• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN COMPULSIVE BUYING DENGAN PERILAKU BERHUTANG (DISSAVING)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN COMPULSIVE BUYING DENGAN PERILAKU BERHUTANG (DISSAVING)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN COMPULSIVE BUYING DENGAN PERILAKU BERHUTANG (DISSAVING)

SKRIPSI

Oleh:

Kukuh Prasetyo Wibowo 201110230311128

Fakultas Psikologi

(2)

HUBUNGAN COMPULSIVE BUYING DENGAN PERILAKU BERHUTANG (DISSAVING)

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

SKRIPSI

Oleh:

Kukuh Prasetyo Wibowo 201110230311128

Fakultas Psikologi

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Hubungan Compulsive Buying dengan Perilaku Berhutang (Dissaving).

2. Nama Peneliti : Kukuh Prasetyo Wibowo

3. NIM : 201110230311128

4. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 5. Waktu Penelitian : 20 Juni 2016 – 27 Juni 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Diah Karmiyati, Dr. M.Si

Anggota Penguji : Nida Hasanati, Dr. M.Si

Adhyatman Prabowo, S.Psi, M.Psi

M. Shohib, S.Psi, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Diah Karmiyati, M. Si M. Shohib, S.Psi, M. Si

Malang,

Mengesahkan

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Kukuh Prasetyo Wibowo

Nim : 201110230311128

Fakultas / Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :

Hubungan Compulsive Buying dengan Perilaku Berhutang (Dissaving)

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang – undang yang berlaku.

Mengetahui Malang, 23 Juli 2016

Ketua Program Studi Yang Menyatakan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Compulsive Buying dengan Perilaku Berhutang (Dissaving)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dr. Diah Karmiyati, M.Si dan M. Shohib, M. Si selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Dr. Diah Karmiyati, M.Si selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Alm. Imam Hidayat dan Tutik Wahyuni selaku orang tua serta Kakak-kakakku tercinta, Rizky Retnaning E, Bayu Eka I dan Himawan Primaditya, Rezka Farah Walidah yang telah mendukung, bersabar dan memberikan do‟a serta kasih sayang sehingga penulis dapat berjuang menyelesaikan skripsi ini hingga tuntas.

5. Sahabat terbaik Lucy dan Rusy yang selalu mendukung serta memberikan saran dan bantuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman terdekat Alen, Aris, Bayu, Eky, Riga, dan Uchie yang selalu memberikan semangat, membantu penulis mendapatkan subjek untuk skripsi ini, serta membantu penulis ketika mengalami permasalahan yang berkaitan dengan jalannya penelitian ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 23 Juli 2016

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

LANDASAN TEORI ... 4

METODE PENELITIAN... 7

A. RANCANGAN PENELITIAN ... 7

B. SUBJEK PENELITIAN ... 7

C. VARIABEL DAN INSTRUMENT PENELITIAN ... 8

D. PROSEDUR PENELITIAN ... 9

HASIL PENELITIAN ... 10

DISKUSI ... 11

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 14

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Populasi dan Sampel Subjek Penelitian ... 8

Tabel 2. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 9

Tabel 3. Korelasi Product Moment Compulsive Buying Dengan Perilaku Berhutang ... 10

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

BLUEPRINT... 18

SKALA ... 21

VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 23

KORELASI PRODUCT MOMENT DAN DESKRIPSI STATISTIK ... 28

(9)

HUBUNGAN ANTARA

COMPULSIVE BUYING

DENGAN PERILAKU

BERHUTANG

Kukuh Prasetyo Wibowo

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

kukuh.prasetyo09@yahoo.com

ABSTRAK

Perilaku berhutang menjadi sebuah kegiatan sebagai pendukung dalam pemenuhan kebutuhan yang mampu meningkatkan popularitas dirinya tersebut. Perilaku berbelanja yang dilakukan secara tidak terencana dan dilakukan secara berulang yaitu perilaku compulsive buying ini mampu menurunkan kemampuan finansial seseorang sehingga menyebabkan individu tersebut memilih untuk melakukan perilaku berhutang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa kuat keterkaitan perilaku compulsive buying sehingga menjadi faktor seseorang dalam melakukan perilaku berhutang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan subjek penelitian yaitu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik Propotionate Cluster Sampling yang dimana populasi memiliki kelompok tertentu secara proporsional. Adapun teknik analisis data menggunakan analisa data korelasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara compulsive buying dengan perilaku berhutang (r = 0.514; p = 0.000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa compulsive buying memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku berhutang yang dilakukan tiap individu terutama individu yang berada pada tingkat pendidikan strata 1.

Kata kunci: compulsive buying, perilaku berhutang, dissaving. ABSTRACT

The behavior of the debtor becomes an activity as supporters in the fulfillment of the needs that are able to increase the popularity of himself. Shopping behavior that is not done in a planned and conducted repeated i.e. the behavior of compulsive buying is capable of lowering one's financial ability thus causing these individuals choose to do behavior owes. The purpose of this research is to find out how strong the Association behavior of compulsive buying so it becomes a factor in the conduct of a person owed. This research uses a quantitative approach to the subject of research i.e. student Muhammadiyah University of Malang. This research uses a sampling technique Propotionate Cluster Sampling in which the population has a particular group proportionally. As for the data analysis techniques using data analysis correlation. The results showed the existence of a significant relationship between compulsive buying behavior owes (r = 0514; p = 0000). Thus it can be concluded that compulsive buying has a significant relationship against the behavior of each individual debtor conducted primarily for individuals who are at the level of the education strata 1.

(10)

Pada dasarnya manusia merupakan individu yang memiliki kepuasan yang tidak terbatas dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dalam diri mereka. Maka Maslow membuat teori hierarchy of needs, yang menyebutkan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkatan, yaitu, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan akan penerimaan diri, kebutuhan akan penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan muncul perasaan rendah diri, tidak berdaya, serta putus asa (Nugrahaini,2009). Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, manusia tidak jauh dari yang namanya finansial guna memenuhi kebutuhannya tersebut, seperti membeli pakaian, makanan, gadget, hingga alat trasnportasi guna untuk memenuhi gaya hidup tersebut. Kebutuhan itu paling sering dilakukan dengan transaksi jual-beli menggunakan uang.

Tanpa kita sadari kita sering sekali melakukan perilaku berhutang, baik karena tidak memiliki uang ataupun karena memang kita malas untuk mengeluarkan uang milik kita. Seperti contoh, saat kita ingin membeli suatu barang produksi namun uang kita ternyata kurang Rp.1000, maka kita akan meminjam uang tersebut kepada teman kita. Contoh lain yaitu, saat kita sedang parkir kendaraan, terkadang kita malas untuk mengeluarkan uang kita, maka kita akan meminjam uang kepada teman kita untuk membayar tagihan parkir tersebut. Tanpa kita sadari juga, penggunaan jasa kredit, merupakan perilaku berhutang dengan bunga yang cukup dibilang tinggi. Hal ini diperoleh dari hasil wawancara dan observasi survey yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa responden (tahun 2015).

Tidak sedikit pula pihak jasa finance yang memberikan berbagai kemudahan untuk mendapatkan barang-barang mewah mulai dari rumah, kendaraan bermotor, dan barang-barang elektronik dengan menggunakan jasa program kredit. Dengan berbagai tawaran yang diberikan oleh pihak finance atau bank, tidak sedikit masyarakat yang menggunakan program kredit tersebut. Mulai dari program uang muka 10% hingga 0%, masyarakat sudah dapat menikmati barang yang diinginkannya tersebut. Di United States sendiri, pengguna jasa kredit berada pada taraf yang tinggi, dengan pendorong utama yaitu pada jasa hutang gadai yang meningkat antara pendapatan kurang dari 36% menjadi lebih dari 66% dalam 3 tahun terakhir (Maki,2000).

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, Lea, Webley, dan Levine pada tahun 1993, menemukan bahwa tujuan orang berhutang adalah untuk memelihara dan meningkatkan gaya hidupnya. Di Indonesia pada tahun 2008, kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank mencapai Rp. 1.297 trilyun (http://www.bi.go.id). Menurut William (dalam Nugrahaini, 2009), perilaku berhutang yang “besar pasak daripada tiang”, yaitu kebiasaan berhutang yang melebihi dari kemampuan membayar tersebut, memiliki beberapa dampak negatif dari berbagai aspek, baik secara ekonomi, sosial, maupun psikologis dari pelaku hutang.

(11)

Dari hasil penelitian Prasadjaningsih (1998), menunjukkan mayoritas subjek memiliki perilaku berhutang 63,1% yang didominasi oleh perempuan yang mencapai 69,2%, sedangkan kelompok usia yang berhutang lebih didominasi oleh kelompok kawula muda (56,9%) dibanding kelompok lainnya. Dari sisi pendidikan yang cenderung menunjukkan perilaku berhutang maupun tidak adalah pada kategori status mahasiswa, tamat sarjana muda (48% yang berhutang, 40% tidak berutang) kelompok yang menampilkan gaya hidup materialitas tergolong kelompok yang menampilkan gaya hidup yang berfoya-foya.

Dari hasil penelitian Nugrahaini (2009), menunjukkan kemunculan perilaku dissaving mahasiswa di Malang adalah 20% disebabkan oleh faktor gaya hidup hedonis, sedangkan 80% disebabkan faktor lain seperti kiriman orang tua telat, jenis kelamin, faktor pribadi (usia terhadap siklus hidup, pekerjaan, lingkungan, ekonomi, kepribadian, dan konsep diri) faktor budaya, faktor psikologis (motivasi, persepsi, pembelajaan, dan sikap)

Selain itu, terdapat pula fenomena-fenomena bahwa pelaku hutang bukan hanya karena dalam kondisi kekurangan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Kempson (2002), menemukan fakta yang mengejutkan, bahwa orang yang memiliki penghasilan yang dapat dibilang cukup tinggi semakin berani berhutang/meminjam uang lebih banyak. Didukung dengan adanya fasilitas kartu kredit yang telah banyak diberikan oleh pihak bank.

Tidak sedikit pula manusia yang meminjam uang atau berhutang demi memenuhi segala keinginannya. Gaya hidup yang selalu ingin berfoya-foya, melakukan pembelian-pembelian yang sering disebut dengan perilaku shopping. Hal ini sering sekali dijumpai di setiap daerah perkotaan terutama pada daerah kota-kota besar. Asumsi tersebut didapat peneliti ketika salah satu responden bercerita tentang pengalamannya, yaitu terlilit hutang yang menumpuk akibat memenuhi hasrat hidup dalam berfoya-foya Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa perilaku berbelanja ini sudah merupakan gaya hidup yang banyak dilakukan oleh tiap individu. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti, pusat perbelanjaan di daerah Kota Malang sendiri selalu dipenuhi dengan individu tiap harinya. Sehingga hal ini memungkinkan bagi individu tersebut untuk berperilaku belanja compulsif, yaitu melakukan tindakan berbelanja yang pada awalnya tidak direncanakan yang didorong oleh adanya perasaan menyenangkan saat melihat suatu produk tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee and Workman (2015), menunjukkan bahwa pelaku perilaku compulsive buying cenderung dilakukan oleh wanita daripada pria dan partisipan dengan kecenderungan compulsive buying berada pada skor tertinggi pada brand attachment dan brand loyalty daripada brand awareness. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku compulsive buying dapat terjadi akibat keterikatakan emosional individu pada suatu merek tertentu, bukan pada kemampuan mengenali sebuah merek atau kesadaran diri individu dalam mengenali atau mengingat suatu merek tertentu.

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Reisch, Gwozdz, & Raab (2010), menunjukkan bahwa pelaku perilaku compulsive buying sering dilakukan oleh wanita daripada pria jika ditinjau dari jenis kelamin. Sedangkan jika ditinjau dari usia, perilaku compulsive buying lebih dominan pada kelompok usia 24-44 tahun dibanding dengan kelompok usia 45-60 tahun yang memiliki prevelensi lebih rendah dalam melakukan perilaku compulsive buying.

(12)

kata lain peningkatan status sosial individu. Secara tidak langsung, setiap individu akan terfokus pada pencitraan sosial mereka. Dengan demikan, individu tersebut cenderung membeli lebih banyak produk yang memungkinkan bagi mereka untuk meningkatkan status sosial mereka yang akhirnya mengarah pada perilaku compulsive buying.

Di Indonesia sendiri telah memiliki beberapa kota besar yang menyediakan fasilitas-fasilitas seperti pusat perbelanjaan, salah satunya adalah Kota Malang, dimana di kota ini merupakan destinasi wisata yang dapat dikatakan menjadi salah satu destinasi para turis mancanegara maupun rakyat Indonesia sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa di kota ini terdapat pusat perbelanjaan yang mampu memanjakan mahasiswa untuk membeli produk-produk guna meningkatkan kepopularitas mereka. Di Kota ini pula banyak mahasiswa yang hampir tidak pernah absen dalam melakukan aktivitas seperti hangout dengan teman-temannya. Berdasarkan survey peneliti, banyak mahasiswa yang melakukan aktivitas berbelanja, nongkrong di sebuah cafe, hingga berwisata ke suatu lokasi wisata baik laki-laki maupun perempuan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk memenuhi kebutuhannya tersebut mahasiswa tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit. Jika finansial yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut relatif sedikit, maka mahasiswa tersebut tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya tersebut, sehingga mudah ditebak, bahwa untuk menunjang kebutuhannya tersebut, mahasiswa tersebut akan melakukan tindakan berhutang, baik individu berjenis kelamin pria dan wanita.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu, bahwa salah satu penyebab perilaku berhutang adalah gaya hidup individu yang mengutamakan kemewahan dan peningkatan status sosial dirinya baik melakukan kegiatan berkumpul di tempat mewah hingga melakukan kegiatan berbelanja yang dimana hal tersebut merupakan salah satu predictor utama dalam perilaku berhutang, yang dimana perilaku ini lebih sering dilakukan oleh mahasiswa jenjang sarjana baik dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah maupun menengah ke atas, didukung dengan kondisi lingkungan perkotaan yang memanjakan para compulsive buyer untuk melakukan aktivitas berbelanja, salah satunya adalah Kota Malang, yang dimana di kota ini memiliki banyak destinasi pusat perbelanjaan. Sehingga hal tersebut menarik perhatian untuk dilakukannya penelitian tentang “hubungan antara compulsive buying dengan perilaku berhutang”, dengan tujuan agar peneliti mengetahui seberapa besar hubungan dari perilaku kecenderungan compulsive buying terhadap perilaku berhutang (dissaving) pada mahasiswa terutama pada mahasiswa yang menempuh pendidikan di kota Malang. Manfaat penelitian yaitu memberikan tambahan kajian ilmu yang berkaitan dengan perilaku berhutang yang disebabkan oleh perilaku compulsive buying pada mahasiswa, serta memberikan kontribusi dalam kehidupan untuk menanggulangi perilaku berhutang guna memenuhi kesejahteraan hidup tiap individu.

Perilaku Berhutang (Dissaving)

(13)

Dissaving sendiri adalah kelebihan pembelanjaan konsumsi diatas pendapatan disposisi. Salah satu simpanan kekayaan yang diakumulasi dengan tabungan masa lalu yang berkurang atau pinjaman yang mencadangkan penghasilan berikutnya (Nasution,1987). Selain itu, adapun pengertian sederhana tentang hutang adalah uang yang dipinjam dari orang lain, dan ada kewajiban membayar kembali apa yang dipinjam (Kamus Besar Indonesia, 1990, dalam prasadjaningsih 1998). Dissaving juga disebut sebagai hutang yang mana hutang sering disangkut pautkan dengan kegiatan kredit, memnjam, mengangsur, dan membeli tidak tunai. Hornby mengemukakan bahwa hutang ialah pembayaran yang harus dipenuhi tapi belum dibayarkan. (Brotoharsojo, 2005).

Dari berbagai pendapat yang diungkapkan oleh beberapa pencetus teori, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa perilaku dissaving adalah perilaku meminjam yang berhubungan dengan finansial yang dimana peminjam diwajibkan untuk mengembalikan atau membayar kembali pinjaman atau tanggungan pembayaran cicilan yang disebabkan oleh kesenjangan antara minimnya pendapatan dengan konsumsi.

Faktor-faktor perilaku berhutang

Menurut Katona (1951), dissaving muncul sebagai fenomena yang agak rumit. Yang pertama, terdapat hubungan yang terbentuk antara pengeluaran yang melebihi suatu pendapatan. Yang kedua, perilaku dissaving berkaitan dengan pengeluaran untuk barang tahan lama, yang pada gilirannya lebih sering jika terdapat peningkatan pada pendapatannya. Yang ketiga, kebutuhan seseorang akan menjadi lebih tinggi daripada pendapatan yang dia peroleh. Yang keempat, individu tidak akan terjerumus ke dalam perilaku dissaving, jika individu tersebut memiliki manajemen keuangan yang stabil dan kuat.

Menurut Katona (1951), faktor-faktor penyebab orang memiliki perilaku berhutang (dissaving) adalah : (a) ketidakmampuan untuk memenuhi pengeluaran yang diperlukan dari pendapatan; (b) keengganan untuk menjaga pengeluaran biasa pada tingkat pendapatan; (c) kesediaan untuk membuat pengeluaran yang tidak biasa.

Compulsive Buying

Menurut Kellet dan Bolton (How & Ren, 2016), compulsive buying adalah urgensi atau keinginan yang tidak dapat ditahan dan tidak dapat dikendalikan, yang berakibat dalam aktivitas belanja yang berlebihan, menghabiskan banyak uang dan mengonsumsi waktu, seringkali segera dilakukan setelah mengalami perasaan negative, yang berakibat kesulitan social, masalah personal, dan kesulitan finansial.

(14)

Menurut pendapat Magee (1994), compulsive buying merupakan perilaku yang menyebabkan seorang individu untuk terus melakukan pembelian tanpa konsekuensi keuangan, social, atau psikologis. Adapun pendapat menurut Ditmar (2007) mengartikan compulsive buying ialah perilaku compulsive buyer yang suka membeli, beralih menjadi fungsi performansi yaitu misalnya untuk mendapatkan status social yang berkaitan dengan nilai-nilai materialistik.

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa compulsive buying merupakan perilaku pembelian kronis yang memiliki karakteristik sebagai kesibukan pribadi dengan membeli produk secara berlebihan tanpa memikirkan konsekuensi finansial, social, serta psikologi, yang dimana hal ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi performansi atau status sosial dari compulsive buyer.

Faktor-faktor penyebab compulsive buying

Menurut Ditmar (dalam Diny, 2012), membagi faktor penyebab compulsive buying menjadi 2, yaitu faktor individu dan faktor luar individu:

1. Faktor individu

Ketika individu tersebut menjadikan barang yang dibeli merupakan simbol dari dirinya sendiri, dengan kata lain, barang yang dibeli bukan lagi sebagai pemuas kebutuhan individu melainkan sebagai symbol keberadaan status social individu tersebut.

2. Faktor luar individu

Ketika lingkungan atau masyarakat sekitar memberikan dorongan kepada individu tersebut

untuk membeli produk-produk demi meningkatkan status social pada dirinya sendiri.

Ditmar mengemukakan bahwa ada beberapa ciri perilaku compulsive buying, antara lain :

1. Ketika membeli barang hanya bertujuan untuk menjembatani actual self dengan ideal self atau disebut dengan self-discrepancies.

2. Akhir dari proses pembelian diikuti dengan perasaan depresi, dikarenakan habisnya uang individu tersebut untuk membeli hal-hal yang seharusnya tidak dia butuhkan yang hal ini diawali dengan perasaan menyesal atau bersalah atas perilaku compulsive tersebut.

O‟guin dan Faber (dalam Cole and Sherrel, 1995) sendiri memberikan aspek dalam perilaku compulsive buying tersebut, yaitu (1) Kecenderungan untuk menghabiskan, dimana pelaku pembelian kompulsif menunjukkan kecenderungan pembelian yang lebih tinggi daripada pelaku pembeli yang biasa. (2) Aspek reaktif, berurusan dengan respon individu untuk dorongan yang kuat untuk membeli suatu barang. Dengan demikian, seorang individu menunjukkan perilaku pembelian kompulsif mungkin merasa bahwa motivasi atau mendesak untuk membeli sesuatu yang di luar kendali mereka, sementara pelaku pembelian normal tidak akan melihat motivasi seperti itu untuk membeli pembelian yang tak terkendali. (3) Perasaan bersalah pasca pembelian, pelaku pembelian kompulsif akan selalu merasa bersalah ketika melakukan kebiasaan perilaku pembelian kompulsif.

Hubungan compulsive buying terhadap perilaku berhutang (dissaving)

(15)

keinginan yang tidak dapat ditahan serta dikendalikan sehingga dengan perilaku tersebut mengakibatkan berkurangnya finansial secara drastis.

Sedangkan menurut Collins (1993), dissaving adalah pengeluaran untuk konsumsi yang lebih besar daripada pendapatan, perbedaan ini dibayarkan dari tabungan sebelumnya. Berdasarkan teori tersebut, individu akan melakukan perilaku berhutang ketika pengeluaran yang dialaminya mengalahkan pendapatan yang dia terima.

Berdasarkan uraian diatas, maka didapatkan bahwa compulsive buying adalah perilaku yang dimana individu akan melakukan pembelian secara berulang dan tidak terencana sebelumnya terutama pada pembelian akan barang-barang dengan merek ternama guna untuk meningkatkan status sosialnya. Pembelian secara mendadak dengan harga yang relative tinggi ini mengakibatkan kondisi finansial individu tersebut akan menurun, dikarenakan pembelian dengan harga yang relative tinggi tersebut, serta dilakukan secara tidak terencana, sehingga tidak memungkiri individu tersebut cenderung akan melakukan pinjaman atau perilaku berhutang (dissaving) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pembeliannya tersebut yang disebabkan pengeluaran ektrim yang dilakukannya melebihi dari pendapatan yang individu tersebut miliki.

Hipotesa

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang ingin didapat adalah ada hubungan antara compulsive buying terhadap perilaku berhutang (dissaving). Semakin tinggi compulsive buying, maka akan semakin tinggi pula perilaku berhutangnya, semakin rendah compulsive buying, maka akan semakin rendah pula perilaku berhutangnya.

METODE PENELITIAN Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat hubungan antara 2 variabel, yaitu untuk mengetahui hubungan antara compulsive buying terhadap perilaku berhutang (dissaving) pada mahasiswa Kota Malang.

Subjek penelitian

(16)

Tabel 1. Jumlah Populasi dan Sampel Subjek Penelitian

No. Fakultas Populasi Sampel

1 Fakultas Agama Islam 785 7

2 Fakultas Hukum 2024 18

3 Fakultas Teknik 5624 50

4 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 4895 44

5 Fakultas Ilmu Keguruan 5179 46

6 Fakultas Ekonomi dan Bisnis 4292 39

7 Fakultas Ilmu Kesehatan 2036 18

8 Fakultas Kedokteran 660 6

9 Fakultas Psikologi 1751 16

10 Fakultas Peternakan dan Perikanan 2622 24

Total 29.363 268

Variabel dan instrumen penelitian

Pada penelitian ini, terdapat 2 variabel yang terdiri dari variable bebas dan variable terikat. Variable bebas (independent variables) adalah variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi faktor-faktor yang diukur. Dalam hal ini, variable bebasnya adalah compulsive buying, yaitu suatu perilaku yang menyebabkan individu melakukan pembelian secara terus menerus tanpa memikirkan konsekuensi finansial, social, serta psikologisnya.

Variable terikat (dependent variables) merupakan faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variable bebas. Dalam hal ini, variabel terikatnya adalah perilaku berhutang (dissaving), yaitu pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan yang diterima oleh individu.

Instrument dalam penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam melakukan sebuah pengumpulan data. Instrument yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah lembar angket/kuesioner. Bentuk item kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah item kuesioner tertutup, yang dimana pertanyaan yang dicantumkan telah disesuaikan oleh peneliti. Alternative jawaban yang disediakan bergantung pada pemilihan peneliti sehingga responden hanya bisa memilih jawaban yang mendekati pilihan paling tepat dengan yang dialaminya.

(17)

3) Perasaan bersalah pasca pembelian. Skala ini memiliki hasil uji validitas yang bergerak antara 0.349 – 0.707 dan reliabilitas dengan cronbach’s alpha sebesar 0.794 dengan jumlah item 13 butir. . Setelah dilakukan try out oleh peneliti, pada skala compulsive buying didapat hasil uji validitas yang bergerak antara 0.175 – 0.598 dan reliabilitas dengan cronbach’s alpha sebesar 0.760 dengan 11 item yang dinyatakan valid dan 2 item dinyatakan tidak valid (gugur).

Sedangkan pada skala perilaku berhutang (dissaving) disusun berdasarkan indikator yang dikemukakan oleh Katona (1951) dan pernah digunakan oleh Nugroho (2010), dengan aspek yaitu 1) Ketidakmampuan untuk memenuhi pengeluaran yang diperlukan dari pendapatan, 2) Keengganan untuk menjaga pengeluaran biasa pada tingkat pendapatan, 3) Kesediaan untuk membuat pengeluaran yang tidak biasa. Skala ini memiliki hasil uji validitas yang bergerak antara 0.348 – 0.776 dan reliabilitas dengan cronbach’s alpha sebesar 0.902 yang terdiri dari 25 item total didapatkan 22 item dinyatakan valid dan 3 item dinyatakan tidak valid (gugur). Setelah dilakukan try out oleh peneliti, didapat hasil uji validitas yang bergerak antara 0.257 – 0.599 dan reliabilitas dengan cronbach’s alpha sebesar 0.842 dengan 22 item dinyatakan valid semua dan tidak ada item yang tidak valid (gugur).

Tabel 2. Indeks Validitas dan Reliabitas Alat Ukur Penelitian

Skala Jumlah Item Valid Indeks Validitas Indeks Reliabilitas

Compulsive buying 11 0.175 – 0.598 0.760

Perilaku berhutang (dissaving)

22 0.257 – 0.599 0.842

Penilaian atau skoring skala ini bergerak dari angka 1 hingga 4 untuk item unfavourable, dimana untuk alternative jawaban “Sangat Setuju (SS)” diberi skor 1; “Setuju (S)” diberi skor 2; “Tidak Setuju (TS) diberi skor 3; dan untuk jawaban “Sangat Tidak Setuju (STS)” diberi skor 4. Sedangkan untuk item favourable bergerak dari angka 4 hingga 1, dimana pada alternative jawaban “Sangat Setuju (SS)” diberi skor 4; “Setuju (S)” diberi skor 3; “Tidak Setuju (TS) diberi skor 2; dan untuk jawaban “Sangat Tidak Setuju (STS)” diberi skor 1.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Prosedur di awali dengan pendalaman materi dan penyusunan skala model likert yang telah diadaptasi bentuknya, yaitu skala compulsive buying dan skala perilaku berhutang. Selanjutnya peneliti menyebarkan skala untuk dilakukannya try out pada 100 subjek, dimana subjek merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Setelah melaksanakan penyebaran skala try out, peneliti melakukan analisa validitas dan reliabilitas pada kedua skala yang akan digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil try out ditemukan bahwa terdapat 2 item yang tidak valid pada skala compulsive buying.

(18)

moment untuk mengetahui hubungan antara compulsive buying dengan perilaku berhutang dengan menggunakan bantuan software komputer IBM statistics SPSS 21. Arah korelasi ini diikuti dengan koefisien korelasi yang bergerak antara -1 hingga +1, jika korelasi yang memiliki koefisien -1, maka hal ini disebut koefisien negatif sempurna, begitu pula sebaliknya, jika korelasi yang memiliki koefisien +1, maka hal ini disebut koefisien positif sempurna (Winarsunu,2002). Ketika hasil korelasi didapat, peneliti menyusun kesimpulan berdasarkan output hasil analisa data dan memaparkan hasil penelitian serta pembahasan dari penelitian secara keseluruhan.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisa data pada skala yang telah disebarkan kepada 268 subjek yang terbagi atas 10 fakultas Universitas Muhammadiyah Malang, menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara compulsive buying dengan perilaku berhutang (dissaving) dengan skor angka korelasi (r = 0.514) dan dengan hasil probabilitas (p = 0.000). Sumbangan efektifnya (r2) variabel compulsive buying kepada perilaku berhutang (dissaving) sebesar 26.41%.

Tabel 3. Korelasi Product Moment Compulsive Buying Dengan Perilaku Berhutang (dissaving)

Variabel Compulsive buying

N r r2 p

Perilaku berhutang

(Dissaving) 268 0.514 26.41 0.000

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa perilaku berhutang (dissaving) dengan compulsive buying memiliki tingkat signifikansi dan korelasi yang positif. Hasil analisa korelasi product-moment menunjukkan bahwa perilaku berhutang (dissaving) dengan compulsive buying (p = 0.000, r = 0.514) berkorelasi secara signifikan dan memiliki arah hubungan yang positif yang berarti jika perilaku compulsive buying meningkat maka perilaku berhutang (dissaving) juga meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika perilaku compulsive buying rendah, maka perilaku berhutang (dissaving) juga rendah. Adapun deskripsi data dari penelitian ini yang akan dijabarkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 4. Deskripsi Data

N Skor Minimum Skor Maximum Mean

Dissaving 268 28 79 47.18

Compulsive Buying

(19)

Berdasarkan pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada variabel perilaku berhutang (dissaving) yang berjumlah 268 subjek memiliki skor minimum sebesar 28 dan skor maksimum sebesar 79 dengan rata-rata 47.18. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku berhutang. Begitu juga dengan variabel compulsive buying yang berjumlah 268 subjek memiliki skor minimum sebesar 13 dan skor maksimum sebesar 40 dengan rata-rata 27.13. Dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki kecenderungan untuk melakukan compulsive buying pula.

DISKUSI

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada compulsive buying dengan perilaku berhutang (dissaving) yang dilakukan oleh mahasiswa dan sumbangan efektif (r2) dengan skor 26.41%. Hal ini menunjukkan bahwa compulsive buying dan perilaku berhutang (dissaving) memiliki korelasi positif, sehingga ketika compulsive buying tinggi maka perilaku berhutang (dissaving) akan tinggi pula, begitu juga sebaliknya ketika compulsive buying rendah maka perilaku berhutang (dissaving) akan rendah pula. Namun, dari hasil sumbangan efektifnya menyatakan bahwa perilaku berhutang (dissaving) tidak hanya dipengaruhi oleh compulsive buying saja, melainkan terdapat faktor-faktor lain yang mampu menyebabkan individu melakukan perilaku berhutang (dissaving).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal dimana hipotesis peneliti menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara compulsive buying dengan perilaku berhutang (dissaving). Berdasarkan hasil penelitian, telah membuktikan bahwa sikap yang dilakukan seseorang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam hal ini sikap compulsive buying seseorang mampu mempengaruhi perilaku berhutang (dissaving) individu tersebut terutama individu dengan jenjang pendidikan S1. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Livingstone dan Lunt (1992) yang mengemukakan bahwa faktor perilaku seseorang mampu menjadi prediktor penting dalam berhutang yang mana hal tersebut dilakukan oleh individu yang memiliki rentang usia antara 18-82 tahun.

Kebutuhan akan selalu melekat pada tiap intisari suatu individu. Maslow (1943) membagi kebutuhan menjadi 5 tingkatan. Fisiologis, rasa aman, dicintai dan disayangi, harga diri, dan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan-kebutuhan yang ada pada diri tiap manusia. Tiap-tiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perkembangan jaman saat ini seperti menuntun seseorang pada kebutuhan akan penghargaan diri mereka. Perkembangan era modern seperti saat ini membuat individu berlomba-lomba dalam peningkatan harga diri mereka. Hal ini membuat individu selalu ingin tampil berkelas agar tidak ketinggalan jaman dan tidak merasa dikucilkan. Shoping merupakan salah satu cara agar individu mendapatkan barang atau produk dengan merk terkenal dan ketika individu tersebut mendapatkan produk tersebut, secara tidak langsung ketenarannya akan meningkat dan merasa lebih percaya diri. Gaya hidup yang seperti ini akan membentuk individu menjadi pribadi materialistik dan hedonisme yang menganggap tujuan hidup mereka hanya untuk kesenangan duniawi.

(20)

pengaruh yang sangat kuat terhadap compulsive buying. Dittmar (2005) juga mendefinisikan compulsive buying adalah perilaku akan kesenangan membeli yang beralih menjadi nilai performansi seperti meningkatkan status sosial yang memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai materialistik. Kelemahan dari pelaku compulsive buying adalah ketidakmampuannya dalam mengendalikan atau menahan perasaan ingin membeli suatu produk (Kristanto, 2011). Pelaku compulsive buying akan selalu merasa ingin membeli produk ketika dia melakukan aktivitas berbelanja. Pelaku compulsive buying tidak akan merasa tenang ketika dia belum mendapatkan barang tersebut, namun ketika pelaku compulsive buying telah mendapatkan apa yang ingin dia beli, dia akan merasa tenang walaupun muncul perasaan bersalah dalam pembeliannya tersebut.

Perilaku berbelanja selalu berkaitan erat dengan yang namanya uang atau finansial seseorang. Perilaku ini merupakan tindakan ekonomi dalam suatu pembelian. Menukarkan uang untuk mendapatkan barang yang diinginkan dan begitu juga dengan perilaku compulsive buying. Compulsive buyer akan melakukan pembelian produk dengan merk terkenal yang notabennya memiliki harga yang relative tinggi. Ketika suatu individu melakukan pembelian secara impulsive dan berulang dengan kondisi finansial yang terbatas, individu tersebut akan mengalami gangguan finansial akibat pembelian yang dilakukannya dan ketika keuangannya sedang menurun, individu tersebut akan mencari cara untuk mendapatkan uang tambahan yang salah satunya adalah berhutang.

Perilaku berhutang (dissaving) sendiri diartikan sebagai lebih besarnya pengeluaran yang dilakukan suatu individu daripada pendapatan yang diterima (Katona, 1951). Pendapatan dapat dianalogikan sebagai garasi untuk kendaraan roda 4 atau mobil dan pengeluaran dapat dianalogikan sebagai sebuah truk besar. Perilaku berhutang (dissaving) dapat dianalogikan sebagai truk besar yang ingin parkir di garasi yang notabennya untuk kendaraan roda 4 atau mobil. Tentu saja hal ini tidak seimbang sehingga menimbulkan suatu permasalahan tertentu. Keynes juga berpendapat tentang perilaku berhutang (dissaving) yaitu bahwa jika pendapatan suatu individu meningkat, maka tingkat konsumsinya akan meningkat pula, namun jumlah peningkatan konsumsinya tidak sama besar atau relative lebih besar jika dibandingkan dengan kenaikan pendapatannya. Begitu juga sebaliknya, ketika pendapatan seseorang menurun, tingkat konsumsinya akan menurun namun penurunannya tersebut tidak sebanding dengan penurunan pendapatan.

Seorang mahasiswa yang notabennya masih dijatah atau ditanggung oleh orang tuanya, ketika melakukan pembelian ekstrim dan dilakukan secara berulang atau yang disebut compulsive buying, maka kondisi finansialnya akan menurun secara drastis akibat pembeliannya tersebut sehingga pendapatan yang dia terima tidak akan cukup akibat pengeluaran yang dilakukannya secara terus menerus. Sehingga ketika mahasiswa tersebut membutuhkan uang entah digunakan untuk kepentingan sehari-hari atau untuk memenuhi kebutuhannya akan membeli produk dengan brand ternama guna meningkatkan status social, mahasiswa tersebut akan meminjam uang kepada kerabat dekatnya.

Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat korelasi antara compulsive buying dengan perilaku berhutang (dissaving) pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis korelasi pada angket yang disebar pada 268 subjek yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dua variable tersebut.

(21)

tersendiri untuk mereka penuhi seperti yang diungkapkan oleh Abraham Maslow pada teori hierarchy of needs dan ketika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan muncul perasaan rendah diri, merasa terkucilkan, serta putus asa dalam menjalani kegiatan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, individu akan melakukan peningkatan pada status social diri dan memelihara gaya hidup mereka mulai dari menggunakan barang atau produk dengan bermerk tinggi atau terkenal. Dengan melakukan hal tersebut, individu akan merasa dirinya berada pada puncak ketenaran dan meningkatnya kepercayaan diri mereka. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Workman (2015) yang menyebutkan bahwa seseorang mengalami ketertarikan emosional pada suatu merk tertentu terutama merk dengan tingkat kepopularitas yang tinggi sehingga hal ini memunculkan suatu perilaku membeli produk secara impulsive dan akan berlangsung secara terus menerus yang disebut compulsive buying.

Menurut Magee (1994) pelaku compulsive buying akan mengalami konsekuensi psikologi, social, dan keuangan akibat terus melakukan pembelian. Pembelian yang dilakukan tanpa henti serta secara impulsive ini akan berakibat merosotnya permasalahan ekonomi dan untuk memenuhi kebutuhan individu yang lainnya seperti kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan mendadak lainnya, individu tersebut akan memilih jalan berhutang. Ketika seseorang memutuskan untuk berhutang, dia diwajibkan untuk mengembalikan hutang tersebut saat dia menerima pendapatannya. Namun ketika perilaku compulsive buying itu tetap muncul, dia akan tetap melakukan pembelian disertai dengan pengembalian hutang yang sebelumnya. Sehingga hal itu membuat pendapatan yang dia terima akan selalu kurang atau tidak cukup dan individu tersebut akan berhutang lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta individu tersebut tidak mampu untuk menyimpan keuangannya.

Ketika seseorang menganggap status social adalah tujuan utama hidupnya serta menjadikan hal tersebut sebagai gaya hidupnya, sehingga individu tersebut mengalami perilaku compulsive buying, maka perilaku compulsive buying tersebut mampu menjadi predictor penting suatu individu dalam melakukan perilaku berhutang (dissaving). Hal ini juga didukung dari penelitian yang dilakukan oleh Prasadjaningrum yang mengemukakan bahwa gaya hidup seseorang merupakan faktor terjadinya perilaku berhutang pada seseorang dengan kategori status mahasiswa serta penelitian yang dilakukan oleh Reisch et al (2010) yang menyatakan bahwa pelaku compulsive buying lebih dominan dilakukan oleh individu rentang usia 24-44 tahun. Ketika seseorang menuntut pemenuhan gaya hidupnya, seseorang tersebut akan melakukan berbagai cara agar tuntutan akan gaya hidupnya terpenuhi sehingga mampu meningkatkan atau mempertahankan status sosialnya di hadapan orang lain. Berhutang merupakan salah satu cara agar pemenuhan gaya hidupnya tercapai ketika kondisi ekonomi sedang merosot.

(22)

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara compulsive buying dengan perilaku berhutang (dissaving). Hal ini dibuktikan dengan skor korelasi r sebesar 0.514 dengan taraf signifikan 0.000 (p < 0.05), dengan kata lain semakin tinggi compulsive buying maka semakin tinggi pula perilaku berhutang (dissaving), dan sebaliknya semakin rendah compulsive buying maka semakin rendah pula perilaku berhutang (dissaving). Adapun sumbangan efektif (r2) compulsive buying terhadap perilaku berhutang (dissaving) sebesar 26.41% yang berarti terdapat 73.59% perilaku berhutang (dissaving) dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu faktor gaya hidup (lifestyle), perilaku hedonisme, sikap terhadap uang, dan faktor eksternal (tersedianya kartu kredit dari pihak bank).

Implikasi penelitian ini bagi masyarakat ialah perilaku berhutang merupakan sebuah perilaku yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dengan meminjam uang kepada orang lain sehingga memerlukan banyaknya pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam berhutang agar tidak menimbulkan efek psikologis seperti stress. Perilaku berbelanja secara impulsif dan berulang mampu mengakibatkan seseorang tidak mempertimbangkan keputusannya dalam berhutang sehingga menimbulkan berbagai masalah yang akan muncul silih berganti seperti masalah menurunnya finansial, meningkatnya tingkat stress dan depresi, gangguan sosial. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan salah satu variabel hendaknya menggunakan sampel penelitian yang lebih beragam variasinya, seperti jenis subjek penelitian yang telah memiliki penghasilan sendiri, atau sikap berdasarkan suatu budaya daerah tertentu, dengan mempertimbangkan karekteristik demografi lainnya.

REFERENSI

Andrew, C.W. (2003). Debt as a Source of Financial Stress in Australian Households. School of Economics and Finance, Queensland University of Technology, School of Economic and Finance Discussion Paper and Working Paper No. 164.

Arikunto, Suharsimi, (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta

Brotoharsojo, H. (2005). Psikologi Ekonomi & konsumen. Jakarta : Universitas Indonesia

Bushra, A., and Bilal, A. (2014). “The Relationship of Compulsive Buying with Consumer Culture and Post-Purchase Regret”. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences. 8(3): 590-611

Cole,L and Sherrel, D. (1995).Comparing Scales to Measure Compulsive Buying: an Exploration of Their Dimensionality. Accessed on November 2nd, 2015 from http://www.acrwebsite.org/volumes/7779/volumes/v22/NA-22

(23)

Diny F.H. (2012). Hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan compulsive buying pada mahasiswa. Skripsi Psikologi, Program Sarjana, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Dittmar, H. (2005). “A New Look at „Compulsive Buying‟: Self-Discrepancies and Materialistic Values as Predictors of Compulsive Buying Tendency.” Journal of Social and Clinical Psychology, 24(5): 832-859.

Jalees, T, Amen, M, & Kazmi, Q. (2014). “A Structural Approach on Compulsive Buying Behaviour”. Institute of Business Administration Karachi.

How, O.S & Ren, T.Y. (2016). Navigating the Cyber World With Your Child: A Guide For Parents, Teachers, and Counsellors. Singapore: JCS Digital Solution Pte, Ltd.

Katona, G. (1951). Psychological Analysis of Economic Behaviour (1st ed.). USA: Mc-Graw-Hill company, Inc

Kempson E. (2002). Over-indebtness in Britain. Personal Finance Research Centre. Britain Kristanto, D. (2011). Pengaruh Orientasi Fashion, Money Attitude, dan Self-Esteem Terhadap

Perilaku Pembelian Kompulsif Pada Remaja. Skripsi Manajemen, Universitas Negri Surabaya. (Tidak Diterbitkan)

Lea, S.E.G, Webley, P. & Levine, M.R. (1993). The Economic Psychology of Consumer Debt. Journal of Economic Psychology 14, 85-119

Lee, S.H and Workman, J.E. (2015). “Compulsive Buying and Branding Phenomena”. Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity. Vol. 1(3).

Livingstone, S.M., and Lunt, P.K. (1992). Predicting personal debt and debt repayment:

Psychological, social and economic determinants. Journal of Economic Psychology, 13, 111-134

Magee, A. (1994). Compulsive Buying Tendency as a Predictor of Attitudes and Perceptions. Accessed on 22th September, 2015 from http://www.arcwebsite.org/volumes/7656/volumes/ v21/NA-21

Maki, D. M. (2000) The growth of consumer credit and the household debt service burden, Board of Governors of the Federal Reserve System Working Paper, No. 2000/12.

Nasution, A. (1987). Kamus Ekonomi. Semarang: Dahara Prize.

(24)

Nugroho, D.A. (2010). Hubungan antara Uncertainty avoidance dengan perilaku berhutang. Skripsi Psikologi, Program Sarjana, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

O‟Guinn, T. C., and R. J. Faber. (1989). Compulsive Buying: A phenomenological Exploration. Journal of Consumer Research, 16: 147-157.

Prasadjaningsih, MC. Oetami. (1998). Pengaruh Gaya Hidup, Nilai, Kepribadian, Sikap terhadap Pilihan Perilaku Berhutang: sebuah kajian lapangan. Tesis psikologi, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok.

Quoquab, F., Yasin, N.M., Banu, S. (2013). “Compulsive Buying Behaviour Among Young Malaysian Consumer”. World Review of Business Research. Vol.3(2): 141-154.

Reisch, L.A., Gwozdz, W., and Raab, G. (2010). “Compulsive Buying in Denmark”. Copenhagen Business School.

Sharma, V., Narang, K., Rajender, G., and Bhatia, M.S. (2009), “Shopaholism(Compulsive Buying) –A New Entity”. Delphi Psychiatri Journal. Vol. 12(1).

Shohib, M. (2015). “Sikap Terhadap Uang dan Perilaku Berhutang”. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan (JIPT). Vol. 3(1): 132-143.

Sugiyono, (2011), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta

Suharsaputra U, (2012), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Bandung : PT Refika Aditama

Winarsunu, T. (2006). Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan (Ed. Revisi). Malang: UMM Press.

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

A. BLUEPRINT

BLUEPRINT SKALA COMPULSIVE BUYING

No. Aspek Indikator Perilaku Item

Unfavourable Favourable

(26)

sesuatu.

No. Aspek Indikator Perilaku Item

(27)
(28)

B. SKALA

1. Skala Perilaku Berhutang

No. Pernyataan SS S TS STS

1 Saya mampu menyesuaikan antara pengeluaran dan uang bulanan/kiriman saya

2 Saya berusaha menjaga pengeluaran saya agar tidak melebihi uang bulanan/kiriman saya

3 Saat ini harga barang-barang kebutuhan naik, sehingga saya tidak mampu menyesuaikan keuangan saya

4 Saya harus dapat menyisakan uang saku saya untuk ditabung setiap bulannya

5 Saya tidak akan membeli barang secara berlebihan ketika keuangan saya sedang menipis

6 Saya melakukan pembelanjaan diluar kebutuhan saya

7 Ketika saya ingin membeli barang yang saya inginkan, saya akan melakukan meskipun tidak punya uang

8 Uang saku saya tiap bulan cukup untuk membiayai kebutuhan saya

9 Kebutuhan pengeluaran saya lebih besar dari pada uang bulanan/kiriman saya tiap bulan

10 Saya kesulitan untuk mengatur pengeluaran saya

11 Ketika berbelanja, saya akan membeli barang yang saya butuhkan dengan harga yang sesuai

12 Saat uang saya menipis, saya berusaha untuk mencukupkannya

13 Saya berusaha mencukupkan pengeluaran saya sehingga tidak sampai mencari pinjaman uang

14 Saya selalu membeli barang yang saya suka meskipun tidak terlalu membutuhkannya

15 Saya tidak sampai meminjam kepada orang lain untuk memenuhi keperluan saya

16 Saya hanya berbelanja sesuai dengan kebutuhan saya tiap bulan

17 Pengeluaran saya tiap bulan lebih besar dari uang bulanan/kiriman saya

(29)

pihak lain

19 Uang saku saya tiap bulan selalu habis, sehingga tidak ada sisa untuk ditabung

20 Saya selalu membeli barang yang saya suka, meskipun harganya tidak terjangkau keuangan saya

21 Saya selalu berbelanja sesuai dengan keadaan keuangan saya

22 Ketika saya kehabisan uang, saya mencari pinjaman kepada orang lain

2. Skala Compulsive Buying

No Pernyataan SS S TS STS

1 Ketika saya punya uang, saya tidak menghabiskan uang tersebut secara langsung.

2 Saya terkadang spontan untuk membeli sesuatu

3 Bagi saya, berbelanja adalah cara menghadapi stress dalam kehidupan sehari-hari saya

4 Saya kadang-kadang merasa ada sesuatu dalam diri saya yang mendorong untuk membeli

5 Terkadang uang kiriman saya selalu habis terlebih dahulu sebelum kiriman yang akan datang.

6 Saya mampu menahan perasaan untuk membeli barang ketika sedang berjalan di pusat perbelanjaan.

7 Terkadang saya merasa memiliki motivasi dalam diri saya untuk membeli barang ketika memasuki pusat perbelanjaan.

8 Terkadang saya memiliki dorongan yang tidak bisa dijelaskan, sebuah keinginan mendadak dan spontan, untuk pergi dan membeli sesuatu.

9 Sesaat setelah kiriman uang dari orang tua, saya langsung pergi ke pusat perbelanjaan untuk berbelanja sesuatu.

10 Saya adalah orang yang sering menanggapi atas penawaran dari para penjual

(30)

C. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Uji Validitas dan Reliabilitas skala compulsive buying.

Case Processing Summary

a. Listwise deletion based on all variables in the

(31)

item_8 29.91 14.749 .578 .622

item_9 30.44 15.825 .396 .651

item_10 30.24 16.811 .197 .678

item_11 30.21 18.349 -.064 .710

item_12 30.26 18.275 -.083 .728

item_13 29.78 16.618 .220 .675

R tabel : 0.17

Item tidak valid : item 11, dan item 12

2. Uji Validitas dan Reliabilitas skala compulsive buying (setelah direduksi)

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 100 100.0

Excludeda 0 .0

Total 100 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

.760 11

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

item_1 1.88 .686 100

item_2 2.82 .757 100

item_3 2.59 .889 100

item_4 2.92 .631 100

item_5 2.72 .740 100

item_6 2.11 .751 100

(32)

item_8 2.72 .712 100

item_9 2.19 .677 100

item_10 2.39 .695 100

item_13 2.85 .716 100

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item Deleted

Corrected

Item-Total

Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

item_1 25.96 16.746 .189 .767

item_2 25.02 14.767 .505 .729

item_3 25.25 13.341 .639 .706

item_4 24.92 14.963 .598 .721

item_5 25.12 15.137 .451 .736

item_6 25.73 16.563 .188 .770

item_7 25.19 15.772 .458 .738

item_8 25.12 14.450 .614 .715

item_9 25.65 15.462 .443 .738

item_10 25.45 16.210 .283 .757

item_13 24.99 16.737 .175 .770

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

27.84 18.277 4.275 11

3. Uji Validitas dan Reliabilitas skala perilaku berhutang

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 100 100.0

Excludeda 0 .0

Total 100 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

(33)

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items

N of Items

.842 .843 22

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

item_1 2.23 .679 100

item_2 1.85 .657 100

item_3 2.66 .714 100

item_4 2.03 .822 100

item_5 1.63 .646 100

item_6 2.47 .745 100

item_7 1.97 .870 100

item_8 2.23 .763 100

item_9 2.59 .740 100

item_10 2.64 .916 100

item_11 1.80 .569 100

item_12 1.74 .543 100

item_13 1.90 .810 100

item_14 2.32 .764 100

item_15 2.15 .730 100

item_16 2.10 .644 100

item_17 2.56 .770 100

item_18 2.17 .766 100

item_19 2.43 .807 100

item_20 2.14 .682 100

item_21 1.89 .567 100

(34)

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item Deleted

Corrected

Item-Total

Correlation

Squared

Multiple

Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

item_1 45.48 54.070 .513 .551 .831

item_2 45.86 53.475 .599 .594 .828

item_3 45.05 55.967 .298 .427 .839

item_4 45.68 55.149 .314 .487 .840

item_5 46.08 54.600 .487 .413 .832

item_6 45.24 54.730 .397 .485 .836

item_7 45.74 55.507 .262 .298 .842

item_8 45.48 55.949 .274 .464 .841

item_9 45.12 54.288 .443 .509 .834

item_10 45.07 52.369 .487 .549 .832

item_11 45.91 57.052 .266 .367 .840

item_12 45.97 57.161 .269 .361 .840

item_13 45.81 53.994 .421 .399 .835

item_14 45.39 54.261 .428 .594 .834

item_15 45.56 55.158 .366 .616 .837

item_16 45.61 55.594 .381 .369 .836

item_17 45.15 55.179 .340 .464 .838

item_18 45.54 53.099 .535 .695 .830

item_19 45.28 52.891 .521 .524 .830

item_20 45.57 53.480 .573 .549 .829

item_21 45.82 57.139 .257 .360 .840

item_22 45.50 53.869 .492 .604 .832

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

47.71 59.663 7.724 22

R tabel : 0.17

(35)

D. KORELASI PRODUCT MOMENT dan DESKRIPSI STATISTIK

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

dissaving 47.18 8.237 268

compulsive_buying 27.13 4.216 268

Correlations

dissaving compulsive_buy

ing

dissaving

Pearson Correlation 1 .514**

Sig. (2-tailed) .000

Sum of Squares and

Cross-products

18114.757 4769.687

Covariance 67.846 17.864

N 268 268

compulsive_buying

Pearson Correlation .514** 1

Sig. (2-tailed) .000

Sum of Squares and

Cross-products

4769.687 4745.164

Covariance 17.864 17.772

N 268 268

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Sum Mean Std.

Deviation

Variance

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std.

Error

Statistic Statistic

dissaving 268 51 28 79 12643 47.18 .503 8.237 67.846

compulsive_buying 268 27 13 40 7272 27.13 .258 4.216 17.772

(36)

E. DATA EXCEL KORELASI PRODUCT-MOMENT No. Dissaving Compulsive

Buying

No. Dissaving Compulsive Buying

1 53 36 135 40 30

2 57 20 136 46 25

3 45 26 137 54 29

4 36 26 138 35 27

5 41 33 139 36 20

6 54 33 140 41 27

7 41 27 141 37 22

8 55 28 142 47 19

9 53 28 143 45 23

10 42 29 144 39 24

11 51 31 145 48 30

12 41 26 146 43 24

13 49 33 147 47 33

14 56 29 148 43 21

15 56 30 149 57 25

16 47 30 150 42 26

17 48 26 151 41 24

18 45 26 152 32 21

19 57 30 153 45 25

20 55 30 154 47 29

21 51 30 155 47 24

22 36 26 156 41 21

23 54 29 157 45 24

(37)

25 43 25 159 51 25

26 49 28 160 44 25

27 51 30 161 37 28

28 42 24 162 50 24

29 36 26 163 41 26

30 52 29 164 49 24

31 44 23 165 49 20

32 42 29 166 42 28

33 59 39 167 55 31

34 46 26 168 47 29

35 49 29 169 49 25

36 49 26 170 54 30

37 36 31 171 45 26

38 51 29 172 32 24

39 51 29 173 47 26

40 42 23 174 34 25

41 31 20 175 56 28

42 44 27 176 38 23

43 41 25 177 40 21

44 38 27 178 44 20

45 47 22 179 46 24

(38)

47 47 30 181 57 28

48 55 27 182 38 23

49 49 28 183 41 28

50 50 28 184 34 22

51 48 29 185 46 28

52 46 27 186 45 28

53 43 27 187 46 28

54 46 25 188 51 25

55 44 28 189 43 21

56 58 32 190 49 28

57 54 32 191 56 34

58 60 33 192 64 31

59 64 40 193 45 29

60 38 23 194 46 23

61 49 22 195 59 28

62 43 24 196 45 24

63 59 28 197 35 28

64 40 23 198 64 34

65 57 30 199 59 31

(39)

67 62 28 201 64 37

68 28 19 202 45 22

69 47 23 203 44 25

70 36 35 204 55 30

71 37 13 205 40 23

72 46 31 206 49 27

73 49 29 207 63 32

74 37 24 208 44 27

75 39 36 209 42 27

76 43 26 210 45 29

77 48 25 211 48 29

78 39 32 212 48 24

79 48 30 213 43 25

80 50 26 214 46 22

81 47 25 215 44 25

82 43 20 216 46 24

83 58 23 217 64 37

84 53 23 218 47 29

85 55 27 219 42 23

(40)

87 34 25 221 45 27

88 37 27 222 57 29

89 63 35 223 46 29

90 45 27 224 43 24

91 49 27 225 48 29

92 48 35 226 45 24

93 41 29 227 42 27

94 51 29 228 79 37

95 50 31 229 46 28

96 58 34 230 51 27

97 53 32 231 46 23

98 46 31 232 41 25

99 66 34 233 34 19

100 34 25 234 48 27

101 47 30 235 51 35

102 47 18 236 61 34

103 59 27 237 41 28

104 66 33 238 39 28

105 52 31 239 44 26

(41)

107 36 31 241 54 27

108 43 24 242 39 29

109 40 30 243 44 29

110 39 31 244 42 22

111 41 26 245 57 25

112 50 31 246 47 28

113 48 28 247 55 28

114 49 26 248 38 16

115 47 14 249 34 29

116 29 25 250 33 34

117 38 16 251 48 31

118 44 25 252 44 22

119 48 27 253 41 25

120 51 31 254 46 28

121 44 27 255 54 29

122 44 25 256 56 27

123 34 22 257 38 27

124 36 32 258 59 31

125 43 29 259 42 24

(42)

127 70 37 261 45 24

128 40 25 262 48 29

129 36 22 263 40 21

130 40 21 264 57 30

131 52 28 265 66 32

132 44 26 266 62 31

133 52 25 267 65 30

Gambar

Tabel 4. Deskripsi Statistik ................................................................................................
Tabel 1. Jumlah Populasi dan Sampel Subjek Penelitian
Tabel 2. Indeks Validitas dan Reliabitas Alat Ukur Penelitian
Tabel 4. Deskripsi Data

Referensi

Dokumen terkait

Dari fenomena dan data penelitian di atas yang dilakukan oleh Funk (2004) salah satu penyebab agresi atau perilaku bullying adalah paparan kekerasan yang terjadi pada

Perilaku konsumtif mempengaruhi gaya hidup mahasiswi indekost. Hal tersebut karena perhatian mahasiswi indekost mudah teralihkan sehingga keputusan untuk membeli

Kesimpulan : Pengetahuan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS) mempengaruhi kejadian diare salah satunya kurangnya pengetahun ibu mengenali penyebab kejadian Diare dan

Nilai materialistik pada individu yang compulsive buying, dan bahwa secara signifikan perbedaan jenis kelamin dan faktor usia yang telah diamati, dikatakan bahwa semakin banyak

Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa semakin tinggi perilaku konsumtif yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula perilaku berhutang yang dimiliki mahasiswa.. Sebaliknya,

Dalam dunia sepakbola sebutan agresif memang sudah tidak asing lagi didengar, agresif ini adalah salah satu perilaku yang sering dilakukan para suporter

Mann-Whitney digunakan untuk menguji signi- fikansi perbedaan antara karakteristik individu dan keluarga, pengetahuan gizi dan kesehatan, gaya hidup, perilaku hidup

terdapat hubungan antara kepribadian openness to experience dan kemampuan perilaku inovatif, karena menurut penelitian terdahulu memaparkan bahwa individu yang