• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Ekstrak Kecombrang (Nicolaia Sp. Horan) Sebagai Pengawet Mie Basah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Ekstrak Kecombrang (Nicolaia Sp. Horan) Sebagai Pengawet Mie Basah"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

APLIKASI EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG

(

Nicolaia

sp. Horan) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH

Oleh

Dhenok Anggraeni F24102028

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dhenok Anggraeni. F24102028. Aplikasi Bunga Kecombrang (Nicolaia sp. Horan) sebagai Pengawet pada Mie Basah. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Lilis Nuraida, Msc.

ABSTRAK

Mie basah merupakan salah satu makanan populer di Indonesia yang umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Kadar air mie basah yang cukup tinggi menyebabkan mie basah cepat mengalami kerusaan walaupun disimpan pada suhu lemari es. Salah satu bahan alami yang memiliki potensi sebagai pengawet alami adalah bunga kecombrang. Kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) merupakan tanaman asli pulau Jawa. Selama ini, kecombrang banyak dimanfaatkan sebagai penambah cita rasa pada berbagai jenis makanan seperti urab dan pecal. Komponen bunga kecombrang telah diketahui terdiri atas alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri. Ekstrak etanol bunga kecombrang memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan B. subtilis.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan umur simpan mie basah melalui penggunaan ekstrak bunga kecombrang. Secara khusus, penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan jenis ekstrak kecombrang yang efektif untuk meningkatkan umur simpan dan formulasi penggunaanya dalam mie basah. Manfaat yang ingin didapat dari penelitian ini adalah meningkatkan pemanfaatan bunga kecombrang.

Metodologi penelitian ini terdiri atas empat tahap. Tahap pertama adalah analisis sifat kimia bunga kecombrang, tahap yang kedua adalah pembuatan ekstrak kecombrang, tahap yang ketiga adalah aplikasi ekstrak pada mie basah, dan tahap yang keempat adalah pengamatan. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan mutu fisik, mutu mikrobiologi, mutu kimia, dan mutu organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan kadar air kecombrang sebesar 90,23%, pH bunga kecombrang adalah 3,89, dan rendemen kelopak bunga sebesar 58,06%. Kadar komponen fenolik rata-rata pada ekstrak rebus 1:3 adalah 0,6099 mg/ml, ekstrak rebus 1:5 adalah 0,5411 mg/ml, ekstrak segar 1:3 adalah 0,4761 mg/ml, dan total fenol pada ekstrak segar 1:5 adalah 0,3269 mg/ml.

Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kecombrang mempengaruhi warna, aroma, dan tekstur mie mentah mie mentah. Semakin tinggi ekstrak maka warna semakin gelap, aroma semakin tajam, dan tekstur semakin keras. Mie yang terpilih adalah mie yang ditambah ekstrak rebus 1:3 (50%) dan yang ditambah ekstrak segar 1:3 (50%) karena umur simpannya paling lama yaitu 54 dan 66 jam.

(3)

dari 79,06 menjadi 73,18 dan °Hue mie mentah ekstrak segar menurun dari 75,88 menjadi 69,68. Hal ini terjadi karena reaksi browning enzimatik dan degradasi antosianin dari ekstrak kecombrang.

Penambahan ekstrak kecombrang tidak berpengaruh nyata terhadap Aw dan pH mie basah. Selama penyimpanan juga terjadi penurunan nilai pH yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam mie. Nilai pH mie kontrol mentah turun dari 8,91 menjadi 7,56, nilai pH mie mentah ekstrak rebus turun dari 9,10 menjadi 7,89, dan pH mie mentah ekstrak segar turun dari 8,99 menjadi 7,66. Nilai pH mie kontrol matang turun dari 9,02 menjadi 5,56, pH mie mentah ekstrak rebus turun dari 9,05 menjadi 6,92, dan pH mie mentah ekstrak segar turun dari 8,81 menjadi 6,73. Nilai Aw kontrol mentah adalah 0,907, Aw mie mentah ekstrak rebus adalah 0,915, dan Aw mie mentah ekstrak segar adalah 0, 918. Nilai Aw kontrol matang adalah 0,970, Aw mie matang ekstrak rebus adalah 0,966, dan Aw mie matang ekstrak segar adalah 0,961.

Hasil uji TPC menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kecombrang pada mie mentah mampu meningkatkan umur simpan secara nyata sedangkan pada mie matang tidak berpengaruh nyata. Mie mentah yang ditambah ekstrak rebus pada jam ke-46 telah melewati batas SNI dan mie mentah yang ditambah ekstrak segar melewati batas SNI pada jam ke-38. Penggunaan ekstrak kecombrang tidak mengurangi pertumbuhan kapang dan khamir pada mie mentah.

Hasil uji sensori secara umum menunjukkan penerimaan panelis terhadap mie kontrol lab dan mie yang ditambah ekstrak rebus tidak berbeda nyata. Pada mie mentah, nilai rata-rata overall kesukaan mie kontrol lab paling besar yaitu 4,07 diikuti mie ekstrak rebus (3,67), kontrol pasar (2,77), dan mie ekstrak segar (2,63). Nilai rata-rata kesukaan mie matang kontrol lab adalah 3,93, mie ekstrak rebus (3,60), ekstrak segar (2,97), dan mie kontrol pasar (2,57). Nilai kesukaan rata-rata untuk mie mentah yang dimasak yang paling tinggi adalah mie kontrol lab adalah 4,27, ekstrak rebus (4,00), kontrol pasar (3,27), dan mie ekstrak segar (3,03).

(4)

APLIKASI EKSTRAK KECOMBRANG (Nicolaia sp. Horan) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DHENOK ANGGRAENI F 24102028

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI EKSTRAK KECOMBRANG (Nicolaia sp. Horan) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DHENOK ANGGRAENI F 24102028

Dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1983

Di Purworejo

Tanggal lulus : 29 Januari 2007

Menyetujui,

Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS. Dr. Lilis Nuraida, MSc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. BUNGA KECOMBRANG (Nicolaia sp Horan) ... 4

1. Botani Kecombrang ... 4

2. Potensi Kecombrang ... 5

B. MIE BASAH ... 8

1. Komposisi Mie Basah ... 8

2. Pembuatan Mie Basah ... 10

3. Kerusakan Mie Basah ... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 14

A. BAHAN DAN ALAT ... 14

1. Bahan ... 14

2. Alat ... 14

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 15

1. Analisis Bunga Kecombrang ... 15

2. Pembuatan Ekstrak Kecombrang ... 15

3. Aplikasi Ekstrak Kecombrang ke Dalam Mie Basah ... 15

4. Pengamatan Mutu Mie Basah Segar ... 16

5. Pengamatan Umur Simpan Mie Basah Mentah ... 17

C. PENGAMATAN ... 18

1. Kadar Air ... 18

(7)

3. Nilai Aw ... 19

4. Total Fenol ... 19

5. Warna ... 20

6. Analisis Total Mikroba ... 20

7. Analisis Kapang Khamir ... 21

8. Analisis Total Koliform ... 21

9. Analisis Total Bakteri E. coli ... 22

10. Uji Organoleptik ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG ... 23

1. Sifat Kimia Bunga Kecombrang ... 23

B. APLIKASI EKSTRAK KE DALAM MIE BASAH ... 26

1. Pengamatan Mutu Mie Basah Segar ... 26

2. Umur Simpan Mie Mentah ... 28

C. ANALISIS SIFAT KIMIA DAN SIFAT FISIK MIE TERPILIH ... 30

1. Warna Mie Basah ... 30

2. Nilai pH Mie Basah ... 33

3. Nilai Aw Mie Basah ... 35

4. Uji Total Mikroba (TPC) Mie Terpilih ... 36

5. Uji Kapang Khamir ... 40

6. Uji Koliform ... 42

7. Uji Hedonik ... 43

8. Analisis Biaya ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. KESIMPULAN ... 50

B. SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat mutu mie basah menurut SNI 01-2987-1992 ... 9

Tabel 2. Formula ekstrak kecombrang dalam mie basah ... 17

Tabel 3. Hubungan antara konsentrasi ekstrak kecombrang dengan warna,

aroma, dan tekstur mie basah mentah pada jam ke-0 ... 29

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah secara umum ... 12

Gambar 2. Bunga kecombrang yang dipakai dalam penelitian... 23

Gambar 3. Umur simpan mie mentah dengan penambahan berbagai jenis ekstrak kecombrang ... 28

Gambar 4. Mie mentah terpilih ... 30

Gambar 5. Perubahan warna mie mentah selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 31

Gambar 6. Perubahan warna selama penyimpanan mie matang dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 33

Gambar 7. Perubahan pH selama penyimpanan mie mentah dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 34

Gambar 8. Perubahan pH selama penyimpanan mie matang dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 34

Gambar 9. Nilai Aw mie mentah dan matang dengan penambahan ekstrak kecombrang pada jam ke-0 ... 36

Gambar 10. Perubahan total mikroba selama penyimpanan mie mentah dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 37

Gambar 11. Perubahan total mikroba selama penyimpanan mie matang dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 37

Gambar 12. Perubahan total kapang-khamir selama penyimpanan mie mentah dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 38

Gambar 13. Perubahan total kapang khamir selama penyimpanan mie matang dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 40

Gambar 14. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada warna mie basah ... 41

Gambar 15. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada tekstur mie basah ... 44

Gambar 16. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada aroma mie basah ... 46

Gambar 17. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada rasa mie basah ... 47

Gambar 18. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada overall mie basah ... 48

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kadar Air Bunga Kecombrang ... 56

Lampiran 2a. Rendemen Bunga Kecombrang ... 56

Lampiran 2b. Rendemen Ekstrak Kecombrang ... 57

Lampiran 3a. Kurva Standar Asam Tanat ... 58

Lampiran 3b. Hasil Perhitungan Total Fenol Ekstrak Kecombrang ... 58

Lampiran 4. Hasil TPC Ekstrak Kecombrang... 59

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Warna Mie Mentah yang Ditambah Ekstrak Segar 50% ... 60

Lampiran 6. Hasil Pengukuran Warna Mie Mentah Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 61

Lampiran 7. Hasil Uji Anova Warna Mie Mentah ... 62

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Warna Mie Matang yang Ditambah Ekstrak Segar 50% ... 63

Lampiran 9. Hasil Pengukuran Warna MIe Matang Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 64

Lampiran 10. Uji Anova Pada Warna Mie Matang ... 65

Lampiran 11. Hasil Uji Anova Pada pH Mie Mentah ... 65

Lampiran 12. Hasil Uji Anova Pada pH Mie Matang ... 66

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Aw Mie Basah ... 67

Lampiran 14. Hasil TPC Mie Mentah Ditambah Ekstrak Segar 50% ... 68

Lampiran 15. Hasil TPC Mie Mentah Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 69

Lampiran 16. Hasil Uji Anova Mie Mentah ... 70

Lampiran 17. Hasil Perhitungan TPC Mie Matang Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 71

Lampiran 18. Hasil Perhitungan TPC Mie Matang Ditambah Ekstrak Segar 50% ... 72

Lampiran 19. Hasil Uji Anova TPC Mie Matang ... 73

(11)

SKRIPSI

APLIKASI EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG

(

Nicolaia

sp. Horan) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH

Oleh

Dhenok Anggraeni F24102028

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dhenok Anggraeni. F24102028. Aplikasi Bunga Kecombrang (Nicolaia sp. Horan) sebagai Pengawet pada Mie Basah. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Lilis Nuraida, Msc.

ABSTRAK

Mie basah merupakan salah satu makanan populer di Indonesia yang umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Kadar air mie basah yang cukup tinggi menyebabkan mie basah cepat mengalami kerusaan walaupun disimpan pada suhu lemari es. Salah satu bahan alami yang memiliki potensi sebagai pengawet alami adalah bunga kecombrang. Kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) merupakan tanaman asli pulau Jawa. Selama ini, kecombrang banyak dimanfaatkan sebagai penambah cita rasa pada berbagai jenis makanan seperti urab dan pecal. Komponen bunga kecombrang telah diketahui terdiri atas alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri. Ekstrak etanol bunga kecombrang memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan B. subtilis.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan umur simpan mie basah melalui penggunaan ekstrak bunga kecombrang. Secara khusus, penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan jenis ekstrak kecombrang yang efektif untuk meningkatkan umur simpan dan formulasi penggunaanya dalam mie basah. Manfaat yang ingin didapat dari penelitian ini adalah meningkatkan pemanfaatan bunga kecombrang.

Metodologi penelitian ini terdiri atas empat tahap. Tahap pertama adalah analisis sifat kimia bunga kecombrang, tahap yang kedua adalah pembuatan ekstrak kecombrang, tahap yang ketiga adalah aplikasi ekstrak pada mie basah, dan tahap yang keempat adalah pengamatan. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan mutu fisik, mutu mikrobiologi, mutu kimia, dan mutu organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan kadar air kecombrang sebesar 90,23%, pH bunga kecombrang adalah 3,89, dan rendemen kelopak bunga sebesar 58,06%. Kadar komponen fenolik rata-rata pada ekstrak rebus 1:3 adalah 0,6099 mg/ml, ekstrak rebus 1:5 adalah 0,5411 mg/ml, ekstrak segar 1:3 adalah 0,4761 mg/ml, dan total fenol pada ekstrak segar 1:5 adalah 0,3269 mg/ml.

Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kecombrang mempengaruhi warna, aroma, dan tekstur mie mentah mie mentah. Semakin tinggi ekstrak maka warna semakin gelap, aroma semakin tajam, dan tekstur semakin keras. Mie yang terpilih adalah mie yang ditambah ekstrak rebus 1:3 (50%) dan yang ditambah ekstrak segar 1:3 (50%) karena umur simpannya paling lama yaitu 54 dan 66 jam.

(13)

dari 79,06 menjadi 73,18 dan °Hue mie mentah ekstrak segar menurun dari 75,88 menjadi 69,68. Hal ini terjadi karena reaksi browning enzimatik dan degradasi antosianin dari ekstrak kecombrang.

Penambahan ekstrak kecombrang tidak berpengaruh nyata terhadap Aw dan pH mie basah. Selama penyimpanan juga terjadi penurunan nilai pH yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam mie. Nilai pH mie kontrol mentah turun dari 8,91 menjadi 7,56, nilai pH mie mentah ekstrak rebus turun dari 9,10 menjadi 7,89, dan pH mie mentah ekstrak segar turun dari 8,99 menjadi 7,66. Nilai pH mie kontrol matang turun dari 9,02 menjadi 5,56, pH mie mentah ekstrak rebus turun dari 9,05 menjadi 6,92, dan pH mie mentah ekstrak segar turun dari 8,81 menjadi 6,73. Nilai Aw kontrol mentah adalah 0,907, Aw mie mentah ekstrak rebus adalah 0,915, dan Aw mie mentah ekstrak segar adalah 0, 918. Nilai Aw kontrol matang adalah 0,970, Aw mie matang ekstrak rebus adalah 0,966, dan Aw mie matang ekstrak segar adalah 0,961.

Hasil uji TPC menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kecombrang pada mie mentah mampu meningkatkan umur simpan secara nyata sedangkan pada mie matang tidak berpengaruh nyata. Mie mentah yang ditambah ekstrak rebus pada jam ke-46 telah melewati batas SNI dan mie mentah yang ditambah ekstrak segar melewati batas SNI pada jam ke-38. Penggunaan ekstrak kecombrang tidak mengurangi pertumbuhan kapang dan khamir pada mie mentah.

Hasil uji sensori secara umum menunjukkan penerimaan panelis terhadap mie kontrol lab dan mie yang ditambah ekstrak rebus tidak berbeda nyata. Pada mie mentah, nilai rata-rata overall kesukaan mie kontrol lab paling besar yaitu 4,07 diikuti mie ekstrak rebus (3,67), kontrol pasar (2,77), dan mie ekstrak segar (2,63). Nilai rata-rata kesukaan mie matang kontrol lab adalah 3,93, mie ekstrak rebus (3,60), ekstrak segar (2,97), dan mie kontrol pasar (2,57). Nilai kesukaan rata-rata untuk mie mentah yang dimasak yang paling tinggi adalah mie kontrol lab adalah 4,27, ekstrak rebus (4,00), kontrol pasar (3,27), dan mie ekstrak segar (3,03).

(14)

APLIKASI EKSTRAK KECOMBRANG (Nicolaia sp. Horan) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DHENOK ANGGRAENI F 24102028

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI EKSTRAK KECOMBRANG (Nicolaia sp. Horan) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DHENOK ANGGRAENI F 24102028

Dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1983

Di Purworejo

Tanggal lulus : 29 Januari 2007

Menyetujui,

Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS. Dr. Lilis Nuraida, MSc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. BUNGA KECOMBRANG (Nicolaia sp Horan) ... 4

1. Botani Kecombrang ... 4

2. Potensi Kecombrang ... 5

B. MIE BASAH ... 8

1. Komposisi Mie Basah ... 8

2. Pembuatan Mie Basah ... 10

3. Kerusakan Mie Basah ... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 14

A. BAHAN DAN ALAT ... 14

1. Bahan ... 14

2. Alat ... 14

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 15

1. Analisis Bunga Kecombrang ... 15

2. Pembuatan Ekstrak Kecombrang ... 15

3. Aplikasi Ekstrak Kecombrang ke Dalam Mie Basah ... 15

4. Pengamatan Mutu Mie Basah Segar ... 16

5. Pengamatan Umur Simpan Mie Basah Mentah ... 17

C. PENGAMATAN ... 18

1. Kadar Air ... 18

(17)

3. Nilai Aw ... 19

4. Total Fenol ... 19

5. Warna ... 20

6. Analisis Total Mikroba ... 20

7. Analisis Kapang Khamir ... 21

8. Analisis Total Koliform ... 21

9. Analisis Total Bakteri E. coli ... 22

10. Uji Organoleptik ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG ... 23

1. Sifat Kimia Bunga Kecombrang ... 23

B. APLIKASI EKSTRAK KE DALAM MIE BASAH ... 26

1. Pengamatan Mutu Mie Basah Segar ... 26

2. Umur Simpan Mie Mentah ... 28

C. ANALISIS SIFAT KIMIA DAN SIFAT FISIK MIE TERPILIH ... 30

1. Warna Mie Basah ... 30

2. Nilai pH Mie Basah ... 33

3. Nilai Aw Mie Basah ... 35

4. Uji Total Mikroba (TPC) Mie Terpilih ... 36

5. Uji Kapang Khamir ... 40

6. Uji Koliform ... 42

7. Uji Hedonik ... 43

8. Analisis Biaya ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. KESIMPULAN ... 50

B. SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat mutu mie basah menurut SNI 01-2987-1992 ... 9

Tabel 2. Formula ekstrak kecombrang dalam mie basah ... 17

Tabel 3. Hubungan antara konsentrasi ekstrak kecombrang dengan warna,

aroma, dan tekstur mie basah mentah pada jam ke-0 ... 29

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah secara umum ... 12

Gambar 2. Bunga kecombrang yang dipakai dalam penelitian... 23

Gambar 3. Umur simpan mie mentah dengan penambahan berbagai jenis ekstrak kecombrang ... 28

Gambar 4. Mie mentah terpilih ... 30

Gambar 5. Perubahan warna mie mentah selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 31

Gambar 6. Perubahan warna selama penyimpanan mie matang dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 33

Gambar 7. Perubahan pH selama penyimpanan mie mentah dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 34

Gambar 8. Perubahan pH selama penyimpanan mie matang dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 34

Gambar 9. Nilai Aw mie mentah dan matang dengan penambahan ekstrak kecombrang pada jam ke-0 ... 36

Gambar 10. Perubahan total mikroba selama penyimpanan mie mentah dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 37

Gambar 11. Perubahan total mikroba selama penyimpanan mie matang dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 37

Gambar 12. Perubahan total kapang-khamir selama penyimpanan mie mentah dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 38

Gambar 13. Perubahan total kapang khamir selama penyimpanan mie matang dengan penambahan ekstrak kecombrang ... 40

Gambar 14. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada warna mie basah ... 41

Gambar 15. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada tekstur mie basah ... 44

Gambar 16. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada aroma mie basah ... 46

Gambar 17. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada rasa mie basah ... 47

Gambar 18. Nilai rata-rata skor kesukaan panelis pada overall mie basah ... 48

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kadar Air Bunga Kecombrang ... 56

Lampiran 2a. Rendemen Bunga Kecombrang ... 56

Lampiran 2b. Rendemen Ekstrak Kecombrang ... 57

Lampiran 3a. Kurva Standar Asam Tanat ... 58

Lampiran 3b. Hasil Perhitungan Total Fenol Ekstrak Kecombrang ... 58

Lampiran 4. Hasil TPC Ekstrak Kecombrang... 59

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Warna Mie Mentah yang Ditambah Ekstrak Segar 50% ... 60

Lampiran 6. Hasil Pengukuran Warna Mie Mentah Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 61

Lampiran 7. Hasil Uji Anova Warna Mie Mentah ... 62

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Warna Mie Matang yang Ditambah Ekstrak Segar 50% ... 63

Lampiran 9. Hasil Pengukuran Warna MIe Matang Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 64

Lampiran 10. Uji Anova Pada Warna Mie Matang ... 65

Lampiran 11. Hasil Uji Anova Pada pH Mie Mentah ... 65

Lampiran 12. Hasil Uji Anova Pada pH Mie Matang ... 66

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Aw Mie Basah ... 67

Lampiran 14. Hasil TPC Mie Mentah Ditambah Ekstrak Segar 50% ... 68

Lampiran 15. Hasil TPC Mie Mentah Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 69

Lampiran 16. Hasil Uji Anova Mie Mentah ... 70

Lampiran 17. Hasil Perhitungan TPC Mie Matang Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 71

Lampiran 18. Hasil Perhitungan TPC Mie Matang Ditambah Ekstrak Segar 50% ... 72

Lampiran 19. Hasil Uji Anova TPC Mie Matang ... 73

(21)

Lampiran 21. Hasil Perhitungan Kapang-khamir pada Mie Mentah Ditambah

Ekstrak Segar 50% ... 75

Lampiran 22. Hasil Uji Anova Kapang Khamir Mie Mentah ... 76

Lampiran 23. Hasil Perhitungan Kapang-khamir pada Mie Matang Ditambah Ekstrak Segar 50%Air ... 77

Lampiran 24. Hasil Perhitungan Kapang-khamir pada Mie Matang Ditambah Ekstrak Rebus 50% ... 78

Lampiran 25. Form Uji Hedonik ... 79

Lampiran 26. Skor Uji Hedonik Mie Mentah Kontrol Lab ... 80

Lampiran 27. Skor Uji Hedonik Mie Mentah Ditambah Ekstrak Segar ... 81

Lampiran 28. Skor Uji Hedonik Mie Mentah Ditambah Ekstrak Rebus ... 82

Lampiran 29. Skor Uji Hedonik Mie Mentah Pasar ... 83

Lampiran 30. Skor Uji Hedonik Mie Matang Kontrol Lab ... 84

Lampiran 31. Skor Uji Hedonik Mie Matang Ditambah Ekstrak Segar ... 85

Lampiran 32. Skor Uji Hedonik Mie Matang Ditambah Ekstrak Rebus ... 86

Lampiran 33. Skor Uji Hedonik Mie Matang Pasar ... 87

Lampiran 34. Skor Uji Hedonik Mie Kontrol Lab Dimasak ... 88

Lampiran 35. Skor Uji Hedonik Mie Ekstrak Segar Dimasak ... 89

Lampiran 36. Skor Uji Hedonik Mie Ekstrak Rebus Dimasak ... 90

Lampiran 37. Skor Uji Hedonik Mie Ekstrak Rebus Dimasak ... 91

Lampiran 38a. Hasil Uji Hedonik Warna Mie Mentah ... 92

Lampiran 38b. Hasil Uji Hedonik Warna Mie Matang ... 92

Lampiran 38c. Hasil Uji Hedonik Warna Mie Mentah Dimasak ... 93

Lampiran 39a. Hasil Uji Hedonik Tekstur Mie Mentah ... 93

Lampiran 39b. Hasil Uji Hedonik Tekstur Mie Matang ... 94

Lampiran 39c. Hasil Uji Hedonik Tekstur Mie Mentah Dinasak ... 94

Lampiran 40a. Hasil Uji Hedonik Aroma Mie Mentah ... 95

Lampiran 40b. Hasil Uji Hedonik Aroma Mie Matang Air ... 95

Lampiran 40c. Hasil Uji Hedonik Aroma Mie Mentah Dimasak ... 96

Lampiran 41a. Hasil Uji Hedonik Rasa Mie Matang ... 96

Lampiran 41b. Hasil Uji Hedonik Rasa Mie Mentah Dimasak ... 97

(22)

Lampiran 42b. Hasil Uji Hedonik Overall Mie Matang ... 98

(23)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mie basah merupakan salah satu makanan populer di Indonesia yang

umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Definisi

mie basah menurut Badan Standarisasi Nasional adalah produk makanan

yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan

makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, berbentuk khas

mie yang tidak dikeringkan (SNI No. 01-2987-1992).

Mie basah dengan bahan baku terigu dapat digolongkan menjadi dua

jenis berdasarkan cara pembuatannya, yaitu mie basah mentah dan mie basah

matang. Perbedaannya adalah pada tahapan setelah pemotongan. Setelah

pemotongan, mie basah mentah hanya ditaburi tapioka untuk menghindari

untaian mie lengket satu sama lain. Sedangkan pada mie basah matang,

setelah dipotong, mie direbus dan diolesi minyak agar untaian mie matang

tidak lengket satu sama lain. Tahap perebusan tersebut menyebabkan kadar

air mie basah matang menjadi tinggi yaitu sekitar 52%, sedangkan mie basah

mentah memiliki kadar air sekitar 35% (Astawan, 1999).

Pada dasarnya proses pembuatan mie basah terdiri dari proses

pencampuran, pembentukan lembaran, pembentukan mie, serta pengukusan.

Selain proses pengolahan, tahap penyimpanan dan pengemasan juga

merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur simpan mie basah

(Badrudin, 1994).

Umur simpan mie basah yang pendek membuat produsen harus segera

menjualnya karena mie yang tidak terjual akan segera rusak dan

menimbulkan kerugian yang besar. Umur simpan mie basah mentah adalah

1-4 hari sedangkan umur simpan mie basah matang adalah 1-14 hari

(Gracecia, 2005).

Usaha yang dilakukan untuk memperpanjang umur mie basah adalah

dengan menambahkan bahan pengawet. Pemberian carboxy methyl cellulose

(24)

kaseinat, gum cayana, atau kalsium propionat sebesar 0,38% dapat

meningkatkan umur simpan mie (Winarno dan Rahayu, 1994).

Bahan tambahan lain yang biasa digunakan adalah kalium sorbat dan

natrium benzoat. Hasil survey Indrawan (2005) terhadap 12 industri mie

basah mentah dan 5 industri mie matang yang tersebar di Jakarta (5), Bogor

(3), Tangerang (3), dan Bekasi (6) menunjukkan bahwa natrium benzoat

digunakan oleh 91,7% industri mie mentah dan 100% industri mie matang.

Kombinasi kalium sorbat dan natrium benzoat digunakan oleh 16,7% industri

mie mentah dan 20% industri mie matang.

Banyak industri mie yang menggunakan bahan tambahan ilegal seperti

formalin dan boraks. Hasil pengujian BPOM dari sampling dan pengujian

laboratorium secara serentak di Bandar Lampung, Jakarta, Bandung,

Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, dan Makassar pada Desember

2005 menunjukkan bahwa 64,32 % mie basah, 33,45 % tahu, dan 26,36 %

ikan basah/kering tidak memenuhi syarat kesehatan karena mengandung

formalin. Badan POM juga melaporkan, dari 24 sampel yang diuji, lebih dari

80% mie basah yang dijual di Pasar Bandung mengandung boraks dan

formalin (Anonim a, 2006). Alasan produsen menggunakan formalin dan

boraks sebagai bahan pengawet adalah karena murah harganya, lebih awet,

dan mutu mie basah yang dihasilkan lebih bagus (Astawan, 2006).

Publikasi mengenai penggunaan bahan berbahaya pada mie basah

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih selektif dalam

mengkonsumsi makanan dan mendorong pencarian bahan pengawet alami

yang bersifat antimikroba dan yang dianggap lebih aman bagi kesehatan.

Salah satu jenis bahan alami yang memiliki sifat anti mikroba adalah bunga

kecombrang. Potensi bunga kecombrang sebagai antibakteri telah diteliti

dengan mengekstrak bunga kecombrang dengan pelarut etanol. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol bunga kecombrang memiliki

(25)

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan umur simpan mie basah

melalui penggunaan ekstrak bunga kecombrang. Secara khusus, penelitian ini

juga bertujuan untuk mendapatkan jenis ekstrak kecombrang yang efektif

untuk meningkatkan umur simpan dan formulasi penggunaannya dalam mie

basah.

C. MANFAAT

Manfaat yang ingin didapat dari penelitian ini adalah untuk

mendapatkan alternatif pengawet alami pada produk pangan terutama mie

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BUNGA KECOMBRANG (Nicolaia sp. Horan) 1. Botani Kecombrang

Kecombrang (Nicolaia sp.Horan) merupakan tanaman asli pulau Jawa. Selama ini, kecombrang banyak dimanfaatkan sebagai penambah cita rasa

pada berbagai jenis makanan seperti urab, pecel, dan sayur lodeh.

Kecombrang juga dikenal berkhasiat untuk menghilangkan bau badan dan

bau mulut (Anonim a, 2006).

Menurut Sudarsono (1994), rimpang bunga kecombrang digunakan

sebagai pewarna untuk mendapatkan warna kuning. Batang semunya

berpotensi sebagai bahan baku pembuatan kertas dan digunakan untuk

membuat anyam-anyaman. Buah kecombrang juga dapat digunakan untuk

membuat manisan.

Menurut Valeton (1921), marga Nicolaia yang terdapat di Indonesia ada 13 jenis yaitu Nicolaia anthodioides, Nicolaia atropurpurea, Nicolaia diepenhorstii, Nicolaia gracilis, Nicolaia grandiligulata, Nicolaia hemisphaerica Horan, Nicolaia heyniana, Nicolaia intermedia, Nicolaia rostrata, Nicolaia lorzïngii, Nicolaia solaris Horan, dan Nicolaia speciosa

Horan.

Tanaman ini tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera terutama di daerah

pegunungan. Ada beberapa jenis kecombrang yang tumbuh di Jawa Barat

dan biasa disebut dengan honje. Nicolaia anthodioides terdapat di pulau Jawa dan sering disebut honje buut. Nicolaia hemisphaerica Horan diduga merupakan salah satu jenis dari Nicolaia speciosa. Tanaman ini terdapat di Jawa Barat dan disebut honje leuweung. Nicolaia solaris Horan terdapat di Jawa Barat terutama di Gunung Cermai. Bunganya berwarna merah dengan

tepi berwarna kuning. Sedangkan Nicolaia speciosa Horan berwarna merah dan terdapat di Jawa Barat khususnya di Gunung Salak dan Bogor (Valeton,

1921).

Kecombrang termasuk dalam divisi spermatophyta, subdivisi

(27)

zingiberaceae, marga Nicolaia, dan jenis Nicolaia speciosa Horan. Setiap daerah mempunyai nama khusus untuk kecombrang, misalnya Kala (Gayo),

Puwar kijung (Minangkabau), Kecombrang (Jawa Tengah), Honje (Sunda),

Atimengo (Gorontalo), Katimbang (Makasar), Salahawa (Seram), Petikala

(Ternate dan Tidore) (Anonim a, 2006). Kecombrang secara umum juga

disebut sebagai Kantan di wilayah Malaya (Sudarsono, 1994).

Tanaman kecombrang merupakan tanaman tahunan yang berbentuk

semak dengan tinggi 1-3 m. Tanaman ini mempunyai batang semu, tegak,

berpelepah, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daunnya tunggal,

lanset, ujung dan pangkal runcing tetapi rata, panjang daun sekitar 20-30 cm

dan lebar 5-15 cm, pertulangan daun menyirip, dan berwarna hijau. Bunga

kecombrang merupakan bunga majemuk yang berbentuk bongkol dengan

panjang tangkai 40-80 cm. Panjang benang sari ± 7,5 cm dan berwarna

kuning. Putiknya kecil dan putih. Mahkota bunganya bertaju, berbulu jarang

dan warnanya merah jambu. Biji kecombrang berbentuk kotak atau bulat

telur dengan warna putih atau merah jambu. Buahnya kecil dan berwarna

coklat. Akarnya berbentuk serabut dan berwarna kuning gelap

(Syamsuhidayat, 1991).

Pada dasarnya, yang disebut dengan bunga kecombrang adalah suatu

karangan bunga yang terdiri atas bagian bunga, daun pelindung, daun

gagang, daun gantilan, kelopak, mahkota, putik, dan buah (Soedarsono,

1994). Bunga kecombrang adalah bunga majemuk yang terdiri atas

bunga-bunga kecil di dalam karangan bunga-bunga dan muncul pada saat bunga-bunga sudah tua.

2. Potensi Kecombrang

Penelitian yang telah dilakukan pada rimpang lengkuas (A. galanga) yang termasuk satu famili dengan kecombrang membuktikan bahwa senyawa

fenolik, flavonoid, minyak atsiri, terpena, asam organik tanaman, asam

lemak, ester asam lemak tertentu, dan alkaloid tanaman mempunyai aktivitas

antimikroba (Haraguchi et al., 1998).

Fenolik adalah kelompok senyawa kimia yang mengandung gugus

(28)

aromatik. Senyawa ini mudah teroksidasi dan mengalami diskolorisasi

menghasilkan warna kecoklatan. Fenolik memegang peran yang penting

sebagai antioksidan. Senyawa-senyawa fenolik mampu mendonorkan atom

hidrogen dari grup hidroksilnya kepada senyawa radikal. Senyawa paling

sederhana dari kelas ini adalah fenol (C6H5OH) (Shahidi dan Naczk, 1995).

Komponen fenolik dapat dihasilkan dari metabolisme tanaman, dan

dikategorikan sebagai metabolit sekunder. Fungsi fisiologis komponen

fenolik dalam tanaman tidak begitu dimengerti, namun diduga komponen ini

penting untuk pertumbuhan dan reproduksi tanaman. Komponen fenolik

diproduksi sebagai respon untuk mengurangi kerusakan tanaman akibat

serangan patogen (Pratt dan Hudson, 1990).

Umumnya struktur komponen fenolik dalam setiap tanaman

berbeda-beda, namun tetap memiliki karakteristik khas yaitu adanya cincin aromatik

terhidroksilasi. Sebagian besar komponen fenol dalam tanaman

terpolimerisasi membentuk molekul yang lebih besar, misalnya proantosianin

dan lignin. Sebagian komponen fenolik juga berada dalam bentuk ester atau

glikosida terkonjugasi dengan senyawa lain, seperti flavonoid, alkohol,

lemak hidroksi, sterol dan glukosida (Pratt dan Hudson, 1990).

Selama pertumbuhan tanaman, fenol mengalami perubahan. Perbedaan

tingkat kemasakan mempengaruhi kandungan fenol yang akan

mempengaruhi aktivitas antimikrobanya. Menurut Koensoemardiyah (1992),

fenol akan mengalami polimerisasi seiring dengan tingkat kemasakan yang

meningkat. Misalnya pada tanin yang semakin masak maka kemampuan

untuk mengikat protein menurun. Senyawa fenolik merupakan substansi

dengan cincin aromatik yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil dan

alkil. Senyawa fenolik tanaman telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif seperti

Staphylococcus sp., Bacillus sp. atau terhadap bakteri Gram negatif seperti

Pseudomonas sp. dan koliform (Haraguchi et al., 1998).

Komponen bioaktif pada ekstrak kecombrang berbeda-beda sesuai

dengan polaritasnya. Komponen fitokimia ekstrak heksana terdiri dari

(29)

etil asetat adalah steroid, terpenoid, alkaloid, flavonoid, dan glikosida.

Sedangkan ekstrak etanol menghasilkan komponen fenolik, terpenoid,

alkaloid, saponin, dan glikosida. Rendemen ekstrak yang diperoleh sangat

rendah yaitu 2,9% untuk ekstrak etanol, 2,4% untuk ekstrak etil asetat, dan

9,1% untuk ekstrak heksana. Rendemen ekstrak dihitung sebagai % (v/b) (ml

ekstrak/100 gram bubuk kecombrang) (Naufalin, 2005).

Potensi ekstrak kecombrang sebagai antibakteri dan antikapang telah

diketahui dari hasil penelitian Naufalin (2005). Hasil penelitian Naufalin

(2005) menunjukkan bahwa ekstrak dari etil asetat dan etanol mampu

menghambat 7 jenis bakteri yaitu B. cereus, S. aureus, L. monocytogenes, Salmonella typhimurium, Aeromonas hydrophila, dan E. coli. Sedangkan ekstrak dengan heksana tidak menunjukkan aktivitas antimikroba.

Penentuan MIC ekstrak kecombrang dilakukan pada tujuh jenis

mikroba (B. cereus, S. aureus, L. monocytogenes, Salmonella typhimurium, Aeromonas hydrophila, dan E. coli) pada konsentrasi 1-15 mg ekstrak/ml medium. MIC adalah konsentrasi terendah yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroba sebanyak 90% dari inokulum asal selama inkubasi 24

jam (Cosentino et al., 1999). Ekstrak kecombrang ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam medium cair yang berisi kultur bakteri uji kemudian

dimasukkan dalam inkubator goyang 150 rpm selama 24 jam.

Aktivitas antibakteri ekstrak kecombrang dengan etil asetat dan etanol

dipengaruhi oleh pH, suhu, NaCl, dan pemanasan. Aktivitas antibakteri

ekstrak etil asetat pada pH asam (4) lebih tinggi daripada dalam pH basa

(8-9). Penambahan NaCl sampai 4% pada ekstrak etil asetat akan meningkatkan

aktivitas antibakteri. Tetapi pada kadar 5% aktivitasnya menurun. Ekstrak

tersebut masih menunjukkan aktivitas setelah pemanasan pada suhu 80° dan

100°C selama 10, 20, dan 30 menit, dan pada 121°C selama 10 menit. Ekstrak kecombrang juga berfungsi sebagai antikapang. Aktivitas antikapang

ekstrak etil asetat lebih tinggi daripada ekstrak etanol. Spora kapang lebih

resisten terhadap ekstrak bunga kecombrang daripada miselium kapang

(30)

Aplikasi ekstrak kecombrang ke dalam sistem pangan masih sedikit

dilakukan. Penambahan ekstrak etil asetat pada daging giling dengan

konsentrasi 1 dan 3 MIC dapat disimpan selama 7 hari sedangkan

penambahan ekstrak dengan konsentrasi 5 MIC dapat menghambat

pertumbuhan mikroba sampai hari ke-9 (Naufalin, 2005).

B. MIE BASAH

1. Komposisi Mie Basah

Definisi mie basah adalah produk makanan yang dibuat dari tepung

terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan

tambahan makanan yang diijinkan, berbentuk khas mie yang tidak

dikeringkan (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Syarat mutu mie basah

diatur dalam SNI 01-2987-1992 (Tabel 1).

Tabel 1. Syarat mutu mie basah menurut SNI 01-2987-1992.

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan :

Tidak boleh ada sesuai SNI-02220 M dan Peraturan Menteri

(31)

Pada dasarnya mie basah terbuat dari bahan dasar terigu, air, garam

dapur, dan bahan tambahan alkali. Tepung terigu merupakan bahan dasar

pembuatan mie yang diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare). Keistimewaan terigu adalah kemampuannya untuk membentuk gluten pada

saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mie

menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada saat pencetakan

dan pemasakan. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang

memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60%, dan

gluten basah 24-36%. Dalam prakteknya, tepung terigu yang digunakan

dalam pembuatan mie terdiri atas campuran dua merk yaitu Segitiga Biru

dan Cakra Kembar. Pencampuran itu dimaksudkan untuk mendapatkan

konsentrasi protein yang dikehendaki sehingga menghasilkan tekstur,

konsistensi, dan rasa yang khas dari produk. Terigu Cakra Kembar

mempunyai kadar protein 12-13% sedangkan kadar protein Segitiga Biru

adalah 9,5-11% (Astawan, 2002).

Air yang ditambahkan biasanya sebanyak 32–35% dari berat terigu

tergantung jenis dan kualitas terigu yang digunakan. Batas maksimum

penambahan air dalam pembentukan lembaran adalah 38−40%. Jika air

yang ditambahkan kurang dari 34%, adonan akan menjadi keras, rapuh,

dan sulit dibentuk lembaran, sedangkan jika air yang ditambahkan lebih

dari 40%, adonan akan menjadi basah dan lengket. Air berfungsi sebagai

media reaksi antara gluten dengan karbohidrat sehingga adonan

mengembang, melarutkan gluten, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air

yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. Semakin tinggi pH air

maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air

meningkat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus

memenuhi persyaratan sebagai air minum, yaitu tidak berwarna, tidak

berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2002).

Garam dapur ditambahkan ke dalam adonan sebanyak 0.5–2% dari

berat terigu, tergantung selera masyarakat lokal. Garam dapur (NaCl)

berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, mengurangi

(32)

Menurut Miskelly (1985), mie basah dapat dibagi menjadi dua

berdasarkan warnanya yaitu white salted noodles dan yellow alkaline noodles. Perbedaan warna tersebut disebabkan penambahan alkali yang memberikan karakteristik warna kekuningan. White salted noodles adalah mie tidak ditambah alkali atau hanya ditambah air saja. Mie ini berasal dari

Cina selatan. Sedangkan yellow alkaline noodles berasal dari Cina tenggara dan sekarang dapat ditemukan di Jepang, Malaysia, Indonesia, Singapura,

Thailand, Taiwan, Hongkong, dan juga di Cina Selatan.

Alkali ada yang berbentuk bubuk (biasa disebut soda abu) dan ada

yang berbentuk cair (air abu). Bubuk abu dilarutkan dalam air sebelum

digunakan, dengan penambahan sebesar 1-5% dari berat terigu yang

digunakan. Salah satu jenis alkali yang sering digunakan adalah garam

karbonat. Garam karbonat berfungsi dalam pembentukan gluten,

menghaluskan tesktur adonan, dan meningkatkan elastisitas dan

ekstensibilitas adonan. Sedangkan natrium tripolifosfat digunakan sebagai

bahan pengikat air, agar air di dalam adonan tidak mudah menguap

sehingga permukaan adonan tidak cepat mengering dan mengeras

(Miskelly, 1985).

2. Pembuatan Mie Basah

Menurut Hou dan Kruk (1998), berdasarkan prosesnya terdapat

empat jenis mie, yaitu mie mentah (mie yang setelah pengadonan,

pembentukan lembaran, dan pemotongan tidak mengalami proses lebih

lanjut), mie kering (mie mentah yang mengalami proses pengeringan alami

dengan sinar matahari atau dengan ruang terkontrol), mie matang (mie

mentah yang mengalami proses lanjut dengan perebusan setengah matang

atau matang sempurna), dan mie kukus (mie mentah yang diproses lebih

lanjut dengan pengukusan).

Proses pembuatan mie basah terdiri dari proses pencampuran,

pembentukan lembaran, pembentukan mie, serta pengukusan. Proses

pembuatan mie dapat dilihat pada Gambar 2. Tahap pencampuran

(33)

untuk menarik serat-serat gluten sehingga menjadi adonan yang elastis dan

halus. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pencampuran

yaitu jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pengadukan.

Tahap pembentukan lembaran (sheeting) bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membentuk lembaran adonan

Lembaran kemudian digulung dan diistirahatkan selama 15 menit untuk

menyempurnakan pembentukan gluten. Lembaran adonan ini kemudian

dipipihkan dengan alat rollpress dan dicetak menjadi untaian benang mie hingga diameter mencapai 1-2 mm. Kemudian untaian benang mie ditaburi

dengan tepung tapioka agar tidak lengket satu sama lain. Tepung yang

biasa digunakan di pasaran ialah tepung tapioka (Badrudin, 1994).

pencampuran bahan ¶

pengadukan ¶

pembentukan lembaran ¶

pengistirahatan ¶

penipisan lembaran ¶

pemotongan lembaran ¶

penaburan mie dengan tapioka → ¶

Perebusan atau pengukusan ¶

Pelumasan ¶

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah secara umum

Proses selanjutnya adalah perebusan atau pemasakan untuk

mendapatkan mie matang. Perebusan biasanya berlangsung selama 45-90

detik agar didapat 80-90% gelatinisasi pati. Gelatinisasi membuat pati

meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) pada permukaan mie sehingga Bahan-bahan mie

Mie basah mentah

(34)

menjadi lembut, meningkatkan daya cerna pati, dan mempengaruhi daya

rehidrasi (Badrudin, 1994).

Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun

dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkannya tidak larut dalam air dan

dapat memperlambat pencernaannya oleh amilase pankreas. Bila

dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan

mengambil posisi acak. Hal inilah yang menyebabkannya mengembang

dan memadat (gelatinisasi). Cabang-cabang dalam struktur amilopektinlah

yang terutama menyebabkannya dapat membentuk gel yang cukup stabil.

Proses pemasakan pati, di samping menyebabkan pembentukan gel juga

akan melunakkan dan memecah sel sehingga memudahkan pencernaannya

(Almatsier, 2001).

Menurut Astawan (2002), mie sebaiknya dimasak selama 2 menit

sambil diaduk perlahan. Api harus besar supaya waktu perebusan singkat.

Bila waktu perebusan lama, mie akan lembek karena banyak air yang

masuk ke dalam mi. Mie yang matang ini dapat dimasak kembali dengan

cara direbus atau digoreng sebelum dikonsumsi.

Pelumasan mie dilakukan dengan minyak sayur supaya untaian mie

tidak lengket satu sama lain. Penambahan minyak berfungsi untuk

memperbaiki tekstur, mencegah permukaan menjadi kering, mencegah

kekakuan, dan memberikan flavor yang khas (Niihara et al., 1996).

Minyak yang digunakan adalah minyak sawit atau minyak kelapa.

Minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa.

Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida dengan tiga molekul asam

lemak jenuh, 12% trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan 4%

trigliserida dengan satu asam lemak jenuh. Minyak kelapa mempunyai

aplikasi yang luas dalam industri pangan karena tahan terhadap oksidasi

dan ketengikan serta tidak terdapatnya bau yang kurang menyenangkan,

(Ketaren, 1986). Selain itu, mie yang dilumuri minyak kelapa mempunyai

umur simpan yang lebih lama daripada mie yang dilumuri minyak sawit

(35)

3. Kerusakan Mie Basah

Menurut Gracecia (2005), umur simpan mie basah mentah di pasar

tradisional Bogor dan Jakarta adalah 1-4 hari dan umur simpan mie basah

matang 1-14 hari. Umur simpan mie mentah di supermarket lebih lama

yaitu 10-21 hari untuk mie mentah maupun mie matang karena

penyimpanan mie dilakukan di suhu rendah. Ciri-ciri kerusakan mie

mentah adalah adanya jamur yang berupa bintik-bintik hitam, merah, atau

biru, munculnya bau asam, tekstur hancur atau patah-patah, dan lembek.

Sedangkan kerusakan pada mie matang ditandai dengan munculnya bau

asam, mie menjadi lengket, berlendir, lembek atau hancur.

Perubahan warna, bau asam, dan terbentuknya lendir menandakan

adanya pertumbuhan bakteri. Pada mie matang kerusakan terjadi pada

penyimpanan suhu kamar setelah 40 jam berupa tumbuhnya kapang.

Pertumbuhan kapang dicirikan dengan adanya miselium pada mie yang

berwarna putih atau hitam (Hoseney, 1998).

Perubahan warna yang terjadi selama penyimpanan disebabkan

karena adanya enzim polifenol oksidase dari terigu. Kerusakan pada mie

yang direbus terlebih dahulu terjadi pada penyimpanan di suhu kamar

setelah 40 jam. Kerusakan yang terjadi adalah tumbuhnya kapang pada

mie, sedangkan perubahan warna tidak terjadi karena perebusan

menginaktivasi enzim polifenol oksidase (Anonim b, 2006).

Kerusakan pada mie basah pada umumnya disebabkan oleh mikroba

pada bahan baku yaitu tepung. Mikroba yang tumbuh pada tepung ada

kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang tumbuh pada tepung adalah

Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus, dan beberapa jenis

Achromobacterium. Sedangkan kapang yang tumbuh pada tepung adalah

(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga

kecombrang (Nicolaia sp. Horan) yang diperoleh dari daerah Kutoarjo, Jawa Tengah. Bunga yang dipakai adalah bunga mekar optimal dan bagian

bunga yang dipakai adalah daun pelindung dan daun gagang.

Bahan untuk membuat mie basah antara lain tepung terigu merk

Segitiga Biru dan Cakra Kembar, garam dapur, soda abu, dan air. Bahan

yang digunakan untuk analisis mikrobiologis, fisik, kimia, dan

organoleptik meliputi Plate Count Agar (PCA), Acidified Potato Dextrose Agar (APDA), Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), Tryptone Broth (TB), Methyl Red Voges Proskauer (MRVP), Koser Sitrat, pereaksi IMViC, NaCl, plastik Low Density Polyethylene (LDPE), alkohol, etanol 95%, air bebas ion, folin ciocalteau, Na2CO3, dan asam tanat.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian terdiri dari alat untuk

membuat mie basah, yaitu timbangan, wadah, ayakan, pengaduk, alat

pembuat mie (noodle machine), panci, pisau, gelas ukur, dan mixer. Alat untuk ekstraksi bunga kecombrang adalah blender, panci, saringan dan kompor. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi, fisik, dan

kimia antara lain: cawan petri, inkubator, bunsen, tabung reaksi,

erlenmeyer, gelas ukur, desikator, pipet, otoklaf, oven, pH-meter, Aw

(37)

B. TAHAPAN PENELITIAN

1. Analisis Kimia Bunga Kecombrang

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui sifat kimia bunga

kecombrang yaitu kadar air, pH, dan kandungan total fenol. Kadar air

diukur mengunakan metode oven sedangkan pH diukur menggunakan pH

meter. Kandungan fenol diukur menggunakan metode Chandler dan

Dodds yang dimodifikasi (Shetty et al., 1995).

2. Pembuatan Ekstrak Kecombrang

Ekstrak kecombrang yang akan digunakan adalah ekstrak segar

dan ekstrak rebus. Ekstrak segar diperoleh dengan menghancurkan bunga

kecombrang menggunakan blender selama 3 menit kemudian disaring

menggunakan kain saring (kain batis). Sedangkan ekstrak rebus diperoleh

dengan merebus bunga kecombrang sampai mendidih selama 5 menit dan

disaring.

Perbandingan air yang digunakan dalam ekstrak ada dua macam

yaitu 1:3 dan 1:5. Ekstrak 1:3 berarti perbandingan antara berat kelopak

dan berat air adalah 1:3, sedangkan ekstrak 1:5 berarti perbandingan

antara berat kelopak dan berat air adalah 1:5.

3. Aplikasi Ekstrak Kecombrang ke Dalam Mie Basah

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan

ekstrak kecombrang terhadap mutu mie basah yang dihasilkan. Secara

umum proses pembuatan mie basah meliputi formulasi bahan,

pencampuran bahan, pembentukan lembaran, pemotongan, dan

pembentukan mie. Bahan utama yang digunakan adalah tepung terigu

Segitiga Biru dan Cakra Kembar dengan perbandingan 1:1. Bahan-bahan

lain yang digunakan adalah garam dapur, natrium karbonat, dan air.

Formulasi mie basah dibuat dengan komposisi tepung terigu Cakra

kembar dan Segitiga Biru (1:1), 1% garam, 35% air, dan 0.6% natrium

(38)

Ekstrak bunga kecombrang yang diaplikasikan ditambahkan ke

dalam campuran air. Persentase ekstrak yang digunakan bervariasi

sehingga diperoleh beberapa formula. Kontrol yang digunakan adalah

mie basah tanpa penambahan ekstrak kecombrang. Formulasi

penggunaan ekstrak bunga kecombrang pada mie basah dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Formula mie basah dengan penambahan ekstrak kecombrang

Komposisi Persentase ekstrak kecombrang

0% (kontrol) 10% 20% 30% 40% 50%

Cakra Kembar (g) 300 300 300 300 300 300

Segitiga Biru (g) 300 300 300 300 300 300

Garam (g) 6 6 6 6 6 6

Na2CO3(g) 3.6 3.6 3.6 3.6 3.6 3.6

Air (g) 204 183.6 163.2 142.8 122.4 102

Ekstrak (g) 0 20.4 40.8 61.2 81.6 102

Mie basah yang sudah jadi kemudian dikemas menggunakan

plastik LDPE dengan berat 50 g mie basah per plastik dan diseal. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan mie basah segar dan

pengamatan umur simpan.

4. Pengamatan Mutu Mie Basah Segar

Pengamatan mutu mie basah segar bertujuan untuk mengetahui

pengaruh penambahan ekstrak kecombrang terhadap warna, tekstur, dan

aroma mie basah segar secara visual.

a. Warna

Pengamatan warna secara visual dilakukan dengan

memberikan tanda (+) sesuai dengan intensitas warnanya.

Warna Intensitas

Cerah +

Agak gelap + +

Gelap + + +

(39)

b. Tekstur

Pengamatan warna secara visual dilakukan dengan

memberikan tanda (+) sesuai dengan kekenyalan mie basah.

Kekenyalan Intensitas

Lunak +

Agak kenyal + +

Kenyal + + +

Sangat kenyal + + + +

c. Aroma

Pengamatan aroma secara visual dilakukan dengan

memberikan tanda (+) sesuai dengan aroma mie basah

Aroma kecombrang Intensitas

Lemah +

Agak kuat + +

Kuat + + +

Sangat kuat + + + +

5. Pengamatan Umur Simpan Mie Basah Mentah

Pengamatan umur simpan mie basah mentah dilakukan setiap 6

jam dengan deteksi bau asam. Pengamatan dilakukan dengan cara

membuka satu plastik mie mentah dan mencium baunya. Mie yang telah

terdeteksi bau asamnya berarti telah rusak.

Mie basah yang mempunyai umur simpan paling lama kemudian

dipilih untuk diamati perubahan nilai pH, warna, mutu mikrobiologi, dan

mutu organoleptik. Pengukuran pH, warna, dan mikrobiologi dilakukan

setiap 12 jam. Nilai pH mie basah diukur dengan menggunakan alat pH

meter. Pengukuran warna dilakukan menggunakan alat chromameter, sedangkan mutu mikrobiologi dapat diketahui dengan menganalisis total

mikroba (TPC) dan total kapang khamir. Uji organoleptik dilakukan

untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap mie basah yang telah

(40)

Kadar Air (%b/b) = (a-b)/a x 100%

C. PENGAMATAN

1. Kadar Air (AOAC, 1996)

Kadar air diukur dengan metode oven. Bunga kecombrang sejumlah

3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan

dan diketahui bobotnya. Setelah itu dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC

selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan

kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air bunga segar dapat

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

a = berat bunga kecombrang segar awal (g)

b = berat bunga akhir dan cawan (g)

c = berat cawan (g)

2. Nilai pH (AOAC, 1984)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter.

Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan

menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Sampel yang digunakan

pada pengukuran pH bunga kecombrang adalah 10 gr kelopak bunga

ditambah dengan 100 ml akuades yang kemudian dihancurkan

menggunakan blender dan disaring. Sampel yang digunakan untuk

mengukur pH mie basah adalah 10 gram mie basah yang ditambah 100

ml akuades dan dihancurkan menggunakan stomacher. Cara pengukuran pH adalah dengan memasukkan elektroda pH meter di dalam sampel,

ditunggu beberapa saat sampai pH stabil, sehingga terbaca nilai pH yang

diukur. Setelah selesai, elektroda diangkat dan dibilas dengan akuades.

3. Nilai Aw

Pengukuran Aw dilakukan menggunakan Aw-meter Shibaura

W-360. Mie basah dimasukkan ke dalam tempat sampel kemudian ditekan

tombol start hingga diperoleh hasilnya. Sebelum digunakan, Aw-meter

(41)

5. Total Fenol

Metode yang digunakan untuk mengukur total fenol adalah metode

Chandler dan Dodds yang dimodifikasi (Shetty et al., 1995). Ekstrak kecombrang sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi

kemudian ditambah 1 ml etanol 95% dan 5 ml air bebas ion. Setelah itu

ditambah 0.5 ml folin ciocalteau 50% (v/v), diencerkan dengan air bebas

ion dan ditunggu selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 1 ml Na2CO3

5% (b/v) dan diencerkan kembali dengan air bebas ion (jika terlalu

pekat), lalu divorteks dan disimpan dalam tempat gelap selama 1 jam.

Setelah itu divorteks lagi dan dibaca absorbansinya pada panjang

gelombang 725 nm. Kurva standar disiapkan dengan menggunakan asam

tanat di dalam 95% etanol. Penentuan total fenol untuk kurva standar

dilakukan sama dengan penentuan sampel.

5. Warna

Pengukuran warna dilakukan menggunakan chromameter Minolta 100. Mie basah diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian ditekan

tombol start dan akan diperoleh L, a, dan b dari sampel dengan kisaran 0

sampai + 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran

merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna

merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk hijau. Notasi b

menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b

(positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari

0 sampai -80 untuk warn abiru. Sedangkan L menyatakan ketajaman

warna. Semakin tinggi ketajaman warna, semakin tinggi nilai L.

Selanjutnya darinilai a dan b dapat dihitung °Hue dengan rumus :

°Hue = tan-1 b a Jika hasil yang diperoleh :

18° – 54° maka produk berwarna red (R)

54° – 90° maka produk berwarna yellow red (YR) 90° – 126° maka produk berwarna yellow (Y)

(42)

6. Analisis Total Mikroba (FDA, 2001)

Analisis total mikroba dilakukan dengan metode Aerobic Plate Count (APC). Pengenceran dilakukan mengunakan pipet steril dengan pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, dan seterusnya. Pipet 1 ml sampel ke dalam

cawan petri duplo. Sampel yang digunakan harus dikocok lagi jika

dibiarkan lebih dari 3 menit. Kemudian tuang 12-15 ml PCA (45±1°C)

ke dalam cawan segera. Cawan petri kemudian digerakkan secara

berputar agar sampel dapat merata dan dibiarkan agar menjadi dingin dan

padat. Setelah itu, cawan petri diinkubasi secara terbalik selama 48±2

jam pada suhu 35°.

Analisis total mikroba dilakuan terhadap ekstrak kecombrang dan

terhadap mie terpilih. Pada analisis ekstrak, sebanyak 1 ml ekstrak

dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Pada analisis mie,

sebanyak 10 gram sampel mie basah dimasukkan dalam plastik tahan

panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer steril. Sampel mie basah

tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan alat stomacher

sehingga dihasilkan sampel mie basah dengan pengenceran 1:10. Setelah

itu campuran dikocok, diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga diperoleh tingkat

pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama dilakukan pengenceran

selanjutnya.

Perhitungan koloni dilakukan berdasarkan BAM (Bacteriological Analytical Manual)-FDA :

N = C / [ (1 * n1) + (0.1 * n2) ] * (d)

N = total mikroba (cfu/g atau cfu/ml) ∑C = jumlah koloni dari tiap-tiap petri

n1 = jumlah koloni dari pengenceran pertama yang dihitung

n2 = jumlah koloni dari pengenceran kedua yang dihitung

(43)

7. Analisis Total Kapang dan Khamir (Fardiaz, 1989)

Sama seperti analisis total mikroba, analisis total tapang dan khamir

dilakukan dengan metode TPC tetapi media yang digunakan adalah

APDA (Acidified Potato Dextrose Agar). Perhitungan total kapang dan khamir juga dilakukan dengan metode SPC (Standard Plate Count).

8. Analisis Total Koliform (Fardiaz, 1989)

Analisis koliform dilakukan dengan metode MPN (Most Probable Number) 3 seri tabung dengan media BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth), meliputi uji penduga, uji penguat, dan identifikasi koliform. Tingkat pengenceran yang digunakan adalah 10-1 sampai 10-4.

Sebanyak 1 ml sampel mie basah dari masing-masing pengenceran

diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham dan

media BGLBB. Kemudian, semua tabung diinkubasikan pada suhu 37oC

selama 2 hari. Setelah itu, dihitung jumlah tabung positif yang ditandai

dengan adanya pembentukan gas pada tabung Durham. Hasil pengamatan

dicocokkan dengan tabel MPN 3 seri, dihitung dan dinyatakan dalam

MPN koliform penduga/ml sampel mie basah.

Dari tabung yang positif, diambil 1-2 ose dan digoreskan pada

cawan petri steril yang berisi media EMBA (Eosin Methylene Blue Agar). Kemudian cawan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 2 hari. Adanya bakteri koliform fekal (E. coli) ditandai dengan munculnya koloni berwarna gelap dengan sinar hijau metalik.

9. Analisis Total Bakteri E. coli (Fardiaz, 1989)

Dari koloni koliform fekal yang tumbuh pada EMBA, diambil 1-2

ose koloni dan disusp.ensikan ke dalam 2 ml larutan pengencer.

Kemudian, sebanyak 0.5 ml suspensi bakteri tersebut diinokulasikan ke

dalam tabung berisi media TB, MRVP, dan Koser Sitrat. Selanjutnya

(44)

10. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan

konsumen terhadap mie basah yang telah ditambah ekstrak kecombrang.

Uji organoleptik ini dilakukan pada dua macam mie basah yaitu mie

basah mentah dan mie basah matang. Pada mie mentah, panelis diminta

menilai warna, aroma, dan tekstur. Sedangkan pada mie matang (mie

yang telah dimasak), panelis diminta menilai keseluruhan (overall) baik rasa, warna, tekstur, maupun aroma.

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan pada 30

panelis untuk mengetahui seberapa besar penerimaan konsumen terhadap

produk. Produk yang diujikan ada dua jenis yaitu mie mentah dan mie

matang. Skala yang dipakai adalah skala numerik yaitu 1 (sangat tidak

suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Pengolahan

data dilakukan dengan SP.SS 15.0 dan dianalisa dengan uji ANOVA

(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG 1. Sifat Kimia Bunga Kecombrang

Menurut Valianty (2002), potensi antibakteri yang paling tinggi

terdapat pada kelopak bunga optimal sehingga bunga kecombrang yang

dipakai dalam penelitian adalah bunga kecombrang optimal (Gambar 4).

Bagian bunga kecombrang yang dipakai dalam pembuatan ekstrak adalah

daun pelindung dan daun gagang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

air bunga kecombrang adalah 90,23%. Hasil pengukuran kadar air dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Keterangan : a : daun pelindung b : daun gagang

Gambar 2. Bunga kecombrang yang dipakai dalam penelitian

Ekstrak kecombrang yang dipakai dalam penenelitian ada dua jenis

yaitu ekstrak segar dan ekstrak rebus. Bunga kecombrang diekstrak

menggunakan air. Pemakaian air sebagai pelarut bertujuan untuk

memudahkan pembuatan ekstrak. Air merupakan pelarut yang bersifat polar,

sehingga diharapkan dapat mengekstrak komponen-komponen polar dengan

baik. Komponen polar yang ada dalam bunga kecombrang adalah fenolik,

terpenoid, alkaloid, saponin, dan glikosida (Naufalin, 2005).

a

(46)

Hasil rendemen pada ekstraksi bangle (Zingiber cassumunar) menunjukkan rendemen ekstrak tertinggi dihasilkan dengan air bebas ion,

kemudian etanol, dan rendemen terendah dengan metanol. Komponen

flavonoid yang terdapat dalam ekstrak air bebas ion dan ekstrak etanol

menunjukkan adanya komponen flavonoid yang sama (Darusman, 2001).

Perhitungan rendemen bunga kecombrang juga dilakukan untuk

menentukan harga jual mie basah. Hasil penelitian (Lampiran 2)

menunjukkan rata-rata berat bunga kecombrang adalah 71,40 g. Rendemen

kelopak bunga terhadap kecombrang utuh tanpa batang adalah 57,16%.

Tabel 3. Sifat kimia ekstrak bunga kecombrang

Jenis ekstrak

(w kelopak : w air) Perlakuan

Rendemen

Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa rendemen ekstrak

segar lebih besar daripada ekstrak rebus. Proses perebusan dapat

menguapkan air sehingga mengurangi rendemen. Ekstrak dengan

perbandingan 1:3 memiliki pH yang lebih rendah daripada ekstrak 1:5 karena

komponen yang terekstrak lebih banyak. pH bunga kecombrang adalah 3,89,

lebih tinggi daripada pH ekstrak karena perbandingan air yang digunakan

lebih besar yaitu 1:10.

Pengukuran total fenol bertujuan untuk mengetahui kadar total

komponen fenolik pada ekstrak bunga kecombrang. Komponen bunga

kecombrang telah diketahui terdiri atas alkaloid, flavonoid, polifenol,

steroid, saponin, dan minyak atsiri (Tampubolon et al., 1983). Menurut (Rahayu, 1999), komponen bioaktif pada golongan zingiberaceae yang terbanyak adalah dari jenis flavonoid yang merupakan salah satu golongan

fenolik alam terbesar dan terpenoid.

Senyawa fenolik merupakan substansi dengan cincin aromatik yang

(47)

telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Gram positif seperti Staphylococcus spp., Bacillus sp. atau terhadap bakteri Gram negatif seperti Pseudomonas sp. dan koliform (Haraguchi et al., 1998).

Hasil penelitian Tabel 3 menunjukkan kadar komponen fenolik

rata-rata pada ekstrak rebus 1:3 adalah 0,6099 mg/ml, ekstrak rebus 1:5 adalah

0,5411 mg/ml, ekstrak segar 1:3 adalah 0,4761 mg/ml, dan total fenol pada

ekstrak segar 1:5 adalah 0,3269 mg/ml. Hasil perhitungan total fenol

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Total fenol dalam ekstrak rebus lebih tinggi daripada ekstrak segar

karena pemanasan dapat melepaskan komponen fenolik dalam ekstrak.

Menurut Pokorny, et al. (2001), beberapa komponen fenolik seperti antosianin dan betasianin pada saat dipanaskan akan mengalami transformasi

menjadi senyawa yang lebih aktif yaitu dari glikosida menjadi aglikon.

Dalam pembuatan ekstrak segar, kelopak bunga direndam selama 2

menit dalam natrium hipoklorit untuk mengurangi jumlah mikroba awal.

Hipoklorit merupakan senyawa klorin yang paling aktif dan paling banyak

digunakan sebagai sanitiser. Kalsium hipoklorit dan sodium hipoklorit

merupakan komponen utama dari hipoklorit. Sanitiser ini sangat efektif

dalam mendeaktivasi sel mikroba dalam aqueous suspension dan membutuhkan waktu kontak sekitar 1.5-100 detik. Konsentrasi klorin bebas

yang dibutuhkan untuk inaktivasi spora bakteri sekitar 10-1000 kali lebih

tinggi untuk sel vegetatif. Jadi, hipoklorit memiliki kemampuan yang

terbatas untuk membunuh spora bakteri (Marriott, 1985).

Pada pembuatan ekstrak rebus, kelopak bunga tidak dicuci dulu

dengan larutan klorin. Ekstrak rebus dibuat dengan cara mengiris-iris

kelopak bunga kecombrang kemudian direbus sampai mendidih selama 5

menit. Kelopak bunga diiris tipis ± 1 cm untuk memperbesar luas

permukaan bunga sehingga komponen di dalamnya dapat terekstrak dengan

baik. Kedua jenis ekstrak tersebut kemudian dianalisis total mikrobanya.

Total mikroba pada ekstrak rebus 1:3 dan 1: 5 adalah 0. Sedangkan

(48)

ekstrak segar 1:5 adalah 5,3x104 cfu/g. Hasil TPC ekstrak segar yang

direndam dengan klorin dan tidak direndam klorin tidak berbeda nyata. Hal

ini diduga karena larutan klorin yang digunakan sudah tidak segar. Menurut

Fardiaz (1992), larutan klorin yang digunakan sebagai disinfektan harus

dalam kondisi segar karena akan terdissosiasi sehingga menurunkan daya

kerjanya. Total bakteri dalam air juga mempengaruhi total bakteri ekstrak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total bakteri dalam air yang dipakai

untuk membuat ekstrak adalah 1,9x103 cfu/g. Hasil perhitungan TPC

ekstrak selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Total mikroba pada ekstrak rebus adalah 0. Hal ini dikarenakan

adanya proses pemanasan yang dapat mematikan mikroba. Sedangkan total

mikroba ekstrak segar 1:3 lebih sedikit daripada total mikroba ekstrak segar

1:5 karena ekstrak lebih pekat sehingga komponen bunga yang terekstrak

lebih banyak. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis total fenol yang

menunjukkan bahwa komponen fenolik yang terdapat dalam ekstrak segar

1:3 lebih besar daripada ekstrak segar 1:5.

B. APLIKASI EKSTRAK PADA MIE BASAH 1.Pengamatan Mutu Mie Basah Segar

Pengamatan mutu mie basah segar meliputi warna, aroma, dan

tekstur yang dilakukan secara visual. Hasil pengamatan dapat dilihat pada

Tabel 4. Hasil penggamatan menunjukkan bahwa warna mie basah mentah

yang tidak ditambah ekstrak (kontrol) adalah cerah. Warna kuning ini

terjadi karena reaksi antara garam alkali dengan komponen flavonoid yang

terdapat pada terigu (Hou dan Kruk, 1998). Warna kuning ini pada

umumnya disukai masyarakat. Mie basah yang ditambah ekstrak

kecombrang berwarna agak gelap. Hasil pengamatan secara visual

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang ditambahkan

Gambar

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah secara umum
Tabel 2. Formula mie basah dengan penambahan ekstrak kecombrang
Gambar 2. Bunga kecombrang yang dipakai dalam penelitian
Tabel 3. Sifat kimia ekstrak bunga kecombrang
+7

Referensi

Dokumen terkait

1.Sebelum adanya wisata Hill Park, para remaja di desa ini gaya hidup yang. masih dipengaruhi nilai agama dan budaya setempat, misalnya saja dalam

Data dari hipotesis pertama yaitu faktor Merek, Gambar pada kemasan, Bentuk kemasan, Warna Kemasan, dan Label kemasan secara bersama-sama berpengaruh terhadap minat

• Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya.

Muhammad Shiddiq dalam partai Golkar di Kudus pada tahun 1972-1997 termasuk tindakan yang kontroversial, hal ini dilandasi oleh beberapa alasan, yaitu: (a)

Perilaku komunikasi narapidana wanita berstatus ibu rumah tangga di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Pekanbaru dapat dilihat melalui komunikasi verbal dan

Berdasarkan paparan data Bab IV, maka diperoleh kesimpulan dari Sikap remaja Berdasarkan paparan data Bab IV, maka diperoleh kesimpulan dari partisipasi ibu rumah

Gadjah Mada University Press. Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi Pada PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk

Dari hasil penelitian di peroleh tinggi badan ternak kuda bendi 131,5 cm, lingkar dada 142,3 cm, panjang badan 131,38 cm, lama penggunaan ternak 6,3 jam/hari