• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DIKLAT TEKNIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DIKLAT TEKNIS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

P

P

E

E

N

N

D

D

I

I

D

D

I

I

K

K

A

A

N

N

D

D

A

A

N

N

P

P

E

E

L

L

A

A

T

T

I

I

H

H

A

A

N

N

(

(

D

D

I

I

K

K

L

L

A

A

T

T

)

)

T

T

E

E

K

K

N

N

I

I

S

S

P

P

E

E

N

N

G

G

U

U

K

K

U

U

R

R

A

A

N

N

D

D

A

A

N

N

P

P

E

E

M

M

E

E

T

T

A

A

A

A

N

N

K

K

O

O

T

T

A

A

S

S

u

u

r

r

a

a

b

b

a

a

y

y

a

a

,

,

9

9

2

2

4

4

A

A

g

g

u

u

s

s

t

t

u

u

s

s

2

2

0

0

0

0

4

4

FAKULTAS TEKNI K SI PI L DAN PERENCANAAN

Mat eri : Bab IV. PROYEKSI PETA

(2)

BAB I V. PROYEKSI PETA

Oleh :

I ra Mutiara A, ST – Prodi Teknik Geodesi FTSP – I TS Surabaya

Peta merupakan gambaran permukaan bumi dalam skala yang lebih kecil pada bidang datar. Suatu peta ‘idealnya’ harus dapat memenuhi ketentuan geometrik sebagai

berikut :

9 Jarak antara titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)

9 Luas permukaan yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan luas sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)

9 Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi

9 Bentuk yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan bentuk yang sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)

Pada daerah yang relatif kecil (30 km x 30 km) permukaan bumi diasumsikan sebagai

bidang datar, sehingga pemetaan daerah tersebut dapat dilakukan tanpa proyeksi peta dan

tetap memenuhi semua persyaratan geometrik. Namun karena permukaan bumi secara

keseluruhan merupakan permukaan yang melengkung, maka pemetaan pada bidang datar

tidak dapat dilakukan dengan sempurna tanpa terjadi perubahan (distorsi) dari bentuk yang

sebenarnya sehingga tidak semua persyaratan geometrik peta yang ‘ideal’ dapat dipenuhi.

4.1 Pengertian Proyeksi Peta

Proyeksi Peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran

yang dilakukan di permukaan bumi fisis bisa digambarkan diatas bidang datar (peta).

Karena permukaan bumi fisis tidak teratur maka akan sulit untuk melakukan

perhitungan-perhitungan langsung dari pengukuran. Untuk itu diperlukan pendekatan secara matematis

(model) dari bumi fisis tersebut. Model matematis bumi yang digunakan adalah ellipsoid

putaran dengan besaran-besaran tertentu. Maka secara matematis proyeksi peta dilakukan

(3)

Gambar 4.1 Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar

Gambar 4.2 Koordinat Geografis dan Koordinat Proyeksi

Proyeksi peta diperlukan dalam pemetaan permukaan bumi yang mencakup daerah

yang cukup luas (lebih besar dari 30 km x 30 km) dimana permukaan bumi tidak dapat

diasumsikan sebagai bidang datar. Dengan sistem proyeksi peta, distorsi yang terjadi pada

pemetaan dapat direduksi sehingga peta yang dihasilkan dapat memenuhi minimal satu

syarat geometrik peta ‘ideal’.

4.2 Klasifikasi dan Pemilihan Proyeksi Peta

Proyeksi peta dapat diklasifikan menurut bidang proyeksi yang digunakan, posisi

sumbu simetri bidang proyeksi, kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, dan ketentuan

geometrik yang dipenuhi.

4.2.1 Menurut bidang proyeksi yang digunakan

Bidang proyeksi adalah bidang yang digunakan untuk memproyeksikan gambaran

permukaan bumi. Bidang proyeksi merupakan bidang yang dapat didatarkan. Menurut

bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta adalah: 9 Proyeksi Azimuthal

Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri dari proyeksi ini

(4)

9 Proyeksi Kerucut (Conic)

Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah

sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi. 9 Proyeksi Silinder (Cylindrical)

Bidang proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah

sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi.

Gambar 4.3 Jenis bidang proyeksi peta

4.2.2 Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan

Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta

adalah:

9 Proyeksi Normal (Polar)

Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bumi 9 Proyeksi Miring (Oblique)

Sumbu simetri bidang proyeksi membentuk sudut terhadap sumbu bumi 9 Proyeksi Transversal (Equatorial)

(5)

Tabel 4.1 Jenis proyeksi peta menurut bidang proyeksi dan posisi sumbu simetrinya

4.2.3 Menurut kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi

Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, proyeksi peta dibedakan

menjadi :

9 Proyeksi Tangent (Menyinggung)

Apabila bidang proyeksi bersinggungan dengan permukaan bumi 9 Proyeksi Secant (Memotong)

Apabila bidang proyeksi berpotongan dengan permukaan bumi

Gambar 4.4 Kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi

4.2.4 Menurut ketentuan geometrik yang dipenuhi :

Menurut ketentuan geometrik yang dipenuhi, proyeksi peta dibedakan menjadi : 9 Proyeksi Ekuidistan

Jarak antara titik yang terletak di atas peta sama dengan jarak sebenarnya di permukaan

(6)

9 Proyeksi Konform

Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta sama dengan besar

sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi, sehingga dengan memperhatikan faktor

skala peta bentuk yang digambarkan di atas peta akan sesuai dengan bentuk yang

sebenarnya di permukaan bumi. 9 Proyeksi Ekuivalen

Luas permukaan yang digambarkan di atas peta sama dengan luas sebenarnya di

permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)

4.3 Pemilihan proyeksi peta

Dalam pemilihan proyeksi peta yang akan digunakan, terdapat beberapa hal yang

harus dipertimbangkan, yaitu

9 Tujuan penggunaan dan ketelitian peta yang diinginkan 9 Lokasi geografis dan luas wilayah yang akan dipetakan

9 Ciri-ciri asli yang ingin dipertahankan atau syarat geometrik yang akan dipenuhi Dalam melakukan pemilihan proyeksi peta sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini: 9Pemetaan topografi suatu wilayah memanjang dengan arah barat-timur, umumnya

menggunakan proyeksi kerucut, normal, konform, dan menyinggung di titik tengah

wilayah yang dipetakan. Proyeksi seperti ini dikenal sebagai proyeksi LAMBERT.

9Pemetaan dengan wilayah yang wilayah memanjang dengan arah utara-selatan, umumnya menggunakan proyeksi silinder, transversal, konform, dan menyinggung

meridian yang berada tepat di tengah wilayah pemetaan tersebut. Proyeksi ini dikenal

dengan proyeksi Tranverse Mercator (TM) atau Universal Tranverse Mercator (UTM). 9Pemetaan wilayah di sekitar kutub, umumnya menggunakan proyeksi azimuthal, normal,

konform. Proyeksi ini dikenal sebagai proyeksi stereografis.

4.4 Proyeksi Peta yang umum dipakai di I ndonesia 4.4.1 Proyeksi Polyeder

Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal konform. Pada proyeksi ini, setiap

bagian derajat dibatasai oleh dua garis paralel dan dua garis meridian yang masing-masing

berjarak 20′. Diantara kedua paralel tersebut terdapat garis paralel rata-rata yang disebut

sebagai paralel standar dan garis meridian rata-rata yang disebut meridian standar. Titik

potong antara garis paralel standar dan garis meridian standar disebut sebagi ‘titik nol’ (ϕ0, λ0) bagian derajat tersebut. Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan

(7)

paralel standar (ϕ0) sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan

garis meridian standarnya (λ0).

Untuk wilayah I ndonesia penomoran bagian derajatnya adalah :

ƒ Paralel standar : dimulai dari I (ϕ0= 6°50′ LU) sampai LI (ϕ0= 10°50′ LU) ƒ Meridian standar : dimulai dari 1 (λ0= 11°50′ BT) sampai 96 (λ0= 19°50′ BT)

Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta

(λjakarta= 106°48′ 27′′,79 BT)

Gambar 4.5 Bagian derajat Proyeksi Polyeder

4.4.2 Proyeksi Tranverse Mercator

Proyeksi Tranverse Mercator adalah proyeksi yang memiliki ciri-ciri silinder,

tranversal, conform dan menyinggung. Pada proyeksi ini secara geografis silindernya

menyinggung bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral. Pada meridian

sentral, faktor skala (k) adalah 1 (tidak terjadi distorsi). Perbesaran sepanjang meridian

akan semakin meningkat pada meridian yang semakin jauh dari meridian sentral kearah

timur maupun kearah barat. Perbesaran sepanjang paralel semakin akan meningkat pada

lingkaran paralel yang semakin mendekati equator. Dengan adanya distorsi yang semakin

membesar, maka perlu diusahakan untuk memperkecil distorsi dengan membagi daerah

dalam zone-zone yang sempit (daerah pada muka bumi yang dibatasi oleh dua meridian).

Lebar zone proyeksi TM biasanya sebesar 3º . Setiap zone mempunyai meridian

(8)

Gambar 4.6 Proyeksi Mercator

4.4.3 Proyeksi Universal Tranverse Mercator ( UTM)

Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat

khusus. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah :

a. Proyeksi : Transvere Mercator dengan lebar zone 6°.

masing-masing zone adalah 8°, kecuali untuk bagian

lintang X yaitu 12°.

j. Penomoran bagian derajat lintang : Dimulai dari notasi C , D, E, F sampai X (notasi huruf

(9)

Gambar 4.7 Pembagian Zone Proyeksi UTM

Wilayah I ndonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai

meridian 144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah

I ndonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54.

4.4.4 Proyeksi Tranverse Mercator 3° ( TM- 3°)

Proyeksi TM-3

°

adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat

khusus. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi TM-3

°

adalah :

a. Proyeksi : Transverse Mercator dengan lebar zone 3°

b. Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian sentral dari tiap zone

c. Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator

d. Satuan : Meter

e. Absis Semu (T) : 200.000 meter + X

f. Ordinat Semu (U) : 1.500.000 meter + Y

(10)

h. Penomoran zone : Dimulai dengan zone 46.2 dari 93° BT s/ d 96° BT,

zone 47.1 dari 96° BT s/ d 99° BT, zone 47.2 dari 99° BT s/ d 102° BT, zone 48.1 dari 102° BT s/ d 105° BT dan seterusnya sampai zone 54.1 dari 138° BT s/ d 141° BT

i. Batas Lintang : 6° LU dan 11° LS

Proyeksi TM-3° digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Proyeksi ini beracuan pada

Ellipsoid World Geodetic System 1984 ( WGS ‘84) yang kemudia disebut sebagai Datum

Geodesi Nasional 1995 (DGN ‘95)

(11)

Referensi :

Bakosurtanal. 1979. Transformasi Koordinat Geografi ke Koordina UTM-Grid Spheroid Nasional I ndonesia. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional

t

Prihandito, Aryono. 1988. Proyeksi Peta. Penerbit Kanisius Yogyakarta

Purwoharjo, Umaryono. 1986. Hitung dan Proyeksi Geodesi I I. Jurusan Teknik Geodesi FTSP-I TB, Bandung

Gambar

Gambar 4.2 Koordinat Geografis dan Koordinat Proyeksi
Tabel 4.1 Jenis proyeksi peta menurut bidang proyeksi dan posisi sumbu simetrinya
Gambar 4.5 Bagian derajat Proyeksi Polyeder
Gambar 4.6 Proyeksi Mercator
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada informan utama, didapatkan hasil bahwa semua baduta yang mengalami stunting sudah diberikan nasi ketika umur anak

Korelasi adalah derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih dari data hasil pengamatan. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan dalam satu variabel

Umur, pendidikan, pengalaman melaut, jumlah anggota keluarga, posisi nelayan buruh pada pengoperasian pukat cincin merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat

Bapak Sugiyanto, Ph.D selaku dosen pada mata kuliah Metode Kuantitatif yang mengajarkan kepada penulis mengenai Metaanalisis ini2. Djamaludin Ancok, Ph.D yang telah

Hubungan sosial atau hubungan antar manusia yang didasari dengan ajaran-ajaran Islam. akan membuat keharmonisan dan ketentraman satu sama

Berdasarkan latar belakang dan studi pendahuluan yang peneliti lakukan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang

tasnya yang penuh dengan jaitan itu berlahan di bukanya,saat itu Aris telah mengantarkan Tugas yang di contek dari Sam,hanya beberapa siswa saja yang mengumpulkan, rata-rata itu

Grafik 4.1 Rata-rata Hasil Jumlah Waktu Aktif Belajar Keseluruhan……... Kompetensi Inti SMP