PERANAN EKSTRAK DAN TEPUNG
SORGUM (Sorghum bicolor L.) DALAM
PENGHAMBATAN KANKER SECARA IN VITRO
DAN IN VIVO PADA MENCIT BALB/c
YUSZDA K. SALIMI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Peranan Ekstrak dan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L.) dalam Penghambatan Kanker secara in vitro dan in vivo pada Mencit BALB/c” merupakan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Yuszda K. Salimi
ABSTRACT
YUSZDA K. SALIMI. The Role Sorghum Extract and Flour (Sorghum bicolor L.) in Cancer Inhibition in vitro and in vivo in BALB/c mice. Under direction of FRANSISKA R. ZAKARIA, BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO, and SRI WIDOWATI.
Sorghum is a rich source of various phytochemicals including tannins, phenolic acids, anthocyanins, phytosterols and policosanols. These phytochemicals have potential to significantly impact human health. The aims of this study were extraction of sorghum bioactive compounds, evaluation of the extract activity in enhancing lymphocyte cell proliferation and cancer cell inhibition by in vitro test, and evaluation of sorghum flour activity in cancer inhibition on the mice induced by azoxymethane (AOM) and dextran sulfate sodium (DSS). Degree of polishing affected the chemical composition and phytochemicals where the content in 50% polished sorghum was higher than in 100%. The bioactive compounds of sorghum was extracted from whole and half polished sorghum (S50) by using hexane, ethyl acetate and ethanol. The result showed that sorghum contained flavonoids, phenol hydroquinones, sterols, and tannins, while sorghum extract mainly contained phenolic compounds that were higher in ethyl acetate extract than in ethanol extract or hexane extract. Total phenol content correlated with their ability as free radicals scavenger based on DPPH analysis. The sorghum extracts were tested on mouse lymphocytes and cancer cells in vitro using cell culture and MTT methods. The result showed that sorghum extract enhanced cell proliferation of lymphocyte but inhibited proliferation of cancer cells. The level of cancer cell inhibition was dependedon the concentration of sorghum extract that was added on cancer cell culture. Sorghum extracts inhibited proliferation of A 549 cancer cells ≤ 24 %, HCT 116 ≤ 22%, Hela ≤ 25 %, and Raji cancer cells ≤ 80 %. Sorghum flour activity was tested on BALB/c mice induced with azoxymethane (AOM) and dextran sulfate sodium (DSS). BALB/c mice (n = 24) were divided into 4 groups of 6. Group A is the standard negative control diet treated with cornstarch as the carbohydrate source. Group B is the positive control treated with standard diet, C is a group treated with source of carbohydrate from 50% sorghum and 50% cornstarch and D is the group treated with 100% sorghum. Group B, C, and D were intraperitoneal injection of AOM (10 mg/kg body weight), followed by 1% (weight/volume) DSS in drinking water for 7 days. The result showed that sorghum flour can inhibit carcinogenesis on the mice which were induced by AOM and DSS. The body weight and diet consumption of mice group B < C < D. Mice group diet with sorghum flour as 50% and 100% source of carbohydrate (C and D) showed higher levels on cancer inhibition based on the histopathological profile than the group without sorghum (B). The results were supported by the COX-2 expression that was observed by DAB immunohistochemical staining. It is assumed that phytochemical compounds and fiber in sorghum work synergically on the mice group diet with sorghum flour in inhibiting colon cancer.
RINGKASAN
YUSZDA K. SALIMI. Peranan Ekstrak dan Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) dalam Penghambatan Kanker secara in vitro dan in vivo pada Mencit BALB/c. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA, BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO dan SRI WIDOWATI.
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan sel tidak normal, cepat dan tidak terkendali yang diawali mutasi genetik. Prevalensi kanker diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 15 juta kasus dengan tingkat mortalitas sekitar 12 juta jiwa. Penyebab kanker sekitar 90 - 95% berasal dari faktor eksternal dan sekitar 30 - 35% diantaranya terkait dengan pola makan yang salah. Sorgum merupakan salah satu serealia sebagai sumber karbohidrat dan serat pangan yang juga mengandung sejumlah senyawa fitokimia seperti tanin, asam fenolik, antosianin, dan fitosterol. Senyawa fitokimia yang terkandung dalam sorgum mempunyai aktivitas antioksidan.
Sorgum belum banyak dikenal di Indonesia karena belum tersedia di pasar-pasar dan hanya dikonsumsi sebagian kecil masyarakat di daerah gunung kidul pada masa paceklik. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan peranan sorgum sebagai pangan fungsional pencegah kanker. Secara rinci tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis komponen kimia dan fitokimia tepung biji sorgum varietas kawali berdasarkan tingkat penyosohan, menguji pengaruh ekstrak sorgum dalam meningkatkan proliferasi sel limfosit dan menghambat proliferasi sel kanker secara in vitro serta mengevaluasi aktivitas tepung sorgum secara in vivo pada mencit percobaan dalam kaitannya sebagai pangan fungsional untuk penghambatan kanker.
Penelitian tahap pertama difokuskan pada analisis komponen kimia dan fitokimia sorgum utuh (tanpa sosoh) dan yang disosoh (DS 50%). Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan karbohidrat pati merupakan komponen kimia yang paling banyak terdapat pada sorgum. Komponen kimia lainnya seperti protein,
lemak, mineral, dan serat pangan -glukan yang terkandung dalam sorgum tanpa sosoh lebih tinggi dari sorgum yang disosoh. Tepung sorgum yang diekstraksi berdasarkan tingkat kepolaran pelarut menunjukkan rendemen ekstrak yang berbeda, ekstrak etanol > etil asetat > heksana. Kandungan flavonoid dan fenol hidroquinon terkonsentrasi pada ekstrak etil asetat dan etanol. Hal ini seiring dengan kadar total fenol dan aktivitas antioksidan pada ekstrak etil asetat lebih tinggi dari ekstrak etanol dan ekstrak heksana.
positif. Ekstrak etil asetat dan etanol S0 dan S50 menunjukkan penghambatan proliferasi yang tinggi (> 50%) pada sel kanker limfoma Raji.
Penelitian tahap ketiga menguji secara in vivo pada mencit percobaan jenis BALB/c sebanyak 24 ekor untuk mengevaluasi aktivitas biologis tepung sorgum yang disosoh sebagian (S50) dalam kaitannya dengan penghambatan kanker kolon. Masa perlakuan didahului oleh masa adaptasi selama seminggu. Pada masa adaptasi, mencit diberi pakan standar (kontrol) sebagai makanan dan air sebagai minuman (ad libitum). Pada akhir masa adaptasi mencit dikelompokkan ke dalam empat kelompok A, B, C, dan D. Kelompok A merupakan kelompok mencit kontrol negatif dengan perlakuan ransum standar yang menggunakan sumber karbohidrat maizena 100%. Kelompok B merupakan kelompok mencit kontrol positif dengan perlakuan ransum standar dan diinduksi karsinogen AOM dan DSS, kelompok C merupakan kelompok mencit perlakuan dengan sumber karbohidrat sorgum 50% dan maizena 50% dan kelompok D merupakan kelompok mencit perlakuan dengan sumber karbohidrat sorgum 100% dengan induksi karsinogen yang sama.
Evaluasi aktivitas biologis tepung sorgum terhadap mencit secara makroskopis dilakukan dengan mengamati tingkah laku mencit setiap hari, berat badan setiap 3 hari, konsumsi ransum setiap hari. Mencit yang diberi sorgum (C dan D) memiliki rata-rata kenaikan bobot badan dan jumlah konsumsi ransum yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak diberi sorgum (B). Secara histopatologi dilakukan dengan mengamati jaringan kolon dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan imunohistokimia (IHK) dengan antibodi antiCOX-2. Hasil menunjukkan kelompok mencit yang diberi sorgum (C dan D) memiliki profil histopatologi penanda colitis lebih rendah dan berbeda nyata dengan kelompok kontrol positif (B). Kelompok mencit yang diberi sorgum 100% (D) mampu menghambat pertumbuhan kanker kolon lebih tinggi dari kelompok yang diberi sorgum 50% (C) dan yang tidak diberi sorgum (B). Hal ini sejalan dengan hasil imunohistokimia, COX-2 yang tertampil pada kelompok B > C > D. Potensi tepung biji sorgum dalam penghambatan kanker kolon diduga disebabkan oleh komponen bioaktif senyawa fitokimia yang mampu berikatan dengan metabolit reaktif hasil detoksifikasi sehingga dapat segera dinetralkan lalu dikeluarkan dari kolon. Serat -glukan yang terkandung dalam sorgum diduga mampu memodulasi mikrobiota penghasil butirat sehingga menghambat karsinogenesis kanker kolon.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi
PERANAN EKSTRAK DAN TEPUNG
SORGUM (Sorghum bicolor L.) DALAM
PENGHAMBATAN KANKER SECARA IN VITRO
DAN IN VIVO PADA MENCIT BALB/c
YUSZDA K. SALIMI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS
Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ridwan Tahir, MS
Judul Disertasi : Peranan Ekstrak dan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L.) dalam Penghambatan Kanker secara in vitro dan in vivo pada Mencit BALB/c
Nama : Yuszda K. Salimi
NRP : F261060021
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc Ketua
Prof. drh. Bambang P. Priosoeryanto, PhD., APVet. Dr. Ir. Sri Widowati, MApp.Sc
Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
PRAKATA
Segala puji hanya kepada Allah SWT atas karunia dan rahmatNya yang
selalu dilimpahkan sehingga disertasi yang berjudul “ Peranan Ekstrak dan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L.) dalam Penghambatan Kanker secara in vitro dan in vivopada mencit BALB/c “ berhasil diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada kedua orang tua, Alm. Kasiru Salimi dan Ibunda Fatmah Salimi
Buluati, suami tercinta Masrin M. Ali, SE dan Ananda Mahirah Salsabila Ali dan
Ahmad Kamaluddin Ali atas segala cintanya, kasih sayang, pengertian, kesabaran,
dukungan dan doanya. Adik Abdul Haris ST, Netty Setyawaty SKM, M.Kes atas
dukungan dan doanya sehingga penulis selalu semangat untuk menyelesaikan
studi ini.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir.
Fransiska R. Zakaria, MSc selaku Ketua Komisi pembimbing, Prof. drh. Bambang
Pontjo Priosoeryanto, PhD., APVet., dan Dr. Ir. Sri Widowati, MApp.Sc sebagai
anggota komisi pembimbing yang selalu sabar dan bijaksana memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan bahan penelitian sehingga penulis memperoleh
kemudahan dalam menyelesaikan penelitian dan disertasi ini. Terima kasih
kepada Ketua Program Studi Ilmu Pangan (IPN) Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi
dan seluruh staf PS-IPN. Terima kasih penulis sampaikan Prof. Dr. drh. Maria
Bintang, MS dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi selaku penguji pada ujian
tertutup dan Prof. Dr. Ir. Ridwan Tahir dan Dr. Ir. Slamet Budiyanto selaku
penguji pada ujian terbuka.
Terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas
beasiswa BPPS dan bantuan penelitian melalui program Hibah Bersaing
2008-2010 dan Hibah Doktor 2011, Departemen Pertanian melalui program KKP3T
tahun 2009 dan Stem Cell Cancer Institute Jakarta atas donasi sel kanker. Terima
kasih penulis sampaikan pada Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG) dan
Terima kasih yang tulus penulis sampaikan pada guru TK, SD, SLTP,
SLTA, dan dosen-dosen S1, S2, S3 yang telah memberikan ilmu dengan tulus
sehingga penulis sampai pada jenjang ini.
Terima kasih kepada teman-teman di Ilmu Pangan, angkatan 2006, 2007,
dan 2008. Triana Setyawardani, Elvira Syamsir, Didah NF, Puspita Sari, Irma
Isnafia, Andarini, Paini Widyawati, Emma Rochima, Rahman Karnila, Nurhayati,
Andi Early, Mega Safithri, Yanti, atas dukungan, motivasi, serta menjadi tempat
berbagi suka dan duka selama menyelesaikan studi S3 di Program Studi Ilmu
Pangan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Nur Fathonah Sadek, Sri
Anggarini, Akhyar, Selma, Nindira dan staf laboratorium IPB, Bu Silmi, Pak
Taufik, Pak Wahid, Pak Adi, Pak Kasnadi, Pak Sobirin, Bu Ari, Bu Martinah, Bu
Sri, Bu Kiki, Bu Sari, serta seluruh keluarga, sahabat dan semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu selama ini.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita dan semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2011
Yuszda K, Salimi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 23 Maret 1971 sebagai anak sulung dari pasangan Kasiru Salimi (Almarhum) dan Fatmah Buluati. Sekolah dasar hingga menengah penulis selesaikan di Gorontalo. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2001, penulis diterima di Program Studi Biokimia Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2005. Kesempatan untuk melanjutkan program doktor pada program studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pascasarjana diperoleh dari beasiswa BPPS DIKTI.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Kimia Fakultas pendidikan MIPA Universitas Negeri Gorontalo sejak tahun 1998 hingga sekarang.
Selama mengikuti pendidikan program doktor ini, penulis mendapatkan bantuan dana penelitian dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui Hibah Bersaing 2008-2010 dan Hibah Doktor 2011. Penulis juga aktif mengikuti beberapa seminar nasional maupun lokal IPB serta pelatihan yang menunjang program doktor. Karya ilmiah dengan judul “ Pengaruh Penyosohan
Serealia Sorgum terhadap Kandungan Gizi, Ekstrak -glukan dan Aktivitas
Proliferasi Sel limfosit” telah diterbitkan pada jurnal Saintek Volume 6 Nomor γ pada bulan November β011. Artikel berjudul “Aktivitas Ekstrak Sorgum
(Sorghum bicolor L) terhadap Penghambatan Proliferasi Sel Kanker kolon HCT
116” , telah diterima dan akan diterbitkan jurnal Entropi Volume 7 Nomor β pada
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……….………..………..……… xxiii
DAFTAR GAMBAR ………..……..………… xxv
DAFTAR LAMPIRAN………..…..……….. xxvii
DAFTAR SINGKATAN………..…………..………... xxix
PENDAHULUAN………..……….... 1
Latar belakang………..…..…….……….. 1
Hipotesis……...……….……….. 3
Tujuan Penelitian ..………...………..……….. 4
Manfaat Penelitian ……….……….……….. 4
Ruang Lingkup Penelitian………...…………..……… 5
TINJAUAN PUSTAKA………....……… 7
Sorgum………..………...………. 7
Kanker….………...……….…….. 16
Kultur Sel………..………. 33
KARAKTERISTIK EKSTRAK SORGUM BERDASARKAN TINGKAT PENYOSOHAN………...……….. 37
Abstrak………...……….... 37
Abstract.………...……….. 37
Pendahuluan………..………. 38
Bahan dan Metode………...……….. 39
Waktu dan Tempat Penelitian……….……….. 39
Bahan dan Alat..………..………. 39
Metode Penelitian………..………... 40
Analisis Data……….……… 46
Hasil dan Pembahasan………..………. 46
Pengaruh Derajat Sosoh Terhadap Komposisi Kimia……….. 46
Ekstraksi Sorgum………….……….……… 50
Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Sorgum………….…. 53
Simpulan…………..……….. 55
AKTIVITAS EKSTRAK SORGUM TERHADAP PENGHAMBATAN PROLIFERASI BEBERAPA ALUR SEL KANKER SECARA IN VITRO………... 57
Abstrak……….……….. 57
Abstract……….………. 57
Pendahuluan………...……… 58
Metode Penelitian………..……… 59
Waktu dan Tempat………..………. 59
Bahan dan Alat..……….……….. 59
Metode Penelitian……….……… 59
Hasil dan Pembahasan………...……… 64
Sitotoksik ekstrak sorgum terhadap Artemia salina Leach………….. 64
Aktivitas ekstrak sorgum terhadap proliferasi limfosit……… 65
Kemampuan ekstrak sorgum dalam menghambat proliferasi beberapa alur sel kanker………...… 68
Simpulan……… 76
TEPUNG SORGUM MENGHAMBAT KANKER KOLON PADA MENCIT BALB/c YANG DIINDUKSI AZOKSIMETANA (AOM) DAN DEKSTRAN SODIUM SULFAT (DSS)………... 77
Abstrak……….……….. 77
Abstract……….………. 77
Pendahuluan………...……… 78
Bahan dan Metode..…………..………. 79
Waktu dan Tempat………..……….. 79
Bahan dan Alat…..………….………... 79
Metode Penelitian……….……… 81
Hasil dan Pembahasan………...……… 93
Pengaruh pemberian tepung sorgum terhadap konsumsi ransum dan bobot badan mencit BALB/c... 93
Evaluasi mikroskopis mencit BALB/c yang diinduksi Azoksimetana (AOM) dan Dekstran Sodium Sulfat (DSS) dengan pewarnaan
Hematoksilin-eosin (HE) dan imunohistokimia (IHK)... 98
Simpulan……… 110
PEMBAHASAN UMUM……….………. 111
SIMPULAN DAN SARAN……….. 115
Simpulan……… 115
Saran…….………. 116
DAFTAR PUSTAKA………. 117
DAFTAR GAMBAR
Bagan alir ruang lingkup penelitian... ………... Tanaman dan biji sorgum...………... Penampang melintang biji sorgum...
Struktur (1,γ)(1,4)-D-glukan (Laroche & Michaud 2006)... Struktur asam fenolik sorgum (Awika et al. 2004)....…………... Struktur komponen flavonoid sorgum (Dicko et al. 2006)……... Struktur antosianin dan 3-deoksiantosianidin sorgum (Awika et al. 2004)...
Karsinogenesis kanker oleh senyawa kimia (Levi 2000)...
Karsinogenesis kanker kolon (Powell et al. 1993)... Metabolisme Azoksimetana (Rosenberg et al. 2009)... Reaksi MTT (3[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5- diphenyltetrazolium bromide)... Biji sorgum berdasarkan tingkat penyosohan ………... Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit ekstrak tepung sorgum non
sosoh...
Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit tepung ekstrak sorgum DS 50%.
Mikrograf penghambatan sel kanker oleh ekstrak sorgum...
Pengaruh ekstrak sorgum terhadap penghambatan proliferasi sel kanker Hela, HCT116, A549...
Pengaruh ekstrak sorgum terhadap penghambatan sel kanker Raji...
22
23
24
25
26
27
Fotomikrograf jaringan ginjal mencit...
Fotomikrograf jaringan hati mencit...
Fotomikrograf kolon mencit kelompok B………... Fotomikrograf kolon mencit...
Fotomikrograf kolon mencit BALB/c dengan histopatologi
imunohistokimia...
Perkiraan model penghambatan kanker oleh komponen bioaktif
sorgum... 99
101
102
103
106
KARAKTERISTIK EKSTRAK SORGUM BERDASARKAN
TINGKAT PENYOSOHAN
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi komponen kimia dan fitokimia yang terdapat pada sorgum berdasarkan derajat penyosohan. Sorgum diekstraksi berdasarkan tingkat kepolaran dengan pelarut heksana, etil asetat dan etanol. Hasil menunjukkan derajat penyosohan mempengaruhi komposisi kimia dan fitokimia. Sorgum utuh (non sosoh) mempunyai sejumlah komponen kimia flavonoid, fenol hidrokuinon, sterol, dan tanin yang lebih tinggi dari sorgum yang telah disosoh 50% dan 100%. Senyawa fitokimia, terutama fenolik lebih terkonsentrasi pada ekstrak etil asetat. Total fenol ekstrak etil asetat sorgum > ekstrak etanol > ekstrak heksana. Kadar total fenol berkorelasi dengan kemampuan menangkal radikal bebas yang ditunjukkan melalui pereaksi DPPH. Ini mengindikasikan bahwa polifenol merupakan kontributor terhadap sifat antioksidan pada biji sorgum.
Kata Kunci : sorgum sosoh, ekstrak heksana, ekstrak etil asetat, ekstrak etanol, fitokimia
ABSTRACT
This study was conducted to obtain information of chemical components and phytochemicals found in sorghum based on the degree of polishing. Sorghum was extracted based on solvent polarity with hexane, ethyl acetate and ethanol. The results indicated that the degree of polishing affected the chemical composition and phytochemicals. Unpolished whole sorghum has chemical flavonoids, phenols hydroquinone, sterols, and tannins that are higher than sorghum which was polished 50% and 100%. Phytochemical compounds, mainly phenolic, are more concentrated in the ethyl acetate extract. Total phenol in ethyl acetate extract of sorghum > ethanol extract > hexane extract. Total phenol content of the extract was highly correlated with the ability to function as scavenger of free radicals as shown by DPPH reagent. This indicates that the polyphenols are contributors to the antioxidant properties in grain sorghum.
PENDAHULUAN
Sorgum merupakan serealia yang sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan karbohidrat dan telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan
pokok ke-5 di dunia setelah gandum, beras, jagung dan barley (FAO 2005).
Sorgum merupakan bahan pangan pokok di negara semi tropis baik di Afrika
maupun Asia. Konsumen sorgum sering diidentikkan dengan masyarakat
marginal. Sifat inferior ini berimplikasi pada kurang berkembangnya komoditas
sorgum. Perhatian pemerintah masih kurang dalam pengembangan sorgum di
Indonesia, padahal sorgum berpotensi sebagai sumber karbohidrat alternatif
pengganti beras yang dapat menunjang program diversifikasi pangan. Tepung
sorgum dapat sebagai pendamping tepung beras dan terigu, diolah menjadi aneka
pangan tradisional, aneka cake dan cookies. Sorgum sosoh dapat dikonsumsi sebagai mana layaknya nasi dan aneka produk bentuk butiran (brondong/pop sorghum, renginang, tape, wajik). Tepung sorgum dapat sebagai pendamping tepung beras dan terigu, diolah menjadi aneka pangan tradisional, aneka cake dan
cookies. Saat ini sudah dikembangkan produk sorgum instan seperti nasi sorgum
instan, bubur dan sereal sarapan (Widowati 2010).
Sorgum mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan secara
komersial di Indonesia, karena didukung oleh kondisi agroekologi dan
ketersediaan lahan yang cukup luas. Luas lahan kering mencapai 23.3 juta hektar
yang tersebar di pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi
dan belum dimanfaatkan sekitar 39% (Direktorat Serealia 2004).
Analisis komponen kimia merupakan analisis yang diterapkan untuk
mengetahui nutrisi yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Prinsip ekstraksi
adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar
dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut
mulai dengan pelarut non polar (n-heksana), lalu pelarut kepolarannya menengah
atau semi polar (etilasetat) kemudian pelarut bersifat polar (etanol) (Harborne
1996).
Metode ekstraksi yang umum digunakan adalah maserasi (penggunaan
organik dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan dalam temperatur
ruangan. Proses ini sangat menguntungkan karena perendaman akan
mengakibatkan pemecahan membran sel akibat perbedaaan tekanan antara di
dalam sel dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma
akan terlarut dalam pelarut organik.
Komposisi kimia dan senyawa fitokimia terdistribusi dengan kadar yang
berbeda pada setiap bagian. Perbedaan komposisi kimia dan kadar fitokimia pada
biji atau buah sangat dipengaruhi oleh tingkat ketuaan atau kematangan, kondisi
tanah, kondisi lingkungan dan cara pengolahan (Chludil et al. 2008).
Perbedaan distribusi komponen kimia dan senyawa fitokimia pada sorgum
serta perbedaan kelarutan dalam berbagai pelarut mendasari dilakukannya analisis
kimia dan pengujian keberadaan senyawa fitokimia. Pemilihan ekstraksi dengan
pelarut berdasarkan tingkat kepolaran diharapkan mampu mengekstrak secara
maksimal komponen bioaktif yang terdapat pada sorgum. Komponen bioaktif
yang terlarut dalam ekstrak diharapkan dapat berfungsi menghambat sel kanker
melalui aktivitas biologisnya.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai Januari – Maret 2010 di Laboratorium Kimia SEAFAST Center dan Departemen Ilmu & Teknologi Pangan IPB.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah sorgum varietas
kawali dari daerah gunung kidul, Yogyakarta. Bahan kimia untuk analisis, terdiri
dari n-heksan, etil asetat, etanol, Folin Ciocalteu Fenol, asam galat, asam
askorbat, enzim termamyl, dan 1,1-difenil-2-pikrilhidrasil (DPPH). Peralatan
Metode Penelitian
Proses penyosohan dan penepungan biji sorgum
Sorgum yang digunakan adalah varietas Kawali karena banyak
dibudidayakan petani di Indonesia dan telah digunakan oleh peneliti sebelumnya.
Pembersihan biji sorgum dari material selain biji sorgum, seperti potongan batang,
daun, sorgum yang tidak sehat (kecil, keriput, dan pecah), batu-batuan, dll.
Selanjutnya biji sorgum yang telah bersih tersebut disosoh dengan alat satake polisher berdasarkan waktu penyosohan 10, 20, 30, 40, 50, 60 detik. Kulit akan terpisah selama proses penyosohan. Rendemen hasil sosohan dihitung sebagai
persen bobot hasil dari bobot awal sebelum disosoh. Dari tahapan di atas,
diperoleh sorgum sosohan. Biji sorgum hasil penyosohan selanjutnya dibuat
tepung dengan menggunakan alat dishmill menjadi tepung sorgum dengan ukuran partikel 60 mesh.
DS (%) = ∑produk sampingan hasil sosoh biji serealia waktu sosoh tertentu x 100%
∑produk sampingan hasil sosoh biji serealia waktu sosoh sempurna
RS (%) = ∑ biji serealia waktu sosoh tertentu x 100% ∑ biji serealia utuh
Keterangan : DS = derajat sosoh (%)
RS = rendemen biji serealia tersosoh (%)
Komposisi Kimia Sorgum
Analisis komponen kimia tepung biji sorgum non sosoh, DS 50% dan DS
100% dilakukan dengan metode AOAC (2004). Analisis proksimat biji sorgum
yang dilakukan meliputi kadar air (metode oven), kadar abu (metode tanur), kadar
lemak (metode ekstraksi soxhlet), protein (metode mikro-kjeldahl), dan
karbohidrat (by difference).
Kadar air (AOAC 2004). Tepung sorgum ditentukan kadar airnya dengan
metode gravimetrik. Tepung sorgum sebanyak 2 g dimasukkan dalam wadah
kosong yang sudah diketahui beratnya. Sampel dikeringkan dalam oven vakum
Selisih berat sampel setelah pemanasan merupakan jumlah kadar air yang
terkandung dalam sampel.
Kadar abu metode tanur (AOAC 2004). Tepung sorgum sebanyak 5 g
dimasukkan dalam wadah kosong yang sudah diketahui beratnya. Sampel
dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 300oC selama 1 jam, kemudian suhu
tanur dinaikkan hingga 450oC selama 6 jam. Sampel didinginkan ke dalam
desikator selama 15 menit, lalu ditimbang apabila beratnya sudah konstan.
Kadar protein total metode Kjeldahl (AOAC 2004). Penentuan protein
berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi
amonia. Tepung sorgum ±5 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian
ditambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2 ± 0.1 mL H2SO4 serta
ditambahkan beberapa butir batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam
sampai cairan menjadi jernih. Selanjutnya didinginkan, setelah dingin
ditambahkan air perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Setelah dingin,
isi labu dipindahkan ke alat distilasi. Labu dibilas 5-6 kali dengan air 1-2 ml air.
Air bilasan ini dipindahkan ke alat distilasi. Di bawah kondensor diletakkan
erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran
metilen merah dan metilen biru). Ujung tabung kondensor terendam di bawah
larutan H3BO3. Pada alat distilasi ditambahkan 8-10 mL larutan NaOH-Na2S2O3,
kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml distilat dalam
erlenmeyer. Distilasi dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi abu-abu. Hal ini juga dilakukan terhadap blanko.
Persentase kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
N (%) = (mL HCl sampel-mL HCl blanko) x normalitas HCl x 14.007 x 100
mg sampel
Penentuan Kadar Serat Pangan ( Asp et al.1983)
Tepung sorgum ± 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlemeyer.
Ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat 0.1 M pH 6 sambil diaduk. Enzim
termamyl ditambahkan 0.1 ml. Labu erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil
dan diinkubasi dalam penangas air suhu 100oC selama 15 menit. Dibiarkan dingin
kemudian ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 1.5 dengan HCl.
Ditambahkan 100 mg enzim pepsin, labu erlenmeyer ditutup dan diinkubasi
dalam penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit. Kemudian
ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 6.8 menggunakan NaOH.
Enzim pankreatin ditambahkan 100 mg, labu erlenmeyer ditutup dan diinkubasi
dalam penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit. pH diatur
menjadi 4.5 menggunakan HCl. Dilakukan penyaringan dengan menggunakan
Crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 celite
kering. Dilakukan pencucian 2 x 10 ml air destilata. Selanjutnya antara residu dan
filtrat dipisahkan untuk analisis lebih lanjut.
Residu (analisis serat pangan tidak larut). Residu ditambahkan 2 x 10 ml
etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Dikeringkan pada suhu 105oC sampai mencapai
berat konstan (semalam). Ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1).
Kemudian diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam. Ditimbang setelah
didinginkan dalam desikator.
Filtrat (analisis serat pangan yang larut). Filtrat (100ml) ditambahkan
400 ml etanol 95% dalam keadaan hangat (suhu 60oC). Biarkan mengendap
selama 1 jam. Dilakukan penyaringan menggunakan crucible (porosity 2) yang
telah diketahui beratnya dan mengandung 0.5 gram celite. Cuci dengan 2 x 10 ml
etanol 78%, 2x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Dikeringkan pada suhu
105oC selama semalam. Ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D2).
Diabukan pada suhu 555oC selama 5 jam. Ditimbang setelah didinginkan dalam
desikator (I2). Blanko dibuat sesuai dengan prosedur diatas tetapi tanpa sampel
D1-I1-B1
% Serat pangan tidak larut = --- x 100 W
D2-I2-B2
% Serat pangan larut = --- x 100 W
Keterangan :
W = berat sampel (gram)
D = berat setelah pengeringan (gram) I = berat setelah pengabuan (gram) B = berat blanko bebas abu (gram)
Kadar Pati (AOAC 2004)
Tepung sorgum sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu erlemeyer,
ditambahkan 200 ml larutan HCl 3% dan dipanaskan pada pendingin balik tegak.
Setelah dingin dan dinetralkan dengan NaOH 10%. Larutan diencerkan sampai
500 ml di dalam labu takar, kemudian disaring. Sebanyak 10 ml larutan (filtrat)
dipipet dan dimasukkan ke dalam labu erlemeyer 250 ml dan ditambahkan 25 ml
larutan luff Schoorl, 15 ml air suling dan beberapa batu didih.
Larutan dipanaskan pada pendingin balik tegak. Pemanas diatur sehingga
isi labu erlemeyer mendidih dalam waktu kurang lebih 3 menit dan dipertahankan
selama 10 menit. Kemudian didinginkan secara cepat pada air mengalir serta
ditambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4 25% secara perlahan. Setelah reaksi
selesai dititrasi dengan larutan tiosulfat 0,1 N yang telah distandarisasi (a ml).
Larutan kanji digunakan sebagai petunjuk. Blanko dibuat seperti diatas (b ml).
A x F x 0.9
Kadar pati (%) = --- x 100% mg
dimana :
A = angka tabel Luff Schoorl, berdasarkan selisih ml titrasi (b-a) F = faktor pengenceran
Ekstraksi tepung sorgum metode maserasi (Houghton & Raman 1998).
Ekstraksi tepung sorgum utuh (S0), sorgum derajat sosoh 50% (DS50),
sorgum derajat sosoh 100% (DS100) berdasarkan tingkat kepolaran pelarut, yaitu
heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan etanol (polar). Tepung sorgum 100
gram dimaserasi dengan pelarut heksana 400 ml pada suhu ruang selama 24 jam.
Perbandingan tepung dengan pelarut 1:4 (b/v). Campuran tersebut disaring
menggunakan saringan vakum. Filtrat heksana diuapkan dengan rotavapor pada
suhu 40oC dan sisa pelarut heksana dihembuskan dengan gas nitrogen sampai
bobot tetap. Substrat heksana berupa padatan yang tidak lolos dalam filterisasi
kemudian digunakan sebagai sampel untuk ekstraksi dengan pelarut etil asetat.
Ekstraksi dengan pelarut etil asetat diulangi lagi seperti prosedur ekstraksi
heksana. Substrat etil asetat berupa padatan yang tidak lolos dalam filterisasi
kemudian digunakan sebagai sampel untuk ekstraksi dengan pelarut etanol.
Ekstraksi dengan pelarut etanol diulangi lagi seperti prosedur ekstraksi heksana.
Rendemen ekstrak dihitung sebagai persentase bobot ekstrak kering (tanpa
pelarut) dengan bobot tepung awal.
Analisis fitokimia kualitatif
Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan alkaloid,
flavonoid, sterol, triterpenoid, fenol hidrokuinon, saponin, dan tannin dalam
ekstrak sorgum (Harborne 1996).
Analisis Flavonoid dan Fenolik. Penentuan adanya flavonoid dan
senyawa fenolik dilakukan dengan melarutkan 0.1 g sampel dengan metanol
sampai semua sampel terendam, kemudian dipanaskan. Larutan dipipet dan
diteteskan pada 2 spot plate masing-masing 5 tetes. Pada spot plate pertama ditambahkan NaOH 10% (b/v), timbulnya warna merah menandakan positif
senyawa fenol hidrokuinon. Pada spot plate kedua ditambahkan 1 tetes H2SO4
pekat, timbulnya warna merah menandakan positif senyawa flavonoid .
Analisis Triterpenoid dan Sterol. Penentuan adanya triterpenoid dan
lalu disaring. Filtrat diuapkan dan ditambahkan eter. Lapisan eter yang terbentuk
dipipet dan diteteskan pada spot plate lalu ditambahkan pereaksi LB (3 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4). Adanya triterpenoid ditandai dengan timbulnya
warna merah atau ungu, sedangkan adanya sterol ditandai dengan adanya warna
hijau.
Analisis Flavonoid, Saponin dan Tanin. Penentuan adanya flavonoid,
saponin dan tanin dilakukan dengan memasukkan 0.1 g sampel dalam gelas piala,
lalu ditambahkan 10 mL air panas dan didihkan selama 5 menit. Kemudian
dimasukkan masing-masing 3 mL larutan ke dalam 2 tabung reaksi. Pada tabung
pertama dimasukkan serbuk mg dan beberapa tetes HCl pekat dan amil alkohol.
Campuran dikocok dan dibiarkan memisah, adanya flavonoid ditunjukkan adanya
warna merah coklat pada lapisan amil alkohol. Pada tabung reaksi kedua
dilakukan pengocokan secara vertikal selama 10 detik dan dibiarkan selama 10
menit. Adanya busa yang stabil menunjukkan adanya saponin, sedangkan sisa
campuran didihkan lagi selama 10 menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan dengan
beberapa mL larutan FeCl3 1% (b/v). Timbulnya warna biru atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya tanin.
Analisis total fenol (Sahreen et al. 2010).
Total fenol dari ekstrak sorgum ditentukan dengan metode spektrometri.
Ekstrak sorgum (± 1000 mg/ml) sebanyak 1 ml ditambahkan 4 ml larutan natrium
karbonat (75 g/l) kemudian dikocok. Pereaksi Folin-Ciocalteu fenol sebanyak 0.2
mL ditambahkan dan dikocok lagi. Setelah homogen ditambahkan akuades hingga
10 ml dan dikocok kembali. Campuran dibiarkan pada suhu kamar selama 1 jam
dan diukur 725 nm. Total fenol ditentukan dengan menggunakan larutan standar asam gallat. Hasil yang diperoleh dinyatakan dengan ekuivalen asam gallat
(GAE).
Analisis kemampuan menangkap radikal bebas DPPH (Sahreen et al. 2010)
Aktifitas antioksidan dianalisa berdasarkan kemampuannya menangkap
metanol hingga 10 ml. Ketika radikal DPPH bereaksi dengan senyawa antioksidan
maka kemampuan senyawa ini mendonorkan hidrogen berkurang. Penurunan
kemampuan absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm setelah 30 menit
diinkubasi. Kemampuan menghambat radikal bebas DPPH dinyatakan dengan %
penghambatan = [(A0– At)/A0] x 100%, dimana A0 adalah absorbansi kontrol saat
t = 0 detik dan At adalah absorbansi antioksidan pada saat t. Aktivitas antioksidan
ditentukan dengan menggunakan larutan standar asam askorbat konsentrasi 21.6,
43.2, 86.4, 129.6, 172.8, 216 mg/ml sehingga hasil yang diperoleh dinyatakan
dengan ekuivalen asam askorbat (AEAC).
Analisis Data
Data penelitian dinyatakan sebagai rata-rata ± SD dari dua pengukuran
secara paralel. Semua data dianalisis dengan prosedur sidik ragam (ANOVA)
dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan ada perbedaan maka
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan New Multiple Range Test/DMRT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Derajat Sosoh terhadap Komposisi Kimia
Sorgum utuh (whole sorghum) terdiri dari lapisan perikarp, endosperm, dan lembaga. Proses penyosohan biji sorgum utuh (whole grain) menjadi sorgum sosoh merupakan proses awal sebelum pengolahan lebih lanjut menjadi
produk-produk pangan berbahan baku sorgum. Penyosohan dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan penerimaan konsumen karena penampakan dan rasa yang
kurang disukai (sepet). Sorgum utuh apabila dikonsumsi akan menimbulkan rasa
agak getir di lidah karena mempunyai tekstur yang lebih kasar.
Penyosohan secara mekanis biasa disebut dengan dehulling atau
digunakan adalah mesin tipe abrasif. Prinsip abrasif didasarkan pada gesekan
antara biji sorgum dengan batu gerinda, biji sorgum dengan rumah batu gerinda
dan juga antara masing-masing biji, sehingga menyebabkan kulit biji terabrasi
dengan cepat mulai dari arah luar hingga permukaan endosperma. Oleh karena
itu derajat sosoh dengan metode ini dapat diukur dengan lama penyosohan
(Mudjisihono & Suprapto, 1987). Proses penyosohan biji sorgum menghasilkan
dedak (bran), lembaga, dan endosperm. Dedak merupakan hasil samping dari proses penggilingan yang terdiri dari lapisan luar butiran sorgum (perikarp) dan
sejumlah lembaga.
Derajat sosoh merupakan istilah yang menunjukkan seberapa banyak
bagian perikarp yang dipisahkan dari endosperm. Penentuan derajat sosoh
berdasarkan perbandingan jumlah produk sampingan hasil sosoh biji sorgum
waktu sosoh tertentu dan jumlah produk sampingan hasil sosoh biji sorgum
tersosoh sempurna (Tabel 4).
Proses penyosohan berdasarkan waktu penyosohan, merupakan metode
konvensional yang paling mudah, murah dan hingga saat ini masih digunakan di
beberapa negara penghasil sorgum. Hasil menunjukkan semakin lama waktu
penyosohan maka semakin susut bobot biji sorgum karena terjadi
pelepasan/kehilangan lapisan kulit perikarp (bran).
Tabel 4 Penentuan derajat sosoh biji sorgum
TS(s) WA(g) WS (g) WD(g) WH(g) RS (%) DS(%)
0 170 0 0 0 0 0
10 170 149.79 18.21 2 88.11 34.21
20 170 140.14 26.86 3 82.44 50.46
30 170 131.77 36.23 2 77.51 68.06
40 170 122.72 43.28 4 72.19 81.31
50 170 117.72 49.28 3 69.25 92.58
60 170 112.77 53.23 4 66.34 100
Keterangan: TS(s) : waktu sosoh , WA(g): Bobot awal, WS (g): Bobot biji sosoh, WD(g):
Bobot produk sampingan, WH(g): bobot yang hilang, RS (%): Rendemen biji sosoh, DS(%): Derajat sosoh
Penghitungan rendemen hasil penyosohan biji sorgum bertujuan untuk
penyosohan. Derajat sosoh (DS) mempengaruhi rendemen sorgum akibat
perlakuan waktu penyosohan. Semakin tinggi waktu penyosohan maka rendemen
semakin kecil.
Gambar 12 Biji sorgum berdasarkan tingkat penyosohan
Komposisi kimia sorgum berbeda-beda tergantung pada varietas dan
waktu penyosohan. Biji sorgum utuh/whole sorghum (S0) dan sorgum sosoh hasil penyosohan dengan derajat sosoh 50% (S50) dan derajat sosoh 100% (S100)
dipilih untuk dianalisis komponen kimianya.
Tabel 5 Komposisi kimia sorgum
Komposisi kimia Kadar *
S0 S50 S100
Air (%) 12.53b 12.42ab 12.03a
Protein (%) 8.91b 8.59b 7.49a
Lemak (%) 4.14c 1.98b 1.61a
Abu (%) 1.36b 0.83ab 0.28a
Karbohidrat(by difference) 73.06c 76.18b 78.58a
Serat pangan:
a. Serat pangan larut (%) 2.39a 2.52b 2.59b
b.Serat pangan tidak larut (%) 6.44c 4.23b 3.53a
c. Serat pangan total (%) 8.83c 6.75b 6.12a
Pati (%) 64.23a 69.43b
72.47c
*
Konsentrasi dinyatakan dalam basis kering, kecuali kadar air dalam basis basah
a-c
huruf superskrip menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 5%
S0 = tepung sorgum utuh, S50 = tepung sorgum DS 50%, S100 = tepung sorgum DS 100%.
Biji sorgum memiliki kadar karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan
komposisi kimia lainnya (Tabel 5). Hal ini menunjukkan sorgum dapat digunakan
sebagai sumber karbohidrat pengganti beras sehingga dapat menunjang program
diversifikasi pangan. Sebagian besar karbohidrat sorgum adalah pati (67% - 72%)
yang tersimpan dalam bentuk granula. Pati sorgum mengandung amilosa sekitar
12 - 22 g/100 g bobot basah dan amilopektin sekitar 45 – 55 g/100 g bobot basah. Energi yang dihasilkan dari tepung biji sorgum utuh sekitar 356 kkal/100 g (Dicko
et al. 2006).
Komposisi kimia tepung sorgum ketiga kelompok penyosohan berbeda
secara signifikan (p<0.05). Abrasi yang sangat cepat menyebabkan sebagian
endosperma ikut terkikis, sehingga biji sorgum sosoh yang dihasilkan tidak
utuh. Penyosohan menyebabkan penurunan beberapa kandungan zat gizi protein,
serat, vitamin serta mineral.
Protein yang terdapat pada biji sorgum 8.91 %, sedangkan pada sorgum
yang disosoh sebagian (S50) sebesar 8.59 % dan sorgum yang disosoh 100%
(S100) sebesar 7.49 %. Hal ini berarti sekitar 4 - 16 % protein terdapat dalam
dedak (bran) yang terpisah dari biji sorgum saat penyosohan. Kadar protein S50 lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Yanuar (2009). Kadar protein sorgum yang
disosoh 20 detik dilaporkan 6.23% bk dan 60 detik 5.91% bk. Kandungan protein
endosperma, lembaga dan perikarp sorgum berturut-turut 80 %, 16 %, dan 3 %
(Rooney 2001). Protein sebagai komponen gizi terbesar kedua setara dengan
terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Protein biji sorgum terdiri dari
4 fraksi yaitu prolamin (larut dalam alkohol), glutenin (larut dalam alkali),
albumin (larut dalam air) dan globulin (protein larut dalam garam). Prolamin
merupakan fraksi protein terbesar yaitu 27 - 43.1 %, diikuti oleh glutenin 26.1 -
39.6 %, globulin 12.9 - 16 %, dan albumin 2 - 9 % dari kandungan protein biji
sorgum (FAO, 1995).
Proses penyosohan menurunkan kandungan lemak biji sorgum sekitar 52 -
61%. Kandungan lemak sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan beras
(0,5-1,5%) dan terigu (2%). Komposisi lemak sorgum kaya akan linoleat, oleat,
palmitat, linolenat, dan stearat umumnya terdapat pada bagian lembaga (FAO
berbagai unsur mineral dan vitamin. Proses penyosohan menurunkan nilai gizi
secara signifikan karena mengikis lapisan kulit ari yang mengandung komponen
gizi termasuk protein, lemak dan mineral. Sebagian besar mineral terdapat pada
bagian dedak dan hanya sekitar 21 - 69 % yang tertinggal pada biji sorgum yang
telah disosoh. Sorgum mengandung berbagai mineral esensial, seperti P, Mg, Ca,
Fe, Zn, Cu, Mn, Mo dan Cr (Glew et al. 1997; Dicko et al. 2006).
Kadar serat pangan dan -glukan sorgum cukup tinggi sehingga
memungkinkan sebagai sumber serat pangan. Kadar serat pangan sorgum
dilaporkan cukup bervariasi 2 - 9% (Dicko et al. 2006). Serat pangan yang terdapat sorgum adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, dan -glukan. Umumnya
serat tidak larut seperti selulosa dan hemiselulosa tahan terhadap degradasi
mikrobial sehingga hanya sebagian kecil yang terfermentasi. Sebaliknya hampir
semua serat larut glukan dapat dengan cepat difermentasi secara sempurna.
-glukan berperan dalam bidang medis dan farmakologi karena berpotensi
mencegah terjadinya penyakit degeneratif seperti hiperglikemia,
hiperkolesterolemia, obesitas, penyakit kardiovaskular, kanker, dan membantu
meningkatkan pertumbuhan probiotik (Laroche & Michaud, 2006)
Fermentasi serat dalam kolon menghasilkan produk berupa gas seperti gas
hidrogen, metana, karbondioksida dan asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid) seperti asam asetat, propionat dan butirat. Asam lemak rantai pendek (SCFA) diserap oleh mukosa kolon dan menghasilkan energi bagi inang sehingga
serat bisa dianggap sebagai sumber kalori yang jumlahnya kira-kira 1.5 – 2.5 kkal/gram. Jumlah SCFA yang dihasilkan tergantung pada tingkat fermentasi
masing-masing serat. Hubungan serat pangan dengan pencegahan penyakit
degeneratif telah banyak dilaporkan. Serat pangan dapat memperpendek waktu
kontak sisa pencernaan dalam usus besar sehingga mengurangi resiko terjadinya
kanker kolorektal (Tungland & Meyer, 2002).
Ekstraksi Sorgum
Tepung sorgum diekstraksi secara bertahap dengan beberapa jenis pelarut
dengan tingkat polaritas berbeda. Ekstraksi tepung sorgum utuh dan sosohan
Pelarut heksana digunakan untuk mengekstrak komponen aktif yang larut dalam
pelarut non polar. Etil asetat untuk mengekstrak komponen aktif yang larut dalam
pelarut semi polar dan etanol untuk mengekstrak komponen aktif yang larut dalam
pelarut polar. Rendemen merupakan perbandingan antara berat bagian bahan yang
dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen ini berguna untuk
mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Apabila nilai rendemen
suatu produk atau bahan semakin tinggi, maka nilai ekonomisnya juga semakin
tinggi sehingga pemanfaatannya dapat menjadi lebih efektif.
Tabel 6 Sifat fisik dan rendemen ekstrak biji sorgum
Jenis Ekstrak Fisik Ekstrak Rendemen ekstrak(%)
S0 S50 S100
Huruf superskrip pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 5 % S0 = tepung sorgum utuh, S50 = tepung sorgum DS 50%, S100 = tepung sorgum DS 100%.
Sifat fisik dan rendemen ekstrak sorgum pada Tabel 6 menunjukkan
bahwa hasil pelarutan dengan etanol paling tinggi dibandingkan dengan pelarut
lainnya. Hasil menunjukkan bahwa rendemen ekstrak sorgum dipengaruhi oleh
jenis pelarut. Dilaporkan oleh Yanuar (2009) tepung sorgum sosohan 20 detik
yang diekstrak dengan pelarut aseton dan aquades menghasilkan rendemen
ekstrak berturut-turut 2.61% dan 5.3%.
Ekstrak sorgum dengan pelarut etanol menunjukkan rendemen ekstrak
tertinggi pada biji sorgum utuh (S0). Kemampuan etanol dalam mengekstrak
jaringan tanaman disebabkan pelarut ini secara efektif dapat melarutkan senyawa
polar, seperti gula, asam amino, dan glikosida (Houghton dan Raman,1998).
Rendemen ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut etanol berbeda
nyata dengan ekstrak etil asetat dan heksana.
Sorgum yang disosoh 100% (S100) tidak dianalisis lebih lanjut karena
proses penyosohan mengurangi sejumlah komponen bioaktif dan rendemen
Pengujian Komponen Fitokimia
Uji fitokimia merupakan pengujian kualitatif untuk mengetahui
keberadaan senyawa-senyawa fitokimia. Kandungan fitokimia ketiga kelompok
ekstrak ditunjukkan pada Tabel 7. Senyawa fitokimia yang teridentifikasi pada
ekstrak sorgum meliputi flavonoid, triterpenoid, sterol, tannin, dan fenol
hidrokuinon. Pengujian secara kualitatif menunjukkan keberadaan senyawa
flavonoid, triterpenoid, sterol, tanin, dan fenol hidrokuinon pada ekstrak sorgum
ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah, ungu, hijau, biru, merah. Penentuan
intensitas warna didasarkan pada perbandingan kepekatan warna yang diamati
secara visual dari semua senyawa fitokimia yang teruji.
Tabel 7 Komponen fitokimia ekstrak biji sorgum
Komponen Fitokimia
Ket. : + = menunjukkan intensitas dan didasarkan pada perbandingan intensitas warna secara visual
- = menunjukkan tidak terdeteksi
S0 = tepung sorgum utuh, S50 = tepung sorgum DS 50%
Data pada Tabel 7 menunjukkan intensitas senyawa yang ditemukan pada
ketiga kelompok ekstrak. Intensitas senyawa fitokimia pada sorgum non sosoh
lebih tinggi dari sorgum yang tersosoh. Intensitas senyawa fitokimia pada
heksana (non polar) lebih rendah dari ekstrak etil asetat (semipolar) dan ekstrak
etanol (polar). Pelarut etil asetat dapat mengekstrak senyawa alkaloid, aglikon
dan glikosida, sterol, terpenoid, dan flavonoid (Cowan 1999, Houghton &
Raman, 1998).
Senyawa flavonoid dengan intensitas warna tertinggi ditemukan pada
disebabkan pelarut ini secara efektif dapat melarutkan senyawa polar, seperti
gula, asam amino, dan glikosida (Houghton dan Raman 1998), fenolik dengan
berat molekul rendah dan tingkat kepolaran sedang, flavonoid aglikon,
antosianin, terpenoid, saponin, tannin, flavon, fenon dan polifenol, vitamin C
(Cowan 1999; Dalimarta 2003; Dehkharghanian et al. 2010).
Berdasarkan hasil pengujian kualitatif atas warna yang dihasilkan
menunjukkan bahwa senyawa flavonoid, fenol hidrokuinon, sterol ditemukan
pada ketiga jenis ekstrak, tetapi intensitasnya semakin berkurang dengan
meningkatnya derajat penyosohan. Tanin ditemukan pada ekstrak etil asetat dan
ekstrak etanol dan saponin hanya ditemukan pada ekstrak etanol. Tanin yang
terdapat pada sorgum memiliki berbagai peranan, antara lain untuk melindungi
biji dari predator burung, serangga, kapang (Fusarium tapsinum dan Aspergillus flavus) serta dari cuaca (Waniska et al. 1989). Jenis tanin kondensat yang terdapat pada sorgum memiliki banyak cincin aromatik dan gugus hidroksil sehingga
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan tidak dapat bereaksi sebagai
prooksidan karena dapat membentuk oligomer. Semakin banyak jumlah cincin
aromatik dan gugus hidroksil akan semakin tinggi aktivitas antioksidannya
(Hagerman et al. 1998).
Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Sorgum
Hasil pengujian total fenol pada ketiga kelompok ekstrak berbeda secara
signifikan. Derajat penyosohan mempengaruhi total fenol dan aktivitas
antioksidan kemampuan menangkal radikal bebas DPPH (Tabel 8).
Tabel 8 Kadar total fenol dan aktivitas antioksidan ketiga kelompok ekstrak
Jenis senyawa Ekstrak
H0 H5 A0 A5 E0 E5
Total fenol
(mg GAE/100 g bk) 419.86 398.55 1043.36 975.61 545.17 467.29
Aktivitas Antioksidan
(mg AEAC/ 100 g bk) 5.19 4.79 21.91 21.43 14.28 13.43
Ket. : GAE : ekuivalen asam gallat
AEAC : Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity
H0, A0, E0 : ekstrak heksana, etil asetat, etanol pada tepung sorgum tanpa sosoh
Ekstrak etil asetat mempunyai kadar total fenol paling tinggi pada ekstrak
sorgum. Hal ini menunjukkan senyawa fenolik lebih terkonsentrasi pada ekstrak
etil asetat. Kondisi ini seiring dengan hasil uji kandungan fitokimia pada ketiga
ekstrak (Tabel 7). Mohamed et al. (2009) melaporkan total polifenol ekstrak metanolik dari beberapa jenis sorgum sekitar 229 – 590 mg GAE/100g dan total karotenoid sekitar 8-17µg -karoten/100g bobot kering.
Komponen fenolik yang terdapat pada sorgum adalah asam
hidroksibenzoat, asam hidroksisinamat (kaumarat, kafeat, ferulat, sinapat).
Komposisi fenolik pada biji sorgum antara lain asam ferulat (300 - 500mg/g) dan
asam kaumarat (100 - 200mg/g) (Verbruggen, 1993). Kadar asam fenolik yang
terdapat pada bran (lapisan luar biji sorgum) dilaporkan lebih tinggi dari bran wheat dan bran rye. Komponen flavonoid yang terdapat dalam sorgum adalah antosianin (0 - 2800 mg/g), 3-deoksiantosianidin (0 - 4000 mg/g), flavan 4-ol (0 -
1300 mg/g) dan proantosianidin (0 - 68000mg/g)(Verbruggen et al. 1993; Awika
et al. 2003; Dicko et al. 2005). Keberadaan senyawa flavonoid pada ekstrak etil asetat menyebabkan kemampuan menangkap radikal bebas DPPH lebih tinggi
dibandingkan ekstrak lainnya. Hal ini sejalan dengan informasi dari Kill et al. (2009) yang menginformasikan bahwa ekstrak metanolik, fraksi heksana, fraksi
etil asetat dan fraksi butanol yang diekstrak dari berbagai kultivar sorgum di
Korea Selatan mampu menangkal radikal bebas DPPH lebih tinggi dari BHA
(Butylated hidroxyanisole) dan BHT. Kandungan 3-deoksiantosianin pada berbagai jenis sorgum mempengaruhi aktivitas antioksidan. Jenis sorgum hitam
lebih tinggi kandungan 3-deoksiantosianin dari sorgum merah dan sorgum putih.
Semakin tinggi total fenol maka kemampuan menangkap radikal bebas
semakin tinggi. Kadar total fenol ketiga kelompok ekstrak berkorelasi positif
dengan kapasitas menangkap radikal bebas. Komponen polifenol yang terdapat
pada bran sorgum mampu mendonorkan atom hidrogen pada radikal oksigen (ORAC) lebih tinggi dari blubery, strawbery, anggur dan jeruk (Awika & Rooney
2004). Efektivitas flavonoid sebagai penangkal radikal bebas ditentukan oleh
kemampuan struktur molekul flavonoid membentuk radikal yang terstabilkan oleh
dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gugus hidroksil, adanya gugus ikatan rangkap
terkonjugasi serta gugus karbonil pada strukturr benzo- -piron (Amic et al. 2003). Polifenol ekstrak metanolik sorgum mampu menangkap radikal bebas
DPPH lebih tinggi (14 - 56%) dari kontrol BHA dan α-tokoferol (13%) namun lebih rendah dari kontrol asam askorbat. Kapasitas reduksi ekstrak metanolik
sorgum terhadap ion Fe3+ menjadi Fe2+ lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Keberadaan redukton dalam ekstrak mampu memutus rantai radikal bebas dengan
mendonorkan atom hidrogen atau elektron sehingga mampu mereduksi ion Fe3+.
Hal ini mengindikasikan polifenol yang terdapat dalam ekstrak sorgum berperan
sebagai elektron dan donor hidrogen (Mohamed et al. 2009).
SIMPULAN
Proses penyosohan 50% menurunkan kadar protein, lemak, serat total dan mineral
sorgum. Semakin tinggi derajat sosoh maka kadar pati yang terdapat pada
endosperma semakin tinggi. Senyawa fitokimia yang terkandung dalam sorgum
adalah flavonoid, fenol hidroquinon, sterol, dan tanin. Komponen kimia dan
fitokimia lebih terkonsentrasi pada sorgum non sosoh (whole grain) dibandingkan dengan sorgum yang disosoh 50%. Senyawa fitokimia, terutama fenolik lebih
terkonsentrasi pada ekstrak etil asetat. Total fenol ekstrak etil asetat sorgum >
ekstrak etanol > ekstrak heksana. Hal ini berkorelasi dengan kemampuan
AKTIVITAS EKSTRAK SORGUM TERHADAP
PENGHAMBATAN PROLIFERASI BEBERAPA ALUR SEL
KANKER SECARA
IN VITRO
ABSTRAK
Sorgum berpotensi sebagai sumber antioksidan karena mengandung komponen fitokimia seperti flavonoid, fenol hidrokuinon, sterol dan tanin. Antioksidan fenolik dan flavonoid sorgum sebagai penangkal radikal bebas berpotensi menghambat proliferasi sel kanker. Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitas ekstrak heksana, etil asetat, dan ekstrak etanol sorgum terhadap penghambatan proliferasi beberapa alur sel kanker. Ketiga ekstrak sorgum dievaluasi sitotoksik pada Artemia salina Leach, sel limfosit dan alur sel kanker paru-paru (A549), kanker kolon (HCT 116), kanker servik (Hela), kanker limfoma (Raji). Hasil menunjukkan ekstrak sorgum dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit dan menghambat proliferasi sel kanker. Konsentrasi ekstrak dalam menghambat sel kanker bervariasi dan umumnya semakin tinggi konsentrasi ekstrak semakin tinggi aktivitas penghambatan sel kanker. Ekstrak sorgum menghambat proliferasi sel kanker A549 ≤ 24%, HCT 116 ≤ 22%, Hela
≤ 25%, dan sel kanker Raji ≤ 80%. Aktivitas penghambatan ekstrak sorgum tertinggi pada sel kanker limfoma Raji. Penghambatan sel kanker Raji (80,08%) ditemukan pada ekstrak etanol sorgum (2600µg/ml).
Kata Kunci : ekstrak sorgum, sel kanker, limfosit, A549, HCT 116, Hela, Raji.
ABSTRACT
Sorghum is potential source of antioxidants because it contains phytochemical components such as flavonoids, phenols hydroquinone, sterols and tannins. Phenolic antioxidants and flavonoids in sorghum as scavenger to free radicals potentially inhibit cancer cell proliferation. This research aims to study the activity of extracts of hexane, ethyl acetate, and ethanol extracts of sorghum on the inhibition of proliferation of several cancer cell line. All three extracts of sorghum were evaluated on the cytotoxic Artemia salina Leach, lymphocytes, lung cancer cells (A549), colon cancer cells (HCT 116), cervical cancer cells (Hela), and lymphoma cancer cells (Raji). The results showed sorghum extract can enhance cell proliferation of lymphocyte but inhibit proliferation of cancer cells. The concentration of extract in inhibiting cancer cell varied and generally the higher the concentration the higher the inhibitory activity of extracts of cancer cells. Sorghum extract inhibits proliferation of A 549 cancer cells ≤ 24 %, HCT 116 ≤ 22%, Hela ≤ 25 %, and Raji cancer cells ≤ 80 %. Sorghum extract has the highest inhibitory activity on Raji cells. Inhibition of cancer cells Raji (80.08 %) were shown by ethanol extracts of sorghum (β600 g/ml).
Key words : sorghum extracts, cancer cell lines, lymphocyte, A 549, HCT 116,
PENDAHULUAN
Komponen fitokimia yang terdapat pada ekstrak sorgum meliputi
flavonoid, fenol hidrokuinon, sterol, dan tanin. Senyawa tersebut mempunyai
kelarutan berbeda berdasarkan tingkat kepolaran pelarut dan lebih terkonsentrasi
pada ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol. Kadar total fenol pada ekstrak etil
asetat > etanol > heksana. Semakin tinggi total fenol yang terdapat pada sorgum
semakin tinggi kemampuan menangkap radikal bebas. Keberadaan senyawa
antioksidan alami terbukti mencegah berbagai kerusakan oksidatif dan penyakit
yang banyak melibatkan reaksi radikal bebas (Amic et al. 2003).
Kultur sel menjadi alat penting untuk penelitian-penelitian di biologi
molekuler dan seluler, memberikan model sistem yang baik untuk penelitian sifat
fisiologi dan biokimia sel, pengaruh komponen pangan terhadap sel, mutagenesis
dan karsinogenesis. Cell line sering digunakan dalam riset kanker dengan pertimbangan faktor fisiko-kimia dapat dikontrol dan kondisi fisiologis sel dapat
dipertahankan secara konstan. Sel secara langsung mengakses bahan atau zat yang
diuji, sehingga kebutuhan sampel yang diuji relatif sedikit. Kultur sel limfosit
sering digunakan sebagai model untuk mengetahui pengaruh suatu bahan pangan
terhadap sistem imun. Kultur sel limfosit tidak berbeda jauh dengan yang
digunakan untuk mengkultur cell line dan sel lainnya. Sel limfosit tidak menempel pada permukaan kaca atau plastik seperti kultur pada sel monolayer (Freshney
1994).
Oleh karena itu pengujian kultur sel secara in vitro penting dilakukan untuk mengetahui potensi ekstrak sorgum terhadap sel limfosit dan sel kanker. Sel
kanker yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel kanker kolon HCT 116, sel
kanker servik HeLa, sel kanker paru-paru A549, dan sel kanker limfoma Raji.
Tujuan pengujian aktivitas penghambatan proliferasi sel kanker secara in vitro
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian berlangsung dari Maret 2011 hingga Oktober 2011. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Kimia Pangan Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan Fateta, Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi
Departemen Klinik Reproduksi & Patologi FKH IPB dan Laboratorium
Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata IPB Bogor.
Bahan dan Alat
Sorgum varietas kawali diperoleh dari petani di daerah gunung Kidul. Sel
kanker paru-paru A549 (ATCC CCL-185) koleksi Laboratorium Kultur Jaringan
FKH IPB. Sel kanker servik HeLa (ATCC CCL-2), sel kanker limfoma Raji
(ATCC CCL-86), dan sel kanker kolon HCT-116 (ATCC CCL-247) dari Stem
Cell Cancer Institute Jakarta. Bahan lain diantaranya heksana, etil asetat, dan
etanol untuk ekstraksi, bahan untuk keperluan kultur seperti RPMI (Roswell Park Memorial Institute), Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), Fetal Calf Serum (FCS), penisilin 100U/ml, streptomisin 100ug/ml,
3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT). Peralatan yang digunakan antara
lain elisa mikroplate reader, timbangan, sentrifus, inkubator.
Metode Penelitian
Pengujian Sitotoksik terhadap larva Artemia salina L dengan Metode Brine
Shrimp Lethality Test (Meyer et al. 1982).
sehingga telur menetas sempurna. Setelah 24 jam larva menetas dan selanjutnya
dipipet ke dalam botol percobaan dan diberi perlakuan selanjutnya dengan ekstrak
sampel. Larutan ekstrak dengan konsentrasi 5000, 1000, 500, 100, 50, dan 10
( g/ml) diuji dengan larva A.salina. Uji biologis dilakukan dengan memasukkan 10 ekor larva A.salina yang berumur 48 jam ke dalam botol yang telah berisi larutan ekstrak dan air laut sesuai konsentrasi yang diinginkan. Sebagai kontrol
adalah air laut yang tidak diberi ekstrak sorgum. Pengamatan dilakukan setelah 24
jam. Jumlah larva yang mati dicatat, kemudian dihitung persentase kematiannya,
dan data selanjutnya diolah dengan analisis probit, yaitu suatu metode regresi
menggunakan program computer SAS 604 untuk mencari data LC50 (suatu nilai
yang menunjukkan tingkat konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk mematikan
50% dari hewan yang diuji larva Artemia salina L.).
Isolasi sel limfosit limpa tikus
Pengujian pada sel limfosit adalah untuk melihat kemampuan ketiga
ekstrak sorgum dalam meningkatkan sistem imun limfosit. Pengujian aktivitas
proliferasi sel limfosit menggunakan metode MTT. Tikus dieutanasia secara
dislocasio os cervicalis dan diambil organ limfanya secara steril, dicuci dengan 5 ml PBS. Limfa digerus sampai homogen pada cawan petri steril yang berisi 5 ml
RPMI-1640 selanjutnya dipindahkan ke tabung sentrifus dan disentrifugasi
dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet (bagian
bawah) dijentik-jentikkan dan ditambah 2 ml NH4Cl 0,85%, didiamkan selama 2
menit, ditambahkan 3 ml RPMI-1640, selanjutnya disentrifugasi dengan
kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Supernatan yang berisi sel darah merah yang
lisis dibuang. Pelet sel yang mengandung sel limfosit ditambahkan 5 ml
RPMI-1640 dan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Pencucian
dengan RPMI-1640 dilakukan dua kali. Endapan sel limfosit disuspensikan
dengan 3-5 ml media RPMI.
Suspensi sel limfosit yang telah dihomogenkan dihitung jumlah selnya
dengan pewarna tripan biru 1:1. Sel yang siap dikultur mengandung jumlah sel
limfosit dalam kondisi hidup 95%. Perhitungan sel limfosit dilakukan dengan