• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandarlampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandarlampung)"

Copied!
242
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

(Studi Kasus: Kota Bandarlampung)

CITRA PERSADA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Studi Kasus: Kota Bandarlampung) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 11 Agustus 2015

Citra Persada

(3)
(4)

ABSTRACT

CITRA PERSADA. Policy Model of Sustainable Infrastructure (Case Study: Bandarlampung City). Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS as the Chairman of the Supervisory Commission, MARIMIN, and RUCHYAT DENI DJAKAPERMANAas Members of the Supervisory Commission.

Infrastructure development does not only affect the economic aspect, but also social and environmental, those are the main dimensions of sustainable development. Many aspects and actors involved in infrastructure development requires a comprehensive and integrated policy towards sustainability. Therefore, it is necessary to formulate an infrastructure development policy that considers various dimensions of sustainable development. The main objective of this research is to formulate policy of sustainable infrastructure development, with specific objectives are: firstly, to measure the level of sustainability of the city's infrastructure; secondly, to formulate the indicators that influence the sustainability of city infrastructure development and thirdly, to design a policy model of sustainable urban infrastructure with dynamic system.

This research was conducted in Bandarlampung City. The scope of research is the urban infrastructure which as a basic network infrastructure that influence urban development, namely: transportation, water system (drinking water, storm water, waste water), green open space system and solid waste system. The key indicators of this study were obtained from the assessment of stakeholders, public opinion and assessment of the existing infrastructure planning documents. This study use a comprehensive modeling, namely the Multi Dimensional Scaling (MDS) with Rapid Appraisal of Infrastructure (Rapinfra) to measure the level of sustainability of urban infrastructure development and search key indicators, and it uses of Analytic Network Process (ANP) to determine the effect indicators of sustainable infrastructure development. The findings of the MDS analysis showed that the status of Bandarlampung City infrastructure sustainability is less sustainable with the index value of 38.05 %. ANP analysis produces 8 main indicators of the most influential in the development of sustainable infrastructure consist of: air quality, growth of built up area, community participation, citizen behavior, local economic growth, water availability, infrastructure planning and infrastructure budgets. The dynamic model offered 4 scenarios of sustainable urban infrastructure policy model. The best scenario was implemented into 3 policies consist of: the integrated infrastructure management, the population control, and the local economy development. The results of this study are expected to be useful for stakeholders, especially the governments as a reference in the development of sustainable urban infrastructure development policy.

(5)
(6)

RINGKASAN

CITRA PERSADA. Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur

Berkelanjutan (Studi Kasus: Kota Bandarlampung). Dibimbing oleh: SANTUN R.P. SITORUS sebagai Ketua Komisi Pembimbing, MARIMIN, dan RUCHYAT DENI DJAKAPERMANAmasing-masing sebagai anggota Komisi Pembimbing.

Berbagai strategi, kebijakan, rencana dan program aksi bagi pengembangan infrastruktur telah dibuat, tetapi sampai saat ini pembangunan infrastruktur perkotaan masih menghadapi berbagai permasalahan yang belum terselesaikan. Akibatnya pembangunan infrastruktur seringkali menimbulkan permasalahan lingkungan dan cenderung tidak berkelanjutan. Pembangunan infrastruktur tidak hanya berpengaruh pada aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan yang merupakan dimensi utama pembangunan berkelanjutan. Pembangunan infrastruktur juga merupakan kepentingan berbagai pihak baik masyarakat, pemerintah, swasta, akademisi maupun lembaga swadaya masyarakat. Oleh sebab itu diperlukan suatu model kebijakan pembangunan infrastruktur secara holistik, terpadu dan dinamis dengan mempertimbangkan berbagai dimensi pembangunan berkelanjutan.

Tujuan utama penelitian ini adalah merumuskan kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota, dengan 3 tujuan khusus yaitu: pertama: menganalisis tingkat keberlanjutan infrastruktur kota berdasarkan penilaian objektif dan subjektif, kedua: merumuskan indikator prioritas dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan ketiga: merancang model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan.

Studi ini mengambil studi kasus Kota Bandarlampung, sebagai salah satu kota besar yang cepat tumbuh di Indonesia. Lingkup penelitian infrastruktur kota yang diamati dibatasi pada prasarana dasar berupa jaringan yang sangat mempengaruhi pembangunan perkotaan yaitu: transportasi (jalan raya), jaringan air (air bersih, air hujan, air limbah), ruang terbuka hijau dan persampahan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 30 bulan (November 2012 sampai dengan April 2015). Alat yang digunakan adalah: komputer, kuesioner, alat analisis SPSS statistics 20, Microsoft Exel 2007, Expert Choice 2000, Super Decisions dan Powersym Studio 2005.

Metode penelitian adalah pendekatan kesisteman dengan menggunakan Multi Dimensional Scalling (MDS) yang terdiri dari aplikasi

Rapinfra (Rapid Appraisal of Infrastructure) dan Analytic Network Process

(ANP). Teknik pengambilan sampel menggunakan metode expert survey

dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) kepada 15 responden yang telah ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Untuk survei ke masyarakat, teknik pengambilan sampel juga menggunakan

purposive sampling kepada 126 sampel yang mewakili setiap kelurahan.

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan di Bandarlampung sebanyak 3 kali yaitu bulan Juli 2013 dan Agustus 2013, serta Januari 2014.

(7)
(8)

dan digunakan untuk mengukur status keberlanjutan infrastruktur Kota Bandarlampung. Hasil analisis status keberlanjutan infrastruktur di wilayah penelitian dengan menggunakan MDS adalah termasuk kategori kurang berkelanjutan dengan nilai indeks multikriteria sebesar 38.05 %. Nilai indeks multikriteria adalah rata-rata dari 5 kriteria yaitu sosial (nilai indeks 15.80 %), ekonomi (nilai indeks 43.88 %), teknologi (nilai indeks 28.32 %), lingkungan (nilai indeks 42.88 %) dan tata kelola pemerintahan (nilai indeks 44.58 %). Kriteria sosial memiliki nilai indeks keberlanjutan yang paling rendah atau tidak berkelanjutan, sedangkan kriteria lainnya masuk kategori kurang berkelanjutan. Hasil analisis dengan Rapinfra ini juga mengidentifikasi 26 indikator kunci untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan berdasarkan penilaian stakeholders.

Agar dapat mengakomodasi berbagai kepentingan, maka dilakukan analisis pendapat stakeholders, masyarakat dan pemerintah terhadap indikator pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Hasil gabungan penilaian ke tiga pihak terkait tersebut diperoleh 27 indikator berpengaruh. Indikator tersebut dibawa ke FGD, sehingga diperoleh 20 indikator terpilih. Hasil analisis dengan ANP terhadap indikator terpilih menghasilkan 8 indikator prioritas dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota yaitu: pertumbuhan ekonomi lokal, perencanaan infrastruktur, anggaran infrastruktur, ketersediaan sistem air bersih, partisipasi masyarakat, perilaku (budaya) masyarakat, kualitas udara dan penggunaan lahan terbangun.

Perancangan model dinamik pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota menggunakan simulasi 20 tahun. Model dinamik pembangunan infrastruktur berkelanjutan terdiri dari 3 sub model yaitu: sub model sosial, sub model fisik lingkungan, dan sub model ekonomi yang telah menghasilkan rumusan nilai indeks keberlanjutan infrastuktur kota. Nilai indeks tersebut dapat ditingkatkan sejalan dengan program pemerintah daerah untuk peningkatan keberlanjutan infrastruktur kota. Peningkatan nilai indeks sejalan dengan simulasi model dilakukan untuk 1 skenario tanpa intervensi dan 3 skenario dengan intervensi yaitu: pesimis, moderat, dan optimis. Parameter model yang dintervensi adalah laju imigrasi, peningkatan ekonomi lokal, pembatasan umur kendaraan, pemenuhan kebutuhan air baku, kehilangan air, pengolahan limbah dan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Skenario terpilih adalah skenario moderat dengan berbagai intervensi kebijakan yang sangat mungkin dilaksanakan.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

MODEL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

(Studi Kasus: Kota Bandarlampung)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(11)

Ujian Tertutup

Dilaksanakan pada : Senin, 15 Juni 2015

Penguji Luar Komisi: 1. Prof. Dr Ir Bambang Pramudya, M.Eng (Guru Besar Institut Pertanian Bogor) 2. Dr Ir Iwan Kustiwan, M.T.

(Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur

Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan - SAPPK Institut Teknologi Bandung)

Sidang Promosi Terbuka :

Dilaksanakan pada : Selasa, 11 Agustus 2015 Anggota Promosi Luar Komisi Pembimbing:

1. Prof. Dr Ir Bambang Pramudya, M.Eng (Guru Besar Institut Pertanian Bogor) 2. Dr Ir Iwan Kustiwan, M.T.

(Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur

(12)

Judul Disertasi : Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Studi Kasus: Kota Bandarlampung)

Nama : Citra Persada NIM : P 062110151

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Ketua

Dr Ir Ruchyat Deni Dj., M.Eng.

Anggota

Prof. Dr Ir Marimin, M.Sc.

Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr Ir Cecep Kusmana, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Sebagai akademisi, penulis mempunyai minat yang tinggi di bidang perencanaan kota dan lingkungan, sehingga penulis memilih tema penelitian tentang infrastruktur berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun disertasi dengan judul Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Studi Kasus: Kota Bandarlampung).

Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada Prof. Dr Ir Santun R. P. Sitorus selaku ketua komisi pembimbing, serta Prof. Dr Ir Marimin, M.Sc., dan Dr Ir Ruchyat Deni Djakapermana, M.Eng., selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr Ir Cecep Kusmana, M.S., dan Dr Ir Widiatmaka, DEA., selaku ketua dan sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr Ir Yanuar Purwanto selaku dosen wali penulis. Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr Ir Bambang Pramudya, M.Eng., dan Dr Ir Iwan Kustiwan, M.T., selaku penguji luar pada Ujian Tertutup dan Sidang Promosi Terbuka.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Lampung dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung yang telah memberi kesempatan kepada penulis melanjutkan pendidikan S3. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB yang telah memberikan ilmunya dengan tulus dan ikhlas, teman seperjuangan PSL angkatan 2011 atas segala persahabatan dan bantuannya, juga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.

Ungkapan terima kasih kepada teman sejawat di Fakultas Teknik Universitas Lampung, Keluarga Besar Sekolah Alam Lampung, Pengurus Wilayah Himpaudi Provinsi Lampung, teman-teman di Badan Promosi Pariwisata Daerah Provinsi Lampung dan teman-teman Tim Kota untuk Perubahan Iklim yang telah banyak membantu selama pengumpulan data.

Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada suami tercinta, Ir Irfan Nuranda Djafar, CES., ananda berdua tersayang Alifa Farras Irfani dan Anggo Hamidisyafiq Irfan, atas segala doa, kasih sayang dan pengorbanan yang tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penulis haturkan terima kasih kepada Ayahanda H. Ansari Bustamam, Mama Hj. Syamsidar Ma’arif yang tiada lelah berdoa, memberikan restu dan tauladan. Ucapan terima kasih juga untuk Mama Hj. Siti Kalang dan seluruh keluarga besar di Lampung, Padang dan Jakarta.

Akhirnya, penulis menyadari disertasi ini masih belum sempurna, namun semoga memberikan manfaat di bidang akademis dan praktis.

(14)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang……….

1.2 Perumusan Masalah………..

1.3 Tujuan Penelitian………..

1.4 Manfaat Penelitian………

1.5 Kebaruan ...………. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian...

2. TINJAUAN PUSTAKA……….…

2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan………... 2.2 Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan... 2.2.1 Perkembangan Konsep Kota Berkelanjutan... 2.2.2 Indikator Kota Berkelanjutan... 2.3 Konsep Infrastruktur Berkelanjutan... 2.3.1 Definisi dan Ruang lingkup Infrastruktur Berkelanjutan... 2.3.2 Definisi dan Ruang lingkup Kriteria dan Indikator Kinerja... 2.3.3 Kajian Penelitian Kriteria dan Indikator Kota Berkelanjutan dan Infrastruktur Berkelanjutan………... 2.3.4 Konsep Sistem Infrastruktur Berkelanjutan... 2.4 Sistem Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Kota... 2.4.1 Pedoman Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Daerah... 2.4.2 Kebijakan Pembangunan Kota Berkelanjutan di Indonesia... 2.5 Teori Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk………

2.5.1 Rapfish/Rapinfra untuk Indeks Keberlanjutan... 2.5.2 Analytic Network Process(ANP)……….

2.5.3 Model Sistem Dinamis..………... 2.6 Rangkuman Kajian Pustaka...

3. METODOLOGI……….

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian... 3.1.1 Kerangka Pemikiran... 3.1.2 Bagan Alir ...……… 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.……….

3.3 Ruang Lingkup Penelitian………

(15)

3.5.1 Analisis Tingkat Keberlanjutan Infrastruktur Perkotaan………. 3.5.2 Analisis Penentuan Kriteria dan Indikator Infrastruktur

Berkelanjutan………... 3.5.3 Analisis Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan………...

4. KAJIAN WILAYAH STUDI KOTA BANDARLAMPUNG...

4.1 Kajian Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Kota Bandarlampung 4.2 Kondisi Fisik dan Lingkungan... 4.4 Kondisi Eksisting Infrastruktur Kota Bandarlampung...

4.4.1 Jaringan Jalan dan Aksesibilitas... 4.4.2 Jaringan Air Hujan (Drainase)... 4.4.3 Jaringan Air Bersih... 4.4.4 Jaringan Air Limbah... 4.4.5 Pengelolaan Sampah... 4.4.6 Ruang Terbuka Hijau...

48

5. PENENTUAN STATUS KEBERLANJUTAN INFRASTRUKTUR

KOTA BANDARLAMPUNG... 5.1Pendahuluan... 5.2Metode Penelitian... 5.2.1 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data... 5.2.2 Dimensi dan Indikator Keberkelanjutan... 5.2.3 Metode dan Tahapan Analisis Keberlanjutan... 5.3 Hasil...

5.3.1 Kriteria dan Indikator Pembangunan Infrastruktur

Berkelanjutan………... 5.3.2 Status Keberlanjutan Infrastruktur Kota Bandarlampung……... 5.3.3 Status Keberlanjutan Multikriteria Infrastruktur Kota

Bandarlampung………... 5.4Pembahasan... 5.5Simpulan…………...

6. ANALISIS INDIKATOR PRIORITAS DALAM PEMBANGUNAN

(16)

6.2 Metodologi Penelitian... 6.2.1 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data... 6.2.2 Metode dan Analisis...

6.3Hasil... 6.3.1 Pendapat dan Harapan Masyarakat terhadap Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan Kota Bandarlampung... 6.3.1.1 Karakteristik Responden………... 6.3.1.2 Indikator Penting dalam Pembangunan Infrastruktur Kota Menurut Masyarakat... 6.3.2.1 Penerapan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam kebijakan makro... 6.3.2.2 Penerapan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam kebijakan mikro... 6.3.2.3Indikator Berpengaruh dalam RPJMD Kota Bandarlampung... 6.3.3 Indikator Prioritas dalam Pembangunan Infrastruktur

Berkelanjutan Kota Bandarlampung... 6.3.3.1Struktur Model ANP Pembangunan Infrastruktur

Berkelanjutan………... 6.3.3.2Hasil Penilaian ANP untuk Indikator Prioritas... 6.4 Pembahasan...

6.4.1 Indikator Penting dalam Pembangunan Infrastruktur

Berkelanjutan Menurut Masyarakat Kota Bandarlampung... 6.4.2 Indikator Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan dalam Dokumen Perencanaan Kota Bandarlampung...

6.4.3 Indikator Prioritas dalam Pembangunan Infrastruktur

Berkelanjutan Kota Bandarlampung... 6.5 Simpulan...

7. MODEL DINAMIK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN KOTA

(17)

7.3.1.3 Sub Model Fisik dan Lingkungan... 7.3.2 Pengujian model ... 7.3.3 Simulasi Skenario Model Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan Kota...

7.3.3.1 Skenario Tanpa Intervensi... 7.3.3.2 Skenario Pesimis... 7.3.3.3 Skenario Moderat... 7.3.3.4 Skenario Optimis... 7.3.4 Indeks Keberlanjutan Pembangunan Infrastruktur Kota... 7.4Pembahasan... 7.4.1 Arah Kebijakan Kriteria Sosial... 7.4.2 Arah Kebijakan Kriteria Ekonomi... 7.4.3 Arah Kebijakan Kriteria Fisik dan Lingkungan... 7.5Simpulan...

8. PEMBAHASAN UMUM... 8.1 Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan... 8.2 Implikasi Manajerial Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan...

9. SIMPULAN DAN SARAN... 9.1 Simpulan... 9.2 Saran...

DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN...

RIWAYAT HIDUP...

(18)

DAFTAR TABEL

1. Kajian studi kriteria dan indikator kota berkelanjutan... 2. Kajian penelitian terdahulu infrastruktur berkelanjutan... 3. Studi terdahulu tentang kriteria dan indikator infrastruktur berkelanjutan tahun 200-2013... 4. Perubahan program Adipura tahun 2002-2011... 5. Perbandingan skala penilaian verbal dan skala numerik... 6. Jenis dan sumber data penelitian………... 7. Variabel batasan daya dukung infrastruktur……….... 8. Asumsi batas daya dukung perkotaan (the city limit)………... 9. Kategori status berkelanjutan sistem perkotaan……….. 10. Jumlah rata-rata curah hujan Kota Bandarlampung 2007-2011... 11. Penggunaan lahan Kota Bandarlampung tahun 2007-2011... 12. Jumlah penduduk Kota Bandarlampung tahun 2007-2011... 13. Jumlah kasus keamanan dan ketertiban Kota Bandarlampung tahun 2007-2011... 14. Jumlah kasus kejahatan Kota Bandarlampung tahun 2007-2011... 15. Tingkat partisipasi angkatan kerja Kota Bandarlampung tahun 2007– 2009... 16. Jumlah tenaga kerja formal dan informal Kota Bandarlampung tahun 2007-2011... 17. Jumlah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tenaga kerja di UMKM Kota Bandarlampung tahun 2007-2011... 18. Upah minimum tenaga kerja Kota Bandarlampung tahun 2007- 2011... 19. Perkembangan ipm Kota Bandarlampung tahun 2007– 2011... 20. Pertumbuhan riil sektor ekonomi tahun 2005-2011 (persen)... 21. Produk domestik regional bruto Kota Bandarlampung atas dasar

harga konstan menurut lapangan usaha 2007-2011 (juta rupiah)... 22. Perkembangan realisasi proyek PMDN dan PMA Kota

Bandarlampung tahun 2007-2011... 23. Jumlah industri di Kota Bandarlampung tahun 2007- 2011... 24. Keadaan dan panjang jalan di Kota Bandarlampung tahun 2007 – 2011. 25. Perkembangan jumlah kendaraan Kota Bandarlampung tahun 2007- 2011... 26. Perkembangan jumlah trayek angkutan umum Kota Bandarlampung tahun 2007 - 2011... 27. Titik rawan kemacetan di Kota Bandarlampung tahun 2009... 28. Nama sungai, panjang, luas das (ha) dan debit rata-rata yang

mengalir di Kota Bandarlampung... 29. Permasalahan drainase Kota Bandarlampung berdasarkan wilayah... 30. Penduduk yang dilayani PDAM Way Rilau... 31. Konsumen dan nilai air terjual di PDAM Way Rilau tahun 2007-2011 32. Perkiraan kebutuhan sarana pengelolaan air limbah...

(19)

33. Total volume sampah Kota Bandarlampung tahun 2007-2011... 34. Tingkat pelayanan persampahan Kota Bandarlampung... 35. Jenis, luas, dan sebaran RTH publik di Kota Bandarlampung... 36. Luas RTH publik dan RTH privat eksisting di Kota Bandarlampung... 37. Evaluasi penggunaan lahan perbukitan/lereng Kota Bandarlampung... 38. Evaluasi RTH gunung/bukit berdasarkan citra satelit... 39. Kriteria dan indikator infrastruktur berkelanjutan ...

40. Kategori indeks dan status keberlanjutan...

41. Nilai stress...

42. Kriteria dan indikator infrastruktur berkelanjutan hasil FGD... 43. Status keberlanjutan infrastruktur Kota Bandarlampung…….…………... 44. Sandingan nilai indeks keberlanjutan MDS dan monte carlo…………... 45. Nilai stress dan koefisien determinasi (R2)...……….... 46. Indikator kunci infrastruktur berkelanjutan Kota Bandarlampung... 47. Karakteristik responden... 48. Pendapat dan harapan stakeholders terhadap infrastruktur berkelanjutan 49. Penerapan kriteria dan indikator infrastruktur berkelanjutan

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)... 50. Indikator gabungan hasil MDS, dokumen rencana dan survei

masyarakat... 51. Hasil penilaian ANP untuk indikator prioritas ... 52. Indikator berpengaruh menurut masyarakat dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Kota Bandarlampung... 53. Analisis kebutuhan pemangku kepentingan infrastruktur berkelanjutan kota... 54. Data validasi model berdasarkan perkembangan penduduk... 55. Data validasi model berdasarkan perkembangan UMKM... 56. Data validasi model berdasarkan perkembangan RTH... 57. Skenario intervensi parameter model... 58. Indeks keberlanjutan berdasarkan skenario tanpa intervensi... 59. Indeks keberlanjutan berdasarkan skenario pesimis... 60. Indeks keberlanjutan berdasakan skenario moderat... 61. Indeks keberlanjutan berdasakan skenario optimis... 62. Indeks keberlanjutan infratsruktur kota hasil simulasi model... 63. Indeks keberlanjutan infrastruktur kota hasil CPI... 64. Model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan...

(20)

DAFTAR GAMBAR

1. Unsur pembangunan berkelanjutan………...

2. Kerangka penilaian sistem infrastruktur berkelanjutan... 3. Kedudukan rencana terpadu dan program investasi infrastruktur jangka menengah………... 4. Sistem penilaian infrastruktur berkelanjutan... 5. Posisi Penelitian dalam Perspektif Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan dan Pembangunan Kota... 6. Kerangka pemikiran penelitian……….... 7. Bagan alir penelitian……….... 8. Peta lokasi penelitian………... 9. Tahapan analisis keberlanjutan dengan MDS dan Rapinfra………... 10. Nilai indeks keberlanjutan kriteria lingkungan... 11. Nilai RMS kriteria lingkungan... 12. Nilai indeks keberlanjutan kriteria sosial... 13. Nilai RMS kriteria sosial... 14. Nilai indeks keberlanjutan kriteria ekonomi... 15. Nilai RMS kriteria ekonomi... 16. Nilai indeks keberlanjutan kriteria teknologi... 17. Nilai RMS kriteria teknologi... 18. Nilai indeks keberlanjutan kriteria tata kelola pemerintahan... 19. Nilai RMS kriteria tata kelola pemerintahan... 20. Diagram layang-layang status keberlanjutan infrastruktur Kota

Bandarlampung... 21. Diagram venn indikator berpengaruh dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan... 22. Jaringan keterkaitan antar kriteria pembangunan infrastruktur

berkelanjutan dalam ANP... 23. Struktur model ANP pembangunan infratsruktur berkelanjutan... 24. Tahapan analisis indikator prioritas pembangunan infrastruktur

berkelanjutan... 25. Diagram input-output kebijakan pembangunan infratsruktur

berkelanjutan... 26. Diagram sebab akibat sub model penduduk... 27. Diagram alir sub model penduduk... 28. Diagram sebab akibat sub model ekonomi lokal... 29. Diagram alir sub model ekonomi lokal... 30. Diagram sebab akibat sub model jalan raya... 31. Diagram sebab akibat sub model sumber daya air... 32. Diagram alir sub model limbah padat dan cair... 33. Diagram alir sub model RTH... 34. Diagram alir sub model jalan raya... 35. Diagram alir sub model sumber daya air...

(21)

36. Diagram alir sub model limbah padat dan cair... 37. Diagram alir sub model Ruang Terbuka Hijau (RTH)... 38. Diagram sebab akibat model pembangunan infrastruktur berkelanjutan.... 39. Diagram alir gabungan dan indeks keberlanjutan pembangunan

infrastruktur ... 40. Perbandingan jumlah penduduk, UMKM, RTH dan kendaraan bermotor (aktual dan simulasi)...

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel penilaian skor tiap indikator keberlanjutan infrastruktur Kota Bandarlampung...

2. Tabel rekapitulasi nilai skor untuk masing-masing indikator pada lima kriteria keberlanjutan...

3. Pendapat dan harapanpemangku kepentingan terhadap

pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Kota Bandarlampung.... 4. Penerapan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur

berkelanjutan dalam kebijakan makro... 5. Penerapan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur

berkelanjutan RTRW... 6. Penerapan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur

berkelanjutan dalam rencana sektoral... 7. Penerapan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur

berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Investasi Jangka

Menengah (RPIJM) Kota Bandarlampung... 8. Rekapitulasi hasil survei masyarakat... 9. Peta penggunaan lahan kawasan perkotaan Bandarlampung... 10. Asumsi dasar model dinamik... 11. Persamaan model dinamik... 12. Tabel indeks berkelanjutan sub model hasil simulasi skenario... 13. Grafik hasil ANP...

171 183 186 195 197 198

(23)

DAFTAR ISTILAH

Ekonomi lokal: kewirausahaan lokal yang mengelola sumber daya lokal yang potensial untuk mendorong aktivitas ekonomi. Perekonomian lokal dapat dibagi menjadi dua sektor perekonomian, yaitu sektor basis dan non basis. Kegiatan pada sektor basis merupakan kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke luar batas wilayah perekonomian, sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam wilayah yang bersangkutan. Indikator: alat untuk menyederhanakan realitas dan sebagai dasar

mengidentifikasi suatu fenomena.

Infrastruktur: fasilitas buatan dan unsur alami yang melindungi dan mendukung semua kegiatan manusia: semua jenis bangunan, komunikasi, pembangkit energi dan distribusi, ruang-ruang hijau, semua moda transportasi, sumber daya air, pengeloaan dan dan pengolahan limbah.

Infrastruktur berkelanjutan: penerapan prinsip keterpaduan pembangunan berbagai jenis infrastruktur perkotaan (transportasi, air bersih, air hujan, air limbah, sampah dan ruang terbuka hijau) yang mempertimbangkan aspek pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial, ekonomi, teknologi dan tata kelola pemerintahan.

Infrastruktur hijau: ketahanan lansekap untuk mendukung lingkungan, ekonomi, sosial melalui keterpaduan dan keterkaitan untuk peningkatan kualitas hidup.

Kawasan lindung: wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung kota: kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu

(24)

ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kota.

Kawasan perkotaan: wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distibusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Kebijakan: suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem mencapai tujuan yang diingankan.

Kota: pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang

mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan, serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan.

Kota berkelanjutan: kota yang sehat secara ekologis, memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan dan mensinergikan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang menyerasikan kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Kriteria ukuran yang menjadi dasar penilaian dan penetapan Sesuatu.

Model: representasi dari suatu objek atau bentuk nyata.

Pengelolaan sumber daya air berkelanjutan: pengelolaan sumber daya air dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang mempertemukan aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

Pengelolaan limbah berkelanjutan: pengelolaan limbah (padat dan cair) dengan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan yang mempertemukan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Penggunaan lahan: merupakan kegiatan manusia pada sebidang lahan,

(25)

Perencanaan sektoral: perencanaan yang dilakukan dengan pendekatan berdasarkan sektor. Sektor adalah kumpulan dari kegiatan-kegiatan atau program yang mempunyai persamaan ciri-ciri serta tujuannya. Sektor-sektor ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda satu sama lain dan mempunyai daya dorong yang berbeda dalam mengantisipasi investasi.

Perencanaan tata ruang: atau perencanaan spasial adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

Rapinfra adalah singkatan dari Rapid Appraisal of

Infrastructure yang merupakan penyesuaian dari

Rapfish atau Rapid Appraisal of Fisheries. Rapfish

merupakan salah satu alat analisis status kelestarian sumberdaya dan dalam penelitian ini digunakan sebagai alat analisis evaluasi tingkat keberlanjutan infrastruktur kawasan perkotaan.

Rencana infrastruktur terpadu: integrasi rencana spasial dan sektoral beberapa jenis infrastruktur dalam suatu kawasan seperti: kawasan permukiman, kota atau wilayah.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW): hasil perencanaan tata ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif.

Ruang: wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya

Rencana spasial: atau rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

(26)

Ruang Terbuka Hijau (RTH) berkelanjutan: penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang mempertemukan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dalam pengembangan RTH.

Transportasi berkelanjutan: sistem transportasi yang menyediakan akses bagi masyarakat secara aman; terjangkau secara finansial; beroperasi secara efisien, menyediakan alternatif moda, mendukung laju perkembangan ekonomi, serta membatasi emisi sesuai dengan daya tampung lingkungan; dan meminimumkan penggunaan lahan. Wilayah: ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

(27)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Konsep pembangunan berkelanjutan telah menjadi pusat perhatian dalam pertimbangan kebijakan di seluruh dunia sejak adanya publikasi laporan Bruntland tahun 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan masyarakat masa depan untuk memenuhi kebutuhannya (WCED 1987). Komisi Bruntland memberikan definisi pembangunan berkelanjutan sebagai suatu proses dimana eksploitasi sumber daya, arahan investasi, dan perubahan kelembagaan semuanya serasi dengan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pembangunan kota berkelanjutan, selanjutnya pembangunan kota berkelanjutan mensyaratkan adanya pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Kota-kota dengan indeks pelayanan infrastruktur yang lebih baik cenderung menunjukkan kinerja pembangunan kota yang lebih baik dan berkelanjutan (Suhono 2008).

Wilayah perkotaan di Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan yang berkaitan dengan globalisasi, urbanisasi, lingkungan, perubahan iklim, disparitas wilayah, dan desentralisasi (Firman 2011, Soegijoko 2011). Urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota menjadi bagian penting dalam pembangunan di Indonesia. Dari analisis data Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional diketahui, bahwa sebelum tahun 2008 jumlah penduduk perdesaan lebih banyak dari penduduk perkotaan. Tahun 2008 merupakan tonggak sejarah perkotaan Indonesia, untuk pertama kalinya dalam sejarah peradaban modern Indonesia, jumlah penduduk perkotaan melebihi jumlah penduduk yang tinggal di kawasan non-perkotaan atau perdesaan, yaitu sebesar 50.5 % (BPS, BAPPENAS dan UNFPA 2008). Tahun 1970 jumlah penduduk perkotaan hanya 17.4 %, meningkat menjadi 22.3 % pada tahun 1980 dan meningkat lagi menjadi 31 % pada tahun 1990. Pada tahun 2010, penduduk perkotaan telah mencapai 49.8 %. Diperkirakan pada tahun 2025 penduduk perkotaan di Indonesia mencapai 65.0 %. Pertambahan penduduk yang tinggi di perkotaan berimplikasi pada kebutuhan akan infrastruktur perkotaan juga meningkat, namun untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur yang memadai bukanlah hal yang mudah. Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan infrastruktur muncul di perkotaan seperti: kemacetan, banjir, sampah tidak terolah, kekurangan air bersih, terbatasnya ruang terbuka hijau dan sebagainya. Pada tahun 2012, peringkat daya saing infrastruktur Indonesia menempati urutan 92, sedangkan negara ASEAN lainnya seperti: Singapura berada pada peringkat 2, Malaysia peringkat 29, Thailand pada peringkat 49 dan Philipina peringkat 98, dari 144 negara yang disurvei (WEF 2012). Kondisi ini merefleksikan buruknya pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Banyaknya aspek yang terkait dan aktor yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur perkotaan memerlukan perencanaan dan kebijakan yang menyeluruh dan terpadu agar dapat berkelanjutan (Singh dan Steinberg 1996, Engel-Yan et al.

(28)

yang terpadu dan berkelanjutan telah dibuat, tetapi sampai saat ini pembangunan perkotaan masih menghadapi berbagai permasalahan yang belum terselesaikan. Kegagalan pembangunan infrastruktur salah satunya disebabkan oleh sistem penyusunan rencana yang parsial yang tercipta akibat terfragmentasinya lembaga-lembaga perencanaan di tingkat pemerintah daerah (Miharja 2007).

Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2009 mengembangkan konsep pembangunan infrastruktur berkelanjutan melalui Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) untuk skala kota. P2KH memiliki 8 atribut yaitu green planning and design, green community, green open space, green transportation, green waste, green water, green energy dan green building. Dalam pelaksanaan P2KH, keseluruhan atribut kota hijau tersebut tidak berdiri sendiri, namun merupakan satu kesatuan yang integral dengan dampak ikutan perwujudan masing-masing atribut, misalnya pengembangan green economy, green infrastructure, green policy dan lain sebagainya (Zain dan Syahbana 2011). Sebagian besar atau 6 dari 8 atribut P2KH merupakan aspek prasarana atau infrastruktur perkotaan yang pembangunannya pada instansi atau kelembagaan yang berbeda. Menurut Ernawi (2012), salah satu kendala pelaksanaan P2KH adalah rendahnya kerjasama dan koordinasi antar sektor dalam pengelolaan lingkungan, sehingga diperlukan inovasi dalam pembuatan perencanaan dan kebijakan. Salah satu bentuk inovasi tersebut adalah penyusunan kebijakan yang mempertimbangkan dimensi atau kriteria pembangunan berkelanjutan.

Studi tentang pembangunan infrastruktur berkelanjutan di kawasan perkotaan yang menyeluruh masih terbatas. Penelitian yang berkembang masih parsial pada masing-masing atau beberapa jenis infrastruktur dan dalam lingkup kota dan atau pada kawasan permukiman di pinggiran metropolitan. Ruang lingkup penelitian-penelitian tersebut lebih pada kerangka sistem teknologi, walaupun sebagian sudah mempertimbangkan kriteria pembangunan berkelanjutan. Penelitian tersebut antara lain: kriteria keberlanjutan sistem air perkotaan (Sahely et al. 2005, Danko dan Lourenco 2007); transportasi berkelanjutan (Sahely et al. 2005, Litman dan Burwell 2006, Hall 2006, Haghshenas dan Vaziri 2012, Kusbimanto 2013), sistem air limbah (Danko dan Lourenco 2007, Setiawati et al. 2013), sistem air hujan (Suripin 2004, Andayani, 2012, Benzerra 2012, Newell et al. 2013), ruang terbuka hijau atau green infrastructure (Aji 2000, Mell 2009, Putri 2013), sampah terpadu (Chalik et al.

2011, Astuti et al. 2011, Kharrazi dan Masaru 2012, Safitri 2012).

(29)

saat itu dan dalam metodologi belum melakukan feedback terhadap pilihan-pilihan kebijakan yang ditetapkan. Oleh sebab itu, perlu adanya studi kebijakan infrastruktur yang mempertimbangkan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur berkelanjutan, berdasarkan kebijakan yang sudah ada dan melakukan umpan balik kepada stakeholder untuk menguji hasil kebijakan dari proses metodologi yang digunakan.

1.2Perumusan Masalah

Pelayanan infrastruktur merupakan peran kunci dalam mewujudkan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan Permen PU Nomor: 494/PRT/M2005 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP Kota) dengan visi terwujudnya kawasan perkotaan yang aman, layak huni, berkeadilan sosial, sejahtera, berbudaya, produktif, dan berkembang secara berkelanjutan, serta saling memperkuat dalam mewujudkan pengembangan wilayah. Salah satu misinya adalah mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan yang memenuhi Standar Pelayanan Perkotaan (SPP).

Masalah kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan perkotaan ada karena pemerintah menyusun visi, misi perkotaan berkelanjutan dengan penyediaan infrastruktur sebagai faktor kunci, tetapi pemerintah tidak menyiapkan kebijakan penyediaan infrastruktur terpadu perkotaan untuk mendukung pencapaian visi misi tersebut pada skala wilayah atau daerah (Soegijoko 2011). Kebijakan yang ada baru pada level nasional dan lebih pada tatanan perencanaan dan kelembagaan. Kelembagaan perkotaan di tingkat nasional ada di tiga kementerian yaitu Direktorat Perkotaan di Kementerian Pekerjaan Umum (KPU), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Kelembagaan terpadu seperti ini belum ada pada level pemerintah daerah seperti kabupaten atau kota.

Kebijakan pembangunan infrastruktur terpadu dan berkelanjutan terkendala dengan berbagai jenis kebijakan pembangunan yang menjadi acuan pemerintah daerah, baik jangka panjang maupun jangka menengah. Rencana pembangunan jangka panjang seperti: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJPD), pembangunan berbasis keruangan dengan acuan Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) dan pembangunan berbasis sektor, (Rencana Sektoral) yang menggunakan rentang waktu perencanaan selama 20 tahun. Rencana jangka menengah dengan rentang waktu 5 tahun seperti diantaranya adalah RPJMD dan RPIJM. Koordinasi mulai dari pusat sampai daerah seringkali tidak berjalan mulus. Banyak ditemui ketidaksingkronan antara berbagai kebijakan pembangunan dari rencana tersebut, sehingga pembangunan infrastruktur secara terpadu dan berkelanjutan sulit dilaksanakan, padahal harapannya berbagai bentuk rencana pembangunan tersebut dapat saling melengkapi (Pohan 2012, BKPRN 2012).

(30)

Provinsi Lampung yang dekat dengan Jakarta dan sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan Kota Bandarlampung dan wilayah lainnya di Provinsi Lampung. Diperkirakan dimasa yang akan datang, Provinsi Lampung akan menjadi motor penggerak ekonomi regional Sumatera. Peningkatan arus kendaraan, orang dan barang dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera dan sebaliknya memberi dampak yang besar terhadap perkembangan perkotaan di Provinsi Lampung, terutama di sekitar Kota Bandarlampung. Rencana pembangunan bidang infrastruktur skala internasional, nasional dan regional seperti: Jembatan Selat Sunda, toll Sumatera, jalan kereta api Sumatera, dan trans Sumatera yang merupakan bagian dari trans ASEAN akan menambah beban kawasan perkotaan Bandarlampung di masa yang akan datang. Tingkat urbanisasi di kota dan kawasan perkotaan Bandarlampung cukup tinggi. Penduduk kawasan perkotaan Bandarlampung tahun 2006 berjumlah 1 394 543 orang dengan laju pertumbuhan 3.25 % dan tingkat kepadatan 1108 jiwa/km2 (BPS 2008). Tingginya tingkat urbanisasi ini menyebabkan banyak muncul pusat pertumbuhan baru di sekitar Kota Bandarlampung yang ditandai dengan pembangunan kawasan permukiman, terutama di kecamatan-kecamatan kawasan pinggiran kota yaitu Kecamatan Jati Agung dan Natar di Kabupaten Lampung Selatan. Minimnya prasarana dan sarana di kawasan ini, menyebabkan jumlah penduduk yang pulang pergi ke Pusat Kota Bandarlampung jumlahnya besar.

Sebelum otonomi daerah pada tahun 1999, ada 7 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, setelah pemekaran jumlah tersebut bertambah 2 kali lipat yaitu 14 Kabupaten/ Kota di Provinsi Lampung pada tahun 2010. Sebanyak 4 dari Daerah Otonomi Baru (DOB) tersebut berjarak 1 – 1.5 jam perjalanan dari Bandarlampung, sebagai ibukota Provinsi Lampung. Salah satu dari DOB tersebut ibukotanya berada pada hinterland Bandarlampung, yaitu Kabupaten Pesawaran dengan ibukota Gedong Tataan. Aksesibilitas yang tinggi ini memudahkan para pegawai di DOB baru tersebut untuk ulang-alik (commuting) setiap hari, sehingga sebagian pegawai masih bertempat tinggal di Kota Bandarlampung. Hal ini menyebabkan tingkat urbanisasi Kota Bandarlampung menjadi tinggi. Diperkirakan pada tahun 2015, Kota Bandarlampung akan menjadi kota metropolitan dengan penduduk lebih dari 1 juta jiwa (Pontoh dan Kustiwan 2009), pada tahun yang sama kawasan perkotaan Bandarlampung diperkirakan akan dihuni sebanyak lebih dari 1.5 juta jiwa (DPU 2008). Angka perkiraan ini sudah terlewati di tahun 2012, BPS Kota Bandarlampung mencatat jumlah penduduk Kota Bandarlampung sebanyak 1 446 160 jiwa, artinya kepadatan penduduk kota sudah mencapai 73,4 jiwa/km2 (BPS 2013).

(31)

Rata-rata peningkatan luas kawasan terbangun antara tahun 2000 – 2007 di wilayah metropolitan Bandarlampung adalah 3.7 %. Hasil studi Tridarmayanti (2010) menunjukkan peningkatan luas kawasan terbangun (permukiman) di Kota Bandarlampung antara tahun 2000 – 2007 sebesar 6.19 % (1218 ha), sedangkan di kawasan sekitar Bandarlampung sebesar 1.14 % (1412 ha). Pola perkembangan permukiman yang ada saat ini mengarah ke utara dan timur Bandarlampung, karena ke arah Selatan terkendala Teluk Lampung dan ke arah Barat merupakan kawasan lindung Tahura WAR. Pola ini mengikuti jalan utama dan ada kecenderungan terjadi peningkatan setiap tahunnya, sehingga perlu adanya antisipasi agar tidak terjadi perkembangan yang tidak terarah (urban sprawl),

terutama di wilayah Timur dan Utara Bandarlampung.

Permasalahan lingkungan sudah terlihat pada kawasan perkotaan Bandarlampung, terutama konversi lahan pertanian, hutan dan perkebunan menjadi kawasan terbangun, serta menurunnya kualitas dan kuantitas air. Rata-rata penurunan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan Bandarlampung cukup tinggi yaitu 7.3 %. Hasil studi Tridarmayanti (2010) menunjukkan penurunan luas ruang terbuka hijau (kebun, sawah, hutan) antara tahun 2000-2007 untuk Kota Bandarlampung sebesar 7.35 % (1449 ha), sedangkan di kawasan sekitar Bandarlampung 7.2 % (8935 ha). Perubahan penggunaan lahan terbuka menjadi lahan terbangun tidak saja terjadi pada lahan kebun dan sawah, tetapi juga hutan lindung dan register yang dilakukan tanpa ijin. Jika dilihat dari jumlah, ketersediaan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan Bandarlampung memang masih mencukupi (tahun 2010 ruang terbuka hijau di Bandarlampung 63.4 % dari luas wilayah). Tetapi jika dicermati distribusi atau penyebarannya, maka terlihat bahwa penyebaran tidak merata terutama di kawasan padat penduduk (pusat kota, kawasan perumahan) dan kawasan kritis atau rentan (bantaran sungai, kawasan pesisir, pinggir rel kereta api).

Ketersediaan air terbatas pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan. Permukiman berkembang ke kawasan pertanian yang menjadi daerah tangkapan air, sehingga kalau musim hujan menjadi banjir. Dalam wilayah Kota Bandarlampung terdapat 2 kawasan hutan yaitu: register 19 di Kecamatan Panjang dan Register 17 Tahura WAR di Kecamatan Teluk Betung Timur, dimana sebagian kawasan tersebut sudah menjadi areal terbangun. Peta Penggunaan Lahan kawasan Perkotaan Bandarlampung tahun 2008 (Lampiran 9) menunjukkan perkembangan kawasan permukiman di kawasan perkotaan sekitar Bandarlampung sudah menyebar secara acak di sepanjang jalan utama (DPU 2008).

(32)

setiap hari. Di kawasan pesisir pantai, tingkat intrusi air laut cukup tinggi, sehingga masyarakat kesulitan memperoleh air bersih.

Kota Bandarlampung merupakan salah daerah di Indonesia yang sudah menjalankan program P2KH dari Kementerian Pekerjaan Umum. Sebagai suatu program aksi yang atributnya sebagian besar berkaitan dengan infrastruktur, maka dibutuhkan alat ukur yang sama antar sektor atau jenis infrastruktur untuk mengidentifikasi kemampuan kota dalam menjaga keberlanjutan pembangunan infrastrukturnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan praktis di lapangan yang dapat mendukung perlunya penelitian ini dilakukan yaitu:

1. Banyak faktor yang berpengaruh dalam pembangunan infrastruktur perkotaan berkelanjutan yang memerlukan adanya suatu tolok ukur dan sampai saat ini belum ada kriteria dan indikator sebagai tolok ukur pembangunan infrastruktur perkotaan berkelanjutan tersebut.

2. Pembangunan infrastruktur perkotaan belum mempertimbangkan pilar pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan) secara terpadu, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan dan cenderung tidak berkelanjutan.

3. Kebijakan pembangunan infrastruktur perkotaan cenderung belum terpadu dan tidak akomodatif terhadap berbagai kepentingan pihak terkait. Kebijakan tersebut ada dalam beberapa bentuk rencana pembangunan yang menjadi acuan pembangunan daerah, sehingga tidak mudah untuk koordinasi baik secara vertikal (pusat-daerah) maupun secara horisontal (antar sektor). Pembangunan infrastruktur juga belum melibatkan berbagai kepentingan antara lain masyarakat, pemerintah, swasta, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.

Penelitian terdahulu berkaitan dengan permasalahan praktis di atas, umumnya masih bersifat parsial, belum menyusun indikator untuk berbagai jenis infrastruktur secara terpadu, sehingga model kebijakan pembangunan infrastruktur perkotaan yang dihasilkan masih terbatas pada jenis infrastruktur tertentu. Dari sisi metodologi yang digunakan pada studi terdahulu, juga belum menganalisis kebijakan yang sudah ada saat itu dan belum melakukan proses umpan balik (feedback) terhadap hasil modeling yang dilakukan. Jadi belum ada desain kebijakan perkotaan yang menyeluruh yang memadukan aspek fungsi (sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan) serta elemen pembangunan (seperti: pendanaan, kelembagaan, wilayah, teknologi dan partisipasi masyarakat) dalam pembangunan infrastruktur perkotaan. Adapun pertanyaan penelitian adalah:

1. Apakah kriteria dan indikator untuk mengukur tingkat keberlanjutan pembangunan infrastruktur kota dan indikator manakah yang paling berpengaruh atau prioritas dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan?

2. Bagaimanakah status keberlanjutan berbagai jenis infrastruktur kota saat ini berdasarkan kriteria dan indikator tersebut ?

(33)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan umum penelitian, maka tujuan khususnya adalah :

1. Menganalisis status keberlanjutan infrastruktur kota berdasarkan penilaian objektif dan subjektif (persepsi) dengan menggunakan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur berkelanjutan.

2. Merumuskan indikator prioritas dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota.

3. Merancang model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota dengan sistem dinamis.

1.4Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan ini adalah:

1. Dalam konteks akademik adalah pentingnya kajian kasus studi tentang infrastruktur kota yang berkelanjutan sebagai salah satu unsur lingkungan binaan yang berpengaruh dalam ekosistem kota berkelanjutan. Jadi hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam mendukung pembangunan kota berkelanjutan, karena infrastruktur adalah unsur penting untuk mendukung pembangunan kota berkelanjutan.

2. Dalam konteks praktis, memberikan pemahaman kepada stakeholder kota khususnya pemerintah kota, bahwa perlunya pembangunan infrastruktur berkelanjutan untuk mendukung pembangunan kota berkelanjutan dan memberikan masukan pada stakeholder kota tentang: (a) kriteria dan indikator yang berpengaruh dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota, dan (b) model pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota.

1.5 Kebaruan

Kebaruan dalam penelitian ini mencakup metodologi dan substansi sebagai berikut:

1. Dalam lingkup metodologi adalah pengembangan metode Rapid Appraisal of Fisheries (Rapfish) yang digunakan untuk mengukur status keberlanjutan infrastruktur kota dan diberi nama Rapid Appraisal of Infrastructure (Rapinfra).

2. Dalam lingkup substansi, secara umum penelitian ini mengembangkan tentang model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan secara khusus adalah pengembangan:

(34)

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Komponen infrastruktur pada dasarnya sangat luas dan banyak. Kelompok infrastruktur menurut Grigg (1988) adalah: (1) jalan (jalan, jalan raya, jembatan; (2) pelayanan transportasi: transit, pelabuhan, terminal, jaringan rel, stasiun, bandar udara; (3) air: jaringan air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air; (4) limbah: manajemen limbah padat (5) energi: jaringan gas dan minyak bumi; dan (5) bangunan dan fasilitas olah raga luar. Hudson et al. (1997) mengemukakan bahwa infrastruktur mencakup 7 aspek yaitu: transportasi, air (air bersih dan air limbah), pengelolaan sampah, produksi dan distribusi energi, bangunan, fasilitas rekreasi dan komunikasi. Suripin (2004) mengelompokkan infrastruktur perkotaan dalam 7 bagian yang terdiri dari prasarana dan sarana yaitu: 1) air: meliputi air bersih, sanitasi, drainase, dan pengendalian banjir; 2) jalan: meliputi jalan raya, jalan kota, dan jembatan; 3) transportasi: meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta api, pelabuhan dan pelabuhan udara; 4) pengelolaan limbah: sistem manajemen air limbah dan sampah; 5) bangunan kota: pasar, sarana olah raga terbuka (out door); 6) energi: meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas; dan 7) telekomunikasi. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 378/1987 tentang Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, pada Lampiran 22 mendefinisikan prasarana lingkungan adalah jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah dan jaringan listrik. Infrastruktur menurut DPU (2005) meliputi: jalan, permukiman dan perumahan, prasarana air minum, prasarana air limbah, prasarana sampah, prasarana penyehatan, dan prasarana lingkungan lainnya, seperti ruang terbuka hijau (RTH).

Infrastruktur perkotaan yang diamati dalam penelitian ini dibatasi pada prasarana dasar yang berupa jaringan dan sangat mempengaruhi pembangunan perkotaan yaitu: jaringan transportasi (jalan), jaringan air (air bersih, air kotor, air hujan/drainase), jaringan persampahan dan jaringan ruang terbuka hijau, karena adanya keterbatasan data dan waktu yang tersedia dalam pelaksanaan penelitian ini. Infrastruktur bidang pekerjaan umum (sumber daya air, bina marga dan cipta karya) mempunyai peran strategis dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, memberi kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, serta bagi peningkatan kualitas lingkungan hidup (KPU 2010).

(35)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan infrastruktur kota dan keberkelanjutannya. Untuk menyusun suatu kerangka teoritik bagi penelitian ini, maka dilakukan penelusuran kepustakaan terhadap substansi terkait yang meliputi konsep pembangunan berkelanjutan, pembangunan kota berkelanjutan, infrastruktur berkelanjutan, dan sistem perencanaan pembangunan infrastruktur kota. Penelusuran kepustakaan difokuskan pada pada jurnal dan buku dengan kata kunci yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: kota berkelanjutan, infrastruktur berkelanjutan, dan indikator kota dan infrastruktur berkelanjutan. Publikasi jurnal dan buku yang dikaji terutama adalah yang dipublikasikan dalam 14 tahun terakhir yaitu antara tahun 1999 – 2013.

2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi pusat perhatian dalam pertimbangan kebijakan di seluruh dunia sejak adanya publikasi laporan Bruntland tahun 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan masyarakat masa depan untuk memenuhi kebutuhannya atau dengan mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang (WCED 1987). Komisi Bruntland memberikan definisi pembangunan berkelanjutan sebagai suatu proses dimana eksploitasi sumber daya, arahan investasi, dan perubahan kelembagaan semuanya serasi dengan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia.

Konsep pembangunan berkelanjutan terus mendapat sambutan yang luas dari para pemerhati pembangunan dan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan dilihat dalam 3 dimensi yaitu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi sebagai “a triangular framework” (Munasinghe 1993, Serageldin 1996) seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Unsur pembangunan berkelanjutan (Munasinghe 1993)  Penilaian lingkungan

 Valuasi lingkungan  Internalisasi

 Penanggulangan kemiskinan  Pemerataan  Kelestarian

 Kesempatan Kerja  Redistribusi pendapatan  Resolusi Konflik

(36)

Konsep pembangunan berkelanjutan lahir sebagai hasil perdebatan cara pandang antara pendukung pembangunan dan pendukung lingkungan

(environmentalist). Perbedaan ini mempengaruhi bagaimana manusia melihat gagasan bahwa sumber daya alam itu terbatas dan oleh karenanya harus ada pengaturan penggunaannya. Namun ada titik temu keduanya, konsep pembangunan berkelanjutan kemudian merupakan upaya untuk mengkombinasikan kebutuhan mendesak akan pembangunan dan pentingnya menjaga lingkungan. Pembangunan berkelanjutan memiliki arti yang berkaitan dengan ekonomi dan ekologi sekaligus, dimana pertumbuhan ekonomi ingin ditopang oleh kelestarian fungsi ekologis dari alam sekitar, sehingga ekonomi dapat terus-menerus tumbuh tanpa batas. Pembangunan ekonomi biasanya memiliki tujuan untuk meningkatkan produksi barang dan jasa untuk meningkatkan kesejahteraan, sedangkan ekologi untuk menghasilkan jasa lingkungan.

Nijkamp (2001) dalam “Pathways to Urban Sustainability” menuliskan

bahwa isu pembangunan berkelanjutan telah menjadi paradigma kebijakan yang dominan sejak akhir abad 20 sampai dengan sekarang. Dengan demikian pengembangan kebijakan yang mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan mempunyai ciri yaitu: (1) visioner menuju ruang dan waktu masa depan (jangka menengah/jangka panjang) yang lebih baik (non declining dan pemerataan antar waktu), (2) keterpaduan sistem sosial, ekonomi, ekologi dan sistem politik, (3) membangun partisipasi dan kebersamaan semua stakeholder

dalam rencana dan tindakan yang menjamin keberlanjutan.

2.2 Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan

Semenjak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Stockholm tahun 1972, diperkuat dengan KTT Rio De Janeiro (1992), City Summit di Istambul (1996) dan terakhir World Summit di Johannesburg (2002), maka disepakati bahwa pembangunan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan meliputi aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya. Sitorus (2014) mendukung pendapat tersebut untuk pembangunan wilayah (termasuk di dalamnya kota) berkelanjutan erat kaitannya dengan rencana pemanfaatan lahan dan dapat diwujudkan melalui keterkaitan pengelolaan yang tepat antara sumber daya alam (lingkungan), dengan aspek sosio-ekonomi, dan budaya.

2.2.1 Perkembangan Konsep Kota Berkelanjutan

(37)

kota yang selalu membesar akibat berkembangnya aktivitas modern yang harus diakomodasi kota. Kota modern memerlukan berbagai bangunan dan infrastruktur. Kemudian pada tahun 1925, Burgess mengembangkan teori konsentris atau konsep Central Bussiness District (CBD). CBD merupakan pusat kota, letaknya tepat di tengah kota dan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan aksesibilitas tertinggi dalam suatu kota.

Konsep pembangunan kota berkelanjutan mulai dikenal awal 1970-an yang mendorong keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Pada tahun 1967 sebuah kota satelit London yaitu Milton Keynes yang dirancang oleh belasan arsitek ternama diantaranya: James Stirling, Richard Rogers, dan Norman Foster, dikembangkan sebagai kota hemat energi. Meskipun secara mendasar Milton Keynes masih melanjutkan konsep garden city Ebenezer Howard, dalam banyak hal penyelesaian rancangan kota sudah menerapkan kaidah perencanaan modern, termasuk penghematan energi kota. Pola jalan kota dirancang dengan penyediaan jalur pedestrian dan sepeda yang menerus di seluruh kota, sehingga mendorong warga Milton Keynes untuk berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum. Hal ini memungkinkan konsumsi energi kota dapat dihemat secara signifikan.

Awal abad 20, konsep eco-town atau green city atau kota ramah lingkungan yang berbasis ekologi dan mensyaratkan zero carbon atau carbon neutral melalui penggunaan energi yang efisien dan pengolahan limbah secara terpadu mulai dikenal. Register (2006), dalam Ecocity-Building Cities in Balance with Nature menyatakan bahwa ecocity adalah kota yang minimum dalam penggunaan energi, penggunaan air dan pengeluaran limbah, serta menggunakan material bangunan ramah lingkungan.

Di negara barat yang telah memiliki banyak pengalaman dalam pengelolaan kota, konsep kota berkelanjutan yang berkembang seperti:

Sustainable Cities oleh Walter tahun 1992, The Ecological City oleh Platt tahun 1994, Postmodern Cities and Space oleh Watson, tahun 1995 dan City as Landscape oleh Turner tahun 1996, Dimensions of the Eco-city oleh Roseland tahun 1997 dan Advances in urban ecology (Alberti 2009). Menurut Suzuki et al.

(2010) eco/green city adalah kota yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui perencanaan dan pengelolaan kota terpadu yang memanfatkan sepenuhnya sistem ekologis serta melindungi dan memeliharanya bagi generasi mendatang.

Konsep green city banyak digunakan para perencana kota dalam beberapa tahun terakhir, walaupun sebenarnya konsep ini sudah lama dikembangkan dalam

eco-city atau urban ecology. Di seluruh dunia, kota hijau sudah menjadi model pengembangan perkotaan yang baru, seperti: di benua Amerika, Asia, Eropah, Australia, maupun Afrika (Ernawi 2012). Menurut Kahn (2006), green cities

adalah kota yang memiliki air dan udara yang bersih, taman dan jalan yang nyaman, berketahanan (resilient) terhadap bencana alam, tingkat infeksi terhadap penyakit rendah, mendorong perilaku hijau dengan penggunaan transportasi umum, dan dampak lingkungan yang rendah. Jadi eco-city atau green-city

(38)

mempunyai misi untuk membangun kota-kota yang ekologis dan seimbang dengan alam.

Kota berkelanjutan adalah suatu kawasan perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan ekonomi global dan mampu pula mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan (Budihardjo dan Sujarto 2005). Dalam perencanaan kota berkelanjutan, ada tiga hal utama yang menjadi prioritas yaitu: (1) kebijakan hendaknya berjangka panjang, visioner, adaptif terhadap perubahan dan secara holistik mendekati kompleksitas masalah; (2) kebijakan dikaji dengan mempertimbangkan aspek sosial budaya, ekonomi dan lingkungan; (3) kebijakan memperluas partisipasi dan keterlibatan masyarakat (Ahmad 2002). Selain itu, menurut Budimanta (2005) kota berkelanjutan seperti Singapura, Tokyo dan Bangkok dibangun dengan cara berfikir yang integratif, perspektif jangka panjang, mempertimbangkan keberagaman dan distribusi keadilan sosial ekonomi yang lebih baik. Research Triangle Institute (1996) dalam Ahmad (2002) merekomendasikan untuk menciptakan kota yang berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan “Lima E” yaitu

economy (ekonomi), ecology (lingkungan), engagement (keterlibatan), energy

(sumber daya), equity (kesetaraan).

Kota yang berkelanjutan secara fisik adalah sebuah kota dimana permukiman, fasilitas umum sosial,prasarana dan tempat usaha yang ada, dapat secara terus menerus mendukung keberlanjutan penduduk kota tersebut (Suganda 2007).

Di Indonesia, konsep kota berkelanjutan diimplementasikan pada Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Menurut Ernawi (2011) tujuan P2KH adalah meningkatkan kualitas ruang terbuka kota yang berkelanjutan dan menciptakan kota yang responsif terhadap perubahan iklim. Kementerian Lingkungan Hidup (2008) dan Ernawi (2012) mendefinsikan green cities (kota hijau atau kota ramah lingkungan) adalah kota yang sehat secara ekologis, memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan dan menyinergikan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (lingkungan, sosial dan ekonomi).

Berdasarkan tinjauan pustaka diketahui bahwa banyak definisi dan konsep yang berkembang tentang kota berkelanjutan maupun kota hijau dari berbagai perspektif, dan antara kota hijau dan kota berkelanjutan seringkali dipertukarkan. Pada dasarnya hampir semua konsep tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia.

2.2.2 Indikator Kota Berkelanjutan

(39)

pembangunan berkelanjutan adalah: Dashboard of Sustainable (DS),

Environmental Sustainable Index (ESI), Welfare Index (WI), Indeks of Sustainable Economic Welfare (ISEW), dan Genuine Progress Indicators (GPI).

Indikator kota berkelanjutan yang ditetapkan oleh Asian Green City Index

meliputi 8 aspek yaitu: (1) Energi dan CO2; (2) Penggunaan lahan dan bangunan (termasuk di dalamnya ruang terbuka hijau); (3) Transportasi; (4) Sampah; (5) Air; (6) Sanitasi; (7) Kualitas udara; (8) Environmental Governance.

Kebijakan kota berkelanjutan yang dikeluarkan berdasarkan German Green City Index meliputi green energy, green building and land use, green transportation, green waste, green water, air quality, environmental gavernment

dan green open space. Kebijakan untuk masing-masing aspek tersebut adalah: (1) Energi dan CO2 yaitu kebijakan penurunan emisi dan kebijakan energi bersih; (2) Penggunaan lahan dan bangunan yaitu kebijakan eco/green building dan kebijakan penggunaan lahan; (3) Transportasi yaitu kebijakan transportasi misal atau angkutan umum dan kebijakan penggunaan sepeda dan pejalan kaki; (4) Sampah yaitu kebijakan pengelolaan sampah dan daur ulang sampah; (5) Air yaitu kualitas dan kebijakan keberlanjutan air; (6) Kualitas Udara yaitu kebijakan udara bersih dan tingkat maksimum NO2 dan SO2; (7) Environmental governance yaitu kebijakan pengelolaan lingkungan dan monitoring; (8) Ruang Terbuka Hijau (RTH) yaitu kebijakan RTH public dan private dan kebijakan berbasis ekologi.

Azwar et al. (2013) menyatakan bahwa indikator kota ekologis (ecological city) terdiri dari 8 komponen utama yaitu: penggunaan lahan, transportasi, bangunan, ruang terbuka hijau, jaringan infrastruktur, energi, air dan sinar matahari. Indikator kota yang pernah dikembangkan IAP (Ikatan Ahli Perencanaan) adalah indikator kota nyaman (liveable city) yang terdiri dari 9 aspek yaitu: tata ruang, lingkungan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, infrastruktur, ekonomi, keamanan dan sosial. Pada akhir tahun 2009 Ikatan Ahli Perencana (IAP) merilis Most Liveable City Index. Most Liveable City Index

merupakan sebuah indeks tahunan yang menunjukkan tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal, menetap dan beraktivitas di suatu kota yang ditinjau dari berbagai aspek perkotaan. Indeks ini dihasilkan dengan dengan pendekatan : ”Snapshot, Simple and Actual” yang dilakukan melalui popular survey kepada 1200 warga di 12 Kota Besar di Indonesia. Penelitian dilakukan di 12 kota besar, yaitu : Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Menado, Makassar dan Jayapura (Muttaqin 2009).

Pada tahun 2009, Departemen Pekerjaan Umum menetapkan 8 atribut kota berkelanjutan melalui Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2010 sampai tahun 2025. Atribut tersebut adalah green planning and design, green open space, green community, green waste, green building, green energy, green water,dan green transportation.

Dari berbagai indikator kota berkelanjutan yang dikembangkan di dalam dan luar negeri, maka dapat dirangkum dalam 10 isu utama yaitu: 1. Akses penduduk pada ruang terbuka hijau atau green open space atau ruang terbuka hijau; 2. Lingkungan sehat yang diukur dari air quality (kualitas udara); 3. Penggunaan sumber daya yang efisien (energi, air, limbah, dan sampah) atau

Gambar

Tabel 1 Kajian studi kriteria dan indikator kota berkelanjutan
Tabel 2  Kajian penelitian terdahulu tentang infrastruktur berkelanjutan
Tabel 3 (Lanjutan)
Gambar 2 Kerangka penilaian sistem infrastruktur berkelanjutan (Sahely et al. 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

berkelanjutan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa dimensi hukum dan kelembagaan, ekonomi, dan infrastruktur dan teknologi, ketiga dimensi tersebut masuk pada kategori

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian terkait “Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Kendari”, maka dapat disimpulkan

Berbagai penelitian telah menunjukan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana sebagian penelitian menunjukan bahwa pembangunan infrastruktur memiliki

Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa skenario pembangunan Jambi yang lebih mengandalkan sumber daya lokal dan berbasis ekonomi nonekstraktif, namun tetap tidak menafikan pertumbuhan

Kendala dalam implementasi kebijakan Ex-Officio terhadap pembangunan Infrastruktur Pelabuhan Penumpang Domestik di Kota Batam Tahun 2021 Kendala dalam penerapan kebijakan

Investasi dalam proyek infrastruktur berkelanjutan diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya saing ekonomi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan

PERUBAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN PETERONGAN PASCA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN Pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan,

Pilar Ekonomi NO TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN JMLH INDIKATOR TPB 1 Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, Berkelanjutan dan Modern untuk Semua 4 2 Meningkatkan Pertumbuhan