• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN (STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN (STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN

(STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)

Oleh :

ZAKIA TIARA FARAGISTA

Tindak pidana pemerasan merupakan perbuatan melanggar hukum yang sangat merugikan diri sendiri dan orang lain sebagaimana diatur di dalam Pasal 368 KUHP. Kata ‘pemerasan’ tersebut bisa bermakna ‘meminta uang dan jenis lain dengan ancaman’. Seperti putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih nomor:370/Pid.B/2013/PN.GS yang menjatuhkan vonis penjara kepada pelaku pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh preman. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana serta apa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh preman.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis dan pendekatan empiris. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan cara wawancara terhadap responden yang telah ditentukan. Setelah data terkumpul, maka diolah dengan cara editing dan sistematisasi, dan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

(2)

Zakia Tiara Faragista

Akibat perbuatan terdakwa serta kondisi diri terdakwa yang berterus terang dan menyesali perbuatannya, serta belum pernah dihukum. Hakim mengacu pada teori keseimbangan dan teori pendekatan keilmuan. Hakim menganggap tuntutan jaksa pidana penjara 5 (lima) tahun kurang tepat dan kurang memenuhi rasa keadilan terdakwa sehingga hakim memutuskan agar terdakwa dipidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan.

Saran dalam penelitian ini, hakim sebaiknya terus meningkatkan cara terbaik dalam memutuskan putusannya, serta pemerintah dapat lebih memperketat penjagaan terhadap pengguna lalu lintas dan mempertegas peraturan yang sudah ada dengan sanksi yang lebih tegas untuk memberikan efek jera dan rasa takut bagi seseorang untuk melakukan tindak pidana pemerasan.

(3)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU

PEMERASAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN (STUDI KASUS NOMOR: 370/PID.B/2013/PN.GS)

Oleh

ZAKIA TIARA FARAGISTA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Zakia Tiara Faragista, penulis dilahirkan di Ternate, Maluku Utara pada tanggal 04 Juni 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan bapak Nasron Husein, S.H dan ibu Dra. Mullyana

(7)

MOTO

Hidup itu seperti naik sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak. (Albert Einstein)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

(Thomas Alva Edison)

Life is simple. Just dream, pray and action. (Penulis)

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT ,atas rahmat dan hidayahnya,maka dengan

ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerihpayah, aku persembahkan

sebuah karya nan kecil ini kepada :

Papa dan mama yang kusayangi dan juga kucintai. Terima kasih telah memberikan dukungan,

Cinta dan kasih sayang serta mengiringi

Dengan do’a demi keberhasilanku.

Kakak dan Adikku tersayang dan seluruh keluarga besarku yang selalu

Mendo’akanku serta memberi bantuan dalam segala hal dalam menggapai cita-cita

Sahabat-sahabatku, terimakasih atas kebersamaan

Dan kesetiaannya selama ini

Almamaterku Universitas Lampung

Yang telah mendewasakan dan membuka pikiranku tentang dunia ini. Tempatku memperoleh

(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasan Sopir Truk yang Dilakukan oleh Preman ( Studi Kasus No. 370/Pid.B/2013/PN.GS)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(10)

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., sebagai Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., sebagai Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

6. Ibu Dona Raisa, S.H., M.H., sebagai Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

7. Ibu Marindowati, S.H., M.H., sebagai Pembimbing Akademik, yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi; 9. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Papa yang

(11)

10. Kakakku Novendaria Rosa Anita, S.H., M.H., Kakak iparku Miryanto S.H., M.H dan adikku M. Zulfikar Rhomi Prayoga dan M.H Azzam Al Ghifari atas semua dukungan moril, motivasi, kegembiraan, dan semangatnya.

11.Teman, sahabat dan juga keluarga Toni Adi Saputra, A.Md , Muthia Firda Sari, Eka Chandre Pratiwi, S.H., Sekar Pramudhita, Venti Azharia, Nur’aini, Ramita Riska Aldina, Dwi Mutiara Herda, dan seluruh teman-teman Hukum Pidana ’10 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua sukses, I am gonna miss you guys ..

12.Teman – Teman SMA, Indira Rizki Amalia, S.IP , Nurlia Efendi, Ayu Camelia, A.Md , Agus Setia Rini, A.Md , Mardia S.Pd , Atika Anggeriyani , Uly terima kasih semuanya atas semua nasihat, doa dan motivasinya.

13.Rekan – Rekan KKN Dusun Sabah, Desa Sukadana, Kab. Lampung Timur, Arief S.T , Ferdita, Devy, Rindi, Amri , Toto, Rafiq, Wikke terima kasih atas doanya, pengalaman tak terlupakan selama 40 hari bersama kalian akan selalu ada, Good Luck untuk kalian semua,

14.Kakak Rizki Amalia, S.H., M.H , Kak Destia Fauzi Sodri, S.H , Aswan Radesa Putra yang setia meluangkan waktunya untuk membantu pada saat penelitian,

15.Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku menuju keberhasilan.

(12)

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 04 Juni 2014 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan Masalah dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Teoritis dan Konseptual ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penjatuhan Pidana ... 15

B. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana ... 16

C. Jenis-Jenis Pidana ... 18

D. Tujuan Pemidanaan ... 23

E. Pengertian Tindak Pidana Pemerasan ... 24

F. Ketentuan dalam KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan ... 25

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 30

B. Sumber dan Jenis Data ... 31

C. Narasumber ... 32

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 32

F. Analisis Data ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 35

B. Gambaran Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor:370/Pid.B/2013/PN.GS ... 36

(14)

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap pelaku pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh

preman Berdasarkan Putusan Nomor:370/Pid.B/2013/PN.GS ... 50

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 62 B. Saran ... 64

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan manusia tersebut terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang dilakukan oleh para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi dalam suatu tindak pidana kejahatan di masyarakat.Beberapa contoh kasus tindak pidana dalam masyarakat yaitu tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan, tindak pidana pemerkosaan dan tindak pidana penganiayaan. Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku dikarenakan lemah dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku sehingga dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Selain beberapa tindak pidana tersebut terdapat salah satu contoh tindak pidana lainnya yaitu tindak pidana pemerasan.

Kata „pemerasan‟ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar „peras‟ yang

bisa bermakna „meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.1 Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau

1

(16)

2

supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman

(afdreiging).Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yangbertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang

sama, yaitu "pemerasan" serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP.2

Ancaman pidana penjara maksimal sembilan ( 9 ) tahun pada kenyataannya masih belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana pemerasaan dan membuat pelaku tindak pidana pemerasan menjadi jera. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus pemerasan yang ada di dalam masyarakat, contoh kasus tersebut adalah sebagai berikut:

Berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS yang menerangkan bahwa pada hari Senin, 15 Juli 2013 sekitar pukul 05.00 wib, bertempat di Jalan Raya Lintas Sumatera. Awalnya saksi Dimas Sepriyanto bin Suyoto bersama saksi Edwin berkandara menggunakan truck melintas dari arah Menggala ke Tegineneng, truk yang dikendarai kedua saksi tersebut diberhentikan oleh terdakwa Ripto Anwar

2

Kismadi, pemerasan pengancaman, 29 Januari 2013,

(17)

3

yang berkendara menggunakan sepeda motor Honda Supra X 125 bersama Adon dengan cara memepet truck dari arah kanan lalu saudara Adon mengacungkan jari

telunjuk kanan ke arah saksi Dimas Sepriyanto seraya mengatakan “berhenti!

Berhenti kamu!”.

Kemudian saudara Adon meminta uang sebesar Rp 200.000.- kepada saksi Darwis

Sepriyanto namun saksi Darwis Sapriyanto mengatakan kepada Adon “saya tidak

ada duit”, Lalu Adon mengatakan kepada saksi Darwis Sepriyanto “masa tidak

ada duit” dan dijawab saksi “kalau bisa dikurangi”. Lalu Adon memukul kepala

saksi Darwis Sepriyanto dan saksi Edwin menggunakan tangan kosong. Kemudian saksi Darwis Sepriyanto pun menyerahkan uang sebesar Rp 100.000,- kepada Adon dan terdakwa mengambil 1 buah handphone cross V5 dari saku baju saksi Darwis Sepriyanto sebagai jaminan agar saksi Darwis Sepriyanto menebusnya dengan memberikan uang sebesar Rp 100.000,-. Berkaitan dengan kasus tersebut maka terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan berdasarkan Pasal 368 Ayat (2). 3

Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP yaitu sebagai berikut: Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (2) Pasal 368 KUHP :

1. Barang siapa

2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

3

Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung, 14 Februari 2014,

(18)

4

4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain).

5. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. 6. Pada waktu malam dijalan umum.

Berdasarkan kasus tersebut hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 3 tahun dan 6 bulan, Sedangkan ketentuan didalam Pasal 368 KUHP hukuman pidana maksimal 9 tahun, tetapi dalam putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS terdakwa hanya memeras uang sebesar Rp 200.000.- dan dijatuhkan hukuman 3 tahun dan 6 bulan. Atas dasar hal tersebut putusan yang dijatuhkan oleh hakim selama 3 tahun dan 6 bulan penjara maka dianggap terlalu berat dibanding dengan uang yang diperas oleh pelaku sebesar Rp 200.000.-

(19)

5

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS ?

b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penulisan ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana materiil , khususnya tentang analisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemerasaan sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS. yang terkandung dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan. Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Kejaksaan Negeri Gunung Sugih dan Fakultas Hukum Universitas Lampung, penelitian dilakukan pada tahun 2014.

C.Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

(20)

6

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut : a. Kegunaan Teoritis

Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam mengkaji ilmu hukum mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan. Dapat menjadi pengetahuan awal untuk penelitian lebih lanjut.

b. Kegunaan Praktis

Penulisan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan berfikir dan memberikan informasi bagi para pembaca dan memberikan sumbangan pemikiran pada pihak – pihak terkait dalam rangka studi yang berhubungan dengan kasus tindak pidana pemerasan.

D. Teoritis dan Konseptual 1. Teoritis

a. Teori Pertanggungjawaban Pidana

(21)

7

tindakan yang terlarang (diharuskan), dimana tindakan tersebut adalah melawan hukum dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar untuk itu. Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbar) bilamana pada umumnya :

1. Keadaan jiwanya :

a. Tidak terganggu oleh penyakit yang terus menerus atau sementara b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idioot, dan sebagainya) dan

c. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe beweging, melindur, mengigau karena demam, ngidam, dan lain sebagainya.

2. Kemampuan jiwanya :

a. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya

b.Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak

c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa dan bukan pada keadaan dan kemampuan berpikir.

(22)

8

1. Perumusan tindak pidana yang selalu menentukan subyeknya dengan istilah barangsiapa, warga negara Indonesia, nahkoda, pegawai negeri dan lain sebagainya;

2. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana seperti diatur terutama dalam Pasal 44, 45, 49 KUHP yang antara lain mengisyaratkan kejiwaan dari petindak. Demikian juga unsur kesalahan yang merupakan hubungan kejiwaan antara petindak dengan tindakannya;

3. Ketentuan mengenai pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP terutama mengenai pidana mati, pidana penjara, dan pidana kurungan. Hanya manusialah yang dapat dipidana mati, penjara, dan kurungan.

b. Dasar Pertimbangan Hakim

Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa :

(1) Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya.

(2) Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.

Teori tentang Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana antara lain sebagai berikut:

a.Teori Relatif atau tujuan

Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana.

(23)

9

depan. Memidana harus ada tujuan lebih jauh dari pada hanya menjatuhkan

pidana saja, atau pidana bukanlah sekedar untuk pembalasan atau pengambilan

saja, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.

Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi sebagai sarana untuk

melindungi kepentingan masyarakat , maka teori ini disebut teori perlindungan

masyarakat. Penjatuhan pidana yang dimaksudkan agar tidak ada perbuatan jahat

sebenarnya tidak begitu bisa dipertanggung jawabkan , karena terbukti semakin

hari kualitas dan kuantitas kejahatan semangkin bertambah, jadi penjatuhan

pidana tidak menjamin berkurangnya kejahatan.

b. Teori Absolut atau teori pembalasan

Teori ini mengatakan bahwa didalam kejahatan itu sendiri terletak pembenaran

dari pemidanaan terlepas dari manfaat yang hendak di capai. Ada pemidanaan

karena ada pelanggaran hukum. Jadi menurut teori ini, pidana dijatuhkan

semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Tujuan utama

dari pidana menurut teori absolute adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan,

sedangkan pengaruh-pengaruhnya adalah skunder. Contoh, apabila ada dua orang

pelaku yang seorang menciptakan akibat yang lebih serius dari yang lain, maka

dia di pidana lebih berat.4

c. Teori Gabungan

Kemudian teori gabungan antara pembalasan dan prevensi bervariasi pula. Ada yang menitikberatkan pembalasan, ada pula yang ingin agar unsur pembalasan

4

(24)

10

dan seimbang. Grotius mengembangkan teori gabungan yang menitikberatkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna bagi masyarakat. Dasar tiap-tiap pidana ialah penderitaan yang beratnya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat.5

d. Teori Pendekatan Seni dan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi,dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam pekara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam perkara perdata, dan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada pengetahuan dari hakim.

e. Teori Integratif

Pemilihan teori integratif tentang tujuan pemidanaan ini didasarkan atas alasan-alasan, baik yang bersifat sosiologis ideologis, maupun yuridis. Alasan sosiologis dapat dilihat dari pada pendapat yang dikemukakan oleh Stanley Grupp, bahwa kelayakan suatu teori pemidanaan tergantung pada anggapan-anggapan seseorang terhadap hakekat manusia, informasi yang diterima seseorang sebagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat, macam dan luas pengetahuan yang mungkin dicapai dan penilaian terhadap persyaratan-persyaratan untuk menerapkan teori

5

(25)

11

tertentu serta kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan untuk menemukan persyaratan-persyaratan tersebut. Pendekatan yang mendasar tersebut melihat permasalahan pidana dan pemidanaan dari aspek ekstrayudisial, yaitu dari hakekat manusia didalam konteks masyarakatnya sesuaidengan kondisi sosial masyarakat indonesia.6

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menghubungkan antara konsep – konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti – arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau diketahui.7 Sumber konsep adalah undang – undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa. Konsep ini akan menjelaskan pengertian pokok dari judul penelitian, sehingga mempunyai batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini dimaksudkan utuk menghindari kesalah pahaman dalam melakukan penelitian.

Adapun pengertian dasar dari istilah – istilah yang dipergunakan dalam penulisan proposal ini adalah sebagai berikut :

a. Analisis adalah cara menganalisa atau mengkaji secara rinci suatu permasalahan. Analisis dapat juga diartikan sebagai suatu penyelidikan terhadap suatu peristiwa ( karangan, perbuatan, dan sebagainya ) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya ( sebab, musabab, duduk perkaranya dan sebagainya ).8

6

Tri Andrisman, Hukum Pidana; Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2011, hlm. 33

7

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 125

8

(26)

12

b. Tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalamBab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

c. Kata „pemerasan‟ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar „peras‟ yang

bisa bermakna „meminta uang dan jenis lain dengan ancaman. Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan.

d. Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.9

e. Pertanggungjawaban pidana adalah mekanisme hukum yang menggariskan bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya.10

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan

9

Tri Andrisman, op.cit, hlm. 8

10

(27)

13

militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Selain diatur dalam Pasal 18 tersebut di dalam Pasal 50 Ayat (1) Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Berkaitan dengan tujuan pemidanaan dalam Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Sedangkan dari Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa :

(1) Alat bukti yang sah adalah : a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

(28)

14

E. Sistematika penulisan 1. PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, permasalahan, ruang lingkup penulisan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan mengenai pelaku, serta tindak pidana pemerasan.

3. METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis menjabarkan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, cara penetuan populasi dan sampel,prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan dari permasalahan yang ada yaitu pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemerasan sopir truck yang dilakukan oleh preman dan dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara penjatuhan pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman dalam putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS.

5. PENUTUP

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas. Asas kesalahan yaitu tiada pidana tanpa kesalahan. Walaupun asas ini tidak secara tegas tercantum dalam KUHP maupun peraturan lainnya, namun berlakunya asas tersebut sudah tidak diragukan lagi. Jadi Pertanggungjawaban pidana yaitu

menyangkut pada diri “Orang atau Pelaku”.10

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbutan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban .

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang

10

(30)

16

terjadi atau tidak. Pertanggungjawaban pidana dapat dihubungkan dengan fungsi preventif hukum pidana.11

B. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana

Adapun unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah :

1. Melakukan perbuatan yang melawan hukum atau perbuatan pidana.

Unsur pertanggungjawaban pidana dalam bentuk melakukan perbuatan melawan hukum sebagai syarat mutlak dari tiap-tiap melakukan perbuatan pidana. Jika sifat melawan hukum perbuatan pidana tersebut tidak dilakukan.Sifat melawan hukum dari tindak pidana yang terdapat pada KUHP merumuskan delik tersebut secara tertulis dan juga tidak tertulis. Jika rumusan delik tidak mencantumkan adanya sifat melawan hukum suatu perbuatan pidana, maka unsur delik tersebut dianggap dengan diam-diam telah ada, kecuali jika pelaku perbuatan dapat membuktikan tidak adanya sifat melawan hukum tersebut.

2. Untuk adanya pidana harus mampu bertanggungjawab.

Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur yang diwajibkan guna memenuhi pertanggungjawaban suatu perbuatan pidana. Menurut Moeljatno, yang menjadi dasar adanya kemampuan bertanggungjawab adalah:

a. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum.

b. kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.

11

Choerul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

(31)

17

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan.

Perbuatan manusia dianggap mempunyai kesalahan merupakan bagian dari unsur pertanggungjawaban pidana. Asas yang dipergunakan dalam pertanggungjawaban pidana yaitu tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Bentuk perbuatan manusia mempunyai kesalahan terdapat dua sifat dalam hal melaksanakan perbuatan tersebut, yaitu kesengajaan dan kelalaian Perbuatan dilakukan dengan sengaja adalah perbuatan yang dikehendaki dan dilakukan dengan penuh kesadaran. Bentuk kesengajaan ada 3 macam yaitu:

a. kesengajaan dengan maksud

b. kesengajaan sebagai kepastian, keharusan, dan c. kesengajaan sebagai kemungkinan

4. Tidak adanya alasan pemaaf.

Mengenai alasan pembenar dan pemaaf, sebenarnya pembedaan ini tidak penting bagi si pembuat sendiri, karena jika ternyata ada alasan penghapusan pidana, maka teranglah ia tidak akan dipidana. Ketentuan yang mempunyai bentuk perbuatan sebagai alasan pemaaf pada ketentuan KUHP adalah sebagai berikut: a. mengenai pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu;

b. mengenai daya memaksa c. mengenai pembelaan terpaksa

d. mengenai melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah.

(32)

18

C. Jenis – Jenis Pidana

Pidana merupakan penderitaan yang sengaja dibebankan negara kepada seseorang yang hendak melanggar larangan. Pidana itu sebagai reaksi atas delik yang dijatuhkan dan harus berdasarkan pada vonis hakim melalui sidang peradilan atas terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan.12

Perbedaan pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu:

a. Pidana tambahan dapat ditambahkanpada pidana pokok dengan perkecualian perampasan barang-barang tertentu dapat dilakukan terhadap anak yang diserahkan kepada pemerintah tetapi hanya mengenai barang-barang yang disita. Sehingga pidana tambahan itu ditambahkan pada tindakan, bukan pada pidana pokok.

b. Pidana tambahan bersifat fakultatif, artinya jika hakim yakin mengenai tindak pidana dan kesalahan terdakwa, hakim tersebut tidak harus menjatuhkan pidana tambahan, kecuali untuk Pasal 250 bis, Pasal 261 dan Pasal 275 KUHP yang bersifat imperative, sebagai mana hakim harus menjatuhkan pidana pokok bila tindak pidana dan kesalahan terdakwa terbukti.

Adapun mengenai bentuk pidana yang dijatuhkan utamanya mengacu pada KUHP Pasal 10. Ada beberapa jenis hukuman yaitu sebagai berikut:

1. Pidana Pokok yang terdiri atas: a. Pidana Mati

12

(33)

19

Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang dicantumkan terhadap berbagai kejahatan yang sangat berat, Hukuman mati adalah hukuman atau vonis yang diputuskan oleh pihak pengadilan atau tanpa pihak pengadilan melibatkan pelaku atas segala perbuatannya. Hukuman mati ini dihukum secara pancung, tembak, gantung, suntik mati dan sengatan listrik dan rajam.

b.Pidana Penjara

Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu berupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih berat dari kurungan karena diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan karena diancamkan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian.13 Hukuman penjara minimum satu hari dan maksimum seumur hidup. Hal ini diatur dalam Pasal 12 KUHP yang berbunyi:

1. Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

2. Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.

3. Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turutdalam hal yang pidananya Hakim boleh memilih antara Pidana Mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu atau antar pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karena pembarengan (concursus), pengulangan (residive) atau karena yang telah ditentukan dalam Pasal 52 KUHP.

13

(34)

20

4. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun.

c. Pidana Kurungan

Pidana kurungan adalah juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi dalam berbagai hal ditentukan lebih ringan dari pada yang ditentukan kepada pidana penjara.14

Ketentuan tersebut ialah :

1. Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole, yang artinya mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri (Pasal 23 KUHP).

2. Para terpidana mengerjakan pekerjaan-pekerjaan wajib yang lebih ringan dibandingkan dengan para terpidana penjara (Pasal 19 KUHP).

3. Maksimum ancaman pidana kurungan adalah 1 (satu) tahun, maksimum sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana, karena perbarengan, pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 atau 52a ( Pasal 18 KUHP).

4. Apabila para terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana masing-masing dalam satu tempat pemasyarakatan, maka para terpidana kurungan harus terpisah tempatnya (Pasal 28 KUHP).

14

(35)

21

5. Pidana kurungan dilaksanakan dalam daerah terpidana sendiri (Biasanya tidak di luar daerah Kabupaten yang bersangkutan).

d. Pidana Denda

Hukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran juga diancamkan terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternative atau kumulatif. Jumlah yang dapat dikenakan pada hukuman denda ditentukan minimum dua puluh sen, sedang jumlah maksimum, tidak ada ketentuan.15 Mengenai hukuman denda diatur dalam Pasal 30 KUHP, yang berbunyi:

1. Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya tiga rupiah tujuh puluh lima sen. 2. Jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar maka diganti

dengan hukuman kurungan.

3. Lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya enam bulan.

4. Dalam putusan hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa, bahwa harga setengah rupiah atau kurang, diganti dengan satu hari, buat harga lebih tinggi bagi tiap-tiap setengah rupiah gantinya tidak lebih dari satu hari, akhirnya sisanya yang tak cukup, gantinya setengah rupiah juga.

5. Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya delapan bulan dalam

hal-hal jumlah tertinggi denda itu ditambah karena ada gabungan kejahatan, karena mengulangi kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52.

6. Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan.

15

(36)

22

Pidana denda tersebut dapat dibayar siapa saja. Artinya, baik keluarga atau kenalan dapat melunasinya.

2. Pidana Tambahan yaitu sebagai berikut :

a. Pencabutan hak – hak tertentu, Hal ini diatur didalam KUHP Pasal 35 yaitu sebagai berikut :

1. Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam KUHP atau dalam aturan umum lainnya yaitu :

a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu b. Hak memasuki Angkatan Bersenjata

c. Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan karena undang-undang umum

d. Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang bukan anaknya sendiri

e. Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya sendiri f. Melakukan pekerjaan tertentu

2. Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya apabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yang semata-mata berkuasa melakukan pemecatan itu.

b. Perampasan Barang Tertentu

(37)

23

dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan kejahatannya:

1. Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan kejahatan, boleh dirampas. 2. Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidak dengan

sengaja atau karena melakukan pelanggran dapat juga dijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang.

3. Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atsa orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanyalah atas barang yang telah disita

c. Pengumuman Putusan Hakim

Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepada khalayak umum agar dengan demikian masyarakat umum lebih berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atas biaya si terhukum.

D. Tujuan Pemidanaan

1. Pemidanaan bertujuan untuk16 :

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.

b.Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikan orang yang baik dan berguna

16

(38)

24

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana

2. Pemidanaan tidak dimaksud untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusi.

E. Pengertian Tindak Pidana Pemerasaan

Kata „pemerasan” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “peras” yang

bisa bermakna leksikal “meminta uang dan jenis lain dengan ancaman”.17 Tindak

pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging).

Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yang bertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu

“pemerasan” serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah

kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai

17

(39)

25

sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP.

F. Ketentuan dalam KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan

Tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP dan 369 KUHP .Dalam ketentuan Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan diramuskan dengan rumusan sebagai berikut :

1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

2. Ketentuan Pasal 365 Ayat (2), Ayat (3) dan Ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini.

Berdasarkan sanksi tindak pidana pemerasan berdasarkan unsur – unsur yang ada di dalam Pasal 368 adalah sebagai berikut :

Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (1) Pasal 368 KUHP : Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur :

1. Memaksa . 2. Orang lain.

(40)

26

4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain).

5. Supaya memberi hutang. 6. Untuk menghapus piutang.

Unsur subyektif, yang meliputi unsur - unsur : 1. Dengan maksud.

2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Unsur "memaksa". Dengan istilah "memaksa" dimaksudkan adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri

(41)

27

3. Unsur "supaya memberi hutang". Berkaitan dengan pengertian "memberi hutang" dalam rumusan pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman yanag benar. Memberi hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau suatu perjanjian yang menyebabkan orang yang diperas harus membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang (pinjaman) dari orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat timbulnya kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yangdikehendaki.

4. Unsur "untuk menghapus hutang". Dengan menghapusnya piutang yang dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki oleh pemeras.

(42)

28

Berdasarkan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) KUHP tindak pidana pemerasan diperberat ancaman pidananya apabila :

1. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya atau apabila pemerasan dilakukan dijalan umum atau diatas kereta api atau trem yang sedang berjalan. Ketentuan ini berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana selama dua belas tahun penjara.

2. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Sesuai dengan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-2 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan tahun penjara.

3. Tindak pidana pemerasan, dimana untuk masuk ketempat melakukan kejahatan dilakukan dengan cara membongkar, merusak atau memanjat, memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau jabatan (seragam) palsu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (2) ke-3 KUHP dengan pidana penjara sembilan tahun.

(43)

29

b. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan matinya orang. Diatur dalam ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (3) KUHP dengan ancaman pidana yang lebih berat, yaitu lima belas tahun penjara.

c. Tindak pidana pemerasan tersebut telah menimbulkan luka berat atau kematian serta dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai hal-hal yang memberatkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 365 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. Berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (4) KUHP tindak pidana pemerasan ini diancam dengan pidana yang lebih berat lagi, yaitu dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun penjara.

(44)

III. METODE PENELITIAN

Metode ini merupakan suatu bentuk atau cara yang dipergunakkan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengelola, dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan suatu permasalahan.18

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris. Pendekatan normatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan sesuai berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS dan mempelajari keadaan hukum, yaitu dengan mempelajari, menelaah, peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian, perilaku, pendapat, sikap yang berkaitan dengan pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truck yang dilakukan oleh preman dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan

18

(45)

31

B Sumber dan Jenis Data

Data adalah informasi atau keterangan yang benar dan nyata yang didapatkan dari kegiatan/hasil pengumpulan data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya.19 Data primer diperoleh atau dikumpulkan dengan melakukan studi lapangan (field research) dengan cara wawancara.

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan yang diperoleh langsung dari masyarakat.20

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelusuran studi kepustakaan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur dan perundang-undangan yang terkaittindak pidana pemerasan.

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer (perundang-undangan) antara lain: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

19

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2

20

(46)

32

b. Bahan hukum sekunder yaitu: bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer, seperti Keputusan Hakim, keputusan hakim (yurisprudensi) yang berkaitan dengan tindak pidana pemerasaan.

c. Bahan hukum tersier, yaitu : buku literatur, hasil karya ilmiah para sarjana,website, kamus Hukum,

C. Narasumber

Narasumber yang dipilih penulis di dalam penelitian ini adalah Hakim pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Gunung Sugih, dan Dosen bagian Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Metode yang digunakan dalam menentukan narasumber berdasarkan atas pertimbangan, maksud dan tujuan dimana pemilihan responden disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dianggap telah dapat mewakili pernyataan terhadap masalah yang sedang diteliti.

Maka narasumber yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah : 1. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Gunung Sugih : 1 (satu) orang 2. Hakim pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih : 1 (dua) orang 3. Dosen Fakultas Hukum pada Universitas Lampung : 1 (satu) orang

Jumlah : 3 (tiga) orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

(47)

33

a. Studi kepustakaan, yaitu sebuah studi yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mengutip bahan-bahan literatur, perundang-undangan dan informasi lain yang berhubungan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

b. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara mengadakan wawancara kepada narasumber dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data primer dan data sekunder yang telah diproses dan terkumpul baik studi kepustakaan ataupun studi lapangan kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data . Data yang diperoleh diolah melalui proses:

a. Editing, yaitu proses pemeriksaan kembali data yang diperoleh sehingga didapatkan data yang lengkap, jelas dan relevan dengan penelitian sesuai dengan yang diharapkan.

b. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data yang diperoleh menurut kerangka yang telah ditetapkan sesuai dengan jenis dan hubungannya dengan masalah penelitian.

(48)

34

E. Analisis Data

(49)

62

V. PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

(50)

63

dilakukan oleh terdakawa Ripto Anwar Bin M. Haki didasarkan pada ketentuan pidana Pasal 368 Ayat (2) tentang Tindak Pidana Pemerasan, pertanggungjawaban pidana harus ditanggung terdakwa adalah pidana penjara paling lama 9 tahun. Berdasarkan ketentuan ini hakim memutus terdakwa Ripto Anwar Bin M. Haki dijatuhkan sanksi pidana penjara selama 3tahun dan 6 bulan, hal ini didasarkan pada terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam Pasal 368 Ayat (2) tentang Tindak Pidana Pemerasan.

(51)

64

menemukan 1 handphone merk Cross warna hitam, uang tunai sebesar Rp. 50.000,- , 1 unit sepeda motor Honda Supra X No.Pol BE-4602-GH dan 4 lembar sticker bertuliskan RRR . Selain itu hakim tidak menemukan hal-hal yang menghapuskan kesalahan terdakwa maupun hal-hal yang dapat meniadakan sifat pidana baik sebagai alasan pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga terdakwa harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut dan dijatuhkan hukuman.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan:

1. Penegak hukum diharapkan dalam mengkaji suatu kasus dapat benar-benar cermat mempertimbangkan pertimbangan yuridis maupun non yuridis, hakim sebaiknya terus meningkatkan cara terbaik dalam menjalankan putusannya dengan melihat semua aspek berdasarkan kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum sehingga terdakwa mempunyai rasa efek jera agar tidak melakukan perbuatan itu lagi .

(52)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur

Ali, Mahrus. 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta

Andrisman, Tri. 2011. Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Bagian Hukum Pidana Unila, Lampung

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2001, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta. Hamzah, Andi. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Huda, Choerul, 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta Husin, Kadri. 2012. Sistem Peradilan Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung

Lamintang, P.A. 1984. Hukum Penitensier Indonesia, PT Armico, Jakarta

Marpaung, Laden. 2008. Asas-Teori-Praktik:Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta

Moeljatno. 1993. Perbuatan pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta.

---, 1982. Asas-Asas Hukum Pidana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Rifai, Ahmad, 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif.

Sinar Grafika. Jakarta.

Sianturi, S.R. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapanya, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung

Sunggono, Bambang. 2012. Metodelogi Penelitian Hukum, PT RahaGrafindo Persada, Jakarta

Suparni, Niniek. 1996. Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan,

Sinar Grafika, Jakarta

(53)

B. Peraturan Perundang-undangan

Hamzah, Andi, 2011, KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor: 370/Pid.B/2013/PN.GS

C. WEB

http://kismadi.blogspot.com/2013/01/pemerasanpengancaman.html

Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor : 370/Pid.B/2013/PN.GS: http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/5e80a45bc4deefe9ed722ff5b054a9

D. Lain-lain

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, perlu dilakukan studi komparatif sekaligus korelasional untuk mengetahui sejauhmana pengaruh model pembelajaran (PBM, Inkuiri,

Kedudukan tradisi lisan dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya, Warta ATL, edisi II/Maret , Jakarta: Asosiasi Tradisi

The results of students’ basic science process skills based on gender shows that male students did outperform female students in some indicators and categories but it is

Gambar keluarga memberikan sirih kepada incek dari mempelai wanita sebagai lambang ucapan terima kasih.. Gambar pelaku bordah pada saat senandung berlangsung (pada

Materi pelajaran dalam penelitian ini yaitu pada pokok materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV), untuk mengetahui efektivitas terhadap kelas eksperimen yaitu

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk dapat menempuh ujian

umumnya ada empat menu hidangan: appetizer (merupakan hidangan pembuka yang bertujuan menggugah selera makan, umumnya mempunyai rasa yang asin); soup (disajikan sebelum

Tujuan dilakukannya penelitian adalah mengidentifikasi bentuk interaksi sosial antarsiswa dalam pembelajaran di kelas IV SDN 1 Grendeng dan mengetahui implikasi interaksi