• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutasi Induksi Kimia Pada Coleus Spp Dengan Ethyl Methane Sulphonate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mutasi Induksi Kimia Pada Coleus Spp Dengan Ethyl Methane Sulphonate"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

DIA NOVITA SARI

A253130081

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Mutasi Induksi Kimia pada Coleus spp. dengan Ethyl Methane Sulphonate (EMS) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

Dia Novita Sari

(4)

DIA NOVITA SARI. Mutasi Induksi Kimia pada Coleus spp. dengan Ethyl Methane Sulphonate (EMS). Dibimbing oleh SYARIFAH IIS AISYAH dan MUHAMMAD RIZAL MARTUA DAMANIK.

Keragaman tanaman Coleus spp. masih tergolong rendah. Peningkatan keragaman tanaman coleus dapat dilakukan melalui mutasi induksi kimia dengan

ethyl methane Sulphonate (EMS).

Penelitian mencakup tiga percobaan yaitu (1) mutasi induksi dengan EMS pada Coleus spp. aplikasi cara rendam dan tetes, (2) keragaan Coleus spp. pada MV2, dan (3) evaluasi keragaan tanaman Coleus spp. dan uji organoleptik serta analisis total flavonoid pada C. amboinicus Lour. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendapatkan nilai LC50 dan sensitivitas dari Coleus spp. (2) untuk

mengevaluasi pengaruh perlakuan aplikasi dan konsentrasi EMS pada Coleus spp. pada ketiga generasi, (3) untuk mengetahui nilai KKF dan KKG Coleus spp. (MV2 dan MV3), dan (4) untuk memperoleh mutan dari Coleus spp. serta mengetahui informasi hasil uji organoleptik serta kandungan total flavonoidpada

C. amboinicus Lour. Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan tiga ulangan untuk masing-masing tanaman coleus. Bahan yang digunakan adalah stek pucuk dan konsentrasi EMS (0.00%, 0.50%, 0.75%, 1.00% dan 1.25%) dengan aplikasi rendam (100 menit) dan tetes (3 tetes).

Nilai LC50C. amboinicus Lour. aplikasi rendam adalah 5.86%. Nilai LC50 C. blumei (warna ungu/hijau dan merah) aplikasi EMS cara rendam berkisar antara

0.29% hingga 0.69% dan aplikasi cara tetes berkisar antara 0.82% hingga 0.89%.

C. blumei (ungu/hijau dan merah) memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi dibanding C. amboinicus Lour.

Interaksi antara cara aplikasi dan konsentrasi EMS hanya ditemukan pada karakter tinggi tanaman dan jumlah daun (MV1) C. amboinicus Lour. dan karakter lebar daun (MV3) C. blumei warna ungu/hijau. C. blumei warna merah memiliki interaksi yang tidak nyata. Perbedaan cara aplikasi EMS, umumnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Konsentrasi EMS yang tinggi menyebabkan penekanan terhadap beberapa karakter kuantitatif tanaman.

Nilai duga KKF cukup tinggi untuk ketiga jenis coleus (MV2 dan MV3) terletak pada karakter jumlah cabang, pada semua cara aplikasi dan konsentrasi EMS. Nilai duga KKG untuk semua karakter pada ketiga jenis coleus (MV2 dan MV3) tergolong rendah.

Diperoleh empat mutan C. amboinicus Lour. (R1.25,1, R0.50,9, T1.25,6, dan T1.00,6), satu mutan pada C. blumei warna ungu/hijau (R0.50,8) dan dua mutan C. blumei warna merah (R0.75,2 dan R0.75,6). Hasil pengujian organoleptik dan hedonik terhadap aroma, rasa dan tekstur daun torbangun mengalami perubahan akibat aplikasi EMS. Pengurangan aroma dan rasa terdapat pada sampel T1.00,6. Sampel T1.25,6 memiliki total flavonoid tertinggi (2.30%).

(5)

DIA NOVITA SARI. Chemical Mutation Induction on Coleus spp. using Ethyl

The present research involved three experiments, they were (1) mutations of Coleus spp. induced by EMS with application soak method and drops method, (2) performance of Coleus spp. in MV2 and (3) evaluation of performance of

Coleus spp. and organoleptic tests and analysis of total flavonoids in C. amboinicus Lour. This research aimed (1) to obtain LC50 and sensitivity of the Coleus spp. (2) to evaluate the effect of treatments and concentrations of EMS on the third generation of the Coleus spp. (3) to determine phenotypic variance coefficient and genotypic variance coefficient values of Coleus spp. used in the generation of MV2 and MV3 and (4) to obtain a mutant of the Coleus spp. as well as to find out information regarding organoleptic test and the total of flavonoids in

C. amboinicus Lour. The experiment used Randomized Complete Block Design (RCBD) with three replications in each coleus. Materials used were coleus cuttings shoots and EMS at different concentrations (0.00, 0.50, 0.75, 1.00 and 1.25%) with application soak method (100 minutes) and drops (3 drops pipette).

The results showed that the LC50 value of C. amboinicus Lour. soak

method was 5.86%. The LC50 value of C. blumei (purple/green and red) soak

method (0.29% until 0.69%) and drops method (0.82% until 0.89%). C. blumei

(purple/green and red) was higher sensitive than C. amboinicus Lour.

Interaction between method of application and concentration of EMS were only found in plant height and number of leaf (MV1) of C. amboinicus Lour. and width of leaves (MV3) of C. blumei purple/green. While C. blumei red color did not have significant interaction. Differences of applications method of EMS, generally did not affect the growth of plants. The high concentration of EMS could cause limitation on some quantitative characters.

The highest estimation values of phenotypic variance coefficient for all coleus (MV2 and MV3) was found on characters number of branches (all the applications method and concentration of EMS). The estimation values of genotypic variance coefficient for all the characters in all three types of coleus (MV2 and MV3) was low.

There were four mutans of C. amboinicus Lour. (R1.25,1, R0.50,9, T1.25,6, and T1.00,6), one mutant of C. blumei purple/green (R0.50,8) and two mutants of C. blumei red (R0.75,2 dan R0.75,6) collected from the present study. The result of organoleptic and hedonic test showed that there were changes in aroma, flavor and texture of the torbangun leaves. There was a reduction in aroma and flavor of sample T1.00,6. More over, sample T1.25,6 had the hight content of total flavonoid (2.30%).

(6)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(7)

DIA NOVITA SARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini adalah studi mutasi induksi kimia pada tanaman yang berbiak secara vegetatif, dengan judul Mutasi Induksi Kimia pada Coleus spp. dengan Ethyl Methane Sulphonate (EMS).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr dan Prof drh Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc PhD selaku komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, serta dukungan moril selama penelitian hingga penyelesaian tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Sobir, MSi selaku dosen penguji serta Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang telah banyak memberi saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Willy Bayuardi Suwarno MSi yang telah banyak membantu dan memberikan saran dalam pengolahan data. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Dikti yang telah memberikan beasiswa pendidikan pascasarjana dalam negeri (BPPDN).

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta bapak Hasannudin dan ibunda tercinta ibu Yuliana, serta adikku Niko Dwitama yang telah memberikan dukungan moril dan materil, kasih sayang, dan doa kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga besar, atas segala dukungan dan doanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dua orang sahabat (Eny Rolenti Togatorop dan Umi Salamah) yang luar biasa, berjuang bersama, menangis dan tertawa bersama, kalian sangat luar biasa, akhirnya kita selesai juga. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota keluarga baju daerah (Andi Adriani W. Yasin, Aqlima, Desi Ratna Sari, Ratna Ningsi Tarrafanur, dan Yudia Azmi) atas semangat dan doa yang luar biasa bagi penulis semoga kita tetap kompak ya, I love you all sis. Terima kasih juga untuk adik bungsu kita Gerland Ahmadi karena sudah sabar menanggapi semua pertanyaan dalam hal penulisan karya ilmiah ini, terima kasih kepada Maduma Natalia Tobing serta kepada seluruh rekan-rekan PBT_Ahayy 2013 yang telah membantu, baik selama perkuliahan hingga penulisan tesis selesai. Terima kasih juga kepada adik-adik pondokan An-nur.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat digunakan untuk kepentingan penelitian, serta kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2016

(11)

DAFTAR TABEL vi

3 SENSITIVITAS TANAMAN Coleus spp. DENGAN MUTASI

INDUKSI MENGGUNAKAN ETHYL METHANE SULPHONATE

4 KERAGAAN Coleus amboinicus Lour. dan Coleus blumei AKIBAT APLIKASI EMS

5 UJI ORGANOLEPTIK, UJI HEDONIK, DAN ANALISIS TOTAL FLAVONOID Coleus amboinicus Lour. PADA GENERASI MV3

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Coleus spp. merupakan salah satu jenis tanaman obat dan sebagian besar termasuk ke dalam jenis tanaman hias. Coleus amboinicus Lour. atau torbangun merupakan salah satu jenis coleus yang termasuk jenis tanaman obat dan dikenal juga sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini merupakan tanaman daerah tropis yang banyak ditemukan di India, Ceylon dan Afrika Selatan (Kalliappan 2008). Di Indonesia, khususnya di kalangan suku Batak di Provinsi Sumatra Utara, daun torbangun umumnya dikonsumsi oleh ibu-ibu yang baru melahirkan karena dipercaya dapat meningkatkan produksi air susu ibu. Khasiat lain dari mengonsumsi daun torbangun dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas ASI, membersihkan daerah rahim, meningkatkan status gizi bayi serta secara nyata meningkatkan berat badan bayi (Damanik et al. 2001; Damanik et al. 2004; Damanik 2005; Damanik et al. 2006; Damanik 2009; Warsiki et al. 2009). Selain itu, torbangun juga mengandung senyawa metabolit penting seperti flavonoid yang memiliki khasiat sebagai antioksidan (Xu & Chang 2007; Khattak et al. 2013; Surya et al. 2013; Saragih 2014; Siburian et al. 2015).

Sebagai tanaman hias (Coleus blumei) dikenal masyarakat sebagai tanaman pot, tanaman penutup tanah, dan tanaman pagar (Pendong 2004; Werdiningsih 2007; Lestari & Kencana 2008). Daya tarik utama coleus terletak pada warna daun yang terang, keragaman bentuk dan keragaman fenotipik lainnya yang berhubungan dengan nilai estetika. Semakin tinggi nilai estetika tanaman maka nilai ekonomi tanaman tersebut akan semakin tinggi. Upaya peningkatan nilai ekonomi dari tanaman coleus diperlukan untuk memajukan agribisnis tanaman ini, seperti peningkatan keragaman varietas. Daun tanaman tobangun sedikit tidak disukai karena mempunyai aroma yang khas dan rasa yang getir jika dikonsumsi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi aroma yang khas serta rasa getir dan untuk meningkatkan keragaman tanaman hias coleus adalah melalui mutasi.

(14)

irridiasi sinar gamma menyebabkan kematian yang tinggi pada ubi kayu dibanding EMS.

Beberapa peneliti melaporkan keberhasilan EMS dalam menginduksi mutasi diantaranya, EMS berpengaruh pada pertumbuhan tinggi tanaman garut (Nurmayulis et al. 2010), menghasilkan enam galur mutan pisang ambon yang tahan terhadap layu fusarium (Sukmadjaja et al. 2013), memperoleh empat keragaman morfologi pisang raja sereh (Yanti et al. 2008), serta menghasilkan mutan-mutan putatif pada tanaman krisan (Rahma 2011). Keberhasilan penelitian dengan mutasi induksi kimia menggunakan EMS pada beberapa tanaman, sejauh ini masih menggunakan aplikasi cara rendam. Belum ada informasi aplikasi EMS selain dengan aplikasi cara rendam.

Penelitian mutasi induksi dengan menggunakan mutagen EMS untuk mendapatkan keragaman pada tanaman Coleus spp. perlu dilakukan karena sejauh ini belum ada informasi penggunaan EMS pada tanaman Coleus spp.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:

1) Mendapatkan nilai lethal concentration (LC50) dan sensitivitas dari

tanaman Coleus spp.

2) Melihat pengaruh perlakuan aplikasi EMS dan konsentrasi EMS pada tanaman Coleus spp. pada ketiga generasi

3) Mengetahui nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF) dan koefisien keragaman genotipe (KKG) dari ketiga jenis tanaman Coleus spp. yang digunakan pada generasi MV2 dan MV3.

4) Memperoleh mutan dari tanaman Coleus spp. dan mengetahui informasi hasil uji organoleptik (pengujian terhadap aroma dan rasa) serta kandungan total flavonoidpada C. amboinicus Lour.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Nilai LC50 terdapat pada kisaran 0.75% - 1.00% dan ketiga jenis coleus

tersebut memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda.

2) Adanya interaksi antara perlakuan cara aplikasi dan konsentrasi EMS

Coleus spp. pada MV1, MV2 dan MV3.

1) Mendapatkan nilai koefisien keragaman fenotipe dan koefisien keragaman genotipe tinggi pada semua karakter yang diamati dari ketiga jenis tanaman Coleus spp. pada generasi MV2 dan MV3.

(15)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi awal terkait penentuan konsentrasi larutan EMS yang didasarkan pada nilai LC50 dan

sensitivitas dari ketiga jenis tanaman yang berguna bagi pemulia Coleus spp. Selain itu, hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang pengaruh EMS terhadap pertumbuhan tanaman, memperoleh nilai duga koefisien keragaman fenotipe (KKF) dan koefisien keragaman genotipe (KKG) dari tanaman Coleus

spp. pada generasi MV2 dan MV3, memberikan informasi mengenai mutan yang diperoleh dari ketiga jenis coleus serta informasi terkait hasil uji organoleptik dan kandungan total flavonoidpada C. amboinicus Lour.

Ruang Lingkup Penelitian

Tujuan penelitian dan hipotesis dapat dijawab dengan melakukan tahapan kegiatan percobaan sebagaimana digambarkan pada bagan alir penelitian (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga percobaan. Percobaan pertama melakukan mutasi induksi dengan EMS yang bertujuan untuk menentukan nilai LC50 dan sensitivitas ketiga jenis tanaman coleus. Percobaan kedua melihat

(16)

Ket: = hasil

Gambar 1 Bagan alir penelitian Percobaan 1

Mutasi induksi dengan Ethyl Methane Sulphonate

(EMS) pada tanaman Coleus spp.

Rendam Tetes

Diperoleh informasi nilai LC50 dan sensitivitas serta keragaan tanaman dan

mutan putatif

KKF dan KKG Mutan Uji organoleptik Total flavonoid

Diperoleh mutan-mutan dari ketiga jenis tanaman Coleus spp. serta hasil uji organoleptik dan kandungan total flavonoid

dari C. amboinicus Lour. Diperoleh keragaan mutan putatif dan nilai KKF dan KKG pada generasi MV2

Percobaan III

Evaluasi keragaan ketiga tanaman Coleus

spp. dan uji organoleptik serta analisis total flavonoidpada C. amboinicus Lour.

Percobaan II

(17)

2

TINJAUN PUSTAKA

Tanaman Coleus spp.

Nama tanaman Coleus spp. berasal dari bahasa Yunani yaitu koleos yang mempunyai arti selubung di sekitar tangkai serbuk sari (Soni & Singhai 2012; Mulyana 2015). Tanaman Coleus spp. pada umumnya terbagi atas coleus yang tergolong dalam tanaman obat (C. amboinicus Lour.) dan coleus yang tergolong dalam tanaman hias (C. blumei). Pada saat ini, lebih dari 500 varietas coleus dibudidayakan di dunia. Tanaman coleus memiliki beragam warna dan dapat tumbuh di dalam maupun di luar ruangan (Osman 2013). Dalam taksonomi, coleus diklasifikasikan (Keng 1978) seperti berikut:

Dunia : Plantae

Coleus amboinicus Lour. atau sering dikenal dengan torbangun atau bangun-bangun (Damanik et al. 2001 & 2004). Torbangun adalah terna sekuler tahunan atau agak menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan agak berbentuk galah, berbulu halus pada saat muda, dan lokos jika tua. Daun berhadapan, tunggal, tebal, berdaging, bundar telur melebar, agak bundar atau berbentuk seperti jantung, dengan luas 5-7 cm x 4-6 cm, permukaan atas berbulu halus tersebar dan pada bagian pertulangan daunnya berambut panjang, tepi daun beringgit kasat sampai bergigi kecuali pada bagian pangkal. Panjang tangkai daun 2-4,5 cm dan berbulu halus.

Coleus blumei secara umum dikenal masyarakat sebagai tanaman hias seperti tanaman pot dan penutup tanah (Pendong 2004; Werdinigsih 2007; Lestari & Kencana 2008). Daya tarik utama terletak pada corak dan warna daun. Tinggi tanaman coleus dapat mencapai 60 hingga 90 cm (Aisyah et al. 2015).

Pemuliaan Mutasi

Pada umumnya, mutasi dapat diartikan terjadinya perubahan materi genetik, yang merupakan sumber dalam keragaman genetik. Akibat adanya mutasi, maka sumber keragaman tersedia bagi pemulia tanaman untuk melakukan perakitan varietas. Mutasi merupakan satu-satunya sumber pencipta keragaman pada tanaman yang steril. Pemuliaan mutasi adalah penggunaan mutasi baik yang dihasilkan secara spontan, alami maupun buatan yang diinduksi oleh mutagen (Aisyah 2006).

(18)

bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti biji dan tunas. Akan tetapi, mutasi juga terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Secara molekuler, mutasi dapat diartikan adanya perubahan urutan nukleotida DNA kromosom, sehingga protein yang dihasilkan berubah (Poespodarsono 1988).

Di alam, mutasi dapat terjadi secara spontan, tetapi peluang kejadiannya sangat kecil, yaitu sekitar 10-7. Mutasi buatan dapat dilakukan untuk meningkatkan frekuensi mutasi alami dengan menggunakan mutagen. Mutagen adalah bahan yang digunakan untuk menciptakan mutasi buatan (Maharani 2015). Poespodarsono (1988) membagi mutagen dalam tiga kelompok, yaitu (1) mutagen

fisik iradiasi, seperti sinar X, sinar α, sinar , sinar gamma , dan yang lainnya. (2) Mutagen fisik non radiasi, seperti sinar UV. (3) Mutagen kimia, seperti EMS (ethylene methane sulphonate), NMU (nitrosomethyl urea), NTG (nitrosoguanidine) dan sebagainya. Umumnya, mutagen fisik non-radiasi digunakan untuk mutasi mikroorganisme karena berdaya tembus rendah. Mutagen fisik iradiasi menyebabkan mutasi karena sel yang teradiasi dibebani tenaga kinetik yang tinggi sehingga dapat mengubah reaksi kimia dan akibatnya susunan kromosom berubah. Mutagen kimia menyebabkan mutasi dengan cara mengubah kemampuan berpasangan rantai DNA sehingga dapat merubah urutan genetik pada kromosom.

Mutasi Kimia

Salah satu upaya yang banyak digunakan untuk memperluas variasi genetik tanaman adalah melalui pemuliaan mutasi. Di antaranya mutagen kimia, yaitu EMS yang dilaporkan sebagai salah satu bahan yang efektif dalam menginduksi mutasi (Natarajan 2005; Manzila et al. 2010). Senyawa EMS pada umumnya menyebabkan mutasi titik yaitu terjadinya penghapusan segmen tertentu dalam kromosom dan dapat menyerang basa guanine dan timin yang akan menghasilkan kesalahan dalam pasangan basa (Nurmayulis et al. 2010). Senyawa EMS merupakan senyawa alkali yang berpotensi sebagai mutagen untuk tanaman tingkat tinggi. Dibandingkan dengan mutagen kimia lainnya, EMS paling banyak digunakan karena mudah diperoleh, murah, dan tidak bersifat mutagenik setelah terhidrolisis (Van Harten 1998).

Saat ini, telah banyak dilaporkan penggunaan EMS pada berbagai tanaman untuk memicu terjadinya mutasi. keberhasilan EMS di antaranya menghasilkan mutan tanaman hias kerk lily (Priyono & Agung 2002), diperoleh beberapa regeneran mutan potensial hibrida phalaenopsis (Qosim et al. 2012), menyebabkan perubahan morfologi embryo pada Eriobotrya japonica Lindl. (Qin

(19)

3

SENSITIVITAS TANAMAN

Coleus

spp. TERHADAP

MUTASI INDUKSI KIMIA MENGGUNAKAN

ETHYL METHANE SULPHONATE

(EMS)

Abstrak

Coleus spp. terbagi atas beberapa spesies meliputi tanaman obat (Coleus amboinicus Lour. atau torbangun) dan tanaman hias (Coleus blumei). Saat ini belum ada informasi mengenai keragaman dan kajian tentang mutasi induksi pada tanaman coleus menggunakan mutagen Ethyl methane Sulphonate (EMS). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan nilai LC50 dan sensitivitas Coleus spp.

akibat aplikasi EMS cara rendam dan cara tetes. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RKLT) faktorial dengan tiga ulangan pada masing-masing coleus. Bahan yang digunakan stek pucuk Coleus spp. dan konsentrasi EMS (0.00, 0.50, 0.75, 1.00 dan 1.25%) dengan aplikasi cara rendam (100 menit) dan tetes (3 tetes pipet). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai LC50 C. amboinicus Lour 5.86% (rendam). Nilai LC50 C. blumei warna ungu/hijau 0.69% (rendam) dan 0.82% (tetes) dan Nilai LC50 C. blumeiwarna merah 0.29%

(rendam) dan 0.89% (tetes). C. blumei (ungu/hijau dan merah) memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi dibanding C. amboinicus Lour.

Kata kunci: Coleus amboinicus Lour., Coleus blumei, LC50, cara rendam, cara

tetes

Abstract

Coleus spp. consist of some species include medicinal plants (Coleus amboinicus Lour. or torbangun) and ornamental plants (Coleus blumei). There is no available information at the moment about variation and study of induced mutations of coleus plant using mutagen ethyl methanesulfonate (EMS). The purpose of this study was to obtain the LC50 value and sensitivity of Coleus spp.

with soak and drops by EMS application. The experiment was arranged in Randomized Complete Block Design (RCBD) with three replications in each coleus. Materials used were Coleus spp. cuttings shoots and EMS at different concentrations (0.00, 0.50, 0.75, 1.00 and 1.25%) with application soak method (100 minutes) and drops (3 drops pipette). The results showed that the LC50 value

of C. amboinicus Lour. 5.86% (soak). The LC50 value of C. blumei the

purple/green color was 0.69% (soak) and 0.82% (drops). The LC50 value of C.

blumei the red color was 0.29% (drops) and 0.89% (drops). C. blumei (the purple/green and red) was higher sensitivity rather than C. amboinicus Lour. Key words: Coleus amboinicus Lour. Coleus blumei, LC50, drops method, soak

(20)

Pendahuluan

Di Indonesia, keragaman tanaman coleus baik yang termasuk tanaman obat (C. amboinicus Lour.) maupun tanaman hias (C. blumei warna ungu/hijau dan warna merah) masih tergolong rendah. Keragaman tanaman dapat ditingkatkan dengan perlakuan mutasi buatan, salah satunya adalah dengan mutasi induksi kimia menggunakan mutagen EMS. EMS adalah mutagen yang efektif dan efisien dalam menyebabkan mutasi jika konsentrasinya tidak menyebabkan kemandulan dan kematian yang tinggi pada tanaman (Akhtar et al. 2012; Kulthe & Mogle 2014). Mutagen EMS dapat menyebabkan mutasi titik, karena bersifat alkali sehingga dapat menyebabkan perubahan berpasangan basa nitrogen (Talebi

et al. 2012; Kangarasu et al. 2014).

Dalam penelitian akan dicari konsentrasi optimum untuk menghasilkan mutan yang banyak, yang pada umumnya terjadi di sekitar LC50, yaitu konsentrasi

yang menyebabkan kematian 50 persen populasi tanaman (Aisyah 2006). Konsentrasi EMS yang dibutuhkan untuk menimbulkan mutasi setiap tanaman berbeda-beda tergantung dari tanaman dan jenis bahan tanam yang digunakan misalnya pada tunas terminal tanaman cabainilai LC50 terletak pada konsentrasi

EMS 0.5% dengan waktu perendaman selama 60 menit (Manzila et al. 2010). LC50 pada tunas aksilar tanaman anggrek terdapat pada konsentrasi 0.112%

(Qosim et al. 2012) dan nilai LC50 planlet tanaman krisan pada konsentrasi 0.77%

(Rahma 2011). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan nilai LC50 dan

sensitivitas Coleus spp. akibat aplikasi EMS cara rendam dan cara tetes.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga November 2014. Lokasi penelitian bertempat di kebun percobaan, Desa Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1500 m dpl.

Alat dan Bahan Penelitian

(21)

Metodologi Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan tiga ulangan untuk masing-masing tanaman coleus. Faktor pertama adalah aplikasi EMS yang terdiri atas cara rendam dan cara tetes. Faktor kedua adalah konsentrasi EMS yang terdiri dari 0.00%, 0.50%, 0.75%, 1.00% dan 1.25%.

Persiapan Stek Pucuk

Penyetekan menggunakan tanaman tetua yang telah berumur 4 bulan. Penyetekan dilakukan dengan memotong bagian pucuk tanaman yang memiliki 4 pasang daun. Bagian yang telah dipotong digunting meruncing membentuk sudut 450, kemudian dicelupkan ke dalam larutan rooton-f. Stek ditanam dalam polybag (ukuran 15x15 cm) dengan menggunakan media tanam pupuk kompos. Dalam penelitian ini digunakan 15 stek untuk setiap satuan percobaan pada masing-masing tanaman, sehingga secara keseluruhan total stek adalah 405 stek. Stek ditumbuhkan selama 1 bulan hingga membentuk dua pasang daun.

Mutasi Induksi Stek Pucuk dengan EMS

Setelah stek berumur satu bulan, stek diberi perlakuan EMS cara rendam dan cara tetes. Aplikasi EMS cara tetes, dilakukan secara langsung dengan meneteskan larutan EMS (0.00%, 0.50%, 0.75%, 1.00% dan 1.25%) sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes pada bagian titik tumbuh tanaman. Berbeda dengan aplikasi EMS cara rendam, sebelumnya stek dikeluarkan dari polybag dan akar tanaman dibersihkan dari tanah dicuci dengan aquades. Bagian akar tanaman dimasukkan ke dalam botol kultur yang berisi larutan EMS (0.00%, 0.50%, 0.75%, 1.00% dan 1.25%) selama 100 menit. Setelah diberi perlakuan, stek ditanam kembali dalam polybag.

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman

Stek yang telah diberi perlakuan ditempatkan di tempat yang ternaungi dengan jarak antar polybag 1 cm x 1 cm. Satu bulan kemudian, stek dipindahkan ke lapangan ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm selama 2 bulan. Pemeliharaan meliputi pembersihan gulma dan pembubunan.

Pengamatan

Pengamatan untuk memperoleh nilai LC50 dilakukan selama dua bulan

dengan cara menghitung persentase kematian tanaman setelah aplikasi EMS. Perhitungan dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang mati dibagi jumlah total tanaman yang diberi perlakuan EMS pada masing-masing konsentrasi.

Analisis Data

Penentuan nilai LC50 dilakukan dengan cara menganalisis data persentase

(22)

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Umum

Curah Hujan

Data curah hujan percobaan pertama (bulan Agustus hingga November 2014) menunjukkan bahwa pada saat percobaan pertama berlangsung berada pada kondisi musim hujan dengan rata-rata curah hujan sebesar 345,5 mm. Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu sebesar 698 mm, bulan Agustus sebesar 384 mm, dan Oktober masih tergolong tinggi yaitu sebesar 242 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September yaitu sebesar 58 mm.

Keragaan Coleus spp. Setelah Aplikasi EMS

Setelah diberi perlakuan EMS, tanaman Coleus spp. menunjukkan reaksi yang berbeda-beda. Ada sebagian tanaman yang tetap tumbuh normal seperti tanaman kontrol dan ada sebagian tanaman yang mengalami perubahan morfologi khususnya pada warna daun (Gambar 2). Notasi T1.25,1 menunjukkan bahwa aplikasi EMS cara tetes konsentrasi 1.25% tanaman ke-1. Penelitian Fang (2011) melaporkan bahwa EMS dapat menyebabkan keragaman tingkatan warna dan bentuk pinggir bunga tanaman Saintpaulia.

Perubahan morfologi yang terjadi pada tanaman sehingga menciptakan bentuk dan corak warna daun yang berbeda merupakan salah satu bentuk respon tanaman terhadap mutagen untuk bertahan hidup. Respon yang berbeda ditunjukkan oleh tanaman yang tidak mampu bertahan hidup, awalnya seperti terbakar pada daun kemudian daun layu dan kering sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Gambar 3).

(23)

Gambar 3 Tanaman Coleus spp. yang mengalami kematian

Sensitivitas Tanaman Coleus spp.

Penghitungan persentase tanaman hidup dihitung satu minggu setelah aplikasi EMS selama dua bulan, data digunakan untuk mengetahui tingkat sensitivitas kedua varietas Coleus spp. dengan menentukan nilai LC50. Persentase

tanaman hidup Coleus spp. disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase tanaman hidup Coleus spp. setelah tiga bulan aplikasi EMS

Konsentrasi EMS (%)

Jenis Coleus spp.

Coleus amboinicus Lour.

Coleus blumei

warna hijau keunguan

Coleus blumei

warna merah

Rendam Tetes Rendam Tetes Rendam Tetes

Tanaman hidup (%)

0.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

0.50 100.00 100.00 86.67 13.33 20.00 86.67 0.75 93.33 100.00 40.00 40.00 6.67 66.67 1.00 86.67 100.00 0.00 66.67 13.33 40.00 1.25 93.33 100.00 0.00 60.00 0.00 40.00

Persentase tanaman hidup menunjukkan bahwa respon kedua varietas tanaman berbeda. Terlihat bahwa C. amboinicus Lour. memiliki persentase hidup tinggi dibanding dua jenis C. blumei. Hal ini menunjukkan bahwa torbangun tidak sensitif terhadap EMS dan C. blumei lebih sensitif terhadap EMS. Selain itu, aplikasi EMS cara rendam memberikan dampak kematian yang lebih besar daripada aplikasi EMS cara tetes.

Nilai LC50 merupakan perhitungan dasar untuk menentukan konsentrasi

yang menyebabkan 50% populasi tanaman mati (Mangaiyarkarasi et al. 2014). Menurut Kangarasu et al. (2014) untuk mengetahui tingkat sensitivitas dari suatu tanaman maka harus dicari nilai LC50 dari tanaman tersebut. Dalam mutasi

induksi, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mutan terbanyak biasanya dihasilkan oleh konsentrasi optimum yaitu di sekitar LC50 (Aisyah 2006). Nilai

(24)

Tabel 2 Nilai LC50 C. amboinicus Lour. dan C. blumei warna ungu/hijau dan

Tabel 2 memperlihatkan hasil analisis curve-fit. Tabel ini menunjukkan bahwa semua jenis coleus dan cara aplikasi EMS memiliki fungsi matematika

Polynomial Fit kecuali C. amboinicus Lour. memiliki fungsi matematika Linier fit. Berdasarkan fungsi matematika tersebut dapat diperoleh nilai persamaan yang kemudian menghasilkan nilai LC50. Nilai LC50 C. amboinicus Lour. hanya

ditemukan pada aplikasi EMS cara rendam yaitu 5.86%. Nilai LC50 C. blumei,

warna ungu/hijau aplikasi rendam adalah 0.69% dan aplikasi tetes adalah 0.82%, sedangkan pada C. blumei warna merah nilai LC50 aplikasi rendam sebesar 0.29%

dan aplikasi tetes sebesar 0.89%. Nilai LC50 C. amboinicus Lour. aplikasi tetes

tidak ditemukan dalam penelitian ini dikarenakan kisaran konsentrasi EMS tidak cukup lebar sehingga belum mampu menghasilkan nilai LC50. Penelitian lain

melaporkan bahwa nilai LC50 pada planlet tanaman krisan adalah 0.77% (Rahma

2011), pada biji bunga matahari sebesar 0.68% (Cvejic et al. 2011) dan ketimun sebesar 1% (Wang et al. 2014). Nilai LC50 embrio tanaman Eriobotrya japonica

Lindl. adalah 0.3% (Qin et al. 2011) dan pada stek buku tanaman Solenostemon rotundifolius adalah 0.4% (Abraham & Radhakrishnan 2009).

Berdasarkan nilai LC50 yang diperoleh, C. blumei (ungu/hijau dan merah)

diduga memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi dibanding torbangun. Berbeda dengan hasil penelitian Aisyah et al. (2015) yang melaporkan bahwa C. amboinicus Lour. memiliki tingkat sensitivitas tinggi dibanding C. blumei dengan iradiasi sinar gamma. Penelitian Roy (2000) dan Yanti et al. (2008) melaporkan bahwa antar spesies tanaman memiliki tingkat sensitivitas berbeda-beda tergantung pada jenis mutagen, konsentrasi mutagen, lama perlakuan, dan bahan tanaman yang digunakan. Aisyah et al. (2015) menambakan bahwa kultivar tanaman, jenis bahan yang digunakan, jenis dan teknik mutasi merupakan faktor yang mempengaruhi sensitivitas.

Coleus amboinicus Lour. atau Torbangun

Setelah diberi perlakuan aplikasi EMS cara tetes, C. amboinicus Lour. memiliki persentase hidup 100% sehingga tidak dihasilkan kurva yang menggambarkan pola persentase tanaman mati.

(25)

matematika untuk mempresentasikan konsentrasi yang menyebabkan populasi tanaman yang mati adalah Linier Fit dengan nilai keterandalan model r = 0.55.

Linier Fit dirumuskan dalam persamaan , sehingga diperoleh nilai LC50 sebesar 5.86%.

Gambar 4 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus amboinicus Lour. akibat aplikasi EMS cara rendam

Kurva persentase tanaman hidup memiliki pola semakin tinggi konsentrasi EMS yang diberikan maka menyebabkan persentase tanaman hidup menurun. Akan tetapi, persentase tanaman hidup tergolong tinggi yaitu di atas 80%.

Coleus blumei Warna Ungu/Hijau

Aplikasi EMS Cara Tetes

Fungsi Polynomial Fit merupakan fungsi terbaik pada curve-fit analysis

untuk menggambarkan pola sebaran persentase tanaman hidup pada C. blumei

warna ungu/hijau aplikasi EMS cara tetes (Gambar 5) dengan nilai r = 0.99. Persamaan matematika fungsi ini adalah , sehingga diperoleh nilai LC50 sebesar 0.82%.

(26)

Kurva persentase tanaman hidup C. blumei warna ungu/hijau memiliki pola yang berbeda dengan C. amboinicus Lour. aplikasi cara rendam. Pola yang dimiliki menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi EMS yang diberikan maka akan diikuti oleh persentase tanaman hidup yang rendah, sebaliknya pada konsentrasi EMS tinggi justru persentase tanaman hidup juga tinggi.

Aplikasi EMS Cara Rendam

Pada C. blumei warna ungu/hijau aplikasi EMS cara rendam, fungsi terbaik untuk mempresentasikan pola sebaran persentase tanaman hidup adalah fungsi Polynomial Fit (Gambar 6) dengan nilai r = 0.99. Persamaan matematika persamaan ini adalah . Dari persamaan tersebut diperoleh nilai LC50 sebesar 0.69% yang mengakibatkan 50% tanaman mati.

Gambar 6 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus blumei warna ungu/hijau akibat aplikasi EMS cara rendam

Kurva persentase tanaman hidup memiliki pola bahwa semakin tinggi konsentrasi EMS yang diberikan maka dapat menurunkan persentase tanaman hidup. Terlihat bahwa pada konsentrasi EMS 1.00% dan 1.25% (tinggi) semua tanaman mati yang tersisa hanya tanaman pada konsentrasi EMS 0.50% dan 0.75%.

Coleus blumei Warna Merah

Aplikasi EMS Cara Tetes

Pada Gambar 7 pola sebaran persentase hidup tanaman C. blumei warna merah aplikasi EMS cara tetes dipresentasikan juga dengan fungsi Polynomial Fit

dengan nilai r = 0.99. Persamaan matematika adalah . Dari persamaan tersebut sehingga diperoleh nilai 0.89% sebagai konsentrasi EMS yang mengakibatkan kematian 50% tanaman.

(27)

Gambar 7 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus blumei warna merah akibat aplikasi EMS cara tetes

Aplikasi EMS Cara Rendam

Pola sebaran hidup Coleus blumei warna merah aplikasi EMS cara rendam dideskripsikan dengan baik oleh fungsi Polynomial Fit (Gambar 8) dengan nilai keterandalan model r = 0.99. Polynomial fit dirumuskan oleh persamaan

. Model matematika dari fungsi Polynomial fit menghasilkan nilai LC50 sebesar 0.29% sebagai konsentrasi EMS yang mengakibatkan kematian 50%

tanaman.

Gambar 8 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus blumei warna merah akibat aplikasi EMS cara rendam

Kurva persentase tanaman hidup serupa dengan aplikasi EMS cara tetes, yang memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi EMS yang diberikan maka persentase tanaman hidup rendah. Persentase tanaman hidup C. blumei

(28)

Simpulan dan Saran

Simpulan

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa nilai LC50 C. amboinicus Lour.

aplikasi rendam adalah 5.86%. Nilai LC50 C. blumei warna ungu/hijau aplikasi EMS cara rendam adalah 0.69% dan aplikasi EMS cara tetes adalah 0.82%. Nilai LC50 C. blumei warna merah aplikasi rendam adalah 0.29% dan aplikasi tetes

adalah 0.89%. C. blumei (ungu/hijau dan merah) memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi dibanding C. amboinicus Lour.

Saran

Perlu adanya penambahan kisaran konsentrasi EMS pada C. amboinicus

(29)

4 KERAGAAN TANAMAN

Coleus amboinicus

Lour. DAN

Coleus blumei

AKIBAT APLIKASI EMS

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk 1) mengetahui interaksi perlakuan pada MV1, MV2, dan MV3, 2) mendapatkan mutan, dan 3) mengetahui nilai KKF dan KKG

Coleus spp. pada MV2 dan MV3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara cara aplikasi dan konsentrasi EMS hanya ditemukan pada karakter tinggi tanaman dan jumlah daun (MV1) C. amboinicus Lour. dan karakter lebar daun (MV3) C. blumei warna ungu/hijau, sedangkan C. blumei warna merah memiliki interaksi yang tidak nyata. Perbedaan cara aplikasi EMS, umumnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan karakter kuantitatif tanaman. Konsentrasi EMS tinggi umumnya menyebabkan penekanan terhadap beberapa karakter kuantitatif tanaman. Diperoleh mutan Coleus spp. yang memiliki keragaan morfologi yang berbeda dengan tanaman kontrol, masing-masing empat mutan C. amboinicus Lour. (R1.25,1, R0.50,9, T1.25,6, dan T1.00,6), satu mutan pada C. blumei warna ungu/hijau (R0.50,8), dan dua mutan C. blumei warna merah (R0.75,2 dan R0.75,6). Nilai duga KKF cukup tinggi untuk ketiga jenis coleus (MV2 dan MV3) terletak pada karakter jumlah cabang (semua kombinasi perlakuan). Nilai duga KKG untuk semua karakter pada ketiga jenis coleus (MV2 dan MV3) tergolong rendah.

Kata kunci: Coleus spp., interaksi, keragaman, mutan, mutasi Abstract

The objectives of this study were 1) to determine interaction of treatments in MV1, MV2, and MV3, 2) to obtain some mutants., and 3) to determine phenotypic variance coefficient and genotypic variance coefficient value. The results showed that interaction between method of application and concentration of EMS were only found in plant height and number of leaf (MV1) of C. amboinicus Lour. and leaf width (MV3) of C. blumei purple/green, while C. blumei red color had no significant interaction. Differences of applications method EMS, generally did not affect the quantitative growth character of plants. EMS with high concentration can cause stressing on some quantitative characters. Some mutants of Coleus spp. were found which have different morphological appearance to the controls, each of the four mutants of C. amboinicus Lour. (R1.25,1, R0.50,9, T1.25,6, and T1.00,6), one mutant of C. blumei purple/green (R0.50,8) and two mutants of C. blumei red (R0.75,2 dan R0.75,6). The moderate value of phenotypic variance coefficient for all coleus (MV2 and MV3) was found on characters number of branches (all the treatment combination). The estimate value of genotypic variance coefficient for all the characters in all three types of coleus (MV2 and MV3) was low.

(30)

Pendahuluan

Senyawa EMS merupakan senyawa alkil yang berpotensi sebagai mutagen. Jika dibandingkan dengan mutagen kimia lainnya, EMS paling banyak digunakan karena tidak bersifat mutagenik setelah terhidrolisis (Van Harten 1998). Peningkatan keragaman genetik tanaman dengan induksi EMS telah berhasil dilakukan pada berbagai tanaman. Latado et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian perlakuan EMS menyebabkan perubahan warna bunga pada tanaman krisan cv. Ingrid yang memiliki petal berwarna dark pink menjadi berwarna pinksalmon, bronze, salmon, dan kuning. Menghasilkan warna baru pada tanaman Tagetes sp. (Pratiwi et al. 2013). Selain dapat meningkatkan keragaman genetik, EMS juga dapat menurunkan tinggi bibit dengan peningkatan konsentrasi pada tanaman bunga matahari (Cvejic et al. 2011). Akthar et al.

(2012) melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi EMS dapat meningkatkan abnormalitas meiosis tanaman Linium usitatissimum L.

Dengan adanya fenomena tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk

menimbulkan keragaman genetik pada tanaman Coleus spp. sehingga diharapkan

akan dihasilkan mutan yang solid. Untuk mengkonfirmasi mutan yang solid maka dilakukan berbagai pengujian dan analisis komponen genetik seperti nilai heritabilitas dari masing-masing tanaman coleus dan masing-masing kombinasi perlakuan. Penelitian bertujuan untuk 1) mengetahui interaksi perlakuan pada MV1, MV2, dan MV3, 2) mendapatkan mutan tanaman Coleus spp., dan 3) mengetahui nilai KKF dan KKG Coleus spp. pada MV2 dan MV3.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 hingga Juli 2015. Lokasi penelitian bertempat di kebun percobaan, Desa Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1500 m dpl.

Alat dan Bahan Penelitian

Stek pucuk tanaman C. amboinicus Lour. atau torbangun, C. blumei

(warna ungu/hijau dan warna merah), rooton-f, dan media tanam kompos. Peralatan yang digunakan antara lain adalah gentong, hand sprayer, polibag, bambu, cangkul, sabit, gunting, label, alat tulis, kamera, dan RHS mini Colour Chart.

Metodologi Penelitian

(31)

aplikasi EMS cara tetes. Faktor kedua adalah konsentrasi EMS yang terdiri dari 0.00%, 0.50%, 0.75%, 1% dan 1.25%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013), rancangan ini dapat ditulis dengan model matematika sebagai berikut:

Yij = µ + αi + j + (α )ij + έij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan pengaruh faktor α ke i, faktor ke j

µ = rataan umum

αi = pengaruh aplikasi ke-i

i = pengaruh taraf konsentrasi ke-j

(α )ij = interaksi pengaruh antara faktor α ke i, faktor ke j

έij = galat percobaan

Koefisien Keragaman Fenotipe

x

Keterangan:

KKF = Koefisien keragaman fenotipe

= Ragam fenotipe

x = Rataan umum

Koefisien Keragaman Genetik

x

Keterangan:

KKG = Koefisien keragaman genetic

= Ragam genetic

x = Rataan umum

(Singh & Chaudhary 1979)

Kriteria nilai KKF dan KKG adalah rendah (0% ≤ β5%), agak rendah (β5% ≤

50%), cukup tinggi (50% ≤ 75%), dan tinggi (75% ≤ 100%) (Sari et al. 2014).

Ragam

x

Keterangan:

= Ragam

N = Jumlah populasi

(32)

µ = Rata-rata populasi (Mattjik & Sumertajaya 2013).

Pendugaan Nilai Heritabilitas

h2 bs

keterangan:

h2 bs = Heritabilitas dalam arti luas

Vg = Ragam genetic

Vp = Ragam fenotipe

dan nilai dugaan heritabilitas (h2 bs) dalam arti luas adalah tinggi bila h2 bs≥ 50%,

sedang bila β0% ≤ h2bs< 50%, dan rendah bila h2 bs < 20%) (Mangoendidjojo

2003).

Penanaman dan Pemeliharaan

Bahan tanam MV1 sama dengan bahan tanam yang digunakan untuk penentuan nilai LC50 dan sensitivitas Coleus spp. Bahan tanam generasi MV2

merupakan tanaman yang mampu bertahan hidup setelah diberi perlakuan EMS pada generasi MVI. Penyetekan dilakukan dengan cara memotong bagian pucuk tanaman yang memiliki 4 hingga 5 pasang daun, kemudian bagian bawah digunting runcing membentuk sudut 450. Bagian yang lancip dicelupkan ke dalam larutan rooton-f dan kemudian ditanam pada polybag dengan media tanam pupuk kompos. Stek tanaman Coleus spp. ditumbuhkan selama satu bulan. Hal yang sama juga berlaku pada generasi MV3.

Setelah stek Coleus spp. berumur satu bulan, stek dipindahkan ke lapangan dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm. Selama tanaman berada di lapangan, melakukan pembumbunan dan penyiangan gulma dengan frekuensi yang disesuaikan kondisi di lapangan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap dua komponen yaitu komponen kuantitatif dan kualitatif. Pengamatan dilakukan pada semua generasi MV1, MV2, dan MV3. Pengamatan komponen kuantitatif meliputi :

1) Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh yang terletak di ujung batang utama. Diukur pada akhir percobaan.

2) Jumlah daun (helai), dihitung jumlah daun yang terbentuk atau telah membuka sempurna. Dihitung diakhir percobaan.

3) Jumlah ruas, dihitung jumlah ruas yang terbentuk dilakukan di akhir percobaan

(33)

5) Panjang daun (cm), diukur pada daun terpanjang dan dilakukan pada akhir percobaan.

6) Lebar daun (cm), diukur pada daun terlebar dan dilakukan pada akhir percobaan.

Pengamatan komponen kualitatif meliputi :

1) Keragaan fenotipik khususnya pada perubahan keragaan tanaman setelah diberikan perlakauan EMS dilakukan secara visual dan difoto dengan kamera digital pada setiap tanaman.

2) Warna daun diukur menggunakan RHS mini Colour Chart. yang dilakukan di akhir percobaan. Pengukuran warna daun dilakukan dengan cara meletakan daun di bawah lubang karton-karton dengan berbagai pilihan warna kemudian membaca kategori warna apabila warna pada daun sesuai dengan warna pada karton RHS mini Colour Chart (MV3).

Analisis Data

Analisis data kuantitatif menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2007 dan SAS. Karakter yang diamati pada setiap jenis coleus dianalisis dengan menggunakan sidik ragam pada taraf 5% dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Mulitple Range Test) pada taraf 5%. Data kualitatif untuk semua karakter yang diamati dijelaskan secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Kondisi umum

Curah Hujan

(34)

Tabel 3 Curah hujan bulanan (mm)

Bulan Satuan curah hujan (mm) Generasi

November 698 MV1

Data diambil dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor khusus untuk wilayah Empang, Bogor (2015).

Coleus amboinicus Lour. (Torbangun)

Karakter Kuantitatif Tanaman

Melalui uji anova diketahui bahwa tidak ada interaksi yang nyata antar perlakuan cara aplikasi EMS dengan konsentrasi EMS pada generasi MV1, MV2, dan MV3 kecuali karakter tinggi tanaman dan jumlah daun pada MV1 (Tabel 4). Hal yang sama juga pada faktor tunggal, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara cara aplikasi EMS (Tabel 5) dan konsentrasi EMS kecuali pada karakter jumlah ruas dan jumlah cabang (MV1) serta karakter lebar daun pada MV3 (Tabel 6).

Kombinasi perlakuan yang menghasilkan tinggi tanaman tertinggi adalah konsentrasi 0.50% EMS cara rendam dan konsentrasi 0.75% EMS cara tetes, masing-masing sebesar 33.47 cm dan 30.23 cm. Tinggi tanaman terendah (18.39 cm) terletak pada kombinasi perlakuan konsentrasi 1.25% EMS cara rendam dan pada kombinasi perlakuan yang sama juga diperoleh jumlah daun yang paling sedikit (57.11 helai). Jumlah daun terbanyak terletak pada kombinasi perlakuan konsentrasi 1.00% EMS cara rendam yaitu sebesar 133.90 helai. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa aplikasi EMS dengan perendaman biji tanaman okra selama 18 jam pada konsentrasi 0.515% dapat meningkatkan karakter agronomi seperti tinggi tanaman dan ketebalan batang (Baghery & Kazemitabar, 2014).

Tabel 4 Karakter tinggi tanaman dan jumlah daun C.amboinicus Lour. generasi MV1 saat tanaman berumur tiga bulan akibat aplikasi EMS

Konsentrasi EMS (%)

Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai)

Rendam Tetes Rendam Tetes

0.00 29.00ab 29.00ab 113.53ab 113.53ab

0.50 33.47a 26.14abc 129.00ab 80.41abc

0.75 23.31bc 30.23a 107.67abc 108.22abc

1.00 28.62ab 28.62ab 133.90a 79.20bc

1.25 18.39c 28.63ab 57.11c 111.00ab

(35)

Tabel 5 Beberapa karakter kuantitatif C. amboinicus Lour. generasi MV1, MV2 dan MV3 saat tanaman berumur tiga bulan akibat aplikasi EMS

Generasi Aplikasi

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan generasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata (α) 5%. TT=tinggi tanaman, JD=jumlah daun, JR=jumlah ruas, PD=panjang daun dan LD=lebar daun. MV1=generasi pertama, MV2=generasi kedua dan MV3=generasi ketiga.

Aplikasi EMS cara rendam dan cara tetes pada generasi MV1, MV2, dan MV3 memberikan pertumbuhan yang seragam untuk semua karakter kuantitatif. Dengan demikian maka rataan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, panjang daun, dan lebar daun untuk kedua cara aplikasi pada masing-masing generasi cenderung sama.

Tabel 6 Karakter kuantitatif C. amboinicus Lour. generasi MV1, MV2 dan MV3 saat tanaman berumur tiga bulan akibat aplikasi EMS

Generasi Konsentrasi

(36)

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah ruas terbanyak generasi MV1 terletak pada konsentrasi EMS 0.50% yaitu sebesar 13.11 dan jumlah ruas terendah dimiliki konsentrasi EMS 1.25%. Jumlah cabang terbanyak terletak pada konsentrasi 0.00%, 0.50% dan 0.75% dan jumlah cabang terendah terletak pada konsentrasi 1.00% dan 1.25%. Keadaan ini menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi EMS dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, peningkatan konsentrasi justru menurunkan pertumbuhan tanaman. Penelitian lain melaporkan bahwa pada konsentrasi EMS 0.4% sangat meningkatkan karakter tinggi tanaman dan lebar daun tanaman mulberri (Murthy et al. 2011). Kangarasu

et al. (2014) juga menambahkan bahwa peningkatan konsentrasi EMS dapat menurunkan parameter pertumbuhan tanaman ubi kayu seperti panjang tunas, panjang daun dan lebar daun.

Berbeda dengan generasi MV1, rataan semua karakter kuantitatif tanaman cenderung sama untuk masing-masing generasi MV2 dan MV3 kecuali karakter lebar daun (MV3). Lebar daun yang paling sempit pada MV3 terletak pada konsentrasi EMS 0.50% yaitu sebesar 6.12 cm dibanding konsentrasi lain dan kontrol.

Karakter Kualitatif Tanaman

Perlakuan mutasi induksi kimia dengan menggunakan EMS aplikasi cara rendam dan cara tetes menghasilkan beberapa mutan tanaman C.amboinicus Lour. dari generasi pertama (MV1), sampai generasi ketiga (MV3). Gambar tanaman mutan disajikan pada Gambar 9. Notasi R1.25,1 (MV1-3) menunjukkan bahwa aplikasi EMS cara rendam konsentrasi 1.25% menghasilkan mutan pada tanaman ke-1, yang muncul dari generasi pertama hingga generasi ketiga.

Terdapat perbedaan morfologi antara tanaman mutan dengan tanaman tetuanya (kontrol) (Gambar 9). Aplikasi EMS cara rendam konsentrasi 1.25% menghasilkan dua tanaman mutan, yaitu mutan R1.25,1 (MV1-3) yang memiliki daun yang lebih sedikit, kecil, dan agak mengkeriting serta tanaman yang relatif pendek dibanding dengan tetuanya. Mutan R1.25,3 (MV2) memiliki daun lebih kecil dan bertumpuk di bagian pucuk seakan-akan membentuk roset, tetapi mutan putatif ini tidak mampu bertahan lama karena pada umur enam minggu di lapangan, tanaman mengalami kematian.

Aplikasi EMS cara tetes pada konsentrasi yang sama, yaitu konsentrasi 1.25% menghasilkan satu mutan. Mutan tersebut adalah T1.25,6 (MV2-3) yang memiliki jumlah daun dan jumlah cabang yang lebih banyak serta tinggi tanaman yang lebih tinggi sehingga tanaman terlihat lebih rimbun dibanding tanaman kontrol.

(37)

Gambar 9 Morfologi tanaman C. amboinicus Lour. saat tanaman berumur tiga bulan hasil mutasi menggunakan EMS aplikasi cara rendam dan cara tetes generasi MV1, MV2, dan MV3.

Aplikasi EMS cara tetes konsentrasi 1.00% menghasilkan satu mutan yang muncul pada generasi MV3 dengan keragaan daun lebih kecil, agak keriting, dan tinggi tanaman yang relatif pendek dibanding tanaman kontrol. Tanaman yang memiliki morfologi yang sama dengan kontrol tidak ditampilkan dalam Gambar.

Berdasarkan mutan-mutan yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa perlakuan cara aplikasi EMS pada berbagai konsentrasi dapat memberikan keragaan morfologi yang berbeda dengan tanaman tetuanya. Menurut Qosim et al.

(2012), perubahan morfologi suatu tanaman disebabkan karena terjadinya mutasi pada DNA tanaman akibat aplikasi mutagen EMS. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa EMS menyebabkan perubahan morfologi pada tanaman cabai seperti perubahan bentuk dan lebar daun, tinggi tanaman menjadi pendek dan tanaman menjadi kerdil (Jabeen & Mirza 2004). Penelitian Devi dan Selvakumar (2013) menghasilkan mutan klorofil pada tanaman cabai akibat aplikasi mutagen EMS.

Untuk mengkonfirmasi tanaman mutan khususnya pada warna daun maka dilakukan pengukuran tingkatan warna daun tanaman mutan dengan menggunakan RHS mini colour chart pada generasi MV3. Pengukuran tingkatan warna daun tanaman mutan disajikan pada Tabel 8 dan Lampiran 2.

Tanaman mutan R1.25,1 (MV1-3), R0.5,9 (MV2-3), dan T1,6 (MV3) memiliki warna dark green dengan intensitas yang berbeda-beda (Tabel 7). Warna daun mutan yang dihasilkan berbeda dengan tanaman kontrol. Tanaman kontrol memiliki warna daun green.

kontrol R1.25,1 (MV1-3) R1.25,3 (MV2) T1.25,6 (MV2-3)

R0.50,9 (MV2-3)

(38)

Tabel 7 Perbandingan warna daun tanaman C. amboinicus Lour. akibat aplikasi EMS dengan menggunakan RHS mini colour chart

Cara aplikasi dan konsentrasi EMS Keterangan warna

Kontrol Green RHS 137C

R1.25,1 (MV1-3) Dark green RHS 137A

R0.50,9 (MV2-3) Dark green RHS 137A

T1.00,6 (MV3) Dark green RHS 144A

Pendugaan Komponen Genetik pada MV2 dan MV3

Berdasarkan hasil pendugaan nilai KKF dari enam karakter yang diamati pada generasi MV2 (Tabel 8), terlihat bahwa karakter jumlah daun (aplikasi EMS rendam konsentrasi 1.00%) dan jumlah cabang (aplikasi EMS rendam konsentrasi 0.50 dan 1.00%) memiliki nilai KKF tinggi. Nilai KKG tinggi hanya terdapat pada karakter jumlah daun aplikasi EMS cara rendam konsentrasi 1.00%. Nilai duga heritabilitas yang tinggi terletak pada karakter jumlah daun (aplikasi EMS konsentrasi 1.00%) dan panjang daun (aplikasi EMS cara tetes konsentrasi 1.00%).

(39)
(40)

Tabel 8 Komponen genetik untuk karakter kuantitatif C. amboinicus Lour. saat tanaman berumur tiga bulan (lanjutan)

Karakter Cara

aplikasi

Konsentrasi EMS (%)

Generasi MV2 Generasi MV3

KKF Kriteria KKG Kriteria h2 bs Kriteria KKF Kriteria KKG Kriteria h2 bs Kriteria

JC T

0.50 73.78 Cukup tinggi 0.00 Rendah 0.00 Rendah 75.36 Tinggi 0.00 Rendah 0.00 Rendah

0.75 61.23 Cukup tinggi 0.00 Rendah 0.00 Rendah 64.53 Cukup tinggi 0.00 Rendah 0.00 Rendah

1.00 63.98 Cukup tinggi 0.00 Rendah 0.00 Rendah 50.92 Cukup tinggi 0.00 Rendah 0.00 Rendah

1.25 58.32 Cukup tinggi 0.00 Rendah 0.00 Rendah 57.44 Cukup tinggi 0.00 Rendah 0.00 Rendah

PD (cm)

R

0.50 27.35 Agak rendah 14.56 Rendah 28.36 Sedang 32.79 Agak rendah 28.84 Agak rendah 77.39 Tinggi

0.75 16.02 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 12.69 Rendah 1.72 Rendah 1.84 Rendah

1.00 22.39 Rendah 9.33 Rendah 17.39 Rendah 19.91 Rendah 13.25 Rendah 44.30 Sedang

1.25 33.67 Agak rendah 23.54 Rendah 48.88 Sedang 38.20 Agak rendah 33.61 Agak rendah 77.45 Tinggi

T

0.50 21.06 Rendah 5.10 Rendah 5.86 Rendah 21.26 Rendah 14.46 Rendah 44.80 Sedang

0.75 21.49 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 13.20 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah

1.00 34.71 Agak rendah 25.74 Agak rendah 55.00 Tinggi 23.40 Rendah 16.94 Rendah 52.41 Tinggi

1.25 14.65 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 16.98 Rendah 12.31 Rendah 52.58 Tinggi

LD (cm)

R

0.50 23.64 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 29.82 Agak rendah 24.62 Rendah 68.20 Tinggi

0.75 15.31 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 12.22 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah

1.00 22.31 Rendah 2.16 Rendah 0.93 Rendah 20.23 Rendah 12.71 Rendah 39.47 Sedang

1.25 28.22 Agak rendah 14.42 Rendah 26.09 Sedang 30.53 Agak rendah 23.37 Rendah 58.61 Tinggi

T

0.50 20.73 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 22.38 Rendah 14.26 Rendah 40.59 Sedang

0.75 23.84 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 15.68 Rendah 5.27 Rendah 11.29 Rendah

1.00 32.36 Agak rendah 21.48 Rendah 44.06 Sedang 23.99 Rendah 16.16 Rendah 45.37 Sedang

1.25 18.30 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 17.61 Rendah 11.85 Rendah 45.24 Sedang

(41)

Coleus blumei Warna Ungu/Hijau

Karakter Kuantitatif Tanaman

Melalui uji anova diketahui bahwa tidak ada interaksi yang nyata antar perlakuan cara aplikasi EMS dengan konsentrasi EMS pada generasi MV1, MV2 dan MV3, kecuali karakter lebar daun pada generasi MV3 (Tabel 9). Hal yang sama juga pada faktor tunggal, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara cara aplikasi EMS pada ketiga generasi, kecuali karakter tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang pada generasi MV1 (Tabel 10). Perbedaan konsentrasi EMS memberikan pengaruh yang nyata pada semua karakter generasi MV1, sedangkan untuk semua karakter generasi MV2 dan MV3 tidak dipengaruhi dengan adanya perbedaan konsentrasi EMS kecuali karakter lebar daun generasi MV2 (Tabel 11).

Tabel 9 Karakter lebar daun C. blumei warna ungu/hijau generasi MV3 saat tanaman berumur tiga bulan akibat aplikasi EMS

Konsentrasi EMS

Tabel 10 Beberapa karakter kuantitatif C. blumei warna ungu/hijau generasi MV1, MV2, dan MV3 saat tanaman berumur tiga bulan akibat aplikasi EMS

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan generasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata (α) 5%. TT=tinggi tanaman, JD=jumlah daun, JR=jumlah ruas, PD=panjang daun, dan LD=lebar daun. MV1=generasi pertama, MV2=generasi kedua, dan MV3=generasi ketiga.

(42)

cm, sedangkan lebar daun yang sempit terletak pada kombinasi perlakuan konsentrasi EMS 0.75% aplikasi cara tetes yaitu sebesar 4.59 cm.

Tabel 11 Beberapa karakter kuantitatif C. blumei warna ungu/hijau generasi MV2 dan MV3 saat tanaman berumur tiga bulan akibat aplikasi EMS

Generasi Konsentrasi

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan generasi yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata (α) 5%. TT=tinggi tanaman, JD=jumlah daun, JR=jumlah ruas, PD=panjang daun, dan LD=lebar daun. MV1=generasi pertama, MV2=generasi kedua, dan MV3=generasi ketiga.

Tabel 10 menunjukkan bahwa pada generasi MV1, aplikasi EMS cara rendam memberikan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang yang lebih tinggi dibanding aplikasi EMS cara tetes. Berbeda dengan karakter jumlah ruas, panjang daun dan lebar daun yang memiliki rataan yang cenderung sama untuk kedua cara aplikasi EMS. Hal yang sama juga terjadi pada semua karakter kuantitatif generasi MV2 dan MV3 memiliki rataan yang cenderung sama untuk kedua cara aplikasi EMS.

(43)

EMS 1.00% yaitu sebesar 7.44 cm, sedangkan lebar daun yang sempit dimiliki oleh tanaman kontrol (5.80 cm).

Karakter Kualitatif Tanaman

Perlakuan mutasi induksi kimia dengan menggunakan EMS aplikasi cara rendam menghasilkan beberapa mutan C. blumei warna ungu/hijau dari generasi pertama (MV1), sampai generasi ketiga (MV3). Tanaman mutan disajikan dalam Gambar 10. Notasi R0.5,8 (MV1-3) menunjukkan bahwa aplikasi EMS cara rendam konsentrasi 0.50% menghasilkan mutan pada tanaman ke-8, yang muncul dari generasi pertama hingga generasi ketiga.

Aplikasi EMS cara rendam konsentrasi 0.50% menghasilkan tiga mutan yaitu R0.5,2 (MV1-2), R0.5,8 (MV1-3), dan R0.5,9 (MV1). Konsentrasi EMS 0.75% menghasilkan satu mutan yaitu R0.75,6 (MV1-2). Mutan yang dihasilkan memiliki morfologi, khususnya warna daun yang berbeda dengan tanaman kontrol. Keempat mutan tersebut tidak memiliki motif warna ungu sehingga yang tertinggal hanya warna merah muda dengan pinggir daun yang berwarna hijau terdegradasi menjadi warna kuning dengan intensitas yang berbeda-beda. Hasil penelitian lain dengan menggunakan biji perendaman selama 6 jam mampu menghasilkan mutasi klorofil dengan frekuensi tinggi pada tanaman Delphinium malabaricum (Kolar et al. 2011) dan menghasilkan persentase mutasi warna bunga yang tinggi pada tanaman Phaseolus vulgaris Linn. (Borkar & More 2010).

Gambar 10 Morfologi tanaman C. blumei warna ungu/hijau saat tanaman berumur tiga bulan hasil mutasi menggunakan EMS aplikasi cara rendam dan cara tetes pada generasi MV1, MV2, dan MV3

Keempat mutan tersebut muncul pada generasi pertama. Mutan R0.5,9 (MV1) hanya muncul pada generasi pertama, saat generasi kedua keragaan mutan kembali seperti tanaman kontrol. Fenomena ini membuktikan bahwa adanya

backward mutation. Dua mutan yaitu mutan R0.5,2 (MV1-2) dan R0.5,8 (MV1-3) muncul hingga generasi kedua, tetapi saat memasuki generasi ketiga tanaman mengalami kematian. Hanya mutan R0.5,8 (MV1-3) yang mampu bertahan

kontrol R0.5,2 (MV1-2) R0.5,8 (MV1-3)

R0.75,6 (MV1-2) R0.5,9 (MV1)

(44)

hingga generasi ketiga. Akan tetapi, pertumbuhan tanaman menjadi tertekan. Indikasi pertumbuhan tanaman menjadi tertekan terlihat bahwa tinggi tanaman relatif rendah dan daun tanaman menjadi lebih kecil sehingga tanaman menjadi kerdil.

Untuk mengkonfirmasi mutan yang diperoleh, khususnya penampilan warna daun mutan maka dilakukan pengukuran tingkatan warna daun dengan menggunakan RHS mini colour chart pada MV3. Pengukuran tingkatan warna daun mutan disajikan pada Tabel 12 dan Lampiran 3. Tanaman mutan R0.5,8 (MV1-3) memiliki warna purple red/green/light yellow (RHS 58B/137C/15D) berbeda dengan tanaman kontrol yang memiliki warna daun purple red/dark green/dark purle brown (RHS N57A/137A/N77A).

Tabel 12 Perbandingan warna daun tanaman C. blumei warna ungu/hijau akibat aplikasi EMS dengan menggunakan RHS mini colour chart

Konsentrasi dan cara aplikasi EMS

Keterangan warna

Kontrol Purple red, dark green,

dark purple brown

RHS N57A, RHS 137A, RHS N77A

R0.50,8 (MV1-3) Purple red, green, light yellow

RHS 58B, RHS 137C, RHS15D

Pendugaan Komponen Genetik pada MV2 dan MV3

Pendugaan komponen genetik karakter kuantitatif seperti tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, panjang daun, dan lebar daun C. blumei

warna ungu/hijau generasi MV2 dan MV3 disajikan pada Tabel 13. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa pada MV2, nilai KKF tinggi hanya terdapat pada karakter jumlah daun pada aplikasi EMS rendam konsentrasi 0.75% dan cara tetes (kosentrasi 0.75% dan konsentrasi 1.00%). Untuk nilai KKG tinggi terdapat pada karakter tinggi tanaman (aplikasi EMS cara rendam konsentrasi 0.75% dan tetes konsentrasi 1.00%), jumlah daun (aplikasi EMS cara tetes konsentrasi 1.00%), dan jumlah cabang (aplikasi EMS cara rendam konsentrasi 0.75%). Nilai duga heritabilitas tinggi terdapat pada tinggi tanaman dan jumlah daun (aplikasi EMS cara rendam konsentrasi 0.75% dan cara tetes konsentrasi 1.00%), jumlah ruas

(45)
(46)

Tabel 13 Komponen genetik untuk karakter kuantitatif C. blumei warna ungu/hijau saat tanaman berumur tiga bulan (lanjutan)

Karakter Cara

aplikasi

Konsentrasi EMS (%)

Generasi MV2 Generasi MV3

KKF Kriteria KKG Kriteria h2 bs Kriteria KKF Kriteria KKG Kriteria h2 bs Kriteria

PD (cm) 1.25 22.60 Rendah 8.77 Rendah 15.06 Rendah 20.34 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah

LD (cm)

R 0.50 16.80 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah 32.19 Agak rendah 18.42 Rendah 32.71 Sedang

0.75 32.95 Agak rendah 25.18 Agak rendah 1.73 Rendah 31.39 Agak rendah 14.64 Rendah 21.74 Sedang

T

0.50 26.24 Agak rendah 13.86 Rendah 27.89 Sedang 19.39 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah

0.75 26.86 Agak rendah 14.95 Rendah 30.96 Sedang 20.60 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah

1.00 32.77 Agak rendah 24.53 Rendah 56.03 Tinggi 16.67 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah

1.25 23.47 Rendah 9.39 Rendah 15.99 Rendah 23.06 Rendah 0.00 Rendah 0.00 Rendah

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian
Tabel 1  Persentase tanaman hidup Coleus spp. setelah tiga bulan aplikasi EMS
Gambar 4 Persentase tanaman hidup pada populasi  Coleus amboinicus Lour.
Gambar 7 Persentase tanaman hidup pada populasi  Coleus blumei warna merah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka akan dilakukan pengembangan dalam sistem deteksi benda dengan cara membangun dialog menggunakan benda

Pekerjaan rumah adalah suatu bentuk praktik interaktif dimana pembelajar berinteraksi dengan materi pelajaran. Pekerjaan rumah adalah perpanjangan dari pembelajaran di

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka diperoleh sebuah tujuan utama dari penelitian ini yaitu menganalisis penggerusan pada hilir yang terjadi akibat perubahan bukaan

Hasil rancangan yang diarahkan pada penempatan dan pembuatan motif pada tenun ATBM ini, diharapkan menghasilkan karya yang bernilai estetis dengan menonjolkan karakter

Pengamatan dilakukan terhadap morfologi tanaman (panjang batang, jumlah daun dan jumlah anakan), fisiologi tanaman (aktivitas nitrat reduktase dan produksi bahan kering)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya pemasaran yang dikeluarkan perusahaan dari tahun 2002 sampai 2004, serta mengalokasikan biaya pemasaran tersebut ke dalam tiap

Di sekolah perkembangan belajar siswa berada di bawah bimbingan guru. Di samping itu siswa diberi tanggung jawab untuk bersikap mandiri. Dalam hal belajar kemandirian

Koefisien determinasi diperoleh sebesar 0,382 atau sebesar 38,2% variabel tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy memberikan pengaruh terhadap