• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum islam tentang pernikahan fasakh: studi kasus pernikahan Jonas Rivanno dan Asmiranda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum islam tentang pernikahan fasakh: studi kasus pernikahan Jonas Rivanno dan Asmiranda"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Rudi Haryanto

108043200010

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil penjiplakan dari orang lain atau plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 6 November 2014

(5)

i

Pernikahan Fasakh (Studi Kasus Pernikahan Jonas Rivanno Dan

Asmiranda). Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH).

Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2014 M, Isi vii + 76 Halaman.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi atau tinjauan hukum Islam tentang pernikahan Fasakh dalam kaitannya dengan kebohongan dalam memenuhi rukun dan syarat-syarat sahnya pernikahan (studi kasus pernikahan jonas rivanno dan asmirandah) bagaimana hukum pernikahan mereka dan bisakah mereka untuk menikah kembali, dan dikasus pernikahan ini adanya proses kristenisasi atau pemurtadan yang dilakukan oleh para misionaris untuk merusak aqidah umat Islam dengan cara perkawinan.

Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif analisis deskriptif Research Library (Studi Pustaka) dari buku ke buku, objek penelitian ini adalah pernikahan jonas rivanno dan asmirandah, untuk mengetahui bagaimana hukum pernikahan mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad nikah mereka sah karena mempelai pria dianggap beragama Islam, setelah mempelai pria itu mengeluarkan statement ke media bahwa dia tidak pernah masuk Islam (mualaf) maka pernikahan mereka gugur atau batal secara agama (Fasakh), dan mereka bisa kembali lagi dalam ikatan pernikahan jika si suami kembali ke agama Islam sebelum habis masa iddah sang istri, dan dalam kasus ini ditemukan adanya proses kristenisasi atau pemurtadan yang dilakukan oleh para misionaris.

Pembimbing : Dr. Phil.J.M. Muslimin, MA.

(6)

ii Assalamualaikum Wr, Wb

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik dan segala sumber ilmu, yang hidayahnya diberikan kepada makhluk-Nya, sehingga penulis yang berada pada bagian yang amat kecil dari sebuah titik makhluk-Nya, mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN FASAKH (Studi Kasus

Pernikahan Jonas Rivanno Dan Asmiranda)” shalawat beserta salam tak lupa

atas baginda makhluk yang paling mulia Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan Al-Qur’an sebagai penjelasan kepada manusia melalui haditsnya.

Penulis menyadari kiranya skripsi yang merupakan tugas akademik ini, ternyata banyak orang yang ikut memberikan aspirasi, inspirasi dan motivasi yang dibutuhkan penulis dalam proses penyelesaiannya. Maka dari itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tulus dari hati kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Phil. J.M. Muslimin, MA. dan sekaligus pembimbing skripsi saya, terima kasih atas ketulusan dan kesabarannya dalam membimbing saya sehingga terselesaikannya skripsi ini dan terima kasih banyak untuk nasehat-nasehat dan ilmu yang telah bapak berikan kepada saya.

(7)

iii

3. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan arahan dan pengembangan intelektualitas penulis dalam menyelesaikan program kuliah.

4. Para pegawai/staf Fakultas Syariah dan Hukum serta pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada penulis.

5. Ibuku Rasitem yang tersayang dan terhebat, seorang single parents yang bisa menyekolahkan keempat anaknya sampai kependidikan yang lebih

tinggi, Do’aku selalu menyertaimu Mom, semoga sehat selalu dan selalu

dalam lindungan-Nya, terima kasih buat kakak-kakakku, Yu Sani yang sampai saat ini entah dimana keberadaannya dan bagaimana kabarnya, karena dialah aku bisa melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi, semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya, Aa Damun yang selalu ada untuk memberi motivasi dan yang membiayai aku kuliah sampai aku lulus, dan Yu Lina yang selalu memberi nasehat-nasehat dan memasak masak kesukaanku, terima kasih banyak keluarga kecilku.

(8)

iv

Umam, Acal, Sucux, Daus, Faris, Srinelvia Edwitri, Liana Sakdiah, Bang Ridwan Nurdiansyah (Irex), UKM KALACITRA Bang Jangkrik, Latif, Bang Gembel, Sabqi, Kikim, Elisha, Dias, Zuli Istiqomah, Khaidar (Temon), Didik, Rahadian Wijaya, terima kasih telah menemani dan banyak memberikan hal positif kepada penulis selama masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Keluarga Icha (Forte), Keluarga Puput, Keluarga Dewi Puspitasari, Keluarga Eni, Keluarga Fandi Ahmad, Keluarga Sigit Budiyono, Keluarga Robbi Cahyadi, Keluarga Hadi Priyono, Keluarga Inang, maturnuwun sedulur-sedulurku kabeh telah menerima dengan baik kehadiran penulis di tengah-tengah keluarga.

8. Teman-teman Kelas Perbandingan Hukum Angkatan 2008 Sigit Budiyono, Fandi Ahmad, Maman Abdurahman, Robbi Cahyadi, Rian Badruzzaman, H. Imam Taufik, Rizki Syafaat, Imron Rosadi, Imam Syafei, Hayu Arafika, Ahsan Septianto Purnomo, Gesha Romadona, Nawaul huriyah, Perbandingan Madzhab Fiqh Angkatan 2008, Fauzan, Azis, maturnuwun sedulur-sedulurku kabeh Kalian telah memberikan Kenangan yang terindah selama penulis belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

v

Didi Abdirahim, Hary Hariyanto, Sofyan, Yavi Azhar, Heru (Bangor), Reza Mustaqim, Zahrina, Minda WH Yasin, Agustia, maturnuwun sedulur-sedulurku kabeh untuk semua kebaikan kalian.

Dengan hamparan kedua tangan disertai ketulusan hati, penulis

mendo’akan semoga bantuan, dukungan, bimbingan dan perhatian yang

telah diberikan oleh semua pihak akan mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayat serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sepenuhnya dapat menenteramkan kegelisahan intelektual serta menyirami dahaga ilmiah, untuk itu penulis sangat berlapang dada menerima masukan-masukan apalagi kritik konstruktif. Semoga skripsi dihadapan anda dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.

Jakarta, 17 Juni 2014

(10)

vi

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka (Study Review) ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KEBOHONGAN (PENIPUAN) DAN PERNIKAHAN FASAKH MENURUT PARA ULAMA A. Pengertian Kebohongan... 10

B. Macam-macam Kebohongan ... 12

C. Bentuk-bentuk Kebohongan, Unsur dan Akibat Hukumnya .... 15

D. Hukum Kebohongan atau Penipuan Dalam Islam... 19

E. Hukum Pernikahan Fasakh Menurut Para Ulama ... 25

BAB III MENJELASKAN TENTANG RUKUN DAN SYARAT-SYARAT PERNIKAHAN A. Rukun-rukun Pernikahan ... 35

1. Sighat Pernikahan ... 38

2. Mempelai (Calon Suami Atau Istri) ... 42

3. Wali ... 43

[image:10.595.105.524.146.564.2]
(11)

vii

2. Sighat Ijab dan Qabul Harus Kekal dan Tidak Temporal ... 54

3. Kesaksian ... 55

4. Menentukan Kedua Mempelai ... 57

5. Salah Satu Mempelai Atau Wali Tidak Sedang dalam Keadaan Haji Atau Umrah ... 58

6. Mahar (Maskawin) ... 59

7. Wali ... 60

C. Nikah Fasakh (Beda Agama Atau Campuran ... 60

BAB IV ANALISIS HUKUM STATUS PERNIKAHAN FASAKH MENURUT HUKUM ISLAM A. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Pernikahan Fasakh ... 68

B. Analisis Status Hukum Pernikahan Fasakh Menurut Hukum Islam ... 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

(12)

1

A.Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan masyarakat indonesia yang semakin kompleks, permasalahan yang terjadi juga semakin kompleks. Terutama juga kompleksitas masalah pernikahan, yang antara lain pernikahan campuran, kontrak, dan beda agama.

Dimana, pernikahan merupakan hal yang sangat penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya pernikahan rumah tangga dapat ditegakan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. 1

Tujuan dari pernikahan itu adalah membentuk suatu keluarga sakinah mawaddah warrahmah perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu, agar tujuan yang disyariatkannya perkawinan tercapai.2

Namun dalam memilih pasangan hidup makin tak mungkin dibatasi sekat geografis, etnis, warna kulit, bahkan agama. Jika dahulu orang-orang di Indonesia menikah dengan orang yang paling jauh beda kabupaten, sekarang sudah kerap dengan orang beda provinsi bahkan negara.

1

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), h. 1.

2

(13)

Pernikahan beda agama pun tak terhindarkan. Globalisasi meniscahyakan perjumpaan tak hanya terjadi antar orang-orang yang satu agama, melainkan juga beda agama. Tunas cinta bisa bersemi di kantor-kantor modern yang dihuni para karyawan beragam agama, para artis di lokasi syuting. Ruang-ruang publik seperti kafe, mall, dan lain-lain membuat perjumpaan kian tak tersekat agama. Sekat primodial agama terus luluh diterjal media sosial seperti facebook dan twitter. Orang tua tak mungkin membatasi agar anaknya hanya bergaul dengan yang seagama.

Pengaturan mengenai perkawinan beda agama di berbagai negara sangat beragam. Di satu sisi ada negara-negara yang membolehkan perkawinan beda agama, dan di sisi lain terdapat negarayang melarang, baik secara tegas maupun tidak tegas, adanya perkawinan beda agama.3

Masalahnya, dengan adanya perkawinan beda agama yang terjadi suatu perbedaan prinsipil dalam perkawinan itu sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai masalah yang rumit untuk diselesaikan kemudian hari. Oleh karena itu, hal ini banyak mendapat tantangan dari masyarakat luas, tetapi juga oleh hukum positif di negara kita serta hukum agama yang mereka anut.

Walau tidak dapat dipungkiri ada saja pihak yang pro terhadap pernikahan beda agama ini. Islam sendiri sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia sebenarnya juga menentang keras mengenai keberadaan pernikahan antar agama di dalam masyarakat Indonesia saat ini. Sangat dilarang bagi umat Islam untuk menikahi pasangan yang non muslim.

3

(14)

Dalam firman Allah telah disebutkan di surat Al-Baqa‟rah ayat 221 yang mengharamkan orang Islam menikah dengan laki-laki dan perempuan musyrik. Pada firman Allah SWT di surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang melarang orang Islam menikah dengan orang kafir.

Kasus pernikahan beda agama yang lebih dikenal dengan istilah perkawinan campuran sampai sekarang masih merupakan masalah yang sensitif ditengah masyarakat kita, karena kasus ini masih sering terjadi, baik dikalangan masyarakat biasa maupun dikalangan selebritis. Masyarakat awam pernikahan beda agama merupakan sesuatu hal yang baru tabu karena mereka tahu hal yang seperti itu adalah sesuatu yang dilarang agama, padahal sebenarnya kasus seperti itu telah terjadi di jaman Rasulullah SAW, tapi kebanyakan mereka mengkaji lagi larangan yang mereka ketahui itu.

(15)

Saat ini Forum Pembela Islam (FPI) memiliki bukti-bukti pernikahan Jonas Rivanno dan Asmiranda, termasuk bukti Jonas Rivanno memakai identitas Islam. Bukti tersebut diantaranya surat pernikahan, rekaman syahadat Jonas, surat pengantar nikah, asal-usul Jonas Rivanno, dan KTP Islam.4

Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Seni dan Budaya KH A Cholil Ridwan menganggap pernikahan Asmirandah dan Jonas Rivanno gugur. Pasalnya, Jonas tidak mengakui keislamannya di depan mata.

Padahal, Menurut Cholil, Kantor Urusan Agama (KUA) menikahkan Asmirandah dan Jonas secara Islam karena keduanya memiliki bukti beragama Islam. Jonas sendiri memang telah melakukan proses mualaf dibimbing oleh ketua MUI Depok.

Namun, Jonas membantah telah masuk Islam. Cholil pun berpendapat jika keislaman Jonas gugur karena tidak mengakui keislamannya berarti pernikahan gugur. KUA menikahkan secara Islam karena dianggap sebagai muslim.

Karena pernikahannya gugur, pasangan selebriti yang sering bermain sinetron bareng tersebut bukan suami istri. Meski diwarnai kontroversi, Jonas dan Asmirandah memang tetap suami istri dan tinggal bersama.

Menurut Cholil, masuk Islam itu menyatakan kalimat syahadat. Tapi dia tidak mengaku berarti kemualafannya gugur, keislamannya gugur. Karena Jonas tidak mengakui keislamannya, otomatis berarti bukan suami istri lagi.5

4

Diaksespadatgl 10 November 2014 dari

http://m.tempo.co/read/news/2013/11/15/219529868/FPI-pernikahan-Jonas-dan-Asmirandah-Haram

5

(16)

Dari alasan pemikiran yang telah diuraikan di atas, penulis selaku

mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum merasa tertarik untuk membahasnya

lebih lanjut dan mencoba untuk membuat karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pernikahan Fasakh (Studi

Kasus Pernikahan Jonas Rivanno dan Asmiranda)”.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana menurut MUI dan Ulama terhadap pernikahan Jonas dan Asmiranda setelah statment Jonas?

2. Apakah mereka masih bisa untuk menikah kembali? C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian.6

Dalam penelitian ini, karena masalah yang akan diteliti cukup luas oleh karena itu penulis memberi batasan sebagai berikut:

a. Dengan judul, pernikahan Fasakh menurut perspektif hukum Islam b. Penelitian ini hanya pada kasus Jonas Rivanno dan Asmiranda

6

(17)

2. Perumusan Masalah

Agar dapat mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka perlu kiranya dirumuskan beberapa masalah berikut :

1. Bagaimana menurut hukum Islam mengenai pernikahan Fasakh Jonas Rivanno dan Asmiranda?

2. Apakah mereka masih bisa untuk menikah kembali? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mencoba untuk memberikan informasi tentang pengetahuan hukum Islam terhadap pernikahan yang terjadi antara Jonas Rivanno dan Asmiranda. Penelitian ini memiliki tujuan utama sebagai berikut:

a) Mengetahui bagaimana hukum Islam terhadap pernikahan Fasakh yang terjadi antara Jonas Rivanno dan Asmiranda setelah adanya statement Jonas Rivanno.

b) Mengetahui pendapat dari MUI, KUA, dan Ulama terhadap pernikahan Fasakh Jonas Rivanno dan Asmiranda.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan baik bagi masyarakat maupun bagi peneliti adalah:

(18)

b) Bagi akademisi, untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan referensi sebagai mahasiswa, staf pengajar, dan lainnya dalam menunjang penelitian selanjutnya.

c) Bagi prodi, untuk memperluas informasi dalam rangka menambah dan meningkatkan khazanah pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum pernikahan beda agama.

d) Bagi masyarakat, untuk memberikan informasi mengenai hukum Islam pernikahan fasakh yang dilakukan antara Jonas Rivanno dan Asmiranda.

E. Tinjauan (Review) Study Terdahulu

Penelitian tentang pembahasan ini memang bukan penelitian yang pertama, penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh:

1. Wahyu Sunandar, Skripsi, Fakultas Ushuluddin, 2011 berjudul Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang bada agama dan respon para pemuka agama terhadapnya. Dalam penelitian ini membatasi masalah pada perbedaan antara perkawinan beda agama menurut fatwa MUI Nomor:4/Munas VII/MUI/8/2005.

(19)

Karena pernikahan beda agama bukan menyangkut Islam saja tetapi lebih bersifat umum antar agama lainnya.

Persamaan penelitian saudara Wahyu dengan penelitian saya ini adalah sama-sama membahas tentang pernikahan beda agama menurut Islam. Adapun perbedaannya yang menjadi subyek penelitian ini adalah pelaku pernikahan yang beda agama.

2. Dedi Irawan, Skripsi, Fakultas Ushuluddin, 2010 berjudul Pernikahan beda keyakinan dalam Al-qur‟an (Analisis penafsiran al-Maraghi atas Q.S al-Baqarah ayat 221 dan Q.S. al-Maidah ayat 5). Dalam penelitian ini membatasi masalah dengan melihat bagaimana pemahaman Al-Maraghi tentang pernikahan beda agama melalui surat Baqarah ayat 221 dan al-Maidah ayat 5. Kesimpulan dari penelitian ini adalah laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita musyrik, karena walaupun laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, akan tetapi orang musyrik itu selalu mengajak untuk terjerumus dalam kemusyrikan. Wanita muslimah tidak boleh menikahi laki-laki non muslim baik dari kalangan musyrikin maupun kalangan ahlul kitab, karena ditakutkan wanita tersebut akan mengikuti agama suaminya.

Persamaan penelitian saudara Dedi Irawan dengan penelitian saya adalah bagaimana pernikahan beda agama menurut hukum Islam pada ayat

Al-qur‟an. Adapun perbedaannya, lebih fokus pada kasus Jonas Rivanno dan

(20)

F. Sistematika Penulisan

Sistimatika penulisan yang dipergunakan dalam skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, memiliki kandungan atau isi yang saling berkaitan dalam proses penelitian dan untuk analisa hasil penelitian dilapangan, berikut adalah ulasan mengenai isi dari tiap bab tersebut. Berikut ini akan diuraikan sistimatika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) studi terdahulu, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori Bab ini berisi tentang Menguraikan pengertian Umum kebohongan dan pernikahan Fasakh menurut pendapat para ulama.

BAB III Yaitu Berisi Tentang Rukun Dan Syarat-syarat perkawinan Menurut Hukum Islam.

BAB IV Yaitu berisi tentang analisis Hukum Islam terhadap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pernikahan Fasakh.

(21)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PENGERTIAN KEBOHONGAN

(PENIPUAN) DAN PERNIKAHAN FASAKH MENURUT PARA ULAMA

A. Pengertian Kebohongan

Kebohongan (juga disebut kepalsuan) adalah jenis penipuan dalam bentuk pernyataan yang tidak benar, terutama dengan maksud untuk menipu orang lain, seringkali dengan niat lebih lanjut untuk menjaga rahasia atau reputasi, perasaan melindungi seseorang atau untuk menghindari hukuman untuk tolakan satu tindakan. Berbohong adalah menyatakan sesuatu yang tahu tidak benar atau bahwa orang tidak jujur yakni benar dengan maksud bahwa seseorang akan membawanya untuk kebenaran. Seorang pembohong adalah orang yang berbohong sebelumnya telah berbohong, atau yang cenderung oleh alam untuk berbohong, berulang kali bahkan ketika tidak diperlukan.7

Bohong (Kepalsuan) adalah penyakit yang menghinggapi masyarakat di segala zaman. Bohong adalah penyebab utama bagi timbulnya segala macam bentuk kejelekan dan kerendahan. Suatu masyarakat takkan lurus selamanya jika perbuatan bohong ini merajalela di antara individu-individunya. Dan suatu bangsa takkan bisa menaiki tangga kemajuan kecuali jika berlandaskan pada kejujuran. Perbuatan bohong akan menimbulkan rasa saling membenci antara sesama teman. Rasa saling mempercayai antar sesama akan hilang, dan akan tercipta suatu bentuk masyarakat yang tidak berlandaskan asas saling tolong-menolong atau gotong royong. Apabila

7

(22)

bohong sudah merajalela ke dalam tubuh masyarakat, maka hilanglah rasa senang dan keakraban antara anggota-anggotanya. Mengingat dampaknya yang sangat negatif dan membahayakan masyarakat, maka Islam melarang berbohong dan menganggap perbuatan ini sebagai perbuatan dosa besar.8

Berbohong biasanya digunakan untuk merujuk kepada penipuan dalam komunikasi, lisan atau tertulis. Bentuk lain dari penipuan, seperti penyamaran atau pemalsuan, biasanya tidak dianggap sebagai kebohongan, meskipun maksud yang mendasarinya mungkin sama. Namun, bahkan pernyataan yang sebenarnya dapat digunakan untuk menipu. Dalam situasi ini, itu adalah maksud yang keseluruhan berbohong, daripada kebenaran pernyataan dari setiap individu yang dianggap kebohongan.9 Dalam hal ini terdapat bentuk-bentuk kebohongan terbagi menjadi 3 yaitu:

a. Berdusta dan Saksi Dusta

Berdusta berarti mengatakan yang tidak benar untuk menyesatkan. Dusta adalah pelanggaran yang paling serius terhadap kebenaran. Berdusta berarti berbicara atau berbuat melawan kebenaran untuk menyesatkan orang yang mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran.

b. Rekayasa atau Manipulasi

Rekayasa atau manipulasi berarti menyiasati atau mengarahkan orang lain ke suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, meskipun barangkali orang lain merugi. Rekayasa dan manipulasi bersifat mengelabui.

8

Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari http://islamiwiki.blogspot.com/2012/03/ bahaya-berbohong-dan-hukumnya-dalam.html#.UvtKq85qMz0

9

(23)

c. Fitnah dan Umpatan

Fitnah dan umpatan ini sangat jahat, sebab yang difitnah tidak hadir dan tidak selalu mengetahuinya sehingga sering kali tidak dapat membela diri. fitnah dapat berkembang tanpa saringan.

Sebab-sebab kebohongan ada bermacam-macam alasan yang mendorong orang untuk melakukan kebohongan, antara lain sebagai berikut:

1. Berbohong hanya sekedar iseng, orang dapat berbohong hanya karena ingin menikmati kesenangan murahan. Orang merasa senang jika ada orang lain merasa tertipu atau terpedaya.

2. Berbohong untuk memperoleh kepentingan tertentu, para pedagang misalnya, kadang-kadang menipu untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

3. Berbohong karena takut dalam situasi terjepit, untuk menyelamatkan diri dari situasi terjepit atau dari bahaya yang membahayakan diri sendiri.10

B. Macam-macam Kebohongan

Ulama, Umara dan orang kaya adalah merupakan tiga pilar penyangga keadilan dan kebenaran. Secara simbolik, ketiganya menjadi penjaga pintu neraka agar tak seorang pun masuk kesana. Ulama, Umara dan orang kaya adalah pelindung masyarakatnya. Dalil moralistik dan idiilnya jelas: bila tiga golongan ini baik, maka baik pula masyarakatnya. Ulama menjadi teladan

10

(24)

akhlak mulia dan mencerminkan pepatah: orang pandai tempat bertanya, orang bijak perumus fatwa. Umara sebagai pemegang kendali masyarakat dan Negara, mengemban sifat amanah dan jujur, dan bukan sibuk menjaga singgahsananya sendiri, dengan resiko bohong, zalim dan keji yang sudah menjadi kezaliman disini. Orang kaya menyangga etis dan sosial menjadi dermawan, seperti tercermin dalam pepatah orang kaya tempat meminta. Maka, terkutuklah orang yang menyembunyikan kekayaannya karena takut dituntut jaksa. Ketiga pilar ini ternyata bohong, banyak Ulama yang tak peduli akan kebobrokan moral masyarakatnya. Penguasa berusaha memanggul amanat penderitaan rakyat, tapi tak sensitive dengan derita mereka. Orang kaya banyak yang berlagak sederhana, memakai kaos dan sandal ataupun sepatu murahan, demi menghindari proposal permintaan sumbangan seminar, dirinya sendiri pun dibohongi, sebagian malah gigih menjadi penguasa, tanpa merasakan adanya dilema etis maupun moral, karena etika dan moralitas bukan ukuran hidup mereka.11

Bila dipetakan secara kategoris, maka dimasyarakat kita temukan tiga jenis kebohongan:

a. Kebohongan Politik yaitu suatu jenis tindakan biasanya oleh tokoh, terutama tokoh politik yang sengaja menyembunyikan kebenaran tentang suatu perkara. Tujuannya untuk penyelamatan politis seseorang. Di pengadilan, atau dalam pemeriksaan, kebohongan ini menang, tapi rasa keadilan umum terluka dan dibiarkan terlantar tanpa pembelaan. Dari dulu

11

Diakses pada tgl 11 Februari 2014

(25)

hingga kini, orang kuat selalu selamat, saudara, sahabat atau kepercayaannya ikut aman, dan kebohongan mereka berubah menjadi kebenaran. Kebohongan inilah yang bikin Negara kita bangkrut secara total hingga kita kehilangan harga diri. Dalam dunia politik memang banyak tokoh dan jujur, tapi itu hanya cerminan moralitas individual. Dengan begitu, anggapan bahwa dunia politik itu bohong, dan culas, bukan sikap gebyah uyah, melainkan penilaian mendasar, shahih kuat, terpercaya. b. Kebohongan ilmiah yaitu perilaku culas kaum ilmuwan, yang

menggelapkan data, mengemukakan data fiktif, palsu manupulatif, atau mengklaim pemikiran dan hasil ijtihad pihak lain sebagai milik dan karyannya. Ini berbahaya bagi bukan saja dunia ilmu yang karena itu tak bakal bisa berkembang melainkan juga bagi penegakan hukum dan etika sosial karena hal itu bisa menjadi ancaman keadilan dan kebenaran. Kalau sekedar angka dan data saja dicuri, konon pula setumpuk uang rakyat yang lebih menggiurkan. Orang macam ini menjadi sangat terlatih untuk bohong. Dan potensial merusak masyarakat.

(26)

rutin yang tak terasa, tapi sebetulnya itu tindakan tiranis dan menindas. Negeri kita bangkrut karena kebohongan para tokoh.

Kita marah pada mereka, tapi lupa tiap tokoh datang dari masyarakat kita juga. Maka, demi perbaikan kita harus membenahi basis sosial di bawah, dengan pendidikan yang membentuk watak jujur, lurus, amanah, lewat cara hidup di keluarga, di kantor, di masyarakat, di sekolah, dengan kontrol sosial dan penegakan etika secara tegas. Dan kita memiliki cadangan tokoh-tokoh yang berkualitas, sikap kita pun jelas, kebohongan itu racun moral dan patologi sosial yang merusak. Para tokoh masa depan tak boleh terkena radiasi kebohongan macam itu.12

C. Bentuk-bentuk Kebohongan, Unsur dan Akibat Hukumnya

1. Penipuan pokok

Menurut pasal 378 KUHP penipuan (kebohongan) adalah barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, atau pun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.13

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang

12

Diakses pada tgl 11 Februari 2014

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0512/18/persona/2297862.htm

13

Diakses pada tgl 14 Februari 2014

(27)

untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.

Unsur-unsur penipuan pokok tersebut dapat dirumuskan: a. Unsur-unsur objektif:

1. Perbuatan: membujuk atau menggerakan 2. Yang digerakan: orang

3. Perbuatan tersebut bertujuan agar: a) Orang lain menyerahkan suatu benda b) Orang lain memberi hutang dan c) Orang lain menghapuskan piutang 4. Menggerakan tersebut dengan memakai:

a) Dengan nama palsu b) Tipu muslihat c) Martabat palsu dan d) Rangkaian kebohongan e) Unsur subjektif:

1. Dengan maksud (met het ogmerk)

2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain 3. Dengan melawan hokum.

2. Penipuan ringan

(28)

Dalam masyarakat kita binatang ternak dianggap mempunyai nilai yang lebih khusus, sehingga mempunyai nilai sosial yang lebih tinggi dari binatang lainnya.14 Akan tetapi, apabila nilai binatang ternak tersebut kurang dari Rp. 250,00- maka bukan berarti penipuan ringan:

Adapun yang dimaksud hewan menurut pasal 101 yaitu: - binatang yang berkuku satu: kuda, keledai dan sebagainya

-binatang yang memamah biak: sapi, kerbau, kambing, biri-biri dan sebagainya.

Sedangkan harimau, anjing dan kucing bukan merupakan hewan yang dimaksud dalam pasal ini.

Unsur-unsur penipuan ringan adalah:

a. Semua unsur yang merupakan unsur pada pasal 378 KUHP b. Unsur-unsur khusus yaitu:

1. Benda objek bukan ternak;

2. Nilainya tidak lebih dari Rp. 250,00-

Selain penipuan ringan yang terdapat menurut pasal 379 di atas, terdapat juga pada pasal 384 dengan dinamakan (bedrog) penipuan ringan tentang perbuatan curang oleh seorang penjual terhadap pembeli adalah dengan rumusan, perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 383 dikenai pidana paling lama 3 bulan dan denda paling banyak Rp. 900,00- jika jumlah keuntungan tidak lebih dari Rp. 250,00.15

14

Diakses pada tgl 14 Februari 2014 dari

http://efrizal93.blogspot.com/2012/03/tindak-pidana-penipuan.html

15

Diakses pada tgl 14 Februari 2014 dari

(29)

3. Penipuan Dalam Karya Ilmiah dan Lain-lain

Tindak pidana membubuhkan nama atau tanda palsu pada karya-karya pada bidang sastra, dibidang ilmu pengetahuan dan dibidang seni telah diatur dalam pasal 380 KUHP, yang menyatakan :

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak lima ribu rupiah: (1) barang siapa menaruh nama atau tanda secara palsu di atas atau didalam kesusasteraan, keilmuan, kesenian, atau memalsukan nama atau tanda yang asli dengan maksud untuk menimbulkan kesan bahwa karya tersebut berasal dari orang yang nama atau tandanya ditaruh diatas atau didalam karya tersebut, (2) barang siapa dengan sengaja menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia karya-karya sastra, ilmiah, seni atau kerajinan didalam satu di atasnya dibubuhi nama atau tanda palsu, atau yang nama atau tandanya yang asli telah dipalsu seakan-akan itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya telah ditaruh secara palsu tadi.

2. Jika karya tersebut kepunyaan terpidana, hakim dapat menyatakan karya itu disita untuk kepentingan Negara. Tindak pidana yang diatur dalam pasal 380 ayat (1) angka 1 KUHP itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

(30)

b. Unsur obyektif : barang siapa membubuhkan secara palsu suatu nama atau tanda, memalsukan nama yang sebenarnya atau tanda yang asli pada suatu karya sastra, ilmiah, seni atau kerajinan. Selain itu juga melanggar ayat (1) undang-undang No. 19 Tahun

2002 tentang hak cipta, yang berbunyi : “dalam Undang-undang ini

ciptaan yang di lindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup : buku, program komputer, pamphlet, perwajahan (lay out) karya tulis yang ditertibkan, dan semua hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime; seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi; sinematografi; terjemahan tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.16

D. Hukum Kebohongan Atau Penipuan Dalam Islam

Allah SWT telah menjadikan umat Islam bersih dalam kepercayaan, segala perbuatan dan perkataannya. Kejujuran adalah barometer kebahagiaan suatu bangsa. Tiada kunci dan ketentraman haqiqi melainkan bersikap jujur, baik jujur secara vertikal maupun horizontal.

16

(31)

Kejujuran merupakan nikmat Allah SWT yang teragung setelah nikmat Islam, sekaligus penopang pertama bagi berlangsungnya Kehidupan dan kejayaan Islam. Sedangkan sifat bohong merupakan ujian terbesar jika menimpa seseorang, karena kebohongan merupakan penyakit yang menggerogoti dan menghancurkan kejayaan Islam.

Bohong adalah perbuatan yang haram, karena membahayakan orang lain, tetapi dalam kondisi tertentu berubah hukumnya menjadi mubah bahkan wajib.17 Para ulama menetapkan pembagian hukum dusta sesuai dengan lima

kategori hukum syar‟i, meskipun pada dasarnya hukum bohong adalah haram.

Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut :

a. Haram yaitu kebohongan yang tidak berguna atau yang merugikan

orang lain menurut kacamata syar‟i.

b. Makruh yaitu dusta yang dipergunakan untuk memperbaiki kemelut rumah tangga dan yang sejenisnya.

c. Sunnah yaitu seperti kebohongan yang ditempuh untuk menakut-nakuti musuh Islam dalam sesuatu peperangan, seperti pemberitaan (yang berlebihan) tentang jumlah tentara dan perlengkapan kaum muslimin (agar pasukan musuh gentar).

d. Wajib yaitu seperti dusta yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa seorang muslim atau hartanya dari kematian atau kebinasaan.

e. Mubah yaitu misalnya yang dipergunakan untuk mendamaikan persengketaan ditengah masyarakat.18

17

Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari

http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2010/01/28/hukum-berbohong-dalam-islam/

18

Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari

(32)

Islam mengharamkan segala bentuk macam kebohongan atau penipuan, baik dalam masalah jual beli maupun dalam seluruh macam

mu‟amalah, seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam segala

urusannya, sebab keikhlasan dalam beragama, nilainya lebih tinggi daripada seluruh usaha duniawi.

Ibnu Sirin pernah menjual seekor kambing, kemudian dia berkata

kepada si pembelinya: „Saya akan menjelaskan kepadamu tentang ciri

kambingku ini, yaitu kakinya cacat. Begitu juga al-Hassan bin Shaleh pernah menjual seorang hamba perempuan (jariyah), kemudian ia berkata kepada si pembelinya: "Dia pernah mengeluarkan darah dari hidungnya satu kali." Walaupun hanya sekali, tetapi jiwa seorang mu'min merasa tidak enak kalau tidak menyebutkan cacatnya itu, sekalipun berakibat menurunnya harga.19

“Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan akan kebaikan dan kebaikan itu

akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu membawa kelaliman, dan kelaliman itu akan menghantarkan ke arah neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai

pembohong.”(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Pertanda orang yang munafik itu ada tiga: apabila berbicara berbohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya

berbuat khianat” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

19

(33)

1. Dalam ajaran agama Islam ada beberapa kebohongan yang diperbolehkan diantaranya seperti berikut :

a. Keadaan Perang atau Marabahaya

Ketika Rasulullah Saw membonceng Abu Bakar

radhiyallahu‟anhu diatas kendaraan beliau, maka jika ada seseorang

yang bertanya kepada Abu Bakar radhiyallahu‟anhu tentang

Rasulullah Saw di tengah perjalanan, beliau mengatakan, “ini adalah

seorang penunjuk jalanku.” maka orang bertanya tersebut mengira bahwa jalan yang dimaksud adalah makna hakiki, padahal yang

dimaksud oleh Abu Bakar radhiyallahu‟anhu adalah jalan kebaikan

(sabilul khair). Semata-mata demi kemaslahatan Rasulullah Saw dari ancaman musuh-musuh beliau. (HR. al-Bukhari)

b. Mendamaikan Manusia

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallah „alaihi wasallam

dalam hadits Ummu Kultsum radhiyallahu‟anha, sesungguhnya ia

berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah

dikatakan pendusta orang yang mendamaikan manusia (yang

berseteru), melainkan apa yang dikatakan adalah kebaikan.” (Mutaffaq

„Alaih)

c. Mendamaikan suami istri

Imam Muslim menambahkan dalam suatu riwayat, berkata

Ummu Kultsum radhiyallahu „anha, “Aku tidak pernah mendengar

(34)

diucapkan oleh manusia (berdusta) kecuali dalam tiga perkara, yakni : perang, mendamaikan perseteruan atau perselisihan diantara manusia, dan ucapan suami kepada istrinya atau sebaliknya.”20

2. Beberapa Faktor-faktor yang mempengaruhi untuk berdusta atau berbohong :

a. Sedikitnya rasa takut kepada Allah SWT dan tak adanya perasaan bahwa Allah SWT selalu mengawasi setiap gerak-geriknya, baik yang kecil maupun yang besar.21

b. Upaya mengaburkan fakta, baik bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau mengurangi takaran, dengan maksud menyombongkan diri atau untuk memperoleh keuntungan dunia, atau karena motif-motif lainnya. Misalnya saja: orang yang berdusta tentang harga beli tanah atau mobil, atau menyamarkan data-data yang tak akurat tentang wanita yang akan dipinang yang dilakukan pihak keluarganya.

c. Mencari perhatian dengan membawakan cerita-cerita fiktif dan perkara-perkara yang dusta.

d. Tidak adanya rasa tanggung jawab dan berusaha lari dari kenyataan, baik dalam kondisi sulit atau kondisi lainnya.

e. Terbiasa melakukan dusta sejak kecil. Ini merupakan hasil pendidikan yang buruk. Karena, sejak tumbuh kuku-kukunya (sejak kecil), sang

20

Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari

http://salafytobat.wordpress.com/2013/01/07/ berbohong-yang-diperbolehkan-menurut-hukum-islam/

21

Diakses pada tgl 14 maret 2014 dari

(35)

anak biasa melihat ayah dan ibundanya berdusta, sehingga ia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial semacam itu.

f. Merasa bangga dengan berdusta, ia beranggapan bahwa kedustaan menandakan kepiawaian, tingginya daya nalar dan perilaku yang baik.22

Diantara sebab terbanyak yang menjerumuskan anak Adam ke lembah kemaksiatan adalah mereka yang tak menjaga dua hal yaitu lidah dan kemaluannya. Sehingga Rasulullah bersabda,

ْ َم

ْ َ ْضَي

يِل

َم

َ ْيَب

ِهْيَيْحَل

َمَ

َ ْيَب

ِهْيَلْجِ

ْ َ ْضَأ

هَل

َ َ ْل

Artinya : “Barangsiapa siapa yang mampu menjaga apa yang terdapat diantara dua janggutnya dan apa yang ada diantara dua kakinya, maka aku jamin akan masuk surga.” (HR. Bukhari no. 0474. At-Tirmidzi, no. 2408).

Kemaksiatan yang ditimbulkan dari kemaluan adalah zina dan kemaksiatan yang ditimbulkan oleh lisan adalah dusta. Terkadang dengan lisannya seseorang mengucapkan kata-kata tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan sebelumnya, sehingga menimbulkan fitnah dan kemudharatan yang banyak bagi dirinya maupun bagi orang lain. Oleh karena itu jelaslah bahwa diantara keselamatan seorang hamba adalah tergantung pada penjagaannya terhadap lisannya. Nabi sendiri pernah menasehati „Uqbah bin Amir ketika dia bertanya tentang keselamatan lalu beliau bersabda, “Peliharalah lidahmu,

betahlah tinggal dirumahmu dan tangisilah dosa-dosamu.” (HR. Tirmidzi, Hadits Hasan).

22

Diakses pada tgl 14 Maret 2014 dari

(36)

E. Hukum Pernikahan Fasakh Menurut Para Ulama

Pernikahan antara Non muslim kepada wanita Muslimah sebagaimana isyarat surat al-Baqarah ayat 221 adalah haram. Dengan demikian, selama seorang laki-laki masih berstatus Non Muslim, maka selama itu pula haram hukumnya seorang perempuan Muslimah menjadi isterinya. Sesudah itu juga merupakan sesuatu yang terang bahwa ia meninggalkan agamanya yang lama dengan menjadi pemeluk agam Islam, maka menjadilah ia seorang Muslim. Dan karena sudah menjadi seorang Muslim, maka halal-lah seorang perempuan Muslimah menjadi isterinya.23

Apabila orang seorang masuk Islam sekedar “bersiasat”, maka

sesungguhnya ia bersiasat kepada Allah SWT. Dalam hal ini Allah SWT Maha Mengetahui terhadap niat seorang itu dan kelak akan mempertanggungkan perbuatannya di hadapan Allah SWT. Seseorang yang ingin menikahi wanita Muslimah dengan cara menyatakan diri masuk ke dalam agama Islam, adalah seseorang yang ingin mengambil sesuatu dari diri orang Muslim yang pada mulanya tidak ada hak darinya untuk hal tersebut. Karena pada mulanya pernikahan antara dia (pria non muslim) dan wanita Muslimah itu dianggap tidak pernah terjadi (fasakh/batal demi hukum). Kemudian dengan masuknya ia ke dalam agama Islam, merubah kedudukan “batal” menjadi “sah”.24

Menurut hukum Islam, akad perkawinan suatu perbuatan hukum yang sangat penting dan mengandung akibat-akibat serta konsekuensi-konsekuensinya tentu sebagaimana yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam.

23

Ahmad Sudirman abbas. Problematika Pernikahan dan Solusinya, (Jakarta: Prima Heza Lestari, 2006) h. 60-61.

24

(37)

Oleh karena itu, pelaksanaan akad pernikahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam adalah perbuatan yang sia

-sia, bahkan dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang wajib dicegah oleh siapa pun yang mengetahuinya, atau dengan cara pembatalan apabila pernikahan itu telah dilaksanakannya. Hukum Islam menganjurkan agar sebelum pernikahan dibatalkan perlu terlebih dahulu diadakan penelitian yang mendalam untuk memperoleh keyakinan bahwa semua ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam sudah terpenuhi. Jika persyaratan yang

telah ditentukan masih belum lengkap atau masih terdapat halangan pernikahan, maka pelaksanaan akad pernikahan haruslah dicegah.25

Menurut Al-Jaziri26 jika perkawinan yang telah dilaksanakan oleh seorang tidak sah karena kekhilafan dan ketidaktahuan atau tidak sengaja dan belum terjadi persetubuhuan, maka perkawinan tersebut harus dibatalkan, yang melakukan perkawinan itu dipandang tidak berdosa, jika telah terjadi persetubuhan maka itu dipandang sebagai wathi’ syubhat, tidak dipandang sebagai perzinaan, yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi zina, istri diharuskan ber-iddah apabila pernikahan telah dibatalkan, anak yang dilahirkan dari perkawinan itu dipandang bukan sebagai anak zina dan nasabnya tetap dipertalikan kepada ayah dan ibunya. Tetapi jika perkawinan yang dilakukan oleh seorang sehingga perkawinan itu menjadi tidak sah karena sengaja melakukan kesalahan memberikan keterangan palsu, persaksian palsu, surat-surat palsu atau hal-hal lain yang tidak sesuai dengan ketentuan berlaku, maka perkawinan yang demikian itu wajib dibatalkan. Jika

25

Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), h. 42.

26

(38)

perkawinan yang dilaksanakan itu belum terjadi persetubuhan, maka istri tersebut tidak wajib ber-iddah, orang melaksanakan perkawinan itu dipandang bersalah dan berdosa, dapat dikenakan tuntutan pidana, persetubuhan itu dipandang sebagai perzinahan dan dikenakan had, nasab anak yang dilahirkan tidak dapat dipertalikan kepada ayahnya, hanya dipertalikan kepada ibunya.27

Problema nikah fasakh (rusak) menurut Wahbah Zuhaili dalam bukunya Fiqh Islam Wafadilatuhu bahwa nikah yang bisa dianggap rusak atau nikah fasakh sifatnya dapat dikategorikan beberapa kelompok yaitu kapan terjadinya perpisahan dikategorikan fasakh:

1. Menurut Imam Hanafi

a. Menurut Imam Hanafi terjadinya nikah yang fasakh apabila istri kembali menjadi kafir setelah ia masuk Islam atau setelah suaminya mengIslamkannya. Menurut Imam Abu Hanifa dan Muhammad apabila suami yang kembali menjadi kafir maka jatuhnya talak sedangkan menurut Abi Yusuf jatuhnya fasakh.28

b. Murtadnya suami atau istri sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa jika salah satu dari pasangan suami istri tersebut ada yang berpindah agama maka terputuslah akad pernikahan mereka, begitu juga jika salah satu dari pasangan tersebut berpindah keyakinan, misal : menyekutukan Allah, membandingkan Allah dengan makhluk ciptaan-Nya, dll.29

27

Ibid, h. 42-43

28

Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu (Beirut: Dar al-fikr, t.th), h. 6866

29

(39)

Dalam pernikahan fasakh ini para ulama berpendapat, pernikahannya sah pada saat akad nikah karena pengantin laki-laki mengaku sebagai muslim. Bahwa dia ternyata hanya berpura-pura itu lain soal. Namun begitu tahu bahwa suaminya balik lagi keagama asalnya, maka dia harus meminta cerai pada saat itu juga. Karena pernikahan seorang wanita dengan seorang laki-laki non-muslim adalah tidak sah atau batal dengan senidirinya. Nikahnya dihukumi sah sejak awal bila pada saat mengucapkan sahadat tidak ada sesuatu yang menafikkan sahadatnya (yang bersifat ucapan atau perbuatan), namun setelah adanya pengakuan dari sang suami bahwa dia telah kembali keagamanya yang semula, maka nikahnya telah rusak (fasakh), batal atau gugur dengan sendirinya.30

Bila batal dari awal maka :

a. Jika belum pernah di wathi maka wajib mengembalikan mahar

b. Jika sudah pernah di wathi dan mahar yang sudah diterima sesuai dengan mahar mistilnya maka tidak wajib mengembalikan, namun bila lebih dari mahar mistil maka harus dikembalikan

Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita muslimah menikah dengan seorang laki-laki kafir sebelum masuk Islam. Akan tetapi jika si lelaki kafir itu masuk Islam maka dibolehkan bagi wanita muslimah menikahi dengannya setelah mendapatkan izin dari walinya. Namun demikian hendaklah si wanita muslimah betul-betul memastikan kesungguhan dan kejujuran lelaki tersebut untuk masuk Islam. Hal itu dikarenakan tidak jarang cara-cara seperti ini

30

Diakses pada tgl 11 februari 2014 dari

(40)

digunakan oleh orang-orang kafir untuk meracuni keturunan-keturunan kaum muslimin dengan aqidah-aqidah sesat mereka dan pada akhirnya tidak jarang rumah tangga mereka pecah ditengah jalan dikarenakan si lelaki kembali kepada kekufuran sementara si wanita tetap dengan keislamannya. Jadi wanita muslim dilarang atau diharamkan menikah dengan seorang laki-laki non-muslim apapun alasannya. Jika seorang non-muslimah memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki non-muslim, maka akan dianggap telah berzina.31

Tidak ada seorang ulama pun yang membolehkan wanita muslimah menikah dengan seorang laki-laki non-muslim, bahkan „ijma ulama menyatakan bahwa haramnya wanita muslimah menikahi seorang laki-laki non-muslim baik dari kalangan musyrikin (Budha, Shinto, Majusi, Hindu, Konghucu, penyembah kuburan dan lain-lain) ataupun dari kalangan orang-orang murtad dan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Hal berdasarkan firman Allah surah Al-Mumtahanah 60:10:

َ يَأَٰٓي

َ يِ لٱ

م َءٓ َج َ ِ ْ ٓ َم َء

تَٰ ِم ۡ ۡلٱ

َف ٖ َٰ ِ َٰ م

ه ِحَت ۡمٱ

ّٱ

ِ ِ َٰ يِ ِب مَل ۡعَأ

ىَلِ ه عِج ۡ َت َََف ٖتَٰ ِم ۡ م ه ت ۡ ِلَع ۡ ِ َف

ِ ف ۡلٱ

ۡم ه َاَ ۡم ل ٞ لِح ه َا

َ لِحَي

َل

ه تۡيَت َء ٓ َ ِ ه حِ َت َأ ۡم ۡيَلَع َ َ ج َاَ ْۚ َف َأ ٓ م م ه ت َءَ

ِمَصِعِب ْ ِس ۡ ت َاَ ۚ هَ ج أ

ِ ِف َ َ ۡلٱ

ۡسَ َ

ۡسَيۡلَ ۡم تَۡف َأ ٓ َم ْ ل

َ

ۡم ِل َٰ ْۚ َف َأ ٓ َم ْ ل

م ۡ ح

ِّٱ

ۡحَي

م

َ ۡم َ ۡيَب

ّٱ

ٞميِ َح ٌميِلَع

/ ت م)

03:13

(

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar

31

Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari

(41)

kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Mumtahanah 60:10)

Dalam ayat ini sangat jelas sekali Allah SWT menjelaskan bahwa wanita muslimah itu tidak halal bagi orang kafir. Dan diantara hikmah pengharaman ini adalah bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Dan sesungguhnya laki-laki itu memiliki hak qawamah (pengendalian) atas istrinya dan istri wajib mentaatinya di dalam perintah yang ma’ruf.

Kemudian seorang suami yang kafir itu tidak mengakui akan agama wanita muslimah, bahkan dia itu mendustakan kitabnya, mengingkari rasulnya dan tidak mungkin rumah tangga bisa damai dan kehidupan bisa terus berlangsung bila disertai perbedaan yang sangat mendasar ini.

Ada beberapa pendapat ulama yang berpendapat tentang masalah pernikahan ini yaitu :

a. Ibnu Katsir Asy Syafi’iy rahimahullah berkata, “Janganlah menikahkan wanita-wanita muslimah dengan orang-orang musyrik.” b. Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata, “Janganlah menikahkan

(42)

c. Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata, (Ulama ijma’) bahwa muslimah tidak halal menjadi istri orang kafir.

d. Syaikh Abu Bakar Al Jaza’iriy hafidhahullah berkata, “Tidak halal bagi muslimah menikah dengan orang kafir secara mutlaq, baik Ahlul Kitab ataupun bukan.”

e.

Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhahullah berkata, “Laki-laki kafir tidak halal menikahi wanita muslimah,” berdasarkan firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala :

ْ حِ َت َاَ

َاَ ۗۡم ۡتَ َ ۡعَأ ۡ َلَ َ ِ ۡشم م ۡيَخ ٌ َ ِم ۡ م َمَ َََ ۚ ِم ۡ ي ٰىتَح ِتَٰ ِ ۡش ۡلٱ

َ ِ َٰٓلْ أ ۗۡم َ َ ۡعَأ ۡ َلَ ِ ۡشم م ۡيَخ ٌ ِم ۡ م ۡ َعَلَ ْۚ ِم ۡ ي ٰىتَح َ يِ ِ ۡش ۡلٱ ْ حِ ت

َ ِ لٱ ىَلِ َ ع َۡي

ۡم لَعَل ِس لِل ۦِهِتَٰي َء يَ يَ ۦِهِ ِۡ ِب ِ َ ِف ۡغَ ۡلٱَ ِ َ ۡلٱ ىَلِ ْ ٓ ع ۡ َي ّٱ

َ َ َتَي

)

/ ل

2

:

221

(

Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah 2:221).

(43)

Menurutnya, wanita rentan menjadi korban, karena resiko mempertahankan keimanan dalam pernikahan beda agama bagi seorang muslimah adalah diceraikan.

Ketika sudah menikah, pria Kristen yang pura-pura masuk Islam akan kembali ke ajaran Kristennya, sang muslimah akan dihadapkan pada dua pilihan berat, ikut pindah agama bersama suaminya atau diceraikan, “berat

bagi muslimah yang lemah imannya jika harus menyandang status janda, apalagi kalau sudah mengandung.32

Para penentang kawin beda agama selalu berprinsip bahwa kami punya hak untuk mempertahankan dan melindungi keimanan umat kami dari upaya permutadan yang dilakukan pihak lain.33 Argumentasi yang sangat legitimate dari sisi HAM.34 Bagi kelompok ini, melegalkan kawin beda agama dalam UU Perkawinan sama halnya dengan memberi peluang bagi kemurtadan kaumnya dan memberi peluang kepada pihak lain untuk menginjak-nginjak keimanan kaumnya.

Di tengah modernitas zaman saat ini, penegakan HAM memang tidak harus berhenti, melainkan tetap dilanjutkan. Hanya saja, penegakan HAM harus tetap terbungkus HAM, bukan sebaliknya, misi politis berbungkus HAM atau misi teologis berbungkus HAM. Sebab, bagaimana pun juga, HAM adalah konsep yang sebenarnya netral. Ia akan ditarik ulur ke mana saja sesuai kemauan penariknya. Tidak mengherankan kalau kemudian banyak oknum

32

Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari

http://www.bersamadakwah.com/2014/01/asmirandah-akui-foto-berdoa-di-gereja.html

33

M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 252.

34

(44)

berlindung dibalik HAM demi tercapainya misi terselubung yang sudah terskenario secara matang dan sistematis. Membungkus tendensi politis dengan HAM berarti mereduksi makna luhur HAM, pelecehan dan pelanggaran HAM itu sendiri.35

Perkawinan adalah salah satu upaya paling efektif dalam menjalankan Kristenisasi. Dalam banyak kasus, perkawinan bagi misionaris sangat gencar dilakukan dengan cara mendekati orang-orang Islam. Untuk mencapai tujuannya itu, tidak jarang melangsungkan perkawinan dengan cara Islam, tentu setelah mereka menyatakan masuk Islam. Namun, mereka akan kembali murtad ketika waktunya tepat. Pihaknya berlomba-lomba bagaimana bisa menikah dengan pria atau wanita muslim, apapun cara akan dilakukan asalkan tujuannya itu tercapai.36

Sesungguhnya bagi mereka yang terjebak dalam perangkap tersebut bukanlah kebahagiaan rumah tangga yang didapat justru meruntuhkan aqidah yang dianut selama ini. Kenyataannya banyak diantara wanita muslim menderita akibat perkawinan itu. Setelah ia memiliki satu, dua anak atau lebih, mereka harus memilih jalan terpahit dari dua pilihan, yaitu meninggalkan aqidahnya yang benar atau ditinggalkan suami dan anak-anaknya. Tidak hanya keadaan demikian yang harus diterima, ia juga menerima penyiksaan baik batin maupun pisik. Banyak kasus yang menimpa wanita muslimah dalam hal ini.37

35

Ibid, h. 254

36

Bakhtiar, Nurman Agus, Murisal, Ranah Minang ditengah Cengkraman Kristenisasi

(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), h. 46.

37

(45)

Cara lain yang dilakukan misionaris adalah melalui pemerkosaan, mengggauli dan akhirnya dinikahi. Cara ini biasanya terjadi secara beruntun. Awalnya pacari, kemudian gauli, kalau tidak mau diperkosa. Setelah kehermotannya direnggut, mereka akan melakukan cara-cara lebih tidak manusiawi lagi, yaitu dengan cara mengancam. Mereka akan menawarkan dua pilihan terpahit diantara yang pahit, akan dinikahi bilamana mau masuk kristen atau photo-photonya ketika diperkosa akan dipublikasikan pada orang lain. Tiada pilihan lain, apalagi iman yang masih belum kuat, keadaan tidak stabil itu mereka akan meninggalkan aqidahnya.38

Menurut Abu Deedat, dalam masa-masa awal pernikahan itu, biasanya sang muslimah akan dicuci otaknya dengan doktrin yang menjelek-jelekkan Islam, terutama menggunakkan isu seperti poligami, Islam tidak penyayang, dan mengangkat citra buruk umat muslim lainnya. Abu Deedat juga berpesan agar masyarakat mewaspadai betul strategi kristenisasi lewat jalur pernikahan. Kasus seperti ini, menurutnya, sudah banyak terjadi. Abu Deedat berpesan kepada orang tua agar tidak terlalu mudah percaya jika ada pria non-muslim yang bersedia masuk Islam untuk menikahi putrinya. “mereka agresif menyebarkan Kristen, dan kepada kaum muslimah agar di jaga pergaulannya dengan lelaki non-muslim, sebab bisa jadi mereka punya motif mengkristenkan anda.39

38

Ibid, h. 47

39

Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari

(46)

35

MENURUT PARA ULAMA

A. Rukun-rukun Perkawinan

Rukun menurut para ulama Hanafiah adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu, dan menjadi bagian di dalam esensinya. Sedangkan syarat menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu, dan bukan merupakan bagian di dalam esensinya. Rukun menurut jumhur ulama adalah hal yang menyebabkan berdiri dan keberadaan sesuatu. Sesuatu tersebut tidak akan terwujud melainkan dengannya. Atau dengan kata lain merupakan hal yang harus ada. Dalam perkataan mereka yang masyur: rukun adalah hal yang hukum syar’i tidak mungkin ada melainkan

dengannya. Atau hal yang menentukan esensi sesuatu, baik merupakan bagian darinya maupun bukan. Sedangkan syarat menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu dan bukan merupakan bagian darinya.1

Namun perkawinan mempunyai arah, tugas dan tujuan, maka hendaklah dalam melakukannya dipenuhi dan terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat yang mengikat, memelihara dan menjaga baik kelangsungannya maupun kelestariannya dan kewajiban untuk hidup sejati. Perkawinan memang dimulai dengan akad nikah, tetapi itu adalah

1

(47)

semata tugas yang harus dilakukan. Memang, dasar perkawinan sempurna secara resmi dengan akad itu, tetapi itu hanya kunci rumah tangga perkawinan dan pergaulan yang sah dan halal. Maka akad nikah ini sebagai kunci resmi untuk memasuki rumah perkawinan calon istri dan suami.

Sekalipun ini dilaksanakan dengan ucapan yang dinamakan ijab dan Kabul dari dua pihak yang bersangkutan, namun ucapan itu besar artinya, sebab kata itu mengikat, sama dengan dikatakan “manusia itu

diikat dari lidahnya” dan lidah itu adalah manusia itu sendiri. Lidah tidak

bertulang, tetapi memegang tulang persoalan dan penting didalam hidup beragama dan dunia, shalatpun dikatakan: Ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan kata “ALLAHU AKBAR” dan diakhiri dengan

“ASSALAMU’ALAIKUM”. Selain dari dua kata ini shalat itupun

mengandung ucapan-ucapan lain yang penuh kesucian dan mengikat manusia dengan shalat.2

Seperti halnya semua jenis akad lainnya, akad nikah membutuhkan kerelaan dari kedua belah pihak, kehadiran beberapa saksi, dan persetujuan seorang wali sang mempelai. Nikah juga mengandung unsur lain yang memiliki keterkaitan semisal mahar, nafkah, dan tempat tinggal. Selain itu, akad nikah memiliki bermacam-macam syarat, hukum, dan etika yang harus dipenuhi sehingga akad tersebut terlaksana dengan sah dan carayang

2

(48)

ditempuh menjadi aman. Keseluruhan unsur dalam akad nikah ini disyariatkan karena akad nikah adalah persoalan yang besar dan urusan yang amat penting. Di dalamnya terdapat cakupan tuntutan menjaga kehormatan, kemuliaan, harta, dan nama baik dua keluarga.3

Para ulama bersepakat bahwa ijab dan qabul adalah rukun. Karena dengan keduanya salah satu dari kedua mempelai mengikat diri dengan yang lain, sedangkan keridhaan adalah syarat. Rukun pernikahan menurut para ulama Hanafiah hanya ijab dan qabul saja. Sedangkan menurut jumhur ulama ada empat, yaitu shigat (ijab dan qabul), istri, suami, dan wali. Suami dan wali adalah dua orang yang mengucapkan akad. Sedangkan hal yang dijadikan akad adalah al-istimtaa’ (bersenang-senang) yang merupakan tujuan kedua mempelai dalam melangsungkan pernikahan. Sedangkan mahar bukan merupakan sesuatu yang sangat menentukan dalam akad. Mahar hanyalah merupakan syarat dalam akad nikah. Dengan demikian, saksi dan mahar dijadikan rukun menurut istilah yang beredar di kalangan sebagian ahli fiqh.4

Menurut para ulama Hanafiah, ijab adalah perkataan yang pertama kali keluar dari salah satu kedua pihak yang berakad, baik dari pihak suami maupun istri. Sedangkan qabul menurut mereka adalah perkataan yang kedua dari salah satu pihak yang berakad. Adapun ijab menurut jumhur ulama adalah perkataan yang keluar dari wali istri atau orang yang

3

Syahrul Anam, Kado Untuk Sang Tunangan (Risalah Nikah Untuk Remaja) Cet. Ke 1, (M2KD: Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata, 2010), h. 45

4

(49)

menggantikannya sebagai wakil. Karena qabul hanya merupakan reaksi dari adanya ijab. Jika qabul itu diucapkan sebelum ijab maka bukan namanya qabul karena sudah tidak bermakna lagi. Qabul adalah perkataan yang menunjukan akan keridhaan untuk menikah yang diucapkan oleh pihak suami.

Jika seorang lelaki berkata kepada seorang perempuan, “Nikahkanlah dirimu kepadaku.”Kemudian si perempuan menjawab, “Aku

terima.”Menurut para ulama Hanafiah, ucapan yang pertama merupakan

ijab, sedangkan yang kedua merupakan qabul. Adapun menurut jumhur ulama justru sebaliknya. Karena wali perempuanlah yang memberikan hak milik kepada suami untuk bersenang-senang, maka perkataannya merupakan ijab. Sedangkan si suami yang menginginkan memiliki hak tersebut, oleh karenanya disebut qabul. Perundangan syiria (pasal 5) telah mencantumkan bahwasannya pernikahan dapat terlaksana dengan ijab dari salah satu pihak yang melakukan akad dan qabul dari pihak yang lain.5 1. Sighat Pernikahan

a). Lafal-Lafal Pernikahan

Pernikahan adalah akad peradaban yang tidak ada formalisasi di dalamnya. Sedangkan akad merupakan pengikat bagian-bagian perilaku, yaitu ijab dan qabul secara syar’i, yang dimaksud dengan akad disini

adalah makna masdharnya, yaitu al-irtibaath (keterikatan).Syariat

5

(50)

menghukumi bahwa ijab dan qabul ada lahir, dan saling mengikat secara legal. Masing-masing dari ijab dan qabul terkadang berbentuk ucapan, terkadang juga berupa tulisan atau isyarat. Lafal-lafal ijab dan qabul, di antaranya ada yang disepakati sah untuk menikah, ada yang disepakati tidak sah, dan ada juga yang masih diperselisihkan.6

Para ulama Syafi’iah dan Hanabilah berkata, “Tidak sah

pernikahan dengan menggunakan lafal-lafal tersebut. Dan tidak sah kecuali dengan lafal nikah dan kawin, karena keduanya telah termaktub di dalam teks Al-Qur’an sebagaimana yang sudah dijelaskan. Oleh karenanya, harus mencukupkan shighat dengan kedua kata tersebut. Pernikahan tidak akan sah jika menggunakan lafal selain dua kata tersebut. Itu karena pernikahan merupakan sebuah akad yang mempertimbangkan niat dan lafal khusus baginya.

Menurut para Ulama Hanafiah,7 pernikahan sah dengan semua lafal (kata) yang menunjukkan akan pemberian hak milik sesuatu seketika itu, seperti lafal hibah (memberi hadiah), tamliik (memberi hak milik), sedekah, pemberian, pinjaman, jaminan, al-isti’jaar, perdamaian, pertukaran, al-ju’lu, menjual dan membeli, dengan syarat adanya niat atau indikasi untuk menikah dan dipahami oleh para saksi. Menurut pendapat yang paling benar, tidak sah menikah dengan mengucapkan, “Aku

6

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani,

2011), h. 46.

7

(51)

menikahi separuh dirimu”, demi lebih hati-hati dalam masalah tersebut.

Bahkan harus mengiringi dengan lafal yang menunjukkan akan keseluruhan jiwa dan raga si perempuan, seperti lafal adz-dzahr (punggung) dan al-bathn (perut).8

Sedangkan menurut para ulama Malikiah,9 pernikahan sah dengan lafal “at-tazwiij” (mengawinkan) dan “at-tamliik” (memberi hak milik), dan lafal-lafal yang senanda dengan kedua lafal tersebut seperti, hibah, sedekah dan pemberian. Untuk melakukan akad tidak diperlukan penyebutan mahar, sekalipun mahar adalah suatu yang harus ada. Dengan demikian, mahar tersebut menjadi syarat akad nikah agar sah, seperti halnya saksi, kecuali jika memakai lafal hibah.

b. Sighat Fi’il (Bentuk Kata Kerja)

Terkadang bentuk fi’il dalam ijab dan qabul berupa maadhi (lampau), mudhari’ (masa sekarang) dan amr (kata perintah). Para ahli fiqh bersepakat akan sahnya akad nikah dengan menggunakan bentuk fi’il

maadhi. Mereka berselisih mengenai fi’il mudhari’ dan amr’.10

Sah akadnya menurut ulama Hanafiah dan Malikiah, jika terdapat indikasi yang menunjukkan keinginan melangsungkan akad seketika itu, bukan janji untuk masa yang akan datang. Indikasi tersebut seperti keadaan

8

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani, 2011), h. 47.

9

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani, 2011), h. 48.

10

(52)

tempat akad (majelis) yang telah siap untuk dilangsungkannya akad nikah. Keberadaan kesiapan tempat tersebut menghilangkan keinginan untuk sekedar melakukan pernajian atau tawar menawar pernikahan. Kesiapan itu juga menunjukkan adanya keinginan untuk melangsungkan prosesi akad nikah. Karena pernikahan kebalikan dari jual beli, yang memang telah didahului dengan khitbah.11

Jika tempat akad nikah tidak siap untuk dilangsungkannya prosesi akad nikah, dan tidak ada indikasi yang menunjukkan keinginan untuk melangsungkan akad nikah pada saat itu, maka akad nikahnya tidak sah. Tidak boleh akad dilakukan dengan kata sindiran, seperti, “aku halalkan putriku.” Karena para saksi tidak dapat mengetahui akan niat orang yang

mengucapkan kalimat tersebut. Seandainya wali perempuan mengatakan, “Aku Kawinkan Kamu,” lantas si lelaki menjawab, “aku terima,” maka

tidak sah menurut para ulama Syafi’iah, dan sah menurut jumhur ulama selain Syafi’iah.

Menurut para ulama Hanafiah dan Malikiah, akad nikah sah dengan menggunakan fi’il amr. Seperti seorang lelaki mengakatan kepada seorang perempuan, “Nikahkanlah dirimu denganku!” dengan perkataan

itu dia bermaksud untuk melakukan akad nikah bukan khitbah. Kemudian si perempuan menjawab, “Aku nikahkan kamu dengan diriku” maka

pernikahan keduanya sah. Penjelasan mengenai hal itu dari para ulama

11

(53)

Hanafiah12 adalah sesungguhnya perkataan si lelaki mengandung pemberian hak wakil kepada perempuan untuk menikahkan si lelaki dengan dirinya. Sedangkan jawaban si perempuan, “Aku nikahkan kamu dengan diriku” menempati posisi ijab dan qabul. Sedangkan penjelasan dari para ulama malikiah, bahwa sesungguhnya bentuk fi’il amr (kata kerja

perintah) dianggap sebagai ijab dalam akad secara adat. Bukan merupakan kandungan dari pemberian hak wakil, dan pendapat ini lebih jelas. Pernikahan itu sah dengan adanya ijab atau istijab (meminta ijab).

Menurut jumhur ulama selain ulama hanabilah tidak diisyaratkan mendahulukan ijab dari pada qabul, akan tetapi hanya dianjurkan, seperti wali perempuan berkata, “aku kawinkan kamu dengannya atau aku

nikahkan kamu dengannya.” Para ulama Hanabilah berkata, “jika qabul

mendahului ijab maka akadnya tidak sah, baik itu diucapkan dengan memakai sighat fi’il madhi maupun fi’il amr.”13

2. Mempelai (Calon Suami atau Istri)

Mempelai adalah dua orang yang akan melangsungkan akad nikah. Kedua orang tersebut adalah calon suami dan calon istri. Mempelai merupakan salah satu rukun yang harus dipenuhi dalam pernikahan. Mempelai harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika tidak, maka akad yang dilaksanakan akan batal.

12

Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 (Jakarta : Gema Insani), h. 51

13

(54)

Adapun syarat-syarat mempelai antara lain ialah:

a. Keduanya tidak ada ikatan mahram baik secara garis kekeluargaan (nasab), susuan (radla’) maupun faktor pernikahan (mushaharah).

b. Salah satu dari keduanya tidak sedang melakukan ihram. Baik ihram yang dilakukan dalam rangkaian ibadah haji atau umrah. Baik hajinya sah atau

Gambar

GAMBARAN UMUM

Referensi

Dokumen terkait

Meneruskan atau menyampaikan laporan masyarakat yang diterima oleh Kejaksaan atau Kepolisian mengenai penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek strategi nasional kepada

Faktor ini karena mata pisau dengan ketajaman yang sudah mulai berkurang, kedudukan yang tidak tepat serta pekerja yang tidak ahli dalam melakukan pengirisan

Dalam kajian ini, peneliti mendefinisikan kampung kota sebagai suatu bentuk permukiman di dalam kawasan perkotaan yang awalnya terbentuk secara spontan sebagai respon

menurut Gaspert pada buku Al Fatta (2007), ada empat yaitu sistem tersebut beroperasi dalam suatu lingkungan, terdiri dari unsur-unsur, ditandai dengan saling berhubungan,

Secara umum layanan irigasi untuk usahatani padi di Daerah Istimewa Yogyakarta masih dalam kategori baik (skor 15,820).. Indikator layanan yang masih perlu mendapat

xvii.. online, dinyatakan bahwa tidak keseluruhan anjing dilarang untuk diperjualbelikan. Namun, ada pengecualian untuk anjing yang banyak memberi manfaat bagi kehidupan

0ang dimaksud praktek kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,  pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang ekowisata di Desa Bedono, untuk mengetahui persepsi masyarakat dalam pengembangan ekowisata,