• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi, konsumsi, harga dan ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan ekspor utama di Asia, Amerika dan Eropa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi, konsumsi, harga dan ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan ekspor utama di Asia, Amerika dan Eropa"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI, KONSUMSI, HARGA DAN EKSPOR KOPI

INDONESIA KE NEGARA TUJUAN EKSPOR UTAMA DI

ASIA, AMERIKA DAN EROPA

Oleh :

SILVIA VERONIKA SIREGAR A14303027

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

SILVIA VERONIKA SIREGAR. Produksi, Konsumsi, Harga dan Ekspor

Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama di Asia, Amerika dan Eropa. (Dibimbing BONAR M. SINAGA).

Kopi merupakan salah satu komoditi subsektor perkebuna n y a n g memegang peranan penting dalam perekonomian nasional khususnya sebagai sumber devisa dan penyedia lapangan kerja. Sebagai sumber devisa, kontribusi nilai ekspor kopi terhadap nilai ekspor hasil pertanian dan nilai ekspor non migas selama periode 1999-2003 masing- masing sebesar 11.75 persen dan 0.70 persen. Posisi Indonesia juga cukup strategis dalam perdagangan kopi dunia, karena Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara produsen dan pengekspor kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Colombia dan Vietnam. Tujuan ekspor kopi utama Indonesia antara lain adalah ke negara- negara anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), negara kawasan Amerika khususnya negara Amerika Serikat serta negara di kawasan Asia seperti Jepang, Singapura, Korea dan Malaysia (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI, 2005). Berdasarkan data dari Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia hampir 90 persen pasar ekspor kopi Indonesia berada di tiga kawasan tersebut. Hal ini merupakan prospek yang cukup cerah bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan devisa negara dari ekspor kopi pada tiga kawasan tersebut.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis keragaan kopi Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1)

perkembangan luas areal, produksi, produktivitas dan ekspor kopi Indonesia, (2) perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Asia (negara tujuan ekspor utama yaitu Jepang dan Singapura), Amerika (negara tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat) dan Eropa (negara tujuan ekspor utama yaitu Jerman, Inggris dan Italia), (3) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi dan harga domestik kopi, dan (4) faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan ekspor utama di Asia, Amerika dan Eropa. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari publikasi instansi terkait baik pemerintah maupun swasta. Periode analisis penelitian mencakup tahun 1980 sampai dengan tahun 2005 (26 tahun). Untuk menjawab tujuan pertama dan kedua digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan metode tabulasi dan untuk menjawab tujuan ketiga dan keempat digunakan analisis model ekonometrika dalam bentuk persamaa tunggal yang diduga dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dan diolah dengan program Minitab.

Perkembangan luas areal perkebunan kopi, produksi, produktivitas, ekspor kopi Indonesia cenderung mengalami trend yang berfluktuasi, namun secara rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya. Begitu juga dengan perkembangan volume ekspor kopi Indonesia ke Asia (Jepang dan Singapura), Amerika (Amerika Serikat) dan Eropa (Jerman, Inggris dan Italia) cenderung mengalami fluktuasi, namun secara rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya.

(3)
(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

’’PRODUKSI, KONSUMSI, HARGA DAN EKSPOR KOPI INDONESIA KE

NEGARA TUJUAN UTAMA EKSPOR DI ASIA, AMERIKA DAN EROPA’’

BELUM PERNAH DIAJUKAN OLEH PERGURUAN TINGGI MANAPUN

UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA

SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN

RUJUKAN.

Bogor, Januari 2008

SilviaVeronika Siregar A14303027

(5)

PRODUKSI, KONSUMSI, HARGA DAN EKSPOR KOPI INDONESIA KE NEGARA TUJUAN EKSPOR UTAMA DI ASIA, AMERIKA DAN EROPA

Oleh :

Silvia Veronika Siregar A14303027

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Judul Skripsi : Produksi, Konsumsi, Harga dan Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama di Asia, Amerika dan Eropa

Nama Mahasiswa : Silvia Veronika Siregar NRP : A14303027

Disetujui : Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA NIP. 130 517 561

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 20 Juli 1985 di Pematang Siantar . Penulis

adalah anak kedua dari tiga bersaudara keluarga Parlindungan Siregar dan Siti

Nurmawan Rajagukguk.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD RK No.3 Pematang

Siantar, Sumatera Utara pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 7

Pematang Siantar, dan lulus pada tahun 2000. Kemudian pada tahun yang sama

penulis melanjutkan ke SMUN 2 Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2003.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2003 melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Ekonomi

Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala karunia, berkat dan mujizat

Tuhan yang selalu nyata dalam hidupku.

2. Kepada Orang tuaku tercinta, papa dan mama, serta abang dan adik.

Terima kasih untuk doa dan kasih sayang yang selalu diberikan hingga

saat ini.

3. K e p a d a B p k . Prof. D r . I r . Bonar M. Sinaga, MA sebagai dosen

pembimbing skripsi. Terima kasih untuk pengertian, dorongan, semangat

dan bimbingan yang diberikan selama ini.

4. Kepada Bpk. Idqan Fahmi sebagai pembimbing akademik.

5. Kepada Dosen Penguji Utama Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP dan Penguji

Wakil Departemen Bpk Adi Hadianto, S.P.

6. Kepada AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia), Ibu Nanik d a r i

Departemen Pertanian.

7. Kepada Harry, terimakasih untuk dukungan, doa dan semangat yang selalu

diberikan selama penyusunan skripsi ini.

8. Kepada keluarga besar EPS’40 (khususnya Christine F. Napitupulu, Tati

Herlina S, Marissa Ambarinanti) terimakasih untuk kerjasama dan

dukungannya selama ini.

9. Kepada keluarga besar Wisma Rosa (khususnya Eyang, Pak Eko, Pak

Iwan, Mbak Fitri, Mbak Enting, Dimi) untuk dukungan yang selalu

diberikan selama penyusunan skripsi ini.

10.Kepada Mbak Ruby, Mbak Yani, Mbak Azmi, Mbak Yayan, Mbak Triana,

Mbak Melia, Yudi Statistik, terimakasih untuk bantuan yang diberikan

selama penyusunan skripsi ini.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul ’’Produksi, Konsumsi, Harga dan Ekspor Kopi Indonesia ke Negara

Tujuan Ekspor Utama di Asia, Amerika dan Eropa’’. Skripsi ini ditulis untuk

memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Jurusan Ilmu- ilmu

Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang perkembangan produksi, konsumsi, harga

domestik dan ekspor kopi Indonesia. Skripsi ini juga membahas mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, harga domestik dan ekspor kopi

Indonesia ke negara tujuan ekspor utama di Asia, Amerika dan Eropa.

Penulis menyadari masih terdapat keterbatasan dan penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi

penulis dan bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2008

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Sejarah Tanaman Kopi ……... …. ... 9

2.2. Komoditi Kopi di Indonesia … ... 10

2.3. Luas Areal dan Produksi Kopi Indonesia ... 11

2.4. Pemasaran Kopi Indonesia ... 14

2.5. Perkembangan Harga Kopi Indonesia ... 18

2.6. Ekspor Kopi Indonesia ………... 20

2.6. Penelitian Terdahulu ... 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 26

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 26

3.1.2. Teori Produksi ... 26

3.1.3. Teori Perdagangan Internasional ... 27

3.1.4. Ekspor ... 30

3.1.5. Pembentukan Harga ... 31

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV. METODE PENELITIAN ... 34

(11)

4.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 39

4.3. Evaluasi Model ………... 41

4.4. Pengukuran Elastisitas ……… 46

4.5. Jenis dan Sumber Data ... 47

4.6. Defenisi Operasional ... 48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

5.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi, Produktivitas dan Ekspor Kopi Indonesia ………. ... 50

5.1.1. Perkembangan Luas Perkebunan Kopi Indonesia Tahun 1980-2005 ……… 50

5.1.2. Perkembangan Produksi Kopi Indonesia Tahun 1980-2005... 52

5.1.3. Perkembangan ProduktivitasKopi IndonesiaTahun 1980-2005.. 55

5.1.4. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 1980-2005 ... 57

5.2. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama di Asia (negara tujuan Singapura dan Jepang), Amerika (negara tujuan Amerika Serikat) dan Eropa (negara tujuan Jerman, Inggris dan Italia) Tahun 1980-2005 ... 60

5.2.1. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang ... 60

5.2.2. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Singapura ... 62

5.2.3. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Amerika Serikat ... 64

5.2.4. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Jerman ... 66

5.2.5. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Inggris ... 68

5.2.6. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Italia ... 70

5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Domestik Kopi Indonesia Tahun 1985-200 ……….. 72

5.3.1. Produksi Kopi Indonesia ... 72

5.3.2. Konsumsi Kopi Indonesia ... 76

5.3.3. Harga Domestik Kopi Indonesia ... 79

5.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama di Asia, Amerika dan Eropa ... 82

5.4.1. Ekspor ke Jepang ... 82

(12)

5.4.3. Ekspor ke Amerika Serikat ... 95

5.4.4. Ekspor ke Jerman ...102

5.4.5. Ekspor ke Inggris ...107

5.4.6. Ekspor ke Italia ...112

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...119

6.1. Kesimpulan ………. ...119

6.2. Saran Kebijakan………...120

6.3. Saran Penelitian ……….. ...121

DAFTAR PUSTAKA ...122

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai Penerimaan Devisa dari Subsektor Perkebunan

Tahun 1995-2005 ... 2

2. Kontribusi Ekspor Kopi terhadap Penerimaan Devisa Subsektor

Perkebunan dan Sektor Pertanian Indonesia Tahun 1995-2005 ... 3

3. Perkembangan Produksi dan Ekspor Kopi Dunia Tahun 2002 ... 3

4. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Indonesia Menurut Beberapa

Negara Tujuan Tahun 1998-2000 ………. 4

5. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kopi Menurut Jenis

Tahun 1999-2005 ...14

6. Perkembangan Harga Kopi Robusta dan Arabika di Pasar Domestik Indonesia Tahun 1992-2000 ………20

7. Luas Areal Perkebunan Kopi di Indonesia Menurut Status

Pengusahaan Tahun 1980-2005 ...51

8. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia Menurut Status

Pengusahaan Tahun 1980-2005 ...54

9. Perkembangan Produktivitas Kopi di Indonesia Menurut Status

Pengusahaan Tahun 1980-2005 ... 56

10. Perkembangan Ekspor Total Kopi Indonesia Tahun 1980-2005 ...58

11. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang

Tahun 1980-2005 … ...61

12. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Singapura

Tahun 1980-2005 …... 63

13. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Amerika Serikat

Tahun 1983-2005 …...65

14. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Jerman

Tahun 1980-2005 …... 68

15. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Inggris

(14)

16. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Italia

Tahun 1980-2005 …...71

17. Hasil Dugaan Persamaan Produksi Kopi Indonesia

Tahun 1985-2005 ...73

18. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

pada Persamaan Produksi Kopi Indonesia Tahun 1980-2005 ...73

19. Hasil Dugaan Persamaan Konsumsi Kopi Indonesia

Tahun 1985-2005 ...77

20. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

pada Persamaan Konsumsi Kopi Indonesia Tahun 1980-2005 ...77

21. Hasil Dugaan Persamaan Harga Domestik Kopi Indonesia

Tahun 1985-2005 … ...79

22. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

pada Persamaan Harga Domestik Kopi Indonesia Tahun 1980-2005...80

23. Hasil Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang

Tahun 1980-2005 …...83

24. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

pada Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang Tahun 1980-2005 ...84

25. Hasil Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Singapura

Tahun 1980-2005 …...89

26. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

pada Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Singapura Tahun

1980-2005 …………...90

27. Hasil Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Amerika

Serikat Tahun 1980-2005...97

28. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

pada Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Amerika Serikat Tahun

1980-2005 …….. …...97

29. Hasil Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Jerman

Tahun 1980-2005 ………..103

30. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

(15)

31. Hasil Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Inggris

Tahun 1980-2005 ………108

32. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

pada Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Inggris Tahun 1980-2005... 108

33. Hasil Dugaan Persamaan Ekspor Kopi Indonesia ke Italia

Tahun 1980-2005 ………..….113

34. Matriks Korelasi Antar Peubah-Peubah Bebas (rij) yang Dikuadratkan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Pemasaran Biji Kopi dan Produk Olahan Indonesia ……… … 15

2. Saluran Pemasaran Kopi di Luar Negeri ……….. 17

3. Terjadinya Perdagangan Internasional ……… 28

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kopi

Indonesia Tahun 1980-2005 ... 125

2. Produksi Perkebunan Kopi Seluruh Indonesia Menurut Status

Pengusahaan, Tahun 1980-2005 ... 126

3. Luas Areal Perkebunan Kopi Seluruh Indonesia Menurut Propinsi

dan Status Pengusahaan Tahun 2004 ... 127

4. Produksi Perkebunan Kopi Seluruh Indonesia Menurut Propinsi

dan Status Pengusahaan Tahun 2004 ... 128

5. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia

Tahun 1980-2005 ... 129

6. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Utama

Ekspor Kopi Indonesia di Asia Tahun 1980-2005 ... 130

7. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Utama Ekspor Kopi Indonesia Di Amerika Tahun 1980-2005 ... 131

8. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Utama Ekspor Kopi Indonesia di Eropa Tahun 1980-2005 ... 132

9. GDP Negara Tujuan Utama Ekspor Kopi Indonesia di Asia,

Amerika dan Eropa Tahun 1980-2005 …………... 133

10. Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Negara Tujuan Utama Ekspor Kopi Indonesia di Asia, Amerika dan Eropa Tahun

1980- 2005 ……… ... 134

11. Data yang Digunakan dalam Model Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia di Jepang ... 135

12. Data yang Digunakan dalam Model Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia di Singapura ... 136

13. Data yang Digunakan dalam Model Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia di Amerika Serikat ... 137

14. Data yang Digunakan dalam Model Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia di Jerman... 138

15. Data yang Digunakan dalam Model Faktor-Faktor yang

(18)

16. Data yang Digunakan dalam Model Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia di Italia ... 140

17. Sumber Perolehan Data-Data Penelitian ... 141

18. Hasil Regresi Produksi Kopi Indonesia ... 142

19. Hasil Regresi Konsumsi Kopi Indonesia ... 143

20. Hasil Regresi Harga Domestik Kopi Indonesia ... 144

21. Hasil Regresi Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang ... 145

22. Hasil Regresi Ekspor Kopi Indonesia ke Singapura ... 146

23. Hasil Regresi Ekspor Kopi Indonesia ke Amerika Serikat ... 147

24. Hasil Regresi Ekspor Kopi Indonesia ke Jerman ... 148

25. Hasil Regresi Ekspor Kopi Indonesia ke Inggris ... 149

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar dalam

produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam, khususnya sektor

pertanian yang merupakan tulang punggung pembangunan perekonomian. Salah

satu subsektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian

nasional adalah subsektor perkebunan.

Nilai ekspor komoditas subsektor perkebunan yang selalu jauh lebih

tinggi dari nilai impor merupakan andalan sektor pertanian untuk menutupi devisa

yang dikeluarkan untuk biaya impor komoditas pertanian lainnya, baik tanaman

pangan, hortikultura, maupun peternakan (Direktorat Jenderal Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian, 2005).

Kopi merupakan salah satu komoditi dari subsektor perkebunan yang

memegang peranan penting bagi perekonomian nasional khususnya sebagai

sumber devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi

petani maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya,

pengolahan dan pemasaran hasil kopi, terutama di daerah-daerah sentra produksi

kopi seperti Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Jawa Timur

(Turnip, 2002). Menurut Badan Pusat Statistik, bahwa pada tahun 2000

perkebunan kopi mampu menyerap tenaga kerja 16 juta orang, mulai dari

produksi, pengolahan hingga pemasaran komoditi kopi. Kondisi ini diperkirakan

(20)

Posisi komoditi kopi dalam penerimaan devisa negara dari subsektor

perkebunan berada dalam posisi keempat setelah kelapa sawit, karet dan kakao

(Tabel 1).

Tabel 1. Nilai Penerimaan Devisa dari Subsektor Perkebunan, Tahun 1995-2005

Kelapa Sawit Karet Kakao Kopi

Total Nilai Penerimaan Devisa dari

Subsektor Perkebunan

Tahun

Juta USD % Juta USD % Juta USD % Juta USD % Juta USD

1995 935 0.22 1 810 0.43 306 0.07 554 0.13 4 183 1996 1 061 0.23 1 918 0.41 300 0.06 595 0.13 4 658 1997 1 740 0.34 1 493 0.29 420 0.08 511 0.10 5 180 1998 942 0.23 1 101 0.27 503 0.12 584 0.14 4 079 1999 1 463 0.36 849 0.21 423 0.10 467 0.11 4 092 2000 1 328 0.34 889 0.23 342 0.09 319 0.08 3 887 2001 1 227 0.39 786 0.25 288 0.09 188 0.06 3 148 2002 2 350 0.47 1 038 0.21 701 0.14 224 0.04 5 024 2003 2 721 0.47 1 485 0.26 624 0.11 259 0.04 5 771 2004 3 954 0.51 2 161 0.28 547 0.07 294 0.04 7 811 2005* 3 759 0.39 2 398 0.25 581 0.06 443 0.05 9 674

Rata-rata 1 952.73 0.36 1 448.00 0.28 457.73 0.09 403.45 0.08 5 227.91

Sumber : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2005

*

: Data sampai Bulan Juni 2005

Perkebunan kopi di Indonesia dikelola dalam tiga bentuk pengusahaan

yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar

Swasta. Produksi kopi di Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh Perkebunan

Rakyat, yaitu rata-rata sekitar 96 persen dari total produksi dan sisanya dihasilkan

oleh Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta (Lampiran 1).

Sebagai penghasil devisa, kontribusi nilai ekspor kopi cukup besar, yaitu

sebesar 739.7 Juta Dollar Amerika per tahun selama periode 1995-2005 atau 0.08

persen dari nilai ekspor subsektor perkebunan dan 0.08 persen dari nilai ekspor

sektor pertanian (Tabel 2). Namun dilihat dari perkembangannya, kontribusi nilai

ekspor kopi cenderung berkurang. Sumbangan ekspor kopi Indonesia selama

(21)

persen terhadap nilai ekspor hasil pertanian dan 1.41 persen terhadap nilai ekspor

non migas (Turnip, 2002).

Tabel 2. Kontribusi Ekspor Kopi terhadap Penerimaan Devisa Subsektor Perkebunan dan Sektor Pertanian Indonesia, Tahun 1995-2005

Nilai Ekspor (Juta USD)

Pangsa Ekspor Kopi terhadap Penerimaan Devisa (%)

Tahun

Kopi Perkebunan Pertanian Perkebunan Pertanian

1995 554 4 183 4 607.5 0.13 0.12

1996 595 4 658 5 194.3 0.13 0.11

1997 511 5 180 5 549.9 0.10 0.09

1998 584 4 079 4 468.4 0.11 0.13

1999 467 4 092 4 696.6 0.14 0.10

2000 319 3 887 4 500.3 0.08 0.07

2001 188 3 148 3 696.6 0.06 0.05

2002 224 5 024 5 518.3 0.04 0.04

2003 259 5 771 6 417.5 0.04 0.04

2004 294 7 811 8 544.0 0.04 0.03

2005* 443 9 674 10 564.0 0.05 0.04

Rata-rata 739.7 5 227.9 5 796.1 0.08 0.08

Sumber: Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2005 *: Data sampai Bulan Juni 2005

Posisi Indonesia juga cukup strategis dalam perdagangan kopi dunia,

karena Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara produsen dan

pengekspor kopi terbesar di dunia (Tabel 3).

Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Ekspor Kopi di Dunia, Tahun 2002

No Negara Produksi (Ribu Ton) Ekspor (Ribu Ton)

1. Brazil 48 480 23 809

2. Colombia 11 889 10 625

3. Vietnam 11 555 11966

4. Indonesia 6 785 5 173

5. India 4 683 3 441

6. Guatemala 4 070 3 330

7. Mexico 4 000 2 893

8. Ethiopia 3 693 1 939

9. Uganda 2 900 3 153

10. Peru 2 900 2 638

11. Lain-lain 10 103 6 567

(22)

Tabel 4. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Indonesia Menurut Negara Tujuan, Tahun 2001-2005

(Ribu Ton)

Tahun No. Negara Tujuan

2001 2002 2003 2004 2005

1. Jepang 50.8 47.5 44.9 55.6 64.3

2. Singapura 16.9 10.8 8.8 6.7 8.2

3. Amerika Serikat 36.8 43.0 48.1 72.5 136.6

4. Belgia 3.4 4.5 8.4 6.2 13.6

5. Inggris 3.9 5.3 7.6 6.8 15.4

6. Perancis 0.1 1.7 4.2 1.6 3.5

7. Belanda 2.8 2.9 8.7 2.5 3.6

8. Italia 7.6 9.0 17.8 15.3 27.7

9. Denmark 1.2 1.1 1.0 1.2 0.9

10. Jerman 18.5 28.8 37.5 37.5 78.2

11. Maroko 2.6 3.4 3.9 4.5 4.4

12. Aljazair 1.0 1.5 3.0 8.4 17.4

13. Lainnya 58.6 54.0 62.3 54.7 111.9

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005

Tujuan ekspor kopi utama Indonesia antara lain adalah ke negara- negara

anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), negara kawasan Amerika khususnya

negara Amerika Serikat serta negara di kawasan Asia seperti Jepang, Singapura,

Korea, dan Malaysia (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), 2005).

Perkembangan ekspor kopi Indonesia menurut negara tujuan periode 2001-2005

dapat dilihat pada Tabel 4.

Jika kita mengamati perkembangan ekspor kopi Indonesia dari Tabel 4,

negara-negara dari kawasan Asia, Amerika dan Eropa merupakan negara- negara

yang sangat potensial untuk ekspor kopi Indonesia. Berdasarkan data dari

Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia hampir 90 persen pasar ekspor kopi Indonesia

berada di tiga kawasan tersebut. Hal ini merupakan prospek yang cukup cerah

bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan devisa negara dari ekspor kopi pada tiga

kawasan tersebut.

(23)

1.2. Perumusan Masalah

Kopi merupakan salah satu bahan minuman masyarakat di seluruh dunia,

yang dikonsumsi baik di negara-negara produsen maupun di negara- negara

importir. Dari perbandingan jumlah produksi dan ekspor impor kopi di seluruh

dunia diperoleh gambaran bahwa sebagian besar hasil kopi dunia dikonsumsi di

luar wilayah produsen (Turnip, 2002). Produksi kopi Indonesia tahun 2002

misalnya, sekitar 76 persen dari produksi ditujukan untuk ekspor dan sisanya

digunakan untuk kebutuhan domestik (Tabel 3). Kondisi ini menunjukkan bahwa

produksi kopi Indonesia sebagian besar untuk tujuan ekspor ke luar negeri.

Selain itu, kopi memegang peranan penting sebagai sumber devisa negara

melalui kegiatan ekspor kopi. Namun dilihat dari perkembangannya, kontribusi

ekspor kopi Indonesia terhadap penerimaan devisa pada subsektor perkebunan

dan sektor pertanian cenderung menurun. Hal ini terlihat pada tahun 1995

kontribusi ekspor kopi terhadap subsektor perkebunan dan sektor pertanian

masing- masing sebesar 0.13 persen dan 0.12 persen dan pada tahun 2005

menurun menjadi 0.05 persen dan 0.04 persen (Tabel 2). Penurunan kontribusi

ekspor kopi terhadap penerimaan devisa ini disebabkan beberapa faktor seperti

dari sisi penawaran, peraturan untuk masuk ke beberapa negara importir yang

semakin ketat, peningkatan produksi negara-negara produsen kopi yang

mengakibatkan terjadi overproduksi yang mengakibatkan turunnya harga kopi

dunia. Selain itu munculnya negara pesaing seperti Vietnam yang memiliki kebun

kopi relatif muda dan produktivitas yang tinggi (Tjitroresmi, 2005). Hal ini

berbeda jika dibandingkan dengan perkebunan kopi Indonesia yang sebagian

(24)

tradisional, dengan pengelolaan budidaya dan penanganan pasca panen masih

kurang memadai yang pada akhirnya menghasilkan kualitas kopi yang rendah jika

dibandingkan negara produsen kopi lainnya. Dengan demikian dari sisi

permintaan, permintaan akan kopi Indonesia di pasar dunia juga berkurang karena

para konsumen dunia juga memperhatikan kualitas kopi yang akan dibelinya. Hal

ini menyebabkan harga kopi Indonesia lebih rendah jika dibandingkan harga kopi

dari negara produsen kopi lain. Sehingga peningkatan volume kopi Indonesia

tidak diikuti dengan peningkatan harga ekspor kopi Indonesia. Pada Lampiran 5

menunjukkan walaupun terjadi peningkatan volume kopi Indonesia tetapi harga

ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan. Hal ini pada akhirnya menyebabkan

penurunan penerimaan devisa dari komoditas kopi.

Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor kopi di dunia, dapat saja

mengalami perkembangan ekspor yang fluktuatif dari tahun ke tahun akibat

adanya penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran yang kurang baik

selain adanya pengaruh dari fluktuasi harga kopi dunia dan stok kopi dunia.

Dengan demikian peningkatan produksi kopi untuk ekspor tidak hanya mencakup

segi kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas sehingga perkembangan ekspor kopi

Indonesia di pasar internasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan kondisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah yaitu:

1. Bagaimana perkembangan luas areal, produksi, produktivitas dan ekspor kopi

Indonesia ?

2. Bagaimana perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Asia (negara tujuan

(25)

utama yaitu Amerika Serikat) dan Eropa (negara tujuan ekspor utama yaitu

Jerman, Inggris dan Italia) ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi, konsumsi, harga

domestik kopi Indonesia?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah ekspor kopi Indonesia ke

negara tujuan ekspor utama di Asia, Amerika dan Eropa ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian adalah menganalisis :

1. Perkembangan luas areal, produksi, produktivitas dan ekspor kopi Indonesia.

2. Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Asia (negara tujuan ekspor utama

yaitu Jepang dan Singapura), Amerika (negara tujuan ekspor utama yaitu

Amerika Serikat) dan Eropa (negara tujuan ekspor utama yaitu Jerman,

Inggris dan Italia).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, harga domestik kopi

Indonesia.

4. Faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor kopi di Indonesia ke negara tujuan

ekspor utama di Asia, Amerika dan Eropa.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Pengambil Kebijakan Ekonomi, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

menentukan kebijakan dalam pengembangan produksi, konsumsi dan ekspor

(26)

2. Kalangan akademik dan umum, dapat menambah wawasan dan referensi

yang perlu untuk dipelajari lebih lanjut sebagai pengetahuan yang penting

dalam perekonomian khususnya mengenai kopi.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis mengenai produksi, konsumsi,

harga domestik dan ekspor kopi Indonesa ke negara tujuan ekspor utama di Asia,

Amerika dan Eropa. Dalam penelitian ini membahas mengenai komoditi kopi

secara umum, tidak secara khusus kopi jenis Robusta atau Arabika. Dengan

keterbatasan data, maka penelitian dibatasi menggunakan data periode 1980-2005.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Tanaman Kopi

Kopi berasal dari dataran tinggi Ethiopia pada abad 9. Dari Ethiopia

kemudian menyebar ke Mesir dan Yaman dan pada abad 15 menyebar lebih luas

ke Persia, Turki dan Afrika Utara.1 Pada tahun 1511, karena efek yang

ditimbulkan maka para imam konservatif dan ortodoks melarang untuk

mengkonsumsi kopi. Pada tahun 1524, karena popularitas komoditas kopi ini

maka larangan tersebut dihilangkan oleh Sultan Selim I dari Kesultanan

Utsmaniyah Turki. Pada abad 17 kopi mulai menyebar ke Benua Eropa (Kanisius,

2005).

Komoditas kopi merupakan spesies tanaman berbentuk pohon kecil yang

termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Di seluruh dunia kini terdapat sekitar 4 500 jenis kopi yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar,

yaitu: (1) Coffea Canephora, yang salah satu jenis varietasnya menghasilkan kopi dagang Robusta, (2) Coffea Arabica menghasilkan kopi dagang Arabika, (3)

Coffea Excelsa menghasilkan kopi dagang Excelsa, dan (4) Coffea Liberica

menghasilkan kopi dagang Liberika.

Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang, bila dibiarkan dapat tumbuh

mencapai tinggi hingga 12 meter, memiliki daun berbentuk bulat telur dengan

ujung agak meruncing dan mempunyai sistem percabangan yang berbeda dengan

tanaman lain (Siswoputranto, 1993).

1

(28)

Genus Coffea merupakan salah satu genus penting yang mempunyai nilai ekonomi dan dikembangkan secara komersial, terutama Coffea Arabica (Kopi Arabika), Coffea Canephora dengan varietas Robusta (Kopi Robusta) dan Coffea Liberica (Kopi Liberika) (Turnip, 2002).

2.2. Komoditi Kopi di Indonesia

Tanaman kopi sudah diusahakan sejak masa penjajahan Belanda yaitu

pada tahun 1669 dengan jenis kopi Arabika. Namun tanaman kopi baru berhasil

dibudidayakan pada tahun 1699, setelah Belanda menduduki Pulau Jawa. Dari

Pulau Jawa kopi menyebar ke Pulau Sumatera, Sulawesi, Bali dan Timor. Sejak

itulah tanaman kopi mulai berkembang dan diusahakan dalam perkebunan besar

maupun perkebunan rakyat (Spillane, 1990).

Kopi jenis Arabika merupakan jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan

di Indonesia. Kopi jenis ini menjadi andalan ekspor pemerintah Belanda yang

dikenal dengan nama Kopi Jawa atau Java Coffee. Setelah hampir 100 tahun Java Coffee menjadi andalan ekspor pemerintah Belanda, pasca tahun 1876 terjadi penurunan produksi kopi jenis Arabika akibat serangan penyakit jamur Hemileia

Vastratix B. Akibat penyakit ini, produksi kopi menurun sebesar lebih dari 60

persen. Untuk mengantisipasi kekurangan produksi kopi, maka sejak tahun 1900

pemerintah Belanda membudidayakan kopi jenis Robusta setelah sebelumnya

gagal membudidayakan kopi jenis Liberika. Kopi jenis Robusta yang relatif tahan

penyakit kemudian berkembang hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Pada pasca

perang dunia kedua, Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbesar ketiga

(29)

Kopi jenis Robusta ditanam hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan

daerah sentra produksi di pulau Sumatera adalah Sumatera Selatan, Lampung dan

Sumatera Utara, sedangkan di pulau Jawa berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur

(Turnip, 2002). Kopi jenis Arabika masih dibudidayakan tetapi ditanam hanya di

wilayah tertentu saja yang dianggap memenuhi persyaratan tumbuh kopi jenis

Arabika yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa

Timur (Sihotang, 1996).

2.3. Luas Areal dan Produksi KopiIndonesia

Perkebunan kopi di Indonesia dikelola dalam tiga bentuk pengusahaan

yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar

Swasta. Dari seluruh luas areal perkebunan kopi Indonesia, 93.07 persen luas

areal perkebunan kopi dimiliki oleh Perkebunan Rakyat, sedangkan sisanya oleh

Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta masing- masing sebesar

3.93 persen dan 3.62 persen. Jenis kopi yang ditanam oleh Perkebunan Rakyat,

Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta meliputi dua jenis kopi,

yaitu kopi jenis Robusta sebesar 93 persen dan kopi jenis Arabika sebesar 3

persen (Lubis, 2002).

Pengenalan kopi jenis Robusta sejak tahun 1900 di Indonesia berdampak

pada peningkatan hasil produksi. Kopi jenis ini tahan penyakit, keras dan memberi

hasil yang tinggi. Walaupun kopi jenis Robusta memperoleh harga yang lebih

rendah dari kopi jenis Arabika, namun adanya pertumbuhan permintaan dunia

akan kopi jenis ini berdampak pada permintaan kopi jenis Robusta. Pada tahun

1930 luas areal perkebunan kopi meningkat mencapai 130 300 hektar dan

(30)

penurunan harga kopi pada tahun 1932 berdampak pada pengurangan luas

penanaman kopi sebesar 96 100 hektar (Spillane, 1990).

Pada tahun 1940 peranan perkebunan besar lebih menonjol dibandingkan

dengan perkebunan rakyat, menghasilkan sekitar 69 persen dari seluruh nilai

ekspor kopi Indonesia. Namun pada periode selanjutnya, areal perkebunan besar

merosot hampir seperempat dari luas areal sebelumnya. Sementara itu, luas areal

dan produksi perkebunan rakyat terus berkembang (Siswoputranto, 1993). Hal

ini menunjukkan adanya biaya yang berbeda-beda menurut masing- masing

perkebunan. Perkebunan rakyat dengan biaya produksi yang rendah dan tenaga

kerja yang dari keluarga sendiri lebih menguntungkan dibandingkan dengan

perkebunan besar dengan biaya produksi tinggi dan lebih bergantung pada buruh

upahan (Spillane, 1990). Pada tahun 1955, luas areal perkebunan rakyat mencapai

148 000 hektar dan perkebunan besar mencapai 47 100 hektar. Produksi

perkebunan rakyat mencapai 47 300 ton dan produksi perkebunan besar hanya

menghasilkan 15 200 ton. Pada periode tahun 1961-1970, luas areal perkebunan

rakyat semakin meningkat, yang diikuti dengan peningkatan produksi dari

perkebunan rakyat (Spillane, 1990).

Pada tahun 1980 luas areal Perkebunan Rakyat sebesar 663 601 hektar

dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 1 202 392 hektar. Sedangkan

Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta tidak banyak mengalami

perubahan luas areal masing- masing sebesar 20 925 hektar dan 22 938 hektar

pada tahun 1980 dan hanya meningkat menjadi 26 641 hektar dan 26 239 hektar

pada tahun 2005 (Lampiran 1). Perkembangan luas areal pada Perkebunan Besar

(31)

perubahan disebabkan adanya kebijakan pemerintah Indonesia untuk membatasi

perluasan areal, khususnya untuk Perkebunan Besar guna mencegah terjadi

surplus produksi. Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta hanya

boleh memperbaiki tanaman yang rusak dan melakukan peremajaan tanaman kopi

( Retnandari dan Tjokrowinoto, 1991 dalam Sihotang, 1996).

Areal perkebunan kopi tersebar di seluruh wilayah Negara Indonesia.

Areal perkebunan kopi yang paling luas pada tahun 2004 terletak di Propinsi

Sumatera Selatan seluas 272 542 hektar dan yang tidak mempunyai wilayah

perkebunan kopi sama sekali adalah Propinsi DKI Jakarta (Lampiran 3).

Produksi kopi di Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh Perkebunan

Rakyat, yaitu rata-rata sekitar 96 persen dari total produksi dan sisanya dihasilkan

oleh Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta (Lampiran 1).

Produksi kopi dari Perkebunan Rakyat pada tahun 1980 adalah sebesar

276 295 ton dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 615 556 ton. Sedangkan

produksi kopi dari Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta pada

tahun 1980 masing- masing sebesar 13 212 ton dan 5 466 ton dan pada tahun 2005

hanya meningkat menjadi 17 034 ton dan 7 775 ton (Lampiran 2). Produksi kopi

terbesar pada tahun 2004 berasal dari Propinsi Sumatera Selatan sebesar 144 162

ton (Lampiran 4).

Hampir seluruh luas areal tanaman kopi yang diusahakan adalah kopi jenis

Robusta. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 1999 dari

seluruh luas areal tanaman kopi (1 127 277 hektar) sekitar 89.9 persen ditanami

oleh kopi jenis Robusta dan hanya sekitar 10.1 persen ditanami oleh kopi jenis

(32)

hektar) luas areal yang ditanami oleh kopi jenis Robusta meningkat menjadi

sekitar 91.5 persen dari total luas areal perkebunan kopi (Tabel 4).

Tabel 5. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kopi Indonesia Berdasarkan Jenis, Tahun 1999-2005

Kopi Arabika Kopi Robusta Jumlah

Tahun

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

LuasAreal (Ha)

Produksi (Ton)

1999 113 407 72 766 1 013 870 458 923 1 127 277 531 689 2000 107 465 42 988 1 153 222 511 586 1 260 687 554 574 2001 82 807 23 071 1 230 576 546 163 1 313 383 569 234 2002 91 293 25 116 1 280 891 656 963 1 372 184 682 079 2003 99 393 43 356 1 195 495 628 273 1 294 888 671 629 2004 110 416 46 985 1 190 377 627 553 1 300 793 674 538 2005* 110 486 47 030 1 191 557 627 821 1 302 043 674 851

*)

Estimasi Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, Tahun 2006

2.4. Pemasaran Kopi Indonesia

Kopi di Indonesia dihasilkan oleh perkebunan kopi milik rakyat dan

perkebunan-perkebunan yang tersebar di berbagai propinsi wilayah Indonesia.

Keadaan demikian menimbulkan jaringan tataniaga yang beragam untuk

menampung dan menyalurkan produksi kopi setiap tahunnya. Tataniaga kopi

merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan petani dan

pekebun-pekebun kopi dan perusahaan-perusahaan eksportir (Turnip, 2002).

Gambaran umum pola tataniaga kopi rakyat di beberapa propinsi penghasil

kopi ditandai dengan berperannya pedagang pengumpul, pedagang lokal dan

pedagang eksportir. Kebun-kebun kopi rakyat yang umumnya terletak di

tempat-tempat yang jauh dari kota-kota pelabuhan dan umumnya masih dengan kondisi

jalan yang kurang baik. Oleh karena itu, tumbuh pedagang desa yang mempunyai

tengkulak-tengkulak yang datang ke desa untuk mengumpulkan biji kopi hasil

(33)

PETANI KOPI PERKEBUNAN KOPI

TENGKULAK PEMILIK HULLER

PEDAGANG PENGUMPUL DESA

PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN

PEDAGANG PENGUMPUL KABUPATEN

AGEN PROPINSI EKSPORTIR

INDUSTRI KOPI

PASAR DOMESTIK EKSPOR

Gambar 1: Bagan Pemasaran Biji Kopi dan Produk Olahan Indonesia

Sumber : Diadaptasi dari Siswoputranto (1993)

Fungsi pedagang pengumpul yang terdiri dari pedagang di tingkat desa,

kecamatan dan kabupaten adalah melayani permintaan pedagang-pedagang

eksportir. Kopi dibeli dari petani-petani yang datang pada hari- hari pasar atau

dengan cara pembelian langsung di rumah-rumah petani di desa. Kopi yang

dikumpulkan umumnya terdiri dari kopi asalan yang kemudian diangkut untuk

disetorkan ke pedagang eksportir (Gambar1). Di beberapa daerah, pemilik mesin

pengupas kopi (huller) berfungsi sebagai pedagang pengumpul di tingkat desa. Pedagang pengumpul biasanya memiliki hubungan khusus dengan petani kopi,

(34)

kepentingan mendadak dan juga hubungan antara pedagang pengumpul dengan

pedagang eksportir dalam hal pemberian modal.

Perkebunan-perkebunan besar mengusahakan pengolahan biji kopi secara

cermat untuk menghasilkan biji kopi yang bermutu baik. Untuk kepentingan ini,

maka dibangun fasilitas pengolahan biji kopi dengan peralatan lengkap untuk

fermentasi dan pencucian serta pengeringan biji kopi. Bangunan ini dilengkapi

juga dengan fasilitas untuk sortasi biji kopi, baik secara manual oleh tenaga

manusia maupun secara teknologi dengan mesin- mesin sortasi yang bekerja secara

elektronik (Siswoputranto, 1993).

Pemasaran hasil dilakukan oleh perkebunan sendiri, yang memiliki unit

khusus untuk pemasaran ekspor maupun untuk lokal. Perkebunan-perkebunan ini

umumnya mempunyai dan membina hubungan baik dengan pihak-pihak pembeli

dari luar negeri. Perkembangan pasar luar negeri diikuti secara terus menerus,

baik mengenai laju perkembangan harga maupun perkembangan produksi kopi di

berbagai negara.

Distribusi kopi tidak berhenti di pedagang eksportir tapi diteruskan ke

perusahaan-perusahaan pengolahan kopi (roaster) melalui importir dan akhirnya melalui pedagang pengecer sampai ke konsumen. Kopi yang dijual melalui

pusat-pusat pasar komoditas umumnya sampai ke perusahaan-perusahaan atau

pabrik-pabrik pengolahan kopi melalui perantaraan agen atau broker. Agen inilah yang banyak berhubungan dengan pedagang perantara di negara-negara impor serta

mengetahui sumber-sumber kopi yang baik di berbagai negara produsen. Melalui

(35)

memperoleh kopi dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan kebutuhannya

(Gambar 2).

EKSPORTIR IMPORTIR

BROKER ROASTER PENGECER

Gambar 2. Saluran Pemasaran Kopi di Luar Negeri Sumber : Diadaptasi dari Spillane (1990)

Pada umumnya kopi dijual dengan sistem harga yang disebut free on board

(FOB), tetapi beberapa organisasi perdagangan menjual dengan sistem harga cost insurance and freight (CIF). Selain penjualan seperti diatas, masih dilaksanakan pula penjualan secara konsinyasi. Kopi dikirim ke negara-negara impor, walaupun

belum ada pembelinya. Kopi ini baru ditawarkan dan dilaksanakan penjualannya

setelah sampai di negara impor.

Beberapa negara termasuk Indonesia melakukan penjualan kopi di

negara-negara masing- masing. Pihak-pihak importir membeli langsung dari

perusahaan-perusahaan perkebunan atau perusahaan-perusahaan-perusahaan-perusahaan eksportir, yang selanjutnya

diurus oleh pihak pembeli. Ada juga yang menawarkan kopi melalui pusat-pusat

pasaran komoditi, terutama melalui Coffee and Sugar Exchange di New York,

Terminal Market di London,di Paris, Los Angeles. Di pusat pasaran kopi inilah

bertemu para broker, baik yang mewakili perusahaan-perusahaan penjualan yang ada di banyak negara produsen maupun perusahaan-perusahaan impor.

2.5. Perkembangan Harga Kopi Indonesia

Komoditas kopi merupakan salah satu komoditas yang harganya fluktuatif.

Harga internasional yang fluktuatif sangat berpengaruh pada harga domestik kopi

(36)

ditujukan untuk ekspor. Fluktuasi harga internasional terutama berkaitan dengan

kebijakan yang diambil ICO dari sisi produksi, terutama produksi kopi di Brazil.

Sebagai contoh, karena frost di Brazil dan gangguan iklim di Columbia pada tahun 1976, harga kopi meningkat tajam. Kemudian, ICO mengontrol harga

namun kurang berhasil sehingga harga kopi cenderung menurun dan tidak stabil

sampai dengan tahun 1982 (Akiyama, 1994).

Kemarau panjang di Cote d’Ivoire pada tahun 1983 sempat meningkatkan

harga kopi pada tahun tersebut, namun turun kembali sebagai akibat belum

seimbangnya antara penawaran dan permintaan. Tahun 1985 harga kembali

meningkat sebagai akibat kemarau panjang di Brazil. Pada periode 1986-1989,

harga kopi terus menurun. Pada tahun 1989, harga kopi Arabika dan Robusta

masing- masing hanya USD 0.85 dan USD 0.52 per kg. Kecenderungan harga

yang terus menurun menunjukkan bahwa ICO tidak lagi efektif dalam mengontrol

harga kopi dunia. Oleh sebab itu, sejak tahun 1988 ICO tidak lagi mengintervensi

harga kopi. Dengan stok yang menumpuk, harga kopi terus menurun pada titik

terendah yaitu USD 0.64 dan USD 0.42 masing- masing untuk kopi Arabika dan

Robusta (Boye and Lord, 1994).

Tabel 6 menunjukkan perkembangan harga kopi Indonesia di pasar

domestik untuk jenis Robusta, karena jenis kopi ini merupakan jenis kopi

Indonesia yang paling banyak diekspor ke luar negeri dan untuk jenis Arabika.

Harga kopi jenis Robusta dan Arabika mengalami peningkatan dari 1 889

Rupiah pada tahun 1993 menjadi 4 295 Rupiah pada tahun 1994 (Tabel 6).

Peningkatan harga kopi Indonesia pada tahun 1994 disebabkan adanya

(37)

lagi dikendalikan oleh ICO. Pelepasan stok kopi dunia tahun sebelumnya

menyebabkan harga kopi menurun tajam dan mencapai titik terendah pada tahun

1992. Mengingat harga terus menurun, ICO kembali memperbarui perjanjiannya

guna mengontrol harga kopi. Kebijakan yang diintroduksikan adalah

menggunakan universal kuota, pemisahan antara kuota Arabika dan Robusta, serta

pengaturan stok. Kebijakan ini cukup efektif untuk meningkatkan harga kopi.

Kenaikan harga tersebut berhubungan pula dengan penurunan produksi yang

dialami Brazil sebagai akibat sering terjadinya frost. Dengan adanya perjanjian

baru tersebut harga kopi dunia mulai mengalami peningkatan sejak tahun 1993.

Peningkatan harga dunia berpengaruh pada peningkatan harga kopi

Indonesia dalam negeri. Adanya peningkatan harga kopi Indonesia kembali

mendatangkan investasi- investasi baru di sektor industri kopi dan meningkatkan

kembali penggunaan input, tenaga kerja maupun pemeliharaan tanaman kopi.

Tabel 5. Perkembangan Harga Kopi Robusta dan Arabika di Pasar Domestik Indonesia,Tahun 1992-2000

Tahun Harga Kopi Robusta

(Rp/Kg)

Harga Kopi Arabika (Rp/Kg)

1992 1 409 5 033

1993 1 889 6 345

1994 4 295 7 115

1995 4 768 7 261

1996 4 308 7 357

1997 4 738 12 333

1998 12 321 21 410

1999 13 439 14 950

2000 8 800 13 197

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, Tahun 2006

(38)

Ekspor kopi diatur oleh peraturan-peraturan dari Organisasi Kopi

Internasional (International Coffee Organization). Pelaksanaan ekspor kopi oleh Indonesia, sebagai salah satu produsen dan pengekspor kopi anggota ICO juga

berdasarkan pada peraturan-peraturan dari ICO. Disamping peraturan-peraturan

dari ICO, kegiatan ekspor kopi Indonesia juga diatur melalui Surat Keputusan

Menteri Perdagangan No. 04/ KP/ I/ 78 tanggal 4 Januari 1978 (Suryono, 1991).

Kuota ekspor kopi yang diperoleh dari ICO dibagikan kepada eksportir

kopi yang telah terdaftar di wilayah-wilayah penghasil kopi di seluruh Indonesia

berdasarkan surat keputusan dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

Distribusi jatah ekspor kepada para eksportir kopi yang telah terdaftar diatur

dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 85/KP/ III/ 86 tanggal 7 Maret

1986 tentang Ketentuan Jatah Nasional Ekspor Kopi (Suryono, 1991). Jatah

ekspor kopi nasional tersebut diperhitungkan berdasarkan besarnya produksi kopi

di dalam negeri dikurangi konsumsi domestik serta penyediaan penyangga yang

perlu dipertahankan.

Dalam rangka pembinaan eksportir, secara nasional telah dibentuk Asosiasi

Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) dan setiap eksportir kopi yang telah terdaftar

diwajibkan menjadi anggota asosiasi tersebut (Lubis, 2002). Berdasarkan data

Bank Rakyat Indonesia pada tahun 1987, negara tujuan ekspor kopi dibagi

menjadi dua kelompok yaitu: (1) negara anggota ICO atau negara kuota sebanyak

22 negara, antara lain Jepang, Amerika Serikat, Italia, Jerman, Australia, Selandia

Baru, Belanda dan lain- lain dan (2) negara non anggota ICO atau negara non

kuota yang mencapai sekitar 44 negara, antara lain RRC, Korea Selatan, Maroko,

(39)

Perkembangan volume dan nilai ekspor kopi Indonesia pada periode tahun

1980-2005 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, dengan tingkat fluktusi nilai

ekspor yang lebih tinggi dari volume ekspornya (Lampiran 5). Periode 1980-2005,

volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1990 sebesar 421 833 ton. Hal ini

berkaitan dengan dicabutnya kuota (jatah yang telah ditetapkan) ekspor kopi yang

diatur oleh International Coffee Organization (ICO), yang kemudian ditindak

lanjuti oleh pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri

Perdagangan No. 265/KP/X/89 tanggal 21 Oktober 1989, yang berisi pembebasan

setiap eksportir untuk mengekspor kopi ke pasaran dunia (Lubis, 2002).

Kemudian, volume ekspor kopi mengalami penurunan pada periode 1990-1995.

Pada tahun 1990 volume ekspor kopi sebesar 421 833 ton dan pada tahun 1995

menurun menjadi 230 201 ton (Lampiran 5). Hal ini disebabkan musim kemarau

yang melanda Indonesia dan kebanyakan petani kopi melakukan konversi

tanaman selain kopi akibat dari harga kopi yang rendah (Hutabarat, 2004).

Nilai ekspor kopi Indonesia pada periode 1980-2005 juga mengalami

fluktuasi dari tahun ke tahun. Pertumbuhan nilai ekspor kopi Indonesia tertinggi

dicapai pada tahun 1986 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 109.68 persen dan

tahun 1994 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 116.65 persen sedangkan

pertumbuhan nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 1981 sebesar -47.26 dan

tahun 2000 sebesar -43.25 (Lampiran 5).

Tingkat pertumbuhan nilai kopi yang tinggi pada tahun 1986 disebabkan

kenaikan harga kopi karena kekeringan yang melanda sebagian besar negara

produsen kopi (Siswoputranto, 1993). Pada tahun 1994 harga kopi meningkat

(40)

kopi yang mengalami penurunan pada tahun 2000 terjadi karena harga kopi dunia

yang menurun akibat over supply kopi dari negara produsen terutama Brazil dan Vietnam.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai perdagangan kopi Indonesia di pasar dalam negeri dan

internasional dilakukan oleh Darmansyah (1986) dengan mengunakan model

regresi. Dalam penelitiannya mengkaji daya saing kopi Indonesia di pasar

internasional dan integrasi pasar kopi Indonesia di pasar internasional, baik

horizontal maupun vertikal. Diperoleh hasil bahwa Indonesia mempunyai daya

saing dari segi produksi kopi jenis Robusta dibanding negara- negara produsen dan

eksportir kopi lainnya dan integrasi pasar horizontal antara Indonesia dengan

negara-negara produsen kopi lainnya kurang baik, terdapat kecenderungan bahwa

naiknya harga kopi negara lain diikuti dengan turunnya harga kopi Indonesia.

Pada penelitian Suryono (1991) mengkaji struktur ekspor kopi Indonesia

serta penawaran dan permintaan kopi di dalam negeri pada periode 1966-1989.

Hasil dari penelitian ini bahwa ekspor kopi Indonesia lebih banyak dipengaruhi

oleh faktor- faktor non ekonomi seperti produksi, sedangkan faktor ekonomi

seperti harga dan pendapatan tidak berpengaruh. Penawaran kopi dalam negeri

dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar mata uang, kebijaksanaan devaluasi dan

penawaran kopi tahun sebelumnya sedangkan permintaan kopi dipengaruhi oleh

harga. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan, model regresi

linier dan non linier berganda.

Sihotang (1996) dalam penelitiannya mengkaji faktor-faktor yang

(41)

1969-1993. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan sistem yang

menggunakan model ekonometrika dengan pendugaan parameter dilakukan

dengan metode 3SLS. Hasil dari penelitian ini bahwa produksi kopi Indonesia

tidak responsif terhadap harga kopi dan komoditas subsitusi di pasar domestik,

harga ekspor, luas areal dan tingkat upah, kecuali kopi jenis Robusta yang

responsif terhadap luas areal dalam jangka panjang. Permintaan kopi di pasar

domestik tidak responsif terhadap harga kopi, harga komoditi subsitusi dan

komplementer dan pendapatan per kapita, namun sangat responsif terhadap

pasokan ekspor.

Lifianthi (1999) dalam penelitiannya mengkaji dampak kebijakan ekonomi

terhadap produksi dan ekspor kopi di Propinsi Sumatera Selatan pada periode

1970-1996. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika persamaan simultan

dengan metode Three Stage Least Squares (3SLS), model grafik dan model

ARIMA. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kebijakan menaikkan harga

pupuk berdampak pada pada penurunan produksi kopi, penerimaan petani dan

ekspor kopi Propinsi Sumatera Selatan. Sedangkan penerapan kuota ekspor kopi

akan menambah produksi kopi, penerimaan petani dan ekspor kopi Propinsi

Sumatera Selatan. Penghapusan sistem standar mutu kopi akan mengurangi

penerimaan devisa cukup besar dan hanya akan menaikkan penerimaan petani

dengan persentase yang kecil.

Pada penelitian Lubis (2002) mengkaji mengenai dampak liberalisasi

perdagangan terhadap industri kopi Indonesia dan perdagangan kopi dunia pada

periode 1985-1997 dengan menggunakan model persamaan simultan dengan

(42)

domestik pada penurunan suku bunga bank 20 persen, kenaikan harga pupuk 25

persen, kenaikan tingkat upah di subsektor perkebunan sebesar 25 persen dan

devaluasi Rupiah terhadap USD sebesar 50 persen akan menyebabkan harga

domestic dan penerimaan devisa negara meningkat. Selain itu, melemahnya nilai

tukar Rupiah terhadap USD lebih meningkatkan penerimaan devisa negara

dibandingkan kebijakan tunggal lainnya. Perubahan kebijakan domestik yang

menyebabkan berubahnya harga kopi Robusta dunia merupakan indikasi bahwa

kopi Robusta Indonesia memiliki peran penting bagi perdagangan kopi dunia.

Perubahan harga ekspor Indonesia sebagai akibat perubahan faktor eksternal juga

merubah harga dunia.

Turnip (2002) dalam penelitiannya mengkaji potensi ekonomi beberapa

negara tujuan ekspor kopi Indonesia yang dipengaruhi oleh jumlah penduduk,

pendapatan per kapita dan perubahan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor.

Berdasarkan indikator di atas maka Amerika Serikat, Portugis dan Inggris

memiliki potensi pasar untuk tujuan ekspor kopi Indonesia. Penelitian ini

menggunakan pendekatan ekonometrika dengan model regresi linier berganda

berdasarkan Metode Kuadrat Terkecil Biasa (OLS).

Pada penelitian Sambudi (2005) mengkaji mengenai pengaruh variabel

yang mempengaruhi produksi dan ekspor kopi jenis Arabika. Penelitian ini

meyimpulkan bahwa variabel trend waktu dan dummy tahun krisis tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kopi jenis Arabika. Variabel pendapatan dan

(43)

kopi jenis Arabika. Penelitian ini menggunakan model regresi berganda dengan

(44)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Produksi

Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara

faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Produksi adalah

tindakan dalam membuat komoditi, baik barang maupun jasa (Lipsey, 1995).

Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus menerus berubah

seiring dengan kemajuan teknologi. Tidak ada produk yang dihasilkan dengan

menggunakan satu input. Dalam produksi banyak digunakan input-input untuk

menghasilkan output.

Hubungan antara input dan output ini dapat dicirikan dengan suatu fungsi

produksi. Fungsi produksi adalah hubungan fungsi yang memperlihatkan output

maksimum yang dapat diproduksi oleh setiap input dan oleh kombinasi berbagai

sesungguhnya begitu kompleks dapat digambarkan tingkah lakunya. Dari fungsi

produksi dapat dilihat hubungan teknis antara faktor produksi dengan produksi

yang dihasilkan serta suatu gambaran dari semua metode produksi yang efisien.

Secara matematis, fungsi produksi neoklasik dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3,..., Xm ; Z1, Z2, Z3 ,..., Zn) atau

Y = f (Xn ; Zj)

dimana :

Y = Jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi

Xi = Faktor- faktor produksi tidak tetap (variabel) yang digunakan

dalam proses produksi

(45)

Zj = Faktor- faktor produksi tetap yang digunakan dalam proses

produksi

f = Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor- faktor produksi ke dalam hasil produksi

3.1.2. Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta

komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana efeknya terhadap

struktur perekonomian suatu negara (Saleh, 2005). Gonarsyah (1987) menyatakan

bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan

internasional (ekspor- impor) suatu negara dengan negara lain, yaitu : (1)

keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, (2) memperbesar

penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, (3) adanya perbedaan penawaran

dan permintaan antar negara, (4) tidak semua negara mampu menyediakan

kebutuhan masyarakatnya dan (5) akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam

menghasilkan komoditi tertentu.

Kindleberger dan Linder (1977) menyatakan bahwa dalam kegiatan

ekspor, volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain

merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang

disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply), sedangkan di lain pihak kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi

negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand).

Secara teoritis, suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu

komoditi (kopi) k e negara lain (misalnya negara B) apabila harga domestik di

(46)

dibandingkan dengan harga domestik di negara B (Gambar 3 ). Struktur harga

yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan karena adanya kelebihan

penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik. Dalam hal ini faktor produksi di negara A r e latif berlimpah. Dengan demikian

negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain.

Negara B m engalami kekurangan suplai kopi karena konsumsi domestiknya

melebihi produksi domestik (excess demand) sehingga harga menjadi lebih tinggi. Pada kesempatan ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi kopi dari

negara lain yang harganya lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi

antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antara kedua negara

tersebut. Dalam hal ini negara A akan mengekspor kopi ke negara B.

Gambar 3. Kurva Perdagangan Internasional

Sumber : Diadaptasi dari Salvatore, 1997

Keterangan :

PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan

internasional

Q1Q2 : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A

(47)

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan

internasional

Q3Q4 : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B

Pw : Harga keseimbangan di kedua negara setelah perdagangan internasional

0Qw : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana

jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M)

Pada Gambar 3, sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di

negara A adalah sebesar PA sedangkan di negara B adalah sebesar PB. Suplai di

pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar dari PA,

sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional

lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional sama dengan PW maka di

negara B terjadi kelebihan permintaan (ED), sedangkan jika harga internasional

sebesar PW maka di negara A t erjadi kelebihan suplai (ES). Perpaduan antara

kelebihan penawaran di negara A d a n kelebihan permintaan di negara B akan

menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu sebesar PW. Dengan

adanya perdagangan tersebut maka negara A akan mengekspor kopi sebesar X,

dan negara B akan mengimpor kopi sebesar M.

Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan harga keseimbangan

antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan

mempengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia

akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya

(48)

3.1.4. Ekspor

Teori penawaran bertujuan untuk menentukan faktor- faktor yang

mempengaruhi penawaran. Penawaran suatu komoditi baik barang maupun jasa

adalah jumlah komoditi yang ditawarkan kepada konsumen pada suatu pasar dan

pada tingkat harga serta waktu serta waktu tertentu.

Besar kecilnya penawaran terhadap suatu komoditi pada umumya

dipengaruhi oleh harga yang barang yang bersangkutan, harga barang

subsitusi/komplementer, nilai tukar mata uang, kemampuan produksi (kapasitas

produksi), kebijakan yang ada dan lain- lain. Dalam hal ini peubah-peubah yang

akan digunakan dalam model penawaran ekspor komoditi kopi Indonesia adalah

sebagai berikut :

Peubah Harga, merupakan faktor penting dalam fungsi penawaran yang dapat

menentukan tingkat penawaran suatu barang. Sebagai peubah bebas dalam suatu

model penawaran, peubah harga dapat merupakan harga barang yang

bersangkutan, harga barang secara domestik.

Peubah Produksi, kapasitas produksi kopi Indonesia adalah besarnya total

produksi kopi Indonesia per tahun.

Peubah Konsumsi, kapasitas konsumsi kopi Indonesia adalah besarnya total

konsumsi kopi Indonesia per tahun.

Peubah Pendapatan, merupakan GDP negara tujuan ekspor kopi Indonesia.

Peubah Nilai Tukar, pada umumnya eksportir menghitung pendapatannya dalam

mata uang domestik, sedangkan harga biasanya dinyatakan mata uang asing. Oleh

karena itu, agar harga barang dapat mencerminkan harga barang yang terjadi

maka dimasukkan peubah nilai tukar ini.

(49)

Peubah Ekspor Tahun Sebelumnya, peubah lag ini dimasukkan dalam model

dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang dalam kegiatan ekspor.

Dengan demikian secara keseluruhan faktor- faktor yang berpengaruh

dalam penawaran ekspor kopi Indonesia ke pasar internasional adalah sebagai

berikut :

Xt = f (PXt, PDt, Qt, Ct, Yt, ERt, Xt-1)

dimana :

Xt = Volume ekspor kopi Indonesia tahun ke-t

PXt = Harga ekspor kopi Indonesia tahun ke-t

PDt = Harga kopi domestik tahun ke-t

Qt = Jumlah produksi domestik kopi Indonesia tahun ke-t.

Ct = Konsumsi kopi domestik kopi Indonesia tahun ke-t

Yt = GDP negara tujuan ekspor kopi Indonesia tahun ke-t

ERt = Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor kopi

Indonesia tahun ke-t

Xt-1 = Volume ekspor kopi tahun sebelumnya

3.1.5. Pembentukan Harga

Pembentukan harga suatu komoditi sangat dipengaruhi oleh

kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi perubahan penawaran ekspor maupun karena

kekuatan yang mempengaruhi perubahan permintaan impor atau karena pengaruh

kedua-duanya secara bersama-sama. Selain karena faktor tesebut, yang dapat

mempengaruhi harga suatu komoditi adalah harga komoditi tersebut pada tahun

(50)

Pt = f (Xt, Mt, Pt-1)

dimana :

Pt = Harga suatu komoditi suatu negara pada tahun ke-t

Xt = Jumlah ekspor komoditi suatu negara pada tahun ke-t

Mt = Jumlah impor komoditi suatu negara pada tahun ke-t

Pt-1 = Harga komoditi suatu negara pada tahun sebelumnya

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Posisi Indonesia cukup strategis dalam perdagangan kopi dunia karena

pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara produsen

dan pengekspor kopi terbesar di dunia. Selain itu, kopi memegang peranan

penting sebagai sumber devisa negara melalui kegiatan ekspor kopi. Namun

dilihat dari perkembangannya, kontribusi ekspor kopi Indonesia terhadap

penerimaan devisa pada subsektor perkebunan dan sektor pertanian cenderung

menurun.

Hal ini terlihat pada tahun 1995 kontribusi ekspor kopi terhadap subsektor

perkebunan dan sektor pertanian masing- masing sebesar 0.13 persen dan 0.12

persen dan pada tahun 2005 menurun menjadi 0.05 persen dan 0.04 persen (Tabel

2). Penurunan kontribusi ekspor kopi ini disebabkan beberapa faktor seperti

peraturan untuk masuk ke beberapa negara importir yang semakin ketat,

peningkatan produksi negara-negara produsen kopi yang mengakibatkan terjadi

overproduksi yang mengakibatkan turunnya harga kopi dunia. Selain itu

munculnya negara pesaing seperti Vietnam yang memiliki kebun kopi relatif

muda dan produktivitas yang tinggi (Tjitroresmi, 2005). Hal ini berbeda jika

(51)

dari perkebunan rakyat yang penanamannya masih secara tradisional, dengan

pengelolaan budidaya dan penanganan pasca panen masih kurang memadai yang

pada akhirnya menghasilkan kualitas kopi yang rendah jika dbandingkan negara

produsen kopi lainnya.

Gambar 4. Bagan Kerangka Berpikir

Dengan demikian permintaan akan kopi Indonesia di pasar dunia juga

berkurang karena para konsumen dunia juga memperhatikan kualitas kopi yang

akan dibelinya. Adanya penurunan harga kopi dunia mempengaruhi harga kopi

domestik. Penurunan harga kopi domestik berakibat pada penurunan produksi

kopi domestik, yang pada akhirnya mempengaruhi penerimaan devisa dari

(52)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Perumusan Model

Dalam penelitian ini, ekspor kopi Indonesia berdasarkan negara tujuan

ekspornya dikelompokkan dalam tiga pasar yaitu Asia, Amerika dan Eropa dari

tahun 1980-2005. Ekspor kopi Indonesia ke Asia meliputi Jepang dan Singapura,

ekspor kopi Indonesia ke Amerika yaitu negara Amerika Serikat, sedangkan

ekspor kopi Indonesia ke Eropa meliputi negara Jerman, Inggris dan Italia.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya serta berbagai alternatif

spesifikasi model yang telah dicoba, maka persamaan produksi, konsumsi, harga

domestik dan model penawaran ekspor kopi Indonesia ke negara Jepang dan

Singapura sebagai importir utama kopi Indonesia di Asia, negara Amerika Serikat

sebagai importir utama kopi Indonesia di Amerika serta negara Jerman, Inggris

dan Italia sebagai importir utama kopi Indonesia di Eropa dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Persamaan Produksi Kopi Indonesia

Qt = a0 + a1Lt + a2PDRt + a3Qt-1 + u1t

dimana :

Qt = Produksi kopi Indonesia (ton)

Lt = Total luas areal perkebunan kopi Indonesia (ha)

PDRt = Harga domestik riil kopi Indonesia (Rp/ton)

Qt-1 = Produksi kopi Indonesia tahun sebelumnya (ton)

u1t = Kesalahan pengganggu (Error term)

a0 = Intersep

ai = Parameter dugaan

Gambar

Tabel 1. Nilai  Penerimaan Devisa dari Subsektor Perkebunan, Tahun 1995-2005
Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Ekspor Kopi di Dunia, Tahun 2002
Gambar 1: Bagan Pemasaran Biji Kopi dan Produk Olahan  Indonesia
Gambar 4. Bagan Kerangka Berpikir
+6

Referensi

Dokumen terkait

Upaya untuk meningkatkan intensitas pemanfaatan media oleh penyuluh dapat ditempuh melalui: (a) memfasilitasi kemudahan bagi penyuluh untuk mengakses media massa yang sesuai

b. Menetapkan program satuan layanan dan satuan kegiatan pendukung setiap kali akan melakukan pelayanan kepada peserta didik. Menetapkan layanan informasi melalui ceramah

Pelayanan Prima di Rumah Sakit akan tercapai jika setiap seluruh Sumber Daya Manusia yang dinyatakan dengan Paramedis dan pegawai Rumah sakit yang mempunyai Kualitas

Saya lahir tahun sembilan belas lima puluh enam, 4 Kalau begitu, Anda berumur lima puluh sembilan tahun, 5 Saya tinggal di Jalan Merdeka nomor empat puluh tujuh. Latihan 9:

Jumlah air yang perlu di tambahkan untuk pencampuran castable adalah salah satu hal yang sangat penting dalam instalasi atau pemasangan refractory, khususnya untuk tipe Low

Prosedur audit (audit procedures) adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten..

Secara umum tahapan pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus II ini masih mengacu pada pelaksanaan proses pembelajaran sebelumnya. Pemecahan yang dilakukan pada

Pada gambar 5 adalah proses pada protokol LEACH pada fase setup dimana setelah sebuah node terpilih menjadi cluster head maka node tersebut mengumumkannya ke-