• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu-Ibu Rumah Tangga Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak Balitanya, Di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu-Ibu Rumah Tangga Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak Balitanya, Di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara Tahun 2009"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN IBU-IBU

RUMAH TANGGA TERHADAP PEMELIHARAAN

KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK BALITANYA,

DI KECAMATAN BALIGE, KABUPATEN TOBA

SAMOSIR, SUMATERA UTARA TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MEINARLY GULTOM

NIM : 050600127

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/

Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2009

Meinarly Gultom

Pengetahuan, sikap dan tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak

pada ibu-ibu yang mempunyai anak balita di Kecamatan Balige Kabupaten Toba

Samosir, Sumatera Utara 2009.

x + 51 halaman

Perilaku orangtua terutama ibu sebagai orang yang terdekat dengan anak

balita dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut memberi pengaruh yang cukup

signifikan terhadap sikap dan perilaku anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui sejauh mana pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu rumah tangga

terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak balitanya.

Jumlah sampel 150 orang ibu-ibu rumah tangga dan anak balitanya yang

diambil secara purposif dari 3 kelurahan di Kecamatan Balige. Pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner.

Dari 150 orang ibu-ibu rumah tangga yang diteliti, 67,33% mengetahui sikat

gigi yang baik bagi anak balita, 54,67% mengetahui menyikat gigi pagi setelah

sarapan dan malam sebelum tidur, 61,33% mengetahui pemberian pasta gigi mulai

(3)

mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak balita. Responden

menunjukkan sikap yang baik untuk menyikat gigi anak sebelum tidur (98%),

pemberian pasta gigi mulai usia 2 tahun (90,67%) dan tidak memberikan makanan

dan minuman manis di luar jam makan (76%). Tindakan responden menyikat gigi

anak pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur 38%, menggunakan sikat gigi

khusus anak balita 46% dan memberikan makanan dan minuman manis di luar jam

makan 46,67%.

Sebanyak 49,33% anak balita menderita karies botol, gigi berlubang

(24,67%), gusi berdarah (10,67%) dan gusi bengkak (8,67%). Sebagian besar

responden tidak pernah membawa anak ke dokter gigi. Kebanyakan responden yang

membawa anaknya ke dokter gigi karena ada keluhan pada anak.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

senantiasa mencurahkan kasih setiaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran

Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara di Medan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan,

pengarahan dan saran-saran serta masukan yang membangun dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penghargaan

yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. H. Ismet D. Nasution drg., Sp. Pros., Ph.D selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin penelitian

dari fakultas untuk melakukan penelitian di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba

Samosir.

2. Prof. Dr. Nurmala Situmorang, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen dan

seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi

Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara.

3. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku dosen pembimbing akademik penulis

dan dosen pembimbing skripsi yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga

dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi

(5)

4. Oktavia Dewi, drg., M.Kes dan Simson Damanik, drg., M.Kes selaku

dosen penguji skripsi yang telah begitu banyak memberikan masukan-masukan yang

membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Kepala Dinas Kesehatan Toba Samosir dan Pemerintah di Kecamatan

Balige yang telah memberi izin untuk dapat melakukan penelitian di Kecamatan

Balige.

Rasa terima kasih yang begitu besar juga penulis tujukan kepada Ayahanda

tercinta Drs.A.Gultom, ibunda H.Naibaho tersayang atas segala doa, dukungan dan

kasih sayang serta bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak akan dapat

terbalas oleh penulis sampai kapan pun juga. Penulis juga mengucapkan banyak

terima kasih kepada Bang Kurlim, Bang Harly, Bang Kiut, Bang Henhen Kak

Mesmes, Kak Bekbek, si Bontot Kris dan keponakanku tersayang Momos. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada Kelompok Kecil Kayla (Kak Dewi, Sally,

Olin M), adik-adik penulis (Desy, Xtina, Lina, Ska) serta seluruh rekan stambuk 2005

yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan

sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan

mutu kesehatan gigi masyarakat.

Medan, Juni 2009 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. ... P resentase distribusi responden ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai anak balita di Kecamatan Balige Kabupaten Toba

Samosir, 2009 (n=150) ... 25

2. ... P resentase distribusi anak balita di Kecamatan Balige Kabupaten

Toba Samosir, 2009 (n=150) ... 26

3. ... P engetahuan responden ibu-ibu rumah tangga mengenai penyakit

gigi dan mulut pada anak balita dan akibatnya ... 27

4. ... P engetahuan responden ibu-ibu rumah tangga mengenai cara

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak balita ... 29

5. ... P engetahuan responden ibu-ibu rumah tangga tentang pemberian

pasta gigi pada anak balita (n=150) ... 30

6. ... P engetahuan responden ibu-ibu rumah tangga mengenai dokter

gigi ... 31

7. ... S ikap responden ibu-ibu rumah tangga terhadap kesehatan gigi

dan mulut anak balita ... 32

8. ... T indakan responden ibu-ibu rumah tangga dalam memanfaatkan

peran dokter gigi ... 33

9. ... T indakan responden ibu-ibu rumah tangga dalam menyikat gigi

anak balita ... 34

10. ... T indakan responden ibu-ibu rumah tangga dalam pemberian

(9)

11. ... T indakan responden ibu-ibu rumah tangga dalam pemberian

makanan dan minuman manis pada anak balita (n=150) ... 36

12. ... H

asil pemeriksaan gigi dan mulut anak balita (n=150) ... 37

13. ... H asil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut anak balita

berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin (n=150) ... 38

14. Pencarian pengobatan responden ibu-ibu rumah tangga pada

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. ... S

ikat gigi anak balita menurut American Dental Association... 13

2. Banyaknya

pasta gigi yang dioleskan sebesar biji kacang polong... 14

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu rumah tangga

terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut balitanya.

2. Surat Keterangan ijin penelitian dari Pemerintah Kabupaten Toba Samosir

Kecamatan Balige.

3. Surat Keterangan ijin penelitian dari Dinas Kesehatan Pemerintahan

Kabupaten Toba Samosir.

4. Surat Keterangan telah melakukan penelitian dari Dinas Kesehatan

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak

dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

mempengaruhi kesehatan tubuh. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan

salah satu upaya di dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut. Peranan rongga

mulut sangat besar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Secara umum,

seseorang dikatakan sehat bukan hanya tubuhnya yang sehat melainkan juga sehat

rongga mulut dan giginya. Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut sangat berperan

dalam menunjang kesehatan tubuh seseorang.1,2

Di beberapa negara berkembang dilaporkan sudah ada perbaikan atau

peningkatan kesehatan gigi dan mulut, akan tetapi masalah kesehatan gigi dan mulut

tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat pada umumnya. Penyakit gigi dan

mulut merupakan penyakit yang rata-rata masih menjadi keluhan bagi masyarakat

Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) penyakit gigi

dan mulut merupakan penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat

Indonesia. Namun, perilaku masyarakat Indonesia di dalam menjaga kesehatan

rongga mulut masih rendah.2

Tri Astuti, dalam penelitiannya menyatakan bahwa karies serta masalah gusi

adalah penyakit gigi dan mulut yang paling banyak dijumpai pada anak-anak. Di

(13)

itu lebih parah pada anak-anak dari golongan ekonomi menengah ke bawah.3 Hasil penelitian Yuyus R, dkk, di Jakarta pada 1000 orang anak balita menunjukkan anak

balita yang bebas karies sebesar 14,1%, anak yang mempunyai karies lebih dari 4 gigi

85,9%, sedangkan DMFT 6,8 gigi.4 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS,

2007) menunjukkan bahwa prevalensi masalah gigi dan mulut pada kelompok umur

1-4 tahun mencapai 6,9% dan yang menerima perawatan 27,4%.5

Pemeliharaan kesehatan gigi anak melibatkan interaksi antara anak, orangtua

dan dokter gigi. Pada anak balita pengaruh orangtua sangat berperan dalam

membentuk perilaku anak. Sikap dan perilaku orangtua terutama ibu yang biasanya

orang terdekat dengan anak dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut memberi

pengaruh yang cukup signifikan terhadap sikap dan perilaku anak. Peningkatan

kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut sangat penting

diberdayakan mulai dari usia dini yaitu dengan mencegah, merawat dan memelihara

kesehatan gigi. Di beberapa penelitian pada masyarakat Indonesia, kesadaran untuk

merawat dan memelihara kesehatan gigi dan mulut dari berbagai tingkat usia masih

perlu diperbaiki.6

Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap kesehatan gigi dan mulut akan

menentukan status kesehatan gigi anak kelak. Mulai tumbuhnya gigi merupakan

proses penting dari pertumbuhan seorang anak. Orang tua harus mengetahui cara

merawat gigi anaknya tersebut, dan orang tua juga harus mengajari anaknya cara

merawat gigi yang baik. Walaupun masih memiliki gigi susu, seorang anak harus

mendapatkan perhatian serius dari orang tua. Kondisi gigi susu akan menentukan

(14)

bahwa gigi susu hanya sementara dan akan diganti oleh geligi tetap sehingga mereka

sering menganggap bahwa kerusakan pada gigi susu yang disebabkan oleh oral

higiene yang buruk bukan merupakan suatu masalah.1,6

Seorang ibu sudah seharusnya mempunyai pengetahuan, sikap dan perilaku

yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut agar dapat memberikan oral health

education kepada anak. Hasil penelitian Suryawaty, dkk di Kecamatan Ciputat dan

Kecamatan Pasar Minggu menunjukkan bahwa 76,8% ibu anak balita memiliki

pengetahuan yang kurang terhadap kesehatan gigi dan mulut anak, 84,1% memiliki

sikap yang baik dan 89% memiliki perilaku yang kurang dalam usaha pemeliharaan

kesehatan gigi anak.7

Berdasarkan apa yang diuraikan diatas peneliti merasa tertarik untuk

mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu serta keadaan kesehatan

gigi dan mulut anak pada usia di bawah lima tahun di kecamatan Balige, Kabupaten

Toba Samosir. Kabupaten Toba Samosir memiliki visi TOBAMAS 2010 dimana

salah satu pilarnya adalah peningkatan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,

peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian di tempat ini. Kecamatan Balige

adalah ibukota dari Kabupaten Toba Samosir. Kecamatan Balige terdiri dari 5

kelurahan, sampel diambil di 3 kelurahan yaitu Kelurahan Pardede Onan, kelurahan

Haumabange, kelurahan Napitupulu yang merupakan kelurahan yang berada di

tengah kota Balige menyebabkan keragaman tingkat pendidikan pada ibu-ibu yang

akan turut mempengaruhi pengetahuan ibu mengenai kesehatan rongga mulut dan

(15)

1.2 Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana

pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu rumah tangga terhadap pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut anak balitanya di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba

Samosir, Sumatera Utara.”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan ibu-ibu rumah tangga terhadap

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak balitanya.

2. Mengetahui sikap ibu-ibu rumah tangga terhadap pemeliharaan kesehatan

gigi dan mulut anak balitanya.

3. Mengetahui tindakan ibu-ibu rumah tangga dalam pemeliharaan kesehatan

gigi dan mulut anak balitanya.

4. Mengetahui kesehatan gigi dan mulut anak balita.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan:

1. Dapat memberi informasi kepada tenaga-tenaga kesehatan gigi dan mulut

serta kepada pemerintah dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi dan

mulut di masa yang akan datang.

2. Memberi kesempatan kepada penulis dalam menggali kemampuan untuk

dapat mengetahui gambaran perilaku kesehatan gigi di masyarakat terutama pada

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku manusia terdapat dalam setiap aspek kehidupan manusia. Skiner

(1938) seorang ahli psikologi, menyatakan bahwa perilaku merupakan respon atau

reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.4 Dari segi biologis perilaku adalah kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku

umumnya dapat diamati oleh orang lain, namun ada juga perilaku yang tidak dapat

diamati orang lain atau disebut sebagai internal activities seperti persepsi, emosi,

pikiran dan motivasi.8

2.1 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan,

minuman, serta lingkungan yang mempengaruhi. Respon terhadap stimulus yang

sama dapat berbeda-beda pada tiap-tiap orang yang berbeda tergantung pada

karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.9

Rogers (1974), menyatakan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku

yang baru, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses, yakni:10

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dimana terlebih

dahulu mengetahui objek (stimulus)

(17)

3. Evaluation, yakni sikap responden sudah lebih baik. Responden mulai

menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus itu bagi dirinya

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru tersebut

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap objek (stimulus)

Faktor-faktor yang dapat membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda

(determinan perilaku) dibedakan menjadi dua, yakni :11

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan bersifat bawaan, misalnya: jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat

emosional.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni faktor luar yang dapat

mempengaruhi, misalnya: faktor lingkungan yang merupakan faktor yang dominan

yang mempengaruhi perilaku seseorang, faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor

sosial, buda ya, ekonomi, politik.

Perilaku merupakan totalitas aktivitas seseorang yang merupakan hasil dari

beberapa faktor baik faktor eksternal maupun internal. Benyamin Bloom membagi

perilaku manusia dalam 3 domain, yakni kognitif, efektif dan psikomotor. dalam

kehidupan terdapat 3 tahap dalam mengadopsi suatu perilaku, yaitu:9,11,12 a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil atau wujud dari penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera, yakni indera penglihatan,

(18)

melalui indera penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). 13

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif (pengetahuan) mempunyai

enam tingkatan :11

1. Tahu (know), diartikan sebagai hal menginat suatu materi yang

sebelumnya telah dipelajari. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai kemampuan seseorang

dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

meninterpretasikan materi tersebut secara benar dan jelas.

3. Aplikasi (aplication), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang nyata atau sebenarnya.

4. Analisis (analysis), diartikan sebagai kemampuan dalam menjabarkan

suatu materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur

organisasi, dan masih berkaitan satu sama lainnya.

5. Sintesis (synthesis), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian pada suatu materi atau objek. Penilaian yang dilakukan berdasarkankan

kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang sudah ada.

Sebagai orang tua terutama seorang ibu seharusnya memiliki pengetahuan

mengenai pendidikan kesehatan gigi yang baik terutama di dalam pemeliharaan

(19)

minuman manis lainnya secara berkepanjangan dan diikuti dengan kebersihan rongga

mulut yang jelek, ini akan mendukung terjadinya karies pada anak. Penyikatan gigi

merupakan tindakan yang paling mudah dilakukan setiap harinya dengan tujuan

untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, dan untuk mendapatkan hasil yang optimal

harus diperhatikan frekuensi penyikatan gigi. Peranan orangtua hendaknya

ditingkatkan dalam membiasakan menyikat gigi anak secara teratur guna

menghindarkan kerusakan gigi anak dan penyakit mulut.1 b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan suatu komponen dari perilaku, dimana sikap belum berupa

suatu wujud yang nyata atau merupakan respon tertutup terhadap suatu stimulus atau

objek. Manifestasi sikap tidak dapat secara langsung dilihat, akan tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perlaku yang tertutup. Sikap dalam kehidupan

sehari-hari merupakan respon yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap dapat

diperkuat dengan adanya suatu kepercayaan atau ketertarikan terhadap suatu

objek.11,12

Sikap merupakan kesiapan untuk bertindak, juga merupakan predisposisi

tindakan suatu perilaku. Sikap mempunyai tiga komponen :12

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu stimulus atau

objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi pada suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak.

(20)

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan melaksanakan tugas yang diberikan merupakan suatu indikasi dari

sikap.

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu

masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya. Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Secara langsung dapat dilakukan dengan menanyakan secara langsung pendapat atau

pernyataan responden terhadap suatu objek. Sikap seorang ibu yang baik akan

dipengaruhi oleh pengetahuan ibu mengenai pemeliharaan kesehatan gigi. Misalnya

ibu yang selalu mencari pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan gigi atau

mendiskusikan mengenai kesehatan gigi dengan dokter gigi, ini adalah bukti bahwa si

ibu telah mempunyai sikap positif terhadap kesehatan gigi anak.12 c. Tindakan (practice)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau berpendapat (sikap), proses selanjutnya adalah diharapkan

ia akan melaksanankan atau mempraktekkan apa yang diketahuinya dan disikapinya

(dinilai baik). Dalam memutuskan perilaku tetentu akan dibentuk atau tidak,

seseorang selain mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang keuntungan

(21)

mengatur perilaku tersebut. Menurut Bandura, pengaturan diri dalam hal berperilaku

secara efektif tidak akan dicapai hanya dengan kehendak atau sikap saja akan tetapi

dituntut juga untuk memiliki keterampilan untuk memotivasi diri dan bimbingan diri,

dengan kata lain memiliki pengetahuan yang baik.10

Kesehatan gigi susu sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan

gigi tetap. Oleh karena itu, peran serta orangtua sangat diperlukan di dalam

membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan dan menyediakan fasilitas

kepada anak agar anak kelak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya.1

Pengetahuan orangtua terutama seorang ibu terhadap bagaimana menjaga

kesehatan gigi dan mulut sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang

mendukung kebersihan gigi dan mulut anak sehingga kesehatan gigi dan mulut anak

dapat baik. Pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi akan sangat menentukan status

kesehatan gigi anaknya kelak. Seorang ibu memegang peranan penting dalam suatu

keluarga, baik sebagai seorang isteri maupun sebagai seorang ibu dari anak-anaknya.

Figur pertama yang dikenal anak begitu ia lahir adalah ibunya. Oleh karena itu

perilaku dan kebiasaan ibu dapat dicontoh oleh si anak. Namun, pengetahuan saja

tidak cukup, perlu diikuti dengan sikap dan tindakan yang tepat. 1

2.2 Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak

Pertumbuhan gigi pada manusia dimulai pada saat bayi berusia 6-9 bulan

dengan tumbuhnya dua gigi seri rahang bawah disusul dengan gigi seri rahang atas.

Pada usia 7-10 bulan tumbuh dua gigi seri depan kedua (di samping gigi seri pertama)

(22)

lebih dulu sebelum gigi seri kedua rahang atas. Lalu, satu gigi geraham depan tumbuh

pada usia 16-20 bulan. Gigi taring juga mulai muncul pada usia yang sama. Gigi

geraham kedua tumbuh pada usia 23-30 bulan. Biasanya, anak akan punya gigi susu

lengkap (20) pada usia 3 tahun.6

Pada masa balita (2-5 tahun), perkembangan anak berubah dari otonomi ke

inisiatif, timbul keinginan-keinginan yang baru dalam diri anak. Pada masa akhir

anak, ia sudah mulai mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri. Perkembangan

motorik dan keterampilan anak diperoleh melalui proses kematangan dan latihan.

Masa balita dikaitkan dengan masa “kemandirian” atau disebut sikap “kepala batu”.

Anak akan mulai membantah apa yang tidak sesuai dengan keinginannya. Sikap

“kepala batu” ini dapat diubah bila orangtua atau pendidik konsisten memperlihatkan

kewibawaan dan peraturan yang telah ditetapkan. Pada anak akan terlihat kemiripan

dengan orangtua, ini disebut proses identifikasi. Proses identifikasi adalah proses

mengadopsi sifat, sikap, pandangan orang lain dan dijadikan sifat, sikap dan

pandangannya sendiri. Oleh karena itu, pada masa ini perlu ketegasan dari orangtua

untuk membiasakan anak dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Pada usia ini adalah

saat yang paling baik untuk mulai menggunakan sikat gigi.14

Perilaku anak akan menentukan status kesehatan gigi mereka termasuk pola

makan dan kebiasaan membersihkan gigi. Anak yang mengkonsumsi makanan yang

manis di luar jam makan akan meningkatkan risiko karies. Keadaan ini diperburuk

dengan anak yang malas untuk menyikat gigi. Hasil penelitian Eka Chemiawan, dkk

(2004) yang melakukan penelitian pada anak usia 15-60 bulan di Bandung

(23)

Anak yang menyikat gigi satu kali sehari sebanyak 31,55%, dua kali sehari 23,03%,

tiga kali sehari 2,2%. Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi Nursing Mouth

Caries menunjukkan angka yang sangat tinggi. Pada anak yang melakukan

penyikatan gigi satu kali lebih tinggi dibandingkan yang menyikat gigi dua atau tiga

kali. Peranan orangtua hendaknya ditingkatkan dalam membiasakan anak menyikat

gigi secara teratur sejak dini dalam mencegah Nursing Mouth Caries.13

Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dapat

dilaksanakan dan merupakan peran dari orangtua terutama ibu pada usia ini adalah:1

a. Membersihkan gigi

Membersihkan gigi anak dapat dilakukan dengan penyikatan gigi. Penyikatan

gigi bertujuan untuk menghindari plak. Plak dapat menyebabkan kerusakan gigi,

misalnya gigi berlubang. Anak di atas dua tahun sudah dapat mulai diajarkan cara

menyikat gigi. Pertama sekali orangtua memberikan contoh pada anak cara menyikat

gigi setelah itu anak diminta untuk mengikutinya.1

Mulai dari usia 2 tahun, anak sudah dapat diajarkan menyikat gigi dengan

metode Schrob. Metode ini adalah suatu metode menyikat gigi yang mudah dan

sederhana untuk diajarkan pada anak. Caranya, menyikat gigi bagian atas dan bawah

dengan arah ke samping kanan dan kiri, kemudian seluruh gigi bagian samping dan

seluruh gigi bagian belakang disikat, lalu anak berkumur dengan air bersih beberapa

kali.15

Pemilihan sikat gigi pada anak balita sebaiknya dipilih sikat gigi yang

ukurannya kecil dengan tangkai yang mudah digenggam. Bulu sikatnya halus (soft).

(24)

anak. Anak usia 1-5 tahun bisa memakai sikat dengan 3 deret bulu. American Dental

Association menganjurkan ukuran maksimal kepala sikat gigi balita adalah 18x7 mm.

Gantilah sikat gigi kalau bulunya sudah tidak beraturan lagi atau mekar, karena dapat

melukai gusi.2

Gambar 1. Sikat gigi anak balita menurut American Dental Association16

Waktu menyikat gigi sebaiknya dilakukan teratur, minimal 2 kali sehari yaitu

pagi hari setelah sarapan dan sebelum tidur malam.2 Untuk menyikat gigi secara benar sebaiknya dilakukan lebih dari 2 menit. Walau demikian, yang terpenting

bukan lamanya waktu dalam menyikat gigi, tetapi pembersihan gigi itu sendiri dari

plak. Untuk membantu dalam kontrol plak dapat digunakan bahan pewarna plak.

Bahan pewarna plak berguna untuk mengamati plak . Bahan pewarna plak berguna

untuk mengamati plak masih ada atau tidak. Sebaiknya, bahan pewarna plak ini

digunakan tiap 2 atau 3 hari sampai ditemukan bahwa plak tidak ada lagi pada bagian

belakang dan depan gigi, di bagian dalam, di bagian leher gigi, setelah penyikatan

(25)

b. Pemakaian pasta gigi

Menurut Standar Nasional Indonesia kadar fluor dalam pasta gigi yang baik

untuk anak adalah 500-1000 ppm (SNI 16-4767-1998). Berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan No.445/Menkes/Per/V/1998 Lampiran 1#34 disebutkan bahwa

batas maksimum garam fluorida dan turunannya dalam sediaan higiene mulut adalah

0,15% (setara dengan 1500 ppm), jumlah ini sesuai dengan aturan Asean Cosmetic

Directive 76/768/EEC Annex III Bagian 1, aturan FDA Amerika Serikat, serta ISO

11609. 6

Pemakaian pasta sudah dapat dimulai pada usia dua tahun.1 Pada anak

terutama usia dibawah 2 tahun refleks menelan tinggi sehingga sering menelan pasta

gigi juga karena pasta gigi anak memiliki rasa. Untuk menghindari fluorosis,

banyaknya pasta yang diberikan pada anak-anak dianjurkan sebesar biji kacang

polong.2

Gambar 2. Banyaknya pasta gigi yang dioleskan sebesar biji kacang polong16

Pasta akan memberi kesegaran pada mulut dan kebersihan gigi dan mulut

(26)

beredar di pasaran, dan ini akan mengundang perhatian anak dan diharapkan anak

lebih tertarik dan rajin untuk menyikat gigi.1 c. Diet sehat pada anak

Makanan dan minuman manis dapat memperburuk kesehatan gigi, seperti

biskuit, coklat, permen, kue, susu dan cemilan-cemilan yang mengandung gula.

Makanan yang bersifat lengket dan mengandung gula yang sering dikonsumsi di luar

jam makan berbahaya bagi kesehatan gigi anak. Frekuensi pemberian makanan manis

yang sering atau di luar jam makan ini akan meningkatkan risiko terjadinya karies

pada anak. Cara untuk mengatasi hal ini, orangtua atau ibu dapat melakukan:18

1. Tidak membiasakan memberikan makanan atau minuman yang

mengandung gula sebagai hadiah kepada anak.

2. Cemilan manis dapat diganti dengan memberi cemilan dari buah atau

sayuran.

3. Sehabis makan makanan yang manis, anak dibiasakan berkumur dengan

air putih.

4. Tidak memberikan makanan atau minuman manis di luar jam makan,

sebaiknya dibiasakan untuk memberi air putih matang yang telah didinginkan

terutama saat anak mau tidur.

d. Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi

American Academy of Pediatric Dentistry menyarankan agar kunjungan

pertama ke dokter gigi dimulai pada erupsi gigi pertama atau dimulai saat anak usia

(27)

menderita trauma pada gigi sebaiknya melakukan kunjungan ke dokter gigi lebih

awal agar perawatan dapat segera dilakukan.1

Dokter gigi pada kunjungan pertama akan melakukan beberapa tindakan,

seperti pemeriksaan gigi geligi dan jaringan periodontal anak, memberikan sediaan

fluor misalnya tablet fluor, memberikan penyuluhan mengenai cara pemberian

makanan dan minuman yang baik yang dapat menghindari terjadinya kerusakan gigi,

memberikan beberapa penjelasan mengenai pemeliharaan kesehatan secara umum

dan kesehatan gigi khususnya. Dengan mendapatkan pendidikan kesehatan gigi dari

dokter gigi, pengetahuan orangtua atau biasanya seorang ibu terhadap pemeliharaan

kesehatan gigi semakin baik. Kunjungan ke dokter gigi yang dimulai sejak usia dini

juga akan mengurangi kecemasan dan ketakutan anak kelak karena sudah

diperkenalkan sejak awal. Pada kunjungan pertama dokter gigi akan mengupayakan

cara untuk memperkenalkan anak lingkungan dokter gigi dengan upaya yang tidak

menimbulkan rasa takut dan cemas pada anak.1

Pemeriksaan rutin 3-6 bulan sekali sangat berguna terutama dalam memonitor

pertumbuhan dan perkembangan gigi anak serta mendeteksi kelainan gigi anak sejak

dini.16 Memeriksakan gigi mulai dari usia dini sangatlah penting, akan tetapi banyak orangtua mengangap hal ini tidak perlu karena gigi susu akan diganti dengan gigi

permanen sehingga sering membiarkan gigi susu anaknya berlubang. Gigi susu yang

berlubang dapat menimbulkan beberapa masalah. Gigi susu yang berlubang dapat

menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, akibatnya anak menjadi rewel dan susah

makan. Hal ini disebabkan gigi yang berlubang mengganggu fungsi pengunyahan dan

(28)

dapat menyebabkan gigi tersebut goyang dan tanggal prematur atau terpaksa dicabut

sebelum waktunya. Gigi susu berfungsi sebagai penuntun bagi pertumbuhan gigi

permanen. Bila gigi susu tanggal prematur, pertumbuhan gigi permanen menjadi

tidak teratur.6

2.3 Penyakit Gigi dan Mulut Balita

Pada usia anak penyakit gigi dan mulut yang paling sering adalah karies atau

gigi berlubang dan peradangan gusi.1 1. Karies

Karies adalah suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan

sementum yang disebabkan aktivitas mikroorganisme yang ada dalam suatu

karbohidrat yang diragikan.Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh 4 faktor etiologi

atau penyebab utama terjadinya karies, yang terdiri atas:1,2 a. Faktor host (gigi geligi)

Gigi geligi sebagai tuan rumah terhadap karies dipengaruhi oleh faktor

morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan

kristalografis. Gigi susu lebih mudah terkena karies dibanding gigi permanen. Hal ini

disebabkan enamel gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air

sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen. Secara

kristalografis kristal-kristal gigi permanen lebih padat daripada gigi susu.

b. Faktor agen (mikroorganisme)

Yang paling berperan penting dalam menyebabkan terjadinya karies adalah

(29)

yang berkembang biak di atas matriks yang terbentuk dan melekat erat pada gigi

dengan oral higiene jelek (gigi yang tidak dibersihkan).

c. Faktor substrat atau diet

Diet atau makanan terutama golongan karbohidrat seperti gula, roti atau

makanan sejenis lemak yang mudah lengket di gigi akan mempengaruhi

pembentukan plak dimana akan membantu perkembangbiakan dan kolonisasi

mikroorganisme pada permukaan gigi. Sisa makanan yang melekat pada gigi dapat

diubah oleh kuman menjadi asam yang dapat melarutkan email gigi sehingga terjadi

karies.

Pada anak usia di bawah 6 tahun yang mempunyai kebiasaan minum air susu

ibu, susu botol ataupun cairan bergula secara terus menerus sampai anak tertidur dan

atau di luar jam makan biasanya akan memiliki karies, yang dikenal dengan Nurshing

Mouth Caries.6,18

d. Faktor waktu

Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu

kavitas bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.1 Faktor yang paling menentukan

terjadinya Nurshing Bottle Caries adalah lamanya gigi kontak dengan larutan gula

atau seringnya anak mengkonsumsi larutan gula.18

Penelitian yang dilakukan Yuyus, dkk terhadap 1000 bayi di bawah lima

tahun di 5 wilayah Jakarta (Utara, Barat, Timur, Selatan dan Pusat) menunjukkan

14,1% anak bebas karies dan 27,5% mempunyai karies 1-4 gigi dan mempunyai lebih

(30)

2. Penyakit Gusi

Penyakit pada gusi biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit pada

gusi memiliki tanda-tanda sebagai berikut :1

1. Rasa tidak enak pada gigi disertai bau mulut

2. Gusi terlihat memerah dan lunak sehingga mudah terjadi perdarahan

3. Tanggalnya gigi disertai rasa sakit dan sensitif

4. Terjadinya penimbunan karang gigi

Untuk menghindari terjadinya penyakit gusi kebersihan rongga mulut harus

dijaga dengan baik yaitu dengan kontrol plak atau menyikat gigi dan nutrisi yang

(31)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Rancangan Penelitian

Jenis rancangan penelitian ini adalah penelitian deskriptif jenis survei dengan

tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan

ibu-ibu rumah tangga terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak balitanya.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang mempunyai anak

usia balita di kecamatan Balige kabupaten Toba Samosir sejumlah 1837 orang.

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan rumus:

d = Z

Keterangan :

d : derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 5% atau 0,05

Z : standar deviasi normal. Standar deviasi untuk 1,96 dengan taraf kepercayaan 95%

p : proporsi populasi digunakan 89% atau 0,89 (penelitian prevalensi penyakit gigi

dan mulut anak Indonesia oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia)

q : 1-p

N : populasi ibu-ibu yang mempunyai anak balita di kecamatan Balige kabupaten

Toba Samosir sebanyak 1837 orang

(32)

Maka : d = Z

0,05 = 1,95 x √ 0,89 x 0,11 x √1837 – n n 1836 n = 137

Berdasarkan perhitungan, diperoleh jumlah sampel minimum adalah 137

orang. Dalam penelitian ini besar sampel yang diambil peneliti adalah 150 orang

ibu-ibu rumah tangga dan balitanya. Teknik pengambilan sampel kelurahan dengan

metode purposive sampling. Sampel berasal dari tiga kelurahan, yaitu kelurahan

Napitupulu, kelurahan Haumabange, kelurahan Pardede Onan. Pengambilan sampel

responden secara quota sampling.

3.3 Variabel Penelitian

1. Pengetahuan ibu-ibu rumah tangga terhadap pemeliharaan kesehatan gigi

dan mulut anak balita

2. Sikap ibu-ibu rumah tangga terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut pada anak balita

3. Tindakan ibu-ibu rumah tangga dalam memelihara kesehatan gigi dan

mulut anak balitanya

4. Kesehatan gigi dan mulut anak balita

3.4 Definisi Operasional

1. Pengetahuan ibu, yaitu pemahaman ibu tentang :

a. Pemeliharaan kesehatan gigi anak balita, yaitu menyikat gigi, kontrol ke

(33)

b. Kesehatan gigi susu sangat mempengaruhi pertumbuhan gigi permanen

anak, yaitu dapat menyebabkan gigi permanen tidak teratur.

c. Penyakit gigi dan mulut, yaitu karies/gigi berlubang dan peradangan gusi

(gusi berdarah, gusi bengkak).

d. Penyebab gigi berlubang, yaitu malas sikat gigi, rongga mulut yang kotor

dan makanan dan minuman manis.

e. Pembersihan gigi pada anak balita, yaitu ibu memberikan contoh pada anak

dan mengajarinya menyikat gigi.

f. Frekuensi menyikat gigi, yaitu dua kali sehari pagi setelah sarapan dan

malam sebelum tidur.

g. Sikat gigi yang baik bagi anak balita, yaitu sikat gigi ukuran kecil dan

bulunya halus.

h. Pemberian pasta gigi pada anak balita, yaitu mulai usia 2 tahun dengan

ukuran sebesar biji kacang polong.

i. Peran dokter gigi dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut anak balita,

yaitu sebagai tempat konsultasi/diskusi mengenai pemeliharaan kesehatan gigi anak

dan mengobati kalau gigi anak sakit. Kunjungan ke dokter gigi yang baik 3-6 bulan

sekali.

2. Sikap: pendapat ibu mengenai menjaga kebersihan gigi anak balita,

menyikat gigi anak balita sebelum tidur, pemberian pasta gigi mulai anak usia dua

tahun, tidak memberikan makanan dan minuman manis di luar jam makan atau untuk

(34)

3. Tindakan: perilaku ibu di dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut anak

balita, yaitu:

a. Memeriksakan gigi anak balita ke dokter gigi.

b. Menyikat gigi anak dua kali sehari pagi setelah sarapan dan malam

sebelum tidur.

c. Pemilihan sikat gigi. Sikat yang dipilih yaitu yang ukurannya kecil dan

bulu halus (khusus untuk anak balita), ukuran anak-anak, yang bentuknya lucu dan

digemari anak atau sikat gigi orang dewasa.

d. Tindakan pemberian pasta yang mengandung fluor dengan ukuran sebesar

biji kacang polong atau sepanjang bulu sikat pada saat menyikat gigi.

e. Membersihkan gigi atau memberikan air putih untuk berkumur setelah

anak makan atau minum yang manis.

f. Tindakan jika menjumpai adanya gigi berlubang atau gusi berdarah/gusi

bengkak pada anak, yaitu tidak melakukan apa-apa, membawa ke dokter gigi,

mengobati sendiri.

4. Kesehatan gigi dan mulut anak, dilihat dari kondisi gigi dan mulut anak

balita yaitu ada atau tidaknya karies, karies botol, gigi hilang, gigi ditambal dan ada

atau tidaknya gusi berdarah dan gusi bengkak.

3.5 Cara Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan kunjungan ke rumah. Pengambilan data

(35)

mempunyai anak usia balita) dan dicatat dalam kuesioner. Pemeriksaan kesehatan

gigi dan mulut anak secara visual pada rongga mulut anak balita.

3.6 Pengolahan Data

Semua isian dalam kue sioner diedit, diperiksa kembali apakah semua isian

telah dijawab. Kemudian, dilakukan pengkodean dalam daftar pertanyaan

berdasarkan jawaban yang telah diisi dalam kusioner. Data diolah menggunakan

program MS. Excel.

3.7 Analisis Data

1. Dilakukan perhitungan persentase pengetahuan, sikap dan perilaku ibu-ibu

rumah tangga terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak balitanya.

(36)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, persentase responden paling banyak dijumpai pada

kelompok umur 30-39 tahun yaitu 54,67%. Persentase responden yang bekerja

sebagai wiraswasta/petani/pedagang adalah 40,67%, persentase ini hampir sama

dengan yang hanya sebagai ibu rumah tangga saja yaitu 39,33%. Pendidikan terakhir

paling banyak SMA/DI/D2 yaitu 64% (Tabel 1).

Tabel 1. PERSENTASE DISTRIBUSI RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA YANG MEMPUNYAI ANAK BALITA DI KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR, 2009 (n=150)

Karakteristik ibu Jumlah (orang) Persentase(%)

Usia (tahun)

Wiraswasta/Petani/Pedagang 61 40,67

Ibu Rumahtangga 59 39,33

Pada penelitian ini, persentase anak balita yang paling banyak dijumpai pada

(37)

55,33% sedangkan laki-laki 44,67%. Persentase anak balita terbanyak merupakan

anak pertama dan kedua yaitu 64% (Tabel 2).

Tabel 2. PERSENTASE DISTRIBUSI ANAK BALITA DI KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR, 2009 (n=150)

Karakteristik anak balita Jumlah (orang) Persentase(%)

Umur (tahun)

4.2 Pengetahuan Responden Ibu-ibu Mengenai Kesehatan Gigi dan

Mulut Anak Balita

4.2.1 Pengetahuan Responden Ibu-ibu Mengenai Penyakit Gigi dan

Mulut pada Anak Balita dan Akibatnya

Responden yang mengetahui penyakit gigi dan mulut pada anak balita adalah

karies/gigi berlubang sebanyak 86,67%, gusi berdarah/gusi bengkak 60%, dan

susunan gigi tidak teratur 52,67%. Tujuh puluh empat persen responden menyatakan

makanan dan minuman manis sebagai penyebab gigi berlubang dan 67,33% karena

malas sikat gigi. Responden yang mengetahui bahwa kesehatan gigi susu dapat

mempengaruhi gigi permanen sebanyak 62,67% dengan akibat yang ditimbulkan

(38)

Tabel 3. PENGETAHUAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA MENGENAI PENYAKIT GIGI DAN MULUT PADA ANAK BALITA DAN AKIBATNYA

Pengetahuan mengenai penyakit gigi dan mulut pada anak balita dan akibatnya

Jumlah (orang)

Persentase (%) Penyakit gigi dan mulut pada anak balita

Karies/gigi berlubang 130 86,67

Kesehatan gigi susu mempengaruhi gigi permanen

Tahu 94 62,67

Tidak tahu 56 37,33

Akibat jika gigi susu anak balita rusak

Gigi permanen tidak teratur 84 56

Gigi anak tidak tumbuh lagi jika tanggal 5 3,33

Lainnya ( anak rewel/kesakitan) 5 3,33

4.2.2 Pengetahuan Responden Mengenai Cara Pemeliharaan Kesehatan

Gigi dan Mulut Anak Balita

Semua responden mengetahui bahwa memelihara kesehatan gigi anak balita

adalah penting. Tindakan yang dapat dilakukan untuk memelihara kesehatan gigi dan

mulut balita dengan menyikat gigi 97,33% dan menghindari makanan dan minuman

manis 64,67%. Walaupun demikian, masih ada 1 orang responden (0,67%) yang tidak

mengetahui tindakan apa yang dapat dilakukan untuk memelihara kesehatan gigi dan

mulut anak balita. Responden yang mengetahui cara membersihkan gigi anak balita

dengan mengajari dan memberi contoh menyikat gigi pada anak 47,34% dan

(39)

anak balita dua kali sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur

sebanyak 54,67% dan kadang-kadang/tidak setiap hari yaitu 7,33%. Responden yang

menjawab sikat gigi yang baik bagi anak balita adalah sikat gigi khusus anak balita

67,33%. Masih ada 2 orang responden (1,33%) yang tidak tahu sikat gigi yang baik

untuk anak balita. Sebagian besar responden 79,33% menyatakan alasan melakukan

penyikatan gigi anak adalah agar gigi bersih dan mulut segar, gigi tidak berlubang

(40)

Tabel 4. PENGETAHUAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA MENGENAI CARA PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK BALITA

Pengetahuan tentang cara memelihara kesehatan gigi dan mulut anak balita

Jumlah (orang)

Persentase (%) Tindakan memelihara kesehatan gigi dan mulut

anak balita

Menyikat gigi 146 97,33

Kontrol ke dokter gigi 90 60

Menghindari makanan dan minuman manis 97 64,67

Tidak tahu 1 0,67

Cara membersihkan gigi anak balita

Menyikat gigi anak 68 45,33

Mengajari dan memberi contoh menyikat gigi

pada anak 71 47,34

Anak menyikat gigi sendiri 11 7,33

Frekuensi menyikat gigi dalam 1 hari

2x, pagi setelah sarapan dan sebelum tidur 68 54,67

2x, sewaktu mandi 51 34

1x, sewaktu mandi 20 13,33

Kadang-kadang (tidak tiap hari) 11 7,33

Sikat gigi yang baik untuk anak balita

Ukuran kecil, bulunya halus (khusus anak balita) 101 67,33

Ukuran anak-anak 24 16

Bentuk dan warna yang menarik 23 15,33

Tidak tahu 2 1,33

Alasan menyikat gigi anak balita

Agar gigi tidak berlubang 110 73,33

Agar napas tidak bau 89 59,33

Agar gigi putih 90 60

Agar gigi bersih dan mulut segar 119 79,33

4.2.3 Pengetahuan Responden Mengenai Cara Pemberian Pasta Gigi

pada Anak Balita

Pada penelitian ini, persentase responden yang mengetahui bahwa pada anak

balita dapat diberikan pasta gigi mulai anak usia 2 tahun sebanyak 61,33% dan pada

(41)

sewaktu menyikat gigi anak balita sebesar biji kacang polong 83,33% dan sepanjang

bulu sikat 16,67% (Tabel 5).

Tabel 5. PENGETAHUAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA

TENTANG PEMBERIAN PASTA GIGI PADA ANAK BALITA (n=150)

Pemberian pasta gigi Jumlah

(orang)

Persentase (%) Waktu pemberian pasta gigi

Bisa mulai gigi susu muncul 44 29,33

Bisa mulai anak 2 tahun 92 61,33

Tidak bisa 5 3,33

Tidak tahu 9 6

Banyaknya pasta gigi yang diberi sewaktu menyikat gigi anak balita

Sepanjang bulu sikat 25 16,67

Sebesar biji kacang polong 125 83,33

4.2.4 Pengetahuan Responden Mengenai Peran Dokter Gigi

Responden yang mengetahui peranan dokter gigi dalam memelihara kesehatan

gigi dan mulut anak balita adalah untuk mengobati kalau gigi anak sakit sebanyak

78% dan sebagai tempat konsultasi/diskusi mengenai pemeliharaan kesehatan gigi

dan mulut anak 65,33%. Masih ada responden (8,67%) yang tidak mengetahui peran

dokter gigi dalam memelihara kesehatan gigi anak. Responden yang tidak

mengetahui waktu kunjungan ke dokter gigi yaitu 40%, 30% responden menjawab

(42)

Tabel 6. PENGETAHUAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA MENGENAI DOKTER GIGI

Pengetahuan tentang dokter gigi Jumlah

(orang)

Persentase (%) Peran dokter gigi

Mengobati kalau gigi sakit 117 78

Tempat konsultasi/diskusi mengenai

pemeliharaan kesehatan gigi anak 98 65,33

Tidak tahu 13 8,67

Kunjungan ke dokter gigi

1-3 bulan sekali 37 24,67

3-6 bulan sekali 45 30

Tiap tahun 8 5,33

Tidak tahu 60 40

4.3 Sikap Responden Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut Anak Balita

Responden yang setuju membersihkan gigi anak balita 98,67%. Sembilan

puluh delapan persen setuju menyikat gigi anak dilakukan sebelum tidur. Responden

yang setuju dengan pemberian pasta saat menyikat gigi anak mulai dari umur 2 tahun

90,67%. Masih ada 7,33% responden yang tidak setuju dengan pemberian pasta gigi

mulai dari anak usia 2 tahun. Sedangkan responden yang setuju dengan pendapat

tidak memberi makanan dan minuman manis di luar jam makan atau pada waktu

menidurkan anak sebanyak 76%. Walaupun demikian, masih ada 14% responden

tidak setuju dengan pendapat tidak memberi makanan dan minuman manis di luar

(43)

Tabel 7. SIKAP RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK BALITA

Pendapat ibu Setuju

(orang)

Membersihkan gigi anak balita 148

(98,67%)

2

(1,33%) -

Menyikat gigi anak balita sebelum tidur

147 (98%)

3

(2%) -

Pemberian pasta mulai dari anak usia 2 tahun Tidak memberi makanan dan

minuman manis di luar jam makan atau ketika menidurkan

anak balita

4.4 Tindakan Responden Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan

Mulut Anak Balita

4.4.1 Tindakan Responden dalam Memanfaatkan Peran Dokter Gigi

Responden yang pernah memeriksakan gigi anak ke dokter gigi hanya

28,67%, umumnya dengan alasan karena anak ada keluhan 79,07%, hanya 11,63%

(44)

Tabel 8. TINDAKAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA DALAM MEMANFAATKAN PERAN DOKTER GIGI

Tindakan ibu dalam memanfaatkan dokter gigi Jumlah

(orang)

Persentase (%) Kunjungan anak ke dokter gigi

Pernah 43 28,67

Tidak pernah 107 71,33

Alasan ke dokter gigi

Kalau anak ada keluhan 34 79,07

Ada kelainan dalam rongga mulut 4 9,30

Rutin untuk kontrol kesehatan gigi susu anak 5 11,63

4.4.2 Tindakan Responden dalam Menyikat Gigi Anak Balita

Tindakan yang dilakukan ibu dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut

anak balitanya umumnya menyikat gigi anak sewaktu mandi 58,67%, bahkan 38%

sudah menyikat gigi anak dua kali sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam

sebelum tidur. Responden yang selalu menyikat gigi anaknya sebanyak 46% dan

yang tidak pernah menyikat gigi anaknya 14,67%. Responden yang mulai

membersihkan gigi anak balita mulai umur 2-3 tahun sebanyak 49,33% dan mulai

umur 6 bulan-1 tahun 36%. Empat puluh enam persen responden memilih sikat gigi

pada anak balitanya dengan ukuran kecil dan bulunya halus, 45,34% memilih sikat

gigi ukuran anak-anak dan 5,33% memilih sikat gigi yang bentuknya lucu dan

digemari anak. Walaupun demikian, 3,33% responden masih menggunakan sikat gigi

(45)

Tabel 9. TINDAKAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA DALAM MENYIKAT GIGI ANAK BALITA

Tindakan menyikat gigi anak balita Jumlah

(orang)

Persentase (%) Tindakan pembersihan gigi dan mulut anak balita

Menyikat gigi anak 2x sehari, pagi setelah sarapan

dan malam sebelum tidur 57 38

Menyikat gigi anak sewaktu mandi 88 58,67

Menyuruh anak-anak kumur-kumur setelah makan 3 2

Tidak melakukan apa-apa 2 1,33

Pernahkah ibu menyikat gigi anak

Pernah tapi jarang 59 39,33

Selalu 69 46

Tidak pernah 22 14,67

Kapan gigi anak mulai dibersihkan

Mulai umur 6 bulan–1 tahun 56 36

Mulai umur 2-3 tahun 74 49,33

Mulai gigi susunya muncul 22 14,67

Sikat gigi yang digunakan untuk anak balitanya

Sama dengan punya ibu 5 3,33

Ukuran anak-anak 68 45,34

Bentuknya lucu dan digemari anak 8 5,33

Ukuran kecil dan bulunya halus (sikat gigi anak

balita) 69 46

4.4.3 Tindakan Responden dalam Pemberian Pasta Gigi pada Anak

Balita

Semua anak balita (100%) menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor,

umumnya (81,33%) memberikan pasta gigi sebesar biji kacang polong. Namun,

masih ada responden yang memberikan pasta gigi sepanjang bulu sikat (18,67%)

(46)

Tabel 10. TINDAKAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA DALAM PEMBERIAN PASTA GIGI PADA ANAK BALITA (n=150)

Tindakan pemberian pasta gigi Jumlah

(orang)

Persentase (%) Anak balita menggunakan pasta gigi yang

mengandung fluor

Ya 150 100

Tidak - -

Banyak pasta gigi yang diberikan sewaktu menyikat gigi anak balita

Sepanjang bulu sikat 28 18,67

Sebesar biji kacang polong 122 81,33

4.4.4 Tindakan Responden dalam Pemberian Makanan dan Minuman

Manis pada Anak Balita

Tindakan yang dilakukan responden untuk menenangkan atau menidurkan

anak adalah memberi susu atau minuman manis sebanyak 46,67% dan memberi

minum air putih yang matang 34%. Responden yang membersihkan atau memberikan

air putih untuk berkumur setelah anak makan atau minum yang manis sebanyak

(47)

Tabel 11. TINDAKAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA DALAM PEMBERIAN MAKANAN DAN MINUMAN MANIS PADA ANAK BALITA (n=150)

Tindakan ibu dalam pemberian makanan dan minuman manis pada anak balita

Jumlah (orang)

Persentase (%) Cara menenangkan atau menidurkan anak

Memberi susu atau minuman manis 70 46,67

Memberi minum air putih yang matang 51 34

Menggendongnya sampai tenang/tertidur 29 19,33

Memberi permen atau makanan manis - -

Pemberian air putih untuk berkumur setelah anak makan atau minum yang manis

Ya 86 57,33

Tidak 64 42,67

4.5 Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak Balita

Berdasarkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan pada anak

balita, 49,33% anak balita menderita karies botol, 24,67% gigi berlubang, gigi hilang

2%, gusi berdarah 10,67% dan gusi bengkak 8,67% (Tabel 12). Anak balita yang

terkena karies botol, 52,70% kelompok umur 4-5 tahun, 47,30% umur 2-3 tahun dan

yang paling banyak adalah anak perempuan (55,40%). Gigi berlubang paling banyak

pada kelompok umur 4-5 tahun (86,49%) dengan jenis kelamin perempuan (54,05%).

Anak balita yang menderita penyakit gusi berdarah, 62,50% pada kelompok umur 4-5

tahun, 62,50% perempuan. Anak balita yang menderita gusi bengkak 69,23%

(48)

Tabel 12. HASIL PEMERIKSAAN GIGI DAN MULUT ANAK BALITA (n=150)

Kondisi gigi dan mulut anak balita

4.6 Pencarian Pengobatan Responden

Pencarian pengobatan responden pada anak balitanya yang mempunyai karies

botol sebanyak 36,49% mengobati sendiri, 33,78% membawa ke dokter gigi dan

29,73% membiarkan saja. Pencarian pengobatan responden pada anak balitanya yang

mempunyai gigi berlubang sebanyak 46,65% mengobati sendiri dan 16,22%

membiarkan saja. Anak balita yang mempunyai gusi berdarah, 50% responden

mengobati sendiri. Anak balita yang mempunyai gusi berdarah, 61,54% responden

(49)

Tabel 14. PENCARIAN PENGOBATAN RESPONDEN IBU-IBU RUMAH TANGGA PADA BALITA YANG MEMPUNYAI KARIES DAN PENYAKIT GUSI

Karies dan penyakit

gusi

Pencarian pengobatan

Membiarkan saja Membawa ke dokter

gigi Mengobati sendiri

(50)

BAB 5

PEMBAHASAN

Dari penelitian ini, semua responden mengetahui bahwa pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut anak balita sangat penting. Hal ini mungkin disebabkan

karena tingkat pendidikan sebagian besar responden yaitu 64% SMA/D1/D2, hanya

1 orang yang tidak bersekolah/tidak tamat SD. Tingkat pendidikan merupakan salah

satu faktor internal yang dapat mempengaruhi perilaku individu.17

Sebagian besar responden mengetahui bahwa penyakit gigi dan mulut pada

anak adalah karies/gigi berlubang (86,67%), gusi berdarah dan gusi bengkak (60%).

Pengetahuan tentang penyebab gigi berlubang sudah baik karena sebagian besar

sudah menjawab disebabkan karena makanan dan minuman manis (74%), malas sikat

gigi (67,33%) dan rongga mulut yang kotor (50,67%). Sebanyak 62,67% responden

mengetahui bahwa kesehatan gigi susu sangat mempengaruhi gigi permanen, yang

salah satu akibatnya akibatnya gigi permanen menjadi tidak tidak teratur (56%). Hal

ini sangat baik karena seorang ibu memang harus mengetahui hal tersebut.

Sebaliknya, 37,33% responden tidak mengetahui bahwa kesehatan gigi dapat

mempengaruhi gigi permanen anak. Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya

informasi mengenai pengaruh gigi susu terhadap gigi permanen.

Hampir semua responden (97,33%) mengetahui tindakan yang dapat

dilakukan untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut anak balita dengan menyikat

gigi. Selain itu, dengan menghindari makanan dan minuman manis sebanyak 64,67%.

(51)

anak balita dan menjaga pola makan dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit gigi

dan mulut pada anak. Hanya ada satu orang responden (0,67%) yang tidak

mengetahui tindakan yang dapat dilakukan untuk memelihara kesehatan gigi dan

mulut anak balita. Pengetahuan ibu mengenai cara membersihkan gigi anak balita

juga sudah cukup baik yaitu dengan cara mengajari anak untuk menyikat gigi

(47,34%). Hal ini cukup baik karena mulai usia 2 tahun seharusnya sudah mulai

diajarkan cara menyikat gigi, yaitu dengan memberikan contoh pada anak setelah itu

anak diminta untuk mengikutinya.1 Pengetahuan responden mengenai frekuensi

menyikat gigi sebagian sudah baik, yaitu 54,67% menyatakan dua kali sehari pagi

setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Dalam pemilihan sikat gigi, responden

sebagian besar sudah mengetahui sikat gigi yang baik untuk anak balita yaitu ukuran

kecil dan bulunya halus (67,33%). Hal ini kemungkinan disebabkan informasi tentang

kesehatan gigi dan mulut sudah banyak dipublikasikan di berbagai media baik media

cetak maupun elektronik, misalnya surat kabar, majalah, buletin-buletin kesehatan,

internet, televisi dan radio.

Responden yang mengetahui bahwa pasta gigi dapat diberikan mulai dari anak

usia 2 tahun sebanyak 61,33%, dengan ukuran sebesar biji kacang polong 83,33%.

Namun, masih ada responden yang memberikan pasta gigi sepanjang bulu sikat

(16,67%). Menurut Standard Nasional Indonesia, kadar fluor pasta gigi yang baik

untuk anak adalah 500-1000 ppm. Oleh karena itu, pada anak balita dianjurkan untuk

memberikan pasta gigi mulai dari usia 2 tahun dengan ukuran sebesar biji kacang

(52)

menelan masih tinggi, dikhawatirkan anak akan menelan pasta gigi sehingga

kandungan fluor tinggi dalam tubuh yang dapat menyebabkan fluorosis.1,2

Umumnya responden sudah mengetahui peran dokter gigi yaitu sebagai

tempat mengobati kalau gigi sakit (78%) dan sebagai tempat konsultasi/diskusi

mengenai pemeliharaan kesehatan gigi anak (65,33%). Walaupun demikian, 8,67%

responden tidak mengetahui peran dokter gigi dalam memelihara kesehatan gigi dan

mulut anak. Dokter gigi harus ikut aktif berperan dalam meningkatkan pola hidup

sehat masyarakat dengan memberikan penjelasan mengenai cara menjaga dan

memelihara kesehatan gigi dan mulut anak balita yang diterangkan kepada ibu.1 Perlu diberitahukan kepada ibu bahwa pemeliharaan kesehatan gigi anak balita dapat

dilakukan dengan membawa anak balita secara rutin (3-6 bulan sekali) ke dokter gigi.

Dalam penelitian ini sebagian responden (40%) tidak mengetahuinya, hanya 30%

responden yang mengetahui. Pemeriksaan rutin 3-6 bulan sekali sangat berguna

terutama dalam memonitor pertumbuhan dan perkembangan gigi anak serta untuk

mendeteksi kelainan rongga mulut anak sejak dini.12

Sikap responden sebagian besar setuju dengan pernyataan mengenai

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak balita. Sebanyak 98,67% responden

setuju untuk menjaga kebersihan gigi anak balita. Sikap ini sudah cukup baik dilihat

dari sebagian besar responden mempunyai sikap yang positif untuk menjaga

kebersihan gigi anak, akan tetapi masih ada 1,33% responden yang tidak memberikan

pendapat. Sikap yang baik juga ditunjukkan responden, yaitu 98% setuju dengan

menyikat gigi anak balita saat malam sebelum tidur. Responden menunjukkan sikap

(53)

minuman manis di luar jam makan atau ketika menidurkan anak balita, yaitu setuju

dengan pernyataan ini sebanyak 76%. Walaupun demikian, masih ada responden

yang sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut (14%). Sisa susu atau minuman

manis yang tidak dibersihkan dari rongga mulut anak balita dapat menyebabkan

karies botol. Sikap responden setuju dengan pemberian pasta gigi mulai dari anak

usia 2 tahun (90,67%), sikap ini baik karena pada usia mulai dari 2 tahun sudah

dianjurkan untuk memakai pasta gigi. Walaupun demikian, masih ada 7,33%

responden yang tidak setuju dengan pemberian pasta mulai dari anak usia 2 tahun.

Dalam penelitian ini, sikap responden sebagian besar sudah baik. Hal ini

kemungkinan disebabkan pengetahuan responden yang sebagian besar juga sudah

baik. Pengetahuan seorang ibu sebagai orang terdekat pada balita tentang bagaimana

menjaga kesehatan gigi dan mulut anak sangat penting dalam mendasari terbentuknya

sikap dan tindakan yang mendukung pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak

balita. Diharapkan pengetahuan yang baik diikuti sikap positif yang akhirnya dapat

menimbulkan tindakan yang tepat dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut

balita.1

Sebagian besar responden (71,33 %) tidak pernah memeriksakan gigi anak ke

dokter gigi, hanya 28,67% yang sudah pernah ke dokter gigi. Alasan ke dokter gigi

paling banyak karena anak ada keluhan (79,07%), sedangkan yang rutin untuk kontrol

kesehatan gigi susu anak sangat sedikit (11,63%). Umumnya, orangtua beranggapan

bahwa gigi susu hanya sementara dan akan diganti oleh gigi permanen sehingga

(54)

Kebanyakan responden menyikat gigi anak balita hanya pada saat mandi saja

yaitu 58,67%, hanya 38% yang menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam

sebelum tidur. Responden yang selalu menyikat gigi anak balita sebanyak 46%. Hal

ini kemungkinan disebabkan 58,67% anak balita masih berusia 2-3 tahun. Pada usia

ini anak masih sangat tergantung orangtua.7 Walaupun demikian, dalam penelitian ini masih ada responden yang tidak menyikat gigi anak balita yaitu 14,67%. Hal ini

kemungkinan disebabkan anak usia balita cenderung kurang kooperatif dan

memerlukan waktu yang khusus untuk membersihkan gigi anak balita yang masih

memiliki ketergantungan pada orangtua sehingga responden malas untuk menyikat

gigi anak.

Empat puluh enam persen responden sudah memilih sikat gigi untuk anak

balita yang ukuran kecil dan bulunya halus. Walaupun demikian, dalam penelitian ini

masih dijumpai responden yang menggunakan sikat gigi yang sama (ukuran dewasa)

pada anak balitanya (3,33%). Hal ini kemungkinan disebabkan sikat gigi anak balita

lebih mahal, sehingga responden memperhitungkan biaya untuk membelinya. Kondisi

rongga mulut anak balita yang kecil tidak memungkinkan untuk memakai sikat gigi

ukuran dewasa, selain itu kebersihan rongga mulut tidak maksimal karena sikat gigi

yang besar tidak dapat menjangkau seluruh permukaan gigi anak.

Dalam hal pemberian pasta gigi, banyak pasta gigi yang diberikan sewaktu

menyikat gigi adalah sebesar kacang polong (81,33%). Dalam penelitian ini masih

ada responden yang memberikan pasta gigi sepanjang bulu sikat yaitu 18,67%. Hal

ini kemungkinan disebabkan responden kurang memperhatikan petunjuk pemakaian

(55)

Responden memberikan susu atau minuman manis di luar jam makan atau

untuk menidurkan anak (46,67%). Dilihat dari sikap responden sudah baik dalam hal

tidak memberikan minuman manis untuk menidurkan anak (setuju 46,67% dan sangat

setuju 40,67%), tindakan responden masih kurang. Responden yang memberikan air

putih untuk berkumur setelah anak makan atau minum yang manis (57,33%), dan

yang tidak (42,67%). Berkumur dengan air putih setelah makan dan minum yang

manis dapat membantu membersihkan sisa-sisa makanan dan minuman manis atau

susu pada anak balita yang dapat menyebabkan karies pada anak terutama karies

botol.9

Hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada anak balita menunjukkan

bahwa 74 orang atau 49,33% anak balita menderita karies botol, yang dijumpai paling

banyak pada kelompok umur 4-5 tahun (52,70%), dan pada anak perempuan

(55,40%). Penelitian di Bandung oleh Eka Chermiawan, dkk pada 317 anak balita

menunjukkan bahwa 56,78% menderita Nursing Mouth Caries. Selain itu gigi

geraham yang berlubang pada 37 orang anak balita (24,67%), sebagian besar pada

anak usia 4-5 tahun (86,49%) dan perempuan (54,05%). Pada penelitian Suryawati,

dkk prevalensi karies tertinggi pada anak balita perempuan (58,2%) dan pada anak

balita berusia 4 tahun.6

Anak balita yang menderita penyakit gusi yaitu gusi berdarah (10,67%) dan

gusi bengkak (8,67%). Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi oral higiene yang

buruk, dimana penyikatan gigi balita yang tidak rutin. Oral higiene yang buruk

ditandai dengan banyaknya plak dan kalkulus yang dapat menimbulkan peradangan

(56)

Dalam penelitian ini tidak satupun pada gigi yang berlubang dilakukan

penambalan. Umumnya pencarian pengobatan oleh responden ibu lebih tinggi

dilakukan dengan cara mengobati sendiri yaitu pada karies botol 36,49%, gigi

berlubang 46,65%, gusi berdarah 50% dan gusi bengkak 61,54%. Hal ini

kemungkinan disebabkan faktor biaya. Berdasarkan The World Oral Health Report,

2003 penyakit gigi dan mulut menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam

pengobatan.2

Dalam penelitian ini, pengetahuan dan sikap responden yang baik belum

semuanya dapat diaplikasikan dalam tindakan. Tindakan ibu masih kurang dalam hal

membawa anak untuk kontrol secara rutin ke dokter gigi, penyikatan gigi pagi setelah

sarapan dan malam sebelum tidur, pemberian makanan dan minuman manis di luar

jam makan, pencarian pengobatan ke dokter gigi. Hal ini sama seperti pada penelitian

Suryawaty, dkk di Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Pasar Minggu yang

menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut

anak balita sudah baik akan tetapi tindakan ibu masih sangat kurang dalam

(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini sebagian besar responden sudah mengetahui cara

memelihara kesehatan gigi dan mulut anak balita, responden juga menunjukkan sikap

yang baik, akan tetapi aplikasinya dalam hal tindakan pemeliharaan masih banyak

yang kurang.

Dari hasil penelitian 150 orang responden ibu-ibu rumah tangga yang

mempunyai anak balita, 62,67% mengetahui bahwa kesehatan gigi susu

mempengaruhi gigi permanen, 67,33% mengetahui sikat gigi yang baik bagi anak

balita, 54,67% mengetahui menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam sebelum

tidur dan 83,33% mengetahui ukuran pasta gigi pada anak balita sebesar biji kacang

polong. Pengetahuan responden juga baik dalam hal mengetahui peran dokter gigi

sebagai tempat konsultasi mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak

balita (65,33%). Responden menunjukkan sikap yang baik untuk menyikat gigi anak

sebelum tidur (98%), pemberian pasta gigi mulai usia 2 tahun (90,67%) dan tidak

memberikan makanan dan minuman manis di luar jam makan (76%). Tindakan

responden yang menyikat gigi anak pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur

(38%), yang menggunakan sikat gigi khusus untuk anak balita (46%), yang

memberikan pasta gigi sebesar biji kacang polong (81,33%) dan yang memberikan

makanan dan minuman manis di luar jam makan (46,67%). Tindakan reponden masih

(58)

Hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut anak balita menunjukkan masih

banyak yang menderita karies botol dan gigi berlubang, juga masih ditemui penyakit

gusi yaitu gusi berdarah dan gusi bengkak. Sebanyak 49,33% anak balita menderita

karies botol dan gigi berlubang (24,67), juga masih ditemui penyakit gusi yaitu gusi

berdarah (10,67%) dan gusi bengkak (8,67%). Tidak ada gigi anak balita yang

terkena karies dirawat atau ditambal. Anak balita yang menderita karies botol, gigi

berlubang, gusi berdarah dan gusi bengkak paling banyak pada kelompok umur 4-5

tahun dan prevalensi tertinggi pada anak balita perempuan. Dalam hal kunjungan ke

dokter gigi responden sangat kurang dimana sebagian besar tidak pernah membawa

anak ke dokter gigi. Kebanyakan responden yang membawa anaknya ke dokter gigi

karena ada keluhan pada anak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan kepada

ibu-ibu mengenai pentingnya memelihara kesehatan gigi dan mulut anak balita yang

dapat dilakukan dokter gigi dan tenaga kesehatan gigi lainnya.

6.2 Saran

Diharapkan kepada pihak Puskesmas agar penyuluhan kepada masyarakat

lebih ditingkatkan terutama kepada ibu-ibu sebagai “key person” dalam keluarga

dalam hal pentingnya memelihara kesehatan gigi dan mulut anak sejak usia dini,

memberikan informasi mengenai pengaruh kesehatan gigi susu terhadap gigi

permanen dan pentingnya kunjungan ke dokter gigi untuk mengontrol pertumbuhan

dan perkembangan gigi anak serta untuk mendeteksi kelainan gigi anak sejak dini.

Tenaga kesehatan gigi dan mulut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan

kesehatan gigi dan mulut terutama dalam penambalan gigi. Selain itu, tenaga

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1. Sikat gigi anak balita menurut American Dental Association16
Gambar 2. Banyaknya pasta gigi yang dioleskan     sebesar biji kacang polong16
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor- faktor yaitu pengetahuan, sikap dan kebiasaan menginang yang mempengaruhi perilaku pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut ibu hamil

Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor- faktor yaitu pengetahuan, sikap dan kebiasaan menginang yang mempengaruhi perilaku pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut ibu hamil

Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Jalan Pasar Tambunan No 02 Tambunan- Balige, Kabupaten Toba Samosir Propinsi Sumatera Utara akan melaksanakan Pelelangan Umum dan Pemilihan

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS IKAN DENGAN KUALITAS AIR DI SUNGAI ASAHAAN KABUPATEN TOBA.. SAMOSIR PROVINSI

Judul Proposal Penelitian : Keanekaragaman Dan Kelimpahan Makrozoobentos Di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara.. Nama : Melinda

Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor- faktor yaitu pengetahuan, sikap dan kebiasaan menginang yang mempengaruhi perilaku pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut ibu hamil

Unit analisis Unit analisis pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu hamil tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di wilayah Desa Nyalian Kecamatan Banjarangkan

Tingkat pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil Kemampuan ibu hamil dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh peneliti dengan menggunakan