• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Self Confidence pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang Aktif dan Tidak Aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Self Confidence pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang Aktif dan Tidak Aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN SELF CONFIDENCE SISWA SMP

YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM

ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS)

DI SMPN 1 PERBAUNGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

MEGAWATI

051301013

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Perbedaan self confidence pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan

Megawati dan Tarmidi

ABSTRAK

Siswa berada pada tahap remaja awal, pada tahapan ini adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi harus mempunyai keberanian atau percaya diri dalam menjalin interaksi dengan orang lain, keberanian ini diartikan sebagai self confidence. Salah satu bentuk interaksi siswa adalah di sekolah, sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan

self confidence siswa yaitu OSIS. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah

cenderung mempunyai self-confidence yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS di kec.Perbaungan. Alat ukur yang digunakan adalah skala self confidence. Skala self confidence memiliki nilai reliabilitas (r) 0,917 yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik yang diungkapkan Ignoffo (1999) yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki potensi dan kemampuan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang siswa yang terdiri 50 siswa yang aktif dan 50 siswa yang tidak aktif dalam OSIS. Perolehan hasil uji t = 5,151 ; p = 0,882 (<0,05), dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa SMP yang aktif dengan yang tidak aktif dalam OSIS. Siswa yang aktif dalam OSIS memiliki tingkat self confidence yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam OSIS.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul perbedaan self confidence

pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah di

SMPN 1 Perbaungan, merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikolgi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayah dan Ibunda yang senantiasa

melimpahkan kasih sayang yang tulus kepada penulis, mendidik dan membimbing,

memotivasi dan memberikan nasehat bagi penulis serta selalu mendoakan penulis dalam

setiap aktivitas. Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada

kedua orangtua penulis di dunia dan di akhirat. Skripsi ini juga penulis persembahkan

kepada abang-abang tercinta yang bersedia mendengar curhatan adiknya (B’Anto,

B’Andi, B’Teja, B’Ali) semoga kalian tetap menjadi abang terbaik.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai

pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi. Bantuan yang

diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

2. Tarmidi, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih banyak

atas arahan dan bimbingan yang telah Abang berikan, atas kesabaran Abang

(4)

3. Sri Supriyantini, M.Si, psikolog, Rr. Lita Hadiati, S.Psi, psikolog, Filia Dina

Anggaraeni, M.Pd, Desvi Yanti Mukhtar, M.Psi, psikolog, Fastirola, M.Psi, psikolog,

Dian Ulfa Sari, M.Psi, psikolog selaku dosen di Departemen Pendidikan. Terima

kasih atas bimbingan, saran dan diskusi mengenai skripsi ini.

4. Para pegawai Fakultas Psikologi USU. Bapak Aswan, Bapak Iskandar, Bapak Anto,

Kak Ari makasi ya kak uda membuatkan surat penelitian mega, Kak Erna, Kak Devi,

Bang Sono, Bang Endang atas bantuannya.

5. Noni, Ema, Febri, Qorin, Debby atas bantuan yang kalian berikan. Mendengarkan

curhatan penulis dalam hal apapun, memotivasi dan memberikan semangat kepada

penulis. Semangat buat kalian semua ya teman.

6. Ratna, Diah, Isha, makasi ya atas saran-saran untuk menyelesaikan skripsi, sukses

buat kalian.

7. Seluruh teman-teman angkatan 2005 lainnya atas perhatian, dukungan, serta untuk

semua kebersamaan yang penuh suka dan duka selama di Psikologi USU.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

saudara semua. Semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan , Juni 2009

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Self Confidence... 10

1. Pengertian self confidence... 10

2. Karakteristik self confidence... 12

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self confidence... 16

B. Siswa ... 20

1. Pengertian siswa ... 20

2. Pengertian siswa sekolah menengah pertama... 20

3. Pengertian siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS... 21 C. Organisasi Sekolah... 21

(6)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 33

1. Populasi ... 33

2. Metode pengambilan sampel ... 34

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 34

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 35

1. Validitas alat ukur ... 35

2. Daya Beda Aitem………... 36

3. Reliabilitas alat ukur ... 36

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 37

1. Hasil Uji Coba Skala Self Confidence... 37

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 42

1. Tahap Persiapan... 42

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 43

3. Pengolahan Data... 43

H. Metode Analisis Data... 43

BAB IV ANALISA DATA A. Gambaran Subjek Penelitian... 45

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 45

B. Hasil Penelitian... 46

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian... 46

2. Hasil Analisa Data... 48

C. Hasil Tambahan... 52

1. Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin 52 2. Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Usia………... 54

(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………. 60

B. Saran……… 61

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Sebelum Uji Coba………

37

Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Setelah Uji Coba... 39

Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Pada Saat Penelitian... 40

Tabel 4 Reliabilitas Skala Self Confidence……… 41

Tabel 5 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 45

Tabel 6 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia... 46

Tabel 7 Hasil Uji Coba Normalitas……… 47

Tabel 8 Uji Homogenitas………... 48

Tabel 9 Hasil Perhitungan Statistik Uji t... 49

Tabel 10 Skor Empirik dan Hipotetik Self Confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dan Yang Tidak Aktif……… 50 Tabel 11 Kategorisasi Data Empirik Self Confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dalam OSIS……… 51 Tabel 12 Kategorisasi Data Empirik self confidence pada Siswa SMP Yang Tidak Aktif dalam OSIS………. 51 Tabel 13 Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin….. 52

Tabel 14 Skor Hipotetik self confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dan Yang Tidak Aktif dalam OSIS………. 53 Tabel 15 Kategorisasi Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin……... 53

Tabel 16 Gambaran Skor self confidence Berdasarkan Usia………. 54

(9)

Perbedaan self confidence pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan

Megawati dan Tarmidi

ABSTRAK

Siswa berada pada tahap remaja awal, pada tahapan ini adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi harus mempunyai keberanian atau percaya diri dalam menjalin interaksi dengan orang lain, keberanian ini diartikan sebagai self confidence. Salah satu bentuk interaksi siswa adalah di sekolah, sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan

self confidence siswa yaitu OSIS. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah

cenderung mempunyai self-confidence yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS di kec.Perbaungan. Alat ukur yang digunakan adalah skala self confidence. Skala self confidence memiliki nilai reliabilitas (r) 0,917 yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik yang diungkapkan Ignoffo (1999) yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki potensi dan kemampuan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang siswa yang terdiri 50 siswa yang aktif dan 50 siswa yang tidak aktif dalam OSIS. Perolehan hasil uji t = 5,151 ; p = 0,882 (<0,05), dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa SMP yang aktif dengan yang tidak aktif dalam OSIS. Siswa yang aktif dalam OSIS memiliki tingkat self confidence yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam OSIS.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia mengalami

pertumbuhan secara fisik dan perkembangan menuju tingkatan yang lebih tinggi.

Menurut Hurlock (2002), terdapat tahapan-tahapan dalam perkembangan manusia yaitu

periode pranatal, masa neonatal, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak

akhir, masa remaja awal, masa remaja akhir, masa dewasa dini, masa dewasa madya dan

masa lanjut usia. Setiap tahapan dalam perkembangan manusia memiliki tugas

perkembangan pada masing-masing tahapan. Manusia dianggap berhasil dalam setiap

tahapan perkembangan ketika individu mampu melewati tugas perkembangan dalam

tahapan tersebut.

Salah satu tugas perkembangan manusia berada pada tahapan remaja merupakan masa

peralihan menuju kedewasaan, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya

berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak

sejajar dengan yang lainnya. Fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah

berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah

dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja

yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja

merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak

(11)

terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri, individu dihadapkan dengan

temuan siapa mereka, bagaimana mereka kira-kira nantinya, dan ke mana mereka menuju

dalam kehidupannya. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh Marcia yang menemukan

bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion,

moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Papalia, 2001). Tahapan remaja terdiri

dari remaja awal dan remaja akhir.

Remaja awal berada pada tahap usia 12-15 tahun, pada usia ini biasanya remaja duduk

di bangku SMP. Remaja berusaha untuk menemukan jati dirinya dengan kata lain

individu mengalami krisis identitas, remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain

dalam proses pencarian jati diri, yaitu teman sebaya, sekolah, orang tua maupun

masyarakat. Bentuk interaksi remaja di sekolah salah satunya dengan mengikuti

organisasi yang ada di sekolah. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi maka individu

harus mempunyai keberanian atau percaya diri (self confidence)untuk menjalin interaksi

dengan orang lain (Putri & Hadi, 2005).

Self confidence atau percaya diri itu sendiri menurut Lauster (dalam Sakinah, 2005)

adalah sikap positif individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan

penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang

dihadapinya. Menurut Afiatin dan Martaniah (1998), kepercayaan diri merupakan aspek

kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi atau

kemampuan yang dimilikinya.

Self confidence atau percaya diri seseorang terkait dengan dua hal yang paling

mendasar dalam praktek hidup kita. Pertama, self confidence terkait dengan bagaimana

(12)

performansi). Kedua, self confidence terkait dengan kemampuan seseorang dalam

menghadapi masalah yang menghambat perjuangannya. Orang yang kepercayaan dirinya

bagus akan cenderung berkesimpulan bahwa dirinya “lebih besar” dari masalahnya.

Sebaliknya, orang yang memiliki rasa percaya diri rendah akan cenderung berkesimpulan

bahwa masalahnya jauh lebih besar dari dirinya. Self confidence dapat dikembangkan

melalui interaksi dengan lingkungan (Iswidharmanjaya, 2004).

Melalui interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya seseorang akan belajar

mengenali diri sendiri. Individu akan memperoleh informasi mengenai dirinya dari

interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya tetapi jika tidak ada interaksi

dengan lingkungan maka individu tersebut tidak mengenal dirinya lebih dalam. Penilaian

baik atau buruk yang diterima dari orang lain turut mempengaruhi self confidence

seseorang. Penilaian yang baik oleh orang lain akan menimbulkan self confidence dalam

diri seseorang, sebaliknya penilaian yang buruk oleh orang lain akan menurunkan self

confidence seseorang. Peningkatan self confidence juga dapat diperoleh dari sekolah

sehingga sekolah turut mempengaruhi self confidence atau percaya diri seseorang

(Iswidharmanjaya, 2004).

Sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan self

confidence siswa. Menurut Kurnia (2005) mengikuti Organisasi merupakan salah satu

upaya untuk pengembangan diri, melatih keterampilan berbicara di depan umum. Remaja

dapat mengembangkan diri dengan menyalurkan bakat serta kreativitas yang telah

dimilikinya. Terlibat dalam organisasi juga merupakan satu upaya yang cukup baik untuk

mengasah self confidence, dan mengenali diri sendiri melalui pergaulan dengan teman

(13)

seseorang harus mampu menguasai keadaan sehingga tidak terlihat cemas ataupun gugup

ketika sedang berbicara di depan orang banyak. Mengenali diri sendiri dapat dilakukan di

sekolah melalui pergaulan dengan teman sebaya.

Menurut Iswidharmanjaya (2004) mengenali diri sendiri dapat dilakukan di sekolah

melalui pergaulan dengan teman sebaya ketika bergabung dalam organisasi yang ada di

sekolah. Individu berusaha saling mengenali anggota satu sama lain ketika tergabung

dalam organisasi di sekolah. Penerimaan dan perlakuan yang baik oleh teman sebaya

akan menimbulkan rasa percaya diri dalam diri seseorang, sebaliknya penolakan oleh

teman sebaya menyebabkan seseorang akan menarik diri dan merasa bahwa dirinya

memiliki banyak kekurangan sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan teman-teman

yang lain. Selain pergaulan dengan teman sebaya, pengalaman juga berpengaruh terhadap

self confidence.

Pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi self confidence, baik

pengalaman berupa keberhasilan maupun kegagalan. Dari berbagai pengalaman,

pengalaman seseorang dalam berorganisasi dapat membuat seseorang lebih percaya diri

untuk mengikuti organisasi. Seseorang yang telah memiliki pengalaman mengikuti

organisasi cenderung tidak ragu untuk tergabung dalam organisasi di kemudian hari.

Keberhasilan yang didapatkan dari pengalaman dalam berorganisasi akan memudahkan

seseorang untuk mengembangkan self confidence sedangkan kegagalan dalam

berorganisasi dapat menghambat pengembangan self confidence dalam mengikuti

organisasi di sekolah (Iswidharmanjaya, 2004).

Organisasi di sekolah memiliki beragam kegiatan yang berhubungan dengan orang

(14)

self-confidence yang tinggi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-confidence

adalah orang tua, saudara sekandung, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan

pengalaman. Sekolah memiliki organisasi yang biasa disebut OSIS (Organisasi Siswa

Intra Sekolah). Siswa melakukan interaksi dengan teman sebaya dalam mengikuti

organisasi dimana hubungan dengan teman sebaya ikut menentukan pembentukan self

confidence seseorang (Iswidharmanjaya, 2004).

Menurut Adhi (2008) terdapat beberapa manfaat yang dimiliki oleh OSIS (Organisasi

Siswa Intra Sekolah) yaitu sebagai berikut: meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kesadaran berbangsa, bernegara dan cinta tanah

air, meningkatkan kepribadian dan budi pekerti luhur, meningkatkan kemampuan

berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan, meningkatkan ketrampilan,

kemandirian dan percaya diri, meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani, menghargai

dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreasi seni.

Berdasarkan manfaat dari OSIS salah satunya dapat meningkatkan rasa percaya diri

sehingga jelas bahwa OSIS bermanfaat dalam peningkatan percaya diri atau self

confidence siswa.

Organisasi yang ada di sekolah tidak hanya OSIS, terdapat beberapa macam organisasi

sekolah, mulai dari majalah sekolah hingga organisasi-organisasi yang dibentuk secara

ilegal. Tujuan siswa yang tertarik menjadi anggota kebanyakan hanya untuk mencari

popularitas dan sekedar ingin terlihat ”sibuk” tetapi semua ini kembali kepada pribadi

masing-masing. Organisasi yang populer dan dikenal oleh banyak orang menjadi sebuah

(15)

Fenomena yang didapat dari sebuah media elektronik menyatakan bahwa dengan

mengikuti organisasi sekolah dapat meningkatkan percaya diri atau self confidence,

dalam hal ini OSIS, seperti yang dikemukakan oleh salah satu siswa:

“Ikut OSIS saja, ikut pramuka juga boleh khan masih 16 taon, masih kelas 1 khan kalo ga salah? yup setuju gw. Ikut saja organisasi-organisasi di skul, walo ngga banyak andil buat organisasi itu, tapi setidaknya lo active member, dari situ lo juga kan bisa belajar sosialisasi dan kenal banyak karakter. Gw dulu juga maen ikut ekskul paskibra (walo latihannya tau sendiri seperti apa), tapi gw beruntung bgt bisa menjadi anggota karena banyak belajar, dan yang pasti pengalamannya, dan meningkatkan percaya diri

gw. Yah, mengingatkan klo gw di SMA itu bahagia dan menyenangkan. (outer_space23 15-11-2008, 01:41 AM)

Hal yang sama juga dinyatakan oleh R, salah seorang siswa SMP Negeri di

Perbaungan bahwa ikut OSIS membuat percaya diri yaitu :

”Setelah saya bergabung dalam OSIS, saya menjadi percaya diri, bisa punya banyak teman trus ngerasa populer daripada tidak bergabung di OSIS. OSIS bikin hidup lebih hidup, heee... Kan selama ini saya termasuk orang yang pendiam karena saya gak PD untuk bergabung sama teman-teman yang lain.”

R (Komunikasi personal, 7 Mei 2009)

Penelitian oleh Asmiana (2003) mengenai perbedaan rasa percaya diri antara

mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi

kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi

kemahasiswaan dan yang tidak aktif. Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi memiliki

rasa percaya diri yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam

organisasi.

Penelitian oleh Isnandar (2005), mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan

aktivitas berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi

(16)

positif antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi secara bersama dengan prestasi

belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Gesi Kabupaten Sragen tahun 2005/2006.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Asmiana (2003) pada mahasiswa mengenai

perbedaan rasa percaya diri antara mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak

aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian

oleh Isnandar (2005) mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan aktivitas

berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi kelas X,

maka dirasa perlu diadakan penelitian untuk melihat perbedaan self confidence antara

siswa yang aktif dan siswa yang tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)

pada siswa SMP.

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan self confidence

pada siswa SMP yang aktif dan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa

(17)

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan manfaat

secara praktis :

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang dalam pengembangan ilmu

psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikanm yaitu memberikan informasi

mengenai bagaimana percaya diri atau self confidence siswa SMP yang aktif dan yang

tidak aktif dalam OSIS.

2. Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah diharapkan dari data penelitian

yang didapatkan data mengenai perbedaan self confidence pada siswa yang aktif dan

siswa yang tidak aktif dalam OSIS.

a. Pihak sekolah dapat mengetahui perbedaan self confidence pada siswa yang aktif

berorganisasi dan tidak aktif berorganisasi dalam OSIS yang ada di sekolah tersebut.

Hal ini berguna dalam memberikan pembinaan kepada siswa dalam mengembangkan

self confidence.

b. Bagi siswa dapat menambah informasi, gambaran, serta wacana mengenai self

confidence atau percaya diri pada siswa yang aktif dalam OSIS dan yang tidak aktif

dalam OSIS. Hal tersebut berguna dalam mengembangkan self confidence atau

percaya diri siswa.

c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau

acuan bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan self confidence

(18)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini berisi pembahasan secara teoritis tentang self confidence, Organisasi

Siswa Intra Sekolah, perbedaan self confidence siswa yang aktif dalam OSIS dan

siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS, dan hipotesa penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini terdiri atas identifikasi variabel, defenisi operasional variabel penelitian,

populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas

alat ukur, reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek,

hasil penelitian dan pembahasan mengenai data-data penelitian berdasarkan

teori yang relevan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran-saran yang

diperlukan, baik untuk penyempurnaan penelitian atau peneliti selanjutnya yang

(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Self Confidence

1. Pengertian self confidence

Self-confidence atau percaya diri adalah sejauhmana anda punya keyakinan terhadap

penilaian anda atas kemampuan anda dan sejauh mana anda bisa merasakan adanya

“kepantasan” untuk berhasil. Ignoffo (1999) secara sederhana mendefenisikan self

confidence berarti memiliki keyakinan terhadap diri sendiri. Menurut Neill (dalam Hadi

& Putri, 2005) self confidence adalah kombinasi dari self esteem dan self-efficacy.

Lauster (dalam Fasikhah, 1994), menyatakan bahwa self confidence merupakan suatu

sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan

tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan

hal-hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan

dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain,

memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.

Self confidence adalah sikap positif seorang individu yang merasa memiliki

kompetensi atau kemampuan untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap

dirinya maupun lingkungan (Jacinta, 2002). Menurut Hasan (dalam Iswidharmanjaya,

2004) menyatakan self confidence adalah percaya akan kemampuan sendiri yang

memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkan secara

(20)

Coopersmith (dalam Nazwali, 1996) menjelaskan bahwa ketika individu lebih aktif,

mempunyai perilaku yang bertujuan, bersemangat dalam menjalankan kehidupan

sehari-hari baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kelompok cenderung memiliki

self confidence yang tinggi. Sedangkan menurut Hakim (2002) menjelaskan self

confidence yaitu sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan

yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk dapat

mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Menurut Uqshari (2005) self confidence

adalah keyakinan seorang individu akan kemampuan yang dimiliki sehingga merasa puas

dengan keadaan dirinya.

Bandura (dalam Sakinah, 2005) mendefenisikan self confidence sebagai suatu

keyakinan seseorang yang mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan

diinginkan. Sedangkan Breneche dan Amich (dalam Kumara, 1988) self confidence

merupakan suatu perasaan cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam

kehidupannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dalam

menentukan standar, karena ia selalu dapat menentukan sendiri.

Self confidence bukan merupakan sesuatu yang sifatnya bawaan tetapi merupakan

sesuatu yang terbentuk dari interaksi. Waterman (dalam Sakinah, 2005) mengatakan

bahwa untuk menumbuhkan self confidence diperlukan situasi yang memberikan

kesempatan untuk berkompetisi, karena menurut Markus dan Wurf (dalam Sakinah,

2005) seseorang belajar tentang dirinya sendiri melalui interaksi langsung dan komparasi

sosial. Dari interaksi langsung dengan orang lain akan diperoleh informasi tentang diri

dan dengan melakukan komparasi sosial seseorang dapat menilai dirinya sendiri bila

(21)

tahu siapa dirinya yang kemudian akan berkembang menjadi percaya diri atau self

confidence.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self confidence adalah

perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri yang mencakup penilaian dan penerimaan

yang baik terhadap dirinya secara utuh, bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan

oleh orang lain sehingga individu dapat diterima oleh orang lain maupun lingkungannya.

Penerimaan ini meliputi penerimaan secara fisik dan psikis.

2. Karakteristik self confidence

Menurut Ignoffo (1999), terdapat beberapa karakteristik yang menggambarkan

individu yang memiliki self confidence yaitu :

a. Memiliki cara pandang yang positif terhadap diri.

b. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki.

c. Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan.

d. Berpikir positif dalam kehidupan.

e. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan.

f. Memiliki potensi dan kemampuan.

Menurut Hakim (2002) mengungkapkan beberapa ciri-ciri orang yang memiliki self

confidence adalah :

a. Selalu bersikap tenang dan tidak mudah menyerah.

b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.

c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul pada situasi tertentu.

(22)

e. Memiliki kecerdasan yang cukup.

f. Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup.

g. Memiliki keahlian dan keterampilan yang menunjang kehidupannya, misal

keterampialn bahasa asing.

h. Memiliki kemampuan sosialisasi.

i. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik.

j. Memiliki pengalaman hidup yang menempah mentalnya menjadi kuat dan tahan dalam

menghadapi berbagai cobaan.

k. Selalu bersikap positif dalam menghadapi berbagai masalah.

l. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam berbagai situasi.

Menurut Lauster (dalam Fasikhah, 1994), terdapat beberapa karakteristik untuk

menilai self confidence dalam diri individu, diantaranya:

a. Percaya kepada kemampuan sendiri

Suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang

ber-hubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena

yang terjadi tersebut.

b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

Dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara

mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan

untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut.

c. Memiliki konsep diri yang positif

Adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun

(23)

d. Berani mengungkapkan pendapat

Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin

diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat

menghambat pengungkapan perasaan tersebut.

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lauster (dalam Fasikhah, 2004) menyebutkan

bahwa ciri-ciri orang yang memiliki self confidence adalah tidak mementingkan diri

sendiri, cukup toleran, cukup berambisi, tidak perlu dukungan orang lain, tidak

berlebihan, optimistik, mampu bekerja secara efektif, bertanggung jawab atas

pekerjaannya, dan merasa gembira.

Waterman (dalam Yulianti, 2005) mengatakan bahwa orang yang mempunyai self

confidence adalah mereka yang mampu bekerja secara efektif, dapat melaksanakan tugas

dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa depannya.

Menurut Lauster dan Rakhmat (dalam Afiatin & Martaniah, 1998 ) ciri-ciri individu

yang memiliki self confidence yang rendah adalah sebagai berikut :

a. Individu merasa bahwa tindakan yang dilakukan tidak adekuat. Ia cenderung merasa

tidak aman dan tidak bebas bertindak, cenderung ragu-ragu dan membuang-buang

waktu dalam mengambil keputusan, memiliki perasaan rendah diri dan pengecut,

kurang bertanggung jawab dan cenderung menyalahkan pihak lain sebagai penyebab

masalahnya, serta merasa pesimis dalam menghadapi rintangan.

b. Individu merasa tidak diterima oleh kelompoknya atau orang lain. Ia cenderung

menghindari situasi komunikasi karena merasa takut disalahkan atau direndahkan,

(24)

c. Individu tidak percaya terhadap dirinya dan mudah gugup. Ia merasa cemas dalam

mengemukakan gagasannya dan selalu membandingkan keadaan dirinya dengan orang

lain.

Menurut Ignoffo (1999), terdapat 7 ciri-ciri individu yang memiliki self confidence

yangrendah pada individu, yaitu :

a. Perfeksionis

b. Penilaian negatif

c. Pasrah dan putus asa.

d. pemikiran yang dangkal

e. Rasa cemas.

f. Berpikir sebagai korban,

g. Self-Fulfilling Prophecy

Dapat disimpulkan bahwa orang yang percaya diri atau self confidence memiliki sikap

yang tenang dan bersikap positif dalam menghadapi berbgai masalah dan tidak mudah

menyerah, memiliki kemampuan sosialisasi yang baik, percaya kepada kemampuan

sendiri, berani mengungkapkan pendapat, tidak mementingkan diri sendiri melaksanakan

tugas dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa

depannya. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut individu mempunyai kemungkinan

untuk lebih sukses dalam menjalani kehidupan bila dibandingkan dengan orang yang

(25)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self confidence

Self confidence merupakan sesuatu yang berasal dan berakar dari pengalaman masa

kanak-kanak dan berkembang, terutama sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang

lain. Pengalaman saat berhubungan dengan orang lain dan bagaimana orang lain

memperlakukan kita akan membentuk gagasan dan penilaian dalam diri kita yang dapat

mempengaruhi percaya diri atau self confidence.

Menurut Iswidharmanjaya (dalam Yulianti, 2007) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi self confidence, yaitu :

a. Orang tua

Dalam hal informasi dan cermin tentang diri seseorang, orang tua memegang peranan

yang paling istimewa. Jika orang tua secara tulus dan konsisten menunjukkan cinta

dan sayang maka akan memberikan pandangan kepada anak bahwa dia pantas dicintai

baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Sebaliknya, jika orang tua tidak

memberikan kehangatan, penerimaan dan cinta dalam hubungan dengan anak, maka

anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kurang. Penilaian yang diberikan

oleh orang tua sebagian besar akan menjadi penilaian yang dipegang oleh anak.

Harapan orang tua akan menjadi masukan ke dalam cita-cita anak. Jika anak tidak

mampu memenuhi harapan-harapan itu, maka ada kemungkinan anak akan

mengembangkan rasa tidak berguna dan percaya diri yang rendah.

b. Saudara sekandung

Hubungan dengan saudara kandung juga penting dalam pembentukan rasa percaya

diri. Anak sulung yang diperlakukan seperti pemimpin oleh adik-adiknya dan

(26)

keuntungan untuk mengembangkan rasa percaya dirinya. Sedangkan anak bungsu

mungkin mengalami hal yang berlawanan. Mungkin dia terus menerus dianggap dan

diperlakukan sebagai anak kecil, akibatnya self confidence berkembang amat lambat

bahkan sulit tumbuh.

c. Sekolah

Siswa yang sering mendapat perlakuan buruk (dihukum dan ditegur) cenderung lebih

sulit mengembangkan rasa percaya dirinya. Sebaliknya siswa yang banyak dipuji,

mendapat penghargaan, dan diberi hadiah cenderung mempunyai self confidence yang

tinggi.

d. Teman sebaya

Dalam pergaulan dengan teman-teman, apakah kita disenangi, dikagumi, dan

dihormati atau tidak, ikut menentukan dalam pembentukan rasa percaya diri

seseorang. Penerimaan dan perlakuan yang baik oleh teman sebaya akan menimbulkan

rasa percaya diri dalam diri seseorang. Sebaliknya, penolakan oleh teman sebaya

menyebabkan seseorang akan menarik diri dan merasa bahwa dirinya memiliki banyak

kekurangan sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan teman-teman yang lain.

Dengan demikian, lama kelamaan percaya diri akan menghilang. Jadi, untuk dapat

diterima dalam pergaulan seorang remaja cenderung untuk bertingkah laku sesuai

dengan perilaku teman sekelompoknya.

e. Masyarakat

Sebagai anggota masyarakat kita dituntut untuk bertindak menurut cara dan norma

dalam masyarakat. Semakin mampu seseorang memenuhi norma dan diterima oleh

(27)

percaya diri seseorang juga dipengaruhi oleh penilaian yang diberikan oleh

masyarakat. Jika seseorang sudah dicap jelek, maka akan sulit baginya untuk

mengubahnya.

f. Pengalaman

Banyak pandangan mengenai diri seseorang yang dipengaruhi oleh pengalaman,

keberhasilan, dan kegagalan yang dialami. Keberhasilan akan memudahkan seseorang

untuk mengembangkan self confidence sedangkan kegagalan dapat menghambat

pengembangan percaya diri.

Selain itu Iswidharmanjaya (dalam Yulianti, 2007) menyatakan ada tiga faktor yang

mempengaruhi timbulnya self confidence:

a. Proses belajar

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri dirasakan sejak usia dini. Pola asuh yang

diberikan orang tua memiliki peranan yang besar dalam menumbuhkan percaya diri

anak. Pola asuh yang diberikan meliputi kasih sayang, perhatian, penerimaan, serta

yang paling penting adalah kelekatan emosi dengan orang tua secara tulus. Dengan

adanya kehangatan dan asuhan dari orang tua, rasa percaya diri anak akan mulai

bersemi. Kalau anak merasa dirinya berharga dan bernilai dimata orang tuanya, akan

cenderung manjadi anak yang semakin percaya diri.

Selain pola asuh, perilaku orang tua juga memiliki peran dalam proses pembentukan

sikap percaya diri, karena biasanya anak yang masih kecil akan menirukan apa yang

diperbuat oleh orang tuanya. Sebaliknya orang tua yang kurang memberikan

perhatian, suka mengkritik, tidak pernah memberikan pujian ataupun tidak pernah

(28)

b. Konsep diri

Untuk menjadi pribadi yang memiliki percaya diri, seorang individu membutuhkan

konsep diri yang positif. Konsep diri adalah gambaran yang dipegang seseorang

menyangkut dirinya sendiri. Jika seorang individu sudah mengenal keadaan dirinya

dan dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki maka individu tersebut

akan memiliki percaya diri yang baik.

c. Interaksi dengan lingkungan

Seseorang akan belajar mengenai diri sendiri melalui interaksi langsung dengan orang

lain. Dengan berinteraksi, seorang individu akan memperoleh informasi mengenai

dirinya dari orang lain. Tetapi jika tidak ada orang lain yang menilai maka individu

tersebut tidak mengenal dirinya lebih dalam.

Jadi, dalam menyusun alat ukur guna melihat perbedaan self confidence antara siswa

SMP yang aktif dan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS. Peneliti mengacu pada teori

yang dikemukakan oleh Ignoffo(1999). Alat ukur di susun berdasarkan karakteristik dari

self confidence yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan

kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan,

berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, serta

(29)

B. Siswa

1. Pengertian siswa

Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan

menengah. Pada tahap ini, menurut Erickson (dalam Hanum, 2000) siswa memasuki

tahap awal dari perkembangan remaja. Siswa adalah subjek atau pribadi yang unik (khas

untuk dirinya) sehingga perlu adanya peraturan program belajar yang selaras dengan

kemampuan dasar sikap siswa (Samana, 1992).

Menurut Monks (dalam Hanum, 2000), pada umumnya siswa adalah remaja masih

belajar di sekolah menengah atau perguruan tinggi. Rata-rata remaja menyelesaikan

sekolah lanjutan pada usia kurang lebih 18 tahun.

2. Pengertian siswa sekolah menengah pertama

Siswa sekolah menengah pertama adalah individu yang sedang menjalani pendidikan

di sekolah menengah pertama. Menurut Sulaeman (1995), siswa SMP secara kronologis

berusia antara 12-15 tahun. Batasan usia remaja menurut Monks (dalam Hanum, 2000)

adalah antara 12-21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun merupakan masa remaja awal,

15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, 18-21 tahun merupakan masa remaja

akhir.

Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur

remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan

secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan.

Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam dua periode yaitu:

(30)

diperlakukan seperti anak kecil lagi, anak mulai bersikap kritis. mulai cemas dan bingung

tentang perubahan fisiknya, memperhatikan penampilan, plin-plan, suka berkelompok

dengan teman sebaya dan senasib. Kedua, periode remaja adolesen usia 19-21 tahun,

dalam tahap ini perhatian anak tertutup pada hal-hal realistis, mulai menyadari akan

realitas, sikapnya mulai jelas tentang hidup, dan mulai nampak bakat dan minatnya (Putri

& Hadi, 2005).

Jadi, siswa SMP berada pada tahap perkembangan remaja awal ataupun periode masa

puber, berusia 12-15 tahun. Pada tahap ini remaja lebih banyak berada di luar rumah

bersama teman-teman sebaya, maka dapatlah dikatakan bahwa hubungan dengan teman

sebaya di sekolah ataupun di masyarakat mempengaruhi self confidence mereka.

3. Pengertian siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS

Siswa SMP yang aktif dalam organisasi adalah individu yang telah menyelesaikan

Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama dan

tergabung dalam organisasi di sekolah. Siswa SMP yang tidak aktif dalam organisasi

adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani

pendidikan di sekolah menengah pertama tetapi tidak tergabung dan tidak pernah

bergabung dalam salah satu organisasi sekolah (Asmiana, 2003).

C. Organisasi Sekolah

Secara umum adalah kelompok kerjasama antara pribadi yang diadakan untuk

(31)

kerjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, yaitu

mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.

Secara Organisasi OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di

sekolah. Oleh karena itu setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah

(OSIS), yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan

tidak menjadi bagian / alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah. Secara Sematis

di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor

226/C/Kep/0/1993 disebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS.

Kepanjangan OSIS terdiri dari, Organisasi, Siswa, Intra, Sekolah: Masing-masing

mempunyai pengertian:

1. Organisasi, secara umum adalah kelompok kerjasama antara pribadi yang diadakan

untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi dalam hal ini dimaksudkan satuan atau

kelompok kerjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan

bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.

2. Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan

menengah.

3. Intra adalah berarti terletak di dalam dan di antara. Sehingga OSIS berarti suatu

organisasi siswa yang ada di dalam dan di lingkungan sekolah yang bersangkutan.

4. Sekolah adalah satuan pendidikan tempat menyelenggarakan kegiatan belajar

mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.

OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1

Perbaungan meliputi Perwakilan Kelas dan Pengurus OSIS sebagai perangkat utamanya,

(32)

kreativitas dan intelektual mereka dalam bidang non akademis pada umumnya dan

keorganisasian pada khususnya. Kondisi umum suatu organisasi mempengaruhi kinerja

organisasi tersebut dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Begitu pula Perwakilan

Kelas sebagai salah satu perangkat utama OSIS Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri 1 Perbaungan.

Adapun faktor-faktor pendukung yang menunjang tercapainya visi misi Perwakilan

Kelas yang sesuai dengan tujuan OSIS ialah anggota Perwakilan Kelas yang solid dan

berperan aktif, tanggapan dan partisipasi yang positif dari seluruh warga Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan, kebijakan-kebijakan komprehensif dari

pihak sekolah, kerja sama yang baik dari pihak DPO, PO, dan sub seksi dalam setiap

pelaksanaan program kerjanya dan komunikasi dua arah yang cukup baik dengan seluruh

elemen di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

Sedangkan hal-hal yang dapat menghambat kinerja Perwakilan Kelas diantaranya

adalah kurang optimalnya proses fungsi PK, kegiatan akademis sekolah yang sedang

dalam masa peningkatan sehingga ruang gerak kegiatan non akademis menjadi terbatas

seperti sulitnya mendapat izin dalam melaksanakan program kerja, dan adanya

perdebatan konseptual dalam perumusan pelaksanaan program kerja.

Dikarenakan kondisi-kondisi tersebut di atas maka Perwakilan kelas dituntut untuk

lebih peka, kritis, fleksibel, dan dinamis terhadap situasi yang ada dan lebih transparan

dalam sosialisasi hasil kinerja Perwakilan Kelas sebagai media aspirasi berlandaskan

Anggaran Dasar OSIS, Anggaran Rumah Tangga Perwakilan Kelas, dan Kode Etik

(33)

1. VISI

Perwakilan Kelas SMP Negeri 1 Perbaungan sebagai perangkat OSIS yang berfungsi

sebagai legislator, supervisor, korektor, dan advisor bagi seluruh kegiatan OSIS, serta

sebagai media aspirasi siswa dalam bidang kesiswaan pada khususnya dan sekolah pada

umumnya yang berlandaskan IMTAQ, IPTEK, budi pekerti luhur, serta semangat

kekeluargaan yang selaras dengan profesionalitas kerja sesuai dengan AD/ART dan Kode

Etik Perwakilan Kelas.

2. MISI

Untuk mencapai visi di atas, maka Perwakilan Kelas periode 2008-2009 memiliki

misi-misi sebagai berikut :

a. Berpegang teguh kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Menerapkan dan mengaplikasikan IMTAQ dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengedepankan profesionalitas kerja tanpa mengesampingkan kekeluargaan.

d. Mempelajari secara seksama serta berperilaku sesuai dengan Tata Tertib Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

e. Membahas, menimbang, merevisi, dan mengesahkan Anggaran Rumah Tangga

(ART) dan standarisasi pengawasan serta aturan perundangan OSIS lainnya sebagai

perwujudan fungsi Legislator.

f. Menampung, menyortir serta mengakomodir seluruh aspirasi yang terkait dengan

kinerja OSIS dari berbagai elemen di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1

Perbaungan sebagai perwujudan fungsi Media Aspirasi.

g. Melaksanakan pengawasan secara maksimal terhadap kinerja OSIS sebagai

(34)

h. Meninjau kembali serta memberikan pembetulan atas perkara yang terkait dengan

kinerja OSIS sebagai perwujudan fungsi Korektor.

i. Memberikan masukan baik pada saat pra pelaksanaan, pelaksanaan maupun pasca

pelaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas OSIS sebagai

perwujudan fungsi Advisor.Berupaya secara maksimal dalam menempatkan diri

sebagai rekan kerja Pengurus OSIS (PO) dan semua sub seksi yang ada di Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

j. Melaksanakan kaderisasi untuk mencari bibit- bibit unggul dalam rangka regenerasi

kepengurusan OSIS Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.

Secara fungsional, dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan khususnya di

bidang pembinaan kesiswaan arti yang terkandung lebih jauh dalam pengertian OSIS

adalah sebagai salah satu dari empat jalur pembinaan kesiswaan, di samping ketiga jalur

yang lain yaitu : Latihan Kepemimpinan, Ekstrakurikuler dan Wawasan Wiyatamandala.

Secara Sistem, apabila OSIS dipandang suatu sistem, berarti OSIS sebagai tempat

kehidupan berkelompok siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal

ini OSIS dipandang sebagai sistem, dimana sekumpulan para siswa mengadakan

koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi yang mampu mencapai tujuan.

Oleh karena OSIS sebagai suatu sistem memiliki beberapa ciri pokok:

1. Berorientasi pada tujuan.

2. Memiliki susunan kehidupan kelompok.

3. Memiliki sejumlah peranan.

4. Terkoordinasi.

(35)

Salah satu ciri pokok suatu organisasi ialah memiliki berbagai macam fungsi dan

peranan. Demikianlah pada OSIS sebagai suatu organisasi memiliki beberapa peranan

atau fungsi dalam mencapai tujuan. Sebagai suatu organisasi perlu untuk memperhatikan

faktor-faktor yang sangat berperan, agar OSIS sebagai organisasi tetap hidup dalam arti

tetap memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan perkembangan.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar OSIS tetap eksis yaitu:

1. Sumber daya.

2. Efisiensi.

3. Koordinasi kegiatan sejalan dengan tujuan.

4. Pembaharuan.

5. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan luar.

6. Terpenuhinya fungsi dan peran seluruh komponen.

Berdasarkan prinsip-prinsip organisasi tersebut agar OSIS selalu dapat mewujudkan

peranannya sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan perlu di pahami apa

sebenarnya arti, peran dan manfaat apa saja yang diperoleh melalui OSIS tersebut.

Peranan adalah manfaat atau kegunaan yang dapat disumbangkan OSIS dalam rangka

pembinaan kesiswaan. Sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan, peranan OSIS

adalah:

1. Sebagai wadah

Organisasi Siswa Intra Sekolah merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di

Sekolah bersama dengan jalur pembinaan yang lain untuk mendukung tercapainya

tujuan pembinaan kesiswaan. Oleh sebab itu OSIS dalam mewujudkan fungsinya

(36)

kepemimpinan, ekstrakurikuler, dan wawasan wiyatamandala. Tanpa saling

berkerjasama dari berbagai jalur, peranan OSIS sebagai wadah tidak akan berfungsi

lagi.

2. Sebagai penggerak atau motivator

Motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan, semangat para

siswa untuk berbuat dan melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. OSIS

akan tampil sebagai penggerak apabila para pembina, pengurus mampu membawa

OSIS selalu dapat menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan yang diharapkan, yaitu

menghadapi perubahan, memiliki daya tangkal terhadap ancaman, memanfaatkan

peluang serta perubahan, yang paling penting adalah memberikan kepuasan kepada

anggota. Dengan bahasa manajemen OSIS mampu memainkan fungsi intelektual,

yaitu mampu meningkatkan keberadaan OSIS baik secara internal maupun eksternal.

Apabila OSIS dapat berfungsi demikian sekaligus OSIS berhasil menampilkan

peranannya sebagai motivator.

3. Peranan yang bersifat preventif

Apabila peran yang bersifat intelek dalam arti secara internal OSIS dapat

menggerakan sumber daya yang ada secara eksternal OSIS mampu mengadaptasi

dengan lingkungan, seperti : menyelesaikan persoalan perilaku menyimpang siswa dan

sebagainya. Dengan demikian secara preventif OSIS berhasil ikut mengamankan

sekolah dari segala ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. Peranan

Preventif OSIS akan terwujud apabila peranan OSIS sebagai pendorong lebih dahulu

harus dapat diwujudkan.

(37)

1. Meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Meningkatkan kesadaran berbangsa, bernegara dan cinta tanah air.

3. Meningkatkan kepribadian dan budi pekerti luhur.

4. Meningkatkan kemampuan berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan.

5. Meningkatkan keterampilan, kemandirian dan rasa percaya diri.

6. Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani.

7. Menghargai dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreasi

seni.

D. Perbedaan Self Confidence Pada Siswa SMP yang Aktif dan Tidak Aktif dalam OSIS.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pendapat Stanley Hall pada

saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress).

Menurut Erickson (dalam Santrock, 1995) masa remaja adalah masa terjadinya krisis

identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini diperkuat oleh Marcia yang

menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/

confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Papalia, 2001). Tahapan

remaja terdiri dari remaja awal dan remaja akhir.

Remaja awal berada pada tahap usia 12-15 tahun, pada usia ini biasanya remaja duduk

di bangku SMP. Remaja berusaha untuk menemukan jati dirinya, remaja membutuhkan

interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri, yaitu teman sebaya, sekolah,

(38)

harus mempunyai keberanian atau self confidence untuk menjalin interaksi dengan orang

lain ( Putri & Hadi, 2005).

Self confidence itu sendiri menurut Lauster (dalam Sakinah, 2005) adalah sikap positif

individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik

terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.

Menurut Afiatin dan Martaniah (1998), self confidence merupakan aspek kepribadian

manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi atau kemampuan yang

dimilikinya. Self confidence dapat dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan,

baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat (Iswidharmanjaya, 2004).

Bentuk interaksi remaja di sekolah salah satunya dengan mengikuti organisasi yang

ada di sekolah. Sekolah memiliki organisasi yang biasa disebut OSIS (Organisasi Siswa

Intra Sekolah). OSIS memiliki beragam kegiatan yang berhubungan dengan orang

banyak. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah cenderung mempunyai

self-confidence yang tinggi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-confidence

adalah orang tua, saudara sekandung, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan

pengalaman (Iswidharmanjaya, 2004).

Penelitian oleh Asmiana (2003) mengenai perbedaan rasa percaya diri antara

mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi

kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi

kemahasiswaan dan yang tidak aktif. Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi memiliki

rasa percaya diri yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam

(39)

Penelitian oleh Isnandar (2005), mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan

aktivitas berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi

kelas X. Dari perhitungan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

positif antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi secara bersama dengan prestasi

belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Gesi Kabupaten Sragen tahun 2005/2006.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa ada perbedaan self confidence pada

siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS, yaitu siswa SMP yang aktif dalam

OSIS memiliki self confidence lebih tinggi daripada siswa SMP yang tidak aktif dalam

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara

yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil

penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi : identifikasi variabel

penelitian, defenisi operasional, subyek penelitian, prosedur penelitian dan metode

analisis data (Hadi, 2002).

A.Identifikasi Variabel

Variabel tergantung : Self confidence

Variabel bebas : Keaktifan siswa dalam OSIS

a. Aktif dalam OSIS

b. Tidak aktif dalam OSIS

B.Defenisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung : self confidence

Self confidence adalah perasaan yakin terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga

tidak merasa cemas dan gugup dalam bertindak dan jika melakukan kesalahan, merasa

bebas untuk melakukan segala hal yang disukai serta bertanggung jawab terhadap

perbuatannya, bersikap hangat dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan

menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta mampu mengenal

(41)

dengan Skala self confidence yang disusun oleh peneliti berdasarkan karakteristik self

confidence yang diungkapkan oleh Ignoffo (1999) yaitu (1) memiliki cara pandang yang

positif terhadap diri, (2) yakin dengan kemampuan yang dimiliki, (3) melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dipikirkan, (4) berpikir positif dalam kehidupan, (5) bertindak

mandiri dalam mengambil keputusan, (6) memiliki potensi dan kemampuan.

Perbedaan Self confidence dapat dilihat dari besarnya skor yang diperoleh dari skala

self confidence pada siswa SMP. Skor yang tinggi pada Skala self confidence

menunjukkan self confidence yang tinggi pada individu, sebaliknya skor yang rendah

pada self confidence menunjukkan self confidence yang rendah pada individu.

2. Varibel bebas : keaktifan siswa dalam OSIS

Keaktifan siswa dalam OSIS adalah siswa yang aktif dalam OSIS dan siswa yang

tidak aktif dalam OSIS. Siswa SMP yang aktif dalam OSIS adalah individu yang telah

menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah

pertama serta tergabung dalam OSIS, mengikuti program yang dilakukan OSIS dengan

proporsi 50%. Siswa SMP yang tidak aktif dalam organisasi adalah individu yang telah

menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah

pertama, tidak memiliki pengalaman berorganisasi dan tidak menjadi pengurus dalam

(42)

C.Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi yang di pakai dalam penelitian ini adalah Siswa Sekolah Menengah Pertama

di kecamatan Perbaungan, dengan karakteristik populasi penelitian adalah (1) siswa

SMP/sederajat yang berada di kecamatan Perbaungan, (2) aktif dan tidak aktif dalam

OSIS. Alasan menggunakan Siswa SMP karena menurut teori perkembangan Erickson

(dalam Santrock, 1995), individu yang berada pada tahapan identitas dan kebingungan

identitas adalah remaja berusia 10-20 tahun. Siswa SMP berada pada tahapan remaja

awal berusia 12-15 tahun.

Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah siswa SMP yang aktif dan tidak aktif

dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah. Pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau

sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri

atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2002). Siswa SMP yang

aktif dalam OSIS adalah siswa SMP yang tergabung dalam OSIS dan berpartisipasi

dalam kegiatan OSIS di sekolah dengan proporsi 50% dari seluruh kegiatan yang

diadakan OSIS, sedangkan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS adalah siswa SMP

yang tidak tergabung dalam kepengurusan OSIS dan tidak pernah ikut dalam kepanitiaan

kegiatan OSIS. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100

orang, dengan perbandingan 50 orang yang aktif dalam OSIS dan 50 orang yang tidak

aktif dalam OSIS. Menurut Azwar (2004), secara tradisional, statistika menganggap

bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Sedangkan sampel

(43)

2. Metode pengambilan sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental

sampling. Incidental sampling diperoleh semata-mata dari keadaan-keadaan insidental

atau kebetulan. Dalam incidental sampling hanya individu atau kelompok yang kebetulan

di jumpai atau yang dapat dijumpai saja yang diselidiki sesuai dengan karakteristik

penelitian. Alasan peneliti menggunakan teknik incidental, karena relatif sulit bagi

peneliti untuk menjumpai setiap siswa SMP/sederajat.

D.Alat Ukur yang Digunakan

Sesuai dengan metode self-reports, maka pengumpulan data pada penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan skala. Skala adalah suatu metode pengumpulan data

yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis

(Hadi, 2000). Skala yang digunakan adalah skala self confidence yang terdiri dari

kumpulan pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik dalam self

confidence.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 6 karakteristik self confidence, yaitu (1)

memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, (2) yakin dengan kemampuan yang

dimiliki, (3) melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, (4) berpikir positif

dalam kehidupan, (5) bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, (6) memiliki

potensi dan kemampuan.

Skala ini terdiri dari aitem-aitem yang berbentuk pernyataan dengan pilihan jawaban.

Variasi bentuk pilihan jawaban menunjukkan tingkat kesesuaian dengan responden.

(44)

SS = Sangat Sesuai

S = Sesuai

TS = Tidak Sesuai

STS = Sangat Tidak Sesuai

Setiap pilihan tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem,

apakah favorabel atau tidak favorabel. Untuk aitem favorabel, SS diberi skor empat, S

diberi skor tiga, TS diberi skor dua, dan STS diberi skor satu. Sedangkan untuk aitem

yang tidak favorabel, SS diberi skor satu, S diberi skor dua, TS diberi skor tiga, STS

diberi skor empat.

Selain aitem-aitem tersebut, di dalam alat ukur juga tertera identitas diri yang harus

diisi oleh subjek penelitian. Identitas diri tersebut meliputi nama, jenis kelamin, usia,

keaktifan dalam organisasi, dan banyaknya program OSIS yang diikuti.

E. Validitas, Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas alat ukur

Situmorang, dkk (2007) menyatakan bahwa validitas menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Di dalam penelitian ini akan diuji

validitasnya berdasarkan content validity dan face validity. Conten validity (Validitas isi)

tes ditentukan melalui pendapat profesional (profesional judgement) dalam proses telaah

soal. Pendapat profesional diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan dosen

pembimbing. Face validity, apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberi kesan

(45)

2. Daya Beda Aitem

Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang

digunakan adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang

diukur oleh tes secara keseluruhan (Azwar, 2006).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefesien korelasi antara

distribusi skor aitem dengan skor kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu

sendiri, dengan menggunakan koefesien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur

pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0.05), akan menghasilkan koefesien

korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2006).

Perhitungan daya beda aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS version 12.0 for windows

3. Reliabilitas Alat Ukur

Prosedur pengujian reliabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

koefisien reliabilitas alpha. Data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh

melalui penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok

responden (single-trial administration. Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien

alpha dari Cronbach. Teknik koefesien alpha untuk menguji reliabilitas alat ukur dihitung

(46)

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala self confidence dilakukan pada 120 orang yang terdiri dari siswa SMP

sederajat yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS.

1. Hasil uji coba skala self confidence

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur untuk mengetahui sejauhmana alat ukur dapat

mengungkap dengan tepat apa yang hendak di ukur dan seberapa jauh alat ukur

menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran (Azwar, 2004).

Tabel 1.Distribusi Aitem Skala Self Confidence Sebelum Uji Coba

Jumlah aitem

No Aspek Indikator perilaku

Fav Unfav

1. Menerima semua kekurangan yang di miliki.

2. memberikan penilaian yang baik bagi diri sendiri

1. Bersikap tenang dalam

mengerjakan sesuatu.

2. Mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan.

3. Tidak cemas menghadapi berbagai situasi.

1. Berani untuk mengeluarkan pendapat atau ide-ide.

2. Bertanggung jawab dengan pendapatnya.

3. Berani menolak jika hal lain bertentangan dengan pendapat

4. Berpikir positif dalam

kehidupan

1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.

2. Sabar menghadapi berbagai permasalahan hidup.

3. Tidak mudah putus asa.

(47)

5. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

1. Tidak selalu memerlukan bantuan orang lain.

2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.

3. Bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya

1. Mampu menyesuaikan diri dengan baik.

2. Mampu menghadapi tugas dengan baik.

3. Memiliki kemampuan dalam bidang tertentu.

**Unfav : Aitem unfavorable *** F : Frekuensi

Hasil uji coba terhadap skala self confidence menunjukkan koefisien reliabilitas

rxx=0.936 dengan rit aitem yang bergerak dari -0,203 sampai dengan 0,644. Jumlah aitem

yang diujicobakan adalah 72 aitem, dan dari 72 aitem terdapat 57 aitem yang memiliki

daya diskriminasi aitem yang tinggi (rit ≥ 0,3). Tabel 2 menunjukkan aitem-aitem setelah

(48)

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Self Confidence Setelah Uji Coba

Nomor aitem

No Aspek Indikator perilaku

Fav Unfav

1. Menerima semua kekurangan yang di miliki.

2. memberikan penilaian yang baik bagi diri sendiri

1. Bersikap tenang dalam

mengerjakan sesuatu.

2. Mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan.

3. Tidak cemas menghadapi berbagai situasi.

1. Berani untuk mengeluarkan pendapat atau ide-ide.

2. Bertanggung jawab dengan pendapatnya.

3. Berani menolak jika hal lain bertentangan dengan pendapat

4. Berpikir positif dalam

kehidupan

1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.

2. Sabar menghadapi berbagai permasalahan hidup.

3. Tidak mudah putus asa.

9, 28

1. Tidak selalu memerlukan bantuan orang lain.

2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.

3. Bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya

1. Mampu menyesuaikan diri dengan baik.

2. Mampu menghadapi tugas dengan baik.

(49)

Hasil uji coba skala self confidence setelah aitem yang memiliki daya diskriminasi

rendah dibuang (rit < 0.3), sehingga menjadi 57 aitem yang menunjukkan koefisien

reliabilitas rxx=0.936 dengan rit aitem yang bergerak dari -0,203 sampai dengan 0,644.

Setelah dilakukan uji coba, maka peneliti melakukan penomoran kembali pada setiap

aitem untuk digunakan dalam penelitian, seperti yang tertera pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Self Confidence Pada Saat Penelitian

Nomor aitem

No Aspek Indikator perilaku

Fav Unfav yang baik bagi diri sendiri

1. Bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.

(50)

4. Berpikir positif dalam kehidupan

1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.

2. Sabar menghadapi

berbagai permasalahan hidup.

3. Tidak mudah putus asa.

(34)28

2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.

3. Bertanggung jawab atas

keputusan dan tugas dengan baik.

3. Memiliki kemampuan

Hasil penelitian skala self confidence yang diujikan pada 100 orang siswa SMP,

diperoleh nilai reliabilitas  0.917. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 di

bawah ini :

Tabel 4. Reliabilitas Skala Self Confidence

Gambar

Tabel 1.Distribusi Aitem Skala Self Confidence Sebelum Uji Coba
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Self Confidence Setelah Uji Coba
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Self Confidence Pada Saat Penelitian
Tabel 4. Reliabilitas Skala Self Confidence
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, seorang siswa harus memiliki tujuan dalam belajar agar dapat mencapai prestasi akademis yang baik dengan cara mampu mengoptimalkan penerapan strategi self

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kematangan karir pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta yang mengikuti organisasi siswa intra sekolah

PERBEDAAN HASIL BELAJAR AFEKTIF ANTARA SISWA YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH DITINJAU DARI ASPEK NILAI-NILAI KEBANGSAAN PADA MATA PELAJARAN

Subjek dengan tipe kepribadian idealist memiliki kemampuan komunikasi matematis tertulis yang kurang baik, hal ini dikarenakan subjek tidak memenuhi semua indikator

Salah satu indikator nyata yang dapat menjadi bukti bahwa siswa perempuan memiliki tingkat self-regulated learning yang lebih tinggi daripada siswa laki-laki adalah lebih

Sedangkan menurut Purwanto (2013 :46 ) prestasi belajar adalah : “Realisasi tercapainya tujuan pendidi-kan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Self-Regulated Learning

Gambaran sikap prososial siswa akselerasi berdasarkan data yang diperoleh yakni dalam hal kecenderungan menolong orang lain yang mengalami kesulitan sangat tinggi dan memiliki