iv
POTENSI REBUSAN DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum)
TERHADAP PERBAIKAN
PANKREAS TIKUS PUTIH HIPERGLIKEMIA
DEIVY ANDHIKA PERMATA
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
DEIVY ANDHIKA PERMATA. Potensi Rebusan Daun Sirih Merah
(Piper
crocatum)
Terhadap Perbaikan Pankreas Tikus Putih Hiperglikemia. Dibimbing
oleh EMAN KUSTAMAN, MEGA SAFITHRI dan AGUS SETIYONO.
Sirih merah
(Piper crocatum)
merupakan salah satu tanaman yang dapat
mengobati berbagai macam penyakit, salah satunya yaitu diabetes melitus (DM).
Namun penelitian secara ilmiah tentang sirih merah sejauh ini belum pernah
dilakukan. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap perbaikan
pankr eas tikus putih hiperglikemia yang diberi rebusan daun sirih merah dan
analisis proksimat daun sirih merah.
Analisis histopatologi pankreas, hewan coba dibagi menjadi 6 kelompok
perlakuan, masing-masing kelompok terdiri atas 2 ekor. Keenam kelompok
tersebut adalah kontrol normal (akuades + NaCl 0,9%), kontrol positif (aloksan +
akuades), kelompok pembanding (aloksan + daonil dosis 3,22 mg/kgBB) dan tiga
kelompok contoh {diinduksi aloksan dan dicekok antihiperglikemik rebusan sirih
merah dengan dosis 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil), 3,22 g/kg BB (1000 x
dosis daonil), dan 20 g/kg BB}. Metode histopatologi pankreas dilakukan dengan
pewarnaan
Haematoxylin Eosin
(HE) dan diamati dibawah mikroskop cahaya.
Analisis proksimat daun sirih merah meliputi penetapa n kadar air, kadar abu,
kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat.
vi
ABSTRACT
DEIVY ANDHIKA PERMATA. The Potency of Celebes Pepper Leaf
(Piper crocatum)
Decoction on Pancreas Restoration in Hyperglycemic White Rats. Under the direction of
EMAN KUSTAMAN, MEGA SAFITHRI and AGUS SETIYONO.
Celebes pepper
(Piper crocatum)
is one of the plant that useful to treat various
diseases, one of them is diabetes mellitus (DM). However, scientific research
concerned about celebes pepper still not conducted as so far. In this research, we
observed pancreas restoration of hyperglycemic white rats that were treated with celebes
pepper leaf decoction and conducted proximate analysis of the leaf.
Pancreas histopathology analysis of experiment animal was consisted of six
treatment groups , each group consisted of two animals. The six groups are normal
control (aquades + NaCI 0,9%), positive control (alloxan + aquades), comparison
group (alloxan + daonil 3,22 mg/kg BW) and three groups sample {inducted using
alloxan and forcibly given by celebes pepper decoction in dosage 0,322 g/kg BW (100
x daonil dosages), 3,22 g/kg BW (1000 x daonil), and 20 g/kg BW}. Pancreas
histopathology method was carried out with of Haematoxylin Eosin
(HE) staining and
observed under light microscope. Proximate analysis of celebes pepper leaf was
consisted of water contend measurement, ash contend, protein contend, fat contend, and
contend carbohydrate.
POTENSI REBUSAN DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum)
TERHADAP PERBAIKAN
PANKREAS TIKUS PUTIH HIPERGLIKEMIA
DEIVY ANDHIKA PERMATA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi S1 Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
viii
Judul Skripsi : Potensi Rebusan Daun Sirih Merah
(Piper crocatum)
Terhadap
Perbaikan Pankreas Tikus Putih Hiperglikemia
Nama
: Deivy Andhika Permata
NIM
: G44102006
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Eman Kustaman
Ketua
Mega Safithri, S.Si., M.Si
drh.Agus Setiyono, M.S., Ph.D
Anggota
Anggota
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia -Nya
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan November 2005 sampai April 2006 ini ialah
potensi perbaikan jaringan pankreas dan analisis proksimat daun sirih merah
(Piper crocatum)
, dengan judul Potensi Rebusan Daun Sirih Merah
(Piper
crocatum)
Terhadap
Perbaikan Pankreas Tikus Putih Hiperglikemia, yang
dilakukan di Laboratorium Hewan Coba, Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor, serta Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi-LIPI,
Cibinong.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Eman Kustaman sebagai
pembimbing utama, Ibu Mega Safithri, S.Si., M.Si selaku pembimbing kedua dan
Bapak drh. Agus Setiyono, M.S., Ph.D sebagai pembimbing ketiga, serta kepada
Mbak Martini, Kak Agus, Mbak Emi, Pak Kasnadi, Pak Ndang, Helmy, Asep, dan
Fitri atas bantuannya selama penelitian ini dilaksanakan. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, nenek (alm), serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Akan tetapi penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, Mei 2006
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarusan, Sumatera Barat pada tanggal 7 Juli 1984
dari ayah Alius Man dan ibu Ery Afriyeti Djunir. Penulis merupakan anak kedua
dari lima bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN I Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Biokimia, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti kuliah, penulis aktif dalam kegiatan Ikatan Mahasiswa
Kimia IPB (IMASIKA) pada Departemen Pengabdian pada Masyarakat tahun
2002/2003. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Biokimia
Umum untuk mahasiswa Analisis Kimia pada tahun ajaran 2005/2006.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...
vi
PENDAHULUAN ...
1
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus ...
1
Tanaman Sirih Merah sebagai Obat ...
2
Aloksan ...
3
Pankreas Tikus Putih ...
3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...
4
Pemeliharaan dan Perlakuan Terhadap Tikus Putih ... 4
Metode Histopatologi ...
5
Metode Analisis Proksimat ...
5
Analisis Data ...
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Histopatologi Pankreas ...
6
Analisis Proksimat Daun Sirih Merah ...
9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...
9
Saran ...
9
DAFTAR PUSTAKA ...
10
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman sirih merah
(Piper crocatum)
...
3
2 Struktur kimia aloksan ...
3
3 Anatomi pankreas ...
4
4 Struktur kimia insulin manusia ...
4
5 Tikus percobaan galur Spraque-Dawley ...
4
6 Histopatologi kelenjar eksokrin pankreas ...
8
7 Histopatologi kelenjar endokrin pankreas ...
9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Alur kerja penelitian ...
13
2 Perhitungan dosis daonil dan pembuatan rebusan daun sirih merah
(Piper crocatum)
...
14
3 Diagram alur histopatologi ...
15
4 Diagram alur analisis proksimat ...
16
5 Gambaran histopatologi pankreas ...
17
6 Kerusakan yang terjadi pada kelenjar eksokrin dan endokrin pankreas ....
18
7 Analisis statistik kelenjar eksokrin pankreas ...
19
8 Analisis statistik kelenjar endokrin pankreas ...
20
9 Analisis proksimat daun sirih merah
(Piper crocatum)
...
21
10 Alat yang digunakan pada analisis proksimat
...
21
PENDAHULUAN
Penyakit diabetes melitus (DM) sering juga disebut masyarakat sebagai penyakit gula atau kencing manis. Penyakit ini telah tercatat pada dokumen purbakala yang diperkirakan dibuat ribuan tahun sebelum Masehi sebagai penyakit dengan gejala kencing yang berulang kali dan banyak serta bersifat ganas dan berakhir dengan kematian dalam waktu singkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia jumlah penderita DM berkisar antara 1,2-2,3% dari jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Angka ini cenderung meningkat seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, akibat perubahan pola makan masyarakat dari makanan tradisional ke makanan cepat saji (Dalimartha 2002).
Pengobatan tehadap DM telah banyak dilakukan, diantaranya pada tahun 1921 Frederick Banting dan Charles Best berhasil membuat ekstrak pankreas yang setelah disuntikan terbukti dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah (Pranadji et al. 2002). Selain itu pengobatan DM juga dilakukan dengan pengaturan diet dan pemberian obat antidiabetik oral. Penggunaan obat antidiabetik oral dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. University Group Diabetes Program (UGDP) di Amerika Serikat tahun 1970 melaporkan bahwa penderita DM yang diberi obat antidiabetik oral lebih tinggi frekuensi kematiannya akibat penyakit jantung dibanding dengan yang diberi insulin (Ganis wara 1980). Selain itu, obat antidiabetik tergolong obat yang mahal dan harus terus -menerus digunakan.
Hal ini mendorong para peneliti untuk mencari pengo batan alternatif yang lebih murah, relatif aman dikonsumsi dan mudah didapat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemanfaatan tumbuhan sebagai obat. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat DM yaitu sirih merah
(Piper crocatum). Sirih merah kembali diperkenalkan oleh Bambang Sudewo pada dekade 1990 sebagai tanaman obat, sebelumnya masyarakat lebih mengenal sirih merah sebagai tanaman hias. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengungkap kandungan sirih merah tersebut.
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui perubahan histopatologi pankreas pada tikus putih yang diinduksi aloksan, dengan pemberian antihiperglikemik rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) dengan berbagai
konsentrasi, serta mengetahui kandungan nutrisi dari daun sirih merah (Piper crocatum).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat luas tentang pengaruh pemberian rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap penyakit diabetes melitus (DM), serta kandungan nutrisi yang terdapat pada daun sirih merah (Piper crocatum).
Hipotesis dari penelitian ini yaitu pemberian rebusan sirih merah (Piper crocatum) sebagai penurun kadar glukosa darah bekerja dengan memperbaiki pankreas tikus putih.
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus
Dibetes melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (80 -120 mg/dl) (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan dari semua lapisan umur serta tidak membedakan orang kaya ataupun orang miskin. Pada orang yang telah berumur penyakit ini sering muncul tanpa gejala dan kerap baru diketahui bila yang bersangkutan melakukan pemeriksaan rutin. Gejala yang ditimbulkan, antara lain rasa haus, sering kencing (poliuria), banyak makan (polifagia) tetapi berat badan menurun, gatal-gatal, dan badan terasa lemah. Apabila penyakit ini dibiarkan tidak terkendali atau penderita tidak mengenali penyakitnya maka bertahun-tahun kemudian akan timbul berbagai komplikasi kronis yang bersifat fatal, seperti penyakit jantung, terganggunya fungsi ginjal, kebutaan, pembusukan kaki yang kadang memerlukan amputasi, atau timbulnya impotensi (Dalimartha 2002).
Seseorang dapat menderita penyakit DM karena berbagai faktor, antara lain keturunan, obesitas, pola makan yang tidak sehat, malnutrisi, gangguan toleransi glukosa, dan lingkungan (Tjokroprawiro 1989). Klasifikasi DM dan intoleransi glukosa lainnya menurut WHO (1985) dikelompokkan ke dalam kelas klinis dan kelas resiko statistik.
2
diabetes melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) yang sering juga disebut dengan DM tipe II, malnutrition related diabetes mellitus (MRDM) atau diabetes melitus terkait malnutrisi (DMTM), dan diabetes tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu (penyakit pankreas, penyakit hormonal, karena obat/bahan kimia lain, kelainan reseptor insulin, sindrom genetik tertentu, dan sirosis hepatitis), (2) golongan toleransi glukosa terganggu (tidak gemuk, gemuk, yang berhubunga n dengan keadaan atau sindrom tertentu), serta (3) golongan diabetes melitus gestasional (pada kehamilan). Kelas resiko statistik, pasien dengan toleransi glukosa yang normal, tetapi jelas mempunyai resiko yang lebih besar untuk timbulnya DM, seperti toleransi glukosa pernah abnormal dan toleransi glukosa potensial abnormal.
DM tipe I dikenal juga sebagai juvenile-onset diabetes. Gejala biasanya muncul secara tiba-tiba pada usia di bawah 20 tahun dan kebanyakan kasus terjadi pada masa puberitas (Vinicor 2001 dalam Hermawan 2002). Pada DM tipe I ini terjadi penurunan sekresi insulin yang disebabkan oleh kerusakan dan kematian sel beta pankreas (insulinitis). Insulinitis terjadi karena adanya reaksi autoimun. Hal ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang disebut dengan islet cell antibodi
(ICA). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel beta pankreas. Selain itu insulinitis bisa juga disebabkan karena adanya virus (Suryohudoyo 2000).
DM tipe II dikenal juga sebagai maturity-onset diabetes. DM tipe ini biasanya terjadi pada penderita berusia diatas 40 tahun yang berbadan gemuk. Gejala yang ditimbulkan muncul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari bahwa mereka menderita DM. DM tipe II berbeda dengan DM tipe I, pankreas masih bisa menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit ataupun normal (Dalimartha 2002). Penyakit DM tipe ini diperkirakan disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, seperti diet dan latihan fisik (Suryohudoyo 2000).
Menurut Tjokroprawiro (1994) dalam Fitri (2000), penanggulangan DM dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain (1) diet diabetes dengan pemberian makanan dengan komposisi: 68% karbohidrat, 20% lemak dan 12% protein, (2) latihan fisik yang bertujuan memperbaiki metabolisme glukosa, asam lemak dan badan keton sehingga dapat mengurangi kebutuhan insulin, merangsang
sintesa glikogen membuang kelebihan kalori dan mencegah kegemukan, (3) penyuluhan pada masyarakat, (4) pemberian obat hipoglikemik yang bertujuan untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan menurunkan kadar gula darah dengan contoh obat seperti insulin perinjeksi dan tablet OAD (oral anti diabet), dan (5) cangkok pankreas.
Tanaman Sirih Merah sebagai Obat
Tanaman sirih (Piper betle) termasuk ke dalam famili Piperaceae, tumbuhan jenis ini merambat dan bersandar pada batang pohon lain. Sirih mempunyai panjang mampu mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut -kerut (IPTEK 2005).
Selain sirih (Piper betle) salah satu tanaman yang termasuk ke dalam famili Piperaceae adalah tanaman sirih merah. Sirih merah (Piper crocatum) pada dekade 1990 banyak dikenal sebagai tanaman hias. Namun akhir-akhir ini masyarakat telah banyak mengenalnya sebagai tanaman obat. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengungkap kandungan sirih merah tersebut (Duryatmo et al. 2005).
Tanaman sirih merah (Gambar 1) tumbuh menjalar seperti halnya sirih hijau keunguan dan tidak berbunga. Daun bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, dan permukaanya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15 -20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Selain itu daunnya berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batang tanaman ini bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm dan disetiap buku tumbuh bakal akar. Tanaman sirih merah dapat tumbuh baik ditempat yang teduh dan tidak telalu banyak terkena sinar matahari (Sudewo 2005)
menurunkan kadar glukosa darah pada dosis 20 g/kg BB.
Gambar 1 Tanaman sirih merah (Piper crocatum).
Aloksan
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Efek diabetogeniknya bersifat antagonis dengan glutation yang bereaksi dengan gugus SH nya (Suharmiati 2003). Sturktur aloksan dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Budavari (1989) dalam Wahyuningsih (2004), aloksan berfungsi meningkatkan konsent rasi glukosa dalam darah. Aloksan yang dijual dipasaran berbentuk kristal, berwarna putih dan sangat larut dalam air. Dalam bentuk larutan bila terjadi kontak dengan kulit akan berwarna merah. Selain berfungsi sebagai agen hiperglikimik, aloksan juga digunakan untuk merusak sel-sel pankreas terutama sel beta yang memproduksi dan mensekresi insulin. Hal ini terjadi karena adanya reaksi antara aloksan dengan Zn sehingga membentuk kelat. Kelat yang terbentuk bersifat lipofil sehingga akan dengan mudah menembus membran sel dan mengganggu proses sintesis protein di ribosom sel sehingga pembentukan insulin terhambat. Sedangkan sel alfa pankreas resisten tehadap aloksan (Dunn et al.
1994 dalam Fitri 2000).
Gambar 2 Struktur kimia aloksan.
Pankreas Tikus Putih
Pankreas merupakan organ yang panjang dan besar, terletak pada bagian cekung (konkaf) duodenum dan meluas ke belakang paritoneum dari dinding posterior perut, menuju kearah kiri mencapai hilus limpa. Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin (Gambar 3). Unit kelenjar eksokrin menghasilkan sejumlah enzim pencernaan, antara lain amilase, lipase dan tripsin. Unit endokrin pankreas (pulau Langerhans) terdapat tiga jenis sel, yaitu sel alfa, sel beta, dan sel delta, dan sedikit sel clear yang tidak bergranula. Tiap sel ini akan mensekresikan hormon yang berbeda (Leeson et al. 1996). Sel beta mensekresikan hormon insulin (Gambar 4), yang merupakan hormon yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan memicu sintesis glikogen, lemak, dan protein dalam banyak sel. Sel alfa mensekresikan glukagon yang mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan kerja insulin, karena glukagon menaikan kadar glukosa dan asam lemak bebas dalam darah. Selain itu glukagon dapat memacu glikogenolisis dan lipolisis, dan juga memacu glukoneogenesis dalam hati (Montgomery et al. 1993). Sel delta melepaskan somatostatin yang menghambat sekresi insulin dan glukagon. Sedangkan sel
clear fungsinya tidak diketahui, sel ini mungkin merupakan sel cadangan atau sel yang sedang istirahat. Pankreas dalam keadaan segar berwarna merah pucat atau putih, dan diliputi oleh jaringan ikat jarang yang tipis dan membentuk septa ke dalam yang membagi kelenjar dalam tubulus yang nyata. Jaringan ikat yang halus mengelilingi masing-masing asinus (Leeson et al. 1996).
Berdasarkan gambaran anatominya pada tikus dibagi menjadi beberapa segmen didasarkan pada lokasi duktus dan sistem vaskular. Sejumlah duktus berbeda diantara setiap tikus, sekitar 15-40 saluran ekskretori bergabung membentuk sedikitnya 2 dan sebanyak-banyaknya 8 duktus utama. (Boorman et al. 1990). Pankreas pada tikus dewasa berisi kira-kira 1-2% pulau-pulau Langerhans dengan diameter antara 100-200 µm (Boorman & Beth 1999).
4
1984). Menurut Boorman dan Beth (1999), lesio degeneratif spontan tidak mudah terjadi pada mencit atau tikus. Jika hewan tersebut diberi perlakuan streptozotosin atau aloksan, maka sel-sel pada pulau Langerhans menujukan perubahan berupa vakuolisasi, atropi, hipertropi, dan hiperplasia tergantung lama perlakuan yang diberikan.
Gambar 3 Anatomi pankreas.
Gambar 4 Struktur kimia insulin manusia.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada analisis histopatologi, yaitu tikus putih galur Sprague -Dawley (Gambar 5) , aloksan, bufer normal formalin (BNF) 10%, alkohol (70%, 80%, 90%, 96%, dan absolut ), xilol, parafin, daun sirih merah (Piper crocatum), daonil, dan pewarna Haematoxylin Eosin. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat, yaitu kjeltab (tablet berisi K2SO4 dan selenium),
H2SO4, dan petroleum benzena.
Alat yang digunakan pada analisis histopatologi, yaitu kandang tikus, alat bedah (pinset, gunting dan skapel), pot, tissue-processor, tissue-tek, rotary microtom, dan mikroskop cahaya. Alat yang digunakan untuk analisis proksimat, yaitu oven, tanur listrik, cawan porselin, kjeltec, perangkat destruksi,
soxtec system HT 6, desikator, dan neraca sartorius.
Gambar 5 Tikus percobaan galur Spraque-Dawley.
Pemeliharaan dan Perlakuan Terhadap Tikus Putih
dengan pemberian rebusan daun sirih merah dilakukan proses histopatologi pankreas hewan coba.
Metode Histopatologi Pankreas
Metode histopatologi (modifikasi Andrew Kent 1985) yang dilakukan meliputi proses nekropsi, pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan (clearing), embedding, pemotongan, pewarnaan, penutupan sedian, dan pengamatan dengan mikroskop cahaya.
Nekropsi, Pengambilan Sampel dan Fiksasi Pankreas Tikus Putih
Sebelum dilakukan pembedahan terlebih dahulu tikus putih dimatikan dengan dietil eter. Setelah mati, hewan coba dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang torak sampai pubis. Organ pankreas diambil dimasukan ke dalam pot berlabel yang berisi BNF 10% untuk proses fiksasi. Setelah matang sampel diiris setebal ± 3 mm2, lalu dimasukan ke dalam kaset tissue berlabel dan siap untuk didehidrasi.
Dehidrasi dan Penjernihan Sampel
Kaset tissue yang berisi sampel dimasukan ke dalam keranjang dan ditempatkan pada alat tissue-processor
otomatis. Proses dehidrasi pada alat ini dilakukan dengan alkohol konsentrasi bertingkat dengan urutan alkohol 70%, alkohol 80% (2 kali pada larutan yang berbeda), alkohol 90%, alkohol 96%, dan alkohol absolut (2 kali pada larutan yang berbeda), masing-masing selama 2 jam. Lalu dilakukan penjernihan dengan menggunakan xilol (3 kali pada larutan yang berbeda) masing-masing selama 40 menit. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan menggunakan parafin 600C sebanyak 4 kali selama 30 menit.
Pada tahap pencucian keranjang yang berisi sampel direndam dalam xilol, alkohol 96% dan akuades. Kaset tissue yang berisi sampel dikeluarkan dari alat dan sampel siap untuk ditanam dalam parafin (embedding).
Embedding
Proses embedding dilakukan dengan menggunakan alat tissue-tek. Embedding dimulai dengan memasukan parafin cair sebanyak ¼ dari volume cetakan ke dalam cetakan, kemudian potongan jaringan dimasukan kira-kira sampai menyentuh dasar cetakan, lalu cetakan dipenuhi dengan parafin cair dan diberi label. Parafin dibiarkan membeku selama beberapa menit, setelah itu dilepaskan dari cetakan.
Pemotongan dengan Rotary Microtom Setelah parafin membeku, kemudian dilakukan pemotongan jaringan dengan menggunakan rotary microtom setebal 4-5 µ. Hasil cetakan diletakan diatas permukaan air yang dipanaskan sampai suhu 400C. Setelah itu potongan diletakan pada preparat dan dikeringkan didalam inkubator minimal selama 2 jam pada suhu 560C .
Pewarnaan Jaringan
Sediaan yang telah diperoleh kemudian diwarnai dengan menggunakan pewarnaan
Haematoxylin Eosin (HE) dengan urutan xilol (2 kali pada larutan yang berbeda) dan alkohol absolut masing-masing 2 menit. Kemudian dengan alkohol 95%, alkohol 80%, dan dicuci dengan air kran masing-masing selama 1 menit. Lalu dengan mayer’s haematoxylin dan dicuci dengan air kran masing-masing selama 30 detik, litium karbonat selama 15-30 detik, dicuci dengan air kran selama 2 menit, dan eosin selama 2-3 menit. Pewarnaan kemudian dilanjutkan dengan mencuci sediaan dengan air kran selama 30-60 menit, dicelupkan ke alkohol 95% dan alkohol absolut masing-masing sebanyak 10 kali, alkohol absolut selama 2 menit, xilol selama 1 menit dan xilol selama 2 menit. Setelah proses pewarnaan selesai kaca preparat dikeringkan dan ditetesi dengan zat perekat albumin:gliserin (1:1) dan selanjutnya ditutup dengan kaca objek. Kemudian preparat diberi label dan siap untuk diamati dibawah mikroskop cahaya.
Metode Analisis Proksimat
Analisis proksimat yang dilakukan merupakan metode SNI 01-2891-1992 yang dimodifikasi. Analisis ini meliputi penetapan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Untuk mempermudah proses analisis terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel. Sampel daun sirih merah (Piper crocatum)
yang dianalisis berumur lebih dari satu bulan.
Preparasi Sampel
Sebanyak 80 g daun sirih merah ditimbang. Kemudian sampel dipotong-potong kecil dan pipih. Preparasi dilanjutkan dengan mengeringkan sampel dalam oven 60oC selama 1 malam. Sampel diangkat dari oven dan dihaluskan dengan mortar. Hasil yang diperoleh merupakan sampel dalam bentuk tepung, siap untuk dianalisis.
Analisis Kadar Air
6
dalam desikator selama 1 jam. Setelah itu ditimbang dengan neraca sartorius (a). Lalu ke dalam cawan ditambahkan sebanyak 2,0-2,5 g sampel (b). Cawan yang berisi sampel ditempatkan dalam oven 105oC selama 3 jam. Setelah itu ditempatkan dalam desikator selama 1 jam. Bobot cawan dan sampel ditimbang (c). Pengeringan dilakukan beberapa kali sampai bobot sampel yang diperoleh konstan. Analisis dilakukan 3 kali ulangan untuk masing-masing sampel.
%Bobot kering (BK) = (c – a) x 100% b
%Kadar air = 100 - %BK
Analisis Kadar Abu
Cawan porselin dikeringkan dalam oven 105oC selama 3 jam, kemudian ditempatkan dalam desikator selama 1 jam. Setelah itu cawan ditimbang dengan neraca sartorius (a). Lalu ke dalam cawan ditambahkan sebanyak 2,0-2,5 g sampel hasil preparasi (b). Cawan dan sampel tersebut dikeringkan dalam tanur listrik 550oC selama 18-24 jam. Sampel yang telah jadi abu kemudian ditempatkan dalam desikator selama 1 jam. Bobot cawan dan abu ditimbang (c). Analisis kadar abu dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
%Kadar abu = ( c – a) x 100% b
Analisis Kadar Protein
Sampel sebanyak 0,5-1 g ditimbang dengan menggunakan kertas, lalu dimasukan ke dalam tabung destruksi. Ke dalam tabung destruksi ditambahkan katalis kjeltab dan 12,5 ml H2SO4. Kemudian tabung destruksi
diletakan pada digestor dan dilakukan proses destruksi pada suhu 415oC selama 1 jam.
Setelah proses destruksi berlangsung tabung diangkat dan didinginkan selama 1 jam. Kemudian dilakukan proses analisis menggunakan alat kjeltec. Sebelumnya dilakukan analisis terhadap blanko dengan menempatkan tabung destruksi kosong yang akan terisi air suling secara otomatis oleh alat. Setelah itu dilakukan pengesetan tempat tabung destruksi, nomor tabung, bobot sampel, data konversi, dan konsentrasi HCl terstandarisasi. Data blanko digunakan untuk analisis sampel dan disimpan di dalam alat. Dari hasil analisis pada alat kjeltec akan menunjukan %N dari sampel yang dianalisis. Analisis kadar protein dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.
%Protein = %N x 6,25
Analisis Kadar Lemak
Sebelum dilakukan analisis kadar lemak, cangkir ekstraksi (extraction cup) dipanaskan selama 1 jam. Kemudian extraction cup
ditempatkan dalam desikator selama 1 jam. Lalu ditimbang bobotnya (a). Sebanyak kira-kira 1 gram sampel dibungkus dengan kertas saring (b) dan ditempatkan dalam timbel . Timbel kemudian ditempatkan pada alat
soxtec system HT. Sebanyak 40 ml petroleum benzena dimasukan dalam extraction cup. Setelah alat menunjukan suhu 110oC
extraction cup diletakan pada alat dengan posisi di bawah timbel, sehingga sampel terendam. Selama 20 menit sampel dididihkan dengan cara memutar tombol kearah posisi
boiling, lalu dilakukan pembilasan selama 30 menit dengan cara memutar tombol pada posisi rinsing. Pembilasan diulang lagi sambil menutup katup selama 40 menit dan diuapkan selama 10 menit. Extraction cup dilepaskan dari alat dan ditempatkan pada oven selama ½ jam. Lalu extraction cup ditempatkan dalam desikator selama 1 jam. Bobot
extraction cup dan lemak yang terbentuk ditimbang (c). Analisis ini dilakukan sebany ak 3 kali ulangan. Kadar lemak dicari dengan persamaan:
%Kadar lemak = (c- a) x 100% b
Analisis Kadar Karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% Kadar Karbohidrat = {100 % - (kadar abu + kadar protein + kadar lemak)}
Analisis Data
Pengamatan perubahan histopatologi dilakukan secara deskriptif terhadap jaringan pankreas tikus putih. Data hasil pengamatan dievaluasi dengan menggunakan metode analisis statistik Kruskal-Walis untuk membandingkan antara perlakuan dari masing-masing sampel dalam pengamatan dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Histopatologi Pankreas
yaitu pada kontrol positif (induksi aloksan + akuades) dibanding dengan ukuran organ pankreas kontrol normal, sedangkan ukuran organ pankreas pada hewan coba kelompok lain tidak berbeda jauh dengan ukuran normal (±80%).
Hasil pengamatan secara mikroskopik pada jaringan pankreas memperlihatkan adanya kerusakan dengan persentasi kerusakan yang bervariasi (Tabel 1).
Tabel 1 Rataan persentasi kerusakan pada kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin pada jaringan pankreas
Perlakuan Persen kerusakan Kelenjar eksokrin Kelenjar endokrin Kelompok pertama (kontrol normal)
0 0
Kelompok kedua
(kontrol positif) 4 4 Kelompok ketiga
(daonil 3,22 mg/kg BB)
2,5 2,5
Kelompok keempat (Sirih merah 0,322 g/kg BB)
2 1
Kelompok kelima (Sirih merah 3,22 g/kg BB)
2,5 3
Kelompok keenam (Sirih merah 20 g/kg BB)
2 3
Keterangan:
0 : Tanpa perubahan berarti
1 : Bila terdapat perubahan berkisar 25% dari luas sediaan jaringan 2 : Bila terdapat perubahan berkisar
50% dari luas sediaan jaringan 3 : Bila terdapat perubahan berkisar
75% dari luas sediaan jaringan 4 : Bila terdapat perubahan berkisar
100% dari luas sediaan jaringan (Estuningsih 2002)
Kelenjar Eksokrin Pankreas
Hasil pengamatan secara mikroskopik pada kelenjar eksokrin pankreas memperlihatkan terjadinya perubahan pada jaringan yang diamati. Perubahan yang terjadi meliputi, vakuolisasi, hipertropi, hiperplasia, dan berkurangnya jumlah inti sel (Gambar 6). Pada jaringan pankreas normal terlihat bahwa
asinus berbentuk tubular atau seperti buah alpukat yang dikelilingi lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit (Leeson
et al. 1996).
Kelenjar pankreas yang paling banyak mengalami vakuolisasi yaitu pada kontrol positif dan perlakuan dengan sirih merah 3,22 g/kg BB (1000 x dosis daonil), kemudian diikuti oleh sirih merah 20 g/kg BB, sirih merah 0,322 g/kg BB (100 x daonil) dan kelompok 3 (daonil 3,22 mg/kg BB). Adanya vakuolalisasi akan mengakibatkan terjadinya degenerasi pada kelenjar eksokrin pankreas.
Hiperplasia (penambahan jumlah sel) dan hipertropi (pembesaran sel) dapat dilihat secara deskriptif dengan mengamati perubahan pada asinus pankreas, perubahan yang terjadi berupa pembauran sel asinus dan menyempitnya jarak antar lobulus antara sel. Akibat dari adanya hipertropi tersebut pada kelenjar eksokrin akan terjadi pengurangan inti sel. Jaringan pankreas yang paling banyak memperlihatkan kerusakan tersebut adalah pada jaringan pankreas kontrol positif diikuti oleh kelompok 3 (daonil 3,22 mg/kg BB), sirih merah 3,22 g/kg BB (1000 x dosis daonil), sirih merah 0,322 g/kg (100 x dosis daonil) dan sirih merah 20 g/kg BB.
Kerusakan yang terjadi pada kelenjar eksokrin pankreas akan mengakibatkan berku rang enzim pankreas. Dampak yang ditimbulkan dari berkurangnya enzim ini, yaitu tanpa tripsin dan kemotripsin dalam saluran pencernaan maka makanan tidak dapat terhidrolisis, karenanya feses mengandung serabut -serabut daging (kreatorrhea) yang disertai dengan terbuangnya nitrogen
(azotorrhea), karena lipase tidak ada maka feses juga mengandung lemak (steatorrhea). Selain itu karbohidrat banyak terbuang karena enzim amilase juga tidak ada (amylorrhea), tetapi gangguan ini agak kurang penting karena amilase banyak terdapat dalam saluran pencernaan (Girindra 1988).
8
Hasil uji statistik Kruskal-Walis yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukan adanya perbedaan nyata antara kontrol positif dengan kontrol normal dan perlakuan dengan pemberian rebusan sirih merah 20 g/kg BB (P<0,05). Hal ini membuktikan bahwa pada sirih merah dosis 20 g/kg BB menunjukan perbaikan kelenjar eksokrin pankreas. Kelompok yang diberi perlakuan 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil), kelompok 3 (daonil 3,22 mg/kg BB), dan sirirh merah 3,22 g/kg BB (1000 x dosis daonil) tidak berbeda nyata dengan kontrol positif dan juga tidak berbeda nyata dengan kontrol normal (P>0,05). Hal ini membuktikan bahwa ketiga kelompok tersebut juga memperlihatkan kearah perbaikan kelenjar eksokrin pankreas
b a c
A B
Gambar 6 Histopatologi kelenjar eksokrin pankreas. Kelenjar eksokrin pankreas normal (A) dan tikus DM (kontrol positif) (B). Inti sel terletak dipingir asinus (a), asinus berwarna merah (b), dan vakuolisasi pada kelenjar eksokrin (c). (Pewarnaan HE, Perbesaran objektif 40 x).
Kelenjar Endokrin Pankreas
Berdasarkan pengamatan secara mikroskopik pulau Langerhans tampak sebagai kumpulan sel-sel berbentuk bola yang berwarna pucat. Kerusakan yang terjadi pada kelenjar endokrin berupa vakuolisasi dan atropi (Gambar 7).
Vakuolisasi yang paling banyak tejadi yaitu pada kontrol positif, diikuti oleh pelakuan dengan sirih merah 20 g/kg BB, kelompok 3 (daonil 3,22 mg/kg BB), sirih merah 3,22 g/kg BB (1000 x dosis daonil) dan sirih merah 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil). Jenis kerusakan lain yang ditimbulkan yaitu atropi (pengecilan ukuran sel), adanya pengecilan dari pulau Langerhans berdampak pada berkurangnya jumlah sel (deplesi) dalam pulau Langerhans.
Pulau Langerhans yang paling kecil ukuran dan paling sedikit jumlah selnya yaitu pada pankreas kontrol positif. Pemberian rebusan sirih merah dengan dosis 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil) memperlihatkan adanya perbaikan ukuran pulau Langerhans dan penambahan jumlah sel pada pulau Langerhans, sedangkan dengan menggunakan daonil 3,22 mg/kg BB (kelompok 3), sirih merah 3,22 g/kg BB (1000 x dosis daonil) dan sirih merah 20 g/kg BB juga memperlihatkan adanya perbaikan ukuran pulau Langerhans yang tidak begitu berbeda jauh dengan sirih merah 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil).
Hasil yang diperoleh dengan pewarnaan HE tidak spesifik membedakan antara sel alfa dan sel beta, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pewarnaan yang lebih spesifik sehingga perubahan yang ditimbulkan dengan pemberian rebusan sirih merah dapat terlihat jelas pada kedua sel tersebut.
Kerusakan yang ditimbulkan pada tikus DM (kontrol positif) disebabkan karena aloksan memiliki afinitas yang tinggi terhadap gugus SH -, sehingga glutation, sis tein dan kelompok sufhidril yang berikatan dengan protein (termasuk enzim yang memiliki gugus SH -) berpeluang terkena efeknya. Salah satu enzim yang mengandung gugus SH- adalah glukokinase yang berperan penting dalam sekresi insulin oleh induksi glukosa. Pemberian aloksan menyebabkan glukokinase menjadi tidak aktif sehingga sekresi insulin terganggu.
Adanya perbaikan yang ditimbulkan menyebabkan sekresi insulin mulai mengikuti keadaan normal, hal ini terbukti dengan adanya penurunan kadar glukosa darah pada penelitian yang dilakukan oleh Salim (2006) dengan tikus yang diberi perlakuan yang sama. Selain itu dengan pemberian daonil yang merupakan OAD golongan sulfonilurea akan menstimulir sel -sel beta secara langsung untuk melepaskan persedian insulinnya sebagai reaksi bila kadar gula darah meningkat, sedangkan bila pankreas sudah rusak tidak dapat memproduksi insulin lagi (Dalimartha 2002).
dosis 100 x dosis daonil tidak berbeda nyata dengan kontrol normal.
a b
A B
Gambar 7 Histopatologi kelenjar endokrin pankreas. Kelenjar endokrin pankreas normal (A) dan tikus DM (kontrol positif) (B). Pulau Langerhans yang berisi sel alfa, beta, clear dan delta (a). Pulau Langerhans yang mengalami deplesi dan vakuolisasi (b). (Pewarnaan HE, Perbesaran objektif 40 x).
Analisis Proksimat Daun Sirih Merah
(Piper crocatum)
Berdasarkan hasil analisis proksimat (Tabel 2) terlihat bahwa pada daun sirih merah mengandung protein yang tinggi, jika dibandingkan dengan kandungan nutrisi pada daun salam yang juga digunakan sebagai obat DM ( Sayekti et al. 1994) . Selain sebagai obat DM salam yang memiliki kandungan senyawa bioaktif yang hampir sama dengan sirih merah (minyak atsiri (sitral, eugenol), tanin dan flavonoid) juga digunakan sebagai obat kolesterol tinggi, maag (gastritis), diare, dan tekanan darah tinggi (hipertensi) (Anonim 2006).
Tingginya kandungan protein yang dikandung sirih merah sesuai dengan hasil analisis fitokimia yang dilakukan oleh Salim (2005), bahwa pada daun sirih merah mengandung alkaloid yang tinggi (senyawa yang memiliki satu atau lebih atom N), alkaloid merupakan salah satu senyawa bioaktif yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. Kadar alkaloid pada tanaman dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk nitrogen. Menurut Endriani (2002) semakin tinggi dosis pupuk nitrogen (dosis 0-2 g N/tanaman) semakin tinggi pula kadar alkaloid totalnya. Tahun 1979 Anggorodi mengemukakan bahwa kadar protein yang tinggi pada daun disebabkan karena daun
merupakan bagian utama dari aktivitas jaringan aktif (terjadi proses fotosintesis).
Adanya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kandun gan senyawa bioaktif (alkaloid, flavonoid dan tanin) yang berpotensi untuk menurunkan kadar glukosa darah dari daun sirih merah menjadikan tanaman ini alternatif yang tepat untuk pengobatan diabetes melitus.
Tabel 2 Hasil analisis proksimat daun sirih merah (Piper crocatum) dan daun salam (BK) Analisis Proksimat Daun sirih merah (%) Daun salam (%)* Air 9,27 5,436
Abu 14,33 -
Lemak 3,96 8,362
Protein 22,63 7,613
Karbohidrat 59,08 74,965 Keterangan: * Anonim (2006)
BK (bobot kering)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan memperlihatkan adanya perbaikan kelenjar eksokrin dan endokrin pankreas dengan pemberian rebusan daun sirih merah. Pada penelitian ini rebusan daun sirih merah dengan dosis 20 g/kg BB lebih memperlihatkan adanya perbaikan kelenjar eksokrin pankreas, sedangkan perbaikan kelenjar endokrin pankreas lebih baik pada rebusan daun sirih merah dosis 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil). Berdasarkan hasil analisis proksimat daun sirih merah mengandung 9,27% air, 14,33% abu, 3,96% lemak, 22,63 % protein, dan 59,08% karbohidrat.
Saran
masing-10
masing perlakuan dengan parameter hari yang berbeda, serta perlunya penelitian lanjutan tentang mekanisme kerja senyawa bioaktif yang dikandung sirih merah terhadap perbaikan sel-sel pankreas. Selain itu penelitian lanjutan untuk meningkatkan senyawa bioaktif yang terkandung pada sirih merah perlu dilakukan dengan melihat pengaruh dari faktor pemupukan terhadap tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Jakarta: Gramedia.
[Anonim]. 2006. Daun Salam sebagai Obat. http://pasarinfo.com/artikelhtml%5C791 %5C6301.asp . [11 April 2006].
[Anonim]. 2006. Nutrisi Daun Salam. http://www.asiamaya.com/nutrients/dauns alam.htm. [11 April 2006].
Boorman GA, Beth WG. 1999. Pathology of the Mouse. USA: Cache River Press.
Boorman GA et al. 1990. Pathology of the Fischer Rat. New York: Academic Press.
Dalimartha S. 2002. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya.
Duryatmo, Sardi, Nyuwan SB. 2005. Sirih merah tolak amputasi, dulu hiasan kini obat. Trubus. 36.
Endriani S. 2002. Rekayasa budi daya tapak dara untuk meningkatkan komposisi dan kadar alkaloid total. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Estuningsih S. 2002. Patogenesis mastitis subklinis pada sapi perah: pendekatan histopatologis mastitis subklinis akibat infeksi Streptococcus agalactie
hemaglutinin positif pada mencit. [disertasi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Fitri AD. 2000. Gambaran histopatologi pankreas dan miokardium pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Ganiswara S, Suhartono. 1980. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Girindra A. 1988. Biokimia Patologi Hewan.
Bogor: PAU-IPB
Hermawan H. 2002. Isolasi dan pencirian senyawa aktif dari tumbuhan anting-anting (Acalypha indica L.) yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Metematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
[IPTEK] Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2005. Tanaman Obat Indonesia.
http://www.iptek.net.id/ind/cakra_obat/ta namanobat.php?id=6. [19 Desember 2005].
Kent A. 1985. Laboratory Manual Histopathology. Bogor: Balai Penelitian Veteriner.
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996.
Buku Ajar Histologi. Siswojo et al., penerjemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Texbook of Histology.
Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1993. Biokimia. Ismadi M, penerjemah; Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari: Biochemistry.
Pranadji DK, Martianto DH, Subandriyo VU. 2002. Perencanaan Menu untuk Penderita Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Denpasar: Percetakan Bali.
Salim A. 2006. Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai senyawa antihiperglikemik pada tikus putih (Rattus norvegicus L.) galur Sprague-Dawley. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2891 -1992, Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
Sudewo B. 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Suharmiati. 2003. Pengujian bioaktivitas anti diabetes mellitus tumbuhan obat. Cermin Dunia Kedokteran. 140:8-13.
Suryohudoyo P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta: Infomedika.
Tjokroprawiro A. 1989. Diabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Dasar-Dasar Terapi. Jakarta: Gramedia.
Wahyuningsih. 2004. Pengaruh pemberian ekstrak patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) terhadap gambaran histopatologi organ pankreas, hati dan ginjal tikus putih diabetik [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
12
Lampiran 1 Alur kerja penelitian
Tikus putih galur
Spraque -Dawley
Kelompok 1
kontrol
normal
(cekok
akuades dan
induksi NaCl
0,9%)
Kelompok 2
kontrol positif
(cekok akuades
dan induksi
aloksan)
Kelompok 4
aloksan dan
rebusan daun
sirih merah 0,322
g/kg BB (100 x
dosis daonil)
Kelompok 5
aloksan dan
rebusan daun
sirih merah 3,22
g/kg BB (1000 x
dosis daonil)
Kelompok 6
aloksan dan
rebusan daun
sirih merah 20
g/kg BB tikus
Kelompok 3
pembanding
(aloksan dan daonil
dosis 3,22
mg/kgBB)
Panen pankreas
Histopatologi
Sirih merah
(Piper crocatum)
14
Lampiran 2 Perhitungan dosis daonil dan pembuatan rebusan daun sirih merah
(piper crocatum)
Perhitungan dosis obat pembanding (daonil) yang dicekok
• Bobot 1 tablet daonil = 0,1610 g
• Konsumsi daonil perhari adalah 1 tablet, sehingga dosis daonil per harinya dengan asumsi bobot badan orang dewasa 50 kg yaitu 0,1610 g : 50 kg BB = 3,22 mg/kg BB
Pembuatan dan perhitungan dosis rebusan daun sirih merah (Piper crocatum)
Sebanyak 200 g daun sirih merah segar ditimbang, kemudian ditambahkan akuades sebanyak 1 l, lalu direbus dengan air mendidih sampai volumenya menjadi 100 ml. Setelah itu disaring sehingga diperoleh rebusan air daun sirih merah.
• Konsentrasi larutan rebusan daun sirih merah 200 g/100 ml = 2 g/ml
• Volume sirih merah yang dibutuhkan = Dosis yang dibutuhkan (g/kg BB) x Berat badan (kg) Konsentrasi larutan rebusan sirih merah (g/ml)
• Untuk dosis 100 x dosis daonil atau 0,322 g/kg BB dengan bobot tikus 300 g maka volume cekoknya adalah (0,322 g/kg BB x 0,3 kg BB) : 2 g/ml = 0,048 ml
• Untuk dosis 1000 x dosis daonil atau 3,22 g/kg BB dengan bobot tikus 300 g maka volume cekoknya adalah (3,22 g/kg BB x 0,3 kg BB) : 2 g/ml = 0,48 ml
Lampiran 3 Diagram alur histopatologi
Pengambilan sampel
(Jaringan pankreas)
Fiksasi BNF 10%
Dehidrasi
Embedding
(cetakan jaringan dengan parafin)
Pemotongan
Rotary Microtom
Pewarnaan HE
16
Lampiran 4 Diagram alur analisis proksimat
Sampel segar
Preparasi
Analisis
kadar air
Analisis
kadar abu
Analisis
kadar protein
Analisis
kadar lemak
Sampel
dalam
cawan
Oven
105
0C,
3 jam
Bobot
kering
% Kadar
air
Tanur
550
0C,
18-24 jam
Bobot
abu
% Kadar
abu
Sampel +
(2 butir kjeltab
Se &
13 ml H
2SO
4)
Destruksi 1 jam
kjeltec
Volume
HCL & % N
% Kadar protein
Sampel
dalam timbel
Soxtec sytem
HT 6
40 ml PB dalam
extraction cap
di
bawah timbel
Didihkan,
dibilas &
diuapkan
% Kadar lemak
Lampiran 5 Gambaran histopatologi pankreas
(A) (B)
(C) (D)
(E) (F)
18
Lampiran 6 Kerusakan yang terjadi pada kelenjar eksokrin dan endokrin pankreas
Perlakuan Ulangan
Skor kerusakan kelenjar eksokrin Skor kerusakan kelenjar endokrin
Inti Keteraturan
asinus Jarak antar sel Vakuolisasi
Pengurangan
Jumlah sel Vakuolisasi Ukuran sel
Kelompok 1 (Kontrol normal)
A 0 0 0 0 0 0 0
B 0 0 0 0 0 0 0
Kelompok 2 (Kontrol positif)
B 2 4 4 4 4 3 4
C 2 4 4 4 4 3 4
Kelompok 3 (daonil 3,22 mg/kg BB)
B 2 4 4 1 4 2 3
C 1 2 2 2 1 2 2
Kelompok 4 (sirih merah 100 x dosis daonil)
C 2 3 2 3 1 2 1
D 1 1 1 2 0 1 1
Kelompok 5 (sirih merah 1000 x dosis daonil)
A 1 1 1 4 3 2 3
B 1 3 3 4 3 2 3
Kelompok 6 (sirih merah 20 g/kg BB)
A 1 2 2 3 2 3 3
B 1 1 3 3 4 2 4
Keterangan (Estuningsih 2002): 0 : Tanpa perubahan berarti
Lampiran 7 Analisis statistik kelenjar eksokrin pankreas
Skor kerusakan jaringan eksokrin pankreas tikus Kelompok Skor kerusakan
1A 0 1B 0 2B 4 2C 4 3B 3 3C 2 4C 3 4D 1 5A 2 5B 3 6A 2 6B 2
Ranks
KELOMPOK N Mean
Rank
EKSOKRIN 1,00 2 1,50 2,00 2 11,50 3,00 2 7,25 4,00 2 6,00 5,00 2 7,25 6,00 2 5,50 Total 12
Test Statistics(a,b)
EKSOKRIN
Chi-Square 8,535 df 5 Asymp. Sig. ,129 a Kruskal Wallis Test
b Grouping Variable: KELOMPOK
ANOVA
Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 104,750 5 20,950 4,155 ,056 Within Groups 30,250 6 5,042
Total 135,000 11
Duncan
KELOMPOK N
Subset for alpha = .05
1 2 1,00 2 1,5000
6,00 2 5,5000
4,00 2 6,0000 6,0000 3,00 2 7,2500 7,2500 5,00 2 7,2500 7,2500 2,00 2 11,5000 Sig. ,053 ,059
20
Lampiran 8 Analisis statistik kelenjar endokrin pankreas
Skor kerusakan jaringan endokrin pankreas tikus Kelompok Skor kerusakan
1A 0 1B 0 2B 4 2C 4 3B 3 3C 2 4C 1 4D 1 5A 3 5B 3 6A 3 6B 3
Ranks
KELOMPOK N Mean
Rank
EKSOKRIN 1,00 2 1,50 2,00 2 11,50 3,00 2 6,50 4,00 2 3,50 5,00 2 8,00 6,00 2 8,00 Total 12
Test Statistics(a,b)
ENDOKRIN
Chi-Square 10,624
df 5
Asymp. Sig. ,059 a Kruskal Wallis Test
b Grouping Variable: KELOMPOK
ANOVA
Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Between Groups 127,000 5 25,400 33,867 ,000 Within Groups 4,500 6 ,750
Total 131,500 11
Duncan
KELOMPOK N Subset for alpha = .05
1 2 3 1,00 2 1,5000
4,00 2 3,5000
3,00 2 6,5000 5,00 2 8,0000 6,00 2 8,0000
2,00 2 11,5000 Sig. ,060 ,145 1,000
Lampiran 9 Analisis proksimat daun sirih merah
(Piper crocatum)
%BK = 90,73%
%Kadar air = 100% - BK = 100% - 90,73% = 9,27% %Kadar XYZ = Kadar XYZ hasil analisis x 100% BK
%Kadar abu = 13 x 100% = 14,33% 90,73
%Kadar lemak = 3,59 x 100% = 3,96% 90,73
% Protein = %N x konversi %protein = %N x 6,25 = 3,2848% x 6,25 = 20,53% %Kadar protein = 20,35 x 100% = 22,63%
90,73
% Kadar karbohidrat total = {100 % - (kadar abu + kadar protein + kadar lemak)} = {100 % - (14,33 + 3,96 + 22,63)}
= 59,08%
Lampiran 10 Alat yang digunakan pada analisis proksimat
Neraca analitik Desikator
Oven Tanur listrik
22
Lanjutan
Soxtec sytem HT6
Lampiran 11 Alat dan bahan yang digunakan pada analisis histopatologi
Tikus putih dibunuh dengan dietil eter Pankreas tikus putih (ujung gunting)
Proses fiksasi BNF 10% Kaset tissue
Tissue-processor
Lanjutan
Rotary microtom Keranjang sampel
Pewarnaan HE Preparat pankreas tikus putih