ANALISA PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI MEDAN - BINJAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
(AHP) TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh:
050404020 NUR AIDA LUBIS
BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
ABSTRAK
Pemilihan moda transportasi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengguna jasa angkutan umum Medan-Binjai serta untuk mengetahui sensitivitas pelaku perjalanan dalam penentuan pemilihan moda apabila dilakukan perubahan terhadap atribut perjalanannya, serta untuk memperoleh suatu model pemilihan moda yang dapat menjelaskan probabilitas pelaku perjalanan dalam memilih moda angkutan umum antara Angkot, Bus Damri dan Kereta Api.
Survei dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada pengguna jasa angkutan umum Medan-Binjai. Hasil survei dianalisis dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan urutan faktor pemilihan moda serta menguji sensitivitasnya.Hasil analisis terhadap 104 responden mempertihatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan moda angkutan umum kota (Angkot) adalah kemudahan (Aksesibilitas), Bus Damri adalah kenyamanan dan Kereta Api adalah keamanan.
Model pemilihan moda untuk Angkot adalah YAU = O,452 waktu perjalanan+0,464 waktu tunggu + 0,430 biaya + 0,536 headway + 0,318 kenyamanan + 0,538 kemudahan + 0,288 keamanan. Untuk Bus Damri adalah YBD = O,296 waktu perjalanan+0,287 waktu tunggu + 0,284 biaya + 0,316 headway + 0,358 kenyamanan + 0,321 kemudahan + 0,2276 keamanan. Sedangkan untuk Kereta Api YKA = O,250 waktu perjalanan + 0,259 waktu tunggu + 0,286 biaya + 0,147 headway + 0,324 kenyamanan + 0,141 kemudahan + 0,435. YAU = pengguna angkutan umum, YBD = pengguna Bus Damri, YKA = pungguna kereta api.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Analisa Pemilian Moda
Transportasi Medan-Binjai dengan Metode Analytical Hierarcy Process (AHP)”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :
1. Bapak Medis S Surbakti, ST MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Kepala Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, Ibu Ir Filiyanti Bangun, ST, Dipl.Urb, Bapak Yusandy Aswad, ST.MT, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Ayahanda Hafifuddin Lubis dan Ibunda Ramsiah Nasution tercinta, yang selalu mendukung, membimbing, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Kepada kakak ku tersayang Nurmaini Lubis dan kedua adik ku Nurayati Lubis dan Amalia Rezky Lubis terima kasih buat semua dukungan, motivasi dan rasa sayang nya buat penulis.
8. Buat sahabat-sahabatku : Nisa, Ina, Enny, af terima kasih untuk selalu membantu dalam hal apapun (thanks buat kebersamaan kita).
9. Buat teman-teman ’05 Habibi, Mumu, Rio, Uje, Abah, Tanti, Wida, Ica, Henny, Edo, Widi, Andri R, Faiz, Andreas, Bde, Ahmad, Sakinah, Vika, Arie, Kace, Rini, Zime’, lady, Grace, Nensi dan teman-teman CIV05 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, thanks buat bantuan dan dukungannya.
10.Abang-abang senior 04, adik-adik ’08 dan buat semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan penulis ucapkan terima kasih. Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mai 2010
Hormat Saya
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Umum ... 1
1.2.Latar Belakang ... 2
1.3.Tujuan Penelitian ... 3
1.4.Manfaat Penelitian... 3
1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 3
1.6.Pembatasan Masalah ... 3
1.7.Sistematika Penulisan ... 4
1.8.AHP Cara Efektif dalam Pengambilan Keputusan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
II.1. Umum ... 8
II.2. Moda Transportasi ... 10
II.2.1. Pengertian dan Pemilihan Moda Transportasi ... 10
II.2.2. Hubungan Antara Sistem Transportasi dengan Sistem Aktivitas ... 11
II.3. Angkutan Umum ... 12
II.3.1. Tarif Angkutan Umum ... 15
II.3.2. Kondisi Angkutan Umum ... 16
II.4. Model Pemilihan Moda (Moda choice) ... 19
II.4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda .. 22
II.4.2. Pendekatan Model Pemilihan Moda ... 23
II.5. Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Proses)... 26
II.5.2. Prinsip Kerja Analitik Hierarki Proses ... 29
II.5.3. Formulasi Matematis ... 35
II.6. Studi Pendahuluan ... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41
III.1. Tahap-Tahap Penelitian ... 41
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 45
IV.1. Pelaksanaan Survei Pengumpulan Data ... 45
IV.2. Pengumpulan Data ... 45
IV.3. Langkah-Langkah Mewawancarai ... 45
IV.4. Pembuatan Daftar Kuesioner ... 46
IV.5. Teknik Pengambilan Sampel ... 46
IV.6. Prosedur Penentuan Sampel ... 47
IV.7. Perhitungan Bobot Tiap Elemen ... 51
IV.8. Penentuan Bobot Tingkat Prioritas Masing-Masing Pihak .... 51
IV.9. Hasil Perhitungan Bobot Prioritas Masing-Masing Kriteria .. 52
IV.10. Hasil Perhitungan Bobot Prioritas Antar Moda Terhadap Masing-Masing Elemen ... 54
IV.11. Hasil Perhitungan Rangking Prioritas Seluruh Kriteria ... 64
IV.12. Hasil Perhitungan Rangking Prioritas Moda Transportasi Terhadap Masing-Masing Elemen ... 67
IV.13. Analisa Pemilihan Moda ... 72
IV.14. Analisa Sensitivitas ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83
V.1. Kesimpulan ... 83
V.2. Saran ... 84
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jadwal Keberangkatan Kereta Api Medan-Binjai ... 17
Tabel 2.2. Skala Penilaian Elemen Hirarki ... 32
Tabel 2.3. Nilai Indeks Random ... 34
Tabel 4.1. Perhitungan Jumlah Sampel Responden ... 49
Tabel 4.2. Persentase Bobot Prioritas Pihak ... 52
Tabel 4.3. Contoh Hasil Perhitungan Matriks Perbandingan Antar Kriteria dari Responden Pertama ... 53
Tabel 4.4. Contoh Hasil Perhitungan Matriks Perbandingan Antar Moda Terhadap Elemen Waktu Perjalanan ... 55
Tabel 4.5. Contoh Hasil Perhitungan Matriks Perbandingan Antar Moda Terhadap Elemen Waktu Tunggu ... 56
Tabel 4.6. Contoh Hasil Perhitungan Matriks Perbandingan Antar Moda Terhadap Elemen Biaya... 58
Tabel 4.7. Contoh Hasil Perhitungan Matriks Perbandingan Antar Moda Terhadap Elemen Headway ... 59
Tabel 4.8. Contoh Hasil Perhitungan Matriks Perbandingan Antar Moda Terhadap Elemen Kenyamanan ... 60
Tabel 4.9. Contoh Hasil Perhitungan Matriks Perbandingan Antar Moda Terhadap Elemen Aksesibilitas ... 62
Tabel 4.10. Contoh Hasil Perhitungan Matriks Perbandingan Antar Moda Terhadap Elemen Keamanan ... 63
Tabel 4.11. Hasil Perhitungan Rata-Rata Bobot Prioritas dari Keseluruhan Responden ... 65
Tabel 4.12. Rangking Prioritas ... 66
Tabel 4.13. Urutan Rangking Prioritas Kriteria ... 67
Tabel 4.14. Hasil Perhitungan Rata-Rata Pembobotan dari Elemen Waktu Perjalanan ... 68
Tabel 4.16. Hasil Perhitungan Rata-Rata Pembobotan dari Elemen
Biaya ... 68 Tabel 4.17. Hasil Perhitungan Rata-Rata Pembobotan dari Elemen
Headway ... 69 Tabel 4.18. Hasil Perhitungan Rata-Rata Pembobotan dari Elemen
Kenyamanan ... 69 Tabel 4.19. Hasil Perhitungan Rata-Rata Pembobotan dari Elemen
Aksesibilitas ... 69 Tabel 4.20. Hasil Perhitungan Rata-Rata Pembobotan dari Elemen
Keamanan ... 70 Tabel 4.21. Rangking Prioritas Moda Terhadap Seluruh Elemen
Kriteria ... 71 Tabel 4.22. Urutan Rangking Prioritas Moda Transportasi ... 71 Tabel 4.23. Perubahan Faktor Waktu Perjalanan Terhadap Pemilihan
Alternatif Moda ... 76 Tabel 4.24. Perubahan Faktor Waktu Tunggu Terhadap Pemilihan
Alternatif Moda ... 77 Tabel 4.25. Perubahan Faktor Biaya Terhadap Pemilihan
Alternatif Moda ... 78 Tabel 4.26. Perubahan Faktor Headway Terhadap Pemilihan
Alternatif Moda ... 79 Tabel 4.27. Perubahan Faktor Kenyamanan Terhadap Pemilihan
Alternatif Moda ... 80 Tabel 4.28. Perubahan Faktor Kemudahan Terhadap Pemilihan
Alternatif Moda ... 81 Tabel 4.29. Perubahan Faktor Keamanan Terhadap Pemilihan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sistem Kelembagaan ... 11
Gambar 2.2. Proses Pemilihan lebih dari 2 moda yang dipilih ... 21
Gambar 2.3. Skema Langkah-Langkah Pemilihan Moda ... 25
Gambar 2.4. Bagan Struktur Hierarki ... 30
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 44
Gambar 4.1. Pemilihan Alternatif Moda Transportasi Medan Binjai ... 74
ABSTRAK
Pemilihan moda transportasi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengguna jasa angkutan umum Medan-Binjai serta untuk mengetahui sensitivitas pelaku perjalanan dalam penentuan pemilihan moda apabila dilakukan perubahan terhadap atribut perjalanannya, serta untuk memperoleh suatu model pemilihan moda yang dapat menjelaskan probabilitas pelaku perjalanan dalam memilih moda angkutan umum antara Angkot, Bus Damri dan Kereta Api.
Survei dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada pengguna jasa angkutan umum Medan-Binjai. Hasil survei dianalisis dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan urutan faktor pemilihan moda serta menguji sensitivitasnya.Hasil analisis terhadap 104 responden mempertihatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan moda angkutan umum kota (Angkot) adalah kemudahan (Aksesibilitas), Bus Damri adalah kenyamanan dan Kereta Api adalah keamanan.
Model pemilihan moda untuk Angkot adalah YAU = O,452 waktu perjalanan+0,464 waktu tunggu + 0,430 biaya + 0,536 headway + 0,318 kenyamanan + 0,538 kemudahan + 0,288 keamanan. Untuk Bus Damri adalah YBD = O,296 waktu perjalanan+0,287 waktu tunggu + 0,284 biaya + 0,316 headway + 0,358 kenyamanan + 0,321 kemudahan + 0,2276 keamanan. Sedangkan untuk Kereta Api YKA = O,250 waktu perjalanan + 0,259 waktu tunggu + 0,286 biaya + 0,147 headway + 0,324 kenyamanan + 0,141 kemudahan + 0,435. YAU = pengguna angkutan umum, YBD = pengguna Bus Damri, YKA = pungguna kereta api.
BAB 1 PENDAHULUAN
I.1. Umum
Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan ekonomi, dan sosial politik suatu Negara. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang, tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pembangunan berbagai aspek dari suatu Negara. Maka sudah seharusnya perkembangan dalam transportasi atau sistem pengangkutan khususnya angkutan darat harus dipikirkan sejak dini (Nova citra dewi, 2009). Secara umum angkutan ini sendiri dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kenderaan
(KM. 35, 2003 bab 1 pasal 1). Perangkutan diperlukan karena sumber kebutuhan
manusia tidak terdapat disembarang tempat. Sistem yang digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang dengan menggunakan alat angkut tersebut dinamakan moda transportasi.
Pemilihan moda dapat dikatakan sebagai tahap terpenting dalam perencanaan transportasi. Ini karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Tidak seorangpun dapat menyangkal bahwa moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada moda angkutan pribadi (Ofyar Z Tamin, 1997).
Faktor ini adalah salah satu yang menjadi pertimbangan pelaku perjalanan dalam menentukan moda angkutan umum yang akan digunakan.
I.2. Latar Belakang
Pertumbuhan wilayah di daerah perkotaan seperti kota Medan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan wilayah di daerah pedalaman, hal ini menyebabkan kota Medan banyak menawarkan berbagai macam sarana dan lapangan pekerjaan. Semua hal ini merupakan daya tarik yang sangat kuat bagi masyarakat, khususnya bagi para commuter yang berasal dari kota-kota kecil disekitar misalnya para
commuter dari kota Binjai. Para commuter yang berasal dari kota Binjai tersebut
akan melakukan perjalanan rutin ke kota Medan karena disanalah tempat mereka bekerja.
Dalam melakukan perjalanan dari Medan ke Binjai atau sebaliknya pelaku perjalanan akan dihadapkan pada pilihan jenis moda transportasi, yaitu transportasi jalan (Angkutan umum kota (Angkot), bus (Damri) dan transportasi rel yaitu kereta api (Sri Lelewangsa dan Sri Bilah). Untuk menentukan pilihan jenis angkutan inilah pelaku perjalanan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya dan lain sebagainya.
Banyaknya pilihan moda transportasi membuat pelaku perjalanan dihadapkan pada masalah pemilihan, pelaku perjalanan harus mempertimbangkan interaksi antara dua moda. Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk menganalisis pemilihan moda transportasi Medan Binjai. Maka hal yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor atau kriteria-kriteria apa saja yang mempengaruhi pemilihan dan besar pengaruhnya terhadap kedua moda tersebut yang mana pada akhirnya kita dapat mengetahui prioritas pilihan alternatif moda berdasarkan semua pertimbangan kriteria yang dipilih.
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1 Untuk mengetahui persepsi pelaku perjalanan dalam hal pemilihan moda angkutan umum.
2 Untuk menyusun hirarki (tingkatan) dari kriteria alasan yang dipilih pelaku perjalanan dalam memilih angkutan umum yaitu Angkutan kota (Angkot), bus kota Damri dan Kereta Api
3 Untuk mengetahui prioritas pemilihan alternatif moda berdasarkan pertimbangan kriteria yang dipilih.
I.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah Memberikan masukan bagi pihak-pihak yang terkait tentang kriteria-kriteria apa saja yang dibutuhkan pengguna angkutan umum.
I.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu mengenai aplikasi metode AHP pada prioritas pemilihan moda yang datanya diperoleh dari kuisoner matriks berpasangan sehingga dapat diprioritaskan moda mana yang lebih baik serta kriteria-kriteri mana yang diinginkan responden dalam pemilihan moda.
I.6. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini dibuat beberapa batasan agar pembahasan tidak menyimpang dari ruang lingkup yang telah ditentukan, yakni:
1. Objek penelitian dilakukan hanya pada transportasi darat berupa Angkutan umum kota (Angkot) Medan-Binjai, bus kota (Damri) dan Kereta Api rute Medan-Binjai.
2 Data yang didapat dari hasil pengisian kuisoner oleh para responden yang benar-benar mengetahui moda transportasi yang digunakan.
I.7. Sistematika Penulisan
Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaannya secara garis besar adalah sebagai berikut :
BAB 1. PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat penelitian , ruang lingkup penelitian batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang uraian dasar-dasar teori yang mendukung dan memberikan pamahaman singkat melalui penjelasan umum yang berkaitan dengan penelitian ini.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Bab ini akan membahas tentang langkah-langkah kerja yang akan dilakukan dan cara memperoleh data yang relavan dengan penelitian ini.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berisikan tentang pembahasan menengenai data-data yang dikumpulkan, lalu dianalisis atau diolah sesuai dengan metodologi penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpilan logis berdasarkan analisi data,temuan dan bukti yang disajikan sebelumnya, yang menjadi dasar untuk menyusun suatu saran sebagai suatu usulan.
I.8. AHP Cara Efektif dalam Pengambilan Keputusan
dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang dibuat untuk sampai kepada suatu skala preferensi. Metode ini memungkinkan penyusunan permasalahan yang tidak terstruktur ke dalam sebuah urutan hirarki, kemudian diberikan nilai dalam bentuk angka skala preferensi yang menunjukkan relatif pentingnya satu elemen terhadap elemen yang lain. Untuk sampai pada hasil akhir, penilaian tersebut kemudian disintesiskan guna menentukan elemen/variabel mana yang mempunyai prioritas tinggi.
Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model pengambil keputusan yang komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam model pengambilan keputusan dengan AHP pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya.
Adapun kelebihan dan kekurangan AHP dibandingkan dengan metode Stated Preference dan metode Simple Additive Weighting Method (SAW), yaitu :
•
Kelebihan : Metode AHP
- Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia.
- AHP memberikan suatu skala pengukuran dan memberikan metode untuk menetapkan prioritas
- Hasil yang didapat lebih rinci, karena dapat dilihat pembobotan untuk tiap alternative.
- AHP memberikan penilaian terhadap konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
- Dapat melihat perbandingan tiap kriteria untuk masing-masing alternatif.
- Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
- Pengisian kuesioner sulit, karena responden diminta untuk membandingkan satu per satu tiap kriteria dengan range penilaian yang sangat luas dan memerlukan ketelitian dalam mengisi kuesioner.
- Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
- Bila kriteria atau alternatif yang dibandingkan jumlahnya banyak, sebaiknya tidak menggunakan metode ini karena akan membutuhkan waktu yang sangat lama serta tingkat kekonsistenan yang tinggi dalam proses pengolahan.
- Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai lagi dari tahap awal.
•
Kelebihan :
Metode Stated Preference
- Dapat menggunakan data terbatas
- Berisikan pilihan pelayanan dengan kondisi baik dan buruk serta tingkat kepuasan dibuat dengan perangkingan dalam skala ordinal. - Tidak menggunakan asumsi dan prediksi yang terlalu banyak atau
yang bersifat substansial. Kekurangan :
- Hasil perhitungan sering tidak tepat/akurat
- Kuesionernya berisikan beberapa kondisi hipotesis - Tidak mampu menangkap pengaruh aspek-aspeknya - Mengukur probabilitas tingkat kepuasan
- Perlu dilakukan analisa faktor dan regresi serta uji sensitivitas model - Outputnya adalah fungsi probabilitas
•
Kelebihan :
- Menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan dengan proses perangkingan yang akan menyeleksi alternative terbaik dari sejumlah alternative.
- Penilaian akan lebih tepat karena didasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan.
Kekurangan :
- Digunakan pada pembobotan lokal.
- Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bilangan crisp maupun fuzzy.
- Adanya perbedaan perhitungan normalisasi matriks sesuai dengan nilai atribut (antara nilai benefit dan cost).
BAB 11
II.1. Umum
Kondisi kehidupan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat menyebabkan masyarakat mulai meninggalkan angkutan umum dan beralih ke kendaraan pribadi. Dimana kepemilikan kenderaan pribadi belakangan ini menjadi gaya di masyarakat. Kepemilikan kenderaan yang meningkat tidak diimbangi dengan penambahan jaringan jalan. Ini tentu saja akan membebani jaringan jalan yang ada apalagi banyak ruas jalan yang digunakan sebagai sarana selain lalu lintas seperti parkir, berjualan dan lain-lain. Untuk mengimbangi atau mungkin menekan laju kepemilikan dan penggunaan kenderaan pribadi sebaiknya dilakukan perbaikan angkutan umum. Perbaikan dapat berupa peningkatan kemampuan angkut yang besar, kecepatan yang tinggi, keamanan dan kenyamanan perjalanan yang memadai. Karena angkutan umum sifatnya bukan saja mengejar keuntungan semata maka sebaiknya dilakukan biaya perjalanan yang dibayarkan oleh penumpang merupakan harga atau biaya transportasi yang terjangkau khususnya untuk penumpang golongan ekonomi menengah ke bawah (Syawaluddin, 2007).
Karena pengguna angkutan pribadi cenderung meningkat dengan berbagai alasan maka perlu dilakukan usaha untuk memperbaiki sistem transportasi secara menyeluruh. Tetapi karena keterbatasan dana maka dilakukan skala prioritas dengan segala konsekuensi yang mengikutinya. Kecenderungan kinerja angkutan umum dapat menurun akibat peningkatan jumlah kenderaan pribadi di jalan raya yang mengakibatkan kecepatan rata-rata akan terus menurun. Ini mengakibatkan jumlah orang yang diangkut per arah per jam akan berkurang. Penggunaan jalan perlu kembali dipertimbangkan mengingat kemampuan daya angkut yang besar. Kecepatan rata-rata yang cukup tinggi dan tingkat kenyamanan yang baik
(syawaluddin, 2007)
Kebutuhan transportasi di perkotaan mempunyai hubungan langsung dengan kebutuhan untuk beraktifitas, dan merupakan kebutuhan turunan dari kebutuhan beraktifitas tersebut. Kebutuhan beraktifitas seperti : bekerja, berbelanja, kegiatan sosial, rekreasi dan sebagainya merupakan bagian dari suatu kumpulan aktifitas-aktifitas, yang disebut juga activity demand set (Kanafani,1993 dikutip
merupakan suatu kebutuhan bagi individu atau keluarga dan tergantung kepada karakteristik sosioekonomi pelakunya. Misalnya, kumpulan aktifitas kebutuhan sebuah keluarga akan tergantung kepada jumlah anggota keluarga yang dikombinasikan dengan pendapatan, jumlah yang bekerja dan sebagainya.
Biasanya, tidak semua aktifitas yang terdapat di dalam kumpulan kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh individu /keluarga. Jumlah kegiatan /aktifitas yang dapat dilakukan tergantung kepada ketersediaan sarana untuk melakukan hal tersebut. Seandainya ditentukan dengan berdasarkan pola tata guna lahan dan karakteristik sistem transportasi. Termasuk dalam kumpulan aktifitas sediaan
(activity supply set) adalah semua kegiatan yang bisa dilakukan oleh
masing-masing pelaku perjalanan potensial dengan biaya transportasi (transportation cost) yang berbeda. Hal ini terbatas sebagai sebuah konsep teori, yang dibuat dengan memasukkan semua kegiatan tersebut secara masuk akal kedalam kemampuan pelaku perjalanan sehingga bisa memasuki proses pemilihan.
Pertemuan antara kumpulan aktifitas kebutuhan dan sediaan melahirkan sebuah suasan dimana sebuah pilihan dapat diambil oleh pelaku perjalanan. Pilihan tersebut menyangkut aktifitas yang mana yang akan dilakukan dan ujung-ujungnya adalah perjalanan yang mana yang akan dilakukan. Proses pemilihan ini lah yang mendasari analisia kebutuhan transportasi dan merupakan pertimbangan umum dalam penelitian.
Karena itu, dalam analisis kebutuhan biasanya diperhitungkan hubungan perjalanan dengan sosioekonomi atau perjalanan dengan atribut sistem transportasi secara langsung. Harus diakui bahwa dengan cara ini, terkandung secara implisit hubungan yang lebih fundamental antara kebutuhan beraktifitas dan sediaan.
Pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan karena kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Tidak seorang pun dapat menyangkul bahwa moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien dari pada moda angkutan pribadi (Ofyar Z Tamin, 1997).
II.2. Moda Transportasi
Transportasi atau pengangkutan dapat didefenisikan sebagai suatu proses pergerakan atau perpindahan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan suatu teknik atau cara tertentu untuk maksud dan tujuan tertentu
(Miro,1997).
Suatu transportasi dikatakan baik apabila waktu perjalanan cukup cepat dan tidak mengalami kecelakaan, frekuensi pelayanan cukup, serta aman (bebas dari kemungkinan kecelakaan) dan kondisi pelayanan yang nyaman. (Martok,1998
dikutip Miro,1997), mengungkapkan transportasi bukanlah tujuan akhir, tapi
merupakan suatu alat untuk mencapai maksud lain dan sebagai akibat adanya pemenuhan kebutuhan (devided demand) karena keberadaan kegiatan manusia dan timbul dari permintaan atas komoditas jalan.
Untuk mencapai kondisi yang ideal sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang menjadi komponen transportasi, yaitu kondisi prasarana jalan serta sistem jaringan dan kondisi sarana (kendaraan). Dan yang tidak kalah pentingnya ialah sikap mental pemakai fasilitas transportasi tersebut.
Menurut (Ofyar Z Tamin, 1997) Transportasi diselenggarakan dengan tujuan:
1. Mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar,tertib dan teratur.
2. Memadukan transportasi lainnya dalam suatu kesatuan sistem transportasi nasional.
3. Menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang pemerataan perturnbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong, penggetak dan penunjang pembangunan nasional.
Sarana transportasi merupakan kebutuhan utama dalam bidang sosial, ekonomi, maupun pendidikan. Penyediaan sarana angkutan umum merupakan faktor pendukung utama kelancaran aktivitas masyarakat, baik untuk captive
travellers maupun choice travellers. Bagi captive travellers perjalanan
menggunakan angkutan umum merupakan piliuhan satu-satunya, sedangkan bagi
choice travellers pemilihan moda angkutan umum akan memberikan banyak
II.2.2. Hubungan Antara Sistem Transportasi dengan Sistem Aktivitas
Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan unit yang terdiri dari elemen-elemen yang saling mendukung, berinteraksi dan berkerja sama. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu tindakan proses, teknik atau cara menstransportasikan dengan artian memindahkan dari tempat asal ke tempat tujuan (Miro, 1997)
Sistem aktivitas adalah gabungan dari elemen-elemen dan kegiatan yang terdapat pada suatu zona yang saling terkait satu sama lain. Sistem pergerakan lalu lintas adalah perencanaan dari sistem transportasi dengan sistem aktivitas yang terkait satu sama lain untuk menghasilkan arus pergerakan (flow).
Hubungan Antara Sistem Aktivitas dengan Sistem Transportasi dan Sistem Pergerakan
Gambar 2.1 Sistem kelembagaan
Sumber: Tamin O.Z.2000
II.3. Angkutan Umum
Angkutan umum (publik transport) adalah semua jenis moda transportasi yang disupplai untuk kebutuhan mobilitas pergerakan barang/orang, demi kepentingan masyarakat banyak/umum dalam memenuhi kebutuhannya, baik transportasi darat, laut maupun transportasi udara.
Angkutan umum penumpang perkotaan adalah semua jenis angkutan umum yang melayani perjalanan (trips) penumpang dari tempat asal (origi) ketujuan
(destination) dalam wilayah perkotaan. Moda angkutan umum merapakan sarana
transportasi perkotaan yang tidak dapat dipisahkan dari sistem kegiatan perkotaan, khususnya bagi masyarakat pengguna angkutan umum yang tidak mempunyai pilihan moda lain untuk melaksanakan kegiatan.
Tujuan dasar dari penyediaan angkutan umum, (Wells, 1975 dikitip Tamin
2000) mengatakan bahwa menyediakan pelayanan angkutan yang baik, handal,
nyaman, aman, cepat dan murah untuk umum. Hal ini dapat diukur secara relatif dari kepuasan pelayanan beberapa kriteria angkutan umum ideal antara lain adalah:
1. Keandalan
a. Setiap saat tersedia. b. Waktu singkat. 2. Kenyamanan
a. Pelayanan yang sopan. b. Terlindung dari cuaca buruk. c. Mudah turun naik kendaraan. d. Tersedia tempat duduk setiap saat. e. Tidak bersesak-sesak.
f. Interior yang menarik. g. Tempat duduk yang enak. 3. Keamanan
a. Terhindar dari kecelakaan. b. Bebas dari kejahatan. 4. Waktu perjalanan
Pada dasarnya sistem transportasi perkotaan terdiri dari sistem angkutan penumpang dan barang. Sistem angkutan penumpang sendiri bisa diklasifikasikan menurut penggunaan dan cara pengoperasiannya (Vuchic, 1981dikutip Sari
Lesmana) yaitu:
a. Angkutan Pribadi, yaitu angkutan yang dimiliki dan dioperasikan oleh dan untuk keperluan pribadi dengan menggunakan prasarana pribadi atau umum.
b. Sedangkan angkutan umum merupakan angkutan yang dimiliki oleh pengusaha angkutan (operator) yang bisa digunakan untuk umum dengan persyaratan tertentu.
Ditinjau dari sistem pemakaiannya, angkutan umum dibedakan terjadi dua sistem :
a. Sistem sewa, merupakan sistem dimana kendaraan bisa dioperasikan baik oleh operator maupun oleh penyewa, dalam hal ini tidak ada rate dan jadwal tertentu yang harus diikuti oleh pemakai. Sistem ini juga bisa disebut demand responsive system, karena penggunaannya tergantung pada adanya permintaan. Contoh dari sistem ini adalah jenis angkutan taksi.
b. Sistem penggunaan bersama, dimanan kendaraan dioperasikan oleh operator dengan rate dan jadwal yang biasanya sudah tetap. Sistem ini dikenal sebagai transit system yang terdiri dari dua jenis, yaitu:
1) Para transit, dimana dalam pengoperasiannya tidak ada jadwal yang pasti dan kendaraan dapat berhenti. (menaikkan/menurunkan penumpang) disepanjang rutenya (contoh.angkutan umum).
Ditinjau dari trayek dan pelayanannya, angkutan umum dibedakan menjadi enam
(Vuchic, 1981dikutip Sari Lesmana) yaitu:
a. Angkutan Kota, yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum, yang melayani trayek dalam kota, yang terdiri dari:
1) Bus kota
Yang dimaksud dengan bus kota adalah mobil bus yang dilengkapi dengan 24 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudinya, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan barang.
2) Angkutan umum kota (angkot)
Angkot adalah mobil non bus yang dilengkapi dengan 9-15 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudinya, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan barang. Tarif yang berlaku adalah kesepakatan antara penumpang dan pengemudi.
3) Taksi 4) Bemo
b. Angkutan perkotaan yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum yang pelayanannya melampaui batas kota yang bersifat ulang alik (komuter).
c. Angkutan antar kota. yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum yang melayani trayek antar kota dalam satu propinsi atau antar propinsi. d. Angkutan Pariwisata, yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum
yang dipergunakan khusus mengangkut wisatawan ke dan dari suatu daerah tujuan atau objek wisata.
e. Angkutan sewaan (cater), yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum yang dipergunakan oleh masyarakat dengan cara sewa dengan perjanjian.
f. Angkutan barang, yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum yang melayani kegiatan pengangkutan barang.
pengendalian, pelaksanaan teknis Operasional pengusahaan angkutan umum dilaksanakan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) kota Medan.
Jadi berdasarkan keterangan diatas angkutan umum non bus (angkot) merupakan angkutan kota secara umumnya dan bus kecil (mikrolet dan sejenisnya) secara khususnya yang digunakan oleh masyarakat perkotaan baik sebagai kelompok captive maupun choice.
Dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya, yang pemakaiannya memakai sistem penggunaan bersama, yang dalam pengoperasiannya telah memiliki rute yang tetap (beroperasi melalui rute dengan asal dan tujuan terminal tertentu), yang tarifya berdasarkan kesepakatan antara penumpang dan pengemudi.
II.3.1. Tarif Angkutan Umum
Penentuan kebijaksanaan tarif melibatkan banyak aspek menyangkut kerja sama dan pengawasan diantara badan-badan yang bertanggungjawab pada sistem perangkutan umum secara keseluruhan. Faktor yang tidak dapat diabaikan dalam menentukan besar dan struktur tarif adalah besarnya biaya operasi kendaraan yang digunakan sebagai alat angkut. Faktor ini harus diperhatikan karena keuntungan yang diperoleh operator sangat tergantung pada besarnya tarif yang ditetapkan.
Dalam penentuan tarif angkutan umum ini ada beberapa pilihan umum yang biasa digunakan(Vuchic, 1981dikutip Sari Lesmana) , yaitu:
a. Tarif seragam (flat fare)
Dalam struktur tarif seragam, tarif dikenakan tanpa memperhatikan jarak yang dilalui.
b. Tarif berdasarkan jarak (Distance Based Fare)
Dalam struktur ini, sejumlah tarif dibedakan secara mendasar oleh jarak yang ditempuh. Perbedaan dibuat berdasarkan tarif kilometer, tahapan dan zona.
Struktur tarif ini, sangat bergantung dengan jarak yang ditempuh, yakni penetapan besamya tarif dilakukan pengalian ongkos tetap perjam dengan panjang perjalanan yang ditempuh oleh setiap penumpangnya.
2) Tarif bertahap
Struktur tarif ini dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh oleh penumpang. Tahapan adalah suatu penggal dari rate yang jaraknya antara suatu atau lebih tempat perhentian sebagai dasar perhitungan tarif. Waktu itu jaringan perangkutan dibagi dalam penggal-penggal rate yang secara kasar mempunyai panjang yang sama.
3) Tarif zona
Struktur tarif ini merupakan bentuk penyederhanaan dari tarif bertahap. Maka daerah pelayanan perangkutan dibagi kedalam zona-zona. Pusat kota biasanya sebagai zona terdalam dengan dikelilingi oleh zona terluar yang tersusun seperti sebuah sabuk.
II.3.2. Kondisi Angkutan Umum
Dari hasil penelitian data, diperoleh data untuk masing-masing angkutan umum adalah sebagai berikut.
a. Kondisi angkutan umum (Angkot)
Angkutan umum kota (Angkot) yang melayani rute Medan-Binjai yaitu, CV.Simpati sebanyak 6 unit, CV.Laris sebanyak 72 unit dan CV.Timur sebanyak 220 unit. Jumlah penumpang tiap armadanya adalah 9 sampai dengan 16 penumpang (KM. 35, 2003). Ketidaknyamanan penumpang biasanya dikarenakan angkot sering berhenti sembarangan untuk menunggu penumpang sehimgga perjalanan sering terhenti, sehingga waktu perjalanan semakin lama, dan angkot tidak memiliki fasilitas seperti AC atau tempat duduk ynag nyaman seperti yang dimiliki bus.
b. Kondisi Angkutan Umum (DAMRI)
biasanya diperoleh karena bus dapat menaikkan dan menurunkan penumpang ditengah perjalanan sehingga perjalanan sering terhenti, sehingga dapat mengakibatkan waktu perjalanan yang dapat berubah.
c. Kondisi Agkutan Umum Kereta Api
Kondisi kereta api yang melayani rute Medan-Binjai dilayani hanya 2 buah armada yaitu Sri Lelewangsa dan Sri Bilah.Yang melayani kelas bisnis dengan kapasitas 256 penumpang. Jadwal keberangkatan KA ini enam kali sehari, dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel.2.1. JADWAL KEBERANGKATAN KERETA API MEDAN – BINJAI
Asal Tujuan Waktu Keberangkatan Keterangan
Medan
Binjai
Medan
Binjai
Medan
Binjai
Binjai
Medan
Binjai
Medan
Binjai
Medan
09.50 – 10.42
11.00 – 11.52
12.15 – 13.07
13.30 – 14.22
14.40 – 15.32
15.50 – 16.42
Sri Lelewangsa
Sri Lelewangsa
Sri Bilah
Sri Bilah
Sri Lelewangsa
Sri Lelewangsa
(Sumber : PT.Kereta Api )
Ketidak nyamanan penumpang biasanya dikarenakan oleh antrian yang begitu panjang didepan loket saat akan membeli tiket dan terkadang mengangkut penumpang tidak sesuai dengan jumlah tempat duduknya sehingga banyak penumpang yang berdiri.
Kelebihan Angkot
1) Intensitas keberangkatan sering
Angkot tidak mempunyai jadwal keberangkatan yang tetap, karena keberangkatan angkot biasanya ditentukan oleh jumlah penumpang 2) Mobilitas tinggi.
Angkot mempunyai mobilitas tinggi sehingga dapat bergerak kapan saja.
3) Door to Door
Maksudnya angkot mengantar penumpang hingga sampai tempat tujuan (dari rumah kerumah).
Kekurangan Angkot
1) Angkot dapat menaikkan dan menurunkan penumpang disepanjang rutenya sehingga mengakibatkan waktu perjalanan yang dapat berubah-ubah.
2) Kondisi tempat duduk kurang begitu nyaman di tambah tidak adanya fasilitas seperti AC.
Kelebihan Bus.
1) Intensitas keberangkatan yang sering
Bus juga tidak mempunyai jadwal keberangkatan yang tetap sama seperti angkot, karena keberangkatan bus ditentukan oleh jumlah penumpang yang ada. Jika jumlah penumpang telah memenuhi kapasitas muatan bus maka bus bisa langsung berangkat.
2) Mobilitasnya tinggi
Bus mempunyai mobilitas yang tinggi sama seperti angkot sehingga dapat bergerak kapan saja.
3) Door to Door
Bus mengantar penumpang hingga sampai tempat tujuan (dari rumah kerumah).
4) Dilengkapi fasilitas seperti AC.
1) Bus dapat menaikkan dan menurunkan penumpang disepanjang rutenya sehingga mengakibatkan waktu perjalanan yang dapat berubah-ubah.
Kelebihan Kereta Api 1) Lebih aman
Tingkat keamanan dengan menggunakan kereta api memeng lebih tinggi jika dibandingkan dengan Bus. Biasa kita lihat dari tingkat kecelakaan lalu lintas pada jalan raya yang lebih sering terjadi dari pada jalan rel.
2) Lebih Murah
Biaya yang dikeluarkan pengguna Kereta Api lebih murah hanya Rp.3000/penumpang.jika dibandingkan dengan Bus Damri yang mana tarifnya mencapai Rp.5000/penumpang.
3) Lebih nyaman. Kekurangan Kereta Api
1) Intensitas keberangkatan rendah
Keberangkatan untuk kereta api hanya 6 kali sehari, sedangkan Moda lain seperti angkot dan bus lebih dari 6 kali sehari.
2) Antrian saat membeli tiket
Antrian yang begitu panjang didepan loket saat akan membeli tiket menjadi salah satu kekurangan dari Kreta api
3) Berhenti di stasiun, sehingga untuk mencapai tujuan terakhir penumpang harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan moda lain.
II.4. Model Pemilihan Moda (Moda coice)
Menurut Ofyar Z Tamin, 1997 konsep dasar pemodelan transportasi(model empat langkah/Four step model)
Namun disini hanya akan dibahas mengenai model pemilihan jenis kendaraan (moda Choice).
Model ini digunakan untuk menghitung distribusi perjalanan beserta moda yang akan digunakan. Ini dapat dilakukan apabila tersedia berbagai macam kenderaan/moda yang menuju tempat tujuan, seperti kenderaan pribadi (misalnya mobil, sepeda motor, sepeda), serta angkutan umum (becak, bus, kereta api).
Model pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Tidak seorangpun dapat menyangkal bahwa moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien dari pada moda angkutan pribadi. Selain itu, kereta api bawah tanah dan beberapa moda transportasi kereta api lainnya tidak memerlukan ruang jalan raya untuk bergerak sehingga tidak ikut memacetkan lalu lintas jalan (Tamin, 1997)
Seterusnya, jika ada pengendara yang berhenti ke moda angkutan transportasi angkutan umum, maka angkutan umum pribadi mendapatkan keuntungan dari perbaikan tingkat pelayanan akibat pergantian moda tersebut.
Sangatlah tidak mungkin menampung semua kendaraan pribadi di suatu kota karena kebutuhan ruang jalan yang sangat luas, termasuk tempat parkir. Oleh kerena itu, masalah pemilihan moda dapat dikatakan sebagai tahap terpenting dalam berbagai perencanaan dan kebijakan transportasi. Hal ini menyangkut pergerakan di daerah perkotaan, ruang ynga harus disediakan kota untuk dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya pemilihan moda transportasi yang dapat dipilih penduduk.
Di Indonesia terdapat beberapa jenis moda kenderaan bermotor (termasuk ojek) ditambah becak dan berjalan kaki. Pejalan kaki termasuk penting di Indonesia.(Jones, 1977 dikutp Fidel Miro, 2005)
Khusus untuk Indonesia pendekatan yang lebih cocok adalah seperti gambar 2.2 dibawah ini:
Gambar 2.2. Proses pilihan lebih dari 2 moda yang dipilih Sumber : Perencanaan transportasi (Fidel Miro, 2005)
TOTAL PERJALANAN POTENSIAL
Melakukan
Perjalanan
TidakMelakukan
Perjalanan
Berjalan kaki Berkendaraan
Angkutan Umum Mobil Pribadi
Bermotor Tidak Bermotor
(Becak/Ojek Sepeda)
Tidak Bermotor (sepeda) Bermotor
Jalan Raya Jalan Rel (Kereta Api)
Bus Mikrolet Taksi Becak mesin
Sepeda Motor
Mobil
II.4.1. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih suatu moda transportasi dapat dibedakan atas tiga kategori sebagai berikut (Ofyar Tamin,
1997):
1. Karekteristik pelaku perjalanan
Hal-hal yang mempengaruhi sebagai berikut: a. Keadaan sosial, ekonomi, dan tingkat pendapatan. b. Ketersedian atau kepemilikan kendaraan.
c. Kepemilikan surat izin mengemudi (SIM).
d. Struktur rumah tangga (Pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiunan, dan lain-lain).
e. Faktor-faktor lainnya, seperti keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah.
2. Karakteristik perjalanan
Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik perjalanan adalah: a. Tujuan perjalanan
Di negara-negara maju akan lebih mudah melakukan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanan yang sangat baik, serta biaya yang relatif murah dari pada menggunakan kendaraan pribadi.
b. Jarak perjalanan
Semakin jauh perjalanan, orang semakin cendrung memilih angkutan umum dibandingkan dengan kendaraan pribadi.
c. Waktu terjadinya perjalanan. 3. Karakteristik sistem transportasi
Tingkat pelayanan yang ditawarkan oleh masing-masing sarana transportasi merupakan faktor yang sangat menentukan bagi seseorang dalam memilih sarana transportasi. Tingkat pelayanan dikelompokan dalam dua kategori:
1. Faktor kuantitatif
a. Lama waktu perjalanan yang meliputi waktu di dalam kendaraan, waktu tunggu dan waktu berjalan kaki.
c. Ketersediaan raang untuk parkir. 2. Kaktor Kualitatif
a. Kenyamanan. b. Kemudahan.
c. Keandalan dan keteraturan. d. Keamanan.
II.4.2. Pendekatan Model Pemilihan Moda
Model pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini terhadap pemilihan moda adalah model pemilihan diskret. Secara umum, model pemilihan diskret dinyatakan sebagai probabilitas setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas. Utilitas didefinisikan sebagai sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu. Alternatif tidak menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya dan dari setiap individu (Lancaster,
1996 seperti dikutip Tamin , 1997).
Terdapat beberapa model pilihan diskret (biner) diantaranya :
a. Model Logit Biner
Model logit biner ini hanya untuk pilihan 2 moda transportasi alternatif yaitu moda i dan moda j. Bentuk model ini berupa: probabilitas (%) peluang moda i untuk dipilih adalah bergantung pada nilai parameter atau kepuasan menggunakan moda i dan j serta nilai eksponensial.
b. Model Probit (Binary Probit)
Juga untuk 2 moda altenatif, tetapi model ini menekankan untuk menyamakan peluang (kemungkinan) individu untuk memilih moda 1, bukan moda 2 dan berusaha menghubungkan antara jumlah perjalanan dengan variabel bebas yang mempengaruhi, misalnya biaya (cost) dan variabel ini harus terdistribusi normal.
c. Model Logit Multi Nominal (MNL)
ada moda kendaraan pribadi, ada mikrolet, ada taksi,ada taxi, ada sepeda motor, ada berjalan kaki, ada bus umum, atau kereta api cepat.
Khususnya pada penelitian ini perilaku pemilihan moda angkutan umum penumpang yang akan diamati lebih dari 2 pilihan yaitu antara moda angkutan umum kota, Bus dan kereta api, maka model ini termasuk dalam Model Logit Multi
Nominal (MLM).
Gambar 2.3. Skema Langkah-langkah Pemilihan Moda (moda choice)
Model multi nominal logit (MNL) TAHAPAN PEMODELAN MODA CHOICE /
PEMILIHAN KENDARAAN
Mengidentifikasi berbagai faktor dan variabel yang berpengaruh terhadap perilaku pelaku perjalanan (trip maker behavior)
Memodelkan nilai-nilai kepuasan pelaku perlajanan
Pendekatan agregat Pendekatan disagregat
Disagregat deterministik Disagregat stokastik
Model probit Model logit
biner
II.5. Proses Hirarki Analitik.(Analitycal Hierarchy Process)
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui bobot atau nilai optimalnya masing-masing moda yang berute Medan-Binjai.
Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mengandung banyak kriteria
(Multi-Criteria Decision Making). AHP bekerja dengan cara memberi prioritas kepada
alternatif yang penting mengikuti kriteria yang telah ditetapkan. Lebih tepatnya, AHP memecah berbagai peringkat struktur hirarki berdasarkan tujuan, kriteria, sub-kriteria, dan pilihan atau alternatif (decompotition).
AHP juga memperkirakan perasaan dan emosi sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan. Suatu set perbandingan secara berpasangan (pairwise
comparison) kemudian digunakan untuk menyusun peringkat elemen yang
diperbandingkan. Penyusunan elemen elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. AHP menyediakan suatu mekanisme untuk meningkatkan konsistensi logika (logical consistency) jika perbandingan yang dibuat tidak cukup konsisten.
AHP memberikan suatu skala untuk menunjukkan hal-hal, mewujudkan metode penetapan prioritas dan melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas tersebut.
Manfaat dari penggunaan Analytical Hierarchy Process (AHP) antara lain yaitu:
a. memadukan intuisi pemikiran, perasaan dan penginderaan dalam menganalisis pengambilan keputusan
b. memperhitungkan konsistensi dari penilaian yang telah dilakukan dalam membandingkan faktor-faktor yang ada,
c. memudahkan pengukuran dalam elemen, d. memungkinkan perencanaan ke depan.
Kelebihan metode AHP menurut (Badiru 1995 di kutip saaty2001) adalah: a. AHP memberikan satu model yang mudah dimengerti, luwes untuk
macam-macam persoalan yang tidak berstruktur
b. AHP mencerminkan cara berpikir alami untuk memilah-milah elemen-elemen dari satu sistem ke dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
c. AHP memberikan suatu skala pengukuran dan memberikan metode untuk menetapkan prioritas.
d. AHP memberikan penilaian terhadap konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
e. AHP menuntun kepada suatu pandangan menyeluruh terhadap alternatif-alternatif yang muncul untuk persoalan yang dihadapi.
f. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan. g. AHP memberikan satu sarana untuk penilaian yang tidak dipaksakan tetapi
merupakan penilaian yang sesuai pandangannya masing-masing. Kelemahan metode AHP , yaitu:
a. Penggunaan metode pairwise yang digunakan untuk mengevaluasi alternate-alternatif.
b. AHP sebagai prosedur untuk menilai alternative cenderung bersifat subjektif pada ranking alternative yang dihasilkan.
d. Orang yang dilibatkan adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan ataupun banyak pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dipilih dengan menggunakan metode AHP
e. Kesensitifan pada hasil akhir bila mengubah ukuran skala matriks.
f. Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai lagi dari tahap awal.
II.5.1. Aksioma-aksioma Analytic Hierarchy Process (AHP)
Terdapat 4 aksioma-aksioma yang terkandung dalam AHP (Saaty, 2001) 1. Reciprocal Comparison artinya pengambilan keputusan harus dapat
memuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Prefesensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x.
2. Homogenity artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam
skala terbatas atau dengan kata lain elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen- elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru.
3. Independence artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa
kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya.
4. Expectation artinya untuk tujuan pengambil keputusan. Struktur hirarki
diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objectif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.
komponen-komponennya. Artinya dengan menggunakan pendekatan AHP kita dapat memecahkan suatu masalah dalam pengambilan keputusan.
II.5.2. Prinsip Kerja Hierarchy Process (AHP)
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi : 1. Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi.
Gambar 2.4.Bagan Struktur Hirarki
Untuk memastikan bahwa kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka perlu dilihat sifat-sifat berikut ini :
1. Minimum.
Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2. Independen.
Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk maksud yang sama.
3. Lengkap.
Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan 4. Operasional
Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.
2. Penilaian kriteria (perbandingan berpasangan)
Langkah pertama sebelum menentukan prioritas setiap elemen dalam pengambilan keputusan adalah dengan melakukan perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dua elemen berdasarkan tingkat kepentingannya. Dengan menggunakan matriks, hasil dari perbandingan berpasangan ditampilkan dalam bentuk yang lebih sederhana dan lebih mudah dalam melakukan pengujian
Tujuan
Sub Tujuan Sub Tujuan
Kriteria Kriteria
Proses perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki teratas dengan menentukan criterion c, yang akan digunakan sebagai dasar menetapkan perbandingan. Kemudian dari tingkat hirarki dibawahnya, ambil elemen yang akan diperbandingkan, a1, a2 dan seterusnya. Misalnya ada tujuh elemen, susunlah elemen-elemen tersebut pada sebuah matriks seperti berikut ini :
Pada matriks tersebut, bandingkan elemen 1 pada kolom sebelah kiri dengan elemen a1, a2, …., a7 yang terletak berdasarkan kontribusinya terhadap criterion c. Kemudian ulangi untuk elemen kolom a2, dan seterusnya. Hasil perbandingan merupakan jawaban atas pertanyaan : seberapa besar elemen ini
memberikan sumbangan (kontribusi atau mendominasi atau mempengaruhi atau mendukung atau menguntungkan) kepada criterion jika dibandingkan dengan tiap-tiap elemen baris.
Penentuan tingkat kepentingan antar elemen dilakukan berdasarkan judgement yang menunjukkan intensitas preferensi. Judgement merupakan kombinasi antara fungsi berfikir dengan intuisi, pengalaman, perasaan dan penginderaan. Untuk mengisi matriks perbandingan berpasangan digunakan angka yang menunjukkan tingkat kepentingan relatif suatu elemen terhadap elemen lainnya berdasarkan kriteria yang bersangkutan. Nilai perbandingan’antara elemen
c a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a1
a2 a3 a4 a5 a6 a7
1 1
1
1
1 1
a1 dengan a1 sudah pasti sama dengan 1. nilai perbandingan antara a1 dengan a2 merupakan kebalikan dari perbandingan a2 dengan a1.
Perbandingan tingkat kepentingan komponen/elemen tersebut telah disusun oleh saaty seperti terlihat pada tabel 2.2 :
Tabel 2.2. Skala Penilaian Elemen Hirarki Intensitas
kepentingan
Definisi Verbal
Penjelasan
1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
3 Sedikit lebih
penting
Penilaian sedikit memihak pada salah satu elemen dibandingkan pasangannya
5 Lebih penting Penilaian sangat memihak pada salah satu elemen dibandingkan pasangannya
7 Sangat penting Salah satu elemen sangat berpengaruh dan dominasinya tampak secara nyata.
9 Mutlak lebih
penting
Bukti bahwa salah satu elemen lebih penting dari pasangannya sangat jelas.
2,4,6,8 Nilai tengah dari penilaian diatas
Nilai yang diberikan jika terdapat keraguan diantara dua penilaian
Resiprokal Jika perbandingan antara elemen I terhadap j menghasilkan salah satu nilai di atas maka perbandingan antara elemen j terhadap I akan
menghasilkan nilai kebalikan.
(Sumber: Saaty (1993)
3. Penentuan prioritas
Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan proritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.
Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas melalui tahapan-tahapan berikut:
3.1. Kuadratkan matriks hasil perbandingan berpasangan.
3.2. .Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi matriks.
4. Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal. Hubungan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut (Suryadi & Ramdhani, 1998):
• Hubungan kardinal : aij . ajk = aik
• Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut :
a. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak empat kali dari mangga dan mangga lebih enak dua kali dari pisang maka anggur lebih enak delapan kali dari pisang.
b. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga dan mangga lebih enak dari pisang maka anggur lebih enak dari pisang.
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.
Penghitungan konsistensi logis dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
a. Hasil penjumlahan tiap baris dibagi prioritas bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan.
c. Indeks Konsistensi (CI) = (λmaks-n) / (n-1)
d. Rasio Konsistensi = CI/ RI, di mana RI adalah indeks random konsistensi. Jika rasio konsistensi ≤ 0.1, hasil perhitungan data dapat dibenarkan.
Daftar RI dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Nilai Indeks Random
Ukuran Matriks Nilai RI
1,2 0,00
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
11 1,51
12 1,48
13 1,56
14 1,57
II.5.3. Formulasi Matematis
Asumsikan bahwa terdapat n elemen yaitu C1, C2, C3, …, Cn, yang akan dinilai secara perbandingan berpasangan. Nilai dari perbandingan berpasangan antara Ci dengan Cj direpresentasikan dalam matriks bujur sangkar :
A = [a (i, j)], (1 j = 1,2, …, n)... (1) Nilai setiap elemen a (i, j) mempunyai hubungan :
1. Jika a (i, j) = a, maka a (j, i) = 1/a
2. Jika Ci mempunyai tingkat kepentingan yang sama dengan Cj, maka a (i j) = a (j, i) = 1
3. Untuk hal yang khusus, a (i, i) = 1 untuk semua i.
Dengan demikian matriks A merupakan matriks resiprokal yang mempunyai bentuk sebagai berikut :
Setelah memindahkan hasil perbandingan berpasangan (Ci, Cj) ke dalam elemen a (i, j) pada matriks A, masalah berikutnya adalah menentukan bobot C1, C2, … Cn menjadi suatu nilai w1, w2, …. Wn yang mencerminkan hasil dari judgement yang telah diberikan.
Kondisi ini dapat dipecahkan dengan tahapan sebagai berikut :
Tahap 1 :
Asumsikan bahwa judgement merupakan hasil dari pengukuran. Hubungan antara bobot wi dengan judgement a (i, j) adalah :
Wi/wj = a(i, j), (1, j = 1,2, …., n) Sehingga diperoleh :
Tahap 2 :
Untuk mengetahui bagaimana cara memberikan toleransi terhadap deviasi, perhatikan baris ke-i pada matriks A. nilai tiap elemen dari baris tersebut adalah : a (i, 1), a (i, 2), ….a (i , j), a (i , n)...(4) Pada kondisi ideal nilai-nilai tersebut sama dengan perbandingan antara :
w1/w2, wi/w2, …. wi/wj, …. wi/wn...(5) Jika dikalikan elemen pertama pada baris tersebut w1, elemen kedua dengan w2 dan seterusnya, maka akan diperoleh elemen baris yang identik, yaitu :
wi, wi, …, wi...(6) dimana, pada kasus umum yang bersifat judgemental akan diperoleh elemen baris yang nilai-nilainya terletak disekitar wi. Dengan demikian cukup beralasan jika dikemukakan bahwa nilai wi merupakan rata-rata dari nilai-nilai tersebut, sehingga
∑
=yang ekuivalen dengan :
∑
= =Dalam teori matriks, persamaan tersebut menunjukkan bahwa w adalah vektor eigen dari A dengan nilai eigen n. dengan demikian vektor eigen merepresentasikan bobot atau prioritas dari elemen yang bersangkutan. Jika ditulis secara lengkap, persamaan tersebut mempunyai bentuk sebagai berikut
Tahap 3 :
Estimasi yang baik dari a (i, j) akan menghasilkan nilai ideal wi/wj. Tetapi jika a (i, j) menyimpang maka persamaan (I) akan tetap dapat dipenuhi jika nilai n juga berubah. Jika L1, L2, …. Ln adalah nilai-nilai eigen dari matriks a dan jika a
(i, j) = 1 untuk semua 1, maka :
∑
= =
n
j
n Li
1
Oleh sebab itu setelah persamaan (2) terpenuhi maka semua nilai eigen akan sama dengan nol kecuali satu yang bernilai n. Dalam matriks resiprokal yang konsisten, n adalah nilai eigen maksimum dari A. Adanya sedikit perubahan pada a (i,j) masih menjamin nilai eigen terbesar. λ max mendekati n dan nilai eigen lainnya mendekati nol. Dengan demikian maka bobot dari C1, C2, C3, …, Cn, dapat diperoleh dengan cara menentukan vektor eigen w yang memenuhi persamaan :
A w = (λ max) w... (10)
Tahap 4 :
Dalam matriks perbandingan berpasangan, semua nilai dari elemennya diperoleh secara judgemental, kecuali elemen diagonal dan resiprokalnya. Dalam masalah pengambilan keputusan sangatlah perlu mengetahui seberapa jauh konsistensi kita dalam memberikan judgement. Haruslah dihindari suatu keputusan yang dihasilkan oleh judgmenet yang terlalu bias atau random. Di lain pihak konsisten yang sangat sempurna sangat sulit diperoleh.
Konsistensi dapat dijelaskan dari prinsip transitif preferensi. Prinsip transitif tersebut sulit dijumpai pada proses judgemental, sehingga perlu ditentukan sampai beberapa jauh penyimpangan yang terjadi dapat diterima.
Penyimpangan terjadi karena adanya pembobotan yang tidak konsisten sehingga bobot a (i, j) menyimpang dari bobot ideal. Besarnya penyimpangan ini dapat dilihat dari besarnya penyimpangan nilai eigen maksimum, yang diperoleh dari persamaan di atas dari nilai eigen ideal n. besarnya penyimpangan dinyatakan dengan Indeks konsistensi (C1) sebagai berikut :
1 max) (
1
− −
=
n n
Jika judgement numerik diberikan secara random dari skala 1/9, 1/8. 1/7, …, 1, …., 7, 8, 9 untuk membentuk matriks dengan sembarang ordo, maka akan diperoleh konsisten rata-rata seperti pada tabel 2.2.
Ratio konsistensi (CR) didefinisikan sebagai perbandingan antara Indeks Konsistensi (CI) dengan Indeks Random (RI).hasil pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan adalah yang mempunyai rasio Konsistensi lebih kecil atau sama dengan 10%.
Tahap 5 :
Pengujian diatas dilakukan untuk matriks perbandingan yang didapatkan dari partisipan. Pengujian harus dilakukan untuk hirarki. Prinsipnya adalah dengan mengalikan semua nilai indeks konsistensi (CI) dengan bobot suatu kriteria yang menjadi acuan pada suatu matriks perbandingan berpasangan, dan kemudian menjumlahkannya. Jumlah tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai yang didapat dengan cara sama tetapi untuk suatu matriks random. Hasil akhirnya berupa suatu parameter yang disebut dengan rasio konsistensi hirarki (consistency ratio of hierarchy, CRH) dengan formula sebagai berikut :
RIH CIH
CR= ...(12) dengan :
CIH : Indeks Konsisten Hirarki (Consistency Index of Hierarchy) RIH : Indeks Random Hirarki (Random Index of Hierarchy)
secara rinci, prosedur perhitungan dapat diuraikan dalam langkah-langkah berikut: 1. Perbandingan antar kriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki akan
menghasilkan beberapa matriks perbandingan berpasangan. Setiap matriks akan mempunyai beberapa hal berikut :
a. Satu kriteria yang menjadi acuan, perbandingan antara kriteria pada tingkat hirarki di bawahnya.
b. Nilai bobot untuk kriteria tersebut, relatif terhadap kriteria di tingkat yang lebih tinggi.
c. Nilai indeks konsistensi (CI) untuk matriks perbandingan berpasangan tersebut.
2. Untuk setiap matriks perbandingan, kalikan nilai CI dengan bobot kriteria acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka akan didapatkan indeks konsistensi hirarki (CIH)
3. Untuk setiap matriks perbandingan, kalikan nilai RI dengan bobot acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka akan didapatkan indeks random hirarki (RIH)
4. Nilai CRH didapatkan dengan membagi CIH dengan RIH. Sama halnya dengan konsistensi matriks perbandingan berpasangan, suatu hirarki disebut konsisten bila nilai CRH tidak lebih dari 10%.
II.6. Studi Terdahulu.
Sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini, maka penulis mencoba menguraikan studi-studi terdahulu dengan menggunakan Metode Analytical
Hierarchy Process (AHP), diantaranya adalah
Kardi Teknomo, Hendro Siswanto dan Sebastianus Ari Yudhanto (1999) yang melakukan penelitian dengan judul
“ PENGGUNAAN METODE ANALYTIC PROCESS DALAM MENGANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA KE KAMPUS.“
Yang mana oleh penulis studi terdahulu ini dijadikan perbandingan untuk membantu bagaimana mengurangi kebutuhan lahan parkir di kampus serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda ke kampus.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternatif dan kebijakan untuk menurunkan kebutuhan lahan parkir di Universitas Kristen Petra, dan dapat diusulkan dengan lebih efektif dan mengetahui faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan.
Studi ini menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dan dari hasil pengamatan terhadap perilaku pengguna moda angkutan umum kota diperoleh,
Ditinjau dari segi perjalanan ke kampus, alternatif jalan kaki dari pondokan merupakan alternatif yang terbaik dan yang paling diminati oleh responden yaitu sebesar 33,2%.
Peningkatan keamanan akan lebih meningkatkan pemakaian mobil pribadi, yaitu untuk perubahan 10% sebesar 0,11%, sedangkan angkutan kampus mengalami penurunan sebesar 0,94%.
Peningkatan kenyamanan pada angkutan kampus seperti penambahan fasilitas musik/televisi akan meningkatkan probabilitas pemilihan moda tersebut. Sehingga dapat mengurangi probabilitas pemilihan mobil pribadi, yaitu untuk setiap peningkatan faktor kenyamanan sebesar 10% akan mengurangi pemilihan moda mobil pribadi sebesar 1,72%. Sedangkan angkutan kampus mengalami kenaikan sebesar 0,22%.
Peningkatan biaya sebesar 10% dapat mengurangi pemilihan moda mobil pribadi sebesar 1,60%. Kebijakan yang dapat diambil sehubungan dengan peningkatan faktor di atas adalah dengan menaikkan tarif parkir untuk mobil pribadi.
Peningkatan bobot waktu akan semakin meningkatkan pemilihan moda mobil pribadi sebesar 0,12%. Sedangkan angkutan kampus mengalami penurunan sebesar 1,03%, hal ini menunjukkan bahwa moda tersebut dianggap kurang baik dari segi waktu sehingga kebijakan yang dapat diambil untuk mengantisipasi adalah disiplin terhadap waktu keberangkatan, adanya rute perjalanan yang jelas dan teratur untuk angkutan umum.
Mengingat penggunaan mobil pribadi yang semakin banyak jumlahnya, maka disarankan untuk meningkatkan tarif parkir khususnya bagi mobil pribadi, sehingga dapat mengurangi penggunaan mobil pribadi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Tahap-tahap Penelitian
Beberapa tahap yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, pelaksanaannya secara garis besar sebagai berikut :
1. Tahap pertama (Penentuan Tujuan Penulisan)
Tahap penentuan tujuan dilakukan setelah diketahui permasalahan yang akan dibahas. Adapun tujuan akhir dari penelitian adalah dengan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda serta besar pengaruhnya, berbagai alternatif dan kebijakan dapat dilakukan untuk meningkatkan sistem transportasi khususnya tentang kriteria-kriteri apa saja yang dibutuhkan pengguna angkutan.
2. Tahap kedua (Studi Pendahuluan dan Literatur)
Studi pendahuluan bertujuan mencari sub tujuan yang akan dgunakan dalam pemilihan moda dengan melihat kenyataan yang ada di lapangan. Sub tujuan dan kriteria tersebut diperlukan dalam membuat struktur hirarki dalam pemilihan moda. Dengan demikian diharapkan data yang didapat benar-benar menggambarkan kenyataan yang ada.
3. Tahap Ketiga (Pengumpulan Data)
Data adalah suatu bahan mentah dalam penelitian yang dikumpulkan melalui prosedur yang sistematik dan standar, untuk diolah agar dapat memberikan informasi yang diinginkan dan membantu dalam pengambilan keputusan.
3.1. Data primer
3.2. Data sekunder
Data sekunder (data yang didapat dari instansi terkait berupa data jaringan jalan (trayek), kapasitas angkutan umum, jumlah angkutan umum dan data lainnya yang berhubungan dengan penelitian).
4. Tahap Keempat (Pembahasan/pengolahan data )
Pengolahan data untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan metode AHP terhadap data kuesioner yang telah disebar sebelumnya. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkat kriteria paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap setiap tujuan dan kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruh sebanyak n x [ (n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten pengambilan data harus diulangi.
6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat hierarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot dari setiap elemen.
8. Memeriksa konsisten hierarki, jika tidak konsisten penilaian data judgement harus diperbaiki.
5. Tahap kelima (Analisa Data)