• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas Dengan Penambahan Gelatin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas Dengan Penambahan Gelatin"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MUTU FISIKOKIMIA DAN SENSORI PRODUK

ES LILIN DARI CAMPURAN SARI BIT MERAH DAN

NENAS DENGAN PENAMBAHAN GELATIN

SKRIPSI

OLEH :

SUSI

110305021/ ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN MUTU FISIKOKIMIA DAN SENSORI PRODUK ES

LILIN DARI CAMPURAN SARI BIT MERAH DAN NENAS

DENGAN PENAMBAHAN GELATIN

SKRIPSI

Oleh :

SUSI

110305021/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas Dengan Penambahan Gelatin

Nama : Susi

NIM : 110305021

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi Ridwansyah, STP, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui :

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Ketua Program Studi

(4)

ABSTRAK

SUSI. Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas dengan Penambahan Gelatin, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Ridwansyah.

Es lilin merupakan produk jajanan pasar yang tergolong water ice, yaitu produk minuman tanpa lemak yang dibekukan, identik dengan harga beli ekonomis, tampilan warna serta citarasa yang menarik bagi konsumen. Umumnya, hampir 90% produk es lilin yang dipasarkan hanya mengandung air, gula, dan bahan aditif seperti pewarna, flavor dan pemanis sintetis. Pengembangan produk es lilin dengan bahan dasar campuran sari buah dan sayuran dapat menjadi produk alternatif diet karena tidak mengandung lemak serta menggantikan jajanan pasar yang tidak memenuhi syarat gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara perbandingan sari bit merah dengan nenas, serta konsentrasi gelatin untuk menghasilkan produk es lilin dengan karakteristik fisikokimia dan sensoris terbaik serta dapat diterima oleh konsumen. Penelitian terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu : 1) Pembuatan es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan 5 taraf perbandingan yaitu 100: 0 ; 75 : 25; 50 : 50; 25 : 75; dan 0 : 100. Gelatin ditambahkan sebagai penstabil dengan 3 taraf konsentrasi yaitu 0%, 0,25%, dan 0,5%. Produk es lilin yang dihasilkan selanjutnya diamati karakteristik mutu fisik, kimia, dan sensori. 2) Pemilihan perlakuan perbandingan sari bit merah dan nenas serta konsentrasi gelatin yang menghasilkan produk es lilin dengan mutu terbaik, kemudian produk perlakuan terbaik dan kontrol dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dan total mikroba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perbandingan sari bit merah dan nenas dengan konsentrasi gelatin hanya memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kecepatan mencair dan total asam tertitrasi. Peningkatan jumlah sari buah nenas yang ditambahkan pada perbandingan sari bit merah dan nenas semakin menurunkan pH produk dan meningkatkan nilai total asam tertitrasi, kadar vitamin C, total padatan terlarut serta meningkatkan kualitas sensori produk es lilin yang dihasilkan. Komposisi produk es lilin dengan mutu terbaik yang dipilih berdasarkan karakteristik sensori melalui uji hedonik sesuai dengan nilai %AI (Acceptable Index) yang diperoleh adalah perlakuan campuran sari bit merah dan nenas dengan perbandingan 25:75 dan konsentrasi gelatin 0,5%. Hasil pengamatan pada produk es lilin dengan mutu terbaik yaitu yang terbuat dari campuran 25% sari bit merah dan 75% sari nenas serta 0,5% gelatin menunjukkan aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 117,94 bpj, sedangkan es lilin kontrol

(5)

ABSTRACT

SUSI. The Physcochemical and Sensory Quality of Lollies Ice Produced From The Mixture of Red Beetroot and Pinneapple Juices with Gelatine Addition, supervised by Elisa Julianti and Ridwansyah.

Lollies ice was categorized as water ice, a frozen product that contained no fat and well known with its economic price, colourful appearance and attracted taste for consumer. Mostly 90% of lollies ice products in commercial market contained only water, sugar, and some additives such as coloring, flavor and sweetener. Lollies ice development product based on the mixture of fruit and vegetable juice extract could be an alternative diet product because it contained no fat and released commercial products that were not qualified to nutrition standard. The aim of this research was to find the best combination treatment of the ratio of red beetroot and pinneapple juices with gelatine addition in producing lollies ice with the best characteristics of physcochemical and sensory quality. The research was conducted in two steps i.e 1)The manufacture of lollies ice from the mixture of red beetroot and pinneapple juices with five ratio i.e 100: 0 ;75: 25; 50 : 50; 25 : 75; and 0 : 100. Gelatine was added as a stabilizer with three concentration i.e 0%, 0,25%, dan 0,5%. Lollies ice produced was observed about physical, chemical characteristics and sensory quality. 2) The determination of lollies ice produced from the mixture of red beetroot and pinneapple juices with gelatine concentration that showed the best quality, then the best treatment of lollies ice produced and control were observed about antioxidant activity and total microbes content. The results showed that the interaction between red beetroot and pinneapple juice with gelatine’s concentration showed highly significant difference (P< 0,01) on melting rate and titrable total acid content.The increasing amount of pinneapple juices added on the ratio of red beetroot and pinneapple juices could lower the pH value but increased the titrable total acid, vitamin C, total soluble solid and sensory characteristics. The best lollies ice (based on sensory characteristics with %AI (Acceptable Index) hedonic test) was the

Keywords: Gelatine, Ice, Lollies Ice, Pinneapple, Red Beetroot.

(6)

RIWAYAT HIDUP

SUSI dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 26 September 1992 dari Bapak Ng Hok Ning dan Ibu Ma Moei Ai (Alm). Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di TK Perguruan Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar, SD Perguruan Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar, SMP Perguruan Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar, dan SMA Perguruan Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 lulus masuk ke Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU, anggota Keluarga Mahasiswa Buddhis USU, dan sebagai asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan pada tahun 2013-2015. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Marimas Putera Kencana Semarang, Jawa Tengah, dari tanggal 06 Agustus 2014 sampai 06 September 2014. Penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan dengan melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas Dengan Penambahan Gelatin”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2015 sampai Juli 2015 di Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian USU dan dibiayai oleh Tanoto Foundation melalui program Tanoto Student Research Awards tahun 2015.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Buah Bit Merah dan Nenas Dengan Penambahan Gelatin”.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Tanoto Foundation. Terima kasih atas dana bantuan riset yang telah diberikan melalui program Tanoto Student Research Awards Tahun 2015.

2. Ibu Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, motivasi, saran dan dukungan yang sangat baik selama ini.

3. Bapak Ridwansyah, STP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas saran, koreksi, dan motivasi dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi.

4. Prof. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc, Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP. Terima kasih atas kritik dan saran dalam membantu penulis menyempurnakan skripsi.

5. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruf staf Pengajar dan Pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

6. Ayah, Ibu, abang Surya Dharma dan Stephen, adik Fenny dan segenap keluarga besar. Terimakasih atas dukungan, semangat, motivasi dan doanya.

(8)

7. Staf Asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan. Terima kasih atas dukungan, kerjasama dan kebersamaan selama menjadi asisten.

8. Abang dan kakak ITP 2010, teman-teman seperjuangan ITP 2011, adik-adik 2012 hingga 2014 terima kasih atas kesan dan pesan selama studi di Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Bahan-Bahan Yang Ditambahkan ... 19

Gelatin ... 19

Manfaat gelatin ... 22

High fructose syrup (HFS) ... 23

Studi Pendahuluan Yang Telah Dilaksanakan ... 25

BAHAN DAN METODE ... 27

Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

Bahan Penelitian... 27

(10)

Alat Penelitian ... 27

Pengamatan dan Pengukuran Data 32 Penentuan pH ... 32

Penentuan total asam ... 32

Penentuan kadar vitamin C ... 33

Penentuan total padatan terlarut ... 34

Penentuan kadar abu (mineral) ... 34 Merah dan Nenas serta Konsentrasi Gelatin ... 40 Warna ... 40

Kecepatan mencair ... 42

Karakteristik Mutu Kimia Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas serta Konsentrasi Gelatin ... 44

Karakteristik Mutu Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas serta Konsentrasi Gelatin ... 55

Nilai hedonik warna, aroma, rasa dan konsistensi (%AI) ... 56

Pemilihan Perbandingan Sari Bit Merah Dengan Nenas dan Konsentrasi Gelatin yang Menghasilkan Produk Es Lilin Dengan Mutu Terbaik ... 62

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Komposisi gizi pada bit merah per 100 g bahan ... 7 2. Produksi komoditi buah-buahan di Indonesia periode tahun

2009-2013 ... 10

3. Produksi buah nenas tahun 2009 – 2011 di Sumatera Utara ... 11 4. Komposisi kimia buah nenas per 100 g bahan ... 12 5. Skala nilai hedonik warna, aroma, rasa dan konsistensi ... 36 6. Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap

karakteristik fisik produk es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan penambahan gelatin ...

40

7. Pengaruh konsentrasi gelatin terhadap karakteristik fisik produk es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan penambahan gelatin ...

9. Pengaruh konsentrasi gelatin terhadap karakteristik kimia produk es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan

11. Pengaruh konsentrasi gelatin terhadap karakteristik sensori produk es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan penambahan gelatin ...

56

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Struktur kimia senyawa betalain ... 9

2. Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan ... 15

3. Struktur kimia gelatin ... 22

4. Skema pembuatan es lilin ... 39

5. Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap nilai ºHue warna produk es lilin ... 41 6. Hubungan interaksi perbandingan sari bit merah dan nenas dengan konsentrasi gelatin terhadap kecepatan mencair produk es lilin ... 43 7. Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap nilai pH ... 46

8. Hubungan interaksi perbandingan sari bit merah dan nenas dengan konsentrasi gelatin terhadap nilai total asam produk es lilin ... 48 9. Hubungan perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap kadar vitamin C ... 50 10. Hubungan konsistensi gelatin terhadap kadar vitamin C ... 51 11. Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap total

padatan terlarut ... 52

12. Hubungan interaksi perbandingan sari bit merah dan nenas serta konsentrasi gelatin terhadap kadar abu (mineral) ...

54

13. Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap nilai hedonik warna, aroma, rasa dan konsistensi produk es lilin ...

57

14. Pengaruh konsentrasi gelatin terhadap nilai hedonik warna, aroma, rasa dan konsistensi produk es lilin ...

59

(13)

DAFTAR LAMPIRAN Merah dan Nenas Dengan Penambahan Gelatin ...

75

3. Kurva Pengujian Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH ... 76 4. Daftar sidik ragam warna es lilin dan Uji LSR pengaruh

perbandingan bit merah dan nenas terhadap warna es lilin ... 77

5. Daftar analisis ragam kecepatan mencair es lilin dan uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas terhadap kecepatan mencair es lilin ...

78

6. Daftar analisis ragam nilai pH es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas terhadap nilai pH es lilin ...

79

7. Daftar analisis ragam total asam tertitrasi es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas serta pengaruh konsentrasi gelatin terhadap total asam tertitrasi es lilin ...

80

8. Uji LSR pengaruh interaksi perbandingan sari bit merah dan nenas dengan konsentrasi gelatin terhadap total asam es lilin...

81

9. Daftar analisis ragam kadar vitamin C es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas serta konsentrasi gelatin terhadap kadar vitamin C es lilin ...

82

10. Daftar analisis ragam total padatan terlarut es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas terhadap total padatan terlarut es lilin ...

83

11. Daftar analisis ragam kadar abu total es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas serta konsentrasi gelatin terhadap kadar abu (mineral) es lilin ...

84

12. Uji LSR pengaruh interaksi perbandingan bit merah dan nenas serta konsentrasi gelatin terhadap kadar abu (mineral) es lilin ...

85

13. Daftar analisis ragam nilai hedonik warna es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas terhadap nilai hedonik warna es lilin ...

86

14. Uji LSR pengaruh interaksi perbandingan sari bit merah dan nenas dengan konsentrasi gelatin terhadap nilai hedonik warna es lilin ...

87

(14)

15. Daftar analisis ragam nilai hedonik aroma es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas serta pengaruh konsentrasi gelatin terhadap nilai hedonik aroma es lilin ...

88

16. Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas terhadap nilai hedonik rasa es lilin ...

89

17. Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas terhadap nilai hedonik rasa es lilin ...

90

18. Daftar analisis ragam nilai hedonik konsistensi es lilin dan Uji LSR pengaruh perbandingan bit merah dan nenas serta konsentrasi gelatin terhadap nilai hedonik konsistensi es lilin ...

91

19. Data pengujian aktivitas antioksidan pada produk es lilin mutu terbaik, perlakuan kontrol, bit merah dan nenas...

92

20. Data pengujian total mikroba pada produk es lilin dengan mutu terbaik dan kontrol ...

93

21. Foto sampel produk es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan penambahan gelatin ...

94

22. Foto sampel produk es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan penambahan gelatin perlakuan terbaik ...

95

23. Rincian perhitungan biaya bahan baku dan biaya produksi produk es lilin terbaik ...

96

(15)

ABSTRAK

SUSI. Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas dengan Penambahan Gelatin, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Ridwansyah.

Es lilin merupakan produk jajanan pasar yang tergolong water ice, yaitu produk minuman tanpa lemak yang dibekukan, identik dengan harga beli ekonomis, tampilan warna serta citarasa yang menarik bagi konsumen. Umumnya, hampir 90% produk es lilin yang dipasarkan hanya mengandung air, gula, dan bahan aditif seperti pewarna, flavor dan pemanis sintetis. Pengembangan produk es lilin dengan bahan dasar campuran sari buah dan sayuran dapat menjadi produk alternatif diet karena tidak mengandung lemak serta menggantikan jajanan pasar yang tidak memenuhi syarat gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara perbandingan sari bit merah dengan nenas, serta konsentrasi gelatin untuk menghasilkan produk es lilin dengan karakteristik fisikokimia dan sensoris terbaik serta dapat diterima oleh konsumen. Penelitian terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu : 1) Pembuatan es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan 5 taraf perbandingan yaitu 100: 0 ; 75 : 25; 50 : 50; 25 : 75; dan 0 : 100. Gelatin ditambahkan sebagai penstabil dengan 3 taraf konsentrasi yaitu 0%, 0,25%, dan 0,5%. Produk es lilin yang dihasilkan selanjutnya diamati karakteristik mutu fisik, kimia, dan sensori. 2) Pemilihan perlakuan perbandingan sari bit merah dan nenas serta konsentrasi gelatin yang menghasilkan produk es lilin dengan mutu terbaik, kemudian produk perlakuan terbaik dan kontrol dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dan total mikroba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perbandingan sari bit merah dan nenas dengan konsentrasi gelatin hanya memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kecepatan mencair dan total asam tertitrasi. Peningkatan jumlah sari buah nenas yang ditambahkan pada perbandingan sari bit merah dan nenas semakin menurunkan pH produk dan meningkatkan nilai total asam tertitrasi, kadar vitamin C, total padatan terlarut serta meningkatkan kualitas sensori produk es lilin yang dihasilkan. Komposisi produk es lilin dengan mutu terbaik yang dipilih berdasarkan karakteristik sensori melalui uji hedonik sesuai dengan nilai %AI (Acceptable Index) yang diperoleh adalah perlakuan campuran sari bit merah dan nenas dengan perbandingan 25:75 dan konsentrasi gelatin 0,5%. Hasil pengamatan pada produk es lilin dengan mutu terbaik yaitu yang terbuat dari campuran 25% sari bit merah dan 75% sari nenas serta 0,5% gelatin menunjukkan aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 117,94 bpj, sedangkan es lilin kontrol

(16)

ABSTRACT

SUSI. The Physcochemical and Sensory Quality of Lollies Ice Produced From The Mixture of Red Beetroot and Pinneapple Juices with Gelatine Addition, supervised by Elisa Julianti and Ridwansyah.

Lollies ice was categorized as water ice, a frozen product that contained no fat and well known with its economic price, colourful appearance and attracted taste for consumer. Mostly 90% of lollies ice products in commercial market contained only water, sugar, and some additives such as coloring, flavor and sweetener. Lollies ice development product based on the mixture of fruit and vegetable juice extract could be an alternative diet product because it contained no fat and released commercial products that were not qualified to nutrition standard. The aim of this research was to find the best combination treatment of the ratio of red beetroot and pinneapple juices with gelatine addition in producing lollies ice with the best characteristics of physcochemical and sensory quality. The research was conducted in two steps i.e 1)The manufacture of lollies ice from the mixture of red beetroot and pinneapple juices with five ratio i.e 100: 0 ;75: 25; 50 : 50; 25 : 75; and 0 : 100. Gelatine was added as a stabilizer with three concentration i.e 0%, 0,25%, dan 0,5%. Lollies ice produced was observed about physical, chemical characteristics and sensory quality. 2) The determination of lollies ice produced from the mixture of red beetroot and pinneapple juices with gelatine concentration that showed the best quality, then the best treatment of lollies ice produced and control were observed about antioxidant activity and total microbes content. The results showed that the interaction between red beetroot and pinneapple juice with gelatine’s concentration showed highly significant difference (P< 0,01) on melting rate and titrable total acid content.The increasing amount of pinneapple juices added on the ratio of red beetroot and pinneapple juices could lower the pH value but increased the titrable total acid, vitamin C, total soluble solid and sensory characteristics. The best lollies ice (based on sensory characteristics with %AI (Acceptable Index) hedonic test) was the

Keywords: Gelatine, Ice, Lollies Ice, Pinneapple, Red Beetroot.

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik serta citarasa yang dapat memberikan kesegaran bagi konsumen. Es lilin termasuk salah satu produk water ice, yaitu produk minuman tanpa lemak yang dibekukan hingga menjadi fase padatnya. Produk es lilin juga identik dengan harga beli yang ekonomis dan proses pengolahannya yang sederhana, dengan hampir 90% es lilin yang dipasarkan ke konsumen hanya mengandung air, gula, dan bahan aditif seperti pewarna, flavor dan pemanis sintetis. Menurut Purwaningsih, dkk., (2010), gula siklamat termasuk pemanis sintetis yang paling sering digunakan sebagai alternatif gula dalam pembuatan produk es lilin karena harganya yang relatif murah dan tingkat kemanisannya yang lebih tinggi dibandingkan gula biasa, padahal penggunaan siklamat yang berlebih justru berdampak negatif terhadap kesehatan konsumen.

(18)

2

Bit merah (Beta vulgaris) atau akar bit merupakan sayuran asal pesisir Eropa, tergolong tanaman berbunga dari famili Chenopodiaceae yang telah banyak dibudidayakan di Indonesia karena tanaman berwarna merah gelap yang menggembung pada bagian akarnya ini memiliki nilai ekonomis dan manfaat yang baik untuk dikonsumsi. Ciri khas dari bit merah adalah warna akar bit yang berwarna merah pekat, rasa yang manis seperti gula, serta aroma bit yang dikenal sebagai bau tanah (earthy taste). Warna merah keunguan pada bit merah berasal dari gabungan senyawa betalain, yaitu warna ungu dari pigmen betaxanthin dan warna kuning betasianin. Warna merah pekat pada akar bit memiliki tingkat kestabilan yang lebih baik dibandingkan dengan pigmen alamiah lainnya sehingga bit banyak digunakan sebagai pewarna alamiah produk pangan dan kosmetik (Widyaningrum dan Suhartiningsih, 2014).

(19)

3

produk yang diolah dengan bahan baku bit merah. Tanaman bit memiliki bau khas yaitu bau tanah (earthy) yang kuat dan tidak dapat dihilangkan melalui pemanasan sehingga bau tanah yang dihasilkan bit cukup mendominasi pada setiap produk yang dihasilkan.

Buah nenas adalah salah satu buah tropis yang banyak dibudidayakan di beberapa daerah Indonesia. Produktivitas buah nenas di provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke-4 tertinggi, yaitu sebesar 228,136 ton pada tahun 2013 (BPS, 2012). Buah nenas termasuk buah tropis yang banyak digemari karena kandungan air buah yang tinggi, memiliki aroma menarik, rasa manis keasaman serta kandungan asam sitrat dan asam malat yang tinggi sehingga cocok dijadikan minuman penyegar tubuh karena senyawa asam pada buah nenas mampu meningkatkan citarasa, menutupi bau dan memberikan efek penyegar. Selain nilai sensoris, buah nenas juga mengandung nutrisi yang baik untuk kesehatan tubuh, terutama kandungan antioksidan alamiah nenas, yaitu vitamin C serta ion mineral yang beragam sehingga buah nenas berpotensi untuk dijadikan sebagai minuman isotonik.

Buah nenas memiliki kadar air yang tinggi sehingga dapat menggantikan air yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan es lilin. Akan tetapi, kadar air yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya kristal es bergranula besar yang menyebabkan tekstur es lilin menjadi kasar dan hal ini menurunkan nilai fisik dan sensoris terhadap mutu es lilin, sehingga diperlukan adanya penambahan zat penstabil yang mampu memperbaiki nilai tekstur es lilin.

(20)

4

penstabil, pengemulsi dan thickening agent. Penambahan gelatin pada produk beku berfungsi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tekstur dengan meningkatkan viskositas, mengikat air dan menstabilkan gelembung udara pada produk bekuan sehingga tidak mudah terlepas, memperlambat pembentukan kristal es, memberikan efek meleleh di mulut (mouthfeel), serta memperlama daya pelelehan pada produk es lilin yang dibekukan (Mariod dan Adam, 2013).

Pengolahan es lilin dengan pencampuran sari buah dan sayur serta penambahan penstabil memiliki beberapa keuntungan, di antaranya adalah sebagai alternatif produk jajanan yang sehat, menambah kandungan nutrisi produk, meningkatkan nilai kesegaran produk, alternatif diet, mempertahankan masa simpan produk karena diolah dalam bentuk beku, mempermudah cara penyajian dan konsumsi serta meningkatkan nilai (value added) produk.

Penelitian sebelumnya mengenai produk beku (frozen desserts) menunjukkan bahwa, es lilin termasuk kategori produk beku (frozen desserts) yang berbahan dasar air, gula, partikel suspensi yang disertai dengan penambahan senyawa hidrokoloid sebanyak 0,2-0,5% berupa pengemulsi ataupun penstabil seperti CMC, gum, ataupun gelatin (Sharma dan Hissaria, 2009).

Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang “Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit

(21)

5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara perbandingan sari bit merah dengan nenas, serta konsentrasi gelatin untuk menghasilkan produk es lilin dengan karakteristik fisikokimia dan sensoris yang terbaik serta dapat diterima oleh konsumen.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memperoleh data dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai sumber informasi mengenai kajian mutu fisikokimia dan sensoris produk es lilin yang dihasilkan melalui campuran sari bit merah dan nenas disertai penambahan gelatin, serta sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya. Hipotesis Penelitian

(22)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Bit merah (Beta vulgaris)

Bit merah (Beta vulgaris) merupakan tanaman berbunga dari famili Chenopodiaceae, yang memiliki bentuk morfologis seperti umbi dan umumnya dijadikan sebagai sayuran. Ciri khas dari bit merah adalah warna akar bit yang berwarna merah pekat, rasa yang manis seperti gula, serta aroma bit yang dikenal sebagai bau tanah (earthy taste) (Widyaningrum dan Suhartiningsih, 2014).

Bit merupakan tanaman yang mirip dengan umbi-umbian karena bagian akar tanaman bit yang menggembung sehingga sering disebut buah bit. Pigmen merah pada buah bit merupakan senyawa bernitrogen yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi dan bersifat larut air, akan tetapi senyawa ini rentan mengalami degradasi akibat pengaruh pH, cahaya, udara, dan stabil pada suhu rendah (< 14ºC), kondisi yang gelap dan pada rentang pH 5,6 (Anam, dkk., 2013).

Aplikasi bit yang sudah ada dalam industri pangan mencakup ekstrak tanaman bit sebagai pewarna alami merah keunguan. Senyawa betalain pada bit berbeda dengan pigmen antosianin pada tanaman lain karena pigmen ini juga mengandung senyawa nitrogen yang memiliki efek positif terhadap aktivitas radikal bebas dan kanker sehingga akar bit juga mulai dikembangkan sebagai alternatif pewarnaan pada produk sosis (Winanti, dkk., 2013).

Komposisi kimia bit merah

Bit merah kaya akan berbagai kandungan vitamin B yaitu vitamin B1, B2, B3

(23)

7

nilai kalori bit merah masih tergolong sedang. Kandungan gizi yang terdapat pada bit merah dapat dilihat pada Tabel 1. Bit merah mengandung pigmen betalain pembentuk warna merah keunguan yang berperan sebagai antioksidan sehingga berpotensi sebagai pangan fungsional. Pengujian kandungan antioksidan pada bit merah dapat dilakukan dengan analisis kimia metode kromatografi serta spektroskopi dengan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) (Latorre, dkk., 2012).

Tabel 1. Komposisi gizi pada bit merah per 100 g bahan

(24)

8

Bit (akar bit) mengandung 250 mg/ 100 g berat mentah senyawa NO3- dan

tergolong sayuran yang kaya akan kandungan senyawa nitrat, dimana senyawa NO3-

akan dipecah di dalam tubuh ke dalam bentuk NO2-, kemudian direduksi membentuk

senyawa asam yang berperan melindungi pembuluh darah dan jantung sehingga konsumsi sari bit berpotensi menjaga kestabilan dan menurunkan tekanan darah. Konsumsi sari bit juga berfungsi sebagai minuman isotonik dengan kandungan mineral dan air yang cukup tinggi sehingga sehingga sangat cocok dikonsumsi untuk keseimbangan diet dan kesehatan (Coles dan Clifton, 2012).

Bit merah mengandung vitamin B2 atau riboflavin yang berperan penting

untuk meningkatkan aktivitas pertumbuhan sel darah merah dan bersama dengan jenis vitamin B lainnya, senyawa riboflavin bereaksi memacu proses konversi karbohidrat yang diperoleh tubuh dan menghasilkan energi sebagai bagian dari proses metabolisme energi (Eatright, 2007).

Betalain

(25)

9

pewarna produk membutuhkan penanganan yang sesuai untuk mempertahankan kualitas fisikokimia maupun sensori produk. Senyawa betalain memiliki sifat fungsional sebagai antimikroba dan antioksidan yang mampu menghambat perkembangan sel-sel tumor pada tubuh manusia (Slavov, dkk., 2013).

Kestabilan pigmen pada bit merah yang berperan sebagai komponen bioaktif dipengaruhi oleh nilai pH. Pigmen di dalam bit merah lebih stabil pada kondisi asam rendah, yaitu pH 4,5. Penurunan pH akan menyebabkan perubahan pigmen merah menjadi warna ungu, sedangkan kenaikan pH menyebabkan perubahan menjadi kuning kecokelatan. Bit merah dikenal sebagai sayuran dengan kandungan antioksidan tertinggi, yaitu 1,98 mmol/100 g. Kandungan senyawa antioksidan dalam bit merah terdiri dari senyawa flavonoid (350-2760 mg/kg), betasianin (840-900 mg/kg), betanin (300-600 mg/kg), asam askorbat (50-868 mg/kg), dan karotenoid (0,44 mg/kg) (Ananda, 2008). Struktur kimia molekul senyawa betalain dapat dilihat pada Gambar 1.

(26)

10 Nenas (Ananas comosus)

Buah nanas adalah buah tropis non klimaterik yang banyak diproduksi di Indonesia, mengandung asam buah tinggi yaitu asam sitrat dan asam malat yang dapat berperan sebagai asidulan, meningkatkan kesegaran dan mengurangi bau. Konsumsi buah nanas dapat memperlancar proses pencernaan, meningkatkan metabolisme karena mengandung sejumlah mineral sehingga sesuai dijadikan sebagai minuman isotonik, serta kandungan antioksidan vitamin C yang efektif berperan sebagai senyawa bioaktif yang menangkal radikal bebas tubuh (Murdianto dan Syahrumsyah, 2012); (Sortwell, dkk., 1996).

Indonesia sebagai negara tropis memiliki hasil sumber hayati yang beragam, terutama komoditas sayuran dan buah-buahan. Produksi buah nenas di Indonesia termasuk komoditas yang menghasilkan devisa bagi negara. Data produksi komoditi buah di Indonesia periode tahun 2009-2013 menurut Badan Pusat Statistik Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Budidaya buah nenas di wilayah Sumatera Utara menduduki peringkat keempat dengan produktivitas buah nenas di Sumatera Utara dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Produksi komoditi buah-buahan di Indonesia periode tahun 2009-2013

Komoditas Produksi (Ton)

2009 2010 2011 2012 2013

Pisang 6,373,533 5,755,073 6,132,695 6,189,043 5,359,115 Mangga 2,243,440 1,287,28 2,131,139 2,376,333 2,058,607 Jeruk Siam 2,025,840 1,937,773 1,721,880 1,498,394 1,308,303 Nenas 1,558,196 1,406,445 1,540,626 1,781,894 1,133,10

Rambutan 986,841 522,852 811,909 757,336 517,869

Salak 829,014 749,876 1,082,125 1,035,406 991,759

Durian 707,798 492,139 883,969 888,127 689,682

Pepaya 772,844 675,801 958,251 906,305 871,275

(27)

11

Tabel 3. Produksi buah nenas tahun 2011 – 2013 di Sumatera Utara

Tahun Produksi (Ton/tahun)

2011 2012 2013

183,213 262,089 228,136 Sumber : BPS (2012)

Masa simpan buah nenas dipengaruhi tingkat kematangan masing-masing varietas buah. Pengolahan buah nenas menjadi produk mampu meningkatkan umur simpan terutama pada penyimpanan suhu rendah. Buah nenas yang dipanen tahan disimpan pada suhu rendah selama 21 hari, sedangkan pengolahan nenas menjadi bubur buah dapat bertahan hingga 30 hari pada suhu 15 ºC (Sabari, dkk., 2006). Komposisi kimia buah nenas

Nenas mengandung enzim bromelain sebagai salah satu enzim fungsional karena bersifat proteolitik dan mampu menghidrolisis ikatan peptida dari protein. Kandungan bromelain di dalam buah nenas sebesar 62,5 IU/mg. Komposisi kimia pada buah nenas dapat dilihat pada Tabel 3. Enzim bromelain juga digunakan untuk melunakkan daging sebelum diolah karena sifat enzim yang proteolitik serta dikembangkan sebagai salah satu bahan alamiah yang berfungsi sebagai pengawet pada minyak (Sangi, 2011).

(28)

12

Enzim bromelain kompleks memiliki daya resistensi yang lebih baik terhadap suhu panas dibandingkan dengan jenis enzim lainnya (Poh dan Majid, 2011).

Tabel 3. Komposisi kimia buah nenas per 100 g bahan

Komposisi Jumlah

(29)

13

antioksidan sebagai penangkal radikal bebas disebabkan oleh adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya yang bekerja dengan mendonorkan proton H+ kepada senyawa radikal bebas, sehingga elektron bebas berikatan dengan proton H+ pada senyawa antioksidan dan tidak terjadi oksidasi yang merugikan tubuh (Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan dibedakan berdasarkan mekanisme kerja dalam menghambat proses oksidasi, yaitu antioksidan primer yang bekerja memutuskan rantai radikal bebas dan donor elektron, antioksidan enzim menghilangkan oksigen terlarut dan senyawa peroksida, agen pengkelat atau sekuestran yang aktif menghilangkan ion logam Cu dan Fe karena bersifat memicu oksidasi (prooksidan), serta antioksidan pengikat oksigen (oxygen scavanger). Prinsip mekanisme kerja antioksidan adalah membentuk senyawa inaktif dengan mencegah dekomposisi hidroperoksida lipid pembentuk radikal bebas, menstabilkan radikal bebas dengan donor atom hidrogen sehingga terbentuk kompleks radikal bebas dan antioksidan sehingga produk tidak bersifat radikal dan stabil (Estiasih, dkk., 2015).

(30)

14

Beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan antara lain metode DPPH menggunakan senyawa DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) sebagai sumber radikal bebas dengan prinsip terjadinya reaksi penangkapan atom hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan dalam produk, metode penangkapan radikal NO sebagai sumber radikal, metode FTC (Ferric Thiocyanate) dengan mengukur daya inhibisi senyawa radikal yang reaktif menggunakan asam lenoleat yang mengalami oksidasi setelah inkubasi, dan metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) dengan mengukur kemampuan antioksidan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ (Surya, dkk., 2013).

Penentuan aktivitas antioksidan yang paling umumn dilakukan adalah dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Senyawa DPPH sebagai radikal bebas memberikan nilai serapan yang kuat pada absorbansi 517 nm dan berwarna ungu gelap. Besar aktivitas antioksidan sebagai penangkal radikal bebas dihitung berdasarkan degradasi warna senyawa DPPH. Senyawa radikal bebas menyebabkan adanya ikatan yang ditandai dengan penurunan kepekatan warna DPPH yang sebanding dengan jumlah elektron yang diserap. Metode DPPH hanya dapat mengukur senyawa antioksidan yang larut dalam pelarut alkohol dan secara umum digunakan untuk mengukur dan membandingkan aktivitas antioksidan senyawa fenolik melalui perubahan serapan yang terjadi (Sunarni, 2005).

(31)

15

uji diinkubasi pada suhu 37ºC yang bertujuan untuk mendukung reaksi yang sempurna. Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas antioksidan bila senyawa tersebut dapat mendonorkan proton hidrogen yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna ungu gelap menjadi kekuningan.

Gambar 2. Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan (Molyneux, 2004) Es lilin

Es lilin termasuk salah satu produk minuman beku yang terbuat dari bahan baku air, gula, baik dengan ataupun tanpa penambahan sari buah ataupun senyawa aditif seperti zat pewarna, flavor, pemanis, pengatur keasaman dan zat pengawet. Es lilin banyak dikonsumsi sebagai produk penyegar karena disajikan dalam keadaan dingin dan salah satu karakteristik es lilin yang menarik masyarakat adalah tampilan produk dengan warna yang menarik, rasa yang manis, kemasan yang sederhana dan harga yang murah (Hartono, 2013).

(32)

16

penstabil yang digunakan memegang peranan penting terhadap tekstur pada produk es krim dengan mengikat air bebas dan mempertahankan ikatan air pada struktur gel yang dikenal sebagai proses hidrasi (Soad, dkk., 2014).

Pembuatan Es Lilin Pembuatan sari bit merah

Kualitas sari buah ditentukan dari sifat fisik buah terutama dari tingkat kekentalan, kekeruhan, dan total padatan terlarut. Pengolahan buah menjadi sari buah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sari buah encer dengan penambahan air atau pengepresan sari buah murni dari buah dengan kandungan air yang cukup tinggi dan sari buah pekat dengan pemekatan menggunakan gula dan proses pendidihan (Juansah, dkk., 2009).

Bit merah mengandung senyawa antioksidan yang dapat diperoleh pada daging buah dan daun bit merah, baik melalui ekstraksi maupun pengepresan. Sari bit merah diperoleh dengan mencuci bit merah kemudian dipisahkan dari bagian kulit, lalu diblansir uap sebagai perlakuan awal sebelum pengambilan sari buah bit dan pengolahan lebih lanjut. Sari buah bit diperoleh melalui pengepresan dan penyaringan baik dengan ataupun tanpa penambahan air yang dikenal dengan jus bit merah (Slavov, dkk., 2013).

Pembuatan sari buah nenas

(33)

17

menambahkan air dengan sari buah sebelum dilakukan pengepresan sari buah nanas (Ardina, dkk., 2014).

Pemanasan

Proses pemanasan memegang peranan penting dalam upaya pengawetan dan peningkatan kualitas produk, namun tidak semua proses pemanasan memberikan keuntungan terutama dalam kaitan terhadap kandungan nutrisi kimia dalam produk yang rentan akan panas. Suhu pemanasan yang berlebih dapat mempengaruhi stabilitas kandungan betalain dalam bit merah sehingga kontrol suhu diperlukan dalam upaya mempertahankan kandungan betalain pada bit merah (Latorre, dkk., 2012).

Tujuan dilakukannya blansir adalah sebagai perlakuan awal yang mendukung peningkatan kualitas produk yang akan diolah, namun proses blansir umumnya lebih banyak diterapkan pada sayuran dibandingkan buah-buahan, karena pemblansiran pada sayuran dapat menurunkan kekerasan tekstur serta menurunkan bau langu pada beberapa sayuran. Proses blansir yang banyak diterapkan blansir menggunakan air mendidih dan penguapan pada suhu di bawah 100ºC (Vaclavik dan Christian, 2008); (Corcuera, dkk., 2004).

(34)

18

tinggi, dimana ikatan cyclodopa pada rantai senyawa betanin dapat terikat kembali dan membentuk senyawa betanin yang utuh sehingga degradasi betanin dapat dihindari (Santoso, 2009).

Mixing

Proses pencampuran (mixing) diperlukan dalam pengolahan produk turunan es krim, sorbet maupun produk water ice es lilin. Mixing pada pengolahan produk es lilin dilakukan untuk meningkatkan homogenitas bahan baku yang digunakan dalam pencampuran sebelum dibekukan sekaligus mengaktifkan peran penggunaan hidrokoloid sebagai zat penstabil dan pembentuk tekstur. Fungsi hidrokoloid sebagai zat penstabil dipengaruhi oleh lama proses mixing yang dilakukan selama pengolahan karena hidrokoloid akan semakin aktif menstabilkan dua suspensi terlarut yang berbeda yang dipacu dengan perlakuan blending atau dikenal sebagai proses mixing. Proses mixing umumnya dilakukan menggunakan suhu pemanasan di atas 45 ºC karena hidrokoloid pada umumnya akan larut sempurna dengan bahan serta aktif menstabilkan suspensi yang dicampurkan di dalamnya sehingga ketahanan tekstur produk es yang dihasilkan akan lebih baik (Kilara dan Chandan, 2007).

Pembekuan

(35)

19

Tujuan dilakukannya pembekuan produk pangan adalah untuk mempertahankan kualitas simpan produk dengan menurunkan suhu produk hingga mencapai titik bekunya lalu daya tahan produk yang dibekukan selama penyimpanan dikontrol dengan menurunkan kembali suhu beku sesuai dengan suhu produk yang berbeda. Proses pembekuan umumnya juga didukung proses pemblansiran untuk meningkatkan mutu produk yang dibekukan. Pembekuan dibedakan menjadi pembekuan lambat dan pembekuan cepat. Proses pembekuan lambat akan menyebabkan kristalisasi air bahan pangan dalam jumlah yang lebih sedikit akan tetapi ukuran granula kristal yang dihasilkan lebih besar, dan sebaliknya, pada pembekuan cepat, kristalisasi air bahan terbentuk dalam jumlah yang besar namun ukuran granula kristal lebih kecil sehingga tekstur produk pangan yang dibekukan lebih dapat dipertahankan karena ukuran kristal es yang besar cenderung merusak tekstur dan menurunkan mutu aroma (Hariyadi, 2007).

Bahan-Bahan Yang Ditambahkan Gelatin

(36)

20

Gelatin diperoleh dari hasil ekstraksi jaringan otot atau serat kolagen hewan yang dikeringkan dalam bentuk serbuk atau granula dan memiliki fungsi sebagai pembentuk gel yang mampu mempertahankan stabilitas suspensi. Karakteristik fisik gelatin sebagai jenis hidrokoloid yang diekstraksi dari derivat jaringan kolagen protein hewan meliputi titik leleh gelatin pada rentang suhu 25ºC - 40ºC, bersifat termoreversible (wujud cair gelatin dapat berubah seiring perubahan suhu), larut dalam air dan larutan dengan viskositas rendah yang turut mencegah pembuihan pada larutan, hampir tidak berwarna dan tidak memiliki bau spesifik, memberikan efek melelh di mulut dan lembut. Gelatin adalah salah satu jenis penstabil yang sering digunakan dalam pengolahan produk beku seperti es krim. Sifat fungsional gelatin sebagai hidrokoloid dipengaruhi oleh asam dan kandungan alkohol yang tinggi (Lersch, 2010; (Soad, dkk., 2014).

Ciri fungsional hidrokoloid sebagai zat penstabil pada pengolahan makanan yaitu kemampuan senyawa hidrokoloid dalam menstabilkan dispersi koloid dalam air, menyerap dan mengikat air bebas dalam bahan serta meningkatkan viskositas tekstur. Pada pengolahan produk es krim, penggunaan hidrokoloid juga mampu mencegah timbulnya off flavor atau penurunan aroma akibat proses pembekuan yang dilakukan dengan menambahkan antara dua atu lebih jenis hidrokoloid (Milano dan Maleki, 2012).

(37)

21

dan prolin dan dalam industri pangan, gelatin berperan sebagai pembentuk tekstur gel pada produk jeli, permen, penstabil dan pengemulsi pada produk es krim, margarin dan olahan susu (Mariod dan Adam, 2013).

Penambahan gelatin dalam produk pangan berfungsi meningkatkan mutu tekstur produk melalui pembentukan gel sehingga gelatin dikenal sebagai gelling agent dan foaming agent. Kualitas tekstur dengan penambahan gelatin terhadap produk pangan dipengaruhi oleh tingginya nilai ºBloom atau kekuatan pembentukan gel. Gelatin dengan konsentrasi nilai ºBloom yang lebih tinggi akan menghasilkan produk dengan tekstur gel yang lebih keras dan padat seperti aplikasi pada produk permen, sedangkan penambahan gelatin dengan konsentrasi yang lebih sedikit akan menghasilkan tekstur produk yang lebih lembut dengan viskositas yang lebih rendah (Santoso, 2009).

(38)

22 Manfaat gelatin

Gelatin berperan penting dalam industri pangan karena sifat gelatin yang dapat membentuk gel dan mempertahankan stabilitas tekstur produk. Sifat gel yang dihasilkan gelatin pada pengolahan produk es lilin dapat memberikan efek mouthfeel yang mudah meleleh di mulut dan tekstur produk yang diberi penambahan gelatin akan lebih lembut dan elastis. Penggunaan gelatin pada pengolahan produk es sering dikombinasikan dengan jenis hidrokoloid lain untuk meningkatkan kelembutan tekstur yang dihasilkan (Saha dan Bhattacharya, 2010).

Fungsi gelatin yaitu sebagai pengatur stabilitas buih, kekenyalan dan tekstur, menggantikan peranan lemak dan meningkatkan daya leleh di mulut pada produk es krim dan jeli, pengikat air pada produk hewani, sebagai bahan pengisi pada produk olahan susu, dan menjernihkan produk minuman. Gambar struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 3. Penggunaan gelatin sebagai zat penstabil pada produk es krim aktif pada konsentrasi sebesar 0,5%. Gelatin juga dapat digunakan untuk melapisi bagian permukaan produk hewani dan buah-buahan untuk mencegah terjadinya kerusakan fisik produk (Rahman, 2007).

(39)

23

Gelatin dihasilkan dari reaksi dispersi protein dan memiliki stabilitas gel terbaik di antara jenis hidrokoloid komersial. Penambahan sebanyak 0,25% gelatin pada es krim dapat menghambat pembentukan dan distribusi kristalisasi es, sedangkan dalam pengolahan minuman serbet, penggunaan gelatin biasanya disertai dengan penambahan beberapa jenis hidrokoloid lainnya untuk meningkatkan mutu sensoris produk, terutama peningkatan nilai tekstur dan efek meleleh di mulut pada tahap akhir pengolahan produk (Phillips dan Williams, 2009 ; (Estiasih, dkk., 2015).

Gelatin yang digunakan dalam industri pangan biasanya berbentuk serbuk atau granula bening kekuningan, yang dilarutkan terlebih dahulu dengan air dingin, kemudian dipanaskan pada suhu di atas 45 ºC agar larut sempurna dengan bahan. Gelatin biasanya ditambahkan sebagai bahan penstabil dan pengisi pada produk olahan buah seperti selai, jeli, permen, minuman sari buah dan es krim. Penggunaan gelatin pada beberapa jenis olahan buah yang mengandung enzim proteolitik dapat mempengaruhi penurunan fungsi protein gelatin dalam meningkatkan kepadatan tekstur produk. Gelatin diperlukan pada pengolahan produk es krim, sorbet, sherbet dan es lilin karena fungsi gelatin yang bersifat hidrokoloid dapat mengikat dan menjerap air bahan sehingga menahan titik beku saat pembekuan produk, mencegah terbentuknya kristal es yang menurunkan mutu tekstur, mempertahankan kelembutan, menahan daya pelelehan, memberikan efek mouthfeel dan meningkatkan kepadatan produk beku yang dihasilkan (Blackburn, 2012).

High fructose syrup (HFS)

(40)

24

pencampuran glukosa, fruktosa dengan oligosakarida yang dipasarkan dalam bentuk cair, dengan komposisi umum terdiri dari 42-55% fruktosa. Aplikasi HFS di industri pangan menggantikan penggunaan gula sukrosa karena tingkat kemanisan HFS yang hampir sama dengan gula sukrosa, serta memiliki aroma yang baik dan mampu menghasilkan produk yang lebih homogen karena bentuk cair HFS sehingga banyak digunakan untuk pengolahan produk minuman, jeli, desserts, dan produk olahan susu. Konsumsi gula HFS juga menurunkan resiko akan diabetes karena gula HFS terbuat dari substitusi sukrosa dengan golongan oligosakarida (Silva, dkk., 2006).

HFS dihasilkan dari hidrolisis polimer D-glukosa yang diperoleh dari pati tanaman umbi-umbian, beras maupun jagung dan umumnya dihasilkan dari kombinasi gula dekstrosa atau fruktosa dengan oligosakarida. Produksi HFS banyak dihasilkan melalui hidrolisis pati karena pati mengandung dekstrosa yang mudah membentuk gula sirup dengan penambahan senyawa oligosakarida sehingga HFS memiliki karakteristik fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan gula sukrosa, yaitu kelarutan HFS yang tinggi, tidak membentuk kristal gula, serta tingkat kemanisan yang tinggi. Aplikasi gula HFS di industri pangan semakin meningkat karena HFS mampu menggantikan peranan gula sukrosa di dalam pengolahan pangan terutama pada produk pastri, kalengan, susu, minuman karbonasi, dan produk bekuan (Vuilleumier, 1993).

(41)

25

lebih baik karena dapat menekan titik pembekuan, mencegah terbentuknya granula kristal es, lebih mudah larut serta mampu memberikan efek tampilan yang lebih mengkilat terhadap produk sehingga tekstur lembut dan padat dapat dipertahankan (Suripto, dkk., 2013).

Studi Pendahuluan Yang Telah Dilaksanakan

Penelitian sebelumnya dari Banerjee dan Bhattacharya (2012) menunjukkan bahwa gelatin larut pada suhu pemanasan di atas 45ºC dan RH 60%, dengan sifat kekuatan gel yang dibentuk gelatin dipengaruhi oleh aktivitas enzim, suhu dan pH, sedangkan penggunaan gelatin untuk menjernihkan warna dan meningkatkan tekstur pada produk minuman jus buah adalah sebanyak 1-3%. Menurut Santoso (2014), perlakuan pasteurisasi pada pembuatan minuman bit merah yang mampu mengurangi degradasi berlebih kandungan betalain pada bit merah yaitu pasteurisasi pada suhu 60 ºC selama 18 menit, suhu 80 ºC selama 10 menit atau pasteurisasi pada suhu 90ºC selama 5 menit.

(42)

26

(43)

27

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juni 2015.

Bahan dan Reagensia Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nenas madu varietas Queens dengan keadaan matang morfologis yang diperoleh dari pasar tradisional Medan, bit merah yang diperoleh dari pasar tradisional Medan, HFS (High Fructose Syrup) merk Rose Brand, gelatin halal merk Gelatina, dan air.

Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaOH 0,01 N, indikator phenolptaelin 1%, larutan Dye (2,6-diklorofenol indofenol), asam askorbat, asam oksalat, akuades, Asam klorida (HCl) 10%, metanol pro analisis, larutan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil).

Alat Penelitian

(44)

28

(Genesys 20), handrefractometer, pH meter, pipet tetes, gelas ukur, erlemenyer, kertas saring bebas abu no.180 Filtra, labu ukur, vortex tab dancer, corong, kapas, cawan porselen, tanur Carbolite Furnaces (tipe EML 11/2), oven Memmert (tipe BMV 30), pemanas listrik Maspion, desikator. Peralatan yang digunakan untuk analisa mutu terbaik dan kontrol yaitu timbangan analitik Sartorius, gelas ukur, tabung reaksi, rak tabung, buret, spektrofotometer UV (Genesys 20), mikropipet 20µl -200µl, bunsen, autoclave, cawan petridish, colony counter, dan inkubator.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor, yaitu :

Faktor I : Perbandingan sari bit merah dan nenas (%) yang terdiri dari 5 taraf sebagai berikut :

N1 : Bit Merah : Nenas = 100 : 0

N2 : Bit Merah : Nenas = 75 : 25

N3 : Bit Merah : Nenas = 50 : 50

N4 : Bit Merah : Nenas = 25 : 75

N5 : Bit Merah : Nenas = 0 : 100

Faktor II : Konsentrasi Penambahan Gelatin (%) yang terdiri dari 3 taraf yaitu : G1 = Tanpa Penambahan Gelatin

G2 = 0,25

(45)

29

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 5 x 3 = 15, dengan jumlah ulangan = 3 kali, sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 45 sampel.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷijk= µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk

Dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor N pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j

dalam ulangan ke-k µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor N pada taraf ke-i βj : Efek faktor G pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor N pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor N pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k.

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan sari bit merah

(46)

30

menit dan didinginkan selama 5 menit. Setelah itu, bit dihaluskan menggunakan blender dan diberi penambahan air dengan perbandingan 1 : 1, kemudian disaring sari bit menggunakan kain saring.

Pembuatan sari buah nenas

Buah nenas yang telah disortir dengan kondisi segar, memiliki tingkat kematangan optimal yang ditandai dengan tekstur pada keseluruhan permukaan buah yang tidak lunak dan kulit hijau kekuningan dicuci, dipotong dan dipisahkan dari kulit serta batang daging. Daging buah nenas diberi penambahan air dengan perbandingan 10 : 1, kemudian dihaluskan menggunakan blender dan dilakukan penyaringan sari buah nenas menggunakan kain saring.

Pembuatan es lilin

Pembuatan produk es lilin dilakukan dengan pencampuran sari bit merah dan nenas dengan perbandingan masing-masing 100% : 0% ; 75% : 25%; 50% : 50%; 25% : 75%; dan 0% : 100% dari berat sari buah yaitu sebesar 250 g : 0 g; 187,5 g : 62,5 g ; 125 g : 125 g; 62,5 g : 187,5 g; dan 0 g : 250 g. Gelatin yang ditambahkan dalam pembuatan es lilin ditimbang sesuai dengan konsentrasi perlakuan yaitu 0 %, 0,25% dan 0,5% dari jumlah sari buah yang digunakan yaitu sebesar 0 g, 0,625 g, dan 1,25 g.

(47)

31

pasteurisasi suhu 90ºC selama 2 menit. Campuran sari buah kemudian dilakukan pendinginan cepat dengan cara di-mixer selama 5 menit hingga suhu 50oC. Campuran kemudian dituang ke dalam kemasan berupa plastik polipropilen, diikat dan disimpan pada lemari pendingin (freezer) dengan suhu -18ºC selama 3 hari sebelum dianalisa.

(48)

32 Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter berikut:

Penentuan pH (Apriyantono, dkk., 1989)

Penetapan nilai pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan 7. Suhu sampel diukur menggunakan pengatur suhu pH meter pada suhu terukur, kemudian pH meter dinyalakan dan dibiarkan sampai stabil (15 - 30 menit). Elektroda pada pH meter dibilas dengan akuades dan dikeringkan elektroda dengan kertas tisu. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan di-set pengukur pH–nya. Elektroda dibiarkan tercelup di dalam larutan sampai diperoleh pembacaan stabil, lalu nilai pH sampel dicatat.

Penentuan total asam tertitrasi (Ranggana, 1977)

Sampel es lilin ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan akuades hingga volume 100 ml. Diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring dan diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan phenolptaelin 1% sebanyak 2-3 tetes. Kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,01N hingga muncul warna merah jambu yang stabil. Total asam = ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x FP x 100 % Berat contoh (gr) x 1000 x valensi asam

FP = faktor pengencer

(49)

33

Kadar vitamin C (Metode Kolorimetri, Apriyantono, dkk., 1989) Pembuatan larutan Dye

Larutan Dye dibuat dengan menimbang 100 mg 2,6-diklorofenol indofenol dan 84 mg Sodium Bikarbonat, dilarutkan dalam akuades dan diterakan hingga 100 ml. Larutan dipipet 25 ml dan ditera pada labu ukur 500 ml.

Pembuatan kurva standar vitamin C

Vitamin C ditimbang 250 mg dan ditambahkan H2C2O4 6% hingga tera labu

ukur 100 ml. Dipipet masing-masing 1 ml, 2 ml, 3ml, 4 ml, dan 5 ml larutan standar, ditera dengan H2C2O4 6% sampai 5 ml. Larutan Dye ditambahkan dengan cepat

sebanyak 10 ml ke larutan standar, dikocok lebih kurang 10 detik, dibaca absorbansi sampel pada λ = 518 nm. Data konsentrasi standar diinterpretasikan dengan absorbansi dan diperoleh persamaan dengan nilai regresi 0,9 ≤ R2 ≤ 1. Kurva standar vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penentuan kadar vitamin C es lilin

Sampel ditimbang sebanyak 10 g, ditambahkan H2C2O4 6% dan disaring

hingga volume 100 ml. Filtrat diambil 5 ml, dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml larutan dye dengan cepat, dikocok sekitar 10detik dan dibaca pada λ = 518 nm menggunakan spektrofotometer. Nilai absorbansi dimasukkan ke dalam

persamaan kurva standar sehingga diperoleh konsentrasi asam askorbat yang kemudian dihitung melalui persamaan :

Vitamin C Konsentrasi asam askorbat x volume ekstrak total x 100 (mg/100g/ml sampel) = ml ekstrak sampel x 100 x berat sampel

(50)

34 Total padatan terlarut (Muchtadi, 1989)

Sampel ditimbang sebanyak 2 g, dimasukkan ke gelas ukur, diberi penambahan akuades sebanyak 6 ml dan diaduk hingga homogen. Diambil satu tetes larutan dan diteteskan pada prisma handrefractometer, dibaca angka di titik terang dan gelap pada skala refraktometer dan dihitung dengan persamaan :

TSS (ºBrix) = skala refraktometer x Faktor Pengenceran Penentuan kadar abu (mineral)

Kadar abu (mineral) menunjukkan kandungan mineral yang terdapat pada produk es lilin dengan cara menentukan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam. Kadar abu tidak larut asam menunjukkan kandungan kontaminan yang terdapat pada produk.

Penentuan kadar abu total (Nielsen, 1998)

Sampel ditimbang sebanyak 8 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dipijarkan di atas pembakar mecker kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara perlahan-lahan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam tanur dengan suhunya 500ºC sampai terbentuk abu selama 5 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Kadar abu total dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Kadar abu total (%) = Berat Sampel Abu Berat

(51)

35

Penentuan kadar abu tidak larut asam (Nielsen, 1998)

Penentuan kadar abu tidak larut asam dilakukan dengan menimbang berat sampel hasil pengabuan total dan dididihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring menggunakan kertas saring bebas abu (ashless paper), kemudian dicuci beberapa kali dengan akuades panas, dikeringkan dan dimasukkan dalam tanur pada suhu 450ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan dan selanjutnya ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar abu tidak larut asam (%) = Berat akhir x 100% Berat sampel

Kadar abu (mineral) (%) = Kadar abu total (%) – Kadar abu tidak larut asam (%)

Warna (Metode Hunter)

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan kromameter Minolta (tipe CR-400, Jepang). Sejumlah sampel ditempatkan pada wadah yang datar. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan ºH (ºHue). L menyatakan parameter kecerahan.Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b. Dilakukan perhitungan untuk ºH dengan persamaan ºH = tan-1 (b/a).

Penentuan kecepatan mencair (Silva, 2010)

(52)

36

pada suhu ruang dan ditentukan jumlah volume pelelehan sampel setiap selang waktu 5 menit menggunakan volume ukur. Hubungkan volume pelelehan dan selang waktu diinterpretasikan ke dalam bentuk grafik dan slope dari persaman linear antara volume pelelehan dan selang waktu sebagai kecepatan mencair dalam satuan ml per menit.

Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan konsistensi (Silva, 2010)

Sampel es lilin yang telah diberi kode acak, diuji oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara organoleptik berdasarkan skala hedonik untuk menentukan nilai acceptable index (%AI). Nilai %AI yang diperoleh harus setara atau lebih besar dari 70%. Format uji organoleptik disajikan pada Lampiran 2 dan skala hedonik disajikan pada Tabel 5. Nilai %AI ditentukan melalui persamaan berikut :

%AI = Y x 100 Z

Y = rata-rata nilai skala hedonik dari panelis Z = Nilai skala hedonik tertinggi yang diperoleh Tabel 5. Skala nilai hedonik warna, aroma, rasa dan konsistensi

Skala hedonik Keterangan

9 Sangat suka sekali

8 Sangat suka

7 Lebih suka

6 Suka

5 Netral 4 Agak suka

3 Tidak suka

2 Sangat tidak suka

1 Sangat tidak suka sekali

Uji aktivitas antioksidan (Kuncahyo dan Sunardi, 2007)

(53)

37 Pembuatan larutan DPPH (0,4 mM)

Ditimbang lebih kurang 15,8 mg DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), pada labu ukur 100 ml yang gelap dan dilarutkan dengan metanol pekat hingga batas tera.

Pembuatan larutan blanko

Dipipet 1 ml larutan DPPH (0,4 mM) ke dalam labu ukur 5 ml dan ditambahkan metanol hingga tanda, lalu homogenkan.

Pembuatan larutan uji

Ditimbang 5,0 mg sampel lalu dilarutkan dalam 5 ml metanol pekat (1000 bpj), larutan ini merupakan larutan induk. Dipipet 25 µl, 50 µl, 125 µl, 250 µl, dan 500 µl larutan induk ke dalam labu ukur 5 ml untuk mendapatkan konsentrasi sampel 5, 10, 25, 50 dan 100 bpj. Ke dalam masing-masing labu ukur ditambahkan 1 ml larutan DPPH, lalu ditambahkan metanol pekat sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif

Ditimbang 5 mg vitamin C, lalu dilarutkan dalam 5 ml metanol pekat (1000 bpj), larutan ini merupakan induk. Dipipet 20 µl, 30 µl, 40 µl, 50 µl dan 60 µl larutan induk ke dalam labu ukur 5 ml untuk mendapatkan konsentrasi sampel 4, 6, 8, 10 dan 12 bpj. Masing-masing labu ukur ditambahkan 1 ml larutan DPPH, ditambahkan dengan metanol pekat sampai tanda tera kemudian dihomogenkan. Hubungan konsentrasi larutan uji aktivitas antioksidan dengan %Hambatan DPPH dapat dilihat pada Lampiran 3.

Uji aktivitas antioksidan

(54)

38

spektrofotometri UV-VIS. Persentase hambatan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

% hambatan = Absorbansi blanko – absorbansi sampel x 100% Absorbansi blanko

Perhitungan nilai IC50 dengan memasukkan nilai dari konsentrasi larutan uji

(sumbu x) dan % hambatan (sumbu y) dalam persamaan garis linier. Semakin rendah nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan sebagai peredam radikal bebas.

Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas sangat tinggi jika mempunyai nilai IC50

di bawah 50 bpj, aktivitas tinggi jika mempunyai nilai IC50 50–100 bpj, aktivitas

sedang jika mempunyai nilai IC50 101–150 bpj, aktivitas rendah jika mempunyai nilai

IC50 151–200 bpj dan tidak aktif jika mempunyai nilai IC50 di atas 200 bpj.

Pengujian total mikroba (Fardiaz, 1992)

Pengujian total mikroba dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC). Sampel 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan akuades 9 ml dan diaduk rata. Hasil pengenceran diambil dengan mikropipet sebanyak 1 ml, lalu ditambahkan akuades 9 ml. Pengenceran pada penelitian ini dilakukan sebanyak 102. Filtrat diambil sebanyak 1 ml dan diratakan pada medium agar PCA sebanyak 9 ml (ditimbang 7 g PCA, ditambahkan akuades 250 ml dan kemudian disterilisasikan dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit). PCA (Plate Count Agar) yang telah disiapkan di atas cawan petri, selanjutnya diinkubasi selama 48 jam pada suhu 32oC dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter.

Total Koloni (CFU/ml) = Jumlah koloni x 1 FP

(55)

39

Gambar 4. Skema pembuatan es lilin Pencucian, pengupasan kulit dan pemotongan

Pencampuran sari bit merah dengan sari buah nenas sebanyak 250 g

Penambahan fruktosa cair 10% dan gelatin sesuai konsentrasi

Gelatin (%)

G1 = 0

G2 = 0,25

G3 = 0,50

Pemanasan sampai suhu 90 oC selama 2 menit

Pendinginan dengan cara di-mixer hingga suhu 50oC

Pengemasan dengan plastik polipropilen

Blansing uap suhu 80 ºC; 5 menit

(56)

40

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Mutu Fisik Produk Es Lilin Dari Campuran Sari Bit Merah dan Nenas serta Konsentrasi Gelatin

Karakteristik mutu fisik produk es lilin yang diamati meliputi nilai ºHue warna dengan kromameter dan kecepatan mencair (min/g). Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas dengan gelatin terhadap karakteristik mutu fisik dari produk es lilin dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap karakteristik fisik produk es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan penambahan gelatin

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standard deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi gelatin terhadap karakteristik fisik produk es lilin dari campuran sari bit merah dan nenas dengan penambahan gelatin

Konsentrasi Gelatin Warna (ºHue) Kecepatan mencair (min/g)

G1 = 0 % 70,37±35,30 1,12±0,37

G2 = 0,25% 71,20±35,09 1,11±0,37

G3 = 0,5% 74,47±28,61 1,12±0,33

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standard deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Warna

(57)

41

diperoleh. Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas serta konsentrasi gelatin terhadap nilai warna produk es lilin yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Hubungan perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap nilai warna produk es lilin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh perbandingan sari bit merah dan nenas terhadap nilai ºHue warna produk es lilin (± error bar standar deviasi)

Tabel 6 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit merah dan nenas menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai warna produk es lilin yang dihasilkan. Nilai warna yang terbaca sebagai ºHue tertinggi diperoleh pada perlakuan N1 (100% sari bit merah) yaitu 82,79 dan yang terendah pada perlakuan N4

(75% sari bit merah : 25% sari buah nenas) yaitu 56,11. Sari bit merah memiliki warna merah kehitaman yang pekat sehingga pembacaan dengan alat kromameter terhadap perlakuan N1 (100% sari bit merah) dengan nilai ºHue direksi negatif sebesar

82,79 menunjukkan warna kromatik campuran merah keunguan dan nilai L

Gambar

Tabel 1. Komposisi gizi pada bit merah per 100 g bahan Komposisi
Gambar 1. Struktur Kimia Senyawa Betalain (SCI, 2015)
Tabel 2. Produksi komoditi buah-buahan di Indonesia periode tahun 2009-2013 Komoditas Produksi (Ton)
Tabel 3. Produksi buah nenas tahun 2011 – 2013 di Sumatera Utara Tahun Produksi (Ton/tahun)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komposisi produk es lilin dengan mutu terbaik yang dipilih berdasarkan karakteristik sensori melalui uji hedonik sesuai dengan nilai %AI ( Acceptable Index ) yang diperoleh

Penelitian lainnya mengenai sherbet oleh Hartanti, (2014) menyatakan bahwa buah nenas bersifat fungsional untuk diolah menjadi produk minuman beku sherbet karena

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.. Dian

Nilailah produk es lilin secara keseluruhan berdasarkan atribut sensori di bawah ini dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom tersedia. Netralkan lidah anda dengan

Hal tersebutlah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang ” Kajian Mutu Fisikokimia dan Sensori Es Lilin Markisa dengan Konsentrasi Sari Bengkuang

Pada pengolahan produk sari buah yang menggunakan jenis hidrokoloid gelatin, jenis buah yang mengandung enzim bromelain dapat mengurai senyawa protein sehingga

Kajian karakteristik fisik dan sensori serta aktivitas antioksidan dari granul effervescent buah beet (Beta vulgaris).. dengan perbedaan metode granulasi dan

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian