu vitamin B3, B5, B6, B9, dan B12, juga dapat menjaga fungsi hati sebagai penyerap racun dan toksin yang dihasilkan oleh bakteri pathogen. Juga dapat mengaktifkan sel darah putih serta limpa yang bertanggung jawab terhadap sistem pertahanan tubuh (Nur dkk. 2006).

Gibson dan Fuller (2000) juga menyatakan probiotik yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu memberikan efek menguntungkan pada sel inang, tidak patogenik dan tidak toksik, mengandung sejumlah besar sel hidup, mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus, tetap hidup selama dalam penyimpanan dan waktu yang digunakan, mempunyai sifat sensorik yang baik dan diisolasi dari sel inang sehingga tidak semua BAL merupakan probiotik.

Klein dkk. (1998) melaporkan taksonomik dan fisiologi spesies

Lactobacillus probiotik termasuk ke dalam kelompok a). Lactobacillus acidophilus, b) Lactobacillus casei dan c) Lactobacillus reuteri / Lactobacillus fermentum. Kebanyakan strain Lactobacillus acidophillus yang digunakan dalam

produksi susu fermentasi probiotik diidentifikasi sebagai Lactobacillus johnsonii atau Lactobacillus gasseri. Keduanya termasuk dalam group Lactobacillus

acidophillus. Dalam penelitian ini bakteri asam laktat yang yang digunakan yaitu Lactobacillus IS-7257 dan Lactobacillus casei Shirota.

Lactobacillus casei Shirota

Lactobacillus casei Shirota mempunyai peranan penting dalam saluran pencernaan manusia. Bersama dengan species lain dari galur lactobacilli, bakteri ini banyak ditemukan dalam usus kecil. Lactobacillus casei Shirota pertama kali diisolasi oleh Dr. Minori Shirota pada tahun 1935 dan telah dimanfaatkan secara komersial oleh perusahaan Jepang Yakult Honsha sejak tahun 1955 untuk menghasilkan produk yakult yang diklaim mengandung 6,5 milyar bakteri hidup untuk setiap kemasan 65 ml.

Lactobacillus casei Shirota mempunyai morfologi berbentuk batang, berada dalam koloni tunggal atau rantai mempunyai panjang 1,5 – 5,0 µm dan

(30)

11

lebar 0,6 – 0,7 µm, gram positif katalase negatif tidak membentuk endospora dan kapsul, tidak mempunyai flagela, bersifat anaerobic fakultatif, tumbuh pada suhu optimum 3,5 atau lebih (Selamat 1992).

Lactobacillus casei Shirota bersifat homofermentatif yaitu memecah glukosa terutama menjadi asam laktat (kira-kira 90%), selain itu juga menghasilkan asam sitrat, malat, asetat, suksinat, asetal dehid, diasetil dan aseton yang berperan dalam pembentukan flavor.

Mitsuoka (1990) mengelompokkan bakteri asam laktat berdasarkan kemampuanya untuk tumbuh dalam usus manusia yaitu :

a. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan paling sering ditemukan dalam kotoram manusia, contoh Bifidobacterium (B. Bifidum, B.

Breve, B. Longum, B infantis, B adolescentis).

b. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan cukup sering ditemukan dalam kotoran manusia, contoh Lactobacillus (Lactobacillus

acidophilus dan Lactobacillus reuteri)

c. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan terkadang

ditemukan dalam kotoran manusia, contoh Lactobacillus (Lactobacillus casei

dan Lactobacillus brevis)

d. Kelompok yang bisa dipakai oleh industri susu dan tidak ditemukan dalam kotoran manusia contoh, Lactobacillus (L.bulgaricus)

Lactobacillus IS -7257

Lactobacillus IS-7257 memiliki ciri-ciri, bakteri berbentuk batang pendek,

gram positif, katalase negatif bersifat homo fermentatif. Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37ºC, makroaerofilik. Lactobacillus IS-7257 diisolasi dari dadih, susu fermentasi asal Sumatra Barat (Akuzawa dan Surono 2002) dan bersifat probiotik (Surono 2003), serta dapat menempel pada mukus manusia (Dharmawan et al. 2006). Akuzawa dan Surono (2002). Lactobacillus IS-7257 mempunyai kemampuan mengeliminasi cyanotoxin, yaitu suatu toksin yang dihasilkan oleh cyanobacteria dalam air (Surono dkk. 2005).

Sebagai makanan fermentasi tradisional mikroba utama yang terlibat selain proses fermentasi dadih adalah bakteri asam laktat. Hasil analisis biologis

(31)

beberapa jenis bakteri asam laktat meliputi genus Lactobacillus, Streptococcus,

Lactococcus (Hapsono dkk. 1989 ; Surono dan Nuraeni 2001).

Viabilitas Bakteri Probiotik Ketahanan terhadap Asam Lambung

Sekresi asam lambung setiap hari sebanyak 2.000-3.000 ml berupa asam hidrokhlorat, mukus dan enzim-enzim pencernaan, seperti enzim pepsin suatu enzim penghidrolisis protein yang optimum pada pH 1,5-2,5. Alkohol dan kafein menstimulir mukosa lambung dan memacu sekresi asam lambung. Semua bakteri yang bisa hidup dalam tubuh manusia akan mati pada pH di bawah 3,0 . Drasar et

al. (1969) menemukan bahwa pada pH rendah di bawah 2 pada saat lambung

dalam keadaan istirahat, asam lambung steril, sedangkan pada pH di atas 4-5 bakteri dapat bertahan dan berkembang biak, dan bisa berkoloni sehingga bermanfaat bagi kesehatan..

Sistem pencernaan manusia diawali dari mulut hingga usus, dan saluran pencernaan dari esopagus atau kerongkongan hingga rektum atau anus. Waktu yang dibutuhkan (transit time) makanan dari mulut sampai rektum kurang lebih satu setengah jam. Dengan demikian, strain probiotik juga harus bisa bertahan pada kondisi asam setidaknya selama 90 menit (Surono 2004).

Apabila bakteri lolos dari lanbung dengan pH 1,5 maka akan masuk se saluran usus bagian atas dimana garam empedu disekresikan ke dalam saluran pencernaan. Konsentrasi garam empedu manusia bervariasi dan sulit diduga. Selanjutnya bakteri yang lolos pada tahap ini akan berkolonisasi pada epitelium saluran usus bagian bawah (Surono 2004). Dengan demikian, bakteri probiotik harus dapat bertahan pada kondisi asam, harus tahan asam empedu, dan tumbuh dalam saluran usus bagian bawah sebelum memulai aktivitasnya dalam memberikan manfaat bagi kesehatan.

Definisi Salminen dkk. (1998) juga menguatkan pentingnya viabilitas probiotik, yaitu preparasi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan, dan efek menyehatkan dan keamanannya harus secara ilmiah teruji pada manusia melalui uji klinis. Saat ini definisi probiotik adalah adanya penekanan perlunya jumlah mikroba yang cukup agar memberikan efek positif bagi kesehatan, bisa berkoloni sehingga bisa mencapai jumlah tertentu selama waktu tertentu.

(32)

13

Untuk mengetahui tingkat ketahanan bakteri probiotik terhadap asam dan garam empedu harus dilakukan uji viabilitas. Uji ketahanan asam lambug ini berkaitan dengan sifat probiotik yaitu dapat bertahan hidup di dalam lambung manusia. Hasil sekresi lambung dikenal dengan getah lambung yang merupakan cairan jernih berwarna kuning pucat yang mengandung HCl 0,2 – 0,5% dengan pH sekitar 1,7 (bila lambung dalam kondisi benar-benar kosong). Getah lambung terdiri dari air 97-99%, musin (lendir), serta garam organik, enzim pencernaan pepsin serta renin) dan lipase (Mayes 1996).

Bakteri asam laktat adalah mikroorganisme yang dapat hidup pada kisaran pH yang sangat luas dan memiliki toleransi terhadap asam yang merupakan salah satu syarat penting untuk dapat menjadi probiotik. Apabila bakteri tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan manusia maka harus mampu bertahan pada pH asam lambung yaitu sekitar 3,5 (Kimoto dkk. 1999). Dalam kondisi yang sangat asam membran sel bakteri akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan hilangnya komponen-komponen intraseluler, seperti Mg, K dan lemak dari sel, kerusakan ini akam menyebabkan kematian pada sel (Bender dan Marquis 1987; In Hong dkk.1999).

Bender dan Marquis (1987) melaporkan bahwa actobacillus casei yang berada pada medium dengan pH 3 ternyata tidak segera melepaskan Mg, tetapi terjadi pada pada pH yang sama setelah 4 jam. Hal ini yang menyebabkan

Lactobacillus casei lebih tahan pada kondisi asam. Ketahan Lactobasillus pada

pH rendah terjadi karena (1) kemampuannya dalam mempertahankan pH internal lebih alkali daripada pH eksternal (2) mempunyai membran sel yang lebih tahan terhadap kebocoran sel akibat terpapar pH rendah (Bender dan Marquis 1986).

Zavaglia dkk. (1998) menguji daya tahan isolat klinis Bifidobacteria pada pH 3 selama 1 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 11 dari 25 isolat bifidobacteria masih hidup dalam kondisi pH rendah, dengan ketahanan lebih besar dari 1%). Isolat bakteri asal laktat dari dadih yang berhasil diisolasi oleh Elida (2002) ternyata menunjukkan daya tahan tinggi pada pH 3,5 selama 24 jam. Bakteri asam laktat dari dadih tersebut (L. brevis ae4, S. lactis subsp. diacetylactis abkl, Ln. mesenteroides abkl dan Ln. paramesenteroides dk7) memiliki ketahanan terhadap asam berkisar antara 70-90% dengan penurunan sebesar 1 log dari jumlah awal 108 cfu/ml.

(33)

Ketahanan terhadap Garam Empedu

Lactobacillus adalah mikroflora normal yang terdapat pada saluran

pencernaan manusia dan mempunyai daya tahan yang bervariasi terhadap garam empedu/bile. Ketahanan terhadap garam empedu juga merupakan syarat penting untuk probiotik seperti ketahanan terhadap asam, menurut Kimono dkk. (1999), Zavaglia dkk. (1998) dan Jacobsen dkk. (1999), semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,5% oxgall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu.

Lactobaillus yang paling resisten terhadap garam empedu, terdapat pada

bagian atas usus halus (jejenum) (Gilliland dkk. 1984). Bakteri asam laktat yang terdapat pada jejenum jumlahnya lebih rendah dibandingkan pada ileum,rectum dan kolon (Yu dan Tsen 1983) dan Drouault at al. (1999). Hal ini disebabkan karena konsentrasi garam empedu di daerah jejenum lebih tinggi daripada ileum, karena lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke saluran usus.

Kemampuan Lactobacillus acidophilus untuk meningkatkan jumlah Laktobasillus pada bagian atas usus halus merupakan hal yang penting untuk

mengontrol pertumbuhan patogen yang memasuki saluran pencernaan. Jumlah lactobasili pada usus besar dan dalam feses dapat dijadikan indikator jumlah yang kurang lebih sama dengan yang berada dalam saluran usus bagian atas (Gilliland dkk. 1984)

Menurut Booth dan Kroll (1989) bakteri asam laktat mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap garam empedu yang berhubungan dengan kerusakan terhadap membran luar sel bakteri. Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel laktobasili yang mati juga akan meningkat (Ngatirah dkk. 2000 dan Kusumawati 2002).

Analisis Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui dan menghitung jumlah jasad renik pada suspensi atau bahan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik yang umum digunakan dalam uji mikrobiologi, yaitu hitungan mikroskopik (direct Microscopic Counts), hitungan cawan (Total Plate Counts) dan MPN (Most Probable Number). Ketiga cara perhitungan jumlah jasad renik tersebut masing-masing memiliki kekurangan

(34)

15

dan kelebihan. Pada penelitian ini menggunakan metoda hitung cawan (Total

Plate Counts) (Fardiaz 1992).

Menurut Fardiaz (1992) prinsip dari metoda hitung cawan adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitung cawan merupakan metode yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik karena beberapa hal, yaitu : Hanya sel yang masih hidup yang dihitung, beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus, dan dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu jasad renik yang mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik.

Walaupun metode hitung cawan ini mempunyai kelemahan-kelemahan juga. dalam metoda hitung cawan bahan diperkirakan mengandung 300 sel jasad renik permili atau pergram atau per cm jika pengambilan contoh dilakukan pada permukaan, memerlukan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar di dalam cawan petri. Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung dimana jumlah yang terbaik adalah diantara 30 sampai 300 koloni. Pengenceran basanya dilakukan secara desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya, atau 1:100, 1:10.000, 1:1.000.000 dan seterusnya. Larutan yang digunakan untuk pengenceran dapat berupa larutan buffer fospan 0,85 % NaCL atau larutan ringer.

Cara pemupukan dalam metode hitung cawan dibedakan atas dua cara yaitu metoda tuang (pour plate) dan metode permukaan (surface spread plate). Dalam metode tuang contoh dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril yang sudah didinginkan (47-50 ºC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya contoh menyebar rata. Pada pemupukan dengan metoda permukaan terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut, dan diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. Jumlah koloni dalam contoh dihitung : Koloni per ml atau pergram sama dengan jumlah koloni percawan dikali satu per faktor pengenceran.

(35)

Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara hitung cawan digunakan suatu standar yang disebut Standart Plate Count (SPC) sebagai berikut: :Cawan yang dipilih atau yang dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 sampai 300, beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung satu koloni., satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni.

Hewan Percobaan

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Pemanfaatan hewan percobaan menurut pengertian secara umum ialah untuk penelitian yang mendasarkan pengamatan aktivitas biologi tergantung pada bidang ilmu yang dibina dan lingkungan apa suatu laboratorium bernaung sehingga pemanfaatan hewan percobaan ini akan mengarah ke suatu tujuan khusus (Malole dan Pramono 1989).

Penggunaan hewan percobaan dilakukan untuk menguji keamanan atau efek samping dari suatu bahan kimia atau alami yang sering dibubuhkan pada bahan makanan hewan serta manusia dengan tujuan memberi warna yang menarik, aroma, obat, pencegahan penyakit, dan pengawet. Karena tujuan akhir dari pengujian adalah untuk keselamatan manusia maka hewan percobaan yang digunakan adalah hewan-hewan yang mempunyai sifat-sifat respon biologi dan adaptasi mendekati manusia. Kesamaan filogeni antara manusia dengan primata mendorong para ilmuwan memilih hewan primate sebagai model untuk maksud ini. Akan tetapi karena dari segi pengadaannya tidak selalu lancar sedangkan dari pemeliharaannya juga memerlukan biaya yang besar maka tikus putih dapat dipilih sebagai alternative (Malole dan Pramono 1989).

Tikus putih bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan, sebaliknya bila diperlakukan dengan kasar mereka akan menggigit. Tikus putih dapat mencapai umur 2-3 tahun tetapi terdapat perbedaan besar usia maksimum

(36)

17

dalam berbagai galur tikus putih terutama karena perbedaan dalam kepekaan terhadap penyakit (Malole dan Pramono 1989).

Tikus putih liar aktif pada malam hari (nocturnal), sedangkan tikus putih percobaan biasanya aktif pada siang hari. Tikus putih yang digunakan di laboratium umumnya ditempatkan di kotak yang terbuat dari plastik dan diberi alas kandang secukupnya, kotak tersebut diberi tutup berupa kawat (Harkness dan Wagner 1989). Alas kandang yang baik, dapat berupa sekam padi atau serbuk gergaji, bila digunakan serbuk gergaji harus bebas debu, bila digunakan sekam padi harus diperhatikan kebersihannya agar tidak terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewijoyo 1987).

Tikus putih yang dipelihara sebagai hewan percobaan biasanya diberikan makanan berupa pellet dalam jumlah tanpa batas. Minuman harus selalu tersedia pada kandang tikus putih, tempat minum biasanya menggunakan botol yang terbuat dari kaca, dari botol tersebut tikus putih dapat minum melalui pipa gelas. Botol dan selang harus dibersihkan minimal satu atau dua kali dalam seminggu (Smith dan Mangkoewijoyo 1987).

Penggunaan tikus sebagai hewan percobaan dalam suatu penelitian karena saluran pencernaannya menyerupai saluran pencernaan manusia sehingga apa yang dimakan oleh manusia dapat juga dimakan dan dicerna oleh tikus (Priambodo 2003). Banyak makanan untuk tikus tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumberdaya komersial. Namun, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrient pada komposisi yang tepat. Protein pakan harus mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan tikus yaitu : arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin (Mc Donald et al. 1973). Pakan juga harus mengandung vitamin seperti vitamin A, D, B12, alpa-tokoferol, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, biotin, piridoksin, dan kolin.

Jika tikus laboratorium mengalami kekurangan nutrient maka tikus akan secara sendirinya memilih nutrient yang dibutuhkan jika diberi hubungan kepakan tersedia (Hainsworth 1981). Weih (1989) menyatakan bahwa pada kondisi dimana pakan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus akan mengurangi konsumsi energinya, tetapi jika palatabilitas pakan berlebih tikus dapat

(37)

meningkatkan penggantian energi. Pemberian pakan dalam jumlah yang terbatas dan adanya ketidakseimbangan dalam diet dapat menyebabkan gangguan dalam tubuh hewan misalnya malnutrisis, undernutrisi.

Adapun kriteria yang umum yang digunakan dalam menaksir kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku, persediaan nutrisi, aktivitas enzim, histology jaringan asam amino dan kandungan asam amino dan protein pada jaringan (National Research Council 1978).

Amstrong dan Heistad (1990) melakukan pengamatan dari waktu ke waktu yang menunjukkan kemampuan tikus untuk digunakan sebagai hewan percobaan. Penggunaan tikus jantan untuk menghindari adanya pengaruh hormonal terhadap hewan percobaan yang digunakan, misalnya hormon estrogen (Grundy 1991). Sebelum masa perlakuan, semua tikus perlu diadaptasikan agar seragam. Masa adaptasi ini perlu untuk menciptakan kondisi yang relatif homogen sehingga tepat untuk perancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (Mattjik & Sumertajaya 2002). Penyeragaman pola makan dan minum, kondisi kandang dan lingkungan, dan kondisi tikus yang bersangkutan (galur, jenis kelamin, usia, bobot badan) merupakan usaha untuk mencapai kehomogenan.

Satu pertiga dari komposisi fekal adalah bakteri yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sekitar 99% bakteri tersebut bersifat anaerob. Usus besar atau kolon ditempati sekitar 400-500 jenis bakteri yang jumlahnya triliunan bakteri, dan bakteri laktat jumlahnya sekitar 104-109 bakteri (Surono 2004) sehingga fekal dapat dijadikan sampel percobaan untuk menganalisis bakteri asam laktat.

(38)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama satu bulan dan bertempat di laboratorium hewan untuk memelihara hewan percobaan Departemen Gizi Masyarat Institut Pertanian Bogor. Analisis mikrobiologi dilakukan di laboratorium mikrobiologi ITI (Institut Teknologi Indonesia), Serpong.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan hewan percobaan tikus putih Spraque Dauley

(SD), kultur bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 serta air oksigen konsentrasi 50 ppm konsentrasi 80 ppm.

Bahan makanan yang diberikan pada hewan percobaan terdiri dari tepung maizena, casein, CMC, vitamin, mineral, dan minyak jagung mazola.

Analisis uji viabilitas in vitro menggunakan bahan-bahan MRSA, MRSB, larutan HCl 10%dan 0,5% garam empedu. Untuk analisis mikrobiologi (in-vivo) digunakan bahan kultur Lactobacillus casei Shirota, Lactobacillus IS-7257 serta air beroksigen konsentrasi 50 ppm dan konsentrasi 80 ppm, media MRSA (untuk bakteri asam laktat), media VRBA (untuk bakteri coliform) dan untuk bakteri total anaerob menggunakan media PCA (Plate Count Agar). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Alat bantu penelitian

No Tempat Alat Fungsi

1. Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat IPB

Kandang metabolik Tempat tikus (makan, minum, istirahat) Timbangan analitik - Menimbang berat tikus

- Menimbang feses - Menimbang pakan

Anaerob jar Alat penyimpan dan membawa sampel steril bersifat anaerob

Seperangkat incubator

Tempat inkubasi Seperangkat lamina Tempat perlakuan steril

Seperangkat oven Untuk persiapan media tumbuh bakteri VRBA, MRNA,PCA.

2. Laboratorium Mikrobiologi ITI

Aotoclaf Cawan petri

(39)

Metode Penelitian

Persiapan Kultur

Kultur bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257

diberikan dalam bentuk kultur kering beku.

Persiapan dan Perlakuan Hewan Percobaan

Hewan percobaan menggunakan tikus putih Spraque Dauley (SD), dengan persyaratan, usia 6 minggu dengan berat tubuh berkisar antara 74,8 gram hingga 153,4 gram sebanyak 45 ekor. Hewan percobaan tikus ini diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

Setelah siap sejumlah tikus dengan kriteria yang diinginkan kemudian ditempatkan pada kandang metabolik perindividu, dan diberikan diet normal dengan komposisi rangsum sesuai dengan standar, tepung maizena 75 %, casein 10 %, CMC 1 %, vitamin 1 %, mix mineral 5 %, dan minyak jagung mazola 8 %. Setelah 5 hari adaptasi, tikus kemudian ditimbang dan disusun menurut berat badan, dan diurutkan dari yang paling kecil ke yang paling besar.

Hari ke 6 mulai diberikan perlakuan khusus, selain diberikan diet standar juga diberikan kultur dengan dosis 1010 cfu/hari sebanyak 10 mg dicampur dengan 1 gram ransum untuk memastikan dikonsumsi habis, perlakuan berlangsung selama 7 hari dan hari ke 8 sampai ke-10 kembali diberikan diet standar seperti masa adaptasi. Minuman yang diberikan selain aqua adalah air beroksigen 50 ppm dan 80 ppm sebagai variabel bebas sebanyak 6,25 ml, diberikan sehari dua kali, pagi sebanyak 3,25 ml dan sore sebanyak 3 ml. Proses pemberian air beroksigen dengan cara dicekokan secara langsung agar dapat dipastikan diminum habis. Tikus ditimbang setiap 2 hari sekali.

Uji Viabilitas

Uji viabilitas ini bertujuan untuk menguji ketahanan bakteri probiotik terhadap pH rendah dan ketahanan terhadap garam empedu. Nilai pH yang dipilih adalah pH 2, pH 3 dan pH 4, yang disesuaikan dengan kondisi saluran cerna yaitu pada lambung dan usus. Tahapan uji ketahanan pH rendah dilakukan menurut Zavaglia et al. (1998) (Gambar 1).

(40)

21

Kultur ditumbuhkan dalam MRSB (selama 24 jam pada suhu 37ºC)

Inokulasi ke MRSB selama 18 jam suhu37ºC (150 ml MRSB)

Dibagi ke dalam 3 tempat masing-masing 50 ml (pH ditetapkan 2,3,4 sesuai dengan penambahan 10% (HCL)

Dishaker 37ºC selama 0 jam, 0,5 jam, dan 1 jam

Jumlah sel yang hidup ditumbuhkan pada MRSA

Diinkubasi pada 37ºC selama 48 jam

Dihitung jumlah sel yang berhasil hidup

Gambar 1 Skema uji ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah (modifikasi dari Zavaglia et al. 1998).

Uji ketahanan garam empedu bertujuan untuk mengetahui ketahanan bakteri probiotik terhadap garam empedu atau bile yang terdapat pada pencernaan manusia. Konsentrasi garam empedu yang digunakan sebesar 0,5%. Selanjutnya jumlah sel yang tahan merupakan penurunan log jumlah bakteri yang hidup di dalam media MRS yang ditambah garam empedu 0,5% terhadap jumlah sel yang hidup di dalam media agar MRS (Gambar 2).

(41)

Kultur ditumbuhkan dalam MRSB (selama 24 jam pada suhu 37ºC)

Inokulasi ke MRSB selama 18 jam suhu37ºC

Ditumbuhkan dalam MRSA MRSA + 0,5% garam empedu (sebagai kontrol) (Merck, Darmstadt, Jerman)

Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37ºC

Dihitung jumlah sel hidup pada masing-masing cawan

Gambar 2. Skema uji ketahanan bakteri probiotik terhadap garam empedu (Zavaglia et al. 1998)

Analisis Mikrobiologi

Tabel 2 merupakan tahapan perlakuan pada tikus, dilakukan 4 periode pengamatan yaitu sebelum perlakuan dan setelah masa adaptasi dengan diet standar selama lima hari atau 0 hari perlakuan, setelah 3 hari perlakuan, pada akhir perlakuan 7 hari setelah perlakuan dan setelah kembali ke diet normal selama 3 hari.

Tabel 2 Tahapan perlakuan pada tikus

No Waktu kegiatan Hari ke Perlakuan Kegiatan, pengamatan

Analisis mikrobiologi

1 Minggu ke 1 1 Base diet Monitor BB - 2 Minggu ke 2 6 Base diet

Probiotik Air Oksigen

Ambil feses Lab ITI (analisis 1) 3 Minggu ke 2 9 Base diet

Probiotik Air Oksigen

Ambil feses LAB ITI (analisis 2) 4 Minggu ke 3 13 Base diet Ambil feses Lab ITI

(analisis 3) 5 Minggu ke 4 16 Tanpa Perlakuan Ambil feses Lab ITI

(42)

23

Persiapan Sampel Feses Tikus

Sebelum dilakukan analisis mikrobiologi, sampel berupa feses segar dari tikus dipersiapkan dengan cara mengeluarkan langsung feses dari anus tikus pada pagi hari, kemudian masing-masing dimasukan ke dalam tabung steril dan ditempatkan pada anaerob jar. Anaerob jar harus selalu tertutup dengan tujuan untuk mengkondisikan sampel dalam kondisi anaerob.

Persiapan Analisis Mikrobiologi

Sampel feses tikus yang akan dianalisis kemudian diencerkan sesuai dengan yang diinginkan, dengan tujuan agar jumlah koloni bakteri tidak menumpuk sehingga jumlah koloni bakteri dapat dihitung dengan jelas.

Untuk mengetahui pertumbuhannya, maka bakteri dibiakan dengan melakukan pemupukan menggunakan media yang sesuai dengan bakteri yang diamati yaitu bakteri asam laktat menggunakan media MRSA, coliform menggunakan VRBA (Violet Red Bile Agar), dan untuk bakteri total anaerob menggunakan media PCA (Plate Count Agar).

Pemupukan dilakukan dengan dua cara, yaitu metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (surfacel spread plate). Dalam metode tuang contoh atau sampel yang sudah diencerkan (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukan ke dalam cawan petri kemudian ditambah agar cair steril yang telah didinginkan sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya contoh menyebar rata. Pada pemupukan dengan metode permukaan, dibuat agar di cawan, kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut dan diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. Analisis bakteri asam laktat dan coliform menggunakan metode tuang, sedangkan analisis bakteri anaerob menggunakan metode permukaan.

Analisis Total Bakteri Asam Laktat Metode SPC.

Sampel dipipet sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam larutan buffer (phosphate buffer saline) steril dengan pH 6,8 sebanyak 9 ml, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex sehingga didapatkan pengenceran 10 pangkat min 1. Selanjutnya dilakukan pengenceran sesuai dengan yang

(43)

diinginkan. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan MRSA pada cawan petri steril, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C, pemupukan dilakukan dengan dua kali pengulangan, setelah 48 jam dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri.

Analisis Bakteri Total Coliform Metoda SPC.

Untuk melihat pertumbuhan bakteri coliform, prinsipnya sama dengan perhitungan bakteri asam laktat namun media pertumbuhannya menggunakan VRBA (Violet Red Bile Agar) dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.

Analisis Total Bakteri Anaerob Metode SPC.

Total bakteri anaerob yaitu bakteri asam laktat dan coliform prinsip analisis sama dengan di atas namun menggunakan media pertubuhanya PCA (Plate Count Agar) dan melapisi dengan agar setelah disebarkan merata agar tercipta kondisi anaerob, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dilakukan terhadap 3 kelompok tikus, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 15 ekor tikus, dengan 3 variabel perlakuan, sehingga tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, yaitu sebagai berikut :

Kelompok hewan percobaan (tikus) masing-masing kelompok sebagai berikut : • A0 adalah kelompok kontrol, yang diberikan diet normal.

• A1 adalah kelompok probiotik Lactobacillus casei Shirota • A2 adalah kelompok probiotik Lactobacillus IS-7257 Ada tiga variabel perlakuan, masing-masing sebagai berikut :

• B0 adalah kelompok kontrol, tidak diberikan air beroksigen tetapi diberikan air mineral biasa.

• B1 adalah pemberian kelompok air beroksigen konsentrasi 50 ppm, sebanyak 6,25 ml/ hr.

• B2 adalah pemberian air beroksigen konsentrasi 80 ppm sebanyak 6,25 ml/ hr.

(44)

25

Sehingga terbentuk suatu model percobaan :

• A0B0 : tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen

• A0B1 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 50ppm • A0B2 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 80 ppm • A1B0 : dengan bakteri probiotik 1 tanpa penambahan air beroksigen • A1B1 : dengan bakteri probiotik 1 dan dengan air beroksigen 50 ppm • A1B2 : dengan bakteri probiotik 1 dan dengan air beroksigen 80 ppm • A2B0 : dengan bakteri probiotik 2 tanpa penambahan air beroksigen • A2B1 : dengan bakteri probiotik 2 dan dengan air beroksigen 50 ppm • A2B2 : dengan bakteri probiotik 2 dan dengan air beroksigen 80 ppm

Air beroksigen diberikan dua kali setiap hari, yaitu pagi hari dan sore hari. Model matemetika yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Yijk =

μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan ulangan ke-k

μ = rataan dari perlakuan αi = pengaruh utama faktor A βj = pengaruh utama faktor B

(αβ)ij = komponen interaksi dari faktor A dan faktor B εijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2

) A = perlakuan penambahan probiotik

B = perlakuan penambahan air beroksigen

i = 3 taraf (1; tanpa penambahan probiotik, 2; penambahan Lactobacillus

casei Shirota, 3; penambahan Lactobacillus IS-7257)

j = 3 taraf (1; tanpa air beroksigen, 2; air beroksigen 50 ppm, 3; air beroksigen 80 ppm)

k = 5 ulangan (5 ekor tikus untuk setiap perlakuan)

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ekperimental ini adalah

Case Control dengan uji statistik ANOVA untuk mengetahui perlakuan yang

digunakan terhadap variabel yang diamati., jumlah objek yang dijadikan penelitian sebanyak 45 ekor tikus putih.

a. Uji keseragaman kelompok sampel sebelum pemberian perlakuan: - Kelompok sampel untuk kontrol

(45)

- Kelompok sampel untuk perlakuan air beroksigen 50 ppm - Kelompok sampel untuk perlakuan air beroksigen 80 ppm Uji ini dimaksudkan untuk mengontrol adanya pengaruh faktor-faktor lain di luar perlakuan yang sengaja diberikan

b. Uji perbandingan sampel sebelum dan sesudah perlakuan

- Kelompok kontrol : sebelum perlakuan vs sesudah perlakuan - Kelompok perlakuan air beroksigen 50 ppm : sesudah perlakuan vs

sebelum perlakuan

- Kelompok perlakuan air beroksigen 80 ppm: sesudah perlakuan vs sebelum perlakuan

c. Uji kelompok sampel sesudah perlakuan - Kelompok sampel untuk kontrol

- Kelompok sampel untuk perlakuan air beroksigen 50 ppm - Kelompok sampel untuk perlakuan air beroksigen 80 ppm

Analisis Data

Analisis untuk mengatahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati menggunakan menggunakan ANOVA. Sementara untuk uji lanjutnya digunakan uji beda terkecil ( LSD).

Gambar

Tabel 1 Alat bantu penelitian
Gambar 1 Skema uji ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah  (modifikasi dari  Zavaglia et al
Tabel 2 merupakan tahapan perlakuan pada tikus, dilakukan 4 periode  pengamatan yaitu sebelum perlakuan dan setelah masa adaptasi dengan diet  standar selama lima hari atau 0 hari perlakuan, setelah 3 hari perlakuan, pada  akhir perlakuan 7 hari setelah pe
Gambar 3  Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah motivasi konsumen, persepsi kualitas, dan sikap konsumen memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian produk “Ayu Fatma” Collection di Kabupaten

pemasangan pompa pada pertemuan anak-anak sungai dengan Kali Madiun. Pemanfaatan sempadan sungai sebagai kawasan hijau. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk. b)

Namun karena IKSP berdasarkan keputusan Kementrian BUMN No 59 tahun 2004 masih merupakan format pengukuran kinerja untuk BUMN, maka diharapkan pengukuran kinerja yang dilakukan

Prays to the human form divine, Love, Mercy, Pity, Peace. And all must love the human form, In heathen, Turk,

Menyerang tanaman lada pada pucuk daun, pucuk yang terserang warnay berubah muali dari hijau muda hingga coklat kemudian mengering.

Konsep pesan yang ingin disampaikan pada perancangan ini ialah mengenai konsep penghargaan pada diri sendiri untuk menjaga kesehatan mental emosional.Karena pada masa ini

Buku tersebut terdiri atas materi pengantar, cerita, dan ulasan contoh mengapresiasi teks fabel, (3) buku pengayaan apresiasi teks fabel bermuatan nilai- nilai karakter bagi

Pengembangan jaringan sosial atau kemitraan kelompok dapat digali dan dibangun dengan kelompok masyarakat yang lain dan lembaga atau instansi luar, (2) kepada pemerintahan