• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi berdasarkan status petani: studi kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi berdasarkan status petani: studi kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

(Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur,

Kabupaten Bogor)

STEFANI ANGELIA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

STEFANI ANGELIA. Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh

SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.  

Lahan merupakan tempat bagi petani untuk melakukan proses usahataninya. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang. Kondisi ini tentu menimbulkan dampak, salah satunya adalah banyaknya petani yang memiliki luas lahan yang sempit dan juga tidak sedikit petani yang tidak memiliki lahan garapan.

Petani yang mempunyai lahan sempit dan juga petani yang tidak memiliki lahan terkadang harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menjadi petani bagi hasil/penyakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan. Petani sering kali merasa dirugikan dengan sistem ini. Petani yang tidak memiliki lahan milik sendiri harus dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap. Keberlangsungan petani penggarap (bagi hasil/sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Selain itu, petani penggarap, pada umumnya kurang mempunyai modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga sulit untuk meningkatkan pendapatan petani.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi pada usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap, (2) Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi berdasarkan status petani dan (3) Menganalisis pengaruh status petani terhadap biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima dalam usahatani. Penelitian dilakukan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur karena melihat bahwa banyak petani di daerah tersebut memiliki lahan yang sempit dan juga tidak sedikit petani yang harus mengolah lahan milik orang lain karena tidak memiliki lahan sendiri.

Berdasarkan analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk petani pemilik penggarap menunjukkan bahwa hanya faktor produksi luas lahan dan tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan faktor produksi benih, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pestisida padat dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk petani penggarap menunjukkan bahwa hanya faktor produksi pupuk KCl, pestisida cair dan tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan faktor produksi luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk SP-36 dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.

(3)

Hal ini diduga disebabkan oleh perilaku kedua golangan petani di Desa Pasir Gaok sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas usahataninya tidak jauh berbeda.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap di daerah penelitian secara umum dikatakan layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk petani pemilik penggarap masing-masing sebesar 3,28 dan 2,28. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk petani penggarap masing-masing sebesar 1,74 dan 1,68. Jika dilihat dari sisi biaya, petani penggarap harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan petani pemilik penggarap. Hal ini cukup merugikan petani penggarap karena harus mengeluarkan biaya bagi hasil dengan proporsi yang cukup besar.

 

(4)

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

(Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur,

Kabupaten Bogor)

STEFANI ANGELIA

H44061913

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor).

Nama : Stefani Angelia

NIM : H44061913

Menyetujui, Pembimbing,

(Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc) NIP.19480601 197301 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT) NIP. 19660717 199203 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR

PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN

STATUS PETANI (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur,

Kabupaten Bogor)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN

MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI

DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS

ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Stefani Angelia lahir pada tanggal 12 April 1988 di Kota

Bogor. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sumarto

Yusuf dan Indra Helenawati. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah

SD Angkasa I Kota Bogor dan lulus tahun 2000, kemudian melanjutkan ke

SLTPN 4 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis

melanjutkan ke SMAN 2 Kota Bogor sampai dengan tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Program

mayor yang diambil penulis adalah Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang

berjudul “Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan

Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir

Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor)” ini dibuat sebagai syarat

untuk menyelesaikan program sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah status kepemilikan atas

lahan mempengaruhi tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan

pendapatan usahatani di tempat penelitian. Namun demikian, sangat disadari

masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk

itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan

skripsi ini sehingga skripsi ini dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi

penulis tetapi juga bagi orang yang membacanya.

Bogor, Maret 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan moril, semangat, bimbingan dan arahan dari semua pihak.

Maka itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, papa dan mama, untuk segenap kasih sayang,

pengorbanan, kesabaran, nasehat, dan doa yang tiada henti bagi penulis agar

memperoleh hasil yang terbaik.

2. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik yang

membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Bapak Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen penguji utama dan Ibu Pini

Wijayanti, SP, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen atas kesediaan,

kritikan, dan masukan yang berharga bagi penulis.

4. Kakekku Sutandar yang telah membantu memberikan dukungan dan fasilitas

untuk kelancaran skripsi ini.

5. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing akademik dan segenap

dosen-dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu,

kesabaran, dan bimbingan yang telah diberikan.

6. Adikku Alda Yolanda dan Justine Imanuel tersayang yang selalu memberikan

bantuan, dorongan, semangat dan keceriaan serta selalu menemani penulis

dalam berbagi pengalaman hidup.

7. Ibu Rosita, Ibu Ming, ibu Indri, Ibu Luisye, om Wilson, tante Risma, dan

(10)

8. Teman-teman seperjuangan Devi dan Risca yang telah yang telah memberikan

semangat dan bantuan, serta teman-teman ESL 43 untuk semangat dan

doanya.

Bogor, Maret 2011

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Peneltian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Status Petani ... 9

2.2 Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Menggunakan Model Cobb-Douglas ... 10

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14

3.1.1 Konsep Usahatani ... 14

3.1.2 Pengaruh Status Petani Terhadap Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani ... 15

3.1.3 Konsep Fungsi Produksi ... 18

3.1.4 Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 25

3.1.5 Produktivitas ... 27

3.1.6 Pendapatan Usahatani ... 28

3.1.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/CRatio) ... 29

3.2 Hipotesis ... 30

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

IV. METODE PENELITIAN ... 33

4.1 Lokasi Penelitian ... 33

4.2 Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden ... 33

4.3 Metode Analisis Data ... 34

4.3.1 Analisis Fungsi Produksi ... 35

4.3.2 Analisis Efisiensi Faktor Produksi ... 39

4.3.3 Analisis Pendapatan Usahatani ... 40

4.3.4 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ... 41

4.4 Konsep Pengukuran Variabel ... 42

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 45

(12)

5.2.1 Umur Petani ... 47

5.2.2 Tingkat Pendidikan ... 48

5.2.3 Status Usahatani ... 49

5.2.4 Luas Lahan Garapan ... 50

5.2.5 Pengalaman Usahatani ... 51

5.2.6 Keikutsertaan dalam Kelompok Tani ... 52

5.3 Gambaran Usahatani Padi ... 53

5.3.1 Sistem Budidaya Padi ... 54

5.3.1.1 Pengolahan Lahan ... 54

5.3.1.2 Penyemaian ... 54

5.3.1.3 Penanaman ... 55

5.3.1.4 Pemupukan ... 55

5.3.1.5 Penyiangan ... 56

5.3.1.6 Pemberantasan Hama dan Penyakit ... 56

5.3.1.7 Pemanenan ... 57

5.3.2 Penggunaan Sarana Produksi ... 57

5.3.2.1 Benih ... 57

5.3.2.2 Pupuk ... 58

5.3.2.3 Pestisida ... 59

5.3.2.4 Tenaga Kerja ... 60

5.3.2.5 Alat Pertanian ... 61

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI ... 62

6.1 Analisis Fungsi Produksi ... 62

6.2 Uji Kriteria Ekonometrika ... 67

6.3 Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ... 68

6.3.1 Analisis Elastisitas Produksi ... 68

6.3.2 Analisis Skala Usaha ... 75

6.4 Analisis Efisiensi Ekonomi ... 76

6.4.1 Petani Pemilik Penggarap ... 76

6.4.2 Petani Penggarap ... 79

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ... 83

7.1 Analisis Penerimaan Usahatani Padi ... 84

7.2 Analisis Biaya Usahatani Padi ... 85

7.3 Analisis Pendapatan Uahatani Padi ... 87

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

8.1 Kesimpulan ... 90

8.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Rata-rata Konsumsi Komoditas Pangan Pokok di Indonesia Tahun 2008 ... 2

2 Jumlah Penduduk Desa Pasir Gaok Menurut Umur Tahun 2009 ... 46

3 Jumlah Penduduk Desa Pasir Gaok Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2009 ... 46

4 Jumlah Penduduk Desa Pasir Gaok Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009 ... 47

5 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Umur Petani di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 48

6 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 49

7 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Status Usahatani di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 49

8 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 50

9 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Pengalaman Usahatani di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 52

10 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kelompok Tani di Desa Pasir Gaok Tahun 2010... 53

11 Rata-rata Penggunaan Pupuk per Hektar untuk Petani Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 58

12 Rata-rata Penggunaan Pestisida per Hektar untuk Petani Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 60

(14)

14 Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Padi yang Diusahakan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 65

15 Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas yang Membandingkan Efisiensi Faktor Produksi antara petani pemilik penggarap dengan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 66

16 Rasio NPM dengan BKM dan Kombinasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi yang Optimal Pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Per Luasan Lahan yang diusahakan Petani Pemilik Penggarap Tahun 2009 ... 77

17 Rasio NPM dengan BKM dan Kombinasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi yang Optimal Pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Per Luasan Lahan yang diusahakan Petani Penggarap Tahun 2009 ... 81

18 Analisis Penerimaan Usahatani Padi Per Hektar Petani Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 85

19 Analisis Biaya Usahatani Per Hektar Padi Petani Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 86

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva Fungsi produksi ... 21

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Karakteristik Responden Petani Pemilik Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 94

2 Karakteristik Responden Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 95

3 Analisis Regresi untuk Petani Pemilik Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 96

4 Analisis Regresi untuk Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok 98

5 Analisis Regresi untuk Petani Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 100

6 Perhitungan Analisis Pendapatan untuk Petani Pemilik Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 102

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan

harapan tidak hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan, tetapi juga dalam

penyediaan kesempatan kerja, sumber pendapatan, penyumbang devisa dan

pertumbuhan ekonomi nasional. Bulan Agustus tahun 2010, sektor pertanian

menyerap tenaga kerja sebanyak 41,5 persen. Angka tersebut jauh dibandingkan

penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan dan industri yang

masing-masing hanya sebanyak 22,5 persen dan 13,8 persen1.

Namun, perubahan senantiasa terjadi terutama terkait dengan peran sektor

pertanian dalam memenuhi pangan masyarakat. Seiring dengan semakin

bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan ketidakseimbangan antara tingkat

produksi pertanian dengan tingkat konsumsi pangan masyarakat. Fenomena ini

pernah dipaparkan oleh Thomas Robert Malthus, yang mengatakan bahwa jumlah

penduduk meningkat tidak terkendali mengikuti deret ukur sementara jumlah

pangan meningkat mengikuti deret hitung. Oleh karena itu, populasi penduduk

cenderung meningkat di atas batas ketersediaan pangan.

Salah satu komoditas pangan yang mempunyai posisi penting dalam

memenuhi kebutuhan pangan adalah beras. Beras merupakan komoditi yang

penting tidak hanya untuk Indonesia, tetapi untuk sebagian besar negara-negara

Asia. Beras bagi Indonesia merupakan makanan pokok utama dengan tingkat

partisipasi konsumsi beras mencapai sekitar 95 persen, artinya 95 persen rumah

1

(18)

tangga di Indonesia mengkonsumsi beras (Amang dan sawit,1999). Data BPS

tahun 2008 menyebutkan bahwa tingkat konsumsi beras per kapita masyarakat

Indonesia sebesar 104,9 kg per tahun (Tabel 1)2. Angka konsumsi komoditas beras lebih besar dibandingkan dengan angka konsumsi komoditas pangan yang

lain. Hal ini mengindikasikan bahwa beras merupakan komoditas pangan

terpenting karena pola konsumsi masyarakat Indonesia yang cenderung

mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok utama.

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Komoditas Pangan Pokok di Indonesia Tahun 2008

No. Komoditas Pangan Konsumsi per Kapita per Tahun (Kg)

1 Beras 104,9

2 Jagung 2,9

3 Terigu 11,2

4 Ubi Kayu 13,0

5 Ubi Jalar 2,8

6 Sagu 0,5

7 Umbi lainnya 0,6

Banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi beras dan jumlah penduduk

yang semakin bertambah menyebabkan permintaan beras pun meningkat.

Kelangkaan akan terjadi jika produksi beras tidak dapat mencukupi kebutuhan

konsumsi beras yang terus meningkat. Tuntutan tersebut membawa perubahan

pada sistem pertanian yang ada.

Revolusi hijau merupakan salah satu upaya memecahkan masalah

kelangkaan dengan cara merubah sistem pertanian tradisional menjadi sistem

pertanian dengan teknologi tinggi. Konsep Revolusi Hijau di Indonesia dikenal

sebagai gerakan (Bimas) bimbingan masyarakat adalah program nasional untuk

meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut

2

(19)

dilatarbelakangi suatu keyakinan bahwa beras adalah komoditas strategis baik

ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga

komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha

Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil produksi serta adanya dukungan

kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada

swasembada beras.

Namun, dalam jangka panjang gerakan Bimas tidak dapat memotivasi

petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Karena kenyataan yang terjadi

adalah petani sering kali dihadapkan pada berbagai masalah di lapangan, misalnya

permasalahan harga input pertanian seperti tingginya harga pupuk. Kondisi seperti

ini membuat petani kesulitan dalam hal modal. Selain harga pupuk yang tinggi,

petani juga dihadapkan pada masalah harga gabah yang tidak stabil. Kedua

masalah tersebut tidak memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan

produksinya di saat tingginya permintaan beras. Selain dua permasalahan di atas,

pada sektor pertanian dapat dideteksi beberapa masalah, antara lain kebutuhan

pangan (juga termasuk sandang), masalah kesempatan kerja, dan kualitas sumber

daya manusia yang semuanya terakumulasi sebagai masalah: 1) persediaan tanah

yang semakin sempit, 2) kebutuhan pangan yang semakin tidak terpenuhi, 3)

tingkat pengangguran yang semakin tinggi, serta 4) masalah sosial tentang

kepemilikan lahan (Daniel, 2004).

Usaha pertanian, terutama usahatani kecil dan berikut petani kecil sering,

dan bahkan selalu kalah dalam bersaing. Petani kecil selalu kalah dari usahatani

besar dan petani besarnya, serta usaha-usaha non pertanian. Masalah tersebut

(20)

menjauhi pemusatan penduduk dan pusat pengembangan. Kedua, semakin

banyaknya lahan pertanian lepas dari petani kecil baik itu keluar dari usahatani

atau akan beralih ke petani besar. Ketiga, adanya pergeseran dari petani menjadi

buruh tani atau ke profesi lain. Keempat, semakin sempitnya

penguasaan/pemilikan serta penguasaan lahan pertanian, atau lebih tepat disebut

makin sempitnya skala usahatani (Hernanto, 1996).

1.2 Perumusan Masalah

Selain modal, salah satu faktor produksi yang penting adalah lahan. Lahan

merupakan tempat bagi petani untuk melakukan proses usahataninya. Seiring

dengan bertambahnya jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian

mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang. Kondisi ini tentu

menimbulkan dampak, salah satunya adalah banyaknya petani yang memiliki luas

lahan yang sempit dan juga tidak sedikit petani yang tidak memiliki lahan

garapan. Kepemilikan lahan petani yang semakin sempit menjadikan luas tanam

padi terbatas. Rata-rata luas lahan perkapita pertanian kita hanya mencapai 0,09

hektar, dan sekitar 53 persen dari rumah tangga tani menguasai lahan kurang dari

0,5 hektar. Data PATANAS di pulau Jawa menunjukkan gambaran yang lebih

drastis lagi, dimana sekitar 88 persen rumah tangga hanya menguasai lahan

kurang dari 0,5 hektar. Data sensus pertanian, jumlah petani gurem (luas garapan

kurang dari 0,5 hektar) meningkat dari 10,8 juta KK (kepala keluarga) tahun 1993

menjadi 13,7 juta KK tahun 2003. Di pulau Jawa jumlah petani gurem mencapai

75 persen dari seluruh total rumah tangga petani3.

3

Undang Undang Lahan Pertanian Hanya Memperburuk Nasib Petani Gurem.

(21)

Petani yang memiliki lahan yang sempit sering disebut petani gurem (petani

miskin). Kebanyakan kehidupan mereka berada pada tingkat memprihatinkan.

Petani-petani tersebut memiliki ciri-ciri antara lain: (1) memiliki lahan kurang dari

0,5 hektar, (2) modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan

satu-satunya faktor produksi yang digunakan, (3) teknologi yang digunakan

sangat sederhana, (4) mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah, (5) pasar

terbatas, (6) dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak memiliki akses terhadap

dunia perbankan, (7) memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) yang

rendah dan (8) kesulitan dalam merespon teknologi, karena terbatasnya kualitas

SDM (Handayani, 2006).

Hernanto (1996) membedakan empat golongan petani berdasarkan tanahnya,

yaitu: a) petani luas (lebih dari 2 hektar), b) petani sedang (0,5-2 hektar), c) petani

sempit (0,5 hektar), dan d) buruh tani tidak bertanah. Perbedaan golongan petani

berdasar luas tanah tersebut akan berpengaruh terhadap sumber dan distribusi

pendapatannya.

Petani yang mempunyai lahan sempit dan juga petani yang tidak memiliki

lahan terkadang harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menjadi petani bagi

hasil/penyakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan.

Petani sering kali merasa dirugikan dengan sistem ini. Petani yang tidak memiliki

lahan milik sendiri harus dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap.

Keberlangsungan petani penggarap (bagi hasil/sakap) dalam menggarap

tergantung dari pemilik lahan. Selain itu, petani penggarap, pada umumnya

kurang mempunyai modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola

(22)

besar penduduk Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur menggantungkan

hidupnya di sektor pertanian. Hampir seluruh hasil panen di daerah penelitian

hanya untuk konsumsi dan petani tidak mendapatkan penerimaan secara tunai dari

hasil produksi padi namun petani di Desa Pasir Gaok merasakan manfaat yang

cukup besar dengan menanam padi. Manfaat yang dirasakan petani adalah dapat

menghemat pengeluaran untuk membeli makanan pokok yaitu beras. Data yang

didapat dari kantor Desa Pasir Gaok yaitu ada sekitar 532 orang yang mempunyai

mata pencaharian sebagai petani padi. Berdasarkan status petani, petani di Desa

Pasir Gaok memang masih banyak yang berstatus sebagai petani pemilik

penggarap, namun tidak sedikit juga petani yang berstatus sebagai penggarap

yaitu petani yang tidak memiliki lahan milik sendiri dan menggarap lahan milik

orang lain. Melihat permasalahan di atas maka menarik untuk mengkaji beberapa

hal:

1. Faktor-faktor produksi apa yang berpengaruh terhadap produksi padi pada

usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik pengarap dan petani penggarap

di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur?

2. Bagaimana efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi di

Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, menurut status petani?

3. Bagaimana pengaruh status petani terhadap biaya dan pendapatan yang

dikeluarkan dalam usahatani di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur?

1.3 Tujuan Penelitian

(23)

1. Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap

produksi padi pada usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap

dan petani penggarap di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur.

2. Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada

usahatani padi di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, menurut status

petani.

3. Menganalisis pengaruh status petani terhadap biaya yang dikeluarkan dan

pendapatan yang diterima dalam usahatani di Desa Pasir Gaok, Kecamatan

Rancabungur

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi petani

di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur untuk pengusahaan produksi padi

yang lebih baik. Selain itu penelitian ini juga sebagai masukan dan bahan

pertimbangan bagi Dinas Pertanian setempat dan pemerintah daerah dalam

mengambil kebijakan pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan

petani. Penulis juga mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan

untuk penelitian selanjutnya, serta dapat memberikan manfaat berupa informasi

dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan

faktor produksi dan pendapatan petani yang dibedakan berdasarkan status petani.

Pengambilan data hanya dilakukan di satu desa yaitu Desa Pasir Gaok. Data yang

dikumpulkan dari usahatani padi adalah data yang mendukung terhadap analisis

(24)

padi. Perhitungan pendapatan petani diukur hanya berasal dari kegiatan usahatani

padi. Petani yang menjadi responden dibedakan menurut status petani yaitu petani

pemilik penggarap dan petani penggarap. Dalam penelitian ini yang dimaksud

petani pemilik penggarap adalah petani yang memiliki dan menguasai lahan

sawah dan mengusahakannya sendiri. Sedangkan yang dimaksud petani

penggarap adalah petani yang menyelenggarakan usahataninya di atas lahan milik

orang lain. Petani penggarap dalam penelitian ini adalah petani bagi hasil atau

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Petani

Pendapatan yang diterima seorang petani dalam satu musim/satu tahun

berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang

petani yang mengusahakan pada luasan lahan yang sama dari musim ke musim

menerima pendapatan yang berbeda-beda juga dari tahun ke tahun. Berbagai

faktor mempengaruhi pendapatan petani, namun ada beberapa faktor yang tidak

dapat diubah, yaitu iklim dan jenis tanah. Kemampuan petani untuk

mempengaruhi iklim dan jenis tanah sangat terbatas. Sedangkan luas lahan,

efisiensi kerja dan efisiensi produksi masih ada dalam batas kemampuan petani

untuk mengubahnya (Soeharjo dan Patong, 1977).

Slamet dan Rafael (1984) dalam laporan penelitiannya menunjukkan bahwa

secara umum petani pemilik-penggarap lebih efisien dalam menggunakan

faktor-faktor produksi, terutama penggunaan benih dan pupuk serta obat, dan sedikit

kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja luar keluarga bila dibandingkan

dengan petani penggarap. Sedangkan hasil analisis efisiensi secara teknis

faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja keluarga maka terlihat bahwa petani

pemilik-penggarap lebih efisien menggunakan tanah dan tenaga kerja keluarga

dibandingkan petani penggarap. Maka dapat disimpulkan bahwa status atas tanah

mempunyai pengaruh dalam efisiensi penggunaan faktor produksi atau

produktivitas padi sawah.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Porajouw (1990), diperoleh hasil

bahwa petani penyakap lebih efisien dalam mengalokasikan faktor-faktor

(26)

efisiennya petani penyakap disebabkan alokasi tenaga kerja yang lebih tinggi

daripada petani pemilik. Selain itu, efisiensi ekonomis tertinggi diperoleh petani

penyakap dibandingkan petani pemilik-penggarap. Sedangkan hasil penelitian

Handayani (2006) diketahui bahwa pendapatan dan profitabilitas yang diperoleh

dari usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan

milik (sakap). Hal ini dapat dilihat dari nilai (imbangan penerimaan dan biaya)

R/C rasio pada usahatani milik lebih besar daripada usahatani bukan milik (sakap)

karena pada usahatani bukan milik harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang

mencapai 60 persen dari total biaya

2.2 Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Menggunakan Model Cobb- Douglas

Berdasarkan analisis pendapatan usahatani padi sawah dan padi ladang,

petani memperoleh pendapatan yang positif atas biaya tetap dan biaya variabel.

Hal ini berarti dapat menutupi seluruh biaya produksi atau biaya total usahatani.

Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi padi

menunjukkan bahwa kondisi produksi padi di Desa Kragilan belum optimal. Rasio

antara (Nilai Produk Marginal) NPM dan (Biaya Korbanan Marginal) BKM dari

masing-masing faktor produksi menunjukkan hasil yang tidak sama dengan satu,

yang berarti bahwa jumlah penggunaan faktor produksi harus ditingkatkan atau

diturunkan untuk memperoleh hasil yang optimal (Retmawati 2005).

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi yang dilakukan oleh

Irawati (2006) di daerah penelitian diketahui bahwa petani non-program

pendapatan atas biaya tunai dan total lebih tinggi dibandingkan dengan petani

program PTT. Dilihat dari nilai R/C rasio pada saat kondisi optimal, petani

(27)

masing-masing 2,49 dan 2,01. Analisis pada penelitian ini menggunakan model

Cobb-Douglas. Baik petani program maupun non-program PTT belum efisien

dalam penggunaaan faktor-faktor produksi. Hal ini terlihat dari nilai NPM/BKM

yang tidak sama dengan satu.

Analisis pendapatan dan biaya usahatani menggambarkan biaya total yang

dikeluarkan oleh petani program PTT di Desa Cijengkol lebih rendah jika

dibandingkan dengan biaya total petani Desa Mulyasari. Kondisi ini disebabkan

biaya sewa lahan yang berbeda di antara dua daerah yang mempunyai

karakteristik geografis yang berbeda. Penggunaan faktor-faktor produksi baik

petani PTT di Desa Mulyasari dan Desa Cijengkol belum mencapai kondisi

optimal/efisien, karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu.

Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan terlihat bahwa penggunaan faktor

produksi usahatani masih bisa ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan dengan R/C rasio

pada biaya tunai lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio aktual (Disti, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2007) tentang analisis

pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah diketahui bahwa

penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi di daerah penelitian belum

mencapai efisien dan optimal karena rasio antara NPM dan BKM untuk setiap

faktor produksi tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi luas lahan, pupuk

urea, pupuk SP-36, pupuk ZA, pestisida, dan tenaga kerja, rasio NPM dan BKM

lebih dari satu. Rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi benih dan Kcl

memiliki rasio yang lebih kecil dari satu. Rasio NPM dan BKM dari kedua faktor

produksi tersebut memiliki nilai negatif yang disebabkan oleh nilai elastisitas

(28)

Diketahui dari penelitian yang dilakukan oleh Gopur (2009) mengenai

efisiensi produksi caisin bahwa faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh

nyata terhadap produksi caisin yaitu pestisida cair dan tenaga kerja, sementara

untuk faktor produksi benih, pupuk kimia, pupuk kandang dan pestisida padat

tidak berpengaruh nyata. Kesimpulannya yaitu, bahwa pada kegiatan usahatani

caisin, penggunaan input seperti pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair,

pestisida padat dan tenaga kerja belum efisien sehingga penggunaan harus

ditambah. Sementara untuk input benih tidak efisien karena penggunaannya sudah

berlebih.

Yulistia (2009), dengan penelitian mengenai analisis pendapatan dan

efisensi produksi usahatani belimbing dewa peserta primatani menyimpulkan

bahwa hadirnya primatani di kota Depok khususnya di Kelurahan Pasir Putih

belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani

peserta primatani. Hal ini diketahui dari pendapatan usahatani Belimbing Dewa

per hektar per tahun atas biaya tunai dan biaya total petani non peserta primatani

pada tahun 2008 lebih besar jika dibandingkan dengan petani peserta primatani.

Usahatani belimbing Dewa yang dijalankan petani peserta primatani dan non

peserta primatani sudah menguntungkan bagi petani. Hal ini terlihat dari nilai R/C

rasio pada petani primatani dan non primatani yang lebih besar dari satu. Namun

tingkat penggunaan faktor produksi pada petani primatani belum mencapai

kondisi optimal yang ditandai dari hasil rasio NPM/BKM yang tidak sama dengan

satu.

Status petani berdasarkan lahan yang digarapnya mempengaruhi tingkat

(29)

Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa petani pemilik penggarap lebih efisien

dalam penggunaan faktor-faktor produksi dibandingkan petani penggarap.

Kenyataan ini disebabkan oleh rasa tanggung jawab petani sawah atas miliknya

selain itu luas garapannya relatif kecil dan tidak terpencar-pencar sehingga

kontrolnya lebih baik dibanding petani penggarap yang mengusahakan beberapa

bidang milik orang lain. Pendapatan yang diperoleh petani pemilik penggarap

lebih besar dibandingkan petani penggarap karena petani penggarap harus

mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari biaya total atau

mengeluarkan biaya sewa lahan.

Model yang sering digunakan dalam analisis efisiensi faktor produksi adalah

model fungsi produksi Cobb-Douglas. Maka dengan kata lain efisiensi dengan

keuntungan maksimal tercapai pada saat nilai NPM sama dengan BKM.

Sedangkan untuk mengukur tingkat pendapatan petani pada umumnya digunakan

analisis R/C rasio. Semakin besar nilai R/C rasio menunjukan semakin semakin

besar penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan

(30)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Usahatani

Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam, kerja, dan

modal yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini

ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau

sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun

teritorial sebagai pengelolanya (Hernanto, 1996). Dari batasan itu dapat diketahui

bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah

(bersama dengan fasilitas yang ada di atas seperti bangunan-bangunan, saluran

air) dan tanaman ataupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong,1973).

Dari definisi mengenai usahatani dapat diturunkan pengertian adanya empat

unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani (Hernanto,1996):

a. Tanah

Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang: 1) relatif

langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, 2) distribusi penguasaannya

di masyarakat tidak merata. Tanah mempunyai sifat antara lain: 1) luas relatif

tetap atau dianggap tetap, 2) tidak dapat dipindah-pindahkan, 3) dapat

dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Karena sifatnya yang khusus

tersebut tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani,

meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok

(31)

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja usahatani merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal, dan

pengelolaan. Jenis tenaga kerja dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) tenaga kerja

manusia, 2) tenaga kerja ternak, dan 3) tenaga kerja mekanik.

c. Modal

Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Modal dalam pengertian

ekonomi merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi

lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barangbaru, yaitu

produksi pertanian. Modal yang tinggi di antara tiga faktor produksi yang lain,

khususnya modal operasional. Modal operasional dimaksudkan sebagai modal

dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti

sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan.

d. Pengelolaan (management)

Pengelolaaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir,

dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya

dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.

Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktifitas dari setiap faktor

maupun produktivitas dari usahanya.

3.1.2 Pengaruh Status Petani Terhadap Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani

Soeharjo dan Patong (1973) membedakan status petani dalam usahatani

(32)

1. Petani Pemilik (owner operator)

Petani pemilik ialah golongan petani yang memiliki tanah dan secara langsung

mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor-faktor produksi, baik berupa

tanah, peralatan dan sarana produksi yang digunakan adalah milik petani sendiri.

Dengan demikian petani pemilik bebas menentukan kebijaksanaan usahataninya,

tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang

sedikit berbeda statusnya ialah yang mengusahakan tanahnya sendiri dan juga

mengusahakan tanah orang lain (part owner operator). Keadaan semacam ini

timbul karena tanah yang dimilikinya kecil atau karena persediaan tenaga kerja

dalam keluarga banyak. Maka untuk mengaktifkan seluruh persediaan tenaga

kerja ini, petani tersebut mengusahakan tanah orang lain.

2. Petani penyewa

Petani penyewa ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain

dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya sewa dapat

berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelum

penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini tergantung pada perjanjian antara

pemilik tanah dengan penyewa. Jangka waktu dapat terjadi satu musim, satu

tahun, dua tahun atau jangka waktu yang lebih lama. Dalam sistem sewa, risiko

usahatani hanya ditanggung oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa

tanahnya tanpa dipengaruhi oleh risiko usahatani yang mungkin terjadi.

3. Penyakap

Penyakap ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan

sistem bagi-hasil. Resiko usahatani ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan

(33)

daerah. Biasanya bagi-hasil ini ditentukan oleh tradisi daerah masing-masing,

kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya permintaan dan penawaran, dan

peraturan negara yang berlaku. Menurut peraturan pemerintah, besarnya

bagi-hasil ialah 50 persen untuk pemilik dan 50 persen untuk penyakap setelah

dikurangi dengan biaya produksi yang berbentuk sarana.

Status petani mengenai kepemilikan lahan merupakan sesuatu yang penting

dalam proses produksi ataupun usahatani. Dalam proses usahatani, petani pemilik

penggarap sering kali lebih efisien dalam menggunakan faktor-faktor produksi

dibandingkan dengan petani penyewa ataupun penyakap. Hal ini karena petani

pemilik penggarap biasanya memiliki luas garapan yang relatif kecil dan tidak

terpencar-pencar sehingga kontrolnya lebih baik dari pada petani penggarap

(petani penyewa dan penyakap) yang mengusahakan luas lahan garapan yang

cukup luas. Lahan yang diusahakan oleh petani penggarap biasanya letaknya

terpencar-pencar karena berasal dari beberapa bidang lahan milik orang.

Usahatani yang memiliki lahan yang cukup luas, sering terjadi

ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi. Hal ini berdasarkan pada

pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang

mengarah pada segi efisiensi akan berkurang, karena hal berikut:

1. Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan,

dan tenaga kerja.

2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu, yang pada akhirnya

akan memepengaruhi efisiensi usaha pertanian teresebut.

3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam skala

(34)

3.1.3 Konsep Fungsi Produksi

Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya yang

digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor-faktor

produksi. Umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga

kerja, dan modal (Lipsey et al, 1995).

Hubungan antara input (factor-faktor produksi) dengan output (barang dan

jasa), para ekonom menggambarkan dengan menggunakan fungsi yang disebut

fungsi produksi (Nicholson, 2002). Fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang

menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel

yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan

variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi yang baik

hendaknya dapat dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara

fisik maupun ekonomi, mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi

(Soekartawi et al, 1986).

Menurut Doll dan Orazem (1984), dalam bentuk matematika sederhana,

fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = F(X1,X2,X3, … ,Xn) ……….. (3.1)

Keterangan :

Y = Hasil produksi (output)

X1,X2,X3, … ,Xn = Faktor-faktor produksi (input)

Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu

meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input

yang digunakan atau menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang

digunakan. Hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi

(35)

dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menaganalis peranan

masing-masing faktor produksi, maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu

salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel yang berubah-ubah,

sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.

Berdasarkan fungsi produksi dapat digambarkan Marginal Products (MP)

dan Average Products (AP). MP adalah tambahan produk yang dihasilkan dari

setiap menambah satu-satuan faktor produksi yang dipakai, sedangkan AP adalah

tingkat produktivitas yang dicapai oleh setiap satuan produksi. MP dan AP dapat

dirumuskan sebagai berikut (Daniel, 2004):

' f X Y put TambahanIn tput TambahanOu MP = Δ Δ =

= ………. (3.2)

X Y Input Output

AP = = ………. (3.3)

Perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor

produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas

produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari

persentase perubahan input. Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut

(Daniel, 2004): AP MP Y X X Y X X Y Y Ep = Δ Δ = Δ Δ

= . ………... (3.4)

Pada gambar 1, dapat dilihat hubungan antara Marginal Product (MP) dan

Average product (AP) yang menggambarkan perbandingan antara produksi total

dengan jumlah input yang digunakan. Pada saat produksi total meningkat,

produksi marjinal lebih besar dari produksi rata-rata dalam bentuk keadaan

(36)

1. Daerah I memperlihatkan Marginal Product (MP) lebih besar dari Average

Product (AP), hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input

(X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga AP mencapai

maksimal pada akhir daerah I.

2. Daerah II terjadi ketika MP menurun dan lebih rendah dari AP. Pada keadaan

ini MP sama atau lebih rendah dari AP, tetapi sama atau lebih tinggi dari nol.

Daerah II berada di antar X2 dan X3. Efisiensi variabel input diperoleh saat

awal daerah II.

3. Daerah III dicapai ketika MP negatif. Daerah III tercapai ketika jumlah

berlebih dari input variabel yang dikombinasikan dengan input tetap. Selain

itu pada kenyataannya total output mulai menurun.

Selain itu dari Gambar 1 juga dapat dilihat hubungan antara MP dan TP

serta MP dan AP dengan besar kecilnya elastisitas produksi (Ep) (Soekartawi,

2002):

- Ep = 1 bila AP mencapai maksimum atau bila AP sama dengan MP-nya.

- Ep = 0 terjadi saat MP = 0 dalam situasi AP sedang menurun.

- Ep > 1 terjadi bila TP menaik “increasing rate” dan AP juga menaik di daerah

I. Daerah ini menyatakan petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi

yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan.

- 0 < Ep < 1, dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak

diimbangi secara proposional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa

seperti ini terjadi di daerah II, di mana pada sejumlah input yang diberikan

(37)

- Ep < 0 yang berada di daerah III, pada situasi demikian TP dalam keadaan

menurun, nilai MP menjadi negatif dan AP dalam keadaan menurun. Maka

setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan bagi

petani yang bersangkutan.

Y=f (X)

TP

III II

I

X

X Y

MP/AP

AP

MP X1 X2 X3

Keterangan:

TP = Total Product

AP = Average Product

MP = Marginal Product

I = Daerah 0 sampai X2

II = Daerah X2 sampai X3

III = Daerah lebih dari X3 0

[image:37.595.84.525.195.711.2]

0

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi

(38)

Bentuk fungsi produksi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, seperti

fungsi linier, fungsi transidental, fungsi produksi semi-log, dan fungsi produksi

Cobb-Douglas. Diantara bentuk fungsi produksi tersebut yang paling sering

digunakan dalam menduga dalam menduga produksi dalam bidang pertanian

adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.

Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut

(Soekartawi, 2002):

Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 … Xnbn eu ……… (3.5)

Keterangan :

Y = Produksi

b0 = Intersep

b1 = Koefisien regresi penduga variabel ke i

xi = Jenis faktor produksi ke-i, dimana i = 1,2,3,…,n

e = Bilangan natural (e = 2,7182)

u = Unsur sisa (galat)

Peubah boneka (dummy varibel) digunakan jika di dalam model terdapat

peubah atau variabel yang bersifat kualitatif, yaitu peubah yang menunjukkan

kualitas, jenis, atau sifat. Dalam fungsi Cobb-Douglas dapat juga digunakan untuk

menguji fase pergerakan skala usaha (return to scale) yaitu decreasing return to

scale, constant return to scale, dan increasing return to scale.

Pemilihan model Cobb-Douglas karena pertimbangan kelebihan yang ada

pada model ini (Soekartawi,1991), antara lain:

a. Merupakan fungsi produksi yang banyak dipakai dalam penelitian khususnya

dalam bidang pertanian.

b. Bentuk fungsi Cobb-Douglas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

(39)

c. Parameter penduga yang terdapat dalam persamaan fungsi produksi ini

langsung dapat menunjukan besarnya elastisitas produksi (Ep) dari

masing-masing faktor produksi yang digunakan. Hal ini ditunjukan oleh turunan

pertama fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi,1991) yaitu:

Y = b0X1b1X2b2

y x x y Ep 1 1 . ∂ ∂

= ………...…… (3.6)

Untuk mencari elastisitas produksi X1, turunan variabel Y = b0X1b1X2b2

terhadap X1.

2 2 1 1 0 1 1 b b X X b b x

y =

∂ ∂

Persamaan tersebut dikali dengan

y x1 , diperoleh: 1 2 2 1 1 0 2 2 1 1 0 1 1 2 2 1 1 0 1 1 1 b X X b X X b b y x X X b b y x x

y = b b = b b b b =

∂ −

d. Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi (input) yang

digunakan merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha (return to

scale). Return to scale perlu diketahui apakah kegiatan dari suatu yang diteliti

tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to

scale.

1. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) > 1. Keadaan demikian

dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan

menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

2. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) = 1. Keadaan demikian

dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proposional

(40)

3. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) < 1. Keadaan demikian

dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi

proporsi penambahan produksi.

e. Perhitungan fungsi produksi Cobb-Douglas sederhana dapat

ditransformasikan dalam bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan

fungsi produksi tersebut sehingga menjadi:

Y a b Xi u

n

i

i +

+

=

= ln ln

ln

1

……… (3.7)

dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan

X = Variabel yang menjelaskan

A = Koefisien intersep

bi = Parameter variabel ke-i

u = Kesalahan pengganggu

i = 1,2,…,n

Namun fungsi produksi Cobb-Douglas juga mempunyai beberapa

kelemahan (Soekartawi,1991), yaitu:

1. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias bila

faktor-faktor produksi yang digunakan tidak lengkap.

2. Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf

penggunaan faktor produksi sama dengan nol.

3. Terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas adalah situasi dimana nilai-nilai

pengamatan dari X1…Xn mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel

X tertentu tidak begitu mempengaruhi Y tetapi justru dipengaruhi oleh

(41)

3.1.4 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi

Efisiensi terkait dengan perbandingan antara nilai hasil atau output terhadap

nilai masukan atau input (Lipsey et al, 1990). Menurut Soekartawi (2002), model

pengukuran efisiensi tergantung dari model yang dipakai. Umumnya model yang

dipakai adalah model fungsi produksi. Bila model fungsi produksi yang dipakai,

maka kondisi efisiensi harga yang dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana

mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk

marginal suatu input X sama dengan harga nilai produk (input) tersebut. Dengan

kata lain efisiensi dengan keuntungan maksimal tercapai pada saat Nilai Produk

Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM).

Konsep efisiensi mempunyai tiga pengertian yaitu efisiensi ekonomi,

efisiensi teknis, efisiensi alokatif. Efisiensi teknis dan alokatif merupakan

komponen dari efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis menyatakan sejumlah produk

yang dapat diperoleh dengan pengggunaan kombinasi masukan yang paling

sedikit. Sedangkan efisiensi alokatif menyatakan bahwa nilai produk marjinal

sama dengan opportunitas dari masukan dimana hal ini berarti setiap tambahan

biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu menghasilkan tambahan

penerimaan yang besarnya sama dengan tambahan biaya. Umumnya kondisi

efisiensi suatu perusahaan terkait dengan tujuan perusahaan yaitu

memaksimumkan keuntungan.

Keuntungan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan total

biaya. Secara sistematik keuntungan dapat ditulis sebagai berikut :

⎥ ⎦ ⎤ ⎢

+

− ⋅ =

Π

=

n

i

i

i X BTT

Px Py

Y

1

(42)

Keterangan:

Π = Keuntungan

Y = Hasil Produksi (output)

Py = Harga output per unit

Xi = Faktor produksi ke-i yang dipakai dalam proses produksi

Pxi = Harga faktor produksi ke-i

BTT = Biaya Tetap Total

i =1, 2, …, ∑

Keuntungan maksimal tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi

keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Secara

matematik dapat ditulis sebagai berikut:

0 = − ⋅ ∂ ∂ = ∂ Π ∂ i i i Px Py X Y

X ………... (3.9)

i i Px Py X Y = ⋅ ∂ ∂

= ……….. (3.10)

Keterangan: 1 X Y ∂ ∂

= Produk marginal faktor produksi ke-i

= MPxi . Py = Pxi

= NPMxi = BKMxi

NPMxi = Nilai Produkk Marginal xi

BKMxi = Biaya Korbanan Marginal xi

Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian

faktor produksi, maka persamaanya dapat ditulis sebagai berikut:

NPMxi = BKMxi

1 1 1 =

(43)

Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi, maka efisiensi tercapai

apabila:

1 ...

2 2

1

1 = = = =

i i BKMx NPMx BKMx

NPMx BKMx

NPMx

………. (3.11)

3.1.5 Produktivitas

Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah yang dikeluarkan (output)

dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung,

seperti tanah, bahan baku, dan tenaga kerja. Berdasarkan beberapa pengertian

tentang produktivitas, secara sederhana merupakan hubungan yang ada antara

barang yang diproduksi atau jasa-jasa yang diberikan (output/keluaran) dan

sumberdaya yang dikonsumsi dalam melakukan kegiatan produksi

(input/masukan).

Produktivitas yang lebih tinggi berarti lebih banyak dihasilkan dengan

menggunakan sumber yang sama, yakni dengan biaya seperti tanah, bahan baku,

waktu, mesin atau tenaga kerja. Produktivitas tidak hanya dilihat sebagai hasil

bagi antara jumlah yang dikeluarkan dengan jumlah yang dihasilkan, tetapi juga

sebagai hasil penjumlahan antara efektivitas dan efisiensi. Produktivitas adalah

pencapaian tingkat tertinggi dari kinerja dengan pemakaian sumber daya yang

minimum.

Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang

direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila semakin besar input yang

sebenarnya digunakan, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Akan tetapi

semakin kecil input, maka semakin rendah tingkat efisiensinya. Efektivitas

(44)

Efisiensi dan efektivitas yang tinggi menghasilkan produktivitas yang tinggi,

tetapi efektivitas yang tinggi dan efisiensi yang rendah mengakibatkan terjadinya

pemborosan atau rugi. Efisien yang tinggi dan efektivitas yang rendah artinya

tidak mencapai sasaran atau menyimpang dari target yang telah direncanakan.

Jadi efisien dan efektivitas memiliki hubungan yang sangat erat dalam hasil guna

dan daya guna.

3.1.6 Pendapatan Usahatani

Secara umum pendapatan merupakan hasil selisih antara penerimaan dengan

biaya yang dikorbankan. Usahatani juga menerapkan hal tersebut. Besar kecil

pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keberhasilan kegiatan

usahatani yang dilakukan. Untuk memperhitungkan pendapatan usahatani

diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran yang

diperhitungkan dalam jangka yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah nilai

produksi yang diperoleh dalam dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil

perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi

tersebut. Sementara itu, biaya atau pengeluaran produksi usahatani adalah biaya

yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya

menjadi produk (Hernanto,1996).

Menurut Hernanto (1996) ada empat pengelompokan biaya, yaitu biaya

tetap, biaya variabel, biaya tunai, dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan).

Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan

jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat berupa sewa

lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost besarnya akan

(45)

biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya

pengadaan benih, biaya tenaga kerja, biaya pestisida. Biaya tunai adalah biaya

yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap

maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih,

biaya pupuk, biaya tenaga kerja luar keluarga. Di lain pihak, biaya yang

diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan

petani. Biaya ini dapat termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya

diperhitungkan adalah sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga kerja dalam

keluarga.

3.1.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/CRatio)

Pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani tersebut

efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki fungsi efisien

penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai

perbandingan tertentu (Soeharjo dan Patong, 1973).

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) merupakan alat

analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan petani secara

finansial. Analisis ini menunjukan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh

dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin

basar nilai R/CRatio, maka menunjukan semakin besarnya penerimaan usahatani

yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. Jika

R/Cratio > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan

tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya atau secara

sederhana kegiatan usahatani layak. Apabila R/C ratio < 1, berarti setiap

(46)

lebih kecil dari pada tambahan biaya yang dikeluarkan atau secara sederhana

usahatani tidak layak untuk diusahakan. Tetapi jika R/C ratio = 1, perbandingan

antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang atau berada pada kondisi

keuntungan normal (normal profit).

3.2 Hipotesis

Dalam penelitian ini dikemukakan tiga hipotesis sebagai dasar analisis:

1. Produksi padi di Desa Pasir Gaok diduga dipengaruhi oleh luas lahan, benih,

pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pestisida padat, pestisida cair dan

tenaga kerja.

2. Status petani di Desa Pasir Gaok diduga mempengaruhi efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi.

3. Status petani di Desa Pasir Gaok diduga mempengaruhi biaya dan pendapatan

petani.

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Usahatani padi merupakan salah satu bagian dalam sektor pertanian yang

memiliki kontribusi yang cukup besar karena beras merupakan bahan pangan

utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kegiatan usahatani padi

menggunakaan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, pupuk dan

benih. Lahan merupakan salah satu modal utama bagi petani untuk usahataninya.

Meningkatnya jumlah penduduk dan terjadinya konversi lahan pertanian

mengakibatkan lahan pertanian menjadi berkurang. Hal ini berdampak pada

kepemilikan lahan petani.

Petani yang memiliki lahan sempit makin bertambah dan tidak sedikit petani

(47)

penggarap dan biasanya mereka melakukan sistem bagi hasil dengan pemilik

lahan. Petani akan berusaha meningkatkan produksi jika sistem yang dijalaninya

menguntungkan. Tetapi kenyataanya sistem bagi hasil seringkali merugikan

petani penggarap. Selain itu, pendapat kurang efisiennya sistem bagi hasil

disebabkan oleh pandangan bahwa petani penggarap tidak memiliki kebebasan

dalam memilih berbagai input yang digunakan dalam usahataninya. Petani

penggarap juga umumnya kurang memiliki modal dan kemampuan dalam

mengelola usataninya, sehingga sulit mendapatkan kesempatan untuk

meningkatkan produksi padi.

Pada penelitian ini dilakukan analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi usahatani padi dengan mengambil sampel petani yang telah

dibagi berdasarkan status petani yaitu petani pemilik penggarap dan petani

penggarap. Masing-masing sampel tersebut akan dianalisis tingkat efisiensi

penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi. Kerangka

(48)
[image:48.595.82.494.77.626.2]

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Petani pemilik penggarap

Petani penggarap Petani

Berdasarkan status petani

Produksi Padi Pendapatan Usahatani Padi

Analisis pendapatan dan

biaya Faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi padi

Analisis fungsi produksi (model Cobb-Douglas) Peningkatan jumlah penduduk dan

konversi lahan pertanian

Lahan pertanian berkurang dan perubahan status petani

Analisis efisiensi ekonomi produksi

Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani

Efisiensi Produksi Usahatani Padi dan Peningkatan

(49)

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

dengan sengaja (purposive) dan dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut

merupakan salah satu sentra produksi padi di Kecamatan Rancabungur. Selain itu,

di daerah tersebut walaupun lahan garapannya relatif sempit namun masih banyak

petani yang menggarap lahannya sendiri. Kegiatan pengumpulan data dilakukan

dari bulan Juni sampai Juli 2010. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh

data dan keterangan dari petani dan instansi-instansi yang terkait.

4.2 Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari jawaban atas pertanyaan yang diperoleh

melalui kuesioner dan wawancara pada responden (petani) maupun pihak-pihak

yang terkait lainnya. Responden dipilih dengan metode purposive sampling,

dimana pengambilan sample tidak dilakukan secara acak melainkan dengan

pertimbangan tertentu dan secara sengaja. Responden yang digunakan dalam

penelitian ini adalah petani padi sebanyak 60 orang yang diambil dari jumlah total

populasi petani padi di Desa Pasir Gaok. Kemudian dari total populasi petani padi,

responden dibagi lagi menurut status petani, yaitu 30 petani pemilik-penggarap

dan 30 petani penggarap. Menjelaskan karakteristik petani membutuhkan data

yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan

keluarga, pengalaman usahatani, status petani, luas lahan usahatani, dan

(50)

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi adalah luas sawah

garapan, varietas padi yang ditanam, produksi padi, penggunaan bibit, pupuk,

pestisida, tenaga kerja keluarga, tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja

hewan atau mesin serta penggunaan faktor-faktor produksi lainnya. Sedangkan

data yang digunakan untuk mengestimasi pendapatan dan biaya usahatani adalah

jumlah produksi, harga jual gabah, biaya input seperti harga benih, harga pupuk,

harga pestisida, dan sebagainya. Selain itu, diperlukan juga informasi mengenai

pembagian tanggung jawab/risiko dan besarnya bagian yang diterima penggarap,

serta informasi lainnya. Data sekunder digunakan untuk memperkuat data primer

yang diperoleh. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur di lembaga atau

instansi yang ada kaitannya dengan masalah penelitian seperti, Dinas Pertanian

Kabupaten Bogor, kantor Desa Pasir Gaok, kantor Kecamatan Rancabungur,

internet, dan sebagainya.

4.3 Metode Analisis Data

Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan

tujuan yang hendak dicapai. Data yang diperoleh dari hasil penelitian

dikumpulkan dan diolah untuk dilakukan analisis lebih lanjut baik secara kualitatif

maupun kuantitatif. Analisis kualitatif diringkas dari hasil wawancara mendalam

dengan beberapa narasumber untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan

aspek-aspek pertanian padi. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk

menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan

usahatani. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel

dan Minitab 14. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

(51)

efisiensi ekonomi produksi, analisis pendapatan usahatani, dan analisis rasio

penerimaan dan biaya (R/C rasio).

4.3.1 Analisis Fungsi Produksi

Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi

Cobb Douglas. Menurut Soekartawi (2002) Fungsi Cobb Douglas adalah suatu

fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel

yang satu disebut variabel dependent, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut

variabel independent, yang menjelaskan (X). Variabel yang digunakan untuk

menduga fungsi produksi padi adalah produksi padi (Y), luas lahan (X1), benih

(X2), pupuk urea (X3), pupuk SP-36 (X4), pupuk KCl (X5), pestisida padat (X6),

pestisida cair (X7), dan tenaga kerja (X8). Variabel tersebut dipakai untuk

menduga fungsi produksi padi yang diusahakan oleh petani pemilik penggarap

maupun petani penggarap. Sedangkan untuk menduga fungsi produksi

berdasarkan status petani, variabel yang digunakan adalah produksi padi (Y), luas

lahan (X1), benih (X2), pupuk urea (X3), pupuk SP-36 (X4), pupuk KCl (X5),

pestisida padat (X6), pestisida cair (X7), tenaga kerja(X8) dan status petani (D).

Variabel tersebut digunakan untuk menduga fungsi produksi padi yang

diusahakan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap. Secara

matematis fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis sebagai berikut:

Y = b0X1b1X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 X7b7 X8b8 eu ……… (4.1)

Y = b0X1b1X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 X7b7 X8b8 Db9eu ……… (4.2) Untuk mempermudah pendugaan terhadap persamaan maka persamaan

tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan

(52)

ln Y = ln b0 + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4 + b5lnX5 + b6lnX6 +

b7lnX7 + b8lnX8 + u

ln Y = ln b0 + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4 + b5lnX5 + b6lnX6 +

b7lnX7 + b8lnX8 + b9D + u Keterangan :

Y = Hasil produksi padi (Kg) per musim tanam

X1 = Luas lahan (Ha) per musim tanam

X2 = Jumlah benih (Kg) per musim tanam

X = Jumlah urea (Kg) per musim tanm

X4 = Jumlah pupuk SP-36 (Kg) per musim tanam

X5 = Jumlah pupuk KCl (Kg) per musim tanam

X6 = Jumlah pestisida padat (Kg) per musim tanam

X7 = Jumlah pestisida cair (Liter) per musim tanam

X8 = Jumlah tenaga kerja (HOK) per musim tanam

D = Dummy status petani, yang bernilai 1 untuk

Gambar

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009
Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur Petani di Desa Pasir Gaok Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

naik tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap mudah atau sulitnya terjadinya presipitasi (Wahyono : 1987). Hujan merupakan susunan kimia yang cukup kompleks dan

Fitria ulul asmi : seorang yang bekerja keras dan bertanggung jawab tanpa kenal waktu untuk menghidupi atau menafkahi keluarganya dan memiliki jiwa sosial yang baik,

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pula rekomendasi penyempurnaan atas peraturan perundang-undangan yang menjadi referensi atau dasar hukum

Maka Rasulullah SAW bersabda, &#34;Puasalah pada hari pertama, karena satu kebaikan itu dibalas dengan 10 kali lipat, lalu puasalah pada hari pertengahan bulan, dan pada hari

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang... selaras dengan prinsip HAM yang berlaku universal, juga

Sintesis surfaktan stearil alkohol etoksilat dari bahan baku stearil alkohol derivat minyak kelapa sawit telah dilakukan dan produk yang dihasilkan memiliki

Sedangkan lembaga keuangan non bank yang berada pada lingkungan masyarakat berpenghasilan rendah ini tidak dapat memberikan kredit dalam jumlah besar yang dapat

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini, yaitu: Mengetahui seberapa besar pengaruh Karakteristik Pribadi dan Lingkungan yang Kondusif terhadap IPK mahasiswa Jurusan