• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Perlindungan Kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perjanjian Perlindungan Kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP

STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN

(STUDI PADA PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

MUHAMMAD ROIHAN 070200404

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum. NIP : 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum. Aflah, SH., M.Hum. NIP : 196603031985081001 NIP : 197005192002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang selalu

mencurahkan rahmad dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat mengikuti

perkuliahan dan menyelesaikan penulisan skripsi yang merupakan salah satu

syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini, penulis menulis skripsi dengan judul

“Perjanjian Perlindungan Kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan

(Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, banyak

kekurangan yang terdapat baik dari isi maupun penyusunan kalimatnya yang

disebabkan keterbatasan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya membangun demi memperkaya materi yang berkaitan dengan

skripsi ini.

Di dalam masa penulisan skripsi ini , penulis mendapat banyak bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Sebagai

penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semuanya itu, maka penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen penasehat akademik

selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, DFM, Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(3)

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen

Pembimbing I yang telah bersedia memberikan pengarahan, bimbingan, serta

petunjuk bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Aflah SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak

mengorbankan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membantu penulis

menyelesaikan skripsi ini.

7. Para dosen, pegawai tata usaha, dan petugas perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama masa

perkuliahan termasuk dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orangtua penulis Drs. H. Irwan

Matondang dan Hj. Anna Machrani Rangkuti, yang tidak hentinya

memberikan dukungan, kasih sayang, pengorbanan serta doa dalam setiap

perjalanan hidup penulis hingga sampai sekarang ini.

9. Bapak Parlindungan Rangkuti, SE dan Keluarga selaku Paman yang telah

banyak memberi dukungan dan masukan kepada penulis selama masa

pendidikan dan penyelesaiaan skripsi ini.

10. Bapak Suryanto Sinaga, SH, selaku Kepala Bagian Urusan SDM Dan Hukum

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, yang telah membantu penulis dalam

memperoleh data-data serta keterangan yang dibutuhkan demi kepentingan

penulisan skripsi ini.

11. Wiwin Azmi Harahap, SH, yang telah memberikan dukungan dan masukan

kepada Penulis.

12. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik

langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah penulis sampaikan, semoga Allah SWT membalas segala

kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

(4)

PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN

(STUDI PADA PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN)

Muhammad Roihan

Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum.**

Aflah, S.H., M.Hum.***

ABSTRAK

Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan produksi terhadap kelapa sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan didukung oleh para staf dan karyawan yang sehat dan mempunyai kualitas kerja. Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dari para karyawan ini, maka perlu diberikan perlindungan kesehatan agar karyawan ini dapat bekerja dengan tenang dan mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan dan jaminan kesehatan yang diberikan tidak hanya kepada karyawan tetapi juga kepada karyawan yang sudah pensiun dan keluarga batih (keluarga intinya) dari karyawan dan pensiunan tersebut, yaitu isteri atau suami dan anak-anak yang belum menikah.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yang didukung dengan data-data yang diperoleh dari sumber kepustakaan dan data dari lapangan yaitu kantor PPKS Medan, baik berupa wawancara maupun dokumen-dokumen tentang perjanjian perlindungan kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan dalam lingkungan perusahaan PPKS Medan dalam bentuk tertulis.

Pengaturan tentang pemberian perlindungan kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan terdapat di dalam buku Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan dengan Serikat Pekerja Perkebunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (SPBUN PPKS) tahun 2010-2013. Pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan PPKS Medan, dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang berlangsung antara PPKS Medan dengan Rumah Sakit Umum (RSU) Permata Bunda Medan dan juga antara PPKS Medan dengan Rumah Sakit (RS) Martha Friska Medan. Pengajuan klaim pembayaran pelayanan kesehatan dilakukan dengan terlebih dahulu, Pihak RSU Permata Bunda dan RS Martha Friska akan memperhitungkan segala biaya yang timbul atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada staf, karyawan, pensiunan beserta tanggungan yang syah (batihnya) dari pihak perusahaan PPKS Medan.

(5)

DAFTAR ISI

BAB II : RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN ….…… 15

A. Pengertian Perjanjian ……… 15

B. Jenis-Jenis Perjanjian ……… 19

C. Subjek dan Objek Perjanjian ……… 23

D. Syarat-Syarat Perjanjian ……… 25

E. Asas-Asas Perjanjian ……… 30

F. Wanprestasi dalam Perjanjian ……… 33

BAB III : PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN …… 38

A. Pengertian Perjanjian Perlindungan Kesehatan …………. 38

B. Dasar Hukum Perjanjian Perlindungan Kesehatan ……….. 40

C. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Perlindungan Kesehatan ………. 44

D. Aspek-Aspek Hukum Keperdataan dalam Perjanjian Perlindungan Kesehatan ………. 48

BAB IV : PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN …………. 52

(6)

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian

Perlindungan Kesehatan ……….. 69

E. Penyelesaian Klaim Kepada Rumah Sakit Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan PPKS Medan yang dirawat di Rumah Sakit ………. 70

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ………. 76

A. Kesimpulan ……….. 76

B. Saran ……….. 78

DAFTAR PUSTAKA ……… 79

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua sisi kehidupan manusia mengalami perubahan dan perkembangan,

termasuk halnya dalam hubungan antara manusia dengan manusia lainnya

maupun manusia dengan lembaga-lembaga yang diciptakan oleh manusia itu

sendiri. Semua sisi kehidupan yang berkembang tersebut mau tidak mau tidak

luput dari ketentuan undangan karena dengan adanya

perundang-undangan maka segala sesuatunya dapat dipertanggungjawabkan dan itu berarti

masuk ke dalam masalah hukum.

Di satu sisi kehidupan manusia adalah kesehatan. Kesehatan sangat

penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya dalam kehidupan

sehari-hari. Tanpa adanya tubuh yang sehat maka manusia tidak dapat mengerjakan

aktivitasnya atau pekerjaannya. Oleh karena itu kesehatan sangat penting dan

tidak dapat dinilai dalam bentuk materi.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan

diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan

(8)

diselenggarakan berbagai upaya kesehatan yang didukung oleh sumber daya

tenaga kesehatan.

Dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, dinyatakan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan

berkesinambungan untuk memelihara derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan

pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Selanjutnya dalam

Pasal 1 ayat (12) dinyatakan, Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan

dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan

kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

Pembangunan kesehatan didasari oleh cita-cita bangsa Indonesia yang

tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 ditegaskan bahwa “Pemerintahan Negara Indonesia melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut

diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang

berkesinambungan yang merupakan suatu kegiatan pembangunan yang

(9)

Untuk mencapai cita-cita bangsa tersebut, kesehatan merupakan modal

utama dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa tersebut kesejahteraan umum meliputi

pelayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia, maka ketentuan dalam

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut diatur lebih lanjut dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 yang telah dirubah dan ditambah dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan kemudian diubah

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya

disingkat Undang-Undang Kesehatan).

Undang-Undang Kesehatan juga memuat tentang tugas pemerintah di

bidang pemeliharaan kesehatan, antara lain menyebutkan pemerintahan berusaha

agar kesempatan untuk pengobatan dan perawatan bagi rakyat diberikan secara

merata di wilayah Indonesia, dengan biaya seringan-ringannya sampai kepada

cuma-cuma untuk usaha itu diadakan rumah sakit, poliklinik dan

lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang kesehatan. Dalam peraturan perburuhan,

peraturan kepegawaian, peraturan pensiunan, juga diperlukan kesehatan pegawai,

baik yang bersifat preventif maupun kuratif diatur dengan seksama, juga

diperhatikan agar pegawai tersebut dilindungi terhadap hal-hal yang mengganggu

atau membahayakan kesehatan1

Hal ini berarti sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan

pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, .

1

(10)

diperlukan pengaturan untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan

kesehatan.

Perlindungan hukum kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang

Kesehatan hanyalah menyangkut perlindungan hukum terhadap pemberi jasa

pelayanan kesehatan saja. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 53 Undang-Undang

Kesehatan dinyatakan: “Tenaga Kesehatan berhak memperoleh perlindungan

hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”. Sedangkan

perlindungan hukum terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan tidak diatur

secara jelas di dalam Undang-Undang Kesehatan ini.

Perihal perlindungan tenaga kerja di dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 86 dinyatakan:

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. Keselamatan dan kesehatan kerja

b. Moral dan kesusilaan; dan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai-nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal di selenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilkasanakan

(11)

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap tenaga kerja, sebagaimana

diatur dalam pasal 173 ayat (1) dinyatakan “pemerintah melakukan pembinaan

terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan”.

Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan produksi terhadap kelapa

sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan didukung oleh 580 (lima ratus

delapan puluh) karyawan, yang meliputi tenaga peneliti, teknisi, dan karyawan

penunjang. Sebanyak 105 (seratus lima) orang menjabat sebagai karyawan

pimpinan yang terdiri dari 56 (lima puluh enam) orang peneliti, 15 (lima belas)

orang pada bagian pelayanan, 34 (tiga puluh empat) orang pada bagian penunjang

dan sisanya 475 orang adalah karyawan pelaksana yang tersebar di seluruh unit

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).2

Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dari para karyawan

ini, maka perlu diberikan perlindungan kesehatan agar karyawan ini dapat bekerja

dengan tenang dan mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan dan jaminan kesehatan yang

diberikan tidak hanya kepada karyawan tetapi juga kepada karyawan yang sudah

pensiun dan keluarga batih (keluarga intinya) dari karyawan dan pensiunan

tersebut, yaitu isteri atau suami dan anak-anak yang belum menikah.

Untuk mengetahui tentang bentuk perlindungan dan jaminan kesehatan

yang diberikan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan kepada Staf, Karyawan

dan pensiunan ini, telah menjadi latar belakang dan mendorong penulis untuk

2

(12)

menulis dan menguraikannya dalam skripsi dengan judul “Perjanjian

Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi

Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalahan dalam penulisan skripsi ini, antara

lain, sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tentang pemberian perlindungan kesehatan

terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(PPKS) Medan?

2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan Staf, Karyawan

dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan?

3. Bagaimana penyelesaian klaim kepada Rumah Sakit terhadap Staf,

Karyawan dan Pensiunan Balai Riset Kelapa Sawit Medan yang dirawat di

Rumah Sakit?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, antara lain, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang pemberian perlindungan

kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian

(13)

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan Staf,

Karyawan dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian klaim kepada Rumah Sakit terhadap

Staf, Karyawan dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan

yang dirawat di Rumah Sakit.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi ini antara lain, sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Kiranya penulisan skripsi ini dapat mengembangkan khasanah ilmu

pengetahuan hukum perdata sekaligus dapat menambah literatur

khususnya mengenai perlindungan kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan

Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

2. Secara Praktis

Secara praktis penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan

masyarakat tentang proses perlindungan kesehatan yang diberikan oleh

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan terhadap Staf, Karyawan dan

Pensiunan sehingga masyarakat mengetahui tentang arti pentingnya

perlindungan kesehatan bagi para tenaga kerja khususnya.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis pada Perpustakaan

(14)

berjudul “Perjanjian Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan dan

Pensiunan (Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)”, pada prinsipnya

merupakan buah pikiran penulis sendiri, dibuat dengan melihat beberapa referensi

sumber bacaan seperti buku-buku dari perpustakaan, media cetak, ataupun media

elektronik yang memiliki hubungan dengan judul skripsi ini, sekaligus bersumber

dari riset lapangan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan sebagai sumber

langsung dari penyusunan skripsi ini.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Penulis pada

Perpustakaan Fakultas Hukum USU, bahwa judul skripsi ini, tidak memiliki

kesamaan dengan judul skripsi yang telah ada sebelumnya, karena terdapat

perbedaan dalam rumusan permasalahannya. Adapun judul-judul skripsi yang

telah ada tersebut, antara lain :

1. Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Kosmetik Impor

Yang Berbahaya Bagi Kesehatan dan Tidak Memiliki Izin Edar.

Oleh : Yuke Dwi Hidayati (NIM : 070200105)

2. Perlindungan Hukum Pasien Pengguna Jamkesmas Dalam Pelayanan

Kesehatan di RSUP H. Adam Malik Medan.

Oleh : Rizky Wirdatul Husna (NIM : 080200222)

3. Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PT. Indosat Medan dengan

Rumah Sakit Sri Ratu Medan Ditinjau dari Segi Hukum Perdata.

(15)

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan

untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.

Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data

yang telah dikumpulkan dan diolah.3

1. Metode Penelitian

Oleh karena itu penelitian merupakan suatu

sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dalam

suatu penelitian diperlukan adanya metodologi penelitian yang disesuaikan

dengan ilmu pengetahuan tersebut.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif,

yaitu metode penelitian yang menekankan pada teori-teori hukum dan

aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.4

Aspek yuridis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan Perjanjian Kerja antara Staf,

Karyawan dan Pensiunan dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan antara

lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku III;

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentag

Kesehatan.

3

(16)

3) Perjanjian Perlindungan Kesehatan bagi Staf, Karyawan dan Pensiunan

dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

Aspek normatif yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Perjanjian

Perlindungan Kesehatan yang dibuat antara Staf, Karyawan, dan Pensiunan

dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalan penulisan skripsi ini termasuk penelitian

deskripstif analisis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku

di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang terjadi di

dalam masyarakat5

Metode deskripstif analisis tersebut menggambarkan peraturan yang

berlaku yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek

pelaksanaan hukum positif yang menyangkut perlindungan hukum bagi peserta

askes dalam perjanjian kerjasama tentang perlindungan kesehatan bagi staf,

karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. .

3. Sumber dan Jenis Data

Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum

terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Penelitian ini menggunakan

jenis sumber data primer yang didukung dengan data sekunder, yaitu data yang

mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer yang diperoleh

5

(17)

dari perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara

studi pustaka atau literatur.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalan penelitian ini penulis

menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari Undang-Undang Kesehatan.6

b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan

tentang bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku atau

literatur-literatur yang berkaitan dengan perjanjian.7

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

seperti Kamus Hukum Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada

sehingga dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam

pembahasan. Data yang diperlukan dalam penulisan ini diperoleh melalui:

a. Studi Kepustakaan (library research)

Informasi data yaitu informasi yang berupa tulisan yang berbentuk

skripsi, buku ilmiah, hasil penelitian, majalah yang kemudian

disimpulkan. Dengan demikian data yang diteliti dalam suatu

6

(18)

penelitian dapat berwujud data yang diperoleh melalui bahan-bahan

kepustakaan dan/atau secara langsung dari masyarakat.

b. Studi Lapangan (field research)

Wawancara adalah cara memperoleh data/informasi dengan bertanya

langsung pada yang diwawancarai. Wawancara dalam penelitian ini

dilakukan sebagai pelengkap dari data sekunder yang ada.

5. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis kualitatif. Seluruh data yang diperoleh, yaitu data-data dari bahan hukum

primer berupa peraturan-peraturan hukum yang mengikat seperti KUH Perdata

dan UU Kesehatan, dan data dari lapangan sebagai data pendukung, yang berupa

hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden akan dianalisis secara

keseluruhan.

Seluruh data primer maupun data sekunder yang terkumpul setelah

dianalisis, selanjutnya ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci,

kemudian disusun supaya lebih sistematis, dan selanjutnya ditarik kesimpulan.

Hasil dari kesimpulan yang merupakan data yang tersaji dalam bentuk sitematis

(19)

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi yang berjudul Perjanjian Perlindungan Kesehatan

Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi pada : Pusat Penelitian Kelapa

Sawit Medan), sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,

metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN

Pada bab ini akan membahas tentang pengertian perjanjian, subjek

dan objek perjanjian, syarat-syarat perjanjian, asas-asas perjanjian

dan wanprestasi dalam perjanjian.

BAB III : PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN

Pada bagian ini akan membahas tentang pengertian perjanjian

perlindungan kesehatan, dasar hukum perjanjian perlindungan

kesehatan, hubungan hukum para pihak dalam perjanjian

perlindungan kesehatan dan aspek-aspek hukum keperdataan dalam

perjanjian perlindungan kesehatan.

BAB IV PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP

STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN PUSAT PENELITIAN

(20)

Pada bagian ini berisikan mengenai gambaran umum Pusat

Penelitian Kelapa Sawit Medan, pengaturan tentang pemberian

perlindungan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan Pusat

Penelitian Kelapa Sawit Medan, pelaksanaan perjanjian

perlindungan kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, hak dan kewajiban para

pihak dalam perjanjian perlindungan kesehatan, dan penyelesaian

klaim kepada Rumah Sakit terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang dirawat di Rumah

Sakit.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian penutup dalam skripsi ini yang berisikan

mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran dari

penulis.

(21)

PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN

(STUDI PADA PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN)

Muhammad Roihan

Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum.**

Aflah, S.H., M.Hum.***

ABSTRAK

Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan produksi terhadap kelapa sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan didukung oleh para staf dan karyawan yang sehat dan mempunyai kualitas kerja. Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dari para karyawan ini, maka perlu diberikan perlindungan kesehatan agar karyawan ini dapat bekerja dengan tenang dan mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan dan jaminan kesehatan yang diberikan tidak hanya kepada karyawan tetapi juga kepada karyawan yang sudah pensiun dan keluarga batih (keluarga intinya) dari karyawan dan pensiunan tersebut, yaitu isteri atau suami dan anak-anak yang belum menikah.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yang didukung dengan data-data yang diperoleh dari sumber kepustakaan dan data dari lapangan yaitu kantor PPKS Medan, baik berupa wawancara maupun dokumen-dokumen tentang perjanjian perlindungan kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan dalam lingkungan perusahaan PPKS Medan dalam bentuk tertulis.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua sisi kehidupan manusia mengalami perubahan dan perkembangan,

termasuk halnya dalam hubungan antara manusia dengan manusia lainnya

maupun manusia dengan lembaga-lembaga yang diciptakan oleh manusia itu

sendiri. Semua sisi kehidupan yang berkembang tersebut mau tidak mau tidak

luput dari ketentuan undangan karena dengan adanya

perundang-undangan maka segala sesuatunya dapat dipertanggungjawabkan dan itu berarti

masuk ke dalam masalah hukum.

Di satu sisi kehidupan manusia adalah kesehatan. Kesehatan sangat

penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya dalam kehidupan

sehari-hari. Tanpa adanya tubuh yang sehat maka manusia tidak dapat mengerjakan

aktivitasnya atau pekerjaannya. Oleh karena itu kesehatan sangat penting dan

tidak dapat dinilai dalam bentuk materi.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan

diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan

(23)

diselenggarakan berbagai upaya kesehatan yang didukung oleh sumber daya

tenaga kesehatan.

Dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, dinyatakan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan

berkesinambungan untuk memelihara derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan

pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Selanjutnya dalam

Pasal 1 ayat (12) dinyatakan, Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan

dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan

kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

Pembangunan kesehatan didasari oleh cita-cita bangsa Indonesia yang

tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 ditegaskan bahwa “Pemerintahan Negara Indonesia melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut

diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang

berkesinambungan yang merupakan suatu kegiatan pembangunan yang

(24)

Untuk mencapai cita-cita bangsa tersebut, kesehatan merupakan modal

utama dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa tersebut kesejahteraan umum meliputi

pelayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia, maka ketentuan dalam

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut diatur lebih lanjut dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 yang telah dirubah dan ditambah dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan kemudian diubah

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya

disingkat Undang-Undang Kesehatan).

Undang-Undang Kesehatan juga memuat tentang tugas pemerintah di

bidang pemeliharaan kesehatan, antara lain menyebutkan pemerintahan berusaha

agar kesempatan untuk pengobatan dan perawatan bagi rakyat diberikan secara

merata di wilayah Indonesia, dengan biaya seringan-ringannya sampai kepada

cuma-cuma untuk usaha itu diadakan rumah sakit, poliklinik dan

lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang kesehatan. Dalam peraturan perburuhan,

peraturan kepegawaian, peraturan pensiunan, juga diperlukan kesehatan pegawai,

baik yang bersifat preventif maupun kuratif diatur dengan seksama, juga

diperhatikan agar pegawai tersebut dilindungi terhadap hal-hal yang mengganggu

atau membahayakan kesehatan1

Hal ini berarti sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan

pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, .

1

(25)

diperlukan pengaturan untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan

kesehatan.

Perlindungan hukum kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang

Kesehatan hanyalah menyangkut perlindungan hukum terhadap pemberi jasa

pelayanan kesehatan saja. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 53 Undang-Undang

Kesehatan dinyatakan: “Tenaga Kesehatan berhak memperoleh perlindungan

hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”. Sedangkan

perlindungan hukum terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan tidak diatur

secara jelas di dalam Undang-Undang Kesehatan ini.

Perihal perlindungan tenaga kerja di dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 86 dinyatakan:

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. Keselamatan dan kesehatan kerja

b. Moral dan kesusilaan; dan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai-nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal di selenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilkasanakan

(26)

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap tenaga kerja, sebagaimana

diatur dalam pasal 173 ayat (1) dinyatakan “pemerintah melakukan pembinaan

terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan”.

Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan produksi terhadap kelapa

sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan didukung oleh 580 (lima ratus

delapan puluh) karyawan, yang meliputi tenaga peneliti, teknisi, dan karyawan

penunjang. Sebanyak 105 (seratus lima) orang menjabat sebagai karyawan

pimpinan yang terdiri dari 56 (lima puluh enam) orang peneliti, 15 (lima belas)

orang pada bagian pelayanan, 34 (tiga puluh empat) orang pada bagian penunjang

dan sisanya 475 orang adalah karyawan pelaksana yang tersebar di seluruh unit

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).2

Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dari para karyawan

ini, maka perlu diberikan perlindungan kesehatan agar karyawan ini dapat bekerja

dengan tenang dan mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Ketenagakerjaan. Perlindungan dan jaminan kesehatan yang

diberikan tidak hanya kepada karyawan tetapi juga kepada karyawan yang sudah

pensiun dan keluarga batih (keluarga intinya) dari karyawan dan pensiunan

tersebut, yaitu isteri atau suami dan anak-anak yang belum menikah.

Untuk mengetahui tentang bentuk perlindungan dan jaminan kesehatan

yang diberikan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan kepada Staf, Karyawan

dan pensiunan ini, telah menjadi latar belakang dan mendorong penulis untuk

2

(27)

menulis dan menguraikannya dalam skripsi dengan judul “Perjanjian

Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi

Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalahan dalam penulisan skripsi ini, antara

lain, sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tentang pemberian perlindungan kesehatan

terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(PPKS) Medan?

2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan Staf, Karyawan

dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan?

3. Bagaimana penyelesaian klaim kepada Rumah Sakit terhadap Staf,

Karyawan dan Pensiunan Balai Riset Kelapa Sawit Medan yang dirawat di

Rumah Sakit?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, antara lain, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang pemberian perlindungan

kesehatan terhadap staf, karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian

(28)

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian perlindungan kesehatan Staf,

Karyawan dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian klaim kepada Rumah Sakit terhadap

Staf, Karyawan dan Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan

yang dirawat di Rumah Sakit.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi ini antara lain, sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Kiranya penulisan skripsi ini dapat mengembangkan khasanah ilmu

pengetahuan hukum perdata sekaligus dapat menambah literatur

khususnya mengenai perlindungan kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan

Pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

2. Secara Praktis

Secara praktis penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan

masyarakat tentang proses perlindungan kesehatan yang diberikan oleh

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan terhadap Staf, Karyawan dan

Pensiunan sehingga masyarakat mengetahui tentang arti pentingnya

perlindungan kesehatan bagi para tenaga kerja khususnya.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis pada Perpustakaan

(29)

berjudul “Perjanjian Perlindungan Kesehatan Terhadap Staf, Karyawan dan

Pensiunan (Studi Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan)”, pada prinsipnya

merupakan buah pikiran penulis sendiri, dibuat dengan melihat beberapa referensi

sumber bacaan seperti buku-buku dari perpustakaan, media cetak, ataupun media

elektronik yang memiliki hubungan dengan judul skripsi ini, sekaligus bersumber

dari riset lapangan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan sebagai sumber

langsung dari penyusunan skripsi ini.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Penulis pada

Perpustakaan Fakultas Hukum USU, bahwa judul skripsi ini, tidak memiliki

kesamaan dengan judul skripsi yang telah ada sebelumnya, karena terdapat

perbedaan dalam rumusan permasalahannya. Adapun judul-judul skripsi yang

telah ada tersebut, antara lain :

1. Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Kosmetik Impor

Yang Berbahaya Bagi Kesehatan dan Tidak Memiliki Izin Edar.

Oleh : Yuke Dwi Hidayati (NIM : 070200105)

2. Perlindungan Hukum Pasien Pengguna Jamkesmas Dalam Pelayanan

Kesehatan di RSUP H. Adam Malik Medan.

Oleh : Rizky Wirdatul Husna (NIM : 080200222)

3. Perjanjian Pelayanan Kesehatan Antara PT. Indosat Medan dengan

Rumah Sakit Sri Ratu Medan Ditinjau dari Segi Hukum Perdata.

(30)

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan

untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.

Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data

yang telah dikumpulkan dan diolah.3

1. Metode Penelitian

Oleh karena itu penelitian merupakan suatu

sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dalam

suatu penelitian diperlukan adanya metodologi penelitian yang disesuaikan

dengan ilmu pengetahuan tersebut.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif,

yaitu metode penelitian yang menekankan pada teori-teori hukum dan

aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.4

Aspek yuridis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan Perjanjian Kerja antara Staf,

Karyawan dan Pensiunan dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan antara

lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, buku III;

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentag

Kesehatan.

3

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 1.

4

(31)

3) Perjanjian Perlindungan Kesehatan bagi Staf, Karyawan dan Pensiunan

dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

Aspek normatif yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Perjanjian

Perlindungan Kesehatan yang dibuat antara Staf, Karyawan, dan Pensiunan

dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalan penulisan skripsi ini termasuk penelitian

deskripstif analisis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku

di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang terjadi di

dalam masyarakat5

Metode deskripstif analisis tersebut menggambarkan peraturan yang

berlaku yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek

pelaksanaan hukum positif yang menyangkut perlindungan hukum bagi peserta

askes dalam perjanjian kerjasama tentang perlindungan kesehatan bagi staf,

karyawan dan pensiunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. .

3. Sumber dan Jenis Data

Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum

terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Penelitian ini menggunakan

jenis sumber data primer yang didukung dengan data sekunder, yaitu data yang

(32)

dari perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara

studi pustaka atau literatur.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalan penelitian ini penulis

menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari Undang-Undang Kesehatan.6

b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan

tentang bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku atau

literatur-literatur yang berkaitan dengan perjanjian.7

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

seperti Kamus Hukum Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada

sehingga dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam

pembahasan. Data yang diperlukan dalam penulisan ini diperoleh melalui:

a. Studi Kepustakaan (library research)

Informasi data yaitu informasi yang berupa tulisan yang berbentuk

skripsi, buku ilmiah, hasil penelitian, majalah yang kemudian

disimpulkan. Dengan demikian data yang diteliti dalam suatu

6

Ibid, hal. 23. 7

(33)

penelitian dapat berwujud data yang diperoleh melalui bahan-bahan

kepustakaan dan/atau secara langsung dari masyarakat.

b. Studi Lapangan (field research)

Wawancara adalah cara memperoleh data/informasi dengan bertanya

langsung pada yang diwawancarai. Wawancara dalam penelitian ini

dilakukan sebagai pelengkap dari data sekunder yang ada.

5. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis kualitatif. Seluruh data yang diperoleh, yaitu data-data dari bahan hukum

primer berupa peraturan-peraturan hukum yang mengikat seperti KUH Perdata

dan UU Kesehatan, dan data dari lapangan sebagai data pendukung, yang berupa

hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden akan dianalisis secara

keseluruhan.

Seluruh data primer maupun data sekunder yang terkumpul setelah

dianalisis, selanjutnya ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci,

kemudian disusun supaya lebih sistematis, dan selanjutnya ditarik kesimpulan.

Hasil dari kesimpulan yang merupakan data yang tersaji dalam bentuk sitematis

(34)

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi yang berjudul Perjanjian Perlindungan Kesehatan

Terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan (Studi pada : Pusat Penelitian Kelapa

Sawit Medan), sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,

metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN

Pada bab ini akan membahas tentang pengertian perjanjian, subjek

dan objek perjanjian, syarat-syarat perjanjian, asas-asas perjanjian

dan wanprestasi dalam perjanjian.

BAB III : PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN

Pada bagian ini akan membahas tentang pengertian perjanjian

perlindungan kesehatan, dasar hukum perjanjian perlindungan

kesehatan, hubungan hukum para pihak dalam perjanjian

perlindungan kesehatan dan aspek-aspek hukum keperdataan dalam

perjanjian perlindungan kesehatan.

BAB IV PERJANJIAN PERLINDUNGAN KESEHATAN TERHADAP

STAF, KARYAWAN DAN PENSIUNAN PUSAT PENELITIAN

(35)

Pada bagian ini berisikan mengenai gambaran umum Pusat

Penelitian Kelapa Sawit Medan, pengaturan tentang pemberian

perlindungan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan Pusat

Penelitian Kelapa Sawit Medan, pelaksanaan perjanjian

perlindungan kesehatan terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, hak dan kewajiban para

pihak dalam perjanjian perlindungan kesehatan, dan penyelesaian

klaim kepada Rumah Sakit terhadap Staf, Karyawan dan Pensiunan

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang dirawat di Rumah

Sakit.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian penutup dalam skripsi ini yang berisikan

mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran dari

penulis.

(36)

BAB II

RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.

Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak

yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang

dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang

terdiri dari dua pihak8

Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1

(satu) orang lain atau lebih”. .

Para sarjana hukum perdata pada umunya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula

terlalu luas9

Dikatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai

perjanjian sepihak saja. Definisi itu juga dikatakan terlalu luas karena dapat

mencakup perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti perjanjian perkawinan,

yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang

diatur di dalam Buku III KUH Perdata tentang perikatan. .

8

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 117. 9

(37)

Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat

dinilai secara materiil, dengan kata lain, dapat dinilai dengan uang.

Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung

pengertian, sebagai berikut : “perjanjian adalah suatu hubungan hukum di bidang

kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan

hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada

pihak lain untuk menunaikan prestasinya.”10

Dari pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang

memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum

(rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (person)

atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain

tentang suatu prestasi”.

Dengan demikian, perjanjian/verbintennis adalah merupakan hubungan

hukum/rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara

perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum

antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam

lingkungan hukum perdata.

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan

yag bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam hukum harta

benda dan hukum kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga,

(38)

tuanya seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian,

hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul

dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum

(rechtshandeling). Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh para

pihak yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian sehingga terhadap satu

pihak diberi hak oleh pihak yang lain sedangkan pihak lainnya memperoleh

prestasi, atau dengan perkataan lain, pihak yang lain itupun menyediakan diri

dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi.

Jadi satu pihak memperoleh hak (recht} dan pihak sebelah lagi memikul

kewajiban (plicht) menyerahkan dan menunaikan prestasi. Prestasi ini adalah

objek atau voorwerp dari verbitennis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang

dilakukan berdasar tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa

bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas presatasi mempunyai kedudukan

sebagai schuldeiser atau kreditur. Pihak yang wajib menunaikan prestasi

berkedudukan sebagai schuldenaar atau kreditur.

Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai

berikut :

“Perjanjian adalah : Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada

orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal11.

11

(39)

Menurut Wirjono Projodikoro, perjanjian adalah :

“Sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak,

dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu

hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut

pelaksaan janji itu.”12

Menurut Tirtodiningrat menyatakan bahwa :

“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat

diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang

diperkenankan oleh undang-undang.”13

Perbedaan-perbedaan pendapat para sarjana mengenai definisi dari

perjanjian memang berbeda-beda. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar sebab

dalam mengemukakan definisi dari perjanjian itu, para pakar hukum tersebut

memiliki sudut pandang yang saling berbeda satu sama lain. Namun dalam setiap

definisi yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut tetap mencantumkan secara

tegas bahwa dalam perjanjian terdapat pihak-pihak yang menjadi subjek dan objek

dari perjnajian tersebut yaitu adanya hubungan hukum yang terjadi diantara para

pihak yang menyangkut pemenuhan prestasi dalam bidang kekayaan. Adapun

yang menjadi dasar hukum dari perjanjian ini antara lain Buku III KUH Perdata

tentang Perikatan.

12

Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung , Sumur, 1981, hal. 9. 13

(40)

B. Jenis-Jenis Perjanjian

Ada beberapa jenis perjanjian yang umum digunakan dalam prakteknya,

antara lain, sebagai berikut14

1. Perjanjian Sepihak

:

Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu

pihak saja, misalnya, perjanjian hibah. Dalam perjanjian hibah, kewajiban hanya

ada pada orang yang menghibahkan yaitu orang yang memberikan barang atau

benda yang dihibahkan, sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban

apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan dan

tidak mempunyai kewajiban apapun terhadap orang yang menghibahkan.

2. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada para

pihak yang membuat perjanjian. Jadi, pihak yang beerkewajiban untuk melakukan

suatu prestasi juga berhak untuk menuntut suatu kontra prestasi dari pihak

lainnya, misalnya perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa.

3. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian bernama yaitu perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan

khusus yang terdapat dalam KUH Perdata Buku III Bab V sampai dengan Bab

XVIII. Misalnya, perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, hibah, perjanjian

pinjam meminjam dan lain-lain.

14

(41)

Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur secara khusus

dalam KUH Perdata, misalnya, perjanjian leasing, perjanjian keagenan, atau

perjanjian kredit.

4. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Non Obligatoir

Perjanjian Obligatoir merupakan suatu perjanjian yang mengharuskan atau

mewajibkan seseorang untuk membayar atau menyerahkan sesuatu.

Perjanjian Non Obligatoir yaitu perjanjian yang tidak mengharuskan atau

mewajibkan seseorang untuk membayar atau menyerahkan sesuatu, misalnya,

balik nama hak atas tanah.

5. Perjanjian Konsensuil dan Perjanjian Riil

Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah

terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian.

Perjanjian Riil adalah perjanjian yang tidak hanya memerlukan kata

sepakat, tetapi barangnya harus diserahkan sebagai bentuk yang riil dari perjanjian

tersebut. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata.

6. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban

Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang menurut hukum terjadi

keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam

pakai (Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata).

Perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan masing-masing

(42)

Misalnya : A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B

menyerahlepaskan suatu barang tertentu kepada A atau Misalnya: A menjanjikan

kepada B sesuatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda tertentu pula

kepada A.

7. Perjanjian Formil

Perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi Undang-Undang

mengahruskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara

tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya:

jual beli tanah, undang-undang menentukan akte jual beli harus dibuat dengan

akte PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akte notaris.

8. Perjanjian Campuran

Perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian didalamnya.

a. Perjanjian Penanggungan

Suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan

pihak yang berpiutang (kreditur), mengikatkan diri untuk memenuhi

perikatannya pihak yang berutang (debitur) manakala orang itu sendiri

(debitur) tidak memenuhinya (wanprestasi).

b. Perjanjian Standar/Klausula Baku

Perjanjian yang mencantumkan klausul di dalam perjanjiannya dimana

salah satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya

dengan membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena

(43)

c. Perjanjian standar/baku dapat dibedakan dalam tiga jenis:

c.1. Perjanjian baku sepihak

Perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya

di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak

kreditur yang lazimnya mempunyai posisi kuat dibandingkan pihak

debitur. Misalnya: pada perjanjian buruh kolektif.

c.2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh Pemerintah

Perjanjian baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah, misalnya:

dalam bidang agraria dalam formulir pengajuan akta hipotek.

c.3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat.

Terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah

disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang

meminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan, yang dalam

kepustakaan Belanda biasa disebut dengan”contract model”. Misalnya:

Surat Kuasa, Akte pendirian perusahaan.

d. Perjanjian Garansi

Diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga,

dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak

mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah

menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak

ketiga tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini menolak memenuhi

(44)

C. Subjek dan Objek Perjanjian

Menurut R. Subekti, yang termasuk dalam subjek perjanjian antara lain15

a. Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan

perbuatan hukum tersebut, siapapun yang menjadi para pihak dalam suatu

perjanjian harus memenuhi syarat bahwa mereka adalah cakap untuk

melakukan perbuatan hukum.

:

b. Ada kesepakatan yang menajdi dasar perjanjian yang harus dicapai atas dasar

kebebasan menentukan kehendaknya (tidak ada paksaan, kekhilafan, atau

penipuan), dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang

membuata perjanjian, maka perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya.

Apabila perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif akibat hukumnya

perjanjian tersebut dapat dibatalkan (veerneetigbaar), artinya perjanjian tersebut

batal jika ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan untuk objek perjanjian,

dinyatakan bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu,

sekurang-kurangnya objek tersebut dapat ditentukan. Bahwa objek tersebut dapat berupa

benda yang sekarang ada dan benda yang nanti akan ada. Sehingga dapat

disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi objek perjanjian,

antara lain:

1. Barang-barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH

Perdata).

15

(45)

2. Suatu barang yang sedikitnya dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333

KUH Perdata) Tidak menjadi halangan bahwa jumlahnya tidak tentu,

asal saja jumlah itu dikemudian hari dapat ditentukan atau dihitung.

3. Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 ayat 2

KUH Perdata).

Sedangkan barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian

adalah:

1. Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang

dipakai negara.

2. Barang-barang yang dilarang oleh undang-undang, misalnya narkotika.

3. Warisan yang belum terbuka.

Menurut Subekti, mengenai objek perjanjian ditentukan bahwa16

1. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihaak harus cukup jelas

untuk menetapkan kewajiban masing-masing,

:

2. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak tidak bertentangan

dengan undang-undang, ketertiban umum atau kesusilaaan.

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif, akibat hukumnya adalah

perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigbaar). Artinya dari semula tidak

(46)

D. Syarat-Syarat Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yang

diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

3. Mengenai suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena

mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,

sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai

perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Perjanjian atau kesepakatan dari masing—masing pihak itu harus

dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Perjanjian itu juga harus diberikan

bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaan.

Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila

kehendak0kehendak itu mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga

dapat mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata

sepakatnya.

Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap

tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaan yang bersifat relatif,

dimana orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan apakah ia akan mengikuti

(47)

perjanjian dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa perjanjian yang telah

diberikan itu adalah perjanjian yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi

syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata.

Paksaan seperti inilah yang dimaksudkan undang-undang dapat

dipergunakan sebagai alasan untuk menuntut bataknya perjanjian, yaitu suatu

paksaan yang membuat perjanjian atau perizinan diberikan, tetapi secara tidak

benar.

Sesuatu kekeliruan atau kesilapan untuk dapat dijadikan alasan guna

menuntut pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa

barang-barang yang menjadi pokokperjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai

pembatasan yang kedua dikemukakan oleh doktrin adalah adanya alasan yang

cukup menduga adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kesilapan itu

harus diketahui lawan, atau paling sedikit pihak lawan sepatutnya harus

mengetahui bahwa ia sedang berhadapan dengan sesorang yang silap.

Dalam halnya ada unsur penipuan pada perjanjian yang dibuat, maka pada

salah satu pihak terdapat gambaran yang sebenarnya mengenai sifat-sifat pokok

barang-barang yang diperjanjikan, gambaran dengan sengaja diberikan oleh pihak

lawannya.

Perihal adanya penipuan itu harus dibuktikan, demikian hal tersebut

ditegaskan dalam pasal 1328 ayat 1 KUH Perdata, Yurisprudensi dalam hal

penipuan ini menerangkan bahwa untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan

(48)

mengenai suatu hal saja, paling sedikit harus ada sesuatu rangkaian kebbohongan.

Karena muslihat itu, pihak yang tertipu terjerumus pada gambaran yang keliru dan

membawa kerugian kepadanya. Syarat kedua untuk sahnya suatu perjanjian

adalah kecakapan para pihak. Untuk hal ini penulis kemukankan pasal 1329 KUH

Perdata, dimana kecakapan itu dapat kita bedakan :

1. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian

secara sah

2. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinyatakan tidak cakap

untuk mengadakan perjanjian tertentu, misalnya pasal 1601 KUH

Perdata yang menyatakan batalnya suatu perjanjian perbutuhan apabila

diadakan antara suami isteri.

Sedangkan perihal ketidak cakapan pada umumnya itu disebutkan bahwa

orang-orang yang tidak cakap sebagaimana yang diuraikan oleh pasal 1330 KUH

Perdata ada tiga yaitu :

1. Anak-anak atau orang yang belum dewasa

2. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampunan

3. Wanita yang bersuami

Ketidak cakapan ini juga ditentukan oleh undang-undang demi

kepentingan curatele atau orang yang ditaruh di bawah pengampunan itu sendiri.

Menurut pasal 1330 KUH Perdata di atas wanita bersuami pada umumnya adalah

(49)

undang-undang. Ia bertindak dalam lalu lintas hukum harus dibantu atau

mendapat izin dari suaminya.

Pembatalan terhadap orang0orang tertentu dalan hal kevakapan membuat

sutau perjanjian sebagaimana dikemukakan pasal 1330 KUH Perdata tersebut,

kiranya dapat kita mengingat bahwa sifat dari peraturan hukum snediri pada

hakekatnya selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan

ketertiban hukum dalam masyarakat di pihak lain. Maka demikianlah bilamana

dari sudut tujuan hukum yang pertama ialah mengejar rasa keadilan memang

wajarlah apabila orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya terikat oleh

perjanjian itu harus pula mempunyai cukup kemampuan unutk menginsyapi akan

tanggung jawab yang harus dipikulkan dan tujuan yang satu inilah yang akan sulit

diharapkan apabila orang-orang yang merupakan pihak dalam suatu perjanjian itu

adalah orang-orang di bawah umur atau orang sakit ingatan atau pikiran yang

pada umumnya dapat dikatakan sebagai belum atau tidak dapat menginsyapi apa

sesungguhnya tanggung jawab itu.

Selanjutnya syarat ketiga untuk sahnya satu perikatan adalah adanya hal

tertentu yang diperjanjikan maka ini berarti bahwa apa yang diperjanjikan harus

cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam perjanjian

paling sedikit harus ditentukan jenisnya (pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata)

dengan pengertian bahwa jumlahnya barang tidak menjadi syarat, asal saja

(50)

Syarat yang ketiga ini menjadi penting, terutama dalam hal terjadi

perselisihan di antara kedua belah pihak, guna dapat menetapkan apa-apa saja

yang menjadi hak dan kewajiban dari paa pihak-pihak dalam perjnajian uyang

mereka buat itu.

Akhirnya selalu syarat untuk sahnya suatu perjnajian itu, pasal 1320 KUH

Perdata menyebutkan sebagai syarat ke empat ialah adanya suatu sebab yang

halal. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian itu sendiri.

Atau seperti dikemukakan R. Wirjono Prodjodikoro, yaitu :

“Azas-azas hukum perjanjian, bahwa dengan pengertian causa adalah bukan hal

yang mengakibatkan hal sesuatu keadaan belaka. Selanjutnya beliau mengatakn

dalam pandangan saya, causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu

persetujuan, yang menyebabkan adanya perjanjian itu”17

Sehubungan dengan perbedaan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian

telah penulis kemukakan terlebih dahulu, yaitu syarat obyektif dan syarat

subyektif, maka apabila syarat obyektif tersebut tidak dipenuhi, perjanjian dapat

dikatakan batal demi hukum. Sedangkan dalam hal syarta subyektif yang tidak

dipenuhi, maka terhadap perjanjian yang demikian itu salah satu pihak

mempunyai hak untuk menuntut perjanjian yang telah dibuat menjadi batal. .

Dengan perkataan lain, bahwa bila syarat subyektif tidak dipenuhi maka

dapat dituntut pembatalannya, sedangkan bila syarat subyektif yang tidak

dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum.

17

(51)

E. Asas-Asas Perjanjian

Dalam khasanah hukum perjanjian di kenal beberapa asas yang menjadi

dasar para pihak di dalam melakukan tindakan hukum guna melahirkan suatu

oerjanjian. Asa perjanjian itu harus merupakan suatu kebenaran yang bersifat

fundamental, disamping itu asas semestinya tidak dapat ditimpangi, kecuali ada

hal-hal yang dianggap luar biasa dan lebih jelas kandungan materi

kabenarannya18

Adapun beberapa asas dalam perjanjian itu antara lain : .

19

1. Asas Konsensualisme (persesuaian kehendak)

Sejalan dengan arti konsensualisme (petsesuaian kehendak) itu sendiri

yang merupakan kesepakatan, maka atas ini menetapkan terjadinya suatu

perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan

perjanjian.20

18

Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta , Sinar Grafika, 1994, hal. 68.

Dapat dikatakan bahwa saat terjadinya adalah pada saat dicapainya

kata sepakat antara kedua belah pihak. Sejak terjadinya kesepakatan itu, maka saat

itu perjanjian menjadi mengikat dan mempunyai kekuatan hukum. Keterangan

tentang kata sepakat menjadi asas dalam suatu perjanjian dapat pula dilihat bunyi

pasal 1320 KUH Perdata bahwa untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan

empat syarat, yang satu diantaranya adalah kata sepakat. Dengan tercapainya kata

19

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1991, hal. 71.

20

(52)

sepakat, telah menunjukkan pada saat itu suatu perjanjian mulai berlaku dan

mengikat para pihak.

2. Asas kebebasan berkontrak

Menurut asas ini, setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan

suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjian itu

tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Asas

kebebasan berkontrak ini dapat kita lihat di dalam pasal 1339 KUH Perdata yang

menyebutkan : Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat hal-hal yang dengan

tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dengan

adanya penyatuan semacam ini sebenarnya kebebasan para pihak di dalam

melahirkan suatu perjanjian menjadi tidak bebas lagi. Namun demikian dengan

adanya pembatasan ini setiap orang menjadi sadar bahwa perjajian itu haruslah

ditujukan demi untuk kebaikan dan tidak merugikan orang lain.

Dalam satu putusannya Mahkamah Agung pernah memperlihatkan bahwa

betapa asas kebebasan berkontrak itu harus berpegang pada keputusan

sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No. 935/K/Pdt/1985

dalam kasus sewa beli mobil. Salah satu pertimbanganya, Mahkamah Agung

berpendapat isi perjanjian yang melenyapkan hak beli sewa atas barang yang telah

dibeli hanya disebabkan keterlambatan atau kesulitan pembayaran angsuran tanpa

mempertimbangkan jumlah angsuran yang telah dibayar, sebagai perbuatan yang

Referensi

Dokumen terkait

Kesepakatan bersama yang dibuat antara PT Pelindo II Cabang Cirebon dengan perusahaan Bongkar Muat batu Bara atau pelaku usaha lainnya akan penulis dalami dari

Untuk ekstraksi fitur tekstur akan didapatkan nilai dari histogram fitur yang dihasilkan dan akan dilakukan pengujian dengan kuantisasi panjang histogram, sedangkan

Field research adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan penelitian yaitu mencari data terjun langsung ke obyek penelitian untuk memperoleh data yang kongret

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian dan hasil analisis data yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1)..

Suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pimpinan untuk melatih para bawahannya guna meraih kinerja yang optimum dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta bagaimana

Zat ini diklasifikasikan sebagai sama berbahayanya dengan debu mudah terbakar oleh Standar Komunikasi Bahaya OSHA 2012 Amerika Serikat (29 CFR 1910.1200) dan Peraturan Produk

disampaikan guru, dan diskusi, siswa dapat mempraktikkan gerak spesifik menahan (menggunakan kaki bagian dalam, dan kaki bagian luar) pada permainan sepak bola