• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KE

DAN MOTI

PEMBELA

DAN

D Dalam Me

P

PRO

UNI

N KEMAMPUAN KOMUNIKASI MA

MOTIVASI BELAJAR SISWA DEN

EMBELAJARAN BERBASIS MASALA

AN PEMBELAJARAN LANGSUNG

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan am Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

ALI CANRA PULUNGAN (8136172005)

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

UNIMED

2016

MATEMATIK

ENGAN

LAH

G

Pada

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

ALI CANRA PULUNGAN. Perbedaan Kemampuan Komunikasi matematik dan Motivasi Belajar Siswa Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung.Tesis: program studi pendidikan matematika pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2016.

(7)

ii ABSTRACT

ALI CANDRA PULUNGAN. Differences in Communication Skills mathematical and Student Motivation With Problem Based Learning and Direct interaction. Thesis: graduate mathematics education courses State University of Medan. 2016.

Keywords: Problem Based Learning, Direct Interaction, Communication, Motivation to learn Students

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Perbedaan

Kemampuan Komunikasi Matematik Dan Motivasi Belajar Siswa Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung”.

Shalawat bertangkaikan salam penulis sanjungkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW sebagai pembawa risalah islam kepada seluruh ummat islam.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu

penulis sampai terselesaikannya tesis ini. Semoga Allah SWT membalas dengan

kebaikan yang setimpal. Terima kasih dan penghargaan peneliti sampaikan

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika

Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf

Program Studi Pendidikan Matematika.

2. Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd, selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Edy

surya, M.Si, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan,

serta motivasi yang sangat bermanfaat dan berharga bagi penulis dalam

(9)

iv

3. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin Siregar, M.Pd, Prof. Dr. Asmin Panjaitan, M.Pd,

dan Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd selaku narasumber yang telah

banyak memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan

penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. H. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Direktur Program

Pascasarjana UNIMED dan Bapak Dr. Arif Rahman, M.Pd selaku Asisten

Direktur I Program Pascasarjana UNIMED.

5. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Prodi Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan

yang bermakna selama menjalani pendidikan.

6. Bapak Drs. Ali Kamar Nasution selaku Kepala sekolah dan Ibu Lanniari

Lubis, S.Pd, selaku guru bidang studi Matematika yang telah memberi

kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini beserta

seluruh guru-guru dan staf administrasi SMP Negeri 1 Barumun yang telah

banyak membantu.

7. Teristimewa kepada orangtuaku Ibunda tercinta Nahajar Hasibuan dan

Ayahanda (Alm) Lohot Hatoguan Pulungan, yang telah memberikan doa, rasa

sayang, perhatian dan dukungan penuh dalam setiap langkah penulis untuk

menyelesaikan perkuliahan. Abanganda Muhammad Anwar Saleh beserta istri

Kakak Rita Yanti Lubis, adik-adik tersayang Henni Herawati dan suami Mhd

Isra Hasibuan, serta Sumiyati Pulungan yang telah mendoakan dan memberi

(10)

v

8. Sahabat seperjuangan khususnya buat Irham Habibi Harahap, dan Ahmad

Ripai Rangkuti M.Hum serta Lima sekawan di Dikmat B-3: Yunita, Triana

Gusti Ulina Sarumpaet, Cut Izzah Farahia, Winanda Marito juga Budi

Darmawan Manurung sebagai penyemangat untuk menyelesaikan pendidikan

dan memberikan hasil yang terbaik.

9. Teruntuk dia sang belahan jiwa, semoga kita tetap istiqomah untuk terus

memperbaiki diri menjadi sholeh dan sholehah hingga yakin teguh di dalam

jiwa untuk menggapai bingkai Ridho dan Rahmat Ilahi.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang baik atas bantuan,

dukungan dan bimbingan yang diberikan. Dengan segala kekurangan dan

keterbatasan penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi sumbangan dalam

memperkaya khasanah ilmu dalam bidang pendidikan dan menjadi masukan bagi

penelitian lebih lanjut.

Medan, Maret 2016 Penulis

(11)

vi 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 17 2.1 Hakekat Belajar Matemtika ... 22

2.2 Pembelajaran berbasis masalah ... 26

2.2.1 Ciri-ciri pendekatan berbasis masalah... 30

2.2.2 Tujuan pendekatan pembelajaran berbasis masalah... 32

2.2.3 Manfaat pendekatan pemebelajaran berbasis masalah ... 33

2.2.4 Langkah-langakah pemebelajaran berbasis masalah... 34

2.2.5 Kelebihan pemebelajaran berbasis masalah ... 36

2.2.6 Ciri-ciri pemebelajaran berbasis masalah... 36

2.2.7 Teori belajar yang mendukung pembelajaran berbasis masalah . 38 2.3 Pembelajaran langsung ... 42

2.3.1 Pengertian model pembelajaran langsung (DI) ... 42

2.3.2 Kelebihan dan kelemahan pembelajaran langsung... 46

2.3.3 Perbedaan pedagogic pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran langsung... 47

2.4 kemampuan komunikasi matematik ... 50

2.5 Hakekat Motivasi ... 57

2.5.1 Motivasi Belajar Siswa... 60

2.5.2 Jenis dan sifat motivasi ... 62

2.5.3 Fungsi motivasi ... 64

2.5.4 Pentingnya motivasi belajar ... 66

2.5.5 Faktor yang mempengaruhi motivasi ... 67

2.6 Kemampuan Awal Matematika ... 67

(12)

vii

2.8 Kerangka Konseptual... 72

2.8.1 Terdapat Perbedaan Kemampuan komunikasi matematik Siswa yang menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa menggunakan Pembelajaran langsung ... 73

2.8.2 Terdapat Perbedaan motivasi belajar siswa yang menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa yang menggunakan Pembelajaran langsung... 75

2.8.3 Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa... 76

2.8.4 Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap motivasi belajar siswa... 77

2.9 Hipotesis Penelitian ... 78

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 80

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian ... 80

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 81

3.4 Desain Penelitian ... 82

3.5 Variabel penelitian ... 83

3.6 Instrumen Penelitian ... 84

1 Tes kemampuan awal matematika siswa... 84

2 Tes kemampuan komunikasi matematik... 86

3 Angket motivasi belajar siswa... 88

3.7 Uji Coba Instrumen... 90

3.7.1 Validasi ahli terhadap perangkat pembelajaran... 91

3.7.2 Validasi ahli terhadap instrument penelitian... 91

3.8 Tehnik analisis data... 95

3.8.1 Analisis statistic infrensial... 96

3.9 Prosedur Penelitian ... 103

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian... 105

4.1.1 Hasil tes kemampuan awal matematika (KAM) siswa ... 105

4.1.2 Hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi ... 108

4.1.2.1 Hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa... 108

4.1.2.2 Hasil posttest tes kemampuan komunikasi matematik siswa 108 4.1.2.3 Analisis statistic ANAVA dua jalur ... 111

4.1.2.4 Uji hipotesis ... 112

4.1.3 Hasil analisis deskriptif motivasi belajar siswa ... 117

4.1.3.1 Hasil angket motivasi belajar siswa ... 117

4.1.3.2 Analisis statistic ANAVA dua jalur ... 120

4.1.3.3 Uji hipotesis ... 121

4.2 Pembahasan hasil penelitian ... 126

4.2.1 Faktor pembelajaran ... 126

(13)

viii

4.2.3 Motivasi belajar siswa ... 131

4.2.4 Terdapat interaksi anatara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa... 132

4.2.5 Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap motivasi belajar siswa ... 133

4.3 Keterbatasan penelitian ... 134

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 136

5.2 Implikasi ... 137

5.3 Saran ... 138

(14)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1 Langkah-Langkah Pembelejaran Berbasis Masalah ... 35

2.2 Sintaks model Pembelajaran langsung... 46

2.3 Perbedaan pedagogic antara PBM dengan Pembelajaran Langsung ... 48

3.1 Randomized control-group pre test-pos test design ... 82

3.2 Tabel Weiner ... 83

3.3 Kisi kisi kemampuan awal matematika (KAM) siswa... 84

3.4 Kriteria pengelompokan kemampuan siswa berdasarkan KAM ... 86

3.5 Kisi kisi butir test kemampuan komunikasi matematik ... 87

3.6 Pedoman penskoran kemampuan komunikasi matematik ... 88

3.7 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Siswa ... 89

3.8 Skor Alternatif Jawaban Angket motivasi ... 90

3.9 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 91

3.10Tabel ANAVA dua jalur ... 100

3.11Keterkaitan permasalahan penelitian, hipoteis statistic, kelompok data dan jenis uji statistic yang digunakan ... 103

4.1 Deskripsi kemampuan awal matematika siswa berdasarkan pembelajaran .. 106

4.2 Sebaran sampel penelitian... 107

4.3 Deskripsi posttest kemampuan komunikasi matematik siswa ... 108

4.4 Hasil uji normalitas skor posttest kemampuan komunikasi matematik ... 110

4.5 Hasil uji homogenitas skor posttest kemampuan komunikasi matematil ... 111

4.6 Hasil uji ANAVA dua jalur kemampuan komunikasi matematik siswa... 112

4.7 Hasil rerata kemampuan komunikasi matematik siswa ... 115

4.8 Hasil uji schefie perbedaan rerata KAM siswa ... 116

4.9 Deskripsi angket motivasi belajar siswa berdasarkan pembelajaran ... 117

4.10Hasil uji normalitas skor angket motivasi belajarsiswa ... 119

4.11Hasil uji homogenitas skor angket motivasi belajar siswa ... 120

4.12Hasil uji ANAVA dua jalur angket motivasi belajar siswa ... 121

4.13Hasil rerata angket motivasi belajar siswa ... 124

(15)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar hal

1.1 Bak penampungan air ... 7

1.2 Kemampuan komunikasi matematik siswa rendah ... 8

3.1 Prosedur Penelitian...104

4.1 Perbedaan kemampuan awal matematika berdasarkan sebaran sampel ...107

4.2 Interaksi antara pembelajaran dengan KAM terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa ... 114

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekolah merupakan tempat belajar bagi siswa-siswi untuk memperoleh

berbagai macam ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetehuan tersebut pula

seseorang bisa mengarungi kehidupan dengan mudah. Untuk memperoleh Ilmu

pengetahuan, berbagai macam pendekatan pembelajaran dilakukan demi

terwujudnya warga belajar yang memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni serta

mempunyai daya saing ditengah-tengah perkembangan zaman.

Di tengah perkembangan zaman ini, pendidikan memiliki peranan yang

sangat penting dalam membangun kehidupan bangsa. Maju mundurnya

pembangunan suatu bangsa dalam segala bidang sangat ditentukan oleh tingkat

pendidikan bangsa itu sendiri. Akan tetapi pendidikan sering sekali dianggap

sepele oleh sebagian orang. Sebagai contohnya sebagian peserta didik yang

sedang menimba ilmu disekolah sering beranggapan bahwa materi yang disajikan

dalam suatu pemebelajaran tidak berkorelasi dengan kebutuhan mereka. Apalagi

yang berkaitan dengan mata pelajaran matematika, mereka terkesan acuh dalam

mempelajarinya. Tanpa mereka sadari bahwa materi yang dimuat dalam

pemebelajaran tersebut merupakan referensi awal bagi mereka dalam mengarungi

dunia nyata.

Pendidikan merupakan salah satu wadah yang dapat berfungsi untuk

menciptakan sumber daya manusia yang bermutu. Sumber daya manusia yang

bermutu ditandai dengan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan handal

(17)

2

dalam mengusai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), dan salah satu

pendidikan yang sangat penting itu adalah pendidikan matematika. Karena segala

Sesuatu yang ada di dunia ini selalu berhubungan dengan matematika. Sebab

matematika “selalu ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan yang lain, ditambah

lagi dengan para peserta didik yang akan menghadapi berbagai permasalahan

dalam kehidupan yang tentunya membutuhkan pemikiran yang realistis, sudah

barang tentu sejalan dengan cara berfikir matematik yang kritis, sistematis, logis,

kreatif, dan mampu bekerjasama”(Depdiknas, 2003a).

Bila dihubungkan lagi dengan matematika, banyak dikalangan mansyarakat

kita terutama siswa–siswi yang sedang menimba ilmu pengetahuan disekolah,

yang beranggapan bahwa mata pelajaran matematika tersebut merupakan

pelajaran yang tidak menarik, sulit dan membosankan untuk dipelajari. Sehingga

mata pelajaran ini menjadi momok bagi sebagian peserta didik. Padahal,

matematika merupakan bidang studi yang sangat penting untuk dipelajari, karena

selalu ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan yang lain. Paling (dalam

Abdurrahman, 2003) mengatakan bahwa “matematika adalah suatu cara untuk

menemukan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi manusia, suatu cara

menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,

menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah

memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan

hubungan-hubungan”. Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa sesungguhnya

matematika itu memiliki peranan penting dalam berbagai bidang perkembang

(18)

3

Pendidikan matematika ini diperoleh mulai dari pendidikan sekolah dasar

sampai pada jenjang perguruan tinggi. Setelah memperoleh pendidikan

matematika di sekolah maka diharapkan akan tercapai tujuan pendidikan

matematika sekolah. Yaitu :

(1) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, dan menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi.

(2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba–coba.

(3) Mengembangkan kemampuan komunikasi.

(4) Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas masalah.

(Depdiknas, 2003a)

Terkait dengan tujuan pendidikan matematika disekolah maka siswa

diharapkan memiliki ilmu pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural dalam

ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, budaya, humaniora, dengan wawasan

kebangsaan, kenegaraan dan peradaban, untuk itu diperlukan kemampuan berpikir

tingkat tinggi (high order thinking) yaitu berpikir logis, kritis dan mampu

bekerjasama dan berkomunikasi secara proaktif serta memiliki kemandirian

belajar(self regulated learning).

Namun kenyataan, pembelajaran yang ada tidak dapat memicu tercapainya

tujuan pendidikan yang diharapkan karena pembelajaran matematika di sekolah

masih didominasi oleh paradigma pembelajaran konvensional. Siswa diposisikan

sebagai objek yang tidak tahu apa-apa dan dianggap seperti gelas kosong yang

harus di isi air sampai penuh. Guru memposisikan diri sebagai orang yang

mempunyai pengetahuan, sebagai satu-satunya sumber ilmu karena adanya

anggapan bahwa otoritas tertinggi terletak pada guru. Hal ini disebabkan guru

(19)

4

yang harus dipelajari melalui drill atau hafalan. Factor guru ini juga sering

dianggap sebagai penyebab siswa belajar secara pasif dan bosan dalam menerima

pelajaran. Jika metode ini terus diterapkan dalam proses belajar mengajar maka

selamanya siswa akan menjadi seorang pelajar yang pasif yang tidak mempunyai

kebebasan untuk berpikir, bahkan hal tersebut dapat membunuh kemampuannya

dalam pemecahan masalah sehari-hari.

Telah kita ketahui bersama bahwa matematika juga memiliki struktur dan

keterkaitan yang kuat dan jelas antara konsepnya sehingga memungkinkan kita

terampil dalam berpikir rasional. Sehingga matematika adalah ilmu pengetahuan

yang mampu mengembangkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan

kemampuan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu memiliki kemampuan

mengelola informasi supaya mampu bertahan pada keadaan yang selalu

berubah-ubah dan kompetitif dengan mempelajari dan menguasai matematika. Maka

kemampuan itu dapat diperoleh melalui kemampuan siswa dalam berkomunikasi.

Mulyasa (2003:21) menjelaskan bahwa "acuan kurikulum berbasis kompetensi

menjadikan sosok manusia Indonesia dalam jenjang pendidikan menengah salah

satunya adalah memiliki kemampuan berkomunikasi".

Di samping itu matematika adalah salah satu pelajaran yang dapat

meningkatkan segala kemampuan dalam diri siswa termasuklah salah satunya

kemampuan komunikasi. Mengembangkan kemampuan komunikasi matematik

siswa perlu dilakukan oleh guru dalam pembelajaran matematika. Sebab melalui

komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berpikir

matematikanya dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide matematika kedalam

(20)

5

komunikasi dalam matematika perlu ditumbuh kembangkan di kalangan siswa.

Pertama,matematika sebagai bahasa berarti matematika dapat digunakan sebagai

alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas.

Kedua, matematika sebagai aktivitas sosial, berarti matematika dapat digunakan

sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran, seperti interaksi antara siswa dengan

siswa. Oleh karena itu, siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk

memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan

atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga siswa yang sudah

mempunyai kemampuan komunikasi matematik menjadi bermakna bagi orang

lain. Hal ini berarti guru harus berusaha untuk mendorong siswanya agar mampu

berkomunikasi dalam pembelajaran matematika.

Kemampuan komunikasi matematik adalah suatu bagian yang penting dari

matematika, karena dapat membantu siswa dan guru dalam proses pembelajaran.

Kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu daya matematik

(mathematical power). Daya matematik meliputi standar proses (process

standart), ruang lingkup materi (content stands) dan kemampuan matematik

(mathematics abilities).

Kemampuan ini merupakan tujuan pembelajaran matematika pada tingkat

Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam BSNP

(2006:140)

(21)

6

yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kemampuan komunikasi matematik juga sesuai dengan standar pendidikan

matematika yang ditetapkan oleh National Council of Teachers of Mathematics

(2000:7). NCTM menyatakan bahwa “program-program pembelajaran

matematika dari pra-TK hingga kelas 12 hendaklah memberikan kesempatan

kepada seluruh siswa untuk (1) Mengatur dan menggabungkan pemikiran

matematik mereka melalui komunikasi; (2) Mengomunikasikan pemikiran

matematik mereka secara logis dan jelas kepada teman-teman, guru, dan orang

lain; (3) Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran serta strategi-strategi

matematika orang lain; (4) Menggunakan bahasa matematika untuk

mengekspresikan ide-ide matematikadengan tepat”.

Kemampuan komunikasi matematik sangat penting dalam pembelajaran

matematika. Sebagaimana Baroody (1993:99-100) menyebutkan sedikitnya ada

dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu

ditumbuh-kembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya

matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat

untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan,

tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk

mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua,

mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam

pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa

(22)

7

Namun kenyataannya, kemampuan komunikasi matematik siswa masih

rendah. Hal ini di tunjukkan oleh beberapa fakta di lapangan. Dimana pada bulan

Agustus 2015 yang lalu telah dilakukan studi pendahuluan kelapangan dan

peneliti menemukan kejanggalan dalam penyelesaian soal yang berkaitan dengan

komunikasi matematik siswa.

Berikut ini merupakan salah satu persoalan kemampuan komunikasi

matematik yang diajukan kepada siswa yaitu sebuah bak penampungan air untuk

mandi berukuran seperti gambar berikut ini:

Gambar 1.1 Bak penampungan air

Dindingnya akan dicat dengan warna biru. Setiap 3 m2menghabiskan cat 2 kaleng

sedangkan harga cat Rp 15.000/kaleng. Tentukan berapa kaleng cat yang

dibutuhkan dan besar biaya yang dikeluarkan untuk mencat bak itu?

Dari masalah di atas diharapkan siswa terlebih dahulu mengevaluasi ide-ide,

simbol dan informasi sesuai dengan situasi yang ada ke model matematika,

menyusun prosedur penyelesaian yaitu dengan menghitung luas permukaan bak

dan memberikan solusinya. Tetapi siswa jarang memulai pekerjaannya dari

gambar ke model matematika sehingga dalam memberikan solusi siswa banyak

yang tidak mampu menyelesaikannya.

Soal tersebut diberikan kepada 32 siswa, 10 orang (31,25%) diantaranya

tidak menjawab soal tersebut, 16 orang (50%) menjawab dengan jawaban yang

6 m

2 m mm

(23)

8

salah dan 6 orang (18,75%) yang menjawab benar, dari hasilnya menunjukkan

kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah, gambaran jawaban salah

satu siswa dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1.2 Rendahnya Kemampuan komunikasi matematik siswa. Dari hasil jawaban siswa diatas menunjukkan bahwa siswa sudah mulai

memahami apa yang diketahui dan ditanya, namun siswa masih belum paham

betul dalam membuat model matematika berdasarkan permasalahan yang

diberikan sehingga respon yang diberikan atas permasalahan yang diberikan tidak

sesuai dengan yang diharapkan. Dimana masih ada siswa yang tidak dapat

menyelesaikan cara menentukan harga satuan suatu barang/benda. Berdasarkan

permaslahan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa belum dapat mengakomodir

semua ide-ide matematik dari soal yang diberikan dengan benar.

Dari permasalahan ini, dapat kita ketahui betapa permasalahan tentang

komunikasi matematik siswa ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus

segera ditangani. Dari studi pendahuluan tersebut juga diperkuat oleh pernyataan

dari Ibu guru L. Lubis, S.Pd selaku guru matematika di salah satu Sekolah

(24)

9

mengatakan: “Disamping kurang merespon dan tidak aktif dalam kegiatan

pembelajaran, para siswa juga mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal

yang disajikan, pada umumnya siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal

dalam bentuk cerita”. Dengan kata lain siswa kurang mampu mengkomunikasikan

permasalahan (soal) yang diberikan kepadanya sehingga sulit memberikan solusi

terhadap permasalahan yang diberikan. Factor ini disebabkan oleh rendahnya

kemampuan komunikasi matematik siswa. Kenyataan tersebut juga berimbas pada

hasil belajar matematika siswa yang masih rendah.

Beberapa faktor penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematik

siswa, dipengaruhi oleh pembelajaran yang digunakan guru selama ini belum

mampu membangkitkan gairah siswa untuk belajar dan memotivasi siswa supaya

mampu menyelesaikan soal-soal yang berbentuk masalah. Disamping kemampuan

komunikasi matematik siswa, Peneliti juga fokus pada motivasi belajar siswa.

Karena motivasi mempunyai peran yang sangat penting bagi siswa dalam belajar.

Menurut Gagne dan Berliner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2013:42) “motivasi

adalah tenaga yang menggerakkan aktivitas seseorang dan mengarahkan aktivitas

seseorang”. Rendahnya motivasi membuat siswa malas belajar bahkan acuh

terhadap pelajaran matematika. Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan

salah satu aspek yang sangat penting. Sering terjadi di sekolah, siswa yang kurang

berprestasi bukan disebabkan karena kemampuannya yang kurang. tetapi

disebabkan motivasi yang tidak ada, membuat siswa untuk tidak berusaha untuk

menggerakkan segala kemampuannya belajar. Bukan hal yang lazim lagi,

seringnya guru gagal membawa suasana belajar yang baik dikarenakan

(25)

10

berprestasi rendah kemungkinan besar disebabkan karena tidak adanya dorongan

atau motivasi. Motivasi dapat dikatakan suatu daya penggerak dalam diri siswa

untuk membangkitkan minat siswa, menjamin kelangsungan proses belajar,

sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. karena dengan memberikan

motivasi yang positif akan menambah semagat belajar siswa. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sardiman (2007:75) yang menyatakan bahwa “hasil belajar itu

dikatakan optimal bila ada motivasi yang tepat”. Pengetahuan dan pehamanan

tentang motivasi belajar pada siswa sangat bermanfaat bagi guru untuk dapat

membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa tentang arti

pentingnya belajar. Karena walau bagaimana semangat guru untuk mengajari

siswa kalau motivasi belajar tidak tumbuh pada diri siswa proses pembelajaran

tidak akan terwujud sesuai dengan yang diharapkan.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya motivasi siswa di

sekolah. Sebagaimana Dimyati dan Mudjiono (2013:97) Menyebutkan

diantaranya, pertama cita-cita atau aspirasi siswa, timbulnya cita-cita dibarengi

oleh perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa, dan nilai-nilai kehidupan.

Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian. Kedua

kemampuan siswa, keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan

atau kecakapan mencapainya. Keinginan membaca perlu dibarengi dengan

kemampuan mengenal dan mengucapkan bunyi huruf-huruf.Ketigakondisi siswa,

kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi

belajar. Keempat kondisi lingkungan siswa, lingkungan siswa dapat berupa

keadaan alam, lingkungan tempat tinggal pergaulan sebaya, dan kehidupan

(26)

11

lingkungan sekitar. Kelima unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran,

siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang

mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Keenam upaya guru dan

membelajarkan siswa, guru adalah seorang pendidik profesional. Upaya guru

membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan diluar sekolah.

Motivasi siswa timbul karena cita-cita yang didorong oleh perkembangan

akal, moral, kemauan, kemampuan, kondisi pribadi sisiwa, kondisi lingkungan

dan upaya guru sebagai pendidik yang profesional. Karena siswa adalah makhluk

sosial yang mempunyai kebutuhan. Sebagaimana David Mc Cleeland dalam

Dimyati dan Mudjiono (2013:82) berpendapat bahwa “setiap orang memiliki tiga

jenis kebutuhan dasar, yaitu : (i) kebutuhan akan kekuasaan, (ii) kebutuhan untuk

berafiliasi, dan (iii) kebutuhan berprestasi”.

Ada tiga unsur motivasi yang harus diperhatikan dalam melihat

pengaruhnya, yaitu: pertama tujuan, bahwa manusia adalah makhluk yang

mempunyai tujuan, walaupun manusia tidak ada sebenarnya yang mempunyai

tujuan yang sama. Kedua kekuatan dalam diri, ketika seluruh kekuatan yang

dimiliki manusia berupa energi, apakah itu energi fisik, otak, mental dan spiritual

berkolaborasi dan menjelma maka timbullah dorongan batin untuk melakukan

sesuatu dengan baik dan benar. Ketiga keuntungan, setiap manusia pasti ingin

mendapatkan keuntungan disetiap pekerjaan, meski harus dihindari sikap mau

bekerja manakala ada keuntungan langsung (direct profit) yang akan

diperolehnya. Akan tetapi keinginan memperoleh imbalan, rasa ingin

meningkatkan diri dan seperangkat keinginan mencari keuntungan adalah bagian

(27)

12

Namun fakta di lapangan berbeda dari yang diharapkan. berdasarkan hasil

observasi terhadap guru dalam proses pembelajaran matematika, guru hanya

mencari cara yang mudah dalam memberikan pelajaran, cenderung mengejar

setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh siswa,

serta terlebih dahulu mendemonstrasikan contoh masalah, kemudian siswa

diberikan soal yang sesuai dengan contoh tersebut, guru beranggapan bahwa hal

yang demikian dapat meningkatkan kemampuan siswa. Sehingga kenyataannya

berbanding terbalik, siswa tidak mempergunakan kemampuannya sendiri untuk

menyelesaikan masalah. Namun, hanya mencontoh pekerjaan guru.

Kurangnya kegiatan yang menarik dalam pembelajaran dapat menyebabkan

rendahnya keinginan siswa untuk belajar. Selain itu pembelajaran yang hanya

berpusat kepada guru juga mengakibatkan keinginan siswa untuk belajar rendah.

Karena Proses pembelajaran tidak hanya memindahkan pengetahuan dari guru ke

siswa tetapi juga menciptakan situasi yang dapat membawa perubahan tingkah

laku positif pada siswa. Pola pembelajaran seperti ini harus dirubah dengan cara

menggiring siswa untuk mencari ilmunya sendiri.

Proses pembelajaran yang monoton dan didominasi oleh guru dapat

menyebabkan kurangnya motivasi siswa untuk belajar matematika dan mengarah

pada proses pembelajaran yang tidak aktif. Siswa akan merasa jenuh dan kurang

tertarik untuk mengikuti pelajaran. sehingga motivasi untuk memahami materi apa

yang diberikan oleh guru tidak ada pada siswa. Pada hal motivasi mempunyai

peran yang sangat penting dalam kegiatan belajar, daya penggerak dalam diri

(28)

13

intelektual. Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi bisa gagal

karena kurangnya motivasi pada diri siswa dalam belajar.

Guru sebagai salah satu aktor penentu keberhasilan siswa dalam belajar,

dituntut untuk meng-kontruksikan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan komunikasi dan motivasi belajar siswa. Menurut Napitupulu (2008:9)

bahwa“model, pendekatan, strategi, metode ataupun teknik yang digunakan guru

diyakini berpengaruh besar terhadap pencapaian hasil belajar anak”. Untuk

mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa diperlukan suatu

pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan kepada aplikasi

dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan disesuaikan dengan tingkat

kognitif siswa, serta penggunaan metode evaluasi yang terintegrasi pada proses

pembelajaran tidak hanya berupa tes pada akhir pembelajaran saja.

Selain kemampuan komunikasi matematik dan motivasi belajar siswa,

kemampuan awal matematika juga perlu diperhatikan oleh guru. Kemampuan

awal matematika siswa merupakan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa

sebelum proses pembelajaran matematika dilaksanakan. Kemampuan awal yang

dimiliki oleh setiap siswa bervariasi. jika ditinjau dari tingkat penguasaan siswa,

maka dapat dibedakan siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, sedang dan

rendah. Hal ini bisa saja yang menjadi penyebabnya seorang siswa masih pada

tahap pengenalan, sedangkan bagi siswa yang lain sudah pada tahap siap pakai.

“sehingga kemampuan awal siswa sangat penting diperhatikan oleh guru sebagai

perancang pengajaran di dalam kelas”(Uno, 2012:61).

Namun pada faktanya di lapangan, guru jarang memperhatikan kemampuan

(29)

14

bahwa “pembelajaran matematika selama ini tidak efektif salah satu faktor

penyebabnya adalah guru dalam mengajar cenderung kurang memperhatikan

kemampuan awal siswa”. Padahal kemampuan awal matematika sangat

diperlukan guru untuk menetapkan strategi mengajar. Seperti yang dikatakan

Achmad (2011:1) bahwa “pengetahuan tentang kemampuan awal siswa

diperlukan guru untuk menetapkan strategi mengajar, bahkan untuk mengajukan

pertanyaan atau masalah kepada siswa juga diperlukan pemahaman tentang

kemampuan awal siswa”.

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal matematika, mempengaruhi

proses pembelajaran. Karena dengan kemampuan awal matematika, guru dapat

memperlancar proses pembelajaran dan memperkecil kesulitan siswa terhadap

materi yang akan dipelajari. Sehingga kemampuan awal matematika, yang

diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah maupun pembelajaran langsung,

akan mempengaruhi peningkatan kemampuan komunikasi matematik dan

motivasi belajar siswa.

Oleh karena itu, guru perlu menyusun pembelajaran yang tepat sehingga

dapat membantu memotivasi dan melatih siswa dalam menggunakan kemampuan

komunikasinya. Berdasarkan hal tersebut diduga terdapat interaksi antara

pembelajaran dan kemampuan awal siswa, yang dalam penelitian ini siswa

dikategorikan kedalam tiga kelompok yaitu: tinggi, sedang, rendah. Adapun

tujuan pengelompokan siswa ini berguna untuk membuat komposisi kelompok

belajar heterogen, untuk melihat apakah ada interaksi antara pembelajaran yang

digunakan dan kemampuan awal matematik siswa terhadap perkembangan

(30)

15

pembelajaran ditentukan sampai sejauh mana guru dapat menggunakan metode

pembelajaran dengan baik.

Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru yaitu dengan menerapkan

pembelajaran efektif. Salah satu pembelajaran yang efektif tersebut adalah

pembelajara berbasis masalah. Karena Pada pembelajaran berbasis masalah

terdapat beberapa ciri khasnya berupa penilaian autentik dimana guru dapat

menilai hasil kerja siswa melalui permasalahan yang diberikan dan merupakan

hasil penyelidikan siswa. Upaya tersebut digunakan guru di sekolah-sekolah untuk

meningkatkan mutu pengajaran yang baik sehingga hasil pembelajaran yang

diinginkan tercapai.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran

yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk

belajar. Sebagaimana diungkapkan oleh Santrock (2008:374) “Pembelajaran

berbasis masalah adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada pemecahan

masalah autentik seperti masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari”.

Sejalan dengan itu, Piaget (Arends, 2008:47) mengatakan bahwa

“Pembelajaran berbasis masalah dimana guru memberikan berbagai situasi (masalah) yang menempatkan permasalahan dalam dunia nyata sehingga siswa dapat bereksperimen, mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang akan terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan dan membandingkannya dengan temuan siswa lain”.

Pembelajaran berbasis masalah juga sejalan dengan Kurikulum yang telah

dirancang dan disiapkan oleh pemerintah, bahkan telah diujicobakan di beberapa

sekolah di Indonesia walau hanya dengan tenggat waktu yang sedikit, tapi banyak

(31)

16

menekankan untuk memfasilitasi peserta didik agar memiliki kompetensi (sikap,

pengetahuan dan keterampilan) yang memadai untuk eksis pada abad 21 yang

bercirikan sebagai berikut (Kemdikbud, 2013):

1. Pembelajaran diarahkan untuk mendorong siswa mencari tahu dari beberapa sumber belajar, dengan melakukan observasi, bukan diberitahu. 2. Pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan masalah (menanya)

bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab).

3. Pembelajaran diarahkan utnuk berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin).

4. Pembelajaran menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Pembelajaran dengan ciri-ciri tersebut adalah merupakan pembelajaran yang

menerapkan metode ilmiah. Pendekatan pembelajaran yang menerapkan tahapan

metode ilmiah dinyatakan sebagai pendekatan saintifik(scientifc aproach). Untuk

mampu mencapai tahapan-tahapan tersebut maka didalam kelas perlu diajarkan

cara berkomunikasi matematik dan motivasi belajar siswa yang baik dan tepat

dengan harapan siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Untuk lebih

jelasnya akan disajikan pula Pembelajaran Langsung sebagai pembedanya.

Namun Pembelajaran Langsung (DI) yang dimaksud disini adalah pembelajaran

yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang

guru kepada sekelompok siswa.

Berangkat dari uraian di atas, peneliti menganggap bahwa Pembelajaran

berbasis masalah dapat melatih peserta didik untuk berfikir tingkat tinggi dan

membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dengan bimbingan yang

berulang-ulang sekaligus memotivasi siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar.

Oleh karena itu judul penelitian ini adalah “Perbedaan kemampuan komunikasi

matematik dan motivasi belajar siswa dengan pembelajaran berbasis masalah dan

(32)

17

1.2 Identifikasi Masalah

Dari beberapa uraian pada latar belakang masalah di atas terdapat beberapa

masalah diantaranya:

a. Hasil belajar matematika siswa masih rendah

b. Siswa belajar secara pasif, menerima pelajaran yang diberikan gurunya sebagai

barang jadi.

c. Pembelajaran masih berpusat pada guru

d. Kemampuan awal matematika siswa belum sepenuhnya diperhatikan oleh guru

dalam menentukan pembelajaran.

e. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah.

f. Motivasi belajar siswa masih rendah

g. Pembelajaran berbasis masalah belum sepenuhnya diterapkan.

h. Proses pembelajaran disekolah kurang menarik karena masih cenderung

dengan pembelajaran konvensional.

1.3 Pembatasan Masalah.

Latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, merupakan

masalah yang cukup luas dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus dan

mencapai tujuan yang diharapkan maka penulis membatasi masalah sebagai

berikut:

a. Kemampuan komunikasi matematik siswa.

b. Motivasi belajar siswa.

c. Kemampuan awal matematik siswa.

(33)

18

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, maka rumusan masalah yang diajukan pada penilitian ini adalah:

a. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa yang

menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung ?

b. Apakah terdapat perbedaan motivasi belajar siswa yang menggunakan

pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung?

c. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa?

d. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika siswa terhadap motivasi belajar siswa?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka

yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi

matematik siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan

pembelajaran langsung.

b. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan motivasi belajar siswa yang

menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung.

c. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan

kemampuan awal siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.

d. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan

(34)

19

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, maka diharapkan hasil penelitian

ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

a. Sebagai penambah informasi bagi penulis tentang komunikasi matematik dan

Motivasi belajar pada masing-masing pembelajaran

b. Sebagai masukan bagi guru-guru tentang alternatif pembelajaran yang dapat

digunakan dalam pembelajaran

c. Sebagai masukan bagi segenap pembaca dan pemerhati yang peduli terhadap

peningkatan mutu pendidikan secara khusus pada pendidikan matematika.

1.7 Defenisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam penulisan ini, perlu

dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan ini.

a. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa dalam

matematika yang berkaitan dengan keterampilan siswa dalam berkomunikasi.

Kemampuan ini diukur dengan: 1) Menyajikan pernyataan matematika secara

tertulis, dari gambar atau soal cerita. 2) Membuat model situasi atau persoalan

menggunakan metode tertulis dalam gambar atau tabel. 3)

Menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi matematika. 4)

Menginformasikan secara tertulis hasil penyelesaian masalah yang diberikan.

b. Motivasi belajar adalah dorongan yang dimiliki seseorang baik yang datang

dari dalam (intrinsik) meliputi: 1) Senang menjalankan tugas belajar, 2)

Mendalami materi yang dipelajari lebih jauh lagi, 3) Bersemangat dan

(35)

20

tekun dalam menghadapi masalah belajar, 6) Mempunyai kegiatan untuk

meraih cita-cita dengan cara belajar, maupun dari luar (ekstrinsik) meliputi:

1) Hadiah (reward), 2) Hukuman (punishment), 3) Persaingan dengan teman /

lingkungan diri individu, atau suatu keadaan yang kompleks dan

kesiapsediaan dalam diri yang mendorong individu untuk belajar.

c. Pembelajaran berbasis masalah adalah rencana pengajaran dalam proses

pembelajaran yang terdiri dari pilihan berbagai masalah yang diperoleh dari

kemampuan kritis dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah

dengan mengacu pada langkah-langkah pembelajaran, yaitu: 1) orientasi

siswa pada masalah; 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; 3)

memberikan bantuan menyelediki, menganalisa secara mandiri atau

kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisa

dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.

d. Pembelajaran Langsung (DI) yang dimaksud disini adalah pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang

guru kepada sekelompok siswa dengan mengacu pada lima langkah pokok

yaitu: 1). Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, 2).

Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, 3). Membimbing

pelatihan, 4). Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan 5).

Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

e. Kemampuan awal matematika siswa adalah kecakapan matematika yang

sudah dimiliki siswa sebelum mempelajari materi selanjutnya diukur melalui

(36)

21

tersebut maka siswa akan dikelompokkan menjadi siswa yang memiliki

kemampuan awal rendah, sedang dan tinggi.

f. Interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap

kemampuan komunikasi dan motivasi belajar siswa adalah interaksi yang

terjadi antara kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap

kemampuan komunikasi maupun motivasi belajar siswa dengan

(37)

136

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pelaksanaan

pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung dengan menekankan

pada kemampuan komunikasi matematika dan motivasi belajar siswa, maka

peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa yang

menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung. Hal

ini terlihat dari rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang

menggunakan pembelajaran berbasis masalah adalah 45,667 lebih tinggi

daripada kemampuan komunikasi matematika siswa yang menggunakan

pembelajaran langsung yaitu 38,467. Berdasarkan temuan tersebut

menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa lebih baik

diajarkan menggunakan pembelajaran berbasis masalah daripada menggunakan

pembelajaran langsung.

2. Terdapat Perbedaan motivasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran

berbasis masalah dan pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari rata-rata

motivasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah

adalah 107,333 lebih besar dari motivasi belajar siswa yang menggunakan

pembelajaran langsung yaitu 96,733. Berdasarkan temuan tersebut

menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa yang diajarkan menggunakan

pembelajaran berbasis masalah labih baik daripada menggunakan pembelajaran

langsung

(38)

137

3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik. Hal ini terlihat

dari hasil uji ANAVA dimana Fhitung 3,347 lebih besar dari Ftabel 3,168. Dari

hasil tersebut juga dapat diartikan, terdapat pengaruh secara bersama yang

diberikan oleh model pembelajaran dan KAM terhadap kemampuan

komunikasi Matematik siswa.

4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika siswa terhadap motivasi belajar siswa. Hal ini terlihat dari hasil uji

ANAVA dimana Fhitung 3,354 lebih besar dari Ftabel 3,168. Dari hasil tersebut

juga dapat diartikan, terdapat pengaruh secara bersama yang diberikan oleh

model pembelajaran dan KAM terhadap Motivasi Belajar siswa

5.2 Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada

kemampuan komunikasi matematik dan motivasi belajar siswa melalui

pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran langsung. Terdapat perbedaan

kemampuan komunikasi matematik dan motivasi belajar siswa yang diajarkan

dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Pembelajaran Langsung

secara signifikan. Ditinjau dari interaksi antara model pembelajaran dengan

kemampuan awal matematika siswa, hasilnya dapat dilihat dari model

pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen I dan siswa kelas

eksperimen II dengan kategori KAM siswa. Beberapa implikasi yang perlu

diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran

(39)

138

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa

kemampuan komunikasi matematik siswa masih kurang memuaskan. Hal ini

disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung

dalam bentuk model matematika, sehingga ketika diminta untuk untuk

memunculkan ide mereka sendiri siswa masih merasa sulit. Ditinjau ke

indikator-indikator komunikasi matematik siswa dalam menarik kesimpulan

masih kurang.

2. Model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada kategori KAM

(Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan komunikasi matematik siswa.

Adapun model pembelajaran berbasis masalah mendapatkan keuntungan lebih

besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.

3. Terkait motivasi belajar siswa dalam menyelesaikan masalah pada model

pembelajaran berbasis masalah terlihat sudah lebih baik dibanding dengan

pembelajaran langsung, hal ini dapat ditemukan dari hasil angket siswa baik

yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah maupun yang diajar

dengan pembelajaran langsung.

5.3 Saran

Berpijak dari kesimpulan dan implikasi diatas dapat dikatakan bahwa

kemampuan komunikasi matematik dan motivasi belajar siswa lebih baik

diajarkan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Dengan pembelajaran

berbasis masalah membuat siswa berani mengemukakan ide-ide, memiliki sikap

demokratis, sehingga menimbulkan rasa senang dalam belajar. Guru sebagai

(40)

139

kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individual siswa. Jika hal

ini dilakukan secara berkesinambungan membawa dampak positif terhadap

pengetahuan dimasa yang akan datang, untuk itu peneliti menyarankan beberapa

hal sebagai berikut :

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran berbasis masalah menjadi kendala bagi siswa karena belum

mengenal secara utuh cara belajar yang digunakan. Disarankan kepada

guru mengenalkan terlebih dahulu mengenai fase-fase pembelajaran

kepada siswa.

b. Suasana kelas yang agak ribut ketika proses diskusi kelompok membuat

terganggunya aktivitas belajar lainnya. Disarankan agar guru lebih aktif

berkeliling dalam kelas dan memberikan teguran atau peringatan kepada

siswa yang tidak mengikuti pembelajaran secara antusias.

c. Kurang beragamnya soal yang diberikan kepada siswa selama proses

pembelajaran. Disarankan guru untuk memberikan soal yang beragam

pada masing-masing kelompok dan mempertasekannya di depan kelas,

sehingga kelompok yang lain dapat memahami bentuk soal yang beragam.

d. Penelitian ini hanya terbatas pada materi skala dan perbandingan.

Diharapkan kepada peneliti lainnya untuk mengembangkannya pada

materi yang lain.

e. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti berharap pada indikator menyelesaikan

masalah perlu adanya suatu usaha yang terencana, agar siswa dapat

(41)

140

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum

2013.Bandung: Refika Aditama.

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Achmad, Nuedin. (2011). Lima Kelemahan Mengajar Guru. (Online). (http://www.pusatartikel.com/, diakses 02 Oktober 2014).

Ansari, Bansu l, (2009). Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi,Jakarta : Pena.

Arends, R. (2008). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku Dua. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. 2008. Yokyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta; Rineka Cipta.

---. (2009),Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta

Arikunto, S, dan Cepi. (2009). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Asmin, Abil M. (2014).Pengukuran Dan Penilaian Hasil Belajar Dengan

Analisis Klasik Dan Modern.Medan: Larispa Indonesia.

Baroody, A.J, (1993),Problem Solving, Reasoning and Communicating,

K-8.helping Children Think Mathematically. New York: Merril an inprint of Macmillan Publishing, Company.

BSNP. (2006).tujuan pembelajaran matematika pada tingkat Sekolah Menengah

Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)Jakarta: Depdiknas

Cangara, H. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Dahar. R. W. (2011).Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.

Depdiknas. (2003a). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran

Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta:

Depdiknas.

(42)

141

---. (2003a).Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat kurikulum Balitbang Depdiknas

Dewi, I (2008).Membaca Pikiran Siswa Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 1 No. 1 Edisi Juni 2008.

Dimyati dan Mudjiono. (2013). Belajar dan pembalajaran. Jakarta : Direktoral Jenderal Perguruan Tinggi Dekdikbud.

Gulo, W. 2002.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo

Hasratuddin. (2015). Mengapa harus belajar matematika? Medan : Perdana Publishing

Hamzah, A. M dan Muhlisrarini. (2014). Perencanaan Dan Pembelajaran Strategi Pembelajaran Matematika.Jakarta: Raja Grafindo Persada

Hidayat, dkk. (2013). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal pada Ruang Dimensi Tiga Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa.Jurnal Pendidikan Matematika Solusi, (online). Eprints.uns.ac.id/3896/1/1460-3258-1-PB.pdf, diakses 20 September 2014.

Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang: Universitas Negeri Malang.

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2000).Pembelajaran Berdasarkan Masalah.Surabaya: UNESA University Press.

Kadir. 2015. Statistika Terapan. Jakarta: Rajawali Pers

Minarni, A (2013) Pengeruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik, Dan keterampilan Sosia lSiswa SMP.Jurnal Pendidikan Matematika paradigma Vol.6 Edisi Oktober 2013.

Marzuki. (2013) Perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

matematis siswa dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan

pemebelajara langsung di SMP N 1 Langsa. Jurnal Pendidikan

Matematika paradigma Vol.2 Edisi Oktober 2012.

Nasution, S. 2013. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar &

Mengajar. Bandung:Bumi Aksara.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics.

Reston. VA: NCTM.

(43)

142

Napitupulu, E. 2008.Developing Reasioning Skill And Problem Solving Trought

Problem Based Liearning. Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol.

6 Edisi Juni 2008.

Padmavathy. R. D (2013). Efectiveness of Problem Based Learning In Mathematics.International Multydisciplinary e-Journal Vol-II Jan 2013.

Permendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah

Menengah atas/Madrasah Aliyah, Jakarta: Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan.

Roestiyah, (2008).Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta : Rajawali Press

Ruseffendi. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung : Tarsito

Sabri, Ahmad. (2010) Strategi Belajar Mengajar & Micro Teaching. Ciputat: Quantum Teaching.

Saefudin, Abdul Aziz dkk. (2012). Pengembangan Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Jurnal Nasional Al Bidayah, (Online), Vol 4 No.1, (journal.uin suka.ac.id/ Albidayah / article/ download/22/25, diakses 02 Oktober 2014).

Siregar. (2011). Perbedaan pemahaman konsep antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dan prosedural matematika siswa melalui penerapan pembelajaran berbasis

masalah di SMP Negeri 6 Padangsidimpuan. Jurnal Pendidikan

Matematika paradigma Vol. 2 Edisi Oktober 2011.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media

---. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, edisi I, cetakan ke-6. Jakarta: Kencana prenada Media group.

---. (2008).Strategi Pembelajaran, (Bandung: Kencana Prenada Media Group)

(44)

143

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir logis dan Komunikasi

Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui

Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan.

Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sardiman, A. M. (2007). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta : PT Raja Grasindo Persada.

Sagala, S. 2009.Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Simanjuntak, L “et al”. 1993. Metode Mengajar Matematika. Jakarta: Rineka Cipta

Sinaga, B. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA.

Sudjana, N. (1989). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

---. (2005).Metoda Statistika. Bandung: Tarsitos

---. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana

Suherman dan Udin. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud

Suhendra. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA Pada Aspek

Problem Solving Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung:

Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sugiyono. (2008).MetodePenelitian Pendidikan.Bandung: Alfabeta

Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik.Bandung: FPMIPA UPI.

Sutama. (2012). Pengelolaan Pembelajaran Matematika untuk Penamaan dan Pengembangan anti Korupsi. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 24 Juli

(45)

144

---. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Uno, B. Hamzah. (2012).Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

---.(2013). Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara.

Usman, Uzer. Moh (2010). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: IPA Abong.

Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara

Wilson Simangunsong, Sukino (2006). Matematika Untuk SMP Kelas VII.

Jakarta: Erlangga.

Yamin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Kontruktivistik. Jakarta : Gaung Persada Press.

Gambar

Gambarhal
Gambar 1.1 Bak penampungan air
Gambar 1.2 Rendahnya Kemampuan komunikasi matematik siswa.
gambar atau

Referensi

Dokumen terkait

JUDUL TPP : Prarancangan Pabrik Butil Asetat dari Butanol dan Asam Asetat dengan Metode Fischer Proses Batch.. Kapasitas 80.000 Ton

Perbedaan Bank Sehat dengan Bank Gagal, dan Menguji Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Bank Gagal dan Sehat.. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan

[r]

Pandangan Ahli mengenai Model Bimbingan Kelompok Berbasis Bermain (BKBB) untuk Mengembangkan Karakter Kindness Anak Usia Dini.. Pengaruh Model Bimbingan Kelompok Berbasis

Masyarakat dapat mengkonsumsi produk pangan yang sehat dan bergizi dengan inovasi yang berbeda sehingga masyarakat mendapatkan alternatif lain dalam mengkonsumsi makanan

Berlatih menggunakan pola kalimat dan kosa kata yang sesuai dengan topic untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang berhubungan dengan teks monolog berbentuk Narrative.. Indikator

Seperti terlihat pada gambar 2.6, refleksi specular terjadi dari satu arah datang cahaya dan dipantulkan juga satu arah dengan besar sudut pantul terhadap normal bidang yang

Untuk itulah melalui mata kuliah Musik Nusantara ini penulis mengajak mahasiswa khususnya di prodi pendidikan seni musik untuk lebih mengenal, mencintai, menghargai, bahkan