• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanenan Kayu Dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanenan Kayu Dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanenan Kayu Dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)

Muhdi

Jurusan Kehutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN

Pemanenan hasil hutan adalah serangakaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lainnya. Sehinggga bermanfaat bagi kehidupan ekonomis dan kebudayaan masyarakat (Suparto, 1979).

Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih tidak dilakukan secara profesional, shingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini antara lain dikarenakan dalam penerapan silvikultur, belum mengintegrasikan sistem pemanenan kayu dengan sistem silvikultur. Selain itu teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar belum dipergunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia.

Untuk menjamin kelestarian hutan, harus ditentukan sistem sislvikultur yang tepat untuk setiap areal berdasarkan pertimbangan ekonomis dan ekologis yang seimbang. Pertimbangan pokok sistem tersebut untuk aspek ekologi adalah perubahan sekosistem alamai yang serendah mungkin. Dari aspek ekonomi diharapkan hasil hutan yang sebesar-besarnya dengan masukan yang memadai.

Dengan memperhatikan pertimbangan pokok kedua aspek tersebut di atas, maka sampai saat ini sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dipandang sebagai suatu sistem silvikultur yang sesuai untuk diterapkan dalam pengusahaan hutan alam produksi tropika basah. Tujuan TPTI adalah untuk mengatur pemanfatan hutan alam produksi serta peningkatan kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk siklus tebang berikutnya, agar terbentuk tegakan hutan campuran yang diharapkan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu penghara industri secara lestari.

II. KARAKTERISTIK HUTAN HUJAN TROPIKA

Hutan hujan tropika adalah ciri hutan alam dimana masyarakat tumbuh-tumbuhannya berada dalam formasi klimaks. Ciri lainnya dari hutan hujan tropika adalah adanya penampakan tajuk pohon yang berlapis-lapis dan tajuk pohon yang dominan berada pad lapisan atasnya (Soerianegara, 1971).

Soerianegara dan Indrawan (1988) menyatakan bahwa stratifikasi sebagai salah satu sifat fisiognomis suatu formasi hutan. Hutan hujan tropika terkenal dengan stratifikasi yang berlapis-lapis. Populasi campuran disusun dalam arah vertikal dalam jarak teratur secara kontinu. Pelapisaan biasanya digambarkan dalam bentuk diagaram profil yang didapatkan dengan mengukur kedudukan, tinggi pohon, tinggi sampai dahan pertama, kedalaman dan garis tengah tajuk semua pohon dalam plot contoh.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

(2)

Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropika menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) adalah sebagai berikut :

1. Stratum A : Lapisan teratas terdiri dari berbagai pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m ke atas. Tajuk diskontinu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang tinggi.

2. Stratum B : terdiri dari poohon-pohon yang tingginya 20-30 cm, tajuk pada umumnya kontinu, batang biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak begitu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau naungan (toleran).

3. Startum C : terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuk kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil dan banyak cabang.

4. Stratum D : lapisan perdu dan semak, tingginya 1-4 meter. 5. Stratum E : lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah.

III. SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

Direktorat Jenderal Kehutanan (1976) menyatakan bahwa sistem-sistem silvikultur dalam eksploitasi hutan adalah Tebang Pilih Indonesia (TPI), Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA) dan Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB).

Sebagai usaha penyempurnaan sistem silvikultur untuk pengusahaan hutan alam produksi, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan No. 485/Kpts/II/1989 tentang Sistem Silvikultur Pengelolaan Hutan Alam Produksi Indonesia. SK ini kemudian ditindaklanjuti dengan SK Dirjen Pengusahaan Hutan No. 564/Kpts/IV-BPHH/1989 tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan disempurnakan dengan Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No. 151/Kpts/IV-BPHH/1993 tentang Pedoman dan Petunjuk Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada hutan alam dratan. Pengelolan hutan produksi dapat dilakukan dengan sistem silvikultr Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), tebang habis dengan permudaan buatan (THPB) dan tebang habis dengan permudaan alam (THPA).

Tebang pilih tanam Indonesia adalah sistem silvikultur yang mengatur cara penebangan dan permudaan buatan. Sistem silvikuktur ini merrupakan sistem yang dinilai sesuai untuk diterapkan pada hutan alam produksi di Indonesia kecuali untuk hutan payau. Tujuan dari sistem silikultur tebang pilih tanam Indonesia adalah untuk mengatur pemanfatan hutan alam prroduksi., serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk rotasi tebang berikutnya agar terbentuk tegakan hutan campuran yang diharapakan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu dan penghara industri secara lestari.

Untuk mecapai tujuan ini, maka tindakan-tindakan silvikulturr dalam hal permudaan hutannya diarahkan pada :

1. Pengaruh komposisi jenis pohon dalam hutan yang diharapkan dapat lebih menguntungkan baik ditinjau daari segi ekonomi maupun ekologi.

2. Pengaturan silvikultur atau kerapatan tegakan yang optimal dalam hutan diharapkan dapat memberikan peningkatan potensi prroduksi kayu bulat dari keadaan sebelumnya.

3. Terjaminnya fungsi hutan dalam rangka pengawetan tanah dan air.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

(3)

4. Terjaminnya fungsi perlindungan hutan.

Pengelolaan hutan alam produksi dengan sistem silvikultur TPTI mengikuti tahap-tahap sebagai berikut (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1993):

1. Penataan Areal Kerja (Et-3)

2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (Et-2) 3. Pembukaan Wilayah Hutan (Et-1)

4. Penebangan (Et) 5. Perapihan (Et+1)

6. Inventarisasi Tegakan Tingggal (Et+2) 7. Pembebasan Tahap I (Et+2)

8. Pengadaan bibit (Et+2)

9. Pengayaan/rehabilitasi (Wt+3) 10. Pemeliharaan tanaman (Et+3,4,5) 11. Pembebasan Tahap II dan III (Et+4,6) 12. Penjaranagan tegakan tinggal (Et+10,15,20)

Dirjen Kehutanan (1990) menyatakan bahwa dalam sistem TPTI kegiatan pemanenan kayu harus meninggalkan sekurang-kurangnya 25 pohon per hektar sebagai pohon inti dari jenis komersil dengan diameter 20 cm. Pohon inti ini diharpakan akan memberntuk tegakan utama yang akan ditebang pada rotasi berikutnya.

IV. PEMANENAN KAYU DAN SISTEM SILVIKULTUR

Pemanenan kayu adalah usaha mengeluarkan kayu bulat dari tegakan hutan untuk dislurkan ke konsumen atau pabrik pegolahan. (Suparto, 1979) menyatakan bahwa pemannenankayu adalah serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat.

Tahapan pemanenan kayu khususnya di hutan alam tropika meliputi perencanaan, pembukaan wilayah hutan, penebangan,penyaradan, pengangkutan dan penimbunan akhir (Suparto, 1979).

Tugas silvikultur adalah untu memenuhi kebutuhan masyarakat akan manfaat hutan sekarang dan di masaa akan datang dengan cara memelihara bahkan memanifulasikan semua fungsi orgabis dan biologis secara positif, sejauh penguasaan teknologi memungkinkan. Kebutuhan masyarakat yang menonjol biasanya adalah kebutuhan ekonomis. Sebaliknya kebtuhan yang bersifat ekologis kurang populer karena tidak memberikan keuntungan secara langsung, tetapi penting bagi keseejahteraan masyarakat luas dalan jangka panjang. Silvikultur terikat pada hukum-hukum biologis dan karenanya kemajuan teknologi hanya dapat diterapkan secara perlahan sekali (Suparto, 1995) dalam Elias (1999).

Tugas sistem pemanenan adalah memenuhi kebutuhan saat sekarang yang bersifat konsumtif. Sistem pemanenan denggan pesat mengikuti perubahan-perubahan ekonomi dankemajuan teknologi demi efisiensi finansial dalam masa yang relatif pendek dan cenderung tanpa banyak pertimbangn terhadap dampak negatifnya terhadap aspek silvikultur. Semua ini mengarah kepada konflik kepentingan silvikultur dan pemanenan.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

(4)

Selama konflik ini belum terselesaikan atau sedikit dikurangi, maka bahaya punahnya hutan-hutan alam di dunia tetap terancam.

Karena itu segala upaya harus dikerahkan untuk mencari rekonsiliasi antara kepentingan silvikultur dan pemanenan. Hal ini adalah masalah yang saangat pelik tetapi tidak mustahil (Suparto, 1995) dalam Elias (1999).

V. KESIMPULAN

1. Tebang pilih tanam Indonesia adalah sistem silvikultur yang mengatur cara penebangan dan permudaan buatan hutan.

2. Untuk menjamin kelestarian hutan, harus ditentukan sistem silvikultur yang tepat untuk setiap areal berdasarkan pertimbangan ekonomis dan ekologis yang seimbang.

3. Dalam penerapan silvikultu, perlu mengintegrasikan sistem pemanenan kayu dengan sistem silvikultur.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1990. Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Ditjen Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Ditjen Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Elias. 1999. Bunga Rampai Pemanenan Kayu : Gagasan, Pemikiran dan Karya Tulis Prof. Dr. Ir. Rahardjo S. Suparto. IPB Press. Bogor.

Soerianegara, I. 1971. Sistem-sistem silvikultur untuk Hutan Hujan Troppika. Lembaga Pelathan Kehutanan No. 98. Bogor.

Soerianegara, I dan A Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.

Suparto, R.S. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.

Suwarman, M. Pengaruh Intensitas Pemanenan Kayu Terhadap Naltalitas dan Mortalitas Semai serta Mortalitas Poghon dan Struktur Tegakan Tinggal. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.

Wackerman, A.E. 1949. Harvesting Timber Crops. Mc. Graw-Hill Book Co, Inc. New York.

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Suni. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, kuesioner, dan dokumentasi. Sedangkan teknik

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui saluran pemasaran tahu dan tempe, untuk mengetahui struktur pasar yang terjadi pada setiap saluran pemasaran tahu dan tempe,

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan Metode Holt- Winters dapat memberikan informasi data prediksi terhadap tingkat laju inflasi dengan

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) Nomor: 602/06.5/PK-BAHP/PPBJ/ BPKP /2011 Tanggal: 19-September-2011 dan Surat Penetapan Pemenang

( al-takhribi ) yang dipahami sebagian kelompok yang mengatasnamakan agama yang sering melancarkan aksi teror karena tidak puas dengan tatanan dunia yang tidak adil, namun

Hasil jerami kedua varietas tersebut nyata lebih tinggi pada perlakuan tanpa olah tanah dengan pemberian bahan organik, baik berupa jerami segar maupun pupuk kandang.

Berdasarkan pengertian–pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya produksi merupakan biaya–biaya yang digunakan dalam proses produksi meliputi biaya bahan baku,

Penelitian ini dilakukan di rawat inap lantai III, IVA, VA, VB, dan VC Rumah Sakit X yang berlokasi di Jakarta. Peneliti mengajukan permohonan izin.. kepada Rumah Sakit