HUBUNGAN KADAR
ZINC
PLASMA DENGAN GRADASI ULKUS
DIABETIKUM PADA PENDERITA DM TIPE II
T E S I S
ERLINTA SEMBIRING
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
HUBUNGAN KADAR ZINC PLASMA DENGAN GRADASI ULKUS
DIABETIKUM PADA PENDERITA DM TIPE II
T E S I S
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Persyaratan Memperoleh Keahlian dalam Bidang
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
ERLINTA SEMBIRING
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Tesis : Hubungan Kadar Zinc Plasma dengan Gradasi Ulkus Diabetikum pada Penderita DM Tipe II
Nama : Erlinta Sembiring
Nomor Induk : 087105014
Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis
Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
(dr.Sri Wahyuni Purnama, SpKK) (dr.Chairiyah Tanjung, SpKK(K) (K)) NIP. 196912231999032001 NIP. 195012111978112001
Ketua Program Studi Kepala Departemen
(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK (K)) (Prof. DR. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K))
NIP. 195012111978112001 NIP. 194712241976032001
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar
Nama : Erlinta Sembiring
NIM : 087105014
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat
Allah Bapa yang Maha Pengasih, yang telah memampukan penulis dalam
menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang berjudul: “Hubungan
kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus diabetikum pada penderita DM tipe-2” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh untuk memperoleh gelar
keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian tesis ini ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan
untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima
kasih dan perhargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Yang terhormat dr. Sri Wahyuni Purnama SpKK selaku pembimbing utama
penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan
koreksi kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini dan juga sebagai
Sekretaris Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak
membantu saya, senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama
menjalani pendidikan sehari-hari.
2. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK (K), selaku pembimbing
kedua, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan,
koreksi dan dorongan semangat kepada penulis dan juga sebagai Ketua
Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya
memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan spesialisasi di bidang
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
3. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK (K), sebagai
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti pendidikan spesialisasi di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada
Universitas yang Bapak pimpin.
5. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr.
Gontar A. Siregar, SpPD,KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan Program
Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. Yang terhormat dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K), sebagai anggota tim
penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan
tesis ini.
7. Yang terhormat dr.Kristo A Nababan, SpKK, sebagai anggota tim penguji
yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi kepada saya
dalam penyusunan tesis ini.
8. Yang terhormat dr.Irwan Fahri Rangkuti, SpKK, sebagai anggota tim penguji
yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi kepada saya
dalam penyusunan tesis ini.
9. Yang terhormat para Guru Besar, Alm. Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam
Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti
pendidikan ini.
10. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan Direktur
RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.
11. Yang terhormat DR. Dr. Juliandi Harahap, MA selaku konsultan statistik,
yang telah banyak membantu penulis dalam hal metodologi penelitian dan
pengolahan statistik penelitian ini.
12. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Dr.
Pirngadi Medan atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
13. Yang terhormat semua pasien ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus yang
telah terlibat dalam penellitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
14. Yang tercinta Ayahanda (Alm) Ir T.M Sembiring, tidak ada kata yang mampu
menggantikan rasa terima kasih saya untuk semua pengorbanan, jerih payah
dan kasih sayang papa untuk saya selama ini, saat ini hanya doa yang dapat
saya panjatkan semoga papa mendapat tempat sebaik-baiknya di sisi Allah
SWT dan kepada Ibunda tersayang Ratna Purba, yang dengan penuh cinta
kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk
mengasuh, mendidik, dan membesarkan penulis. Tiada ungkapan yang
mampu melukiskan betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orangtua
seperti kalian. Kiranya hanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang dapat membalas
15. Yang tercinta mertua saya (Alm) Bujur Ukur Tarigan dan (Alm) Serta Br
Barus, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya
selama ini, saat ini hanya doa yang dapat saya panjatkan semoga mendapat
tempat sebaik-baiknya di sisi Allah SWT.
16. Yang terkasih Saudara-saudara saya, Ir. Ari Binar Sembiring, Juanita
Sembiring SKM, AAAIJ, Natalius Tarigan SH, Ir. Suryanta Tarigan, Tresia
Tenaria Tarigan AMK, Joseva Sudiati Kaban Ssi, Edward Barus SE, MM,
Santa Neta Sitepu, Nellyana Karo-karo SH, Esramen Surbakti terima kasih
atas doa, dukungan dan semua bantuan yang telah kalian berikan kepada saya
selama ini.
17. Yang terkasih suamiku dr.Radar Radius Tarigan Mked(PD),SpPD, terima
kasih untuk segala dukungan moril dan materil, perhatian, kebersamaan kita
selama ini. Doa dan semangat darimu merupakan salah satu sumber kekuatan
saya dalam menjalani suka duka masa pendidikan ini.
18. Teristimewa kepada anak-anakku tersayang, Viktris Gracia Tarigan, Ruth
Savitri Harharina Tarigan dan Tiara Nur Gabriella Tarigan yang telah
menjadi motivasi dan inspirasi saya dalam penyelesaian tesis ini.
19. Teman seangkatan dan sahabat saya tersayang, dr. Zikri Adriman, dr. Oliviti
Natali Mked(KK),SpKK, dr Nancy Sitohang, dr Surya Nola, dr. Cut Yunita,
dr. Maulina, dr. Renatha Nainggolan Mked(PK),SpPK, dr Poida Mked(PA)
terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak
akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.
20. Yang terhormat seluruh teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU yang tidak dapat saya
sebutkan satu-persatu atas segala bantuan, dukungan, dan kerjasama yang
telah diberikan kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan
21. Kepada seluruh staf Laboratorium Paramita Medan, yang telah memberikan
kesempatan, fasilitas, dan kemudahan kepada saya untuk melaksanakan
penelitian.
Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan
permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan
yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama menjalani
masa pendidikan ini.
Dan akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, saya panjatkan doa kepada
Tuhan Yang Maha Pengasih, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan
melindungi kita sekalian. Amin.
Medan, Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 5
1.3 Hipotesis ... 5
1.4 Tujuan penelitian ... 5
1.4.1 Tujuan umum ... 5
1.4.2. Tujuan khusus ... 6
1.5 Manfaat penelitian. ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Ulkus Diabetikum ... 7
2.1.1 Pengertian ulkus diabetikum. ... 7
2.1.2 Epidemiologi ... 9
2.1.3 Etiologi dan patogenesis... ... 10
2.1.4 Diagnosis.. ... 13
2.1.5 Klasifikasi ulkus diabetikum. ... 13
2.1.6 Pengelolaan ulkus diabetikum... ... 14
2.2 Proses penyembuhan luka. ... 15
2.3 Zinc.. ... 18
2.3.1 Zinc dan diebetes.melitus ... 21
2.3.2 Zinc dan proses penyembuhan luka ... 24
2.5 Kerangka teori. ... 28
BAB III METODE PENELITIAN.. ... 30
3.1 Desain penelitian.. ... 30
3.2 Waktu dan tempat penelitian ... 30
3.3 Populasi dan sampel penelitian. ... 30
3.4 Besar sampel. ... 31
3.5 Cara pengambilan sampel penelitian. ... 31
3.6 Identifikasi variabel ... 31
3.7 Kriteria inklusi dan eksklusi ... 32
3.8 Cara penelitian ... 33
3.9 Batasan operasional ... 35
3.10 Pengolahan dan analisis data ... 37
3.11 Kerangka operasional ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1 Karakteristik subyek penelitian ... 39
4.2. Perbandingan kadar zinc plasma berdasarkan kelompok umur 42 4.3 Perbandingan kadar zinc plasma berdasarkan jenis kelamin .... 44
4.4 Kadar zinc plasma berdasarkan gradasi ulkus diabetikum ... 46
4.5. Perbandingan kadar zinc plasma berdasarkan gradasi ulkus diabetukum ... 47
4.6 Hubungan antara kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus diabetikum ... 48
4.7. Perbandingan kadar zinc plasma pada beberapa tingkat gradasi ulkus diabetikum ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
5.1 Kesimpulan ... 54
5.2 Saran ... 55
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi etiologi DM ... 8
Tabel 2.2 Klasifikasi sistem Wagner ... 14
Tabel 4.1 Data karakteristik sampel penelitian ... 40
Tabel 4.2 Perbedaan kadar zinc plasma pada penderita UD
berdasarkan kelompok umur ... 42
Tabel 4.3 Perbedaan kadar zinc plasma pada penderita UD
berdasarkan jenis kelamin ... 44
Tabel 4.4 Kadar zinc plasma berdasarkan gradasi ulkus diabetikum ... 46 Tabel 4.5 Perbedaan kadar zinc plasma berdasarkan gradasi ulkus
diabetikum ... 46
Tabel 4.6 Hubungan kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum ... 11
Gambar 2.2 Pengaruh sel-sel utama dalam proses penyembuhan luka ... 17
Gambar 2.3 Patofisiologi kegagalan proses penyembuhan pada diabetes ... 18
Gambar 2.4 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas ... 22
Gambar 2.5 Skematik respon sel β terhadap stimulasi glukosa ... 23
Gambar 2.6 Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka ... 26
Gambar 2.7 Peranan zinc dalam sel-sel imun ... 27
Gambar 2.8 Kerangka teori ... 28
Gambar 2.9 Kerangka konsep ... 29
Gambar 3.1 Kerangka operasional ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Naskah penjelasan kepada pasien/orang tua/keluarga pasien ... 60
Lampiran 2 Persetujuan ikut serta dalam penelitian ... 62
Lampiran 3 Status penelitian ... 63
Lampiran 4 Health Research Ethical Commitee of North Sumatera ... 66
Lampiran 5 Data penderita ulkus diabetikum dan kadar zinc plasma penderita ... 67
DAFTAR SINGKATAN
ADA : American Diabetes Association
AGF : Angiotensin growth factor
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome
ATP : Adenosine Triphosphate
DM : Diabetes melitus DNA : Deoxyribonucleic acid
ECM : Extracellular matrix EGF : Epidermal growth factor
ELISA : Enzym Linked Immunosorbent Assay
Gr : Gradasi
HbAIc : Hemoglobin terglikosilasi
HIV : Human Immuno Deficiency Virus
IL : Interleukin
IRT : Ibu Rumah Tangga
IZiNCG : International zinc nutrition consultative
KGF : Keratinocyte growth factor
MMP : Matrix metalloproteinases
MT : Metallothionein
PDGF : platelet derived growth factor
PT : Perguruan Tinggi
RDA : Recommended daily amount
RNA : Ribonucleic acid ROS : reaktive oxygen species
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SOD : superoxide dismutase
TGF-β : Transforming growth factor beta
Th-1 : T helper 1 Th-2 : T helper 2
TNF-α : Tumlor necrosis factor alpha TTGO : tes toleransi glukosa oral UD : Ulkus diabetikum
VEGF : vascular endothelial growth factor
WHO : World Health Organization
μg / L : Mikogram per liter
HUBUNGAN KADAR ZINC PLASMA DENGAN
GRADASI ULKUS DIABETIKUM
Erlinta Sembiring, Sri Wahyuni Purnama, Chairiyah Tanjung, Juliandi Harahap
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang: Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit
yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Kegagalan proses penyembuhan luka telah diakui merupakan faktor yang kontribusinya terbesar untuk terjadinya ulkus diabetikum selain daripada iskemia, neuropati, trauma dan infeksi. Stres oksidatif juga mempunyai peranan dalam perkembangan terjadinya komplikasi kronis. Sejumlah penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini telah menunjukkan adanya hubungan trace element
seperti zinc yang sangat memegang peranan proses penyembuhan luka dan stres oksidatif.
Tujuan: Untuk menganalisis hubungan kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus diabetikum.
Subjek dan metode: Penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional yang melibatkan 50 orang penderita DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum dalam gradasi ulkus 0 - 4. Setiap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan dermatologi kemudian dan ditentukan gradasi ulkus sesuai klasifikasi Wagner. Kemudian darah diambil untuk mengukur kadar zinc plasma. Hasil dianalisis dengan analisis statistik dengan menggunakan uji korelasi Spearman.
Hasil: Ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus diabetikum, dengan p-value = 0,001, nilai korelasi (r) = 0,621.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus diabetikum
THE RELATIONSHIP PLASMA ZINC LEVEL WITH
CLASSIFICATION OF DIABETIC ULCERS
Erlinta Sembiring, Sri Wahyuni Purnama, Chairiyah Tanjung, Juliandi Harahap
Department of Dermatology and Venereology Medical faculty of North Sumatera University RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia
ABSTRACT
Background : Diabetic ulcer is a open wound on the skin caused by chronic
complication such as macroangiopathy and microangiopathy. Failure of the wound healing process are the most responsible to the development of diabetic ulcer besides infection, trauma, neuropathy and vascular diseases. Oxidative stress has also been implicated in the development of chronic complications. Some evidences of research is represent that trace element such as zinc has a role in stress oxidative and wound healing process.
Objectives : To analyze the relationship plasma zinc level with clssification of
diabetic ulcer.
Method : This is an analytic cross sectional study involving 50 subject DM type 2
with diabetic ulcer classified 0 – 4, each subject had been examined and graded according to Wagner classification. Blood sample was taken to measure plasma zinc level. The results were analyzed by statistical analysis using Spearman’s correlation test.
Result : Significant association between plasma zinc level with classification of
diabetic ulcers with p-value = 0,001 coefficient correlation =0,62.
Conclusion : There is a significant association between plasma zinc level with
classification of diabetic ulcers.
Keywood : DM type-2, diabetic ulcer, classification of diabetic ulcers, plasma
HUBUNGAN KADAR ZINC PLASMA DENGAN
GRADASI ULKUS DIABETIKUM
Erlinta Sembiring, Sri Wahyuni Purnama, Chairiyah Tanjung, Juliandi Harahap
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang: Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit
yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Kegagalan proses penyembuhan luka telah diakui merupakan faktor yang kontribusinya terbesar untuk terjadinya ulkus diabetikum selain daripada iskemia, neuropati, trauma dan infeksi. Stres oksidatif juga mempunyai peranan dalam perkembangan terjadinya komplikasi kronis. Sejumlah penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini telah menunjukkan adanya hubungan trace element
seperti zinc yang sangat memegang peranan proses penyembuhan luka dan stres oksidatif.
Tujuan: Untuk menganalisis hubungan kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus diabetikum.
Subjek dan metode: Penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional yang melibatkan 50 orang penderita DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum dalam gradasi ulkus 0 - 4. Setiap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan dermatologi kemudian dan ditentukan gradasi ulkus sesuai klasifikasi Wagner. Kemudian darah diambil untuk mengukur kadar zinc plasma. Hasil dianalisis dengan analisis statistik dengan menggunakan uji korelasi Spearman.
Hasil: Ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus diabetikum, dengan p-value = 0,001, nilai korelasi (r) = 0,621.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara kadar zinc plasma dengan gradasi ulkus diabetikum
THE RELATIONSHIP PLASMA ZINC LEVEL WITH
CLASSIFICATION OF DIABETIC ULCERS
Erlinta Sembiring, Sri Wahyuni Purnama, Chairiyah Tanjung, Juliandi Harahap
Department of Dermatology and Venereology Medical faculty of North Sumatera University RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia
ABSTRACT
Background : Diabetic ulcer is a open wound on the skin caused by chronic
complication such as macroangiopathy and microangiopathy. Failure of the wound healing process are the most responsible to the development of diabetic ulcer besides infection, trauma, neuropathy and vascular diseases. Oxidative stress has also been implicated in the development of chronic complications. Some evidences of research is represent that trace element such as zinc has a role in stress oxidative and wound healing process.
Objectives : To analyze the relationship plasma zinc level with clssification of
diabetic ulcer.
Method : This is an analytic cross sectional study involving 50 subject DM type 2
with diabetic ulcer classified 0 – 4, each subject had been examined and graded according to Wagner classification. Blood sample was taken to measure plasma zinc level. The results were analyzed by statistical analysis using Spearman’s correlation test.
Result : Significant association between plasma zinc level with classification of
diabetic ulcers with p-value = 0,001 coefficient correlation =0,62.
Conclusion : There is a significant association between plasma zinc level with
classification of diabetic ulcers.
Keywood : DM type-2, diabetic ulcer, classification of diabetic ulcers, plasma
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan
makroangiopati akibat insufisiensi vaskuler dan neuropati dengan bentuk yang
paling sering dijumpai pada kaki penderita diabetes melitus sehingga sering
dikenal sebagai kaki diabetik. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindrom
klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin
ataupun keduanya.1,2 Terdapat dua bentuk utama DM sesuai klasifikasi etiologi
DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
destruksi sel β pankreas sehingga menyebabkan defisiensi insulin secara total
sedangkan DM tipe-2 merupakan suatu kelainan metabolik akibat adanya
defisiensi insulin yang relatif.3
Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup
didapatkan bahwa prevalensi DM meningkat terutama di kota besar.1,2 WHO di
tahun 2012, melaporkan bahwa populasi penderita DM di dunia tercatat lebih dari
346 juta orang di seluruh dunia yang jika tidak ditangani dengan baik tentu saja
angka kejadian komplikasi kronik DM juga akan meningkat.4 Berdasarkan
penelitian Sibuea R. (2010) di RSUP.H.Adam Malik Medan diperoleh jumlah
penderita DM yang dirawat inap sebanyak 137 orang dengan proporsi penderita
DM dengan komplikasi sebesar 85,4% (117 orang) dan proporsi penderita DM
Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah di seluruh bagian tubuh. UD merupakan komplikasi utama pada DM.6 Stres
oksidatif telah diketahui mempunyai peranan untuk terjadinya komplikasi kronis
pada DM. Terjadinya stres oksidatif adalah akibat peningkatan berlebihan dari
sel-sel radikal bebas akibat keadaan hiperglikemia pada tubuh manusia. Stres
oksidatif yang terjadi pada penderita DM selanjutnya juga akan berperan nantinya
didalam keparahan dari kerusakkan sel β pankreas sebagai patogenesis terjadinya
DM.7
Klasifikasi Wagner merupakan sistem klasifikasi yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetes dan merupakan klasifikasi yang saat ini banyak
dipakai oleh para ahli. Klasifikasi ini terbagi atas gradasi 0 sampai dengan gradasi
5 yang setiap gradasi akan berbeda cara penanganannya sehingga arah
pengelolaan dapat tertuju dengan lebih baik. Beberapa penelitian terdahulu telah
menunjukkan bahwa iskemia, neuropati, trauma dan infeksi merupakan penyebab
rekurensi luka kronis pada penderita DM, sehingga penatalaksanaan UD dapat
berupa kontrol glikemik, modifikasi faktor resiko kardiovaskular, debridement
luka dan re-vaskularisasi. Optimalisasi pada penanganan UD disesuaikan dengan
tingkat keparahan UD.1
Saat ini kegagalan proses penyembuhan luka telah diakui merupakan faktor
yang kontribusinya terbesar untuk terbentuknya UD. Kegagalan dari proses
penyembuhan luka yang terjadi pada UD selain dikarenakan gangguan sistem
biologis berupa metabolik, vaskular, neurologis dan perubahan inflamasi juga
disebabkan oleh adanya perubahan selular dan molekular dalam lingkungan mikro
diabetik.8 Sejumlah penelitian yang ada saat ini juga menunjukkan adanya
perubahan status mikronutrien pada penderita diabetes. Defisiensi trace element,
komplikasi diabetes. Trace element seperti zinc dan magnesium dijumpai lebih
rendah pada penderita diabetik dibandingkan dengan individu sehat.9-13
Zinc adalah trace element essensial dalam tubuh manusia yang sangat
penting bagi kesehatan. Beberapa penyakit saat ini ditemukan berhubungan
dengan defisiensi zinc.14,15 Zinc diperlukan untuk fungsi normal dari semua sistem
kehidupan.16 Zinc merupakan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan,
metabolisme protein, intergritas membran, ekspresi gen, penyembuhan luka,
sintesis kolagen, sistem imunitas dan pencegahan apoptosis. Peranan zinc dalam
pencegahan diabetes serta komplikasinya telah ditunjukkan oleh beberapa
penelitian pada hewan maupun manusia. Terapi dengan tablet zinc telah
menunjukkan peningkatan pengendalian kadar gula darah dan pencegahan
neuropati perifer pada penderita DM. Zinc akan menginduksi antioksidan yang
berfungsi untuk mengurangi stres oksidatif pada tubuh manusia.17 Peranan zinc
juga diketahui sangat penting pada sistem imunitas normal terutama untuk fungsi
limfosit sel-T.9,10,18 Penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas pada lansia
diabetik adalah gangguan pada fungsi imunitas yang menyebabkan peningkatan
infeksi pada UD berupa selulitis dan osteomielitis.9
Zinc juga mempunyai peranan pada proses penyembuhan luka. Zinc
sebagai kofaktor pada sejumlah faktor transkripsi dan sistem enzim termasuk
matriks metaloproteinase (MMP). Enzim MMP ini memegang peranan penting
dalam proses migrasi keratinosit dan auto-debridement.14 Zinc merupakan
ko-faktor untuk produksi DNA polimerase, RNA polimerase dan DNA transkriptase
yang berhubungan dengan sintesis protein, sintesis DNA dan proliferasi sel. Zinc
juga berhubungan dalam banyak aspek dari respon imun termasuk fagositosis,
imunitas selular, hormonal.19 Kadar zinc yang lebih rendah dari 100 μg/L
Zinc berhubungan secara langsung pada sekresi, sintesis dan
penyimpanan insulin.9 Intergritas struktural insulin diatur oleh zinc.21 Beberapa
studi menunjukkan hasil yang signifikan berupa rendahnya kadar zinc plasma
pada pasien diabetik dibandingkan pasien non-diabetik.10,11,21,22 Beberapa
penelitian telah menunjukkan adanya sekresi zinc oleh sel β pankreas akibat
respon tubuh akibat adanya peningkatan konsentrasi gula dalam tubuh manusia.23
Hasil penelitian Farid (2012) menunjukkan adanya korelasi antara glukosa plasma
serum dan konsentrasi zinc pada pasien DM tipe-2.9 Beberapa hasil penelitian
pada penderita DM secara signifikan juga menunjukkan rata-rata kadar zinc serum
yang rendah pada penderita DM dengan kontrol glikemik yang rendah (kadar
glycated hemoglobin (HbA1c)).12,24 Pemberian suplemen zinc pada penderita DM
tipe-2, menunjukkan penurunan HbA1c dan trigliserida secara signifikan.25,26
Anjum et al. (2012) dalam studi perbandingan status zinc dan cuprum pada
diabetik dan non-diabetik mendapatkan hasil adanya defisiensi zinc dan
peningkatan cuprum pada pasien diabetik dibandingkan pasien non-diabetik.21
Marjani et al. (2006), Hussain et al. (2009) dan Ferdousi et al. (2010) dalam
penelitian pengukuran kadar zinc dan magnesium plasma pada penderita DM
tipe-2 mendapatkan penurunan kadar zinc dan magnesium plasma yang mungkin
disebabkan adanya penurunan sensitivitas insulin.22,26,27
Olaniyan et al. (2012) melakukan penelitian perbandingan kadar zinc dan
cuprum serum pada 53 orang penderita diabetik tipe-2 dengan penderita
non-diabetik. Penelitian ini dilakukan di Nigeria dengan hasil didapatkannya
peningkatan cuprum serum dan penurunan zinc serum secara signifikan antara
penderita diabetik dibandingkan kontrol dan tidak terdapatnya hubungan status
glikemik, durasi diabetes, umur, jenis kelamin terhadap konsentrasi serum trace
Taghdir et al. (2013) dalam penelitiannya terhadap 45 orang penderita
diabetik dan 45 orang sehat mendapatkan secara signifikan, tidak adanya
hubungan korelasi antara kadar zinc dan faktor-faktor inflamasi (TNF-α,IL-6).28
Bozkurt et al. (2011) membuat suatu studi prospektif pada 50 pasien
diabetik dengan derajat keparahan yang bervariasi yang dikelompokan
berdasarkan klasifikasi Wagner. Pada pasien dengan klasifikasi Wagner 3-4
dibandingkan Wagner 1-2 dan dibandingkan juga dengan kontrol orang sehat.
Dijumpai peningkatan kadar zinc pada kelompok Wagner 3-4 dibandingkan
kelompok 1-2 yang signifikan .29
Dari paparan beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
penelitian yang ada mengenai kadar zinc pada penderita DM masih menunjukkan
hasil yang berbeda-beda serta masih sedikitnya penelitian kadar zinc pada
penderita UD. Oleh karenanya peneliti berminat untuk melakukan penelitian
terhadap kadar zinc plasma pada berbagai gradasi UD.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan kadar zinc plasma dengan gradasi UD.
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara kadar zinc plasma dengan gradasi UD.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perbedaan kadar zinc plasma pada penderita UD
berdasarkan distribusi umur
2. Untuk mengetahui perbedaan kadar zinc plasma pada penderita UD
berdasarkan jenis kelamin
3. Untuk mengetahui kadar zinc plasma pada berbagai gradasi UD.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bidang akademik atau ilmiah
Membuka wawasan yang lebih dalam terhadap peranan zinc dalam
hal proses penyembuhan luka pada UD.
1.5.2 Pelayanan masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
masyarakat tentang faktor-faktor resiko yang berperan untuk
terjadinya UD terutama dalam hubungannya dengan kadar zinc
dalam plasma darah.
1.5.3 Pengembangan penelitian
Sebagai penelitian pendahuluan untuk mengetahui peranan zinc pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ulkus Diabetikum
2.1.1 Pengertian ulkus diabetikum
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan
makroangiopati akibat insufisiensi vaskular dan neuropati dengan bentuk yang
paling sering dijumpai pada kaki penderita diabetes melitus sehingga sering
dikenal sebagai kaki diabetik.1 Diabetes melitus merupakan suatu sindrom klinis
kelainan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin oleh pankreas, defek
kerja insulin pada jaringan perifer ataupun keduanya.1,2,3 Hiperglikemia akan
menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang apabila
tidak dikendalikan akan menyebabkan komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskular jangka panjang berupa makroangiopati dan mikroangiopati.1,2
Hasil kesepakatan para pakar DM di Indonesia yang dituliskan
dalam konsensus pengelolaan diabetes melitus yang dirintis PB PERKENI sejak
pertemuan tahun 1993, membuat klasifikasi DM menurut etiologinya. Klasifikasi
Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi DM
Tipe-1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
Autoimun
Idiopatik
Tipe-2
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes melitus
gestasional
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 30
Terdapat dua bentuk utama DM sesuai klasifikasi etiologi DM yaitu
DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan destruksi sel β
pankreas sehingga menyebabkan defisiensi insulin secara total yang dapat terjadi
secara autoimun ataupun idiopatik. Karenanya pada penderita DM tipe-1 harus
mendapatkan insulin eksogen untuk kelangsungan hidupnya agar dapat mencegah
terjadinya ketoasidosis.5 Insidensi DM tipe-1 bervariasi dalam umur dan jarang
terjadi pada usia dibawah 6 bulan. DM tipe-1 biasanya terjadi pada anak-anak
sebelum usia pubertas, mulai dijumpai pada usia 9 bulan dan terus meningkat
sampai usia 12-14 tahun.31
DM tipe-2 merupakan bentuk diabetes yang paling umum dengan
prevalensi sebesar 90-95% dari seluruh penderita diabetes yang ada.32 DM tipe-2
karenanya insulin eksogen jarang diberikan pada penderita ini. Pada penderita
DM tipe-2, insulin eksogen hanya diperlukan jika kontrol kadar glukosa darah
tidak tercapai dengan diet atau agen hipoglikemik oral.5 Populasi DM tipe-2
terutama dijumpai pada orang dewasa dan orang tua. Penderita DM tipe-2 sangat
jarang pada usia muda.32 Tuei et al. (2010), dalam penelitiannya di Afrika
mendapatkan data spesifik adanya prevalensi tertinggi penderita DM tipe-2 pada
kelompok usia 45-64 tahun.33 Sedangkan di Amerika Serikat ditemukan
prevalensi penderita DM tipe-2 sebesar 6,6% pada usia 20-74 tahun.31
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika
keluhan klasik ditemukan berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, maka dilakukan pemeriksaan
glukosa plasma sewaktu. Jika konsentrasi glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Ketiga dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl dengan beban 75 g glukosa.34
2.1.2 Epidemiologi
Menurut ADA, di Amerika Serikat dijumpai prevalensi penderita DM
sebesar 7% dari seluruh populasi dan 21% pada individu yang berusia diatas 60
tahun.8 Sekitar 15%-25% penderita DM ini akan mendapat komplikasi kronik
berupa UD. Pada pasien DM dengan kaki diabetik, sebanyak 14%-24% akan
mengarah ke amputasi tungkai bawah.2,8 Angka amputasi masih tinggi, didapatkan
estimasi peningkatan resiko sekitar 10-30 kali lebih besar dari seorang penderita
DM dibandingkan populasi umum.2
Di RSUP dr. Cipto Mangunkusomo, masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
masing-masing sebesar 16% dan 25%. Nasib para penyandang DM paska
amputasi masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
paska amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi.1
Berdasarkan penelitian Sibuea R. (2010) di RSUP H. Adam Malik
Medan, proporsi penderita DM tipe-1 sebanyak 2 orang (66,7%) dengan
komplikasi dan 1 orang (33,3%) tidak dengan komplikasi, selanjutnya dari 134
orang penderita DM tipe-2 didapatkan sebanyak 115 orang (85,8%) dengan
komplikasi dan 19 orang (14,2%) tidak dengan komplikasi.5 Penelitian lainnya
oleh Tarigan L.A. (2011) pada populasi sebanyak 134 orang yang dirawat di RSU
Herna Medan tahun 2009-2010, diperoleh proporsi penderita DM dengan
komplikasi tertinggi yang dirawat inap adalah penderita DM yang mengalami
ulkus-gangren sebesar 26,1% sedangkan proporsi yang terendah yaitu penderita
yang mengalami retinopati diabetik sebesar 1,5%.35
2.1.3 Etiologi dan patogenesis
UD disebabkan adanya tiga faktor resiko yaitu perubahan struktur dan
anatomi, patofisiologi disertai pengaruh lingkungan. Beberapa faktor resiko
tersebut menyebabkan terjadinya UD dalam dua mekanisme yaitu mekanisme
internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal berhubungan dengan
keadaan hiperglikemia yang menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskular
perifer, dan penurunan sistem imunitas yang dapat mengganggu proses
penyembuhan luka sehingga berkembang menjadi UD. Sedangkan mekanisme
eksternal berhubungan dengan bentuk deformitas yang disebabkan neuropati
sensorik, motorik dan otonom bersama dengan keterbatasan gerakan sendi dan
perubahan struktural dan dengan trauma kronis yang kesemuanya meningkatkan
Gambar 2.1. Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 38
Kadar glukosa darah tinggi semakin lama akan menyebabkan
gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut syaraf sehingga menyebabkan kerusakan sistem saraf yang disebut
sebagai diabetik neuropati. Pada kondisi ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf
sensoris, motorik dan otonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan
kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (Clawing toes, cavus foot, equinus
memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat
rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi rasa nyeri sehingga
memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut otonom yang terjadi akibat
denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis), menurunnya elastisitas
kulit sehingga memudahkan terbentuknya fisura kulit, perubahan warna kulit dan
edema pada kaki yang semuanya memudahkan untuk terjadinya ulkus. Fisura
pada kulit dapat mengakibatkan infeksi berupa selulitis lokal.2,36,38
Trauma akut ataupun kronis merupakan faktor lingkungan yang
memulai terjadinya ulkus pada penderita DM. Penurunan sensasi nyeri pada kaki
dapat menyebabkan tidak disadarinya trauma pada kaki. Trauma yang kecil
ataupun trauma yang berulang seperti pemakaian sepatu yang sempit
menyebabkan tekanan yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan
ulserasi pada kaki. Ulkus pada kaki sering terjadi pada permukaaan area plantar,
dikarenakan trauma yang sering terjadi pada area tersebut saat berjalan.
Pemakaian sepatu untuk pasien diabetik yang sesuai dapat menurunkan insidensi
UD dengan mengurangi trauma pada kaki.36,38
Kadar glukosa yang tinggi semakin lama akan menyebabkan penyakit
mikrovaskular berupa arteriosklerosis (kerapuhan dinding kapiler, penebalan
membran basalis dan trombosis), makrovaskular (arterosklerosis) berupa
akumulasi plak pada dinding arteri dan disfungsi endotelium yang kesemuanya
akan menyebabkan kelainan vaskular perifer akibat penurunan aliran darah
(iskemia).37 Beberapa kelainan vaskular perifer tersebut dapat menyebabkan
penurunan sistem imunitas karena aktifitas leukosit yang menurun, gangguan
kegagalan proses penyembuhan luka akibat inhibisi proliferasi fibroblas,
kerusakan lapisan basal keratinosit dan penurunan migrasi sel epidermis.2,36
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis UD ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, glukosa serum dan
pemeriksaan dengan sinar x-ray. Anamnesis yang didapat berupa keluhan klinis
pasien seperti sensasi nyeri dan terbakar yang biasa di malam hari, keluhan berupa
kulit kering dan pecah-pecah.39 Gambaran klinis diawali dalam bentuk kalus
hingga jaringan luka dan nekrosis terutama pada daerah tonjolan tulang pada kaki,
ibu jari dan telapak kaki. Area ulkus dikelilingi oleh kalus dan dapat meluas
hingga ke sendi dan tulang. Sering dijumpai komplikasi berupa infeksi jaringan
lunak dan osteomielitis.2 Pemeriksaan dengan sinar x-ray dilakukan pada
kasus-kasus tertentu terutama kasus-kasus UD dengan osteomielitis.36
2.1.5 Klasifikasi ulkus diabetikum
Ada berbagai macam klasifikasi UD, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmond dari King’s College Hospital London, klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih rumit sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetes.1 Hingga saat ini, belum ada satu metode
klasifikasi yang telah diterima secara luas untuk dapat menggambarkan UD.37
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan
mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai
tempat di muka bumi.8 Klasifikasi yang paling banyak digunakan saat ini dengan
Tabel 2.2. Klasifikasi sistem Wagner
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 29
2.1.6 Pengelolaan ulkus diabetikum
Pengelolaan UD dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
pencegahan agar tidak terjadi perlukaan kulit yang dapat menyebabkan ulkus
(pencegahan primer) dan penanganan ulkus /ganggren diabetik yang sudah terjadi
agar tidak terjadi kecacatan lebih parah (pencegahan sekunder).1
1. Pencegahan primer.
Penyuluhan mengenai cara pencegahan dan perawatan ulkus yang baik.
Untuk penderita yang kurang rasa/kurang sensitifitasnya, alas kaki perlu
diperhatikan dengan benar.
Untuk deformitas teutama pada kaki, perlu diperhatikan sepatu dan alas
kaki untuk penyebaran tekanan pada kaki.
Latihan gerakan badan terutama kaki untuk memperbaiki vaskularisasi
2. Pencegahan sekunder
Kontrol metabolik dengan menormalkan kadar glukosa darah dan
memperbaiki nutrisi.
Kontrol vaskular dengan melakukan modifikasi faktor resiko
Terapi farmakologis untuk arterosklerosis seperti aspirin Kontrol luka
- Mengurangi beban tekanan (off loading)
- Eradikasi infeksi
- Revaskularisasi1,6,37,39
2.2 Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka didefinisikan sebagai proses dinamis kompleks
yang melibatkan interaksi antara sitokin-sitokin, unsur-unsur darah, matriks
ekstraselular dan sel-sel yang mengarah kepada perbaikan morfologi dan
fungsional dari jaringan yang terluka.Proses penyembuhan luka ini dibagi dalam
tiga fase yang berlangsung saling tumpang tindih melibatkan fase inflamasi,
proliferasi dan remodeling.40 Pada fase inflamasi akan terjadi pembentukan
mekanisme hemostatik dimana pada area luka akan terjadi agregasi dan akumulasi
platelet serta produksi beberapa faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab pada
proses pembekuan darah dan pembentukan matriks. Produksi trombin akan
memulai transformasi fibrinogen menjadi fibrin yang akan menstabilkan
trombosit di area luka. Selain itu, faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin akan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga akan memudahkan migrasi
elastin serta TGF-β, TNF-α, interleukin-1 (IL-1), platelet faktor IV dan memulai
kegiatan bakterisidal bersama netrofil dan makrofag.3,8
Neutrofil dan makrofag juga akan melepaskan faktor pertumbuhan
(platelet derived growth factor (PDGF), vascular endothelial growth factor
(VEGF)) yang akan memulai pembentukan struktur jaringan. Makrofag akan
bertanggung jawab untuk melepaskan faktor angiogenesis (AGF) yang akan
menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru.3,8
Pada fase proliferasi sel, proses migrasi dan proliferasi sel akan
dimodulasi oleh berbagai faktor termasuk epidermal growth factor (EGF) dan
keratinocyte growth factor (KGF). Pada migrasi sel dibutuhkan sekresi matriks
metaloproteinase yang diperlukan untuk mendegradasi bekuan darah dan deposit
matris ekstraseluler di area luka.3,8 Invasi sel endotelial, keratinosit, dan fibroblas
serta proses angiogenesis, resurfacing epidermal, deposit matriks ekstraseluler
akan menghasilkan jaringan granulasi, kontraksi luka dan penutupan luka.8
Fase remodelling akan memulai membentuk integritas struktur
jaringan dan pemulihan kemampuan jaringan secara fungsional setelah jaringan
yang baru mulai terbentuk.40 Sel-sel yang terlibat dan pengaruhnya terhadap
Gambar 2.2. Pengaruh sel-sel utama dalam proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 40
.
Kegagalan proses penyembuhan luka pada diabetes dikarenakan keadaan
hiperglikemia, hipoksia, perubahan struktur dan reaktivitas mikrosirkulasi telah
menyebabkan perubahan fenotip sel-sel yang diperlukan dalam proses
penyembuhan, kelainan ekspresi serta aktifitas faktor-faktor pertumbuhan dan
sitokin-sitokin yang mengkoordinasi proses penyembuhan luka.8
Pada penderita diabetes terjadi dampak di seluruh fase proses
penyembuhan luka hingga terbentuk UD. Sejumlah besar kadar serum kemokin,
sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh keratinosit, fibroblas,
sel endotelial, makrofag dan platelet berubah pada kasus diabetes. Faktor-faktor
pertumbuhan merupakan faktor yang bertanggung jawab untuk memulai proses
pemeliharaan, penurunan respon inflamasi dan penyembuhan luka.3 Kegagalan
proses penyembuhan luka akibat adanya hambatan pada seluruh fase dalam proses
Gambar 2.3. Patofisiologi kegagalan proses penyembuhan pada diabetes Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 8
2.3 ZINC
Zinc merupakan elemen transisi logam dengan nomor atom 30.
Setelah zat besi, zinc adalah biometal kedua yang terbanyak di dalam tubuh.19
Bentuk bebas dari zinc, merupakan kationik divalen yang secara fisiologis tidak
memicu reaksi oksidasi-reduksi (transfer elektron kimia). Oleh karenanya zinc
relatif tidak toksik pada tubuh.15,19 Zinc terdapat di semua organ, jaringan, dan
cairan.Sekitar 85-90 % dari total zinc pada tubuh kita, ditemukan di otot rangka,
tulang dan gigi dan sisanya ditemukan di hati dan kulit.19 Pada kulit, zinc
ditemukan sekitar 20 % dari total tubuh dengan konsentrasi 5-6 kali lebih besar di
epidermis dibandingkan di dermis.41 Plasma mengandung 0,1% dari seluruh total
zinc dalam tubuh. Serum mengandung 70% zinc bebas yang berikatan dengan
Zinc adalah tra ce element esensial dalam tubuh manusia yang sangat
penting bagi kesehatan dan zinc diperlukan untuk fungsi normal dari semua sistem
kehidupan. Zinc sangat penting untuk stabilisasi dan fungsi sejumlah enzim dalam
tubuh yang semuanya memerlukan zinc untuk dapat berfungsi dengan baik.
Beberapa enzim tersebut diantaranya bertanggung jawab dalam sintesis protein,
katabolisme protein, metabolisme energi, sintesis DNA dan RNA.16
Fungsi zinc secara fisiologis meliputi pertumbuhan/proliferasi sel,
maturasi seksual/reproduksi, adaptasi mata dalam gelap/night vision,
penyembuhan luka dan imunitas/daya tahan tubuh.20 Fungsi biokimiawi zinc
dalam sistem selular dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu katalitik, struktural dan
regulatori.43 Fungsi zinc sebagai katalitik adalah ketergantungan lebih dari 200
enzim yang berbeda terhadap zinc, dimana enzim tersebut hanya dapat dapat
bekerja mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang penting dalam tubuh jika berikatan
dengan zinc. 15,43 Contoh enzim zinc yang berfungsi katalitik adalah enzim
matriks metaloproteinase, karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase dan
lain-lain.15 Fungsi zinc dalam struktural adalah berupa peranan zinc dalam komponen
metallo-enzyme dalam mempertahankan struktur protein dan membran sel.
Sebagai contoh, enzim zinc yang sangat penting dalam aktifitasnya sebagai
antioksidan adalah superoksida dismutase dan metallothionein.15,43 Fungsi zinc
dalam regulatori adalah merupakan peran ikatan enzim zinc dalam regulasi
ekspresi gen, dimana zinc bekerja sebagai faktor transkripsi, mediator dari
berbagai aktifitas hormon dan transmisi dari impuls-impuls syaraf dan sebagai
contoh metalloenzym yang berperan dalam sistem regulatori/pengaturan adalah
DNA polimerase yang berfungsi dalam replikasi DNA dan RNA polimerase yang
berfungsi dalam transkripsi RNA. 15,42,43
Zinc tidak dapat dihasilkan didalam tubuh manusia.44 Makanan
dalam menyimpan sediaan zinc juga terbatas. Sumber makanan yang tinggi
kandungan zinc antara lain kerang, daging merah, hati, daging ayam, telur, susu
dan ikan. Zinc juga terdapat di biji-bijian, kacang-kacangan, sereal, kacang
kedelai.44,45 Penyerapan zinc dipengaruhi oleh Fitat (inositol heksafosfat),
kalsium, fosfor, tembaga, magnesium dan besi dengan cara menginhibisi absrobsi
zinc, karenanya sebaiknya makanan yang mengandung unsur-unsur tersebut dapat
diberikan sekurangnya empat jam setelah pemberian makanan ataupun suplemen
yang mengandung zinc. Pemberian bersama vitamin D dapat meningkatkan
bioavailabilitas zinc.42 Pada manusia, diet vegetarian atau menghindari makanan
daging merah merupakan faktor risiko untuk terjadinya defisiensi dalam
tubuh.19,45 Defisiensi zinc juga dapat terjadi pada orang-orang yang merokok lebih
dari 20 batang perhari (perokok berat). Al-Timimi et al. (2010) mengadakan
penelitian di Irak pada 254 orang normal dalam kelompok usia 20-61 tahun,
dijumpai secara signifikan defisiensi zinc pada perokok berat dibandingkan pada
non-perokok hal ini dapat disebabkan efek tobacco chelating pada rokok yang
dapat menghambat absorbsi dari zinc.46
Absorbsi zinc sebagian besar terjadi di duodenum dan yeyunum. Sel
mukosa halus dapat mensekresi zinc dan menyalurkannya ke dalam darah. Zinc
sebagian besar disekresi oleh usus halus dan sedikit dalam empedu yang
kemudian dapat direabsorbsi kembali untuk proses regulasi keseimbangan
(homeostasis) kadar zinc. Ekresi zinc terutama melalui feses dan sebagian dapat
diekskresikan melalui urin dan permukaan kulit (deskuamasi, rambut dan
keringat). Konsentrasi zinc dalam serum berfluktuasi sebanyak sekitar 20%
selama 24 jam. Konsentrasi yang tinggi dijumpai setelah tubuh menerima
makanan, kemudian setelah 4 jam konsentrasi zinc akan menurun secara progresif
Kadar zinc yang normal dalam plasma adalah antara 70-125 mg/dl,
ekuivalen dengan 11-19 μmol/l.47,48,49 Dosis yang direkomendasikan oleh
Recommended daily amounts (RDA) adalah 15 mg/hari untuk pria dewasa dan 12 mg/hari untuk wanita dewasa.44 Defisiensi zinc dapat diterapi dengan zinc sulfat
sebesar 30 mg -150 mg per-hari.50 Beberapa studi penelitian mendapatkan hasil
pengobatan pada defisiensi zinc dengan dosis 50-100 mg yang dapat ditoleransi
oleh tubuh.44 Tanda dan gejala defisiensi zinc antara lain diare, intoleransi
glukosa, hipospermia, gangguan kemotaksis, rabun senja, depresi, apatis dan
gangguan proses penyembuhan luka.51
2.3.1 Zinc dan Diabetes Melitus
Diabetes dapat terjadi karena defek pada sekresi insulin di pankreas,
defek kerja insulin di jaringan perifer ataupun kombinasi keduanya disertai
faktor-faktor resiko termasuk lingkungan ataupun genetik.24 Karakteristik diabetes antara
lain adanya hiperglikemia, kelainan metabolisme lipid dan stres oksidatif yang
jika tidak dikendalikan dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular.17
Sejak tahun 1970, struktur dan jalur biokimiawi insulin baru dapat
diketahui. Insulin di sekresikan oleh sel β pankreas sebagai peptida rantai tunggal
yang dihubungkan oleh dua rantai ikatan disulfida yang disebut proinsulin.
Proinsulin ini dipecah oleh C-peptida membentuk molekul dua rantai peptida
(α,β). Rantai peptida (α,β) berikatan dengan 51 asam amino oleh ikatan disulfida
yang disebut monomer insulin. Monomer insulin ini akan disimpan dalam bentuk
dimerik dan akan di sekresikan bila diperlukan tubuh dalam bentuk kristal zinc.52
Insulin-zinc disekresi melalui proses eksositosis dengan pompa kalsium
oleh granula sekresi sel β pankreas disertai perubahan membran dan potensial
membran pada sel tersebut. Pada proses ini terjadi juga perubahan pada
membran.53 Sel β pankreas sangat memerlukan zinc dalam proses sekresi,
penyimpanan dan mekanisme kerja insulin dalam kontrol gula darah.24
Metabolisme zinc yang abnormal mempunyai peranan dalam patogenesis
terjadinya DM dan komplikasinya terutama kegagalan dalam proses
[image:41.595.115.479.273.583.2]penyembuhan luka.54 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas dapat dilihat pada
gambar 2.4.
Gambar 2.4 Peran zinc dalam fisiologi sel β pankreas Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 23
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa zinc disekresikan oleh sel β
pankreas sebagai respon terhadap konsentrasi gula yang meningkat dalam tubuh.
Peningkatan kadar glukosa akan mempengaruhi homeostatis (keseimbangan) zinc
dari dalam tubuh (hypozincemia).53,55 Hypozincemia dapat terjadi akibat
menurunnya absorbsi gastrointestinal, ekskresi zinc yang berlebihan
(hyperzincuria) ataupun keduanya dengan mekanisme yang belum sepenuhnya
diketahui secara jelas hingga saat ini. Pada penelitian terhadap 30 pasien diabetes
diperoleh hasil sekitar 40% penderita dengan penurunan zinc serum. Pada
penelitian lainnya juga didapatkan korelasi yang positif antara ekskresi zinc dan
konsentrasi HbA1c. Terdapat juga satu studi lain terhadap penderita DM tipe-2
yang menunjukkan terapi insulin dengan hyperzincuria dapat menurunkan kadar
hyperzincuria pada penderita DM sedangkan agen diabetik oral tidak dapat
memperbaiki keadaan hyperzincuria. Data ini menunjukkan hiperglikemia sebagai
dasar terjadinya hyperzincuria.52 Kurangnya zinc dalam tubuh dapat
memperburuk hal-hal yang mendasari terjadinya diabetes walaupun tidak
bertanggung jawab secara langsung sebagai faktor penyebab terjadinya diabetes.
Penurunan kadar zinc akibat hyperzincuria karena keadaan hiperglikemia tubuh
dapat mempengaruhi kembali kemampuan dari sel β pankreas untuk memproduksi
[image:42.595.167.464.532.660.2]dan mensekresi insulin.24,55 Skematik respon sel β terhadap stimulasi glukosa dapat dilihat pada gambar 2.5
Spesies oksigen reaktif dan radikal bebas lainnya yang dihasilkan selama
proses metabolik normal pada tubuh akan didetoksifikasi oleh mekanisme
antioksidan natural seperti glutation, katalase, superoksida dismutase,
metallothionein. Pada lingkungan dan fisiologi abnormal seperti pada penderita
DM akan terjadi produksi radikal bebas yang berlebihan atau terjadi insufisiensi
detoksifikasi terhadap radikal bebas sehingga terjadi stres oksidatif yang akan
menyebabkan kerusakkan pada sel jaringan tubuh manusia.17 Stres oksidatif
mempunyai peranan dalam patogenesis DM tipe-1 dan DM tipe-2. Stres oksidatif
juga dapat mengakibatkan meningkatkan terjadinya komplikasi diabetes kronis.7
Beberapa macam radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif dan radikal bebas
hidroksil yang terbentuk oleh akibat keadaan hiperglikemia akan menginduksi
terjadinya destruksi pada sel β pankreas.7,17
2.3.2 Zinc dan proses penyembuhan luka
Zinc terletak di matriks intraselular dan ekstraselular pada jaringan
epidermis dan dermis dalam bentuk protein kompleks dimana zinc berfungsi
sebagai stabilisator membran sel, ko-faktor esensial, mitosis, migrasi dan maturasi
dari sel.41 Zinc sebagai ko-faktor dalam sejumlah faktor transkripsi dan sistem
enzim termasuk matriks metaloproteinase (MMP), enzim superoksida dismutase
(SOD), metallothionein (MT), alkalin fosfatase. MMP menghidrolisis hampir
semua struktur protein dari matriks ekstraselular (ECM), seperti kolagen dan
elastin.15 MMP akan memperbanyak auto-debridement dan migrasi keratinosit
selama penyembuhan luka. Resistensi zinc terhadap apoptosis epitel dalam
membran sel dan sitoproteksi terhadap reaktive oxygen species (ROS) dan toksin
bakteri melalui aktivitas antioksidan zinc dengan MT dan superoksida dismutase
(metalloenzyme).14,15 MT, merupakan protein pengikat dengan berat molekul yang
rendah dan mengandung 30% sistein. Ikatan protein dengan trace element sangat
penting dalam distribusi zinc pada area target untuk metabolisme dan ekskresi.
MT berperan dalam penyimpanan dan transportasi zinc.19,41 Didalam sel, 30-40%
zinc berikatan dengan protein dalam inti, 50% terletak dalam sitoplasma, dan
sisanya dalam membran sel.19 Zinc intraselular mengandung kompleks MT. MT
akan mengatur intraselular zinc untuk enzim, molekul gen-regulasi dan
penyimpanan zinc. Banyak peristiwa biokimia dan molekular dalam proses
penyembuhan luka akan dapat dipercepat dengan penambahan suplemen zinc
melalui regulasi MT dan MMP.15 Salah satu bukti dari peran zinc dalam proses
penyembuhan luka didapat melalui gambaran metalloenzyme zinc seperti alkalin
fosfatase, RNA dan DNA polimerase serta MMP. Alkalin fosfastase merupakan
penanda sensitif bagi pembuluh darah di dermis dan tahap awal proses inflamasi
dan proliferasi jaringan ikat. Alkalin fosfatase dalam metabolisme adenosin
monofosfat berperan untuk menekan proses inflamasi. Polimerase DNA sebagai
penanda adanya proliferasi sel dalam suatu proses penyembuhan luka.41 Fungsi
Gambar 2.6. Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 15
Zinc merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan pada proses
biologis seperti pertumbuhan, perkembangan, fungsi neurologis, reproduksi dan
juga imunitas.56 Pentingnya zinc dalam faktor imunitas, ditandai dengan adanya
efek disfungsi imunitas berupa atrofi timus, limfopenia, gangguan imunitas
spesifik, inflamasi kronis.19,56 Perubahan status zinc mempengaruhi beberapa jenis
sel imunitas yang terlibat dalam imunitas bawaan seperti sel natural killer,sel
mast, eosinofil, basofil dan sel-sel fagositosis (makrofag, netrofil) dan imunitas
yang didapat berupa pengenalan antigen spesifik limfosit terhadap antigen selama
infeksi virus ataupun imunisasi dan perkembangan imunitas memori.56 Zinc juga
zinc mempengaruhi aktivitas biologis dan produksi sitokin-sitokin seperti IL-1,
IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-ᵧ, TNF-α.18,56 Penelitian lainya juga menunjukkan
defisiensi zinc pada manusia dapat disertai ketidakseimbangan fungsi Th1 dan
Th2 dalam sel yang menyebabkan gangguan regulasi sistem tubuh terhadap
infeksi.56 Pemberian suplemen zinc pada individu yang rentan, dapat mencegah
penurunan sistem imunitas tubuh dan secara substansial dapat meningkatkan daya
[image:46.595.151.528.350.616.2]tahan tubuh terhadap infeksi.15 Peranan zinc dalam sel-sel imun dapat dilihat pada
gambar 2.7
Gambar 2.7. Peranan zinc dalam sel-sel imun Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 18
2.5 Kerangka Teori Mikroangiopati Kadar Zinc menurun Resistensi Insulin dan/atau Defisiensi Insulin Ulkus Diabetikum Diabetes Melitus Makroangiopati
KGD meningkat
Kontrol Glikemik berkurang
Fase inflamasi memanjang
Proses penyembuhan luka terhambat Fase Proliferase memendek Remodelling terhambat Gradasi 1 Gradasi 2 Gradasi 4 Gradasi 5 Gradasi 3 Gradasi 2
Alkalin Posfatase RNA Polimerase & DNA Polimerase
Matriks Metaloproteinase
Superoksida Dismutase (SOD)
Metalotionein (MT)
Stress Oksidatif meningkat Superoksida Dismutase (SOD)
Metalotionein (MT) Imunitas menurun
[image:47.595.83.542.112.649.2]Infeksi meningkat
Gambar 2.8 Kerangka Teori
2.6 Kerangka Konsep
Ulkus Diabetikum
UD
Gradasi 0
Gradasi 1
Gradasi 2
Gradasi 3
Gradasi 4
Gradasi 5
Kadar Zinc Plasma
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan pendekatan
cross-sectional (potong lintang) untuk mengetahui hubungan antara kadar zinc
plasma dengan gradasi ulkus diabetikum.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2013- Maret 2014, bertempat
di Rindu A1 dan Rindu A2 RSUP. H. Adam Malik Medan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi target
Pasien DM dengan ulkus diabetikum
3.3.2 Populasi terjangkau
Pasien DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum yang dirawat di Rindu
A1 dan Rindu A2 RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan
Agustus 2013.
3.3.3 Sampel
Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi
3.4 Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel, maka digunakan rumus berikut.57
Rumus : n = SB2[
( ) ]
Z 1 –α : Tingkat signifikan.
Z 1 –β : Power penelitian
SB : Nilai standard deviasi populasi pada penelitian sebelumnya28
μ1 : Nilai rata-rata populasi19
μ2 : Nilai rata-rata populasi yang diharapkan
Maka : n = 27,92 [
]
= 42 orang
Jumlah sampel penderita UD yang di ikutsertakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 50 orang
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Sampel penelitian diambil dengan cara consecutive sampling
3.6 Identifikasi Variabel
3.6.1 Variabel bebas : ulkus diabetikum
3.7 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.7.1 Kriteria inklusi
1. Pasien DM tipe-2 dengan ulkus diabetikum.
2. Pasien dewasa umur 20-60 tahun.
3.7.2 Kriteria eksklusi
1. Penderita penyakit hati, ginjal, diare kronik, penyakit kanker.
2. Penderita yang sedang hamil / menyusui.
3. Penderita dengan riwayat alkoholik.
4. Penderita yang merupakan seorang perokok berat
5. Penderita yang sedang mendapat suplemen berupa besi, cuprum,
magnesium, kalsium, fosfor.
6. Penderita dengan luka bakar yang luas.
7. Penderita dengan fistula gastrointestinal.
8. Penderita dengan HIV-AIDS.
9. Penderita dengan penyakit kulit seperti akrodermatitis enteropatika,
psoriasis, kusta, hiperhidrosis dan akne vulgaris.
10. Penderita yang sedang mengkonsumsi obat-obatan yang berpengaruh
dalam absorbsi zinc seperti diuretik (ACE- inhibitor, thiazid),
cimetidin, penisilamin, kemoterapi.
11. Penderita yang sedang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
menghambat proses penyembuhan luka seperti kortikosteroid oral
dan/atau topikal, obat anti-koagulasi (aspirin).
3.8 Cara Penelitian
3.8.1. Penjelasan kepada pasien mengenai tujuan, cara dan manfaat
pemeriksaan ini dan selanjutnya pasien yang akan menjadi sampel
terlebih dahulu menandatangani informed consent
3.8.2. Pencatatan data dasar
a. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Rindu A1 dan
Rindu A2 RSUP H. Adam Malik Medan.
b. Pencatatan data dasar meliputi identitas penderita, anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologis.
c. Diagnosis dan gradasi UD ditegakkan secara klinis oleh peneliti
bersama dengan pembimbing dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
sebagai dokter ruangan penanggungjawab di Rindu A1 dan Rindu
A2 RSUP H. Adam Malik Medan
3.8.3. Pemeriksaan Kadar zinc plasma pada pasien UD
a. Pemeriksaan kadar zinc plasma dilakukan di Laboratorium klinik
Paramita Medan oleh petugas laboratorium.
b. Pengambilan sampel dilakukan oleh peneliti dan pengambilan
darah dilakukan 4 jam sesudah sarapan pagi.
c. Persiapan alat dan bahan :
1) spuit 3 cc
2) torniquet
3) kapas
4) plester
5) povidon iodine
6) alkohol 70 %
d. Cara pengambilan darah :
1) Darah diambil secara punksi vena pada vena mediana
cubiti, di lipatan siku
2) Torniquet diikatkan diatas lipatan siku, kemudian tangan
dikepal
3) Pada daerah yang akan dipunksi dilakukan desinfeksi
dengan larutan povidon iodin 10% dan alkohol 70 %.
4) Tusukkan jarum dengan kedalaman 1,25 inci dengan sudut
450 terhadap permukaan lengan.
5) Ambil darah hingga volume yang dibutuhkan kemudian
genggaman dilepaskan.
6) Lepaskan tourniquet dan daerah punksi ditekan dengan
kapas beralkohol 70%.
7) Daerah punksi ditutup dengan plester.
8) Darah dimasukkan kedalam tabung berisi antikoagulan.
e. Cara pemeriksaan kadar zinc
1) Zinc dalam plasma yang diperlukan untuk sampel sebanyak
0,5 ml.
2) Untuk pemeriksaan zinc plasma harus segera dipisahkan
dari sel darah dalam waktu kurang dari 1 jam
3) Pada pemeriksaan zinc plasma digunakan tes colorimetric
3.9 Batasan operasional
1. DM tipe-2 adalah sindrom kelainan metabolik dengan hiperglikemia yang