i
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
DALAM PENGELOLAAN AIR MINUM
(Studi Kasus DAS Cisadane Hulu)
MUHAMMAD FAUZI SUTOPO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa Lingkungan dalam Pengelolaan Air Minum: Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Hulu merupakan gagasan orisinal atau hasil karya ilmiah saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain atau lembaga yang berkompeten dengan penelitian telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Data dan informasi yang digunakan bersumber dari berbagai instansi yang dapat ditelusuri dan hasil wawancara rinci yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Pebruari 2011
Muhammad Fauzi Sutopo
Nrp P 061 060 121
iii
MUHAMMAD FAUZI SUTOPO. Payment for Environmental Services Policy Development in Drinking Water Management: A Case Study in the Upstream Watershed Cisadane. Advised by BUNASOR SANIM as Chairman, and YUSMAN SYAUKAT and M. IKHWANUDDIN MAWARDI as Members of the Advisory Committee.
Ecocentrism paradigm in development are intended to ensure the sustainability of water resources in the future for future generations. The research methodology was conducted with the model: (1) approach the community's willingness to conserve (YWTC), (2) approach to drinking water users willingness to pay for environmental services (YWTP), (3) approach the public's willingness to accept (receive) payment for services environment (YWTA
), and (4) approach to define policy options with the AHP approach. The results Payments for Environmental Services Policy Development in Drinking Water Management in the Upstream Watershed Cisadane suggests that policy development needs to develop incentives that more just and equitable (0.401 eigenvalues). This is evidenced by the highest contribution of the private sector's role in managing drinking water (0.438 eigenvalues) than any other actor because it has provided economic benefits (0.542 eigenvalues) while maintaining the best criteria by diversifying farming in order to increase people's income (0.579 eigenvalues) and consistent to carry out and launched a strategy to keep doing conservation work, especially in water catchment areas (0.583 eigenvalues) because when things are integrated and comprehensive nature of policy development measures are not implemented in a sensible, fair, equitable and wise according to the paradigm ecosentrisme, could be the sustainability of water resources in the watershed upstream Cisadane become big problems in the future. This is consistent also with a significant response to the willingness of people to do conservation (WTC) in a way to plant trees (sig. 0.049) and the perception of the PES community agrees that the importance of payments for environmental services (sig. 0.030) supported the community in when responding to the level of society's willingness to accept (receive) payment for environmental services (WTA) because it will affect the increased revenue (sig. 0.037) their own and the positive response from drinking water users (entrepreneurs) to be willingness to pay for environmental services (WTP) in exchange environmental services to the public because it is influenced by the existence and condition of benefiting from the significant linearly with level of education (sig. 0.041). Implications of a comprehensive and integrated policy is significant at the 95% confidence level.
iv
RINGKASAN
Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa Lingkungan
dalam Pengelolaan Air Minum
(Studi Kasus DAS Cisadane Hulu)
(Payments for Environmental Services Policy Development in Drinking Water Management: A Case Study in the Upstream Watershed Cisadane)
Paradigma ecocentrisme dalam pembangunan dimaksudkan untuk menjamin kelestarian sumberdaya air di masa depan untuk generasi mendatang. Pengelolaan air minum berkelanjutan merefleksikan aspek-aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan dari prinsip pembangunan berkelanjutan yang harus mendapat perhatian dari multi-stakeholders. Dalam ekonomi lingkungan mengenal variasi kompensasi atau compensating variation (CV) terjadi pada level kegunaan awal dimana kondisi lingkungan dengan kegunaan dan manfaatnya cenderung masih lebih tinggi sebagai penilaian jasa lingkungan berdasarkan pada kesediaan orang untuk membayar (WTP) jasa lingkungan yang lebih baik, sementara itu untuk variasi ekuivalen atau equivalent variation (EV) yang dievaluasi pada level kegunaaan akhir dimana kegunaannya dengan kondisi lingkungannya cenderung mendekati nilai nol sebagai kesediaan menerima pembayaran (WTA) bila diperoleh jasa lingkungan yang lebih inferior atau lebih buruk. Dalam hal lingkungan menjadi lebih buruk, maka perlu adanya kompensasi berupa kebijakan pembayaran jasa lingkungan (PJL) terhadap pemanfaat jasa lingkungan (users pay principle) sebagai pilihan dan implikasi kebijakan dalam pengelolaan air minum terpadu.
. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan model: (1) kesediaan masyarakat untuk melakukan konservasi (YWTC), (2) kesediaan pemanfaat
air minum untuk membayar jasa lingkungan (YWTP), (3) kesediaan
masyarakat menerima pembayaran atas jasa lingkungan (YWTA), dan (4)
v
perlunya dikembangkan pengembangan kebijakan insentif yang lebih adil dan merata (nilai eigen 0.401). Hal ini disebabkan karena adanya kontribusi peran tertinggi dari pihak swasta dalam mengelola air minum (nilai eigen 0.438) dibandingkan dengan aktor lainnya dengan memberikan manfaat ekonomi (nilai eigen 0.542) tetap mempertahankan kriteria terbaiknya dengan melakukan diversifikasi usahatani guna meningkatkan pendapatan masyarakat (nilai eigen 0.579) dan konsisten untuk melaksanakan dan mencanangkan strategi agar tetap melakukan kegiatan konservasi terutama pada kawasan resapan air (nilai eigen 0.583). Hal ini sesuai pula dengan respon yang signifikan terhadap kemauan masyarakat untuk melakukan konservasi (WTC) dengan cara melakukan menanam pohon (sig. 0.049) dan adanya persepsi terhadap PJL bahwa masyarakat setuju pentingnya pembayaran jasa lingkungan (sig. 0.030) yang didukung masyarakat pada saat merespon tingkat kesediaan masyarakat menerima pembayaran jasa lingkungan (WTA) karena akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan (sig. 0.037) mereka sendiri dan adanya respon positif dari pemanfaat air minum (pengusaha) untuk bersedia membayar jasa lingkungan (WTP) sebagai pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat karena dipengaruhi oleh keberadaan dan kondisi pemanfaat yang secara linear signifikan dengan level pendidikannya (sig. 0.041). Implikasi kebijakan yang menyeluruh dan terpadu tersebut signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.
vi
Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
vii
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
DALAM PENGELOLAAN AIR MINUM
(Studi Kasus DAS Cisadane Hulu)
MUHAMMAD FAUZI SUTOPO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
viii
Judul Disertasi: Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa
Lingkungan dalam Pengelolaan Air Minum: Studi
Kasus DAS Cisadane Hulu
N a m a : Muhammad Fauzi Sutopo
Nomor Pokok : P 061060121
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc.
Dr.Ir.Yusman Syaukat,M.Ec. Prof (R) Dr.Ir. M.Ikhwanuddin Mawardi,M.Sc. Anggota Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Pengelolaan Sumberdaya Alam Institut Pertanian Bogor
dan Lingkungan
Dr. drh. Hasim, DEA Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
ix
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Aris Munandar, M.S. 2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.S.
x
A I R
Firman ALLAH SWT dalam Al Qur’an
Kekuasaan Allah atas Air
Sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur (41:39); Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering), seperti itulah terjadinya kebangkitan (50:11); pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkannya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya (45:5), dan dengan air Dia hidupkan bumi sesudah matinya (2:164), air
diturunkan untuk menghidupkan bumi yang kering (22:5). Dia menurunkan air dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya (30:24) dan dari air
yang diturunkan dari langit itu terdapat tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah (2:164) dan ‘Arsy-Nya di atas air (11:7).
Kekuasaan Allah SWT mengenai Siklus Air
Allah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air dari langit (14:32). Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi (39:21), (43:11), (45:5), Air diturunkan dari langit (6:99), (10:24), (15:22), (16:10), (16:65), (39:21). Tuhan yang menurunkan dari langit air (20:53). Dia yang menurunkan air dari langit menurut kadarnya (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur) (43:11). Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi dan Kami berkuasa menghilangkannya (23:18). Kami turunkan dari langit air yang amat bersih (25:48). Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah (54:11) dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah (78:14). Kami curahkan air dari langit (80:25). Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air dari langit, lalu Dia hasilkan (ciptakan) dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu (2:22). Angin ditiupkan untuk menurunkan air di daerah yang tandus (7:57) dan kebun di dataran tinggi disiram dengan air yang lebat dan air gerimis memadai untuk menyuburkan kebun (2:265). Kami jadikan padanya Gunung-gunung yang tinggi dan Kami beri minum kamu air
xi
Keberkahan Air untuk Kehidupan
Kehidupan dunia seperti air, yang karenanya tumbuhlah dengan subur tanam-tanaman di bumi (10:24) dan air banyak manfaatnya (50:9); dari air Kami jadikan sesuatu yang hidup (21:30) dengan air Dia hidupkan bumi (10:24), (16:65) dan tanah yang mati (50:11). Dia menciptakan manusia dari air, punya keturunan dan mushaharah atau punya hubungan kekeluargaan (25:54), (53:46). Allah menciptakan semua jenis hewan dari air (24:45) dan air untuk menyuburkan tumbuh-tumbuhan (16:10), (41:39), dari air itu tumbuh berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam (20:53) dan menumbuhkan bermacam-macam tumbuhan yang indah (22:5), kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya (39:21), (43:11), (45:5); dengan air itu kami tumbuhkan untukmu kebun-kebun kurma dan anggur dan buah-buahan yang banyak, yang sebagian kamu makan (23:19), dan zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan ditumbuhkan dengan air (16:11). Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan dan kebun-kebun yang lebat (78:15-16) dengan air dihasilkan segala buah-buahan dan tanam-tanaman (2:22), (14:32), (16:11), (39:21), pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, pohon-pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami) (50:9-11). Tanam-tanaman yang tumbuh berdekatan dan (seluruhnya) disirami dengan air yang sama, (namun) Allah lebihkan yang satu dari yang lainnya (berbeda rasa) tentang rasa (13:4).
Muhasabah: Air untuk Kesejahteraan Publik
Apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum? Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? (56:68-69). Dia yang menurunkan air dari langit untuk kamu minum, menyuburkan tumbuh-tumbuhan dan untuk penggembalaan ternakmu (16:10), air diturunkan dari langit untuk minum kamu (Kami beri kamu minum) dan bukan kamu yang menyimpannya (15:22). Kami yang menurunkan air yang kamu minum dari awan. Kalau Kami kehendaki Kami jadikan dia asin (56:68-70), dan Kami beri minum kamu air yang tawar (77:27) dan dari celah batu memancar air untuk diminum (2:60). (Ingatlah) telah keluar dari 12 mata air ketika Musa memukulkan tongkatnya kepada batu (7:160) dan jika sumber air kamu menjadi kering, siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu? (66:30) (karena) Kami jadikan bumi memancarkan mata air - mata air maka bertemulah air (air yang banyak) itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan (54:12). Tatkala air telah naik (sampai ke Gunung atau bukit atau dataran tinggi lainnya atau dataran lainnya berupa air
bah atau banjir) Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar (69:11-12).
xii
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadlirat Allah SWT atas segala karunia dan rakhmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian pada Disertasi ini berjudul : Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa Lingkungan dalam Pengelolaan Air Minum (Studi Kasus DAS Cisadane Hulu).
Pada kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. dan Prof. (R) Dr. Ir. M. Ikhwanuddin Mawardi, M.Sc. masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang banyak membantu baik moral maupun material dan yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Prof.Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS (mantan Ketua PS PSL, SPs IPB) dan Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS selaku Dekan SPs IPB penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan dorongan motivasi dalam rangka penyelesaian studi dan Dr. drh. Hasim, DEA selaku Plh Ketua PS PSL, SPs IPB yang telah memberikan bimbingan khusus terkait pentingnya landasan moral dan etika dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kepada Dr. Ir. Aris Munandar, MS dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS masing-masing selaku Anggota Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup; kepada Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc. dan Dr.Ir. M. Donny Azdan, MA, MSc masing-masing selaku Anggota Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka yang telah menguji Disertasi dengan sangat baik, terima kasih atas kritik dan masukannya. Kepada Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, MSc Rektor IPB dan Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS Kepala PKSPL IPB yang senantiasa memberikan semangat, bantuan doa dan material. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu memberikan data dan informasi serta meluangkan waktunya untuk diwawancarai oleh penulis sehingga karya ilmiah ini dapat tersusun dan berhasil dipertahankan di depan sidang penguji. Terima kasih disampaikan kepada rekan-rekan PSL IPB Angkatan 2006 yang telah menciptakan kebersamaan dan saling mendorong untuk keberhasilan bersama. Jazakumullah Khairan Katsira.
Ucapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada ibunda Hj. Witri Sudaryati yang senantiasa setia dengan segala doa dan kasih sayangnya, penulis sampaikan pula kepada Istri tercinta (Dra.Nur’aini F) dan kelima anak tersayang (Zulfah Nur’azizah, M. Hizba Afdhaluddin, Azka Millatinassilmi, Azmanfirdausi Fadzlullah, dan Azmi Nurul Afifah) yang senantiasa memberikan semangat kehidupan dan atas segala budi baik, kasih sayang dan do’a tulusnya.
Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala amal baik ibu dan bapak semuanya. Amin. Jazakumullah Khairan Katsira.
Bogor, Pebruari 2011
xiii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 17 Pebruari 1958 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan, Ayah H. Muhammad Rodli Hadi Susilo (Almarhum) dan Ibunda Hj. Witri Sudaryati. Penulis memperoleh gelar kesarjanaan Bidang Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB (1982) dan Magister Sains Ekonomi Pertanian dari Sekolah Pascasarjana IPB (1992). Pada tahun 2006, penulis diterima dan memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PS PSL), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB), Bogor.
Penulis bekerja sebagai peneliti (individual researcher) dan freelance consultants sejak selesai studi S1 di IPB pada Euroconsult dan berbagai Lembaga Konsultan Nasional dan Internasional; Alhamdulillah telah mendarmabaktikan kepada masyarakat dan bangsa Indonesia dengan melakukan studi di berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke sejak 1982-sekarang. Pada tahun 1989-2005 penulis mengabdi pada almamater IPB dan mengajar sebagai dosen tamu di program diploma III, Program Studi Manajemen Bisnis dan Koperasi, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Selain itu, mengajar pada program S2, Program Studi Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB sebagai dosen tidak tetap dalam mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (EPN 553) sebagai anggota tim dengan Koordinator Dosen Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. pada semester genap selama tiga tahun (1996/1997 – 1999/2000). Pada periode 2004 – 2009, penulis mengabdikan diri dan ditakdirkan sebagai wakil rakyat menjadi anggota DPRD Kota Bogor melalui Partai Amanat Nasional. Saat ini penulis sebagai Ketua Dewan Pengawas dan sekaligus sebagai Pendiri BMT ‘Ibaadurrahman, Ciawi.
Alhamdulillah, semoga Karya Ilmiah Disertasi ini berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, agama, bangsa dan Negara. Amin.
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……… xiv
DAFTAR TABEL ……… xix
DAFTAR GAMBAR ……… xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xxix
I PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ……… 1
1.2 Perumusan Masalah ………. 9
1.3 Tujuan Penelitian ………. 16
1.4 Manfaat Penelitian ……… 16
1.5 Kebaruan Penelitian ….………. 17
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ………. 17
II TINJAUAN PUSTAKA ………. 19
2.1 Sumberdaya Air ………. 19
2.2 Daur Hidrologi dan Akuifer ……… 22
2.3 Kebijakan Lingkungan ………. 25
2.4 Jasa Lingkungan dan Kelembagaan Jasa Lingkungan ……….. 28
xv
2.6 Konsep Willingness to Pay dan Willingness to
Accept ……….. 37
2.7 Konsep Alokasi Air antara Hulu Hilir ……….. 45
2.8 Konsep Alokasi Air antar Wilayah ……… 48
2.9 Konsep Alokasi Air antara Harga Air dan Kelangkaan 49
2.11 Konsep Alokasi Air antara Harga Air dan kelimpahan 50
2.12 Perkembangan Pembayaran Jasa Lingkunga di Indonesia ……….. 51
2.13 Hasil Penelitian Terdahulu ………. 57
III METODOLOGI PENELITIAN ………. 67
3.1 Kerangka Pikir Penelitian ………. 67
3.2 Hipotesis Penelitain ……….. 73
3.3 Lokasi dan Waktu Peneltian ………. 74
3.4 Tahapan penelitian ……….. 77
3.5 Pengambilan Contoh ……….. 79
3.6 Data Penelitian dan Variabel yang Diamati ……….. 80
3.7 Pengolahan Data ……….. 82
3.8 Analisis Penelitian ……….. 82
3.8.1 Analisis ketersediaan dan pemakaian air minum ……….. 82
3.8.2 Analisis neraca air baku (air minum)………… 84
xvi
3.8.4 Analisis perilaku masyarakat dalam
konservasi ……….. 86
3.8.5 Analisis willingness to pay dan willingness to accept ……….. 89
3.8.5.1 Membuat pasar hipotesis …….. 90
3.8.5.2 Mendapatkan nilai lelang ……... 90
3.8.5.3 Menghitung rataan ………. 91
3.8.5.4 Memperkirakan kurva lelang (bid curve) ……….. 91
3.8.5.5 Menjumlahkan data (aggregating data) 92
3.8.5.6 Perbedaan nilai ………. 92
3.8.5.7 Model regresi logistik ………. 93
3.8.5.8 Metode analisis ………. 95
3.8.5.8.1 Analisis faktor ………. 95
3.8.5.8.2 Analisis komponen utama ……… 97
3.8.5.9 Pengujian model regresi logistik ……. 98
3.8.5.9.1 Uji keterandalan atau determinasi Model ……… 98
3.8.5.9.2 Uji Wald ……… 99
3.8.5.9.3 Odds Ratio ………... 99
3.8.5.9.4 Interpretasi koefisien ………. 99
3.8.6 Proses hierarki analitik ……….. 99
xvii
IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ………. 109
4.1 Demografi dan Pertumbuhan Penduduk ……… 107
4.2 Perekonomian Makro Kota Bogor dan Kabupaten Bogor ……… 112
4.3 Fisiografi Lahan ……… 115
4.4 Hidrogeologi, Cekungan Air Tanah dan Akuifer ….. 117
4.5 Cekungan Air Tanah Bogor dan Potensi Air Tanah 128
4.6 Ketersediaan Air Tanah ………. 130
4.7 Mata Air ………. 130
4.8 Kondisi Iklim ………. 140
4.9 Air Sungai dan Daerah Aliran Sungai ………... 140
4.10 Limpasan Sungai Cisadane ………. 148
4.11 Surplus, Defisit dan Neraca Air Sungai Cisadane .. 151
4.12 Kualitas Air Sungai Cisadane ……….. 157
4.13 Keragaan Pengambilan dan Pemanfaatan Air Minum ……….. 158
4.13.1 Keragaaa air curah ……….. 159
4.13.2 Keragaan air minum dalam kemasan ……. 161
4.13.3 Keragaan air bersih perusahaan daerah air minum ………..…………. 163
4.13.4 Keragaan Pengelolaan air minum Masyarakat ……… 166
xviii
V ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT DALAM
KONSERVASI DAN PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN 171
5.1 Analisis Perilaku Masyarakat dalam Konservasi ….. 171
5.2 Analisis Willingness to Pay ……… 179
5.3 Analisis Willingness to Accept ………. 189
VI ANALISIS PENGEMBANGAN KEBIJAKAN ………. 199
6.1 Struktur Analytical Hierarchy Process dan Nilai Eigen ………..……….. 199
6.2 Analisis Kontribusi Peran ……… 202
6.3 Pengambilan Keputusan Alternatif Kebijakan ………. 205
6.4 Implikasi Kebijakan ………. 207
VII KESIMPULAN DAN SARAN ……… 221
7.1 Kesimpulan ……….... 221
7.2 Saran ……….... 223
DAFTAR PUSTAKA ……….... 225
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
3.1 Jenis dan Jumlah Responden Penelitian ………… 79 3.2 Data Penelitian dan Variabel yang Diamati …….. 80 3.3 Nilai Skala Dasar Perbandingan Saaty dalam AHP 102 4.1 Perkembangan Penduduk Kota Bogor dan
Kabupaten Bogor, 2005 – 2009 ……….. 110 4.2 Jumlah Penduduk di Lokasi Sampel …………. 111 4.3 Kondisi Perekonomian Makro Kota Bogor dan
Kabupaten Bogor, 2005 – 2009 ……….. 114 4.4 Prosentase Kelas Lereng di DAS Cisadane Hulu … 117 4.5 Produktivitas Akuifer di Daerah Kabupaten Bogor
dan Kota Bogor ……… 126 4.6 Kategori Mata Air di DAS Cisadane Hulu ………….. 138 4.7 Kapasitas Terpasang Mata Air yang Dimanfaatkan
di DAS Cisadane Hulu, 2010 ……… 139 4.8 Sungai Utama dan Anak Sungai pada DAS
Cisadane Lintas Kabupaten Bogor dan
Kota Bogor ……….…… 144 4.9 Pendapatan Para Pelaku Air Curah dalam
xx
4.10 Pemakaian Air Minum di “UPL Nirwana” Desa Pancawati, Kecamatan Caringin, Kabupaten
Bogor, 2010 ……… 168 5.1 Analisis Faktor Peubah Perilaku Masyarakat terhadap
Konservasi di DAS Cisadane Hulu (Tahap 1), 2010 … 172 5.2 Anti-Image Matrices pada Peubah Perilaku Masyarakat terhadap Konservasi di DAS Cisadane Hulu, 2010 …. 172 5.3 Nilai MSA pada Peubah Perilaku Masyarakat terhadap
Konservasi di DAS Cisadane Hulu, 2010 ………. 173 5.4 Analisis Faktor Peubah Perilaku Masyarakat terhadap
Konservasi di DAS Cisadane Hulu (Tahap 2), 2010 … 174 5.5 Nilai MSA pada Peubah Perilaku Masyarakat terhadap
Konservasi di DAS Cisadane Hulu, 2010 ………. 174 5.6 Kesediaan Masyarakat untuk Melakukan Kegiatan
Konservasi di DAS Cisadane Hulu, 2010 ..………….. 175 5.7 Determinasi Model YWTC
5.8 Nilai Koefisien pada Peubah Perilaku Masyarakat
……… 176
terhadap Konservasi di DAS Cisadane Hulu, 2010 ….. 177 5.9 Analisis Faktor Peubah Kemauan untuk Membayar
Jasa Lingkungan di DAS Cisadane Hulu (Tahap 1),
2010 ………. 180 5.10 Nilai MSA pada Peubah Kemauan untuk Membayar
xxi
5.11 Analisis Faktor Peubah Kemauan untuk Membayar Jasa Lingkungan di DAS Cisadane Hulu (Tahap 2),
2010 ………. 181 5.12 Nilai MSA pada Peubah Kemauan untuk Membayar
Jasa Lingkungan di DAS Cisadane Hulu, 2010 …….. 182 5.13 Nilai MSA pada Peubah Kemauan untuk Membayar
Jasa Lingkungan di DAS Cisadane Hulu (Tahap 3),
2010 ……… 184 5.14 Kemauan Perusahaan untuk Membayar Jasa
Lingkungan di DAS Cisadane Hulu, 2010 ……… 185 5.15 Determinasi Model YWTP
5.16 Nilai Koefisien pada Peubah Perilaku Perusahaan
………... 185
Dalam Kesediaan untuk Membayar Jasa Lingkungan
di DAS Cisadane Hulu, 2010 ………. 186 5.17 Nilai MSA pada Peubah Kemauan untuk Menerima
Pembayaran atas Jasa Lingkungan di DAS Cisadane
Hulu, 2010 ………. 191 5.18 Analisis Faktor Peubah Kemauan untuk Menerima
Pembayaran atas Jasa Lingkungan di DAS Cisadane
Hulu (Tahap 2), 2010 ……….. 192 5.19 Nilai MSA pada Peubah Kemauan untuk Menerima
Pembayaran atas Jasa Lingkungan di DAS Cisadane
xxii
5.20 Kesediaan Masyarakat untuk Menerima Pembayaran
atas Jasa Lingkungan di DAS Cisadane Hulu, 2010 .. 194 5.21 Determinasi Model YWTA
5.22 Nilai Koefisien pada Peubah Kesediaan Masyarakat
……….. 195
untuk Menerima Pembayaran atas Jasa Lingkungan
di DAS Cisadane Hulu, 2010 ………. 196 6.1 Matrik Kebijakan Pajak Air Permukaan dan Pajak Air
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Pemanfaatan Sumberdaya Air Berbasis Penguatan
Ekologi ……… 7
1.2 Perumusan Masalah DAS Cisadane Hulu dalam
Kebijakan PJL ……….. 12 2.1 Siklus Air dalam Pola Penyebaran Sumberdaya
Air di suatu Wilayah …….……… 23 2.2 Siklus Air Tanah dalam suatu Akuifer DAS ………. 24 2.3 Kondisi Sosial Optimum pada Coase Theorem …… 35 2.4 Marginal (Total) Willingness to Pay ... 40 2.5 Biaya Oportunitas, Surplus Consumers’ dan
Surplus Producers’ ………. 40 2.6 Alokasi Air antar Wilayah Hulu dan Hilir ………….. 46 2.7 Keterkaitan antar Wilayah dalam Alokasi Air ……… 49 2.8 Hubungan antara Harga Air dengan Kelangkaan Air 49 2.9 Hubungan antara Harga Air dan Kelimpahan Air …. 51 3.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian ………….. 71 3.2 Peta Lokasi dan DAS Cisadane Hulu di Jawa Barat 75 3.3 Peta Lokasi Penelitian dan Perusahaan Pemanfaat
Air Permukaan dan Air Bawah tanah di
xxiv
3.4 Lokasi Penelitian DAS Cisadane Hulu pada Peta
Kabupaten Bogor ………. 76 3.5 Diagram Alir Tahapan Penelitian ……… 78 4.1 Penampakan Bentuk Fisiografi Kabupaten Bogor
dan Kota Bogor ……….. 116 4.2 Penampakan 3D (Tiga Dimensi) Bentuk Fisiografi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Hulu,
Lokasi SPAS di Desa Pasir Jaya ………. 116 4.3 Peta Hidrogeologi Kabupaten Bogor dan
Kota Bogor ………. 118 4.4 Peta Hidrogeologi, Cekungan Bogor, dan
Pemunculan Mata Air (Kabupaten Bogor dan
Kota Bogor) …..……… 120 4.5 Peta Daerah Resapan Air Kabupaten Bogor dan
Kota Bogor ………. 121 4.6 Jejaring Aliran (Flownet) Air Tanah pada
DAS Cisadane ……….. 127 4.7 Batas-batas dari Cekungan AIr Tanah Bogor ….. 129 4.8 Model Pemunculan Mata Air Akibat Pemancungan
Topografi ……….. 132 4.9 Model Pemunculan Mata Air Akibat Struktur Patahan 132 4.10 Sumber Mata Air di Desa Bojong Murni, Kecamatan
xxv
4.11 Fluktuasi Debit Bulanan Mata Air Bantar Kambing, Mata Air Tangkil, dan Mata Air Kota Batu selama
Tahun 2009 ……….. 135 4.12 Fluktuasi Debit Bulanan Mata Air PDAM Tirta Pakuan
Kota Bogor Tahun 2009 ……… 136 4.13 Fluktuasi Debit Bulanan Mata Air Ciburial, Pintu
Ledeng, Ciomas selama Tahun 2005 – 2009 …….. 137 4.14 Rata-rata Debit Tahunan Mata Air Ciburial, Pintu
Ledeng, Ciomas, PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten
Bogor selama tahun 2005 – 2009 ………. 137 4.15 Keragaan Jumlah Titik Mata Air di DAS Cisadane,
2009 ……….. 139 4.16 Jumlah Hari Hujan pada Dua Periode (2001 – 2005
dan 2005 – 2009) ……… 141 4.17 Jumlah Curah Hujan dan Curah Hujan Maksimum
Pada Dua Periode (2001 – 200 dan 2005 – 2009) .. 141 4.18 Pembagian Daerah Ailran Sungai (DAS)
di Jawa Barat ………. 142 4.19 Peta Aliran Sungai Cisadane Hulu pada Cekungan
Bogor di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor ………. 143 4.20 DAS Cisadane termasuk Sungai Utama dan
xxvi
4.22 Kondisi Tutupan Lahan dan Limpasan Air
di DAS Cisadane Hulu ……… 148 4.23 Fluktuasi Jumlah Air Tersedia untuk Limpasan
Permukaan di DAS Cisadane ……….. 149 4.24 Jumlah Hari Hujan, Hujan Maksimum, dan Jumlah
Curah Hujan Periode 2007 – 2009 di Wilayah Hulu
DAS Cisadane ………. 150 4.25 Hujan Maksimum, Jumlah Curah Hujan dan Jumlah
Hari Hari Hujan, 1999 – 2009 di Wilayah
DAS Cisadane ………. 150 4.26 Grafik Fluktuasi Tahunan Hujan Maksimum, Jumlah
Curah Hujan dan Hari Hujan di DAS Cisadane Hulu,
1967 – 2009 ………. 151 4.27 Grafik Surplus/Defisit di DAS Cisadane ……… 153 4.28 Grafik Surplus/Defisit di DAS Ciliwung .. ……… 154 4.29 Neraca Air Sungai Cisadane ……… 156 4.30 Perbandingan antara Kapasitas Terpasang dengan
Volume Air Terjual pada Kelompok Pemanfaat
Air Curah (Air Bersih) ……… 159 4.31 Produk AMDK Galon di DAS Cisadane Hulu …… 162 4.32 Sumber Air Baku Permukaan ……….. 164 4.33 Keragaan Jumlah Air Terdistribusi, Air Terjual dan
Kehilangan Air di PDAM Tirta Pakuan dan PDAM
xxvii
5.1 Keragaan Nilai WTP dan Rataan WTP ……… 189 5.2 Keragaan Nilai WTA dan Rataan WTA ………….. 198 6.1 Struktur AHP dan Nilai Eigen pada Hierarkhi
Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa
Lingkungan dalam Pengelolaan Air Minum …. 200 6.2 Kontribusi Peran Aktor dalam Menetapkan Pilihan
Kebijakan ……… 202 6.3 Kontribusi Manfaat dalam Menetapkan Pilihan
Kebijakan ……… 203 6.4 Kontribusi Kriteria dalam Menetapkan Pilihan
Kebijakan ……… 204 6.5 Kontribusi Strategi dalam Menetapkan Pilihan
Kebijakan ……… 204 6.6 Pengambilan Keputusan dengan Cara Histogram
dalam Menetapkan Pilihan Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa Lingkungan dalam
Pengelolaan Air Minum ………. 206 6.7 Pengambilan Keputusan dengan Cara Scatter Plot
dalam Menetapkan Pilihan Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa Lingkungan dalam
Pengelolaan Air Minum ……….. 206 6.8 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan
xxviii
6.9 Mekanisme PJL melalui U-PAM dan
xxix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
4.1 Jumlah Mata Air pada DAS Cisadane Hulu ………… 243 4.2 Inventarisasi Sungai dan Anak-anak Sungai Cisadane 246 4.3 Hujan Maksimum, Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan
Di DAS Cisadane Hulu 1967 – 2009 ………. 249 4.4 Kualitas Air Sungai Cisadane ……….. 250 4.5 Perusahaan Pemanfaat Air Bersih di DAS Cisadane
Hulu, Kecamatan Ciawi, 2009 ……….. 251 4.6 Perusahaan Pemanfaat Air Bersih di DAS Cisadane
Hulu, Kecamatan Caringin, 2009 ……….. 252 4.7 Perusahaan Pemanfaat Air Bersih di DAS Cisadane
Hulu, Kecamatan Cijeruk, 2009 ……….. 253 4.8 Perusahaan Pemanfaat Air Bersih di DAS Cisadane
Hulu, Kecamatan Cigombong, 2009 ………. 248 4.9 Perusahaan Pemanfaat Air Bersih di DAS Cisadane
Hulu, Kecamatan Tamansari, 2009 ………. 255 4.10 Perusahaan Pemanfaat Air Bersih di DAS Cisadane
Hulu, Kecamatan Ciomas, 2009 ……….. 256 4.11 Kelompok Pemanfaat Air Baku (Air Minum) dan
Kapasitas Terpasang dalam Pengelolaan Air Curah
xxx
4.12 Hubungan antara Kapasitas Terpasang dengan Kapasitas Terpakai Air Minum Berbasis Air Curah
di DAS Cisadane Hulu, 2010 ……….. 257 4.13 Pendapatan Para Pelaku dan Jumlah Air Terjual
dari Responden atau Sampel dalam Pengelolaan
Air Minum Berbasis Air Curah di DAS Cisadane Hulu 258 4.14 Pemasaran Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Aqua dan Non Aqua di DAS Cisadane Hulu, 2010 259 4.15 Produksi AMDK Botol dan Gelas Merk Aqua, 2010 260 4.16 Kapasitas Sumber Air Baku PDAM Tirta Kahuripan 261 4.17 Keragaan PDAM Tirta Pakuan dan PDAM Tirta
Kahuripan 2005 – 2009 ……….. 262 5.1 Analisis Regresi Logistik Perilaku Masyarakat dalam
Melakukan Konservasi ……….. 263 5.2 Analisis Faktor terhadap Variabel Penentu pada
Perilaku Masyarakat dalam Melakukan Konservasi .. 266 5.3 Analisis Regresi Logistik Perilaku Perusahaan dalam
Kesediaan Membayar Jasa Lingkungan ……..…….. 275 5.4 Analisis Faktor terhadap Variabel Penentu pada
Perilaku Perusahaan dalam Kesediaan Membayar
Jasa Lingkungan ……….……… 278 5.5 Analisis Regresi Logistik Perilaku Masyarakat dalam
xxxi
5.6 Analisis Faktor terhadap Variabel Penentu pada Perilaku Masyarakat dalam Kesediaan Menerima
Pembayaran Jasa Lingkungan ……….……. 296 6.1 Identifikasi Instrumen Kebijakan Pemanfaatan
1.1 Latar Belakang
Sumberdaya air merupakan Common Pool Resources (CPRs) yang
bersifat alami dan tradisional. CPRs tradisional lainnya adalah sumberdaya
hutan dan udara. Orstrom (1990) menjelaskan dua karakteristik utama
CPRs, yaitu: (1) memiliki sifat substractibility atau rivalness didalam
pemanfaatannya, dalam arti setiap konsumsi seseorang atau pemanenan
atas sumberdaya akan mengurangi kemampuan atau jatah orang lain
didalam memanfaatkan sumberdaya; (2) adanya biaya (cost) yang harus
dikeluarkan untuk membatasi akses pada sumberdaya untuk pihak-pihak lain
yang menjadi pemanfaat (beneficiaries).
Sumberdaya air di masa lalu terutama di daerah-daerah yang
berlimpah, seakan tersedia secara tidak terbatas; sumberdaya air
sebenarnya tersedia secara terbatas, hal ini dapat terjadi karena adanya
penurunan kualitas lingkungan yang diindikasikan oleh perubahan debit
sungai, berkurangnya debit dan kapasitas mata air, dan penurunan kualitas
air akibat pencemaran. Namun, karena pada kondisi-kondisi tertentu air
tersebut tersedia cukup banyak sehingga tidak begitu dirasakan adanya
keterbatasan ketersediaannya.
Menurut Rustiadi 2006, kecenderungan pemanfaatan berlebihan atau
overuse merupakan masalah yang sekaligus penciri dari
sumberdaya-sumberdaya CPRs, untuk itu diperlukan mekanisme dan sistem
kelembagaan yang dapat menghindarinya. Hal ini sejalan dengan gagasan
Orstrom (1990) menyatakan: (1) privatisasi sumberdaya alam bukanlah cara
yang tepat termasuk untuk menghambat kerusakan lingkungan, (2)
pemerintah tak selalu sebagai pengatur terbaik bagi alokasi sumberdaya
milik publik, dan (3) masyarakat bisa diberdayakan bagi komunitasnya
kepercayaan untuk memimpin sendiri pengelolaannya, sebagaimana
dijumpai pada cara masyarakat tradisional mengelola lingkungannya,
sebagai hak ulayat. Dalam pemahaman Sarosa (2002) bahwa pembangunan
yang melibatkan masyarakat lokal dan memperhatikan ekosistem alami telah
mencapai tahapan atau phase tiga yang didalamnya terdapat lima visi,
meliputi produktivitas ekonomi (economic productivity), keberlanjutan secara
ekologi (ecological sustainability), keadilan sosial (social justice), partisipasi
politik (political participation) dan adanya semangat atau getaran kultural
(cultural vibrancy) yang ada pada masyarakat.
Menurut Schlager dan Orstrom (1992) hak atas kepemilikan
sumberdaya air dicirikan oleh: (1) Access, adalah hak untuk masuk ke
suatu sumberdaya air, biasanya hak ini dimiliki oleh masyarakat yang
bertempat tinggal di dekat sumberdaya air berada, sehingga konsekuensinya
masyarakat yang berada di sekitar sumberdaya air berada akan memiliki hak
ini. (2) Withdrawal, adalah hak untuk mengambil unit air dari sumberdaya
air untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan masyarakat. (3) Management,
adalah hak untuk membuat keputusan tentang bagaimana sumberdaya air
itu dapat digunakan, biasanya otoritas ini dimiliki oleh pemerintah dan
masyarakat komunal yang didasarkan pada keputusan collective. Dalam hal
demikian, terdapat dua model pengaturan sumberdaya air yakni pengaturan
oleh manajemen pemerintah dan manajemen masyarakat lokal. (4)
Exclusion, adalah hak untuk memutuskan siapa yang boleh masuk ke
sumberdaya air tertentu dan siapa yang tidak boleh. Otoritas ini biasanya
juga dimiliki oleh masyarakat lokal di sekitar sumberdaya air berada, namun
lebih baik jika disini diperlukan otoritas pemerintah yang memiliki kekuatan
untuk memaksakan aturan terhadap pengguna air. (5) Transfers, adalah
hak untuk menjual, menyewakan, atau mewariskan sumberdaya air kepada
pihak lain yang memerlukannya. Otoritas ini juga biasanya dimiliki oleh
Kedua hak pertama digolongkan pada hak tingkat operasional
(operational level), sedangkan ketiga hak terakhir digolongkan pada tingkat
pilihan bersama (collective-choice level). Kelima hak tersebut, lebih lanjut
dinyatakan, bila kelima hak tersebut dimiliki oleh masyarakat atau seseorang
atau badan usaha, berarti sumberdaya air tersebut property right-nya bersifat
private property right, tetapi jika hanya sebagian, misalnya hanya memiliki
hak akses dan pengambilan, maka property right atas sumberdaya air
bersifat common property right; demikian pula bila masyarakat lokal memiliki
hak exclusion, maka masyarakat lokal langsung memiliki hak akses, hak
pengambilan, dan hak manajemen atas sumberdaya air yang ada.
Kelima hak kepemilikan atas sumberdaya air tersebut, secara umum
dapat dikelompokan menjadi empat, yaitu: (1) pemilik (owner), (2) penggarap
(propriator), (3) pengkalim (claimant), (4) pengguna yang diberi otoritas
(authorized user). Dengan demikian pemilik atas sumberdaya air seharusnya
memiliki otoritas dari semua hak di atas, sedangkan pengguna (user) diberi
otoritas hanya memiliki salah satu dari kelima hak yang ada, misalnya hak
akses dan hak pengambilan, sedangkan hak manajemen, exclusion dan
transfer tidak dimiliki oleh user, namun berada di tangan pihak lain, bisa
pemerintah atau masyarakat komunal, dimana hak exclusion dan transfer
pengaturannya harus melalui pemerintah.
Air merupakan sumberdaya alam yang berfungsi sebagai unsur
paling esensial dan penentu terpenting dalam kehidupan setiap makhluk
hidup serta pada beberapa keadaan dapat merupakan faktor yang
menentukan terhadap tingkat kemakmuran suatu masyarakat bangsa.
Dengan demikian air merupakan sumberdaya alam yang sangat strategis
dan vital bagi kehidupan manusia dan pembangunan serta keberadaannya
tidak digantikan oleh materi lainnya. Dalam hal ini, air dibutuhkan untuk
menunjang berbagai sistem kehidupan baik dalam lingkungan atmosfir,
pembangunan dan berbagai kebutuhan manusia perlu dijamin
kesinambungannya terutama kuantitas dan kualitasnya.
Meningkatnya jumlah penduduk, pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi maka ketersediaan dan pemanfaatan air bersih (fresh water) untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat manusia dan peningkatan kinerja ekonomi
mengalami perubahan dan cenderung terdapat arah yang menimbulkan sifat
kelangkaan akan air bersih. Terlebih karena air bersifat barang publik yang
telah menjadi barang ekonomis yang semakin strategis, maka pemanfaatan
sumberdaya air (baku) bersih menimbulkan tiga jenis persaingan
(competitions), yaitu: (1) persaingan antara individual atau kelompok
pengguna (antara pihak-pihak kelompok kaya dan miskin atau kelompok
berdaya dan tidak berdaya) dalam satu generasi, (2) kompetisi spasial
seperti antara desa dan kota, antara hulu dan hilir, ataupun (3) persaingan
temporal antara generasi saat ini dan generasi mendatang bagi keperluan
kehidupan. Sehubungan dengan kompetisi tersebut maka dalam
pengalokasian sumberdaya air haruslah ditangani dengan baik, kearah
perbaikan efisiensi dan keadilan (equity) agar tidak terjadi kemubaziran dan
tidak mengarah kepada ketidakberlanjutan atau kelangkaan.
Pemanfaatan air baku dalam pengelolaan pengembangan sistem
penyediaan air minum (SPAM) dan pengelolaan air (bersih) minum
diharapkan dapat terintegrasi dalam tiga pilar pembangunan berkelanjutan,
yaitu lingkungan atau ekologi atau ekosistem, ekonomi, dan sosial
(Munasinghe 1993). Pertama, memasukkan pertimbangan ekologi
(lingkungan) dalam setiap kebijakan ekonomi dan sektoral, artinya
menciptakan pembangunan berwawasan lingkungan. Kedua, menyarankan
strategi preventif atau antisipasi dalam setiap proyek atau kegiatan
pembangunan karena mencegah lebih baik dan lebih murah dibandingkan
dengan memperbaiki yang telah terlanjur rusak. Ketiga, memperluas
yang baik dan berkelanjutan untuk mencapai tingkat kesejahteraan
masyarakat yang lebih baik di masa mendatang.
Seragaldin 1994 menjelaskan dalam pembangunan berkelanjutan
perlu adanya tiga tujuan pembangunan, yaitu: pertama, tujuan ekosistem
dan tujuan ekonomi, bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk
tujuan pembangunan ekonomi harus didahului oleh evaluasi dampak
lingkungan sebagai langkah pencegahan terhadap resiko-resiko lingkungan
yang dapat terjadi. Kecenderungan untuk mengabaikan nilai-nilai yang tidak
memiliki harga (instrinsic value) ataupun atas beban sosial masyarakat
sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya alam harus dihindari. Bila tidak,
hal itu akan menimbulkan eksternalitas negatif yang akan merugikan
masyarakat secara keseluruhan karena akan menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas kehidupan dan lingkungannya, sehingga upaya-upaya
internalisasi atas eksternalitas negatif harus dilakukan, misalnya dengan
program kompensasi kepada masyarakat.
Kedua, tujuan ekosistem dan tujuan sosial, dalam upaya konservasi
sumberdaya alam, seperti hutan, harus mempertimbangkan masyarakat
yang berdomisili di sekitar sumberdaya tersebut. Kalau tidak maka akan
berakibat pada terjadinya kemiskinan dan program perlindungan lingkungan
menjadi suatu kegagalan. Selain itu karena tekanan pertumbuhan penduduk
yang sangat pesat maka program konservasi menjadi sangat penting dan
berarti, sehingga diperlukan adanya pengukuhan atas hak-hak kepemilikan
dan hak-hak ulayat masyarakat lokal. Konsultasi publik sebelum perumusan
dan implementasi suatu program perlu dilakukan guna merangsang dan
menggali potensi dan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat.
Ketiga, tujuan sosial dan tujuan ekonomi, unsur-unsur yang harus
diperhatikan untuk mencapai tujuan sosial dan tujuan ekonomi secara
bersamaan, yaitu: distribusi pendapatan, lapangan kerja, dan bantuan sosial.
Misalnya, pemberian kesempatan berusaha dan pengembangan usaha bagi
insentif, kompensasi dan penyediaan berbagai fasilitas untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia seperti pedampingan dan pelatihan,
pendidikan dan penyuluhan.
Ketiga domain tersebut satu dengan yang lainnya saling berikatan,
namun mempunyai kepentingan yang berbeda pada saat memanfaatkan
sumberdaya air (Sanim 2003). Pada domain ekosistem dimana masyarakat
lokal (inhibitant) yang berdomisili di dalam dan di sekitar sumberdaya air
dapat mempunyai dua pandangan filosofis. Jika masyarakat lokal
berlandaskan pada filosofis atau paradigma antropocentrisme, maka air
sebagai barang publik dan Common Pool Resources (CPRs) dapat
dimanfaatkan secara boros (tidak efisien) dan tanpa dilandasi perlunya
keberlanjutan. Sebaliknya bila ecocentrisme yang melandasi cara
pandangnya, maka efisiensi dan keberlanjutan sumberdaya air menjadi satu
hal yang sangat penting dalam kehidupannya.
Gambaran integrasi antara pilar dan tujuan pembangunan
berkelanjutan, kemudian digabungkan dengan kerangka pendekatan filosofis
dalam kebijakan pemanfaatan sumberdaya air yang dibedakan dalam tiga
domain (ruang), meliputi: ecosystem atau ecological sector domain, private
sector domain, dan public sector domain yang satu dengan lainnya
mempunyai kepentingan berbeda namun terintegrasi dan komprehensif
(Gambar 1.1). Domain sektor publik, menyerahkan rekonstruksi atau
perbaikan dalam pengelolaan air baku untuk air (bersih) minum diserahkan
pada rekayasa kebijakan publik melalui desentralisasi kekuasaan dan
manajemen dengan menyerahkan tanggung jawab kepada Pemerintah
Daerah atau Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) secara regionalisasi
atau dikordinasikan oleh Pemerintah Propinsi (seperti Perusahaan Jasa
Tirta), hal ini sejalan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
tetap memperhatikan dan mempertimbangkan kecenderungannya yang lebih
dominan menganut paradigma ecocentrisme daripada antropocentrisme.
Tujuan Ekosistem:
Penguatan Ecocentrisme Daya Dukung, Isu Global, dan Integrasi lingkungan
Partisipasi Evaluasi dan Internalisasi Konsultasi Paradigma Dampak, Penilaian
Pluralisme Antropocentrisme Sumberdaya
atau Ecocentrisme?
Tujuan Sosial: Tujuan Ekonomi:
Pemberdayaan, Pertumbuhan,
Partisipasi, Efisiensi,
Mobilitas, Pemerataan
Kelembagaan Distribusi
Pendapatan, Lapangan Kerja, Perbantuan
Penguatan Paradigma Ecocentrisme
(domain ekosistem)
Gambar 1.1 Pemanfaatan Sumberdaya Air Berbasis Penguatan Ekologi (Modifikasi dari: Munasinghe 1993; Seragaldin 1994; Putri 2003; Sanim 2003; )
Domain sektor privat dalam pengelolaan sumberdaya air diserahkan
melalui mekanisme kebijakan di sektor privat, dimana desentralisasi
kekuasaan dan manajemen dilakukan melalui privatisasi. Dalam UU No. 7
Domain Ekosistem (Ekologi) Ecosystem sector domain Domain Pasar (Ekonomi) Private sector domain Domain Publik (sosial-umum) Public sector domain Rekontruksi Pengelolaan Sumberdaya Air melalui Rekayasa Kebijakan Publik (Regionalisasi dan Desentralisasi pada PemerintahDaerah) Rekontruksi Pengelolaan Sumberdaya Air melalui Rekayasa Kebijakan Privat (Privatisasi dan Desentralisasi)
[image:38.612.90.489.142.633.2]Tahun 2004 tentang Sumberdaya air peran privat atau swasta dimungkinkan
untuk terlibat dalam pengelolaan air (bersih) minum, sehingga dimungkinkan
adanya komersialisasi atas sumberdaya air dengan tetap
mempertimbangkan kerangka filosofis antropocentrisme atau ecocentrisme.
Namun, karena domainnya bersifat privat, kecenderungannya akan lebih
dominan menganut paradigma antropocentrisme daripada ecocentrisme.
Berdasarkan latar belakang pentingnya tiga pilar dalam
pembangunan berkelanjutan, maka pengelolaan sumberdaya air selain perlu
memliki ketiga tujuan pembangunan berkelanjutan, maka harus dilandasi
pula oleh paradigma ecocentrisme sebagai umpan balik pembangunan untuk
menjamin kelestarian sumberdaya air di masa depan untuk generasi
mendatang. Oleh karenanya diperlukan adanya sistem insentif sebagai
kompensasi atas jasa lingkungan air terutama bagi pengaturan perilaku
antara masyarakat yang berada di hulu dengan masyarakat yang
memanfaatkan air di hilir dalam kerangka untuk menstabilisasikan dan
keberlanjutan kehidupan manusia di masa depan dengan tetap
mendapatkan manfaat penting atas keberadaan sumberdaya air tersebut
secara bijaksana dan ramah lingkungan (green product) pada saat sekarang.
Kondisi demikian yang menghubungkan adanya peningkatan yang tinggi
atas pengambilan dan pemanfaatan air dengan kompensasi dalam skema
jasa lingkungan berupa Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) atau Payment
for Environmental Services (PES). Dalam kontek demikian, perlu adanya
pemikiran tentang adanya insentif terhadap penyedia jasa lingkungan yang
oleh para pemanfaat air minum (benefeciaries) disesuaikan dengan nilai
pembayaran jasa lingkungannya sebagai biaya konservasi di hulu menjadi
sesuatu yang penting dan bermanfaat bagi masyarakat penyedia jasa
lingkungan berupa PJL sebagai kompensasi atas penggunaan jasa
lingkungan air (bersih) minum.
Pembayaran jasa lingkungan memberikan arti penting dalam hal
banyak orang yang belum mendapatkan jasa lingkungan yang layak atas
pengusahaan air minum. Kedua, potensi perkembangan pemasaran jasa air
pada saat sekarang cukup menjanjikan. Kertiga, pentingnya peningkatan
kapasitas para pemangku kepentingan yang bergerak dan terkait dalam
usaha jasa air yang ramah lingkungan, antara lain: (a) pemerintah (pusat
dan daerah, lintas sektoral, regional dan/atau wilayah), (b) masyarakat, (c)
swasta atau badan usaha, (d) lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan (e)
lembaga donor.
Penelitian ini mencoba menguraikan pentingnya analisis kebijakan
atas pengelolaan sumberdaya air baku yang dimanfaatkan untuk air minum
yang secara kompleksitas kebijakan diperlihatkan pada Lampiran Tabel 6.1;
selain itu pentingnya analisis terhadap pembayaran jasa lingkungan (PJL)
bagi kelestariaan lingkungan yang mampu menghasilkan: (a) nilai
pembayaran jasa lingkungan dan prinsip-prinsip kebijakan yang berkaitan
dengan mekanisme PJL; dan (b) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kebijakan lingkungan atas pengelolaan air (bersih) minum.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah adanya sifat keterbatasan atas sumberdaya air timbul
karena adanya kecenderungan overuse atau penggunaan yang berlebih
sehingga sangat mengganggu potensi orang lain untuk memanfaatkannya.
Kecenderungan overuse dapat menyebabkan congestion, hal ini terjadi
karena ketidakseimbangan antara supply dan demand pada waktu tertentu.
Kecenderungan overuse akan mengarah pada degradasi dan deplesi
sumberdaya air. Dengan perkataan lain, penyediaan (supply) sumberdaya
air dapat menjadi semakin kritis, sementara permintaannya menjadi terus
meningkat sehingga akan mengalami banyak kejadian periode defisit air.
Selain itu dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan
masyarakat telah mengakibatkan peningkatan terhadap permintaan
(demand) air bersih, apabila standar kehidupan masyarakat menjadi
juga akan menjadi meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa tingkat
ketersediaan air sudah berkaitan dengan kemajuan ekonomi; maka
diperlukan adanya sistem insentif yang kuat untuk menghemat air berupa
harga air yang tepat (the right price) berdasarkan nilai keekonomiannya
dengan memperhatikan perlindungannya di hulu dan didukung oleh sistem
kelembagaan yang benar (the right institution). Masalah adanya biaya
(cost) yang harus dikeluarkan untuk membatasi akses pada sumberdaya
untuk pihak-pihak lain yang menjadi pemanfaat, seperti halnya barang publik
(public goods) atau CPRs memiliki permasalahan yang sama yaitu kehadiran
pihak-pihak yang mendapatkan manfaat tetapi tidak berkontribusi pada
biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan, memelihara dan
mengatur pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan dimaksud.
Kecenderungan overuse yang melampaui batas akan mengancam pada
keberlanjutan sistem produksi dalam pengelolaan air minum.
Permasalahan lingkungan dalam pengelolaan air minum disebabkan
antara lain karena adanya interaksi yang tidak harmonis antara aktivitas
ekonomi dengan eksistensi dan terbatasnya kapasitas air baku dalam upaya
memenuhi kebutuhan manusia dan daya dukung lingkungan yang menurun.
Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat telah
mengakibatkan peningkatan terhadap permintaan (demand) air (bersih)
minum terutama bila standar kehidupan masyarakat menjadi meningkat di
wilayah perkotaan, sehingga konsumsi air per kapita meningkat pula. Data
BPDAS 2007 menyatakan bahwa debit rata-rata per bulan di DAS Cisadane
adalah 17 335 l/detik, tertinggi pada Desember 38 275 l/detik dan terendah
pada bulan Agustus 1 107 l/detik. Mata air di Kabupaten dan Kota Bogor
berjumlah 105 dan 58 diantaranya berada di wilayah DAS Cisadane, telah
dieksploitasi sekitar 55 mata air dan 13 mata air diantaranya perlu mendapat
perhatian. Satu mata air tingkat kekritisannya masuk dalam kategori sangat
prioritas dalam hal penanganannya yaitu mata air Curuggalong (Caringin);
ada mata air yang masuk kategori prioritas ada 10 mata air dan 2 mata air
Cijeruk, Cigombong, Caringin, dan Ciawi, Kabupaten Bogor. Selain itu di
DAS Cisadane hulu, ada 4 mata air yang terletak di Kabupaten Bogor tetapi
keempat mata air tersebut (Tangkil, Bantar Kambing, Palasari, dan Kota
Batu) digunakan untuk kepentingan PDAM Kota Bogor, sedangkan PDAM
Kabupaten Bogor adalah mata air Cibedug, Citiis, Cijeruk dan Ciburial.
Menurut BPSDA (2009), pemanfatan air permukaan sepanjang DAS
Cisadane untuk penggunaan air bersih, terdapat 15 titik diantaranya: PDAM
Kota Bogor di Cipaku dengan pengambilan air 777 600 m3/bulan dan di
Intake Ciherang Pondok 2 073 600 m3/bulan.
Daerah aliran sungai (DAS) dipandang sebagai suatu sistem dimana
semua komponen penyusunnya saling berinteraksi satu sama lain
khususnya hubungan antara hulu dengan hilir; dimana keberlangsungan
pengelolaan DAS dan konservasi tanah dalam jangka panjang sangat
ditentukan oleh keseimbangan tercapainya manfaat sosial ekonomi dan
terpeliharanya fungsi lingkungan. Terjadinya gangguan atau kerusakan salah
satu komponen ekosistem tersebut menyebabkan gangguan pada
keseluruhan sistem yang ada.
Permasalahan di DAS Cisadane hulu terbagi dalam tiga aspek.
Pertama, aspek biofisik, meliputi: (1) tingkat erosi, (2) sedimentasi sungai
(3) penggunaan, penggarapan, dan konservasi lahan (4) penanaman pohon.
Kedua, aspek kelembagaan, yaitu: (1) peraturan perundang-undangan, (2)
mekanisme insentif, (3) kelembagaan masyarakat setempat. Ketiga, aspek
sosial, budaya dan ekonomi, meliputi: (1) tingginya tekanan penduduk, (2)
ketergantungan penduduk terhadap lahan, (3) respon penduduk terhadap
sistem penggarapan dan konservasi lahan, (5) pengusahaan sumber air
baku untuk air minum, (6) konflik kepentingan antar stakeholders, (7)
pengelolaan kebijakan sumberdaya air, dan (8) kompensasi atas
[image:43.612.53.518.52.740.2]
Gambar 1.2 Perumusan Masalah DAS Cisadane Hulu dalam Kebijakan PJL
Penen-tuan Biore-gion Sumber Air Identi-fikasi Potensi Sumber Air Potensi Kuan-titas dan Kualitas Sumber Air Kebu-tuhan Air Lokal Kebu-tuhan Air antar Wilayah Kebijakan Perlindungan Resapan Air dan Petani di Hulu
Perlunya Analisis Kebijakan PJL dalam Pengelolaan SPAM
Dana Kompensasi Air
Mekanisme Transfer Dana Konservasi Sumber Air
Komitmen Stakeholders Proses Negosiasi
MoU Kontribusi Nilai Ekonomi Air
SISI PENAWARAN SD AIR
Pemanfaat Sumber-daya Air (Pengelola) Penyedia Sumberdaya
Air (Seller) di Hulu
BAGAIMANA KEBIJAKAN PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR MINUM?
BAGAIMANA PEMERINTAH MENGATUR PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR ? Jaminan
Kontinuitas Pasokan Air
Proses Transfer dan Transaksi ?
SISI PERMINTAAN SD AIR DAS CISADANE HULU
Masalah Biofisik:
Pengendali Erosi, Sedi-mentasi, Reboisasi, Pertanian Konservasi
Masalah Sosial, Budaya, Ekonomi:
Jumlah Penduduk, Konflik, Ketergantungan terhadap Lahan, Pemanfaatan Air, Nilai Kompensasi
Masalah Kelembagaan:
Peraturan, Perundang-undangan, Mekanisme In-sentif, Kelembagaan Lokal
KESEIMBANGAN EKOSISTEM ALAMI:
(1) Pengelolaan tanah; (2) Pengelolaan Sumberdaya Air; (3) Pengelolaan hutan; (4) Pembinaan Manusia
(penerangan; penyuluhan; diklat; dan pendampingan)
Pengusahaan SD Air Pertambahan Penduduk Deplesi SDA (Hutan, Lahan, Air)
Ketersediaan SD Air Berkurang
Hubungan hulu (penyedia) dan hilir (pemanfaat) dalam pengelolaan
air minum menjelaskan bahwa antara aktor, ruang dan waktu saling terkait
(interconnected), terjadi saling ketergantungan (interdependent) dan
membentuk suatu sistem ekologis, sehingga ketersediaan sumberdaya air di
wilayah hilir (perkotaan) tergantung kepada upaya konservasi lingkungan
(lahan hutan di daerah aliran sungai atau DAS) di wilayah hulu. Menurut
Acreman (2004); Johnson et al. (2001) menyatakan bahwa bagian hulu DAS
umumnya merupakan daerah resapan air yang mengalirkan air ke daerah
hilir, sehingga keterkaitan antara hulu dan hilir sangat kuat; artinya wilayah
hilir tidak mungkin mendapatkan pasokan air (minum) berkelanjutan secara
kuantitas dan kualitas yang memadai bila kondisi ekosistem wilayah hulu
yang menjadi resapan airnya terganggu.
Komponen antar pemanfaat air minum dan penyedia jasa air dapat
menyeimbangkan ekosistem sehingga dapat berlangsung dan berfungsi
dengan baik dan berkelanjutan, sehingga diperlukan adanya aliran feedback
atas penggunaan bahan dan energi berupa pembebanan biaya kompensasi
atas penggunaan jasa lingkungan berupa pembayaran dengan sejumlah
uang tertentu dari pengguna (users pay principle) kepada penghasil jasa
lingkungan sesuai dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (PJL),
hal ini dikarenakan pengguna di hilir merupakan beneficiaries dan penyedia
jasa di hulu sebagai supplier. Hal ini dapat dipahami bila terjadi gangguan di
hulu, maka daya dukung lingkungan untuk melakukan peresapan air akan
menjadi terganggu dan masyarakat di hilir akan kekurangan pasokan air;
atau para pemanfaat air minum telah melakukan pemanfaatan berlebihan
atau overuse dimana pihak-pihak yang mendapatkan manfaat tersebut tidak
berkontribusi pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan,
memelihara dan mengatur pemanfaatan serta perbaikan atau pemulihan
kawasan konservasi sebagai daerah resapan air. Untuk itu pentingnya
pembayaran jasa lingkungan (transfer of payment environmental services)
tersebut dari pemanfaat dapat digunakan sebagai dana konservasi dan
lingkungan di wiliyah hulu. Dengan adanya dana konservasi tersebut maka
penyedia jasa di hulu dapat melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas
lingkungan terutama di kawasan resapan air di hulu yang berlangsung
secara berkelanjutan.
Hubungan demikian telah lama menjadi perhatian para ekonom,
ekolog dan hidrolog dalam bingkai penilaian ekonomi air (economic valuation
of water), terutama semenjak meningkatnya pertumbuhan kelangkaan air
bersih dan terjadinya peningkatan persaingan diantara sektor yang
menggunakan air, sehingga isu-isu pengalokasian air menjadi semakin
meningkat pula, khususnya di DAS Cisadane hulu yang terdapat persaingan
diantara konsumen air baik di hulu (up stream) ataupun di hilir (down stream)
ataupun alokasi air antar wilayah seperti penggunaan air oleh masyarakat
perkotaan baik digunakan oleh rumah tangga, komersial ataupun industri
dan wisata air dengan penggunan air oleh masyarakat perdesaan
(pertanian) oleh petani.
Penetapan nilai besaran kompensasi yang diberikan pengguna
kepada penyedia jasa lingkungan dalam ekonomi lingkungan, nilai
keuntungan yang diperoleh tidak mempunyai nilai pasar (non marketable);
hal ini dikarenakan bersifat eksternalitas, dimana keuntungan atau manfaat
pengelolaan lingkungan atau kerugian dan biaya kerusakan lingkungan
berada di luar sistem pasar. Aplikasi ekonomi lingkungan dalam kebijakan
perlindungan dan perbaikan lingkungan menghadapi beberapa
permasalahan, misalnya sulitnya mengidentifikasi dan mengkuantifikasi jasa
lingkungan, sulitnya valuasi keuntungan dan tingginya biaya serta adanya
faktor waktu (diskonto), termasuk penilaian jasa lingkungan berdasarkan
pada kesediaan orang untuk membayar jasa lingkungan yang lebih baik
(variasi kompensasi) atau kesediaan menerima pembayaran bila diperoleh
jasa yang lebih inferior (variasi ekuivalen).
Pembiayaan atas pengambilan dan pemanfaatan jasa lingkungan air
adalah dengan menerapkan pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa
lingkungan (PJL) air ini merupakan suatu konsep sebagai wujud
penghargaan dan upaya pelestarian terhadap sumber daya alam yang
diharapkan dapat menjaga ekosistem daerah tangkapan air (water cathment
area) yang ada di hulu dan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat
hulu yang turut andil dan berperan dalam upaya konservasi alam di kawasan
tersebut secara berkelanjutan. PJL memberikan arti penting dalam hal
keberlanjutan sumberdaya air, mengapa? Pertama, karena masih banyak
orang yang belum mendapatkan jasa lingkungan yang layak atas
pengambilan dan pemanfaatan air minum. Kedua, potensi perkembangan
pemasaran jasa air minum pada saat sekarang cukup menjanjikan dan
mempunyai nilai ekonomis. Ketiga, bahwa konsep PJl air minum ini
dibangun dengan kerangka pikir hubungan hulu dan hilir sebagai hubungan
sistem keterkaitan terintegrasi. Keberadaan air (bersih) minum di dataran
rendah atau oleh para pemanfaat air minum dalam hal ini hilir sangat
bergantung pada ketersediaan air yang ada di kawasan hulu, sehingga
menciptakan reward atau penghargaan yang diberikan oleh para pemanfaat
air yang diwujudkan dalam kerangka pembayaran jasa lingkungan untuk
tujuan perbaikan dan pemeliharaan kawasan resapan air dengan melakukan
konservasi dan/atau restorasi hutan di kawasan hulu daerah aliran sungai.
Berdasarkan keadaan sebagaimana telah diuraikan, maka
permasalahan yang ingin ditelaah dalam penelitian (pertanyaan penelitian)
ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah masyarakat dan pemanfaat air minum di DAS Cisadane hulu
telah memperhatikan pembayaran jasa lingkungan?
2) Bagaimana partisipasi dan pola perilaku masyarakat dalam melakukan
konservasi di DAS Cisadane Hulu?
3) Apakah pengelolaan air minum atau pengembangan sistem penyediaan
air minum (SPAM) di DAS Cisadane hulu telah memperhatikan nilai
4) Bagaimana implikasi kebijakan dalam pengelolaan air minum (air bersih)
melalui instrumen ekonomi berbasis ekologi bagi para pengelola
pengembangan SPAM atau pemanfaat air minum?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian keterkaitan antara wilayah hulu dengan wilayah hilir
sebagai suatu ekosistem terpadu dalam pengelolaan sistem penyediaan air
minum (SPAM) di DAS Cisadane hulu secara umum bertujuan untuk:
“Mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi pengembangan
kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum
di DAS Cisadane hulu”.
Selain tujuan umum di atas, penelitian tentang pengembangan
kebijakan pembayaran jasa lingkungan (PJL) pada pengelolaan SPAM di
DAS Cisadane hulu mempunyai tujuan khusus, yaitu:
1) Untuk mengkaji pengetahuan, apresiasi masyarakat dan pengelola air
minum di DAS Cisadane hulu dalam hubungannya dengan pembayaran
jasa lingkungan.
2) Untuk menganalisis perilaku masyarakat dalam melakukan konservasi
lahan dan air serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3) Menganalisis nilai kemauan membayar (WTP) dan kesediaan menerima
pembayaran (WTA) atas jasa perbaikan lingkungan dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
4) Melakukan sintesa kebijakan sebagai implikasi penelitian dalam
pengembangan kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam
pengelolaan air minum di DAS Cisadane hulu.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan, dan berguna
bagi referensi dan atau rekomendasi dalam menata kebijakan sistem
penyediaan dan pengelolaa air minum yang berbasis lingkungan guna
(MDGs), khususnya guna penguatan kebijakan kelembagaan yang ramah
lingkungan baik oleh lembaga PDAM, Pemerintah Daerah, Badan Usaha
Swasta, masyarakat di wilayah hulu dan wilayah hilir maupun stakeholders
lainnya di era otonomi daerah. Adanya MDGs melalui deklarasi PBB
tersebut merupakan momen