• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASEAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASEAN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki perbatasan dengan beberapa negara. Dalam konteks kontinen, NKRI berbatasan dengan tiga negara (Malaysia, PNG, Timor Leste). Sementara dalam konteks maritim, NKRI berbatasan dengan sepuluh negara (India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste dan PNG). Kawasan perbatasan kontinen tersebar di tiga pulau, empat propinsi, dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik kawasan perbatasan berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasan dengan NKRI, memiliki karakteristik sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang berbeda. Kawasan-kawasan perbatasan maritim NKRI umumnya berupa pulau-pulau terluar yang berjumlah 92 pulau, beberapa di antaranya adalah pulau-pulau kecil yang hingga kini masih perlu ditata dan dikelola lebih intensif. Beberapa faktor seperti kondisi geografis, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan terbatasnya infrastruktur telah menyebabkan kawasan perbatasan yang memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) cukup besar menjadi daerah tertinggal.1

Kawasan perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, memiliki potensi SDA yang sangat besar yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Potensi yang dimiliki oleh kawasan perbatasan bernilai ekonomis yang sangat besar, terutama potensi SDA

1

(2)

(hutan, tambang dan mineral, perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan di sekitar perbatasan. Sebagian besar dari potensi SDA tersebut belum dikelola dan sebagian lagi merupakan kawasan konservasi atau hutan lindung yang memiliki nilai sebagai paru-paru dunia (world heritage) yang perlu dijaga dan dilindungi. Namun demikian, hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan tersebut masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain. Di beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Kondisi ini pada umumnya disebabkan oleh masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi, seperti sarana dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan. Keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi di kawasan perbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, dan rendahnya kualitas SDM.2

Tantangan mewujudkan daerah perbatasan datang dari dalam (internal) maupun luar (eksternal). Pertama, faktor eksternal berupa kerja sama negara yang berbatasan langsung terutama dalam penegakan hukum para pelanggar perbatasan. Sudah bukan menjadi rahasia lagi, pemerintah negara yang berbatasan seringkali membiarkan tindakan pembalakan liar (illegal logging), penangkapan ikan liar (illegal fishing), penyelundupan manusia (human trafficking), dan aktivitas ilegal lainnya. Aktivitas ilegal ini memang tidak berdiri sendiri, tetapi sebagai negara penerima negara yang bertetangga harus berkomitmen melakukan langkah pencegahan dan penghukuman bagi pelaku, mereka juga harus mengusahakan rehabilitasi bagi para korban.

2

(3)

Dengan demikian, suplai dari negara pengirim dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Kata kunci yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah ini adalah konsistensi dan kerjasama antara negara pengirim dan penerima. Kedua negara harus konsisten dalam menerapkan aturan-aturan hukum internasional, regional, maupun bilateral yang telah disepakati. Kerjasama dibutuhkan agar penerapan aturan tersebut dapat efektif diberlakukan khususnya bila ada yang melanggar.3

Tantangan kedua berasal dari faktor internal yang beragam dan lebih kompleks. Persoalan politik lokal dikombinasikan dengan otonomi daerah yang memberikan kekuasaan lebih kepada daerah merupakan satu faktor terpenting. Dengan SDM yang secara umum masih terbatas, terkadang perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan dan evaluasi program-program pembangunan kurang tepat sasaran. Pengelolaan otonomi daerah yang tidak tepat seringkali menyebabkan perilaku korupsi yang terdesentralisasi pula. Tak jarang korupsi dilakukan secara lebih terbuka bahkan bersama-sama. Mungkin tidak semua penyebabnya ada pada daerah tersebut, tetapi oleh aturan pemerintah pusat yang tidak tepat atau seringnya aturan tersebut berubah-ubah. Pemahaman aparat daerah baik eksekutif maupun legislatif terhadap aturan-aturan tersebut bisa jadi sumber masalah juga.4

Kondisi daerah perbatasan mencerminkan seberapa serius sebuah negara mengurus bangsanya. Daerah perbatasan memiliki setidaknya dua makna strategis yang tak kalah penting dengan daerah lainnya. Pertama, daerah perbatasan merupakan halaman depan kedaulatan Indonesia. Apabila salah pengelolaan, daerah perbatasan akan jadi sasaran empuk para pelintas batas ilegal, pelaku tindakan kriminal hingga kemungkinan infiltrasi kekuatan asing. Kedua,

3Tirta N. Mursitama

, Ekonomi Politik Perbatasan, Dimuat pada Harian Seputar Indonesia, 14 January 2011.

(4)

daerah perbatasan sebagai peluang kerjasama antar negara. Sebagai daerah perbatasan yang merupakan pulau terdepan, secara geografis berdekatan dengan perbatasan negara lain kerjasama yang melibatkan negara-negara yang berbatasan langsung dapat dilakukan. Kerjasama-kerjasama bilateral, sub regional, maupun regional memberikan suatu peluang besar bagi pengembangan kawasan perbatasan.

Indonesia sebagai suatu negara pada era ini tidak terlepas dalam sistem perekonomian global, dimana mempunyai potensi SDA dan SDM yang secara kuantitas jauh lebih besar dibandingkan dengan negara lainnya, tetapi kualitasnya relatif belum memadai sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Untuk menghadapi fenomena globalisasi tersebut dan upaya untuk menciptakan efisiensi dalam sistem perekonomiannya, Indonesia telah menjalin kerjasama antarnegara dengan saling memanfaatkan keuntungan komperatif masing-masing. Tujuan yang hendak dicapai secara keseluruhan dengan dibentuknya kerjasama antarnegara ini adalah diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional juga untuk mempercepat upaya pemerataan di kawasan sub-regional melalui pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan investasi serta mendukung kerjasama ekonomi kawasan.

Pemerintah telah berupaya melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata di seluruh wilayah nasional secara konsisten dan berkesinambungan. Salah satu upaya tersebut adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan ekonomi masyarakat melalui pengembangan kawasan dengan mendayagunakan potensi SDA dan memberdayakan SDM pada kawasan tersebut. Indonesia telah melakukan kerjasama ekonomi subregional dengan negara tetangga seperti Indonesia Malaysia Singapura–Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), maupun Brunei Indonesia Malaysia Phillipines –

(5)

perbatasan di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi. Hal ini sangat penting, karena berkembangnya kawasan perbatasan akan mendukung pertumbuhan ekonomi di kawasan secara keseluruhan.5

Adanya kerjasama antar negara terutama yang berada di satu kawasan sangat penting karena dunia kita terus dihadapkan pada berbagai tantangan yaitu, dari ketegangan politik dan militer serta berbagai konflik maupun ancaman dari senjata nuklir dari ancaman-ancaman seperti tindakan perompakan dan terorisme. Dari krisis keuangan dan ekonomi, dan dari kondisi yang terburuk dan paling mendasar, di berbagai penjuru dunia yaitu kemiskinan dan kelaparan yang sangat parah. Dari ancaman kerusakan lingkungan hidup dan bencana alam, dari ancaman ketahanan pangan, dan energi. Dari intoleransi dan diskriminasi, dan rezim-rezim otoriter yang melakukan penindasan terhadap keinginan demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Seharusnya semua negara dapat maju ke depan sebagai bangsa-bangsa secara bersama dalam mengatasi dan mengantisipasi berbagai tantangan ke depan dalam mentransformasi tantangan menjadi peluang.6

Dari fenomena diatas, penulis tertarik mengambil judul ini karena penulis melihat adanya upaya-upaya yang dilakukan Indonesia untuk melakukan kerjasama sub regional dengan negara-negara ASEAN dalam pengembangan wilayah perbatasan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan tentang bagaimana kerjasama pengembangan kawasan perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN dengan judul “Kerjasama Pengembangan Kawasan Perbatasan Indonesia dengan Negara-Negara di ASEAN”.

5

http://www.deplu.go.id, diakses pada, 9 Maret 2012.

6

(6)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang masalah diatas dan berbagai pertimbangan data maka permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana kerjasama pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN?”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Dengan melihat permasalahan dan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerjasama pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara ASEAN.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Secara teori, peneletian ini merupakan suatu upaya terhadap pemahaman dan pendalaman ilmu pengetahuan, sehingga hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan, sumbangan pemikiran, serta pengembangan teori hubungan internasional. 2. Secara Praktis

(7)

1.4. Penelitian Terdahulu (Literature Review)

Untuk memudahkan penelitian untuk tulisan ini, maka penulis mengambil tiga tulisan yang dirasa memiliki relevansi terkait dengan tulisan yang tengah diteliti oleh penulis, tulisan pertama diambil dari tulisan Peni Hanggarini yang berjudul Kerjasama dalam atisipasi dan pengelolaan ancaman keamanan dan pertahanan pada perbatasan Indonesia dengan Singapura,7 yang dalam bukunya menguraikan pembahasan ruang lingkup keamanan dan pertahanan suatu negara sangat identik dengan kondisi geografis wilayah negara tersebut terutama dengan negara-negara tetangganya. Batas wilayah negara-negara yang tegas akan mampu menjadi benteng penegas kedaulatan namun dapat pula menjadi sumber ancaman kedaulatan apabila batas wilayah terlihat kabur, tumpang tindih dengan batas wilayah negara lain atau bahkan perbatasan tidak terjaga keamanannya. Batas-batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga tergolong sangat rapuh. Pemerintah Indonesia kurang gencar mencanangkan program yang tegas dalam mengatasi permasalahan terkait perbatasan wilayah. Padahal, wilayah perbatasan memiliki potensi yang besar dalam mengancam kedaulatan, keamanan dan pertahanan negara serta keamanan individu (human security). Begitu besarnya potensi kerapuhan dari kondisi keamanan di wilayah tersebut maka faktor diplomasi memegang peranan penting. Diplomasi dengan negara lain menjadi bagian penting untuk mengatasi segala konflik perbatasan serta konflik dan potensi konflik di perbatasan.

Tulisan kedua diambil dari penelitian yang ditulis oleh June Cahyaningtyas yang berjudul Kerjasama perbatasan Indonesia-Malaysia melalui Trans-Boundary Biodiversity Conservation Area (TBCA),8 dalam tulisan tersebut menerangkan bahwa Malaysia merupakan salah satu

7

Peni Hanggarini, “Kerjasama dalam atisipasi dan pengelolaan ancaman keamanan dan pertahanan pada perbatasan Indonesia dengan Singapura”, Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas, hal 167, Graha Ilmu 2010.

8

June Cahyaningtyas, “Kerjasama perbatasan Indonesia-Malaysia melalui Trans-Boundary Biodiversity

(8)

negara yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Indonesia, yakni pulau Kalimantan. Dalam hal pengelolaan hubungan perbatasannya dengan Malaysia, Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan akibat lemahnya keamanan sistem perbatasan yang dimilki negara ini. Tulisan ini ditujukan untuk melihat potensi isu lingkungan sebagai saluran kerjasama perbatasan Indonesia dengan Malaysia yang memiliki kesamaan unsur keragaman hayati dan budaya sebagai landasan kerjasama pengelolaan sumber daya, namun dipisahkan oleh integritas teritorialnya sebagai negara. Hubungan politik baik di masa kini maupun masa lalu, mempengaruhi desain dan manajemen dari wilayah konservasi yang bersifat lintas batas, antara dua negara. Sementara hubungan bilateral memiliki alur sejarahnya sendiri, perhatian pada isu-isu budaya ataupun prinsip-prinsip ekologi menjadi hal yang juga penting dikaji terkait diplomasi dua negara yang saling bertetangga. Dengan mengedepankan isu lingkungan sebagai saluran kerjasama perbatasan, sejumlah permasalahan turunan perbatasan bisa diupayakan penyelesaiannya. Setidaknya, kerjasama di bidang lingkungan menjadi langkah awal Indonesia untuk membuka jalur diplomasi dengan pemerintah Malaysia.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada fokus penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada bagaimana kerjasama sub regional pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN.

Penelitian terdahulu ketiga dilakukan oleh Nabil Dabour berjudul Water Resources and Their Use in Agriculture in Arab Countries9. Penelitian ini menganalisis penggunaan sumber air dalam pertanian di negara-negara Arab, yang terbagi dalam empat kelompok sub-regional yaitu Maghreb, North-eastern Africa (Afrika Timur-Laut), Arabian Peninsula (Semenanjung Arab), dan Middle East (Timur Tengah). Beberapa negara Arab menggunakan sumber daya air

9

(9)

terbarukan yang berasal dari luar perbatasan dan sebagian lain mendapatkan sumber daya air dari bawah tanah, sementara pertanian membutuhkan 87 persen dari total penggunaan air. Kondisi tersebut menyebabkan air menjadi hal yang penting dalam produksi pertanian sehingga penggunaannya harus diatur dengan baik. Kerjasama sub regional diperlukan untuk tujuan mengatur penggunaan sumber daya air bawah tanah dan pembuatan sistem irigasi yang menguntungkan bagi masing-masing negara. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu di atas adalah pada tujuan yang ingin dicapai dalam lingkup kerjasama sub regional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerjasama sub regional di kawasan perbatasan dalam rangka mengatasi ancaman non-tradisional.

1.5. Kerangka Pemikiran

1.5.1. Konsep Kerjasama Sub Regional

Sub-region diartikan sebagai sebuah bagian dari suatu wilayah (region), khususnya dalam lingkup suatu wilayah ekologi10. Kerjasama Sub Regional dapat dipahami sebagai kerjasama yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang wilayahnya saling berbatasan, di mana negara-negara tersebut merupakan bagian dari suatu wilayah yang lebih luas. Sebagai contoh adalah kerjasama regional yang dilakukan oleh 22 negara-negara Arab yang wilayahnya terletak di Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Timur. Dengan kondisi geografis yang hampir serupa, negara-negara Arab menghadapi kesulitan yang sama dalam memperoleh sumber air. Atas dasar kepentingan untuk mengatasi kesulitan secara bersama-sama, maka negara-negara Arab tersebut membentuk kerjasama sub regional yang dikenal dengan Maghreb, North-eastern Africa (Afrika Timur-Laut), Arabian Peninsula (Semenanjung Arab), dan Middle East (Timur Tengah)11.

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam membentuk kerjasama ekonomi sub regional

10

http://www.thefreedictionary.com/subregional, diakses pada 21 Mei 2013

11

(10)

adalah untuk memadukan kekuatan dan potensi tiap-tiap wilayah yang berbatasan sehingga menjadi wilayah pertumbuhan yang dinamis12. Kerjasama sub-regional, sering juga disebut sebagai segitiga pertumbuhan (growth triangle) atau wilayah pertumbuhan (growth area), merupakan salah satu bentuk keterkaitan (linkage) antar daerah dengan memiliki unsur internasional. Kerjasama sub regional yang bertujuan untuk `mengatasi masalah ekonomi dan penyelesaian atas konflik antar negara ditunjukkan oleh beberapa negara Afrika Timur yang tergabung dalam ECOWAS (Economic Community of West African State)13. Organisasi tersebut pada awalnya didirikan dengan tujuan untuk mengatasi masalah ekonomi, namun kemudian berkembang menjadi organisasi yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik antar negara, karena anggota-anggotanya memahami kebutuhan untuk meningkatkan ekonomi tidak dapat terwujud apabila terjadi pertikaian antar negara.

Kerjasama sub-regional juga dijalankan oleh Indonesia bersama dengan beberapa negara yang telah bergabung di ASEAN melalui IMT-GT dan BIMP-EAGA, maupun dengan negara-negara yang berada di Asia Pasifik melalui AFTA. Dengan berlakunya perdagangan bebas internasional dan kesepakatan serta kerjasama ekonomi, regional maupun bilateral, maka peluang ekonomi di beberapa kawasan perbatasan kontinen maupun maritim menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan kawasan tersebut14. Kerjasama sub-regional seperti AFTA, IMT-GT, dan BIMP-EAGA perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga memberikan keuntungan bagi masing-masing negara secara seimbang.

1.5.2. Konsep Keamanan Non Tradisional

12

www.kemlu.go.id, Dokumen Kerjasama Ekonomi ASEAN

13

Woodrow Wilson International Center for Scholar (Africa Program). 2008. African Regional and Sub-Regional Organizations: Assessing Their Contributions to Economic Integration and Conflict Management. Hlm. 10

14

(11)

Dalam konsepsi klasik atau pun tradisional, keamanan lebih diartikan sebagai usaha untuk menjaga keutuhan teritorial negara dari ancaman yang muncul dari luar. Konflik antar-negara khususnya dalam upaya memperluas daerah jajahan membawa definisi security

(keamanan) hanya ditujukan kepada bagaimana negara memperkuat diri dalam upaya menghadapi ancaman militer. Dalam hal ini negara (state) menjadi subjek dan objek dari upaya mengejar kepentingan keamanan. Dalam alam pemikiran tradisional ini negara menjadi inti dalam upaya menjaga keamanan negara15.

Perkembangan isu-isu strategis seperti globalisasi, demokratisasi, penegakan HAM, dan fenomena terorisme telah memperluas cara pandang dalam melihat kompleksitas ancaman yang ada dan mempengaruhi perkembangan konsepsi keamanan. Ancaman tidak lagi hanya berupa ancaman militer tetapi juga meliputi ancaman politik, ancaman sosial, ancaman ekonomi, maupun ancaman ekologis. Permasalahan dan ancaman tersebut kemudian digolongkan menjadi bagian dari isu-isu keamanan non tradisional16.

Pemikiran yang kurang lebih sama dikembangkan oleh pendekatan critical security studies (studi keamanan kritis). Pendekatan ini menolak asumsi bahwa keamanan dicapai melalui akumulasi kekuatan. Sebaliknya, ia beranggapan bahwa pondasi dari keamanan adalah keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi. Pencapaian kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial, melalui penyediaan pendidikan, pengurangan kemiskinan, kebebasan dari tekanan politik, akan membuat individu maupun kelompok mendapatkan keamanannya. Maka, bagi Critical Security Studies, keamanan hadir ketika masyarakat terbebaskan dari kemiskinan (bebas berkeinginan/freedom from want) dan bebas dari ketakutan (freedom from fear). Bukan dengan

15

Al Araf dan Anton Ali Abbas, “et.al. TNI-POLRI di Masa Perubahan Politik, dalam Ludiro Madu et.al. 2010”,

Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan, dan Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm.162-163

16

(12)

cara memantapkan stabilitas melalui daya paksa dan tata keamanan tertentu yang cenderung membatasi kebebasan masyarakat17.

Ancaman keamanan non tradisional dapat didefinisikan sebagai tantangan terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraan bangsa dan negara yang timbul terutama dari sumber non militer seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan lintas batas dan penipisan sumber daya, penyakit menular, bencana alam, migrasi tidak teratur, kekurangan pangan, penyelundupan manusia, perdagangan narkoba, dan bentuk-bentuk kejahatan transnasional18. Isu kemanan non-tradisional mengacu pada faktor-faktor lain selain militer, konflik politik dan diplomatik, tetapi dapat menimbulkan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan negara yang berdaulat. Dengan demikian, terdapat dua karakteristik dari ancaman keamanan non-tradisional, yaitu:

1. Dapat mempengaruhi baik instansi pemerintah dan penduduk sipil, berasal dari berbagai penyebab manusia dan alam non-negara, di mana ancaman berupa tindakan tertentu oleh individu atau kelompok sosial, bukan tindakan negara-negara. Oleh karena itu timbulnya isu-isu non-tradisional lebih sulit diprediksi, dan peningkatan mobilitas dan kegiatan memungkinkan dampaknya menyebar dan berkembang biak jauh lebih cepat.

2. Efek tidak langsung dari ancaman non-tradisional dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang luar biasa ke suatu wilayah maupun ke seluruh dunia, seperti yang ditunjukkan dalam krisis keuangan Asia pada tahun 1997 dan wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) pada tahun 2002-2003.

Bentuk-bentuk ancaman keamanan non tradisional antara lain adalah: terorisme, separatisme, radikalisme, konflik komunal, kerusuhan sosial, perompakan dan pembajakan di

17

Ibid.

18

Saurabh Chaudhuri, 2011, Defining Non-Traditional Security Threats,

(13)

laut, imigrasi ilegal, penangkapan ikan ilegal dan pencemaran laut, serta penebangan kayu ilegal dan penyelundupan19. Wilayah perbatasan menjadi tempat yang rawan akan adanya ancaman keamanan non tradisional karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut. Kondisi ini menyebabkan pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan pembangunan di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia. Ancaman non-tradisional yang bersifat internasional seperti terorisme ataupun penanggulangan bencana alam, dapat dilakukan dengan kerjasama antar negara20. Salah satu strategi yang ditempuh untuk memacu pertumbuhan kawasan perbatasan adalah melalui kerjasama ekonomi sub regional dengan negara-negara tetangga.

1.5.3 Konsep Kerjasama Ekonomi Sub Regional

Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) merupakan forum kerjasama ekonomi mencakup daerah geografis yang berdekatan dengan melintasi batas dua, tiga negara atau lebih, dan bertujuan menciptakan perdagangan sebagai strategi kunci dari pemerintah untuk berpartisipasi dalam mengangkat perkembangan sosial dan ekonomi wilayah mereka yang kurang berkembang dan terpencil guna menjalankan proses integrasi ekonomi sebagai zona investasi yang berorientasi ke pasar internasional. Sasaran utama dari kerjasama ekonomi sub regional sendiri adalah percepatan peningkatan perdagangan, investasi dan pariwisata. Secara signifikan, perkembangan pengelompokan sub wilayah ini terletak pada sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan dengan pemerintah sebagai pihak yang menyediakan fasilitas pendukung yang memungkinkan promosi investasi sektor swasta.

19

Rizal Sukma, 2003, CSIS Jakarta, POSTUR PERTAHANAN INDONESIA

20

(14)

Timbulnya Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) sangat erat sekali kaitannya dengan berbagai kepentingan ekonomi dari masing-masing negara yang bersifat “komplementaritas” untuk mempercepat arus masuk investasi dengan kekuatan pendorong

utamanya adalah sektor swasta dalam upaya meningkatkan daya saing ekspor. Komplementaritas pada dasarnya adalah saling melengkapi apa yang kita miliki kita berikan kepada negara lain, demikian juga yang kita butuhkan kita dapatkan dari negara lain, namun demikian dalam komplementaritas juga terkandung kompetisi bebas. Dalam kaitan ini pemerintah masing-masing negara berlaku sebagai fasilitator. Visi pengembangan Kawasan KESR adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi wilayah yang dilaksanakan dengan kerjasama ekonomi sub regional yang dapat dipertanggungjawabkan secara social (socially acceptable) dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan (environmentally sustainable). Kerjasama Ekonomi Sub-Regional mencakup daerah geografis yang berdekatan, yang melintasi batas dua, tiga atau lebih negara, yang sedang menjalankan proses integrasi ekonomi dan sebagai zona investasi yang berorientasi ke luar, bergeser dari keunggulan komparatif (comperative advantage) menuju keunggulan kompetitif (competitive advantage) sub-regional dengan tujuan menciptakan perdagangan (trade creation).

(15)

terhadap perkembangan nasional secara keseluruhan maupun secara regional yaitu pada kawasan-kawasan Indonesia yang tercakup dalam wilayah KESR.

Kerjasama sub regional di Indonesia diawali oleh kerjasama segitiga pertumbuhan selatan ASEAN Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT), bagian utara ASEAN

Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan di sebelah timur ASEAN Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). Pengembangan kerjasama ekonomi regional merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkesinambungan yaitu dengan meningkatkan pendayagunaan sumber daya manusia dan alam dari masing-masing wilayah.

Secara ekonomis peningkatan nilai perdagangan dan keamanan lintas batas sangat berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia di area perbatasan. Kerjasama Ekonomi Sub Regional merupakan salah satu alat dan wadah yang potensial guna mengubah lingkungan ekonomi regional dan global saat ini dan juga untuk mengubah perspektif perkembangan daerah-daerah tertentu yang relatif tertinggal menjadi kawasan yang lebih maju dan berkembang.

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Tipe Penelitian

(16)

kualitatif untuk menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis tanpa menggunakan model kuantitatif, atau normatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian standar norma, hubungan dan kedudukan suatu unsur dengan unsur lain.21

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data secara sekunder berupa hasil analisa, didapatkan melalui studi kepustakan. Sumber-sumber yang digunakan melalui buku, referensi, literatur, surat kabar, website, dan sumber-sumber lain, baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan.22 Setelah dikumpulkan, data diseleksi dan dikelompokkan ke dalam beberapa bab pembahasan yang di sesuaikan dengan sistematika penulisan.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif. Penelitian deskriptif (kualitatif) dimaksud untuk memperoleh kejelasan suatu fenomena, menjelaskan suatu hubungan, dan melakukan evaluasi. Sumber-sumber untuk menganalisa data tersebut pertama dari data sekunder yang telah dikumpulkan, kemudian data-data yang telah dikumpulkan tersebut diklasifikasikan menjadi data-data yang diperlukan oleh penulis. Data yang dibutuhkan oleh penulis dalam hal ini adalah data yang terkait kerjasama pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN. Penelitian ini menggunakan konsep sebagai alat analisa dengan didukung oleh analisa terhadap data-data sekunder yang telah dikumpulkan.

21 www.isekolah.org/file/h_1090893369.doc

, diakses pada 17 Februari 2012.

22

Yulius P. Hermawan, 2007, Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional, Aktor, Isu dan Metodologi,

(17)

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian 1. Batasan Materi

Batasan materi disini akan menunjukkan hal apa saja yang akan tercakup dalam penelitian ini. Adapun batasan materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tentang deskripsi kerja sama pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN. Penelitian ini menjabarkan kerjasama yang dilakukan Indonesia untuk mengembangkan kawasan perbatasan demi kepentingan Indonesia di mana Indonesia mencoba untuk menanggulangi ancaman globalisasi.

2. Batasan Waktu

(18)

1.7 Sistematika Penulisan

BAB II Wilayah perbatasan di Indonesia

2.1. Wilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN

2.2. Permasalahan wilayah perbatasan di Indonesia

2.3. Permasalahan wilayah perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara di ASEAN

BAB III

Kerjasama Pengembangan Kawasan Perbatasan Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN

3.1. Bentuk kerjasama pengembangan kawasan perbatasan 3.2. Kerjasama pengembangan kawasan perbatasan Indonesia

dengan negara-negara ASEAN

3.3. Keuntungan yang didapatkan dalam kerjasama yang dijalin Indonesia dengan negara-negara ASEAN

BAB IV Penutup

(19)

SKRIPSI

KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN

INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASEAN

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana ilmu politik (S.Ip) strata-1

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Oleh :

Nabilla Ulfa Nim : 06260010

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)

KATA PENGANTAR

Allhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASEAN” ini dapat penulis selesaikan. Shalawat serta Salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan besar Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang-benderang yaitu Dienul Islam.

Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang. Dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna, khususnya bagi dunia pendidikan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ayahanda Achmad Sudiyono dan Ibunda Dewi Pratiwi yang dengan penuh kesabaran dan pengorbanannya selalu memberikan semangat, doa dan dorongan,serta bantuan material maupun non material agar penulis dapat menyelesaikan studi.

2. Keluarga besarku di manapun berada, terima kasih atas doa dan semangatnya. 3. Bapak Muhadjir Efendi, M.AP. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Bapak Dr. Wahyudi, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

(27)

6. Bapak M.Syaprin Zahidi, M.A. dan Ibu Demiati Nur K, M.A. selaku penguji yang telah memberikan saran kepada penulis.

7. Dosen-dosen Jurusan Hubungan Internasional seluruhnya yang telah mengajar dan berbagi ilmu serta pengalaman dari semester 1 hingga skripsi.

8. Sahabat-sahabatku serta orang-orang yang aku cintai yang selalu ada dan setia memberikan doa, semangat, dukungan, dorongan dan segalanya serta kebersamaan yang indah kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman HI semua angkatan terutama 2006 yang sudah membagi ilmu, pengalaman, dan untuk semangat dan kebersamaannya melewati studi ini bersama-sama.

10. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu

Semoga Allah SWT selalu melindungi dan meridhoi atas segala apa yang telah penulis sampaikan dalam skripsi ini. Dan semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak pada umumnya. Akhirnya, saran dan kritik yang membangun selalu penulis harapkan dalam rangka memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dalam penulisan skripsi ini.

Malang, 23 Agustus 2013

(28)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan kepada :

Ucapan syukur dan terimakasih tiada tara hamba ucapkan kepada Allah SWT yang Maha segala-galanya yang selalu memberikan hamba kekuatan untuk menjalani ini semua dan yang senantiasa memberikan hamba kemudahan dari segala macam kesulitan yang dihadapi oleh hamba. Terimakasih Ya Allah atas semua rencana-rencana indahMu untuk hidupku, Hamba yakin semua yang Engkau berikan kepada hamba adalah hal yang terbaik untuk hamba.

Kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta terima kasih sudah memberikan dukungan baik materi maupun non materinya, saya tidak akan bisa membalas semua kebaikan itu.

Kepada semua keluarga besar ku semuanya tanpa terkecuali yang selalu mendoakan untuk bisa menyelesaikan kuliah dan skripsi ini.

Kepada temen-temen yang telah memberi dukungannya trimakasih smuanya atas support kalian pada waktu proses pra/pasca skripsi.

(29)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….... I

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ………. Ii

LEMBAR PENGESAHAN ………. Iii

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ……… Iv PERNYATAAN ORISINALITAS ……….……….. V 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 7

1.3.1. Tujuan Penelitian ……… 7

1.3.2. Manfaat Penelitian ……….. 7 1.4. Penelitian Terdahulu ……… 8 1.5. Kerangka Pemikiran ...……… 11

1.5.1. Konsep Keamanan Sub Regional ……… 11 1.5.2. Konsep Keamanan Non Tradisional ……… 12 1.5.3. Konsep Kerjasama Ekonomi Sub Regional ………. 15 1.6. Metode Penelitian ……… 18

1.6.1. Tipe Penelitian ………. 18

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ……….. 18 1.6.3. Teknik Analisa Data ………... 19 1.6.4. Ruang Lingkup Penelitian ………... 19 1.7. Sistematika Penulisan ……….. 21 BAB II WILAYAH PERBATASAN DI INDONESIA

2.1. Wilayah Perbatasan Indonesia dengan Negara-Negara di ASEAN 22 2.1.1. Wilayah Perbatasan Indonesia dan Malaysia ………. 25 2.1.2. Wilayah Perbatasan Indonesia dan Singapura ……… 29 2.1.3. Wilayah Perbatasan Indonesia dan Filipina …..…………. 31 2.1.4. Wilayah Perbatasan Indonesia dan Thailand ……….. 32 2.1.5. Wilayah Perbatasan Indonesia dan Vietnam ……….. 34 2.2. Permasalahan Wilayah Perbatasan di Indonesia ……… 35 2.3. Permasalahan Wilayah Perbatasan antara Indonesia dengan

Negara-Negara di ASEAN ………. 48

BAB III KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA ASEAN

(30)

3.2. Kerjasama Pengembangan Kawasan Perbatasan Indonesia dengan

Negara-Negara ASEAN ………

66 3.2.1. Kerjasama Indonesia-Malaysia ………. 67 3.2.2. Kerjasama Indonesia-Singapura ……….. 69 3.2.3. Kerjasama Indonesia-Filipina ……… 71 3.2.4. Kerjasama Indonesia-Thailand ……….. 74 3.2.5. Kerjasama Indonesia-Vietnam ………... 76 3.3. Keuntungan Indonesia dalam Kerjasama Pengembangan Perbatasan

dengan Negara-Negara ASEAN ………

77

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan ………..………... 80

4.2. Saran ………..………..……….. 82

(31)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

(32)

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1.

Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6.

Peta Perbatasan Indonesia dengan Negara-Negara Tetangga ... Peta Perbatasan Indonesia dengan Malaysia ……… Peta Perbatasan Indonesia dengan Singapura ………... Peta Perbatasan Indonesia-Filipina ………... Peta Perbatasan Indonesia-Thailand ………. Peta Perbatasan Indonesia-Vietnam ………..

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Al Araf dan Anton Ali Abbas, et.al. TNI-POLRI di Masa Perubahan Politik, dalam Ludiro Madu et.al. 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan, dan Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm.162-163

Abubakar, Mustafa. 2006. Menata Pulau-Pulau Kecil Perbatasan: Belajar dari kasus Sipadan, Ligitan, dan Sebatik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm. 15

Bakrie, Connie Rahakundini. 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. 131

Cahyaningtyas, June. Kerjasama perbatasan Indonesia-Malaysia melalui Trans-Boundary Biodiversity Conservation Area (TBCA), dalam Ludiro Madu et.al. 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan, dan Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 223

Direktorat Kelembagaan Internasional, Konstruksi Garis Batas Maritim Indonesia, Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta, 2005, hlm.22

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2009. Batas Wilayah Negara Indonesia. Yogyakarta: Gava Media. Hlm. 108-120.

Hanggarini, Peni. Kerjasama dalam Antisipasi dan Pengelolaan Ancaman Keamanan dan Pertahanan pada Perbatasan Indonesia dengan Singapura, dalam Ludiro Madu et.al. 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan, dan Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm.167

Hermawan, Yulius P. 2007, Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional, Aktor, Isu dan Metodolog. Yogyakarta: Graha Ilmu,

Ishak, Awang Faroek. 2003. Membangun Wilayah Perbatasan Kalimantan Dalam Rangka Memelihara dan Mempertahankan Integritas Nasional. Jakarta: Indomedia. Hlm. 53 Ludiro Madu dkk. (ed), 2010, Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas: Isu,

(34)

Woodrow Wilson International Center for Scholar (Africa Program). 2008. African Regional and Sub-Regional Organizations: Assessing Their Contributions to Economic Integration and Conflict Management. Hlm. 10

Jurnal Ilmiah:

Benito Rio Avianto dan Raldi Hendro Koestoer, Inter-Regional IMT-GT Kasus Provinsi Terpilih di Sumatera Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.11 No.1 Juni 2010

Debe, Ibrahim Caraka. 2009. Menilik Morfologi NKRI: Urgensi Penyelesaian Masalah Perbatasan Laut Indonesia dengan Malaysia, Singapura, dan Filipina,. Jurnal DIPLOMASI Vol.1 No. 2, September 2009

Irewati, Awani. 2005. Sikap Indonesia dalam Menghadapi Kejahatan Lintas Negara: Illegal Logging di Kalbar dan Kaltim, Jurnal Penelitian Politik Vol.2, No.1, 2005. ISSN 1829-8001, hlm.86

Nabil Dabour, 2006, Water Resources and Their Use in Agriculture in Arab Countries, Journal of Economic Cooperation Vol. 27 No.1

Rachmanto, Anggi Setio. 2009. Pola Penyelundupan dan Peredaran Senjata Api Ilegal di Indonesia, Jurnal Kriminologi Vol.2 No. 5, Agustus 2009. Hlm. 31-46

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010

Makalah dan Artikel:

______, Laporan Pendahuluan, Penyiapan Peta Tematik Sebagai Dukungan Bagi Pengembangan Kawasan Kerjasama Ekonomi Sub Regional BIMP-EAGA, http://www.penataanruang.net/ta/Lapdul04/P5/PetaTematik/Bab2.pdf, diakses pada 17 Maret 2013

______, Angkatan Laut Republik Indonesia-Republik Filipina Patroli Bersama, http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/08/28/brl.20050828-65835,id.html, diakses pada 30 Maret 2013

Asian Development Bank, BIMP-EAGA, http://www.adb.org/countries/subregional-programs/bimp-eaga, diakses pada 10 Maret 2014

Dr. Suprayoga Hadi, Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, BAPPENAS, PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN.

(35)

Kementerian Luar Negeri Indonesia, BIMP-EAGA,

http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=RegionalCooperation&IDP=8&P=Reg ional&l=id, diakses pada 10 Maret 2013

LAN, Penandatanganan MoU antara LAN Indonesia dengan CSC Singapura, http://www.lan.go.id/index.php?module=detailberita&id=156, diakses pada 19 Maret 2013.

Mursitama, Tirta N. Ekonomi Politik Perbatasan, Dimuat pada Harian Seputar Indonesia, 14 January 2011.

NCB-Interpol Indonesia, Memorandum Saling Pengertian RI-Vietnam, http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/mou/225-memorandum-saling-pengertian-ri-vietnam, diakses pada 19 Maret 2013

Perkembangan Kerjasama Bilateral RI – Filipina Bidang kelautan dan Perikanan periode 2005 – 2007, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta, 2007.

Ruslan Burhani, AL Indonesia-Singapura Mantapkan Kerja Sama Perbatasan, http://www.antaranews.com/berita/250445/al-indonesia-singapura-mantapkan-kerja-sama-perbatasan, diakses pada 19 Maret 2013

Sahman, Andi. 2007. Kerjasama Ekonomi Sub-Regional. Bulletin Edisi-47/KPI/2007. Direktorat Jendral Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta: Departemen Perdagangan.

Saurabh Chaudhuri, 2011, Defining Non-Traditional Security Threats, http://www.globalindiafoundation.org/nontradionalsecurity.htm, diakses pada 21April 2013

Sukma, Rizal. 2003. CSIS Jakarta. POSTUR PERTAHANAN INDONESIA

Saru Arifin, Migrasi Penduduk dan Implikasinya terhadap Hankam di Wilayah Perbatasan Kalbar-Serawak, Malaysia.

Sandy Nur Ikfal Rahardjo, Kebijakan Pengelolaan Perbatasan Indonesia: Sebuah Catatan,

http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/politik-nasional/755-kebijakan-pengelolaan-perbatasan-indonesia-sebuah-catatan, diakses pada 12 Maret 2012

Dian Triansyah Djani, ASEAN dari Asosiasi Menuju Komunitas, http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/55-desember-2007/530-asean-dari-asosiasi-menuju-komunitas.html, diakses pada 12 Maret 2012

(36)

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Institut Pertanian Bogor, Anatomi Pencurian

Ikan, Artikel.

http://www.indomarine.or.id/english/detailnews.php?id=387&page=artikel, diakses pada 1 April 2013

Rokhmin Dahuri, Selamatkan Indonesia dari IUU Fishing, Artikel. http://rokhmindahuri.info/2012/10/04/selamatkan-indonesia-dari-iuu-fishing/, diakses pada 1 April 2013

http://kawasan.bappenas.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=98&Itemid=98 , diakses pada 3 Januari 2012.

http://www.deplu.go.id, diakses pada 9 Maret 2012.

http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/tiga-lapis-pagar-untuk-malaysia, diakses pada 8 Februari 2013

http://indomaritimeinstitute.org/?p=1486, diakses pada 8 Febuari 2013

http://batas.bappenas.go.id//index.php?option=com_content&task=view&id=61&Itemid=87, diakses pada 9 Februari 2013

www.isekolah.org/file/h_1090893369.doc, diakses pada 17 Februari 2012.

http://kemlu.go.id/Pages/Embassies.aspx?IDP=9873&l=id, diakses pada 22 Juli 2013.

http://m.equator-news.com/utama/20111027/unimas-tawarkan-beasiswa-pelajar-perbatasan?device=mobile, diakses pada 22 Juli 2013.

http://www.lpmp-kalbar.net/index.php/berita/item/30-temu-ilmiah-perbatasan-tahun-2012/30-temu-ilmiah-perbatasan-tahun-2012, diakses pada 22 Juli 2013.

strahan.kemhan.go.id/web/produk/perbatasan.pdf, PERBATASAN MARITIM RI, diakses pada 9 Februari 2013

strahan.kemhan.go.id/web/produk/zee_lcs.pd, Konsep Penetapan Batas ZEE Indonesia-Malaysia di Laut China Selatan, diakses pada 8 Februari 2013

http://www.bakorkamla.go.id/index.php/arsip/index-berita/sorotan-media/3407-nelayan-asing-jarah-ikan-ri-sambil-merusak-ekosistem, diakses pada 9 Februari 2013.

(37)

http://news.detik.com/read/2011/03/08/162806/1587085/10/ri-filipina-kebut-penyelesaian-sengketa-perbatasan, diakses tanggal 10 Februari

http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=3292, diakses pada 8 Maret 2013

http://www.tabloiddiplomasi.org/teras-diplomasi/1599-kerjasama-keamanan-di-kawasan-perbatasan.html, diakses pada 8 Maret 2013

http://www.rappler.com/business/8494-davao-manado-chartered-flights-resume. diakses pada 10 Maret 2013

http://www.merdeka.com/politik/nasional/malsindo-belum-maksimal-amankan-selat-malaka-u1bp5um.html, diakses pada 1 April 2013

http://www.antaranews.com/berita/1333549805/indonesia-berharap-imt-gt-dapat-dana-infrastruktur., diakses pada 22 April 2013

http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=58619#.UXaH4qKeNjY, diakses pada 22 April 2013

http://www.setkab.go.id/mobile/mp3ei-6251-jica-sarankan-pengembangan-2-jalur-kapal-ro-ro-di-segitiga-ri-malaysia-dan-thailand.html, diakses pada 22 April 2013

(38)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki perbatasan dengan beberapa negara. Dalam konteks kontinen, NKRI berbatasan dengan tiga negara (Malaysia, PNG, Timor Leste). Sementara dalam konteks maritim, NKRI berbatasan dengan sepuluh negara (India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste dan PNG). Kawasan perbatasan kontinen tersebar di tiga pulau, empat propinsi, dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik kawasan perbatasan berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasan dengan NKRI, memiliki karakteristik sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang berbeda. Kawasan-kawasan perbatasan maritim NKRI umumnya berupa pulau-pulau terluar yang berjumlah 92 pulau, beberapa di antaranya adalah pulau-pulau kecil yang hingga kini masih perlu ditata dan dikelola lebih intensif. Beberapa faktor seperti kondisi geografis, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan terbatasnya infrastruktur telah menyebabkan kawasan perbatasan yang memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) cukup besar menjadi daerah tertinggal.1

Kawasan perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, memiliki potensi SDA yang sangat besar yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Potensi yang dimiliki oleh kawasan perbatasan bernilai ekonomis yang sangat besar, terutama potensi SDA

1

(39)

(hutan, tambang dan mineral, perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan di sekitar perbatasan. Sebagian besar dari potensi SDA tersebut belum dikelola dan sebagian lagi merupakan kawasan konservasi atau hutan lindung yang memiliki nilai sebagai paru-paru dunia (world heritage) yang perlu dijaga dan dilindungi. Namun demikian, hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan tersebut masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain. Di beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Kondisi ini pada umumnya disebabkan oleh masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi, seperti sarana dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan. Keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi di kawasan perbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, dan rendahnya kualitas SDM.2

Tantangan mewujudkan daerah perbatasan datang dari dalam (internal) maupun luar (eksternal). Pertama, faktor eksternal berupa kerja sama negara yang berbatasan langsung terutama dalam penegakan hukum para pelanggar perbatasan. Sudah bukan menjadi rahasia lagi, pemerintah negara yang berbatasan seringkali membiarkan tindakan pembalakan liar (illegal logging), penangkapan ikan liar (illegal fishing), penyelundupan manusia (human trafficking), dan aktivitas ilegal lainnya. Aktivitas ilegal ini memang tidak berdiri sendiri, tetapi sebagai negara penerima negara yang bertetangga harus berkomitmen melakukan langkah pencegahan dan penghukuman bagi pelaku, mereka juga harus mengusahakan rehabilitasi bagi para korban.

2

(40)

Dengan demikian, suplai dari negara pengirim dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Kata kunci yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah ini adalah konsistensi dan kerjasama antara negara pengirim dan penerima. Kedua negara harus konsisten dalam menerapkan aturan-aturan hukum internasional, regional, maupun bilateral yang telah disepakati. Kerjasama dibutuhkan agar penerapan aturan tersebut dapat efektif diberlakukan khususnya bila ada yang melanggar.3

Tantangan kedua berasal dari faktor internal yang beragam dan lebih kompleks. Persoalan politik lokal dikombinasikan dengan otonomi daerah yang memberikan kekuasaan lebih kepada daerah merupakan satu faktor terpenting. Dengan SDM yang secara umum masih terbatas, terkadang perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan dan evaluasi program-program pembangunan kurang tepat sasaran. Pengelolaan otonomi daerah yang tidak tepat seringkali menyebabkan perilaku korupsi yang terdesentralisasi pula. Tak jarang korupsi dilakukan secara lebih terbuka bahkan bersama-sama. Mungkin tidak semua penyebabnya ada pada daerah tersebut, tetapi oleh aturan pemerintah pusat yang tidak tepat atau seringnya aturan tersebut berubah-ubah. Pemahaman aparat daerah baik eksekutif maupun legislatif terhadap aturan-aturan tersebut bisa jadi sumber masalah juga.4

Kondisi daerah perbatasan mencerminkan seberapa serius sebuah negara mengurus bangsanya. Daerah perbatasan memiliki setidaknya dua makna strategis yang tak kalah penting dengan daerah lainnya. Pertama, daerah perbatasan merupakan halaman depan kedaulatan Indonesia. Apabila salah pengelolaan, daerah perbatasan akan jadi sasaran empuk para pelintas batas ilegal, pelaku tindakan kriminal hingga kemungkinan infiltrasi kekuatan asing. Kedua,

3Tirta N. Mursitama

, Ekonomi Politik Perbatasan, Dimuat pada Harian Seputar Indonesia, 14 January 2011.

(41)

daerah perbatasan sebagai peluang kerjasama antar negara. Sebagai daerah perbatasan yang merupakan pulau terdepan, secara geografis berdekatan dengan perbatasan negara lain kerjasama yang melibatkan negara-negara yang berbatasan langsung dapat dilakukan. Kerjasama-kerjasama bilateral, sub regional, maupun regional memberikan suatu peluang besar bagi pengembangan kawasan perbatasan.

Indonesia sebagai suatu negara pada era ini tidak terlepas dalam sistem perekonomian global, dimana mempunyai potensi SDA dan SDM yang secara kuantitas jauh lebih besar dibandingkan dengan negara lainnya, tetapi kualitasnya relatif belum memadai sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Untuk menghadapi fenomena globalisasi tersebut dan upaya untuk menciptakan efisiensi dalam sistem perekonomiannya, Indonesia telah menjalin kerjasama antarnegara dengan saling memanfaatkan keuntungan komperatif masing-masing. Tujuan yang hendak dicapai secara keseluruhan dengan dibentuknya kerjasama antarnegara ini adalah diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional juga untuk mempercepat upaya pemerataan di kawasan sub-regional melalui pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan investasi serta mendukung kerjasama ekonomi kawasan.

Pemerintah telah berupaya melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata di seluruh wilayah nasional secara konsisten dan berkesinambungan. Salah satu upaya tersebut adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan ekonomi masyarakat melalui pengembangan kawasan dengan mendayagunakan potensi SDA dan memberdayakan SDM pada kawasan tersebut. Indonesia telah melakukan kerjasama ekonomi subregional dengan negara tetangga seperti Indonesia Malaysia Singapura–Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), maupun Brunei Indonesia Malaysia Phillipines –

(42)

perbatasan di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi. Hal ini sangat penting, karena berkembangnya kawasan perbatasan akan mendukung pertumbuhan ekonomi di kawasan secara keseluruhan.5

Adanya kerjasama antar negara terutama yang berada di satu kawasan sangat penting karena dunia kita terus dihadapkan pada berbagai tantangan yaitu, dari ketegangan politik dan militer serta berbagai konflik maupun ancaman dari senjata nuklir dari ancaman-ancaman seperti tindakan perompakan dan terorisme. Dari krisis keuangan dan ekonomi, dan dari kondisi yang terburuk dan paling mendasar, di berbagai penjuru dunia yaitu kemiskinan dan kelaparan yang sangat parah. Dari ancaman kerusakan lingkungan hidup dan bencana alam, dari ancaman ketahanan pangan, dan energi. Dari intoleransi dan diskriminasi, dan rezim-rezim otoriter yang melakukan penindasan terhadap keinginan demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Seharusnya semua negara dapat maju ke depan sebagai bangsa-bangsa secara bersama dalam mengatasi dan mengantisipasi berbagai tantangan ke depan dalam mentransformasi tantangan menjadi peluang.6

Dari fenomena diatas, penulis tertarik mengambil judul ini karena penulis melihat adanya upaya-upaya yang dilakukan Indonesia untuk melakukan kerjasama sub regional dengan negara-negara ASEAN dalam pengembangan wilayah perbatasan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan tentang bagaimana kerjasama pengembangan kawasan perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN dengan judul “Kerjasama Pengembangan Kawasan Perbatasan Indonesia dengan Negara-Negara di ASEAN”.

5

http://www.deplu.go.id, diakses pada, 9 Maret 2012.

6

(43)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang masalah diatas dan berbagai pertimbangan data maka permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana kerjasama pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN?”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Dengan melihat permasalahan dan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerjasama pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara ASEAN.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Secara teori, peneletian ini merupakan suatu upaya terhadap pemahaman dan pendalaman ilmu pengetahuan, sehingga hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan, sumbangan pemikiran, serta pengembangan teori hubungan internasional. 2. Secara Praktis

(44)

1.4. Penelitian Terdahulu (Literature Review)

Untuk memudahkan penelitian untuk tulisan ini, maka penulis mengambil tiga tulisan yang dirasa memiliki relevansi terkait dengan tulisan yang tengah diteliti oleh penulis, tulisan pertama diambil dari tulisan Peni Hanggarini yang berjudul Kerjasama dalam atisipasi dan pengelolaan ancaman keamanan dan pertahanan pada perbatasan Indonesia dengan Singapura,7 yang dalam bukunya menguraikan pembahasan ruang lingkup keamanan dan pertahanan suatu negara sangat identik dengan kondisi geografis wilayah negara tersebut terutama dengan negara-negara tetangganya. Batas wilayah negara-negara yang tegas akan mampu menjadi benteng penegas kedaulatan namun dapat pula menjadi sumber ancaman kedaulatan apabila batas wilayah terlihat kabur, tumpang tindih dengan batas wilayah negara lain atau bahkan perbatasan tidak terjaga keamanannya. Batas-batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga tergolong sangat rapuh. Pemerintah Indonesia kurang gencar mencanangkan program yang tegas dalam mengatasi permasalahan terkait perbatasan wilayah. Padahal, wilayah perbatasan memiliki potensi yang besar dalam mengancam kedaulatan, keamanan dan pertahanan negara serta keamanan individu (human security). Begitu besarnya potensi kerapuhan dari kondisi keamanan di wilayah tersebut maka faktor diplomasi memegang peranan penting. Diplomasi dengan negara lain menjadi bagian penting untuk mengatasi segala konflik perbatasan serta konflik dan potensi konflik di perbatasan.

Tulisan kedua diambil dari penelitian yang ditulis oleh June Cahyaningtyas yang berjudul Kerjasama perbatasan Indonesia-Malaysia melalui Trans-Boundary Biodiversity Conservation Area (TBCA),8 dalam tulisan tersebut menerangkan bahwa Malaysia merupakan salah satu

7

Peni Hanggarini, “Kerjasama dalam atisipasi dan pengelolaan ancaman keamanan dan pertahanan pada perbatasan Indonesia dengan Singapura”, Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas, hal 167, Graha Ilmu 2010.

8

June Cahyaningtyas, “Kerjasama perbatasan Indonesia-Malaysia melalui Trans-Boundary Biodiversity

(45)

negara yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Indonesia, yakni pulau Kalimantan. Dalam hal pengelolaan hubungan perbatasannya dengan Malaysia, Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan akibat lemahnya keamanan sistem perbatasan yang dimilki negara ini. Tulisan ini ditujukan untuk melihat potensi isu lingkungan sebagai saluran kerjasama perbatasan Indonesia dengan Malaysia yang memiliki kesamaan unsur keragaman hayati dan budaya sebagai landasan kerjasama pengelolaan sumber daya, namun dipisahkan oleh integritas teritorialnya sebagai negara. Hubungan politik baik di masa kini maupun masa lalu, mempengaruhi desain dan manajemen dari wilayah konservasi yang bersifat lintas batas, antara dua negara. Sementara hubungan bilateral memiliki alur sejarahnya sendiri, perhatian pada isu-isu budaya ataupun prinsip-prinsip ekologi menjadi hal yang juga penting dikaji terkait diplomasi dua negara yang saling bertetangga. Dengan mengedepankan isu lingkungan sebagai saluran kerjasama perbatasan, sejumlah permasalahan turunan perbatasan bisa diupayakan penyelesaiannya. Setidaknya, kerjasama di bidang lingkungan menjadi langkah awal Indonesia untuk membuka jalur diplomasi dengan pemerintah Malaysia.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada fokus penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada bagaimana kerjasama sub regional pengembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN.

Penelitian terdahulu ketiga dilakukan oleh Nabil Dabour berjudul Water Resources and Their Use in Agriculture in Arab Countries9. Penelitian ini menganalisis penggunaan sumber air dalam pertanian di negara-negara Arab, yang terbagi dalam empat kelompok sub-regional yaitu Maghreb, North-eastern Africa (Afrika Timur-Laut), Arabian Peninsula (Semenanjung Arab), dan Middle East (Timur Tengah). Beberapa negara Arab menggunakan sumber daya air

9

(46)

terbarukan yang berasal dari luar perbatasan dan sebagian lain mendapatkan sumber daya air dari bawah tanah, sementara pertanian membutuhkan 87 persen dari total penggunaan air. Kondisi tersebut menyebabkan air menjadi hal yang penting dalam produksi pertanian sehingga penggunaannya harus diatur dengan baik. Kerjasama sub regional diperlukan untuk tujuan mengatur penggunaan sumber daya air bawah tanah dan pembuatan sistem irigasi yang menguntungkan bagi masing-masing negara. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu di atas adalah pada tujuan yang ingin dicapai dalam lingkup kerjasama sub regional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerjasama sub regional di kawasan perbatasan dalam rangka mengatasi ancaman non-tradisional.

1.5. Kerangka Pemikiran

1.5.1. Konsep Kerjasama Sub Regional

Sub-region diartikan sebagai sebuah bagian dari suatu wilayah (region), khususnya dalam lingkup suatu wilayah ekologi10. Kerjasama Sub Regional dapat dipahami sebagai kerjasama yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang wilayahnya saling berbatasan, di mana negara-negara tersebut merupakan bagian dari suatu wilayah yang lebih luas. Sebagai contoh adalah kerjasama regional yang dilakukan oleh 22 negara-negara Arab yang wilayahnya terletak di Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Timur. Dengan kondisi geografis yang hampir serupa, negara-negara Arab menghadapi kesulitan yang sama dalam memperoleh sumber air. Atas dasar kepentingan untuk mengatasi kesulitan secara bersama-sama, maka negara-negara Arab tersebut membentuk kerjasama sub regional yang dikenal dengan Maghreb, North-eastern Africa (Afrika Timur-Laut), Arabian Peninsula (Semenanjung Arab), dan Middle East (Timur Tengah)11.

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam membentuk kerjasama ekonomi sub regional

10

http://www.thefreedictionary.com/subregional, diakses pada 21 Mei 2013

11

(47)

adalah untuk memadukan kekuatan dan potensi tiap-tiap wilayah yang berbatasan sehingga menjadi wilayah pertumbuhan yang dinamis12. Kerjasama sub-regional, sering juga disebut sebagai segitiga pertumbuhan (growth triangle) atau wilayah pertumbuhan (growth area), merupakan salah satu bentuk keterkaitan (linkage) antar daerah dengan memiliki unsur internasional. Kerjasama sub regional yang bertujuan untuk `mengatasi masalah ekonomi dan penyelesaian atas konflik antar negara ditunjukkan oleh beberapa negara Afrika Timur yang tergabung dalam ECOWAS (Economic Community of West African State)13. Organisasi tersebut pada awalnya didirikan dengan tujuan untuk mengatasi masalah ekonomi, namun kemudian berkembang menjadi organisasi yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik antar negara, karena anggota-anggotanya memahami kebutuhan untuk meningkatkan ekonomi tidak dapat terwujud apabila terjadi pertikaian antar negara.

Kerjasama sub-regional juga dijalankan oleh Indonesia bersama dengan beberapa negara yang telah bergabung di ASEAN melalui IMT-GT dan BIMP-EAGA, maupun dengan negara-negara yang berada di Asia Pasifik melalui AFTA. Dengan berlakunya perdagangan bebas internasional dan kesepakatan serta kerjasama ekonomi, regional maupun bilateral, maka peluang ekonomi di beberapa kawasan perbatasan kontinen maupun maritim menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan kawasan tersebut14. Kerjasama sub-regional seperti AFTA, IMT-GT, dan BIMP-EAGA perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga memberikan keuntungan bagi masing-masing negara secara seimbang.

1.5.2. Konsep Keamanan Non Tradisional

12

www.kemlu.go.id, Dokumen Kerjasama Ekonomi ASEAN

13

Woodrow Wilson International Center for Scholar (Africa Program). 2008. African Regional and Sub-Regional Organizations: Assessing Their Contributions to Economic Integration and Conflict Management. Hlm. 10

14

(48)

Dalam konsepsi klasik atau pun tradisional, keamanan lebih diartikan sebagai usaha untuk menjaga keutuhan teritorial negara dari ancaman yang muncul dari luar. Konflik antar-negara khususnya dalam upaya memperluas daerah jajahan membawa definisi security

(keamanan) hanya ditujukan kepada bagaimana negara memperkuat diri dalam upaya menghadapi ancaman militer. Dalam hal ini negara (state) menjadi subjek dan objek dari upaya mengejar kepentingan keamanan. Dalam alam pemikiran tradisional ini negara menjadi inti dalam upaya menjaga keamanan negara15.

Perkembangan isu-isu strategis seperti globalisasi, demokratisasi, penegakan HAM, dan fenomena terorisme telah memperluas cara pandang dalam melihat kompleksitas ancaman yang ada dan mempengaruhi perkembangan konsepsi keamanan. Ancaman tidak lagi hanya berupa ancaman militer tetapi juga meliputi ancaman politik, ancaman sosial, ancaman ekonomi, maupun ancaman ekologis. Permasalahan dan ancaman tersebut kemudian digolongkan menjadi bagian dari isu-isu keamanan non tradisional16.

Pemikiran yang kurang lebih sama dikembangkan oleh pendekatan critical security studies (studi keamanan kritis). Pendekatan ini menolak asumsi bahwa keamanan dicapai melalui akumulasi kekuatan. Sebaliknya, ia beranggapan bahwa pondasi dari keamanan adalah keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi. Pencapaian kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial, melalui penyediaan pendidikan, pengurangan kemiskinan, kebebasan dari tekanan politik, akan membuat individu maupun kelompok mendapatkan keamanannya. Maka, bagi Critical Security Studies, keamanan hadir ketika masyarakat terbebaskan dari kemiskinan (bebas berkeinginan/freedom from want) dan bebas dari ketakutan (freedom from fear). Bukan dengan

15

Al Araf dan Anton Ali Abbas, “et.al. TNI-POLRI di Masa Perubahan Politik, dalam Ludiro Madu et.al. 2010”,

Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan, dan Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm.162-163

16

(49)

cara memantapkan stabilitas melalui daya paksa dan tata keamanan tertentu yang cenderung membatasi kebebasan masyarakat17.

Ancaman keamanan non tradisional dapat didefinisikan sebagai tantangan terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraan bangsa dan negara yang timbul terutama dari sumber non militer seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan lintas batas dan penipisan sumber daya, penyakit menular, bencana alam, migrasi tidak teratur, kekurangan pangan, penyelundupan manusia, perdagangan narkoba, dan bentuk-bentuk kejahatan transnasional18. Isu kemanan non-tradisional mengacu pada faktor-faktor lain selain militer, konflik politik dan diplomatik, tetapi dapat menimbulkan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan negara yang berdaulat. Dengan demikian, terdapat dua karakteristik dari ancaman keamanan non-tradisional, yaitu:

1. Dapat mempengaruhi baik instansi pemerintah dan penduduk sipil, berasal dari berbagai penyebab manusia dan alam non-negara, di mana ancaman berupa tindakan tertentu oleh individu atau kelompok sosial, bukan tindakan negara-negara. Oleh karena itu timbulnya isu-isu non-tradisional lebih sulit diprediksi, dan peningkatan mobilitas dan kegiatan memungkinkan dampaknya menyebar dan berkembang biak jauh lebih cepat.

2. Efek tidak langsung dari ancaman non-tradisional dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang luar biasa ke suatu wilayah maupun ke seluruh dunia, seperti yang ditunjukkan dalam krisis keuangan Asia pada tahun 1997 dan wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) pada tahun 2002-2003.

Bentuk-bentuk ancaman keamanan non tradisional antara lain adalah: terorisme, separatisme, radikalisme, konflik komunal, kerusuhan sosial, perompakan dan pembajakan di

17

Ibid.

18

Saurabh Chaudhuri, 2011, Defining Non-Traditional Security Threats,

(50)

laut, imigrasi ilegal, penangkapan ikan ilegal dan pencemaran laut, serta penebangan kayu ilegal dan penyelundupan19. Wilayah perbatasan menjadi tempat yang rawan akan adanya ancaman keamanan non tradisional karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut. Kondisi ini menyebabkan pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan pembangunan di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia. Ancaman non-tradisional yang bersifat internasional seperti terorisme ataupun penanggulangan bencana alam, dapat dilakukan dengan kerjasama antar negara20. Salah satu strategi yang ditempuh untuk memacu pertumbuhan kawasan perbatasan adalah melalui kerjasama ekonomi sub regional dengan negara-negara tetangga.

1.5.3 Konsep Kerjasama Ekonomi Sub Regional

Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) merupakan forum kerjasama ekonomi mencakup daerah geografis yang berdekatan dengan melintasi batas dua, tiga negara atau lebih, dan bertujuan menciptakan perdagangan sebagai strategi kunci dari pemerintah untuk berpartisipasi dalam mengangkat perkembangan sosial dan ekonomi wilayah mereka yang kurang berkembang dan terpencil guna menjalankan proses integrasi ekonomi sebagai zona investasi yang berorientasi ke pasar internasional. Sasaran utama dari kerjasama ekonomi sub regional sendiri adalah percepatan peningkatan perdagangan, investasi dan pariwisata. Secara signifikan, perkembangan pengelompokan sub wilayah ini terletak pada sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan dengan pemerintah sebagai pihak yang menyediakan fasilitas pendukung yang memungkinkan promosi investasi sektor swasta.

19

Rizal Sukma, 2003, CSIS Jakarta, POSTUR PERTAHANAN INDONESIA

20

Gambar

Tabel 1.1 Struktur Penulisan
Tabel 1.1 Struktur Penulisan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini penting untuk dipahami karena tidak akan mungkin dalam proses rekrutmen dan seleksi perusahaan bisa mendapatkan individu (karyawan) yang benar-benar

Kemampuan viabilitas benih cabai lokal yang direndam dengan suspensi Trichoderma harzianum bertujuan untuk melihat kemampuan lama perendaman jamur Trichoderma

2.4 Peserta dibenarkan menghantar lebih daripada satu penyertaan tetapi hanya satu penyertaan sahaja yang akan dikira sebagai pemenang dan layak untuk memenangi

Perancangan database dapat digunakan untuk mendapatkan tabel-tabel agar tidak terjadi anomali-anomali (kelainan dan kesalahan) pada sistem yang sedang melakukan proses

Upaya pelestarian lingkungan hidup, salah satunya dengan membangun sikap peduli lingkungan.Sikap peduli lingkungan potensial diterapkan melalui pendekatan Islam

Percikan api (Spark) tersebut masuk melalui tingkap sisi (side scuttle) yang terbuka pada sisi kanan lambung kapal antara gading-gading nomor 62-63 dan mengenai

18.297 Lanjutan Rehabilitasi Jalan Jakarta Raya RW.. 18.298 Rehabilitasi Jalan Jakarta Timur

Diagnosa awal berdasarkan riwayat gejala yang khas, seperti kesemutan dan gangguan rasa pada jari jari yang terpajan getaran. Gejala iini menetap dan bertamabah dalam