• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Ayam Broiler terhadap Teknik Pertumbuhan Kompensasi : 4. Pemberian Serbuk Gergaji Diikuti Pemberian Silase Ikan Asin-Daun Singkong pada Periode Realimentasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons Ayam Broiler terhadap Teknik Pertumbuhan Kompensasi : 4. Pemberian Serbuk Gergaji Diikuti Pemberian Silase Ikan Asin-Daun Singkong pada Periode Realimentasi"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS AYAM BROILER TERHADAP TEKNIK

PERTUMBUHAN KOMPENSASI : 4. PEMBERIAN

SERBUK GERGAJI DIIKUTI PEMBERIAN

SILASE IKAN ASIN-DAUN SINGKONG

PADA PERIODE REALIMENTASI

SKRIPSI

ROSITA IDA PURNAMA

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

ROSITA IDA PURNAMA D24102013. 2006. Respons Ayam Broiler terhadap Teknik Pertumbuhan Kompensasi : 4. Pemberian Serbuk Gergaji Diikuti Pemberian Silase Ikan Asin-Daun Singkong pada Periode Realimentasi. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, MSc.

Biaya pakan merupakan biaya paling tinggi di sektor peternakan dibandingkan dengan biaya lain yaitu sekitar 60-70%, upaya penghematan perlu dilakukan. Penghematan dapat dilakukan dengan menurunkan biaya bahan baku pakan dan meningkatkan efisiensinya. Salah satu alternatifnya adalah memanfaatkan secara optimal sumber plasma nutfah Indonesia sebagai bahan baku pakan unggas. Sumber plasma nutfah itu diantaranya adalah daun singkong dan ikan asin sebagai sumber protein lokal serta mikroba yang berasal dari isi perut bekicot untuk memfermentasikan kedua bahan tersebut.

Produk silase campuran ikan asin dan daun singkong dapat menjadi konsentrat protein yang murah. Produk silase campuran ikan asin dan daun singkong dapat diberikan pada ayam broiler diiringi dengan teknik pemberian pakan yang dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum atau zat makanan yaitu tehnik pertumbuhan kompensasi. Teknik pertumbuhan kompensasi adalah pertumbuhan yang pesat yang terjadi setelah ternak mengalami periode pembatasan ransum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan mikroba bekicot pada periode realimentasi dengan tehnik pertumbuhan kompensasi terhadap performan ayam broiler dan kecernaan pakan.

(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong nyata (P<0,05) mempengaruhi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Konsumsi ransum P1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Konsumsi ransum perlakuan periode 0-6 minggu pemeliharaan yaitu (P0) 2845,64 gram/ekor, (P1) 3420,03 gram/ekor, (P2) 3058,35 gram/ekor, (P3) 2892,80 gram/ekor dan (P4) 2859,88 gram/ekor. Pertambahan bobot badan selama 0-6 minggu pemeliharaan yaitu (P0) 1165,4 gram/ekor, (P1) 1208,5 gram/ekor, (P2) 1099,9 gram/ekor, (P3) 1033,2 gram/ekor, dan (P4) 964,9 gram/ekor. Konversi ransum selama 0-6 minggu pemeliharaan adalah (P0) 2,44, (P1) 2,83, (P2) 2,78, (P3) 2,8, (P4) 2,96. Kecernaan ransum dengan pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong rendah yaitu pada level pemberian 40%, hal ini dikarenakan kandungan serat kasar yang tinggi pada ransum perlakuan.

Pemberian Ransum perlakuan sampai taraf 10 % masih bisa dianjurkan karena menghasilkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan kecernaan yang tinggi serta konversi yang rendah.

(4)

ABSTRACT

Respons of the Broilers to Compensatory Growth Technique:4. Using Sawdust followed fermented cassava leaf + salted fish

at Realimentation period R.I. Purnama, I.K. Amrullah and Sumiati

The experiment was conducted to apply a compensatory growth technique: using 25% sawdust in 2–4 weeks of age followed by feeding various levels of fermented cassava leaf + salted fish in the finishing period (4-6 weeks). Two hundred Day Old Chick (DOC) Ross strain were distributed into five treatment groups. Each treatment consisted of four replicates with ten broilers. The diets used in this experiment were : commercial broiler strarter diet fed to the chicks of 0-2 weeks of age and comercial broiler starter died mixed with 25% sawdust were fed to the chicks of age and 2–4 weeks of age. The diets treatment fed to the chicks of 4–6 weeks of age were : 60% yellow corn + 40% basal Consentrate + 0% Fermented consentrate(P0); 60% yellow corn + 30% basal Consentrate + 10% Fermented consentrate (P1); 60% yellow corn + 20% basal Consentrate + 20% Fermented consentrate (P2); 60% yellow corn + 10% basal Consentrate + 30% Fermented consentrate (P3) and 60% yellow corn + 0% basal Consentrate + 40% Fermented consentrate (P4). The data were analysed using analyses of variance and any significant different were further tested using contras orthogonal. The result showed that the treatment diets significantly (P<0.05) decreased feed consumption, body weigh gain and feed conversion.

(5)

RESPONS AYAM BROILER TERHADAP TEKNIK

PERTUMBUHAN KOMPENSASI : 4. PEMBERIAN

SERBUK GERGAJI DIIKUTI PEMBERIAN

SILASE IKAN ASIN-DAUN SINGKONG

PADA PERIODE REALIMENTASI

ROSITA IDA PURNAMA D24102013

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

RESPONS AYAM BROILER TERHADAP TEKNIK

PERTUMBUHAN KOMPENSASI : 4. PEMBERIAN

SERBUK GERGAJI DIIKUTI PEMBERIAN

SILASE IKAN ASIN-DAUN SINGKONG

PADA PERIODE REALIMENTASI

Oleh

ROSITA IDA PURNAMA D24102013

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Agustus 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS Dr. Ir. Sumiati, MSc NIP. 130 871 923 NIP. 131 624 182

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal

13 September 1983. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari

pasangan bapak Drs. Purwadi dan Peny Astuti, SPd.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Bareng Lor 1 Klaten,

pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP N 3

Klaten dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMA

Muhammadiyah 1 Klaten.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan

Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002.

Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi daerah KMK (Keluarga

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul ”Respons Ayam Broiler Terhadap Teknik Pertumbuhan Kompensasi : 4. Pemberian Serbuk Gergaji Diikuti Pemberian Silase Ikan Asin-Daun Singkong pada Periode Realimentasi”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian silase campuran ikan

asin dan daun singkong yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan

mikroba bekicot pada periode realimentasi dengan tehnik pertumbuhan kompensasi

terhadap performan ayam broiler dan kecernaannya. Penelitian ini dilaksanakan

selama bulan Juli 2005 sampai dengan Maret 2006 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam budidaya ayam broiler terdapat berbagai permasalahan yang muncul

antara lain biaya pakan yang mahal yaitu mencapai 70%. Di Indonesia banyak

sumber plasma nutfah yang belum digunakan khususnya ikan asin dan daun

singkong. Skripsi ini ditulis sebagai upaya mencari solusi untuk mengatasi masalah

tersebut. Penerapan teknik pertumbuhan kompensasi dan pemanfaatan silase

campuran ikan asin dan daun singkong sebagai pakan sumber protein diharapkan

efektif mengurangi biaya pakan dan dapat meningkatkan penampilan ayam broiler.

Skripsi ini menampilkan penelusuran pustaka dan pembahasan hasil

penelitian pemberian silase ikan asin dan daun singkong yang diiringi dengan tehnik

pemberian pakan yang dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum atau zat

makanan yaitu tehnik pertumbuhan kompensasi terhadap penampilan ayam broiler.

Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kalangan peternak ayam broiler

yang ingin menggunakan silase ikan asin dan daun singkong sebagai sumber protein

yang murah dan juga kalangan akademisi sebagai sumber referensi

Bogor, Agustus 2006

(9)

DAFTAR ISI

Ayam Broiler dan Teknik Pertumbuhan Kompensasi ... 3

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian ... 16

Konsumsi Ransum ... 19

Konsumsi Energi Metabolis dan Protein ... 20

Kecernaan ... 22

Efisiensi Penggunaan Zat Makanan (Energi dan Protein) ... 23

Performa Ayam Broiler Penelitian ... 25

Bobot badan Akhir ... 25

Pertambahan Bobot Badan ... 26

Konversi Ransum ... 29

Mortalitas ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

UCAPAN TERIMAKASIH ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(11)

RESPONS AYAM BROILER TERHADAP TEKNIK

PERTUMBUHAN KOMPENSASI : 4. PEMBERIAN

SERBUK GERGAJI DIIKUTI PEMBERIAN

SILASE IKAN ASIN-DAUN SINGKONG

PADA PERIODE REALIMENTASI

SKRIPSI

ROSITA IDA PURNAMA

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

ROSITA IDA PURNAMA D24102013. 2006. Respons Ayam Broiler terhadap Teknik Pertumbuhan Kompensasi : 4. Pemberian Serbuk Gergaji Diikuti Pemberian Silase Ikan Asin-Daun Singkong pada Periode Realimentasi. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, MSc.

Biaya pakan merupakan biaya paling tinggi di sektor peternakan dibandingkan dengan biaya lain yaitu sekitar 60-70%, upaya penghematan perlu dilakukan. Penghematan dapat dilakukan dengan menurunkan biaya bahan baku pakan dan meningkatkan efisiensinya. Salah satu alternatifnya adalah memanfaatkan secara optimal sumber plasma nutfah Indonesia sebagai bahan baku pakan unggas. Sumber plasma nutfah itu diantaranya adalah daun singkong dan ikan asin sebagai sumber protein lokal serta mikroba yang berasal dari isi perut bekicot untuk memfermentasikan kedua bahan tersebut.

Produk silase campuran ikan asin dan daun singkong dapat menjadi konsentrat protein yang murah. Produk silase campuran ikan asin dan daun singkong dapat diberikan pada ayam broiler diiringi dengan teknik pemberian pakan yang dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum atau zat makanan yaitu tehnik pertumbuhan kompensasi. Teknik pertumbuhan kompensasi adalah pertumbuhan yang pesat yang terjadi setelah ternak mengalami periode pembatasan ransum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan mikroba bekicot pada periode realimentasi dengan tehnik pertumbuhan kompensasi terhadap performan ayam broiler dan kecernaan pakan.

(13)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong nyata (P<0,05) mempengaruhi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Konsumsi ransum P1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Konsumsi ransum perlakuan periode 0-6 minggu pemeliharaan yaitu (P0) 2845,64 gram/ekor, (P1) 3420,03 gram/ekor, (P2) 3058,35 gram/ekor, (P3) 2892,80 gram/ekor dan (P4) 2859,88 gram/ekor. Pertambahan bobot badan selama 0-6 minggu pemeliharaan yaitu (P0) 1165,4 gram/ekor, (P1) 1208,5 gram/ekor, (P2) 1099,9 gram/ekor, (P3) 1033,2 gram/ekor, dan (P4) 964,9 gram/ekor. Konversi ransum selama 0-6 minggu pemeliharaan adalah (P0) 2,44, (P1) 2,83, (P2) 2,78, (P3) 2,8, (P4) 2,96. Kecernaan ransum dengan pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong rendah yaitu pada level pemberian 40%, hal ini dikarenakan kandungan serat kasar yang tinggi pada ransum perlakuan.

Pemberian Ransum perlakuan sampai taraf 10 % masih bisa dianjurkan karena menghasilkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan kecernaan yang tinggi serta konversi yang rendah.

(14)

ABSTRACT

Respons of the Broilers to Compensatory Growth Technique:4. Using Sawdust followed fermented cassava leaf + salted fish

at Realimentation period R.I. Purnama, I.K. Amrullah and Sumiati

The experiment was conducted to apply a compensatory growth technique: using 25% sawdust in 2–4 weeks of age followed by feeding various levels of fermented cassava leaf + salted fish in the finishing period (4-6 weeks). Two hundred Day Old Chick (DOC) Ross strain were distributed into five treatment groups. Each treatment consisted of four replicates with ten broilers. The diets used in this experiment were : commercial broiler strarter diet fed to the chicks of 0-2 weeks of age and comercial broiler starter died mixed with 25% sawdust were fed to the chicks of age and 2–4 weeks of age. The diets treatment fed to the chicks of 4–6 weeks of age were : 60% yellow corn + 40% basal Consentrate + 0% Fermented consentrate(P0); 60% yellow corn + 30% basal Consentrate + 10% Fermented consentrate (P1); 60% yellow corn + 20% basal Consentrate + 20% Fermented consentrate (P2); 60% yellow corn + 10% basal Consentrate + 30% Fermented consentrate (P3) and 60% yellow corn + 0% basal Consentrate + 40% Fermented consentrate (P4). The data were analysed using analyses of variance and any significant different were further tested using contras orthogonal. The result showed that the treatment diets significantly (P<0.05) decreased feed consumption, body weigh gain and feed conversion.

(15)

RESPONS AYAM BROILER TERHADAP TEKNIK

PERTUMBUHAN KOMPENSASI : 4. PEMBERIAN

SERBUK GERGAJI DIIKUTI PEMBERIAN

SILASE IKAN ASIN-DAUN SINGKONG

PADA PERIODE REALIMENTASI

ROSITA IDA PURNAMA D24102013

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(16)

RESPONS AYAM BROILER TERHADAP TEKNIK

PERTUMBUHAN KOMPENSASI : 4. PEMBERIAN

SERBUK GERGAJI DIIKUTI PEMBERIAN

SILASE IKAN ASIN-DAUN SINGKONG

PADA PERIODE REALIMENTASI

Oleh

ROSITA IDA PURNAMA D24102013

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Agustus 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS Dr. Ir. Sumiati, MSc NIP. 130 871 923 NIP. 131 624 182

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal

13 September 1983. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari

pasangan bapak Drs. Purwadi dan Peny Astuti, SPd.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Bareng Lor 1 Klaten,

pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP N 3

Klaten dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMA

Muhammadiyah 1 Klaten.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan

Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002.

Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi daerah KMK (Keluarga

(18)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul ”Respons Ayam Broiler Terhadap Teknik Pertumbuhan Kompensasi : 4. Pemberian Serbuk Gergaji Diikuti Pemberian Silase Ikan Asin-Daun Singkong pada Periode Realimentasi”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian silase campuran ikan

asin dan daun singkong yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan

mikroba bekicot pada periode realimentasi dengan tehnik pertumbuhan kompensasi

terhadap performan ayam broiler dan kecernaannya. Penelitian ini dilaksanakan

selama bulan Juli 2005 sampai dengan Maret 2006 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam budidaya ayam broiler terdapat berbagai permasalahan yang muncul

antara lain biaya pakan yang mahal yaitu mencapai 70%. Di Indonesia banyak

sumber plasma nutfah yang belum digunakan khususnya ikan asin dan daun

singkong. Skripsi ini ditulis sebagai upaya mencari solusi untuk mengatasi masalah

tersebut. Penerapan teknik pertumbuhan kompensasi dan pemanfaatan silase

campuran ikan asin dan daun singkong sebagai pakan sumber protein diharapkan

efektif mengurangi biaya pakan dan dapat meningkatkan penampilan ayam broiler.

Skripsi ini menampilkan penelusuran pustaka dan pembahasan hasil

penelitian pemberian silase ikan asin dan daun singkong yang diiringi dengan tehnik

pemberian pakan yang dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum atau zat

makanan yaitu tehnik pertumbuhan kompensasi terhadap penampilan ayam broiler.

Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kalangan peternak ayam broiler

yang ingin menggunakan silase ikan asin dan daun singkong sebagai sumber protein

yang murah dan juga kalangan akademisi sebagai sumber referensi

Bogor, Agustus 2006

(19)

DAFTAR ISI

Ayam Broiler dan Teknik Pertumbuhan Kompensasi ... 3

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian ... 16

Konsumsi Ransum ... 19

Konsumsi Energi Metabolis dan Protein ... 20

Kecernaan ... 22

Efisiensi Penggunaan Zat Makanan (Energi dan Protein) ... 23

Performa Ayam Broiler Penelitian ... 25

Bobot badan Akhir ... 25

Pertambahan Bobot Badan ... 26

Konversi Ransum ... 29

Mortalitas ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

UCAPAN TERIMAKASIH ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Zat Makanan Daun Singkong ... 5

2. Desain Ransum Selama Penelitian ... 11

3. Kandungan Nutrisi Ransum Komersil yang Digunakan dalam

Penelitian ... 11

4. Komposisi Bahan Makanan Ransum Perlakuan Periode 4-6 Minggu .... 11

5. Komposisi Kimia Serbuk Gergaji 1 (as fed dan Bahan Kering) ... 16 6. Hasil Analisis Ransum Broiler Starter (BS) dan Silase

Ikan Asin-Daun Singkong (SIA-TDS)1(Bahan Kering) ... 17

7. Kandungan Zat Makanan Ransum Umur 2-4 Minggu Berdasarkan Perhitungan ... 17

8. Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan Umur 4-6 Minggu

Berdasarkan Perhitungan ... 18

9. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler untuk Setiap Perlakuan

Selama Penelitian ... 19

10. Konsumsi Energi Metabolis dan Protein Ayam Broiler

Umur 4-6 Minggu ... 21

11. Nilai Kecernaan Ransum Ayam Broiler untuk Setiap Perlakuan ... 22

12. Rasio Efisiensi Energi dan Protein terhadap Pertambahan Bobot

Badan. ... 24

13. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Penelitian ... 25

14. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Selama Penelitian ... 27

15. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Untuk Setiap Perlakuan

Selama Penelitian ... 29

16. Angka Mortalitas Ayam Broiler (Ekor) Selama 6 minggu Penelitian ... 31

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Histogram Konsumsi Ransum Ayam Broiler Kumulatif (0-6 minggu) ... 20

2. Histogram Nilai Kecernaan Ransum Ayam Broiler ... 23

3. Histogram Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama Penelitian untuk Setiap Perlakuan ... 26

4. Grafik Pertambahan Bobot Badan (PBB) Ayam Broiler Selama

Penelitian (K + SG selama 17 hari) ... 29

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

7. Pertambahan Bobot Badan periode 0-6 Minggu Pemeliharaan ... 40

8. Sidik Ragam Bobot Badan periode 0-6 Minggu Pemeliharaan ... 40

9. Sidik Ragam Kecernaan Ransum ... 40

10. Rataan Bobot Badan akhir ... 41

11. Hasil Sidik Ragam Bobot Badan Akhir ... 41

12. Konsumsi Protein 4-6 minggu ... 41

13. Analisa Sidik Ragam Konsumsi Protein 4-6 minggu ... 42

14. Konsumsi Protein 0-6 minggu ... 42

15. Sidik Ragam Konsumsi protein 0-6 minggu ... 42

16. Efisiensi Energi 4-6 minggu ... 43

17. Sidik Ragam Efisiensi Energi 4-6 minggu ... 43

18. Efisiensi Protein 4-6 minggu ... 44

19. Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan Protein ... 44

20. Berat Organ Dalam (gram) dan Bobot Badan Metabolik ... 45

21. Rataan Panjang dan Volume Organ Dalam Ayam Broiler

Setiap Perlakuan ... 46

22. Persentase Berat Organ dalam Ayam Broiler Setiap Perlakuan

(% Bobot Hidup) ... 46

23. Persentase Berat Organ Dalam ayam Broiler Setiap Perlakuan

(% Berat Karkas) ... 46

(24)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Krisis ekonomi yang terjadi telah menyebabkan kemunduran berbagai sektor

industri. Salah satunya adalah industri perunggasan. Populasi unggas sampai tahun

2004 adalah 895,2 juta ekor. Kemunduran industri perunggasan ini antara lain

disebabkan oleh mahalnya harga bahan baku pakan dan fluktuasi harga bibit ayam.

Harga bahan baku pakan yang mahal tersebut menyebabkan industri pakan

mengalami kemunduran karena hampir semua bahan baku diimpor dari luar negeri.

Indonesia kaya sumber plasma nutfah yang belum dimanfaatkan secara

optimal sebagai bahan baku pakan unggas. Sumber plasma nutfah itu diantaranya

adalah daun singkong dan ikan asin sebagai sumber protein lokal. Daun singkong

sebenarnya memiliki potensi untuk diolah menjadi pakan unggas. Pemanfaatan daun

singkong sebagai pakan unggas ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah

daun tersebut. Demikian juga ikan asin jika dimanfaatkan secara optimal dapat

mencukupi kebutuhan sumber protein pakan ternak unggas. Namun demikian,

keterbatasan kemampuan tangkap dan ketidaktahuan tentang pengolahan ikan

menjadi tepung ikan yang baik menyebabkan produksi tepung ikan lokal belum dapat

menggantikan tepung ikan impor.

Pengolahan daun singkong dan ikan asin menjadi pakan unggas sangat

mempengaruhi kualitas protein kedua sumber tersebut. Mengingat hal tersebut, maka

perlu dicari alternatif pengolahan yang mampu mempertahankan kualitas protein.

Salah satu alternatifnya adalah penggunaan inokulan alami yang berasal dari isi perut

bekicot (Achatina fulica) untuk memfermentasikan daun singkong dan ikan asin. Penelitian mengenai penggunaan inokulan bekicot untuk meningkatkan

kualitas protein sampai saat ini belum banyak dilakukan. Penelitian ini diharapkan

mampu memanfaatkan daun singkong dan ikan asin yang difermentasikan dengan

inokulan tersebut sehingga menjadi silase yang memiliki protein tinggi. Penelitian ini

diawali dengan teknik pertumbuhan kompensasi. Pertumbuhan kompensasi adalah

pertumbuhan pesat yang terjadi setelah ternak mengalami periode pembatasan

(25)

Perumusan Masalah

Biaya pakan merupakan biaya yang paling besar di sektor peternakan

dibandingkan dengan biaya lain yaitu sekitar 60-70%, sehingga upaya penghematan

perlu dilakukan. Penghematan dapat dilakukan dengan menurunkan biaya bahan

baku pakan dan meningkatkan efisiensinya. Salah satu alternatifnya adalah

memanfaatkan secara optimal sumber plasma nutfah Indonesia sebagai bahan baku

pakan unggas. Sumber plasma nutfah itu diantaranya adalah daun singkong dan ikan

asin sebagai sumber protein lokal serta mikroba yang berasal dari isi perut bekicot

untuk memfermentasikan kedua bahan tersebut. Pemanfaatan daun singkong dan

ikan asin sebagai pakan unggas ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah

daun dan ikan asin tersebut. Sampai saat ini isi perut bekicot pun masih belum

banyak dimanfaatkan. Penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan nilai

tambah bekicot.

Pemanfaatan daun singkong dan ikan asin disertai dengan teknik

pertumbuhan kompensasi dilakukan agar ayam mampu mencerna serat kasar yang

tinggi. Berdasarkan hal tersebut diatas diharapkan dengan penggunaan daun

singkong dan ikan asin yang difermentasikan dengan mikroba bekicot disertai

dengan teknik pertumbuhan kompensasi akan dapat memperbaiki performan ayam

broiler dan kecernaannya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian silase

campuran ikan asin dan daun singkong yang dihasilkan dari proses fermentasi

menggunakan mikroba bekicot pada periode realimentasi dengan tehnik

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler dan Teknik Pertumbuhan Kompensasi Ayam Broiler

Ayam broiler sudah tumbuh lebih cepat dari nenek moyangnya, jika

sebelumnya ayam broiler dipelihara selama 9 minggu untuk mendapatkan ayam

berukuran besar untuk dipanggang, maka pada tahun 1999 hanya diperlukan waktu

selama 8 minggu untuk mencapai bobot badan yang sama. Dalam kurun waktu 6-7

minggu ayam ini akan tumbuh 40-50 kali dari bobot awalnya. Pada minggu-minggu

terakhir, broiler tumbuh sebanyak 50-70 gram per hari (Amrullah, 2003). Unandar

(2002) menyatakan bahwa pertumbuhan ayam broiler masa kini sangat pesat. Ayam

broiler dalam waktu 35 hari dapat mencapai bobot lebih dari 1,5 kg/ekor dengan

konversi pakan dibawah 1,8 dengan bobot DOC rata-rata 35-40 gram/ekor.

Pertumbuhan Kompensasi

Pertumbuhan kompensasi adalah pertumbuhan pesat yang terjadi setelah

ternak mengalami periode pembatasan ransum. Hal ini diakibatkan oleh adanya

peningkatan kapasitas organ pencernaan setelah periode pembatasan ransum karena

berat, panjang dan tebal organ pencernaan berubah. Perubahan ini tentu disebabkan

oleh jenis ransum yang diberikan. Jenis ransum yang dapat menyebabkan perubahan

kapasitas organ pencernaan diberikan pada fase-fase awal hidupnya hingga

organ-organ itu mencapai ukuran maksimum lebih cepat. Ukuran relatif organ-organ yang dapat

berubah oleh ransum maka komposisi ransum yang diberikan juga harus berubah.

Jika ayam mendapat sebagian dari ransumnya berupa bijian, atau ransum yang lebih

banyak mengandung serat kasar selama lebih kurang dua minggu maka ukuran

organnya berubah (Amrullah, 2003).

Pertumbuhan kompensasi dapat terjadi secara sempurna bahkan lebih dari

sempurna, tetapi yang paling sering terjadi adalah kompensasi tidak sempurna. Pada

umumnya makin awal terjadinya stres karena kekurangan gizi dan makin lama

periode kekurangan ransum, pertumbuhan kompensasi makin tidak sempurna

(Sueparno, 1994).

Penelitian Nurokhmah (2003) memperoleh hasil bahwa teknik pertumbuhan

(27)

ditingkatkan energi metabolisnya dengan mencampurnya dengan minyak ikan dapat

menurunkan biaya ransum tanpa menurunkan efisiensi penggunaan ransum.

Selanjutnya Ilahi (2004) melakukan penelitian tentang penerapan teknik

pertumbuhan kompensasi dengan penggunaan serbuk gergaji 25% pada umur 2-4

minggu yang diikuti dengan pemberian ransum finisher yang dicampurkan dengan

berbagai taraf jagung kuning + lisin 0,1% (0, 10, 20, 30 dan 40%) dengan ransum

finisher pada umur 4-6 minggu. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa campuran

tersebut dapat digunakan hingga taraf 40% tanpa mempengaruhi efisiensi

penggunaan makanan, sehingga lebih menguntungkan.

Tepung Daun Singkong (Cassava meal)

Tanaman singkong adalah tanaman yang mudah ditanam di Indonesia.

Tanaman singkong ini tidak mempunyai hambatan agronomis dan lahan yang

ditanami nya tidak menggeser lahan persawahan. Singkong yang dihasilkan

mencapai ± 80 ton per hektar. Salah satu hasil tanaman singkong selain singkong

adalah daun singkong. Menurut BPS (2006) produksi singkong di Indonesia pada

tahun 2006 adalah sekitar 20,054,634 juta ton. Protein daun singkong yang tinggi dan

manfaat nutrisi dari daun singkong tersebut menjadi daya tarik untuk dimanfaatkan

sebagai pakan unggas. Setiap tahun, sebanyak 4,6 ton daun singkong kering dapat

dihasilkan dari 1 hektar lahan tanaman singkong (Ravindran dan Rajaguru,1988).

Daun singkong rata – rata mengandung protein kasar 21%, sumber lain

menyebutkan bahwa nilai protein kasar berkisar 16,7 – 39,9% (Eggum, 1970). Daun

singkong merupakan sumber asam askorbat, vitamin A serta mineral, terutama Ca,

Mg, Fe, Mn dan Zn. Disamping kelebihan tersebut diatas daun ini juga mengandung

racun sianida, tanin dan bersifat amba (bulky). Racun sianida dalam daun singkong dapat dikurangi dengan memotong-motong, melayukan dan menjemur di bawah

(28)

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Daun Singkong

Energi Metabolis (kkal/kg) **) 2254,62

CN (ppm) 78,00

Lisin *) 1,66

Metionin *) 0,50

Keterangan :

- Dianalisis di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB oleh Eviyati (1993)

*) LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) (1993)

**)Hasil Penentuan Energi Metabolis dengan Metode Sibbald

Tepung Ikan Asin

Tepung ikan merupakan bahan makanan hewani sumber protein utama dalam

ransum ternak. Tepung ikan banyak digunakan untuk membuat ransum unggas dan

ikan. Tepung ini memiliki fluktuasi harga yang tinggi. Selain itu, kualitas dan

ketersediaannya pun tidak berkesinambungan. Mengingat hal tersebut, perlu dicari

alternatif baru bahan sumber protein. Salah satu bahan itu adalah tepung ikan asin

yang mempunyai kandungan protein yang hampir sama dengan tepung ikan.

Tepung ikan asin memiliki beberapa efek merugikan. Efek merugikan dari

adanya garam yang terlalu banyak dalam ikan asin akan menyebabkan peningkatan

konsumsi air minum dan penurunan konsumsi pakan (Amrullah, 2003). Peningkatan

konsumsi air minum menyebabkan keluarnya ekskreta yang encer sehingga litter

menjadi basah (Leeson and Summers, 2001). Kejadian ini dapat ditanggulangi

dengan mengekstraksi ikan asin dengan air untuk menurunkan kadar garam yang ada

di dalam ikan asin tersebut. Ekstraksi dilakukan dengan merendam atau mengalirkan

air. Kelemahan dari metode ini adalah adanya pengeringan ulang yang memerlukan

biaya tambahan kecuali jika ikan asin tersebut digunakan dalam keadaan basah. Cara

lain untuk menanggulangi efek negatif dari tingginya kadar garam adalah dengan

merubah disain kandang menjadi kandang panggung (Amrullah, 2003).

Penggunaan tepung ikan asin secara optimal dapat dilakukan dengan

(29)

merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan kualitas protein. Teknologi ini

memerlukan kadar air 70% sehingga ikan asin yang basah langsung dapat dibuat

silase. Silase telah terbukti disukai oleh berbagai jenis hewan. Pembuatan silase

dilakukan dengan menambahkan asam atau gula bebas berlebih untuk pertumbuhan

bakteri asam laktat (Disney dan James, l980). Hal ini mengingat bahwa fermentasi

membutuhkan sejumlah besar karbohidrat. Stabilitas silase ikan bergantung pada

nisbah ikan dan karbohidrat, dengan atau tanpa penambahan bahan starter. Mollases

dapat digunakan sebagai pengganti bahan starter, sekitar 100 g kg-1 (Kompiang et al., 1980).

Bekicot (Achatina fulica)

Klasifikasi bekicot dalam taksonomi termasuk binatang lunak (mollusca). Binatang ini termasuk divisio mollusca yang diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam kelas Gastropoda. Gastropoda artinya binatang yang menggunakan perut sebagai alat gerak. Binatang berkaki perut ini termasuk dalam genus Achatina (Santoso, 1991)

Klasifikasi bekicot menurut Santoso (1991) adalah sebagai berikut.

Divisio : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : Pulmonata

Famili : Achatinidae

Genus : Achatina

Spesies : Achatina fulica

Tubuh bekicot dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bagian cangkang

dan bagian badan. Cangkang berfungsi untuk mempertahankan diri dari serangan

musuh dan kondisi iklim yang ekstrim. Hampir seluruh bagian cangkang terdiri atas

zat kapur (Ca) sehingga cangkang menjadi keras. Bagian badan terdiri atas 3 sub

bagian yaitu kepala, alat pencernaan dan kaki. Kaki bekicot terdapat dibawah badan

atau dasar perut. Kaki inilah yang mengeluarkan sejenis lendir sebagai alat untuk

memanjat atau melintasi jalan-jalan yang kasar (Santoso, 1991).

Berdasarkan hasil penelitian Setyaningsih (1991), flora bakteri yang

(30)

– like corynebacterium, Stapylococcus spI, Streptococcus, Stapylococcus sp II, Enterobacteraceae, Microccocus sp II, dan tiga isolat lain yang tidak teridentifikasi. Flora bakteri yang teridentifikasi pada daging bekicot mentah adalah

Corynebacterium, Bacillus sp I, Lactobacillus, Staphylococcus sp I, Micrococcus, Enterobacteriaceae, Moracella-like, Eschericia coli, Basillus sp II, Streptococcus sp I, Streptococcus sp II dan Streptococcus sp III.

Konsumsi Ransum

Biaya ransum merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan.

Keuntungan yang optimal dapat diperoleh jika mangetahui dua faktor penentu yaitu :

(1) pengetahuan mengenai kandungan zat nutrisi yang tersedia dan, (2) besarnya

kebutuhan ternak terhadap zat makanan (Amrullah, 2003).

Besarnya konsumsi ransum pada berbagai umur tidak tetap. Jumlahnya

bervariasi sesuai dengan laju pertumbuhan dan tingkat produksinya (Amrullah,

2003). Leeson dan Summers (2000) menyatakan bahwa suhu sangat mempengaruhi

tingkat konsumsi ransum. Pada suhu yang tinggi akan terjadi penurunan konsumsi

ransum, misalnya suhu 34° konsumsi ransum 130 gram, sedangkan pada suhu 24°

terjadi peningkatan konsumsi ransum yaitu 170 gram. Hal tersebut terjadi karena

pada suhu 34° ayam dalam kondisi stress sehingga mengurangi konsumsi ransum

untuk menurunkan suhu tubuhnya.

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan ayam broiler yang sangat cepat dimulai dari menetas sampai

umur 8 minggu. Setelah itu kecepatan pertumbuhan akan menurun. Pertumbuhan

ayam broiler sangat sensitif terhadap tingkat nutrisi yang diperoleh sehingga

keseimbangan zat nutrisi sangat penting. Sesuai kondisi fisiologis ternak, bobot

ternak akan berubah kearah bobot badan dewasa. Perubahan bobot badan ini

membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahan-lahan kemudian cepat dan

perlahan lagi lalu berhenti (Rose, 1997). Berdasarkan catatan yang dihimpun World

Poultry (2004) selama kurun waktu 20 tahun terakhir, genetik ayam broiler telah

mengalami perkembangan yang pesat. Pada tahun 1984 rataan berat badan pada

umur lima minggu adalah 1345 gram dan pada umur tujuh minggu adalah 2160

(31)

dan 3052 gram. Perbaikan mutu genetik tersebut harus didukung dengan pemberian

ransum yang baik dan manajemen yang memadai.

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah perbandingan antara konsumsi ransum dengan

pertambahan bobot badan yang diperoleh selama waktu tertentu. Konversi ransum

mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum berkualitas

(Amrullah, 2003). Konversi ransum yang tinggi menunjukkan bahwa semakin

banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat,

sedangkan konversi ransum yang semakin rendah berarti kualitas ransum semakin

baik. Konversi ransum mempunyai hubungan antara jumlah ransum yang dibutuhkan

untuk menghasilkan satu satuan berat badan atau produksi telur (NRC, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah suhu lingkungan, bentuk

fisik ransum, komposisi ransum dan zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum.

Amrullah (2003) menyatakan bahwa konversi ransum juga dipengaruhi oleh kualitas

ransum, teknik pemberian pakan dan mortalitas.

Menurut catatan dari World Poultry (2004) perbaikan genetika selama kurun

waktu 20 tahun telah berhasil memperbaiki efisiensi ransum. Pada tahun 1984 untuk

menghasilkan berat badan 1345 gram/ekor/hari memerlukan waktu lima minggu dan

konversi ransum 1,76, sedangkan pada tahun 2004 untuk pemeliharaan pada umur

yang sama akan mendapatkan berat badan 1882 gram/ekor/hari dengan konversi

ransum 1,59.

Mortalitas

Salah satu alat bantu untuk mendeteksi penyebab terjadinya suatu masalah

dalam usaha peternakan ayam adalah dengan menggunakan ukuran-ukuran teknis,

salah satunya adalah dengan menghitung angka mortalitas (Rasyaf, 1994). Angka

mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan

jumlah total ayam yang dipelihara. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa

pemeliharaan ayam broiler secara komersial dinyatakan berhasil jika angka kematian

secara keseluruhan kurang dari 5%.

Angka mortalitas besar hubungannya dengan program vaksinasi dan kejelian

mendeteksi adanya penyakit secara dini (Amrullah, 2003). Untuk menekan tingkat

(32)

Untuk lebih meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap bibit penyakit yang lebih

spesifik, terutama yang disebabkan oleh virus dan bakteri perlu dilakukan vaksinsi.

Menurut Abidin (2002) bahwa vaksinasi merupakan proses memasukkan bibit

penyakit yang sudah mati (vaksinasi pasif) atau bibit penyakit yang sudah

dilemahkan (vaksinasi aktif) kedalam tubuh ayam, baik secara injeksi, campuran air

minum, maupun tetes mata.

Pemberian pakan dan minum dalam jumlah yang cukup kuantitas dan

kualitasnya merupakan salah satu langkah yang tepat untuk mempertahankan daya

tahan tubuh terhadap serangan penyakit, selain itu ayam juga membutuhkan kondisi

lingkungan yang nyaman sehingga bisa mencegah terjadinya stress (Abidin, 2002).

Kecernaan

Kecernaan adalah selisih antara zat-zat makanan yang terkandung dalam

makanan yang dimakan dengan zat-zat makanan yang terkandung dalam feses atau

jumlah yang tertinggal dalam tubuh hewan atau jumlah zat-zat makanan yang

dicerna. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah suhu, laju perjalanan

melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan

pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya (Anggorodi, 1979).

Menurut Maynard et al. (1979) ada dua metode untuk menentukan koefisien cerna yaitu metode koleksi total dan metode indikator, dan perhitungannya

berdasarkan analisa. Untuk memperoleh angka kecernaan suatu zat makanan,

diperlukan data mengenai banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi dan yang

(33)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan bulan Juli 2005 sampai dengan bulan Maret 2006

di Laboratorium Nutrisi Unggas dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan.

Pemeliharaan ayam dilakukan pada bulan Februari 2006 bertempat di Laboratorium

Lapang Nutrisi Unggas.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 200 ekor ayam broiler strain Ross umur 1 hari (DOC) yang diperoleh dari PT. Silga Perkasa. Ayam-ayam tersebut dipelihara

selama 6 minggu.

Ransum

Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum komersil yang

mempunyai kandungan protein kasar minimal 21%, konsentrat Gold Coin 803 (K803), dan silase campuran ikan asin dan daun singkong. Ransum Gold Coin 803 (K803) terdiri dari bungkil kedelai, tepung daging, DCP, dan premix.

Ransum komersil diberikan dalam bentuk crumble pada periode starter (0-2 minggu), kemudian pada periode 2-4 minggu diberikan ransum komersil yang

dicampur dengan serbuk gergaji 25%. Setelah itu, pada periode finisher (4-6 minggu)

diberikan ransum finisher yang terdiri dari konsentrat Gold Coin 803 (K803) yang dicampur silase dan jagung giling. Ransum finisher ini berbentuk mash. Ransum finisher diberikan dengan cara mencampur 60% jagung dengan 40, 30, 20, 10, 0%

K803 dan 0, 10, 20, 30, 40% silase. Konsumsi pakan diukur tiap minggu. Pakan

diberikan ad libitum. Desain ransum, kandungan nutrisi ransum komersil dan komposisi ransum perlakuan umur 4-6 minggu dapat dilihat pada Tabel 2, 3 dan 4.

Tabel 2. Desain Ransum Selama Penelitian

(34)

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Ransum Komersil yang Digunakan dalam

Tabel 4. Komposisi Ransum Perlakuan Umur 4-6 minggu

Bahan makanan Kadar (%)

Silase Campuran Ikan Asin dan Daun Singkong:

Tepung Ikan Asin 46

Tepung Daun Singkong 49

DCP 3,75

Top Mix 1,25

Total 100

Jagung Kuning 60

Kandang dan Perlengkapan

Ayam dipelihara dalam kandang bertingkat yang berukuran 1 x 0,5 x 0,5 m.

Kandang ini berjumlah 20 buah. Setiap kandang diisi 10 ekor ayam. Setiap kandang

juga dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum serta dipasang bola lampu 40

watt. Pemasangan bola lampu ini berfungsi sebagai induk buatan dan penerangan

dimalam hari. Lantai penampung kandang dialasi koran yang diganti setiap tiga hari

sekali.

Vaksinasi

(35)

Metode Prosedur

Pemberian ransum starter komersil dimulai sejak ayam datang sampai umur

2 minggu. Pada umur 2-4 minggu ayam broiler diberikan serbuk gergaji sebanyak

25%. Untuk periode realimentasi (umur 4-6 minggu) semua kelompok ayam broiler

diberikan ransum perlakuan ad libitum. Pengukuran konsumsi pakan dilakukan tiap minggu. Penimbangan dilakukan tiap minggu untuk mengetahui data pertambahan

bobot badan.

Pembuatan Tepung Daun Singkong

Daun singkong segar dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari,

setelah kering daun singkong tersebut digiling untuk mendapatkan tepung daun

singkong. Daun singkong segar mengandung ± 20% sehingga setiap 1 kg daun

singkong segar menghasilkan 0,2 kg tepung daun singkong.

Pembuatan Silase

Silase dibuat dengan cara merendam ikan asin dalam air yang ditempatkan

pada drum bekas bahan kimia berukuran 220 liter. Perbandingan antara ikan asin dan

air adalah 1:3 (kg : vol). Kemudian campuran ini dibiarkan selama satu malam.

Setelah itu pada keesokan harinya air dibuang. Selanjutnya ikan asin basah yang

diperoleh dikeringkan dan digiling menjadi bentuk tepung. Kemudian sebanyak 46%

tepung ikan asin dicampurkan dengan 49% tepung daun singkong; 3,75% DCP dan

1,25% premix. Setelah homogen ransum tersebut kemudian ditambahkan air yang

berisi mikroba isi perut bekicot (2 bekicot dalam 6 liter air) dengan perbandingan

1 : 1 Campuran tersebut kemudian dimasukkan dalam plastik dan ditutup untuk

memperoleh kondisi anaerob.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL), dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 10

ekor ayam broiler.

Model matematika yang digunakan untuk analisa statistik (Steel dan Torrie, 1991):

(36)

Keterangan :

Yij = Nilai respon dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Pengaruh umum atau Rataan Umum

τi = Pengaruh dari perlakuan ke-i

εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = Perlakuan

j = Ulangan

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan pada periode 4-6 minggu adalah:

P0 = 60% JK + 40% BC (K803) + 0% Silase (SIA+TDS)

P1 = 60% JK + 30% BC (K803) + 10% Silase (SIA+TDS)

P2 =60% JK + 20% BC (K803) + 20% Silase (SIA+TDS)

P3 =60% JK + 10% BC (K803) + 30% Silase (SIA+TDS)

P4 =60% JK + 0% BC (K803) + 40% Silase (SIA+TDS)

Keterangan :

JK = Jagung

BC = Ransum Basal (K803)

SIA+TDS = Silase Campuran Ikan Asin dan Tepung Daun Singkong

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati meliputi:

1. Performan ayam, terdiri dari:

a) Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu)

b) Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu)

c) Konsumsi Energi Metabolis (kkal/ekor) yang dihitung berdasarkan jumlah

konsumsi ransum tiap hari dikalikan dengan energi metabolis ransum.

d) Konsumsi Protein (gram/ekor) yang dihitung berdasarkan jumlah ransum tiap

hari dikalikan dengan kandungan protein ransum.

e) Konversi Ransum yang dihitung berdasarkan konsumsi ransum

(37)

f) Efisiensi penggunaan zat makanan (energi dan protein) yang dihitung

berdasarkan jumlah konsumsi energi metabolis dan protein dibagi dengan

pertambahan bobot badan

g) Mortalitas

2. Kecernaan

Metode yang digunakan untuk mengukur kecernaan adalah metode indikator

internal yaitu pengambilan feses secara acak selama tiga hari terakhir pemeliharaan.

Rumus yang digunakan : 1 - [abu ransum] x 100%

[ abu feses ] Tahapan Percobaan

Persiapan Kandang. Sebelum digunakan, kandang dibersihkan dengan cara menyapu dan mencucinya dengan air bersih, kemudian dilakukan pengapuran.

Tempat pakan dan air minum serta perlengkapan kandang lainnya juga dibersihkan

dan disucihamakan. Ayam broiler dipelihara dalam kandang kawat dan dibagi

menjadi 20 petak. Pembagian ayam dilakukan secara acak dan setiap kandang

mendapatkan perlakuan ransum yang acak pula. Sebelum DOC dimasukkan ke

kandang, tempat pakan dan minum serta bola lampu sudah dipersiapkan.

Persiapan Ransum. Ransum yang digunakan pada periode 2-4 minggu adalah ransum awal komersil yang ditambah serbuk gergaji 25%. Sebelum dilakukan

pencampuran, serbuk gergaji diayak dan dikeringkan terlebih dahulu. Ransum yang

digunakan pada periode 4-6 minggu adalah pencampuran antara jagung giling

dengan ransum basal (K803) dan silase campuran ikan asin dan daun singkong.

Campuan tersebut diaduk secara merata sesuai dengan perlakuannya masing-masing.

Penanganan Anak Ayam. Untuk memulihkan kondisi DOC akibat stres pengangkutan, DOC diberi air minum yang dicampur gula pasir sebagai sumber

energi. Cara pembuatannya adalah 1 kg gula pasir dimasak dalam 1 liter air sampai

mendidih, kemudian didinginkan, setelah dingin larutan gula tersebut diberikan pada

DOC, kemudian DOC ditimbang untuk mendapatkan bobot awal. Sebagai

penerangan dan penghangat tubuh untuk DOC digunakan bola lampu 40 watt untuk

(38)

Pemeliharaan Ayam. Untuk anak ayam sampai umur sepuluh hari, ransum perlakuan diberikan dengan menggunakan tempat ransum berbentuk nampan. Setelah

itu digunakan tempat ransum yang terbuat dari bonet sampai akhir (umur 6 minggu)

penelitian. Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Anti stres diberikan 2 hari sebelum dan sesudah penimbangan serta vaksinasi. Kotoran ayam dan koran diganti

setiap 3 hari sekali untuk menghindari bau amoniak yang dapat mencemari kandang

sehingga sanitasi kandang terganggu.

Vaksinasi. Vaksin ND diberikan dua kali selama pemeliharaan yaitu pada umur 3 hari melalui tetes mata dan umur 12 hari melelui suntikan. Cara melakukan vaksinasi

ND melalui tetes mata adalah vaksin dilarutkan dalam pelarut kemudian satu persatu

(0,05 ml) anak ayam dipegang dengan tangan kiri kemudian vaksin diteteskan pada

salah satu mata. Anak ayam dilepas setelah vaksin terserap semua. Vaksin ND Killed dosis 500 ekor dilarutkan dalam 500 ml aquades, kemudian disuntikkan melalui

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian

Komposisi kimia serbuk gergaji yang digunakan dalam penelitian disajikan

pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Kimia Serbuk Gergaji 1 (as fed dan Bahan Kering)

Komponen % BK % As Fed

Bahan Kering - 87,33

Protein Kasar 3,08 2,69

Serat Kasar 79,27 69,23

Lemak 2,23 1,95

BETN 13,86 12,103

Abu 1,56 1,36

Energi Bruto (kkal/kg) - 3541

Keterangan : - sumber: 1. Nurokhmah (2003)

Berdasarkan Tabel 5, kandungan serat kasar serbuk gergaji adalah 69,23%,

penggunaan 25% dalam ransum akan menyumbangkan kandungan serat kasar

sebesar 17%. Penggunaan serbuk gergaji dalam ransum akan mengubah kandungan

zat makanan menjadi lebih rendah. Serbuk gergaji digunakan dalam penelitian ini

dikarenakan mudah didapatkan, lebih murah, tidak berbahaya bagi ternak dan belum

banyak dimanfaatkan (Jalaludin, 2005).

Komposisi kimia ransum broiler starter dan silase ikan asin dengan daun

singkong, kandungan ransum perlakuan periode 4-6 minggu serta susunan dan

(40)

Tabel 6. Hasil Analisis Ransum Broiler Starter (BS) dan Silase Ikan Asin-Daun Singkong (SIA-TDS)1(Bahan Kering)

Zat Makanan Ransum BS SIA-TDS

Bahan Kering (%) 88 94,67

Energi Bruto (kkal/kg) 4150 4060

Enegi Metabolis (kkla/kg) 2988 2923,2

Keterangan : Energi metabolis didapat dari mengkalikan energi bruto dengan 0,72 (Amrullah, 2003)

Tabel 7.Kandungan Zat Makanan Ransum umur 2-4 minggu Berdasarkan Perhitungan

Energi Metabolis 2241

Keterangan : Energi metabolis didapat dari mengkalikan energi bruto dengan 0,72 (Amrullah, 2003)

Tabel 6. memperlihatkan kandungan nutrisi ransum pada periode pembatasan

pakan (2-4 minggu), dimana ayam kekurangan nutrisi dan kelebihan serat kasar.

Serat kasar yang tinggi ini akan membuat tembolok lebih besar sehingga ayam dapat

mentolerir serat kasar yang tinggi. Menurut Amrullah (2003), serat kasar yang tinggi

akan memaksa organ pencernaan bekerja keras dalam penyerapan nutrisi sehingga

berdampak terhadap jumlah vili atau jonjot usus yang meningkat dan organ

(41)

Tabel 8. Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan umur 4-6 minggu Berdasarkan Perhitungan

Zat Makanan Ransum Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

Bahan Kering (%) 87,4 88,37 89,33 90,3 91,27

Protein Kasar (% BK) 24,96 24,01 23,07 22,13 21,19

Serat Kasar (% BK) 7,95 8,15 8,34 8,53 8,72

NaCl (% BK) 0,21 0,47 0,73 1 1,26

Energi Bruto (kkal/kg) 3965,69 4078,19 4190,68 4303,18 4415,67

E M (kkal/kg) 2855,3 2936,3 3017,29 3098,29 3179,28

Keterangan : P0 : 60% JG + 40% BC + 0% Silase; P1 : 60% JG + 30% BC +10% Silase; P2 : 60% JG + 20% BC + 20% Silase; P3 : 60% JG + 10% BC +30% Silase; P4 : 60% JG + 0% BC + 40% Silase.

Berdasarkan Tabel 8. dapat dilihat bahwa semakin tinggi penambahan silase

campuran ikan asin dan daun singkong maka semakin tinggi kandungan zat makanan

terutama kandungan energi metabolis, serat kasar dan NaCl akan tetapi kandungan

proteinnya menurun. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan kering, serat kasar,

energi metabolis dan NaCl silase campuran ikan asin dan daun singkong yang tinggi.

Tinggi rendahnya kandungan energi ransum mempengaruhi konsumsi ransum.

Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa ayam-ayam cenderung

meningkatkan konsumsinya kalau diberi ransum yang rendah nilai energinya.

Menurut Wahju (1997) pemberian ransum yang rendah kadar energinya seperti

ransum yang mengandung serat kasar tinggi yang tidak dapat dicerna dapat

(42)

Konsumsi Ransum

Laju pertumbuhan yang cepat pada ayam broiler diimbangi dengan konsumsi

makanan yang tinggi. Rataan konsumsi ransum menurut fase pemberian makanan

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler untuk Setiap Perlakuan Selama Penelitian.

Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05); 1) konsumsi ransum semu atau dengan serbuk gergaji (selama 17 hari); 2) konsumsi ransum sejati (konsumsi ransum semu atau dengan serbuk gergaji dikurangi konsumsi ransum tanpa serbuk gergaji); P0 : 60% JG + 40% BC + 0% Silase; P1 : 60% JG + 30% BC +10% Silase; P2 : 60% JG + 20% BC + 20% Silase; P3 : 60% JG + 10% BC +30% Silase; P4 : 60% JG + 0% BC + 40% Silase.

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa konsumsi ransum perlakuan

(periode 4-6 minggu) berkisar antara 1191,8 - 1434,78 gram/ekor. Pemberian silase

ikan asin dan daun singkong sebagai ransum perlakuan pada periode 4-6 minggu

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Konsumsi

ransum pada perlakuan P1 nyata lebih tinggi (P<0,05) dari P0, P2, P3, P4 (1434,78

vs 1191,8 gram/ekor) ) hal ini disebabkan karena pemberian silase yang tidak terlalu

tinggi (sebesar 10%), warna ransum P1 tidak terlalu gelap, bau asam juga tidak

terlalu terasa. Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa dan

tekstur, bau, akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan dan tingkah lakunya.

Meskipun jumlah titik perasa lebih sedikit dibandingkan hewan lain akan tetapi

sensitifitasnya lebih tinggi (Amrullah, 2003). Unggas cenderung lebih suka

mengkonsumsi ransum yang lebih terang dibandingkan yang gelap (Leeson and

Summers, 2001). Konsumsi ransum perlakuan pada P2, P3, P4 tidak berbeda nyata

dibandingkan dengan kontrol yaitu (P0) 1191,8 gram/ekor, (P2) 1206,7 gram/ekor,

(43)

Rataan konsumsi kumulatif (6 minggu) perlakuan tidak berbeda nyata dengan

kontrol yaitu berkisar antara 2845,64 -3420,03 gram/ekor. Konsumsi ransum per

hari pada periode 4-6 minggu ini berkisar antara 70,11-84,4 gram/ekor/hari. Hasil ini

lebih rendah dari penelitian Ilahi (2004) bahwa konsumsi ransum pada periode 4-6

minggu berkisar antara 94,07-101,14 gram/ekor/hari gram/ekor.

Pola konsumsi ransum ayam broiler selama penelitian pada periode

0-6 minggu dapat dilihat pada Gambar 1.

0

Konsumsi Energi Metabolis dan Protein

Konsumsi energi dan protein merupakan salah satu faktor untuk mengetahui

efisiensi penggunaan energi dan protein. Konsumsi energi metabolis dan protein

ayam broiler pada periode 4-6 minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 10.

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa konsumsi energi metabolis

pada periode 2-4 minggu berkisar antara 2292,54-3093,59 kkal/ekor. Jumlah

konsumsi energi metabolis per hari pada penelitian ini berkisar antara 134,86

kkal/ekor/hari, hasil ini lebih besar dari jumlah energi metabolis dari Jalaluddin

(2005) yaitu berkisar antara 49,93 kkal/ekor/hari-54,83 kkal/ekor/hari. Pada periode

4-6 minggu terlihat bahwa konsumsi energi metabolis semua perlakuan tidak berbeda

(44)

dengan konsumsi energi metabolis kumulatif semua perlakuan tidak berbeda nyata

dengan kontrol yaitu berkisar antara 7580,31-9113,65 kkal/ekor.

Tabel 10. Konsumsi Energi Metabolis dan Protein Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu

Perlakuan

Konsumsi Energi Metabolis (kkal/ekor) Konsumsi Protein (g/ekor)

Umur (minggu) Umur (minggu)

0-2 2-4 4-6 0-6 0-2 2-4 4-6 0-6

Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), P0 : 60% JG + 40% BC + 0% Silase; P1 : 60% JG + 30% BC +10% Silase; P2 : 60% JG + 20% BC + 20% Silase; P3 : 60% JG + 10% BC +30% Silase; P4 : 60% JG + 0% BC + 40% Silase.

Konsumsi protein pada periode 4- 6 minggu berkisar antara 217,11-304,46

gram/ ekor. Pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong pada periode

4-6 minggu menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi protein.

Konsumsi protein pada perlakuan P1 nyata (P<0,05) lebih tinggi dari P0, P2, P3, P4

(304,46 vs 260,05 gram/ekor) hal ini disebabkan karena penggunaan silase campuran

ikan asin dan daun singkong yang tinggi kandungan energinya, sehingga kandungan

protein ransum perlakuan rendah. Tingginya pemberian silase campuran ikan asin

dan daun singkong ke dalam ransum menyebabkan zat makanan lainnya menurun

kecuali serat kasar dan dan energi metabolis ransum. Menurut Suci dan Abdelsamie

(1991) perbedaan tingkat energi dan protein akan mempengaruhi konsumsi energi

dan protein disamping jenis kelamin, kepadatan ransum, bentuk ransum, pembatasan

konsumsi air minum dan temperatur. Konsumsi protein yang rendah kecuali P1 juga

disebabkan karena konsumsi ransum yang rendah sehingga konsumsi protein untuk

pertumbuhan ayam broiler rendah pula.

Berdasarkan hasil analisis ragam, konsumsi protein komulatif (0-6 minggu)

berbeda nyata (P<0,05). Pada perlakuan P1 nyata (P<0,05) lebih tinggi dari P0, P2,

P3, dan P4 (658,14 vs 527,42 gram/ekor). Konsumsi ransum kumulatif berkisar

(45)

Kecernaan

Kecernaan adalah selisih antara zat-zat makanan yang terkandung dalam

makanan yang dimakan dengan zat-zat makanan dalam feses atau jumlah yang

tertinggal dalam tubuh hewan atau jumlah zat-zat makanan yang dicerna. Faktor

yang mempengaruhi kecernaan adalah suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan,

bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan

dari zat makanan lainnya (Anggorodi, 1979).

Nilai kecernaan ransum ayam broiler untuk setiap perlakuan selama

penelitian dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Kecernaan Ransum Ayam Broiler untuk Setiap Perlakuan

Perlakuan Kecernaan (%)

Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05); P0 : 60% JG + 40% BC + 0% Silase; P1 : 60% JG + 30% BC +10% Silase; P2 : 60% JG+ 20% BC + 20% Silase; P3 : 60% JG + 10% BC +30% Silase;P4 : 60% JG + 0% BC + 40% Silase.

Metode yang dipakai untuk mengetahui nilai kecernaan ini adalah metode

indikator internal yaitu pengambilan feses secara acak selama tiga hari terakhir

pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa pemberian silase ikan asin

dan daun singkong kecernaannya nyata (P<0,05) lebih rendah dari kontrol kecuali

P1. Kisaran kecernaan ransum adalah 17,75 - 62,58%. Kecernaan yang paling rendah

terdapat pada perlakuan P4 yaitu 17,75% hal ini disebabkan karena kadar garam

yang tinggi dalam ransum perlakuan, sehingga ayam perlu minum yang banyak

untuk mengeluarkan kadar garam yang tinggi tersebut. Kadar garam yang tinggi

dalam saluran pencernaan menyebabkan keadaan yang hipertonis dalam usus

sehingga air tubuh yang seharusnya digunakan untuk absorpsi zat-zat makanan akan

digunakan untuk mengelurkan garam tersebut, maka adalam saluran pencernaan

(46)

yang langsung keluar melalui feses tanpa dicerna dahulu. Kadar garam yang optimal

dalam ransum adalah sekitar 0,5% Bearse dan Berg (1946) dalam Ewing (1963). Selain kadar garam serat kasar juga berpengaruh terhadap penyerapan zat-zat

makanan dalam saluran pencernaan. Serat kasar dalam ransum perlakuan berkisar

antara 7,95-8,72%. Menurut Wahyu (1997) serat kasar yang ideal dalam ransum

ayam broiler yaitu 2-3% dan maksimum diberikan sampai 6%. Serat kasar yang

tinggi menyebabkan penyerapan zat-zat makanan terganggu sehingga zat-zat

makanan akan ikut terbuang bersama dengan feses. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Rasyaf (1999) bahwa kandungan serat kasar yang tinggi dapat mengakibatkan

kecernaan ransum menurun karena lebih banyak nutrisi penting yang dikeluarkan

melalui feses sebelum mengalami absorbsi sehingga mengakibatkan pertumbuhan

terhambat. Serat kasar diduga kaya akan lignin dan selulosa sehingga sulit dicerna

(Amrullah, 2003)

Histogram nilai kecernaan ransum ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 2.

0

Gambar 2. Nilai Kecernaan Ransum Ayam Broiler

Efisiensi Penggunaan Zat Makanan (Energi dan Protein)

Nilai efisiensi zat makanan (energi dan Protein) pada periode realimentasi

(47)

Tabel 12. Rasio Efisiensi Energi dan Protein terhadap Pertambahan Bobot Badan

Perlakuan Efisiensi Penggunaan Zat Makanan

Energi (kkal/g)1) Protein (gram/ekor) 2)

Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05);.1) Rasio konsumsi energi dengan pertambahan bobot badan; 2) rasio konsumsi protein dengan pertambahan bobot badan; P0 : 60% JG + 40% BC + 0% Silase; P1 : 60% JG + 30% BC +10% Silase; P2 : 60% JG + 20% BC + 20% Silase; P3 : 60% JG + 10% BC +30% Silase; P4 : 60% JG + 0% BC + 40% Silase.

Pada periode 2-4 minggu, efisiensi penggunaan energi berkisar antara

0,21-0,26 kkal/g. Nilai efisiensi penggunaan energi tersebut lebih kecil dari nilai

efisiensi penggunaan energi hasil penelitian Nurokhmah (2003) , Ilahi (2004) dan

Jalaluddin (2005) yaitu 7,86 kkal/g, 2,24-2,65 kkal/g dan 2,48-2,67 kkal/g. Pada

periode 4-6 minggu, efisiensi penggunaan energi berkisar antara 0,02-0,08 kkal/g.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian silase campuran ikan asin dan

daun singkong dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap

efisiensi penggunaan energi. Perlakuan P1 dan P3 efisiensi penggunaan energi tidak

berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol, sedangkan untuk P2, P4 nilai efisiensi

penggunaan energinya nyata (P<0,05) lebih rendah dari kontrol. Nilai efisiensi

penggunaan energi yang rendah ini dikarenakan konsumsi energi yang tinggi tidak

disertai dengan pertambahan bobot badan yang tinggi pula.. Penggunaan silase

campuran ikan asin dan daun singkong juga menyebabkan kandungan energi ransum

tinggi sehingga efisiensi penggunaan energi semakin tinggi. Begitu juga dengan

efisiensi penggunaan energi kumulatif, efisiensi penggunaan energi kumulatf tidak

berbeda nyata antar perlakuan, yaitu berkisar antara 5,05-7,63 kkal/gram. Hal ini

juga memperjelas bahwa pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong

(48)

Efisiensi penggunaan protein ayam broiler pada periode 2-4 minggu berkisar

antara 2,93-3,5 gram/ekor. Nilai efisiensi penggunaan protein tersebut lebih tinggi

dari pada penelitian Jalaluddin (2005) yaitu berkisar antara 0,21-0,22 gram/ekor.

Berdasarkan hasil analis ragam menunjukkan bahwa silase campuran ikan asin dan

daun singkong dalam ransum nyata (P<0,05) mempengaruhi nilai efisiensi

penggunaan protein. Perlakuan P1 dan P3 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

kontrol, sedangkan untuk perlakuan P2 dan P4 nyata (P<0,05) lebih rendah dari

kontrol, hal ini disebabkan karena konsumsi protein yang rendah serta pertambahan

bobot badan yang rendah pula. Efisiensi penggunaan protein pada periode 4-6

minggu dengan pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong berkisar

antara 0,9-2,68 gram/ekor. Efisiensi penggunaan protein kumulatif (0-6 minggu)

tidak berbeda nyata dengan kontrol, berkisar antara 1,14-1,25 gram/ekor, hal ini

berarti bahwa pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong pada ransum

menghasilkan efisiensi penggunaan protein yang tidak jauh berbeda dengan kontrol.

Performa Ayam Broiler Penelitian Bobot Badan Akhir

Bobot badan akhir yang tinggi merupakan tujuan dari budidaya ayam broiler

yang diusahakan oleh peternak, hal ini sangat berpengaruh terhadap nilai jual produk

daging ayam broiler yang dihasilkan. Rataan bobot badan akhir pada akhir

pemeliharaan ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama Penelitian

Perlakuan Rataan Bobot Badan Akhir (gram/ekor)

P0 1198,0a

P1 1241,1a

P2 1132,7a

P3 1066,6b

P4 998,4b

Ketrrangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05); P0 : 60% JG + 40% BC + 0% Silase; P1 : 60% JG + 30% BC +10% Silase; P2 : 60% JG + 20% BC + 20% Silase; P3 : 60% JG + 10% BC +30% Silase; P4 : 60% JG + 0% BC + 40% Silase.

Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa pemberian ransum perlakuan

silase campuran ikan asin dan daun singkong nyata (P<0,05) menurunkan bobot

(49)

perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol yaitu sebesar

1241,1 dan 1132,7 vs 1198 gram/ekor. Rataan bobot badan akhir yang dihasilkan

dari pemberian silase campuran ikan asin dan daun singkong 30% dan 40% lebih

rendah dibandingkan rataan bobot badan akhir tanpa pemberian silase campuran ikan

asin dan daun singkong (P0) yaitu P3 sebesar 1066,6 gram/ekor dan P4 sebesar 998,4

gram/ekor. Hal ini berhubungan dengan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan

dan konversi ransum. Konsumsi ransum dengan pemberian silase campuran ikan asin

dan daun singkong nyata (P<0,05) menghasilkan bobot badan yang rendah kecuali

P1 dan P2, sehingga konversi ransum yang dihasilkan menjadi lebih besar

dibandingkan dengan kontrol (P0). Angka konversi yang besar ini menghasilkan

bobot badan akhir yang lebih rendah. Pemberian silase campuran ikan asin dan daun

singkong sampai taraf 20% masih dianjurkan melihat bobot badan akhirnya relatif

sama dengan kontrol.

Histogram rataan bobot badan akhir ayam broiler selama penelitian untuk

setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.

0

Gambar 3. Histogram Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama Penelitian Untuk Setiap Perlakuan

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ukuran yang digunakan

untuk mengukur pertumbuhan. Faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas

(50)

pertambahan bobot badan untuk setiap fase penberian makanan dapat dilihat pada

Tabel 14.

Tabel 14. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Selama Penelitian

Perlakuan Umur Ayam (minggu)

0-2 2-4 1) 4-6 0-6

Keterangan : 1) pemberian serbuk gergaji selama 17 hari, superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05); P0 : 60% JG + 40% BC + 0% Silase; P1 : 60% JG + 30% BC +10% Silase; P2 : 60% JG + 20% BC + 20% Silase; P3 : 60% JG + 10% BC +30% Silase; P4 : 60% JG + 0% BC + 40% Silase.

Pemberian serbuk gergaji sebanyak 25% pada periode 2-4 minggu

menghasilkan pertambahan bobot badan berkisar antara 569,41-681,7 gram/ekor.

Pertambahan bobot badan per hari pada penelitian ini berkisar antara 33,49-40,1

gram/ekor/hari, hasil ini lebih besar dari pertambahan bobot badan hasil penelitian

Jalaluddin (2005) dan Nurokhmah (2003) yaitu berkisar antara 18,71-21,45

gram/ekor/hari dan 28 gram/ekor/hari.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan silase campuran ikan

asin dan daun singkong dalam ransum pada periode 4-6 minggu memberikan

pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Dimana

pertambahan bobot badan P1 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol,

sedangkan untuk P2, P3 dan P4 nyata (P<0,05) lebih rendah dari kontrol (255,45

(P1); 157,65 (P2); 151,6 (P3); 80,95 (P4) (P0) vs 288,6 gram/ekor). Dengan

demikian penggunaan silase campuran ikan asin dan daun singkong nyata (P<0,05)

menurunkan pertambahan bobot badan pada perlakuan P2, P3, dan P4. Tingginya

pertambahan bobot badan pada P1 disebabkan karena konsumsi ransum P1 lebih

banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

Penurunan pertambahan bobot badan setelah diberikan silase campuran ikan

Gambar

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Daun Singkong
Tabel 2. Desain Ransum Selama Penelitian
Tabel 4. Komposisi Ransum Perlakuan Umur 4-6 minggu
Tabel 5. Komposisi Kimia Serbuk Gergaji 1 (as fed dan Bahan Kering)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah : Mempelajari pengaruh pemberian Tepung Siva ( Synbiotic cassava) sebagai pakan campuran dalam ransum ayam broiler terhadap

Penelitian ini juga menguji pemberian pakan campuran dedak padi 75% dan daun singkong yang diberikan 25% pada umur 5-12 dan 9-12 minggu untuk pertumbuhan (ukuran tubuh)

Penggunaan pakan fungsional dalam ransum terhadap konsumsi pakan dan pertambahan berat badan ayam broiler.. Tanaman Sakti Tumpas

Pemanfaatan Energi Untuk Pertumbuhan Ayam Broiler Akibat Pemberian Tepung Daun Pepaya Dalam Ransum, penelitian yang terkait dengan karya ilmiah ini adalah hasil

Penggantian sebagian ransum komersil dengan tepung daun Indigofera sp dalam pakan ayam broiler sampai level 32% tidak berpengaruh nyata terhadap bobot lemak abdomen

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian aditif pakan berupa kombinasi tepung kulit singkong dan bakteri asam laktat dalam ransum mampu menurunkan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi pengaruh aditif pakan terhadap pemanfaatan protein ransum ayam broiler yang dapat ditinjau dari nilai konsumsi

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mengevaluasi pengaruh pemberian tepung singkong fermentasi terhadap bobot karkas dan organ pencernaan ayam broiler