• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA DENGAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KALIREJO TAHUN PELAJARAN 2012-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA DENGAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KALIREJO TAHUN PELAJARAN 2012-2013"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KALIREJO TAHUN PELAJARAN 2012-2013

Oleh

PUTRI NOVIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA DENGAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KALIREJO TAHUN

PELAJARAN 2012-2013

Oleh

PUTRI NOVIANI

Masalah dalam penelitian ini adalah kedisiplinan belajar siswa rendah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “apakah terjadi peningkatan kedisiplinan belajar siswa dengan layanan konseling kelompok?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kedisiplinan belajar siswa dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

Penelitian ini bersifat quasi eksperimental dengan jenis desain One Group Pretest-Postest. Subjek penelitian ini sebanyak enam orang siswa yang memiliki kedisiplinan belajar rendah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pedoman observasi dan wawancara.

Berdasarkan hasil analisis data, skor kedisiplinan belajar siswa dari hasil pretest dan posttest yang diperoleh dengan menggunakan uji beda dengan taraf signifikansi 0,5 diperoleh hasil Zhitung = -2,207 dan Ztabel = 0. Karena Zhitung < Ztabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terjadi peningkatan yang signifikan kedisiplinan belajar siswa di sekolah setelah diberikan layanan konseling kelompok. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan kedisiplinan belajar setelah diberikan layanan konseling kelompok pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kalirejo Tahun Pelajaran 2012/2013.

Saran yang diberikan adalah (1) Kepada Siswa yang memiliki kedisiplinan belajar yang rendah, salah satu cara agar dapat meningkatkan kedisiplinan belajar dengan mengikuti layanan konseling kelompok agar dapat meningkatkan kedisiplinan belajarnya, (2) Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu dan membimbing siswa dalam meningkatkan kedisiplinan belajar yang rendah dengan melakukan konseling kelompok. (3) Kepada para peneliti lain hendaknya menggunakan tempat yang khusus untuk melakukan konseling agar proses konseling lebih efektif.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 4

3. Pembatasan Masalah ... 5

4. Perumusan Masalah ... 5

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1. Tujuan Penelitian ... 5

2. Manfaat Penelitian ... 6

C. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 6

2. Ruang Lingkup Subjek Penelitian ... 6

3. Ruang Lingkup Tempat dan Waktu Penelitian ... 7

D. Kerangka Pikir... 7

E. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. DisiplinBelajar dalam Bimbingan Belajar ... 10

1. Bimbingan Belajar ... 10

2. Tujuan Bimbingan Belajar ... 12

3. Keterkaitan Disiplin Belajar dengan Bimbingan Belajar ... 12

B. Disiplin Belajar ... 13

1. Pengertian Disiplin ... 13

2. Tujuan Disiplin ... 14

3. Cara Menanamkan Siswa Disiplin ... 15

4. Unsur-unsur Disiplin ... 16

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Displin ... 18

6. Pengertian Belajar ... 21

7. Pengertian Disiplin Belajar ... 25

(7)

3. Komponen dalam Layanan Konseling Kelompok ... 30

4. Teknik dalam Layanan Konseling Kelompok ... 34

5. Tahap Penyelenggaraan ... 36

6. Evaluasi Kegiatan ... 42

7. Analisis Tindak Lanjut ... 42

III. METODE PENELITIAN ... 43

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

B. Metode Penelitian ... 43

C. Subjek Penelitian ... 45

D. Variabel Penelitian ... 45

E. Definisi Operasional ... 46

F. Teknik Pengumpulan Data ... 47

G. Uji Persyaratan Instrumen ... 49

H. Teknik Analisis Data ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

1. Gambaran Hasil Pra Konseling Kelompok ... 55

2. Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ... 58

3. Data Hasil Penelitian ... 58

4. Deskripsi Sesi konseling Masing-masing Siswa ... 61

B. Pembahasan ... 81

V. KESIMPILAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

1. Kesimpulan Statistik ... 89

2. Kesimpulan Penelitian ... 89

B. Saran ... 90

1. Kepada Siswa SMA Negeri 1 Kalirejo ... 90

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling ... 90

3. Kepada Para Peneliti Lain ... 90 DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

1. Latar Belakang

Disiplin merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan karena banyaknya siswa yang kurang disiplin di sekolah. Menurut Darmodiharjo (1984) pengertian disiplin adalah sikap mental mengandung kerelaan untuk mematuhi semua ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan norma-norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab. Disiplin dengan melalui latihan siswa dapat mengatur dirinya sendiri dengan pelajaran yang diperolehnya, sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan dalam dirinya serta dapat mengendalikan dirinya sendiri.

(9)

masih mengalami rendahnya sikap untuk mematuhi tata tertib dan aturan di sekolah. Pada umumnya siswa banyak melalaikan tanggung jawab dan tugas mereka, seperti dalam mengerjakan tugas ataupun dalam kegiatan belajar di sekolah lainnya.

Degunarso (1986), mengatakan bahwa disiplin belajar sebagai suatu proses dan latihan belajar yang bersangkut paut dengan pertumbuhan dan perkembangan, seseorang telah dikatakan berhasil mempelajari atau ia berhasil mengikuti dengan sendirinya proses disiplin tersebut. Proses disiplin belajar dilalui seseorang melalui tahapan latihan atau belajar. Disiplin belajar awalnya memang berat tapi bila kita sudah berhasil mempelajari atau berlatih, kita akan dapat mengikuti dengan sendirinya tanpa merasa tertekan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMA Negeri 1 Kalirejo pada penelitian awal, beberapa siswa memiliki kedisiplinan belajar yang rendah. Berikut ini adalah pedoman wawancara kepada guru bk :

1.1 Pedoman Wawancara Kedisiplinan Belajar Siswa

No. Pertanyaan

1. Apakah terdapat siswa yang mengalami kedisiplinan belajar rendah di sekolah?

2. Berapa banyak siswa yang kedisiplinan belajarnya rendah di sekolah? 3. Apa saja bentuk ketidakdisiplinan belajar siswa di sekolah ini?

4. Apakah perilaku tidak disiplin siswa dalam belajar mempengaruhi hasil belajar mereka?

5. Apakah ada sanksi yang diberikan kepada siswa yang kedisiplinan belajarnya rendah?

(10)

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK diperoleh kedisiplinan belajar siswa yang rendah antara lain: membolos saat jam pelajaran berlangsung, mengobrol di kelas saat guru sedang menjelaskan materi, memainkan Handphone saat proses belajar mengajar, mengerjakan PR di sekolah. Beberapa hal yang membuat siswa mengalami kedisiplinan belajar yang rendah adalah siswa kurang menyukai mata pelajaran tertentu, siswa memiliki motivasi belajar yang rendah, dan siswa kurang memahami pentingnya disiplin dalam belajar.

Disiplin belajar pada siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor -faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua golongan:

(1) faktor yang ada pada diri individu, dan (2) faktor yang ada di luar individu atau faktor sosial. Yang termasuk faktor indivisual antara lain: faktor kematangan, pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan, dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial (Purwanto, 1998). Siswa yang memiliki disiplin belajar yang baik akan mempunyai kecakapan dalam belajar, sebab berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam usaha belajarnya pada dasarnya tergantung bagaimana ia melakukan cara belajar yang baik, hal tersebut seperti pendapat Gie dalam (Astuti : 24):

(11)

Dalam bimbingan konseling terdapat beberapa layanan yang biasa digunkan oleh konselor untuk membantu menyelesaikan masalah siswa di sekolah. Layanan bimbingan konseling terdiri dari 9 layanan yaitu: layanan pembelajaran, layanan orientasi, layanan mediasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, dan layanan konseling individu. Peneliti mengupayakan salah satu teknik konseling untuk mengatasi kedisiplinan belajar siswa. Teknik yang digunakan yaitu dengan menggunakan layanan konseling kelompok yang bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan prilaku atau sikap disiplin di sekolah .

Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diselenggarakan dalam suasana kelompok (Sukardi, 2002).

(12)

setiap anggota kelompok memberikan pendapat dan gagasannya masing-masing dengan topik permasalahan yang sedang dibahas, di samping itu konseling kelompok menjunjung tinggi asas kesukarelaan dan asas kerahasiaan.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut:

1. Adanya siswa yang membolos saat jam pelajaran berlangsung

2. Adanya siswa yang mengobrol di kelas saat guru sedang menjelaskan materi

3. Adanya siswa yang memainkan Handphone saat proses belajar mengajar

4. Adanya siswa yang mengerjakan PR di sekolah

5. Adanya siswa yang mengganggu temannya saat proses belajar mengajar.

3. Pembatasan Masalah

(13)

4. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka masalah dalam penelitian ini adalah “Kedisiplinan Belajar Siswa Rendah”. Adapun permasalahannya adalah “Apakah terjadi peningkatkan kedisiplinan belajar siswa dengan konseling kelompok pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Kalirejo Tahun Pelajaran 2012-2013”?.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kedisiplinan belajar siswa dengan menggunakan layanan konseling kelompok

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep-konsep bimbingan. Khususnya kajian bimbingan konseling mengenai upaya meningkatkan kedisiplinan siswa.

b. Manfaat Praktis

(14)

C. Ruang Lingkup Penelitian

Agar lebih jelas dan penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut:

1. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Ruang lingkup objek penelitian ini adalah penggunaan layanan konseling kelompok untuk meningkatkan kedisiplinan belajar siswa kelas X di SMA Negeri 1 Kalirejo, Lampung Tengah.

2. Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Ruang lingkup subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kalirejo, Lampung Tengah.

3. Ruang Lingkup Tempat dan waktu penelitian

Tempat penelitian adalah SMA Negeri 1 Kalirejo, Lampung Tengah. Waktu penelitian tahun pelajaran 2012/2013.

D. Kerangka Berpikir

(15)

saat pelajaran hendak dimulai dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

Menurut Purwanto (1998), perilaku tidak disiplin belajar siswa ini timbul dipengaruhi dua faktor yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam diri siswa yaitu:

1. Tidak adanya motivasi dalam diri siswa. 2. Rendahnya minat belajar dalam diri siswa. 3. Siswa sulit berkonsentrasi didalam kelas.

4. Merasa kurang nyaman dengan teman sebaya disekolah.

Sedangkan yang menjadi faktor dari luar dari diri siswa yaitu:

1. Keadaan keluarga dirumah

2. Lingkungan sosial yang kurang mendukung

3. Tidak adanya hubungan baik dengan guru mata pelajaran disekolah

Apabila hal ini dibiarkan atau tidak dilakukan upaya peningkatan maka ini akan menjadi kebiasaan buruk dan berakibat pada nilai siswa yang menurun karena tidak serius dalam belajar atau tidak memiliki kedisiplinan dalam belajar.

(16)

dinamika kelompok. Sehingga masalah kedisiplinan belajar siswa dapat dikurangi dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : “Terjadi peningkatan kedisiplinan belajar siswa dengan menggunakan layanan konseling kelompok dengan taraf signifikansi 5% pada siswa kelas X SMA NEGERI 1 Kalirejo.”

Ho :“Tidak terjadi peningkatan kedisiplinan belajar siswa dengan menggunakan layanan konseling kelompok dengan taraf signifikansi 5 % pada siswa kelas X SMA NEGERI 1 Kalirejo.”

Penggunaan

konseling kelompok

Siswa menjadi disiplin tinggi Siswa disiplin

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Disiplin Belajar dalam Bimbingan Belajar 1. Pengertian Bimbingan Belajar

Bimbingan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya dan mandiri, dan memanfaatkan kekuatan individu dan sasaran yang ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma yang berlaku. Sukardi (2008), menjelaskan bahwa dalam bimbingan belajar atau akademik adalah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dapat mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar dalam institusi pendidikan.

(18)

Arah kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah meliputi bidang-bidang didalamnya, berikut merupakan salah satu bidang bimbingan dalam layanan bimbingan dan konseling. Secara lebih rinci, materi pokok bimbingan belajar antara lain:

a. Pemantapan sikap dan kebiasaan belajar secara efektif dan efesien. Baik dalam mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru dan orang lain, mengembangkan keterampilan, dan menjalani program penilaian.

b. Pemantapan sistem belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun berkelompok.

c. Pemahaman tentang kemampuan dan potensi diri serta pengembangan secara optimal. Setiap manusia memiliki potensi yang luar biasa yang dikembangkan secara optimal. Hanya sedikit orang yang mau menyadari. d. Pemantapan penguasaan materi program belajar disekolah sesuai dengan

perkembangan ilmu, teknologi, dan kesenian.

e. Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial budaya yang ada dilingkungan sekitar, dan masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dan pengembangan diri.

f. Pemahaman tentang kekurangan dan kelemahan yang dimiliki serta bagaimana mengatasinya. Memahami kekurangan diri mendorong seseorang untuk menyempurnakan diri.

(19)

Jadi, materi pokok dalam bimbingan belajar diatas adalah materi yang harus dicapai dalam rangka menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi dan berperan serta dalam kehidupan masyarakat. Kedisiplinan dalam belajar sangat dibutuhkan peserta didik untuk mencapai materi pokok diatas dengan baik.

2. Tujuan Bimbingan Belajar

Bidang bimbingan belajar ini memiliki tanggung jawab memberikan pelayanan kepada setiap siswa sehingga dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan mereka. Adapun tujuan umum adalah sebagai berikut : 1) membantu individu mengembangkan potensi yang dimiliki, 2) membantu menciptakan siswa dimana dapat mencapai kesejatraan sekolah. Jadi, bidang bimbingan belajar bertujuan dimana berupaya membantu siswa menemukan cara atau pandangan yang baik didalam dirinya sendiri, dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dalam belajar dan dinamis serta modal pengembangan diri lebih lanjut.

3. Keterkaitan Disiplin Belajar dengan Bimbingan Belajar

(20)

diri terhadap aturan-aturan yang berasal dari luar sekalipun yang mengekang dan menunjukkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban (Agus, 1987). Sehingga dapat dilihat terdapat keterkaitan antara disiplin belajar dengan bidang bimbingan belajar.

B. Disiplin

1. Pengertian Disiplin

Menurut Hurlock (1978) disiplin merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan karena banyaknya siswa yang kurang disiplin di sekolah. Disiplin berasal dari kata disciple yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela megikuti seorang pemimpin. Seiring dengan perkembangan zaman, kata disiplin mengalami perubahan menjadi discipline yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut dengan tata tertib.

Proses disiplin belajar dilalui seseorang melalui tahapan latihan atau belajar. Menurut Khalsa (2008) disiplin merupakan bagian dari peroses berkelanjutan pengajaran atau pendidikan. Peroses pendidikan tidak akan berjalan lancar apabila siswa tidak memiliki disiplin dalam belajar.

(21)

kesadaran dan keinsyafannya mematuhi perintah-perintah atau larangan-larangan yang ada terhadap suatu hal, karena mengerti betul tentang pentingnya perintah dan larangan tersebut (Anshari, 1983).

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan disiplin adalah proses berkelanjutan pengajaran dan pendidikan dengan sikap mental yang mengandung kerelaan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan norma-norma yang berlaku yang berupa perintah atau larangan dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab. Jadi dengan kata lain siswa dikatakan disiplin apabila siswa tersebut menaati peraturan, ketentuan-ketentuan serta norma yang berlaku di sekolah dengan melaksakan tanggung jawabnya dalam mengerjakan tugas-tugas dari sekolah.

2. Tujuan Disiplin Siswa

(22)

3. Cara Menanamkan Disiplin

Ada beberapa cara untuk menanamkan disiplin pada anak, dan di sini terdapat beberapa bentuk dari cara menanamkan disiplin anak menurut Hurlock (1978):

1. Cara Mendisiplin Otoriter

Cara mendisiplin otoriter tekniknya mencakup hukuman yang berat bila terjadi kegagalan memenuhi standar dan sedikit, atau sama sekali tidak adanya persetujuan, pujian atau tanda-tanda penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan. Disiplin otoriter dapat berkisar antara pengendalian perilaku anak yang wajar hingga yang kaku yang tidak memberi kebebasan bertindak, kecuali yang sesuai dengan standar yang ditentukan. Disiplin otoriter selalu berkisar antara pengendalian melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman, terutama hukuman badan.

2. Cara Mendisiplin yang Permisif

(23)

3. Cara Mendisiplin Demokratis

Metode demokratis menggunakan penjelasan diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin daripada aspek hukuman. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman hanya digunakan bila terdapat bukti bahwa anak-anak secara sadar menolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Bila perilaku anak memenuhi standar yang diharapkan, orang tua yang demokratis akan menghargainya dengan pujian atau pernyataan persetujuan yang lain.

4. Unsur – unsur Disiplin

Hurlock (1999) menyatakan bahwa disiplin terdiri dari empat unsur yaitu: peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi.

1. Peraturan

(24)

2. Hukuman

Hukuman berasal dari kata kerja latin, “punier”. Hurlock (1999:86)

menyatakan bahwa hukuman berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan , perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan.

3. Penghargaan

Penghargaan merupakan setiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan tidak harus berbentuk materi tetapi dapat berupa kata – kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung. Banyak orang yang merasa bahwa penghargaan itu tidak perlu dilakukan karena bisa melemahkan anak untuk melakukan apa yang dilakukan. Sikap guru yang memandang enteng terhadap hal ini menyebabkan anak merasa kurang termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu guru harus sadar tentang betapa pentingnya memberikan penghargaan atau ganjaran kepada anak khususnya jika mereka berhasil. Bentuk penghargaan harus disesuaikan dengan perkembangan anak. Bentuk penghargaan yang efektif adalah penerimaan sosial dengan diberi pujian. Namun dalam penggunaannya harus dilakukan secara bijaksana dan mempunyai nilai edukatif, sedangkan hadiah dapat diberikan sebagai penghargaan untuk perilaku yang baik dan dapat menambah rasa harga diri anak. 4. Konsistensi

(25)

konsistensi merupakan suatu kecenderungan menuju kesamaan. Disiplin yang konstan akan mengakibatkan tiadanya perubahan untuk menghadapi kebutuhan perkembangan yang berubah. Mempunyai nilai mendidik yang besar yaitu peraturan yang konsisten bisa memacu proses belajar anak. Dengan adanya konsitensi anak akan terlatih dan terbiasa dengan segala yang tetap sehingga mereka akan termotivasi untuk melakukan yang benar dan menghindari hal yang salah.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin

Menurut Nasution (1972) mengklasifikasikan faktor – faktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa dan faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Disiplin turut berpengaruh terhadap hasil belajar.

1. Faktor yang berasal dari luar diri siswa

Faktor dari luar dibagi menjadi dua bagian yaitu :

a. Faktor non– sosial, seperti keadaan udara, suhu udara, waktu, tempat dan alat – alat yang dipakai untuk belajar. Siswa yang memiliki tempat belajar yang teratur dan memiliki buku penunjang pelajaran cenderung lebih disiplin dalam belajar. Tidak kalah pentingnya faktor waktu, siswa yang mampu mengatur waktu dengan baik akan belajar secara terarah dan teratur.

(26)

dalam lingkungan yang tertib tentunya siswa tersebut akan menjalani tata tertib yang ada di lingkungannya. Seorang guru yang mendidik siswa dengan disiplin akan cenderung menghasilkan siswa yang disiplin pula.

2. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa

Menurut Nasution (1972) faktor yang berasal dari dalam diri siswa dibagi menjadi dua yaitu:

a. Faktor fisiologis, yang termasuk dalam faktor fisiologis antara lain, pendengaran, penglihatan, kesegaran jasmani, keletihan, kekurangan gizi, kurang tidur dan sakit yang diderita. Faktor fisiologis ikut berperan dalam menentukan disiplin belajar siswa. Siswa yang tidak menderita sakit cenderung lebih disiplin dibandingkan siswa yang menderita sakit dan badannya keletihan.

b. Faktor Psikologis, yang dapat mempengaruhi proses belajar antara lain: 1. Minat

Minat sangat besar pengaruhnya terhadap prsetasi belajar. Seseorang yang tinggi minatnya dalam mempelajari sesuatu akan dapat meraih hasil yang tinggi pula. Apabila siswa memiliki minat yang tinggi terhadap pelajaran akan cenderung disiplin dalam belajar.

2. Bakat

(27)

3. Motivasi

Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Fungsi motivasi dalam belajar adalah untuk memberikan semangat pada seseorang dalam belajar untuk mencapai tujuan.

4. Konsentrasi

Konsentrasi dapat diartikan sebagai suatu pemusatan energi psikis yang dilakukan untuk suatu kegiatan tertentu secara sadar terhadap suatu obyek (materi pelajaran).

5. Kemampuan kognitif

Tujuan belajar mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Namun kemampuan kognitif lebih diutamakan, sehingga dalam menacapai hasil belajar faktor kemampuan kognitif lebih diutamakan. Faktor eksternal dan internal tersebut memiliki peranan yang sangat penting dan sangat diperlukan dalam belajar. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam proses belajar, maka dituntut adanya keseimbangan di antara keduanya. Jika salah satu faktor tersebut ada kekurangan akan berpengaruh pada hasil belajar yang dilakukan.

(28)

6. Pengertian Belajar

Pengertian belajar ada bermacam-macam ragamnya, salah satu pendapat tentang belajar menurut Wittaker (Soemanto, 2006) adalah “Sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”.

Definisi yang tidak jauh berbeda dengan definisi diatas, menurut Cronbach (Suryabrata, 2001) dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology” yaitu : “belajar yang efektif adalah memalui pengalaman. Dalam proses

belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat inderanya”.

Menurut pendapat yang lain, belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri (Sardiman, 2001). Disini berarti dari belajar di harapkan adanya perubahan tingkah laku.

Karena belajar merupakan suatu hasil dari pengalaman dan latihan maka belajar membutuhkan waktu. Belajar menurut Gagne (Ratna Wilis, 1998:12) merupakan proses dimana organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

(29)

mendapat kecakapan, keterampilan, pengetahuan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Dalam hal ini belajar merupakan perubahan tingkah laku dari tingkat yang sederhana sampai tingkat yang lebih baik.

a. Crir-ciri Perubahan Tingkah laku dalam Belajar

Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar menurut (Slameto, 2010), yaitu:

(a) Perubahan terjadi secara sadar (b)Perubahan belajar bersifat kontinu, dan fungsional (c) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif (d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara (e) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah (f) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Perubahan terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya, ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaanya bertambah.

(30)

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha orang yang bersangkutan.

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya, kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus memiliki bahkan akan makin berkembang jika terus dipergunakan atau dilatih.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada tingkah laku yang benar-benar disadari.

(31)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam belajar

Dalam belajar terdapat banyak faktor yang turut berpengaruh dalam memberikan hasil. Beberapa faktor itu antara lain :

1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa;

2) Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa;

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. (Muhibbin , 2007)

Pendapat lain menyebutkan tentang faktor-faktor dalam belajar antara lain sebagai berikut :

a. Faktor yang berasal dari luar diri pelajar

1) Faktor non sosial : cuaca, alat-alat tulis dan sebagainya 2) Faktor sosial : yaitu faktor manusia atau sesama manusia b. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar

1) Faktor-faktor fisiologis

2) Faktor-faktor psikologis (Suryabrata, 2001:233)

Hampir sama dengan faktor-faktor yang sebelumnya, pendapat ini pun membagi menjadi dua sebab utama yaitu faktor dari dalam dan luar. Secara sosial Patterson & Loeber (Muhibbin, 2007:154) mengatakan bahwa dalam hal ini, bukan saja anak tidak mau belajar melainkan juga ia cendrung berprilaku menyimpang, terutama perilaku menyimpang yang berat seperti antisosial. Jadi faktor sosial sangat mempengaruhi efektifitas belajar siswa. Karena siswa tidak terlepas dari lingkungan sosialnya.

Sedangkan Staton (Sardiman, 2001:38) mengurai enam faktor-faktor psikologis dalam belajar mempengaruhi prestasi belajar adalah :

(32)

2. Konsentrasi, dimaksudkan memusatkan segenap kekuatan perhatian pada suatu situasi belajar.

3. Reaksi, Di dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental, sebagai wujud reaksi.

4. Organisasi, Belajar juga dikatakan sebagai kegiatan

mengorganisasikan, menata atau menempatkan bagian-bagian bahan pelajaran ke dalam suatu kesatuan pengertian.

5. Pemahaman, pemahaman dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran.

6. Ulangan, kegiatan mengulang harus disertai dengan fikiran yang bertujuan sehingga berbeda dengan kegiatan mengulang yang sekedar otomatis.

Faktor-faktor tersebut diatas sangat mempengaruhi siswa untuk mencapai prestasi belajar. Apabila dapat memadukan faktor-faktor tersebut untuk mencapai prestasi belajar yang optimal.

7. Pengertian Disiplin Belajar

Pada umumnya siswa banyak melalaikan tanggung jawab dan tugas mereka, seperti dalam mengerjakan tugas ataupun dalam kegiatan belajar di sekolah lainnya. Hal itu terjadi karena rendahnya kedisiplinan belajar siswa dalam memingkuti kegiatan belajar di sekolah. Disiplin belajar adalah predis posisi (kecenderungan) suatu sikap mental untuk mematuhi aturan, tata tertib, dan sekaligus mengendalikan diri, menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan yang berasal dari luar sekalipun yang mengekang dan menunjukkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban (Agus, 1987).

(33)

Pendapat Ali (dalam Astuti : 24) , faktor yang menunjang hasil belajar yaitu: 1. Kesiapan untuk belajar

2. Minat dan konsentrasi belajar

3. Keteraturan waktu dan disiplin belajar

Siswa yang memiliki disiplin belajar yang baik akan mempunyai kecakapan dalam belajar, sebab berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam usaha belajarnya pada dasarnya tergantung bagaimana ia melakukan cara belajar yang baik, hal tersebut seperti pendapat Gie (dalam Astuti : 24):

“Dengan jalan disiplin untuk melaksanakan pedoman-pedoman yang baik di dalam usaha belajar, barulah seorang siswa mempunyai kecapakan cara-cara belajar yang baik. Sifat bermalas-malas dan mencari gampangnya saja, enggan untuk berusaha, payah untuk memusatkan perhatian, kebiasaan melamun serta gangguan-gangguan lainnya yang selalu menghinggapi kebanyakan siswa, gangguan itu hanya bisa diatasi kalau seorang siswa memiliki disiplin”.

Proses disiplin belajar dilalui seseorang melalui tahapan latihan atau belajar. Disiplin belajar awalnya memang berat tapi bila kita sudah berhasil mempelajari atau berlatih, kita akan dapat mengikuti dengan sendirinya tanpa merasa tertekan.

8. Perkembangan Remaja dengan Kedisiplinan Belajar

Awal masa remaja biasanya terjadi pada usia belasan yaitu berlangsung dari usia tiga belas tahun sampai usia enam belas atau tujuh belas tahun dan akhir usia remaja yaitu pada usia delapan belas tahun. Seperti subjek yang diteliti oleh peneliti yaitu siswa SMA Negeri 1 Kalirejo tergolong ke dalam masa remaja. Berikut adalah ciri-ciri masa remaja yaitu (Hurlock, 1999) :

(34)

3. Masa remaja sebagai periode perubahan 4. Masa remaja sebagai usia bermasalah 5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan 7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Masa remaja sebagai usia bermasalah, setiap periode memilki masalahnya sendiri, namun masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Seperti dalam penelitian ini, siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah mereka masing-masing. Karena ketidakmampuan remaja menyelesaikan masalah menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak sesuai dengan harapan mereka.

Pada masa remaja juga terdapat perubahan sosial, untuk mencapai tujuan pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian yang baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.

(35)

Minat remaja terhadap pendidikan, pada umumnya remaja mengeluh tentang sekolah dan tentang larangan-larangan, pekerjaan rumah, kursus-kursus wajib, makanan di kantin dan cara pengelolaan di sekolah (Hurlock, 1999). Hal ini erat dengan kedisiplinan belajar siswa di sekolah seperti dalam penelitian ini terdapat siswa yang membolos sekolah, dan tidak mengerjakan PR yang diberikan oleh guru. Jadi perilaku kedisiplin belajar siswa yang rendah banyak dipengaruhi oleh perkembangan siswa dalam masa remaja.

C. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diselenggarakan dalam suasana kelompok (Sukardi, 2002).

Layanan konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada sekelompok individu (Rahman, 2003).

Konseling kelompok adalah suatu upaya pemberian bantuan kepada individu (siswa) yang mempunyai masalah-masalah pribadi melalui kegiatan kelompok agar tercapai pengembangan yang optimal (Tohirin, 2011).

(36)

kegiatan kelompok. Terdapat hubungan konseling yang terjadi dalam suasana yang diusahakan yakni hangat, terbuka dan penuh keakraban. Terdapat juga pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.

Dari sini penulis menyimpulkan bahwa: “konseling kelompok merupakan suatu usaha pemberian bantuan yang diberikan kepada sekelompok individu agar individu tersebut mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang ada di sekitarnya dengan memanfaatkan dinamika kelompok”.

2. Tujuan Konseling Kelompok

Menurut Prayitno (2004 : 2) tujuan konseling kelompok terdiri dari dua, yaitu:

1) Tujuan Umum

Tujuan umum layanan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Layanan konseling konseling juga bermaksud mengentaskan masalah klien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.

2) Tujuan Khusus

(37)

a. Terkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap terarah kepada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi/komunikasi, dan b. Terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya

imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu-individu lain peserta layanan konseling individual.

3. Komponen

Dalam layanan konseling kelompok berperan dua pihak, yaitu pemimpin kelompok dan peserta atau anggota kelompok.

a. Karakteristik Pemimpin Kelompok

Untuk menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya, pemimpin kelompok harus menjadi seseorang yang :

1. Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi dinamika dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratif, konstruktif, saling mendukung dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa nyaman, menggembirakan dan membahagiakan, serta mencapai tujuan bersama kelompok.

2. Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasan yang tumbuh dalam aktifitas kelompok.

(38)

(tidak antagonistik) dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin dan kerja keras.

b. Pemimpin Kelompok

Pemimpin kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling profesional. Dalam konseling kelompok tugas PK adalah memimpin kelompok yang bernuansa layanan dengan menggunakan bahasa konseling untuk mencapai tujuan-tujuan konseling.

a) Peran Pemimpin Kelompok

Dalam mengarahkan suasana kelompok melalui dinamika kelompok, Pk berperan dalam :

1) Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri dari 8-10 orang), sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu:

a. Terjadinya hubungan antara anggota kelompok, menuju keakraban di antara mereka

b. Tumbuhnya tujuan bersama di antara anggota kelompok, dalam suasana kebersamaan

c. Berkembangnya itikad dan tujuan bersama uuntuk mencapai tujuan kelompok

(39)

e. Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini berusaha dan mampu tampil beda dari kelompok yang lain.

2) Persrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa, mengapa, dan bagaimana layanan konseling kelompok dilaksanakan. 3) Pentahapan kegiatan konseling kelompok

4) Penilaian segera layanan konseling kelompok 5) Tindak lanjut layanan.

a. Anggota Kelompok

Tidak semua kumpulan orang atau individu dapat menjadi anggota konseling kelompok. Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok dengan persyaratan sebagaimana disebutkan di atas. Besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok) dan homogenitas/heterogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok.

a. Besarnya Kelompok

(40)

-sentuhan” dengan frekuensi tinggi itulah individu memperoleh

manfaat langsung dalam layanan konseling kelompok. Kekurang-efektifan kelompok akan mulai terasa jika jumlah anggota kelompok melebihi 10 orang.

b. Homogenitas/Heterogenitas Kelompok

Layanan konseling kelompok memerlukan anggota kelompok yang dapat menjadi sumber-sumber bervariasi untuk membahas suatu topik atau memecahkan masalah tertentu. Dalam hal ini anggota kelompok yang homogen kurang efektif dalam konseling kelompok. Sebaliknya, anggota kelompok yang heterogen akan menjadi sumber yang lebih kaya untuk pencapaian tujuan layanan. Heterogenitas dapat memecahkan kebekuan yang terjadi akibat homogenitas anggota kelompok.

c. Peranan Anggota Kelompok 1) Aktifitas Mandiri

Peran anggota kelompok dalam layanan konseling kelompok bersifat dari, oleh dan untuk para anggota kelompok itu sendiri. Masing-masing anggota kelompok beraktifitas langsung dan mandiri dalam bentuk :

a) Mendengar, memahami dan merespon dengan tepat dan positif (3-M)

b) Berpikir dan berpendapat

(41)

d) Merasa, berempati, dan bersikap e) Berpartisipasi dalam kegiatan bersama

2) Aktivitas mandiri masing-masing anggota kelompok itu diorientasikan pada kehidupan bersama dalam kelompok. Kebersamaan ini diwujudkan melalui:

a. Pembinaan keakraban dan keterlibatan secara emosional antar anggota kelompok

b. Kepatuhan terhadap aturan kegiatan dalam kelompok

c. Komunikasi jelas dan lugas dengan lembut dan bertatakrama d. Saling memahami, memberi kesempatan dan membantu e. Kesadaran bersama untuk menyukseskan kegiatan kelompok.

4. Teknik dalam Kegiatan

a. Teknik umum pengembangan dinamika kelompok

Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan konsling kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok untuk mencapai tujuan layanan Prayitno (2004).

Teknik-teknik ini secara garis besar meliputi:

1. Komunikasi multiarah secara efektif dinamis dan terbuka. 2. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam

pembahasan, diskusi, analisis, dan pengembangan argumentasi. 3. Dorongan minimal untuk memantapkan respons aktivitas

(42)

4. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh (uswatun hasanah) untuk lebih memantapkan analisis, argumentasi dan pembahasan.

5. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki.

Teknik-teknik tersebut diawali dengan penstrukturan untuk memnerikan penjelasan dan pengarahan pendahuluan tentang layanan konseling kelompok. Selain itu, berbagai kegiatan selingan ataupun permainan dapat diselenggarakan untuk memperkuat “jiwa”

kelompok memantapkan pembahasan, atau relaksasi. Sebagai penutup, kegiatan pengakhiran (teknik mengakhiri) dapat dilaksanakan.

b. Permainan Kelompok

Prayitno (2004), dalam layanan konseling kelompok dapat diterapkan teknik permainan baik sebagai selingan maupun sebagai wahana (media) yang memuat materi pembinaan tertentu. Permainan kelompok yang efektif harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: (a) sederhana, (b) menggembirakan, (c) menimbulkan suasana rileks dan tidak melelahkan, (d) meningkatkan keakraban, dan (e) diikuti oleh semua anggota kelompok.

Contoh permainannya antara lain:

1. “Rangkaian Nama”

2. “Kata Kalimat” atau “Kalimat Bengkak”

(43)

4. “Si Kembar: Ana dan Ani”

5. “Kebun Binatang” atau “Taman Bunga”

6. “Bisik Berantai”

7. “Mengapa-Karena”

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan menggunakan kedua teknik tersebut. Hal ini dikarenakan kedua teknik tersebut saling berkaitan. Teknik umum dilaksanakan untuk mengembangkan dinamika kelompok sedangkan teknik permainan kelompok digunakan sebagai kegiatan selingan untuk meningkatkan keakraban dan juga sebagai relaksasi. Kedua teknik ini akan digunakan secara tepat waktu, tepat isi, tepat sasaran, dan tepat cara sehingga layanan konseling kelompok ini dapat berjalan dengan efektif.

5. Tahap Penyelenggaraan

Dalam layanan konseling kelompok terdapat empat tahap kegiatan, yaitu:

a. Tahap Pembentukan, yaitu tahapan untuk membentuk sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama

b. Tahap Peralihan, yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok

(44)

d. Tahap Pengakhiran, yaitu tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencakan kegiatan selanjutnya.

(45)

Bagan 1

[image:45.595.125.505.131.685.2]

Tahap I : Pembentukan

Gambar 2.1 Tahap Pembentukan dalam Layanan Konseling Kelompok

TAHAP I PEMBENTUKAN

Tema: - pengenalan diri

- pelibatan diri - pemasukan diri

Kegiatan:

1. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan konseling kelompok

2. Menjelaskan (a) cara-cara, dan (b) asas-asas kegiatan

kelompok

3. Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri

4. Teknik khusus 5. Permainan

penghangatan/pengakraban. Tujuan:

1. Anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka konseling kelompok 2. Tumbuhnya suasana kelompok 3. Tumbuhnya minat anggota

mengikuti kegiatan kelompok 4. Tumbuhnya saling mengenal,

percaya, menerima, dan membantu di antara anggota 5. Tumbuhnya suasana bebas dan

terbuka

6. Dimulainya pembahasaan tentag tingkah laku dan perasaan dalam kelompok.

Peranan Pemimpin Kelompok :

1. Menampilkan doa untuk mengawali kegiatan 2. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka

3. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, bersedia membantu dan penuh empati

(46)
[image:46.595.116.509.73.629.2]

Bagan 2 Tahap II : Peralihan

Gambar 2.2 Tahap Peralihan dalam Layanan Konseling Kelompok

TAHAP II

PERALIHAN

Tema: penggunaan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga

Tujuan :

1. Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya

2. Makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan 3. Makin mantapnya minat untuk

ikut serta dalam kegiatan kelompok.

Kegiatan :

1. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya 2. Menawarkan sambil mengamati

apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga) 3. Membahas suasana yang terjadi 4. Meningkatkan kemampuan

keikutsertaan anggota

5. Kalau perlu kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan)

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK :

1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka

2. Tidak menggunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaan atau permasalahan

3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan

(47)

Bagan 3 Tahap III : Kegiatan

Gambar 2.3 Tahap Kegiatan dalam Layanan Konseling Kelompok

TAHAP III

KEGIATAN

(dalam Bimbingan dan Kelompok) Kelompok Bebas

Tema: kegiatan pencapaian tujuan (Pembahasan Topik)

Tujuan :

1. Terungkapnya hanya secara bebas topik yang dirasakan, dipikirkan atau dialami oleh anggota kelompok

2. Terbahasnya topik secara mendalam dan tuntas

3. Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan, baik yang

menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran ataupun

perasaan.

Kegiatan:

1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan topik bahasan

2. Menetapkan topik yang akan dibahas terdahulu

3. Anggota membahas topik secara mendalam dan tuntas 4. Kegiatan selingan.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK :

1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka 2. Aktif tetapi tidak banyak bicara

(48)

Bagan 4

Tahap IV : Pengakhiran

Gambar 2.4 Tahap Pengakhiran dalam Layanan Konseling Kelompok

TAHAP IV

PENGAKHIRAN

Tema : Penilaian dan Tindak Lanjut

Kegiatan :

1. PK mengungkapkan bahwa kegiatan akan segera diakhiri 2. PK dan anggota kelompok

mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan

3. Membahas kegiatan lanjutan 4. Mengemukakan pesan dan

harapan. Tujuan :

1. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan 2. Terungkapnya hasil kegiatan

kelompok yang telah dicapai 3. Terumuskannya rencana

kegiatan lebih lanjut

4. Tetap dirasanakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri.

PERAN PEMIMPIN KELOMPOK :

1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebsa, dan terbuka 2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas

keikutsertaan anggota

3. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut 4. Penuh rasa persahabatan dan empati

(49)

6. Evaluasi Kegiatan

Penilaian kegiatan konseling kelompok tidak ditujukan pada “hasil

belajar” yang berupa penguasaan pengetahuan ataupun keterampilan

yang diperoleh para peserta, melainkan diorientasikan pada pengembangan pribadi klien dan hal-hal yang dirasakan oleh mereka berguna. Dalam konseling kelompok, penilaian hasil kegiatan dapat diarahkan secara khusus kepada peserta yang masalahnya dibahas.Peserta tersebut diminta mengungkapkan sampai seberapa jauh kegiatan kelompok telah membantunya memecahkan masalah yang dialaminya.

7. Analisis Tindak Lanjut

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah lokasi tertentu yang digunakan untuk objek dan subjek yang akan diteliti dalam penelitian. Sesuai dengan judul penelitian ini, maka peneliti mengadakan penelitian dengan mengambil lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Kalirejo Lampung Tengah. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

B. Metode Penelitian

(51)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (Quasi Eksperimental). Alasan peneliti menggunakan metode ini karena tidak menggunakan kelompok kontrol dan subjek tidak dipilih secara random. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Seniati (2005:37) yang menyatakan bahwa eksperimen Quasi berbeda dengan penelitian eksperimen karena tidak memenuhi tiga syarat utama dari suatu penelitian eksperimen yaitu manipulasi, kontrol dan randomisasi. Pada penelitian ini, peneliti tidak menggunakan kelompok kontrol dan randomisasi, peneliti hanya melihat hasil dari pemberian Konseling Kelompok pada siswa kelas X menggunakan satu kelompok eksperimen dan subjek dipilih secara purposive yang kurang disiplin di SMA Negeri 1 Kalirejo.

Desain penelitian yang digunakan adalah menggunakan desain eksperimen kelompok tunggal, menggunakan desain O1 X O2. Pelaksanaan eksperimen dengan desain ini dilakukan dengan memberikan perlakuan (X) terhadap satu kelompok, yaitu kelompok eksperimen. Sebelum diberi perlakuan, kelompok tersebut diberi pretest (O1), dan setelahnya diberikan posttest (O2). Hasil kedua tes itu dibandingkan, untuk menguji apakah perlakuan memberi pengaruh kepada kelompok tersebut.

Bagan desain kelompok tunggal pretest-posttes dapat dilihat dalam gambar berikut:

[image:51.595.196.429.651.695.2]

Pretest Treatment Posttest O1 X O2

(52)

Keterangan :

O1 : pengukuran awal kedisiplinan belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Kalirejo sebelum diberikan perlakuan

X : Perlakuan/treatment yang diberikan (pelaksanaan layanan konseling kelompok kepada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kalirejo yang memilki disiplin belajar rendah

O2 : pengukuran akhir kedisiplinan belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Kalirejo setelah diberikan perlakuan

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber data untuk menjawab masalah. Subjek Penelitian ini disesuaikan dengan keberadaan masalah dan jenis data yang ingin dikumpulkan.

Subjek penelitian ini disesuaikan dengan keberadaan masalah dan jenis data yang ingin dikumpulkan. Subjek penelitian ini adalah enam (6) siswa yang memiliki kedisiplinan belajar yang rendah. Subjek didapat dari hasil wawancara yang diberikan oleh guru BK mengenai siswa yang memiliki kedisiplinan belajar siswa yang rendah.

D. Variabel Penelitian

(53)

1. Variabel Independen

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konseling kelompok.

2. Variabel Dependen

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kedisiplinan siswa.

E. Definisi Operasinal

Definisi operasional merupakan uraian yang berisi perincian sejumlah indikator yang dapat diamati dan diukur untuk mengidentifikasi variabel atau konsep yang digunakan.

1. Kedisiplinan Siswa

Kedisiplinan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses berkelanjutan pengajaran dan pendidikan dengan sikap mental yang mengandung kerelaan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan norma-norma yang berlaku yang berupa perintah atau larangan dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab.

(54)

Indikator peserta didik yang tidak memiliki kedisiplinan yaitu dengan menunjukan sikap-sikap kebiasaan yang kurang baik seperti, datang ke sekolah tidak tepat waktu, tidak menggunakan atribut sekolah, tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, serta membolos sekolah. Jika hal tersebut tidak segera diminimalisir, maka akan sangat mempengaruhi kejenjang pendidikan selanjutnya.

2. Konseling Kelompok

Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah kedisiplinan belajar yang melalui dinamika kelompok.

Layanan konseling kelompok mengikutkan 6 orang peserta yaitu siswa sebagai klien dalam bentuk kelompok dengan konselor sebagai pemimpin kegiatan kelompok. Terdapat hubungan konseling yang terjadi dalam suasana yang diusahakan baik, yakni hangat, terbuka dan penuh keakraban. Terdapat juga pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah (Jika perlu dengan menerapkan metode-metode Khusus), kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.

F. Teknik Pengumpulan Data

(55)

metode pengumpulan data ialah “Teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data”. Adapun teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperlukan dengan melakukan pengamatan terhadap obyek tertentu dalam penelitian. Hadi (Sugiyono, 2012) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Alasan peneliti melakukan observasi yaitu untuk menyajikan gambaran realistis peristiwa atau kejadian, menjawab pertanyaan, membantu mengerti perilaku manusia, dan evaluasi.

Adapun kelebihan metode pengamatan adalah :

1. Peneliti dapat mengetahui dengan jelas konteks terjadinya suatu kegiatan.

2. Dengan metode pengamatan peneliti dapat memperoleh data yang lebih akurat dan sulit diperoleh dengan cara lain.

(56)

4. Data yang diperoleh dari tangan pertama dapat menjadikan peneliti sebagai narasumber untuk orang lain yang ingin mengerti dan menyempurnakan bidang yang ditelitinya.

Seperti yang tercantum dalam pedoman observasi, peneliti telah mengetahui aspek kedisiplinan belajar yang diamati dalam penelitiannya. Observasi dalam penelitian ini digunakan saat pretest dan posttest. Hal ini dikarenakan yang diteliti adalah perilaku siswa, sehingga pengamatan terhadap perubahan perilakunya akan lebih mudah dilakukan.

G. Uji Persyaratan Instrumen

Untuk mendapatkan data yang lengkap, maka instrumen pengumpulan data harus memenuhi persyaratan yang baik, instrumen yang baik dalam suatu penelitian harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 2006:156).

1. Uji Validitas Instrument Observasi

(57)

(judgments experts). Dalam hal ini, setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli (judgments experts). Hasil yang diperoleh adalah terdapat 20 aspek perilaku yang diobservasi.

2.1 Kisi-kisi Observasi Kedisiplinan Belajar Siswa

Variabel Indikator Deskriptor No item

Kedisiplinan belajar siswa

1. Peraturan 1.1 ketepatan waktu dalam mengikuti KBM

1,2

1.2 Menjaga buku perpustakaan dan sarana belajar di kelas

3,4

1.3 Ketaatan dalam menaati peraturan dan tata tertib sekolah

5,6

2. Hukuman 2.1 Menerima sanksi yang diberikan sekolah

7,8

2.2 Tidak membuat keributan di kelas 9,10

3. Penghargaan

3.1 Penerimaan dari lingkungan sekolah

11,12

3.2 Pujian dan pengakuan dari teman dan guru di sekolah

13,14

4. Konsistensi 4.1 mampu datang ke sekolah tepat pada waktunya

15,16

4.2 mampu bertanggung jawab atas tugasnya

17,18

4.3 mampu mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya

(58)

2. Uji Reliabilitas Instrumen Observasi

Reliabilitas merujuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2006). Teknik mencari reliabilitas untuk reliabilitas lembar observasi dalam penelitian ini yaitu menggunakan kesepakatan dua pengamat. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan dua orang pengamat (peneliti sebagai pengamat 1 dan pengamat 2 yaitu guru bimbingan dan konseling. Menurut Arikunto (2006) jika pengamatannya lebih dari satu orang, perlu diadakan penyamaan-pengamat sampai dicapai persamaan persepsi dari semua pengamat yang akan bekerja mengumpulkan data.

Penelitian ini menggunakan metode observasi yang dilakukan oleh dua observer maka uji reabilitas dihitung dengan melihat nilai kesepakatan dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

KK : koefisien kesepakatan

2S : sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 : jumlah kode yang dibuat pengamat I

N2 : jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II

(59)
[image:59.595.160.508.112.213.2]

Tabel 3.1 Rentang Koefisien Reliabilitas Observasi Koefisien Reliabilitas Kategori

0,80 - 1,00 0,60 - 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199

Derajat keterandalan sangat tinggi Derajat keterandalan tinggi Derajat keterandalan sedang Derajat keterandalan rendah

Derajat keterandalan sangat rendah

Sebelum melaksanakan penelitian, langkah awal yang dilakukan oleh peneliti yaitu peneliti melakukan uji coba. Teknik pengumpul data yang digunakan adalah observasi. Pelaksanaan uji coba dilakukan pada tanggal 15 April 2013, peneliti melibatkan 10 siswa yang berasal dari siswa SMA Negeri 1 Kalirejo. Alasan peneliti menggunakan responden siswa SMA Negeri 1 Kalirejo sebagai uji coba karena siswa tersebut memiliki kriteria yang sama dengan siswa yang akan dijadikan subjek dalam penelitian baik dari segi umur dan segi tingkah laku siswa.

Setelah dilakukan uji coba observasi, hasil pengolahan data terdapat 20 item yang digunakan dengan reliabilitas melalui koefisien kesepakatan yaitu maka dapat dikatakan instrumen ini reliabel. Berdasarkan kriteria tingkat reliabilitas di atas maka tingkat reliabilitas observasi adalah sangat tinggi.

(60)

3. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul (Sugiono, 2012). Analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis. Arikunto (2006) menyatakan bahwa penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui dampak dari suatu perlakuan, yaitu mencoba sesuatu, lalu dicermati akibat dari perlakuan tersebut.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan uji Wilcoxon yaitu dengan mencari perbedaan mean Pretest dan Posttest. Analisis ini digunakan untuk mengetahui kemandirian belajar siswa dapat digunakan dengan menggunakan layanan konseling kelompok. Uji Wilcoxon merupakan perbaikan dari uji tanda.

(61)

menggunakan analisis uji melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science)17.

Adapun rumus uji Wilcoxon ini adalah sebagai berikut (Sudjana, 2002):

Z=

Keterangan : Z : Uji Wilcoxon

T : Total Jenjang (selisih) terkecil antara nilai pretest dan posttest N : Jumlah data sampel

Kaidah keputusan:

Jika statistik hitung (angka z hitung = - 2,207) > statistik tabel (z tabel = 0), maka H0 diterima (dengan taraf signifikansi 5%)

Jika statistik hitung (angka z hitung = -2,207) < statsitik tabel z tabel = 0), maka H0 ditolak (dengan taraf signifikansi 5%). Hasil perhitungan wilcoxon terdapat di lampiran 6.

Hasil menunjukan Hasil analisis data dengan uji signifikansi 5% diperoleh nilai Zhitung = -2,207 dibandingkan dengan nilai Ztabel dengan taraf signifikansi 0,05 = 0. Dari hasil perhitungan didapat Zhitung =-2,207 ≤ Ztabel = 0. Sesuai ketentuan dalam uji Wilcoxon, jika Zhitung ≤ Ztabel,

(62)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri I Kalirejo maka dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan hasil peningkatan, skor tingkat kedisiplinan belajar siswa di sekolah mengalami peningkatan sebesar 35,91 dari skor 41,08 menjadi 77 setelah diberikan layanan konseling kelompok. Hal ini terbukti dari hasil pretest dan posttest yang diperoleh dan dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan taraf signifikansi 0,5, diperoleh hasil Zhitung = -2,207 dan Ztabel = 0. Karena Zhitung ≤ Ztabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terjadi peningkatan signifikan

antara kedisiplinan belajar siswa di sekolah sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok.

2. Kesimpulan Penelitian

(63)

kelompok. Hal ini ditunjukan dengan adanya perubahan perilaku siswa pada setiap pertemuan yang sebelum diberikan treatment perilaku kedisiplinan belajar siswa terbilang rendah, tetapi setelah diberikan treatment dengan menggunakan konseling kelompok terdapat peningkatan kedisiplinan belajar siswa dan terdapat adanya perubahan perilaku menjadi lebih baik.

B. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Kalirejo adalah:

1. Kepada Siswa

Siswa yang memiliki kedisiplinan belajar yang rendah, salah satu cara agar dapat meningkatkan kedisiplinan belajar dengan mengikuti layanan konseling kelompok agar dapat meningkatkan kedisiplinan belajarnya.

2. Guru BK

Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu dan membimbing siswa dalam meningkatkan kedisiplinan belajar yang rendah dengan melakukan konseling kelompok.

3. Kepada para peneliti lain

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Astuti, Desi Margi. 2008. Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa Dengan Menggunakan Teknik Reinforcement Positif Pada Siswa Kelas VIII Mts Nurul Iman Gedongtataan Tahun Pelajaran 2007/2008. UNILA.

Dahar, Ratna Wilis. 1998. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Darji Darmodiharjo. 1984. Santaji, Balai Pustaka.

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

http://www.lesprivat.com/2011/08 pengertian-dan-hakikat-disiplin-belajar.html Khalsa, SirNam S. 2008. Pengajaran & Disiplin Harga Diri. PT. Indeks.

Prayitno. 2004. Layanan Bimbingan Kelompok dan Konseling kelompok. Jakarta: Ghalia Indonesia.UNP

Rahman, Hibana S. 2003. Bimbingan & Konseling Pola 17. Yogyakarta: UCY Press Yogyakarta.

Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Sardiman. 2001. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Seniati, L,. Yulianto, A., dan Setiadi, B.N. 2005. Psikologi eksperimen. Jakarta: indeks.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

(65)

Sukardi, D. K. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling disekolah. Rineka Cipta: Jakarta

Surapranata, S. 2004. Analisis, Validitas, Reabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Suryabrata, Sumadi. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tim. Unila.2009. Format Penulisan karya Ilmiah. Bandar Lampung. UNILA. Tohirin. 2011. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah (Berbasis

Integrasi). Jakarta: Rajawali Pers.

Gambar

Gambar 2.1 Tahap Pembentukan dalam Layanan Konseling Kelompok
Gambar 2.2 Tahap Peralihan dalam Layanan Konseling Kelompok
Gambar 3.1 One Group Pretest-Posttest Design
Tabel 3.1 Rentang Koefisien Reliabilitas Observasi

Referensi

Dokumen terkait

Belajar merupakan peristiwa yang terjadi secara sadar dan sengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar pada akhirnya menyadari bahwa ia mempelajari

1) perubahan itu intensional, yang mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang- kurangnya ia merasakan adanya

Motivasi menurut kamus terbaru bahasa Indonesia (2008: 456) adalah kecenderungan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar melakukan tindakan dengan

Dalam lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang menghuni lingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar sebagaimana orang lain. Ia, secara sadar

a) Perubahan terjadi secara sadar. Seseorang yang belajar menyadari telah terjadi perubahan pada dirinya. b) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. Sebagai

1) Perubahan yang terjadi secara sadar, individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau individu merasakan telah terjadi suatu perubahan

Hal ini ditegaskan oleh Surya (2003: 11), bahwa ciri-ciri perubahan dari hasil belajar adalah: 1) Perubahan yang terjadi secara sadar artinya individu yang menyadari dan

a. Perubahan terjadi secara sadar. Berarti seseorang yang melaksanakan proses belajar akan menyasari terjadinya perubahan tersebut, seperti bertambahnya pengetahuan