• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI KASUS MALARIA BERDASARKAN SPASIO TEMPORAL INDOOR RESIDUAL SPRAY (IRS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DADIREJO KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2013 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DISTRIBUSI KASUS MALARIA BERDASARKAN SPASIO TEMPORAL INDOOR RESIDUAL SPRAY (IRS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DADIREJO KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2013 2015"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i

DISTRIBUSI KASUS MALARIA BERDASARKAN

SPASIO TEMPORAL

INDOOR

RESIDUAL

SPRAY

(IRS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

DADIREJO KABUPATEN PURWOREJO

TAHUN 2013-2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh Fatmiyati NIM. 6411412131

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Tidak ada yang instan untuk mencapai kesuksesan, diperlukan usaha yang tidak kenal lelahnya gagal dan tentunya iringan doa.

 Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka

merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Qs. Ar Ra’d:11)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Saya persembahkan untuk :

1. Kedua Orangtuaku ( Bapak Akhmad Faozan dan Ibu Saringah) yang selalu menjadi semangatku dan yang tak pernah melewatkan waktunya untuk mendoakanku

2. Kakaku (Khayati) yang selalu menjadi motivasi serta penyemangat

3. drh Dyah Mahendrasari Sukendra, M.Sc. yang selalu membimbing dengan sabar

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan ridhoNya, sehingga skripsi yang berjudul “Distribusi Kasus Malaria Berdasarkan Spasio-Temporal Indoor Residual Spray (IRS) di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Kabupaten Purworejo Tahun 2013-2015” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Negeri Semarang dapat terselesaikan.

Skripsi ini terselesaikan tidak lepas karena adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang , Prof. Dr. Tandiyo Rahayu M.Pd., atas ijin penelitian yang telah diberikan.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Irwan Budiono, S.KM, M.Kes (epid), atas ijin penelitian

3. Dosen Pembimbing, drh. Dyah Mahendrasari Sukendra, M.Sc., atas bimbingan, arahan, dan masukannya.

4. Penguji I, dr. Arulita Ika Fibriana, M.Kes (epid), atas bimbingan, arahan, dan masukannya.

5. Penguji II, Eram Tunggul Pawenang, S.KM, M.Kes., atas bimbingan, arahan, dan masukannya.

(6)

vi

7. Ketua Balai Litbang P2B2 Banjarnegara dan petugas Balai Litbang P2B2 Banjarnegara (Bapak Sunaryo, dan Ibu Bina), yang telah memberikan izin untuk meminjamkan instrumen untuk penelitian, dan memberikan arahan saat penelitian.

8. Bapak, Ibu, Kakakku, dan keluarga besarku tercinta, atas perhatian, kasih sayang, doa, serta dukungan yang sungguh berarti untukku hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Keluarga Mbah Ngatman dan Mbah Widi yang bersedia memberikan tempat tinggal selama penelitian berlangsung.

10.Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2012 atas doa serta dukungannya.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Semoga skripsi ini berguna bagi banyak orang. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan skripsi ini.

(7)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

1.2.1 Rumusan Masalah Umum ... 6

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

(8)

viii

1.4.1 Bagi Masyarakat ... 7

1.4.2 Bagi Dinas Kesehatan ... 7

1.4.3 Bagi Civitas Akademik ... 7

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 8

1.5 Keaslian Penelitian ... 8

1.6 Ruang Lingkup ... 10

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ... 10

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ... 10

1.6.3 Ruang Lingkup Materi ... 10

BAB II: LANDASAN TEORI ... 11

2.1 Tinjauan Pustaka ... 11

2.1.1 Malaria ... 11

2.1.1.1 Pengertian ... 11

2.1.1.2 Epidemiologi Malaria ... 12

2.1.1.3 Agen Malaria ... 12

2.1.1.4 Vektor Malaria ... 14

2.1.1.5 Bionomik Nyamuk Anopheles sp. ... 15

2.1.1.6 Gejala Malaria ... 16

2.1.1.7 Diagnosis Malaria ... 17

2.1.1.8 Pengobatan Malaria ... 17

2.1.1.9 Pengendalian Malaria ... 18

2.1.2 Indoor Residual Spray (IRS) ... 20

(9)

ix

2.1.2.2 Syarat-syarat Indoor Residual Spray (IRS) ... 20

2.1.2.3 Langkah-langkah Indoor Residual Spray (IRS) ... 21

2.1.2.4 Pemilihan dan Jenis-jenis Insektisida Indoor Residual Spray (IRS) .... 23

2.1.2.5 Waktu Penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS) ... 24

2.1.2.6 Cakupan Penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS) ... 24

2.1.2.7 Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Indoor Residual Spray (IRS) ... 25

2.1.3 Sistem Informasi Geografis ... 26

2.1.3.1 Pengertian ... 26

2.1.3.2 Kemampuan SIG ... 27

2.1.3.3 Spasio Temporal ... 28

2.2 Kerangka Teori ... 29

BAB III: METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Alur Pikir ... 31

3.2 Variabel Penelitian ... 31

3.3 Definisi Operasional ... 32

3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

3.5 Populasi dan Sampel ... 33

3.5.1 Populasi Penelitian ... 33

3.5.2 Sampel Penelitian ... 33

3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 36

3.6 Sumber Data Penelitian... 36

(10)

x

3.6.2 Data Sekunder ... 37

3.7 Instrumen Penelitian ... 37

3.8 Prosedur Penelitian ... 38

3.8.1 Tahap Pra Penelitian... 38

3.8.2 Tahap Penelitian ... 38

3.8.3 Tahap Pasca Penelitian ... 38

3.9 Analisis Data ... 39

3.9.1 Analisis Univariat ... 39

3.9.2 Analisis Spasio Temporal ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

4.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian ... 40

4.1.1 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

4.1.2 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Umur ... 41

4.1.3 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Pekerjaan ... 42

4.1.4 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Jenis Parasit ... 43

4.2 Gambaran Indoor Residual Spray (IRS) di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo ... 43

4.3 Pola Persebaran Kasus Malaria Berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS) secara Spasial di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 47

(11)

xi

BAB V PEMBAHASAN ... 67

5.1 Gambaran Indoor Residual Spray (IRS) di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo ... 67

5.2 Persebarab Pola Kasus Malaria berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS) secara Spasial di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 69

5.3 Persebaran Pola Kasus Malaria berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS) secara Temporal di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 72

5.3 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ... 74

5.3.1 Hambatan Penelitian ... 74

5.3.2 Kelemahan Penelitian ... 74

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1 Simpulan ... 75

6.2 Saran ... 75

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ... 8

Tabel 2.1 Jenis-jenis insektisida pada Indoor Residual Spray (IRS)... 23

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 32

Tabel 3.2 Proporsi Sampel Tahun 2013-2015 ... 34

Tabel 3.3 Proporsi Sampel per Desa Tahun 2013-2015 ... 34

Tabel 3.4 Proporsi Sampel per Dusun Tahun 2013-2015 ... 35

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo ... 40

Tabel 4.2 Curah hujan di Kecamatan Bagelen (wilayah kerja Puskesmas Dadirejo) tahun 2013-2015 ... 41

Tabel 4.3 Distribusi Kasus Malaria berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 41

Tabel 4.4 Distribusi Kasus Malaria berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 42

Tabel 4.5 Distribusi Kasus Malaria berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 42

Tabel 4.6 Distribusi Kasus Malaria berdasarkan Jenis Parasit di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 43

Tabel 4.7 Cakupan Bangunan yang di IRS di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 44

(13)

xiii

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Siklus hidup nyamuk Anopheles sp. ... 15 Gambar 2.2 Kerangka teori ... 29 Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian ... 31 Gambar 4.1 Distribusi kasus malaria berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS)

di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013... 48 Gambar 4.2 Distribusi kasus malaria berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS)

di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2014... 50 Gambar 4.3 Distribusi kasus malaria berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS)

di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2015... 52 Gambar 4.4 Overlay Distribusi Kasus Malaria berdasarkan Indoor Residual

Spray (IRS) di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun

2013-2015 ... 54 Grafik 4.1 Pola Persebaran Kasus Malaria berdasarkan Waktu di Wilayah

Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015 ... 55 Gambar 4.5 Distribusi Kasus Malaria berdasarkan Indoor Residual Spray

(IRS) secara temporal di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013 ... 56 Gambar 4.6 Distribusi Kasus Malaria berdasarkan Indoor Residual Spray

(15)

xv

Gambar 4.7 Distribusi Kasus Malaria berdasarkan Indoor Residual Spray

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. SK Pembimbing ... 84

Lampiran 2. Surat Izin dari Fakultas ... 85

Lampiran 3. Surat Izin dari Kantor Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (KPMPT) Purworejo ... 86

Lampiran 4. Surat dari Dinas Kesehatan Purworejo ... 87

Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian ... 88

Lampiran 6. Instrumen Penelitian ... 89

Lampiran 7. Ethical Clearance ... 92

Lampiran 8. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek ... 93

Lampiran 9. Lembar Persetujuan Keikutsertaan dalam Penelitian ... 94

Lampiran 10. Data Responden tahun 2013-2015 ... 97

Lampiran 11. Hasil SPSS Univariat Karakteristik Responden ... 106

Lampiran 12.Kode Dusun ... 115

(17)

xvii

Distribusi Kasus Malaria Berdasarkan Spasio Temporal Indoor Residual Spray di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun 2013-2015

VI + 74 halaman + 14 tabel + 11 gambar + 12 Lampiran

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium yang ditularkan oleh nyamu Anopheles sp. Salah satu pengendalian kejadian malaria dengan mengontrol keberadaan vektor pembawa. Kepadatan vektor malaria dapat dikendalikan dengan Indoor Residual Spray (IRS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi kasus malaria berdasarkan spasio-temporal

Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun

2013-2015.

Jenis penelitian ini Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif menggunakan desain penelitian crossectional dan pendekatan keruangan dan waktu. Analisis data dilakukan secara spasio temporal dengan menggunakan klasifikasi, overlay, dan calculate distance bands from neighbor count.

Hasil penelitian ini,yang memberikan gambaran persebaran pola kasus malaria berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS) secara spasial dari 2013 sampai 2015 yaitu menggerombol dan mengalami kenaikan kasus pada wilayah yang tidak dilakukan Indoor Residual Spray (IRS) selain itu, lingkungan responden yang mendukung kejadian malaria dengan banyaknya tempat perindukan positif

Anopheles sp. Waktu penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS) yang tidak

dilakukan sebelum puncak kasus terjadi sehingga efektifitas Indoor Residual

Spray (IRS) menjadi berkurang.

Saran yang direkomendasikan adalah memperhatikan kesehatan lingkungan dan meningkatkan pencegahan pribadi, perlu dilakukan evaluasi untuk setiap kegiatan Indoor Residual Spray (IRS), dan kedepan dapat dilakukan penelitian mendalam mengenai pelaksaan Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo.

(18)

xviii

Distribution of Malaria Cases by Spatio Temporal Indoor Residual Spray (IRS) in Puskesmas Dadirejo, Purworejo District, Year 2013-2015

VI + 74 pages + 14 table + 11 image + 12 attachments

Malaria is a disease caused by Plasmodium and transmitted by Anopheles sp. One of method to control malaria incidence is vector control. Vector densities could be controlled with Indoor Residual Spray (IRS). The aims of this study was to describe the distribution of malaria cases based on the spatio-temporal Indoor Residual Spray (IRS) in Dadirejo Community Health Centre area from 2013 until 2015.

This research was descriptive with cross-sectional research design and used the approach of spatial and time. The data was analyzed with univariate and spatio temporal analysis using classification, overlay, and calculate distance bands from neighbor count.

The results of this study, which illustrated the distribution of malaria cases by Indoor Residual Spray (IRS) spatially from 2013 to 2015. The malaria cases gathered and increased in areas without Indoor Residual Spray (IRS). on the other hand, environmental of respondents supported malaria incidence with the number of positive breeding places of Anopheles sp. Time spraying of Indoor Residual Spray (IRS), which was not done before the peak of cases occur, so the effectiveness of Indoor Residual Spray (IRS) to be reduced.

The advice can be given that must be attention to the environmental health and personal prevention, need to be evaluated for each activity of the Indoor Residual Spray (IRS), and at the future can be done in-depth research on the implementation of Indoor Residual Spray (IRS) in Puskesmas Dadirejo.

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium (WHO, 2011). Terdapat 5 spesies Plasmodium yang dapat menyebabkan malaria pada manusia yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae,

Plasmodium ovale dan Plasmodium knowlesi (Kemenkes, 2014). Malaria

ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh unit kerja SPP (Serangga Penular Penyakit), terdapat 46 spesies nyamuk Anopheles yang tersebar di Indonesia. Dari ke 46 spesies tersebut, terdapat 20 spesies Anopheles yang dapat menularkan penyakit malaria (Hiswani, 2004).

Malaria tersebar di seluruh dunia, pada tahun 2015 terdapat 214 juta kasus malaria di dunia dengan angka kematian sebanyak 438.000 kasus. Penderita malaria tersebar terutama di wilayah Afrika (88%), Asia Tenggara (10%) dan Amerika Latin (2%). Pada tahun 2015, Incidence Rate (IR) di wilayah Asia Tenggara yaitu 2.300 per 100.000 penduduk dengan angka kematian 3,5 per 100.000 penduduk (WHO, 2015). Beberapa negara endemis malaria yang terdapat di wilayah Asia Tenggara diantaranya Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Srilanka, dan Thailand (Arsin, 2012: 58).

(20)

2

per 100.000 penduduk dan Annual Paracite Incidence (API) sebesar 1 per 1000 penduduk (Kemenkes, 2015). Indonesia memiliki strategi eliminasi untuk mengurangi kasus malaria yaitu dengan memberi target bebas malaria setiap lima tahun sekali terhadap beberapa wilayah endemis tertentu. Syarat eliminasi malaria adalah API berada dibawah angka 1 dan tidak ditemukan kasus malaria indegenius selama 3 tahun berturut-turut. Salah satu target pada tahun 2015 yaitu eliminasi malaria di Pulau Jawa, Propinsi Nangro Aceh Darussalam, dan Kepulauan Riau (Kemenkes, 2011).

Pulau jawa sebagai pulau yang ditargetkan tereliminasi malaria tahun 2015, memiliki IR sebesar 1,91 per 100.000 penduduk dan API sebesar 0,023 per 1000 penduduk pada tahun 2014. Provinsi yang memiliki kasus terbanyak di Pulau Jawa adalah Provinsi Jawa Tengah dengan IR sebesar 4,97 per 100.000 penduduk dengan API 0,05 per 1000 penduduk (Kemenkes, 2015). Kabupaten endemis malaria di Jawa Tengah diantaranya Banjarnegara, Purworejo, Banyumas, Purbalingga dan Pati (Dinkes, 2013).

(21)

3

tertinggi di Kabupaten Purworejo. API di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo pada tahun 2013 sampai 2015 berturut-turut yaitu 10,11, 8,32, dan 18,25 per 1000 penduduk (Dinkes Purworejo, 2013; 2014; 2015). Sehingga belum memenuhi target API untuk eliminasi kasus malaria. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor: 293/MENKES/SK/IV/2009, tanggal: 28 April 2009, tentang eliminasi malaria di Indonesia, maka perlu upaya pemberantasan kasus malaria begitu pula dengan wilayah kerja Puskesmas Dadirejo (Kepmenkes, 2009).

Pengendalian kasus malaria yang telah dilakukan di wialyah kerja Puskesmas Dadirejo diantaranya menggunakan Indoor Residual Spray (Dinkes Purworejo, 2015). Indoor Residual Spray (IRS) adalah aplikasi insektisida yang tahan lama pada tempat-tempat potensial vektor malaria, sehingga apabila terdapat nyamuk hinggap di tembok akan mati terkena insektisida (WHO, 2013).

(22)

4

(Dusun Dermosari I, Dermosari II, Genting, Durenombo I, dan Durenombo II) pada periode semprot kedua (Dinkes Purworejo, 2013; 2014; 2015)

Pelaksanaan kegiatan Indoor Residual Spray (IRS) yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo merupakan program Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo. Namun, pada kegiatan Indoor Residual Spray (IRS) yang dilakukan di Desa Hargorojo, dan di Desa Semono adalah kegiatan berdasarkan permintaan warga melalui Juru Malaria Desa (JMD). Penyemprotan Indoor

Residual Spray yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo dilakukan

tidak pada tempat yang sama dan pelaksanaan penyemprotan tidak dilakukan pada bulan yang sama untuk setiap periode (Dinkes Purworejo, 2013; 2014; 2015).

Bahan aktif yang digunakan untuk kegiatan Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo sesuai dengan pengadaan Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo yaitu menggunakan insektisida dengan bahan aktif lambdasihalotrin sejak tahun 2013 sampai sekarang kecuali pada tahun 2015 periode semprot pertama menggunakan bahan aktif deltametrin (Dinkes Purworejo, 2013, 2014, 2015). Kedua bahan aktif tersebut, memiliki organ target sama yaitu pada kanal natrium system syaraf yang menstimulasi syaraf untuk berproduksi berlebihan sehingga terjadi paralisis dan kematian (IRAC, 2015).

Menurut WHO (2013), pemetaan berdasarkan Sistem Informasi Geografis (SIG) penting dilakukan terhadap wilayah yang dilakukan kegiatan

Indoor Residual Spray (IRS) agar mempermudah supervisi atau evaluasi. SIG

(23)

5

(Prahasta, 2009:305). Pihak penanggung jawab program penanggulangan malaria Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Purworejo, menjelaskan bahwa evaluasi yang dilakukan selama ini hanya menggunakan Bioassay dan belum pernah dilakukan pemetaan terhadap daerah dengan kegiatan Indoor Residual Spray (IRS).

Bioassay adalah cara mengukur suatu efektifitas insektisida terhadap

vektor penyakit (Agus, 2011). Sehingga diperlukan pula pendekatan keruangan dengan SIG karena dapat memberikan gambaran yang lebih kompleks terhadap distribusi faktor-faktor epidemiologi meliputi pejamu, host maupun faktor lingkungan yang merupakan faktor geografis dan berpengaruh terhadap kejadian malaria (Widartono, 2011).

Analisis spasio-temporal merupakan salah satu metode yang dapat memberikan gambaran hasil program Indoor Residual Spray (IRS) secara keruangan dan berdasarkan waktu (Schneider, 2009). Secara spasial dapat menggambarkan secara jelas distribusi kasus malaria pada wilayah yang dilakukan Indoor Residual Spray (IRS). Terlebih lagi wilayah yang dilakukan

Indoor Residual Spray (IRS) setiap tahun tidak sama sehingga perlu diketahui

persebaran kasus secara keruangan berdsarkan wilayah yang disemprot.

Perseberan kasus berdasarkan waktu penyemprotan yang tidak sama (temporal) juga perlu diketahui untuk menggambarkan perjalanan kasus dari bulan ke bulan dan dibandingkan antara sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan

Indoor Residual Spray (IRS). Sehingga dapat diketahui, pola persebaran kasus

(24)

6

atas, peneliti ingin meneliti tentang distribusi kasus malaria berdasarkan spasio-temporal Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo dari tahun 2013 sampai tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Rumusan masalah umum dari penelitian ini adalah bagaimana distribusi kasus malaria berdasarkan spasio-temporal Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

Adapun rumusan masalah khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo?

2. Bagaimana persebaran pola kasus malaria berdasarkan Indoor Residual Spray

(IRS) secara spasial di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015? 3. Bagaimana persebaran pola kasus malaria berdasarkan Indoor Residual Spray

secara temporal di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015? 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui distribusi kasus malaria berdasarkan spasio-temporal Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

(25)

7

1. Mengetahui gambaran Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo

2. Mengetahui persebaran pola kasus malaria berdasarkan Indoor Residual Spray

(IRS) secara spasial di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015 3. Mengetahui persebaran pola kasus malaria secara temporal di wilayah kerja

Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran kejadian malaria berdasarkan spasio-temporal Indoor Residual Spray

(IRS) sehingga dapat meningkatkan upaya masyarakat untuk melakukan pencegahan malaria di Kabupaten Purworejo, khususnya wilayah kerja Puskesmas Dadirejo.

1.4.2 Bagi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap petugas kesehatan dan pengambil kebijakan setempat mengenai pola kejadian malaria di wilayah Puskesmas Dadirejo, sehingga dapat digunakan dalam pertimbangan pengambilan kebijakan selanjutnya, khususnya untuk program

Indoor Residual Spray (IRS) sebagai salah satu program pengendalian penyakit

malaria.

1.4.3 Bagi Civitas Akademik

(26)

8

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan peneliti dan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya tentang distribusi kejadian malaria berdasarkan spasio-temporal Indoor Residual Spray (IRS) yang masih menjadi program pengendalian malaria utama di daerah tertentu.

(27)

9

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian mengenai distribusi kasus malaria berdasarkan spasio temporal

Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo belum

pernah dilakukan.

2. Variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu adalah variabel Indoor

(28)

10

3. Penelitian ini menggunakan desain crossectional.

1.6 Ruang Lingkup

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu Mei sampai Juni 2016.

1.6.3 Ruang Lingkup Materi

Materi penelitian ini adalah analisis spasio-temporal dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengetahui persebaran kasus malaria berdasarkan wilayah yang dilakukan Indoor Residual

(29)

11

Malaria adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh parasit jenis protozoa dari genus plasmodium yang secara alamiah ditularkan lewat gigitan nyamuk Anopheles betina (Irianto, 2014: 454). Terdapat lima macam malaria yaitu:

1. Malaria falsifarum yaitu malaria yang disebabkan oleh Plasmodium

falciparum dikenal dengan malaria tropika atau malaria tersiana maligna.

Gejala timbul secara kontinyu, sering menimbulkan malaria yang berat

2. Malaria vivax yaitu malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dikenal dengan malaria tersiana. Gajala demam berulang dengan interval dua hari 3. Malaria malariae yaitu malaria yang disebabkan oleh Plasmodium malariae

dikenal juga dengan malaria kuartana dengan gejala khas berulang pada tiap hari keempat. Gejala demam berulang dengan interval tiga hari

4. Malaria ovale yaitu malaria yang disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya ringan, menimbulkan pola demam yang hampir sama dengan malaria vivax

5. Malaria knowlesi yaitu malaria yang disebabkan olah Plasmodium knowlesi.

(30)

12

2.1.1.2. Epidemiologi Malaria

Malaria ditemukan mulai dari bagian dunia yang berada pada 640 Lintang Utara yaitua di Archangel, Rusia sampai 320 Lintang Selatan pada Cordoba di Argentina (Gandahusada dkk, 2000:172). Kabupaten Purworejo merupakan Kabupaten yang berada pada 7032’ Lintang Selatan sampai 7054’ Lintang Selatan sehingga termasuk dalam rentang wilayah dengan kasus malaria.

Menurut Shinta Sukowati dalam Murhandarwati dkk (2015), vektor malaria yang ditemukan di Kabupaten Purworejo diantanya Anopheles sundiacus, Anopheles barbirostris, Anopheles annularis, Anopheles minimus, Anopheles

kochi, Anopheles aconitus, Anopheles tessellatus, Anopheles vagus, Anopheles

subpictus, Anopheles indenfinitus, Anopheles maculatus, Anopheles flavirostris,

Anopheles balabacensis, dan Anopheles barbumbrostis. Namun dari semua

spesies tersebut, yang dapat menularkan malaria hanya spesies Anopheles

aconitus, Anopheles maculatus, Anopheles balabacensis, Anopheles vagus dan

Anopheles barbirostris. Malaria yang paling sering terjadi di Purworejo adalah

malaria falsifarum kemudian diikuti oleh malaria vivax (Dinkes Purworejo, 2015). 2.1.1.3. Agen Malaria

Terdapat lima macam agen penyebab malaria, namun yang paling sering ditemukan di Indonesia yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan

Plasmodium malariae, sedangkan pada tahun 2010 dilaporkan adanya malaria

(31)

13

Plasmodium sp. memiliki dua host dalam siklus hidupnya, yaitu pada

manusia dan nyamuk Anopheles sp. Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung sporozoit didalam kelenjar ludahnya menggigit manusia, maka sporozoit tersebut segera masuk kedalam peredaran darah kemudian beredar menuju hati. Di dalam hati, sporozoit berubah menjadi trofozoit dan berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni, skizon ini kemudian matang dan pecah menjadi merozoit. Merozoit ini kemudian keluar dari hati dan menginfeksi sel darah merah, namun pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale sebagian ada yang menetap di hati namun tidak aktif sehingga dapat menyebabkan relaps pada waktu tertetu. Di dalam sel darah merah juga terjadi fase trofozoid, skizon, dan merozoid yang kemudian masuk pada fase berikutnya yaitu berubah menjadi sel gamet jantan atau mikrogamet dan sel gamet betina atau makrogamet (Sutanto dkk, 2008: 189-192).

(32)

14

2.1.1.4. Vektor Malaria

2.1.1.4.1. Morfologi

Nyamuk Anopheles memiliki palpus yang panjangnya sama dengan probosis. Membentuk sudut 450 ketika hinggap dan memiliki rambut berwarna coklat tua sampai kehitaman. Nyamuk Anopheles meletakan telurnya satu per satu pada permukaan air. Bentuk telur Anopheles seperti perahu yang bagian bawahnya konveks, dan bagian atasnya konkaf, pada bagian samping telur terdapat sepasang pelampung (Rios dan C.Roxanne, 2015).

Larva mengapung sejajar dengan permukaan air karena memiliki sifon yang pendek. Bagian-bagian tubuh pada larva Anopheles berbentu khas yaitu terdapat spirakel pada bagian posterior abdomen, tergalplate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan sepasang bulu palma pada bagian lateral abdomen. Pupa Anopheles memiliki tabung pernafasan (respiratory trumpet) untuk mengambil oksigen dari udara. Respiratory trumpet memiliki bentuk yang lebar dan pendek (Sutanto dkk, 2008: 254).

2.1.1.4.2. Siklus Hidup

(33)

15

yang berlangsung selama 2-7 hari kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa (Sutanto dkk, 2008: 252; Pujari, 2015).

Gambar 2.1 Siklus hidup nyamuk Anopheles sp.

(Sumber: Pujari, 2015)

2.1.1.5. Bionomik Nyamuk Anopheles sp.

Bionomik nyamuk Anopheles yaitu meliputi perilaku menggigit, istirahat, dan berkembangbiak.

2.1.1.5.1 Perilaku Menggigit

Nyamuk yang sering menghisap darah hanyalah nyamuk Anopheles

betina. Nyamuk Anopheles menggigit di waktu malam hari namun memiliki waktu puncak menggigit pada pukul 24.00-01.00 (Mandagi, 2011). Beberapa nyamuk Anopheles seperti Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan

Anopheles flavirostris lebih menyukai menggigit manusia dan dapat ditemukan di

(34)

16

2.1.1.5.2 Perilaku Istirahat

Nyamuk Anopheles lebih suka hinggap di batang tumbahan air, tumbuhan padi di sawah, semak belukar, kebun campur, rumput, pekarangan dan hutan (Yudhastuti, 2008). Tempat istirahat yang disukai nyamuk Anopheles sp.

Siang hari merupakan tempat yang lembab dan terlindungi dari sinar matahari. Beberapa nyamuk Anopheles yang menyukai tempat istirahat setelah menggigit pada tembok rumah seperti Anopheles aconitus, Anopheles vagus, Anopheles

teseliatus dan Anopheles barbirostris atau istirahat didekat kandang seperti

Anopheles vagus dan Anpheles aconitus (Sopi dan Eka, 2015).

2.1.1.5.3 Perilaku Berkembang Biak

Tempat berkembang biak nyamuk Anopheles berada di daerah sawah bertingkat dengan sumber air dari mata air dan air hujan (Hakim dan Mara, 2007). Sehingga, tempat perkembang biakan nyamuk Anopheles juga dapat ditemukan di daerah rawa-rawa, selokan, sungai, genangan air di kebun salak dan genangan air pada bekas jalan gerobak (Boewono dan Ristiyanto, 2005).

2.1.1.6. Gejala Malaria

Masa inkubasi malaria tergantung pada Plasmodium yang menginfeksi. Malaria vivax memiliki masa inkubasi selama 14 hari, malaria tropika/ falsifarum mengalami inkubasi 12 hari, malaria kuartana/malariae memiliki masa inkubasi selama 30 hari dan malaria ovale bermasa inkubasi selama 11-16 hari (Sandjaja, 2007: 202).

(35)

17

terjadi secara terus menerus sehingga tidak khas. Demam dapat disertai gejala lain seperti menggigil, lemas, sakit kepala, sakit otot, batuk dan gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare. Setelah 1-2 minggu serangan demam yang disertai gejala lain akan diselingi periode bebas penyakit. Berikutnya demam akan berlangsung secara periodik yang khas (Sutanto dkk, 2008: 195).

2.1.1.7. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik dan anamnesis, dan diagnosis pasti. Anamnesis penderita baru tiba dari daerah endemis malaria disertai keluhan demam berulang-ulang di dahului dengan menggigil, disertai pusing, badan lemah, nyeri otot, mual, dan muntah. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak lemah, pucat, icteris, kulit panas atau dingin lembab/berkeringat, hepatomegaly, splenomegaly, dan terjadi gangguan kesadaran (Irianto & Zulkoni, 2014: 455; 2011: 86).

Diagnosis pasti yaitu dengan pemeriksaan laboratorium menggunakan tetes darah tebal dan tetes darah tipis. Tetes darah tebal menggunakan hapusan darah tepi dicat dengan giemsa, diperiksa di bawah mikroskop sinar biasa. Tetes darah tipis menggunakan hapusan darah tepi dicat dengan cat acridine orange, diperiksa dibawah mikroskop khusus (fluorescence microscope) yang disebut metode Kawamoto (Irianto, 2014:455-456).

2.1.1.8. Pengobatan Malaria

(36)

18

(Sutanto dkk, 2008: 222). Pemakaian obat kombinasi ini ditujukan untuk mengurangi resistensi obat karena mutasi parasit. Menurut Sandjaja (2007:211), beberapa sebab yang dapat menyebabkan resistensi parasit terhadap obat antara lain:

1. Parasit melakukan inaktivasi metabolisme

2. Terjadi perubahan permeabilitas tubuh parasit terhadap obat 3. Parasit mengubah target obat dan membuat metabolisme sekunder

Obat yang di rekomendasikan WHO saat ini adalah Artemicinin (ACT) yang bekerja sebagai skizontosida darah untuk Plasmodium facifarum dan

Plasmodium vivax. Di Indonesia terdapat 3 jenis obat ACT yaitu kombinasi

Dihydroartemisinin-Piperaquine, Artemether-Lumefantrine, dan

Artesunate-Amodiakuin. Meskipun sudah menggunakan pengobatan ACT, sebaiknya tetap

menggunakan primakuin untuk terapi radikal gamet, pemberian pada malaria fasifarum sebanyak 45 mg dosis tunggal dan 15 mg/hari selama 14 hari pada malaria vivax (Harjianto, 2011).

2.1.1.9. Pengendalian Malaria

Vektor malaria yang ada di Indonesia diantaranya yaitu Anopheles aconitus, Anopheles kochi, Anopheles barbirostris, Anopheles balabacencis,

Anopheles bancrofti, Anopheles tesellatus, Anopheles koliensis, Anopheles

sundaicus, Anopheles vagus dan Anopheles subpictus (Kemenkes, 2011). Tempat

(37)

19

terhadap insektisida. Hal ini sesuai dengan penelitian Klinkenberg et al (2008) yang menyatakan bahwa nyamuk Anopheles yang ditemukan di dekat daerah pertanian memiliki resistensi yang cukup tinggi terhadap insektisida.

Menurut laporan rutin yang dilakukan oleh Kemenkes RI pengendalian malaria yang dilakukan yaitu:

1. Menggunakan kelambu berinsektisida

2. Pemberantasan vektor dewasa dilakukan menggunakan insetisida melalui

Indoor Residual Spray (IRS)

3. Pemberantasan jentik menggunakan larvasida biological control

(menggunakan ikan pemakan jentik), dan manajemen lingkungan

4. Diagnosis penderita melalui survei pemeriksaan sediaan darah, kemudian melakukan pengobatan kepada penderita malaria ( Kemenkes, 2011).

Pengendalian malaria dengan penemuan kasus dan pengobatan selalu dilakukan oleh pemerintah di daerah endemis malaria. Pengendalian lain dipilih sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bila masih memungkinkan dilakukan manajemen lingkungan maka dilakukan manajemen lingkungan. Namun, bila sudah tidak memungkinkan, maka pengendalian menggunakan insektisida menjadi pilihan alternatif. Pengendalian malaria dengan menggunakan insektisida yang menjadi program utama Dinas Kesehatan Kabupaten di daerah endemis malaria tinggi di Jawa Tengah adalah Indoor Residual Spray (IRS). Sedangkan kelambu berinsektisida hanya diberikan kepada Ibu hamil (Dinkes Purworejo, 2015). Oleh karena itu, menjadi penting untuk diketahui hasil kegiatan dari Indoor

(38)

20

2.1.2. Indoor Residual Spray 2.1.2.1. Pengertian

Indoor Residual Spray (IRS) adalah aplikasi insektisida yang tahan lama

pada tempat-tempat potensial vektor malaria istirahat seperti dinding, atap, dan langit-langit dari semua rumah atau tempat-tempat potensial nyamuk untuk hinggap dan kontak dengan insektisida (WHO, 2013). Penyemprotan efektif bila penularan malaria terjadi di dalam rumah. Sehingga sebelum melakukan Indoor

Residual Spray (IRS) penting untuk mengetahui bionomik nyamuk dalam hal

istirahat dan tempat menggigit (Kemenkes, 2012). 2.1.2.2. Syarat-syarat Indoor Residual Spray IRS

Indoor Residual Spray (IRS) dilakukan dalam setahun 2 kali sebelum

puncak kasus terjadi. Syarat-syarat dilakukan Indoor Residual Spray (IRS) yaitu: 1. Daerah yang akan dilakukan penyemprotan merupakan daerah endemis tinggi

malaria atau terjadi KLB

2. Bangunan yang disemprot adalah semua bangunan yang digunakan untuk menginap pada malam hari termasuk masjid dan tempat ronda

3. Penularan terjadi di dalam rumah, vektor memiliki resting di dalam rumah 4. Diterima oleh masyarakat (Kemenkes, 2012; Pranuri dan Kusbaryanto, 2005).

(39)

21

Residual Spray (IRS) harus di semprot sempurna sehingga efektif dalam

membunuh vektor malaria. Cakupan penyemprotan ini juga dapat menjadi evaluasi pelaksanaan kegiatan Indoor Residual Spray (IRS). Evaluasi kegiatan

Indoor Residual Spray (IRS) yang tergolong mahal ini bahkan dilakukan sampai

menggunakan teknologi mobilphone di Afrika untuk melakukan evaluasi sehingga memudahkan dalam memperoleh informasi cakupan dan progress kegiatan Indoor

Residual Spray (IRS) yang dilakukan (PMI, 2015).

Aplikasi Indoor Residual Spray (IRS) yang dilakukan di Kabupaten Purworejo dimulai pada tahun 1964 sampai 2003. Pada tahun 2004 sampai 2006 aplikasi Indoor Residual Spray (IRS) ditiadakan karena kasus malaria yang menurun. Namun pada tahun 2007 kasus mulai meningkat kembali sehingga pada tahun 2008 sampai sekarang dilakukan kembali aplikasi Indoor Residual Spray

(IRS). Aplikasi Indoor Residual Spray (IRS) yang dilakukan menjadi fokus terhadap dusun yang memiliki kasus malaria tinggi. Setiap tahunnya, dilakukan dua kali periode namun bila pada periode pertama kasus malaria di dusun yang memiliki kasus malaria tinggi jumlahnya telah berkurang, maka Indoor Residual

Spray (IRS) periode kedua akan dilakukan untuk dusun lain yang sekiranya perlu

dilakukan Indoor Residual Spray (Dinkes Purworejo, 2015).

2.1.2.3. Langkah-langkah Indoor Residual Spray (IRS)

Menurut Kemenkes (2012), langkah-langkah yang harus dilakukan dalam kegiatan Indoor Residual Spray (IRS) sebagai beikut:

1. Sebelum penyemprotan

(40)

22

2) Mengirimkan rencana penyemprotan kepada Kepala Desa minimal 3 hari sebelum penyemprotan

3) Memberitahukan jadwal penyemprotan kepada pemilik rumah 4) Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

2. Pada hari penyemprotan

1) Pemilik rumah harus menutup makanan atau minuman

2) Perabot rumah tangga seperti kasur dan pakaian yang bergelatungan harus dikeluarkan terlebih dahulu

3) Bila menyemprot kandang, hewan peliharaan harus dikeluarkan dahulu. 3. Selama penyemprotan

1) Penyemprotan dilakukan pada permukaan dinding searah dengan jarum jam dimulai dari pintu masuk

2) Tutup pintu dan jedela ruangan yang disemprot, namun buka pintu dan jendela lain agar petugas tidak bekerja diruang tertutup.

4. Sesudah penyemprotan

1) Pemilik rumah tidak boleh menghapus insektisida yang telah tertempel pada dinding

2) Kaca dan lantai yang terkena insektisida boleh dibersihkan 3) Jangan mengapur dinding selama 6 bulan setelah dilakukan IRS

4) Spray can dan alat lainnya harus dibersihkan

(41)

23

2.1.2.4. Pemilihan dan Jenis-jenis Insektisida Indoor Residual Spray (IRS)

WHO (2009) merekomendasikan beberapa jenis insektisida yang digunakan dalam Indoor Residual Spray (IRS) terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Jenis-jenis insektisida pada Indoor Residual Spray (IRS) No Komponen dan

1. CS = Capsule Suspension; EC = Emulsifiable Concentrate; SC = Suspension Concentrate; WG = Water dispersible Granule; WP = Wettable Powder

2. OP = Organophosphates; C = Carbamates; PY = Pyrethroids (WHO & Raini, 2009; 2007).

(42)

24

jangan gunakan insektisida tersebut. Selain itu, perlu penggantian insektisida yang digunakan dalam jangka waktu tertentu dengan insektisida yang memiliki organ target berbeda untuk menghindari terjadinya resistensi (Kemenkes, 2012).

2.1.2.5. Waktu Penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS)

Waktu penyemprotan yang baik adalah sebelum puncak kasus terjadi. Menurut WHO (2006), untuk mendapatkan keefektifan Indoor Residual Spray

(IRS) yang tinggi sangat krusial dalam penentuan waktu penyemprotan sebelum puncak kasus. Phiri (2013) melaporkan bahwa Indoor Residual Spray (IRS) yang dilakukan di Zimbia dilakukan dengan manajemen yang buruk diantaranya penyemprotan yang dilakukan ketika musim hujan sudah berlangsung dimana

breading place nyamuk Anopheles semakin banyak dan puncak kasus sedang

berlangsung. Hal tersebut menyebabkan efektifitas Indoor Residual Spray (IRS) yang dilakukan di Zimbia menjadi kurang efektif.

2.1.2.6. Cakupan Penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS)

Penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS) dilakukan pada semua ruangan di rumah populasi yang berisiko tinggi terhadap malaria. Cakupan minimal penyemprotan dianggap baik adalah 80% dari populasi rumah maupun luas permukaan rumah yang menjadi target program (WHO, 2013).

Menurut Kemenkes (2012), terdapat tiga parameter terkait cakupan permukaan pelaksanaan Indoor Residual Spray (IRS) yaitu:

2.1.2.6.1. Komplit

(43)

25

juga bila permukaan dinding kamar tidur dan ruangan depan disemprot komplit tetapi ruangan lain tidak disemprot komplit juga dapat dikatakan komplit.

2.1.2.6.2. Sebagian

Bila luas permukaan dinding yang disemprot dengan baik berkisar antara 10%-90% dari seluruh permukaan dinding yang seharusnya disemprot komplit. 2.1.2.6.3. Tidak disemprot

Bila permukaan dinding tidak disemprot atau disemprot namun cakupannya kurang dari 10% maka termasuk kategori tidak disemprot.

2.1.2.7. Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Indoor Residual

Spray (IRS)

Kegiatan penyemprotan rumah dengan Indoor Residual Spray (IRS) yang baik harus memenuhi beberapa faktor berikut:

1. Cakupan bangunan yang disemprot 2. Cakupan permukaan

3. Pemenuhan dosis

4. Tepat waktu dan keteraturan

5. Dilakukan pada situasi KLB (Kemenkes, 2012).

(44)

26

Pemetaan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) terhadap wilayah yang dilakukan Indoor Residual Spray (IRS) dalam pengendalian malaria penting dilakukan untuk memberikan gambaran hasil dari kegiatan tersebut. Menurut Keiser et al (2003) dalam Setyawan (2014), mengatakan bahwa SIG dalam kesehatan masyarakat dapat digunakan untuk menilai risiko dan ancaman kesehatan dalam masyarakat, mengetahui distribusi penyakit dan investigasi wabah, dapat digunakan untuk perencanaan dan implementasi sebuah program kesehatan, bahkan dapat digunakan untuk melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap program kesehatan yang telah dilakukan. Sehingga pendekatan secara geografis menggunakan SIG dapat membantu dalam pengambilan kebijakan berikutnya berdasarkan gambaran hasil kegiatan Indoor Residual Spray (IRS) yang telah dilakukan.

2.1.3. Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG dalam bidang kesehatan digunakan untuk membantu kegiatan surveilans, selain itu juga dapat digunakan sebagai kewaspadaan dini terhadap penyakit menular dan pengambilan kebijakan (Sunaryo, 2010).

2.1.3.1. Pengertian

SIG adalah sistem komputer untuk memasukan (capturing), menyimpan

(store/records), memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan

(45)

27

menular yang berhubungan dengan kondisi wilayahnya yaitu malaria (Prahasta, 2009: 100; Sunaryo, 2010). Sehingga pendekatan keruangan sangat penting dilakukan untuk mengetahui pola kejadian malaria.

2.1.3.2. Kemampuan SIG

SIG memberikan kemudahan pembuat kebijaksanaan untuk memvisualisasikan permasalahan kesehatan yang berhubungan dengan hubungannya dengan sumber daya manusia dan lingkungan sehingga pemantauan dan pengelolaan program penyakit dan kesehatan masyarakat secara efektif (Cahyati dan Lukman 2015: 6). Kemampuan SIG menurut Prahasta (2009: 116) yaitu:

1. Memasukan dan mengumpulkan data unsur-unsur geografis 2. Mengintegrasikan data unsur-unsur geografis

3. Memeriksa dan meng-update data unsur-unsur geografis

4. Menyimpan dan memanggil kembali data unsur-unsur geografis 5. Menyajikan kembali data unsur-unsur geografis

6. Mengelola data unsur-unsur geografis 7. Memanipulasi data unsur-unsur geografis 8. Menganalisis data unsur-unsur geografis

9. Menghasilkan keluaran data unsur-unsur geografis

(46)

28

serta menyajikan kembali data tersebut sehingga dapat menambah pemahaman. Penggunaan teknik analisis tersebut dinamakan analisis spasial. Pada perkembangannya dilakukan pula analisis spasial terhadap obyek yang mengalami perubahan berdasarkan waktu agar lebih jelas dalam memberikan pemahaman atau yang dikenal dengan istilah analisis spasio temporal (Setyawan, 2014). 2.1.3.3. Spasio Temporal

Spasio-temporal merupakan data spasial yang nilainya berubah dalam jangka waktu tertentu. Menurut Cahyati dan Lukman (2015: 7), data spasial adalah data yang dapat dipetakan dan mempunyai lokasi pada sistem proyeksi tertentu misalnya lintang, dan bujur. Suatu bentuk analisis dari suatu permasalahan yang ada dengan menggunakan metode penelitian jangka panjang dalam suatu lingkup daerah. Metode Spasio-temporal menggunakan data-data yang dikumpulkan dalam kurun waktu tertentu (temporal), yang kemudian data itu diproses sehingga dapat dilihat perubahan data yang terjadi dalam waktu tertentu. Spasio-temporal bermanfaat untuk meneliti atau menggambarkan objek yang berubah berdasarkan waktu (Erwig et al, 1999; 2002).

(47)

29

pendekatan spasial (keruangan) dan temporal (waktu) sehingga pola kejadian malaria pada waktu tertentu dapat dianalisis yang nantinya dapat membantu dalam pengambilan langkah kebijakan selanjutnya (Setyawan, 2014).

(48)

30

(49)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Alur Pikir

Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian 3.2. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian, atau yang menjadi titik perhatian dalam sebuah penelitian (Arikunto, 2006: 118). Variabel dalam penelitian ini adalah kasus malaria dan Indoor Residual Spray (IRS)

Sistem Informasi Geografis berdasarkan wilayah dan waktu Indoor

(50)

32

3.3. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel No Variabel Definisi

Operasional

Pengukuran Kategori Skala

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

3.4. Jenis dan Rancangan Penelitian

(51)

33

3.5. Populasi dan Sampel 3.5.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah sebuah wilayah untuk generalisasi dari obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, yang ditentukan sendiri oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010: 61 & 2015: 117). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita malaria di wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Kabupaten Purworejo tahun 2013-2015. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 573 yang merupakan jumlah penderita malaria di wilayah kerja Puskesmas dadirejo dari tahun 2013 sampai 2015. Rincian jumlah populasi penderita malaria tersebut mulai dari tahun 2013 sebanyak 158, tahun 2014 sebanyak 130 dan tahun 2015 sebanyak 285.

3.5.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasinya sehingga relevan digunakan untuk penelitian (Umar, 2003:120). Ada pun jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus Slovin

(52)

34

Rumus Slovin,

Jumlah sampel minimal yang diperoleh yaitu 236, kemudian dilakukan penghitungan proporsi sampel per tahun dengan rumus sebagai berikut:

ny =

Tabel 3.2 Proporsi sampel tahun 2013-2015

No Tahun Jumlah Kasus

1. 2013 66

2. 2014 54

3. 2015 118

Jumlah 238

Berdasarkan tabel diatas, dengan jumlah sampel yang diambil yaitu sebesar 238 yang terdiri dari jumlah masing masing proporsi sampel dari tahun 2013 sampai 2015. Penghitungan proporsi sampel per desa dilakukan dengan rumus:

Tabel 3.3 Proporsi sampel per desa tahun 2013-2015

(53)

35

4. Hargorojo 26 5 9

5. Somorejo 12 1 2

6. Tlogokotes 2 - 2

Jumlah 67 54 118

Penghitungan proporsi sampel per dusun dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 3.4 Proporsi sampel per dusun tahun 2013-2015

(54)

36

3.5.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu dengan menggunakan

proportionate random sampling kemudian diambil sampel secara acak

berdasarkan tahun di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo. Penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

1) Subjek penelitian terdaftar dalam laporan penderita malaria pada tahun 2013 sampai 2015 di Puskesmas Dadirejo

2) Rumah subjek tidak mengalami perubahan setelah dilakukan Indoor

Residual Spray (IRS).

2. Kriteria eksklusi

1) Subjek penelitian sudah tidak tinggal atau pindah dari tempat penelitian 2) Alamat rumah subjek penelitian tidak dapat ditemukan atau tidak jelas 3) Data berulang atau penderita yang sama pada tahun yang berbeda 3.6. Sumber Data Penelitian

3.6.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan sendiri oleh peneliti secara langsung terhadap sasaran (Cahyati dan Dina, 2012: 3). Data primer dalam penelitian ini berupa GPS untuk memperoleh titik koordinat pada rumah penderita malaria di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015 yang diperlukan dalam pembuatan peta. Selain itu juga terdapat data hasil uji bioassay dan observasi lingkungan sebagai tambahan analisis terhadap kegiatan

(55)

37

3.6.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang pengumpulannya tidak dilakukan oleh peneliti secara langsung (Cahyati dan Dina, 2012: 4). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yaitu dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo tentang wilayah yang dilakukan kegiatan Indoor Residual

Spray (IRS) untuk mengetahui wilayah mana saja yang dilakukan kegiatan Indoor

Residual Spray (IRS), jenis insektisida yang digunakan untuk Indoor Residual

Spray (IRS) untuk mengetahui bahan aktif yang digunakan, jumlah aplikasi

Indoor Residual Spray (IRS), uji bioassay dan kasus malaria di Kabupaten

Purworejo untuk mengetahui persebarannya. Data penderita malaria dari puskesmas Dadirejo yang menjadi wilayah penelitian, dan peta shp wilayah puskesmas Dadirejo dari Bappeda Kabupaten Purworejo.

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data pada waktu melakukan penelitian (Arikunto, 2006: 149). Penelitian ini menggunakan alat berupa Global

Positioning System (GPS) yang digunakan untuk memberikan titik koordinat pada

rumah penderita malaria yang menjadi sampel penelitian. Analisis data tersebut menggunakan perangkat software Sistem Informasi Geografi (SIG) berupa ArcGIS 10.1 dan untuk mempermudah penelitian menggunakan lembar cheklist

(56)

38

3.8. Prosedur Penelitian 3.8.1. Tahap Pra Penelitian

Tahap pra penelitian meliputi persiapan yang dilakukan sebelum terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian diantaranya:

1. Melakukan studi pendahuluan tentang penyakit malaria dan kegiatan penanggulangan malaria yang ada di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo. 2. Mempersiapkan peta shp wilayah kerja Puskesmas Dadirejo, data

kependudukan, data responden, dan instrument penelitian berupa alat GPS, lembar persetujuan, serta ArcGIS.

3. Mengurus surat perizinan dari Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Unnes, Kantor Perizinan Terpadu Kabupaten Purworejo, BAPPEDA Kabupaten Purworejo, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo, dan Kepala Puskesmas Dadirejo untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo.

3.8.2. Tahap Penelitian

Peneliti mengambil titik koordinat kasus dengan menggunakan alat GPS berdasarkan alamat responden di wilayah Puskesmas Dadirejo yang terdiri dari responden tahun 2013, 2014, dan 2015. Selain itu, juga dilakukan uji bioassay dan observasi lingkungan sebagai tambahan analisis.

3.8.3. Tahap Pasca Penelitian

1. Mengolah data hasil penelitian secara spasial dan temporal dalam bentuk peta distribusi penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo

(57)

39

3.9 Analisis Data 3.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat menggunakan frekuensi untuk menghitung jumlah dan prosentase pada karakteristik umum responden.

3.9.2 Analisis Spasio-Temporal

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasio-temporal untuk mendiskripsikan secara spasial berjenjang waktu lokasi yang dilakukan Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015 dengan teknik analisis klasifikasi kemudian dilakukan overlay. Selain itu untuk menghitung jarak penularan malaria yang ada di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo digunakan penghitungan menggunakan statistik spasial

(58)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian

Puskesmas Dadirejo memiliki luas wilayah sebesar 355 Km2 yang terdiri dari 8 desa yaitu Desa Dadirejo, Desa Bapangsari, Desa Somorejo, Desa Tlogokotes, Desa Hargorojo, Desa Semagung, Desa Semono, dan Desa Durensari. Karakteristik wilayah Puskesmas Dadirejo sebagian besar berupa pegunungan dan sebagian berupa wilayah persawahan.

Adapun jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo

No Desa Jumlah Penduduk

(59)

41

Sangkalan, Juno dan Pugungan. Desa Semagung memiliki empat dusun yaitu dusun Krajan, Ngaglik, Karang Tengah, dan Semagung Wetan. Desa Semono hanya memiliki dua dusun yaitu dusun Krajan dan Sijo. Desa Durensari memiliki lima dusun yaitu dusun Dermosari 1, dermosari 2, Genting, Durenombo 1, dan Durenombo 2. Curah hujan rata-rata di Kecamatan Bagelen (termasuk wilayah kerja Puskesmas Dadirejo) pada tahun 2013 sebesar 223,16 mm, tahun 2014 sebesar 197,09 mm, dan tahun 2015 sebesar 187,67 mm. Berikut tabel rincian cura hujan tahun 2013-2015:

Tabel 4.2 Curah hujan di Kecamatan Bagelen (wilayah kerja Puskesmas Dadirejo) tahun 2013-2015

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2013 590 365 253 205 279 315 97 20 14 9 209 322 2014 458 281 255 296 48 73 98 11 0 132 x 516 2015 351 411 554 483 82 32 6 0 0 0 100 233 Tanda x: tidak ada data curah hujan

Penelitian dilakukan mulai tanggal 24 Mei 2016 sampai 28 Juni 2016. Pada penelitian dilakukan pendigitasian rumah responden dan batas dusun, pendataan responden terkait penggunaan insektisida, dan survei lingkungan di sekitar rumah responden (sebanyak 254 responden).

4.1.1.Karakteristik Umum Responden berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013-2015

Distribusi kasus malaria berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2016 seperti pada tabel berikut:

(60)

42

Distribusi kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015 didominasi oleh jenis penderita dengan jenis kelamin laki-laki (59,4%), sedangkan malaria pada perempuan sebesar (40,6%).

4.1.2. Karakteristik Umum Responden berdasarkan Umur Tahun 2013-2015 Distribusi kasus malaria berdasarkan umur di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2016 seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Tabel distribusi kasus malaria berdasarkan umur di wilayah kerja

Distribusi kasus malaria berdasarkan umur di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013 hingga tahun 2015 paling banyak terdapat pada umur 46-65 tahun diikuti rentang umur 26-45 tahun yang merupakan usia produktif. Kasus malaria paling sedikit terjadi pada rentang umur 0-5 tahun.

4.1.3.Karakteristik Umum Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2013-2015

(61)

43

Tabel 4.5 Tabel distribusi kasus malaria berdasarkan jenis pekerjaan di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015

Jenis Pekerjaan 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%) Jumlah (%)

Berisiko 39 52 18 32,7 69 55,6 126 49,6

Tidak berisiko 36 48 37 67,3 55 44,4 128 50,4

Jumlah 75 100 55 100 124 100 254 100

Distribusi kasus malaria berdasarkan jenis pekerjaan di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013 sampai 2015 yaitu responden dengan pekerjaan yang berisiko sebanyak 126 orang (49,6%) dan responden yang memiliki pekerjaan tidak berisiko sebanyak 128 orang (50,4%).

4.1.4. Distribusi Kasus Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo berdasarkan Jenis Parasit Tahun 2013-2015

Distribusi kasus malaria berdasarkan jenis parasit di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2016 seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Tabel distribusi kasus malaria berdasarkan jenis parasit di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015

Penemuan parasit malaria pada responden penelitian didominasi oleh

Plasmodium vivax dan semua kasus yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas

Dadirejo merupakan kasus indegenius. Adapun parasit yang ditemukan pada penelitian ini yaitu Plasmodium falciparum sebanyak 96 responden (37,8%),

(62)

44

Plasmodium vivax sebanyak 150 responden (59,1%). Jenis Plasmodium malariae,

Plasmodium ovale, dan Plasmodium knowlesi tidak ditemukan pada responden

penelitian dari tahun 2013-2015.

4.2.Gambaran Indoor Residual Spray (IRS) di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo

Gambaran Indoor Residual Spray (IRS) dapat diketahui dengan beberapa poin sebagai berikut:

4.2.1.Cakupan Indoor Residual Spray (IRS) di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015

Cakupan bangunan yang disemprot di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015 yaitu:

Tabel 4.7 Cakupan bangunan yang di IRS di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015

Tahun Waktu Indoor Residual Spray

2015 Periode 1: 2-28 Februari (Desa Semono) 2013 mencapai 98, 28% yang terdiri dari dusun Setoyo, Ngargo, Curug, Sekuning, Plarangan, Mejing, Sejagir dan Tepus. Jumlah rumah yang dilakukan Indoor

Residual Spray (IRS) pada tahun 2014 mencapai 100% rumah yang terdiri dari

(63)

45

Sembir dan Kenteng. Jumlah rumah yang dilakukan Indoor Residual Spray (IRS) pada tahun 2015 juga mencapai 100% rumah yang terdiri dari Dusun Krajan, Sijo, Dermosari 1, Dermosari 2, Genting, Durensari 1, Durensari 2.

4.2.2.Waktu Penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS) di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015

Waktu penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo seperti pada tabel berikut:

(64)

46

Tahun 2014, penyemprotan dilakukan pada periode pertama yang dilakukan pada bulan Maret di Desa Somorejo yang meliputi dusun Mejing, Sejagir, Tepus, Sembir, dan Kenteng. Bulan Juni dilakukan Indoor Residual

Spray (IRS) kembali di Desa Hargorojo Dusun Setoyo, Ngargo, Curug, Sekuning,

dan Plarangan.

Tahun 2015, penyemprotan dilakukan pada bulan Februari di Desa Semono yang meliputi dusun Krajan dan Sijo. Penyemprotan periode kedua di tahun 2015 dilakukan pada bulan September di Desa Durensari yang meliputi Dusun Dermosari 1, Dermosari 2, Genting, Durensari 1, dan Durensari 2.

4.2.3. Jenis Insektisida yang Digunakan dalam Penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS) di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo Tahun

2013-2015

Jenis insektisida yang digunakan untuk Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015 yaitu:

Tabel 4.9 Insektisida yang digunakan untuk IRS di wilayah kerja Puskesmas Jenis insektisida yang digunakan untuk penyemprotan Indoor Residual

Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015 menggunakan

(65)

47

4.2.4. Hasil Uji Bioassay di Wilayah Kerja Puskesmas Dadirejo

Hasil uji Bioassay di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2016 yaitu dengan suhu rata-rata 260 C dan kelembaban rata-rata 76:

Tabel 4.10 Hasil uji bioassay di Desa Durensari

No Cone 1 jam paparan Holding 24 jam (%) Jumlah rata-rata

Uji bioassay di lakukan pada tanggal 24-25 Agustus 2016 berdasarkan penyemprotan Indoor Residual Spray (IRS) dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2016. Bioassay dilakukan pada salah satu rumah warga yang berdinding kayu dengan memasang 3 cone bioassay, masing-masing cone berisi 15 nyamuk uji

Efektifitas Indoor Residual Spray (IRS) yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo kurang efektif. Berdasarkan hasil bioassay yang dilakukan pada penelitian, kematian nyamuk uji hanya sebesar 51,1% yang menandakan hasil kegiatan jauh dari efektif. Menurut WHO (2006), hasil Indoor Residual

Spray (IRS) efektif apabila kematian nyamuk uji pada uji biassay > 80%.

4.3.Pola Persebaran Kasus Malaria Berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS) secara Spasial di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013-2015

(66)

48

Spray (IRS) adalah Desa Hargorojo (Dusun Setoyo, Ngargo, Curug, Sekuning,

Plarangan), dan Desa Somorejo (Dusun Mejing, Sejagir, Tepus, Sembir dan Kenteng) pada periode 1. Indoor Residual Spray (IRS) yang dilakukan pada tahun 2015 di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo yaitu Desa Semono (Dusun Krajan dan Sijo) pada periode 1 dan Desa Durensari (Dusun Dermosari I, Dermosari II, Genting, Durenombo I, dan Durenombo II) pada periode 2.

(67)

49

Gambar 4.1 Distribusi kasus malaria berdasarkan Indoor Residual Spray (IRS) di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo tahun 2013

Berdasarkan peta persebaran kasus malaria berdasarkan Indoor Residual

(68)

50

dilakukan Indoor Residual Spray (IRS) di desa Hargorojo sebanyak1 kasus, dan di desa Somorejo sebanyak 2 kasus. Pada bulan September saat dilakukan Indoor

Residual Spray (IRS) di desa Hargorojo terdapat kasus sebanyak 7 kasus, dan di

Desa Somorejo juga terdapat 7 kasus. Setelah dilakukan Indoor Residual Spray

(IRS) pada bulan Oktober terdapat penurunan kasus menjadi 5 kasus di desa Hargorojo, dan di desa Somorejo tidak ditemukan kasus. Pola persebaran kasus malaria menggerombol paling banyak pada dusun Plarangan, curug yang berbatasan dengan dusun Mejing dan Sejagir yang juga memiliki banyak kasus malaria.

Jarak rata-rata penularan malaria dari satu kasus dengan kasus yang lain yaitu 233,09 m, sedangkan jarak minimal dan maksimal pada penularan malaria di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo yaitu 5,97 m dan 772,78 m. Hal ini, menandakan penularan kasus malaria terjadi pada orang berada dekat dengan penderita.

(69)

51

(70)

52

Persebaran kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Dadirejo pada tahun 2014 bergeser di Desa Semagung, Semono, dan Durensari. Kasus malaria di Desa Hargorojo dan Somorejo berkurang setelah dilakukan Indoor Residual Spray

(IRS) pertama. Namun pada tahun 2014 dilakukan kembali Indoor Residual Spray

(IRS) di Desa Hargorojo dan Somorejo untuk periode ke-2 penyemprotan yang masuk pada periode pertama dalam tahun 2014. Jumlah kasus di Desa Hargorojo sebelum dan setelah dilakukan Indoor Residual Spray (IRS) pada bulan Juni, tidak ditemukan kasus malaria, namun pada bulan Agustus mulai terdapat satu kasus malaria. Tidak ditemukan kasus di Desa Somorejo sebelum dan setelah dilakukan

Indoor Residual Spray (IRS) pada bulan Maret, namun pada bulan Juni muncul

satu kasus baru.

Pola persebaran kasus malaria pada tahun 2014 menggerombol pada dusun Dermosari 1 dan Sijo. Selain itu, kasus juga banyak terjadi di desa Semagung. Jarak penularan malaria rata-rata yaitu 214,23 m, sedangkan jarak minimal dan maksimal penularan kasus yaitu 14,26 m dan 1361,52 m.

(71)

53

Gambar

Gambar 2.1 Siklus hidup nyamuk Anopheles sp. (Sumber: Pujari, 2015)
Tabel 2.1 Jenis-jenis insektisida pada Indoor Residual Spray (IRS)
Gambar 2.2. Kerangka Teori Sumber pustaka: WHO, 2009(1), Raini, 2007(2), Kemenkes, 2012(3), WHO,2006(4), Phiri, 2013(5), WHO, 2013(6), Mandagi, 2011(7), Jastal, 2007(8), Yudhastuti, 2008(9), Sopi dan Eka, 2015(10), Hakim dan Mara, 2007(11), Boewono
Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dan Kesimpulan: Gambaran tindakan pencegahan masyarakat terhadap kejadian malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tikala Kota Manado, sebagian besar memiliki

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Palla meliputi umur, aktifitas

Puskesmas Kokap II yang berada di wilayah Kecamatan Kokap merupakan penyumbang terbesar penderita positip malaria untuk wilayah Kabupaten Kulon Progo diantaranya karena potensi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria di Kampung Jaifuri Wilayah Kerja Puskesmas Arso

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Tinoor dengan menggunakan metode campuran (Mix method), yaitu

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit malaria di wilayah Puskesmas Longat. Variabel yang diteliti

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Bacan Timur Kabupaten

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik dalam dan luar rumah dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Wolaang