• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II PELAKSANAAN PRAKTEK IBADAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab II PELAKSANAAN PRAKTEK IBADAH"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

A. Landasan Teori 1. Konsep Efektivitas a. Pengertian Efektivitas

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 375), efektivitas berarti: 1. keadaan berpengaruh; hal berkesan; 2. keberhasilan (tentang usaha, tindakan); 3. hal mulai berlakunya (tentang undang-undang, peraturan). Jadi efektivitas merupakan suatu keadaan tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Keberlangsungan organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari sisi internal maupun dari sisi eksternal organisasi yaitu lingkungan yang berada di sekitar organisasi. Dengan kata lain, akan ada sebuah proses integrasi antar sub-sub dalam organisasi serta dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Keberhasilan suatu organisasi dalam menjaga keberlangsungannya biasanya akan selalu dikaitkan dengan bagaimana suatu organisasi secara keseluruhan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu organisasi yaitu pengukuran efektivitas.

Menurut Steers (1998 : 1) efektivitas yang berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan satu unit keluaran (output). Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

(2)

Gibson (2000: 28) mengemukakan bahwa efektivitas dalam konteks perilaku organisasi merupakan hubungan antar produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivitas yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan Robbins (2001: 22-24) menjelaskan bahwa efektivitas adalah suatu keberhasilan dalam memenuhi tuntutan pelanggan dengan penggunaan input/biaya yang rendah. Dengan kata lain efektivitas adalah keberhasilan pencapaian tujuan dengan tingkat produktivitas yang bergantung pada efisien.

Siagian (2007: 24) memberikan definisi efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.

(3)

diterima. Proses yang dapat dipakai oleh para pimpinan instansi untuk menetapkan efektivitas organisasi mencakup pengamatan terhadap lingkungan yang terus menerus guna menjamin bahwa output organisasi yang dipakai oleh seorang anggota kelompok dapat diterima.

Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

b. Ukuran Efektivitas

(4)

ditentukandenganhasilnyatayangtelahdiwujudkan.Namun,jikausahaatauhasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Terdapat 3 perspektif yang utama didalam menganalisis apa yang disebut efektivitas organisasi (Steers, 1998: 5-7), yaitu :

1) Perspektif optimalisasi tujuan, yaitu efektivitas dinilai menurut ukuran seberapa jauh suatu organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai. Pemusatan perhatian pada tujuan yang layak dicapai secara optimal, memungkinkan dikenalinya secara jelas bermacam-macam tujuan yang sering saling bertentangan, sekaligus dapat diketahui beberapa hambatan dalam usaha mencapai tujuan.

2) Perspektif sistem, yaitu efektivitas organisasi dipandang dari keterpaduan berbagai faktor yang berhubungan mengikuti pola, input, konversi, output dan umpan balik, dan mengikutsertakan lingkungan sebagai faktor eksternal. Dalam perspektif ini tujuan tidak diperlakukan sebagai suatu keadaan akhir yang statis, tetapi sebagai sesuatu yang dapat berubah dalam perjalanan waktu. Lagipula tercapainya tujuan-tujuan jangka pendek tertentu dapat diperlakukan sebagai input baru untuk penetapan selanjutnya. Jadi tujuan mengikuti suatu daur yang saling berhubungan antar komponen, baik faktor yang berasal dari dalam, maupun faktor yang berasal dari luar.

3) Perspektif perilaku manusia, yaitu konsep efektivitas organisasi ditekankan pada perilaku orang-orang dalam organisasi yang mempengaruhi keberhasilan

(5)

asumsi bahwa cara satu-satunya mencapai tujuan adalah melalui tingkah laku orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.

Efektivitas memiliki tiga tingkatan sebagaimana yang didasarkan oleh David J. Lawless dalam Gibson (2000: 25-26) antara lain :

1) Efektivitas Individu

Efektivitas Individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang menekankan pada hasil karya pegawai atau anggota dari organisasi;

2) Efektivitas kelompok

Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerja sama dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan jumlah kontribusi dari semua anggota kelompoknya;

3) Efektivitas Organisasi

Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya. Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai.

Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga pendekatan yang dapat digunakan (Gibson, 2000: 55), yakni:

1) Pendekatan Sumber yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2) Pendekatan proses adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan

(6)

3) Pendekatan sasaran dimana pusat perhatian pada hasil, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil yang sesuai dengan rencana.

Penekanan konsep tujuan yaitu pada pencapaian tujuan yang dianggap paling utama dan memiliki pengaruh terhadap keberlangsungan organisasi tersebut, jadi apabila tujuan dari suatu organisasi telah dicapai maka organisasi tujuan memiliki beberapa kelemahan antara lain (Gibson, 2000: 29):

1. Pencapaian tujuan tidak dengan mudah dapat diukur bagi organisasi yang tidak memproduksi keluaran (output) yang nyata sehingga sulit untuk mengukur keefektifan suatu organisasi.

2. Setiap organisasi berusaha mencapai lebih dari satu tujuan dan pencapaian tujuan yang satu sering menghalangi/mengurangi pencapaian tujuan lainnya.

3. Kemungkinan adanya satu perangkat tujuan formal yang didukung oleh seluruh anggota, masih sangat diragukan karena sulitnya menentukan tujuan utama dalam organisasi.

Penekanan konsep tujuan yaitu pada pencapaian tujuan yang dianggap paling utama dan memiliki pengaruh terhadap keberlangsungan organisasi tersebut, jadi apabila tujuan dari suatu organisasi telah dicapai maka organisasi tujuan memiliki beberapa kelemahan antara lain (Gibson, 2000: 29):

1) Pencapaian tujuan tidak dengan mudah dapat diukur bagi organisasi yang tidak memproduksi keluaran (output) yang nyata sehingga sulit untuk mengukur keefektifan suatu organisasi.

(7)

3) Kemungkinan adanya satu perangkat tujuan formal yang didukung oleh

seluruh anggota, masih sangat diragukan karena sulitnya menentukan tujuan utama dalam organisasi.

Robbins (2001: 141), mengemukakan bahwa dalam mengukur efektivitas organisasi terdapat empat pendekatan antara lain:

1) Goal-attainment, yang mengukur sampai seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dicapai, yang ditekankan adalah hasil dan bukan cara.

2) System, mengukur tersedianya sumber daya yang dibutuhkan, memelihara dirinya secara internal sebagai suatu organisme dan berinteraksi secara sukses dengan lingkungan luar.

3) Strategic-constituencies, mengukur tingkat kepuasan dari para konstituante kunci. Dukungan konstituante kunci inilah yang dibutuhkan organisasi untuk mempertahankan eksistensi selanjutnya.

4) Competting values, mengukur apakah kriteria keberhasilan yang dipentingkan organisasi seperti keadilan, return on investment, market share, new-product innovation, dan job security telah sesuai dengan kepentingan.

Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (2007: 77), yaitu:

1) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai. 2) Kejelasan strategi pencapaian tujuan, agar strategi yang diikuti dalam

(8)

3) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

4) Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

5) Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja. 6) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas

organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

7) Pelaksanaan yang efektif dan efisien sehingga organisasi semakin didekatkan pada tujuannya, bagaimanapun baiknya suatu program dan tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tidak akan mencapai sasarannya. 8) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat

manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Sedarmayanti (2009: 69) pengukuran efektivitas mutlak dilakukan pada sebuah organisasi untuk mengukur sejauh mana langkah efesiensi dilakukan dalam organisasi tersebut. Untuk pengukuran efektivitas suatu organisasi, dapat dilihat dari beberapa kriteria yang terpenuhi yaitu:

(9)

2) Proses Produksi, efektivitas dapat diwujudkan apabila memperlihatkan proses produksi yang mempunyai kualitas karena dapat berpengaruh pada kualitas hasil yang akan dicapai secara keseluruhan dan menggambarkan bagaimana proses pengembangan suatu hal yang dapat berpengaruh terhadap hasil. 3) Hasil, berupa kuantitas atau bentuk fisik dari kerja kelompok atau organisasi.

Hasil yang dimaksudkan dapat dilihat dari perbandingan antara masukan (Input) dan keluaran, usaha dan hasil, persentase pencapaian program kerja. 4) Produktivitas, adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil

barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Produktivitas berpengaruh pada efektivitas yang berorientasi pada keluaran atau hasil, dan mencakup pendapatan, pendidikan dan motivasi.

Jadi efektivitas mempunyai hubungan dengan efesiensi namun tidak berpengaruh terhadap hasil dan apabila efesiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efesiensi. Dalam pengukuran efektivitas sangat variatif dimana penjelasannya menyangkut berbagai dimensi yang memusatkan perhatian kepada berbagai kriteria dan relatif beraneka ragam dimana kriteria yang berbeda dilakukan secara serempak. Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi dan apabila berhasil mencapai tujuan, maka organisasi telah berjalan dengan efektif.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas

Menurut Steers (1998: 99) ada pengaruh 4 faktor tersebut terhadap efektivitas organisasi sebagai berikut:

(10)

Salah satu variabel yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah karakteristik organisasi, misalnya struktur, teknologi yang dipergunakan dalam organisasi. Struktur adalah hubungan yang relatif antara sumber daya manusia, atau struktur merupakan cara yang digunakan organisasi dalam menyusun orang-orang. Dengan demikian pengertian struktur meliputi cakupan desentralisasi, spesialisasi, rentang kendali, besarnya organisasi, besarnya unit kerja, yang secara singkat dijabarkan sebagai berikut :

a) Desentralisasi, adalah pendistribusian kewenangan dari pucuk pimpinan kepada bawahan. Semakin luas kewenangan tersebut didistribusikan kepada bawahan, berarti semakin luas desentralisasi dan keikutsertaan para bawahan dalam pengambilan keputusan suatu pekerjaan. Semakin luas desentralisasi akan berdampak positif terhadap pengambilan keputusan, karena dapat memperpendek hubungan, dalam pencapaian tujuan organisasi.

b) Spesialisasi, dalam sebuah organisasi publik yang besar pekerjaan semakin menjadi bervariasi dan kompleks, tidak mungkin dapat dilaksanakan oleh beberapa orang saja dengan optimal. Dengan demikian agar pekerjaan organisasi dapat berhasil dengan baik perlu adanya pembagian tugas pokok dan fungsi (spesialisasi)

(11)

e) Besarnya organisasi, bahwa bertambah besarnya sebuah organisasi mempunyai dampak yang negatif karena dapat menambah skala efisien yang harus diikuti dengan bertambahnya sikap negatif pegawai. Efisiensi tersebut mengakibatkan pegawai menjadi tidak betah bekerja, dan akhirnya akan timbul persoalan sosial yang harus dibayar oleh organisasi. f) Besarnya unit kerja, adalah ukuran kelompok-kelompok kerja yang ada dalam suatu organisasi yang biasa terjadi di organisasi publik. Semakin besar unit kerja mengakibatkan dampak buruk (kurang puasnya pekerja), kurang bergairah kerja, dapat menimbulkan perselisihan antara pekerja 2) Karakteristik Lingkungan

(12)

mengenai lingkungan dan pengambilan keputusan yang sangat rasional akan dapat memberikan sumbangan terhadap efektivitas organisasi.

3) Karakteristik Pekerja

Pada kenyataannya karakteristik pekerja merupakan faktor pengaruh yang paling penting karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Pekerja merupakan sumber daya yang langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh sebab itu perilaku pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi. Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, karena walaupun teknologi yang digunakan merupakan teknologi yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka semua itu tidak ada gunanya. Karakteristik pekerja berhubungan dengan kinerja yang merupakan kekuatan kecenderungan seorang pekerja untuk melibatkan diri dalam kegiatan yang berarahkan sasaran dalam pekerjaan, dan ini lebih merupakan perasaan sedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan. Dengan adanya peningkatan kinerja dalam bekerja maka pekerja akan mempunyai kemampuan menyesuaikan diri, meningkatkan motivasi kerja, kepuasan kerja, meningkatkan produksi, meningkatkan moral dan kepuasan kerja, meningkatkan produktifitas kerja, meningkatkan kedisiplinan, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi serta mempertinggi rasa tanggungjawab pekerja.

(13)

Karena manajer memainkan peranan sentral dalam keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan yang ditujuan ke arah sasaran. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang secara jelas membawa kita ke arah tujuan yang diinginkan. Pada intinya manajemen memutuskan apa yang harus dilakukan kemudian melaksanakannya melalui orang-orang. Dari faktor kebijakan dan praktek manajemen ini, sedikitnya diindentifikasikan menjadi enam variabel yang menyumbang efektivitas yaitu: a) penyusunan tujuan strategis, b) pencarian dan pemanfaatan sumber daya, c) menciptakan lingkungan prestasi, d) proses komunikasi, e) kepemimpinan dan pengambilan keputusan dan f) inovasi dan adaptasi.

Dari keempat faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi yang dinyatakan oleh Steers tersebut dapat dijelaskan secara ringkas bahwa: 1) struktur yang dibangun dan teknologi yang digunakan dalam organisasi akan sangat berpengaruh terhadap proses dan pencapaian tujuan, 2) organisasi sebagai organisasi yang terbuka, kelangsungan hidupnya akan sangat tergantung kepada lingkungan sekitarnya baik yang berada di dalam organisasi maupun diluar organisasi, 3) bahwa manusia sebagai unsur penting dari organisasi memiliki kemampuan, pandangan motivasi dan budaya yang berbeda, dan 4) kebijakan dan manajemen yang ditetapkan oleh pimpinan dalam mengatur dan mengendalikan organisasi sangat berpengaruh bagi organisasi dan pencapaian tujuan.

2. Pendidikan Agama Islam

(14)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pendewasaan manusia menjadi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya meliputi keseluruhan dimensi kehidupan manusia: fisik, psikis, mental/moral, spiritual dan religius. Pendidikan dapat berlangsung secara formal di sekolah, informal di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan dan nonformal dalam keluarga. Pendidikan agama di sekolah sebagai salah satu upaya pendewasaan manusia pada dimensi spiritual-religius.

(15)

adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan”. Oleh karena itu setiap siswa sekolah negeri maupun siswa sekolah swasta, berhak mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan agamanya dan harus dipenuhi, maka pemerintah berkewajiban menyediakan/mengangkat tenaga pengajar agama untuk semua siswa sesuai dengan agamanya baik sekolah negeri maupun swasta.

(16)

Kemudian dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 211 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengembangan Standar Nasional Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah, Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa “Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan”.

Menurut Daradjat (1996: 25-26) Pendidikan Agama Islam dipahami sebagai usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi Muslim.

Majid dan Andayani (2004: 130) mengatakan Pendidikan Agama Islam adalah sebagai usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Zuharini (2004: 152) menjelaskan Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya, memikir, memutuskan, berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab dengan nilai-nilai Islam.

(17)

sehingga dalam menjalankan kehidupan manusia selalu dilandasi dengan ajaran Islam yang pada akhirnya mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dengan demikian, pendidikan berperan sebagai wadah untuk menginternalisasi dan mengembangkan ajaran Islam tersebut dalam kehidupan manusia secara individu maupun kelompok masyarakat yang lebih luas. Kemudian karena Islam mengkaji dan memandang manusia secara utuh maka pendidikan Islam pun berupaya untuk mengembangkan potensi manusia secara utuh (baik jasmani maupun rohani), sehingga melahirkan Muslim yang kaffah, yaitu seorang muslim yang mengamalkan ajaran Islam secara utuh sesuai dengan kadar kemampuannya.

Dengan demikian jelaslah bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa berbagai potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi. Dengan kata lain, Pendidikan Agama Islam juga merupakan proses yang ideal untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh manusia yang akan nilai (full values) sesuai dengan tuntunan atau ajaran Islam sehingga ia mampu menjalani hidupnya sesuai dengan hakikat kehidupan yang sesungguhnya sebagai hamba Allah SWT yang senantiasa tunduk dan patuh pada-Nya dan pada akhirnya memperoleh kehidupan yang selamat di dunia dan akhirat.

b. Dasar Hukum Pendidikan Agama Islam

(18)

pegangan dalam melaksanakan Pendidikan Agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:

1) Landasan idiil Pancasila, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau dengan kata lain harus beragama. Untuk mewujudkan manusia yang mampu mengamalkan ajaran agamanya sangat diperlukan pendidikan agama karena pendidikan agama mempunyai tujuan membentuk manusia bertakwa kepada Allah SWT.

2) Landasan struktural/konstitusional yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi:

a) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang maha Esa.

b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

3) Landasan operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No IV/MPR 1978 jo. Ketetapan MPR Np. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap MPR No II/MPR/1988 dan Tap MPR No II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah-sekolah formal mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

(19)

Menurut BSNP (2006: 51-52) agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia dan menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pendidikan Agama bertujuan untuk:

1) Menumbuhkembangkanakidahmelaluipemberian,pemupukan,pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;

2) Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,berdisiplin,bertoleransi(tasamuh),menjagakeharmonisansecarapersonal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

(20)

1) meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT dalam diri peserta didik melalui pengenalan, pemahaman, penghayatan terhadap ayat-ayat Allah yang tercipta dan tertulis (ayat kauniyyah dan ayat qauliyyah);

2) membentuk karakter muslim dalam diri peserta didik melalui pengenalan, pemahaman, dan pembiasaan norma-norma dan aturan-aturan Islam dalam melakukan relasi yang harmonis dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan lingkungannya; dan

3) mengembangkan nalar dan sikap moral yang selaras dengan keyakinan Islam dalam kehidupan sebagai warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia.

Uhbiyati (1997: 19 mengatakan tujuan merupakan sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan suatu kegiatan. Karena itu, tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan Pendidikan Islam. Tujuan umum Pendidikan Agama yaitu peningkatan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana dimaksudkan oleh GBHN, hanya dapat dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif, yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara, yang sekaligus juga menjadi tujuan pengajaran agama, yaitu: membina manusia beragama, berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaan hidup dunia dan akhirat.

(21)

1) Mengetahui dan melaksanakan ibadah dengan baik. Ibadah harus sesuai dengan yang dinyatakan dalam hadis Rasulullah SAW yang antara lain mengakui dengan setulus hati dan seyakin-yakinnya tanpa ada keraguan bahwa Tuhan yang wajib disembah hanya Allah SWT dan Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan serta menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. 2) Memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan perbuatan uang

diperlukan untuk mendapatkan nafkah bagi diri sendiri dan keluarganya. 3) Mengetahui dan mempunyai keterampilan untuk melaksanakan peranan

kemasyarakatannya dengan baik, berakhlak mulia dengan titik tekan pada dua sasaran, pertama, akhlak mulia yang diperlukan untuk berhubungan dengan orang lain, diri sendiri, dan umat. Akhlak ini meliputi berbakti kepada orang tua, membelanjakan harta di jalan Allah, bersikap rendah hati, tidak sombong, adil, ihsan, menjauhi perbuatan keji, menghindari kemungkaran, berhati-hati, menjauhi sikap aniaya, menjauhi pembicaraan yang tidak ada gunanya, menepati janji dan sumpah yang diungkapkan. Kedua, akhlak yang terkait dengan kasih sayang kepada orang yang lemah dan kasih sayang kepada hewan, seperti membuang duri di jalan, memberi minum hewan yang kehausan, menyembelih hewan dengan cara yang ma’ruf sesuai dengan syari’at Islam.

(22)

dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

d. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Dalam Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 211 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengembangan Standar Nasional Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah, dijelaskan Pendidikan Agama Islam berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama. Fungsi Pendidikan Agama Islam di sekolah mencakup:

1) penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat;

2) peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam

lingkungan keluarga;

(23)

4) perbaikan kesalahan, kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari;

5) pencegahan peserta didik dari dampak negatif budaya asing yang dihadapi sehari-hari;

6) pengajaran tentang ilmu keagamaan baik teori maupun praktik;

7) penyaluran bakat-minat peserta didik di bidang Keislaman; dan

8) penyelarasan antara potensi dasar (fithrah mukhallaqah) peserta didik dengan

agama (fithrah munazzalah) sebagai acuan hidup agar peserta didik tetap berjalan di atas nilai-nilai Islam.

Yunus (1982: 13) mengatakan fungsi Pendidikan Agama Islam dalam

segala tingkat pengajaran umum adalah sebagai berikut:

1) Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati anak-anak

yaitu dengan mengingatkan nikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya. 2) Menanamkan i’tikad yang benar dan kepercayaan yang betul dalam dada

anak-anak.

3) Mendidik anak-anak dari kecilnya, supaya melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya dengan mengisi hati mereka agar takut

kepada Allah.

4) Mendidik anak-anak dengan membiasakan akhlak yang mulia dan kebiasaan yang baik.

5) Mengajarkan anak-anak agar mengetahui macam-macam ibadah yang wajib dikerjakan dan cara melakukannya, serta mengetahui hikmah-hikmah dan

(24)

6) Memberi mereka pedoman hidup di dunia dan di akhirat. 7) Memberikan contoh dan suri tauladan yang baik

8) Membentuk warga negara yang baik dan masyarakat yang baik, yang berbudi luhur dan berakhlak mulia serta berpegang teguh pada ajaran agama.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam berfungsi untuk mewujudkan peserta didik yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.

e. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Agama Islam

Menurut Yunus (1983: 16-17) faktor-faktor yang mempengaruhi Pendidikan Agama Islam sangat banyak, diantaranya sebagai berikut:

1) Pengajaran agama yang disusun dalam rencana pengajaran yang ditetapkan untuk sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi.

(25)

menghubungkan manusia dengan Tuhan. Karena praktek-praktek agama itulah yang akan membawa jiwa si anak dekat pada Tuhan. Aspek kedua dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betul-betul. Anak didik harus ditunjukan apa yang diperintah, apa yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang dianjurkan meninggalkannya menurut agama. Pendidikan yang diajarkan sejak kecil, akan memberikan kekuatan yang akan menjadi benteng moral dan polisi yang mengawasi tingkah laku dan jalan hidupnya dan menjadi obat anti penyakit/gangguan jiwa.

2) Tiruan dan contoh teladan yang baik bagi anak-anak yaitu dari ibu bapak, saudara-saudara dan guru-guru.

(26)

dapat meniru. Apabila si anak telah terbiasa menerima perlakuan adil, maka akan tertanamlah rasa keadilan itu pada jiwanya dan menjadi salah satu unsur dari kepribadiannya. Demikian pula dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah sosial yang lain, sedikit demi sedikit harus masuk dalam pembinaan mental si anak. Apabila pendidikan agama itu tidak diberikan kepada si anak sejak kecil, maka akan sukarlah baginya untuk menerimanya nanti kalau ia sudah dewasa, karena dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak kecil itu, tidak terdapat unsur-unsur agama. Jika dalam kepribadian itu tidak ada nilai-nilai agama, akan mudahlah orang melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan kepentingan dan hak orang lain.

3) Mengadakan suasana keagamaan yang baik dalam lingkungan dan alam sekitar anak-anak, seperti rumah tangga, sekolah, dan pergaulan sehari-hari. 4) Masyarakat yang baik dan bersemangat agama dan menghargai akhlak.

Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan agama pada anak harus ditanamkan sejak kecil, agar mereka mengetahui segala yang diperintahkan Allah dan segala yang dilarang oleh Allah. Pembinaan agama dimulai dari lingkungan keluarga dan disempurnakan di sekolah. Keberhasilan dalam pendidikan agama tergantung dengan kerjasama berbagai pihak, seperti orang tua, guru dan lingkungan masyarakat. Suasana keagamaan yang baik akan memberikan pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian muslim yang sempurna sesuai dengan tuntutan Islam.

(27)

1) Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 369 Tahun 1993 Tentang Madrasah Tsanawiyah, Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa “Madrasah Tsanawiyah selanjutnya dalam keputusan ini disebut MTs adalah Sekolah Lanjutan Pertama yang berciri khas agama Islam yang menyelenggarakan program tiga tahun setelah Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar”. Jadi MTs merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam yang terdiri dari 3 (tiga) tingkat pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari Sekolah Dasar, MI atau bentuk lain yang sederajat, diakui sama atau setara Sekolah Dasar atau MI. Pendidikan Madrasah Tsanawiyah ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Murid kelas 9 diwajibkan mengikuti Ujian Nasional yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan MTs dapat melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah (MA) atau Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Kurikulum Madrasah Tsanawiyah sama dengan kurikulum Sekolah Menengah Pertama, hanya saja pada MTs terdapat porsi lebih banyak mengenai Pendidikan Agama Islam. Selain mengajarkan mata pelajaran sebagaimana sekolah dasar, juga ditambah dengan pelajaran-pelajaran seperti: Al-Qur’an dan Hadits, Aqidah dan Akhlaq, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab.

(28)

mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat, warga negara dan sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan menengah dan/atau mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat.

2) Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam di MTs a) Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam

Siswa beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT.), berakhlak mulia (berbudi pekerti luhur) yang tercermin dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agamanya, serta mampu menghormati agama lain dalam kerangka kerukunan antar umat beragama.

b) Standar Kompetensi Spesifik Pendidikan Agama Islam

Dengan landasan Al-Qur’an dan Sunnah/Hadits Nabi Muhammad SAW., siswa beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.; berakhlak mulia (berbudi pekerti luhur) yang tercermin dalam perilaku sehari-hari dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, dan alam sekitar; mampu membaca dan memahami Al-Qur’an/Hadits; mampu beribadah dan bermuamalah dengan baik dan benar; serta mampu menjaga kerukunan intern dan antar umat beragama.

(29)

PAI di MTs. Kemampuan ini berorientasi pada perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan dan

ketaqwaan kepada Allah SWT. Kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam komponen kemampuan dasar ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar umum yang harus dicapai di MTs yaitu:

a) Mampu membaca Al-Qur’an surat-surat pilihan sesuai dengan tajwidnya, mengartikan, dan menyalinnya, serta mampu membaca, mengartikan, dan

menyalin hadits-hadits pilihan.

b) Beriman kepada Allah SWT. dan lima rukun iman yang lain dengan mengetahui fungsinya serta terefleksi dalam sikap, perilaku, dan akhlak peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horizontal.

c) Mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan syari’at Islam baik ibadah wajib dan ibadah sunnah maupun muamalah.

d) Mampu berakhlak mulia dengan meneladani sifat, sikap, dan kepribadian Rasulullah serta Khulafaur Rasyidin.

e) Mampu mengambil manfat dari sejarah peradaban Islam.

Seperti tergambar dalam kemampuan dasar umum di atas, kemampuan dasar tiap kelas yang tercantum dalam Standar Nasional juga dikelompokkan ke dalam lima unsur pokok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs, yaitu: Al-Qur’an/Hadits, Keimanan; Akhlak; Fiqih/ Ibadah; dan Tarikh. Dengan demikian ruang lingkup pembahasan pendidikan Agama Islam di MTs terdiri dari lima unsur pokok pembahasan,yaitu:

(30)

Al-Qur’an, yaitu membaca Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an tidak sama dengan membaca buku atau membaca Kitab suci lain. Membaca Al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mengandung seni, seni baca Al-Qur’an. Al-Qur’an itu adalah wahyu Allah yang dibukukan, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suatu mukjizat, membacanya merupakan ibadah, sumber utama ajaran Islam dan sebagai pedoman hidup bagi Umat Islam. Karena membacanya bernilai ibadah, maka ilmu yang berkenaan dengan tatacara membaca Al-Qur’an harus dipelajari dan dipahami supaya lebih baik dalam membacanya. Kemampuan dasar mata pelajaran adalah:

(a) Membaca, mengartikan, dan menyalin surat-surat pilihan. (b) Membaca, mengartikan, dan menyalin hadits-hadits pilihan.

(c) Menerapkan hukum bacaan Alif Lam Syamsiyah dan Alif Lam Qomariah, Nun mati/tanwin dan Mim mati.

(d) Menerapkan bacaan qalqalah, tafkhim dan tarqiq, huruf lam dan ra’, serta mad.

(e) Menerapkan hukum bacaan waqof dan idgham.

(f) Mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an dan Hadits dalam kehidupan sehari-hari.

(2) Keimanan

(31)

Ruang lingkup pengajaran keimanan ini meliputi rukun iman yang enam. Kemampuan dasar mata pelajaran adalah:

(a) Beriman kepada Allah SWT. dan memahami sifat-sifat-Nya.

(b) Beriman kepada Malaikat-malaikat Allah SWT. dan memahami tugas-tugasnya.

(c) Beriman kepada Kitab-kitab Allah SWT. dan memahami arti beriman kepadanya.

(d) Beriman kepada Rasul-rasul Allah SWT. dan memahami arti beriman kepadanya.

(e) Beriman kepada hari akhir dan memahami arti beriman kepadanya. (f) Beriman kepada qadha’ dan qadar Allah SWT. dan memahami arti

beriman kepadanya. (3) Akhlak

Pengajaran akhlak berarti pengajaran tentang bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tingkah lakunya. Dalam pelaksanaannya,pengajaran ini berarti proses kegiatan belajar-mengajar dalam mencapai tujuan agar peserta didik berakhlak baik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dan masyarakat. Kemampuan dasar mata pelajaran adalah:

(a) Beperilaku dengan sifat-sifat terpuji. (b) Menghindari sifat-sifat tercela. (c) Bertata krama.

(4) Ibadah/Fiqih

(32)

pelajaran Fiqh itulah pelajaran Ibadah. Ini tentu tidak benar, karena pelajaran Fiqh tidak hanya membicarakan ibadah saja, tetapi lebih banyak membicarakan masalah sosial, seperti jual beli, pernikahan, warisan, hukuman, makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya. Dalam pengajaran Ibadah ruang lingkup pembahasannya ialah semua rukun Islam yang harus diamalkan. Sedangkan dalam pelajaran Fiqh dibahas berbagai aspek ibadah, seperti bentuknya, macamnya, caranya, waktunya, hukumnya, dan sebagainya. Kemampuan dasar mata pelajaran adalah:

(a) Melakukan thaharah/bersuci. (b) Melakukan shalat wajib.

(c) Melakukan macam-macam sujud. (d) Melakukan shalat Jum’at.

(e) Melakukan shalat jama’ dan qashar. (f) Melakukan macam-macam shalat sunnah. (g) Melakukan puasa.

(h) Melakukan zakat.

(i) Memahami hukum Islam tentang makanan, minuman, dan binatang. (j) Memahami ketentuan aqiqah dan qurban.

(k) Memahami ibadah haji dan umrah. (l) Melakukan shalat janazah.

(m) Memahami tata cara pernikahan. (5) Tarikh

(33)

perkembangan umat Islam mulai dari awalnya, sampai dengan sekarang. Pengetahuan ini bertujuan untuk mengenal dan mencintai Islam sebagai Agama pedoman hidup. Kemampuan dasar mata pelajaran adalah:

(a) Memahami keadaan masyarakat Makkah sebelum dan sesudah Islam datang.

(b) Memahami keadaan masyarakat Makkah periode Rasulullah SAW. (c) Memahami keadaan masyarakat Madinah sebelum dan sesudah Islam

datang.

(d) Memahami perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin.

g. Ibadah/Fiqih 1) Shalat Wajib

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 565), ibadah berarti: perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jadi ibadah merupakan segala perbuatan menyembah Allah yang sesuai dengan ajaran Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah murni ada 4 macam, yaitu shalat, puasa, zakat dan haji. Di antara ibadah dalam Islam itu, ibadah shalatlah yang dapat membawa manusia amat dekat dengan Tuhan apabila dilaksanakan dengan penuh penghayatan.

(34)

(hukum) Islam shalat berarti serangkaian ibadah yang berupa ucapan dan gerakan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat dan rukun tertentu. Secara umum shalat ada dua macam, yaitu shalat wajib (shalat fardu) dan shalat sunnah. Di antara shalat wajib tersebut adalah shalat lima waktu sehari semalam, yakni shalat Zhuhur, shalat ‘Ashar, shalat Maghrib, shalat ‘Isya’, dan shalat Subuh. Hukum melaksanakan shalat lima waktu ini adalah fardu ‘ain, artinya setiap umat Islam harus melaksanakan shalat lima waktu itu dan tidak boleh meninggalkannya dalam keadaan bagaimanapun. Meninggalkan shalat termasuk dosa besar.

2) Syarat shalat

Syarat shalat adalah sesuatu yang harus terpenuhi untuk kesempurnaan shalat, tetapi berada di luar pelaksaan shalat dan dibagi dua macam, yaitu syarat wajib shalat dan syarat sah shalat. Syarat wajib berarti hal-hal yang dapat mewajibkan seseorang melaksanakan shalat, sedang syarat sah berarti hal-hal yang harus dipenuhi seseorang agar shalatnya menjadi sah. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak sah atau batal. Syarat wajib shalat adalah:

a) Islam.

b) Baligh (dewasa).

c) Suci dari haidl dan nifas bagi perempuan. d) Sehat rohani (tidak gila).

e) Telah sampai dakwah atau ajakan bahwa shalat itu wajib.

(35)

Bagi orang yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas, maka shalat tidak menjadi kewajiban baginya. Karenanya, orang non-Muslim, anak-anak, orang gila, orang yang tidak suci, dan orang yang tidak sampai dakwah kepadanya tidak diwajibkan untuk shalat. Adapun yang menjadi syarat sah shalat adalah:

a) Suci dari hadas kecil maupun besar. b) Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis.

c) Menutup aurat. Aurat laki-laki adalah antara pusat hingga lutut, sedang aurat perempuan semua bagian badan kecuali muka dan telapak tangan.

d) Telah masuk waktu shalat.

e) Menghadap ke arah kiblat. f) Mengetahui tata cara shalat.

3) Rukun shalat

Rukun shalat adalah sesuatu yang harus terpenuhi untuk sahnya shalat dan berada dalam pelaksanaan shalat. Seperti halnya syarat, rukun ini jika ditinggalkan, shalatnya tidak sah atau batal. Rukun shalat ada tiga belas, yaitu: a) Berniat, yaitu menyengaja melakukan shalat dan niat berada dalam hati. b) Berdiri bagi yang mampu berdiri. Jika tidak mampu berdiri maka boleh

dengan duduk atau berbaring.

c) Membaca takbiratul ihram, yaitu membaca “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar) di awal shalat.

d) Membaca surat al-Fatihah.

e) Ruku’ disertai tuma’ninah, yaitu berhenti sebentar sekedar membaca tasbih. f) I’tidal disertai tuma’ninah.

(36)

h) Duduk di antara dua sujud disertai tuma’ninah. i) Duduk akhir, untuk membaca tasyahud akhir. j) Membaca tasyahud akhir.

k) Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw. l) Mengucapkan salam yang pertama.

m) Tertib atau berurutan dalam melakukan rukun dan tidak boleh dibolak-balik.

4) Sunnah shalat

Sunnah shalat adalah hal-hal yang dianjurkan agar dilakukan untuk kesempurnaan shalat, tetapi jika tidak dilakukan tidak sampai batal shalatnya. Adapun yang menjadi sunnah shalat adalah sebagai berikut:

a) Membaca basmalah sebelum melakukan shalat.

b) Mengangkat kedua tangan ketika membaca takbiratul ihram.

c) Mengangkat kedua tangan ketika akan ruku’, berdiri dari ruku’, dan berdiri dari tasyahud awal.

d) Meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan kedua tangan diletakkan di bawah dada.

e) Melihat ke arah tempat sujud karena pada saat itu pandangan tertuju ke arah telunjuk tangan kanan.

f) Membaca doa ifititah sesudah takbiratul ihram dan sebelum membaca surat al-Fatihah.

g) Membaca ta’awwudz (a’udzu billahi minasy syaithanir rajim) sebelum membaca surat al-Fatihah pada rekaat pertama.

(37)

i) Membaca amin sehabis membaca surat al-Fatihah, begitu juga disunnahkan membaca rabbighfirli sebelum amin.

j) Membaca ayat Al-Qur’an sesudah membaca surat al-Fatihah pada rekaat yang pertama dan kedua.

k) Ma’mum disunnahkan mendengarkan bacaan Al-Qur’an imam.

l) Mengeraskan bacaan surat al-Fatihan dan ayat Al-Qur’an pada shalat Shubuh dan dua rekaat pertama shalat Maghrib dan ‘Isya’, begitu juga pada shalat Jum’at, shalat ‘Id (hariraya), shalat Tarwih dan Witir pada bulan Ramadhan. m) Membaca takbir ketika perpindahan gerakan shalat kecuali ketika i’tidal

(bangun dari ruku’).

n) Membaca tasmi’(sami’allahu liman hamidah) ketika bangkit dari ruku’. o) Membaca doa (Rabbana wa lakalhamdu atau doa yang lain) sesudah bangkit

dari ruku’.

p) Meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut ketika ruku’. q) Membaca tasbih tiga kali ketika ruku’.

r) Membaca tasbih tiga kali ketika sujud.

s) Membaca doa ketika duduk di antara dua sujud.

t) Melakukan duduk iftirasy (duduk di atas mata kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan, dan ujung jari kaki kanan dihadapkan ke arah kiblat) pada semua duduk dalam shalat selain duduk akhir.

(38)

x) Membaca doa (memohon perlindungan dari azab) sesudah tasyahud akhir. y) Mengucapkan salam yang kedua.

z) Menoleh ke kanan saat mengucapkan salam pertama dan menoleh ke kiri saat mengucapkan salam kedua.

5) Yang membatalkan shalat

Hal-hal yang dapat membatalkan shalat adalah seperti berikut:

a) Meninggalkan salah satu rukun shalat atau memutuskan rukun shalat sebelum sempurna dengan sengaja.

b) Meninggalkan salah satu syarat shalat.

c) Berkata-kata dengan sengaja di luar bacaan shalat.

d) Bergerak lebih dari tiga kali berturut-turut selain gerakan shalat. e) Makan atau minum.

3. Pelaksanaan Praktek Ibadah Pada Madrasah Tsanawiyah a. Pengertian Metode Praktek

(39)

Sedangkan pengertian metode praktek menurut Sudjana (1995: 119) adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.

Kemudian Daradjat (1995: 296) mengatakan metode praktek adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik. Dengan menggunakan metode praktek, guru atau murid memperlihatkan kepada seluruh anggota kelas mengenai suatu proses, misalnya bagaimana cara shalat yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.

(40)

mengajarkan cara shalat, wudhu dan lain-lain. Semua cara tersebut dipraktekkan atau ditunjukkan oleh Nabi, lalu kemudian para umat mengikutinya.

b. Tujuan Metode Praktek

Menurut Daradjat (1995: 298) tujuan pokok penggunaan metode praktek adalah untuk memperjelas pengertian konsep, dan memperlihatkan (meneladani) cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Ditinjau dari sudut tujuan penggunaannya dapat dikatakan bahwa metode praktek bukan metode yang dapat diimplementasikan dalam proses belajar mengajar secara independen. Melihat kenyataan tersebut, maka metode praktek ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk:

1) Memberikan ketrampilan tertentu,

2) Penjelasan sebab penggunaan bahasa lebih terbatas,

3) Menghindari verbalisme, membantu peserta didik dalam memahami dengan

jelas, jalannya suatu proses dengan penuh perhatian sebab lebih menarik. Kemudian Syah (2000: 208) mengatakan tujuan metode praktek dalam proses belajar adalah:

1) Untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu.

2) Untuk memberikan pengalaman belajar agar anak dapat menguasai kemampuan yang diharapkan dengan lebih baik.

(41)

Sedangkan menurut Sudjana (1995: 208) tujuan dari metode praktek adalah:

1) Untuk memperagakan atau mempertunjukan suatu ketrampilan yang akan dipelajari oleh siswa.

2) Untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam pengajaran kelas.

Dengan melihat uraian diatas bahwa metode praktek bertujuan untuk memberikan gambaran atau memperlihatkan suatu proses terjadinya suatu peristiwa sesuai dengan materi ajar agar peserta didik dengan mudah untuk memahaminya. Dengan demikian, diharapkan nantinya metode praktek mampu memberikan nilai tambah dalam pembelajaran, dalam segi tingkat pemahaman siswa bisa meningkat dan jauh lebih baik sehingga para peserta didik nantinya mampu menerapkan dan mengamalkan materi yang dipahami dalam kehidupannya sehari-hari.

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Praktek Dalam Proses Belajar Mengajar

Setiap metode yang digunakan untuk pembelajar terdapat kelebihan dan kekurangannya, begitu juga dengan metode praktek. Menurut Daradjat (1995: 299), metode praktek mempunyai kelebihan dan kekurangan, yaitu:

1) Kelebihan Metode Praktek

(42)

b) Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari. c) Proses pengajaran lebih menarik.

d) Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencobanya melakukannya sendiri.

2) Kekurangan Metode Praktek

a) Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan praktek akan tidak efektif.

b) Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.

c) Praktek memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain.

Menurut Syah (2000: 208) penggunaan metode praktek dalam proses belajar-mengajar memiliki arti penting. Banyak keuntungan psikologis-pedagogis yang dapat diraih dengan menggunakan metode praktek, antara lain:

1) Perhatian siswa lebih dipusatkan.

2) Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.

3) Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.

Kekurangan metode praktek :

1) Dalam pelaksanaannya, metode praktek memerlukan waktu dan persiapan yang matang, sehingga memerlukan waktu yang banyak.

(43)

3) Tidak semua hal dapat dipraktekkan di dalam kelas.

4) Metode praktek menjadi tidak efektif jika siswa tidak turut aktif dan suasana gaduh.

4. Efektivitas Pelaksanaan Praktek Ibadah Pada Madrasah Tsanawiyah Menurut Daradjat (1996: 49) pembelajaran merupakan kegiatan dimana seseorang secara sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud agar bertingkah laku atau bereaksi terhadap kondisi tertentu. Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu peserta didik agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaannya. Dalam kontek, proses belajar di sekolah, pembelajaran tidak dapat hanya terjadi dengan sendirinya, yakni peserta didik belajar berinteraksi dengan lingkungannya seperti yang terjadi dalam proses belajar di masyarakat. Proses pembelajaran harus diupayakan dan selalu terikat dengan tujuan, karenanya segala kegiatan interaksi, metode dan kondisi pembelajaran harus direncanakan dengan selalu mengacu pada tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Kemudian nantinya akan mengetahui hasil dari pembelajaran itu sendiri. Namun hasil pembelajaran ada yang langsung dapat diukur setelah pelajaran berakhir dan ada hasil pembelajaran yang berbentuk secara kualitatif (hasil pengiring) yang tidak secara diamati.

Kemudian Daradjat (1996: 52) mengatakan di dalam bidang Pendidikan Agama Islam untuk mata pelajaran ibadah/fiqih khususnya pelaksanaan praktek ibadah, efektivitas ini dapat ditinjau dari dua sisi:

(44)

b. Efektivitas belajar murid, terutama menyangkut sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dapat tercapai melalui kegiatan belajar mengajar yang ditempuh.

Menurut Daradjat (1996: 53), masalah efektivitas adalah masalah yang menyangkut keampuhan pelaksanaan pendidikan nasional. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dapat dikatakan efektif apabila tujuan pendidikan yang telah ditetapkan tercapai, baik secara kuantitas maupun kualitas. Masalah ini berkaitan dengan kurikulum, metodologi, evaluasi, guru, supervisi atau pengawas, dan masukan instrumental lainnya.

Jadi, dapat disimpulkan pengertian efektivitas pelaksanaan praktek ibadah adalah salah satu cara untuk mengukur pembelajaran peserta didik, yang diukur dari tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan dilakukan pendidik. Agar pembelajaran tetap pada suasana yang dinamis, guru perlu merumuskan dengan jelas tujuan apa yang ingin dicapainya dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan ini bukan hanya mengenai bahan materi ajar yang harus dikuasai oleh guru, akan tetapi juga keterampilan emosional dan sosial dalam menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran. Belajar berdasarkan sumber berarti kerjasama antara staf dan penggunaan secara maksimal fasilitas yang tersedia seperti buku-buku perpustakaan, alat pengajaran, keahlian dan keterampilan guru serta anggota masyarakat yang bersedia memberi sumbangan.

(45)

kebutuhan (needs) siswa. Oleh karena itu, pembelajaran merupakan upaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung didalam kurikulum dengan menganalis tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi pendidikan yang terkandung dalam kurikulum. Dalam pembelajaran terdapat tiga komponen yang saling berpengaruh dalam proses pembelajaran pelaksanaan praktek ibadah pada Madrasah Tsanawiyah. Ketiga komponen tersebut adalah:

1) Kondisi pembelajaran pelaksanaan praktek ibadah adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode praktek ibadah dalam meningkatkan hasil pembelajaran ibadah/fiqih.

a) Tujuan pelaksanaan praktek ibadah dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran ibadah/fiqih atas apa yang diharapkan.

b) Karekteristik pembelajaran pelaksanaan praktek ibadah adalah aspek-aspek suatu mata pelajaran yang tergabung dalam struktur isi dan tipe isi mata pelajaran ibadah/fiqih berupa fakta, konsep, prinsip atau kaidah, dan prosedur yang menjadi landasan dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran.

c) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran pelaksanaan praktek ibadah adalah ketersediaan ataupun keterbatasan sumber belajar yang ada, keterbatasan alokasi waktu dan keterbatasan dana yang tersedia.

2) Metode pembelajaran praktek ibadah merupakan hasil dari pengalaman yang diperoleh dalam suatu proses belajar mengajar.

(46)

dipilih untuk pembelajaran. Pengorganisasian isi mata pelajaran mengacu pada kegiatan pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, skema, format dan sebagainya.

b) Strategi penyampaian pelaksanaan praktek ibadah adalah metode-metode penyampaian pembelajaran ibadah/fiqih yang dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespon dan menerima pembelajaran ibadah/fiqih dengan mudah, cepat dan menyenangkan. Karena itu, penetapan strategi penyampaian perlu menerima serta merespon masukan dari peserta didik. c) Strategi pengelolaan pelaksanaan praktek ibadah adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan komponen-komponen metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran ibadah/fiqih.

3) Hasil pembelajaran pelaksanaan praktek ibadah adalah mencakup semua akibat yang dijadikan indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran dibawah kondisi pembelajaran yang beda. Hasil pembelajaran dapat berupa hasil nyata (actual out-comes) dan hasil yang diinginkan (desired out-comes). Dan ini dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut : a) Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan kreteria :

(1) Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang dipelajari (2) Kecepatan untuk unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar

(3) Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh (4) Kuantitas unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar

(47)

(7) Tingkat resensi belajar

b) Efesiensi pembelajaran pelaksanaan praktek ibadah dapat diukur dengan rasio antara keefektifan dengan jumlah waktu yang digunakan atau jumlah biaya yang dikeluarkan.

c) Daya tarik pembelajaran pelaksanaan praktek ibadah biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan peserta didik untuk berkeinginan terus belajar.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk mata pelajaran ibadah/fiqih lebih bertumpu pada program yang meliputi tujuan, metode dan langkah-langkah pendidikan dalam membina suatu generasi. Seluruh program pendidikan yang di dalamnya tercakup metode, tujuan, tingkatan pengajaran, materi setiap tahun pelajaran, topik-topik pelajaran, serta aktivitas yang dilakukan siswa pada setiap materi pelajaran terdefinisikan sebagai kurikulum pendidikan.

5. Kerangka Pemikiran

(48)

langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh sebab itu perilaku pendidik sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.

[image:48.595.133.482.332.407.2]

Untuk mengetahui proses pelaksanaan praktek ibadah pada Madrasah Tsanawiyah di Kecamatan Kota Kayu Agung Kabupaten Ogan Komering Ilir, maka penulis menggunakan teori Daradjat (1995: 301-312) yang terdiri dari: kondisi pelaksanaan praktek ibadah, metode pelaksanaan praktek ibadah, dan hasil pelaksanaan praktek ibadah.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran B. Penelitian Yang Relevan

Nurhayati (2008) dengan judul penelitian “Efektifitas Metode Demonstrasi Pada Pembelajaran Bidang Studi Fiqih Di Mts Soebono Mantofani Jombang Ciputat-Tangerang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan metode demonstrasi pada bidang studi Fiqih di MTs. Soebono Mantofani Jombang-Ciputat, dengan metode deskriptif analisis terhadap data yang penulis peroleh dari lapangan. Untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, penulis merumuskan pertanyaan penelitian yang terperinci dan bersifat operasional.

(49)

mengamalkan ajaran Islam. Sedangkan metode demonstrasi adalah cara pembelajaran dengan memperagakan, mempertunjukkan atau memperlihatkan sesuatu di kelas atau di luar kelas baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa varietas hasil perakitan yang mendasarkan pemilihan tetua persilangannya berdasarkan jarak genetik yang jauh memiliki sifat unggul, seperti potensi hasil

Hasil temuan yang berbeda dari para peneliti - peneliti yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk menguji kembali pengaruh operating leverage dan

Wacana Pembaruan Hukum

Pun juga dengan adanya perilaku melamun dan tidur di dalam kelas perkuliahan adalah hal yang harus diantisipasi, diberi pemahaman yang baik kepada para mahasiswa PGSD

Untuk itu perlu dilakukan penelitian pengaruh pemberian ekstrak teh hijau (sebagai antioksidan) terhadap potensial membran sel telur ikan nila ( Oreochromis Niloticus ) yang

Menganalisis faktor-faktor strategis lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi pertumbuhan bisnis PT Bina Pertiwi Merumuskan strategi yang dapat diterapkan untuk

Pada prinsipnya tanggung jawab organ atau yayasan yang jatuh pailit sama saja seperti tanggung jawab pada yayasan dalam keadaan normal, Pertanggungjawaban organ

Berdasarkan penelitian tentang Prevalensi Skoliosis Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas pada Sekolah Dasar Negeri Sumber