• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Direksi Dalam Hal Terjadinya Benturan Kepentingan Dalam Suatu Perusahaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kedudukan Direksi Dalam Hal Terjadinya Benturan Kepentingan Dalam Suatu Perusahaan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN DIREKSI DALAM HAL

TERJADINYA BENTURAN

KEPENTINGAN DALAM SUATU PERUSAHAAN

TESIS

Oleh

LINDA MARIETHA SEMBIRING

057011048/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEDUDUKAN DIREKSI DALAM HAL

TERJADINYA BENTURAN

KEPENTINGAN DALAM SUATU PERUSAHAAN

TESIS

Oleh

LINDA MARIETHA SEMBIRING

057011048/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

KEDUDUKAN DIREKSI DALAM HAL

TERJADINYA BENTURAN

KEPENTINGAN DALAM SUATU PERUSAHAAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LINDA MARIETHA SEMBIRING

057011048/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 18 Pebruari 2008

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Sunarmi, S.H.,M.Hum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, S.H.,M.S.,C.N

2. Dr. T. Keizerina Devi A, S.H.,C.N.,M.Hum

3. Hj. Chairani Bustami S.H.,Sp.N.,MK.n

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik guna memenuhi salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul

“Kedudukan Direksi Dalam Hal Terjadinya Benturan Kepentingan Dalam

Suatu Perusahaan “.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Penulis mengucapkan teimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H.Sp.A(K), Direktur Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B. M.sc, dan Ketua Program Studi Kenotariatan Bapak Prof. Dr. M. Yamin Lubis, S.H., MS., CN, serta guru besar dan staf pengajar Program Studi Magister Kenotariatan yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi hari depan Penulis.

(6)

3. Bapak Notaris Syafnil Gani, S.H.,M.Hum., dan Ibu Hj. Chairani Bustami S.H.,Sp.N.,MKn., selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Para Staf administrasi di lingkungan Pascasarjana Magister Kenotariatan yang telah bersedia meluangkan waktu nya untuk membantu saya menyelesaikan segala hal yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini.

5. Terlebih kepada kedua orang tua, saudara-saudaraku, serta teman-teman yang telah banyak memberikan dorongan dan bantuan baik moril, materil maupun spirituil dalam menyelesaikan studi Program Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kemajuan kita bersama. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan kita semua, atas perhatiannya di ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2008

Penulis

(7)

ABSTRAK

Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adapun organ PT adalah Direksi, Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham. Direksi adalah organ perseroan pemegang kekuasaan eksekutif di perseroan. Direksi mengendalikan operasi perseroan sehari-hari dalam batas-batas yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar dan RUPS serta di bawah pengawasan Dewan Komisaris.

Lahirnya peraturan mengenai benturan kepentingan (conflict of interest) merupakan respon terhadap adanya prinsip good corporate governance yang menghormati hak pemegang saham, memberikan perlakuan yang sama di antara pemegang saham dan melindungi pemegang saham atas adanya kolusi dalam organ perusahaan yang didasarkan pada kewenangan dan tidak transparannya proses pengambilalihan keputusan.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas yang menjadi objek permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana kedudukan Direksi dalam hal terjadinya benturan kepentingan transaksi tertentu dengan perseroan dan bagaimana tindakan Direksi yang termasuk dalam kategori transaksi yang berbenturan kepentingan dengan perseroan serta bagaimana upaya mengatasi terjadinya benturan kepentingan Direksi dengan perseroan.

Dalam rangka membahas masalah tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif .Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa penelitian kepustakaan untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini.

Selanjutnya dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa Kedudukan Direksi perseroan sebagai pemegang fiduciary duties dari para pemegang saham perseroan, bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan pengelolaan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan untuk menjalankan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya dengan itikad baik sesuai dengan ketentuan yang ditentukan Anggaran Dasar perseroan. Adapun transaksi-transaksi yang masuk dalam kategori transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah seperti self dealing, corporate opportunity, insider trading. Dalam hal mengatasi terjadinya benturan kepentingan diperlukan pengaturan-pengaturan hukum mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan antara Direksi dengan perusahaan.

(8)

kepentingan dan tujuan perseroan, dan untuk menjalankan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya dengan itikad baik, sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan Anggaran Dasar perseroan dan peraturan Perundang-Undangan, yang berlandaskan norma yang berlaku. Transaksi self dealing, corporate opportunity, insider trading adalah merupakan bentuk transaksi yang mengandung benturan kepentingan, artinya terjadi benturan kepentingan antara Direksi secara pribadi dalam mengadakan transaksi dengan PT, untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest) antara Direksi dengan perseroan diperlukan upaya-upaya untuk itu, seperti pengaturan benturan kepentingan yang diperjelas diberbagai Undang-Undang, penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang fairness, transparancy, accontability`dan responsibility juga pelaksanaan dan peranan code of conduct pada perusahaan yang merupakan bagian penting dari kerangka corporate governance yang memberikan dasar untuk merumuskan kebijakan, sistem dan prosedur perusahaan.

Disarankan agar dalam hal untuk medorong efektifitas Direksi, diperlukan pemahaman dalam pelaksanaan good corporate governance dan code of conduct yang efektif dan harus dipatuhi oleh seorang Direksi dalam mengemban amanah yang diberikan perseroan kepada Direksi, sehingga seorang Direksi dapat terhindar dari benturan kepentingan dengan perusahaan. Hal-hal yang substansi dalam benturan kepentingan adalah mengenai pengaturannya oleh karena itu perlu suatu pembaharuan hukum yang mengatur secara langsung tentang benturan kepentingan, sehingga terdapat pedoman yang dijadikan acuan bagi seorang Direksi dalam menjalankan perusahaan.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

ABSTRACT ………... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... . vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR ISTILAH ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penulisan ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori... 12

2. Kerangka Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian ... 24

1. Sifat Penelitian ... 24

2. Jenis Penelitian ... 25

3. Alat Pengumpulan Data ... 25

4. Analisis Data ... 27

(10)

B. Tugas Dan Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ... 33

C. Tugas Dan Tanggung Jawab Direksi Kepada Pihak Ketiga... 35

D. Tanggung Jawab Internal Direksi Terhadap Perseroan Dan Pemegang Saham. ... 37

E. Tanggung Jawab Eksternal Direksi Terhadap Pihak Ketiga Yang Berhubungan Dengan Perseroan ... 42

BAB III TINDAKAN YANG TERMASUK DALAM BENTURAN KEPENTINGAN DIREKSI DENGAN PERUSAHAAN A. Transaksi Untuk Pribadi (Self Dealing) ... 51

B. Transaksi Kesempatan Perseroan (Corporate Opportunity)... 59

C. Transaksi Orang Dalam (Insider Trading)………... 66

BAB IV UPAYA MENGATASI TERJADINYA BENTURAN KEPENTINGAN A. Pengaturan Benturan Kepentingan (Conflict of Interest) ………... 68

B. Prinsip Good Corporate Governance(GCC) ... 75

C. Prinsip Fiduciary Duty yang diemban Direksi ………... 84

D. Duty Of Care and Loyality ... 109

E. Code of Conduct ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 120

(11)

DAFTAR ISTILAH

Artificial person : Manusia Semu

Benefeciary : Pihak yang memberikan kepercayaan yang harus dipegang untuk kepentingannya.

Best Interest : Yang terbaik bagi perseroan

Business Judgement Rule : Keputusan bisnis oleh Direksi mengenai aktivitas perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun meskipun putusan tersebut salah atau merugikan perseroan

Chairman : Presiden Komisaris

Code of conduct : Pedoman prilaku yang mengedepankan etika profesi

Conflict of interest : Konflik kepentingan Constituences : Pihak berkepentingan

Corporate Opportunity : Oportunitas perseroan Corporate shield : Tirai perusahaan

De Regard : Penghormatan yang baik Decision Market : Pengambil keputusan

Derivative action : Gugatan derivatif dalam perseroan terbatas

Directory : Pedoman

Doctrinal research : Penelitian doktrinal

Dubius : Penafsiran mendua

Due care : Kehati-hatian

Duty of care : Kewajiban untuk berhati-hati Duty of loyality : Kewajiban untuk loyal Duty of Skill : Kewajiban memiliki keahlian Exclusive authorities : Wewenang eksklusif

Emiten : Mengirim (uang) Equilibrium : Keseimbangan

Fiduciary duty : Prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepada orang atau pihak lain (perseroan) kepada Direksi baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai representasi dari perseroan

Fiduciary relationship : Hubungan berdasarkan kepercayaan Fraud : Kecurangan

For cause and no cause : Dengan atau tanpa menunjukkan alasan pemberhentian

(12)

Gross regligence : Kelalaian berat Guardian : Perwalian

Go public : Terbuka untuk umum sahamnya

High degree of good faith : Wajib mempunyai itikad baik yang tinggi dalam menjalankan tugas.

Insider trading : Transaksi orang dalam

Joint Ventura : Kerjasama dengan penanaman modal Law as it is decided by the : Hukum yang muncul dari proses pengadilan judge through judicial process

Law as written in the book : Hukum sebagaimana yang tertulis Legal entity : Badan hukum

Liability promotors : Tanggung jawab promotor perseroan Library research : Penelitian kepustakaan

Limited liability : Tanggung jawab terbatas Mandatory : Kewajiban

Mandatory element : Unsur wajib

Personal standi in judicio : Subyek hukum mandiri

Piercing the corporate veil : Penyingkapan tirai perusahaan Primary right : Hak utama

Proper purpose : Tujuan yang tepat

Rational basis : Dasar-dasar yang rasional Reasonable belief : Cara yang layak dipercaya Recht person : Badan hukum

Self dealing : Transaksi dengan perseroan Sense of business : Pertimbangan bisnis

Shadow Director : Direktur bayangan

Stakeholder : Pihak yang berkepentingan

Secret Profits : Keuntungan rahasia diketahui sendiri Second Guess : Pendapat (tebakan) kedua

Top management : Dewan Direksi

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awalnya dalam salah satu ketentuan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing mensyaratkan atau mengharuskan bagi seseorang yang ingin mengembangkan usaha atau melakukan suatu kegiatan usaha di Indonesia, baik itu merupakan kerja sama dengan modal dalam negeri (joint ventura) ataupun murni dari modal asing, maka bentuk badan usahanya adalah Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat dengan PT). Di samping itu, ternyata para usahawan dalam negeri banyak juga yang memilih bentuk PT dalam melakukan aktivitas usahanya, karena itu pertumbuhan dan pertambahan badan usaha yang berbentuk PT semakin hari semakin meningkat jumlahnya.1 Peningkatan tersebut sangat beralasan karena PT mempunyai karakteristik yang berbeda dari badan usaha dalam bentuk lain. PT sebagai badan usaha merupakan badan hukum, artinya bahwa PT merupakan subjek hukum yang tidak beda dengan orang yang mampu mendukung hak dan kewajibannya, dan mampu mengembangkan dirinya sebagai institusi yang mempunyai kekayaan tersendiri terlepas dari pengurus dan pemegang sahamnya. Di samping itu juga mampu mempertahankan hak dan kewajibannya di muka pengadilan sebagaimana subjek hukum orang, pada dasarnya eksistensi PT sebagai subjek hukum diakui dalam lalu lintas hukum. Dari sisi ekonomi, PT sebagai organisasi ekonomi

1

(14)

yang mempunyai kedudukan sebagai badan hukum, mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat memanfaatkan potensi sumber dana masyarakat melalui mekanisme pasar modal. Dengan demikian, badan usaha yang berbentuk PT adalah merupakan wahana yang tepat untuk mendapatkan laba.2

Perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hukum “Perseroan Terbatas” atau Limited Liability Company di Indonesia,3 pada awalnya diatur oleh ketentuan Pasal 36 sampai Pasal 56 Buku I Titel III Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yang merupakan terjemahan dari Wetboek Van Koophandel, Staatsblad 1847:23 dan segala perubahannya. Kemudian diatur dalam Undang Nomor 4 Tahun 1971 dan posisinya digantikan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang lahir dan disahkan/diundangkan tanggal 7 Maret 1995 dan berlaku tanggal 7 Maret 1996, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas4. Dalam pelaksanaannya masih berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru menurut UUPT ini.

Selanjutnya dalam tesis ini untuk membedakan penulisan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, disingkat UUPT No. 1 Tahun 1995 dan UUPT No. 40 Tahun 2007.

2

Ibid

3 Istilah Perseroan Terbatas atau Limited Liability Company untuk selanjutnya disingkat dengan

inisial “PT”.

4

(15)

Secara aktual UUPT tersebut telah mengambil unsur-unsur yang berlaku selama ini dalam KUHD yang mengatur tentang PT. Hal-hal yang sudah berlaku dalam praktek selama ini, yang dipandang unsur-unsur baru, sebenarnya sudah lama dikenal dalam hukum perseroan di berbagai negara, baik negara-negara yang menganut sistim common law maupun civil law. Jika dikaji secara lebih mendalam mengenai UUPT, maka dapat dipahami bahwa UUPT tersebut telah memuat lebih jelas jika dibandingkan dengan pengaturannya dalam KUHDagang. Misalnya terdapat tindakan Direksi dalam hal pelanggaran tanggung jawab berdasarkan fiduciary duty oleh Direksi, khususnya yang berkaitan dengan transaksi yang berbenturan kepentingan antara perseroan dengan Direksi. Dikatakan Undang - undang Perseroan Terbatas tidak secara tegas menganut prinsip fiduciary duty karena adanya Dewan Komisaris yang dapat sewaktu-waktu memberhentikan Direksi. Sementara dalam sistem hukum Anglo Saxon tidak dikenal adanya Dewan Komisaris 5.

Transaksi self dealing adalah transaksi antara perseroan dengan Direksi, yang dalam sejarah hukum mengandung unsur benturan kepentingan yang terjadi karena kepentingan Direktur atau Komisaris terlibat secara bersama-sama dengan kepentingan PT. Artinya terjadi benturan kepentingan antara Direktur atau Komisaris secara pribadi dalam mengadakan transaksi dengan PT. Dalam hal ini Direktur atau Komisaris menguntungkan diri mereka sendiri dan PT dirugikan. Seharusnya Direktur atau Komisaris tidak mengambil keuntungan yang tersembunyi dalam model transaksi PT di

5 Erman Rajagukguk, “Pembaharuan Hukum Perusahaan Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1995

(16)

atas ini tetapi harus mengadakan transaksi yang fair dalam PT, karena keuntungan itu seharusnya diambil demi kepentingan PT 6. Contoh dari transaksi dengan conflict of interest adalah apa yang dikutip dari doktrin corporate opportunity. Menurut doktrin ini seorang Direktur, demikian juga organ perusahaan lainnya , tidak diperbolehkan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan kesempatan (opportunity) bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi tidak boleh mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya karena kesempatan tersebut seyogyanya diberikan untuk perusahaan (PT). Dengan perkataan lainnya, sebenarnya oportunitas perseroan tidak lain dari suatu hak, kepemilikan, kepentingan atau suatu harapan yang menurut sendi-sendi keadilan merupakan milik dari perseroan. Adapun contoh lain dari aplikasi doktrin corporate opportunity adalah jika Direktur karena kedudukannya mengetahui bahwa usaha dari perusahaan (PT) akan diperluas, karena itu dia membeli untuk pribadinya lebih dahulu tanah di lokasi yang bersebelahan dan kemudian menjualnya lebih mahal kepada PT. Berdasarkan doktrin corporate oppurtunity, maka motif yang diperoleh Direktur semestinya hak dari PT, sehingga Direktur harus mengembalikannya kepada PT tersebut. Apabila pihak Direksi melakukan transaksi untuk dirinya sendiri, padahal transaksi tersebut sepantasnya dilakukannya untuk perseroan atau informasi mengenai transaksi

6

(17)

tersebut didapatkannya dalam kedudukannya sebagai Direksi, maka Direksi yang demikian telah melanggar prinsip conflict of interest.7

Namun perlu mendapat perhatian dalam menentukan standar tanggungjawab conflict of interest antara Direksi/ Komisaris dengan PT, baik dalam self dealing maupun corporate opportunity, karena banyak kasus yang dibuat menentukan standar tanggungjawab Direktur atau Komisaris dalam conflict of interest tersebut dalam konteks ini yang menarik perhatian kasus di Belanda dalam Arrest Forumbankarrest tanggal 21 Januari 1955. Dalam arrest tersebut ditegaskan bahwa selama Direksi melakukan kewajibannya sesuai dengan tugas dan kewenangannya yang diberikan oleh Undang-Undang dan anggaran dasar, maka Direksi tidak perlu mengindahkan instruksi RUPS, Dewan Komisaris atau instansi manapun, kecuali apabila pertimbangan (judgement) tersebut didasarkan suatu kecurangan (fraud), atau menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest), atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum (illegality). Di Indonesia pemagaran yuridis masalah corporate opportunity dapat dikaitkan pengaturannya dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Yang jika dikaitkan pengaturannya, maka Direktur harus bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkannya kepada perusahaan. Standar duty of care Direktur di sini adalah kesengajaan dan kekurang hati-hatian (kelalaian). Hal ini sesuai dengan telah adanya

7

(18)

penafsiran yang luas mengenai Onrecht matige daad setelah adanya putusan Hoge Raad dalam putusan kasasi tanggal 31 Januari 1919 (Drukker-arrest), merumuskan perbuatan melanggar hukum adalah suatu perbuatan atau tidak perbuatan yang baik melanggar hak orang lain, maupun bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, atau pun melanggar kesusilaan, kepatutan dalam pergaulan di dalam masyarakat mengenai orang lain atau benda milik orang lain. 8

Seiring dengan perkembangan zaman terlebih pada era globalisasi saat ini, dimana dibutuhkan kecepatan dan ketetapan dalam bertindak dan mengambil peluang-peluang bisnis yang ada. Hal ini dikarenakan tingkat kompetitif yang tinggi dalam melihat peluang bisnis, maka peluang dan kesempatan ini diharapkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Kondisi tersebut membawa kepada suatu permasalahan karena bukan tidak mungkin tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perusahaan baik perseroan maupun perusahaan publik dapat menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest) antara kepentingan pribadi Direksi dengan kepentingan perusahaan yang diberi tugas dan tanggung jawab oleh perusahaan untuk mengelola perusahaan. Transaksi Benturan Kepentingan terdiri atas 2 (dua) unsur yaitu Transaksi dan Benturan Kepentingan. Transaksi sebagai “aktivitas atau kontrak dalam rangka memberikan dan atau mendapat pinjaman, memperoleh, melepaskan, atau menggunakan aktiva, jasa, atau efek suatu perusahaan atau mengadakan kontrak sehubungan dengan aktivitas tersebut”. Dari definisi di atas,

8

(19)

dapat terlihat bahwa pengertian “Transaksi” adalah sangat luas karena pada prinsipnya meliputi pemberian jaminan, pinjaman hutang, jasa, akuisisi atau penjualan aktiva. Sedangkan Benturan Kepentingan didefinisikan sebagai “perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris, Pemegang Saham utama perusahaan, atau Pihak Terafiliasi dari Direktur, Komisaris, atau Pemegang Saham Utama”.9

Lahirnya peraturan mengenai benturan kepentingan (conflict of interest) merupakan respon terhadap adanya prinsip good corporate governance yang menghormati hak pemegang saham, memberikan perlakuan yang sama diantara pemegang saham dan melindungi kepentingan pemegang saham yang akan menimbulkan keuntungan pihak-pihak tertentu, karena adanya kolusi yang didasarkan pada kewenangan dan tidak transparannya proses pengambilalihan keputusan. Hal ini terjadi karena latar belakang budaya perusahaan yang berasal dari perusahaan keluarga yang membesar menjadi konglomerasi makin membuka kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan yang mengadung konflik kepentingan (conflict of interest), Perilaku kolutif di dunia bisnis sering terjadi. Hal ini sebagai akibat tumbuh, berkembang dan besarnya suatu perusahaan sebenarnya tidak ditopang oleh suatu sikap yang benar. Krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 memperlihatkan bukti itu. Perusahaan-perusahaan besar yang dulu begitu kuat, ternyata hancur oleh sistem pengelolaan yang tidak baik, misalnya penggunaan dana untuk investasi jangka panjang sementara dana itu diperlukan perusahaan untuk

9

(20)

kegiatan jangka pendek, pengucuran dana yang berlebihan kepada perusahaan yang dalam satu kelompok 10.

Untuk menghindari kerugian akibat transaksi yang mengandung benturan kepentingan antara Direksi dengan perseroan, maka Badan Pengawas Pasar Modal dapat mewajibkan emiten dan perusahaan publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen apabila emiten atau perusahaan publik tersebut berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris, atau Pemegang Saham Utama emiten atau perusahaan. Peraturan ini diatur dalam Pasal 82 ayat (2) Tentang Pasar Modal. Keharusan persetujuan pemegang saham independen dipertegas kembali dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal Nomor IX.E.I tentang benturan kepentingan transaksi tertentu.

Implementasi ketentuan tersebut mengindikasikan Badan Pengawas Pasar Modal masih terkesan kurang tegas dalam menegakkan peraturan tentang benturan kepentingan transaksi tertentu di pasar modal. Hal ini antara lain dapat dilihat dari kesamaan besarnya sanksi yang diberikan kepada perusahaan yang diberikan kepada perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut, padahal nilai nominal pelanggaran yang dilakukan sangat bervariasi. Hal lainnya tidak semua Direksi maupun Komisaris yang terlibat benturan kepentingan transaksi tertentu dikenakan sanksi.11

10

M.Irsan Nasarudin, - Indah Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta , Prenada Media, 2004 hal. 244.

11

(21)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis memilih judul Kedudukan Direksi Dalam Hal Terjadinya Benturan Kepentingan Dalam Suatu Perusahaan dalam penulisan tesis penulis.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul tesis ini, yaitu “Kedudukan Direksi Dalam Hal Terjadinya Benturan Kepentingan Dalam Suatu Perusahaan,“ maka penulis merumuskan apa yang menjadi permasalahan terhadap tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan Direksi dalam hal terjadinya benturan kepentingan transaksi tertentu dengan perseroan ?

2. Bagimanakah tindakan Direksi yang termasuk dalam kategori transaksi yang mengandung benturan kepentingan dengan perseroan ?

3. Bagaimana upaya mengatasi terjadinya benturan kepentingan Direksi dengan perseroan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang akan menjadi objek pembahasan dalam penelitian ini, diharapkan mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut :

(22)

2. Untuk mengetahui tindakan yang termasuk dalam transaksi yang mengandung benturan kepentingan Direksi dengan perseroan

3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan apabila terjadi benturan kepentingan transaksi tertentu antara Direksi dengan perseroan

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

(23)

hal terjadinya benturan kepentingan transaksi tertentu dalam tesis ini maka pembaca semakin mengetahui tentang pengaturan mengenai benturan kepentingan transaksi tertentu (conflict of interest) dalam perusahaan

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi kalangan praktisi yang bergerak dalam perusahaan tidak terlepas bagi Direksi perusahaan sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan dalam menjalankan perusahaannya, bagi kalangan akademisi dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai benturan kepentingan (conflict of interest), khususnya tentang kedudukan Direksi dalam suatu perusahaan.

E. Keaslian Penulisan

(24)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1.Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,12 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.13 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran/ butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.14

Dalam Pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang selanjutnya disingkat KUHD yang mengatur PT, tidak ditemukan pengertian PT, akan tetapi dari Pasal 3, 40, 42 dan 45 KUHD dapat disimpulkan bahwa suatu PT mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pribadi masing-masing pendiri perseroan terbatas (pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk sejumlah modal sebagai jaminan bagi semua perikatan PT.

2. Adanya pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya. Rapat Umum Pemegang Saham sebagai organ perseroan terbatas yang memegang kekuasaan yang tertinggi dalam PT, yang berwenang mengangkat, memberhentikan sementara atau memberhentikan Direksi dan Komisaris, menetapkan kebijakan umum perseroan terbatas yang

12 J.J.J.M.Miswan, Penelitian IlmuIlmu Social, Asas-Asas, Penerbit : M.Hisyam, Jakarta, 199,

hal.203

13 Ibid 14

(25)

akan dijalankan oleh Direksi dan menetapkan kewenangan atau hal-hal lainnya yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris.

3. Adanya pengurus yang dinamakan dengan Direksi, Komisaris adalah merupakan organ perseroan terbatas, yang tugas dan kewenangan dan kewajibannya diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar PT atau Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disingkat dengan RUPS.

Berbeda dengan Pasal 1 ayat (1) UU PT Nomor 40 Tahun 2007, “ Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Berdasarkan pengertian UUPT, maka sebagai badan hukum perseroan harus memenuhi unsur-unsur adalah :15

a. Badan Hukum

Setiap perseroan adalah badan hukum, artinya badan yang memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya. Dalam KUHD tidak satu pasal yang menyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perseroan adalah badan hukum.

15

(26)

b. Didirikan berdasarkan perjanjian

Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, maksudnya harus ada sekurang-kurangnya dua orang yang sepakat mendirikan perseroan, yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam bentuk Anggaran Dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian perseroan, yang dimuat dihadapan Notaris. Setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Ketentuan ini adalah asas dalam pendirian perseroan.

c. Modal Dasar

Setiap perseroan harus mempunyai modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar disebut juga modal statuter, dalam bahasa inggris disebut authorized. Modal dasar merupakan harta kekayaan perseroan sebagai badan hukum, yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, pemegang saham. Menurut Pasal 32 ayat (1) UUPT Nomor 40 tahun 2007, modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

d. Memenuhi persyaratan Undang-undang

Setiap perseroan harus memenuhi persyaratan Undang-undang perseroan dan peraturan pelaksanaannya..

(27)

melainkan menggunakan nama perusahaan berdasarkan tujuan dari usahanya16 sedangkan pada istilah di Inggris yang isinya hampir mendekati dengan istilah perseroan terbatas yaitu “Company limited by shares”. Perseroan terbatas di negara-negara seperti Jerman, Australia, dan Swiss disebut Aktiengesellschaft dan di Perancis disebut “Societe anonyme”. 17.

Bentuk PT adalah salah satu usaha yang paling banyak dipergunakan dalam dunia usaha di Indonesia, karena mempunyai sifat atau ciri yang khas yang mampu memberikan manfaat yang optimal kepada usaha itu sendiri sebagai asosiasi modal untuk mencari untung dan laba.18

Perusahaan tertutup adalah suatu perseroan terbatas yang saham-sahamnya masih dipegang oleh beberapa orang/ perusahaan saja, sehingga jual beli sahamnya dilakukan dengan cara yang ditentukan oleh Anggaran Dasar perseroan, yang pada umumnya diserahkan kepada kebijaksanaan pemegang saham yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan perseroan terbuka adalah suatu perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dipegang oleh banyak orang/ banyak perusahaan, yang penawaran sahamnya dilakukan kepada publik/ masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal. Salah satu ciri dari perusahaan terbuka adalah perlunya keterbukaan (disclosure) atas informasi perusahaan kepada publik, sehingga

16

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, Alumni, Bandung, 2004, hal 47

17 Purwosutjipto dalam Rachmadi Usman, ibid, hal. 47 18

(28)

hukum pun mengatur masalah perusahaan terbuka, termasuk tentang keterbukaan informasi secara sangat detail.19.

Suatu perusahaan terbuka dapat berupa emiten atau perusahaan publik. Yang dimaksud dengan emiten adalah suatu perusahaan terbuka di mana proses menjadi perusahaan terbuka dilakukan dengan jalan melakukan penawaran sahan-sahamnya kepada publik lewat suatu penawaran umum. Sedangkan yang dimaksud dengan perusahaan publik adalah suatu perusahaan yang menjadi perusahaan terbuka tanpa lewat proses penawaran umum, tetapi dengan sendirinya perusahaan tertutup kemudian memiliki pemegang saham yang banyak, misalnya dengan warisan saham, jual beli, hibah saham kepada banyak orang. Kepada perusahaan publik ini juga berlaku banyak persyaratan yang sama dengan emiten, seperti kewajiban keterbukaan informasi, kewajiban pendaftaran ke Bapepam, atau kewajiban pencatatan saham.20.

PT dapat dibagi dalam beberapa macam, yaitu :

1. PT Tertutup adalah sebagaimana yang diatur dalam UUPT yaitu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

PT tertutup merupakan suatu perseroan yang belum pernah menawarkan sahamnya kepada publik melalui penawaran umum.

19

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata BisnisModern di Era Global, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002, hal 51(selanjutnya disebut Munir Fuady II)

20

(29)

2. PT Terbuka menurut UUPT Pasal 1 ayat (7) dan ayat (8) UUPT No. 40 tahun 2007 adalah Perseroan Publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Perseroan Publlik adalah perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

PT Terbuka atau Perusahaan Go Public berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 tahun 1995, yang selanjutnya disebut UUPM. Undang-undang Pasar Modal memberikan batasan dalam Pasal 1 ayat (22) bahwa perusahaan publik adalah “PT yang sahamnya dimiliki sekurang-kurangnya Rp. 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal setor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan peraturan pemerintah”

Direksi merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri dari satu atau lebih Direktur. Dalam hal perseroan memiliki lebih dari satu orang Direktur dalam Direksi, maka salah satu anggota Direkturnya diangkat sebagai Direktur Utama.21

Direksi adalah organ perseroan pemegang kekuasaan eksekutif di perseroan. Direksi mengendalikan operasi perseroan sehari-hari dalam batas-batas yang ditetapkan oleh UUPT, anggaran dasar dan RUPS serta di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Tugas dan fungsi utama Direksi adalah menjalankan roda manajemen

21

(30)

perseroan secara menyeluruh. Dengan demikian, setiap anggota Direksi haruslah orang yang berwatak baik, berpengalaman, mempunyai kompetensi menduduki jabatan dan melaksanakan setiap kegiatan semata-mata untuk kepentingan perseroan.22

Tugas Direksi dapat dibagi menjadi tiga (3) kelompok sebagai berikut : 1. Tugas yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duties, trust and confindence). 2. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan (duties of skill,

care and diligence).

3. Tugas-tugas yang didasarkan ketentuan Undang-undang (statutory duties). 23. Dalam menjalankan tugas untuk kepentingan PT, setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik (in good faith) dan penuh tanggung jawab (full responsibility), namun apabila tidak demikian, maka setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana yang dibebankan dan diwajibkan kepadanya.24.

Adapun yang menjadi dasar hukum Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku saat ini yang terkait dengan Kedudukan Direksi Dalam Hal Terjadinya Benturan Kepentingan Dalam Suatu Perusahaan adalah :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

2. Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

22 Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya Dalam Konteks

Indonesia, Gloria Printing, Jakarta, hal. 129

23 I.G.Ray Widjaya, Op.Cit, hal. 220 24

(31)

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

4. Keputusan Ketua Bapepam Nomor. Kep-84/ PM/1996, sebagaimana diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-12/PM/1997 dan Keputusan Ketua Bapepam Nomor. Kep-32/PM/2000 disingkat Peraturan IX.E.I tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu

(32)

merugikan salah satu pihak, karena adanya unsur kolusi dan pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan informasi25.

Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, maka setiap orang Direksi berwenang mewakili perseroan, kecuali ditentukan lain oleh UUPT atau anggaran dasar, anggaran dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi tersebut. Dijelaskan bahwa UUPT memilih sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis, maka masing-masing anggota Direksi berwenang mewakili perseroan. Apabila demikian Anggaran Dasar ditetapkan siapa yang berhak mewakili perseroan. Bila tidak ditetapkan maka RUPS mengangkat satu orang Pemegang Saham atau lebih untuk mewakili PT. Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada satu atau lebih karyawan perseroan atau orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu.26.

2. Kerangka konsepsi

Untuk mengetahui tentang “ kedudukan Direksi dalam hal terjadinya benturan kepentingan dalam suatu perusahaan”, sudah seharusnya didasarkan kepada teori yang saling berkaitan, dimana untuk penentuannya menggunakan pendekatan teori

25

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 241. Undang-undang Pasar Modal Pasal 82 ayat (2) menyebutkan, bahwa Bapepam dapat mewajibkan emiten atau perusahaan publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen untuk secara sah dapat melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan, yaitu kepentingan-kepentingan ekonomis emiten atau perusahaan publik dengan kepentingan-kepentingan ekonomis pribadi Direksi atau Komisaris atau juga pemegang saham utama emiten atau perusahaan

26

(33)

organ theory, suatu teori tentang perwakilan, yang menyatakan bahwa badan hukum bertindak melalui suatu sistem perwakilan yang berada pada tangan pengurusnya.27.

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.28

Direksi merupakan organ pada perseroan di samping RUPS maupun Komisaris yang melaksanakan fungsi pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai maksud dan tujuan perseroan29. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan secara pribadi atas setiap kerugian Perseroan.30 Tujuannya untuk melindungi kepentingan satu, atau lebih anggota Direksi dari perbuatan melawan hukum, Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan wajib beritikad baik dan penuh tanggung jawab dan hanya bekerja untuk kepentingan, juga tujuan perseroan, sehingga baik Komisaris maupun Rapat Umum Pemegang Saham, hanya bekerja dalam pengawasan dan bekerja dalam garis-garis kepentingan dan tujuan perseroan juga. Kewajiban tersebut dibebankan oleh UUPT kepada Direksi sebagai suatu badan. Setiap kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh salah satu

27

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Raja Grafindo, Jakarta, 2003, hal.2

28

Pasal 1 ayat (4) UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 1ayat (5) UUPT No.40 Tahun 2007

29

Pasal 79 ayat (1) UUPT No.1 Tahun 1995 Sebagaimana telah diubah dengan Pasal 92 ayat (1) UUPT No. 40 Tahun 2007

30

(34)

seorang Direksi mengakibatkan (anggota) Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan.31

Sebagaimana halnya seorang pemegang kuasa, yang melaksanakan kewajibannya berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh pemberi kuasa untuk bertindak sesuai perjanjian pemberi kuasa dan peraturan yang berlaku. Demikian pula Direksi perseroan, sebagai pemegang fiduciary duties dari para pemegang saham perseroan, bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan pengelolaan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, dan untuk menjalankan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya dengan itikad baik, sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan anggaran dasar perseroan dan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku32.

Beberapa kewajiban yang harus diperhatikan Direktur adalah :

1. Kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi perseroan dan tidak mengambil keuntungan pribadi dari transaksi yang dibuat oleh perusahaan dengan pihak lain. Direktur tidak boleh membuat apa yang disebut secret profits and benefits from office. Dalam kaitan ini harus dihindari terjadinya conflict of interest.

2. Direksi harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya (proper purpose), yaitu for te benefit of the company and not further their own interest.

31

Pasal 85 ayat (2) UUPT No. 1 Tahun 1995 Sebagaimana telah diubah dengan Pasal 97 ayat (3) UUPT No. 40 Tahun 2007.

32

(35)

3. Direksi suatu perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya juga harus memperhatikan kepentingan para Pemegang Saham.

4. Direksi suatu perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya termasuk pula memperhatikan kepentingan pegawai.

5. Direktur suatu perseroan harus memperhatikan kepentingan para kreditor secara terperinci dan spesifik atau khusus di dalam anggaran dasar perseroan33.

Setiap transaksi yang dilakukan perseroan dengan Direktur perseroan dengan perseroan lainnya, baik dilakukan secara langsung oleh Direktur yang bersangkutan ataupun secara tidak langsung, baik melalui saudara-saudaranya maupun teman merupakan bentuk dari transaksi self dealing. Wujud dari transaksi self dealing ini adalah adanya benturan kepentingan Direksi dengan kepentingan perseroan. 34 Agar dapat mencegah perbuatan ataupun tindakan yang mengandung benturan kepentingan yang dilakukan Direktur, maka sistem common law yang dianut Amerika memiliki prinsip corporate opportunity sebagai konsekuensi dari pemberlakuan prinsip fiduciary duty. Doktrin corporate opportunity mengajarkan bahwa Direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan terhadap transaksi yang menimbulkan conflict of interest. Seorang Direktur tidak boleh mengambil keuntungan-keuntungan tersembunyi atau terselubung dari suatu transaksi perseroan. Bila perseroan maupun pribadi Direktur sama-sama dapat melakukan suatu transaksi bisnis yang tentunya dapat membawa keuntungan maka transaksi tersebut harus diberikan kepada

33 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 111 34

(36)

perseroan, karena kepentingan perseroan mestinya lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi Direktur. 35

Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak dengan tegas mengakui berlakunya prinsip corporate opportunity, tetapi terdapat indikasi yang mengarah kepada pengakuan prinsip tersebut. Pada Pasal 99 ayat (1) huruf b UUPT menentukan, Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan jika Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

Tetapi pada kenyataan benturan kepentingan yang dilakukan oleh Direksi dalam mengelola perusahaan baik langsung maupun tidak langsung sulit untuk dibuktikan, sampai saat ini belum ada hukum positif yang secara normatif mengatur tentang akibat hukum dari benturan kepentingan yang dilakukan oleh Direksi dalam mengelola perusahaan. Pengadilan Negeri belum pernah memutus perkara yang berhubungan dengan benturan kepentingan Direksi dengan perusahaan. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dikemudian hari apabila diadakan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang PT.

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara

35

(37)

tepat serta menganalisa peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Kedudukan Direksi Dalam Hal Terjadinya Benturan Kepentingan Dalam Suatu Perusahaan

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif terutama untuk mengkaji peraturan Perundang-undangan dan putusan Pengadilan. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan Perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process.

3. Alat Pengumpulan Data

Sebagai Penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan Perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya. Penelitian kepustakaan (library research) dalam penelitian ini ditekankan pada pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa :

(38)

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Hukum Perusahaan dan peraturan Perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tertier

Kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri,yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder. Seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen atau studi kepustakaan sebagai alat pengumpul data. Penelitian pustaka dimaksud merupakan penelitian bahan hukum primer yaitu peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum perusahaan, khususnya mengenai kedudukan Direksi dalam hal terjadinya benturan kepentingan dalam suatu perusahaan.

(39)

ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih.

4. Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan (library research) yaitu cara pengumpulan bahan diperoleh dari buku-buku, makalah, Peraturan Perundang-Undangan dan dokumen yang ada kaitannya dengan permasalahan, maka data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Secara kualitatif dimaksudkan bahwa analisis data bertitik tolak dari usaha-usaha untuk meneliti terhadap asas-asas hukum yang diatur dalam bahan hukum primer, dan yang berkembang melalui pembahasan dalam bahan hukum sekunder, serta yang ditemukan dalam bahan hukum tertier.

Penelitian kualitatif menurut Anselmus Strauss dan Juliat Corbin:

”qualitatif research we mean any kind of research that procedure findings not arrived at by means of statistical procedures or other means of quantifications. It can refer to research about persons, lives, stories, behaviours, but also about organization functionating, social covenants or intellectual relationship”.36

Berdasarkan definisi tersebut maka penelitian ini akan menginventarisir norma-norma atau asas-asas yang termuat dalam Peraturan Perundang-Undangan dan putusan pengadilan yang menyangkut kedudukan Direksi dalam hal terjadinya benturan kepentingan dalam suatu perusahaan.

36

(40)

BAB II

KEDUDUKAN DIREKSI DALAM PERUSAHAAN

A. Kedudukan Direksi Dalam Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Sebagaimana halnya seorang pemegang kuasa, yang melaksanakan kewajibannya berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh pemberi kuasa untuk bertindak sesuai perjanjian pemberi kuasa dan peraturan yang berlaku. Demikian pula Direksi perseroan, sebagai pemegang fiduciary duties dari para pemegang saham perseroan, bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan pengelolaan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, dan untuk menjalankan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya dengan itikad baik, sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan Anggaran Dasar Perseroan dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku37.

Keanggotaan Direksi dalam perseroan diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham, untuk jangka waktu yang telah ditentukan dalam Anggaran Dasar, serta menurut tata cara yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan.

Dalam rumusan yang diberikan oleh penjelasan Pasal 94 Undang-undang Perseroan Terbatas disebutkan :

“ Anggaran Dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi, tetapi perlu dibedakan antara ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan intern perseroan dengan perjanjian tentang pekerjaan antara Direksi dan Perseroan, khususnya mengenai gaji ( kontrak kerja)”.

37

(41)

Perjanjian ini mengatur hubungan hukum antara perseroan dengan Direksi yang tidak mempunyai aspek ke perseroan dan tidak dapat berubah karena suatu keputusan Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan Anggaran Dasar. Perjanjian ini harus dianggap sebagai suatu kontrak kerja, yang atas kontrak tersebut berlaku Perundang-Undangan tentang tenaga kerja. Hal yang terakhir ini terutama penting dalam rangka pemutusan hubungan kerja.”

Dalam perumusan penjelasan yang diberikan tersebut, tampak pada kita bahwa Undang-undang Perseroan Terbatas mempertegas status dan kedudukan Direksi dalam Perseroan. Pada satu sisi Undang-undang Perseroan Terbatas masih memberlakukan pembayaran yang diterima oleh Direksi perseroan sebagai gaji, yang terbit sebagai akibat hubungan kerja majikan – buruh. Hubungan ini juga membawa akibat bahwa setiap pemberhentian Direksi harus dianggap dan diterapkan sesuai dengan ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja. Rumusan tersebut di atas tampaknya lahir dalam upaya melindungi hak-hak Direksi dalam suatu perseroan.

(42)

Negara Asing yang memenuhi syarat yang ditetapkan (oleh Departemen Tenaga Kerja) dapat menjadi anggota Direksi perseroan.. Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa anggota Direksi haruslah orang-perseorangan. Ini berarti dalam sistem hukum perseroan Indonesia tidak dikenal adanya pengurusan perseroan oleh badan hukum perseroan lainnya maupun oleh badan usaha lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Selanjutnya orang perorangan tersebut adalah mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, maupun belum pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak tanggal pengangkatannya.

(43)

jumlah anggota Direksi, sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar maupun peraturan Perundang-undangan lainnya yang berlaku, tetap dipertahankan.

Kepengurusan perseroan merupakan pengurusan sehari-hari, dilakukan oleh Direksi. Keberadaan Direksi dalam perseroan merupakan keharusan perseroan, wajib memiliki Direksi karena perseroan sebagai “ artifical person” tidak dapat berbuat apa-apa tanpa ada bantuan dari anggota Direksi sebagai “natural person”, oleh karena itu Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab serta wewenang.38

Pada aliran baru, sebagai konsekwensi dari pemenuhan kewajiban Direksi dan pelaksanaan hak gugatan derivatif yang dapat dilaksanakan oleh para pemegang saham perseroan, maka dapat dimengerti mengapa dalam rumusan Pasal 14 UUPT secara jelas disebutkan bahwa semua anggota Direksi bertanggung jawab secara renteng atas perbuatan hukum atas nama perseroan, dalam arti kelalaian dalam melaksanakan kewajiban pendaftaran dan pengumuman. Tetapi apabila Direksi melakukan suatu tindakan yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest) maka gugatan yang diajukan oleh pemegang saham independen dilakukan secara langsung (direct suit) yang mewakili Perseroan39.

Pasal 99 ayat (1) UUPT menentukan bahwa dalam hal terjadi pertentangan kepentingan antara kepentingan dari salah satu anggota Direksi pada sisi yang lain, maka anggota Direksi berkenaan dilarang untuk bertindak mewakili perseroan.

38 I.G Ray Widjaya, Op. Cit, hal.209. 39

(44)

Undang-Undang memberikan pengaturan hal tersebut secara terperinci dan spesifik atau khusus di dalam Anggaran Dasar perseroan40.

Jika RUPS sebagai organ PT sebagaimana diuraikan dimuka merupakan pembela kepentingan para pemegang saham, maka Direksi41 sebagai organ PT adalah mewakili kepentingan PT selaku subjek hukum mandiri. Karena keberadaan PT adalah sebab keberadaannya Direksi. Karena apabila tidak ada PT, Direksi juga tidak akan pernah ada. Ini menjadi alasan bahwa Direksi harus selamanya mengabdi kepada kepentingan PT. Dengan perkataan lain, Direksi wajib mengabdi kepada kepentingan semua pemegang saham. dan bukan mengabdi kepada kepentingan satu atau beberapa pemegang saham. Artinya Direksi bukan wakil pemegang saham. Tetapi merupakan wakil PT selaku Personal Standi In Judicio.

Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan 42. Direksi hanya bekerja untuk kepentingan, dan tujuan perseroan, sehingga baik Komisaris maupun Rapat Umum Pemegang Saham, hanya bekerja dalam pengawasan dan bekerja dalam garis-garis kepentingan dan tujuan perseroan. Kewajiban tersebut dibebankan oleh UUPT kepada Direksi sebagai suatu badan, dan karenanya setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai

40 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 111.

41 Direksi adalah organ/ badan yang mewakili kepentingan perseroan dengan menjalankan perseroan untuk memimpin dan mengemudikan perseroan dalam melakukan usaha-usahanya sesuai dengan kehendak RUPS.

42

(45)

menjalankan tugasnya.43. Tujuannya untuk melindungi kepentingan satu, atau lebih anggota Direksi dari perbuatan melawan hukum, ataupun yang merugikan kepentingan perseroan yang dilakukan oleh anggota Direksi lainnya. Sebagai suatu organ dengan pertanggung jawaban kolegial, tidak tertutup kemungkinan bahwa satu orang anggota Direksi akan berbeda pendapat dengan anggota Direksi lainnya dalam hal memutuskan suatu persoalan sehubungan dengan tugas pengurusan dan pengelolaan perseroan, sehingga demikian membuat anggota Direksi berkewajiban untuk melakukan check and balance atas tindakan anggota Direksi lainnya44. Salah satu tugas Direksi dalam rangka pengurusan perseroan adalah melakukan penyelenggaraan, dan penyimpanan dokumen perusahaan. Salah satu fungsi dokumen perusahaan adalah untuk menunjukkan kepada setiap pihak (yang berhubungan dengan perseroan) mengenai hak, kewajiban, dan harta kekayaan Perseroan tersebut sangat diperlukan oleh pihak ketiga dalam memutuskan untuk melakukan, atau tidak melakukan hubungan hukum dengan perseroan.

B. Tugas dan Tanggung Jawab Direksi Menurut UUPT

Menurut Pasal 79 ayat (1) UUPT Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Pasal 92 ayat (1) UUPT No. 40 Tahun2007

43 UUPT No. 40 Tahun 2007 Pasal 97 ayat (3). 44

(46)

pengurusan perseroan dipercayakan kepada Direksi, dengan tugas dan wewenang Direksi sebagai berikut :45

1. Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

2. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini atau anggaran dasar.

3. Direksi perseroan terdiri dari 1(satu) orang anggota Direksi atau lebih

4. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dana atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitan surat pengakuan hutang kepada masyarakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.

5. Dalam hal Direksi terdiri atas 2(dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

6. Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

45

(47)

Transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah transaksi yang mengandung perbedaan kepentingan ekonomis antara perusahaan disuatu pihak dengan pihak Direksi, Komisaris, Pemegang Saham dilain pihak. Transaksi yang demikian mungkin dilakukan atau difasilitasi oleh Direksi berdasarkan kekuasaannya. Dengan kekuasaannya Direksi dapat mengambil keputusan untuk bertransaksi demi kepentingannya atau kepentingan pihak lain, bukan demi perseroan. Untuk itu Bapepam mengharuskan persetujuan mayoritas pemegang saham independen. Jika transaksi tersebut dilakukan tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka tindakan Direksi dianggap sebagai tindakan di luar kewenangannya (ultra vires). Direksi bertanggungjawab apabila tindakan Direksi bertentangan UUPT Pasal 85 UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 97 UUPT No.40 Tahun 2007.

Pihak yang menyebabkan terjadinya transaksi tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban. Bapepam berwenang mengenakan sanksi kepada pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut. Sanksi yang dapat dikenakan adalah sanksi peringatan tertulis atau denda. 46

C. Tugas dan tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga

Tugas dan pertanggungjawaban Direksi Perseroan terhadap pihak ketiga terwujud dalam kewajiban Direksi untuk melakukan keterbukaan (disclosure)

46

(48)

terhadap pihak ketiga, atas setiap kegiatan Perseroan, yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan Perseroan.

Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain termuat dalam :

a. Pasal 39 ayat (2) UUPT No.1 Tahun 1995, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 44 UUPT No.40 Tahun 2007, dalam hal Perseroan ingin melakukan pengurangan atas modal dasar, modal dikeluarkan ataupun modal disetor dari Perseroan.

b. Pasal 105 ayat (2) UUPT No. 1 Tahun 1995, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 123 UUPT No.40 Tahun 2007, dalam hal Perseroan ingin melakukan pengabungan, peleburan, dan pengambilalihan ;

c. dan bagi :

1) Perseroan yang dibidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;

2) Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan hutang; 3) Perseroan terbuka

(49)

Ketentuan dalam Pasal-Pasal tersebut di atas tidak menutup adanya kemungkinan permintaan pemberian data atau keterangan mengenai Perseroan oleh pihak ketiga yang berkepentingan, berdasarkan pada perjanjian antara para pihak. Dalam hal-hal demikian tersebut di atas, Direksi berkewajiban untuk memberikan data dan atau keterangan tersebut secara benar dan akurat.

D. Tanggung jawab internal Direksi terhadap perseroan dan pemegang

Saham

Setiap kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dalam melaksanakan kewajibannya tersebut di atas memberikan hak kepada pemegang saham Perseroan untuk :

a. Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili sejumlah sepersepuluh pemegang saham Perseroan melakukan gugatan untuk dan atas nama Perseroan, terhadap Direksi Perseroan, yang atas kesalahan dan kelalaiannya telah menerbitkan kerugian kepada Perseroan (derivative action). b. Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung, untuk dan atas nama

pribadi pemegang saham terhadap Direksi Perseroan, atas setiap keputusan atau tindakan Direksi Perseroan yang merugikan pemegang saham.

(50)

juga tentang penggunaan laba, pengambilalihan perseroan, juga bagaimana jika perseroan melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini UUPT lebih terkonsentrasi pada pembahasan mengenai Anggaran Dasar, RUPS dan cara pendirian PT.

Perseroan terbatas (PT) adalah suatu badan hukum yang terpisah dengan individu yang memilikinya (pemegang saham) atau pengurusnya (Komisaris dan Direksi). Sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki hak dan kewajiban sendiri. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian dimulai dengan membuat akta pendirian PT yang dilakukan dengan akta otentik. Setelah akta pendirian PT selesai dibuat maka selanjutnya adalah mengajukan permohanan ke Menteri Hukum dan HAM untuk memperoleh pengesahan, agar PT memperoleh status badan hukum. Dalam akta pendirian pada umumnya memuat Anggaran Dasar, yang mengatur hal-hal antara lain, Pertama, nama perusahaan. Kedua, tujuan perusahaan. Ketiga, kegiatan usaha. Keempat, lokasi kantor pusat. Kelima, jumlah Direksi dan Komisaris. Dan Keenam, struktur permodalan.

Anggaran Dasar juga dapat mengatur hal-hal berikut:47

a. Preventive rights, pemegang saham memiliki hak untuk membeli terlebih dahulu atas saham yang dikeluarkan perusahaan berikutnya.

b. Hak untuk menilai, Komisaris dapat menilai tambahan dana yang disetor pemegang saham

c. Aturan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.

47

(51)

Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham. Sebaliknya Perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah:48 Pertama, terdapatnya fraud atau ketidakadilan bagi pihak ketiga (misalnya kreditur) dalam pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi. Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana telah ditentukan dan pengelolaan keuangan secara semborono. Ketiga, Perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi lainnya yang menimbulkan ketidakadilan (fair) apabila Perseroan tetap diakui sebagai badan hukum.

Perseroan terbatas mempunyai alat yang disebut organ perseroan, gunanya untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Organ Perseroan terdiri dari tiga macam, yaitu : Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris.

48

(52)

Berdasarkan Teori Organisme dari Otto Von Gireke, dinyatakan bahwa ”pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia mempunyai organ-organ seperti kaki, tangan, panca indera dan karena setiap gerakan organ-organ itu dikehendaki atau diperintahkan oleh otak manusia, berarti setiap gerakan atau aktivitas pengurus badan hukum dikehendaki atau diperintah oleh badan hukum sendiri, sehingga pengurus adalah personafikasi dari badan hukum itu sendiri. Sebaliknya menurut Paul scholten dan Bregstein, pengurus mewakili badan hukum. Berdasarkan analog pendapat Gierke dan Paul Schoulten maupun Brengstein tersebut, Direksi bertindak mewakili perseroan sebagai badan hukum. Hakikat dari perwakilan bahwa seseorang melakukan melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan orang lain atas tanggung jawab dari orang itu.49

Ketiga organ dalam PT tersebut memiliki tugas dan wewenang yang berbeda satu sama lain di dalam UUPT. Namun, perbedaan dimaksud memiliki fungsi yang terkait dengan tujuan untuk menjalankan PT dengan sebaik-baiknya. Direksi kedudukannya sebagai eksekutif dalam perseroan, tindakannya dibatasi oleh anggaran dasar perseroan. Apabila dalam pengurusan perseroan bertindak melampui wewenangnya, maka berdasarkan Pasal 97 ayat (3) maka Direksi yang demikian bertanggung jawab penuh secara pribadi.

Sedangkan Komisaris merupakan organ yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar.

49

(53)

Komisaris yang melakukan kesalahan dapat digugat ke Pengadilan oleh pemegang saham atas nama perseroan.50

Dari uraian sebelumnya diketahui bahwa selain tanggung jawab terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, Direksi perseroan juga bertanggung jawab terhadap pihak ketiga atas setiap perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan. Perlindungan bagi pihak ketiga ini dapat kita temukan dalam Pasal 14 UUPT secara jelas menyatakan bahwa Direksi bertanggung jawab secara renteng atas kelalaiannya dalam melaksanakan kewajiban pendaftaran dan pengumuman yang disyaratkan. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban Direksi terhadap pihak ketiga juga dapat ditemui dalam ketentuan Pasal 69 ayat (3) UUPT, mewajibkan Direksi untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas setiap ketidak benaran informasi dalam hal laporan keuangan yang disampaikan oleh perseroan.

Rumusan yang diberikan dalam UUPT tersebut bertujuan untuk menegaskan kembali fungsi Direksi sebagai suatu organ (dan bukan masing-masing pribadi anggota Direksi) yang berkewajiban untuk dengan itikad baik dan penuh tanggunng jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan, meskipun masing-masing anggota Direksi berwenang untuk bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan baik di luar maupun di dalam pengadilan. Dengan pertanggungjawaban renteng ini diharapkan dapat terjadi saling mengawasi di antara sesama anggota Direksi perseroan atas setiap perbuatan Direksi yang dapat merugikan, baik perseroan, pemegang saham perseroan, maupun pihak ketiga yang beritikad baik.

50

(54)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, meskipun UUPT memberikan ketentuan berupa sanksi perdata yang sangat berat kepada setiap anggota Direksi perseroan atas setiap kesalahan atau kelalaiannya, namun pelaksanaan pemberian sanksi ini sebenarnnya tidak perlu dikhawatirkan selama anggota Direksi bersangkutan bertindak sesuai dan tidak menyimpang dari aturan main yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar perseroan, dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

E. Tanggung jawab eksternal Direksi terhadap pihak ketiga yang berhubungan

hukum dengan perseroan

Manusia adalah subjek hukum, akan tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum yang dikenal. Selain manusia, masih terdapat subjek hukum lainnya yang dikenal dengan badan hukum (rechtspersoon). Di antara banyak badan hukum yang dikenal dalam doktrin hukum, salah satu yang amat dikenal adalah Perseroan Terbatas (PT). Mengapa para pihak lebih memilih bentuk Perseroan Terbatas? Adapun alasannya adalah setiap orang pemilik dana selalu menginginkan risiko seminimal mungkin selain itu juga demi efisiensi.51 Perseroan Terbatas dapat dikatakan efisiensi karena perseroan terbatas dapat digunakan untuk mengakomodasikan kegiataan usaha dari yang terkecil yaitu bisnis perorangan (one-person business) sampai yang terbesar yaitu bisnis multinasional. Selain itu

51

(55)

perusahaan juga dapat digunakan untuk kegiatan non profit yang bertujuan usaha untuk memberi keuntungan. UUPT di dalam beberapa pasal pengaturannya ditujukan untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas Perseroan Terbatas. Kegiatan berusaha dapat dilakukan secara pribadi dengan segala konsekuensinya dan dapat pula dilakukan dalam bentuk kerja sama antar pribadi atau antar kelompok, di samping itu mengenai bentuk usaha yang dipilih pada dasarnya sangat bergantung pada berbagai hal baik faktor internal maupun eksternal dari para pihak yang mendirikan perusahaan. Sedangkan berdasarkan sumber dana yang dimanfaatkan untuk mendirikan perusahaan maka bentuk Perseroaan Terbatas sangat diminati.52 Di samping itu juga sangat cukup beralasan mengapa Perseroan Terbatas yang diminati, karena secara filosofi bahwa pendirian Perseroan Terbatas yang dilakukan oleh sekolompok orang tersebut semata-mata memiliki tujuan untuk memajukan perusahaan.

UUPT yang telah ada jika dibandingkan dengan peraturan yang lama isinya cukup maju, ketentuan-ketentuan dalam UUPT dapat dikatakan lengkap dan terperinci. Di dalamnya dikenal perbedaan perseroan tertutup dengan perseroan terbuka, diatur tentang bagaimana perlindungan modal dan kekayaan perusahaan,

52

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian memperlihatkan bahwa BMT BUMi telah menjalankan perannya secara umum sebagai koperasi syariah yang mampu membuat kegiatan ekonomi dan

Tujuan obyektif yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah merancang dan membuat sebuah aplikasi RFID sebagai penunjang sistem keamanan parkir berbasis

kemandirian belajar dalam kategori cukup. Pada siklus I kemandirian belajar siswa dalam kategori rendah sebanyak 1 orang, kemandirian belajar dalam kategori cukup sebanyak 6 orang

Puji serta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan judul Perancangan dan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Inovasi Dinas Kesehatan dalam mengatasi angka kematian ibu melalui Gerakan AKINO di Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa, maka dapat

Paloh, Kalbar, Jubi - Sebanyak 21 Penyu hijau dan sisik mati sepanjang bulan Februari hingga April 2018, yang diduga karena keracunan sejenis tar aspal di kawasan perairan

Bermaksud mengambil data untuk penelitian skripsi saya dengan menyampaikan kuesioner kepada Bpk./Ibu/Sdr./i untuk mengetahui Pengaruh Kepemimpinan Islami dan Budaya

Usia menarke wanita Kabupaten Pesawaran mendapatkan hasil yang konsisten dengan daerah rural lain, yaitu lebih lambat dibandingkan usia menarke wanita urban (Tabel 4).. Gambar