• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN PENGAWET MIE BASAH. Oleh : PRETTY ARINIGORA SIHOMBING F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN PENGAWET MIE BASAH. Oleh : PRETTY ARINIGORA SIHOMBING F"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN PENGAWET MIE BASAH

Oleh :

PRETTY ARINIGORA SIHOMBING F24102120

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Pretty Arinigora Sihombing. F24102120. Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) Sebagai Bahan Pengawet Mie Basah. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

RINGKASAN

Mie basah merupakan salah satu makanan populer di Indonesia yang memiliki umur simpan pendek yaitu 24-36 jam pada suhu ruang. Penggunaan formalin dan boraks untuk memperpanjang umur simpan mie basah dapat membahayakan kesehatan manusia. Pengawet yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan seharusnya memenuhi standar food grade. Formalin dan boraks adalah bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan bahan pengawet lain yang memenuhi standar food grade untuk mengawetkan mie basah. Kunyit adalah salah satu rempah-rempah yang banyak digunakan dalam makanan dan dilaporkan memiliki sifat antimikroba. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui metode ekstraksi kunyit dan konsentrasi yang ditambahkan untuk memperpanjang umur simpan mie basah.

Tahap pertama pada penelitian ini adalah persiapan kunyit yang dilakukan dengan pencucian air dan klorinasi dengan dosis 2000 ppm, dilanjutkan ekstraksi kunyit dengan cara ekstraksi segar dan ekstraksi rebus. Ekstrak segar diaplikasikan pada mie basah dengan perbandingan 50%, 40%, 30%, 20%, dan 10% sementara ekstrak rebus dengan perbandingan 100%, 50%, dan 33.33. Mie basah tanpa penambahan ekstrak kunyit juga dibuat sebagai kontrol. Selanjutnya mie basah dikemas dengan menggunakan plastik LDPE pada suhu ruang. Pada aplikasi awal dilakukan uji sensori secara subyektif dengan memperhatikan bau asam dan lendir yang terbentuk. Pada setiap tahap dilakukan analisis, baik fisik, kimia, dan mikrobiologi. Analisis yang akan dilakukan adalah kadar air, pengukuran pH, Aw, uji kekerasan dan kelengketan, pengukuran warna, total mikroba, total kapang khamir, total koliform, dan analisis sensori.

Ekstraksi kunyit dengan dua cara yaitu ekstraksi segar dan rebus menghasilkan rendemen tertinggi yaitu ekstrak segar (1 : 1) dengan rendemen 69.4%, sedangkan terendah ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) dengan rendemen 39.8%. Ekstrak kunyit memiliki pH yang tergolong asam dengan kisaran pH 6, dimana ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) memiliki pH tertinggi yaitu 6.78 dan ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) memiliki pH terendah yaitu 6.34. Ekstrak segar tanpa klorinasi memiliki total mikroba tertinggi yaitu 6.3 x 104 CFU/g dan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) memiliki total mikroba terendah 1.69 CFU/g.

Aplikasi ekstrak kunyit pada mie basah mentah maupun matang tidak mempengaruhi rendemen mie basah. Rendemen mie basah mentah yaitu 124.5% dan rendemen mie basah matang yaitu 132.5%. Mie basah kunyit memiliki kisaran pH 8.5-9.5, baik mie basah mentah maupun mie basah matang. Mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit yang memiliki pH tertinggi adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit 33.33% ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) yaitu 9.57 dan pH terendah adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus 33.33% (1 : 5, 10 menit) yaitu 8.82. Mie basah memiliki warna merah kecoklatan, sedangkan mie basah kontrol berwarna kuning.

(3)

Warna merah kecoklatan ini disebabkan pigmen warna kunyit yaitu kurkumin yang berwarna merah kecoklatan pada pH alkali dan kuning jingga pada pH asam. Mie basah dengan umur simpan terpanjang adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% (57 jam) dan penambahan ekstrak segar 20% (56 jam), mie basah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% (52 jam) dan penambahan ekstrak segar 20% (51 jam).

Umur simpan mie basah mentah dengan penambahan ekstrak segar dan rebus menurut SNI dengan memperhatikan jumlah total mikroba adalah 36 jam. Total mikroba mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% pada jam ke-36 mencapai 9.5 x 105 CFU/g, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% pada jam ke-36 mencapai 5.2 x 105 CFU/g. Total mikroba mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit terbaik dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% pada jam ke-36 mencapai 1.2 x 106 CFU/g, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% pada jam ke-36 mencapai 5.6 x 105 CFU/g. Untuk total kapang-khamir pada mie basah, baik mentah maupun matang, dengan penambahan ekstrak kunyit tidak melewati batas maksimum menurut SNI yaitu 104 CFU/g. Begitu juga halnya dengan total koliform. Pada mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit tidak terdapat mikroba koliform. Nilai pH akhir dari mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit masih tergolong basa. Mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit memiliki Aw 0.919, sedangkan mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit memiliki Aw 0.942.

Mie basah mentah dan matang dengan penambahan ekstrak kunyit diuji kesukaannya melalui uji hedonik. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah hampir seluruhnya netral. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap warna mie basah diperoleh mie basah mentah pasar yang dimatangkan dengan skor 4.21 (suka). Tingkat kesukaan terendah terhadap warna mie basah diperoleh mie basah matang dengan penambahan ekstrak segar 20% dengan skor 2.40 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah hampir selurunya netral. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap aroma mie basah diperoleh mie basah mentah kontrol Lab dengan skor 3.87 (netral). Tingkat kesukaan terendah terhadap aroma mie basah diperoleh mie basah matang di pasaran dengan skor 1.98 (sangat tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap tekstur mie basah diperoleh mie basah matang kontrol Lab dengan skor 4.07 (suka), sedangkan yang terendah diperoleh mie basah matang di pasaran dengan skor 2.53 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap rasa mie basah diperoleh mie basah mentah di pasaran yang dimatangkan dengan skor 3.83 (netral), sedangkan skor terendah diperoleh mie basah matang pasar dengan skor 2.18 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap keseluruhan mie basah diperoleh mie basah matang kontrol Lab dengan skor 3.94 (netral), sedangkan skor terendah diperoleh mie basah matang pasar dengan skor 2.15 (tidak suka).

Kontribusi kunyit pada mie basah mentah untuk mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% adalah Rp.158.2 per kg mie atau sebesar 3.16%, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% adalah Rp. 117.6 per kg mie atau sebesar 2.35%. Kontribusi kunyit pada mie basah matang lebih besar daripada mie basah mentah. Untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% kontribusi kunyit adalah Rp.

(4)

228.2 per kg mie atau sebesar 9.12%, sedangkan untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak segar 20% sebesar Rp.113.0 per kg atau 4.52%.

(5)

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Pretty Arinigora Sihombing F24102120

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Pretty Arinigora Sihombing F24102120

Tanggal ujian :

Menyetujui : Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa, Putera-Nya Yesus Kristus dan Roh Kudus atas penyertaan, perlindungan dan kasih setia-Nya yang selalu ada sejak penulis lahir hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tiada kata yang dapat terucap untuk memuji kebesaranMu. Sungguh tiada yang sepertiMu.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang mendukung penulis selama penyusunan skripsi, antara lain :

1. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, MSc., selaku pembimbing akademik dan pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas saran, masukan, nasehat yang diberikan kepada penulis selama ini. Penulis bersyukur berkesempatan menjadi salah satu anak bimbing beliau.

2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc, selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas saran, masukan, ide-ide yang diberikan kepada penulis selama ini.

3. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi, selaku penguji. Terimakasih atas kritik dan saran yang membangun sehingga penulis tahu letak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

4. Keluarga tercinta, Papa, Mama, Christian dan Opung Boru yang selama ini setia mendengar keluh kesah, mendukung dalam hal materiil dan moril, kesediaan untuk saling mengerti, terbuka, dan jujur. Penulis bahagia berkesempatan lahir dalam keluarga ini. Semua yang penulis lakukan untuk kebahagiaan kalian semua. Love u all.

5. Sahabat-sahabat tercinta : Angelina, Ulina. Terimakasih untuk persahabatan yang terjalin selama 4 tahun dan kesetiaan untuk mendengar keluh kesah dan tawa canda penulis selama ini. Terimakasih atas kesediaannya mewarnai kehidupan penulis. Kalian sangat berarti bagi penulis.

6. Sahabat-sahabat terhebat yang pernah ada : Shinta ”Armatias”, Ribka Juliana, dan Nanda Mehuli. Penulis berharap persahabatan ini tidak pernah berakhir dengan alasan apapun. Terimakasih untuk kesempatan belajar jujur dengan diri sendiri dan orang lain dalam persahabatan ini.

(8)

7. Teman-teman selama penelitian : Inggrid, Karen, Elvina, Meilina, dan Dhenok. Terimakasih buat Inggrid (Tantequ...), Karen (Mamiqu..), dan Elvina (Nenekqu...) atas pikiran-pikiran positif yang tertular kepada penulis sehingga bisa menjalani hidup dengan tenang dan semangat!!! Terimakasih buat Meilina (Miss perfeksionis) atas pelajaran ”bagaimana memberikan yang terpilih” dan Dhenok atas pelajaran ”bagaimana tenang dan berserah dalam segala hal”.

8. Teman-teman spesial : ITP 39 ¼ Steisianasari Mileiva Sembiring, Mohung, Fenni Rusli, Hanna Sibarani, Dian Kresnawati, Rizky Nurul, Yessica, Arvi, Dora, Nui, Fany, Ina, Tissa, Ratry, Farah, Herold, Randy, Prasna Ruseno, Adjeng, Dadik, Didin, Ulik, Ijal, Kiki, Aponk, Woro, Stut, Putra, Hana, Risna, Julia, Manto dan teman-teman lainnya.

9. Grethyqu...Terimakasih buat dukungan dan tumpangan kamarnya selama penyusunan skripsi dan sidang... Berkat melimpah atasmu.

10. Para Laboran : Pak Koko, Teh Ida, Bu Rubiyah, Pak Sobirin, Mas Edi, Pak Mul, dan Pak Rojak.

11. Pak Daniel dan teman-teman sepelayanan yang selama ini mendoakan, mendukung, dan memberi semangat kepada penulis. Terimakasih untuk kesempatan bertumbuh bersama dalam kasih-Nya. 12. Pihak-pihak lain yang sangat membantu dan mendukung penulis

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, 8 Februari 2007

(9)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MIE 1. Definisi dan Penggolongan Mie ... 3

2. Pembuatan Mie Basah ... 5

3. Kerusakan Mie Basah ... 7

B. KUNYIT 1. Botani Kunyit ... 9

2. Komposisi Kunyit ... 11

3. Kegunaan Kunyit ... 15

4. Sifat Antimikroba Kunyit ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 19

B. METODE PENELITIAN ... 20

1. Persiapan Kunyit ... 21

2. Ekstraksi Kunyit ... 21

a. Ekstraksi Segar ... 21

(10)

c. Ekstrak Kunyit ... 23

3. Pembuatan Mie Basah ... 23

4. Aplikasi Ekstrak Kunyit pada Pembuatan Mie Basah a. Mie Basah ... 25

b. Pengemasan dan Penyimpanan ... 26

c. Pengamatan ... 26

d. Aplikasi Ekstrak Terpilih ... 27

5. Metode Analisis a. Perhitungan Rendemen ... 27

b. Kadar Air ... ... 27

c. Uji Kekerasan dan Kelengketan ... 28

d. Pengukuran Warna ... 28

e. Nilai pH ... 29

f. Total Asam Tertitrasi ... 29

g. Aw ... 29

h. Analisis Mikrobiologi ... 30

i. Analisis Sensori ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI KUNYIT 1. Kadar Air ... 32

2. Rendemen ... 32

3. Nilai pH ... 34

4. Total Mikroba ... 35

B. APLIKASI EKSTRAK KUNYIT PADA PEMBUATAN MIE BASAH 1. Rendemen ... 36

2. Nilai pH ... 38

3. Warna ... 39

4. Tekstur ... 42

5. Umur Simpan ... 46 C. MIE BASAH DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KUNYIT TERPILIH

(11)

1. Total Mikroba ... 49

2. Total Kapang Khamir ... 54

3. Total Koliform ... 56 4. Nilai pH ... 56 5. Aw ... 59 6. Warna ... 60 7. Uji Organoleptik ... 64 8. Analisis Biaya ... 73

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat mutu mie basah (SNI 01-2987-1992) ... 4

Tabel 2. Komposisi kimia rimpang kunyit, kunyit kering, dan bubuk kunyit per 100 gram bahan yang dapat dimakan ... 12

Tabel 3. Total warna dan identitas komponen pigmen pada rimpang kunyit ... 13

Tabel 4. Sifat-sifat minyak atsiri kunyit ... 15

Tabel 5. Jenis ekstrak kunyit ... 23

Tabel 6. Konsentrasi penambahan ekstrak kunyit pada pembuatan mie basah .. 25

... Tabel 7. Jenis mie basah matang ... 25

Tabel 8. Jenis mie basah mentah ... 26

Tabel 9. Rendemen ekstrak kunyit ... 32

Tabel 10. Nilai pH masing-masing ekstrak kunyit ... 34

Tabel 11. Total mikroba masing-masing ekstrak kunyit ... 35

Tabel 12. Rendemen mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 37

Tabel 13. Umur simpan mie basah mentah dan matang secara subyektif dan mikrobiologi menurut standar SNI selama penyimpanan ... 52

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah ... 6

Gambar 2. Tanaman kunyit (Curcuma domestica) ... 10

Gambar 3. Rimpang kunyit (Curcuma domestica) ... 11

Gambar 4. Struktur pigmen kurkuminoid ... 13

Gambar 5. Diagram alir garis besar penelitian ... 20

Gambar 6. Diagram alir pembuatan ekstrak segar ... 22

Gambar 7. Diagram alir pembuatan ekstrak rebus ... 22

Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan mie basah ... 24

Gambar 9. Penampakan ekstrak kunyit ... 33 Gambar 10. Nilai pH mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit pada berbagai konsentrasi ... 38

Gambar 11. Nilai pH mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit pada berbagai konsentrasi ... 39

Gambar 12. Umur simpan rata-rata mie basah mentah yang diamati secara subyektif ... 46

Gambar 13. Umur simpan rata-rata mie basah matang yang diamati secara subyektif ... 47

Gambar 14. Total mikroba pada mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 50

Gambar 15. Total mikroba pada mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 51

Gambar 16. Total kapang-khamir mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 54

Gambar 17. Total kapang-khamir mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 55

Gambar 18. Perubahan nilai pH mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 57

Gambar 19. Perubahan nilai pH mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... ... 57

Gambar 20. Perubahan nilai L mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 61

(14)

Gambar 21. Perubahan nilai L mie basah matang dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 62 Gambar 22. Perubahan nilai oH mie basah mentah dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 63 Gambar 23. Perubahan nilai oH mie basah matang dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 63 Gambar 24. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 65 Gambar 25. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 65 Gambar 26. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah matang

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 65 Gambar 27. Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 67 Gambar 28. Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 67 Gambar 29. Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah matang

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 67 Gambar 30. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 69 Gambar 31. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 69 Gambar 32. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah matang

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 69 Gambar 33. Skor tingkat kesukaan terhadap rasa mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 71 Gambar 34. Skor tingkat kesukaan terhadap rasa mie basah matang

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 71 Gambar 35. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 72 Gambar 36. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 72 Gambar 37. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah matang

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengukuran kadar air kunyit segar ... 82

Lampiran 2. Hasil pengukuran rendemen ekstrak kunyit ... 82

Lampiran 3. Hasil pengukuran pH ekstrak kunyit ... 83

Lampiran 4. Total mikroba ekstrak kunyit ulangan I ... 83

Lampiran 5. Total mikroba ekstrak kunyit ulangan II ... 84

Lampiran 6. Total mikroba rata-rata ekstrak kunyit ... 85

Lampiran 7. Hasil pengukuran rendemen mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 85

Lampiran 8. Hasil pengukuran pH mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 86

Lampiran 9. Hasil pengukuran warna mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 87

Lampiran 10. Hasil sidik ragam dan uji Tukey terhadap warna mie basah kunyit dan kontrol ... 93

Lampiran 11. Hasil pengukuran tekstur mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 96

Lampiran 12. Hasil sidik ragam dan uji Tukey terhadap tekstur mie basah kunyit dan kontrol ... 102

Lampiran 13. Umur simpan mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 106

Lampiran 14. Hasil sidik ragam dan uji Tukey terhadap umur simpan mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 107

Lampiran 15. Total mikroba mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih ... 108

Lampiran 16. Total mikroba mie basah kontrol ... 111

Lampiran 17. Total mikroba rata-rata mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 114

Lampiran 18. Total kapang khamir mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih ... 115

Lampiran 19. Total kapang khamir mie basah kontrol ... 118

Lampiran 20. Total kapang khamir rata-rata mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 120

Lampiran 21. Total koliform rata-rata mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 121

(16)

Lampiran 22. Hasil pengukuran pH mie basah dengan penambahan ekstrak

kunyit terpilih dan kontrol ... 121

Lampiran 23. Hasil pengukuran warna mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 122

Lampiran 24. Hasil sidik ragam dan uji Tukey terhadap warna mie basah kunyit terpilih dan kontrol ... 124

Lampiran 25. Hasil pengukuran aw mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 128

Lampiran 26. Bentuk formulir pengujian organoleptik mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 128

Lampiran 27. Hasil uji hedonik mie basah mentah 33.33% ER ... 130

Lampiran 28. Hasil uji hedonik mie basah mentah 20%ES ... 131

Lampiran 29. Hasil uji hedonik mie basah mentah 33.33% ER yang dimatangkan ... 132

Lampiran 30. Hasil uji hedonik mie basah mentah 20% ES yang dimatangkan ... 133

Lampiran 31. Hasil uji hedonik mie basah matang 50% ER ... 134

Lampiran 32. Hasil uji hedonik mie basah matang 20% ES ... 135

Lampiran 33. Hasil uji hedonik mie basah mentah kontrol Lab ... 136

Lampiran 34. Hasil uji hedonik mie basah mentah kontrol Lab yang dimatangkan ... 137

Lampiran 35. Hasil uji hedonik mie basah matang kontrol Lab ... 138

Lampiran 36. Hasil uji hedonik mie basah mentah Pasar ... 139

Lampiran 37. Hasil uji hedonik mie basah mentah Pasar yang dimatangkan .. 140

Lampiran 38. Hasil uji hedonik mie basah matang Pasar ... 141

Lampiran 39. Hasil sidik ragam dan uji Duncan terhadap uji hedonik mie basah mentah kunyit terpilih dan kontrol ... 142

Lampiran 40. Hasil sidik ragam dan uji Duncan terhadap uji hedonik mie basah mentah kunyit terpilih dan kontrol yang dimatangkan ... 143

Lampiran 41. Hasil sidik ragam dan uji Duncan terhadap uji hedonik mie basah matang kunyit terpilih dan kontrol ... 145

Lampiran 42. Analisis biaya mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih ... 147

Lampiran 43. Persamaan regresi linier nilai total mikroba mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 148

Lampiran 44. Persamaan regresi linier nilai total mikroba mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 149

(17)
(18)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keamanan pangan akhir-akhir ini menjadi sorotan besar sebagian masyarakat. Selain bergizi dan enak, pangan juga dituntut untuk aman dikonsumsi. Isu formalin dan boraks pada beberapa makanan mendapat perhatian yang cukup besar sekarang. Upaya penyelidikan makanan mengandung formalin, boraks dan pewarna tekstil sudah dilakukan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sejak lama, tetapi baru marak diperbincangkan sekarang. Makanan yang diisukan mengandung formalin antara lain mie basah, tahu, dan ikan.

Beberapa makanan yang ditemukan mengandung formalin adalah sebagai berikut : 8 merek mie dan tahu mengandung formalin (Jakarta), 6 pabrik mie basah positif menggunakan formalin (Yogyakarta), dan ikan segar hasil tangkapan nelayan di sejumlah pasar tradisional juga mengandung formalin (Surabaya) (Indarini, 2005 dan Astuti, 2005). Persentase penemuan makanan yang mengandung formalin pada masing-masing daerah berbeda-beda. Badan POM di Yogyakarta dan Bandung tidak menemukan tahu yang mengandung formalin, sedangkan di Jakarta 77.85% tahu mengandung formalin. Untuk ikan, Badan POM menemukan 52.63% ikan mengandung formalin, demikian juga di Bandar Lampung sebanyak 36.56%. Untuk mie basah, persentase ditemukannya sampel yang mengandung formalin cukup tinggi yaitu diatas 60%, kecuali di Makassar 6.45% (Sampurno, 2006).

Mie basah mendapat sorotan terbesar dalam isu formalin. Hal ini disebabkan mie basah merupakan salah satu makanan populer dan merupakan bagian yang penting dalam diet di Indonesia. Mie basah memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu 35-60% sehingga memiliki umur simpan yang pendek yaitu berkisar 24-36 jam pada suhu ruang. Penyebab kerusakan mie basah antara lain proses produksi yang memiliki kondisi sanitasi buruk, distribusi, dan kondisi penyimpanan mie basah yang tidak baik. Penggunaan formalin dan

(19)

boraks pada mie basah yang beredar di pasaran adalah untuk memperpanjang umur simpan dan menghasilkan tekstur mie yang lebih baik.

Dengan mencuatnya masalah formalin dan boraks, mengakibatkan timbulnya keinginan untuk beralih ke bahan pengawet makanan yang lebih ramah sebagai alternatif. Bahan alami yaitu rempah-rempah dapat menjadi salah satu alternatif. Beberapa jenis rempah dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba yaitu suatu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga makanan menjadi awet. Kunyit merupakan rempah yang juga memiliki aktivitas antimikroba. Kunyit dilaporkan memiliki sifat antimikroba dalam bentuk ekstrak maupun bubuk. Ekstrak kunyit dalam etanol dapat menghambat Clostridium botulinum dengan Minimum Inhibitory Concentrations (MIC) sebesar 500 μg/ml (Huhtanen, 1980). Bubuk kunyit (2 g/l) bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif batang, yaitu Bacillus subtilis dan Lactobacillus acidophilus (Suwanto, 1983). Selain itu, kunyit juga memiliki potensi lain yaitu dapat dijadikan zat pewarna alami kuning pada bahan pangan. Oleh karena kedua jenis sifat ini, maka kunyit dapat dijadikan bahan pengawet alami sekaligus bahan pewarna alami pada mie basah.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode ekstraksi kunyit dan konsentrasi yang ditambahkan untuk memperpanjang umur simpan mie basah.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MIE

1. Definisi dan Penggolongan Mie

Definisi mie menurut Badan Standarisasi Nasional (1992) adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie. Mie dapat digolongkan menjadi beberapa bagian antara lain berdasarkan bahan baku, ukuran diameter produk, pembuatannya, serta kadar air dan tahap pengolahannya.

Berdasarkan bahan bakunya, mie terbagi atas dua macam, yaitu mie yang terbuat dari tepung terigu dan pati. Mie yang bahan bakunya berasal dari tepung terigu sudah lazim ditemukan dan biasa dikonsumsi. Mie yang bahan bakunya berasal dari pati, biasa disebut mie transparan (transparance noodle), contohnya soun dan bihun. Berbeda lagi dari segi ukuran diameter produk, mie dibedakan menjadi tiga, yaitu spaghetti (0.11-0.27 inchi), mie (0.07-0.125 inchi), dan vermicelli (<0.04 inchi).

Berdasarkan pembuatannya, mie dibedakan menjadi mie basah mentah dan mie basah matang. Menurut Winarno dan Rahayu (1994) mie berdasarkan kadar air dan tahap pengolahannya, dibagi menjadi lima golongan, yaitu : (1) mie basah mentah/segar, yang dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35%, (2) mie basah matang, yaitu mie basah mentah yang telah mengalami perebusan dalam air mendidih sebelum dipasarkan dengan kadar air 52%, (3) mie kering, yaitu mie basah mentah yang langsung dikering dengan kadar air 10%, (4) mie goreng, yaitu mie basah mentah yang lebih dahulu digoreng sebelum dipasarkan, dan (5) mie instan (mie siap hidang), yaitu mie basah mentah yang telah mengalami pengukusan dan pengeringan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng sehingga menjadi mie instan goreng (instant fried noodle).

(21)

Jenis mie yang banyak diproduksi dan digunakan dalam rumah tangga adalah mie basah. Jenis ini juga banyak ditemukan di pasar, tukang bakso, penjual soto, dan lainnya. Mie basah terbagi atas dua yaitu mie basah mentah dan matang. Perbedaan kedua jenis mie basah tersebut adalah adanya tahapan perebusan atau pengukusan pada proses pembuatan mie basah matang yang menyebabkan kadar airnya meningkat menjadi 52%, sedangkan pada mie basah mentah tidak melewati tahapan tersebut sehingga kadar airnya berkisar 35%. Badan Standarisasi Nasional telah menetapkan syarat mutu mie basah yang tercantum dalam SNI 01-2987-1992. Tabel 1 menunjukkan syarat mutu tersebut.

Tabel 1. Syarat mutu mie basah (SNI 01-2987-1992)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan : 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna - Normal Normal Normal 2. Air % b/b 20-35

3. Abu (dihitung atas dasar bahan kering) % b/b Maks. 3 4. Protein (N x 6.25) dihitung atas dasar bahan kering) % b/b Min. 3

5.

Bahan tambahan pangan 5.1 Boraks dan asam sorbat 5.2 Pewarna

5.3 Formalin

-

Tidak boleh ada Sesuai SNI-0222-M dan Peraturan MenKes. No.722/MenKes/Per/I X/88 6. Cemaran Mikroba

6.1 Angka Lempeng Total 6.2 E. coli 6.3 Kapang Koloni/g APM/g Koloni/g Maks. 1.0 x 106 Maks. 10 Maks. 1.0 x 104 7. Cemaran Logam: 6.1 Timbal (Pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 1.0 Maks.10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05

8. Arsen (As) mg/kg Maks. 0.05

(22)

2. Pembuatan Mie Basah

Mie basah mentah umumnya terbuat dari tepung gandum (tepung terigu), air, dan garam dengan/tanpa penambahan garam alkali. Terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan mie basah mentah. Fungsi terigu adalah sebagai bahan pembentuk struktur, sumber karbohidrat, sumber protein, dan pembentuk sifat kenyal gluten. Garam berfungsi memberikan rasa, memperkuat tekstur, dan mengikat air. Garam alkali berfungsi untuk meningkatkan pH, menyebabkan warna sedikit kuning dengan flavor yang lebih baik (Astawan, 1999).

Bobot bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan mie basah adalah 100% tepung terigu, 35% air, 10% garam, dan 0,6% Na2CO3 dari bobot terigu yang akan dibuat (Pahrudin, 2005). Tepung terigu yang biasanya digunakan adalah tepung terigu dengan kandungan protein yang tinggi (hard flour). Tepung terigu jenis ini akan menghasilkan adonan yang kuat.

Pada pembuatan mie basah, jumlah air yang ditambahkan memegang peranan yang sangat penting. Menurut Badrudin (1994), jumlah air yang ditambahkan adalah sekitar 34-40%. Jika air yang ditambahkan kurang dari 34%, akan menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh, dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Sedangkan bila air yang ditambahkan lebih dari 40%, maka adonan menjadi basah dan lengket.

Proses pembuatan mie basah terdiri atas beberapa tahap, yaitu penimbangan bahan, pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran, pengistirahatan, dan pemotongan. Untuk pembuatan mie basah mentah, dilanjutkan dengan pemupuran dengan tapioka, sedangkan mie basah matang, dilanjutkan dengan perebusan atau pengukusan dan pelumuran dengan minyak kelapa. Gambar 1 menunjukkan diagram alir pembuatan mie basah.

(23)

Penimbangan bahan È Pencampuran È Pengadukan È Pembentukan lembaran È Pengistirahatan È Pemotongan

Pemupuran dengan tapioka Perebusan/pengukusan

È È

Mie basah mentah Pelumuran minyak kelapa È

Mie basah matang

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah

Penimbangan bahan merupakan tahap yang pertama kali dilakukan. Penimbangan bahan sebaiknya dilakukan secara teliti dan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Pencampuran bahan dilakukan secara bertahap. Pencampuran air, garam, dan Na2CO3 dilakukan terlebih dahulu. Setelah menjadi larutan, lalu dicampurkan sedikit-sedikit dengan tepung terigu. Tahap pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air, dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi elastis dan halus.

Setelah dicampur, semua bahan mengalami pengadukan. Menurut Badrudin (1994), waktu pengadukan yang terpilih adalah sekitar 15-20 menit. Jika waktu pengadukan kurang dari 15 menit, maka adonan menjadi lunak dan lengket. Dan bila waktu pengadukan lebih dari 20 menit, maka adonan menjadi keras, rapuh, dan kering. Adonan yang diharapkan bersifat

(24)

lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis, dan mengembang dengan normal.

Tahap selanjutnya adalah pembentukan lembaran. Proses ini bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membentuk adonan menjadi lembaran (Badrudin, 1994). Lembaran yang diharapkan berupa lembaran yang halus dengan arah serat searah. Lembaran selanjutnya diistirahatkan selama 15 menit dan sebaiknya dalam keadaan digulung dan dibungkus. Tujuan pengistirahatan adalah untuk menyempurnakan pembentukan gluten. Setelah diistirahatkan, pemotongan lembaran dilakukan dengan memotong mie menjadi untaian benang-benang mie yang memiliki tebal 1-3 mm.

Untuk mie basah mentah, proses selanjutnya adalah pemupuran dengan menggunakan tapioka. Tujuan pemupuran adalah agar mie tidak lengket satu sama lain. Sedangkan untuk mie basah matang, mie langsung direbus/dikukus. Tujuan dari perebusan/pengukusan adalah agar terjadi proses gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal (Badrudin, 1994). Mie yang telah direbus/dikukus selanjutnya dilumuri dengan minyak kelapa dengan tujuan untaian mie tidak lengket satu sama lain, memberikan citarasa, serta meningkatkan warna dan penampakan mie agar tampak lebih mengkilap (Mugiarti, 2001).

3. Kerusakan Mie Basah

Masa simpan mie basah mentah berkisar 50-60 jam, sedangkan mie basah matang adalah 40 jam, pada suhu lemari es (Hoseney, 1998). Umur simpan mie basah matang pada suhu ruang adalah 26 jam (Pahrudin, 2005). Menurut Chamdani (2005), mie basah mentah memiliki umur simpan 24 jam pada suhu ruang. Kerusakan pada mie basah, baik mentah maupun matang, biasanya ditandai dengan tumbuhnya kapang. Hal ini disebabkan oleh kadar air mie basah yang cukup tinggi yaitu 35% (mie basah mentah) dan 52% (mie basah matang). Tingginya kadar air pada mie basah matang disebabkan karena mie telah mengalami perebusan atau pengukusan.

(25)

Pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium kapang pada permukaan mie. Miselium kapang pada mie umumnya berwarna putih atau hitam (Hoseney, 1998). Mikroba lain yang tumbuh pada mie adalah bakteri yang ditandai dengan terbentuknya lendir dan diikuti dengan timbulnya bau asam.

Mikroba yang terdapat pada mie diduga berasal dari bahan baku yaitu tepung. Selain dari tepung, mikroba juga dapat berasal dari lingkungan, pekerja dan alat yang digunakan pada pembuatan mie basah. Mikroorganisme yang terdapat pada tepung yaitu kapang, khamir, dan bakteri (Christensen, 1974). Bakteri yang terdapat pada tepung yaitu Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus serta beberapa spesies Achromobacterium. Kapang yang ditemukan pada tepung antara lain berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan Penicillium.

Selain pertumbuhan kapang dan bakteri, pada mie basah mentah juga terjadi perubahan warna mie menjadi lebih gelap. Perubahan warna ini diperkirakan karena adanya enzim polifenoloksidase yaitu enzim yang menyebabkan terjadinya browning (Hoseney, 1998). Enzim polifenoloksidase pada mie berasal dari tepung terigu. Tepung terigu dengan kandungan protein tinggi yaitu yang biasa digunakan untuk pembuatan mie memiliki aktivitas enzim polifenoloksidase yang tinggi. Sedangkan pada mie basah matang, tidak terjadi perubahan warna karena enzim polifenoloksidase telah rusak selama proses perebusan/pengukusan (Hoseney, 1998). Perubahan-perubahan yang terjadi lainnya adalah munculnya bau asam, tekstur mie menjadi lengket, hancur, patah-patah, dan lembek (Gracecia, 2005).

Menurut hasil penelitian Gracecia (2005), penyebab utama kerusakan mie basah untuk tiap daerah berbeda-beda. Penyebab kerusakan mie basah mentah untuk daerah Jakarta adalah mie telah kadaluarsa dan kurangnya pengawet/obat, sedangkan untuk daerah Bogor penyebab utamanya adalah jamur dan kurangnya pengawet.

Masa simpan mie basah yang cukup singkat menyebabkan banyak usaha untuk memperpanjang masa simpannya dengan menambahkan

(26)

pengawet. Pengawet menurut Departemen Kesehatan (1988), adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasam, dan penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), teknik pembuatan mie basah yang berhasil dan cukup awet adalah dengan menggunakan CMC atau bahan pengembang mie seperti natrium alginat, natrium kaseinat, gum guar, dan gum cayana serta zat pengawet kalsium propionat sebanyak 0.38%. Campuran bahan kimia ini sering disebut sebagai obat mie atau dough improver.

Chamdani (2005) pada penelitiannya mengaplikasikan pengawet kalsium propionat, metil parabens, natrium asetat, dan monolaurin pada mie basah mentah. Pemilihan keempat jenis pengawet tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan faktor ekonomis, aman, dan spektrum pH yang luas. Dari keempat jenis pengawet yang diperoleh, kombinasi Ca-propionat 0.075% + Parabens 0.025% + Na-asetat 2.5% memberikan daya pengawetan terpilih terhadap umur simpan mie basah mentah yaitu 76 jam. Pahrudin (2005) menerapkan pengawet tersebut pada mie basah matang. Mie basah matang yang diproduksi menggunakan kombinasi Monolaurin 0.25% + Metil-paraben 0.025% + Ca-propionat 0.075% + Na-asetat 2.5% merupakan mie dengan umur simpan terpanjang yaitu 56 jam.

Keefektifan pengawet tergantung pada jumlah pengawet yang ditambahkan dan pH atau keasaman produk pangan. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), aktivitas pengawet meningkat bila pH diturunkan. Pengawet terbagi atas dua jenis yaitu pengawet sintetis dan alami. Jenis pengawet yang digunakan pada penelitian ini adalah pengawet alami yaitu kunyit.

B. KUNYIT

1. Botani Kunyit

Kunyit adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan. Kunyit memiliki nama latin Curcuma domestica yang menggantikan nama sebelumnya yaitu Curcuma

(27)

longa. Nama latin Curcuma domestica untuk kunyit diperkenalkan oleh Valeton pada tahun 1918.

Tanaman kunyit termasuk jenis tanaman herba yaitu tanaman tahunan yang memiliki tinggi hampir mencapai 1 meter, berbatang pendek, dan berdaun jumbai. Gambar 2 menunjukkan penampakan tanaman kunyit.

Gambar 2. Tanaman kunyit (Curcuma domestica) (Anonim b, 2006)

Tanaman kunyit dapat tumbuh dimana saja, baik dataran rendah maupun dataran tinggi. Menurut Sinaga (2006), pada dataran tinggi, tanaman kunyit dapat tumbuh di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Pertumbuhannya didukung oleh tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000-4.000 mm per tahun, dan di tempat yang sedikit terlindung (Sumiati dan Adnyana, 2004). Di Indonesia, tanaman kunyit mudah tumbuh hampir di seluruh wilayah, di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, lrian, dan lain-lain. Selain di Indonesia, kunyit juga banyak ditanam di Malaysia, Thailand, Cina, India, dan Vietnam.

Kunyit biasanya dipanen pada umur berkisar 7-9 bulan setelah penanaman, yang ditandai dengan batang tumbuhan mulai layu atau mengering. Kunyit yang baru dipanen biasanya memiliki kadar air sekitar 90% (Sumangat et al., 1994) atau 81.4-81.5% (Jusuf, 1980).

Kunyit memiliki umbi utama yang terletak di dasar batang, berbentuk elipsoidal, dan berukuran 5 x 2.5 cm. Umbi utama membentuk rimpang

(28)

yang sangat banyak jumlahnya pada sisi-sisinya. Rimpang-rimpang tersebut berbentuk pendek, tebal, dan lurus atau melengkung (Sastrapraja, 1977). Bagian luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, sedangkan di bagian dalamnya berwarna jingga terang atau kuning. Rimpang memiliki rasa yang agak getir dan berbau khas (Sinaga, 2006). Gambar 3 menunjukkan penampakan rimpang kunyit.

Gambar 3. Rimpang kunyit (Curcuma domestica) (Anonim c, 2006)

Tiga bentuk rimpang yang diperdagangkan secara Internasional, antara lain : umbi (bulb), anak rimpang (fingers), dan belahan (splits) (Sumangat et al., 1994). Umbi (bulb) adalah rimpang induk yang berbentuk bulat telur (oval), pendek, tetapi diameternya lebih besar dari anak rimpang. Anak rimpang adalah rimpang sekunder dengan panjang 2.5-7.5 cm dan diameter sekitar 1 cm. Sedangkan belahan (splits) adalah rimpang yang berasal dari umbi yang dibelah dua atau empat.

2. Komposisi Kunyit

Komposisi kimia pada rimpang kunyit berbeda-beda, tergantung daerah pertumbuhan serta kondisi pra panen dan pasca panen (Purseglove et al., 1981). Rimpang kunyit yang tua biasanya mengandung pati, protein, selulosa, beberapa mineral, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Komponen yang paling banyak pada kunyit adalah pati yang berkisar 40-50%

(29)

(Purseglove et al., 1981). Tabel 2 menunjukkan kandungan kimia rimpang kunyit, kunyit kering, dan bubuk kunyit per 100 gram bahan yang dapat dimakan.

Tabel 2. Komposisi kimia rimpang kunyit, kunyit kering, dan bubuk kunyit per 100 gram bahan yang dapat dimakan

Komponen

Komposisi Rimpang

kunyit a

Kunyit

kering b Bubuk kunyit

b Energi (Kal) 1480 349.0 390.0 Air (gr) 11.4 13.10 5.80 Protein (gr) 7.8 6.30 8.60 Lemak (gr) 9.9 5.10 8.90 Karbohidrat (gr) 64.9 69.40 69.90 Serat (gr) 6.7 2.60 6.90 Abu (gr) 6.0 - 6.80 Kalsium (gr) 182 0.15 0.20 Fosfor (gr) 268 0.28 0.26 Natrium (gr) - 0.03 0.01 Kalium (gr) - 3.30 2.50 Besi (mg) 41 16.60 47.50 Thiamin (mg) 5 0.03 0.09 Riboflavin (mg) - 0.19 Niacin (mg) - 4.80 Asam nikotinat (mg) - 2.30 - Asam askorbat (mg) 26 50.0 49.80 Vitamin A (IU) - 175.0 Sumber : a Farrell (1990)

b Shankaracharya dan Natarajan (1977)

Faktor-faktor yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan pigmennya (kurkumin), nilai organoleptik dan penampakan umum, ukuran, dan bentuk fisik rimpangnya. Mutu tersebut dipengaruhi oleh faktor intrinsik kultivar yang ditanam, umur rimpang waktu dipanen, penanganan, pengolahan dan teknik sortasinya (Purseglove et al., 1981). Kurkuminoid dan minyak atsiri merupakan komponen utama yang menentukan mutu kunyit.

(30)

HO R1 O O N OH R R1 R2 OMe OMe : Kurkumin

OMe H : Monodesmetoksikurkumin H H : Bisdesmetoksikurkumin a. Kurkuminoid

Kurkuminoid adalah senyawa yang berpartisipasi dalam pembentukan warna pada kunyit. Menurut Srinivasan (1953), kurkuminoid merupakan campuran analog antara kurkumin, desmetoksi kurkumin, dan bis-desmetoksi kurkumin pada kunyit, dimana kurkumin merupakan komponen yang paling dominan. Gambar 4 menunjukkan struktur komponen kurkuminoid pada kunyit.

Gambar 4. Struktur pigmen kurkuminoid (Purseglove, 1981)

Kurkumin merupakan zat warna alami yang diperbolehkan sebagai pewarna makanan dengan nomor indeks 75300 (Anonim a, 1976). Tabel 3 menunjukkan total warna dan identitas komponen warna pada kunyit.

Tabel 3. Total warna dan identitas komponen pigmen pada rimpang kunyit

Nama senyawa Warna Total

warna (%) Kurkumin :

bis-(feruloil)-metana Kuning kemerahan 49.6 Desmetoksi kurkumin : p-hidroksi cinnamoil-feruloil metana Kuning kemerahan 28.7 Bis-desmetoksi kurkumin : Bis-(p-hidroksi cinnamoil)

metana Kuning jingga 22.3

(31)

Kurkumin merupakan senyawa berbentuk kristal bubuk dan berwarna kuning (Anonim a, 1976). Nama trivial kurkumin adalah 1.7-bis-(hidroksi-3-metoksi-fenil)-1.6-heptadiena-3.5 dione, atau di(4-hidroksi-3-metoksi sinamoil) metana. Kurkumin memiliki rumus dan bobot molekul masing-masing adalah C21H20O6 dan 368.37. Titik lebur kurkumin berkisar 183oC. Kurkumin tidak larut dalam air dan eter, tetapi larut dalam etanol dan asam asetat glasial. Jacob (1944) menyatakan bahwa kurkumin sedikit larut dalam air panas. Kurkumin tidak stabil terhadap cahaya dan kondisi alkali, tetapi tahan terhadap perlakuan panas.

Menurut Krisnamurthy et al. (1976), kunyit mengandung 2.5-6% pigmen kurkumin. Sedangkan berdasarkan penelitian Jusuf (1980), diperoleh gambaran bahwa kandungan kurkumin kunyit dari Jawa adalah 0.63-0.76% (w/w) dengan menggunakan analisa spektrofotometri terhadap ekstrak kasar kunyit.

Selain sebagai sumber zat warna, kurkumin juga memberikan sumbangan terhadap karakter kepedasan yang lembut pada kunyit (Purseglove et al., 1981). Fungsi lain dari kurkumin adalah sebagai antioksidan, anti inflamasi, efek pencegah kanker serta menurunkan risiko serangan jantung (Anonim d, 2006). Pada penelitian yang dilakukan oleh Chipault et al. (1955), kunyit mempunyai indeks antioksidan sebesar 15.9 (ulangan I) dan 29.6 (ulangan II) pada minyak jagung yang diuji dengan teknik absorbsi oksigen. Sedangkan Cort (1974) yang dikutip Farrell (1990) menyatakan bahwa indeks antioksidan pada kunyit sebesar 5.0.

b. Minyak Atsiri

Selain kurkumin, kunyit juga mengandung minyak atsiri yang menentukan aroma dan cita rasa kunyit. Dalam perdagangan Internasional, minyak ini dikenal sebagai turmeric oil atau turmerol (Purseglove, 1981). Minyak atsiri diperoleh dengan cara ekstraksi atau

(32)

penyulingan dari tumbuh-tumbuhan. Minyak atsiri mempunyai beberapa sifat yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat-sifat minyak atsiri kunyit

Sifat Keterangan

Warna Kuning jingga

Bau Aromatik dan peppery

Indeks refraksi 1.5130 pada 24oC Rotasi optik -14o pada 24oC

Berat jenis 0.9423 oada 24oC

Kelarutan 1 vol. minyak larut di dalam 1.8 volume 90% etanol Sumber : Krisnamurthy et al. (1976)

Guenther (1952) menyatakan bahwa pada destilasi rimpang kunyit kering dihasilkan 1.3-5.5% minyak atsiri dengan bau aromatis dan berwarna jingga kemerahan. Sedangkan Krisnamurthy et al. (1976) melaporkan bahwa kandungan minyak atsiri rimpang kunyit bervariasi antara 2.5-7.5%, tergantung pada varietas kunyit dan tempat tumbuhnya.

Kandungan lengkap dari minyak atsiri, yaitu (1) monoterpen yang terdiri dari p-simen, 1:8-sineol, α-feladren, sabinen, borneol dan (2) sesquiterpen yang terdiri dari turmeron, ar-turmeron, zingiberen, α-atlanton, γ-α-atlanton, dan β-sesquifeladren (Purseglove et al., 1981). Kedua komponen di atas terdapat dalam empat bentuk yaitu monoterpen hidrokarbon, monoterpen teroksigenasi, sesquiterpen hidrokarbon, dan sesquiterpen teroksigenasi. Komponen yang paling dominan adalah sesquiterpen teroksigenasi. Komponen utama dari minyak atsiri ini adalah turmerol yaitu suatu alkohol dengan rumus molekul C13H18O atau C14H10O (Purseglove et al., 1981). Turmerol merupakan sesquiterpen teroksigenasi yang terdiri dari turmeron dan ar-turmeron.

3. Kegunaan Kunyit

Diantara semua genus Curcuma, kunyit merupakan jenis yang paling banyak kegunaannya. Menurut Rukmana (1995), manfaat kunyit antara lain

(33)

: sebagai bahan bumbu dalam berbagai masakan, bahan pembuat ramuan untuk mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia, bahan baku industri jamu dan kosmetika, bahan penunjang industri teknik dan kerajinan, mencegah serangan penyakit pada hewan contohnya penyakit pencernaan ayam, dan desinfektan untuk mengawetkan benih yang disimpan. Sedangkan menurut Sastroamidjojo (1988), kunyit mempunyai khasiat sebagai penghilang gatal, antipasmodikum, obat gingivatis (radang gusi), obat radang selaput mata, obat sesak nafass, obat sakit perut, astrigentia, dan analgetika.

Kunyit dapat digunakan sebagai obat dalam maupun luar. Kunyit sebagai obat luar berfungsi untuk mengobati eksim, bengkak dan rematik, bengkak karena digigit serangga atau gatal-gatal karena ulat bulu, dan memperlancar air susu ibu. Sedangkan sebagai obat dalam, kunyit digunakan untuk mengobati berbagai gangguan kesehatan, seperti panas dalam, demam, diare, gusi bengkak, kencing manis. kencing batu, hepatitis dan untuk membersihkan rahim baik pada wanita yang baru melahirkan maupun setelah mendapat haid (Sinaga, 2006).

4. Sifat Antimikroba Kunyit

Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktifitas mikroba (Pelczar dan Reid, 1972). Dalam hubungannya dengan bahan makanan, zat antimikroba biasa digunakan sebagai aditif makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk atau perusak.

Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba antara lain : fenol dan senyawa fenolik, etanol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, deterjen, senyawa amonium kuarterner, asam dan basa, dan gas kemosterilan (Pelczar dan Reid, 1972). Ada beberapa cara aksi zat antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain : merusak dinding sel yang mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan komponen dinding sel pada sel yang sedang

(34)

tumbuh, mengubah permeabilitas memberan sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel misalnya, yang disebabkan oleh senyawa fenolik, deterjen sintetis, sabun dan senyawa kuarterner, menyebabkan denaturasi protein sel, misalnya oleh etanol, dan menghambat kerja enzim di dalam sel (Pelczar dan Reid, 1972).

Dalam hubungannya dengan bahan pangan, zat antimikroba biasa digunakan sebagai aditif makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk atau perusak. Beberapa aditif makanan yang sering digunakan sebagai antimikroba antara lain : asam-asam organik dan garamnya (propionat, benzoat, sorbat, asetat), senyawa nitrit dan nitrat, sulfur oksida dan sulfit, etilen dan propilen oksida, garam dan gula, etanol, formaldehida, rempah-rempah dan berbagai senyawa lainnya (Frazier dan Westhoff, 1979).

Pada kunyit, senyawa yang memiliki aktifitas antimikroba adalah kurkumin. Pada penelitian Ramprasad dan Sirsi (1956) menunjukkan bahwa, kurkumin mempunyai sifat antibakteri, terutama terhadap Micrococcus pyrogenes var. aureus. Kurkumin dalam bentuk natrium kurkuminat, bersifat bakteristatik terhadap Micrococcus pyrogenes var. aureus dengan dosis 1 ppm. Hal ini karena kurkumin merupakan senyawa fenolik yang mekanisme kerjanya mirip dengan senyawa fenolik lainnya yang berfungsi sebagai antimikroba.

Fenol dan senyawa turunannya telah terbukti mempunyai sifat bakteristatik dan bakterisidal sehingga sering digunakan sebagai desinfektan. Senyawa fenol berfungsi sebagai antimikroba dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel. Senyawa fenol bersifat aktif terhadap sel vegetatif bakteri, tetapi tidak terhadap spora bakteri. Keaktifannya menurun dengan adanya pengenceran dan reaksi dengan senyawa organik lain. Senyawa fenol sangat aktif pada pH asam (Hugo dan Russel, 1981).

Kurkumin juga diduga memiliki struktur yang mirip dengan senyawa nordihidroguaiaretik (NDGA) yang mempunyai sifat antibakteri yang kuat. Shih dan Harris (1977) melaporkan bahwa NDGA pada konsentrasi 1000

(35)

ppm mempunyai pengaruh letalitas yang kuat terhadap E. coli, dan pada 50 ppm sangat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Menurut Fardiaz et al. (1988), kunyit bersifat menghambat bakteri gram positif berbentuk batang karena kandungan kurkuminnya.

Kunyit memiliki sifat antimikroba dalam bentuk ekstrak maupun bubuk. Menurut Huhtanen (1980), bahwa ekstrak kunyit dalam etanol dapat menghambat Clostridium botulinum dengan Minimum Inhibitory Concentrations (MIC) sebesar 500 μg/ml. Pada penelitian Suwanto (1983) ditunjukkan bahwa pada konsentrasi sebesar 2 g/l, bubuk kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif batang, yaitu Bacillus subtilis dan Lactobacillus acidophilus. Lukman (1984) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa bubuk kunyit utuh bersifat bakterisidal terhadap semua bakteri batang gram positif yaitu Lactobacillus fermentum, Lactobacillus bulgaricus, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Bacillus megaterium dengan waktu kontak 0.5 jam. Bubuk kunyit residu dietil eter dan etanol juga bersifat bakterisidal pada waktu kontak yang cukup lama yaitu 168 jam.

(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu bahan ekstraksi kunyit, pembuatan mie basah, dan analisis. Bahan yang digunakan dalam ekstraksi kunyit adalah kunyit (Curcuma domestica) yang diperoleh dari BALITRO (Balai Tanaman Rempah dan Obat-obatan) dengan umur panen 9 bulan dan larutan Na-klorit 10%. Bahan yang digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung terigu merk Segitiga Biru dan Cakra Kembar, garam dapur, soda abu (Na2CO3), air mentah yang diperoleh keran Laboratorium, ekstrak kunyit, tepung tapioka, minyak kelapa merk Barco, dan plastik LDPE. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis fisik, kimia, mikrobiologis, dan sensori adalah buffer pH 7 dan 10, NaCl jenuh, aquades, alkohol 70%, larutan pengencer steril NaCl 0.85%, media Plate Count Agar (PCA), Acidified Potato Dextrose Agar (APDA), Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), spiritus, dan tissue.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat ekstraksi kunyit, pembuatan mie dan analisis. Alat-alat yang digunakan dalam ekstraksi kunyit adalah pisau, talenan, baskom, blender, panci, oven, loyang, korek api, dan kain saring. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan mie adalah noodle machine, mixer, timbangan, gelas ukur, dan gelas piala. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah cawan aluminium, desikator, oven, cawan porselin, stomacher, cawan petri steril, tabung reaksi, tabung Durham, pipet, mikropipet, sudip, inkubator, bunsen, erlenmeyer, gelas ukur, otoklaf, hot plate, labu takar, refrigerator, sealer, nampan, gelas sampel, sendok, aluminium foil, sudip, aw-meter, pH-meter, Texture analyzer, Chromameter, dan refluks.

(37)

B. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini kunyit diekstrak kemudian diaplikasikan pada pembuatan mie basah untuk mengetahui kemampuan kunyit dalam memperpanjang umur simpan mie basah. Metode penelitian yang akan dilakukan secara garis besar disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir garis besar penelitian Pembuatan ekstrak kunyit

Ekstrak Kunyit

Aplikasi ekstrak kunyit pada pembuatan mie basah

Mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit

Analisis kimia, mikrobiologi dan

perhitungan rendemen Kunyit segar Analisis fisik

Penyimpanan dengan plastik LDPE dan penentuan umur simpan dengan pengamatan secara subyektif : parameter bau asam dan lendir

Analisis fisik, kimia, mikrobiologi

dan perhitungan rendemen

Mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih Pemilihan mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih

Analisis fisik, kimia, mikrobiologi, organoleptik, dan

(38)

NaOCl Mr

HOCl Mr 1. Persiapan Kunyit

Kunyit dicuci bersih terlebih dahulu. Selanjutnya, kunyit disimpan pada lemari pendingin (cool room) untuk mencegah kerusakan kunyit. Kunyit yang akan digunakan dikupas kemudian diklorinasi. Tahap klorinasi dilakukan hanya pada ekstraksi segar. Klorin yang digunakan adalah Na-klorit 10% yang diperoleh dari toko kimia. Penggunaan klorin sebanyak 2000 ppm bertujuan mengurangi jumlah mikroba awal. Perhitungan penggunaan klorin 2000 ppm adalah sebagai berikut :

NaOCl cair 10% (w/v) = 100000 mg/l = 100000 ppm x ppm HOCL (yang aktif) = 100000 ppm x

= 100000 ppm x

= 70469.7987 ppm

Untuk membuat larutan klorin 2000 ppm dlm 2.5 L (500 gr kunyit) : V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 70469.7987 ppm = 2500 ml x 2000 ppm V1 = 70.95 ml = 71 ml

Volume NaOCl yang dibutuhkan = 71 ml

2. Ekstraksi Kunyit

Kunyit diperoleh dari BALITRO dengan tujuan mendapatkan mutu kunyit yang seragam dibandingkan bila diperoleh dari pasar. Sebelum mengalami proses ekstraksi, kadar air kunyit diukur dengan metode oven.

a. Ekstraksi Segar

Ekstraksi kunyit dilakukan dengan 2 cara yaitu ekstraksi segar dan ekstraksi rebus. Ekstraksi segar dilakukan tanpa pemanasan, yaitu dengan cara memblender kunyit. Cara pembuatan ekstrak kunyit segar disajikan pada Gambar 6. 5 . 74 5 . 52

(39)

Kunyit segar yang telah dibersihkan dan diklorinasi ¶

Pengirisan memanjang dengan ketebalan 1-2 mm ¶

Penghancuran menggunakan blender (kunyit : air = 1 : 1)

Penyaringan menggunakan kain saring ¶

Ekstrak Segar

Gambar 6. Diagram alir pembuatan ekstrak segar

b. Ekstraksi Rebus

Ekstraksi rebus dilakukan dengan pemanasan, yaitu dengan cara merebus kunyit, dimana cara ini juga sekaligus dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Cara pembuatan ekstrak kunyit rebus lebih jelas disajikan pada Gambar 7.

Kunyit segar yang telah dibersihkan dan diklorinasi ¶

Pengirisan memanjang dengan ketebalan 1-2 mm ¶

Perebusan (kunyit : air = 1 : 3 dan 1 : 5) dengan masing-masing waktu 10 dan 15 menit

Penyaringan menggunakan kain saring ¶

Ekstrak Rebus

(40)

c. Ekstrak Kunyit

Dari kedua cara ekstraksi kunyit yaitu ekstraksi segar dan rebus maka diperoleh ekstrak kunyit disajikan pada Tabel 5. Ekstrak kunyit dianalisis secara kimia yaitu dengan mengukur pH masing-masing jenis ekstrak, secara mikrobiologi untuk mengetahui total mikroba awal, dan perhitungan rendemen ekstrak kunyit. Kelima jenis ekstrak kunyit tersebut selanjutnya akan diaplikasikan pada pembuatan mie basah mentah dan matang.

Tabel 5. Jenis ekstrak kunyit

No. Ekstrak kunyit

1 Ekstrak segar

2 Ekstrak rebus 1 : 3 (10 menit) 3 Ekstrak rebus 1 : 3 (15 menit) 4 Ekstrak rebus 1 : 5 (10 menit) 5 Ekstrak rebus 1 : 5 (15 menit)

3. Pembuatan Mie Basah

Pembuatan mie basah dilakukan sesuai Pahrudin (2006), dengan bahan baku tepung terigu (100%), air (34%), garam (1%), dan Na2CO3 (0.6%). Proses pembuatan mie basah, baik mentah maupun matang disajikan pada Gambar 8.

Pembuatan mie basah mentah dan matang berbeda pada proses akhir. Mie basah mentah langsung dipupur dengan tapioka, sedangkan mie basah matang mengalami perebusan, dimana air yang digunakan untuk merebus dicampur dengan minyak kelapa merk Barco. Jumlah tapioka yang ditambahkan pada mie basah mentah adalah 3% dari bobot mie, sedangkan jumlah air yang digunakan untuk merebus adalah 4 kali bobot mie basah mentah dan jumlah minyak yang dicampur ke dalam air adalah 10% dari jumlah air.

(41)

Penimbangan bahan-bahan È

Pengadukan bahan-bahan kering dengan menggunakan mixer selama 1 menit

È

Pencampuran air sedikit demi sedikit È

Pengadukan adonan dengan menggunakan mixer selama 4-5 menit È

Pembentukan lembaran pada machine noodle È

Pengistirahatan selama 15 menit È

Penipisan lembaran È

Pemotongan mie

Pemupuran dengan tapioka Perebusan dalam air dicampur minyak

È È

Mie basah mentah Mie basah matang Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan mie basah.

4. Aplikasi Ekstrak Kunyit pada Pembuatan Mie Basah

Ekstrak kunyit tidak mengalami penyimpanan. Ekstrak kunyit yang digunakan untuk aplikasi harus dalam keadaan segar atau baru dibuat. Hal ini bertujuan untuk memperoleh mutu ekstrak kunyit terpilih. Jumlah ekstrak kunyit yang digunakan pada pembuatan mie basah disajikan pada Tabel 6. Konsentrasi ekstrak kunyit yang ditambahkan dihitung dari jumlah air (34%) yang digunakan pada pembuatan mie basah.

(42)

Tabel 6. Konsentrasi penambahan ekstrak kunyit pada pembuatan mie basah

Jenis ekstrak Konsentrasi ekstrak yang ditambahkan

Ekstrak segar (1 : 1)

10% dari jumlah air 20% dari jumlah air 30% dari jumlah air 40% dari jumlah air 50% dari jumlah air 100% dari jumlah air Ekstrak rebus (1 : 3 dan 1 : 5)

33.33% dari jumlah air 50% dari jumlah air 100% dari jumlah air

a. Mie Basah

Ekstrak kunyit diaplikasikan pada mie basah mentah maupun mie basah matang. Formula mie basah yang dibuat pada penelitian ini disajikan pada Tabel 7. Selain mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit, mie basah tanpa penambahan ekstrak kunyit (kontrol) juga dibuat sebagai pembanding. Pada penelitian ini, mie basah kontrol terbagi atas dua yaitu mie basah kontrol Lab dan mie basah kontrol Pasar. Mie basah kontrol Lab adalah mie basah yang dibuat di Laboratorium, tempat penelitian diadakan, sedangkan mie basah kontrol Pasar adalah mie basah yang diperoleh dari Pasar Bogor.

Tabel 7. Jenis mie basah matang

No. Jenis mie basah

1. Mie basah matang 10% ekstrak segar 2. Mie basah matang 20% ekstrak segar 3. Mie basah matang 30% ekstrak segar 4. Mie basah matang 40% ekstrak segar 5. Mie basah matang 50% ekstrak segar

6. Mie basah matang 33.33% ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 7. Mie basah matang 50% ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 8. Mie basah matang 100% ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 9. Mie basah mentah kontrol

(43)

Tabel 8. Jenis mie basah mentah

No. Jenis mie basah

1. Mie basah mentah 10% ekstrak segar 2. Mie basah mentah 20% ekstrak segar 3. Mie basah mentah 30% ekstrak segar 4. Mie basah mentah 40% ekstrak segar 5. Mie basah mentah 50% ekstrak segar

6. Mie basah mentah 33.33% ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) 7. Mie basah mentah 50% ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) 8. Mie basah mentah 100% ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) 9. Mie basah mentah 33.33% ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 10. Mie basah mentah 50% ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 11. Mie basah mentah 100% ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 12. Mie basah mentah 33.33% ekstrak rebus (1 : 5, 10 menit) 13. Mie basah mentah 50% ekstrak rebus (1 : 5, 10 menit) 14. Mie basah mentah 100% ekstrak rebus (1 : 5, 10 menit) 15. Mie basah mentah 33.33% ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) 16. Mie basah mentah 50% ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) 17. Mie basah mentah 100% ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) 18. Mie basah mentah kontrol

b. Pengemasan dan Penyimpanan

Mie basah dikemas dalam plastik LDPE dengan bobot 50gr/plastik untuk mie basah mentah dan 100gr/plastik untuk mie basah matang. Hal ini disesuaikan dengan bobot 1 porsi mie yang biasa dikonsumsi. Plastik LDPE merupakan plastik yang umum digunakan untuk kemasan mie basah yang dijual di pasaran dan memiliki harga yang relatif murah.

c. Pengamatan

Mie basah yang telah dikemas disimpan pada suhu ruang dan diamati setiap 4 jam sekali. Waktu pengamatan dipersempit menjadi 2 jam sekali setelah melewati 24 jam yang bertujuan untuk mengetahui umur simpan mie basah yang sebenarnya. Pengamatan terhadap mie basah dilakukan secara subyektif dengan memperhatikan bau asam dan lendir yang terbentuk. Umur simpan mie basah ditentukan melalui kedua parameter tersebut, apabila salah satu atau keduanya sudah terbentuk, maka itulah batas umur simpan suatu mie basah. Selain pengamatan

(44)

% 100 ) ( ) ( Re % x gr terigu bobot gr basah mie bobot basah mie ndemen = % 100 ) ( ) ( ) ( Re % x ml air gr kunyit bobot gr kunyit ekstrak bobot kunyit ekstrak ndemen + =

secara subyektif, mie basah juga dianalisis secara fisik yaitu pengukuran warna dan tekstur,secara kimia yaitu pengukuran pH pada jam awal atau jam ke-0 dan perhitungan rendemen mie basah.

d. Aplikasi Ekstrak Terpilih

Pada tahap ini dilakukan pembuatan mie dengan menggunakan ekstrak kunyit terpilih yang memberikan umur simpan terpanjang. Analisis yang dilakukan pada tahap ini meliputi total mikroba, total kapang khamir, total koliform, nilai pH, warna, uji kekerasan dan kelengketan, Aw, uji hedonik, dan analisis biaya.

5. Metode Analisis

A. Perhitungan Rendemen

Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui % perubahan suatu bahan pangan setelah mengalami proses pengolahan. Perhitungan rendemen mie basah dan ekstrak kunyit dapat dilihat sebagai berikut :

b. Kadar Air (AOAC, 1995)

Kadar air ditentukan secara langsung dengan menggunakan metode oven pada suhu 105oC. Mie basah sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian mie basah dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air mie basah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(45)

Keterangan :

a = berat mie basah awal (g)

b = berat mie basah akhir dan cawan (g) c = berat cawan (g)

c. Uji Kekerasan dan Kelengketan

Pengukuran kekerasan (firmness), kelengketan (adhesiveness), dan elastisitas dilakukan dengan Texture analyzer. Untuk mengukur kekerasan dan kelengketan digunakan Cylinder Probe P/35. Mie basah diletakkan pada wadah yang telah disediakan kemudian diukur kekerasan dan kelengketannya. Elastisitas merupakan gaya maksimum yang dapat menahan sejumlah beban tertentu. Elastisitas diukur menggunakan Spaghetti/Noodle Tensile Rig A/SPR. Mie basah dililitkan sejajar pada probe dan bagian dasar (base), kemudian diukur elastisitasnya. Satuan kekerasan, kelengketan dan elastisitas adalah gram force.

d. Pengukuran Warna

Warna diukur menggunakan alat chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Mie basah diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari mie basah dengan kisaran 0 sampai ± 100 (putih). Notasi “a “ menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai “+a” (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah dan nilai “–a “ (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi “b” menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai nilai “+b” (positif) dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan nilai “–b “ (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus:

oHue = tan-1 a b

(46)

Jika hasil yang diperoleh:

18o – 54o maka produk berwarna red (R)

54 o– 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)

126o – 162o maka produk berwarna yellow green (YG) 162o – 198o maka produk berwarna green (G)

198o – 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o – 270o maka produk berwarna blue (B)

270o – 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306o – 342o maka produk berwarna purple (P) 342o – 18o maka produk berwarna red purple (RP)

e. Nilai pH (AOAC, 1984)

Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 7 dan 10. Sebanyak 5 gram mie basah dihaluskan, ditambahkan sedikit air dan diaduk sampai merata. Kemudian elektroda ditempatkan dalam mie basah sehingga dapat terbaca nilai pH yang diukur. Elektroda diangkat dan dibilas dengan akuades.

f. Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al., 1989)

Sebanyak 10 gram mie basah ditambahkan sedikit air, kemudian dihancurkan sampai menjadi pulp. Campuran tersebut kemudian dipanaskan samapi mendidih dan dipindahkan ke labu takar 100 ml. Ditambahkan akuades sampai tanda tera. Diambil 25 ml larutan dan ditambahkan fenolftalein 3 tetes. Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,01 N yang telah distandarisasi sampai terbentuk warna merah muda.

g. Aw

Aktivitas air diukur menggunakan alat Aw-meter Shibaura WA-360. Sebelum digunakan untuk mengukur mie basah, alat ini dikalibrasi

(47)

terlebih dahulu dengan NaCl jenuh. Mie basah diletakkan dalam cawan sensor. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sensor Aw-meter. Tekan tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai Aw dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete.

h. Analisis Mikrobiologi (BAM, 2001)

Analisis sifat mikrobiologi yang dilakukan yaitu analisis total mikroba, total kapang-khamir, dan total bakteri E. coli. Analisis total mikroba dilakukan dengan metode TPC (Total Plate Count). Sebanyak 10 gram mie basah mie basah dimasukkan dalam plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer steril. Mie basah tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan alat stomacher selama 120 detik sehingga dihasilkan mie basah mie basah dengan pengenceran 1 : 10. Campuran dikocok dan diambil 1 ml kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga diperoleh pengenceran 10-2. dengan cara yang sama dilakukan 10-3, 10-4, dan seterusnya.

Dari masing-masing pengenceran dipipet secara aseptis 1 ml suspensi mie basah dengan menggunakan mikropipet, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril dilakukan secara duplo. Selanjutnya ditambahkan 15-20 ml medium PCA (Plate Count Agar) steril bersuhu 45-50oC. Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator dengan suhu 37oC selama 2 hari. Perhitungan total mikroba dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : N = Jumlah koloni yang berada dalam kisaran hitung (TPC : 25-250, kapang-khamir : 10-150) n = Jumlah cawan yang koloninya dapat dihitung D = Tingkat pengenceran terendah

CFU/g = Σ N cawan [(n1 x 1) + (n2 x 0.1)] x D

Gambar

Gambar 10 dan 11 menunjukkan pH masing-masing mie basah mentah  dan matang kunyit.
Gambar 11. Nilai pH mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit pada                         berbagai konsentrasi
Gambar 12. Umur simpan rata-rata mie basah mentah yang diamati secara                               subyektif
Gambar 13. Umur simpan rata-rata mie basah matang yang diamati secara                               subyektif
+7

Referensi

Dokumen terkait

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA II- 1..

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Berdasarkan data pada Gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 menunjukkan bahwa pada kecepatan angin tertinggi sebesar 4,4 m/s, menghasilkan kecepatan putar generator sebesar 804 rpm

Jika dalam spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh Pertamina mensyaratkan Pemilik Kapal untuk menyediakan peralatan untuk Ship to Ship (STS) Transfer, maka Pemilik Kapal

Hasil belajar PPKn selama ini lebih banyak membuat siswa pintar menghafal fakta, konsep dan peristiwa, tetapi kering dan tidak bermakna bagi kehidupan riil siswa. Belum tampak wujud

Sedangkan menurut Suranto (2002), bahan pengawet kayu adalah suatu senyawa (bahan) kimia, baik berupa bahan tunggal maupun campuran dua atau lebih bahan, yang dapat menyebabkan

Pada risiko produksi, yakni risiko yang mungkin terjadi pada saat poduksi buah Manggis terdapat tiga (3) jenis risiko yang paling potensial terjadi terdiri dari

Peran majelis ta’lim selaparang dalam pembinaan keagamaan masyarakat adalah Sebagai Tempat Peningkatan Pengetahuan Keagamaan, Tempat Pendidikan Seumur Hidup Berbasis