PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP
STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN
(STUDI PADA PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
MUHAMMAD ROIHAN 070200404
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum. NIP : 196603031985081001
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum. Aflah, SH., M.Hum. NIP : 196603031985081001 NIP : 197005192002122002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang selalu
mencurahkan rahmad dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat mengikuti
perkuliahan dan menyelesaikan penulisan skripsi yang merupakan salah satu
syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini, penulis menulis skripsi dengan judul
“Perjanjian Perlindungan Kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan
(Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, banyak
kekurangan yang terdapat baik dari isi maupun penyusunan kalimatnya yang
disebabkan keterbatasan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi memperkaya materi yang berkaitan dengan
skripsi ini.
Di dalam masa penulisan skripsi ini , penulis mendapat banyak bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Sebagai
penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semuanya itu, maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen penasehat akademik
selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, DFM, Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen
Pembimbing I yang telah bersedia memberikan pengarahan, bimbingan, serta
petunjuk bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Ibu Aflah SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak
mengorbankan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini.
7. Para dosen, pegawai tata usaha, dan petugas perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama masa
perkuliahan termasuk dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orangtua penulis Drs. H. Irwan
Matondang dan Hj. Anna Machrani Rangkuti, yang tidak hentinya
memberikan dukungan, kasih sayang, pengorbanan serta doa dalam setiap
perjalanan hidup penulis hingga sampai sekarang ini.
9. Bapak Parlindungan Rangkuti, SE dan Keluarga selaku Paman yang telah
banyak memberi dukungan dan masukan kepada penulis selama masa
pendidikan dan penyelesaiaan skripsi ini.
10. Bapak Suryanto Sinaga, SH, selaku Kepala Bagian Urusan SDM Dan Hukum
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, yang telah membantu penulis dalam
memperoleh data-data serta keterangan yang dibutuhkan demi kepentingan
penulisan skripsi ini.
11. Wiwin Azmi Harahap, SH, yang telah memberikan dukungan dan masukan
kepada Penulis.
12. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik
langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Demikianlah penulis sampaikan, semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN
(STUDI PADA PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN)
Muhammad Roihan∗
Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum.**
Aflah, S.H., M.Hum.***
ABSTRAK
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan produksi terhadap kelapa sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan didukung oleh para staf dan karyawan yang sehat dan mempunyai kualitas kerja. Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dari para karyawan ini, maka perlu diberikan perlindungan kesehatan agar karyawan ini dapat bekerja dengan tenang dan mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan dan jaminan kesehatan yang diberikan tidak hanya kepada karyawan tetapi juga kepada karyawan yang sudah pensiun dan keluarga batih (keluarga intinya) dari karyawan dan pensiunan tersebut, yaitu isteri atau suami dan anak-anak yang belum menikah.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yang didukung dengan data-data yang diperoleh dari sumber kepustakaan dan data dari lapangan yaitu kantor PPKS Medan, baik berupa wawancara maupun dokumen-dokumen tentang perjanjian perlindungan kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan dalam lingkungan perusahaan PPKS Medan dalam bentuk tertulis.
Pengaturan tentang pemberian perlindungan kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan terdapat di dalam buku Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan dengan Serikat Pekerja Perkebunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (SPBUN PPKS) tahun 2010-2013. Pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan PPKS Medan, dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang berlangsung antara PPKS Medan dengan Rumah Sakit Umum (RSU) Permata Bunda Medan dan juga antara PPKS Medan dengan Rumah Sakit (RS) Martha Friska Medan. Pengajuan klaim pembayaran pelayanan kesehatan dilakukan dengan terlebih dahulu, Pihak RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska akan memperhitungkan segala biaya yang timbul atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada staf, karyawan, pensiunan beserta tanggungan yang syah (batihnya) dari pihak perusahaan PPKS Medan.
DAFTAR ISI
BAB II : RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN ….…… 15
A. Pengertian Perjanjian ……… 15
B. Jenis-Jenis Perjanjian ……… 19
C. Subjek dan Objek Perjanjian ……… 23
D. Syarat-Syarat Perjanjian ……… 25
E. Asas-Asas Perjanjian ……… 30
F. Wanprestasi dalam Perjanjian ……… 33
BAB III : PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN …… 38
A. Pengertian Perjanjian Perlindungan Kesehatan …………. 38
B. Dasar Hukum Perjanjian Perlindungan Kesehatan ……….. 40
C. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Perlindungan Kesehatan ………. 44
D. Aspek-Aspek Hukum Keperdataan dalam Perjanjian Perlindungan Kesehatan ………. 48
BAB IV : PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN …………. 52
D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian
Perlindungan Kesehatan ……….. 69
E. Penyelesaian Klaim Kepada Rumah Sakit Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan PPKS Medan yang dirawat di Rumah Sakit ………. 70
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ………. 76
A. Kesimpulan ……….. 76
B. Saran ……….. 78
DAFTAR PUSTAKA ……… 79
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua sisi kehidupan manusia mengalami perubahan dan perkembangan,
termasuk halnya dalam hubungan antara manusia dengan manusia lainnya
maupun manusia dengan lembaga-lembaga yang diciptakan oleh manusia itu
sendiri. Semua sisi kehidupan yang berkembang tersebut mau tidak mau tidak
luput dari ketentuan undangan karena dengan adanya
perundang-undangan maka segala sesuatunya dapat dipertanggungjawabkan dan itu berarti
masuk ke dalam masalah hukum.
Di satu sisi kehidupan manusia adalah kesehatan. Kesehatan sangat
penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya dalam kehidupan
sehari-hari. Tanpa adanya tubuh yang sehat maka manusia tidak dapat mengerjakan
aktivitasnya atau pekerjaannya. Oleh karena itu kesehatan sangat penting dan
tidak dapat dinilai dalam bentuk materi.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan
diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan yang didukung oleh sumber daya
tenaga kesehatan.
Dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, dinyatakan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Selanjutnya dalam
Pasal 1 ayat (12) dinyatakan, Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
Pembangunan kesehatan didasari oleh cita-cita bangsa Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 ditegaskan bahwa “Pemerintahan Negara Indonesia melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut
diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu kegiatan pembangunan yang
Untuk mencapai cita-cita bangsa tersebut, kesehatan merupakan modal
utama dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa tersebut kesejahteraan umum meliputi
pelayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia, maka ketentuan dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut diatur lebih lanjut dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 yang telah dirubah dan ditambah dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan kemudian diubah
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya
disingkat Undang-Undang Kesehatan).
Undang-Undang Kesehatan juga memuat tentang tugas pemerintah di
bidang pemeliharaan kesehatan, antara lain menyebutkan pemerintahan berusaha
agar kesempatan untuk pengobatan dan perawatan bagi rakyat diberikan secara
merata di wilayah Indonesia, dengan biaya seringan-ringannya sampai kepada
cuma-cuma untuk usaha itu diadakan rumah sakit, poliklinik dan
lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang kesehatan. Dalam peraturan perburuhan,
peraturan kepegawaian, peraturan pensiunan, juga diperlukan kesehatan pegawai,
baik yang bersifat preventif maupun kuratif diatur dengan seksama, juga
diperhatikan agar pegawai tersebut dilindungi terhadap hal-hal yang mengganggu
atau membahayakan kesehatan1
Hal ini berarti sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan
pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, .
1
diperlukan pengaturan untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan
kesehatan.
Perlindungan hukum kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan hanyalah menyangkut perlindungan hukum terhadap pemberi jasa
pelayanan kesehatan saja. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 53 Undang-Undang
Kesehatan dinyatakan: “Tenaga Kesehatan berhak memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”. Sedangkan
perlindungan hukum terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan tidak diatur
secara jelas di dalam Undang-Undang Kesehatan ini.
Perihal perlindungan tenaga kerja di dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 86 dinyatakan:
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral dan kesusilaan; dan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal di selenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilkasanakan
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap tenaga kerja, sebagaimana
diatur dalam pasal 173 ayat (1) dinyatakan “pemerintah melakukan pembinaan
terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan”.
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan produksi terhadap kelapa
sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan didukung oleh 580 (lima ratus
delapan puluh) karyawan, yang meliputi tenaga peneliti, teknisi, dan karyawan
penunjang. Sebanyak 105 (seratus lima) orang menjabat sebagai karyawan
pimpinan yang terdiri dari 56 (lima puluh enam) orang peneliti, 15 (lima belas)
orang pada bagian pelayanan, 34 (tiga puluh empat) orang pada bagian penunjang
dan sisanya 475 orang adalah karyawan pelaksana yang tersebar di seluruh unit
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).2
Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dari para karyawan
ini, maka perlu diberikan perlindungan kesehatan agar karyawan ini dapat bekerja
dengan tenang dan mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan dan jaminan kesehatan yang
diberikan tidak hanya kepada karyawan tetapi juga kepada karyawan yang sudah
pensiun dan keluarga batih (keluarga intinya) dari karyawan dan pensiunan
tersebut, yaitu isteri atau suami dan anak-anak yang belum menikah.
Untuk mengetahui tentang bentuk perlindungan dan jaminan kesehatan
yang diberikan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan kepada Staf, Karyawan
dan pensiunan ini, telah menjadi latar belakang dan mendorong penulis untuk
2
menulis dan menguraikannya dalam skripsi dengan judul “Perjanjian
Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi
Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)”.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang merupakan permasalahan dalam penulisan skripsi ini, antara
lain, sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tentang pemberian perlindungan kesehatan
terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Medan?
2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan Staf, Karyawan
dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan?
3. Bagaimana penyelesaian klaim kepada Rumah Sakit terhadap Staf,
Karyawan dan Pensiunan Balai Riset Kelapa Sawit Medan yang dirawat di
Rumah Sakit?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, antara lain, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan tentang pemberian perlindungan
kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian
2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan Staf,
Karyawan dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
3. Untuk mengetahui penyelesaian klaim kepada Rumah Sakit terhadap
Staf, Karyawan dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan
yang dirawat di Rumah Sakit.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan skripsi ini antara lain, sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Kiranya penulisan skripsi ini dapat mengembangkan khasanah ilmu
pengetahuan hukum perdata sekaligus dapat menambah literatur
khususnya mengenai perlindungan kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan
Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
2. Secara Praktis
Secara praktis penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan
masyarakat tentang proses perlindungan kesehatan yang diberikan oleh
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan terhadap Staf, Karyawan dan
Pensiunan sehingga masyarakat mengetahui tentang arti pentingnya
perlindungan kesehatan bagi para tenaga kerja khususnya.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis pada Perpustakaan
berjudul “Perjanjian Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan dan
Pensiunan (Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)”, pada prinsipnya
merupakan buah pikiran penulis sendiri, dibuat dengan melihat beberapa referensi
sumber bacaan seperti buku-buku dari perpustakaan, media cetak, ataupun media
elektronik yang memiliki hubungan dengan judul skripsi ini, sekaligus bersumber
dari riset lapangan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan sebagai sumber
langsung dari penyusunan skripsi ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Penulis pada
Perpustakaan Fakultas Hukum USU, bahwa judul skripsi ini, tidak memiliki
kesamaan dengan judul skripsi yang telah ada sebelumnya, karena terdapat
perbedaan dalam rumusan permasalahannya. Adapun judul-judul skripsi yang
telah ada tersebut, antara lain :
1. Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Kosmetik Impor
Yang Berbahaya Bagi Kesehatan dan Tidak Memiliki Izin Edar.
Oleh : Yuke Dwi Hidayati (NIM : 070200105)
2. Perlindungan Hukum Pasien Pengguna Jamkesmas Dalam Pelayanan
Kesehatan di RSUP H. Adam Malik Medan.
Oleh : Rizky Wirdatul Husna (NIM : 080200222)
3. Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PT. Indosat Medan dengan
Rumah Sakit Sri Ratu Medan Ditinjau dari Segi Hukum Perdata.
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data
yang telah dikumpulkan dan diolah.3
1. Metode Penelitian
Oleh karena itu penelitian merupakan suatu
sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dalam
suatu penelitian diperlukan adanya metodologi penelitian yang disesuaikan
dengan ilmu pengetahuan tersebut.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif,
yaitu metode penelitian yang menekankan pada teori-teori hukum dan
aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.4
Aspek yuridis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Perjanjian Kerja antara Staf,
Karyawan dan Pensiunan dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan antara
lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku III;
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentag
Kesehatan.
3
3) Perjanjian Perlindungan Kesehatan bagi Staf, Karyawan dan Pensiunan
dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
Aspek normatif yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Perjanjian
Perlindungan Kesehatan yang dibuat antara Staf, Karyawan, dan Pensiunan
dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalan penulisan skripsi ini termasuk penelitian
deskripstif analisis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku
di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang terjadi di
dalam masyarakat5
Metode deskripstif analisis tersebut menggambarkan peraturan yang
berlaku yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek
pelaksanaan hukum positif yang menyangkut perlindungan hukum bagi peserta
askes dalam perjanjian kerjasama tentang perlindungan kesehatan bagi staf,
karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. .
3. Sumber dan Jenis Data
Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum
terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Penelitian ini menggunakan
jenis sumber data primer yang didukung dengan data sekunder, yaitu data yang
mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer yang diperoleh
5
dari perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara
studi pustaka atau literatur.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalan penelitian ini penulis
menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan
terdiri dari Undang-Undang Kesehatan.6
b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan
tentang bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku atau
literatur-literatur yang berkaitan dengan perjanjian.7
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder
seperti Kamus Hukum Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada
sehingga dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam
pembahasan. Data yang diperlukan dalam penulisan ini diperoleh melalui:
a. Studi Kepustakaan (library research)
Informasi data yaitu informasi yang berupa tulisan yang berbentuk
skripsi, buku ilmiah, hasil penelitian, majalah yang kemudian
disimpulkan. Dengan demikian data yang diteliti dalam suatu
6
penelitian dapat berwujud data yang diperoleh melalui bahan-bahan
kepustakaan dan/atau secara langsung dari masyarakat.
b. Studi Lapangan (field research)
Wawancara adalah cara memperoleh data/informasi dengan bertanya
langsung pada yang diwawancarai. Wawancara dalam penelitian ini
dilakukan sebagai pelengkap dari data sekunder yang ada.
5. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis kualitatif. Seluruh data yang diperoleh, yaitu data-data dari bahan hukum
primer berupa peraturan-peraturan hukum yang mengikat seperti KUH Perdata
dan UU Kesehatan, dan data dari lapangan sebagai data pendukung, yang berupa
hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden akan dianalisis secara
keseluruhan.
Seluruh data primer maupun data sekunder yang terkumpul setelah
dianalisis, selanjutnya ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci,
kemudian disusun supaya lebih sistematis, dan selanjutnya ditarik kesimpulan.
Hasil dari kesimpulan yang merupakan data yang tersaji dalam bentuk sitematis
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi yang berjudul Perjanjian Perlindungan Kesehatan
Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi pada : Pusat Penelitian Kelapa
Sawit Medan), sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN
Pada bab ini akan membahas tentang pengertian perjanjian, subjek
dan objek perjanjian, syarat-syarat perjanjian, asas-asas perjanjian
dan wanprestasi dalam perjanjian.
BAB III : PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN
Pada bagian ini akan membahas tentang pengertian perjanjian
perlindungan kesehatan, dasar hukum perjanjian perlindungan
kesehatan, hubungan hukum para pihak dalam perjanjian
perlindungan kesehatan dan aspek-aspek hukum keperdataan dalam
perjanjian perlindungan kesehatan.
BAB IV PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP
STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN PUSAT PENELITIAN
Pada bagian ini berisikan mengenai gambaran umum Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Medan, pengaturan tentang pemberian
perlindungan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Medan, pelaksanaan perjanjian
perlindungan kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, hak dan kewajiban para
pihak dalam perjanjian perlindungan kesehatan, dan penyelesaian
klaim kepada Rumah Sakit terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang dirawat di Rumah
Sakit.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian penutup dalam skripsi ini yang berisikan
mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran dari
penulis.
PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN
(STUDI PADA PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN)
Muhammad Roihan∗
Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum.**
Aflah, S.H., M.Hum.***
ABSTRAK
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan produksi terhadap kelapa sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan didukung oleh para staf dan karyawan yang sehat dan mempunyai kualitas kerja. Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dari para karyawan ini, maka perlu diberikan perlindungan kesehatan agar karyawan ini dapat bekerja dengan tenang dan mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan dan jaminan kesehatan yang diberikan tidak hanya kepada karyawan tetapi juga kepada karyawan yang sudah pensiun dan keluarga batih (keluarga intinya) dari karyawan dan pensiunan tersebut, yaitu isteri atau suami dan anak-anak yang belum menikah.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yang didukung dengan data-data yang diperoleh dari sumber kepustakaan dan data dari lapangan yaitu kantor PPKS Medan, baik berupa wawancara maupun dokumen-dokumen tentang perjanjian perlindungan kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan dalam lingkungan perusahaan PPKS Medan dalam bentuk tertulis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua sisi kehidupan manusia mengalami perubahan dan perkembangan,
termasuk halnya dalam hubungan antara manusia dengan manusia lainnya
maupun manusia dengan lembaga-lembaga yang diciptakan oleh manusia itu
sendiri. Semua sisi kehidupan yang berkembang tersebut mau tidak mau tidak
luput dari ketentuan undangan karena dengan adanya
perundang-undangan maka segala sesuatunya dapat dipertanggungjawabkan dan itu berarti
masuk ke dalam masalah hukum.
Di satu sisi kehidupan manusia adalah kesehatan. Kesehatan sangat
penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya dalam kehidupan
sehari-hari. Tanpa adanya tubuh yang sehat maka manusia tidak dapat mengerjakan
aktivitasnya atau pekerjaannya. Oleh karena itu kesehatan sangat penting dan
tidak dapat dinilai dalam bentuk materi.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan
diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan yang didukung oleh sumber daya
tenaga kesehatan.
Dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, dinyatakan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Selanjutnya dalam
Pasal 1 ayat (12) dinyatakan, Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
Pembangunan kesehatan didasari oleh cita-cita bangsa Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 ditegaskan bahwa “Pemerintahan Negara Indonesia melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut
diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu kegiatan pembangunan yang
Untuk mencapai cita-cita bangsa tersebut, kesehatan merupakan modal
utama dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa tersebut kesejahteraan umum meliputi
pelayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia, maka ketentuan dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut diatur lebih lanjut dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 yang telah dirubah dan ditambah dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan kemudian diubah
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya
disingkat Undang-Undang Kesehatan).
Undang-Undang Kesehatan juga memuat tentang tugas pemerintah di
bidang pemeliharaan kesehatan, antara lain menyebutkan pemerintahan berusaha
agar kesempatan untuk pengobatan dan perawatan bagi rakyat diberikan secara
merata di wilayah Indonesia, dengan biaya seringan-ringannya sampai kepada
cuma-cuma untuk usaha itu diadakan rumah sakit, poliklinik dan
lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang kesehatan. Dalam peraturan perburuhan,
peraturan kepegawaian, peraturan pensiunan, juga diperlukan kesehatan pegawai,
baik yang bersifat preventif maupun kuratif diatur dengan seksama, juga
diperhatikan agar pegawai tersebut dilindungi terhadap hal-hal yang mengganggu
atau membahayakan kesehatan1
Hal ini berarti sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan
pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, .
1
diperlukan pengaturan untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan
kesehatan.
Perlindungan hukum kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang
Kesehatan hanyalah menyangkut perlindungan hukum terhadap pemberi jasa
pelayanan kesehatan saja. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 53 Undang-Undang
Kesehatan dinyatakan: “Tenaga Kesehatan berhak memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”. Sedangkan
perlindungan hukum terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan tidak diatur
secara jelas di dalam Undang-Undang Kesehatan ini.
Perihal perlindungan tenaga kerja di dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 86 dinyatakan:
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral dan kesusilaan; dan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal di selenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilkasanakan
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap tenaga kerja, sebagaimana
diatur dalam pasal 173 ayat (1) dinyatakan “pemerintah melakukan pembinaan
terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan”.
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan produksi terhadap kelapa
sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan didukung oleh 580 (lima ratus
delapan puluh) karyawan, yang meliputi tenaga peneliti, teknisi, dan karyawan
penunjang. Sebanyak 105 (seratus lima) orang menjabat sebagai karyawan
pimpinan yang terdiri dari 56 (lima puluh enam) orang peneliti, 15 (lima belas)
orang pada bagian pelayanan, 34 (tiga puluh empat) orang pada bagian penunjang
dan sisanya 475 orang adalah karyawan pelaksana yang tersebar di seluruh unit
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).2
Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dari para karyawan
ini, maka perlu diberikan perlindungan kesehatan agar karyawan ini dapat bekerja
dengan tenang dan mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan dan jaminan kesehatan yang
diberikan tidak hanya kepada karyawan tetapi juga kepada karyawan yang sudah
pensiun dan keluarga batih (keluarga intinya) dari karyawan dan pensiunan
tersebut, yaitu isteri atau suami dan anak-anak yang belum menikah.
Untuk mengetahui tentang bentuk perlindungan dan jaminan kesehatan
yang diberikan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan kepada Staf, Karyawan
dan pensiunan ini, telah menjadi latar belakang dan mendorong penulis untuk
2
menulis dan menguraikannya dalam skripsi dengan judul “Perjanjian
Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi
Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)”.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang merupakan permasalahan dalam penulisan skripsi ini, antara
lain, sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tentang pemberian perlindungan kesehatan
terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Medan?
2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan Staf, Karyawan
dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan?
3. Bagaimana penyelesaian klaim kepada Rumah Sakit terhadap Staf,
Karyawan dan Pensiunan Balai Riset Kelapa Sawit Medan yang dirawat di
Rumah Sakit?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, antara lain, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan tentang pemberian perlindungan
kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian
2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan Staf,
Karyawan dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
3. Untuk mengetahui penyelesaian klaim kepada Rumah Sakit terhadap
Staf, Karyawan dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan
yang dirawat di Rumah Sakit.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan skripsi ini antara lain, sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Kiranya penulisan skripsi ini dapat mengembangkan khasanah ilmu
pengetahuan hukum perdata sekaligus dapat menambah literatur
khususnya mengenai perlindungan kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan
Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
2. Secara Praktis
Secara praktis penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan
masyarakat tentang proses perlindungan kesehatan yang diberikan oleh
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan terhadap Staf, Karyawan dan
Pensiunan sehingga masyarakat mengetahui tentang arti pentingnya
perlindungan kesehatan bagi para tenaga kerja khususnya.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis pada Perpustakaan
berjudul “Perjanjian Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan dan
Pensiunan (Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)”, pada prinsipnya
merupakan buah pikiran penulis sendiri, dibuat dengan melihat beberapa referensi
sumber bacaan seperti buku-buku dari perpustakaan, media cetak, ataupun media
elektronik yang memiliki hubungan dengan judul skripsi ini, sekaligus bersumber
dari riset lapangan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan sebagai sumber
langsung dari penyusunan skripsi ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Penulis pada
Perpustakaan Fakultas Hukum USU, bahwa judul skripsi ini, tidak memiliki
kesamaan dengan judul skripsi yang telah ada sebelumnya, karena terdapat
perbedaan dalam rumusan permasalahannya. Adapun judul-judul skripsi yang
telah ada tersebut, antara lain :
1. Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Kosmetik Impor
Yang Berbahaya Bagi Kesehatan dan Tidak Memiliki Izin Edar.
Oleh : Yuke Dwi Hidayati (NIM : 070200105)
2. Perlindungan Hukum Pasien Pengguna Jamkesmas Dalam Pelayanan
Kesehatan di RSUP H. Adam Malik Medan.
Oleh : Rizky Wirdatul Husna (NIM : 080200222)
3. Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PT. Indosat Medan dengan
Rumah Sakit Sri Ratu Medan Ditinjau dari Segi Hukum Perdata.
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data
yang telah dikumpulkan dan diolah.3
1. Metode Penelitian
Oleh karena itu penelitian merupakan suatu
sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dalam
suatu penelitian diperlukan adanya metodologi penelitian yang disesuaikan
dengan ilmu pengetahuan tersebut.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif,
yaitu metode penelitian yang menekankan pada teori-teori hukum dan
aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.4
Aspek yuridis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Perjanjian Kerja antara Staf,
Karyawan dan Pensiunan dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan antara
lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku III;
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentag
Kesehatan.
3
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 1.
4
3) Perjanjian Perlindungan Kesehatan bagi Staf, Karyawan dan Pensiunan
dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
Aspek normatif yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Perjanjian
Perlindungan Kesehatan yang dibuat antara Staf, Karyawan, dan Pensiunan
dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalan penulisan skripsi ini termasuk penelitian
deskripstif analisis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku
di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang terjadi di
dalam masyarakat5
Metode deskripstif analisis tersebut menggambarkan peraturan yang
berlaku yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek
pelaksanaan hukum positif yang menyangkut perlindungan hukum bagi peserta
askes dalam perjanjian kerjasama tentang perlindungan kesehatan bagi staf,
karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. .
3. Sumber dan Jenis Data
Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum
terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Penelitian ini menggunakan
jenis sumber data primer yang didukung dengan data sekunder, yaitu data yang
dari perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara
studi pustaka atau literatur.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalan penelitian ini penulis
menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan
terdiri dari Undang-Undang Kesehatan.6
b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan
tentang bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku atau
literatur-literatur yang berkaitan dengan perjanjian.7
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder
seperti Kamus Hukum Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada
sehingga dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam
pembahasan. Data yang diperlukan dalam penulisan ini diperoleh melalui:
a. Studi Kepustakaan (library research)
Informasi data yaitu informasi yang berupa tulisan yang berbentuk
skripsi, buku ilmiah, hasil penelitian, majalah yang kemudian
disimpulkan. Dengan demikian data yang diteliti dalam suatu
6
Ibid, hal. 23. 7
penelitian dapat berwujud data yang diperoleh melalui bahan-bahan
kepustakaan dan/atau secara langsung dari masyarakat.
b. Studi Lapangan (field research)
Wawancara adalah cara memperoleh data/informasi dengan bertanya
langsung pada yang diwawancarai. Wawancara dalam penelitian ini
dilakukan sebagai pelengkap dari data sekunder yang ada.
5. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis kualitatif. Seluruh data yang diperoleh, yaitu data-data dari bahan hukum
primer berupa peraturan-peraturan hukum yang mengikat seperti KUH Perdata
dan UU Kesehatan, dan data dari lapangan sebagai data pendukung, yang berupa
hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden akan dianalisis secara
keseluruhan.
Seluruh data primer maupun data sekunder yang terkumpul setelah
dianalisis, selanjutnya ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci,
kemudian disusun supaya lebih sistematis, dan selanjutnya ditarik kesimpulan.
Hasil dari kesimpulan yang merupakan data yang tersaji dalam bentuk sitematis
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi yang berjudul Perjanjian Perlindungan Kesehatan
Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi pada : Pusat Penelitian Kelapa
Sawit Medan), sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN
Pada bab ini akan membahas tentang pengertian perjanjian, subjek
dan objek perjanjian, syarat-syarat perjanjian, asas-asas perjanjian
dan wanprestasi dalam perjanjian.
BAB III : PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN
Pada bagian ini akan membahas tentang pengertian perjanjian
perlindungan kesehatan, dasar hukum perjanjian perlindungan
kesehatan, hubungan hukum para pihak dalam perjanjian
perlindungan kesehatan dan aspek-aspek hukum keperdataan dalam
perjanjian perlindungan kesehatan.
BAB IV PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP
STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN PUSAT PENELITIAN
Pada bagian ini berisikan mengenai gambaran umum Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Medan, pengaturan tentang pemberian
perlindungan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Medan, pelaksanaan perjanjian
perlindungan kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, hak dan kewajiban para
pihak dalam perjanjian perlindungan kesehatan, dan penyelesaian
klaim kepada Rumah Sakit terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang dirawat di Rumah
Sakit.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian penutup dalam skripsi ini yang berisikan
mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran dari
penulis.
BAB II
RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.
Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak
yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang
dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang
terdiri dari dua pihak8
Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1
(satu) orang lain atau lebih”. .
Para sarjana hukum perdata pada umunya berpendapat bahwa definisi
perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula
terlalu luas9
Dikatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai
perjanjian sepihak saja. Definisi itu juga dikatakan terlalu luas karena dapat
mencakup perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti perjanjian perkawinan,
yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang
diatur di dalam Buku III KUH Perdata tentang perikatan. .
8
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 117. 9
Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat
dinilai secara materiil, dengan kata lain, dapat dinilai dengan uang.
Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung
pengertian, sebagai berikut : “perjanjian adalah suatu hubungan hukum di bidang
kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan
hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada
pihak lain untuk menunaikan prestasinya.”10
Dari pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang
memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum
(rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (person)
atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain
tentang suatu prestasi”.
Dengan demikian, perjanjian/verbintennis adalah merupakan hubungan
hukum/rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara
perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum
antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam
lingkungan hukum perdata.
Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan
yag bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam hukum harta
benda dan hukum kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga,
tuanya seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian,
hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul
dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum
(rechtshandeling). Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh para
pihak yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian sehingga terhadap satu
pihak diberi hak oleh pihak yang lain sedangkan pihak lainnya memperoleh
prestasi, atau dengan perkataan lain, pihak yang lain itupun menyediakan diri
dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi.
Jadi satu pihak memperoleh hak (recht} dan pihak sebelah lagi memikul
kewajiban (plicht) menyerahkan dan menunaikan prestasi. Prestasi ini adalah
objek atau voorwerp dari verbitennis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang
dilakukan berdasar tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa
bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas presatasi mempunyai kedudukan
sebagai schuldeiser atau kreditur. Pihak yang wajib menunaikan prestasi
berkedudukan sebagai schuldenaar atau kreditur.
Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai
berikut :
“Perjanjian adalah : Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal11.
11
Menurut Wirjono Projodikoro, perjanjian adalah :
“Sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak,
dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu
hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut
pelaksaan janji itu.”12
Menurut Tirtodiningrat menyatakan bahwa :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat
diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang
diperkenankan oleh undang-undang.”13
Perbedaan-perbedaan pendapat para sarjana mengenai definisi dari
perjanjian memang berbeda-beda. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar sebab
dalam mengemukakan definisi dari perjanjian itu, para pakar hukum tersebut
memiliki sudut pandang yang saling berbeda satu sama lain. Namun dalam setiap
definisi yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut tetap mencantumkan secara
tegas bahwa dalam perjanjian terdapat pihak-pihak yang menjadi subjek dan objek
dari perjnajian tersebut yaitu adanya hubungan hukum yang terjadi diantara para
pihak yang menyangkut pemenuhan prestasi dalam bidang kekayaan. Adapun
yang menjadi dasar hukum dari perjanjian ini antara lain Buku III KUH Perdata
tentang Perikatan.
12
Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung , Sumur, 1981, hal. 9. 13
B. Jenis-Jenis Perjanjian
Ada beberapa jenis perjanjian yang umum digunakan dalam prakteknya,
antara lain, sebagai berikut14
1. Perjanjian Sepihak
:
Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu
pihak saja, misalnya, perjanjian hibah. Dalam perjanjian hibah, kewajiban hanya
ada pada orang yang menghibahkan yaitu orang yang memberikan barang atau
benda yang dihibahkan, sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban
apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan dan
tidak mempunyai kewajiban apapun terhadap orang yang menghibahkan.
2. Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada para
pihak yang membuat perjanjian. Jadi, pihak yang beerkewajiban untuk melakukan
suatu prestasi juga berhak untuk menuntut suatu kontra prestasi dari pihak
lainnya, misalnya perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa.
3. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama
Perjanjian bernama yaitu perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan
khusus yang terdapat dalam KUH Perdata Buku III Bab V sampai dengan Bab
XVIII. Misalnya, perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, hibah, perjanjian
pinjam meminjam dan lain-lain.
14
Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur secara khusus
dalam KUH Perdata, misalnya, perjanjian leasing, perjanjian keagenan, atau
perjanjian kredit.
4. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Non Obligatoir
Perjanjian Obligatoir merupakan suatu perjanjian yang mengharuskan atau
mewajibkan seseorang untuk membayar atau menyerahkan sesuatu.
Perjanjian Non Obligatoir yaitu perjanjian yang tidak mengharuskan atau
mewajibkan seseorang untuk membayar atau menyerahkan sesuatu, misalnya,
balik nama hak atas tanah.
5. Perjanjian Konsensuil dan Perjanjian Riil
Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah
terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian.
Perjanjian Riil adalah perjanjian yang tidak hanya memerlukan kata
sepakat, tetapi barangnya harus diserahkan sebagai bentuk yang riil dari perjanjian
tersebut. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata.
6. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban
Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang menurut hukum terjadi
keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam
pakai (Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata).
Perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan masing-masing
Misalnya : A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B
menyerahlepaskan suatu barang tertentu kepada A atau Misalnya: A menjanjikan
kepada B sesuatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda tertentu pula
kepada A.
7. Perjanjian Formil
Perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi Undang-Undang
mengahruskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara
tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya:
jual beli tanah, undang-undang menentukan akte jual beli harus dibuat dengan
akte PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akte notaris.
8. Perjanjian Campuran
Perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian didalamnya.
a. Perjanjian Penanggungan
Suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan
pihak yang berpiutang (kreditur), mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatannya pihak yang berutang (debitur) manakala orang itu sendiri
(debitur) tidak memenuhinya (wanprestasi).
b. Perjanjian Standar/Klausula Baku
Perjanjian yang mencantumkan klausul di dalam perjanjiannya dimana
salah satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya
dengan membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena
c. Perjanjian standar/baku dapat dibedakan dalam tiga jenis:
c.1. Perjanjian baku sepihak
Perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya
di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak
kreditur yang lazimnya mempunyai posisi kuat dibandingkan pihak
debitur. Misalnya: pada perjanjian buruh kolektif.
c.2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh Pemerintah
Perjanjian baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah, misalnya:
dalam bidang agraria dalam formulir pengajuan akta hipotek.
c.3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat.
Terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah
disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang
meminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan, yang dalam
kepustakaan Belanda biasa disebut dengan”contract model”. Misalnya:
Surat Kuasa, Akte pendirian perusahaan.
d. Perjanjian Garansi
Diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga,
dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak
mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah
menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak
ketiga tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini menolak memenuhi
C. Subjek dan Objek Perjanjian
Menurut R. Subekti, yang termasuk dalam subjek perjanjian antara lain15
a. Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan
perbuatan hukum tersebut, siapapun yang menjadi para pihak dalam suatu
perjanjian harus memenuhi syarat bahwa mereka adalah cakap untuk
melakukan perbuatan hukum.
:
b. Ada kesepakatan yang menajdi dasar perjanjian yang harus dicapai atas dasar
kebebasan menentukan kehendaknya (tidak ada paksaan, kekhilafan, atau
penipuan), dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang
membuata perjanjian, maka perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya.
Apabila perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif akibat hukumnya
perjanjian tersebut dapat dibatalkan (veerneetigbaar), artinya perjanjian tersebut
batal jika ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan untuk objek perjanjian,
dinyatakan bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu,
sekurang-kurangnya objek tersebut dapat ditentukan. Bahwa objek tersebut dapat berupa
benda yang sekarang ada dan benda yang nanti akan ada. Sehingga dapat
disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi objek perjanjian,
antara lain:
1. Barang-barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH
Perdata).
15
2. Suatu barang yang sedikitnya dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333
KUH Perdata) Tidak menjadi halangan bahwa jumlahnya tidak tentu,
asal saja jumlah itu dikemudian hari dapat ditentukan atau dihitung.
3. Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 ayat 2
KUH Perdata).
Sedangkan barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian
adalah:
1. Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang
dipakai negara.
2. Barang-barang yang dilarang oleh undang-undang, misalnya narkotika.
3. Warisan yang belum terbuka.
Menurut Subekti, mengenai objek perjanjian ditentukan bahwa16
1. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihaak harus cukup jelas
untuk menetapkan kewajiban masing-masing,
:
2. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak tidak bertentangan
dengan undang-undang, ketertiban umum atau kesusilaaan.
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif, akibat hukumnya adalah
perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigbaar). Artinya dari semula tidak
D. Syarat-Syarat Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena
mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,
sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai
perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Perjanjian atau kesepakatan dari masing—masing pihak itu harus
dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Perjanjian itu juga harus diberikan
bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaan.
Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila
kehendak0kehendak itu mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga
dapat mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata
sepakatnya.
Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap
tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaan yang bersifat relatif,
dimana orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan apakah ia akan mengikuti
perjanjian dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa perjanjian yang telah
diberikan itu adalah perjanjian yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata.
Paksaan seperti inilah yang dimaksudkan undang-undang dapat
dipergunakan sebagai alasan untuk menuntut bataknya perjanjian, yaitu suatu
paksaan yang membuat perjanjian atau perizinan diberikan, tetapi secara tidak
benar.
Sesuatu kekeliruan atau kesilapan untuk dapat dijadikan alasan guna
menuntut pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa
barang-barang yang menjadi pokokperjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai
pembatasan yang kedua dikemukakan oleh doktrin adalah adanya alasan yang
cukup menduga adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kesilapan itu
harus diketahui lawan, atau paling sedikit pihak lawan sepatutnya harus
mengetahui bahwa ia sedang berhadapan dengan sesorang yang silap.
Dalam halnya ada unsur penipuan pada perjanjian yang dibuat, maka pada
salah satu pihak terdapat gambaran yang sebenarnya mengenai sifat-sifat pokok
barang-barang yang diperjanjikan, gambaran dengan sengaja diberikan oleh pihak
lawannya.
Perihal adanya penipuan itu harus dibuktikan, demikian hal tersebut
ditegaskan dalam pasal 1328 ayat 1 KUH Perdata, Yurisprudensi dalam hal
penipuan ini menerangkan bahwa untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan
mengenai suatu hal saja, paling sedikit harus ada sesuatu rangkaian kebbohongan.
Karena muslihat itu, pihak yang tertipu terjerumus pada gambaran yang keliru dan
membawa kerugian kepadanya. Syarat kedua untuk sahnya suatu perjanjian
adalah kecakapan para pihak. Untuk hal ini penulis kemukankan pasal 1329 KUH
Perdata, dimana kecakapan itu dapat kita bedakan :
1. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian
secara sah
2. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinyatakan tidak cakap
untuk mengadakan perjanjian tertentu, misalnya pasal 1601 KUH
Perdata yang menyatakan batalnya suatu perjanjian perbutuhan apabila
diadakan antara suami isteri.
Sedangkan perihal ketidak cakapan pada umumnya itu disebutkan bahwa
orang-orang yang tidak cakap sebagaimana yang diuraikan oleh pasal 1330 KUH
Perdata ada tiga yaitu :
1. Anak-anak atau orang yang belum dewasa
2. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampunan
3. Wanita yang bersuami
Ketidak cakapan ini juga ditentukan oleh undang-undang demi
kepentingan curatele atau orang yang ditaruh di bawah pengampunan itu sendiri.
Menurut pasal 1330 KUH Perdata di atas wanita bersuami pada umumnya adalah
undang-undang. Ia bertindak dalam lalu lintas hukum harus dibantu atau
mendapat izin dari suaminya.
Pembatalan terhadap orang0orang tertentu dalan hal kevakapan membuat
sutau perjanjian sebagaimana dikemukakan pasal 1330 KUH Perdata tersebut,
kiranya dapat kita mengingat bahwa sifat dari peraturan hukum snediri pada
hakekatnya selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan
ketertiban hukum dalam masyarakat di pihak lain. Maka demikianlah bilamana
dari sudut tujuan hukum yang pertama ialah mengejar rasa keadilan memang
wajarlah apabila orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya terikat oleh
perjanjian itu harus pula mempunyai cukup kemampuan unutk menginsyapi akan
tanggung jawab yang harus dipikulkan dan tujuan yang satu inilah yang akan sulit
diharapkan apabila orang-orang yang merupakan pihak dalam suatu perjanjian itu
adalah orang-orang di bawah umur atau orang sakit ingatan atau pikiran yang
pada umumnya dapat dikatakan sebagai belum atau tidak dapat menginsyapi apa
sesungguhnya tanggung jawab itu.
Selanjutnya syarat ketiga untuk sahnya satu perikatan adalah adanya hal
tertentu yang diperjanjikan maka ini berarti bahwa apa yang diperjanjikan harus
cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam perjanjian
paling sedikit harus ditentukan jenisnya (pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata)
dengan pengertian bahwa jumlahnya barang tidak menjadi syarat, asal saja
Syarat yang ketiga ini menjadi penting, terutama dalam hal terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, guna dapat menetapkan apa-apa saja
yang menjadi hak dan kewajiban dari paa pihak-pihak dalam perjnajian uyang
mereka buat itu.
Akhirnya selalu syarat untuk sahnya suatu perjnajian itu, pasal 1320 KUH
Perdata menyebutkan sebagai syarat ke empat ialah adanya suatu sebab yang
halal. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian itu sendiri.
Atau seperti dikemukakan R. Wirjono Prodjodikoro, yaitu :
“Azas-azas hukum perjanjian, bahwa dengan pengertian causa adalah bukan hal
yang mengakibatkan hal sesuatu keadaan belaka. Selanjutnya beliau mengatakn
dalam pandangan saya, causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu
persetujuan, yang menyebabkan adanya perjanjian itu”17
Sehubungan dengan perbedaan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian
telah penulis kemukakan terlebih dahulu, yaitu syarat obyektif dan syarat
subyektif, maka apabila syarat obyektif tersebut tidak dipenuhi, perjanjian dapat
dikatakan batal demi hukum. Sedangkan dalam hal syarta subyektif yang tidak
dipenuhi, maka terhadap perjanjian yang demikian itu salah satu pihak
mempunyai hak untuk menuntut perjanjian yang telah dibuat menjadi batal. .
Dengan perkataan lain, bahwa bila syarat subyektif tidak dipenuhi maka
dapat dituntut pembatalannya, sedangkan bila syarat subyektif yang tidak
dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum.
17
E. Asas-Asas Perjanjian
Dalam khasanah hukum perjanjian di kenal beberapa asas yang menjadi
dasar para pihak di dalam melakukan tindakan hukum guna melahirkan suatu
oerjanjian. Asa perjanjian itu harus merupakan suatu kebenaran yang bersifat
fundamental, disamping itu asas semestinya tidak dapat ditimpangi, kecuali ada
hal-hal yang dianggap luar biasa dan lebih jelas kandungan materi
kabenarannya18
Adapun beberapa asas dalam perjanjian itu antara lain : .
19
1. Asas Konsensualisme (persesuaian kehendak)
Sejalan dengan arti konsensualisme (petsesuaian kehendak) itu sendiri
yang merupakan kesepakatan, maka atas ini menetapkan terjadinya suatu
perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian.20
18
Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta , Sinar Grafika, 1994, hal. 68.
Dapat dikatakan bahwa saat terjadinya adalah pada saat dicapainya
kata sepakat antara kedua belah pihak. Sejak terjadinya kesepakatan itu, maka saat
itu perjanjian menjadi mengikat dan mempunyai kekuatan hukum. Keterangan
tentang kata sepakat menjadi asas dalam suatu perjanjian dapat pula dilihat bunyi
pasal 1320 KUH Perdata bahwa untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan
empat syarat, yang satu diantaranya adalah kata sepakat. Dengan tercapainya kata
19
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1991, hal. 71.
20
sepakat, telah menunjukkan pada saat itu suatu perjanjian mulai berlaku dan
mengikat para pihak.
2. Asas kebebasan berkontrak
Menurut asas ini, setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan
suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjian itu
tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Asas
kebebasan berkontrak ini dapat kita lihat di dalam pasal 1339 KUH Perdata yang
menyebutkan : Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat hal-hal yang dengan
tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dengan
adanya penyatuan semacam ini sebenarnya kebebasan para pihak di dalam
melahirkan suatu perjanjian menjadi tidak bebas lagi. Namun demikian dengan
adanya pembatasan ini setiap orang menjadi sadar bahwa perjajian itu haruslah
ditujukan demi untuk kebaikan dan tidak merugikan orang lain.
Dalam satu putusannya Mahkamah Agung pernah memperlihatkan bahwa
betapa asas kebebasan berkontrak itu harus berpegang pada keputusan
sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No. 935/K/Pdt/1985
dalam kasus sewa beli mobil. Salah satu pertimbanganya, Mahkamah Agung
berpendapat isi perjanjian yang melenyapkan hak beli sewa atas barang yang telah
dibeli hanya disebabkan keterlambatan atau kesulitan pembayaran angsuran tanpa
mempertimbangkan jumlah angsuran yang telah dibayar, sebagai perbuatan yang