• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah Dan Akses Informasi Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah Dan Akses Informasi Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMBERI PERSETUJUAN TINDAKAN BEDAH DAN AKSES INFORMASI TERHADAP

PEMAHAMAN TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT) DI BADAN

PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

T E S I S

Oleh

NANANG WIRIA 057013018/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMBERI PERSETUJUAN

TINDAKAN BEDAH DAN AKSES INFORMASI TERHADAP

PEMAHAMAN TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN

MEDIS (INFORMED CONSENT) DI BADAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT

UMUM Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

Dalam Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NANANG WIRIA

057013018/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Pengaruh Karakteristik Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah dan Akses Informasi Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

Nama Mahasiswa : Nanang Wiria

Nomor Pokok : 057013018

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP Ketua

Drs. Tukiman, MKM Anggota

Ketua Program Studi Direktur SPs USU

Dr. Drs. Surya Utama, MS Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 29 Januari 2007

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP

Anggota : 1. Drs. Tukiman, MKM

2. Dr. Dra. Ida Yustina, Msi

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMBERI PERSETUJUAN TINDAKAN BEDAH DAN AKSES INFORMASI TERHADAP

PEMAHAMAN TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT) DI BADAN

PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

.

Medan, 2 Februari 2008

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

TAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional ... 35

3.7. Metode Pengukuran ... 37

3.8. Metode Analisa Data ... 39

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 41

(7)

Tindakan Bedah ... 43

4.4 Pemahaman Persetujuan Tindakan Medis ... 50

4.4.1. Pemahaman Pemberi Persetujuan Tentang PTM ... 50

4.4.2. Katagori Pemahaman Tentang PTM ... 51

4.4.2. Pemahaman Tentang Surat Persetujuan ... 51

4.5. Hasil Analisa Statistik ... 52

BAB 5. PEMBAHASAN... 56

5.1. Pengaruh Karakteristik Umur Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medik ... 56

5.2. Pengaruh Karakteristik Pendidikan Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medik ... 57

5.3. Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medik ... 58

5.4. Pengaruh Sumber Informasi Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medik ...……. 60

5.5. Pengaruh Kelengkapan Informasi Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medik ... 62

5.6. Pengaruh Bahasa Penyampaian Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medik ... 64

5.7. Pengaruh Waktu Penyampaian Terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medik ... 65

5.8. Pengaruh Menjelaskan dan Memberikan Surat Persetujuan Terhadap Pemahaman Tentang Surat Persetujuan... 66

5.9. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1. Kesimpulan... 69

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas Dan Realibilitas Kuesioner Karakteristik

Responden Akses Informasi dan Pemahaman PTM... 34

3.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 39

4.1. Kegiatan Pembedahan pada Instalasi Bedah Sentral ... 42

4.2. Kegiatan Pembedahan pada Kamar Bedah Emergency ... 43

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 44

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 44

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Suku ... 45

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan... 45

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi ... 46

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Bagian Informasi Tindakan Medis ... 47

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Informasi Tindakan Medis... 48

4.10.Distribusi Responden Berdasarkan Bahasa Penyampaian .... 48

4.11.Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Penyampaian ... 49

4.12.Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Informasi Pemahaman PTM ... 51

4.13.Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Terhadap PTM .. 51

4.14.Distribusi Responden Berasarkan Pemahaman Tentang Surat Persetujuan ... 52

4.15.Nilai Dertiminasi Karakteristik Pemberi persetujuan dan Akses Informasi Terhadap Pemahaman Tentang PTM ... 53

4.16.Koefisien Korelasi Berganda dan Koefisien Determinan ... 53

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kesatuan dan Saling Berkaitan Antar Sub Ranah Dalam

Ranah Kognitif... 11

2. Skema informed consent menurut Guwandi ... 21

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Output Uji Regresi Ganda Karakteristik Pemberi Persetujuan dan

Akses Informasi terhadapap Pemahaman Tentang Persetujuan

Tindakan Medis...

2. Uji validitas dan reliabilitias...

3. Output Tabel Distribusi...

4. Kuesioner Penelitian...

(11)

ABSTRAK

Dalam pelaksanaan tindakan bedah setiap rumah sakit harus mempunyai prosedur tetap sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, salah satu isinya antara lain mewajibkan semua dokter yang akan melakukan tindakan bedah agar memberikan informasi ataupun penjelasan kepada pasien sebelum tindakan dilaksanakan. Dari survei awal pada bulan Januari s/d Maret 2007 terhadap pasien atau keluarga dari pasien yang sudah dilakukan tindakan bedah di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, persetujuan tindakan medis masih belum dilaksanakan sesuai dengan protap yang berlaku. Dari 25 orang pasien dan keluarga dari pasien yang sudah dilakukan tindakan bedah, 84% tidak mengerti tentang tindakan yang sudah dilakukan dan begitu juga 80% surat persetujuan tidak memenuhi standar prosedur yang berlaku.

Jenis penelitian ini adalah survey explanatory bertujuan untuk menganalisis karakteristik pemberi persetujuan dan akses informasi terhadap pemahaman tentang persetujuan tindakan medis. Populasi adalah pasien dan keluarga pasien yang memberikan persetujuan atas tindakan bedah yang sudah dilakukan. Sampel yang diambil berjumlah 94 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi, analisa data menggunakan uji statistik regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) tingkat pemahaman pemberi persetujuan tentang persetujuan tindakan medis adalah sedang (53,2%), (2) tingkat pemahaman pemberi persetujuan secara nyata dipengaruhi oleh pendidikan, dan kelengkapan informasi, (3) sub variabel yang sangat berpengaruh adalah kelengkapan informasi, (4) bagian persetujuan tindakan medik yang sering disampaikan adalah: diagnosa, prognosa, dan tindakan bedah, (5) surat persetujuan diberi dan dijelaskan oleh paramedis, (6) dijumpai pemberi persetujuan berumur < 21 tahun, (7) masih banyak pemberi persetujuan tidak memperoleh informasi.

Strategi untuk meningkatkan pemahaman pemberi persetujuan di antaranya adalah: menjalankan persetujuan tindakan medis sesuai dengan protap yang berlaku, penyampaian informasi disesuaikan dengan karakteristik pemberi persetujuan terutama tingkat pendidikan. Dalam kaitan itu manajemen Rumah Sakit perlu mengevaluasi pelaksanaan persetujuan tindakan medis oleh dokter yang melakukan tindakan bedah.

(12)

ABSTRACT

In a surgical procedure implementation, each hospital must have a standard procedure to refer to in the implementation of surgical action and one of the contents of the procedure is to require all surgeons to provide their patients with information or explanation about the surgical procedure before it is done. The result of the preliminary survey done from January to March 2007 on the patients who have undergone the surgery or their families in Pirngadi General Hospital Medan, the informed consent still has not been implemented as stated in the existing standard procedure. Of the 25 patients and the families of the patients who have undergone the surgery, 84% do not understand about the action taken and 80% of the letters of agreement do not meet the existing standard procedure.

This survey explanatory study is aimed at analyzing the characteristics of agreement givers and information access to the understanding about the informed consent. The population for this study is the patients and the families of the patients who have undergone the surgery. The samples for this study are 94 persons of the total population. The data needed were obtained through questionnaires and observation and the data obtained were analyzed using the multiple regression statistical test.

The result of this study shows that (1) the level of understanding of the agreement givers about the informed consent is in fair category (53,2%), (2) the level of understanding of the agreement givers about the informed consent is significantly influenced by education and information completeness, (3) the most influential sub-variable is information completeness, (4) the frequently conveyed parts of informed consent are diagnosis, prognosis, and surgical action , (5) letter of agreement is given and explained by paramedics, (6) it was found out that the agreement givers are of < 21 years old, and (7) there are still many of the agreement givers do not get the information.

The strategies to improve the understanding of agreement givers are, among other things, implementing the medical action agreement according to the existing standard procedure, conveying the information to the agreement givers in a way that meets their characteristics especially their level of education. In this context, it is suggested that the hospital management evaluate the implementation of medical action agreement performed by the medical doctors doing the surgical action.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Pelayanan yang diberikan antara lain tindakan bedah. Dalam pelaksanaannya setiap

rumah sakit harus mempunyai prosedur tetap (protap) sebagai acuan pelaksanaan

kegiatan, salah satu isinya antara lain mewajibkan semua dokter yang akan

melakukan tindakan bedah agar memberikan informasi ataupun penjelasan kepada

pasien sebelum tindakan dilaksanakan. Kepada pasien harus dijelaskan tentang segala

sesuatu yang berhubungan dengan tindakan yang akan diberikan serta risiko yang

mungkin saja terjadi, apa yang akan terjadi bila tindakan tidak dilaksanakan dan

apakah ada tindakan alternatif yang dapat dilakukan. Hal yang demikian tercakup

dalam Persetujuan Tindakan Medik (PTM) atau Informed Consent.

Persetujuan Tindakan Medik adalah persetujuan yang diberikan pasien atau

keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik yang akan

dilakukan terhadap pasien. Secara umum PTM merupakan persetujuan yang

diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medik

apapun yang akan dilakukan. Dengan perkataan lain bahwa PTM merupakan

persetujuan yang diperoleh dokter setelah pasien diberi informasi dan penjelasan

(14)

keluarga pada tindakan operatif atau tindakan invasif lain yang beresiko. PTM lebih

dikenal sebagai Surat Izin Operasi (SIO), Surat Persetujuan Bedah, Surat perjanjian

dan lain-lain sesuai dengan rumah sakit atau dokter yang merancangnya.

Dalam dunia kedokteran saat ini informasi merupakan hak yang harus

diperoleh setiap orang sebagai hak asasinya seorang pasien atau keluarga pasien.

Berdasarkan informasi itulah kemudian pasien atau keluarga pasien dapat mengambil

keputusan suatu tindakan medik yang akan dilakukan pada diri atau keluarganya.

(Achadiat , 1996).

Bila kita perhatikan akhir-akhir ini di media massa secara cermat, sebagian

besar perselisihan (dalam bentuk tuntutan hukum) yang timbul antara dokter dengan

pasien dan dokter dengan keluarga pasien yang dikenal dengan sebutan malpraktek,

karena kurangnya pemahaman terhadap informasi yang diberikan oleh dokter,

misalnya pemberitaan dugaan malpraktek dokter di RSU Dr. Pirngadi Medan pada

kasus Stefana baru Simatupang, (Tempo Interaktif, 2006), kasus Sarwita Sianturi

(SIB, 2006), dan kasus Monag Bangun Hutabarat (Sumut Pos, SIB 2006).

Dalam perkembangan dugaan malpraktek dilaporkan telah terjadi

peningkatan, terlihat dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik baik yang

ditujukan kepada dokter maupun rumah sakit. Selama tahun 1999-2004 telah terjadi

126 gugatan kasus malpraktek medik, kasus terbanyak terjadi di RSCM yang

(15)

tahun 1998 - 2003 Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI)

menangani sengketa medik sebanyak 149 kasus (Forum Keadilan, 2006).

Laporan kasus dugaan maletik dan malpraktek tahun 2003 s/d 2006 yang

diperoleh dari Ikatan Dokter Indonesia cabang Medan berjumlah 18 kasus. Laporan

kasus dugaan malpraktek tahun 2003 s/d 2006 yang diperoleh dari Ikatan Dokter

Indonesia Sumatera Utara berjumlah 9 kasus tidak termasuk laporan IDI Medan.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Jakarta melaporkan maletik dan

malpraktek tahun 1999 – 2003 telah terjadi 92 kasus, jumlah kasus yang terbanyak

pada tahun 1999 yaitu 18 kasus.

Sebagaimana dikatakan Tanjung yang dikutip oleh Waspada (2006), Terakhir

ini di Indonesia, termasuk juga Medan, masalah tuntutan dugaan malpraktek sering

menjadi topik utama pemberitaan. Seakan-akan saat ini kita sudah memasuki krisis

malpraktek seperti yang terjadi di Amerika sejak 2 – 3 dekade yang lalu. Profil umum

dokter dan rumah sakit kita coreng moreng karena liputan media yang intensif dan

meluas tentang kasus-kasus malpraktek. Malpraktek tiba-tiba mencuat menjadi istilah

populer yang diucapkan setiap orang, walaupun yang mengucapkannya belum tentu

tahu banyak apa arti dan dampak penggunaan kata itu.

Hal demikian didukung oleh pendapat Purnomo yang dikutip oleh

Kusumastuti (2006), berbagai kasus gugatan atau tuntutan yang tertuju kepada profesi

(16)

pemahaman terhadap peraturan hukum kesehatan beserta dengan doktrin-doktrin

hukum kesehatan.

Dugaan malpraktek dan maletik terjadi hampir diseluruh negara, misalnya

Amerika Serikat Medication error membunuh hampir 100.000 penduduk Amerika

per tahun, Australia dengan resiko kecacatan bervariasi antara 4,2% hingga 13,7%.

Institute of Medicine pada tahun 1999 melaporkan angka kematian pasien akibat

medical error di Amerika serikat mencapai 44.000 hingga 99.000 setiap tahunnya.

Sekitar 17% dari medication error akibat kesalahan apotik saat menyerahkan obat

pada pasien. Sekitar 11% kasus medication error di rumah sakit berkaitan dengan

kesalahan pemberian jenis obat dan kekeliruan menetapkan dosis obat. Begitu juga

dengan negara Israel jauh memprihatinkan lagi, yaitu bahwa risiko terjadinya

medication error pada seorang pasien adalah 1,7 kali per hari. Di Amerika biaya yang

harus ditanggung akibat medication error mencapai lebih dari US$ 2.500 per pasien.

Di Inggris menganggarkan lebih dari 8 milyar poundsterling untuk masalah

medication error.

Penelitian di rumah sakit Salt Lake City yang menemukan 5,5% kejadian efek

samping yang serius pada pasien rawatan. Di bidang bedah dilaporkan medication

error paling tinggi. Di Chicago Teaching Hospital 45,8% pasien terindikasi

mengalami medication error, 18% diantaranya digolongkan dalam katagori serius

(17)

Penelitian yang dilakukan oleh Ateta (2005), tentang “Hubungan

Karakteristik Pasien Pelayanan Bedah dan Kejelasan Informasi Dokter Dalam

Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun

2005”, dengan hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara faktor karakteristik pasien yaitu : umur, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan terhadap pemahaman pasien dengan informasi dokter.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti (2006), tentang “Hubungan

Karakteristik Dokter dengan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medik di Bagian

Bedah dan Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU. PTPN-II Tembakau Deli

Medan tahun 2006”, dengan hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara hubungan komitmen dengan pelaksanaan PTM. Pengetahuan dokter

mengenai wajib hukum PTM baik, tetapi dalam penerapannya menurut hukum

kesehatan paradigma baru dikatagorikan masih buruk, ini tercermin dari cara

memberikan informasi kepada pasien , di mana kualitas informasi dan kualitas

komunikasi antara dokter dan pasien masih belum baik.

Penelitian Amiranti yang dikutip oleh Kusumastuti (2006), mengungkapkan

kejelasan informasi yang diberikan oleh dokter berhubungan erat dengan tingkat

kepuasan pasien.

Rumah sakit Umum Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit umum yang

berada dibawah pemerintah kota Medan dan merupakan bentuk Badan Pelayanan

(18)

Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2006 setiap bulannya melakukan

tindakan bedah rata-rata 165 orang.

Dari survei awal pada bulan Januari s/d bulan Maret 2007 di ruang rawat inap

terhadap pasien dan keluarga pasien yang sudah dilakukan tindakan bedah,

Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) masih belum dilaksanakan sesuai

dengan prosedur tetap yang berlaku. Dari 25 orang pasien dan keluarga pasien bedah

yang sudah dilakukan tindakan operasi, 84% tidak mengerti tindakan apa yang sudah

dilakukan dokter kepadanya atau keluarganya. Begitu juga dari 25 Surat Persetujuan

yang dilampirkan pada buku catatan rekam medik pasien yang telah dilakukan

operasi, ternyata 80% tidak memenuhi standar prosedur yang berlaku.

Dalam konteks PTM, pasien dan keluarga diharapkan tampil menjadi subjek

utama pada konsep pemahaman PTM ini, karena ianya yang merasakan akibat dari

tindakan medis. Sebagai mana yang dikatakan oleh Achadiat (1996), pasien berhak

mengetahui apa yang akan dilakukan pada dirinya karena dia tahu bahwa semua

akibat yang timbul dari tindakan medik pada prinsipnya akan ditanggung olehnya.

Ungkapan malpraktek banyak digunakan oleh para pengacara, LSM, dan

media pada setiap kasus klinik dengan hasil yang tidak sesuai dengan harapan. Opini

masyarakat diarahkan bahwa penyebab-penyebab kasus tertentu adalah kesalahan

dokter, dimana dokter beserta rumah sakit harus dituntut. Ini sudah mengarah kepada

upaya peradilan oleh masyarakat atau media. Padahal kenyataannya belum tentu

(19)

diketahui sebelumnya atau tidak, yang dapat dicegah atau adakalanya tidak dapat

diatasi. Asuhan medis merupakan proses yang rumit dimana hasilnya tergantung

kepada banyak variabel bukan hanya dokter saja. Semua itu tidak akan terjadi bila

pasien dan keluarganya dalam pemahaman PTM benar-benar dilaksanakan, salah satu

cara dengan melaksanakan konsep Komunikasi Efektif Dokter-Pasien.

Sebagaimana dikuatkan oleh pendapat Wiradharma yang dikutip Kusumastuti

(2006) mengatakan tiga komponen dari PTM, yaitu : (1). Informasi, yang sebenarnya

mencakup keterangan mengenai tindakan yang akan dilakukan, berbagai risiko yang

mungkin terjadi, manfaat yang diharapkan, tindakan alternatif untuk kepentingan

pasien. (2). Pemahaman, merupakan fungsi dari kemampuan. Dokter harus

memastikan bahwa informasi yang diberikan telah dipahami sepenuhnya,

(3).Kerelaan, menuntut adanya kebebasan fisik maupun psikis. Semakin rentannya

pasien, semakin ia berhak untuk memperoleh perlindungan lebih banyak terhadap

tekanan atau bujukan yang mungkin tidak tepat untuk dilakukannya tindakan medik

tertentu.

Kurangnya informasi yang disebarluaskan oleh media massa tentang

Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, Persetujuan Tindakan Medik, dan

informasi-informasi lainnya yang menggambarkan antara dokter dan pasien yang menyebabkan

miskinnya informasi dan ketidak pahaman masyarakat tentang Persetujuan Tindakan

Medik. Informasi bermakna yang menggambarkan suatu objek, diharapkan dapat

(20)

kedua pada manusia berkenaan dengan stimuli sesudah sensasi dan proses pertama

dalam memberi tanggapan pada stimuli yang diterima oleh indera.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang yang disampaikan di atas dapat dirumuskan

permasalahan penelitian :

Bagaimana pengaruh karakteristik pemberi persetujuan (umur, tingkat pendidikan,

suku, pekerjaan) dan akses informasi (sumber informasi, kelengkapan, bahasa

penyampaian, dan waktu penyampaian) terhadap pemahaman tentang Persetujuan

Tindakan Medis di Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Medan tahun

2007.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik pemberi persetujuan tindakan

bedah dan akses informasi terhadap pemahaman Persetujuan Tindakan Medis di

Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007.

1.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka

dan kerangka konsep penelitian, disusunlah hipotesis penelitian sebagai berikut: ada

pengaruh nyata karakteristik pemberi persetujuan tindakan bedah dan akses informasi

terhadap tingkat pemahaman tentang Persetujuan Tindakan Medik di Badan

(21)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan Rumah Sakit untuk meningkatkan

kewajiban setiap dokter yang akan melakukan tindakan bedah agar melaksanakan

PTM sesuai dengan protap yang berlaku.

1.5.2. Bagi dokter, pasien dan keluarga pasien

Sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang

karakteristik pasien dan keluarga serta akses informasi terhadap pemahan PTM, bagi

pasien dan keluarga mengerti hak dan kewajibannya serta tidak mudah dan cepat

menganggap hasil dari pelayanan kesehatan (terutama tindakan bedah) yang tidak

sesuai dengan harapan sebagai tindakan kelalaian atau malpraktek.

1.5.3. Bagi akademisi

Sebagai bahan perbandingan atau referensi pada studi atau penelitian di massa

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemahaman

2.1.1. Pengertian Pemahaman

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pemahaman identik dengan

pengertian (to understand). Memahami sesuatu berarti mengerti benar akan sesuatu.

Menurut Bloom yang dikutip Winkel (1989), pemahaman mencakup

kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya

kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan,

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain; membuat

prakiraan tentang kecendrungan yang nampak dalam data tertentu. Pemahaman

terhadap metode dan prosedur artinya seseorang tersebut dapat menterjemahkan,

menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menjelaskan kembali, menguraikan,

merumuskan, mengubah dan memberikan contoh tentang yang dimaksudkan.

Sedangkan memahami konsep, kaidah, prinsip, kaitan antara fakta dan isi pokok dari

informasi yang disampaikan artinya orang tersebut dapat menyadur, meramalkan,

menyimpulkan, memperkirakan, menerangkan informasi yang didapatnya dan

menarik kesimpulan.

Menurut Bloom yang dikutip Notoatmodjo (2003), perilaku manusia terdiri

terdiri dari tiga domain, ranah atau kawasan, yakni: kognitif (cognitive), afektif

(23)

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)

terdiri atas enam tingkatan, yaitu mengingat/mengetahui (know), memahami

(comprehension), mengaplikasi (aplication), menganalisis (analysis), mensintesis

(synthesis) dan mengevaluasi (evaluation). Pemahaman merupakan tingkatan kedua

dari domain kognitif setelah manusia mengingat/mengetahui. Memahami diartikan

sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang

telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

Penilaian

Sintesis

Analisis

Penerapan

Pemahaman

Ingatan

Gambar 1. Kesatuan dan saling berkaitan antarsubranah dalam ranah kognitif

Menurut Notoatmojo (2003), memahami (comprehension) diartikan sebagai

suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasi materi tersebut secara benar.

Penelitian ini memfokuskan pada pentingnya pemahaman pemberi

persetujuan tentang PTM. Dengan memahami dan mengerti tentang PTM dengan

(24)

kelalaian ataupun malpraktik medik bila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki akibat

pelayanan kesehatan.

Sebagai mana yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2003), Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behavior). Konsep pemahaman terdapat di dalam ranah kognitif.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman

Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), proses dalam

penyampaian informasi sampai dapat dipahami oleh seseorang tergantung pada

kemahiran intelektualnya. Untuk menangkap rangsangan atau stimulus dari orang lain

sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari orang yang bersangkutan. Faktor

karakteristik seseorang digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu

mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena

adanya ciri-ciri individu yang berbeda-beda.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arikunto (2006), ciri-ciri individu yang

dimaksud misalnya, dilihat dari ciri-ciri demografi seperti umur. Untuk orang dewasa

daya berfikir untuk dapat memahami lebih tinggi dari pada umur orang yang masih

anak-anak. Semakin dewasa usia, semakin tumpul daya ingat seseorang, tetapi

sebaliknya daya pikir dan pemahamannya semakin baik. Sedangkan pada usia

anak-anak proses mengingatnya jauh lebih baik dan lebih pandai menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ingatan ketimbang pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pemikiran dan

(25)

Selain itu struktur sosial seperti, lingkungan, suku, tingkat pendidikan,

pekerjaan, tingkat ekonomi atau pendapatan juga sangat mempengaruhi perilaku

manusia dalam hal pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu informasi ataupun

konsep. Lingkungan merupakan tempat terjadinya interaksi antara manusia. Apabila

perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya maka dapat diterima juga

oleh individu yang bersangkutan, sedangkan tingkat pendidikan dapat mempengaruhi

cara berpikir seseorang. Pada tingkat sekolah dasar metode pembelajaran lebih pada

proses mengingat dan menghafal. Pada tingkat sekolah lanjutan metode pembelajaran

sudah pada tingkat berpikir ketimbang hanya menghafal. Begitu selanjutnya, semakin

tinggi tingkat sekolah maka proses untuk berpikir, memahami dan menganalisa

semakin ditekankan (Arikunto, 2006).

Untuk dapat mengerti ataupun paham tentang informasi yang disampaikan

seseorang kepada yang lain haruslah melalui beberapa proses antara lain :

1. Sensasi

Sensasi berasal dari kata sense yang artinya adalah alat penginderaan yang

menghubungkan organisme dengan lingkungannya.

Menurut Wolman yang dikutip oleh Rakhmat (2004), sensasi adalah pengalaman

elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau

konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra.

Pada fase ini yang paling berperan untuk dapat mencerna informasi adalah

(26)

Semua alat indera akan diaktifkan untuk dapat menginterpretasi rangsangan atau

stimulus yang diterima dari lingkungan luar.

2. Persepsi

Adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh

dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Defenisi lain dari

persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuly).

Banyak hal yang mempengaruhi persepsi seseorang tentang hal yang dilihatnya

seperti pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar

belakang budaya. Namun yang menentukan persepsi bukanlah jenis ataupun

bentuk rangsangan yang diterima tetapi karakteristik orang yang memberikan

respon terhadap rangsangan tersebut.

3. Memori

Menurut Schlessinger dan Groves yang dikutip oleh Rakhmat (2004) memoti

adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup

merekam fakta tentang dunia dan menggunaan pengetahuannya untuk

membimbing perilakunya. Secara singkat, memori melewati tiga proses:

perekaman (encoding), penyimpanan (storage), dan pemanggilan (retrieval).

4. Berfikir

Adalah proses untuk menarik kesimpulan untuk membuat keputusan. Dengan

(27)

diterimanya melalui indera yang menangkap rangsangan tersebut. Pada tahap ini

orang tersebut sudah mendapat gambaran yang nyata.

Berpikir adalah aktivitas yang sifatnya idealistis yang mempergunakan

abstraksi-abstraksi (ideas). Dalam berpikir. Orang meletakkan hubungan antara

bagian-bagian informasi yang ada pada dirinya yang berupa pengertian-pengertian

(Notoatmodjo, 2003).

2.2. Persetujuan Tindakan Medis (PTM)

2.2.1. Pengertian

PerMenkes RI Nomor : 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Bab I Pasal 1 ayat (a)

Persetujuan Tindakan Medis / Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan

oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang

akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Persetujuan tindakan medik (PTM) adalah terjemahan yang dipakai untuk

istilah informed consent. Informed artinya telah diberitahukan, telah disampaikan,

telah diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang

untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian informed consent adalah persetujuan yang

diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan (Amir, 1999).

Guwandi (1994), mengatakan Informed Consent adalah suatu izin (consent)

atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional sesudah

(28)

SK DirJendYanMedik Nomor : HK.00.06.3.5.1866 tentang Pedoman

Persetujuan Tindakan Medik Menjelaskan Informed Consent terdiri dari kata

informed yang berarti telah mendapat informasi dan consent berarti persetujuan (ijin).

Yang dimaksud dengan Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah

pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan dengan

bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan

dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan

kedokteran yang dimaksud.

Ada lagi defenisi menurut Sampurna dalam Proceeding seminar dan

lokakarya yang dikutip oleh IDI (2005), yang mengatakan Informed Consent adalah

suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien

dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan

terhadap pasien.

Dari semua defenisi yang diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

Persetujuan Tindakan Medis ataupun Informed Consent adalah persetujuan yang

diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan

medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Menurut Sampurna dalam Proceeding seminar dan lokakarya yang dikutip

oleh IDI (2005), Informed consent memiliki 3 element , yaitu:

1. Thresold elements, elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen,

(29)

yang kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat

keputusan (medis).

2. Information elements, elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure

(pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan

pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk

memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai

pemahaman yang adekuat.

3. Consent elements, elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness

(kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan

mengharuskan tidak adanya tipuan, misreprensentasi ataupun paksaan. Pasien

juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap

seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.

2.2.2. Tujuan dan Fungsi Persetujuan Tindakan Medis

Menurut Guwandi (2003), fungsi dari PTM antara lain ; 1) promosi dari hak

otonomi perorangan, 2) proteksi dari pasien dan subjek, 3) mencegah terjadinya

penipuan atau paksaan, 4) menimbulkan rangsangan kepada profesi medik untuk

mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri (self-secrunity), 5) promosi dari

keputusan-keputusan yang rasional, 6) keterlibatan masyarakat dalam memajukan

prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam

(30)

Dasar hukum PTM adalah hubungan dokter dengan pasien yang atas dasar

kepercayaan, tujuannya adalah memberikan perlindungan pasien terhadap tindakan

dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dimana secara medik tidak ada dasar

pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien dan memberikan

perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,

karena setiap prosedur medik melekat suatu risiko (Affandi dkk, 2005).

Tujuan dan manfaat Persetujuan Tindakan Medis adalah :

1. PTM dimaksudkan sebagai alat untuk memungkinkan penentuan nasib sendiri

dan berfungsi sebagai jaminan untuk terpenuhinya hak dan informasi dalam

suatu hubungan medik/ kesehatan.

2. PTM ini juga dimaksudkan untuk melindungi hak individual pasien dari tindakan

tidak sah oleh dokter dan juga dapat melindungi dokter dari tuntutan pelanggaran

hak atas integritas pribadi pasien tersebut.

3. PTM dapat menjadi doktrin hukum apabila adanya kewajiban dokter untuk

memberi informasi dan kewajiban untuk mendapatkan persetujuan mempunyai

dasar hukum tertentu.

4. PTM dapat diartikan sebagai perwujudan prinsip mengutamakan pasien, tanpa

mengabaikan kepentingan dokter, maka PTM secara tertulis dari pasien dapat

dijadikan alat bukti untuk membebaskan dokter dari tuntutan risiko yang

(31)

supaya dokter dapat menghindarkan risiko sekecil apapun demi kepentingan

pasien.

Tujuan doktrin Persetujuan Tindakan Medis :

a. Memberikan perlindungan pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya

tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang

dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.

b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap sesuatu kegagalan dan

bersifat negatif, karena prosedur medik modern tidak tanpa resiko dan pada

setiap tindakan medik ada melekat suatu risiko (inherent risk) (Guwandi, 1994)

2.2.3 Bentuk Persetujuan Tindakan Medis

Hanafiah dan Amir (1998), membagi Persetujuan Tindakan Medis dengan 2

(dua) bentuk yaitu :

1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent), yaitu bisa dalam

keadaan normal (biasa) atau darurat. Umumnya tindakan biasa dilakukan atau

sudah diketahui umum seperti pengambilan darah untuk pemeriksaan

laboratorium. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat ”emergency

memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa

memberikan persetujuan dan keluarganyapun tidak ditempat, maka dokter dapat

melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter.

(32)

invasif dan tidak mengandung risiko tinggi seperti pencabutan kuku. Segi praktis

dan kelancaran pelayanan medik yang dilakukan oleh dokter merupakan alasan

persetujuan ini.

Amir (1999), mengatakan persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan pada

tindakan medik yang mengandung risiko tinggi seperti tindakan pembedahan,

tindakan invasif lain, tindakan non-invasif, namun mengandung risiko-risiko tertentu.

Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam pasal 3 ayat 1 Permenkes No.585 tahun 1989

yang berbunyi setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan

persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang hendak memberikan persetujuan.

Tanda setuju secara tertulis dengan penandatangan formulir hanya untuk

memudahkan pembuktian jika pasien kelak menyangkal telah memberikan

persetujuannya. Dengan sudah ditandatanganinya formulir tersebut, maka jika pasien

menyangkal, pasiennya yang harus membuktikan bahwa ia tidak diberi informasi.

Namun demikian bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko seperti

tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang invasif,

(33)

1. Pasien

3. Informasi

5. Setuju (Consent)

6A. Tanda Tangan Menolak 6. Tanda

Tangan Menyetujui

5A. Menolak (Refusal) 4. Keputusan

(Informed Decision)

2. Dokter

Gambar 2. Skema informed consent menurut Guwandi (2003)

2.2.4. Tata Laksana Persetujuan Tindakan Medis

- Pertama mengungkapan dan penjelasan (disclosure and explanation) kepada

pasien atau keluarga dalam bahasa yang dapat dimengerti tentang penegakan

diagnosanya, sifat dan prosedur atau tindakan medik yang diusulkan,

kemungkinan timbulnya risiko, manfaatnya, alternatif jika ada.

- Kedua memastikan pasien atau keluarga mengerti apa yang telah dijelaskan

(34)

atau keluarga telah menerima risiko-risiko tersebut, bahwa pasien mengizinkan

dilakukan prosedur/ tindakan medik tersebut

- Ketiga proses tersebut kemudian harus didokumentasikan sebagai tanda bukti

telah terjadi persetujuan setelah penjelasan.

2.2.5. Pihak yang memberi persetujuan.

Menurut Amir (1999), tentang siapa yang berhak memberikan persetujuan

terhadap tindakan medik dokter telah diatur dalam pasal 8 Permenkes No.585/1989,

yakni :

1. Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan

sehat mental.

2. Pasien dewasa sebagaimana yang dimasud ayat (1) adalah yang telah berumur 21

tahun atau telah menikah.

3. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang

tuanya berhalangan hadir, persetujuan dan atau penolakan tindakan medik

diberikan oleh mereka yang menurut urutan hak yaitu: ayah/ ibu adopsi,

saudara-saudara kandung atau induk semang.

Selanjutnya pasal 9 Permenkes No. 585/1989, menyatakan :

a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau lebih atau telah

menikah.

b. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatele) persetujuan

(35)

c. Bagi pasien dewasa menderita gangguan mental, persetujuan atau penolakan

tindakan medik diberikan oleh orang tua, wali, curator.

d. Bagi pasien dibawah 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua/wali dan atau

orang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga, induk semang.

e. Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga

terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang

memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan

persetujuan dari siapapun.

Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, persetujuan dan atau

penolakan tindakan medik diberikan oleh mereka menurut uratan yaitu: suami/istri,

ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.

Sesuai dengan SK DirJend Pelayanan Medik nomor HK. 00.06.3.5.1866

tanggal 21 April 1999 tentang “Pedoman Persetujuan Tindakan Medik”, yang berhak

memberi persetujuan adalah :

c. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau lebih atau telah

menikah.

d. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan tindakn medik atau penolakan

tindakan medik diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :

1. Ayah / Ibu kandung.

(36)

e. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang

tuanya berhalangan hadir, persetujuan atau penolakan tindakan medik diberikan

oleh menurut urutan hak sebagai berikut :

1. Saudara-saudara kandung.

2. Induk semang.

f. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan atau penolakan

tindakan medik diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :

1. Ayah/ Ibu kandung.

2. Wali yang syah.

3. Saudara-saudara kandung.

f. Bagi pasien yang berada dibawah pengampunan persetujuan atau penolakan

tindakan medik diberikan menurut urutan hal sebagai berikut :

1. Wali.

2. Curator.

g. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua, persetujuan atau penolakan

tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan sebagai berikut :

1. Suami/ istri.

2. Ayah/ ibu kandung.

3. Anak-anak kandung.

(37)

2.3. Akses terhadap Informasi

2.3.1. Pengertian Informasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) informasi identik dengan

pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu. Akses identik dengan jalan masuk.

Informasi berasal dari kata informare yang sebenarnya berarti memberi

bentuk. Menurut kamus Echol, to inform berarti memberitahukan dan information

berarti keterangan. Jadi, informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang

dapat membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya.

Informasi ibarat darah yang mengalir di dalam tubuh misalnya dalam suatu

organisasi (Hartono,1999). Ungkapan yang patut kita terima yaitu, barang siapa yang

menguasai informasi dan teknologi, maka ianya akan menguasai dunia.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (United Nations Development

Programme) menjadikan akses terhadap informasi melalui Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK) dalam upaya mengurangi kemiskinan. Untuk dapat

memperdayakan masyarakat miskin, maka masyarakat terlebih dahulu harus diberi

akses teradap informasi yang benar. Tanpa informasi yang relevan, akurat dan tepat

waktu, tidaklah mungkin bagi masyarakat untuk melakukan tindakan.

Sifat informasi itu harus:

1. Akurat: informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahn dan tidak bias atau

(38)

2. Tepat pada waktunya: informasi yang datang pada penerima tidak boleh

terlambat.

3. Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakainya.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Burch dan Grudnitski (Hartono, 1999),

kualitas suatu informasi (quality of information) tergantung dari tiga hal, yaitu:

informasi harus akurat (accurate), tepat pada waktunya (timeliness), dan relevan

(relevance).

Bagian yang terpenting dalam konteks Persetujuan Tindakan Medik adalah

informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan pada pasien atau keluarga pasien

(Amir, 1999).

Masalah informasi dalam Persetujuan Tindakan Medis dibagi dalam tiga hal,

yaitu : (1). informasi mengenai apa (What) yang perlu disampaikan, (2). kapan

informasi itu disampaikan (When), (3). siapa yang harus menyampaikan (Who). (4).

informasi mana yang perlu disampaikan (Which) (Amir, 1999). Informasi yang

disampaikan pada pasien atau keluarganya tentang segala sesuatu yang berkaitan

dengan penyakit pasien (bentuk, tujuan, risiko, manfaat terapi, dan alternatif terapi).

Penyampaian informasi tergantung dari waktu yang tersedia setelah dokter

memutuskan akan melakukan tindakan invasif dimaksud. Dokter yang melakukan

tindakan invasif atau bedah bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi,

keculai pada keadaan tertentu dapat pula oleh dokter lain sepengetahuan dan

(39)

sifatnya, dapat disampaikan oleh dokter lain ataupun perawat. Informasi yang harus

disampaikan haruslah selengkap-lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi

tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak

diberikan informasi.

2.3.2. Pihak yang Wajib Memberikan Informasi dalam Persetujuan Tindakan Medis PTM

Sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes RI nomor: 585/ Men.Kes/

Per/ IX/ 1989 pasal 6 ayat 1, “Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan

invasif lainnya, informasi harus diberikan langsung oleh dokter yang akan melakukan

operasi tersebut, ayat 2, “dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter

sebagaimana yang dimaksud ayat (1) informasi harus diberikan oleh dokter lain

dengan pengetahuan atau petunjuk yang bertanggung jawab. Ayat 3, “Dalam hal

tindakan bukan bedah (operasi) dan tindakan tidak invsif lainnya, informasi dapat

diberikan oleh dokter lain atau perawat, dengan pengetahuan atau petunjuk dokter

yang bertanggung jawab. Jadi untuk tindakan medis yang berisiko tinggi maka

informsi harus diberikan oleh dokter yang menangani sebelum dilakukan tindakan

dan disampaikan kepada pasien atau keluarga dekatnya.

Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila

dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan

pasien atau pasien menolak diberikan informasi (Permenkes RI nomor: 585/

(40)

Dokter yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab

utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan,

informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada dokter lain

dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan. Informasi dan penjelasan

disampaikan secara lisan, informasi dan penjelasan secara tulisan dilakukan hanya

sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara lisan. Cara penyampaian

dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi

pasien (Guwandi, 2003).

2.3.3. Informasi Yang Harus Disampaikan

Sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes RI nomor: 585/ Men.Kes/

Per/ IX/ 1989 pasal 5 ayat 1, dikatakan informasi yang diberikan mencakup

keuntungan dan kerugian daripada tindakan medik yang akan dilakukan, baik

diagnostik maupun terapeutik. Pasal 7 ayat 1, mengatakan informasi juga harus

diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.

SK DirJen Pelayanan Medik nomor HK. 00.06.3.5.1866 tanggal 21 April

1999, “Pedoman Persetujuan Tindakan Medik, isi informasi dan penjelasan yang

harus diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan kepada pasien adalah sebagai

berikut:

a. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan

(41)

b. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan.

(contempleted medical procedures).

c. Informasi dan penjelasan tentang resiko (risk inherent in such medical

prosedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi.

d. Informasi dan penjelasan tentang alternatif lain tindakan medis lain yang tersedia

dan serta risikonya masing-masing (alternative medical procedures and risk).

e. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis

tersebut dilakukan (prognosis with and without medical procedures).

f. Diagnosis.

Perlu juga diperhatikan dalam setiap pemberian penjelasan, dokter harus

memperhatikan kondisi dan situasi kesehatan pasien, karena pasien atau keluarga

pasien menolak untuk dioperasi, padahal tindakan operasi merupakan pilihan untuk

penyembuhan penyakit yang diderita pasien.

2.4. Landasan Teori

Gencarnya arus globalisasi dibidang informasi punya andil yang sangat besar

dalam mempengaruhi masyarakat yang terlibat dalam hubungan profesional dokter

tehadap pasien dan keluarga pasien di Indonesia, dengan kata lain informasi menjadi

salah satu kebutuhan utama.

Dalam dunia kedokteran saat ini informasi merupakan hak yang harus

(42)

mengambil keputusan suatu tindakan medik yang akan dilakukan pada diri atau

keluarganya. Kewajiban dokter sebagai pihak lain yang memberikan pelayanan

(medical providers) sedang menjalankan profesinya berkewajiban untuk memberikan

informasi yang baik dan benar pada pasien atau keluarga dekat pasien yang menerima

pelayanan (medical receivers). Selain berkaitan dengan masalah hukum, informasi ini

juga erat kaitannya dengan masalah etik dan norma-norma yang berlaku di dalam

masyarakat (Achadiat, 1996).

Menurut SK Dir Jend. Yan Medik nomor HK. 00.06.3.5.1866 tanggal 21

April 1999, informasi yang diberikan berkenaan dengan segala sesuatu yang

berhubungan dengan tindakan bedah yang hendak dilakukan sebelum operasi

dilaksanakan, antara lain: tindakan operasi apa yang akan dilaksanakan, manfaat jika

dilakukan, risiko apa yang melekat pada operasi, alternatif lain yang ada, apa akibat

jika tidak dilakukan operasi.

Pemahaman pasien terhadap informasi ataupun penjelasan yang disampaikan

dokter dapat diperoleh jika komunikasi berlangsung dengan baik setelah pasien

ataupun keluarga mendengar penjelasan yang disampaikan dokter maka adalah hak

pasien untuk menerima ataupun menolak rencana tindakan medis yang ditawarkan.

Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk menangkap makna dan

arti sesuatu yang dipelajari dan menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. dan

(43)

kognitif. Tingkat pemahaman setiap orang berbeda karena adanya perbedaan ciri-ciri,

misalnya: umur, struktur sosial seperti lingkungan, suku, tingkat pendidikan,

pekerjaan, tingkat ekonomi atau pendapatan (Arikunto, 2006).

Ungkapan malpraktek mungkin tidak lagi menjadi topik pemberitaan jika

pasien atau keluarga benar-benar mengerti dan paham terhadap informasi yang

berhubungan dengan tindakan bedah yang disampaiakn oleh dokter. Salah satunya

cara dengan melakukan konsep Komunikasi Efektif Dokter-Pasien

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah akan alur penelitian

ini digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini :

Karakteristik pemberi

Akses terhadap informasi (X2) - Sumber informasi - Surat persetujuan/ SIO

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini berbentuk survey explanatory, yaitu jenis penelitian survey yang

bertujuan menjelaskan pengaruh variabel-variabel melalui pengujian hipotesa, yakni

pengaruh variabel karakteristik pemberi persetujuan dan akses informasi terhadap

tingkat pemahaman Persetujuan Tindakan Medik di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSU Dr. Pirngadi Medan yang merupakan

rumah sakit milik pemerintah daerah, menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan,

serta rumah sakit pendidikan dan masih dijumpai pasien dan keluarga pasien sebagai

pemberi persetujuan tidak paham tentang PTM dan kurang lengkapnya pengisian

lembaran persetujuan tindakan. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada bulan

Oktober – November tahun 2007.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pemberi persetujuan, yaitu pasien dan

keluarga yang mewakili pasien yang telah dilakukan tindakan bedah dari bulan

(45)

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan rumus penentuan sampel untuk

penelitian survei (Notoatmodjo, 2001) sebagai berikut :

( )

2

Berdasarkan rumus di atas diketahui jumlah sampel sebanyak 93,57 orang,

untuk memudahkan perhitungan diambil 94 orang.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purpososive sampling yaitu

pengambilan sampel ditentukan pertimbangan yang dibuat oleh peneliti sendiri

berdasarkan karakteristik atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

3.4 Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mengetahui sejauhmana kesamaan antara yang diukur peneliti dengan

kondisi yang sebenarnya di lapangan, maka dilakukan uji validitas terhadap kuesioner

yang telah disiapkan dengan formula Alpha Cronbach sebagai berikut :

(46)

Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika kegiatan

tersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji realibilitas terhadap kuesioner

yang telah dipersiapkan dengan formula Alpha Cronbach sebagai berikut :

(

( )

)

Tabel 3.1. Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner Karakteristik Responden dan Akses Informasi Serta Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis

Variabel Butir pertanyaan

Corrected

Berdasarkan Tabel 3.1. diatas diketahui bahwa butir-butir pertanyaan untuk

varibal akses informasi dan pemahaman tentang persetujuan tindakan medis

(47)

pertanyaan lebih besar dari r-tabel dengan jumlah responden 94 sebesar 0,336 serta

reliabel memenuhi persyaratan yakni cronbach alpha lebih besar dari 0,60 (Gozhali,

2001). Dengan demikian dapat digunakan dalam penelitian.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data

sekunder:

1. Data primer

Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung

kepada pasien dan keluarga pasien bedah yang sudah dilakukan tindakan medik

bedah dengan berpedoman pada kuesioner penelitian.

2. Data sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder dengan mengutip data dari daftar pasien

bedah yang sudah dilakukan tindakan medik bedah di rumah sakit umum Dr.

Pirngadi Medan.

3.6. Varibel dan Definisi Operasional

3.6.1. Variabel Bebas

1. Karakteristik adalah identitas atau ciri khas yang dimiliki seseorang yang dapat

berasal dari dalam dirinya sendiri atau dari luar dirinya sendiri yang dapat

membedakan dirinya dengan orang lain yang meliputi : umur, pendidikan,

(48)

a.Umur adalah lamanya masa hidup yang dihitung mulai sejak lahir sampai

ulang tahun terakhir pada saat wawancara.

b.Pendidikan adalah tingkat keberhasilan seseorang yang diperoleh dalam

pendidikan formal yang ditempuhnya.

c.Suku adalah etnik berdasarkan garis keturunan orang tua.

d.Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh penghasilan

dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

2. Akses informasi adalah sifat-sifat informasi yang mudah diperoleh oleh

seseorang meliputi : sumber informasi, kelengkapan informasi, bahasa

penyampaian dan waktu penyampaian dengan defenisi sebagai berikut :

a.Sumber informasi adalah dari mana berasalnya informasi yang diperoleh

oleh seseorang.

b.Kelengkapan informasi adalah keseluruhan informasi yang disampaikan.

c.Bahasa penyampaian adalah penggunaan bahasa dalam memberikan

informasi.

d.Waktu penyampaian adalah keadaan atau situasi dalam menyampaikan

informasi.

3.6.2. Variabel Terikat

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk dapat menjelaskan kembali

informasi yang diterimanya meliputi : diagnosa, tindakan bedah, risiko, prognosa,

(49)

a.Diagnosa adalah penentuan jenis penyakit

b.Tindakan bedah adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi

keutuhan jaringan

c.Risiko adalah kejadian yang tidak diinginkan

d.Prognosa adalah gambaran yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan

e.Komplikasi adalah situasi yang dapat terjadi sebagai penyulit dari tindakan

yang dilakukan.

f. Alternatif adalah tawaran terhadap beberapa pilihan.

g.Tindakan pembiusan adalah tindakan medik untuk menghilangkan rasa sakit.

3.7. Metode Pengukuran

3.7.1. Pengukuran Variabel Bebas

Pengukuran variabel bebas yaitu karakteristik pemberi persetujuan (meliputi :

umur, pendidikan, suku, dan pekerjaan) dan akses informasi (meliputi : sumber

informasi, kelengkapan informasi, bahasa penyampaian, dan waktu

penyampaian).menggunakan skala ordinal yang dikatagorikan menjadi:

Umur :

1. Rendah : Bila usia responden < 21 tahun.

2. Sedang : Bila usia responden 21 – 40 tahun.

(50)

Pendidikan :

1. Rendah : Bila responden tidak tamat SD/ tamat SD

2. Sedang : Bila responden tamat SLTP/ SLTA

3. Tinggi : Bila responden tamat Akademi / PT

Pekerjaan :

1. Tidak bekerja 2. Buruh/ tani 3. Wiraswasta 4. Pegawai negeri/ swasta

Suku :

1. Batak 2. Jawa 4. Aceh 3. Melayu 5. Minang 6. Banten

Sumber informasi

1. Rendah : Bila sumber informasi dari paramedis atau tidak ada sama sekali

2. Sedang : Bila sumber informasi dari dokter lain

3. Tinggi : Bila sumber informasi dari dokter yang melakukan tindakan

Kelengkapan informasi :

1. Rendah : bila informasi tentang tindakan medis < 3

2. Sedang : bila informasi tentang tindakan medis 3 – 5

3. Tinggi : bila informasi tentang tindakan medis > 5

Bahasa penyampaian :

1. Rendah : Bila bahasa yang disampaikan sulit diterima atau tidak ada.

2. Sedang : Bila bahasa yang disampaikan kurang diterima.

(51)

Waktu penyampaian :

1. Rendah : Bila penyampaian informasi terburu-buru atau tidak ada.

2. Sedang : Bila penyampaian informasi kurang santai.

3. Tinggi : bila penyampaian informasi santai.

Skor :

Rendah 1

Sedang 2

Tinggi 3

3.7.2. Pengukuran Variabel Terikat

Pengukuran variabel terikat yaitu pemahaman tentang Persetujuan Tindakan

Medik menggunakan skala ordinal yang dikatagorikan menjadi:

1. Jelek : tidak dapat menjelaskan kembali informasi atau tidak ada sama sekali

2. Sedang : kurang dapat menjelaskan kembali informasi

3. Baik : dapat menjelaskan kembali informasi secara baik

Tabel 3.2. Aspek pengukuran Variabel Dependen

Variabel Kategori Bobot nilai Nilai total Skala ukur Skor

3.8. Metode Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan diedit dan dikoding secara manual. Teknik

(52)

untuk mengetahui pengaruh karakteristik pemberi persetujuan tindakan bedah (umur,

tingkat pendidikan, suku, pekerjaan) dan akses informasi (sumber informasi,

kelengkapan, bahasa penyampaian, waktu penyampaian) terhadap pemahaman

tentang Persetujuan Tindakan Medis di RSU Dr. Pirngadi Medan.

Persamaan regresi yang digunakan adalah :

Y = ßo + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß4X4 + ß5X5 + ß6X6 + ß7X7

Dimana :

Y = Variabel terikat (pemahaman tentang persetujuan tindakan medis)

ß1- ß7 = Koefisien Regresi

X1 = Umur

X2 = Pendidikan

X3 = Pekerjaan

X4 = Sumber informasi

X5 = Kelengkapan informasi

X6 = Bahasa penyampaian

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan adalah Rumah Sakit dalam bentuk

Badan Pelayanan Kesehatan yang berdasarkan Perda Kota Medan No.30 tanggal 6

September 2002 menjadi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan.

4.1.1. Tugas Pokok dan Fungsi

Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan mempunyai tugas

yaitu melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi,

terpadu, dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan rujukan,

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu fungsi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan

adalah menyelenggarakan pelayanan medis. Di antara pelayanan medis salah satunya

adalah pelayanan tindakan bedah.

4.1.2. Kegiatan Pembedahan pada Instalasi Bedah Sentral RSU Dr. Pirngadi tahun 2005 s/d 2007

Kegiatan pembedahan pada Instalasi Bedah Sentral di RSU Dr. Pirngadi

secara umum terjadi peningkatan, pada tahun 2005 s/d 2006 sebanyak 58%, tahun

(54)

Tabel 4.1. Kegiatan Pembedahan pada Instalasi Bedah Sentral RSU Dr. Pirngadi tahun 2005 s/d 2007

2005 % 2006 % 2007 %

September 127 10,1 160 8,0 193 8,6

Oktober 198 11,8 87 4,4 150 6,7

November 76 6,0 180 9,0 205 9,1

Desember 143 11,4 115 5,8

Total 1253 100,0 1980 100,0 2254 100,0

Jenis tindakan bedah yang dilakukan pada instalasi bedah sentral di RSU Dr. Pirngadi :

1. Bedah Obstetry dan Gineacology 7. Bedah Anak

2. Bedah Digestive 8. Bedah Syaraf

3. Bedah Onkologi 9. Bedah Plastik

4. Bedah THT 10. Bedah Mata

5. Bedah Urologi 11. Bedah Vesiculer

6. Bedah Orthopedi 12. Bedah Mulut

4.1.3. Kegiatan Pembedahan pada Kamar Bedah Emergency RSU Dr. Pirngadi tahun 2006 s/d 2007

Pada tahun 2006 s/d 2007 terdapat peningkatan kegiatan operasi di Kamar

Bedah Emergency (KBE). Bedah umum sebanyak 4,6% (Januari s/d Oktober), dan

(55)

Tabel 4.2. Kegiatan Pembedahan pada Kamar Bedah Emergency RSU Dr. Pirngadi tahun 2006 s/d 2007

Bedah Umum Obgin

2006 % 2007 % 2006 % 2007 %

Januari 45 7,0 58 10,3 47 6,8 52 7,8

Februari 46 7,1 41 7,3 34 4,9 40 6,0

Maret 62 9,6 53 9,4 47 6,8 52 7,8

April 55 8,5 42 7,4 57 8,2 68 10,2

Mei 68 10,5 63 11,2 50 7,2 80 12,0

Juni 65 10,0 65 11,5 59 8,5 63 9,4

Juli 47 7,3 55 9,7 54 7,8 67 10,0

Agustus 52 8,0 60 10,6 56 8,1 56 8,4

September 44 6,8 54 9,6 69 10,0 54 8,1

Oktober 56 8,7 74 13,1 73 10,5 69 10,3

November 64 9,9 82 11,8 66 10,0

Desember 43 6,6 65 9,4

Total 647 100,0 565 100,0 693 100,0 667 100,0

4.2. Deskripsi Karakteristik Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah

4.2.1. Umur

Hasil distribusi responden yang memberikan persetujuan tindakan medis

hampir seluruhnya (95,7%) sudah dikategorikan dewasa yaitu di atas 21 tahun

(menurut Permenkes No. 585 tahun 1989). Dari kategori dewasa, sebagian besar

(51,1%) pemberi persetujuan tindakan bedah adalah golongan umur lebih dari 40

tahun, dan hanya sebagian kecil saja (4,3%) pemberi persetujuan di bawah umur 21

(56)

Tabel 4.3. Distribusi Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi bulan 2007

No. Umur Jumlah Persen

Sebagian besar (70,2%) pemberi persetujuan tindakan bedah berpendidikan

sedang, yaitu telah menyelesaikan pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama atau

Lanjutan Tingkat Atas, dan sebagian kecil (6,4%) dapat menyelesaikan tingkat yang

lebih tinggi. Walaupun demikian masih banyak (23,4%) pemberi persetujuan

tindakan bedah tingkat pendidikannya hanya sebatas bangku Sekolah Dasar. Secara

rincinya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi 2007

No. Pendidikan Jumlah Persen

1. 2. 3.

Tidak tamat SD/ Tamat SD Tamat SLTP/ SLTA

Jika kita perhatikan Tabel 4.5, ternyata distribusi pemberi persetujuan

tindakan bedah hanya terdiri dari enam suku. Di antara keenam suku yang ada,

(57)

Banten. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena profil Sumatera Utara identik dengan

suku Batak. Suku-suku lainnya adalah : suku Jawa (10,6%), Melayu (11,7%), Aceh

(2,1%), dan Minang (3,2%).

Tabel 4.5. Distribusi Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah Berdasarkan Suku di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi 2007

No. Suku Jumlah Persen

Distribusi pemberi persetujuan terhadap tindakan bedah di Rumah Sakit

Umum Dr. Pirngadi Medan sebagian besar adalah mereka yang berprofesi sebagai

wiraswasta (36,2%), kemudian disusul kelompok tidak bekerja (27,7%). Hanya

sebagian kecil pemberi persetujuan bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta

(17,0%). Lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi 2007

No. Pekerjaan. Jumlah Persen

(58)

4.3. Akses Informasi

Variabel akses informasi yang diukur dalam penelitian ini adalah : sumber

informasi yang diperoleh pemberi persetujuan untuk mendapatkan penjelasan tentang

tindakan medik yang akan dilakukan, kelengkapan informasi yang diterima pemberi

persetujuan, bahasa dalam penyampaian informasi, dan waktu dalam penyampaian

informasi di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.

4.3.1. Sumber Informasi

Dari distribusi pemberi persetujuan tindakan bedah berdasarkan sumber

informasi bahwa penyampaian atau penjelasan tindakan medis sebagian besar

(58,5%) disampaikan oleh dokter yang melakukan tindakan operasi, walaupun

demikian masih ada sebagian (24,5%) yang dilakukan oleh paramedis/ tidak ada sama

sekali. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah Berdasarkan Sumber Informasi di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi 2007

No. Sumber Informasi Jumlah Persen

1 2 3

Para medis/ tidak ada sama sekali Dokter lain

Dokter yang melakukan operasi

23

4.3.2.1. Kelengkapan Informasi berdasarkan Bagian Tindakan Medik

Distribusi kelengkapan informasi tentang tindakan medis yang diterima

(59)

tindakan bedah, dan 62,8% prognosa. Sedangkan tindakan medis yang lain jarang

sekali dijelaskan antara lain : komplikasi hanya 25,3%, alternatif tindakan sebesar

28,7%, anestesi sebesar 34,0%, dan risiko 51,1%.

Tabel 4.8. Distribusi Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah Berdasarkan Bagian Informasi Tindakan Medis di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi 2007

No Kelengkapan Ada Tidak ada Jumlah

1 Diagnosa 69 25 94

% 73,4 26,6 100,0

2 Tindakan bedah 56 38 94

% 59,6 40,4 100,0

3 Risiko 48 46 94

% 51,1 48,9 100,0

4 Prognosa 59 35 94

% 62,8 37,2 100,0

5 Komplikasi 24 70 94

% 25,3 74,7 100,0

6 Alternatif 27 67 94

% 28,7 71,3 100,0

7 Anestesi 32 62 94

% 34,0 66,0 100,0

4.3.3.2. Kelengkapan Informasi Berdasarkan Jumlah Tindakan Medik

Distribusi kelengkapan informasi berdasarkan jumlah tindakan medik yang

diterima pemberi persetujuan sebagian kecil saja (2,1%) mendapat informasi lengkap,

sedangkan yang lainnya tidak lengkap antara lain : 25,3% hanya menerima tiga

informasi tindakan medis, 17,9 % menerima empat dan lima informasi, dan 7,4 %

menerima dua informasi. Bahkan ada yang tidak menerima informasi sama sekali

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1. Kesatuan dan saling berkaitan antarsubranah dalam ranah kognitif
Gambar 2. Skema informed consent menurut Guwandi (2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Izin usaha pemanfaatan kawasan untuk kegiatan penangkaran jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi di TAHURA sebagaimana

Demikian proposal Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) TK ABA 01 Karangpucung Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas kami buat dan kami ajukan dengan harapan

Jika yang Anda tangani ini adalah pasien prioritas tinggi, maka tahap persiapan, melonggarkan pakaian, memeriksa perban dan bidai, menenangkan pasien, bahkan pemeriksaan vital

!.. -ames #ais memiliki bisnis proider penyediaan internet. Baru baru ini beberapa pelanggan mengeluhkan mengenai tagihan yang lebih tinggi dan kedatangan customer serice

Jumlah kunjungan wisatawan pada bulan Juni adalah sebanyak 76 orang pada awal operasi Nusantara diving center resort, bulan Juli sebanyak 84 orang, bulan Agustus jumlah

Modal Sendiri + Pinjaman Kredit + Bantuan Pemerintah Modal Sendiri + Lainnya.. Buletin IKATAN Vol. 2 Tahun 2013 28 prosedur pinjaman kredit, sedangkan 18 persen menganggap

Arah hubungan (r) adalah positif, semakin tinggi luas penutupan kayu apu pada limbah cair tahu maka semakin tinggi pula penurunan nitrat pada limbah cair tahu. 28.Tabel

 Apabila kegiatan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang, namun kegiatan tersebut memberikan manfaat yang besar terhadap perkembangan wilayah dan