• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Cassia) Terhadap Indeks Apoptosis Sel Jantung Pada Tikus Jantan Diabetes Melitus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Cassia) Terhadap Indeks Apoptosis Sel Jantung Pada Tikus Jantan Diabetes Melitus"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum cassia)

TERHADAP INDEKS APOPTOSIS SEL JANTUNG PADA

TIKUS JANTAN DIABETES MELITUS: STUDI AWAL

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

HAIDAROTUL MILLA

NIM: 1113103000069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb.

Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala

rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta

salam semoga tetap tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta

keluarganya, sahabatnya, serta umatnya.

Alhamdulillahi rabbil alamin, penelitian ini telah selesai, da akan sulit

terselesaikan jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. DR. Arif Sumantri S.K.M., M. Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang selalu membimbing dan memberikan

kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan di Program Studi

Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr.Achmad Zaki, M. Epid, Sp. OT selaku Ketua Program Studi Program

Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta

seluruh dosen di prodi ini yang selalu membimbing serta memberikan

ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi

Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D,

FINASIM. selaku dosen pembimbing penelitian saya, yang selalu

membimbing dan mengarahkan dalam berjalannya penelitian ini.

4. Kedua orang tua tercinta H. Machfudz Shidiq dan Hj. Musdalifah Noor

yang selalu memberikan doa dan semangat kepada saya. Dan untuk

seluruh keluarga besar yang senantiasa membuat saya bersemangat

dalam menjalani proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan

Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. dr.Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab (PJ) modul riset

PSPD 2013, drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku PJ laboratorium

Riset, Ibu Nurlaely Mida R. S.Si. M.Biomed. DMS selaku PJ

laboratotium Animal house, Rr. Ayu Fitri Hapsari, M. Biomed, selaku

(6)

vi

laboratorium Biokimia, dr.Nurul Hiedayati, Ph.D. selaku PJ

Laboratorim Farmakologi yang telah memberikan izin atas penggunaan

lab pada penelitian ini.

6. Untuk teman seperjuangan penelitian saya, Ahmad Fahmi Zamzami,

Salsabila Firdausi, Hazrina Julia, dan Fahmi Fahrur Rozi.

7. Seluruh mahasiswa PSPD 2013 yang terus semangat dalam menimba

ilmu di UIN Syarif Hidayatullah.

8. Laboran yang terlibat Mba Ai, Mba Suryani, Mas Rachmadi, Mba Din.

Juga pada Mas Haris, Mas Panji yang sangat membantu berlangsungnya

penelitian ini.

9. Kak Nita Fitriani, senior dari Program Studi Farmasi 2012 yang telah

membantu saya dalam mengolah data.

10. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Saya menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan

laporan penelitian ini.

Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Ciputat, 29 Juni 2016

(7)

vii

ABSTRAK

Haidarotul Milla. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Ekstrak Kulit Kayu Manis (Cinnamomum cassia) terhadap Indeks Apoptosis Sel Jantung pada Tikus Jantan Diabetes Melitus: Studi Awal. 2016.

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel β pankreas memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu memproduksi insulin secara efektif sehingga penyakit ini ditandai dengan peningkatan glukosa darah atau dikenal sebagai hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia kronik menyebabkan beberapa komplikasi termasuk diantaranya kardiomipati diabetik. Penelitian sebelumnya kayu manis

(Cinnamomum cassia) dilaporkan memiliki efek hipoglikemik dan antioksidan

yang dapat memperbaiki kerusakan sel jantung pada kultur sel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak kayu manis dengan dosis 200 mg/kgBB/hari per oral selama 28 hari terhadap indeks apoptosis sel jantung pada tikus jantan diabetes melitus. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada indeks apoptosis sel jantung dengan pemberian kayu manis dibandingkan dengan kelompok kontrol (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa kayu manis mempunyai efek antioksidan yang dapat memperbaiki kerusakan sel jantung akibat keadaan hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus.

Kata kunci : Kayu manis, diabetes mellitus, apoptosis sel jantung, tikus.

ABSTRACT

Haidarotul Milla. Medical Education Study Program. Effect of Cinnamon Bark Extract (Cinnamomum cassia) on Cardiac Cell Apoptotic Index in diabetic rats: Preliminary Study. 2016

Diabetes Melitus is a metabolic disease arising from insulin deficiency or ineffectiveness of the insulin produced by the body. DM characterized by elevated blood glucose may as known hyperglycemia. The chronic hyperglycemia state causes several complications including diabetic cardiomyopathy. The previous study has reported that cinnamon barks (Cinnamomum cassia) improves the cardiac cell destruction in cell culture. This study determine the effects of oral administration of cinnamon extract in a dose of 200 mg/kg body weight for 28 days on cardiac cell apoptotic index in STZ induced diabetic rats. Our result have shown that cinnamon extract has reduced cardiac cell apoptotic index significantly compared to the control group (p < 0,05). It is concluded that cinnamon extract has antioxidant effects which may improves the cardiac cell apoptotic in diabetes mellitus.

(8)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

1.3Tujuan Penelitian. ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Bagi Peneliti ... 4

1.4.2 Bagi Institusi ... 4

1.4.3 Bagi Masyarakat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka Diabetes Melitus (DM) ... 5

2.1.1 Definisi DM ... 5

2.1.2 Klasifikasi DM ... 7

2.1.3 Fisiologi Pankreas dan Insulin ... 8

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi DM ... 9

2.1.5 Diagnosis DM ... 10

2.1.6 Tatalaksan DM ... 11

2.1.6.1 Terapi Gizi Medis ... 11

2.1.6.2 Latihan Jasmani ... 11

2.1.6.3 Terapi Farmakologi ... 11

2.1.7 Komplikasi DM ... 12

2.1.7.1 Komplikasi Metabolik Akut ... 12

2.1.7.2 Komplikasi Kronik Jangka Panjang ... 13

2.1.7.3 Kardiomiopati Diabetik (DCM) ... 15

2.1.7.3.1 Patofisiologi DCM ... 16

2.2 Tinjauan Kayu Manis(Cinnamomum cassia) ... 17

2.2.1 Kayu Manis (Cinnammomum cassia) ... 17

2.2.2 Kandungan Kimia dalam Kayu manis ... 19

(9)

ix

2.3.1 Definisi STZ ... 20

2.3.2 Struktur dan mekanisme kerja STZ ... 20

2.3.3 Dosis STZ ... 22

2.4 Pewarnaan Terminal deoxynucleotidyl transferasemediated dUTP nick end labeling (TUNEL) deteksi apoptosis sel ... 23

2.5 Kerangka Konsep ... 25

2.6 Definisi Operasional ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Desain Penelitian ... 27

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

3.2.1 Waktu Penelitian ... 27

3.2.2 Tempat Penelitian ... 27

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

3.3.1 Kriteria Inklusi ... 28

3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 29

3.4 Cara Kerja Penelitian ... 29

3.4.1 Alat Penelitian ... 29

3.4.2 Bahan Penelitian ... 29

3.4.3 Adaptasi Hewan Sampel ... 30

3.4.4 Induksi Streptozotocin (STZ) ... 30

3.4.5 Pemberian Ekstrak Kayu Manis terhadap Tikus ... 30

3.4.6 Tahap Sacrifice (Pembedahan) ... 30

3.4.7 Tahap Pewarnaan TUNEL ... 31

3.4.7.1 Deparafinisasi ... 31

3.4.7.2 Proses Enzimatik ... 31

3.4.7.3 Proses Inaktivasi Endogen Peroksida ... 32

3.4.7.4 Proses Labeling ... 32

3.4.7.5 Proses Reaksi Antibodi ... 32

3.4.7.6 Proses Pengembangan Warna ... 32

3.4.7.7 Proses Counterstaining ... 33

3.4.7.8 Proses Dehidrasi Preparat ... 33

3.4.7.9 Fiksasi Preparat ... 33

3.5 Pengamatan Jaringan ... 33

3.6 Pengolahan Analisa dan Analisa Data ... 33

3.7 Alur Penelitian ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Hasil dan Pembahasan ... 36

4.2 Keterbatasan Penelitian ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

BAB VI KERJASAMA PENELITIAN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM di Indonesia ... 5

Tabel 2.2 Kriteria diagnosis DM ... 10

Tabel 4.1 Rata-rata dan standar deviasi glukosa darah tikus setiap kelompok penelitian ... 36

Tabel 4.2 Hasil analisis Uji Oneway Annova ... 38

Tabel 4.3 Hasil analisis Uji Post-hoc LSD ... 38

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1Sel-sel Pulau Langerhans Pankreas ... 7

Gambar 2.2 Skematik Reseptor Insulin ... 8

Gambar 2.3 Mekanisme Stress Oksidatif Menginduksi Apoptosis Sel ... 17

Gambar 2.4 Tanaman Kayu Manis (C. cassia) ... 18

Gambar 2.5 Struktur Kimia Cinnamaldehid ... 19

Gambar 2.6 Struktur Kimia STZ ... 21

Gambar 2.7 Skematik Uptake Selektif STZ pada Sel β Pankreas ... 22

Gambar 4.1 Hasil pewarnaan TUNEL perbesaran 20x ... 39

Gambar 7.1 Hasil Determinasi Tanaman ... 49

Gamber 7.2 Surat Keterangan Tikus Sehat ... 50

Gambar 7.3 Proses Inkubasi ... 54

Gambar 7.4 Proses Labeling ... 54

Gambar 7.5 Proses Pencampuran Reagen ... 54

Gambar 7.6 Proses Deparafinisasi ... 54

Gambar 7.7 Proses Homogen PBS... 55

Gambar 7.8 Proses Covering... 55

Gambar 7.9 Proses Pengeringan Preparat ... 55

Gambar 7.10 Proses Sterilisasi Alat ... 55

Gambar 7.11 Proses Penataan Preparat ... 55

Gambar 7.12 Proses Fiksasi Preparat ... 55

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Rerata persentase jumlah apoptosis sel jantung pada semua kelompok penelitian ... 36

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Hasil Determinasi/ Identifikasi Bahan Uji. ... 49

Lampiran 2. Surat Keterangan Tikus Sehat ... 50

Lampiran 3. Gambar Proses Penelitian ... 51

(11)

xi

DAFTAR SINGKATAN

ADA : American Diabetes Association AGEs : Advanced Glycation End Products Ang-2 : Angiopoietin 2

cAMP : cyclic Adenosine Mono Phosphate

Cc : Cinnamomum cassia

CTGF : Connective Tissue Growth Factor

D : Diabetes

Depkes : Departemen Kesehatan DM : Diabetes Melitus DNA : Deoxybonucleic Acid

EDTA : Ethylen Diamine Tetraacetic Acid GDM : Gestational Diabetes Mellitus GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu GDS : Gula Darah Sewaktu

GFAT : Glutamine Fructose 6-Phosphate Amidotransferase GLUT : Glucosa Transporter

GSH : Glutathione

HPLC : High-perfomance Liquid Chromatography ICAM-1 : Intracellular Adhesion Molecule-1

IDDM : Insulin-dependent Diabetes Melitus

IDF : Internasional Diabetes Federation

IPB : Institute Pertanian Bogor

IRS : Insulin Reseptor Substrate

KAD : Ketoasidosis Diabetik Kemenkes : Kementrian Kesehatan kgBB : kilogram Berat Badan

MHCP : Methyl Hidroxy Chalcone Polymer mg/dL : miligram per desiliter

mg/kgBB : miligram per kilogram Berat Badan mL : mili Liter

MLD-STZ : Multiple Low Dose Streptozotocin

N : Normal

NGSP : National Glycohaemoglobin Standarization Program NIDDM : Noninsulin-dependent Diabetes Melitus

n : Sampel

NO : Nitrit Oxide

O-GlcNAc : O-linked N-acetylglucosamine OHO : Obat Antihiperglikemik Oral

(12)

xii

PARP : Poly-ADP Ribose Polimerase

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PKC : Protein Kinase C

RAGE : Reseptor AGEs

ROS : Reactive Oxygen Species SD : Standar Deviasi

SERCA2α : Sarcoplasmic ReticulumCa2+ Atpase 2α

STZ : Streptozotosin

TG : Trigliserida

TGT : Toleransi Glukosa Terganggu

TUNEL : TdT-mediated dUTP-biotin Nick end Labeling VCAM : Vascular Cell Adhesion Molecule

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme

glukosa dalam tubuh yang mempunyai karakteristik hiperglikemia kronik

akibat dari kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA) yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes tipe lain dan diabetes gestasional. Pasien

diabetes sering tidak menunjukkan gejala terutama pada diabetes tipe 2.1

Umumnya penderita DM disertai gejala poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penurunan berat badan. Diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

kematian, karena terjadi komplikasi seperti ketoasidosis ataupun sindrom

hiperosmolar nonketotik.2

Jumlah angka kejadian DM semakin meningkat tiap tahunnya dan

menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia. International Diabetes

Federation (IDF) memperhitungkan ditahun 2013 penderita diabetes didunia

mencapai 382 juta dengan 46% tidak terdiagnosis, sedangkan pembaharuan

perhitungan pada tahun 2014 penderita DM didunia telah meningkat dengan

387 juta penderita DM dengan 46,3% tidak terdiagnosis.3 Mayoritas 387 juta

orang dengan diabetes ini berusia antara 40-59 tahun yang merupakan usia

produktif, dan 80% dari mereka tinggal di negara-negara yang berpenghasilan

rendah dan menengah. Lebih dari 138 juta orang dengan DM, daerah Pasifik

Barat memiliki lebih banyak memiliki penderita DM dibanding daerah lain.

Dalam hal ini beban diabetes sangat besar, yang memprovokasi 5,1 juta

kematian dan mengambil sekitar 548 milliar USD untuk pengeluaran

kesehatan penduduknya (11% dari total pengeluaran seluruh dunia) pada tahun

2013.3 Jumlah peningkatan kejadiannya terjadi pada semua jenis diabetes,

khususnya diabetes tipe 2, dan menurut prediksi jumlah orang dengan diabetes

(14)

2

Indonesia adalah salah satu dari 10 negara yang mempunyai angka

penderita diabetes terbesar.4 Jumlah prevalensi penderita diabetes pada usia

produktif (18-55 tahun) berdasarkan hasil Riskesdas 2013 yaitu sekitar 6,9%

(12.2 juta orang) terdiagnosis diabetes, 29,9% (58,3 juta orang) mengalami

toleransi glukosa terganggu, dan 36,6% (64,6 juta orang) mengalami gula

darah puasa terganggu.Sedangkan prevalensi diabetes yang terdiagnosis oleh

dokter, urutan tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),

Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).5 Diabetes lebih banyak

terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan usia yang meningkat,

dan pada keadaan sosio-ekonomi yang sedang sampai tinggi.4

Pada DM yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi pada

sistem kardiovaskular salah satunya adalah kardiomiopati. Kardiomiopati

diabetik (DCM) ini sering tidak memperlihatkan manifestasi yang jelas.

Kardiomiopati diabetik terjadi karena adanya kematian sel jantung yang

diinduksi oleh hiperglikemia kronik yang menyebabkan terjadinya stress

oksidatif yang melebihi keseimbangan antara pro-oksidan dan oksidan.6,7

Hiperglikemia, hiperlipidemia, hipertensi, dan inflamasi dapat menginduksi

peningkatan stress oksidatif yang mengakibatkan ekspresi gen yang abnormal,

perubahan transduksi sinyal dan akhirnya mengaktivasi jalur apoptosis sel.8

Apoptosis sel jantung ini akan menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung

sehingga akan terjadi kompensasi hipertrofi sel miokardial dan perbaikan

fibrosis (reparative fibrosis) yang akan menjadi faktor resiko terjadinya

kematian.6

Dewasa ini banyak digunakannya terapi medik herbal yang telah

berkembang dengan pesat, bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan

keamanannya. Dalam kasus DM ini, banyak literatur menunjukkan beberapa

spesies tanaman memiliki efektivitas dalam menurunkan kadar gula darah,

dengan sedikit efek samping, dengan harga yang lebih murah dari pada obat

konvensional yang biasa digunakan.9

Beberapa penelitian memperlihatkan adanya penggunaan tanaman

(15)

3

mengontrol adanya peningkatan stress oksidatif pada keadaan DM dengan

menurunkan kadar gula darah.6 Salah satunya adalah kayu manis yang

merupakan salah satu rempah-rempah yang paling banyak digunakan dalam

dunia industri makanan dan minuman. Menurut penelitian Chan et al. 2012,

ekstrak kayu manis memiliki kandungan flavonoid dan polifenol yang cukup

tinggi sebagai efek antioksidan yang dapat digunakan untuk memperbaiki sel

tubuh dan mengobati berbagai kondisi penyakit termasuk diabetes.10

Pada penelititian Elobeid et al. 2013, menggunakan ekstrak kayu

manis (Cinnamomum cassia) dalam waktu 6 minggu dengan dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB memperlihatkan kedua dosis tersebut

memberikan efek antihiperglikemik pada tikus jantan Wistar yang diinduksi Streptozotozin.11 Penelitian tersebut membuktikan efek antioksidan pada

ekstrak kayu manis yang dapat memperbaiki sel beta pankreas yang

mengalami kerusakan akibat adanya peningkatan stress oksidatif pada DM

sehingga memperbaiki keadaan hiperglikemia dan kemudian akan mencegah

terbentuknya radikal bebas yang dapat menginduksi apoptosis pada sel jantung

yang terjadi pada kardiomiopati diabetik.11

Dari latar belakang diatas, peneliti merasa perlu melakukan

penelitian terhadap Cinnamomun cassia ini dengan dosis 200 mg/kgBB pada

tikus selama 28 hari untuk melihat dan membutikan potensi dari C. cassia

sebagai agen antioksidan dapat mencegah apoptosis sel jantung karena adanya

peningkatan radikal bebas pada keadaan DM, pada tikus Sprague dawley yang

diinduksi Streptozotocin.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini

adalah

(16)

4

1.3 Tujuan Penelitian 1.1.1 Tujuan Umum

Mengetahui efek pemberian ekstrak kayu manis terhadap indeks apoptosis

sel jantung pada tikus diabetes melitus.

1.1.2 Tujuan Khusus

Mengetahui efek pemberian ekstrak kayu manis dalam waktu 28 hari

dengan dosis 200 mg/kgBB secara oral terhadap indeks apoptosis sel

jantung pada tikus diabetes melitus.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

a. Memperoleh tambahan keilmuan dibidang penelitian dengan desain

eksperimental

b. Mendapat pengetahuan mengenai potensi tanaman herbal yang memiliki

efek anti apoptotik pada sel jantung.

c. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana kedokteran fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

1.4.2 Bagi Institusi

Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai informasi bagi masyarakat akan manfaat efek ekstrak kayu

(17)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Diabetes Mellitus (DM)

2.1.1 Definisi DM

Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013 adalah kelompok penyakit metabolik dengan ditandai peningkatan

glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin yang tidak adekuat, atau keduanya.12

2.1.2 Klasifikasi DM

Klasifikasi DM berdasarkan American Diabetes Association (ADA) membagi DM menurut etiologinya menjadi 4 jenis yaitu diabetes melitus tipe

1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain, dan Diabetes Melitus

gestational.12 Indonesia sendiri mengklasifikasikan DM juga berpedoman pada

American Diabetes Association (ADA) yang ditetapkan pada PERKENI

2015.13

Klasifikasi etiologis DM (4 tipe):

No. Tipe DM

1. DM tipe 1 Destruksi sel , umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut

 Autoimun  Idiopatik

2. DM tipe 2  Dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif

 Dominan defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin

3. DM tipe lain  Defek genetik fungsi sel 

(18)

6

 Penyakit eksokrin pankreas  Endokrinopati

 Karena obat atau zat kimia  Infeksi

 Sebab imunologi yang jarang

 Sindrom genetik lain yang berhubungan

dengan DM

4. DM gestasional

Tabel 2.1 : Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia

2015.(13)

Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas

yang menyebabkan defisiensi insulin absolut. Penyebabnya ada 2 macam, yaitu

Immune-mediated diabetes (autoimun) dan idiopatik.12 Immune-mediated

diabetes terjadi karena adanya reaksi autoimun yang menyerang sel β pankreas

sehingga menyebabkan kerusakan permanen, dan biasanya terdapat

predisposisi genetik yang sering terjadi pada anak dan usia muda. Sedangkan

pada idiopatik, tidak diketahui etiologi yang jelas pasien mengalami

insulinopenia permanen dan tidak terdapat bukti adanya proses autoimun.12

Penderita akan bergantung dengan pemberian terapi insulin untuk dapat

bertahan hidup sehingga sering disebut juga insulin-dependent diabetes melitus (IDDM).12

Diabetes tipe 2 atau noninsulin-dependent diabetes melitus (NIDDM), merupakan tipe diabetes yang paling banyak terjadi. Biasanya diawali karena

resistensi insulin yang menyebabkan adanya kompensasi dengan

meningkatkan produksi insulin, yang pada akhirnya terjadi ketidakmampuan

sel β pankreas memproduksi insulin yang adekuat, akhirnya resistensi insulin diikuti dengan defisiensi insulin relatif.14

Diabetes melitus gestasional (GDM) didefinisikan sebagai gangguan

toleransi glukosa tanpa diagnosis diabetes sebelumnya dan baru pertama kali

(19)

7

karena dapat menimbulkan kematian janin, distosia bahu dan hipoglikemia

janin.16

2.1.3 Fisiologi dari pankreas dan insulin

Insulin merupakan salah satu hormon pengatur metabolisme karbohidrat

yang diproduksi oleh pankreas. Sel-sel endokrin pankreas yang mampu

memproduksi hormon ini disebut islet of langerhans (pulau langerhans). Pulau langerhans mempunyai beberapa tipe sel, yaitu sel α, β, D dan F. Sekitar 60

-75% bagian dari pulau langerhans ini adalah sel β yang berada dibagian tengah pulau dan berfungsi memproduksi insulin. Sedangkan 20% lainnya terdapat sel

α yang memproduksi glukagon, sisanya adalah sel D yang memproduksi

somatostatin dan sel F yang memproduksi polipeptida pankreas.17

Gambar 2.1 Sel-sel pulau Langerhans pankreas Sumber : Silverthorn 2010

Insulin disintesis di retikulum endoplasma kasar sel β pankreas. Dimulai

dari translasi RNA di ribosom untuk membentuk preproinsulin. Kemudian

preproinsulin ini dibelah menjadi proinsulin, dan ditranspor ke aparatus Golgi

untuk membentuk insulin dan peptida C. Insulin dan peptida C dikemas dalam

granula, kemudian granula mengalami eksositosis sehingga dapat melewati

lamina basal dan masuk kedalam kapiler sekitarnya untuk menuju ke

(20)

8

Sekresi insulin terjadi apabila adanya rangsangan glukosa. Awalnya

glukosa melewati membran sel β pankreas dengan mediasi Glucosa

transporter (GLUT). GLUT adalah senyawa asam amino yang berada

diberbagai sel tubuh untuk mengangkut glukosa masuk kedalam sel. Glucosa

transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat disel β pankreas, akan mengalami

glikolisis dan fosforilasi setelah berikatan dengan molekul glukosa, kemudian

akan melepaskan molekul ATP. ATP yang dibebaskan akan mengaktivasi

penutupan K channel sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti pembukaan Ca

channel. Masuknya ion Ca intrasel ini kemudian akan menginduksi proses

sekresi insulin.14

Pada awal kerja insulin ke sel target, terjadi ikatan insulin dengan

reseptor insulin dipermukaan sel target. Reseptor insulin ini merupakan

kombinasi 4 subunit yang dihubungkan oleh ikatan disulfida, yaitu subunit alfa

yang seluruhnya terletak diluar membran sel dan subunit beta yang menembus

ke membran sampai sitoplasma sel.19 Ketika insulin berikatan dengan subunit

alfa terjadi autofosforiasi pada subunit beta, yang akan mengaktivasi tirosin

kinase. Aktifitas tirosin kinase ini akan memulai kaskade fosforilasi sel yang

mengaktifkan Insulin-reseptor substrate (IRS) kemudian akan memediasi beberapa efek pada masing-masing metabolisme glukosa, protein dan lemak

serta akan menyebabkan pemindahan transporter glukosa kemembran sel untuk

membantu masuknya glukosa kedalam sel.19

(21)

9

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi DM

DM tipe 1 timbul akibat destruksi sel β pankreas karena proses autoimun. Namun bukan hanya akibat adanya gen yang rentan terhadap diabetes (diabetes

susceptibility gene) akan tetapi juga faktor lingkungan yang tidak dapat

diketahui dapat mencetuskan proses antibodi. Faktor lingkungan yang

dianggap berperan antara lain, pemberian susu sapi sebelum usia 2 tahun,

infeksi virus (virus coxsackie B, cytomegalovirus, mumps dan rubella).20 Berbeda dengan DM tipe 1 yang mengalami defisiensi insulin absolut,

pada DM tipe 2 terjadi gangguan toleransi glukosa karena adanya gangguan

sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ

target terutama pada sel otot, adiposa dan jantung. Resistensi insulin

disebabkan oleh adanya faktor genetik dan obesitas.14 Awalnya resistensi

insulin ini belum menimbulkan manifestasi diabetes, karena sel β pankreas

masih dapat mengkompensasi keadaan dimana terjadi peningkatan glukosa

darah dengan meningkatkan produksi insulin. Sehingga terjadi suatu keadaan

hiperinsulinemia dan glukosa darah juga masih cenderung normal. Namun jika

terjadi berkepanjangan sel β pankreas akan mengalami β cell exhausted (kelelahan sel β) sehingga terjadi defisiensi sekresi insulin. Hal ini kemudian

akan menimbulkan peningkatan kadar glukosa darah sampai memenuhi kriteria

diabetes.14

Tahap selanjutnya dimana produksi insulin semakin menurun, akan

menginduksi glukosa hati melalui proses glikolisis dan glukoneogenesis

sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah yang berlebihan dan

mengakibatkan meningkatnya glukosa darah puasa. Keadaan hiperglikemia ini

akan memperberat gangguan sekresi insulin sehingga disebut fenomena

glukotoksitas. Resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adiposa sehingga

akan merangsang lipolisis dan meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga

akan mengakibatkan gangguan sekresi insulin oleh sel β pankreas. Fenomena

(22)

10

2.1.5 Diagnosis DM

Penegakan diagnosis DM dapat dilihat atas dasar pemeriksaan kadar gula

darah. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pada penderita DM dapat

ditemukan berbagai keluhan yang dapat menjadi pertimbangan jika dicurigai

DM. Keluhan klasik DM antara lain poliuria, polidipsia, polifagia dan

penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Selain itu keluhan yang

terjadi seperti badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi

pada laki-laki, serta pruritus vulva pada wanita.13

Kriteria diagnosis DM dalam PERKENI 2015

Pemeriksaaan glukosa plasma puasa ≥126mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Tleransi

Glukosa Orl (TTGO) dengan beban 75 gram.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mgdl dengan keluhan klasik. Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode

High-perfomance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstadarisasi oleh

National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

Tabel 2.2 Kriteria diagnosis DM 13

Jika hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal ataupun DM,

maka digolongkan dalam kelompok prediabetes yaitu toleransi glukosa

terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

 Glukosa darah puasa terganggu (TGPT) yaitu hasil pemeriksaan

glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO

glukosa plasma 2 jam <140mg/dl

 Toleransi glukosa terganggu (TGT) yaitu hasil pemeriksaan glukosa

plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa

plasma puasa ,100 mg/dl

(23)

11

 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasi

pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%. 13

2.1.6 Tatalaksana DM

Pengelolaan DM dapat dimulai dengan terapi non farmakologi yang

meliputi perubahan gaya hidup dengan pengaturan pola makan yang dikenal

dengan terapi gizi medis dan meningkatkan aktivitas jasmani. Apabila

penerapan terapi non farmakologis tidak dapat mengendalikan kadar glukosa

darah yang diharapkan, diperlukan intervensi farmakoterapi agar dapat

mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.14

2.1.6.1 Terapi gizi medis

Pada prinsipnya terapi gizi medis ini merupakan pengaturan pola

makan yang didasarkan pada status gizi penderita diabetes dan

melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Komposisi

bahan makanan terdiri dari makronutrien (karbohidrat, protein, dan

lemak) dan mikronutrien (vitamin dan mineral) harus diatur sedemikian

mungkin sehingga dapat memenuhi kebutuhan penderita DM.14

2.1.6.2 Latihan jasmani

Latihan jasmani bukan hanya dapat menjaga kebugaran tubuh

namun dapat juga menurunkan berat badan, mempermudah transpor

glukosa kedalam sel dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa. Rekomendasi latihan jasmani dilakukan

secara teratur, 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit.

Dianjurkan berupa latihan yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang

(50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda, atau

berenang.13

2.1.6.3 Terapi farmakologi

Terapi farmakologi diperlukan untuk menangani pengendalian

glukosa yang tidak teratasi hanya dengan pengaturan terapi nutrisi dan

latihan jasmani. Terdapat dua bentuk farmakoterapi yang dapat diberikan

(24)

12

yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dengan GLP-1.8 Pada

pasien DM tipe 1 yang mengalami defisiensi insulin absolut, terapi

satu-satunya adalah dengan terapi insulin.19

Sedangkan obat oral dibagi 5 golongan berdasarkan cara

kerjanya:

 Menstimulasi sekresi insulin (insulin secretagogue): Sulfonil

urea dan glinid

 Meningkatkan sensitivitas insulin: Metformin dan Tiazolidindion

 Menghambat glukoneogenesis: Metformin

 Menghambat absorsi glukosa : Inhibitor alfa glukosidase  DPP-IV inhibitor.21

2.1.7 Komplikasi DM

2.1.7.1 Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik pada DM disebabkan oleh adanya

perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi

metabolik yang paling sering terjadi khususnya pada DM tipe 1 adalah

ketoasidosis diabetik (DKA).22 Kombinasi keadaan defisiensi insulin dan

peningkatan konsentrasi hormon kontra regulator terutama epinefrin,

dapat mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak.

Akibatnya terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak

bebas secara berlebihan. Akumulasi benda keton inilah yang

menyebabkan KAD.14

Hipoglikemia juga merupakan komplikasi metabolik yang sering

terjadi pada DM. Pasien diabetes yang menggunakan insulin atau terapi

obat antihiperglikemik oral (OHO) mungkin suatu saat jumlahnya lebih

banyak dari pada yang dibutuhkan atau intake glukosa lebih sedikit

daripada terapi, sehingga dapat mengakibatkan hipoglikemia karena

(25)

13

2.1.7.2 Komplikasi kronik jangka panjang

Apabila pengelolaan diabetes melitus tidak dilakukan dengan

baik, akan menyebabkan terjadinya komplikasi kronik, baik

mikroangiopati, makroangiopati maupun kerusakan jaringan lainnya

seperti kardiomiopati diabetik.14 Keadaan hiperglikemia kronik dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan melalui 5 mekanisme utama,

yaitu: (1) Peningkatan masuknya glukosa dan gula lainnya melalui jalur

poliol, (2) Peningkatan pembentukan intraseluler advanced glycation end

products (AGEs), (3) Peningkatan ekspresi reseptor untuk AGEs, (4)

Aktivasi protein kinase C (PKC), dan (5) Aktivitas yang berlebihan dari

jalur hexosamine.23

Mekanisme hiperglikemia menginduksi kerusakan sel sebagai

berikut:

 Aktivasi Jalur Poliol

Beberapa sel yang menggunakan glukosa transporter

Insulin-independent dapat terjadi kelebihan jumlah glukosa pada keadaan

hiperglikemia. Kelebihan glukosa ini akan dikonversikan menjadi

sorbitol oleh enzim aldose reduktase.23 Pada saat yang sama juga terjadi

peningkatan reaksi oksidasi NADPH menjadi NADP+ dan reaksi reduksi

NAD+ menjadi NADH. Peran NAD+ adalah sebagai kofaktor yang

membantu sorbitol dehidrogenase untuk mengoksidasi sorbitol menjadi

fruktosa.8 Sorbitol dan fruktosa ini tidak terfosforilasi, tetapi bersifat

sangat hidrofilik. Sehingga terjadi akumulasi poliol intrasel yang akan

berakibat masuknya air kedalam sel akibat proses osmotik yang akan

menyebabkan kekerusakan sel.14

Aktivasi jalur poliol ini dapat meningkatkan turn over NADPH, sehingga terjadi penurunan rasio NADPH sitosol terhadap NADP+ yang

dikenal sebagai keadaan pseudohipoksia.8 Selain itu NADPH juga diperlukan sebagai kofaktor GSH untuk menetralisasi oksidan

intaselular, dengan demikian akan mengakibatkan stress oksidatif yang

(26)

14

 Peningkatan pembentukan AGEs

AGEs terbentuk dari reaksi nonenzimatik glukosa dan juga dari

peningkatan oksidasi asam lemak di sel endotel dan jantung (contohnya

dicarbonyls seperti 3-deoxyglucosone, methylglyoxal, and glyoxal)

dengan protein. Protein plasma yang telah dimodifikasi oleh AGEs akan

berikatan oleh reseptor AGEs, kemudian ikatan ini akan menginduksi

produksi ROS yang mengaktivasi NF-кB. Aktivasi NF-кB menyebabkan beberapa perubahan patologi pada ekspresi gen.23

Pada saat yang sama terjadi peningkatan methylglyoxal yang menyebabkan peningkatan O-linked N-acetylglucosamine (O-GlcNAc)

transferase. O-GlcNAc transferase akan meningkatkan modifikasi dari

Sp3 yang meningkatkan ekspresi Angiopoietin 2 (2). Ekspresi Ang-2 yang diinduksi oleh glukosa yang tinggi di endotel ginjal peningkatan

ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell

adhesion molecule (VCAM-1). Hal ini akan menyebabkan terjadinya

reaksi inflamasi dan berlanjut pada kerusakan sel.23

 Peningkatan ekspresi reseptor AGEs (RAGE)

Pada keadaan hiperglikemia akan menginduksi peningkatan

methylglyoxal, sehingga memediasi terbentuknya ROS dengan

meningkatkan transkripsi NF-кB dan AP-1. NF-кB dan AP-1 ini merupakan sinyal untuk mengekspresikan RAGE.23

Produksi AGE yang meningkat juga akan menginduksi sinyal

inhibisi ekspresi dari RAGE antisensecDNA atau antiRAGE ribozyme. Sehingga hal ini dapat meningkatkan ekspresi RAGE lebih besar.23

 Aktivasi protein kinase C (PKC)

Akumulasi glukosa intrasel yang abnormal dapat menyebabkan

meningkatnya diasilgliserol (DAG) intrasel, dan kemudian menyebabkan

peningkatan protein kinase C (PKC), terutama PKC β. Perubahan

tersebut kemudian akan berpengaruh pada sel endotel , menyebabkan

terjadinya perubahan vasoreaktivitas melalui keadaan meningkatnya

(27)

15

Peningkatan jalur PKC akan mengakibatkan proliferasi sel otot

polos dan juga pelepasan sitokin seperti TGF β dan VEGF. Selain itu

PKC juga melibatkan overekspresi dari faktor inhibitor fibrinolitik,

plasminogen activator inhibitor (PAI-1) dan aktivasi NF-кB sehingga

menyebabkan perubahan yang selanjutnya mengarah kepada angiopati

diabetik.23

 Aktivitas yang berlebihan dari jalur hexosamine

Pada resistensi insulin dan DM terjadi oksidasi asam lemak yang

berlebih, hal ini juga berperan dalam patogenesis terjadinya komlikasi

diabetik dengan meningkatkan perubahan fructose 6-phophate ke jalur

hexosamine. Pada jalur ini fructose 6-phosphate dialihkan dari glikolisis,

dan diubah menjadi glucosamine 6-phosphate oleh glutamine fructose

6-phosphate amidotransferase (GFAT). Kemudian glucosamine

6-phosphate dirubah juga menjadi UDP-NAcetylglucosamine.23

Meskipun jalur hexosamine belum jelas bagaimana mekanismenya diinduksi oleh hiperglikemia, studi memperlihatkan

bahwa pada keadaan hiperglikemia menyebabkan 4 kali lipat

peningkatan O-GlcNAcylation dari transkipsi faktor Sp1, yang dimediasi oleh aktivasi PAI-1 dan TGF β1.23 Peningkatan O-GlcNAcylation akan menghambat produksi eNOS yang akan mengakibatkan terjadinya

disfungsi endotel. Selain itu, pada hiperglikemia juga meningkatkan

GFAT pada sel otot jantung. Meningkatnya O-GlcNAcylation, pada sel otot jantung, akan menurunkan ekspresi sarcoplasmic reticulum Ca2+

ATPase 2α (SERCA2α) mRNA, sehingga akan mengganggu regulasi

Ca2+ ke retikulum sarkoplasma. Akibatnya akan terjadi kerusakan pada

sel tersebut.37

2.1.7.3 Kardiomipati Diabetik

Pada DM yang berkepanjangan dan tidak terkontrol dapat

menyebabkan kerusakan organ multipel yang berlanjut pada komplikasi

berat. Yang paling sering adalah kerusakan pada sistem kardiovaskular.8

Retinopati, neuropati dan nefropati sering terjadi pada penderita DM

(28)

16

Gangguan otot jantung pada penderita DM dikenal sebagai diabetik

kardiomiopati (DCM), yang dapat menyebabkan ketidakmampuan

jantung memompa darah keseluruh tubuh secara efektif sehingga terjadi

gagal jantung. 8

2.1.7.3.1 Patofisiologi DCM

Hiperglikemia kronik dapat menginduksi kerusakan sel

oleh karena pembentukan AGEs dari proses glikasi nonenzimatik

dan oksidasi protein dan lipid. Dewasa ini banyak studi

mengatakan bahwa terdapat peningkatan level AGEs pada sel

jantung pasien DM. Selain itu aktivasi jalur PKC juga

berkonstribusi dalam mekanisme fibrosis jantung dengan

menstimulasi connective tissue growth factor (CTGF) yang terlihat pada PKC-β2 transgenik pada tikus DM. Overekspresi PKC-β2 pada jantung tikus DM dapat menimbulkan hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis serta penurunan fraksi ejeksi ventrikel

kanan, yang juga terjadi pada DCM.8

Pada kondisi DM juga berhubungan dengan aktivasi

renin-angiotensin II. Overproduksi angiotensin II ini akan

menyebabkan perubahan yang besar dengan menstimulasi

sintesis komponen matriks ekstraselular, apoptosis/proliferasi,

inflamasi vaskular, dan kerusakan oksidatif. Kerusakan oksidatif

ini khususnya terjadi pada deoxybonucleic acid (DNA) yang berhubungan dengan aktivasi enzim poly-ADP ribose polimerase (PARP).8

DM tipe 1 dan tipe 2 berhubungan dengan produksi ROS

dan RNS pada mitokondria sel (gambar 2.3). Mitokondria

merupakan sumber terbesar pembentukan ROS. Peningkatan

produksi ROS dan RNS menyebabkan disfungsi pada jantung

dengan merusak secara langsug protein dan DNA yang

(29)

17

menstimulasi respon remodeling ventrikel, dengan mengaktifkan

matriks metalloproteinase yang dapat mengubah arsitektur

matriks ekstraselular, sehingga menginisiasi terjadinya

kardiomiosit hipertropi.8

Gambar 2.3 Mekanisme stress oksidatif menginduksi apoptosis sel

Sumber : Liu, 2014

2.2 Tinjauan Tanaman Cinnamomum cassia 2.2.1 Kayu Manis (Cinnammomum cassia)

Di dunia telah tercatat 54 jenis tanaman kayu manis (Cinnamomum spp) dan 12 jenis diantaranya ada di Indonesia. Jenis kayu manis yang banyak

(30)

18

kayu manis yang sudah dikenal luas di pasar dunia hanyalah yang berasal dari

jenis C. zeylanikum dan C. cassia.24

Gambar 2.4 Tanaman kayu manis (C. cassia) Sumber : Daswir 2011

Klasifikasi Ilmiah kayu manis sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Magnoliales

Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum cassia.25

Kedua jenis kayu manis (C. zeylenicum dan C. cassia) memiliki efek lebih kuat dalam menurunkan gula darah. Penelitian menunjukkan C. cassia memiliki efek antidiabetik yang lebih baik dari pada C. zeylanikum.26 pada penelitian lain juga menyimpulkan bahwa C. cassia mempunyai efek antioksidan, yang dapat memperbaiki stress oksidatif yang terjadi akibat

(31)

19

mencegah masalah komplikasi dari stress oksidatif seperti pada kardiomiopati

diabetik.27

Tanaman kayu manis secara umum dapat tumbuh dengan tinggi

mencapai 8-27m, panjang daun antara 5-17 cm dan lebar daun 3-10 cm. Warna

daun hijau muda dengan pucuk merah muda. Tanaman kayu manis ini yang

diharapkan adalah hasil kulit yang memiliki aroma yang kuat dengan

kandungan utamanya sinamaldehid.24

2.2.2 Kandungan Kimia dalam Kayu manis

Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada kayu manis dilaporkan

telah terbukti memiliki efek hipoglikemik dan efek antioksidan pada tikus

diabetes.27 Dari analisa fitokimia menunjukkan adanya beberapa senyawa

penting dalam ekstrak kayu manis diantaranya alkaloid, protein, tannin,

glikosida, flavonoid, saponin, asam cinnamat, polifenol, dan cinnamaldehid.7

Kandungan cinnamaldehid merupakan agen antioksidan yang dapat

melawan pembentukan reactive oxygen species (ROS) dengan cara mengaktivasi Nrf2. Sinyal Nrf2 ini adalah suatu sinyal yang dapat mencegah

terbentuknya ROS pada keadaan hiperglikemia. Selain itu Nrf2 ini juga dapat

menjaga level Nitric Oxide (NO) yang merupakan agen vasodilator pada pembuluh darah. Pada hasil penelitian menunjukkan hasil yang signifikan

bahwa kandungan cinnamaldehid ini berpotensi sebagai antioksidan yang

dapat melindungi efek kerusakan kardiovaskular pada komplikasi DM.28

Gambar 2.5 Struktur kimia Cinnamaldehid 29 Sumber : Wang et al 2013.

Kandungan lainnya yaitu polifenol dan flavonoid. Kayu manis

mempunyai kadar polifenol dan flavoid yang cukup tinggi sebagai agen

(32)

20

beberapa mekanisme, yaitu meningkatkan masuknya glukosa kedalam sel

dengan menginduksi fosforilasi reseptor insulin dan translokasi GLUT 4.

Selain itu juga meningkatkan ekspresi Peroxisome Proliferator-activated

Receptor (PPAR) untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Suatu studi

memaparkan bahwa kandungan polifenol pada kayu manis juga mempunyai

mempunyai efek antioksidan yang dapat memperbaiki kerusakan sel akibat

stress oksidatif yang terjadi pada keadaan hiperglikemia yang terlihat pada

meningkatnya level glutathion serum (GSH) pada pasien DM yang diberikan

terapi ekstrak kayu manis selama 12 minggu.7

Kandungan lain pada kayu manis adalah methylhydroxy chalcone

polymer (MHCP). Pada suatu studi memaparkan bahwa MHCP ini mempunyai

efek insulin mimetik.30 Mekanisme kerja MCHP juga meningkatkan ekspresi

PPAR sehingga menurunkan resistensi insulin. Selain itu, MCHP juga

memperbaiki metabolisme glukosa, sehingga akan memperbaiki glukosa darah

pada DM.31

2.3 Streptozotosin(STZ) 2.3.1 Definisi STZ

Streptozotocin (STZ) merupakan suatu antibiotik yang dapat digunakan

sebagai terapi berbagai tipe kanker. Secara struktural merupakan N-nitrosourea derivat dari D-glucosamine yang diisolasi dari Streptomyces achromogenes. STZ bersifat antibiotik spektrum luas dan juga agen alkilasi genotoksik yang

mempunyai efek antibakterial, karsinogenik dan diabetogenik. Oleh karena itu,

STZ bukan merupakan pilihan obat sebagai terapi kanker karena dapat

menyebabkan toksisitas yang berat.32 Saat ini pengunaan STZ digunakan untuk

menginduksi insulin-dependent diabetes melitus (IDDM) dan

non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) pada hewan coba, karena menunjukkan

toksisitas yang spesifik sel beta pankreas. Toksisitas sel beta dan sifat

diabetogenik dari STZ dimediasi melalui mekanisme yang beragam termasuk

(33)

21

2.3.2 Struktur dan mekanisme kerja STZ

Streptozotocin atau

2-deoxy-2-(3-methyl-3-nitrosourea)1-D-glucopyranose mempunyai 2 bentuk anomerik yaitu α and β, yang dapat

dipisahkan Chromatographic technique (HPLC).34 STZ mempunyai berat molekul 265 g/mol, dan formula molekul C8 H15 N3O7.35

Gambar 2.6 Struktur Kimia STZ Sumber: Goud 2015

Aktivitas toksik STZ melibatkan penyerapan selektif ke dalam sel-sel β pankreas melalui transporter glukosa (GLUT2) dengan afinitas rendah yang

terdapat di membran plasma. Pada umumnya, komponen nitrosurea bersifat

lipofilik, namun pada STZ yang mempunyai sifat hidrofilik karena adanya

komponen glukosa. Komponen 2-deoksi glukosa dari STZ memungkinkan

penyerapan selektif ke dalam sel-sel β melalui transporter glukosa GLUT2 karena strukturalnya analogi dengan glukosa.36

STZ dikenal sebagai agen penyebab diabetogenik karena menghambat

produksi insulin dan selektif menghancurkan sel beta penghasil insulin dengan

(34)

22

pankreas seperti sel α dan δ serta jaringan parenkim ekstra pankreas tetap utuh setelah pemberian STZ, sehingga hal menunjukkan sifat STZ yang selektif

pada sel beta pankreas.36

Gambar 2.7 Skematik uptake selektif STZ pada sel β pankreas Sumber : Goud 2015

Setelah STZ masuk ke dalam sel β pankreas, akan menghambat metabolisme glukosa dan sekresi insulin dari sel beta sehingga akan merusak

pankreas.36

Mekanisme toksisitas dari STZ yang terjadi pada sel β pankreas antara lain :

1. Carbamoylation dan alkilasi dari komponen seluler.

(35)

23

3. Pembentukan radikal bebas dan stres oksidatif.

4. Penghambatan O-GlcNAcase.35

2.3.3 Dosis STZ

Terdapat beragam dosis penggunaan STZ untuk menginduksi diabetes

pada hewan coba, diantaranya dosis tunggal (>40mg/kgBB) yang akan

menyebabkan rusaknya sel beta pankreas dan timbulnya hiperglikemi. Dosis

lain yang digunakan untuk menyebabkan keadaan DM tipe 1 pada hewan coba

adalah dosis antara 40-60 mg/kgBB secara intravena. STZ juga dapat

diberikan melalui intraperitoneal dengan dosis yang sama atau lebih besar,

namun dosis <40 mg/kgBB mungkin kurang efektif.34

Dosis STZ sebanyak 50 mg/kgBB secara intravena dapat meningkatkan

kadar glukosa darah sampai 270mg/dL setelah 2 minggu. Pemberian dosis

rendah akan memicu suatu proses autoimun yang mengarah pada kerusakan sel

beta pankreas dengan infiltrasi sel leukosit mononuclear dan adanya sitokin.

Berbeda pada DM tipe 2 akan lebih mudah diinduksi secara intravena atau

intraperitoneal dengan dosis 100mg/kgBB STZ setelah tikus tersebut

lahir(8-10 minggu).34

Telah dilaporkan pada penelitian bahwa STZ memiliki LD50 dengan

dosis 240 mg/kgBB pada tikus coba. STZ memiliki waktu paruh sekitar 19

menit didalam sel. Studi menunjukkan bahwa sebanyak 77% dari STZ yang

disuntikkan akan dipecah dan diekskresikan utuh dalam waktu 6 jam setelah

penyuntikan. Dari jumlah itu 30% diekskresikan dalam satu jam pertama.

Sebagian besar metabolit dieliminasi (74%) dalam urin dan sisanya (3%)

dihilangkan dalam tinja. Sebagian besar materi yang tersisa, ditemukan di hati

dan ginjal.36

2.4 Pewarnaan Terminal deoxynucleotidyl transferasemediated dUTP nick end labeling (TUNEL) deteksi apoptosis sel

Apoptosis merupakan kematian sel secara terprogram yang dikontrol oleh gen

(36)

24

yang aktif membelah supaya selalu dalam kondisi seimbang. Apoptosis dapat

menjadi suatu peristiwa penting dalam proses fisiologis serta dalam kondisi

patologis.40 Metode untuk mendeteksi sel yang mengalami apoptosis dapat

didasarkan pada karakteristik apoptosis itu sendiri. Salah satu karakteristik dari sel

apoptosis adalah degradasi DNA oleh endonuklease, yang menghasilkan untai ganda fragmentasi DNA berukuran 180-200 bp.41 Enzim ini diaktifkan oleh caspase yang merupakan protein pencetus program kematian sel.42

Salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi kerusakan

DNA in situ adalah pewarnaan TdT-mediated dUTP-biotin nick end labeling

(TUNEL). Pewarnaan TUNEL digambarkan sebagaimetode untuk pewarnaan sel

yang telah mengalami apoptosis, dan menunjukkan ciri khas biokimia berupa DNA

fragmentasi. 43

Reagen TUNEL terdiri dari enzim terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT) dan fluorescein-dUTP. Prinsip metode TUNEL yaitu menggunakan enzim TdT

yang bertugas mengenali ujung 3’-OH (nick end) yang dihasilkan oleh fragmentasi DNA yang dihasilkan selama proses apoptosis. dan fluorescein-dUTP untuk

memvisualisasikan ujung 3’OH tersebut. Sel-sel yang mengalami apoptosis secara khusus diberi label dengan fluorescein-dUTP dengan sensitivitas tinggi,

memungkinkan deteksi langsung dengan melihat dengan mikroskop fluorescein.

Selain itu dapat juga dideteksi dengan peroxidase-labeled anti-fluorescein

(37)
(38)

26

2.6 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Pengukuran 1 Apoptosis sel

jantung

Gambaran nukleus sel jantung yang berwarna coklat karena pewarnaan TUNEL

Mikroskop Olympus BX-41

Mengidentifikasi apoptosis sel jantung pada pembesaran 20x, kemudian dihitung secara manual.

(39)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimental

laboraturium.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai April 2016

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Animal House, laboratorium Biologi, laboraturium MPR, laboraturium Histologi, laboratorium Riset, dan

laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Kertamukti no. 05 Pisangan,

Ciputat 15419, Tangerang Selatan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Perlakuan pada semua kelompok tikus telah dilakukan pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmah dkk mahasiswa PSPD UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2015 yang dilakukan selama 28 hari.

Objek percobaan yang digunakan adalah organ jantung tikus jantan Sprague

Dawley usia 16 minggu, dengan berat badan rata-rata 192-337 gram, yang

didapatkan dari Departemen Patologi Institut Pertanian bogor. Penelitian ini

dilakukan dengan membagi hewan coba menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama

merupakan kelompok N (normal) sebagai kontrol negatif. Kelompok kedua

merupakan kelompok D (diabetes) sebagai kontrol positif. Kelompok ketiga

merupakan kelompok D+Cc 200 (diabetes dengan terapi Cinnamomun cassia) yaitu kelompok tikus DM yang diinduksi STZ dan diberikan terapi daun kayu manis

(40)

28

Besarnya jumlah sampel yang digunakan, ditentukan dengan menggunakan

Mead’s Equation Formulasebagai berikut: 46

E : Error Component (10-20)

N : Jumlah individu percobaan (sampel) dalam semua kelompok

(dikurang 1)

B : Blocking Component (dikurang 1) B=0

T : Jumlah kelompok terapi (dikurang 1)

N = 13 – 23 kemudian dibagi menjadi 3 kelompok dengan jumlah yang sama. Sehingga jumlah sampelnya adalah 4-7. Kemudian pada setiap kelompok diambil

2 sampel pada kelompok normal dan 3 sampel pada kelompok D dan D+Cc untuk

dijadikan preparat mikroskopik.

3.3.1 Kriteria Inklusi

 Tikus kontrol negatif : tikus jantan strain Sprague dawley dengan glukosa darah sewaktu < 250 mg/dL

 Tikus kontrol positif dan tikus terapi : tikus jantan strain Sprague

dawley dengan glukosa darah sewaktu >250 mg/dL.

(41)

29

3.3.2 Kriteria Eksklusi

 Tikus mati sebelum perlakuan

 Tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi STZ dengan glukosa darah sewaktu <250 mg/dL setelah dilakukan tiga kali

pengukuran dengan waktu tiga hari.

3.4 Cara Kerja Penelitian 3.4.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang harus disiapkan untuk penelitian ini antara lain :

 Sentrifuge

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

 Ekstrak kayu manis

(Cinnamomum cassia)

 Sukrosa 10%

(42)

30  Ethanol

 Ether

 Buffer Sitrat

 Streotozotocin (STZ)

Entellan

Deionized water

 Kit pewarnaan Tunel

3.4.3 Adaptasi Hewan Sampel

Sebelum dilakukan percobaan, dilakukan tahap adaptasi pada semua

hewan sampel di laboratorium Animal House selama 2 minggu. Hewan diadaptasikan dengan lingkungan barunya, makanan dan minumannya

disamakan semua. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengkondisikan semua

tikus dalam kondisi yang sama sebelum diberikan perlakuan.

3.4.4 Induksi Streptozotocin (STZ)

Setelah dilakukan proses adaptasi, pada hari ke-15 tikus diinduksi STZ

55 mg/kgbb secara intraperitoneal. Setelah hewan diinduksi STZ, selanjutnya

diberi sukrosa 10% dalam waktu 24 jam untuk mencegah hipoglikemia.

Pengukuran kadar gula darah dilakukan 4 hari setelah induksi STZ. Tikus

dengan glukosa >250 mg/dl dikatakan sebagai tikus DM.

3.4.5 Pemberian Ekstrak Kayu Manis Terhadap Tikus

Pada tikus yang telah DM, kelompok tikus uji diberikan terapi ekstrak

kayu manis 200 mg/kgBB peroral dengan menggunakan alat sonde. Pemberian

ini dilakukan sekali dalam sehari selama 28 hari.

3.4.6 Tahap Sacrifice (Pembedahan)

Setelah perlakuan selesai, semua tikus disacrifice dengan memasukkan tikus kedalam toples yang berisi kapas yang diberi ether sampai tidak berespon

ketika diberi rangsangan, kemudian tikus dibedah untuk diambil jantungnya

(43)

31

mikroskopis dengan metode paraffin. Pembuatan sediaan mikroskopis ini

dilakukan di Departemen Histologi Universitas Indonesia, Salemba.

3.4.7 Tahap pewarnaan Tunel

Pada penelitian ini dilakukan pewarnaan TdT-mediated dUTP nick

end-labeling (TUNEL) untuk dapat mengidentifikasi apoptosis sel pada

masing-masing kelompok. Kit pewarnaan TUNEL yang digunakan adalah Takara bio.

pada setiap kelompok diambil 2 sampel pada kelompok normal dan 3 sampel

pada kelompok D dan D+Cc untuk dijadikan dilakukan pewarnaan.

Tahap pewarnaan Tunel Takara bio sebagai berikut:

3.4.7.1 Deparafinisasi

Preparat mikroskopis yang telah siap, diletakan pada rak preparat,

dan kemudian dicelupkan secara berurutan kedalam 3 toples yang berisi

cairan xylene I, xylene II, dan xylene III dengan cara bergantian

masing-masing selama 5 menit. Pada saat pencelupan, toples diletakkan diatas

Rotamax dengan pengaturan kecepatan ±125 rpm. Setiap sebelum

diputar dengan Rotamax preparat diangkat celup sebanyak 3 kali terlebih dahulu.

Selanjunya preparat dicelupkan secara berurutan kedalam toples

yang berisi cairan ethanol 100%, ethanol 100%, ethanol 90%, dan

ethanol 70% masing-masing selama 5 menit. Setiap pencelupan, toples

diletakkan juga diatas Rotamax dengan pengaturan kecepatan ±125 rpm. Preparat kemudian dicelupkan ke dalam toples berisi DW dan diletakkan

diatas Rotamax selama 2 menit. 3.4.7.2Proses Enzimatik

Mengeringkan dan meletakkan preparat secara berjajar diatas

alas. Kemudian meneteskan Proteinase K sebanyak 10-20 µg/ml dan

didiamkan pada suhu ruangan selama 15 menit. Preparat diletakkan

kembali pada rak preparat dan dicelupkan kedalam toples berisi cairan

(44)

32

3.4.7.3Proses inaktivasi endogen peroksidase

Meneteskan H2O2 3% pada setiap preparat sampai seluruh

permukaan potongan organ tertutup. Kemudian ditunggu selama 5 menit.

Preparat dicelupkan kembali kedalam toples berisi cairan PBS yang

kemudian diputar selama 10 menit, kemudian dengan cairan PBS yang

baru preparat diputar kembali diatas Rotamax selama 5 menit. 3.4.7.4Proses labeling

Meneteskan Labeling reaction mixture 50µl (berisi 5µl TdT

enzyme dicampurkan dengan 45 µl Labeling safe buffer) pada setiap

preparat dan kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat dimasukan kedalam wadah humidified chamber dan dioven dengan suhu 37o selama

70 menit. Setelah itu, preparat dikeluarkan dari oven dan dibuka cover

glassnya. Preparat kembali diletakkan pada rak, dan dicelupkan ke dalam

toples berisi cairan PBS yang diputar diatas Rotamax sebanyak 2 kali dengan PBS yang berbeda masing-masing selama 5 menit.

3.4.7.5Proses Reaksi Antibody

Meneteskan anti-FITC HRP conjugate sebanyak 70 µl pada masing-masing preparat dan ditutup dengan cover glass. Preparat dimasukan ke dalam oven dengan suhu 37o selama 30 menit. Selanjutnya

membuka cover glass, dan preparat dicelupkan ke dalam toples berisi cairan PBS yang kemudian diputar diatas Rotamax sebanyak 2 kali dengan PBS yang berbeda masing-masing selama 5 menit.

3.4.7.6Proses pengembangan warna

(45)

33

3.4.7.7Proses Counterstaining

Meneteskan methyl green 3% pada masing-masing preparat sampai seluruh permukaan potongan organ tertutup. Kemudian ditunggu

sampai 7 menit. Kemudian preparat dicelupkan ke dalam toples berisi

Deionized water dan diputar diatas rotamax selama 5 menit. 3.4.7.8Proses dehidrasi preparat

Preparat diangkat-celupkan sebanyak 3 kali secara berurutan

kedalam toples yang berisi cairan ethanol 70 %, ethanol 90%, ethanol

100%, kemudian celupkan satu persatu preparat kedalam xylene dan

dikeringkan.

3.4.7.9Fiksasi preparat

Setelah preparat kering, kemudian teteskan Entelan diatas

potongan organ preparat sebanyak 1 tetes dan ditutup dengan cover glass

dan diperhatikan agar tidak terdapat gelembung udara. Preparat

didiamkan minimal 12 jam.

3.4.8 Pengamatan Jaringan

Preparat diamati dengan menggunakan mikroskop Olympus BX41 pada perbesaran 20x. Persentase apoptosis dihitung dengan menghitung jumlah total

apoptosis dalam semua lapang pandang dalam satuan persen. 45

3.6 Pengolahan dan Analisa Data

Setelah dilakukan pengambilan data, selanjutnya data di olah dengan

menggunakan program SPSS versi 16.0. Uji yang digunakan adalah Uji Oneway

Anova karena penelitian ini termasuk analitik kategorik numerik, yang

membandingkan variabel dengan skala pengukuran numerik pada lebih dari dua

(46)

34

signifikan apabila nilai P<0,05. Kemudian untuk mengetahui perbandingan antar

(47)
(48)

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rachmah dkk. 2015, didapatkan

data glukosa darah yang merupakan jumlah rata-rata glukosa darah pada awal

penelitian hari 1, yaitu saat tikus dinyatakan DM dan normal, hari 7, hari

ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28. Data yang didapatkan selama penelitian adalah :

Tabel 4.1 Rata-rata dan standar deviasi glukosa darah tikus setiap kelompok penelitian

GDS Mean±SD (mg/dl)

Kelompok Hari-1 Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28

N 83.3±10.5 116.8±12 94.3±17.3 117.5±12.6 103.3±7.5

D 481.3±98.2 532.8±91.2 521±102.4 531.5±26.3 600±0*

D+CC 200 503.3±134.3 441.3±203.8 460.3±235.2 426.5±241.3 479.3±221.9#

Ket: SD = Standard Deviasi, N = Normal (n=2), D = Diabetes(n=3), D+Cc200 = Diabetes dengan terapi kayu manis 200mg/kgBB (n=3), D+ Cc400= Diabetes dengan terapi kayu manis 400 mg/kgBB. *P<0,05 dibandingkan N, #P<0,05 dibandingkan D.39

Kemudian data apoptosis sel yang diambil pada penelitian adalah jumlah rerata

dari sel yang mengalami apoptosis pada semua lapang pandang yang didapatkan

pada setiap preparat jantung tikus masing-masing kelompok. Kelompok normal (N)

yang menjadi kontrol negatif, kelompok tikus diabetes (D) yang merupakan kontrol

positif, dan kelompok perlakuan terapi kayu manis (D + Cc) yaitu kelompok tikus

diabetes yang diberikan terapi ekstrak Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB selama 28 hari. Dimana preparat tersebut telah dilakukan pewarnaan dengan menggunakan

pewarnaan TUNEL yang dapat mengidentifikasi apoptosis sel. Data yang

(49)

37

Grafik 4.1 Rerata persentase jumlah apoptosis sel jantung pada semua kelompok penelitian. N = Normal (n=2), D = Diabetes (n=3), D+Cc200= Diabetes dengan terapi kayu manis 200 mg/kgBB (n=3). *P<0,05, **P<0,01 untuk N vs D, #P<0,05, ##P<0,01 untuntuk D vs D+Cc.

Berdasarkan hasil yang didapati pada grafik 4.1 menunjukkan bahwa rerata

persentase apoptosis sel jantung pada sampel normal, menunjukkan hasil yang

rendah (15%). Sedangkan pada sampel diabetes, hasil memperlihatkan kenaikan

jumlah rerata persentase apoptosis sel jantung sebanyak 61%. Kemudian pada

sampel perlakuan terapi C. cassia 200 mg/kgBB (D + Cc) menunjukkan nilai yang rendah yaitu 12%. Pada hal ini memperlihatkan bahwa jumlah rerata apoptosis sel

jantung pada sampel D + Cc lebih rendah jika dibandingkan dengan sampel

diabetes. Namun, jumlah rerata sampel D + Cc hampir setara dengan sampel normal

walaupun persentasenya berselisih 3% dengan sampel D + Cc yang relatif lebih

rendah.

Selanjutnya perbedaan persentase apoptosis sel jantung yang telah didapat

diuji secara statistik dengan menggunakan Oneway Annova. Setelah dipastikan distribusi data persentase apoptosis sel jantung ini normal, dan juga varian datanya

heterogen. Uji Oneway Annova yang didapatkan p-value 0,001, yang berarti bahwa terdapat perbedaan jumlah persentase apoptosis sel jantung yang bermakna diantara

(50)

38

Tabel 4.2 Hasil analisis Uji Oneway Annova

Kelompok Mean±SD P value

N 0,15±0,045

D 0,61±0,096 0,001

D + Cc 0,12±0,48

Ket: SD = Standard deviasi, N = Normal (n=2), D = Diabetes (n=3), D+Cc200 = Diabetes dengan terapi kayu manis 200 mg/kgBB (n=3).

Kemudian untuk melihat rata-rata perbedaan sampel pada dua kelompok

penelitian dilakukan uji analisis Post-hoc LSD. Uji Post-hoc LSD dapat dilakukan setelah mendapat uji Oneway Annova.

Tabel 4.3 Hasil analisis Uji Post-hoc LSD

Sampel Perbedaan Diabetes dengan terapi kayu manis 200 mg/kgBB (n=3)

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

pada nilai rata-rata persentase jumlah apoptosis sel jantung pada sampel normal

dengan sampel diabetes (p value= 0,001), yang berarti bahwa terjadi peningkatan signifikan apoptosis sel jantung pada sampel diabetes jika dibandingkan sampel

normal. Selanjutnya perbandingan sampel diabetes dengan perlakuan kayu manis

200 mg/kgBB (p value < 0,001) menunjukkan penurunan jumlah apoptosis sel jantung yang signifikan pada sampel kayu manis jika dibandingkan diabetes.

Sementara itu, tidak terdapat perbedaan rata-rata persentase jumlah apoptosis sel

(51)

39

Gambar 4.1 Hasil pewarnaan TUNEL perbesaran 20x; (a) N = Normal

(n=2), (b) D = Diabetes (n=3), (c) D+Cc = Perlakuan kayu manis 200

mg/kgBB (n=3), ( ) sel apoptosis

(c)

(a)

(b)

Gambar

Gambar 2.1 Sel-sel pulau Langerhans pankreas Sumber : Silverthorn 2010
Gambar 2.2 Skematik reseptor insulin
Tabel 2.2 Kriteria diagnosis DM 13
Gambar 2.3 Mekanisme stress oksidatif menginduksi apoptosis sel Sumber : Liu, 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keterlaksanaan kegiatan mengidentifikasi dari siswa pada penelitian ini didapatkan dengan menggunakan format identifikasi yang terdapat pada jurnal belajar.

[r]

Dari analisis regresi linier berganda disimpulkan bahwa dari kelima dimensi Service Quality tersebut di atas, variabel atau dimensi kualitas Tangible adalah dimensi yang paling

Experiment 1 was an attempt to build a configuration where the selected BSC control plane application would be run on top of the same virtualized hardware and software platform

Hasil penelitian terhadap responden peternak sapi bali yang berada di Kabupaten Lombok Tengah seperti yang tercantum pada Tabel 5 menunjukkan bahwa, 60% responden menyatakan

RSUD Dr. Keadaan gawat darurat merupakan suatu keadaan klinis dimana pasien membutuhkan tindakan medis segera guna menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih

Hasil pengujian angka lempeng total memperoleh hasil memuaskan bahwa kontaminasi sirup parasetamol yang disimpan di Puskesmas Kabupaten Purbalingga sangat rendah adapun

KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA