• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

VARIETAS JATILUHUR DAN IR64

PADA SISTEM BUDIDAYA GOGO DAN SAWAH

ANDES PRAYUDA YUNANDA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawahadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANDES PRAYUDA YUNANDA. Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah. Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi dari dua varietas padi yang berbeda, yaitu IR64 sebagai varietas padi sawah dan Jatiluhur sebagai varietas padi gogo yang dibudidayakan secara sawah dan gogo. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga Juni 2012 di rumah plastik Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor.Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan petak terbagi dengan tiga ulangan. Sistem budidaya yang digunakan yaitu sawah dan gogo yang ditempatkan sebagai petak utama; sedangkan varietas IR64 dan Jatiluhur ditempatkan sebagai anak petak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan sistem budidaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan padi, namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Interaksi perlakuan sistem budidaya dan varietas secara umum berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi.

Kata kunci: gogo, kekurangan air, sawah, varietas padi

ABSTRACT

ANDES PRAYUDA YUNANDA. Growth and Production of Rice IR64 and Jatiluhur Varieties on Lowland and Upland Culture Systems. Supervised by AHMAD JUNAEDI.

The aim of this research was to determine the growth and production of two different rice varieties namely IR64 as lowland variety and Jatiluhur as upland variety that has been grown in the lowland and upland rice culture systems. This research was conducted from February to June 2012 in the green house of Sawah Baru Experimental Station, Bogor Agricultural University. This experiment used a splitplot design with three replications. Rice culture systems, namely lowland and upland systems were placed as main plot; whereas rice varieties, namely IR64 and Jatiluhur were placed as sub plot. Results showed that the treatment of cultivation system significantly affect the growth and production of rice. Treatment of varieties significantly affect the growth, but did not significantly affect on production. Interaction of culture systems and varieties generally affect the growth, but did not affect production of rice.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

VARIETAS JATILUHUR DAN IR64

PADA SISTEM BUDIDAYA GOGO DAN SAWAH

ANDES PRAYUDA YUNANDA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah

Nama : Andes Prayuda Yunanda NIM : A24070144

Disetujui oleh

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih di dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan dan Produksi Padi Varietas Jatiluhur dan IR64 pada Sistem Budidaya Gogo dan Sawah.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr dan Dr Willy Bayuardi Suwarno, SPMSi selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini. Di samping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Saudara Ahmad Rifqi Fauzi yang telah membantu dan bekerja sama dalam menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa penulis sampaikan penghargaan kepada teman-teman yang telah membantu dari awal penelitian hingga penyelesaian penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta keluarga, atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Tanaman Padi 2

Pertumbuhan Tanaman Padi 3

Sistem Budidaya Tanaman Padi 3

Produksi Tanaman Padi 4

METODE 5

Tempat dan Waktu 5

Bahan dan Alat 5

Metode Pelaksanaan 5

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Penelitian 7

Pertumbuhan Vegetatif 8

Komponen Hasil dan Hasil 11

KESIMPULAN DAN SARAN 14

Kesimpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

(11)

DAFTAR TABEL

1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun varietas IR64 dan

Jatiluhur pada sistem budidaya gogo dan sawah 9

2 Panjang dan lebar daun bendera 11

3 Jumlah dan panjang malai 12

4 Komponen hasil dan hasil 12

5 Bobot gabah per rumpun 13

DAFTAR GAMBAR

1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun pada perlakuan sistem

budidaya (a) dan varietas (b) 9

2 Keragaan tinggi tanaman padi T1V2 (a), T1V1 (b), T2V2 (c), dan

T2V1 (d) pada 10 MST 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi padi varietas IR64 17

2 Deskripsi padi varietas Jatiluhur 18

3 Layout percobaan 19

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, karena lebih dari setengah penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan terutama beras. Oleh karena itu, masalah pangan dan ketahanan pangan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari komoditi beras (Nurmalina 2007).

Berdasarkan road map peningkatan produksi beras nasional (P2BN) tahun 2012–2014 menuju surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014, dengan sasaran produksi padi pada tahun 2013 sebesar 72.064 juta ton gabah kering giling (GKG). Produksi ini meningkat 4.239 juta ton (6.25%) dari tahun 2012 sebesar 67.825 juta ton. Sasaran tersebut ditetapkan dengan perhitungan jumlah penduduk pada tahun 2013 sejumlah 248.334 juta jiwa dengan tingkat konsumsi beras sebesar 132.98 kg per kapita per tahun. Dengan sasaran produksi padi tersebut terjadi surplus beras sejumlah 7.49 juta ton (Deptan 2013).

Salah satu varietas padi gogo yang sering dibudidayakan oleh masyarakat yaitu varietas Jatiluhur. Varietas ini memiliki potensi hasil tinggi yaitu mencapai 2.5–3.5 ton per hektar dengan tekstur nasi yang pera (Prasetyo 1996). Varietas padi sawah yang sering dibudidayakan salah satunya adalah varietas IR64. Varietas ini memiliki tinggi batang  85 cm, anakan produktif banyak dengan bobot 1 000 butir  27 g (Puslittan 2013). Djunainah et al. (1993) menyatakan bahwa varietas IR64 sangat digemari oleh para petani dan konsumen karena rasa nasi enak, umur genjah (110–125 hari), dan potensi hasil yang tinggi yaitu mencapai 5 ton/ha.

Padi dapat dibudidayakan dengan berbagai sistem budidaya. Menurut Taslim dan Fagi (1988), produksi yang dihasilkan pada berbagai budidaya padi yang dilakukan berbeda-beda jumlahnya. Budidaya padi gogo berpotensi untuk menghasilkan produksi sebesar 1–3 ton/ha, budidaya padi beririgasi dapat menghasilkan produksi 4–8 ton/ha, budidaya padi sawah tadah hujan dapat menghasilkan produksi 3–6 ton/ha, dan budidaya padi sawah pasang surut dapat menghasilkan produksi 1–4 ton/ha.

Sistem budidaya sawah membutuhkan air dalam jumlah sangat besar. Menurut Bouman et al. (2007), rata-rata pemakaian air untuk padi sawah mencapai 1 300–1 500 mm di mana 25–50% dari jumlah tersebut hilang akibat perkolasi dan perembesan.

(13)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pertumbuhan dan produksi dua varietas padi yang berbeda yang ditanam pada sistem budidaya gogo dan sawah.

Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini antara lain:

1. Sistem budidaya yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi.

2. Varietas padi yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi.

3. Terdapat interaksi sistem budidaya dan varietas padi yang menghasilkan pertumbuhan dan produksi padi terbaik.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam tumbuhan suku Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong yang ditutup oleh buku dan panjang Ruas-ruasnya tidak sama. Ruas yang terpendek berada di pangkal batang, ruas yang kedua dan seterusnya lebih panjang dari ruas-ruas yang lebih bawah. Pada buku bagian bawah dari ruas, tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah mempelihatkan percabangan di mana cabang yang terpendek menjadi ligulae (lidah daun), dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi helaian daun, di mana daun pelepah itu menjadi ligula dan pada helaian daun terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan yang disebut aricular. Aricular dan ligulae yang kadang-kadang berwarna hijau dan ungu dapat digunakan sebagai alat untuk mendeterminasi dan identifikasi suatu varietas (Siregar 1981).

Tanaman padi bersifat merumpun, artinya tanaman tersebut menghasilkan anakan yang tumbuh dari tanaman induk. Dari satu batang bibit yang ditanam, maka dalam waktu yang sangat singkat dapat membentuk suatu rumpun yang terdiri atas 20–30 atau lebih tunas baru atau anakan (Siregar 1981). De Datta (1981) menambahkan bahwa tanaman padi mempunyai sistem perakaran serabut. Akar primer (radikula) yang tumbuh ketika berkecambah bersama akar lain yang muncul dari embrio yang dekat bagian buku disebut akar seminal, yang jumlahnya antara satu sampai tujuh buah. Penyebaran sistem akar dapat mencapai kedalaman 20–30 cm. Meskipun demikian, akar banyak mengambil zat makanan tanah dekat permukaan atas.

(14)

3 daun bendera, kebuntingan, dan pembungaan. Inisiasi primordial biasanya dimulai 30 hari sebelum pembungaan. Stadia inisiasi ini hampir bersamaan dengan memanjangnya ruas-ruas yang terus berlajut sampai berbunga. Oleh sebab itu stadia reproduktif juga disebut stadia pemanjangan ruas-ruas (De Datta 1981).

Pertumbuhan Tanaman Padi

Menurut Yoshida (1981), fase pertumbuhan tanaman padi terbagi menjadi 3 fase yaitu fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase pemasakan. Manurung dan Ismunadji (1988) menyatakan bahwa pada tanaman padi tropik, fase vegetatif merupakan fase tumbuh dan berkembangnya dari anakan, tinggi, dan daun secara bertahap. Fase ini dimulai sejak perkecambahan hingga akan membentuk bunga yang memerlukan waktu kurang lebih 60 hari, sedangkan fase reproduktif yang berlangsung selama ± 30 hari ditandai dengan pemanjangan ruas teratas, munculnya daun bendera, dan pembungaan. Pembungaan (heading) adalah keluarnya malai dari pelepah daun bendera. Bunga matang (anthesis) adalah keluarnya benang sari yang paling ujung biasa terjadi pada pukul 08.00–13.00 dan terjadi pembuahan bila kondisi lingkungan terpenuhi. Kemudian dilanjutkan fase pemasakan berurutan meliputi tahap masak bertepung (dough), tahap menguning, dan tahap masak panen. Seluruh fase pembuahan sampai masak panen memerlukan waktu ± 30 hari.

Varietas padi modern memiliki jumlah anakan yang tinggi, setiap rumpun yang ditanam 3–5 bibit pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai akan menghasilkan 30–40 anakan. Dari jumlah anakan tersebut, hanya sekitar 20 anakan yang menghasilkan malai (anakan produktif). Anakan yang tidak menghasilkan malai akan menggunakan cahaya dan nutrisi secara tidak produktif. Jumlah anakan yang rapat akan menyebabkan lingkungan mikro lebih menguntungkan untuk pengembangan hama dan penyakit (Peng 1994).

Katayama (1993) menambahkan bahwa padi yang memiliki daun tegak, daun bawahnya akan memperoleh cahaya dan udara segar lebih banyak sehingga dapat memproduksi hasil yang lebih tinggi. Varietas modern pada umumnya memiliki daun yang berwarna hijau gelap dan lebih tebal serta kandungan N yang lebih tinggi bila ketersediaan N dalam tanah cukup, sedangkan varietas lokal terutama yang tergolong dalam padi jenis Indica memiliki daun yang panjang dan horisontal (Peng dan Senadhira 1998). Daun yang horisontal akan mengurangi penetrasi cahaya, meningkatkan kelembaban di bawah kanopi daun dan mengurangi pergerakan udara. Hal ini dapat menurunkan efisiensi fotosintesis dan menguntungkan pertumbuhan hama dan penyakit (Peng 1994).

Sistem Budidaya Tanaman Padi

(15)

4

De Datta (1975) melaporkan bahwa sistem budidaya padi gogo sangat bergantung pada curah hujan. Produktivitas padi gogo dilaporkan juga dapat mencapai lebih dari 7 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa padi tidak memerlukan kondisi tergenang untuk mencapai produktivitas tinggi. Djunainah et al. (1993) menyatakan bahwa pada sistem budidaya ini, varietas Jatiluhur tumbuh dan bereproduksi lebih baik, namun menurut hasil penelitian Fauzi (2012), varietas jatiluhur lebih banyak mengkonsumsi air apabila ditanam pada lahan sawah, namun lebih hemat air apabila ditanam di lahan kering. Menurut Bouman et al. (2007), genotipe padi pada lahan kering umumnya lebih resisten terhadap kekeringan dibandingkan genotipe padi sawah.

Sawah adalah tanah yang dibatasi oleh pematang yang digunakan untuk penanaman padi dan diairi dengan pengairan teknis atau tadah hujan. Di Indonesia tanah sawah berasal dari jenis-jenis tanah yang cukup beragam antara lain: Entisol, Inceptisol, Vertisol, Alfisol, Utisol, dan Histosol yang tersebar luas terutama di Jawa, Bali, Lombok, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan (Situmorang dan Sudadi 2001). Berdasarkan hasil penelitian Fauzi (2012), pada satu musim tanam sistem budidaya sawah membutuhkan pengairan sebesar 426 768 l air, sedangkan sistem budidaya gogo hanya membutuhkan pengairan sebesar 3 883 l air.

Varietas IR64 merupakan salah satu varietas padi sawah yang hemat dalam mengkonsumsi air. Konsumsi air bervariasi dengan kisaran 15.93–24.13 l/tanaman. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan morfologi maupun karakter fisiologi antar genotipe. Menurut Supijatno et al. (2012), varietas IR64 mengkonsumsi air sebesar 15.93 l/tanaman dan konsumsi ini adalah yang terendah di antara varietas lain yang dicobakan, sementara itu Jatiluhur merupakan varietas yang paling banyak mengkonsumsi air tetapi hasil yang diperoleh juga banyak sehingga efisiensi penggunaan airnya tinggi sebesar 0.997 g gabah kering giling per liter air.

Produksi Tanaman Padi

Padi merupakan salah satu jenis bahan pangan yang dikonsumsi oleh tiga milyar penduduk dunia sebagai bahan makanan. Luas lahan padi dunia diperkirakan mencapai 147.633 juta ha dengan pencapaian produksi sebesar 577.971 juta ton, di mana 79 juta ha di antaranya merupakan lahan padi dataran rendah bersistem irigasi dengan kapasitas produksi mencapai 75% dari total produksi dunia (Maclean et al. 2002). Dari luas total lahan tanaman budidaya beririgasi di dunia, 56% berada di wilayah Asia di mana 40–40% luas tersebut memiliki tingkat penggunaan air dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan tanaman budidaya lainnya (Dawe 2005). Di Indonesia, luas panen padi pada tahun 2012 mencapai 13.445 juta ha, dengan produktivitas sebesar 5.136 ton/ha, dan produksi sebesar 69.056 juta ton (BPS 2013).

(16)

5 1 000 butir, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan indeks panen. Varietas IR64 memiliki potensi hasil mencapai 5 ton/ha (Hadi et al. 2005), sedangkan varietas Jatiluhur memiliki potensi hasil mencapai 2.5–3.5 ton/ha (Prasetyo 1996).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, University Farm, dan Laboratorium Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari–Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanam yang digunakan adalah dua varietas padi, yaitu varietas IR64 dan Jatiluhur. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-18 dan KCl dengan dosis sesuai rekomendasi yaitu masing-masing sebanyak 250, 200, dan 100 kg per hektar.

Alat yang digunakan yaitu alat-alat pertanian, oven, dan alat-alat ukur berupa penggaris dan timbangan analitik.

Metode Pelaksanaan Persiapan Rumah Plastik dan Petak Tanam

Percobaan dilakukan di dalam rumah plastik yang berukuran 30 m 12 m, dengan tinggi  2.2–4.5 m. Rumah plastik terdiri atas bambu sebagai tiang/kerangka, jaring plastik sebagai dinding, dan plastik transparan sebagai atap. Unit percobaan terdiri atas petakan berukuran 3 m 3 m yang dilengkapi dengan pipa irigasi yang terhubung ke reservoir (kolam penampungan air). Jarak antar petak yang digunakan adalah 35 cm dengan pengerasan semen sebagai pembatas.

Percobaan yang dilakukan meliputi dua faktor, menggunakan rancangan petak terbagi (splitplot) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah sistem budidaya yang ditempatkan sebagai petak utama, sedangkan faktor kedua adalah varietas padi yang ditempatkan sebagai anak petak. Sistem budidaya terdiri atas dua sistem, yaitu sistem budidaya sawah (T1) dan gogo (T2). Varietas padi yang digunakan yaitu IR64 (V1) dan Jatiluhur (V2). Deskripsi padi varietas IR64 dan Jatiluhur masing-masing tersaji pada Lampiran 1 dan 2. Dari dua faktor tersebut diperoleh 4 kombinasi yang masing-masing diulang sebanyak 3 ulangan, sehingga diperoleh 12 satuan percobaan. Layout percobaan tersaji pada Lampiran 3.

(17)

6

i = Pengaruh perlakuan sistem budidaya padi ke-i

j = Pengaruh perlakuan varietas padi ke-j

()ij = Interaksi perlakuan sistem budidaya padi ke-i dengan varietas ke-j

ik = Galat petak utama

ijk = Galat anak petak

Pengolahan tanah awal pada sistem budidaya sawah dilakukan dengan penggenangan tanah selama 5 hari, dilanjutkan dengan pelumpuran sebanyak 2 kali dengan cara dicangkul, dan perataan tanah pada tahap akhir. Pengolahan tanah awal pada sistem budidaya gogo dilakukan dengan penggemburan tanah dan penyiraman air sebanyak 60 l/hari per petak tanam selama 5 hari berturut-turut. Pemberian air ini setara dengan curah hujan 200 mm/bulan.

Persiapan Benih dan Penanaman

Pertama-tama masing-masing benih untuk setiap petak tanam ditimbang sebanyak 35 g dan dioven selama 72 jam pada suhu 43 °C. Hal ini bertujuan mematahkan dormansi dan menyeragamkan daya berkecambah benih. Selanjutnya benih direndam selama 12 jam, benih yang terapung dibuang, kemudian benih ditiriskan dan siap ditanam. Untuk Sistem budidaya sawah, benih disemai di lapangan hingga bibit berumur 12 hari lalu dilakukan transplanting ke petakan sebanyak 1 bibit per lubang tanam, sedangkan untuk sistem budidaya gogo benih ditanam langsung pada hari ke-6 setelah pengolahan tanah. Penanaman dilakukan dengan cara penugalan lalu ditanam 5 benih per lubang. Jarak tanam yang digunakan yaitu 25 cm 20 cm. Populasi tanaman pada setiap petak tanam berjumlah 180 tanaman.

Pemeliharaan

Pemupukan tanaman dilakukan dalam tiga tahap. Pemupukan pertama diberikan pada 1 MST menggunakan 33.75 g N (1/3 dosis), 32.4 g P2O5, dan 54 g

K2O per petak tanam. Pemupukan kedua dan ketiga diberikan pada 5 dan 9 MST

menggunakan 33.75 g N per petak tanam.

Pengairan tanaman pada sistem budidaya gogo dilakukan dengan penyiraman langsung sebanyak  60 l/hari per petak tanam, sedangkan pengairan pada sistem budidaya sawah, air dibiarkan terus mengalir ke dalam petak melalui pipa irigasi. Permukaan air dipertahankan setinggi 5 cm dari permukaan tanah.

(18)

7

Analisis Data

Pengamatan dilakukan dengan mengamati 5 tanaman sampel pada setiap petak perlakuan yang dipilih secara acak. Adapun peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain:

1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun yang tertinggi. Pengamatan dilakukan setiap minggu sejak 2–10 MST 2. Jumlah anakan, dihitung di dalam tiap rumpun setiap minggu sejak 2–10

MST.

3. Panjang dan lebar daun bendera (cm), panjang daun diukur dari pangkal daun hingga ujung daun bendera, sedangkan lebar daun diukur dengan mengukur bagian daun bendera terlebar.

4. Jumlah malai per rumpun, dihitung saat panen.

5. Panjang malai (cm), diukur dari dasar malai hingga ujung malai. 6. Jumlah gabah isi per rumpun (butir).

7. Persentase gabah isi (%). 8. Jumlah gabah hampa (butir).

9. Bobot gabah pe rumpun (g), dihitung dengan menimbang total gabah dalam satu rumpun dengan kadar air 14%.

10.Bobot 1 000 butir gabah (g), dihitung dengan menimbang 1 000 butir gabah isi.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sidik ragam pada selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Kendala pertama yang menghambat pada penelitian ini yaitu masih belum seragamnya kondisi tanah dalam menahan air karena penghancuran agregat tanah sawah masih belum sempurna. Dalam tahap pemeliharaan, pasokan air di dalam reservoir (kolam penampungan) untuk sistem budidaya sawah kurang akibat jebolnya reservoir dan pengisian reservoir yang kerap terhambat. Aliran air yang mengalir ke dalam petakan pun kerap terhambat akibat penyumbatan kotoran, lumut dan cangkang keong di dalam pipa irigasi.

(19)

8

bagian yang terinfeksi sehingga spora jamur tidak dapat menjangkiti tanaman sehat lain. Pengendalian kimiawi dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan fungisida dengan bahan aktif difenokonazol 250 g/l ke tanaman.

Memasuki usia generatif, tanaman padi mendapat serangan dari hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) yang mengakibatkan produksi tidak maksimal. Hama ini menyerang tanaman dengan mengisap sari pati gabah pada masa pengisisan gabah yang menyebabkan tingginya jumlah gabah hampa. Pengendalian hama ini dilakukan dengan cara kimiawi yaitu dengan menyemprotkan larutan insektisida dengan bahan aktif fipronil 50g/l ke tanaman, namun tingginya populasi hama mengakibatkan pengendalian menjadi tidak efektif. Kerebahan padi varietas Jatiluhur juga mengakibatkan rendahnya produksi.

Pertumbuhan Vegetatif

Faktor tunggal perlakuan sistem budidaya pada umur tanaman 5–10 MST berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini tersaji pada Gambar 1.a. Sistem budidaya sawah menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan sistem budidaya gogo. Terlihat dari tinggi tanaman di akhir pengamatan pada sistem budidaya sawah dan gogo yaitu masing-masing setinggi 122.06 dan 85.23 cm. Menurut Manurung (2002), secara umum kondisi anaerob mampu meningkatkan rata-rata tinggi tanaman padi varietas Jatiluhur dan IR64.

Gambar 1.b menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman varietas IR64 dan Jatiluhur. Faktor tunggal perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur tanaman 5–10 MST. Varietas Jatiluhur menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas IR64. Hal ini terlihat dari tinggi tanaman varietas IR64 dan Jatiluhur di akhir pengamatan, yaitu masing-masing sebesar 90.00 dan 117.29 cm. Menurut Manurung (2002), varietas Jatiluhur memiliki tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas IR64 baik pada kondisi aerob maupun anaerob. Sementara itu menurut Farooq et al. (2010), varietas IR64 menghasilkan tinggi maksimum pada saat diairi secara teratur dibandingkan pada kondisi kekeringan (gogo).

(20)

9

Keterangan: Sistem budidaya sawah ( ), sistem budidaya gogo ( ), varietas IR64 ( ), dan varietas Jatiluhur ( ).

Gambar 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun pada perlakuan sistem budidaya (a) dan varietas (b)

Tabel 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun varietas IR64 dan Jatiluhur pada sistem budidaya gogo dan sawah

Peubah IR64 Jatiluhur

Tinggi tanaman (cm)

Sistem budidaya sawah 102.13b 141.97a

Sistem budidaya gogo 77.80c 92.63bc

Jumlah anakan

Sistem budidaya sawah 10.67p 5.70q

Sistem budidaya gogo 9.73p 9.60p

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing peubah berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

(21)

10

Keterangan: T1 = Sistem budidaya sawah, T2 = Sistem budidaya gogo, V1 = Varietas IR64, dan V2 = Varietas Jatilhur.

Gambar 2 Keragaan tinggi tanaman padi T1V2 (a), T1V1 (b), T2V2 (c), dan T2V1 (d) pada 10 MST

Pada Gambar 1.a menunjukkan faktor tunggal perlakuan sistem budidaya berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun padi pada tiap MST kecuali pada 5, 6, 7 dan 9 MST. Pada akhir pengamatan (10 MST), sistem budidaya gogo menghasilkan 10 anakan per rumpun, lebih banyak dibandingkan jumlah anakan padi pada sistem budidaya sawah yaitu 8 anakan per rumpun. Pada 8 dan 9 MST jumlah anakan padi sistem budidaya gogo dan sawah mengalami sedikit penurunan. Hal ini disebabkan oleh adanya kerebahan tanaman dan kematian anakan.

Faktor tunggal perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun pada dua minggu petama, dan berpengaruh nyata pada minggu berikutnya. Hal ini tersaji pada Gambar 1.b. Pada minggu terakhir (10 MST), varietas IR64 menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan varietas Jatiluhur, yaitu masing-masing sebanyak 10 dan 8 anakan per rumpun. Varietas padi modern memiliki jumlah anakan yang tinggi, setiap rumpun yang ditanam 3–5 bibit pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai akan menghasilkan 30–40 anakan. Dari jumlah anakan tersebut, hanya sekitar 20 anakan yang menghasilkan malai (anakan produktif) (Peng 1994). Dari data yang diperoleh, jumlah anakan maksimal yang dihasilkan masing-masing varietas hanya mencapai  10 anakan. Pada 8 dan 9 MST jumlah anakan varietas IR64 dan Jatiluhur mengalami penurunan. Penurunan jumlah anakan disebabkan oleh faktor yang sama pada perlakuan sistem budidaya, yaitu oleh adanya kerebahan tanaman dan kematian anakan.

Interaksi perlakuan sistem budidaya dan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun pada 9 dan 10 MST (Lampiran 4). Jumlah anakan per rumpun terendah dihasilkan oleh varietas Jatiluhur yang ditanam pada sistem budidaya sawah. Varietas Jatiluhur yang ditanam pada sistem budidaya gogo dan IR64 pada sawah maupun pada gogo, menghasilkan anakan per rumpun yang banyak. Hal ini tersaji pada Tabel 1. Jumlah anakan juga menentukan tingkat kekuatan tanaman terhadap kerebahan. Jumlah anakan yang sedikit dan tinggi tanaman yang tinggi pada varietas Jatiluhur yang ditanam pada sistem budidaya sawah, mengakibatkan besarnya jumlah kerebahan tanaman.

Menurut Abdullah et al. (2008), jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga menurunkan

b

a

c

(22)

11 produktivitas dan atau mutu beras. Namun jika jumlah anakan sedikit, bila ada serangan hama yang mengakibatkan kerusakan anakan, akan menurunkan hasil.

Tabel 2 Panjang dan lebar daun bendera

Perlakuan Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Sistem budidaya

Sawah 46.37a 1.07

Gogo 34.28b 0.94

Varietas

IR64 35.84q 0.90q

Jatiluhur 44.81p 1.11p

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing faktor perlakuan berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas paling atas disebut daun bendera. Tepat pada posisi daun pelepah teratas yang menjadi lidah daun dan daun bendera muncul ruas yang akan menjadi bulir padi (Siregar 1981). Faktor tunggal perlakuan sistem budidaya hanya berpengaruh nyata terhadap panjang dan tidak berpengaruh nyata terhadap lebar daun bendera. Perlakuan sistem budidaya sawah menghasilkan daun bendera yang lebih panjang dibandingkan sistem budidaya gogo, yaitu masing-masing sebesar 46.37 dan 34.28 cm (Tabel 2).

Pada Tabel 2 menunjukkan faktor tunggal perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap panjang dan lebar daun bendera. Daun bendera yang dihasilkan oleh varietas Jatiluhur lebih panjang dan lebih lebar dibandingkan varietas IR64. Panjang daun bendera pada varietas Jatiluhur dan IR64 masing-masing sebesar 44.81 dan 35.84 cm, dengan lebar masing-masing sebesar 1.11 dan 0.90 cm.

Komponen Hasil dan Hasil

(23)

12

Tabel 3 Jumlah dan panjang malai

Perlakuan Jumlah malai rumpun-1 Panjang malai (cm)

Sistem budidaya

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing faktor perlakuan berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Malai muncul pertama kali pada saat tanaman berumur 10 MST. Pada saat panen (13 MST), faktor tunggal perlakuan sistem budidaya berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per rumpun. Sistem budidaya sawah menghasilkan 7 malai per rumpun, lebih besar dibandingkan sistem budidaya gogo yaitu 4 malai per rumpun. Hal ini tersaji pada Tabel 3.

Faktor tunggal perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per rumpun pada saat panen. Varietas IR64 menghasilkan 8 malai per rumpun, lebih banyak dibandingkan varietas Jatiluhur, yaitu hanya 3 malai per rumpun.

Panjang malai diukur saat panen, yaitu dengan mengukur malai dari ruas pertama hingga ujung malai. Faktor tunggal perlakuan sistem budidaya dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai. Hal ini tersaji pada Tabel 3. Menurut hasil penelitian Tubur et al. (2012), pengaruh kekeringan nyata menghambat perkembangan malai pada sistem budidaya sawah dan gogo.

Tabel 4 Komponen hasil dan hasil

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing faktor perlakuan berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

(24)

13 Tubur et al. (2012) menyatakan bahwa sistem lahan kering nyata menurunkan tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, bobot 1 000 butir, serta meningkatkan persentase jumlah gabah hampa, namun interaksi kekeringan dan varietas tidak berpengaruh nyata.

Sistem budidaya sawah menghasilkan jumlah gabah isi per rumpun lebih banyak dibandingkan gogo. Terlihat dari hasil panen sistem budidaya sawah dan gogo menghasilkan jumlah gabah isi per rumpun masing-masing sebanyak 570 dan 108 butir. Rendahnya jumlah gabah isi karena tingginya jumlah gabah hampa. Kehampaan gabah disebabkan oleh hama walang sangit yang menghisap pati gabah pada fase pengisian gabah.

Jennings et al. (1979) menyatakan bahwa persentase gabah isi merupakan pembagian jumlah gabah isi dibagi jumlah gabah total. Gabah isi merupakan karakter yang sangat mempengaruhi potensi hasil. Sistem budidaya sawah menghasilkan bobot gabah per rumpun lebih besar dibandingkan sistem budidaya gogo, yaitu masing-masing sebesar 13.35 dan 4.34 g. Sistem budidaya sawah menghasilkan bobot 1 000 butir gabah lebih besar dibandingkan sistem budidaya gogo, yaitu masing-masing sebesar 22.35 dan 17.37 g.

Faktor tunggal perlakuan varietas IR64 dan Jatiluhur berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah isi per rumpun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah isi, jumlah gabah hampa per rumpun, bobot gabah per rumpun, dan bobot 1 000 butir gabah.

Varietas Jatiluhur menghasilkan jumlah gabah isi per rumpun yang lebih banyak dibandingkan varietas IR64, yaitu masing-masing sebesar 396 dan 282 butir.

Tabel 5 Bobot gabah per rumpun

Sistem budidaya IR64 Jatiluhur

(g rumpun-1)

Sawah 12.53 14.16

Gogo 3.86 4.82

Berdasarkan nilai rata-rata bobot gabah per rumpun pada Tabel 5, varietas Jatiluhur yang ditanam pada sistem budidaya sawah menghasilkan bobot gabah per rumpun yang tertinggi yaitu sebesar 14.16 g, sedangkan varietas IR64 yang ditanam pada sistem budidaya gogo mengasilkan bobot gabah per rumpun yang terendah yaitu hanya sebesar 3.86 g.

(25)

14

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan sistem budidaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan padi, namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Sistem budidaya sawah menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan sistem budidaya gogo yaitu mencapai hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan sistem budidaya gogo.

Saran

Dari hasil penelitian ini, sistem budidaya gogo dapat menjadi alternatif untuk produksi padi sawah (IR64) dengan produktivitas yang tidak terlalu rendah; dan sebaliknya, pada kondisi air yang cukup tersedia, varietas Jatiluhur dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi pada sistem budidaya sawah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. J Litbang Pertanian. 27:1–9.

Bouman BAM, Humphreys E, Tuong TP, Barker R. 2007. Rice and water. Advances in Agronomy. 92:187–237.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman padi provinsi Indonesia. [diacu 2013 September 1]. Tersedia dari: http://www.bps.go.id.

Dawe D. 2005. Increasing water productivity in rice–based systems in Asia-past trends, current problems, and future prospect. Plat Prod. Sci. 8:221–230. De Datta SK. 1975. Upland rice around the world. Di dalam: Major Research in

Upland Rice. Los Banos (PH): International Rice Research Institute.

De Datta SK. 1981. Principle and Practice of Rice Production. New York (US): Jhon Willey and Son.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Sasaran produksi padi 2013 menuju surplus beras 10 juta ton. [diacu 2013 Januari 30]. Tersedia dari: http://www.deptan.go.id.

Djunainah, Suwanto TW, Husni K. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

(26)

15 Fauzi AR. 2012. Studi konsumsi air, respon pertumbuhan, dan produksi dua varietas padi pada beberapa sistem pengairan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudian, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agriculture Research.

Hadi S, Budiarti T, Haryadi. 2005. Studi komersialisasi benih padi sawah. Bul Agron. 33(1):12–18.

Jennings PR, Coffman WR, Kauffman HE. 1979. Rice Improvement. Los Banos (PH): International Rice Research Institute.

Katayama TC. 1993. Morphological and taxonomical characters of cultivated rice (Oryza sativa L.). p.41–49. Di dalam: Matsuo K, Hoshikawa K, editor. Science of The Rice Plant. Volume 1. Morphology. Tokyo (JP): Food and Agriculture Policy Research Center.

Maclean JL, Dawe D, Hardy B, Hettel GP. 2002. Rice almanac. Los Banos (PH): International Rice Research Institute. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Nurmalina R. 2007. Model ketersediaan beras yang berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan nasional [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Peng S. 1994. Evaluation of the new plant ideotype for increased yield potential. p 5–20. Di dalam: Cassman KG, editor. Breaking The Yield Barrier. Los Banos (PH): International Rice Research Institute.

Peng S, Senadhira D. 1998. Genetic enhancement of rice yields. p 99–125. Di dalam: Dowling NG, Greenfield SM, Fischer KS, editor. Sustainability of Rice in The Global Food System. Los Banos (PH): International Rice Research Institute.

Prasetyo YT. 1996. Bertanaman Padi Gogo tanpa Olah Tanah. Ungaran (ID): Penebar Swadaya.

[Puslittan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2013. Deskripsi padi varietas IR64. [diacu 2013 Januari 30]. Tersedia dari: 2012. Evaluasi konsumsi air genotipe padi untuk potensi efisiensi penggunaan air. J Agron Indonesia. 40(1):15–20.

(27)

16

Taslim H, Fagi AM. 1988. Ragam budidaya padi. Di dalam: Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi Buku 1. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.

Taslim H, Partohardjono S, Subandi. 1993. Pemupukan padi sawah. p 445–479. Di dalam: Ismunadji M, Partohadjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi Buku 2. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Tubur HW, Chozin MA, Santosa E, Junaedi A. 2012. Respon agronomi varietas

padi terhadap periode kekeringan pada sistem sawah. J Agron Indonesia. 40(3):167–173.

(28)

17 Lampiran 1 Deskripsi padi varietas IR64

(Sumber: Suprihatno et al. 2009) Nomor Seleksi : IR18348-36-3-3 Asal persilangan : IR5657/IR2061 Golongan : Cere

Umur tanaman : 110–120 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 115–126 cm Anakan produktif : 20–35 batang Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar Posisi dan : Tegak Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Ramping, panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Tahan

Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Bobot 1 000 butir : 24.1 g Rata-rata hasil : 5.0 ton/ha Potensi hasil : 6.0 ton/ha Ketahanan terhadap

Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak tahan wereng coklat biotipe 3.

Penyakit : Agak tahan hawar daun bakteri strain IV, dan tahan virus kerdil rumput.

Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang.

(29)

18

Lampiran 2 Deskripsi padi varietas Jatiluhur

(Sumber: Suprihatno et al. 2009)

Nomor Seleksi : B6400F-TB-1 Asal persilangan : Tox1011/Ranau Golongan : Cere

Umur tanaman : 110–115 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 95–100 cm Anakan produktif : Sedang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau muda Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi dan : Tegak–miring Daun bendera : Miring

Bentuk gabah : Ramping bulat besar Warna gabah : Kuning kotor Kerontokan : Agak tahan Tekstur nasi : Pera Kadar amilosa : 27.6% Bobot 1 000 butir : 27 g Rata-rata hasil : 2.5 ton/ha Potensi hasil : 3.5 ton/ha Ketahanan terhadap hama : Tahan blas

Anjuran tanam : Baik ditanam sebagai padi lahan kering (gogo) sampai ketinggian 500 m.

Pemulia/Peneliti/Teknisi : Z Harahap, Erwina Lubis, Murdani, Diredja, Suwarno, dan Hadis Siregar.

(30)

19 Lampiran 3 Layout percobaan

Keterangan:

T1 = Sistem budidaya sawah T2 = Sistem budidaya gogo V1 = Varietas IR64

V2 = Varietas Jatiluhur U = Ulangan

U

T2

T1

VI V2

VI V2

V2 V1

VI V2

V2

VI

VI

V2 U3

U1

(31)

20

Lampiran 4 Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan vegetatif

Peubah Kuadrat tengah (KT) KK (%) Sistem Budidaya Varietas Interaksi

Tinggi tanaman

2 MST 69.60tn 10.64tn 16.57tn 12.93 3 MST 32.34tn 57.64tn 16.57tn 11.81 4 MST 151.94tn 157.67tn 8.50tn 9.13 5 MST 460.04* 295.02* 1.40tn 8.42 6 MST 1 815** 890.96* 64.40tn 8.81 7 MST 2 818.27** 1 262.80* 143.52tn 10.15 8 MST 3 273.60 ** 1 996.92** 246.61tn 8.11 9 MST 3 529.47** 1 732.80* 174.80tn 8.97 10 MST 4 070.08** 2 241.33** 468.75* 7.08

Jumlah anakan

2 MST 1.08** 0.01tn 0.01tn 41.66 3 MST 24.65** 0.65tn 0.33tn 12.31 4 MST 24.08** 6.75* 0.56tn 16.88 5 MST 8.00tn 17.76* 5.07tn 18.77 6 MST 10.83tn 28.83* 8.67tn 13.28 7 MST 12.81tn 28.21* 7.05tn 15.79 8 MST 9.36* 24.08** 14.08tn 10.06 9 MST 10.45tn 23.52* 15.41* 13.34 10 MST 6.60* 19.50** 17.52* 10.20

Daun bendera

Panjang daun 438.26* 241.20* 0.12tn 13.73 Lebar daun 0.05tn 0.13* 0.04tn 11.70 Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan

(32)

21 Lampiran 5 Rekapitulasi sidik ragam komponen hasil dan hasil

Peubah Kuadrat tengah (KT) KK (%) Sistem Budidaya Varietas Interaksi

Jumlah malai rumpun-1 1.88* 3.43** 0.20tn 15.48 Panjang malai 41.03tn 29.40tn 66.33tn 25.60 Jumlah gabah isi rumpun-1 638 577.60** 38 965.20** 1 125.20tn 7.29 Persentase gabah isi 90.96tn 71.10tn 561.67tn 12.70 Jumlah gabah hampa 0.00tn 0.00tn 0.00tn 24.06 Bobot gabah rumpun-1 7.56** 0.19tn 0.00tn 17.69 Bobot 1 000 butir gabah 74.50** 2.52tn 4.44tn 7.08 Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata pada pengujian sidik ragam pada selang kepercayaan

(33)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sarolangun, Provinsi Jambi, pada tanggal 9 Agustus 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ismail A dan Ibu Sariana SPd.

Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Titian Teras Jambi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Agronomi dan Hortikultura, melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

Gambar

Gambar 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun pada perlakuan sistem

Referensi

Dokumen terkait

1) Perempuan tersebut dibaringkan ruang utama pada rumah, berbantalkan paha calon mertuanya, kemudian perempuan tersebut disuruh oleh calon mertuanya itu untuk

Namun, pelaksanaan perencanaan ( plan ) yang meliputi identi fi kasi risiko, prakuali fi kasi, dan seleksi pada prosedur SMT-KKK-26 masih membutuhkan perbaikan karena belum

Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan jenis pendekatan kuantitatif, Pengujian kekuatan tarik menggunakan 2 posisi pengelasan Flat (1G) dan

Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah.. Dibawah ini adalah beberapa

“Bila disiplin diharapkan mampu mendidik anak -anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur

Klaim Yesus tersebut adalah sebuah klaim yang tidak main-main, karena jika memang Dia bukan berasal dari Allah, maka Ia tidak akan dibangkitkan pada hari yang

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan pendidikan gizi tentang sanitasi hygiene bagi penjual makanan jajanan di lingkungan kampus berdasarkan analisis perilaku

Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ini pengaturannya itu sudah jelas sekali, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan lain sebagainya, selama itu Saudara