PERBEDAAN SELF CONFIDENCE SISWA SMP
YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM
ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS)
DI SMPN 1 PERBAUNGAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
MEGAWATI
051301013
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perbedaan self confidence pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan
Megawati dan Tarmidi
ABSTRAK
Siswa berada pada tahap remaja awal, pada tahapan ini adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi harus mempunyai keberanian atau percaya diri dalam menjalin interaksi dengan orang lain, keberanian ini diartikan sebagai self confidence. Salah satu bentuk interaksi siswa adalah di sekolah, sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan
self confidence siswa yaitu OSIS. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah
cenderung mempunyai self-confidence yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS di kec.Perbaungan. Alat ukur yang digunakan adalah skala self confidence. Skala self confidence memiliki nilai reliabilitas (r) 0,917 yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik yang diungkapkan Ignoffo (1999) yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki potensi dan kemampuan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang siswa yang terdiri 50 siswa yang aktif dan 50 siswa yang tidak aktif dalam OSIS. Perolehan hasil uji t = 5,151 ; p = 0,882 (<0,05), dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa SMP yang aktif dengan yang tidak aktif dalam OSIS. Siswa yang aktif dalam OSIS memiliki tingkat self confidence yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam OSIS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul perbedaan self confidence
pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah di
SMPN 1 Perbaungan, merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikolgi Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayah dan Ibunda yang senantiasa
melimpahkan kasih sayang yang tulus kepada penulis, mendidik dan membimbing,
memotivasi dan memberikan nasehat bagi penulis serta selalu mendoakan penulis dalam
setiap aktivitas. Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada
kedua orangtua penulis di dunia dan di akhirat. Skripsi ini juga penulis persembahkan
kepada abang-abang tercinta yang bersedia mendengar curhatan adiknya (B’Anto,
B’Andi, B’Teja, B’Ali) semoga kalian tetap menjadi abang terbaik.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai
pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi. Bantuan yang
diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
2. Tarmidi, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih banyak
atas arahan dan bimbingan yang telah Abang berikan, atas kesabaran Abang
3. Sri Supriyantini, M.Si, psikolog, Rr. Lita Hadiati, S.Psi, psikolog, Filia Dina
Anggaraeni, M.Pd, Desvi Yanti Mukhtar, M.Psi, psikolog, Fastirola, M.Psi, psikolog,
Dian Ulfa Sari, M.Psi, psikolog selaku dosen di Departemen Pendidikan. Terima
kasih atas bimbingan, saran dan diskusi mengenai skripsi ini.
4. Para pegawai Fakultas Psikologi USU. Bapak Aswan, Bapak Iskandar, Bapak Anto,
Kak Ari makasi ya kak uda membuatkan surat penelitian mega, Kak Erna, Kak Devi,
Bang Sono, Bang Endang atas bantuannya.
5. Noni, Ema, Febri, Qorin, Debby atas bantuan yang kalian berikan. Mendengarkan
curhatan penulis dalam hal apapun, memotivasi dan memberikan semangat kepada
penulis. Semangat buat kalian semua ya teman.
6. Ratna, Diah, Isha, makasi ya atas saran-saran untuk menyelesaikan skripsi, sukses
buat kalian.
7. Seluruh teman-teman angkatan 2005 lainnya atas perhatian, dukungan, serta untuk
semua kebersamaan yang penuh suka dan duka selama di Psikologi USU.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
saudara semua. Semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.
Medan , Juni 2009
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Self Confidence... 10
1. Pengertian self confidence... 10
2. Karakteristik self confidence... 12
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self confidence... 16
B. Siswa ... 20
1. Pengertian siswa ... 20
2. Pengertian siswa sekolah menengah pertama... 20
3. Pengertian siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS... 21 C. Organisasi Sekolah... 21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 33
1. Populasi ... 33
2. Metode pengambilan sampel ... 34
D. Alat Ukur yang Digunakan ... 34
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 35
1. Validitas alat ukur ... 35
2. Daya Beda Aitem………... 36
3. Reliabilitas alat ukur ... 36
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 37
1. Hasil Uji Coba Skala Self Confidence... 37
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 42
1. Tahap Persiapan... 42
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 43
3. Pengolahan Data... 43
H. Metode Analisis Data... 43
BAB IV ANALISA DATA A. Gambaran Subjek Penelitian... 45
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 45
B. Hasil Penelitian... 46
1. Hasil Uji Asumsi Penelitian... 46
2. Hasil Analisa Data... 48
C. Hasil Tambahan... 52
1. Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin 52 2. Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Usia………... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………. 60
B. Saran……… 61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Sebelum Uji Coba………
37
Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Setelah Uji Coba... 39
Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Self Confidence Pada Saat Penelitian... 40
Tabel 4 Reliabilitas Skala Self Confidence……… 41
Tabel 5 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 45
Tabel 6 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia... 46
Tabel 7 Hasil Uji Coba Normalitas……… 47
Tabel 8 Uji Homogenitas………... 48
Tabel 9 Hasil Perhitungan Statistik Uji t... 49
Tabel 10 Skor Empirik dan Hipotetik Self Confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dan Yang Tidak Aktif……… 50 Tabel 11 Kategorisasi Data Empirik Self Confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dalam OSIS……… 51 Tabel 12 Kategorisasi Data Empirik self confidence pada Siswa SMP Yang Tidak Aktif dalam OSIS………. 51 Tabel 13 Gambaran Skor Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin….. 52
Tabel 14 Skor Hipotetik self confidence pada Siswa SMP Yang Aktif dan Yang Tidak Aktif dalam OSIS………. 53 Tabel 15 Kategorisasi Self Confidence Berdasarkan Jenis Kelamin……... 53
Tabel 16 Gambaran Skor self confidence Berdasarkan Usia………. 54
Perbedaan self confidence pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang aktif dan tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMPN 1 Perbaungan
Megawati dan Tarmidi
ABSTRAK
Siswa berada pada tahap remaja awal, pada tahapan ini adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi harus mempunyai keberanian atau percaya diri dalam menjalin interaksi dengan orang lain, keberanian ini diartikan sebagai self confidence. Salah satu bentuk interaksi siswa adalah di sekolah, sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan
self confidence siswa yaitu OSIS. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah
cenderung mempunyai self-confidence yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS di kec.Perbaungan. Alat ukur yang digunakan adalah skala self confidence. Skala self confidence memiliki nilai reliabilitas (r) 0,917 yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik yang diungkapkan Ignoffo (1999) yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki potensi dan kemampuan. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang siswa yang terdiri 50 siswa yang aktif dan 50 siswa yang tidak aktif dalam OSIS. Perolehan hasil uji t = 5,151 ; p = 0,882 (<0,05), dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa SMP yang aktif dengan yang tidak aktif dalam OSIS. Siswa yang aktif dalam OSIS memiliki tingkat self confidence yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam OSIS.
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia mengalami
pertumbuhan secara fisik dan perkembangan menuju tingkatan yang lebih tinggi.
Menurut Hurlock (2002), terdapat tahapan-tahapan dalam perkembangan manusia yaitu
periode pranatal, masa neonatal, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak
akhir, masa remaja awal, masa remaja akhir, masa dewasa dini, masa dewasa madya dan
masa lanjut usia. Setiap tahapan dalam perkembangan manusia memiliki tugas
perkembangan pada masing-masing tahapan. Manusia dianggap berhasil dalam setiap
tahapan perkembangan ketika individu mampu melewati tugas perkembangan dalam
tahapan tersebut.
Salah satu tugas perkembangan manusia berada pada tahapan remaja merupakan masa
peralihan menuju kedewasaan, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya
berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak
sejajar dengan yang lainnya. Fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah
berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah
dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja
yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja
merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak
terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri, individu dihadapkan dengan
temuan siapa mereka, bagaimana mereka kira-kira nantinya, dan ke mana mereka menuju
dalam kehidupannya. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh Marcia yang menemukan
bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion,
moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Papalia, 2001). Tahapan remaja terdiri
dari remaja awal dan remaja akhir.
Remaja awal berada pada tahap usia 12-15 tahun, pada usia ini biasanya remaja duduk
di bangku SMP. Remaja berusaha untuk menemukan jati dirinya dengan kata lain
individu mengalami krisis identitas, remaja membutuhkan interaksi dengan orang lain
dalam proses pencarian jati diri, yaitu teman sebaya, sekolah, orang tua maupun
masyarakat. Bentuk interaksi remaja di sekolah salah satunya dengan mengikuti
organisasi yang ada di sekolah. Dalam kenyataannya untuk berinteraksi maka individu
harus mempunyai keberanian atau percaya diri (self confidence)untuk menjalin interaksi
dengan orang lain (Putri & Hadi, 2005).
Self confidence atau percaya diri itu sendiri menurut Lauster (dalam Sakinah, 2005)
adalah sikap positif individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan
penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang
dihadapinya. Menurut Afiatin dan Martaniah (1998), kepercayaan diri merupakan aspek
kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi atau
kemampuan yang dimilikinya.
Self confidence atau percaya diri seseorang terkait dengan dua hal yang paling
mendasar dalam praktek hidup kita. Pertama, self confidence terkait dengan bagaimana
performansi). Kedua, self confidence terkait dengan kemampuan seseorang dalam
menghadapi masalah yang menghambat perjuangannya. Orang yang kepercayaan dirinya
bagus akan cenderung berkesimpulan bahwa dirinya “lebih besar” dari masalahnya.
Sebaliknya, orang yang memiliki rasa percaya diri rendah akan cenderung berkesimpulan
bahwa masalahnya jauh lebih besar dari dirinya. Self confidence dapat dikembangkan
melalui interaksi dengan lingkungan (Iswidharmanjaya, 2004).
Melalui interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya seseorang akan belajar
mengenali diri sendiri. Individu akan memperoleh informasi mengenai dirinya dari
interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya tetapi jika tidak ada interaksi
dengan lingkungan maka individu tersebut tidak mengenal dirinya lebih dalam. Penilaian
baik atau buruk yang diterima dari orang lain turut mempengaruhi self confidence
seseorang. Penilaian yang baik oleh orang lain akan menimbulkan self confidence dalam
diri seseorang, sebaliknya penilaian yang buruk oleh orang lain akan menurunkan self
confidence seseorang. Peningkatan self confidence juga dapat diperoleh dari sekolah
sehingga sekolah turut mempengaruhi self confidence atau percaya diri seseorang
(Iswidharmanjaya, 2004).
Sekolah memiliki organisasi yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan self
confidence siswa. Menurut Kurnia (2005) mengikuti Organisasi merupakan salah satu
upaya untuk pengembangan diri, melatih keterampilan berbicara di depan umum. Remaja
dapat mengembangkan diri dengan menyalurkan bakat serta kreativitas yang telah
dimilikinya. Terlibat dalam organisasi juga merupakan satu upaya yang cukup baik untuk
mengasah self confidence, dan mengenali diri sendiri melalui pergaulan dengan teman
seseorang harus mampu menguasai keadaan sehingga tidak terlihat cemas ataupun gugup
ketika sedang berbicara di depan orang banyak. Mengenali diri sendiri dapat dilakukan di
sekolah melalui pergaulan dengan teman sebaya.
Menurut Iswidharmanjaya (2004) mengenali diri sendiri dapat dilakukan di sekolah
melalui pergaulan dengan teman sebaya ketika bergabung dalam organisasi yang ada di
sekolah. Individu berusaha saling mengenali anggota satu sama lain ketika tergabung
dalam organisasi di sekolah. Penerimaan dan perlakuan yang baik oleh teman sebaya
akan menimbulkan rasa percaya diri dalam diri seseorang, sebaliknya penolakan oleh
teman sebaya menyebabkan seseorang akan menarik diri dan merasa bahwa dirinya
memiliki banyak kekurangan sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan teman-teman
yang lain. Selain pergaulan dengan teman sebaya, pengalaman juga berpengaruh terhadap
self confidence.
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi self confidence, baik
pengalaman berupa keberhasilan maupun kegagalan. Dari berbagai pengalaman,
pengalaman seseorang dalam berorganisasi dapat membuat seseorang lebih percaya diri
untuk mengikuti organisasi. Seseorang yang telah memiliki pengalaman mengikuti
organisasi cenderung tidak ragu untuk tergabung dalam organisasi di kemudian hari.
Keberhasilan yang didapatkan dari pengalaman dalam berorganisasi akan memudahkan
seseorang untuk mengembangkan self confidence sedangkan kegagalan dalam
berorganisasi dapat menghambat pengembangan self confidence dalam mengikuti
organisasi di sekolah (Iswidharmanjaya, 2004).
Organisasi di sekolah memiliki beragam kegiatan yang berhubungan dengan orang
self-confidence yang tinggi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-confidence
adalah orang tua, saudara sekandung, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan
pengalaman. Sekolah memiliki organisasi yang biasa disebut OSIS (Organisasi Siswa
Intra Sekolah). Siswa melakukan interaksi dengan teman sebaya dalam mengikuti
organisasi dimana hubungan dengan teman sebaya ikut menentukan pembentukan self
confidence seseorang (Iswidharmanjaya, 2004).
Menurut Adhi (2008) terdapat beberapa manfaat yang dimiliki oleh OSIS (Organisasi
Siswa Intra Sekolah) yaitu sebagai berikut: meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kesadaran berbangsa, bernegara dan cinta tanah
air, meningkatkan kepribadian dan budi pekerti luhur, meningkatkan kemampuan
berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan, meningkatkan ketrampilan,
kemandirian dan percaya diri, meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani, menghargai
dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreasi seni.
Berdasarkan manfaat dari OSIS salah satunya dapat meningkatkan rasa percaya diri
sehingga jelas bahwa OSIS bermanfaat dalam peningkatan percaya diri atau self
confidence siswa.
Organisasi yang ada di sekolah tidak hanya OSIS, terdapat beberapa macam organisasi
sekolah, mulai dari majalah sekolah hingga organisasi-organisasi yang dibentuk secara
ilegal. Tujuan siswa yang tertarik menjadi anggota kebanyakan hanya untuk mencari
popularitas dan sekedar ingin terlihat ”sibuk” tetapi semua ini kembali kepada pribadi
masing-masing. Organisasi yang populer dan dikenal oleh banyak orang menjadi sebuah
Fenomena yang didapat dari sebuah media elektronik menyatakan bahwa dengan
mengikuti organisasi sekolah dapat meningkatkan percaya diri atau self confidence,
dalam hal ini OSIS, seperti yang dikemukakan oleh salah satu siswa:
“Ikut OSIS saja, ikut pramuka juga boleh khan masih 16 taon, masih kelas 1 khan kalo ga salah? yup setuju gw. Ikut saja organisasi-organisasi di skul, walo ngga banyak andil buat organisasi itu, tapi setidaknya lo active member, dari situ lo juga kan bisa belajar sosialisasi dan kenal banyak karakter. Gw dulu juga maen ikut ekskul paskibra (walo latihannya tau sendiri seperti apa), tapi gw beruntung bgt bisa menjadi anggota karena banyak belajar, dan yang pasti pengalamannya, dan meningkatkan percaya diri
gw. Yah, mengingatkan klo gw di SMA itu bahagia dan menyenangkan. (outer_space23 15-11-2008, 01:41 AM)
Hal yang sama juga dinyatakan oleh R, salah seorang siswa SMP Negeri di
Perbaungan bahwa ikut OSIS membuat percaya diri yaitu :
”Setelah saya bergabung dalam OSIS, saya menjadi percaya diri, bisa punya banyak teman trus ngerasa populer daripada tidak bergabung di OSIS. OSIS bikin hidup lebih hidup, heee... Kan selama ini saya termasuk orang yang pendiam karena saya gak PD untuk bergabung sama teman-teman yang lain.”
R (Komunikasi personal, 7 Mei 2009)
Penelitian oleh Asmiana (2003) mengenai perbedaan rasa percaya diri antara
mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi
kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi
kemahasiswaan dan yang tidak aktif. Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi memiliki
rasa percaya diri yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam
organisasi.
Penelitian oleh Isnandar (2005), mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan
aktivitas berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi
positif antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi secara bersama dengan prestasi
belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Gesi Kabupaten Sragen tahun 2005/2006.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Asmiana (2003) pada mahasiswa mengenai
perbedaan rasa percaya diri antara mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak
aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian
oleh Isnandar (2005) mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan aktivitas
berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi kelas X,
maka dirasa perlu diadakan penelitian untuk melihat perbedaan self confidence antara
siswa yang aktif dan siswa yang tidak aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
pada siswa SMP.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan self confidence
pada siswa SMP yang aktif dan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS.
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan self confidence pada siswa
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan manfaat
secara praktis :
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang dalam pengembangan ilmu
psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikanm yaitu memberikan informasi
mengenai bagaimana percaya diri atau self confidence siswa SMP yang aktif dan yang
tidak aktif dalam OSIS.
2. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah diharapkan dari data penelitian
yang didapatkan data mengenai perbedaan self confidence pada siswa yang aktif dan
siswa yang tidak aktif dalam OSIS.
a. Pihak sekolah dapat mengetahui perbedaan self confidence pada siswa yang aktif
berorganisasi dan tidak aktif berorganisasi dalam OSIS yang ada di sekolah tersebut.
Hal ini berguna dalam memberikan pembinaan kepada siswa dalam mengembangkan
self confidence.
b. Bagi siswa dapat menambah informasi, gambaran, serta wacana mengenai self
confidence atau percaya diri pada siswa yang aktif dalam OSIS dan yang tidak aktif
dalam OSIS. Hal tersebut berguna dalam mengembangkan self confidence atau
percaya diri siswa.
c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
acuan bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan self confidence
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini berisi pembahasan secara teoritis tentang self confidence, Organisasi
Siswa Intra Sekolah, perbedaan self confidence siswa yang aktif dalam OSIS dan
siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS, dan hipotesa penelitian.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini terdiri atas identifikasi variabel, defenisi operasional variabel penelitian,
populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas
alat ukur, reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data.
Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek,
hasil penelitian dan pembahasan mengenai data-data penelitian berdasarkan
teori yang relevan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran-saran yang
diperlukan, baik untuk penyempurnaan penelitian atau peneliti selanjutnya yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Self Confidence
1. Pengertian self confidence
Self-confidence atau percaya diri adalah sejauhmana anda punya keyakinan terhadap
penilaian anda atas kemampuan anda dan sejauh mana anda bisa merasakan adanya
“kepantasan” untuk berhasil. Ignoffo (1999) secara sederhana mendefenisikan self
confidence berarti memiliki keyakinan terhadap diri sendiri. Menurut Neill (dalam Hadi
& Putri, 2005) self confidence adalah kombinasi dari self esteem dan self-efficacy.
Lauster (dalam Fasikhah, 1994), menyatakan bahwa self confidence merupakan suatu
sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan
tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan
hal-hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan
dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain,
memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.
Self confidence adalah sikap positif seorang individu yang merasa memiliki
kompetensi atau kemampuan untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap
dirinya maupun lingkungan (Jacinta, 2002). Menurut Hasan (dalam Iswidharmanjaya,
2004) menyatakan self confidence adalah percaya akan kemampuan sendiri yang
memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkan secara
Coopersmith (dalam Nazwali, 1996) menjelaskan bahwa ketika individu lebih aktif,
mempunyai perilaku yang bertujuan, bersemangat dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kelompok cenderung memiliki
self confidence yang tinggi. Sedangkan menurut Hakim (2002) menjelaskan self
confidence yaitu sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan
yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk dapat
mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Menurut Uqshari (2005) self confidence
adalah keyakinan seorang individu akan kemampuan yang dimiliki sehingga merasa puas
dengan keadaan dirinya.
Bandura (dalam Sakinah, 2005) mendefenisikan self confidence sebagai suatu
keyakinan seseorang yang mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan
diinginkan. Sedangkan Breneche dan Amich (dalam Kumara, 1988) self confidence
merupakan suatu perasaan cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam
kehidupannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dalam
menentukan standar, karena ia selalu dapat menentukan sendiri.
Self confidence bukan merupakan sesuatu yang sifatnya bawaan tetapi merupakan
sesuatu yang terbentuk dari interaksi. Waterman (dalam Sakinah, 2005) mengatakan
bahwa untuk menumbuhkan self confidence diperlukan situasi yang memberikan
kesempatan untuk berkompetisi, karena menurut Markus dan Wurf (dalam Sakinah,
2005) seseorang belajar tentang dirinya sendiri melalui interaksi langsung dan komparasi
sosial. Dari interaksi langsung dengan orang lain akan diperoleh informasi tentang diri
dan dengan melakukan komparasi sosial seseorang dapat menilai dirinya sendiri bila
tahu siapa dirinya yang kemudian akan berkembang menjadi percaya diri atau self
confidence.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self confidence adalah
perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri yang mencakup penilaian dan penerimaan
yang baik terhadap dirinya secara utuh, bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh orang lain sehingga individu dapat diterima oleh orang lain maupun lingkungannya.
Penerimaan ini meliputi penerimaan secara fisik dan psikis.
2. Karakteristik self confidence
Menurut Ignoffo (1999), terdapat beberapa karakteristik yang menggambarkan
individu yang memiliki self confidence yaitu :
a. Memiliki cara pandang yang positif terhadap diri.
b. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki.
c. Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan.
d. Berpikir positif dalam kehidupan.
e. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan.
f. Memiliki potensi dan kemampuan.
Menurut Hakim (2002) mengungkapkan beberapa ciri-ciri orang yang memiliki self
confidence adalah :
a. Selalu bersikap tenang dan tidak mudah menyerah.
b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.
c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul pada situasi tertentu.
e. Memiliki kecerdasan yang cukup.
f. Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup.
g. Memiliki keahlian dan keterampilan yang menunjang kehidupannya, misal
keterampialn bahasa asing.
h. Memiliki kemampuan sosialisasi.
i. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik.
j. Memiliki pengalaman hidup yang menempah mentalnya menjadi kuat dan tahan dalam
menghadapi berbagai cobaan.
k. Selalu bersikap positif dalam menghadapi berbagai masalah.
l. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam berbagai situasi.
Menurut Lauster (dalam Fasikhah, 1994), terdapat beberapa karakteristik untuk
menilai self confidence dalam diri individu, diantaranya:
a. Percaya kepada kemampuan sendiri
Suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang
ber-hubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena
yang terjadi tersebut.
b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan
Dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara
mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan
untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut.
c. Memiliki konsep diri yang positif
Adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun
d. Berani mengungkapkan pendapat
Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin
diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat
menghambat pengungkapan perasaan tersebut.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lauster (dalam Fasikhah, 2004) menyebutkan
bahwa ciri-ciri orang yang memiliki self confidence adalah tidak mementingkan diri
sendiri, cukup toleran, cukup berambisi, tidak perlu dukungan orang lain, tidak
berlebihan, optimistik, mampu bekerja secara efektif, bertanggung jawab atas
pekerjaannya, dan merasa gembira.
Waterman (dalam Yulianti, 2005) mengatakan bahwa orang yang mempunyai self
confidence adalah mereka yang mampu bekerja secara efektif, dapat melaksanakan tugas
dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa depannya.
Menurut Lauster dan Rakhmat (dalam Afiatin & Martaniah, 1998 ) ciri-ciri individu
yang memiliki self confidence yang rendah adalah sebagai berikut :
a. Individu merasa bahwa tindakan yang dilakukan tidak adekuat. Ia cenderung merasa
tidak aman dan tidak bebas bertindak, cenderung ragu-ragu dan membuang-buang
waktu dalam mengambil keputusan, memiliki perasaan rendah diri dan pengecut,
kurang bertanggung jawab dan cenderung menyalahkan pihak lain sebagai penyebab
masalahnya, serta merasa pesimis dalam menghadapi rintangan.
b. Individu merasa tidak diterima oleh kelompoknya atau orang lain. Ia cenderung
menghindari situasi komunikasi karena merasa takut disalahkan atau direndahkan,
c. Individu tidak percaya terhadap dirinya dan mudah gugup. Ia merasa cemas dalam
mengemukakan gagasannya dan selalu membandingkan keadaan dirinya dengan orang
lain.
Menurut Ignoffo (1999), terdapat 7 ciri-ciri individu yang memiliki self confidence
yangrendah pada individu, yaitu :
a. Perfeksionis
b. Penilaian negatif
c. Pasrah dan putus asa.
d. pemikiran yang dangkal
e. Rasa cemas.
f. Berpikir sebagai korban,
g. Self-Fulfilling Prophecy
Dapat disimpulkan bahwa orang yang percaya diri atau self confidence memiliki sikap
yang tenang dan bersikap positif dalam menghadapi berbgai masalah dan tidak mudah
menyerah, memiliki kemampuan sosialisasi yang baik, percaya kepada kemampuan
sendiri, berani mengungkapkan pendapat, tidak mementingkan diri sendiri melaksanakan
tugas dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa
depannya. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut individu mempunyai kemungkinan
untuk lebih sukses dalam menjalani kehidupan bila dibandingkan dengan orang yang
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self confidence
Self confidence merupakan sesuatu yang berasal dan berakar dari pengalaman masa
kanak-kanak dan berkembang, terutama sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang
lain. Pengalaman saat berhubungan dengan orang lain dan bagaimana orang lain
memperlakukan kita akan membentuk gagasan dan penilaian dalam diri kita yang dapat
mempengaruhi percaya diri atau self confidence.
Menurut Iswidharmanjaya (dalam Yulianti, 2007) ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi self confidence, yaitu :
a. Orang tua
Dalam hal informasi dan cermin tentang diri seseorang, orang tua memegang peranan
yang paling istimewa. Jika orang tua secara tulus dan konsisten menunjukkan cinta
dan sayang maka akan memberikan pandangan kepada anak bahwa dia pantas dicintai
baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Sebaliknya, jika orang tua tidak
memberikan kehangatan, penerimaan dan cinta dalam hubungan dengan anak, maka
anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kurang. Penilaian yang diberikan
oleh orang tua sebagian besar akan menjadi penilaian yang dipegang oleh anak.
Harapan orang tua akan menjadi masukan ke dalam cita-cita anak. Jika anak tidak
mampu memenuhi harapan-harapan itu, maka ada kemungkinan anak akan
mengembangkan rasa tidak berguna dan percaya diri yang rendah.
b. Saudara sekandung
Hubungan dengan saudara kandung juga penting dalam pembentukan rasa percaya
diri. Anak sulung yang diperlakukan seperti pemimpin oleh adik-adiknya dan
keuntungan untuk mengembangkan rasa percaya dirinya. Sedangkan anak bungsu
mungkin mengalami hal yang berlawanan. Mungkin dia terus menerus dianggap dan
diperlakukan sebagai anak kecil, akibatnya self confidence berkembang amat lambat
bahkan sulit tumbuh.
c. Sekolah
Siswa yang sering mendapat perlakuan buruk (dihukum dan ditegur) cenderung lebih
sulit mengembangkan rasa percaya dirinya. Sebaliknya siswa yang banyak dipuji,
mendapat penghargaan, dan diberi hadiah cenderung mempunyai self confidence yang
tinggi.
d. Teman sebaya
Dalam pergaulan dengan teman-teman, apakah kita disenangi, dikagumi, dan
dihormati atau tidak, ikut menentukan dalam pembentukan rasa percaya diri
seseorang. Penerimaan dan perlakuan yang baik oleh teman sebaya akan menimbulkan
rasa percaya diri dalam diri seseorang. Sebaliknya, penolakan oleh teman sebaya
menyebabkan seseorang akan menarik diri dan merasa bahwa dirinya memiliki banyak
kekurangan sehingga tidak pantas untuk bergaul dengan teman-teman yang lain.
Dengan demikian, lama kelamaan percaya diri akan menghilang. Jadi, untuk dapat
diterima dalam pergaulan seorang remaja cenderung untuk bertingkah laku sesuai
dengan perilaku teman sekelompoknya.
e. Masyarakat
Sebagai anggota masyarakat kita dituntut untuk bertindak menurut cara dan norma
dalam masyarakat. Semakin mampu seseorang memenuhi norma dan diterima oleh
percaya diri seseorang juga dipengaruhi oleh penilaian yang diberikan oleh
masyarakat. Jika seseorang sudah dicap jelek, maka akan sulit baginya untuk
mengubahnya.
f. Pengalaman
Banyak pandangan mengenai diri seseorang yang dipengaruhi oleh pengalaman,
keberhasilan, dan kegagalan yang dialami. Keberhasilan akan memudahkan seseorang
untuk mengembangkan self confidence sedangkan kegagalan dapat menghambat
pengembangan percaya diri.
Selain itu Iswidharmanjaya (dalam Yulianti, 2007) menyatakan ada tiga faktor yang
mempengaruhi timbulnya self confidence:
a. Proses belajar
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri dirasakan sejak usia dini. Pola asuh yang
diberikan orang tua memiliki peranan yang besar dalam menumbuhkan percaya diri
anak. Pola asuh yang diberikan meliputi kasih sayang, perhatian, penerimaan, serta
yang paling penting adalah kelekatan emosi dengan orang tua secara tulus. Dengan
adanya kehangatan dan asuhan dari orang tua, rasa percaya diri anak akan mulai
bersemi. Kalau anak merasa dirinya berharga dan bernilai dimata orang tuanya, akan
cenderung manjadi anak yang semakin percaya diri.
Selain pola asuh, perilaku orang tua juga memiliki peran dalam proses pembentukan
sikap percaya diri, karena biasanya anak yang masih kecil akan menirukan apa yang
diperbuat oleh orang tuanya. Sebaliknya orang tua yang kurang memberikan
perhatian, suka mengkritik, tidak pernah memberikan pujian ataupun tidak pernah
b. Konsep diri
Untuk menjadi pribadi yang memiliki percaya diri, seorang individu membutuhkan
konsep diri yang positif. Konsep diri adalah gambaran yang dipegang seseorang
menyangkut dirinya sendiri. Jika seorang individu sudah mengenal keadaan dirinya
dan dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki maka individu tersebut
akan memiliki percaya diri yang baik.
c. Interaksi dengan lingkungan
Seseorang akan belajar mengenai diri sendiri melalui interaksi langsung dengan orang
lain. Dengan berinteraksi, seorang individu akan memperoleh informasi mengenai
dirinya dari orang lain. Tetapi jika tidak ada orang lain yang menilai maka individu
tersebut tidak mengenal dirinya lebih dalam.
Jadi, dalam menyusun alat ukur guna melihat perbedaan self confidence antara siswa
SMP yang aktif dan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS. Peneliti mengacu pada teori
yang dikemukakan oleh Ignoffo(1999). Alat ukur di susun berdasarkan karakteristik dari
self confidence yaitu memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, yakin dengan
kemampuan yang dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan,
berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, serta
B. Siswa
1. Pengertian siswa
Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Pada tahap ini, menurut Erickson (dalam Hanum, 2000) siswa memasuki
tahap awal dari perkembangan remaja. Siswa adalah subjek atau pribadi yang unik (khas
untuk dirinya) sehingga perlu adanya peraturan program belajar yang selaras dengan
kemampuan dasar sikap siswa (Samana, 1992).
Menurut Monks (dalam Hanum, 2000), pada umumnya siswa adalah remaja masih
belajar di sekolah menengah atau perguruan tinggi. Rata-rata remaja menyelesaikan
sekolah lanjutan pada usia kurang lebih 18 tahun.
2. Pengertian siswa sekolah menengah pertama
Siswa sekolah menengah pertama adalah individu yang sedang menjalani pendidikan
di sekolah menengah pertama. Menurut Sulaeman (1995), siswa SMP secara kronologis
berusia antara 12-15 tahun. Batasan usia remaja menurut Monks (dalam Hanum, 2000)
adalah antara 12-21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun merupakan masa remaja awal,
15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, 18-21 tahun merupakan masa remaja
akhir.
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur
remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan
secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan.
Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam dua periode yaitu:
diperlakukan seperti anak kecil lagi, anak mulai bersikap kritis. mulai cemas dan bingung
tentang perubahan fisiknya, memperhatikan penampilan, plin-plan, suka berkelompok
dengan teman sebaya dan senasib. Kedua, periode remaja adolesen usia 19-21 tahun,
dalam tahap ini perhatian anak tertutup pada hal-hal realistis, mulai menyadari akan
realitas, sikapnya mulai jelas tentang hidup, dan mulai nampak bakat dan minatnya (Putri
& Hadi, 2005).
Jadi, siswa SMP berada pada tahap perkembangan remaja awal ataupun periode masa
puber, berusia 12-15 tahun. Pada tahap ini remaja lebih banyak berada di luar rumah
bersama teman-teman sebaya, maka dapatlah dikatakan bahwa hubungan dengan teman
sebaya di sekolah ataupun di masyarakat mempengaruhi self confidence mereka.
3. Pengertian siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS
Siswa SMP yang aktif dalam organisasi adalah individu yang telah menyelesaikan
Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama dan
tergabung dalam organisasi di sekolah. Siswa SMP yang tidak aktif dalam organisasi
adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani
pendidikan di sekolah menengah pertama tetapi tidak tergabung dan tidak pernah
bergabung dalam salah satu organisasi sekolah (Asmiana, 2003).
C. Organisasi Sekolah
Secara umum adalah kelompok kerjasama antara pribadi yang diadakan untuk
kerjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, yaitu
mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.
Secara Organisasi OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di
sekolah. Oleh karena itu setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS), yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan
tidak menjadi bagian / alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah. Secara Sematis
di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor
226/C/Kep/0/1993 disebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS.
Kepanjangan OSIS terdiri dari, Organisasi, Siswa, Intra, Sekolah: Masing-masing
mempunyai pengertian:
1. Organisasi, secara umum adalah kelompok kerjasama antara pribadi yang diadakan
untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi dalam hal ini dimaksudkan satuan atau
kelompok kerjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan
bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.
2. Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
3. Intra adalah berarti terletak di dalam dan di antara. Sehingga OSIS berarti suatu
organisasi siswa yang ada di dalam dan di lingkungan sekolah yang bersangkutan.
4. Sekolah adalah satuan pendidikan tempat menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.
OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1
Perbaungan meliputi Perwakilan Kelas dan Pengurus OSIS sebagai perangkat utamanya,
kreativitas dan intelektual mereka dalam bidang non akademis pada umumnya dan
keorganisasian pada khususnya. Kondisi umum suatu organisasi mempengaruhi kinerja
organisasi tersebut dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Begitu pula Perwakilan
Kelas sebagai salah satu perangkat utama OSIS Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 1 Perbaungan.
Adapun faktor-faktor pendukung yang menunjang tercapainya visi misi Perwakilan
Kelas yang sesuai dengan tujuan OSIS ialah anggota Perwakilan Kelas yang solid dan
berperan aktif, tanggapan dan partisipasi yang positif dari seluruh warga Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan, kebijakan-kebijakan komprehensif dari
pihak sekolah, kerja sama yang baik dari pihak DPO, PO, dan sub seksi dalam setiap
pelaksanaan program kerjanya dan komunikasi dua arah yang cukup baik dengan seluruh
elemen di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.
Sedangkan hal-hal yang dapat menghambat kinerja Perwakilan Kelas diantaranya
adalah kurang optimalnya proses fungsi PK, kegiatan akademis sekolah yang sedang
dalam masa peningkatan sehingga ruang gerak kegiatan non akademis menjadi terbatas
seperti sulitnya mendapat izin dalam melaksanakan program kerja, dan adanya
perdebatan konseptual dalam perumusan pelaksanaan program kerja.
Dikarenakan kondisi-kondisi tersebut di atas maka Perwakilan kelas dituntut untuk
lebih peka, kritis, fleksibel, dan dinamis terhadap situasi yang ada dan lebih transparan
dalam sosialisasi hasil kinerja Perwakilan Kelas sebagai media aspirasi berlandaskan
Anggaran Dasar OSIS, Anggaran Rumah Tangga Perwakilan Kelas, dan Kode Etik
1. VISI
Perwakilan Kelas SMP Negeri 1 Perbaungan sebagai perangkat OSIS yang berfungsi
sebagai legislator, supervisor, korektor, dan advisor bagi seluruh kegiatan OSIS, serta
sebagai media aspirasi siswa dalam bidang kesiswaan pada khususnya dan sekolah pada
umumnya yang berlandaskan IMTAQ, IPTEK, budi pekerti luhur, serta semangat
kekeluargaan yang selaras dengan profesionalitas kerja sesuai dengan AD/ART dan Kode
Etik Perwakilan Kelas.
2. MISI
Untuk mencapai visi di atas, maka Perwakilan Kelas periode 2008-2009 memiliki
misi-misi sebagai berikut :
a. Berpegang teguh kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Menerapkan dan mengaplikasikan IMTAQ dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengedepankan profesionalitas kerja tanpa mengesampingkan kekeluargaan.
d. Mempelajari secara seksama serta berperilaku sesuai dengan Tata Tertib Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.
e. Membahas, menimbang, merevisi, dan mengesahkan Anggaran Rumah Tangga
(ART) dan standarisasi pengawasan serta aturan perundangan OSIS lainnya sebagai
perwujudan fungsi Legislator.
f. Menampung, menyortir serta mengakomodir seluruh aspirasi yang terkait dengan
kinerja OSIS dari berbagai elemen di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1
Perbaungan sebagai perwujudan fungsi Media Aspirasi.
g. Melaksanakan pengawasan secara maksimal terhadap kinerja OSIS sebagai
h. Meninjau kembali serta memberikan pembetulan atas perkara yang terkait dengan
kinerja OSIS sebagai perwujudan fungsi Korektor.
i. Memberikan masukan baik pada saat pra pelaksanaan, pelaksanaan maupun pasca
pelaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas OSIS sebagai
perwujudan fungsi Advisor.Berupaya secara maksimal dalam menempatkan diri
sebagai rekan kerja Pengurus OSIS (PO) dan semua sub seksi yang ada di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.
j. Melaksanakan kaderisasi untuk mencari bibit- bibit unggul dalam rangka regenerasi
kepengurusan OSIS Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Perbaungan.
Secara fungsional, dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan khususnya di
bidang pembinaan kesiswaan arti yang terkandung lebih jauh dalam pengertian OSIS
adalah sebagai salah satu dari empat jalur pembinaan kesiswaan, di samping ketiga jalur
yang lain yaitu : Latihan Kepemimpinan, Ekstrakurikuler dan Wawasan Wiyatamandala.
Secara Sistem, apabila OSIS dipandang suatu sistem, berarti OSIS sebagai tempat
kehidupan berkelompok siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal
ini OSIS dipandang sebagai sistem, dimana sekumpulan para siswa mengadakan
koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi yang mampu mencapai tujuan.
Oleh karena OSIS sebagai suatu sistem memiliki beberapa ciri pokok:
1. Berorientasi pada tujuan.
2. Memiliki susunan kehidupan kelompok.
3. Memiliki sejumlah peranan.
4. Terkoordinasi.
Salah satu ciri pokok suatu organisasi ialah memiliki berbagai macam fungsi dan
peranan. Demikianlah pada OSIS sebagai suatu organisasi memiliki beberapa peranan
atau fungsi dalam mencapai tujuan. Sebagai suatu organisasi perlu untuk memperhatikan
faktor-faktor yang sangat berperan, agar OSIS sebagai organisasi tetap hidup dalam arti
tetap memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan perkembangan.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar OSIS tetap eksis yaitu:
1. Sumber daya.
2. Efisiensi.
3. Koordinasi kegiatan sejalan dengan tujuan.
4. Pembaharuan.
5. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan luar.
6. Terpenuhinya fungsi dan peran seluruh komponen.
Berdasarkan prinsip-prinsip organisasi tersebut agar OSIS selalu dapat mewujudkan
peranannya sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan perlu di pahami apa
sebenarnya arti, peran dan manfaat apa saja yang diperoleh melalui OSIS tersebut.
Peranan adalah manfaat atau kegunaan yang dapat disumbangkan OSIS dalam rangka
pembinaan kesiswaan. Sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan, peranan OSIS
adalah:
1. Sebagai wadah
Organisasi Siswa Intra Sekolah merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di
Sekolah bersama dengan jalur pembinaan yang lain untuk mendukung tercapainya
tujuan pembinaan kesiswaan. Oleh sebab itu OSIS dalam mewujudkan fungsinya
kepemimpinan, ekstrakurikuler, dan wawasan wiyatamandala. Tanpa saling
berkerjasama dari berbagai jalur, peranan OSIS sebagai wadah tidak akan berfungsi
lagi.
2. Sebagai penggerak atau motivator
Motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan, semangat para
siswa untuk berbuat dan melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. OSIS
akan tampil sebagai penggerak apabila para pembina, pengurus mampu membawa
OSIS selalu dapat menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan yang diharapkan, yaitu
menghadapi perubahan, memiliki daya tangkal terhadap ancaman, memanfaatkan
peluang serta perubahan, yang paling penting adalah memberikan kepuasan kepada
anggota. Dengan bahasa manajemen OSIS mampu memainkan fungsi intelektual,
yaitu mampu meningkatkan keberadaan OSIS baik secara internal maupun eksternal.
Apabila OSIS dapat berfungsi demikian sekaligus OSIS berhasil menampilkan
peranannya sebagai motivator.
3. Peranan yang bersifat preventif
Apabila peran yang bersifat intelek dalam arti secara internal OSIS dapat
menggerakan sumber daya yang ada secara eksternal OSIS mampu mengadaptasi
dengan lingkungan, seperti : menyelesaikan persoalan perilaku menyimpang siswa dan
sebagainya. Dengan demikian secara preventif OSIS berhasil ikut mengamankan
sekolah dari segala ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. Peranan
Preventif OSIS akan terwujud apabila peranan OSIS sebagai pendorong lebih dahulu
harus dapat diwujudkan.
1. Meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Meningkatkan kesadaran berbangsa, bernegara dan cinta tanah air.
3. Meningkatkan kepribadian dan budi pekerti luhur.
4. Meningkatkan kemampuan berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan.
5. Meningkatkan keterampilan, kemandirian dan rasa percaya diri.
6. Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani.
7. Menghargai dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreasi
seni.
D. Perbedaan Self Confidence Pada Siswa SMP yang Aktif dan Tidak Aktif dalam OSIS.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pendapat Stanley Hall pada
saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress).
Menurut Erickson (dalam Santrock, 1995) masa remaja adalah masa terjadinya krisis
identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini diperkuat oleh Marcia yang
menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/
confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Papalia, 2001). Tahapan
remaja terdiri dari remaja awal dan remaja akhir.
Remaja awal berada pada tahap usia 12-15 tahun, pada usia ini biasanya remaja duduk
di bangku SMP. Remaja berusaha untuk menemukan jati dirinya, remaja membutuhkan
interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati diri, yaitu teman sebaya, sekolah,
harus mempunyai keberanian atau self confidence untuk menjalin interaksi dengan orang
lain ( Putri & Hadi, 2005).
Self confidence itu sendiri menurut Lauster (dalam Sakinah, 2005) adalah sikap positif
individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.
Menurut Afiatin dan Martaniah (1998), self confidence merupakan aspek kepribadian
manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi atau kemampuan yang
dimilikinya. Self confidence dapat dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan,
baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat (Iswidharmanjaya, 2004).
Bentuk interaksi remaja di sekolah salah satunya dengan mengikuti organisasi yang
ada di sekolah. Sekolah memiliki organisasi yang biasa disebut OSIS (Organisasi Siswa
Intra Sekolah). OSIS memiliki beragam kegiatan yang berhubungan dengan orang
banyak. Seseorang yang aktif berorganisasi di sekolah cenderung mempunyai
self-confidence yang tinggi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-confidence
adalah orang tua, saudara sekandung, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan
pengalaman (Iswidharmanjaya, 2004).
Penelitian oleh Asmiana (2003) mengenai perbedaan rasa percaya diri antara
mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi
kemahasiswaan di Universitas Muhammadiyah Malang. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi
kemahasiswaan dan yang tidak aktif. Mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi memiliki
rasa percaya diri yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam
Penelitian oleh Isnandar (2005), mengenai hubungan antara rasa percaya diri dan
aktivitas berorganisasi dengan prestasi belajar yang diberikan kepada siswa di SMK Gesi
kelas X. Dari perhitungan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
positif antara rasa percaya diri dan aktivitas berorganisasi secara bersama dengan prestasi
belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Gesi Kabupaten Sragen tahun 2005/2006.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa ada perbedaan self confidence pada
siswa SMP yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS, yaitu siswa SMP yang aktif dalam
OSIS memiliki self confidence lebih tinggi daripada siswa SMP yang tidak aktif dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara
yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil
penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi : identifikasi variabel
penelitian, defenisi operasional, subyek penelitian, prosedur penelitian dan metode
analisis data (Hadi, 2002).
A.Identifikasi Variabel
Variabel tergantung : Self confidence
Variabel bebas : Keaktifan siswa dalam OSIS
a. Aktif dalam OSIS
b. Tidak aktif dalam OSIS
B.Defenisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung : self confidence
Self confidence adalah perasaan yakin terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga
tidak merasa cemas dan gugup dalam bertindak dan jika melakukan kesalahan, merasa
bebas untuk melakukan segala hal yang disukai serta bertanggung jawab terhadap
perbuatannya, bersikap hangat dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan
menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta mampu mengenal
dengan Skala self confidence yang disusun oleh peneliti berdasarkan karakteristik self
confidence yang diungkapkan oleh Ignoffo (1999) yaitu (1) memiliki cara pandang yang
positif terhadap diri, (2) yakin dengan kemampuan yang dimiliki, (3) melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dipikirkan, (4) berpikir positif dalam kehidupan, (5) bertindak
mandiri dalam mengambil keputusan, (6) memiliki potensi dan kemampuan.
Perbedaan Self confidence dapat dilihat dari besarnya skor yang diperoleh dari skala
self confidence pada siswa SMP. Skor yang tinggi pada Skala self confidence
menunjukkan self confidence yang tinggi pada individu, sebaliknya skor yang rendah
pada self confidence menunjukkan self confidence yang rendah pada individu.
2. Varibel bebas : keaktifan siswa dalam OSIS
Keaktifan siswa dalam OSIS adalah siswa yang aktif dalam OSIS dan siswa yang
tidak aktif dalam OSIS. Siswa SMP yang aktif dalam OSIS adalah individu yang telah
menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah
pertama serta tergabung dalam OSIS, mengikuti program yang dilakukan OSIS dengan
proporsi 50%. Siswa SMP yang tidak aktif dalam organisasi adalah individu yang telah
menyelesaikan Sekolah Dasar atau sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah
pertama, tidak memiliki pengalaman berorganisasi dan tidak menjadi pengurus dalam
C.Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi
Populasi yang di pakai dalam penelitian ini adalah Siswa Sekolah Menengah Pertama
di kecamatan Perbaungan, dengan karakteristik populasi penelitian adalah (1) siswa
SMP/sederajat yang berada di kecamatan Perbaungan, (2) aktif dan tidak aktif dalam
OSIS. Alasan menggunakan Siswa SMP karena menurut teori perkembangan Erickson
(dalam Santrock, 1995), individu yang berada pada tahapan identitas dan kebingungan
identitas adalah remaja berusia 10-20 tahun. Siswa SMP berada pada tahapan remaja
awal berusia 12-15 tahun.
Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah siswa SMP yang aktif dan tidak aktif
dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah. Pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau
sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2002). Siswa SMP yang
aktif dalam OSIS adalah siswa SMP yang tergabung dalam OSIS dan berpartisipasi
dalam kegiatan OSIS di sekolah dengan proporsi 50% dari seluruh kegiatan yang
diadakan OSIS, sedangkan siswa SMP yang tidak aktif dalam OSIS adalah siswa SMP
yang tidak tergabung dalam kepengurusan OSIS dan tidak pernah ikut dalam kepanitiaan
kegiatan OSIS. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100
orang, dengan perbandingan 50 orang yang aktif dalam OSIS dan 50 orang yang tidak
aktif dalam OSIS. Menurut Azwar (2004), secara tradisional, statistika menganggap
bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Sedangkan sampel
2. Metode pengambilan sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental
sampling. Incidental sampling diperoleh semata-mata dari keadaan-keadaan insidental
atau kebetulan. Dalam incidental sampling hanya individu atau kelompok yang kebetulan
di jumpai atau yang dapat dijumpai saja yang diselidiki sesuai dengan karakteristik
penelitian. Alasan peneliti menggunakan teknik incidental, karena relatif sulit bagi
peneliti untuk menjumpai setiap siswa SMP/sederajat.
D.Alat Ukur yang Digunakan
Sesuai dengan metode self-reports, maka pengumpulan data pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan skala. Skala adalah suatu metode pengumpulan data
yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis
(Hadi, 2000). Skala yang digunakan adalah skala self confidence yang terdiri dari
kumpulan pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik dalam self
confidence.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 6 karakteristik self confidence, yaitu (1)
memiliki cara pandang yang positif terhadap diri, (2) yakin dengan kemampuan yang
dimiliki, (3) melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, (4) berpikir positif
dalam kehidupan, (5) bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, (6) memiliki
potensi dan kemampuan.
Skala ini terdiri dari aitem-aitem yang berbentuk pernyataan dengan pilihan jawaban.
Variasi bentuk pilihan jawaban menunjukkan tingkat kesesuaian dengan responden.
SS = Sangat Sesuai
S = Sesuai
TS = Tidak Sesuai
STS = Sangat Tidak Sesuai
Setiap pilihan tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem,
apakah favorabel atau tidak favorabel. Untuk aitem favorabel, SS diberi skor empat, S
diberi skor tiga, TS diberi skor dua, dan STS diberi skor satu. Sedangkan untuk aitem
yang tidak favorabel, SS diberi skor satu, S diberi skor dua, TS diberi skor tiga, STS
diberi skor empat.
Selain aitem-aitem tersebut, di dalam alat ukur juga tertera identitas diri yang harus
diisi oleh subjek penelitian. Identitas diri tersebut meliputi nama, jenis kelamin, usia,
keaktifan dalam organisasi, dan banyaknya program OSIS yang diikuti.
E. Validitas, Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas alat ukur
Situmorang, dkk (2007) menyatakan bahwa validitas menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Di dalam penelitian ini akan diuji
validitasnya berdasarkan content validity dan face validity. Conten validity (Validitas isi)
tes ditentukan melalui pendapat profesional (profesional judgement) dalam proses telaah
soal. Pendapat profesional diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan dosen
pembimbing. Face validity, apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberi kesan
2. Daya Beda Aitem
Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang
digunakan adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang
diukur oleh tes secara keseluruhan (Azwar, 2006).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefesien korelasi antara
distribusi skor aitem dengan skor kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu
sendiri, dengan menggunakan koefesien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur
pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0.05), akan menghasilkan koefesien
korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2006).
Perhitungan daya beda aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program
SPSS version 12.0 for windows
3. Reliabilitas Alat Ukur
Prosedur pengujian reliabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
koefisien reliabilitas alpha. Data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh
melalui penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok
responden (single-trial administration. Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien
alpha dari Cronbach. Teknik koefesien alpha untuk menguji reliabilitas alat ukur dihitung
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba skala self confidence dilakukan pada 120 orang yang terdiri dari siswa SMP
sederajat yang aktif dan tidak aktif dalam OSIS.
1. Hasil uji coba skala self confidence
Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur untuk mengetahui sejauhmana alat ukur dapat
mengungkap dengan tepat apa yang hendak di ukur dan seberapa jauh alat ukur
menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran (Azwar, 2004).
Tabel 1.Distribusi Aitem Skala Self Confidence Sebelum Uji Coba
Jumlah aitem
No Aspek Indikator perilaku
Fav Unfav
1. Menerima semua kekurangan yang di miliki.
2. memberikan penilaian yang baik bagi diri sendiri
1. Bersikap tenang dalam
mengerjakan sesuatu.
2. Mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan.
3. Tidak cemas menghadapi berbagai situasi.
1. Berani untuk mengeluarkan pendapat atau ide-ide.
2. Bertanggung jawab dengan pendapatnya.
3. Berani menolak jika hal lain bertentangan dengan pendapat
4. Berpikir positif dalam
kehidupan
1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.
2. Sabar menghadapi berbagai permasalahan hidup.
3. Tidak mudah putus asa.
5. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan
1. Tidak selalu memerlukan bantuan orang lain.
2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.
3. Bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya
1. Mampu menyesuaikan diri dengan baik.
2. Mampu menghadapi tugas dengan baik.
3. Memiliki kemampuan dalam bidang tertentu.
**Unfav : Aitem unfavorable *** F : Frekuensi
Hasil uji coba terhadap skala self confidence menunjukkan koefisien reliabilitas
rxx=0.936 dengan rit aitem yang bergerak dari -0,203 sampai dengan 0,644. Jumlah aitem
yang diujicobakan adalah 72 aitem, dan dari 72 aitem terdapat 57 aitem yang memiliki
daya diskriminasi aitem yang tinggi (rit ≥ 0,3). Tabel 2 menunjukkan aitem-aitem setelah
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Self Confidence Setelah Uji Coba
Nomor aitem
No Aspek Indikator perilaku
Fav Unfav
1. Menerima semua kekurangan yang di miliki.
2. memberikan penilaian yang baik bagi diri sendiri
1. Bersikap tenang dalam
mengerjakan sesuatu.
2. Mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan.
3. Tidak cemas menghadapi berbagai situasi.
1. Berani untuk mengeluarkan pendapat atau ide-ide.
2. Bertanggung jawab dengan pendapatnya.
3. Berani menolak jika hal lain bertentangan dengan pendapat
4. Berpikir positif dalam
kehidupan
1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.
2. Sabar menghadapi berbagai permasalahan hidup.
3. Tidak mudah putus asa.
9, 28
1. Tidak selalu memerlukan bantuan orang lain.
2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.
3. Bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya
1. Mampu menyesuaikan diri dengan baik.
2. Mampu menghadapi tugas dengan baik.
Hasil uji coba skala self confidence setelah aitem yang memiliki daya diskriminasi
rendah dibuang (rit < 0.3), sehingga menjadi 57 aitem yang menunjukkan koefisien
reliabilitas rxx=0.936 dengan rit aitem yang bergerak dari -0,203 sampai dengan 0,644.
Setelah dilakukan uji coba, maka peneliti melakukan penomoran kembali pada setiap
aitem untuk digunakan dalam penelitian, seperti yang tertera pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Self Confidence Pada Saat Penelitian
Nomor aitem
No Aspek Indikator perilaku
Fav Unfav yang baik bagi diri sendiri
1. Bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.
4. Berpikir positif dalam kehidupan
1. Cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.
2. Sabar menghadapi
berbagai permasalahan hidup.
3. Tidak mudah putus asa.
(34)28
2. Tidak terpengaruh oleh harapan dan keinginan orang.
3. Bertanggung jawab atas
keputusan dan tugas dengan baik.
3. Memiliki kemampuan
Hasil penelitian skala self confidence yang diujikan pada 100 orang siswa SMP,
diperoleh nilai reliabilitas 0.917. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 di
bawah ini :
Tabel 4. Reliabilitas Skala Self Confidence