• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Dan Distribusi Bivalvia Di Estuari Mangrove Belawan Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman Dan Distribusi Bivalvia Di Estuari Mangrove Belawan Sumatera Utara"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA

DI ESTUARI MANGROVE BELAWAN

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

FITRIANTI

117030023/BIO

PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA

DI ESTUARI MANGROVE BELAWAN

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

oleh

FITRIANTI

117030023/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI

BIVALVIA DI ESTUARI MANGROVE

BELAWAN SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : FITRIANTI

Nomor Induk Mahasiswa : 117030023

Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Erni Jumilawaty, M.Si Prof.Dr. Ing. Ternala A. Barus.M.Sc Ketua/Promotor Anggota/Co.Promotor

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Dr. Sutarman, M.Sc

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Erni Jumilawaty, M.Si

(5)

PERNYATAAN

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA

DI ESTUARI MANGROVE BELAWAN

SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014 Penulis

(6)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rakhmad dan karunia-Nya sehingga hasil penelitian ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan. Dengan selesainya hasil penelitian ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

2. Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Magister/Doktor Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, Sekretaris Program Studi Magister Biologi, Dr. Suci Rahayu, M.Si beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Erni Jumilawaty M.Si selaku Promotor/Pembimbing Utama. Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kami ucapkan atas segala perhatian, waktu, saran maupun bimbingannya, hingga selesainya hasil penelitian ini

5. Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus M.Si selaku Promotor/Anggota Pembimbing yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya hasil penelitian ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Program Studi Biologi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membekali penulis dalam berbagai disiplin ilmu.

(7)

segala pengorbanan kalian, baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas, hanya diserahkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

8. Kepada Ayahanda Kamaluddin (alm) dan Ibunda Rusiah (almh) serta keluarga besar mertua Bapak Josep Dahlan Purba (alm) dan Ibu Jurmiah (almh).

9. Keluarga besar SMA Negeri 1 Dolok Masihul yang banyak membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis dalam mengikuti dan menyelesaikan studi S2 ini.

Semoga Allah SWT tetap memberikan rakhmad dan hidayah yang besar kepada kita, sehingga kita tetap semangat dalam mengejar ilmu dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2014 Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sungai Sentosa Kabupaten Labuhan Batu pada tanggal 01 Desember 1970. Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut: 1. Sekolah Dasar (SD) Inpres 114371 di Sungai Sentosa dari tahun 1977 – 1983 2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yapendak PTP VI Ajamu dari tahun 1983

-1986.

3. Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA) Negeri 2 Rantau Prapat dari tahun 1986-1989.

4. Pernah belajar di Unversitas Muhammadiyah Sumatera Utara dari tahun 1989 – 1990.

5. Sarjana (S1) FPMIPA Program Studi Biologi IKIP Negeri Medan dari tahun 1990-1994 (memperoleh gelar Dra.)

6. Tahun 2011 – 2014 mendapat kesempatan belajar pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Biologi.

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 2003- 2010 sebagai guru di SMP Negeri 2 Silou Kahean Kabupaten Simalungun.

(9)

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA

DI ESTUARI MANGROVE BELAWAN

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian tentang Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia di Estuaria Mangrove Belawan dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013. Metoda penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel bivalvia adalah “Purposive Random Sampling” pada 4 (empat) stasiun pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 10 kali ulangan untuk setiap stasiun dengan menggunakan serok. Hasil analisis laboratorim terhadap parameter faktor fisik- kimia air dengan mengacu pada baku mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan surat keputusan No 51 tahun 2004. Hasil penelitian ditemukan Bivalvia yang terdiri dari 4 ordo, 5 famili, 5 genus dan 6 spesies. Kepadatan Bivalvia tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 44,377 ind/m2 dan terendah pada stasiun 4 sebesar 33,435 ind/m2. Indeks Keanekaragaman Bivalvia tergolong rendah (0,794-1,154), sedangkan Indeks Kemerataan tergolong merata (0,723-0,833). Indeks Similaritas yang mempunyai kriteria kesamaan tinggi adalah antara stasiun 1 dan 2 (57,143%), antara stasiun 1 dan stasiun 3 (66,667%), antara stasiun 3 dan 4(57,143%). Kriteria kesamaan rendah dijumpai antara stasiun 1 dan stasiun 4 (28,571%), antara stasiun 2 dan stasiun 3 (28,571%) serta antara stasiun 2 dan stasiun 4 (50,00%). Selanjutnya Indeks Morista (distribusi) setiap genus adalah mengelompok.. Suhu air, suhu substrat, nitrat fosfat, organik substrat, fraksi substrat berupa pasir dan liat berkorelasi positif dengan keanekaragaman Bivalvia, sedangkan pH air, pH substrat, salinitas, DO, BOD5 dan fraksi substrat berupa debu berkorelasi negatif.

(10)

DIVERSITY AND DISTRIBUTION OF BIVALVIA IN MANGROVE

ESTUARY OF BELAWAN NORTH SUMATRA

ABSTRACT

The research on Diversity and distribution of Bivalvia in Mangrove Estuary Belawan was conducted in May up to June 2013. The method for determining the location of sampling for Bivalves was done using Purposive Random Sampling in 4 (four) observation stations. Sampling was done for 10 replications for each station using a ladle. The results of the laboratory analysis to the physical parameters of water chemistry referred to sea water quality standard for marine life which were set by the Minister of Environment with Decree No. 51 of 2004 The results of research found that Bivalvia consisting of 4 ordo , 5 families , 5 genera and 6 species. Bivalvia density was highest at station 2 at 44.377 ind/m2 and lowest at station 4 at 33.435 ind/m2. Index of Bivalvia diversity was low ( 0.794 to 1, 154 ), whereas, evenness index was classified even for (0.723 to 0.833 ). Similarity index that have high similarity criteria was between stations 1 and 2 (57.143 % ), between station 1 and station 3 ( 66.667 % ) , between stations 3 and 4 (57.143 % ). Criteria of low similarity was found between station 1 and station 4 (28.571 % ), between station 2 and station 3 (28.571 % ) and between station 2 and station 4 ( 50. 00 % ). Subsequently, the index of morista (distribution) of each genus was in cluster. The water temperature, substrate temperature, nitrate, phosphate, organic substrates, the fraction of substrate in the form of sand and clay were positively correlated with the diversity of Bivalvia, while the pH of the water, substrate pH, salinity, DO , BOD

.

5 and substrate in the form of dust fractions were negatively correlated.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

RIWAYAT HIDUP iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 4

1.4 Hipotesis 4

1.5 Manfaat 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Organisme Bivalvia 5

2.2 Habitat dan Penyebaran Bivalvia 7

2.3 Ekologi Wilayah Pesisir 9

2.4 Pencemaran Pesisir 11

2.5 Faktor Fisik Kimia Perairan 12

BAB 3 BAHAN DAN METODA

3.1 Metoda dan Waktu Penelitian 17

3.2 Deskripsi Area 17

3.3 Pengambilan Sampel 18

3.4 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 18

(12)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Parameter Faktor Fisik-Kimia 24

4.2 Ciri-ciri Bivalvia 29

4.3 Klasifikasi dan Jenis Bivalvia yang didapat pada Stasiun Penelitian

32 4.4 Nilai Kepadatan, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi

Kehadiran Bivalvia Pada Masing-masing Stasiun Penelitian.

34

4.5 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan 37

4.6 Indeks Similaritas 38

4.7 Indeks Distribusi 39

4.8 Analisis Korelasi Keanekaragaman Bivalvia Dengan Faktor Fisik Kimia Perairan

40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 43

5.2 Saran 43

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

3.1 Alat Dan Satuan Yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan

21 4.1 Nilai Rata-rata Parameter Fisik-Kimia Perairan Pada

Masing-masing Stasiun di Perairan Estuaria Mangrove Belawan

24

4.3 Klasifikasi dan Jenis Bivalvia yang didapat pada Stasiun Penelitian

32 4.4 Nilai Kepadatan Populasi , Kepadatan Relatif dan

Frekuensi Kehadiran Bivalvia pada setiap stasiun penelitian

34

4.5 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Bivalvia pada Setiap Stasiun Penelitian

37 4.6 Nilai Indeks Similaritas atau Indeks Kesamaan

Spesies antar Stasiun Penelitian

38 4.7 Nilai Indeks Morista pada Setiap stasiun Penelitian 39 4.8 Nilai Analisis Korelasi Keanekaragaman Bivalvia

dengan Faktor Fisik - Kimia Perairan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul

Halaman

4.2.1 Anadara granosa (kerang darah) 29 4.2.2 Anadara gubernaculum (kerang bulu) 30

4.2.3 Tellina exerythra (kepah) 30

4.2.4 Atrina pectinata (kerang Pulut) 31

4.2.5 Polymesoda expansa (lokan ) 31

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A. Peta Lokasi Penelitian 49

B. Foto Stasiun Penelitian 50

C. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO 52 D. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur

BOD5 53

E. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3) 54 F. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO43-) 55 G. Bagan Kerja Pengukuran Kadar Organik Substrat 56 H. Data Mentah Bivalvia yang Diperoleh 57

I. Contoh Perhitungan 58

J. Gambar Alat Tangkap Kerang 60

K. Analisa Korelasi Pearsons 61

(16)

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA

DI ESTUARI MANGROVE BELAWAN

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian tentang Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia di Estuaria Mangrove Belawan dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013. Metoda penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel bivalvia adalah “Purposive Random Sampling” pada 4 (empat) stasiun pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 10 kali ulangan untuk setiap stasiun dengan menggunakan serok. Hasil analisis laboratorim terhadap parameter faktor fisik- kimia air dengan mengacu pada baku mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan surat keputusan No 51 tahun 2004. Hasil penelitian ditemukan Bivalvia yang terdiri dari 4 ordo, 5 famili, 5 genus dan 6 spesies. Kepadatan Bivalvia tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 44,377 ind/m2 dan terendah pada stasiun 4 sebesar 33,435 ind/m2. Indeks Keanekaragaman Bivalvia tergolong rendah (0,794-1,154), sedangkan Indeks Kemerataan tergolong merata (0,723-0,833). Indeks Similaritas yang mempunyai kriteria kesamaan tinggi adalah antara stasiun 1 dan 2 (57,143%), antara stasiun 1 dan stasiun 3 (66,667%), antara stasiun 3 dan 4(57,143%). Kriteria kesamaan rendah dijumpai antara stasiun 1 dan stasiun 4 (28,571%), antara stasiun 2 dan stasiun 3 (28,571%) serta antara stasiun 2 dan stasiun 4 (50,00%). Selanjutnya Indeks Morista (distribusi) setiap genus adalah mengelompok.. Suhu air, suhu substrat, nitrat fosfat, organik substrat, fraksi substrat berupa pasir dan liat berkorelasi positif dengan keanekaragaman Bivalvia, sedangkan pH air, pH substrat, salinitas, DO, BOD5 dan fraksi substrat berupa debu berkorelasi negatif.

(17)

DIVERSITY AND DISTRIBUTION OF BIVALVIA IN MANGROVE

ESTUARY OF BELAWAN NORTH SUMATRA

ABSTRACT

The research on Diversity and distribution of Bivalvia in Mangrove Estuary Belawan was conducted in May up to June 2013. The method for determining the location of sampling for Bivalves was done using Purposive Random Sampling in 4 (four) observation stations. Sampling was done for 10 replications for each station using a ladle. The results of the laboratory analysis to the physical parameters of water chemistry referred to sea water quality standard for marine life which were set by the Minister of Environment with Decree No. 51 of 2004 The results of research found that Bivalvia consisting of 4 ordo , 5 families , 5 genera and 6 species. Bivalvia density was highest at station 2 at 44.377 ind/m2 and lowest at station 4 at 33.435 ind/m2. Index of Bivalvia diversity was low ( 0.794 to 1, 154 ), whereas, evenness index was classified even for (0.723 to 0.833 ). Similarity index that have high similarity criteria was between stations 1 and 2 (57.143 % ), between station 1 and station 3 ( 66.667 % ) , between stations 3 and 4 (57.143 % ). Criteria of low similarity was found between station 1 and station 4 (28.571 % ), between station 2 and station 3 (28.571 % ) and between station 2 and station 4 ( 50. 00 % ). Subsequently, the index of morista (distribution) of each genus was in cluster. The water temperature, substrate temperature, nitrate, phosphate, organic substrates, the fraction of substrate in the form of sand and clay were positively correlated with the diversity of Bivalvia, while the pH of the water, substrate pH, salinity, DO , BOD

.

5 and substrate in the form of dust fractions were negatively correlated.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Moluska merupakan salah satu filum dari kingdom Animalia yang didalamnya terdapat kelas terbesar yaitu Bivalvia dan Gastropoda (Dharma, 1992). Di Indonesia tercatat sekitar 3400 jenis moluska dan diperkirakan lebih dari 20 jenis bernilai ekonomis, dan beberapa jenis diantaranya telah dapat dibudidayakan. Jenis-jenis tersebut sebagian besar masuk kedalam kelas Bivalvia (Sulistijo et al. 1980). Bivalvia mempunyai bentuk tubuh dan ukuran cangkang yang beranekaragam. Bentuk cangkang ini sangat penting dalam menentukan spesies kelas tersebut (Nurdin et al. 2008).

Di alam kelimpahan dan distribusi Bivalvia dipengaruhi oleh beberapa faktor abiotik dan biotik seperti: kondisi lingkungan, ketersediaan makanan, pemangsaan oleh predator dan kompetisi. Tekanan dan perubahan lingkungan juga dapat mempengaruhi jumlah jenis dan perbedaan struktur dari Bivalvia (Susiana 2011). Keanekaragaman Bivalvia tidak hanya menunjukkan keanekaragaman jumlah spesies, tetapi juga menunjukkan struktur, tingkatan tropik, dan keanekaragaman makro-mikro habitat mereka (Hendrickx et al. 2007).

Jenis Bivalvia yang memiliki arti ekonomis yaitu sebagai sumber protein seperti Anadara granosa (kerang darah), Anadara antiquata (kerang bulu). Mytilus viridis (kerang hijau) Crassostrea cucullata (tiram bakau) sebagai perhiasan dan lainnya (Nontji, 1987). Kerang hidup pada semua tipe perairan yaitu air tawar, estuaria dan perairan laut. (Nurdinet al.,2008).

(19)

substrat dengan alat perekat, ada yang membenamkan diri pada pasir atau lumpur bahkan adapula yang membenamkan diri di dalam kerangka karang-karang batu. Berbagai jenis tertentu melekatkan diri ke substratnya dengan menggunakan organ bernama byssus yang berupa benang-benang yang kuat (Reseck, 1980).

Menurut Russel-Hunter (1983) Bivalvia tersebar di perairan pesisir seperti estuari, dengan dasar perairan lumpur bercampur pasir. Beberapa diantaranya hidup pada substrat yang lebih keras seperti lempung, kayu atau batu, air tawar serta sedikit yang hidup di daratan seperti, mussels (kepah), clamp (kerang) dan tiram yang merupakan anggota Bivalvia yang hidup di laut.

Bivalvia yang hidup di daerah estuari, yaitu beberapa jenis kerang seperti Anadara granosa, Anadara gubernaculum, Scrombicularia plana, Macoma balthica, Rangia flexosa dan tiram jenis Crassostrea (Nybakken 1992). Faktor lingkungan dalam suatu ekosistem akan mempengaruhi jumlah dan jenis biota yang hidup di dalamnya. Hal ini selaras dengan pendapat Nybakken (1992) bahwa kehidupan hewan bentik pada ekosistem perairan sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan, baik lingkungan biotik maupun abiotik yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan keseragaman jenis biota di lingkungan tersebut.

Potensi Bivalvia suatu perairan dapat dilihat dari kelimpahan, sebaran dan keragaman jenisnya. Adapun kelimpahan, sebaran dan keragaman jenis spesies tersebut dipengaruhi oleh karakteristik habitat seperti kondisi perairan dan jenis substrat. pola sebaran beberapa jenis Bivalvia yang dominan dipengaruhi oleh substrat tempat hidup, frekuensi, serta lama ketergenangan pasang surut. Dalam suatu habitat perairan, kondisi substrat dan kualitas perairan yang baik akan mendukung keanekaragaman Bivalvia dan adanya keseimbangan distribusi spesies (Budiman, 1985 dalam Pratami, 2005).

(20)

juga mengandung asam-asam lemak tidak jenuh essensial dan mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia. Bivalvia juga memliki nilai ekologis yang luar biasa dengan cara memakanpolutan termasuk logam berat yang tersuspensi dalam perairan. Di samping itu, kemampuan hidupnya yang relatif lebih tahan terhadap polutan dibanding ikan-mampu hidup dalam lumpur yang kering saat musim kemarau membuat Bivalvia amat tepat dimanfaatkan sebagai pembersih lingkungan. Apalagi, kerang bisa membersihkan polutan logam berat relatif cepat (Anonim, 2009).

Saat ini Bivalvia dieksploitasi sebagai bahan makanan bagi masyarakat, maupun untuk meningkatkan pendapatan dengan pemanfaatannya untuk hiasan. Dikhawatirkan hal ini lambat laun akan menyebabkan penurunan populasi sumberdaya Bivalvia tersebut. Sampai saat ini informasi mengenai keanekaragaman Bivalvia di estuaria mangrove Belawan belum pernah didapatkan, oleh itu karena perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui secara ilmiah tentang keanekaragaman dan distribusi Bivalvia di habitatnya serta kaitannya dengan faktor fisik kimia. Data yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan dalam pengelolaannya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan manusia secara berkelanjutan. Dengan mengetahui kehidupan biota di habitat alaminya berarti akan memudahkan dalam menentukan lokasi budidayanya (Safar et al. 2000).

1.2 Permasalahan

(21)

Karena kegiatan eksploitasi yang dilakukan masyarakat di estuari mangrove Belawan, dapat menjadi ancaman yang serius bagi keberadaan Bivalvia,maka dari itu perlu adanya kajian mengenai keanekaragaman dan distribusi Bivalvia di estuari mangrove Belawan Sumatera Utara khususnya di ke empat stasiun tersebut.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui keanekaragaman dan distribusi Bivalvia di estuaria mangrove

Belawan, Sumatera Utara.

b. Untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik-kimia perairan dengan

keanekaragaman dan distribusi Bivalvia di estuaria mangrove Belawan, Sumatera

Utara.

1.4 Hipotesis

a. Terdapat perbedaan Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia antar stasiun di estuaria mangrove Belawan.

b. Ada hubungan faktor fisik kimia perairan muara estuaria mangrove Belawan terhadap Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia.

1.5. Manfaat

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Organisme Bivalvia

Bivalvia atau lebih umum dikenal dengan nama kerang-kerangan, mempunyai dua keping atau belahan kanan dan kiri yang disatukan oleh satu engsel yang bersifat elastis disebut ligamen dan mempunyai dua otot yaitu abductor dan adductor dalam cangkangnya, yang berfungsi untuk membuka dan menutup kedua belahan cangkang tersebut (Barnes, 1982).

Gambar 2.1. Bagian cangkang luar Bivalvia

Yang termasuk kedalam Bivalvia (pelecypoda) adalah jenis kerang, remis dan kijing yang didup di laut dan di air tawar. Beberapa hidup di daerah pasang surut, kebanyakan di daerah litoral, meskipun ada yang terdapat pada kedalaman 5000 m. Lingkungan hidupnya ialah dasar yang berlumpur atau berpasir, beberapa pada substrat yang lebih keras seperti lempung, batu atau kayu (Suwignyo, 1989).

Tubuh dan kaki Bivalvia umumnya pipih secara lateral, seluruh tubuh tertutup mantel dan dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya hinge ligament (Suwignyo 1989). Bivalvia memiliki rongga

posterior anterior

siphon

kaki kaki

(23)

mantel luas dan insang biasanya besar karena berfungsi sebagai alat pernafasan pada umumnya dan sebagai pengumpul makanan pada khususnya. Puncak cangkang disebut umbo dan merupakan bagian paling tua. Garis-garis melingkar sekitar umbo menunjukkan pertumbuhan cangkang. Bentuk, ukuran, hiasan serta warna cangkang bervariasi.

Pada umumnya moluska Bivalvia adalah pemakan deposit. Secara khusus moluska Bivalvia dapat beradaptasi sebagai pemakan suspensi namun tidak dapat menyaring air dengan baik pada tingkat padatan tersuspensi yang tinggi. Akibatnya walaupun Bivalvia bersifat pemakan deposit tetapi cenderung untuk menghindari wilayah yang bersubstrat halus karena di wilayah ini terjadi proses pelarutan pada partikel. Namun anggota sub famili Anadarinae umumnya mampu beradaptasi dengan memanfaatkan relung hidup (niche) sebagai pemakan suspensi di wilayah perairan dengan kandungan padatan tersuspensi yang tinggi. Anadara granosa sebagai sub famili Anadarinae diklasifikasikan sebagai pemakan deposit permukaan dasar perairan (Broom, 1988 dalam Hery, 1998).

Menurut Weisz (1973) ciri-ciri umum Bivalvia yaitu : hewan lunak; sedentary (menetap pada sedimen); umumnya di laut meskipun ada yang hidup di perairan tawar; pipih di bagian yang lateral dan mempunyai tonjolan di bagian dorsal; tidak memiliki tentakel; kaki otot berbentuk seperti lidah; mulut dengan palps (lembaran berbentuk seperti bibir); tidak memiliki radula (gigi); insang dilengkapi dengan silis untuk filter feeding (makan dengan menyring larutan); kelamin terpisah atau ada yang hermaprodit; perkembangan lewat trocophora dan veliger pada perairan laut dan tawar glochidia pada Bivalvia perairan tawar.

Secara umum cangkang kerang tersusun atas zat kapur dan terdiri dari 3 (tiga) lapisan yaitu:

(24)

b. Prismatik, merupakan lapisan tengah yang tebal, tersusun atas kristal-kristal CaCO

3

c. Nakreas, merupakan lapisan terdalam disebut juga lapisan mutiara, tersusun atas kristal CaCOз yang halus dan berbeda dengan kristal-kristal pada lapisan prismatik.

berbentuk prisma.

Selain oleh cangkang, tubuh dan organ dalam Bivalvia diselubungi oleh mantel. Mantel berbentuk jaringan tipis dalam cangkang. Selain itu pada mantel terdapat lubang tempat masuknya air yang disebut Inhalent Siphon dan Incurrent Siphon yang terletak kearah posterior dan bentuknya panjang. Insang tersusun dari lembaran berupa lamella yang berbentuk seperti sisir (Hickman, 1996).

Pergerakan Bivalvia dibantu oleh kaki di antara valves yang melebar atau mengait pada dasar material dengan mekanisme tarik ulur dan kontraksi otot. Aktivitas ini diaktivasi dari keluar masuknya darah ke dalam sinus otot-otot kaki (Nybakken et al., 1982). Bivalvia tidak memiliki kepala dan mata di dalam tubuhnya. Bivalvia terdiri dari tiga bagian utama yaitu kaki, mantel dan organ dalam. Kaki dapat ditonjolkan di antara dua cangkang tertutup, bergerak memanjang dan memendek berfungsi untuk bergerak (Robet et al, 1982 dalam Syafikri, 2008 ).

2.2 Habitat dan Penyebaran Bivalvia

(25)

Habitat dari moluska tergantung pada ketersediaan makanan yang berupa detritus dan makroalgae serta kondisi lingkungan yang terlindung oleh gerakan air. Ketidakmerataan penyebaran dan variasi tertentu kelimpahan serta komposisi spesies infauna di daerah subtidal merupakan akibat gangguan secara terus-menerus yang disebabkan oleh gerakan air atau aktivitas biologis seperti pemangsaan ( Nybakken, 1992). Distribusi kelimpahan jenis moluska juga dipengaruhi oleh diameter rata-rata butiran sedimen, kandungan debu dan liat, adanya cangkang-cangkang mati dan kestabilan substrat. Kelimpahan dan keanekaragaman jenis epifauna meningkat pada dasar substrat yang banyak mengandung cangkang-cangkang mati (Driscol & Brandon, 1973).

Menurut kebiasaan hidupnya, pelecypoda digolongkan ke dalam kelompok makrozobentos dengan cara pengambilan makanan melalui penyaringan zat-zat tersuspensi yang ada di dalam perairan atau filter feeder (Heddy, 1994). Mengklasifikan Bivalvia ke dalam kelompok pemakan suspensi, penggali dan pemakan deposit. Oleh karena itu jumlahnya cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak (Nybakken, 1992).

Moluska yang hidup di laut mempunyai dua tipe penyebaran yaitu penyebaran secara horizontal dan penyebaran secara vertikal. Pada umumnya batas teratas dan terendah penyebaran satu jenis moluska pada suatu daerah dipengaruhi oleh hubungan timbal balik dari beberapa faktor lingkungan, mulai dari derajat keterbukaan terhadap pukulan ombak, panjang massa air berada diatas permukaan, batas maksimum dan minimum suhu air dan udara, ada tidaknya pesaing makanan, dan ada tidaknya pemangsa dan ketersediaan makanan (Budiman, 1985 dalam Pratami, 2005).

(26)

a. Bivalvia yang hidup di perairan mangrove.

Habitat mangrove ditandai oleh besarnya kandungan bahan organik, perubahan salinitas yang besar, kandungan oksigen yang minimal dan kandungan H

2

b. Bivalvia yang hidup di perairan dangkal

S yang tinggi sebagai hasil penguraian sisa bahan organik dalam lingkungan yang miskin oksigen. Contoh jenis Bivalvia yang hidup di daerah mangrove; Oatrea spesies dan Gleonia cocxans.

Bivalvia yang hidup di perairan dangkal dikelompokkan berdasarkan lingkungan tempat di mana mereka hidup antara lain; hidup di garis pasang tinggi, hidup di daerah pasang surut dan yang hidup di bawah garis surut terendah sampai kedalaman 2 meter. Contoh jenis yang hidup di daerah ini adalah; Vulsella sp, Osterea sp, Maldgenas sp, Mactra sp dll.

c. Bivalvia yang hidup di lepas pantai

Habitat lepas pantai adalah wilayah perairan sekitar pulau yang kedalamannya 20-40 meter. Jenis Bivalvia yang ditemukan di daerah ini seperti; Plica sp, Chalamis sp, Amussium sp, Pleuronectus sp, Malleu albus, Solia sp, Pinctada maxima dll.

2.3 Ekologi Wilayah Pesisir

(27)

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir (Dahuri, 2004).

Pada kawasan pesisir, di samping hutan mangrove terdapat juga rawa non mangrove, yaitu rawa pasang surut. Rawa pasang surut merupakan daerah antara pasang naik dan pasang surut. Daerah dapat meluas jauh melalui muara ke daerah sekitarnya, sehingga membentuk daerah pantai setengah tertutup. Daerah pantai setengah tertutup berhubungan langsung dengan laut terbuka, di mana sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Keadaan air di dalamnya adalah pencampuran antara air laut dengan air tawar. Dilihat dari kondisi demikian daerah ini sering digolongkan ke dalam estuari atau zona transisi (Odum, 1998).

Melalui mekanisme pasang surut (pasut) dan aliran sungai terciptalah pencampuran kedua massa air tawar dan air laut secara intensif di estuaria. Selain itu adanya hutan mangrove yang memiliki produksi primer tinggi di sungai besar menyebabkan kandungan detritus organik yang tinggi sehingga produktivitas sekunder di estuaria menjadi tinggi pula. Oleh karena itu, habitat estuaria menjadi sangat produktif hingga dapat berfungsi sebagai daerah pertumbuhan (nursery ground) bagi larva, post-larva dan juvenile dari berbagai jenis Bivalvia, udang dan kerang-kerangan dan daerah penangkapan (fising ground) (Dahuri, 2003).

(28)

Kecepatan arus secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan (Odum,1971). Perairan yang arusnya kuat akan banyak ditemukan substrat berpasir (Nybakken,1992). Pantai terbagi menjadi tiga tipe yaitu pantai berbatu, pantai berpasir dan pantai berlumpur. Pantai berbatu tersusun dari bahanbahan yang keras, merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Pantai pasir intertidal umum terdapat di seluruh dunia dan lebih terkenal dari pada pantai berbatu karena pantai pasir ini merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi. Pantai berpasir tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik Organisme tentu saja tidak tarnpak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Pantai berlumpur merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak, memiliki butiran yang lebih halus dan dan mengakumulasi lebih banyak bahan organik sehingga menjadi berlumpur (Nybakken,1992).

2.4 Pencemaran Pesisir

(29)

Umumnya penyebab terjadinya pencemaran berasal dari meningkatnya produk industri rumah tangga, perluasan kawasan pemukiman penduduk, dan perkembangan kawasan Industri di kota besar, terjadilah akumulasi pencemaran pesisir dan lautan. Hal ini dikarenakan semua limbah dari darat, dari pemukiman perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan industri, pada akhirnya bermuara ke pantai. Dampak negatif pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia bahkan penyebab kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan merugbivalvia secara sosial ekonomi. Bentuk dampak pencemaran berupa sedimen, eutrofikasi, anoksia (kekurangan oksigen) masalah kesehatan umum, pengaruh terhadap perikanan, kontaminasi trace elemen dalam rantai makanan, keberadaan spesies asing dan kerusakan fisik habitat.

2.5 Faktor Fisik Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia merupakan dua faktor pembatas distribusi populasi selain faktor tingkah laku dan interaksi antara organisme. Setiap organisme mempunyai kisaran toleransi faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang kehidupannya tergantung spesies dan lingkungannya serta keterkaitan antara keduanya. Beberapa faktor fisik dan kimia antara lain:

a. Suhu

(30)

Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar dari pada di laut terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang masuk (pada saat pasang naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang subtratnya terekspos (Supriharyono 2006). Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Bivalvia. Kerang Anodonta woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24 – 29

o

C. (Thana, 1976 dalam Suwignyo, 1981).

b. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. pH sangat penting sabagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi di dalam air. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme pada umumnya antara 7 – 8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). pH permukaan laut Indonesia pada umumnya antara 6,0 – 8,5. Perubahan nilai pH mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut (Romimohtarto,1985).

c. Salinitas

(31)

d. Oksigen Terlarut/DO ( Dissolved Oxygen)

Oksigen merupakan salah satu faktor penting dalam setiap perairan. Oksigen diperlukan organisme untuk melakukan respirasi aerob. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael, 1994).

e. Biological Oxygen Demand (BOD 5

Biological Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan yang ada dalam air lingkungan. Pada umumnya air lingkungan atau air dalam mengandung mikroorganisme yang dapat memakan, memecah, menguraikan bahan buangan organik. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Michael, 1994). Angka BOD

)

5 tinggi menunjukan terjadinya pencemaran organik di perairan. Nilai konsentrasi BOD

5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O

2 selama 5 hari (Brower et al.,1990).

f. Nitrat (NO

3) dan Fosfat (PO4

Banyaknya unsur hara mengakibatkan tumbuh suburnya tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrit dan fosfat (Nybakken, 1992). Fosfat merupakan unsur penting dalam air. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).

(32)

Komponen nitrit (NO2) jarang ditemukan pada badan air permukaan karena langsung dioksidasi menjadi nitrat (NO3). Di wilayah perairan neritik yang relatif dekat dengan buangan industri umumnya nitrit bisa dijumpai, mengingat nitrit sering digunakan sebagai inhibitor terhadap korosi pada air proses dan pada sistem pendingin mesin. Bila kadar nitrit dan fosfat terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan bersangkutan mengalami keadaan eutrof sehingga terjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin. Kondisi seperti itu bisa merugikan hasil kegiatan perikanan pada daerah perairan tersebut (Wibisono, 2005).

g. Fraksi Substrat

Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang umumnya mempunyai ukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan terendap biasanya terdiri dari pasir dan lumpur (Agusnar, 2007).

h. Kandungan Organik Substrat

(33)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Metoda dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013. untuk pengambilan sampel Bivalvia dilakukan dengan Metode “Purpossive Random Sampling”. Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel dipilih dengan mempertimbangkan zona lingkungan seperi keadaan vegetasi meliputi jenis-jenis yang dominan, keadaan substrat, topografi pantai serta aktivitas masyarakat yang terdapat disekitar lokasi, sehingga ditetapkankan 4 stasiun pengamatan.

3.2 Deskripsi Area a. Stasiun 1

Stasiun ini merupakan muara Sungai Deli yang secara geografis terletak pada 03˚46’58,9” LU dan 098˚43’00,0” BT. Substrat pada stasiun ini berupa lumpur. Pada daerah masyarakat banyak melakukan kegiatan penangkapan hasil perairan termasuk salah satunya penangkapan Bivalvia.

b. Stasiun 2

(34)

c. Stasiun 3

Stasiun ini merupakan muara Sungai Terjun /Simpang Tiga yang secara geografis terletak pada 03˚44’26,0” LU dan 098˚39’09,6” BT. Stasiun ini didominasi oleh tumbuhan Nypah. Substrat pada stasiun ini berupa lumpur.

d. Stasiun 4

Stasiun ini merupakan daerah demonstrasi provinsi/Dempon yang secara geografis terletak pada 03˚45’22,9” LU dan 098˚3 8’29,8” BT. Daerah ini didominasi oleh tumbuhan rhizopora. Substrat pada stasiun ini berupa lumpur.

3.3 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel Bivalvia dilakukan pada saat surut dengan menggunakan alat penangkap kerang (serok) dengan panjang 47 cm dan lebar 35 cm. Pada setiap stasiun pengambilan sampel dilakukan sebanyak 10 kali ulangan. Alat tersebut dimasukkan ke dasar perairan, kemudian diseret sejauh 5 m, selanjutnya ditarik ke atas permukaan lalu disaring. Sampel bivalvia yang didapatkan dibersihkan dan disortir, kemudian dimasukkan ke plastik yang berisi formalin 10% dan diberi label. Sampel tersebut dibawa ke laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Pennak (1978), Sterer (1986), Dharma (1988), Wye (1992).

3.4 Pengukuran Faktor Fisika Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup : a. Suhu Air

(35)

b. Suhu Substrat

Sampel substrat diambil dan dimasukkan kedalam ember, kemudian diukur suhu dengan menggunakan soiltermo yang dimasukkan ke dalam substrat ± 3 menit kemudian dibaca skalanya.

c. Derajat Keasaman Air (pH)

pH air diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

d. Derajat Keasaman Substrat (pH)

pH substrat diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel substrat yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

e. Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer, diambil sampel air sebanyak satu tetes lalu diteteskan pada permukaan alat refraktometer tersebut dan dilihat batas akhir pada skala.

f. Oksigen Terlarut/DO ( Dissolved Oxygen)

DO diukur dengan metoda winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut (Lampiran C).

g. Biological Oxygen Demand (BOD

5

Pengukuran BOD

)

(36)

h. Nitrat (NO

3

Pengukuran Nitrat (NO )

3) dilakukan dengan spektrofotometer pada γ = 410 nm (lampiran E).

i. Posfat (PO4

Pengukuran Posfat (PO )

4)dilakukan dengan spektrofotometer pada γ = 880 nm (lampiran F).

j. Fraksi Substrat

Fraksi substrat diukur dengan mengambil contoh substrat menggunakan Ekman Grab. Substrat yang terambil pada Ekman Grab selanjutnya diambil sebanyak 100 g, kemudian dibawa ke Laboratorium Ilmu tanah Fakultas Pertanian USU untuk dianalisa fraksi substratnya.

k. Kandungan Organik Substrat

Pengukuran kandungan organik substrat dilakukan dengan metode analisis abu, dengan cara substrat diambil, ditimbang sebanyak 100 gr dan dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 45°C sampai beratnya konstan (2-3 hari), substrat yang kering digerus di lumpang dan dimasukkan kembali ke dalam oven dan dibiarkan selama 1 jam pada temperatur 45ºC agar substrat benar-benar kering. Kemudian ditimbang 5 gr dan diabukan dalam tanur dengan temperatur 600°C selama 3 jam. Kemudian substrat yang tertinggal ditimbang berat akhirnya dan dihitung kandungan organik substrat dengan rumus:

KO = A - B A

x 100 %

dimana:

(37)

Analisa kandungan organik substrat dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan. Secara keseluruhan pengukuran faktor fisika kimia beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 :

Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan

No Parameter

Fisik – Kimia Satuan Alat

Tempat Pengukuran

1. Suhu Air o Termometer Air

Raksa

C In – situ

2. Suhu Substrat oC Soil Termo In – situ

3. pH Air - pH meter In – situ

4. pH Substrat - Soil tester In –situ

5. Salinitas Air ‰ Refraktometer In –situ

6. DO mg/l Metoda Winkler In –situ

7. BOD5 mg/l Metoda Winkler Laboratorium

8. Nitrat (NO3-N) mg/l Metoda Refluks Laboratorium

9 Posfat ( PO4 ) mg/l Metoda Refluks Laboratorium

10 Fraksi Substrat; Pasir

% Oven dan Tanur Laboratorium

Debu Liat

11 Kandungan O. Substrat % Oven dan Tanur Laboratorium

3.5 Analisis Data

Data Bivalvia yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wienner, indeks ekuitabilitas, indeks similaritas, indeks morista dan analisis kolerasi (Krebs, 1985; Michael, 1984) sebagai berikut:

a. Kepadatan Populasi (K)

A

ni

K

=

Dimana:

K = kepadatan suatu jenis ( individu/m2 ni = jumlah individu suatu jenis

[image:37.595.116.512.236.445.2]
(38)

b. Kepadatan relatif (KR) % 100 tan tan x jenis seluruh kepada jumlah jenis suatu kepada KR=

c. Frekuensi Kehadiran (FK)

FK = x100%

ulangan total Jumlah jenis suatu ditempati yang ulangan Jumlah

Dimana nilai FK : 0-25% : sangat jarang 25%-50% : jarang 50%-75% : banyak 75%-100% : sangat banyak

d. Indeks Keanekaragaman/ Diversitas Shannon-Wiener (H’)

= pi pi

H' ln

dimana :

H’ =Indeks Diversitas Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung keanekaragaman bivalvia

Pi = proporsi spesies ke-i Ln = logaritma Nature

Pi = ∑ ni / N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

e. Indeks Equitabilitas / Indeks Kemerataan (E)

max ' ) ( H H E = dimana :

H’ = indeks diversitas Shannon-Wienner H max = keanekaragaman spesies maximum

(39)

f. Indeks Similaritas (IS) % 100 2 x b a c IS + = dimana:

a = jumlah spesies pada lokasi a b = jumlah spesies pada lokasi b

c = jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b Bila: IS > 75 % : kesamaan sangat tinggi

IS > 50 – 75 % : kesamaan tinggi IS > 25 – 50 % : kesamaan rendah

IS < 25 % : kesamaan sangat rendah

g. Indeks Distribusi (Morista)

(

1

)

2 − − ∑ = N N N X n Id

dimana: n = jumlah ulangan

N = jumlah total individu dalam total plot

∑X2 = kuadrat jumlah individu per plot untuk total plot

Kriteria pola distribusi dikelompokkan sebagai berikut: Jika: Id = 0 (distribusi diacak)

Id < 1 (distribusi normal) Id > 1 (distribusi berkelompok)

h. Analisis Korelasi (r)

Analisis korelasi antara faktor-faktor fisik kimia perairan dengan keanekaragaman dan distribusi Bivalvia dilakukan dengan metoda analisis korelasi Pearson dengan program komputer SPSS Ver. 16.00.

(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Parameter Faktor Fisik-Kimia

Dari hasil penelitian parameter fisik-kimia masing-masing stasiun didapatkan hasil yang menyatakan layak sebagai habitat organisme air. Hasil pengukuran parameter sifat fisik-kimia dari masing-masing stasiun seperti tertera pada Tabel 4.1;

Tabel 4.1 Nilai Rata-rata Parameter Fisik-Kimia Perairan Pada Masing-masing Stasiun di Perairan Estuaria Mangrove Belawan.

No. Parameter Satuan Stasiun Pengamatan

1 2 3 4

1 Suhu Air oC 25.66 25.66 25.33 26.66 2 Suhu Substrat oC 29.66 30.33 30.66 31 3 pH Air - 7,1-7,3 7,1-7,2 7,1-7,3 6,7-6,9 4 pH Substrat - 6,7-6,8 6,7-6,9 6,0-6,3 6,1-6,3 5 Salinitas Air ‰ 26.66 27.66 17.66 17.33 6 DO mg/l 4.16 4.23 3.33 3.7 7 BOD5 mg/l 0.7 0.5 0.8 0.8 8 Nitrat (NO3-N) mg/l 2.034 2.378 1.438 1.664 9 Posfat ( PO4 ) mg/l 0.189 0.281 0.148 0.166 10 Fraksi Substrat; Pasir % 55 71 49 47

Debu % 3I 17 21 23 Liat % 14 12 30 30 11 Kandungan O.Substrat % 1,41 1,61 2,61 2,61

a. Suhu Air

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa temperatur air pada keempat stasiun penelitian berkisar 25,33-26,66 °C, dengan temperatur tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 26,66°C dan terendah pada stasiun 3 sebesar 25,33o

[image:40.595.112.512.361.538.2]
(41)

dengan baku mutu air laut yang diterbitkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Suhu yang baik untuk kehidupan Bivalvia di daerah tropis berkisar antara 25ºC- 32ºC. DEPTAN KLH 1984. Nilai suhu antara 15° C - 32º C untuk budidaya kerang hijau dan tiram dan suhu 15° C - 31° C untuk budidaya kerang bulu (Edward dan Sidabutar,1995).

b. Suhu Substrat

Pada Tabel 4.1 suhu substrat pada ke empat stasiun penelitian berkisar antara 29,99-31oC dengan nilai terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 29,66 oC, suhu substrat tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu sebesar 31 oC (tabel 4.1). suhu substrat pada stasiun 1 , stasiun 2, dan stasiun 3 diduga mendukung keberadaan Bivalvia jenis Anadara granosa dan Anadara gubernaculum.Suhu subtrat yang berbahaya bagi Bivalvia berkisar antara 35o C – 40o C (Welch, 1980 dalam Retnowati, 2003).

c. pH Air

(42)

d. pH Substrat

Dari hasil analisi pH substrat terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 6,0-6,3oC, sedangkan nilai pH tertinggi tedapat pada stasiun 2 yaitu sebesar 6,7-6,9oC (tabel 4.1). pH substrat pada stasiun 3 dan stasiun 4 tidak jauh berbeda sehingga pada kedua stasiun ini diduga mendukung kehidupan Bivalvia jenis Pilsbryoconcha exilis dan Polymesoda expansa.

e. Salinitas air

Dari hasil pengamatan nilai salinitas pada keempat stasiun penelitian berkisar antara 17.33-27,660/00. Salinitas tertinggi diperoleh pada stasiun 2 sebesar 27,660/00, sedangkan salinitas terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 17,330/00 (tabel 4.1)..

Muara merupakan perairan yang berhubungan bebas dengan laut sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Supriharyono, 2000). Salinitas yang tinggi diduga sangat mendukung untuk pertumbuhan Anadara sp. Pada daerah estuari yang terdapat aliran air tawar yang cukup memadai dan penguapan yang tidak terlalu tinggi, air tawar akan bergerak dan bercampur dengan air asin dibagian permukaan, sehingga salinitas akan turun (Nybakken,1992). Pada salinitas rendah tidak ditemukan Bivalvia jenis Anadara sp . Keempat stasiun masih dapat menopang kehidupan Bivalvia. Kisaran salinitas normal perairan yang dapat menopang kehidupan organisme perairan adalah 0,5 s/d 340/00 (MNLH, 2004).

f. Oksigen Terlarut (DO = Dissolved Oxygen)

(43)

Okasigen terlarut pada stasiun 3 dan stasiun 4 lebih rendah jika dibanding dengan stasiun 1 dan stasiun 2, diduga Bivalvia jenis Pilsbryoconcha exilis yang ditemukan dapat mentolerir rendahnya oksigen. Kadar oksigen terlarut dalam batas 4,5-7 mg/l tidak mengubah jumlah toleransi konsumsi oksigen oleh Bivalvia baik pada suhu rendah (20-25ºC) maupun tinggi (30ºC) sebagai batas optimum (Brotowidjoyo,1993).

g. BOD5

Nilai BOD

(Biologycal Oxygen Demand)

5 yang diperoleh dari keempat stasiun berkisar antara 0,5 mg/l – 0,8 mg/l, dimana nilai terendah terdapat pada stasiun 3 dan 4 sebesar 0,8 mg/l dan tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0,5 mg/l (tabel 4.1). Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 20ºC Menurut (Barus,2004).

Stasiun 3 dan stasiun 4 memiliki nilai BOD5

yang rendah diduga dapat mendukung kehidupan pada Bivalvia jenis Pilsbryoconcha exilis dan Polymesoda expansa.

h. Nitrat (NO3

Kadar nitrat pada keempat stasiun berkisar antara 1.438 mg/l – 2.378 mg/l, terendah pada stasiun 3 sebesar 1.438 mg/l dan tertinggi pada stasiun 2 sebesar 2.378 mg/l (tabel 4.1). Tingginya nitrat pada stasiun 2 penyebab ditemukannya Bivalvia jenis jenis Atrina pectinata dan Tellina exerythra. Pada nitrat yang rendah dapat ditemukan Bivalvia jenis Pilsbryoconcha exilis dan Polymesoda expansa.

-N)

(44)

i. Fosfat (PO

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar fosfat pada keempat stasiun berkisar antara 0.148 mg/l – 0.281 mg/l, terendah pada stasiun 3 sebesar 0.148 mg/l dan tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0.281 mg/l (tabel 4.1). Rendahnya fosfat pada stasiun 3 diduga penyebab ditemukannya Bivalvia jenis Pilsbryoconcha exilis dan Polymesoda expansa, dan tingginya fosfat pada stasiun 2 diduga ditemukannya jenis Anadara granosa, Anadara gubernaculum, Atrina pectinata dan Tellina exerythra.

4)

Kisaran fosfat pada perairan estuari mangrove Belawan masih berada dibawah kisaran normal baku mutu kualitas air untuk biota yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui KEP No-51/MNLH/I/2004 yaitu 0,015 mg/l (MNLH, 2004).

j. Fraksi Substrat

Fraksi substrat berupa pasir berkisar antara 47-71%, dimana tertinggi pada stasiun 2 dan nilai terendah terdapat pada stasiun 4. Fraksi substrat berupa debu untuk seluruh stasiun penelitian berkisar antara 17-31%, dimana nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2. Fraksi substrat berupa liat untuk seluruh stasiun penelitian berkisar antara 12-30% dimana nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan 4, sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun 1(tabel4.1).

(45)

k. Kandungan Organik Substrat

Kandungan organik substrat berkisar antara 1,41% -2,61%, yang tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan 4 yaitu sebesar 2,61% (tabel 4.1), ini disebabkan tingginya kandungan bahan-bahan terlarut maupun tersuspensi dalam perairan tersebut yang nantinya akan membentuk sedimen atau endapan terutama karena berkurangnya kecepatan arus air, hal ini diduga penyebab banyaknya spesies ditemukan pada stasiun ini. Daerah yang kandungan bahan organiknya sangat tinggi berhubungan dengan daerah dimana banyak pemeliharaan kerang-kerangan (Lopez-Jamar, 1981). Rendahnya kandungan organik substrat pada stasiun 2 (1,41%) diduga menyebakan sedikitnya jenis dari Bivalvia yang ditemukan pada stasiun tersebut.

4.2 Ciri-ciri Bivalvia

a. Anadara granosa (kerang darah)

[image:45.595.123.496.554.655.2]

Cangkang memiliki ukuran panjang 3 cm dan lebar ± 4,2 cm, bentuk cangkang elongasi oval, memiliki dua belahan yang sama, cangkang tebal dan keras, jalur-jalur radial sangat jelas dari dorsal mengarah ke tepi yang tersusun dengan rapi dan bergerigi. Sedangkan cangkang sebelah dalam berwana putih dan memiliki jalur-jalur sesuai dengan jalur luar dan berwarna kecoklatan lebih jelasnya seperti Gambar 4.2.1 berikut :

(46)

b. Anadara gubernaculum (kerang bulu)

Cangkang memiliki panjang 4 cm dan lebar ± 6 cm, bentuk cangkang elongasi, bagian luar cangkang berwarna putih terdapat garis palial yang jelas dari dorsal ke arah tepi yang dilengkapi dengan bulu-bulu halus yang berwarna hitam dan tidak bergerigi sedangkan cangkang sebelah dalam berwarna putih. Untuk lebih jelasnya seperti Gambar 4.2.2 berikut;

[image:46.595.128.504.252.347.2]

Gambar 4.2.2 Anadara gubernaculum (kerang bulu)

c. Tellina exerythra (kepah)

Cangkang luar memiliki panjang 4,5 cm lebar ± 6,5 cm, terdapat garis-garis sirkuler yang sangat rapat yang mengarah ke arah dorsal, sedangkan permukaan cangkang bagian dalam tidak memiliki garis-garis sirkuler, berwarna coklat kekuningan. Untuk lebih jelasnya tertera pada Gambar 4.2.3 berikut;

[image:46.595.125.504.519.633.2]
(47)

d. Atrina pectinata (Panggang Pulut)

[image:47.595.137.499.239.359.2]

Cangkang memiliki panjang ± 12,2 cm dan lebar ± 4,8 cm. Cangkang rapuh dan tipis, sisinya tidak sama, garis kasar, berwarna kuning kecoklatan, habitat kerang ini di daerah lepas pantai, lumpur, pasir atau kerikil halus, hidup berkelompok. Untuk lebih jelasnya tertera pada Gambar 4.2.4 berikut;

Gambar 4.2.4. Atrina pectinata (Panggang Pulut)

e. Polymesoda expansa (Lokan )

Cangkang memiliki panjang 5 cm dan lebar ± 6,2 cm, permukaan cangkang luar licin, terdapat garis-garis sirkuler yang halus, berwarna kuning kecoklatan sedangkan permukaan cangkang bagian dalam berwarna putih kehijauan. Ditemukan terkubur dalam lumpur kaku di hutan bakau, dapat mentolerir jangka waktu surut. Untuk lebih jelasnya tertera pada Gambar 4.2.5 berikut;

[image:47.595.126.489.569.659.2]
(48)

f. Pilsbryoconcha exilis (Kijing)

Cangkang memiliki panjang 6,8 dan lebar ± 4 cm, Bentuk: oval, memanjang, membulat di bagian anterior dan meruncing di posterior, agak lonjong, cangkang tipis, berwarna coklat. Habitat kerang ini di daerah mangrove dan muara sungai. Masih dapat hidup dalam kadar oksigen yang sedikit. Untuk lebih jelasnya tertera pada Gambar 4.2.6 berikut;

[image:48.595.124.488.236.386.2]

Gambar 4.2.6 Pilsbryoconcha exilis (kijing)

4.3 Klasifikasi dan Jenis Bivalvia yang didapat pada Stasiun Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di estuari mangrove Belawan didapatkan jenis Bivalvia yang terdiri dari 4 ordo, 5 famili dan 5 genus dan 6 spesies (Tabel 4.3);

Tabel 4.3 Klasifikasi dan Jenis Bivalvia yang didapat pada Stasiun Penelitian

Ordo Famili Genus Spesies Stasiun

1 2 3 4

1.Arcoida Arcidae Anadara 1. Anadara granosa

√ √ - -

2. Anadara gubernaculum

√ √ √ -

2.Eulamellibranchia Unionidae Pilsbryoconcha 3. Pilsbryoconcha

exilis

- - √ √ 3.Pterioida Pinnidae Atrina 4. Atrina pectinata - √ - √ 4.Veneroida Tellinidae Tellina 5. Tellina

exerythra

- √ - √ Corbiculidae Polymesoda 6. Polymesoda

expansa

√ - √ √

[image:48.595.107.511.554.730.2]
(49)

Keterangan: √ = didapatkan ; - = tidak didapatkan

Ada dua spesies yang ditemukan pada setiap stasiun namun ada satu stasiun tidak ditemukan yaitu Anadara gubernaculum dan Polymesoda expansa (tabel 4,3). Rendahnya salinitas pada stasiun 4 yaitu 17,33‰ diduga penyebab tidak ditemukannya Anadara gubernaculum pada stasiun ini. Menurut Sundari (2002) kisaran salinitas yang dapat mendukung kehidupan Bivalvia pada suatu perairan berkisar antara 30-35 ‰. Dan rendahnya kandungan substrat pasir pada stasiun ini 47 % juga diduga menyebakan Anadara gubernaculum tidak ditemukan.

Tidak ditemukannnya Polymesoda expansa pada stasiun 2 hal ini diduga dipengaruhi oleh kandungan fosfat yang tinggi (0,281 mg/l), BOD5 yang rendah (0,5 mg/l), dan fraksi substarat pasir yang tinggi (71 %) jika dibanding dengan stasiun 1, stasiun 3 dan stasiun 4.

Dibandingkan dengan hasil penelitian di tempat lain, hasil dari penelitian

di estuari mangrove Belawan digolongkan sedang. Penelitian Dermawan Br.

Sitorus (2008) di Pantai Labu, mendapatkan 5 spesies. Penelitian Lamria

Banjarnahor (2010) di Sungai Asahan, mendapatkan 12 genus. Penelitian

Ariska,Septiani Dewi (2012) di Muara Karang Tirta Pangandaran, mendapatkan 5

spesies. Penelitian Subekti (2007) di Teluk Meru Banyuwangi, mendapatkan 6

spesies.

Jenis-jenis Bivalvia yang didapatkan dalam penelitian ini merupakan

jenis-jenis yang umum ditemukan dengan cukup mudah di estuari Belawan. Hasil yang

didapatkan tersebut belum dapat menggambarkan kekayaan jenis Bivalvia secara

keseluruhan. Kemungkinan jumlahnya jauh lebih besar daripada jumlah yang

didapat, karena belum mencakup seluruh ekosistem estuari mangrove Belawan.

(50)
[image:50.816.67.780.203.363.2]

4.4 Nilai Kepadatan, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Bivalvia Pada Masing-masing Stasiun Penelitian. Tabel 4.4 Nilai Kepadatan Populasi (ind/m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) Bivalvia pada

setiap stasiun penelitian

Genus ST1 ST2 ST3 ST4

Jlh K KR FK Jlh K KR FK Jlh K KR FK Jlh K KR FK

Anadara granosa 33 20,061 52,381 100 23 13,982 31,507 100

Anadara gubernaculums 25 15,198 39,683 100 36 21,884 49,315 100 2 1,216 3,077 20

Atrina pectinata 9 5,471 12,329 70 2 1,216 3,636 20

Pilsbryoconcha exilis 26 15,805 40 100 22 13,374 40 90

Polymesoda expansa 5 3,040 7,937 50 37 22,492 56,923 100 27 16,413 49,09 100

Tellina exerythra 5 3,040 6,849 40 4 2,432 7,274 30

(51)

Hasil analisis diperoleh nilai kepadatan (K), kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) yang bervariasi. Anadara granosa memiliki nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Bivalvia tertinggi pada stasiun 1 dengan nilai masing-masing sebesar 20,061 ind/m2, 52,381 %, 100 %. Nilai K, KR, FK terendah terdapat pada jenis Polymesoda expansa dengan nilai masing-masing sebesar 3,040 ind/m2, 7,937 %, 50 % (tabel 4.4).

Tingginya nilai kepadatan Anadara granosa atau kerang darah disebabkan oleh faktor fisik-kimia air. pH air (7,1-7,2) dan pH substrat (6,7-6,8) yang sangat mendukung untuk pertumbuhan kerang darah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme pada umumnya antara 7 – 8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).

(52)

Polymesoda expansa memiliki nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi yaitu masing-masing sebesar 22,492 ind/m2, 56,923 %, 100 %. Nilai K, KR, FK terendah terdapat pada genus Anadara gubernaculum masing-masing sebesar 1,216 ind/m2, 3,077 %, 20 % pada stasiun 3 (tabel 4.4). Tingginya Kepadatan Populasi (K) Polymesoda expansa disebabkan jenis kerang cocok hidup pada habitat yang memiliki substrat lumpur yang tinggi.

Kepadatan terendah pada Anadara gubernaculum (1,216 ind/m2) diduga disebabkan oleh toleransi kerang tersebut kurang terhadap salinitas yang rendah (17,66 ‰). Anadara kurang cocok pada salinitas yang rendah pada daerah estuaria dan mangrove (Nurdin et al.,2006). Dan fraksi substrat pasir yang rendah (49%) juga diduga penyebab rendahnya kepadatan Anadara gubernaculum.

Polymesoda expansa merupakan jenis yang memiliki Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi di stasiun 4 yaitu masing-masing sebesar 16,413 ind/m2, 49,090 %, 100 %. Jenis Atrina pectinata merupakan jenis kerang yang memiliki nilai K, KR, FK terendah dengan nilai masing-masing sebesar 1,216 ind/m2, 3,636 %, 20 % (tabel 4.4). Tingginya kepadatan Polymesoda expansa diduga oleh faktor fisik kimia air yang memiliki salinitas rendah yaitu 17,33 ‰ (tabel 4.1).

(53)

4.5 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E’)

[image:53.595.114.506.210.277.2]

Berdasarkan hasil analisis terhadap Indeks Keanekaragaman (diversitas/H’) dan Kemerataan (equitabilitas/E) (Tabel 4.5) ;

Tabel 4.5 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (E’) Bivalvia pada Setiap Stasiun Penelitian

Indeks Stasiun

1 2 3 4

Indeks keanekaragaman (H’) 0,907 1,154 0,794 1,027

Indeks Kemerataan (E’) 0,825 0,833 0,723 0,741

Indeks Keanekaragaman (H’) pada stasiun penelitian berkisar antara 0,794 – 1,154 dan Indeks Ekuitabilitas (E) berkisar antara 0,723 - 0,833 (Tabel 4.5). Indeks Keanekaragaman tertinggi dijumpai pada stasiun 2 sebesar 1,154 dan yang terendah pada stasiun 3 sebesar 0,794. Tinggnya Indeks Keanekaragaman pada stasiun 2 ini disebabkan jenis dan jumlah Bivalvia yang didapat pada stasiun ini paling banyak dibandingkan stasiun 1, stasiun 3 dan stasiun 4. Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan semakin besarnya keragaman dan proporsi masing-masing jenis yang semakin merata (Krebs,1985).

Rendahnya Indeks Keanekaragaman pada stasiun 3 (Tabel 4.5) disebabkan sedikitnya jenis Bivalvia yang didapatkan pada stasiun tersebut. Stasiun 3 memiliki fraksi substrat pasir yang rendah jika dibanding dengan stasiun 1 dan stasiun 2 sehingga oksigen terlarut pada stasiun ini paling rendah jika dibanding dengan ketiga stasiun lainnya.

(54)

semakin tinggi, maka semakin tinggi keanekaragamannya dan begitu juga sebaliknya.

Indeks Kemerataan (E) tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0,833 dan terendah pada stasiun 3 sebesar 0,723. Dari hasil analisis (Tabel 4.5) jika Indeks Kemerataan tinggi maka nilai Indeks Keanekaragaman juga tinggi dan sebaliknya, artinya Indeks Keanekaragaman (H’) mempengaruhi Indeks Kemerataan (E) . Secara keseluruhan Indeks Kemerataan pada ketiga stasiun tergolong tinggi. Indeks Equitabilitas berkisar antara 0 – 1 nilai yang mendekati 0 kemerataan rendah sedangkan nilai yang mendekati 1 maka kemerataan tinggi (Krebs,1985). Indeks Kemerataan yang tinggi menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada masing-masing spesies merata dan sebaliknya jika Indeks Kemerataan semakin kecil maka kemerataan suatu populasi akan semakin kecil.

4.6 Indeks Similaritas (indeks Kesamaan)

Analisis data terhadap Indeks Similaritas (Kesamaan) Tabel 4.6 ;

Tabel 4.6 Nilai Indeks Similaritas (IS) atau Indeks Kesamaan Spesies antar Stasiun Penelitian

Stasiun 1 2 3 4

1 * 57,143 66,667 28,571

2 * 28,571 50,00

3 * 57,143

Nilai Indeks Similaritas (IS) yang didapat pada stasiun penelitian bervariasi berkisar antara 28,571% – 66,667%. Krebs (1985), mengkategorikan kriteria Indeks Similaritas sebagai berikut :

Bila : IS > 75 % : Kesamaan sangat tinggi IS > 50 – 75 % : Kesamaan tinggi

IS > 25 – 50 % : Kesamaan rendah

[image:54.595.115.488.486.551.2]
(55)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai Indeks Similaritas antara stasiun 1 dan 2 sebesar 57,143% , stasiun 1 dan 3 sebesar 66,667% , stasiun 1 dan 4 sebesar 28,571%, stasiun 2 dan 3 sebesar 28,571%, stasiun 2 dan 4 sebesar 50,00% serta stasiun 3 dan 4 sebesar 57,143% (Tabel 4.6) .

Dengan demikian berdasarkan Indeks Similaritas yang diperoleh dapat dikategorikan bahwa antara stasiun 1 dan 2, stasiun 1 dan 3, serta stasiun 3 dan 4 dikategorikan memiliki kesamaan tinggi sedangkan stasiun 1 dan 4, stasiun 2 dan 3 serta stasiun 2 dan 4 dikategorikan memiliki kesamaan rendah. Kesamaan ini karena faktor ekologi dan faktor fisik kimia (Tabel 4.1) yang hampir sama antara stasiun tersebut.

Kondisi yang hampir sama menyebabkan terdapat kesamaan nilai spesies Bivalvia pada setiap stasiun tersebut sangat mirip. Kesamaan komunitas yang tinggi antara dua lingkungan yang dibandingkan sangat ditentukan oleh kondisi faktor-faktor lingkungan yang terdapat pada kedua lingkungan tersebut (Krebs,1985).

4.7 Indeks Distribusi (Morista)

[image:55.595.110.506.568.669.2]

Dari hasil analisis terhadap Indeks Morisita (distribusi) Bivalvia pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh indeks morista (Tabel 4.7) ;

Tabel 4.7 Nilai Indeks Morista pada Setiap stasiun Penelitian

No Spesies Indeks Morista Keterangan

1 Anadara granosa 1,684 Berkelompok

2 Anadara gubernaculums 2,376 Berkelompok

3 Atrina pectinata 1,455 Berkelompok

4 Pilsbryoconcha exilis 1,986 Berkelompok

5 Polymesoda expansa 1,466 Berkelompok

6 Tellina exerythra 2,222 Berkelompok

(56)

distribusi spesies tersebut adalah acak, bila I > 0 maka distribusi spesies tersebut berkelompok dan bila I < 1 maka distribusi spesies tersebut adalah seragam (Krebs,1985). Dengan demikian dari hasil análisis terhadap Indeks Morisita maka dapat dikatakan distribusi jenis Bivalvia yang ditemukan di estuari Belawan berdistribusi berkelompok.

Pola penyebaran suatu organisme bergantung pada sifat fitokimia lingkungan yang berupa nutrisi, substrat atau berupa faktor fisik kimia perairan tersebut. Suatu struktur komunitas alami tergantung pada cara organisme tersebar atau terpencar (Michael,1984).

4.8 Analisis Korelasi Keanekaragaman Bivalvia Dengan Faktor Fisik Kimia Perairan

Berdasarkan nilai parameter lingkungan yang diperoleh dari masing-masing stasiun penelitian setelah dikorelasikan dengan indeks keanekaragaman Bivalvia maka didapatkan nilai korelasi (Tabel 4.8)

Tabel 4.8 Nilai Analisis Korelasi Keanekaragaman Bivalvia dengan Faktor Fisik - Kimia Perairan

Parameter

Indeks Keanekaragaman (H’)

Suhu air 0,306

Suhu substrat 0,782

pH air - 0,450

pH substrat - 0,284

Salinitas -0,288

DO 0,193

BOD5 -0,242

Nitrat (NO3-N) 0,035

Posfat ( PO4 ) 0,339

Fraksi Substrat: Pasir 0,255 Debu -0,929 Liat 0,274

Kadar Organik Substrat 0,464

Keterangan:

[image:56.595.123.466.485.696.2]
(57)

Menurut Sugiyono (2005), tingkat hubungan nilai indeks korelasi dinyatakan sebagai berikut:

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Hasil uji analisis korelasi Pearson antara faktor fisik kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan Indeks Diversitas (H’), (Tabel 4.8) . Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan nilai Indeks Diversitas (H’), artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka nilai Indeks Keanekaragaman akan semakin besar pula, nilai (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan nilai Indeks Keanekaragaman (H’), artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka nilai H’ akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai H’ akan semakin besar.

Faktor fisik kimia yang berkorelasi positif tertinggi yaitu suhu substrat (0,782) nilai ini berkorelasi kuat dan sangat nyata terhadap Indeks Keanekaragaman Bivalvia. Semakin tinggi suhu substrat maka Indeks Keanekaragaman Bivalvia begitu juga sebaliknya. Suhu mempunyai peranan penting untuk mengendalikan ekosistem (Efendi, 2000). Indeks Keanekaragaman dan nitrat menunjukkan korelasi positif sangat rendah artinya nitrat tidak berpengaruh nyata terhadap Indeks Keanekaragaman Bivalvia, namun semakin tinggi nitrat maka semakin tinggi pula Indeks Keanekaragaman.

(58)

Keanekaragaman. Karena BOD5 berkorelasi negatif artinnya semakin tinggi BOD5 yang terlarut maka semakin rendah Indeks Keanekaragaman Bivalvia. Oksigen merupakan faktor pembatas dalam menentukan kehadiran makhluk hidup dalam suatu perairan (Sastrawijaya, 2000). Suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan bisa dikatagorikan sebagai perairan yang baik, maka kadar oksigen terlarutnya > 5 ppm dan kadar oksigen biokimianya (BOD) berkisar 0 – 10 ppm (Salmin, 2005).

(59)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan tentang Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia di estuari magrove Belawan, diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Keanekaragaman Bivalvia di estuari mangrove Belawan terdiri dari 4 ordo, 5 famili, 5 genus dan 6 spesies.

b. Distribusi untuk setiap jenis diseluruh stasiun berkisar a

Gambar

Tabel 3.1
Gambar Alat Tangkap Kerang
Gambar 2.1. Bagian cangkang luar Bivalvia
Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil penelitian didapatkan jenis dan jumlah anggota kelas bivalvia yang ditemukan di Area PPLH Puntondo Kabupaten Takalar terdapat 4 Ordo dan 21 jenis dalam 2 Stasiun

Teman-teman S2 Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktunya bagi penulis dalam menyelesaikan

“Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Perairan Estuaria Belawan Sumatera Utara”telah diteliti.Metoda penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah “Purposive

Perairan laut daerah tropis yang ada di Indonesia merupakan perairan yang memiliki keanekaragaman jenis biota yang kaya di dunia, diperkirakan tidak kurang dari 4.000 jenis hidup

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering ataupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat

Nilai Kepadatan Populasi (ind/m 2 ), Kepadatan Relatif (%), Frekuensi Kehadiran(%) Makrozoobentos pada setiap Stasiun Penelitian di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang

Keanekaragaman tertinggi ditemukan pada stasiun 3 dengan nilai 1,57 ind/m 2 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai 1,35 ind/m 2.. Suhu, intensitas cahaya, penetrasi

Pada stasiun 3 genus yang memiliki nilai Kelimpahan (K) tertinggi terdapat pada genus Surirella sebesar 65,33 ind/l, dengan kelimpahan relatif 31,71%, dan frekuensi