• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI foto udara laporan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI foto udara laporan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Fotogrametri

Fotogrametri adalah suatu metode pemetaan objek-objek dipermukaan bumi yang menggunakan fotto udara sebagai media. Sebagai bahan dasar dalam pembuatan peta secara fotogrametris yaitu foto udara yang bertampalan. Umumnya foto tersebut di peroleh melalui pemotretan udara pada ketinggian tertentu menggunakan pesawat UAV. Keunikan fotogrametri adalah dapat melakukan pengukuran objek atau pemetaan daerah tanpa kontak langsung atau dengan kata lain tanpa perlu menjejakan kaki pada daerah tersebut. Berdasarkan definisi tersebut, fotogrametri dapat mencakup dua bidang yaitu fotogrametri metric dan fotogrametri interpretative (Wolf P. R, 1993).

Gambar 2.1 Fotogrametri

(2)

2.1.1 Kamera

Kamera pada fotogrametri digunakan untuk keperluan akuisisi data. Karena kamera diletakan pada pesawat yang bergerak maka waktu pemotretan dan pemotretan ulang harus singkat, lensa bekerja cepat, dan penutup bekerja

efisien (Wolf P. R, 1993). Hal yang sangat penting dari kamera untuk keperluan fotogrametri adalah kualitas geometri dari citra. Kualitas geometri yang rendah akan mengakibatkan ketidakakuratan posisi pada citra yang dihasilkan.

Untuk aplikasi fotogrametri menggunakan UAV kamera yang digunakan umumnya adalah kamera berformat kecil, bukan kamera metric ataupun kamera dirgantara. Dalam praktikum kali ini menggunakan kamera SONY ILCE-5100.

Gambar 2.2 Kamera SONY ILCE-5100

2.2 Pesawat Tanpa Awak (UAV)

UAV adalah terminologi dari Unmanned Aerial Vehicle atau pesawat tanpa awak, dikenal juga dengan sebutan drone. Penerbangan UAV dapat dikontroll secara autonomous oleh komputer didalamnya (autopilot), semi- autonomous,

(3)

UAV dapat diatur sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. UAV juga dapat dimanfaatkan untuk misi yang berbahaya jika dilakukan oleh pesawat udara berawak.

Ada berbagai macam tipe UAV, dilihat dari material penyusun, jenis sayap dan struktur badan, daya jelajah, serta tenaga penggerak. Material penyusun UAV dapat berupa kayu, besi, ataupun sterofoam.

Gambar 2.3 Pesawat UAV

2.3 Desain Jalur Terbang

Dalam suatu pekerjaan fotogrametri memerlukan suatu rencana jalur terbang agar foto yang di hasilkan mempunyai kualitas baik. Proses pengambilan jalur terbang biasany diambil jarak yang terpanjang untuk melakukan perekaman, hal ini untuk memperoleh kestabilan pesawat di saat pemotretan. Dalam mendesain jalur terbang di buat sepanjang garis yang sejajar untuk membuat foto yang bertampalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain :

2.3.1 Tampalan Ke Depan

(4)

Gambar 2.4 Tampalan ke depan (overlap)

G mencerminkan ukuran bujur sangkar medan yang terliput oleh sebuah foto tunggal, B ialah basis atau jarak antara stasiun pemotretan sebuah pasangan foto stereo. Besarnya pertampalan kedepan pada umumnya dinyatakan dalam persen (PE).

PE=

(

GB

G

)

∗100

2.3.2 Tampalan ke samping (sidelap).

Tampalan ke samping ialah tampalan antara jalur terbang yang berdempitan secara berurutan.

Gambar 2.5 Tamapalan ke samping (sidelap

W merupakan jarak antara jalur terbang yang berurutan atau jalur-jalur terbang yang berhimpitan. Besarnya tampalan samping (PS) dinyatakan dalam persen.

PS

=

(

G

W

G

)

100

2.3.3 Luas liputan (G)

Setelah memilih skala foto rata-rata dan dimensi format kamera, daerah permukaan lahan yang terliput dapat langsung dihitung dengan persaman berikut :

G

=

df

/

Sr

Dimana:

(5)

2.3.4 Tinggi Terbang

Berbicara tentang tinggi terbang sangat erat kaitan dengan skala. Untuk itu, setelah memilih panjang fokus kamera dan skala foto rata-rata yang dikehendaki, tinggi terbang rata-rata diatas permukaan tanah dapat ditetapkan secara otomatis sesuai dengan persaman skala :

s

r

=

f

H

h

r

H

=(

s

r

f

)+

h

r

Dimana:

H = tinggi terbang

hr = tinggi terbang terhadap tinggi tanah rata-rata

sr = skala rata-rata

f = panjang fokus kamera

2.3.5 Jarak antara dua jalur terbang

W

=(

100

PS

)

%*

lf

s

Dimana:

W = adalah jarak antara dua jalur penerbangan

PS = pertampalan ke samping (sidelap) lf = lebar sisi foto

(6)

2.3.6 Interval waktu pemotretan

Interval waktu pemotretan (eksposur) diset pada intervalometer sesuai dengan panjang basis udara (B) dan kecepatan pesawat terbang (Vkm/jam). Sedangkan panjang basis udara dihitung dari skala foto dan pertampalan kedepan (overlap) yangditetapkan:

dt= B(km)

V(km/jam)=... ... ..(detik)

2.3.7 Menghitung jumlah foto/strip (jalur terbang)

Jumlah foto

/

strip

(

nf

)=

p

(

100

PE

)∗

pf

s

+

2

+

2

(

2

=

safety factor

)

Dimana :

P = panjang daerah

pf = panjang sisi bingkai foto

lf = lebar sisi foto

2.3.8 Jumlah strip (jalur terbang)

ns

=

l

(

100

PS

)∗

lf

s

+

1

(

1

=

safety factor

)

Dimana :

l = lebar daerah

pf = panjang sisi bingkai foto

lf = lebar sisi foto

(7)

2.3.9 Total foto yang diperlukan = nf x ns

Untuk foto metric pf = lf = G = 23cm, s = bilangan skala foto Cara ini hanya dapat digunakan untuk bentuk daerah yang mempunyai bentuk persegi empat atau kombinasi bentuk persegi empat. Cara ini hanya dapat digunakan untuk bentuk daerah yang mempunyai bentuk persegi empat atau kombinasi bentuk persegi empat.

Gambar 2.6 Total foto

(8)

2.4 Titik Kontrol Tanah (Ground Control Point)

Gound Control Point adalah suatu titik ikat lapangan yang mengarahkan citra pada lokasi sebenarnya di lapangan. GCP terdiri dari atas sepasang koordinat x dan y yang terdiri atas koordinat sumber dan koordinat referensi diukur menggunakan GPS Geodetik di area yang akan difoto.. Citra yang belum terkoreksi geometric tidak memiliki GCP atau titik ikat lapangan. Citra yang seperti ini tidak dapat digunakan sebagai pemandu lapangan, karena tidak dapat menunjukkan posisi sebenarnya dimuka bumi. Citra yang belum terkoreksi geometrik ini perlu dilakukan koreksi dengan cara pemasangan titik ikat lapangannya.

Gambar 2.8 Gound Control Point ( GCP )

Sebagai tahap awal dalam melakukan kegiatan foto udara, diperlukan pembuatan GCP. GCP di buat dengan warna mencolok agar terlihat pada saat

pengolahan foto di studio. Titik retro berfungsi untuk proses orientasi relative antar foto.Keberadaan retro dijadikan pendekatan posisi relative antar foto. Selain itu Retro di gunakan pula untuk mengkoreksi foto dari pemotretan udara.

(9)

2.5 Digital Surface Modelling (DSM)

Digital Surface Modelling (DSM) adalah sebuah model permukaan pantulan gelombang pertama yang memuat fitur-fitur elevasi terrain alami sebagai tambahan dari fitur- fitur vegetasi alami dan buatan, seperti bangunan.Atau secara sederhana, DSM (Digital Surface Model) dapat diartikan sebagai data ketinggian permukaan objek yang ada di muka bumi seperti pepohonan dan bangunan. (Aronoff, 1991).

Sumber data DSM meliputi : FU stereo, Citra satelit stereo, Data pengukuran lapangan: GPS, Theodolith, EDM, Total Station, Echosounder, Peta Topografi , Linier array image,Data hasil DTM atau DEM, Pengukuran langsung di lapangan,Data bersumber dari Teknologi Pemetaan dengan Airborne IFSAR,Data bersumber dari informasi tematik satu lembar peta dapat diturunkan dari Citra SAR.

Gambar 2.9 Digital Surface Modelling (DSM)

2.6 Digital Elevation Modelling (DEM)

DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli, 1991).

(10)

digital yang mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial di wakili oleh nilai-nilai pada sistem koordinat horisontal X Y dan karakteristik medan diwakili oleh ketinggian medan dalam sistem koordinat Z (Frederic J. Doyle, 1991).

DEM khususnya digunakan untuk menggambarkan relief medan. Gambaran model relief rupabumi tiga dimensi (3-Dimensi) yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata (real world) divisualisaikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan teknologi virtual reality (Mogal, 1993).

Gambar 2.10 Foto DEM

2.7 Mosaik Foto

Secara sederhana dapat dikatakan sebagai proses penyambungan foto, sehingga diperoleh format ukuran yang lebih luas. Dalam rangkaian pekerjaan pemetaan fotogrametri, yang dibuat mosik adalah foto terektifikasi atau

(11)

Gambar 2.11 Mosaik Foto (generalgeomorfology.2014)

Mosaik foto ialah serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu lembar foto. Ini dimaksudkan untuk menggambarkan daerah penelitian secara utuh. Mosaik dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh

tentang lokasi yangdiamati. Secara detil Wolf (1983) menyatakan mosaik foto udara merupakan gabungan dari dua atau lebih foto udara yang saling bertampalan sehingga terbentuk paduan citra (image) yang berkesinambungan dan menampilkan daerah yang lebih luas.

2.7.1 Uncontrolled Mosaic (Mosaik Tanpa Kontrol)

Mosaik-mosaik yang tidak terkontrol dibuat dari kombinasi foto uadara tanpa perubahan skala dan hanya memakai gambar dari fotografi untuk penyesuaian. Pergeseran relief akan menimbulkan perubahan bentuk (deformasi) pada mosaik dan bahkan menimbulkan ketidaksinambungan pada beberapa tempat. Walaupun pergeseran relief dapat dikurangi dengan memakai kamera-kamera yang berjarak fokus panjang, kita ketahui bahwa hampir untuk semua survei sumber-sumber alam, kamera-kamera dengan sudut-sudut besar mempunyai keuntungan-keuntungan. Tinggi terbang yang yang lebih rendah dan rasio tinggi basis yang lebih baik, yang memungkinkan pembedaan yang lebih tepat dari perbedaan-perbedaan ketinggian, semuanya merupakan keuntungan-keuntungan yang mengimbangi kesulitan-kesulitan yang diakibatkan oleh ketidak serasian mosaik-mosaik.

2.7.2 Semicontrolled Mosaic (Mosaik Dengan Sebagian Kontrol)

(12)

skala foto yang diperkirakan, koordinat-koordinat dari semua titik utama dan enam titik yang lain pada tiap foto diketahui.

Dengan memakai posisi-posisi ini perpindahan relief akan menghasilkan ketidak cocokan akan tetapi hal ini lebih baik daripada memakai kecocokan sebagai petunjuk untuk merangkaikan mosaik tersebut. Dapat menguntungkan bahkan posisi relatif, misal saja penyimpangan-penyimpangan geologis dari suatu sifat yang terbatas dengan orang spesialis, sementara mencatat ciri-cirinya dapat denagn mudah menilai dengan jalan memasukkan nilai perkiraan dari pergeseran relief.

2.7.3 Controlled Mosaic (Mosaik Dengan Kontrol)

Mosaik-mosaik yang terkontrol sepenuhnya. Diperoleh jika mendapat kemungkinan untuk membuat bagan slotted templet normal dengan foto- foto udara dari permukaan yang datar, bagan mana disesuaikan antara titik-titik dan kontrol permukaan. Dengan menggantikan lembaran tersebut dengan emulsi foto pada bahan yang tidak menyusut, akan diperoleh sebuah gambar positif yang merupakan proyeksi vertikal yang murni dari permukaan dengan skala mosaik.

Dengan cara ini pengaruh perbedaan skala antara gambar-gambar negatif dan pengaruh ujung (tip) dan kemirinagn dari sumbu optik dari kamera fotografik dapat dihilangkan dnagn positif-positif yang diluruskan ini terbentuklah mosaik tadi. Pada lembaran dasar koordinat-koordinat yang sama dipetakan, yang mana digunkan untuk prosedur pelurusan.

(13)
(14)

2.8 Orthophoto

Orthophoto adalah penyajian ortogafik tanah dalam bentuk foto yang di jabarkan dari foto udara dengan proses yang disebut rektifikasi diferensial. Proses

orthopoto akan menjadikan foto dalam proyeksi orthogonal seperti peta, foto

ortho hanya mempunyai satu skala. Orthopoto dilakukan apabila permukaan tanah yang di potret itu bergunung dengan asumsi bahwa beda tinggi setiap titik pengamatan > 0,5 % x tinggi terbang terhadap tinggi rata-rata pada foto yang bersangkutan. Akan tetapi , meskipun pergeseran letak oleh medan yang berbdea telah dikoreksi, masih ada satu keterbatasan orthopoto yang berupa pergeseran letak oleh relif bagi permukaan tegak seperti tembok bangunan yang tidak dapat di tiadakan.

(15)

2.9 Digitasi

Digitasi merupakan usaha untuk menggambarkan kondisi bumi kedalam sebuah bidang menggunakan komputer. Atau dapat disebut sebagai pengubahan data peta hardcopy menjadi softcopy. Sumber data peta untuk digitasi di bagai menjadi beberapa bagian antara lain :

a. Peta analog

b. Image remote sencing c. Image Scaning

Digitasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses konversi data

analog ke dalam format digital. Obyek-obyek tertentu seperti jalan,rumah,sawah,dan lain-lain yang sebelumnya dalam format raster pada seuah citra satelit resolusi tinggi dapat diubah kedalam format digital dengan proses digitasi. Metode dan proses digitasi secara umum dibagi dalam dua maacam :

1. Digitasi menggunakan digitizer.

Dalam proses ini digitasi memerlukan sebuah meja digitasi atau digitizer.

2. Digitasi onscreen di layar monitor.

Digitasi onscreen paling sering dilakukan,tidak memerlukan tambabahan peralatan lainya, dan lebih mudah untuk dikoreksi apabila terjadi kesalahan.

(16)

2.10 Layout Peta

Layout peta ialah menyusun penempatan-penempatan dari pada peta judul, legenda, skala, sumber data, penerbit , macam-macam proyeksi dan lain-lainnya.

Gambar 2.14. Layout Peta

Semua informasi yang diletakkan pada peta harus diatur secara tepat di atas lembar peta sehingga dapat menjamin optimal dalam mudahnya dibaca dan kelihatan ekonomis. Dengan memperhatikan beberapa unsur di dalamnya antara lain :

1. Judul Peta

Judul peta merupakan merupakan komponen yang sangat penting, karena sebelum memperhatikan isi peta pasti judul yang terlebih dahulu dibacanya. Judul peta hendaknya memuat informasi yang sesuai dengan isi peta. Selain itu, judul peta jangan sampai menimbulkan penafsiran ganda pada peta

2. Skala Peta

(17)

perbandingan jarak antara dua titik sembarang di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi, dengan satuan ukuran yang sama. Skala ini sangat erat kaitannya dengan data yang disajikan. Dengan singkatnya dapat dinyatakan :

Angka perbandingan yang dinyatakan harus menggunakan satuan ukuran yang sama, misalnya cm, yard, inci, dan sebagainya. Jarak yang dimaksud di peta adalah jarak horizontal yaitu jarak yang diproyeksikan dari hasil pengukuran di lapangan. Bila ingin menyajikan data yang rinci, maka digunakan skala besar, misalnya 1 : 5000. Sebaliknya, apabila ingin ditunjukkan hubungan kenampakan secara keseluruhan, digunakan skala kecil, misalnya skala 1 : 1.000.000.

Contoh :

Skala 1 : 500.000 artinya 1 bagian di peta sma dengan 500.000 jarak yang sebenarnya, apabila dipakai satuan cm maka artinya 1 cm jarak di peta sama dengan 500.000 cm (5 km) jarak sebenarnya di permukaan bumi.

3. Simbol Peta

Pada peta, kita akan melihat simbol-simbol, gunanya agar informasi yang disampaikan tidak membingungkan. Simbol-simbol dalam peta harus memenuhi syarat, sehingga dapat menginformasikan hal-hal yang digambarkan dengan tepat

Syarat-syarat peta adalah sebagai berikut:

a. Sederhana

b. Mudah Dimengerti

c. Bersifat Umum

4. Warna

Penggunaan warna pada peta harus sesuai maksud/tujuan di pembuat peta dan kebiasaan umum.

(18)

b) Temperature 9suhu) digunkan warna merah atau coklat.

c) Curah hujan digunakan warna biru atau hijau.

d) Dataran rendah (pantai) ketinggian 0 sampai 200 meter dari permukaan laut digunakan warna hijau.

e) Daerah pegunungan tinggi/dataran tinggi (2000 sampai 3000 meter) digunakan warna coklat tua.

f) Warna berdasarkan sifatnya, ada dua macam yaitu warna bersifat kualitatif dan bersifat kuantitatif.

5. Legenda atau Keterangan

Legenda pada peta menerangkan arti dari simbol-simbol yang terdapat pada peta. Legenda itu harus dipahami oleh pembaca peta, agar tujuan pembuatan peta itu mencapai sasaran. Legenda biasanya diletakkan di pojok kiri bawah peta. Selain itu legenda peta dapat juga diletakkan pada bagian lain peta, sepanjang tidak mengganggu kenampakan peta secara keseluruhan.

6. Sumber dan Tahun Pembuatan Peta

Sumber memberi kepastian kepada pembaca peta, bahwa data dan informasi yang disajikan dalam peta tersebut benar-benar absah (dipercaya/akurat). Selain sumber, bisa juga memperhatikan tahun pembuatannya. Pembaca peta dapat mengetahui bahwa peta itu masih cocok atau tidak untuk digunakan pada masa sekarang atau sudah kadaluarsa karena sudah terlalu lama.

7. Lattering

Para ahli kartografer membuat kesepakatan untuk membuat tulisan (lattering) pada peta sebagai berikut :

a) Nama geografis ditulis dengan bahasa dan istilah yang digunakan penduduk setempat.

(19)

- Di bawah simbol kota

- Di atas simbol peta

- Di sebelah kiri simbol peta

(20)

Gambar

Gambar 2.1 Fotogrametri
Gambar 2.2 Kamera SONY ILCE-5100
Gambar 2.3 Pesawat UAV
Gambar 2.5 Tamapalan ke samping (sidelap
+7

Referensi

Dokumen terkait

sehingga misalnya di atas peta 8,3cm, dan skala peta 1:25.000, sehingga misalnya di atas peta 8,3cm, dan skala peta 1:25.000, maka jarak sesungguhnya di atas permukaan bumi :.

Potensial Elektroda arus tunggal pada permukaan bumi homogen isotropis yang keluar dari sumber titik di bawah permukaan dengan adanya medan kontur ekuipotensial

Gempa bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa.Energi yang

9 Bentuk yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan bentuk yang sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta).. Pada daerah yang relatif kecil (30 km

Peta adalah gambaran umum permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu dan dilengkapi dengan simbol dan keterangan dalam bentuk tulisan dan simbol-simbol.

Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang

Peta Tematik Peta tematik adalah suatu bentuk peta yang menyajikan unsur-unsur tertentu dari permukaan bumi sesuai dari tema atau topic dari peta yang bersangkutan.. Peta tematik

Peta adalah suatu penyajian pada bidang datar dari seluruh atausebagian unsur permukaan bumi yang digambar dalam skala tertentu.Dapat pula diartikan sebagai proyeksi orthogonal dari