• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Total Factor Productivity Sektor Industri Beberapa Wilayah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Total Factor Productivity Sektor Industri Beberapa Wilayah di Indonesia"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY

SEKTOR

INDUSTRI BEBERAPAWILAYAH DI INDONESIA

SONYA PUSPA TRIANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Total Factor

Productivity Sektor Industri Beberapa Wilayah di Indonesia adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Sonya Puspa Triani

(4)

ABSTRAK

SONYA PUSPA TRIANI. Analisis Total Factor Productivity Sektor Industri Beberapa Wilayah di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS.

Sektor industri pengolahan membutuhkan peran teknologi dalam proses produksi agar produktivitas tinggi dan penggunaan input lebih efisien. Indikator untuk mengukur ketersediaan teknologi yaitu dengan Total Factor Productivity

(TFP). Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) menganalisis TFP sektor industri pengolahan beberapa wilayah di Indonesia sebelum dan setelah krisis tahun 1998; (2) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP sektor industri pengolahan beberapa wilayah di Indonesia periode 1986-2010. Perhitungan TFP dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS), sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP menggunakan metode Error Correction

Model (ECM). Hasil penelitian menunjukan rata-rata TFP di Pulau Jawa bernilai

positif, sedangkan untuk luar Pulau Jawa bernilai negatif. Periode sebelum krisis menunjukkan rata-rata TFP bernilai negatif di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Periode setelah krisis menunjukkan rata-rata TFP positif di Pulau Jawa, sedangkan di luar Pulau Jawa masih negatif. Faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pengolahan dalam jangka panjang yaitu impor untuk Pulau Jawa, sedangkan PDRB industri dan PMA untuk luar Pulau Jawa. TFP industri pengolahan dalam jangka pendek dipengaruhi oleh PMA untuk Pulau Jawa, sedangkan PDRB industri, PMA, dan ekspor untuk luar Pulau Jawa.

(5)

ABSTRAK

SONYA PUSPA TRIANI. Analisis Total Factor Productivity Sektor Industri Beberapa Wilayah di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS.

Sektor industri pengolahan membutuhkan peran teknologi dalam proses produksi agar produktivitas tinggi dan penggunaan input lebih efisien. Indikator untuk mengukur ketersediaan teknologi yaitu dengan Total Factor Productivity

(TFP). Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) menganalisis TFP sektor industri pengolahan beberapa wilayah di Indonesia sebelum dan setelah krisis tahun 1998; (2) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP sektor industri pengolahan beberapa wilayah di Indonesia periode 1986-2010. Perhitungan TFP dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS), sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP menggunakan metode Error Correction

Model (ECM). Hasil penelitian menunjukan rata-rata TFP di Pulau Jawa bernilai

positif, sedangkan untuk luar Pulau Jawa bernilai negatif. Periode sebelum krisis menunjukkan rata-rata TFP bernilai negatif di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Periode setelah krisis menunjukkan rata-rata TFP positif di Pulau Jawa, sedangkan di luar Pulau Jawa masih negatif. Faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pengolahan dalam jangka panjang yaitu impor untuk Pulau Jawa, sedangkan PDRB industri dan PMA untuk luar Pulau Jawa. TFP industri pengolahan dalam jangka pendek dipengaruhi oleh PMA untuk Pulau Jawa, sedangkan PDRB industri, PMA, dan ekspor untuk luar Pulau Jawa.

Kata kunci: Total Factor Productivity, TFP, industri pengolahan, ECM

ABSTRACT

SONYA PUSPA TRIANI. An analysis of Total Factor Productivity of Industry Sectors in Some Regions in Indonesia. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS.

Manufacture industry needs technology in production process to create a high productivity with efficient input. Technology availability could be measured by Total Factor Productivity (TFP). The study aims are: (1) analyze TFP of manufacture industry in some regions in Indonesia for period before and after 1998 crisis; (2) analyze factors influencing TFP of manufacture industry in some regions in Indonesia for period 1986-2010. TFP is analyzed using Ordinary Least Square (OLS) method, while factors influencing it is analyzed using Error Correction Model (ECM). The results show that most industries in Java have a positive TFP, while industries outer Java has a negative TFP. Before crisis, TFP is negative for industries outer Java remains negative. While after crisis, most industries in Java has a positive TFP, but industries outer Java remains negative. Factors influencing TFP of manufacture industry in the long term for industries in Java is import volume, while for industries outer Java is industry GRDP and FDI. In the short term, TFP of manufacture industries in Java is influenced by FDI, while industries outer Java is influenced by industry GRDP, FDI, and export volume.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS

TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY

SEKTOR

INDUSTRI BEBERAPA WILAYAH DI INDONESIA

SONYA PUSPA TRIANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Total Factor Productivity Sektor Industri Beberapa Wilayah di Indonesia

Nama : Sonya Puspa Triani NIM : H14090032

Disetujui oleh

Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah sektor industri pengolahan, dengan judul Analisis Total Factor Productivity Sektor Industri Beberapa Wilayah di Indonesia.

Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Drs. S. Sumardjo, M.Pd dan Ibu Yatni Rohmayatni serta kakak dan adik dari penulis, Dudung Prayudi Suryanto, Dicky Fauzi Firdaus, Regi Fauzan (Alm), Fevy Sonia Puspita Lestari atas segala doa dan kasih sayang yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga ucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si selaku pembimbing skripsi yang

telah memberikan arahan, bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan ibu Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan karya ilmiah ini.

3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

4. Bapak Undang Ruswanda dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor dan staf Perpustakaan dari Badan Pusat Statistik Jakarta yang telah membantu selama pengumpulan data serta memberikan konsultasi statistik kepada penulis. 5. Teman-teman satu bimbingan, Bella Kusumawati Herwanda, Wida

Mayashinta, dan Distia Auliandyni yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi, dan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

6. Sahabat penulis Aisiah Putri Pratiwi, Ulfia Rahmi Hasibuan, Heni Apriyani, Rahmalia Yuliarni, Ivonne Renita A, Meilani Putri, Gina Fatria Purnamasari, Raisha Pratidina, Annisaul Muawwanah, Manda Khairatul Aulia, Srikandhi Annisaa, Irene Susilawaty, Merlyn Rizky, Nella Helena, Vini Novia, Eva Farichatul Aeni, M Nico Irawan, dan Achmad Ubaidillah yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.

7. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 45, 46, 47, dan 48 terima kasih atas doa dan dukungannya.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

Hipotesis 6

Kerangka Pemikiran 7

METODE 7

Jenis dan Sumber Data 7

Metode Analisis Data 8

Model Penelitian 8

GAMBARAN UMUM 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Analisis Total Factor Productivity 11

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity 17

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 24

(11)

DAFTAR TABEL

1 PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan

Usaha tahun 2009-2012 (Triliun Rupiah) 1

2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2007-2009 (Miliar

Rupiah) 2

3 Jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan tahun 1990-2010 (Jiwa) 3 4 Pertumbuhan share industri pengolahan terhadap PDRB tahun

1986-2010 (%) 4

5 Tingkat produktivitas sektor industri pengolahan 10 provinsi tahun

1990-2010 (%) 5

6 Data, sumber data, dan keterangan 7

7 Rata-rata output, input, dan jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan periode sebelum krisis (1986-1996) 10 8 Rata-rata output, input, dan jumlah tenaga kerja sektor industri

pengolahan periode setelah krisis (1999-2010) 11 9 Hasil estimasi Total Factor Productivity di 10 provinsi tahun

1986-2010 12

10 Nilai rata-rata Total Factor productivity (TFP) sebelum dan setelah

krisis di 10 provinsi tahun 1986-2010 (%) 16

11 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka

panjang di 10 provinsi tahun 1986-2010 18

12 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka

pendek di 10 provinsi tahun 1986-2010 19

13 Perbedaan faktor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek di 10 provinsi tahun 1986-2010 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 7

2 Pertumbuhan Total Factor Productivity setiap provinsi di Pulau Jawa

tahun 1986-2010 (%) 14

3 Pertumbuhan Total Factor Productivity setiap provinsi di luar Pulau

Jawa tahun 1986-2010 (%) 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan Total Factor Productivity (TFP) 10 provinsi tahun

1986-2010 24

2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Total Factor Productivity (TFP) 10

(12)
(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia termasuk ke dalam negara berkembang yang masih melakukan pembangunan di setiap daerahnya. Pembangunan suatu negara merupakan proses berkesinambungan dengan tujuan akhir yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar terciptanya kesejahteraan masyarakat. Salah satu ukuran pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari tingkat pendapatan nasional Produk Domestik Bruto (PDB). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha menunjukkan kinerja perekonomian dari tahun ke tahun. PDB merupakan total nilai atau harga pasar (market prices) dari seluruh barang dan jasa akhir (final goods and services) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya 1 tahun) (BPS 2011). Tabel 1 PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan

Usaha tahun 2009-2012 (triliun rupiah)

Lapangan Usaha PDB Indonesia (triliun rupiah) 2009 2010 2011* 2012** Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan

Perikanan

295.9 304.8 315.0 327.5

Pertambangan dan Penggalian 180.2 187.2 189.8 193.0

Industri Pengolahan 570.1 597.1 633.8 670.1

Listrik, Gas, dan Air Bersih 17.2 18.1 18.9 20.1

Konstruksi 140.3 150.0 160.1 172.0

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 368.8 400.5 437.2 472.6 Pengangkutan dan Komunikasi 192.2 218.0 241.3 265.4 Keuangan, Real Estat, dan Jasa

Perusahaan

209.2 221.0 236.1 253.0

Jasa Lainnya 205.4 217.9 232.5 244.7

PDB 2178.5 2314.5 2464.7 2618.1

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2013

Keterangan: *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara

(15)

2

Pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari kontribusi setiap wilayah yang dapat menyumbangkan nilai ekonomi yang unggul di wilayah tersebut. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (BPS 2010).

Tabel 2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2007-2009 (triliun rupiah)

Wilayah PDRB 2007 PDRB 2008 PDRB 2009

Total Industri Total Industri Total Industri Kawasan Barat Indonesia

(KBI) 1735.6 461.6 1833.0 485.5 1912.4 487.7 Kawasan Timur Indonesia

(KTI) 143.1 11.9 151.2 12.7 164 .1 13.3

Sumber: BPS, 2010 (diolah)

Wilayah Indonesia dibagi menjadi dua kawasan pembangunan, yaitu (1) Kawasan Barat Indonesia (KBI) terdiri dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali; (2) Kawasan Timur Indonesia (KTI) terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian atau Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Temggara Timur. Tabel 2 menunjukkan nilai tambah dari masing-masing pulau yang terdiri dari beberapa provinsi di Indonesia yang terbagi menjadi KBI dan KTI. Nilai PDRB industri pengolahan di KBI pada tahun 2009 sebesar 487.7 triliun rupiah, sedangkan di KTI hanya sebesar 13.3 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan perkembangan industri yang sangat jauh sehingga adanya kesenjangan pengolahan industri antara KBI dan KTI dari tahun 2007 hingga tahun 2009. Nilai PDRB total yang mencerminkan perekonomian setiap daerah masih sangat jauh perbedaannya antara KBI dan KTI. Perkembangan ekonomi antar daerah tersebut memperlihatkan kecenderungan bahwa provinsi-provinsi di Pulau Jawa pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Perbedaan perkembangan antar daerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara KBI dan KTI, dan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan (Kuncoro 2002).

Kesenjangan KBI dan KTI dapat dilihat dari dua aspek besar, yaitu kependudukan dan kegiatan usaha. Jumlah penduduk yang ada di KTI hanya seperempat dari jumlah penduduk KBI. Aspek kegiatan usaha memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan ekonomi daerah atau kesejahteraan penduduk. Kondisi alam di Indonesia yang cukup bagus menjadikan KBI mendominasi sektor pertanian, sedangkan KTI mempunyai produk unggulan kehutanan, perikanan laut, perkebunan, peternakan, dan kelapa. Hampir seluruh industri di Indonesia terkonsentrasi di KBI sekitar 90% yaitu di kawasan Jabodetabek, sedangkan KTI hanya menyumbang 10% dan sebagian besar adalah industri pertambangan (BPS 2009).

(16)

3 output industri pengolahan ditentukan oleh akumulasi penggunaan input yaitu modal dan tenaga kerja. Tenaga kerja yang produktif akan menambah sumberdaya produksi dan menyebabkan bertambahnya output potensial. Berdasarkan survei BPS bahwa setiap pertumbuhan PDB 1% dapat menyerap sekitar 400 ribu tenaga kerja. Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar ke empat di Indonesia setelah pertanian, perdagangan, dan jasa pada tahun 2008-2010 (BPS 2011). Kontribusi tersebut tidak akan terealisasi tanpa pelaksanaan yang baik dari sektor industri pengolahan.

Tabel 3 Jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan tahun 1990-2010 (jiwa) Provinsi Jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan (jiwa)

1990 1995 2000 2005 2010 krisis jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan cenderung menurun. Biaya produksi tinggi dan barang atau jasa yang dihasilkan tidak kompetitif di pasar sehingga banyak perusahaan yang menutup usahanya sehingga kesempatan kerja menjadi berkurang (Margono 2005). Biaya produksi yang tinggi dan berkurangnya tenaga kerja dapat menghambat proses produksi di sektor industri pengolahan. Ketika krisis ekonomi 1998 akan secara langsung memengaruhi industri yang bersifat foot loose (muatan baku impor yang dominan) menyebabkan banyak perusahaan-perusahaan besar bangkrut (Tambunan dan Bakce 2010).

(17)

4

Perumusan Masalah

Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi (BPS 2012). Tabel 4 menunjukkan pertumbuhan share industri pengolahan terhadap PDRB. Pada tahun 1986 hingga tahun 2000 PDRB dari setiap provinsi mengalami peningkatan karena nilainya semakin bertambah untuk setiap sektor perekonomian termasuk sektor industri pengolahan. Jika dilihat dari pertumbuhan

share industri pengolahan terhadap PDRB untuk beberapa wilayah mengalami

penurunan terutama pada wilayah luar Pulau Jawa. Pada tahun 1990 hingga tahun 1995 beberapa wilayah mengalami perlambatan pertumbuhan share industri pengolahan. Pada tahun 1995 hingga tahun 2010 beberapa wilayah mengalami penurunan share industri pengolahan dan pertumbuhannya semakin lambat. Adanya penurunan dan perlambatan pertumbuhan share industri pengolahan baik di Pulau Jawa atau luar pulau Jawa dikarenakan kurangnya produktivitas pada sektor tersebut.

Tabel 4 Pertumbuhan share industri pengolahan terhadap PDRB tahun 1986-2010 (%)

Provinsi Share industri pengolahan terhadap PDRB (%) 1986 1990 1995 2000 2005 2010

Produktivitas merupakan sebuah ukuran efisiensi, yakni konsep teknis yang mengacu pada perbandingan output terhadap input (Supriyanto 2002). Produktivitas yang semakin tinggi merupakan salah satu hal yang harus dicapai oleh industri pengolahan agar output yang dihasilkan semakin tinggi. Setiap wilayah pasti mempunyai keunggulan yang berbeda-beda sehingga terjadi perbedaan produktivitas di sektor industri pengolahan. Jika sektor industri pengolahan tidak mampu meningkatkan produktivitas maka barang atau jasa yang dihasilkan tidak dapat bersaing dengan produk lainnya.

(18)

5 produktivitas sektor industri di Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa tidak berbeda jauh selama periode sebelum krisis yaitu tahun 1990-1995. Periode setelah krisis (tahun 2000-2010) terjadi kesenjangan produktivitas sektor industri pengolahan antar wilayah sehingga terjadi perbedaan input yang digunakan dan output yang dihasilkan.

Tabel 5 Tingkat produktivitas sektor industri pengolahan 10 provinsi tahun 1990-2010 (miliar rupiah/jiwa)

Provinsi Tingkat produktivitas (miliar/jiwa)

1990 1995 2000 2005 2010

Pulau Jawa

DKI Jakarta 0.04 0.08 0.21 0.40 0.67

Jawa Barat 0.03 0.05 0.15 0.23 0.65

Jawa Tengah 0.02 0.03 0.07 0.11 0.21

Jawa Timur 0.02 0.04 0.13 0.22 0.34

Luar Pulau Jawa

Sumatera Utara 0.03 0.05 0.17 0.41 0.75

Riau 0.02 0.08 0.41 0.82 1.94

Jambi 0.03 0.05 0.12 0.81 0.80

Sumatera Selatan 0.03 0.07 0.15 0.35 1.63

Kalimantan Timur 0.04 0.06 0.20 0.42 0.90

Sulawesi Tenggara 0.02 0.02 0.08 0.16 0.58

Sumber: BPS, 1990-2010 (diolah)

Sektor industri pengolahan membutuhkan peran teknologi dalam proses produksi agar penggunaan input lebih efisien. Indikator untuk mengukur ketersediaan teknologi yaitu dengan Total Factor Productivity (TFP). TFP dapat menjelaskan mengenai teknologi dan perubahan-perubahan lainnya yang terjadi pada seluruh faktor produksi yang dapat memengaruhi output yang dihasilkan. Pada hakekatnya tingkat TFP sektor industri pengolahan, konstruksi, dan pertanian akan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan sektor jasa, konsumsi, dan pertambangan (Bernard dan Jones 2002). Namun, perlu adanya penelitian mengenai TFP yang melingkupi provinsi karena adanya perbedaan penyerapan teknologi dan kesenjangan produktivitas sektor industri antar wilayah di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) sektor industri pengolahan 10 provinsi di Indonesia sebelum dan setelah krisis tahun 1998.

(19)

6

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian dapat menjadi sumber pengetahuan bagi penulis lain dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut. 2. Bagi pemerintah, penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

pembuat kebijakan dan pengambilan keputusan dalam merencanakan arah dan strategi pembangunan beberapa wilayah di Indonesia.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisis suatu permasalahan, serta menerapkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari selama kuliah.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis Total Factor Productivity (TFP) sektor industri pengolahan 10 provinsi di Indonesia. Provinsi yang digunakan dalam penelitian ini melingkupi provinsi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mewakili Pulau Jawa, sedangkan Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara mewakili luar Pulau Jawa. Sektor industri yang dianalisis merupakan industri besar dan sedang. Kode industri yang digunakan yaitu kode ISIC (Internasional Standard Industrial Classification).

Faktor produksi yang digunakan mencakup jumlah tenaga kerja produktif, biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya sewa modal dari 10 provinsi periode 1986-2010. Variabel untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi TFP adalah PDRB industri pengolahan, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), jumlah ekspor, dan impor bahan baku industri pengolahan dari 10 provinsi periode 1986-2010.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor produksi, yaitu jumlah tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya sewa modal memiliki pengaruh yang positif terhadap nilai output. Artinya, peningkatan input akan meningkatkan output industri pengolahan.

2. Total Factor Productivity (TFP) memberikan kontribusi yang positif terhadap

output industri pengolahan untuk 10 provinsi di Indonesia.

(20)

7

Kerangka Pemikiran

Gambar 1 Kerangka pemikiran

METODE

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time series) yang bersifat tahunan (annually) yaitu periode 1986-2010 dari 10 provinsi di Indonesia. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Tabel 6 Data, sumber data, dan keterangan

No. Data Sumber Simbol Keterangan

1. Nilai output (miliar rupiah)

BPS Q Mewakili nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri

2. Jumlah tenaga kerja (jiwa)

BPS TK Mewakili jumlah tenaga kerja produktif di sektor industri

3. Biaya bahan baku (miliar rupiah)

BPS B Mewakili biaya bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi 4. Biaya energi

(miliar rupiah)

BPS E Mewakili biaya listrik, air, uap, cahaya, panas, gerak, dan lain-lain

5. Biaya sewa modal

(miliar rupiah)

BPS SM Mewakili biaya sewa gedung, peralatan, dan mesin

6. PDRB Industri (juta rupiah)

BPS PDRB Mewakili jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh unit usaha

7. PMA (ribu US$) BKPM PMA Mewakili realisasi penanaman modal asing sektor industri

8. PMDN (juta rupiah)

BKPM PMDN Mewakili realisasi penanaman modal dalam negeri sektor industri

9. Ekspor (US$) BPS X Mewakili total ekspor industri (Kode ISIC) 10. Impor (US$) BPS M Mewakili impor bahan baku industri (Kode

ISIC) Pertumbuhan Ekonomi

Industri Pengolahan Provinsi di Indonesia

Perkembangan Teknologi Pertumbuhan Input

Pertumbuhan Output

(21)

8

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai sektor industri pengolahan 10 provinsi di Indonesia serta menjelaskan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Metode kuantitatif yang digunakan untuk mengukur tingkat TFP yaitu metode Ordinary Least Square

(OLS), sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007.

Model Penelitian

Analisis Total Factor Productivity (TFP) yang dimaksudkan adalah melingkupi progres teknologi sektor industri pengolahan 10 provinsi di Indonesia. Perkembangan teknologi tidak dapat diamati secara langsung maka TFP sebagai pencerminan pertumbuhan teknologi. Perhitungan TFP didasarkan pada fungsi produksi Cobb-Douglas dan model pertumbuhan Sollow yang akan dianalisis dengan menggunakan metode OLS dimana nilai A pada fungsi produksi diartikan sebagai TFP.

= (1)

Menurut Mahyuddin, Juanda, dan Siregar (2006) untuk keperluan perhitungan TFP, maka dilakukan transformasi logaritma natural terhadap fungsi produksi Cobb-Douglas. Tahapan transformasi logaritma tersebut adalah sebagai berikut:

Nilai pada persamaan 7 menunjukkan bagian (share) pertumbuhan tenaga kerja dari total output atau (MPL x L)/Y. Nilai pada persamaan 7 menunjukkan

bagian (share) pertumbuhan modal dari total output atau (MPK x K)/Y. Asumsi

(22)

9 Pada model pertumbuhan Sollow terdapat sedikit penambahan dalam penggunaan sumber-sumber pertumbuhan seperti pada penelitian Bilada (2008) yang menambahkan perubahan jumlah bahan baku dan perubahan jumlah energi. Pada penelitian ini input yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja (TK), biaya bahan baku (B), biaya energi (E), dan biaya sewa modal (SM) sehingga persamaan tersebut menjadi:

= ∆ − ∆ − ∆ − ∆ − ∆ (2) dimana:

∆A/A = Pertumbuhan Total Factor Productivity (%)

∆Q/Q = Pertumbuhan output (%)

∆TK/TK = Pertumbuhan tenaga kerja (%)

∆B/B = Pertumbuhan bahan baku (%)

∆E/E = Pertumbuhan energi (%)

∆SM/SM = Pertumbuhan sewa modal (%)

, , , = Koefisien

Model yang digunakan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi TFP adalah model Error Correction Model (ECM) pada persamaan 3. Model ini akan digunakan untuk masing-masing provinsi dalam melihat faktor-faktor yang memengaruhi TFP sektor industri pengolahan di 10 provinsi. Secara sistematis persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

∆ � = 0+ 1 (ln �)+ 2 (ln )+ 3 (ln )+

4 (ln )+ 5 (ln ) +�� (3)

dimana:

∆ � = Pertumbuhan Total Factor Productivity (%)

PDRBI = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri (juta rupiah) PMA = Penanaman Modal Asing sektor industri (ribu US$)

PMDN = Penanaman Modal Dalam Negeri sektor industri (juta rupiah) X = Ekspor total industri (US$)

M = Impor bahan baku industri (US$)

GAMBARAN UMUM

(23)

10

yang telah menyusun peta panduan industri unggulan provinsinya, yaitu Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan lain-lain.

Perkembangan sektor industri pengolahan bergantung kepada faktor dukung yang tidak dimiliki oleh semua wilayah menyebabkan kesulitan dalam menghasilkan output industri. Pertumbuhan output industri pengolahan ditentukan oleh penggunaan input yang terdiri dari modal dan tenaga kerja dari setiap wilayah. Industri sering dikategorikan sebagai foot loose industries karena muatan baku impor yang dominan, sedangkan faktor input dari dalam negeri hanya tenaga kerja kasar (Tambunan dan Bakce 2010).

Krisis ekonomi adalah musibah yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang melamban. Pertumbuhan ekonomi yang melamban bukan berakar pada masalah karena kelemahan sektor moneter dan keuangan saja, melainkan pada tidak kuatnya struktur sektor ekonomi di sektor riil dalam menghadapi gejolak dari luar (external shocks) atau gejolak dari dalam (internal shocks) (Tambunan dan Bakce 2010). Pada periode sebelum krisis (1986-1996) diantara 10 provinsi, rata-rata output, input, dan jumlah tenaga kerja paling tinggi adalah Provinsi Jawa Barat, sedangkan provinsi dengan rata-rata paling rendah adalah Sulawesi Tenggara.

Tabel 7 Rata-rata output, input, dan jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan periode sebelum krisis (tahun 1986-1996)

Provinsi

(24)

11 menitikberatkan keterkaitan antara industri dan pertanian sekitar tahun 1995. Tabel 8 Rata-rata output, input, dan jumlah tenaga kerja sektor industri

pengolahan periode setelah krisis (tahun 1999-2010) Provinsi setelah adanya krisis (tahun 1999-2010). Rata-rata tertinggi pada periode setelah krisis masih dimiliki oleh Provinsi Jawa Barat, sedangkan rata-rata terendah yaitu Sulawesi Tenggara. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 mengakibatkan investasi konstan, ekspor semakin turun, dan impor semakin naik. Akibatnya pada tahun 1999 hingga tahun 2001 Indonesia masih mengalami dampak dari krisis tersebut sehingga proses industrialisasi terhambat. Awal tahun 2002 Indonesia memasuki tahap pemulihan ekonomi sehingga produksi kembali stabil dan produktivitas semakin tinggi. Menurut data BPS (2003) pada tahun 2002 jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan mengalami penurunan, namun produksinya stabil sehingga outputnya meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang produktif akan menambah sumberdaya produksi dan menyebabkan bertambahnya output potensial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Total Factor Productivity

Total Factor Productivity (TFP) merupakan kumpulan dari seluruh faktor

kualitas yang menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal untuk menghasilkan lebih banyak output dari tiap unit input. Di dalam jangka panjang TFP dapat dianggap sebagai suatu ukuran peningkatan efisiensi dari produksi dan progres teknologi. Laju proses teknologi dihitung untuk memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang teknologi tidak bernilai konstan.

(25)

12

Indonesia. Provinsi yang digunakan akan dikelompokkan menjadi provinsi yang ada di Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa. Provinsi yang dianalisis yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang mewakili Pulau Jawa. Provinsi yang termasuk ke dalam luar Pulau Jawa yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Masing-masing provinsi mempunyai nilai TFP yang berbeda-beda untuk setiap tahunnya periode 1986-2010. Oleh karena itu, didapat hasil estimasi dari masing-masing provinsi yang disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Hasil estimasi Total Factor Productivity di 10 provinsi tahun 1986-2010 Provinsi Jawa Tengah -0.254887* 0.851185* 0.042956 0.088506* 0.998316 Jawa Timur 0.865705* 0.598660* 0.141056 0.004043 0.994251 Luar Pulau Jawa

Sumatera Utara -0.037537 0.916069* 0.055467 -0.018466 0.998577 Riau 0.466998* 0.861904* 0.355624* -0.110051 0.990495 Jambi 0.086235 0.793749* 0.154242* 0.027037* 0.995861 Sumatera Selatan -0.252285 0.730401* -0.029522 -0.075475 0.993371 Kalimantan Timur -0.006222 0.833545* 0.168958* 0.013535 0.988298 Sulawesi Tenggara 0.214720 0.803307* -0.001103 0.028720 0.986830 Sumber: Lampiran 1

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 10%

Langkah awal untuk melakukan perhitungan TFP yaitu melakukan estimasi faktor-faktor produksi menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) pada masing-masing provinsi. Uji ekonometrika akan dilakukan setelah hasil estimasi setiap provinsi telah didapat yang melingkupi beberapa uji, yaitu uji kenormalan, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas.

(26)

13 Uji statistik yang dilakukan meliputi uji t-Statistik, uji F-Statistik, dan koefisien determinasi ( 2). Uji t-Statistik yang dilakukan pada masing-masing provinsi menunjukka bahwa faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap output industri pengolahan. Tabel 9 menunjukkan variabel tenaga kerja (TK) signifikan dan positif terhadap produksi di provinsi Jawa Timur dan Riau. Variabel bahan baku (B) signifikan dan positif terhadap output di semua provinsi kecuali Provinsi Sulawesi Tenggara. Variabel energi (E) signifikan dan positif terhadap output di provinsi Riau, Jambi, dan Kalimantan Timur. Variabel sewa modal (SM) hanya signifikan di Provinsi Jawa Tengah dan Jambi. Hal ini membuktikan bahwa dengan ketersediaan input (tenaga kerja, bahan baku, energi, dan sewa modal) maka akan memperlancar proses produksi di masing-masing provinsi.

Uji F-statistik dilakukan dengan nilai dari F-statistik dari masing-masing provinsi. Uji F berguna untuk membuktikan nyata tidaknya koefisien regresi secara bersama-sama pada taraf tertentu atau menunjukkan signifikan tidaknya model yang diperoleh secara keseluruhan (Firdaus 2011). Hasil yang didapat dari hasil estimasi masing-masing provinsi yaitu model signifikan terhadap output industri pada taraf nyata 10%.

Koefisien determinasi ( 2) merupakan indikator yang menunjukkan seberapa baik model yang diperoleh bersesuaian dengan data aktual (goodness of fit) (Firdaus 2011). Indikator ini dilakukan untuk mengukur keragaman dengan melihat nilai dari R-Squared dari hasil estimasi. Nilai R-Squared tertinggi berada di Pulau Jawa yaitu Provinsi Jawa Barat sebesar 0.999353, artinya faktor-faktor produksi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 99.93% dan sisanya sebesar 0.07% dijelaskan oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi ini. Nilai R-Squared terendah berada di luar Pulau Jawa yaitu Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu sebesar 0.986830, artinya faktor-faktor produksi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 98.68% dan sisanya sebesar 1.32% dijelaskan oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model ini. Pada Tabel 9 nilai

R-Squared di 10 provinsi tergolong tinggi karena 8 provinsi mempunyai nilai

R-Squared lebih dari 0.99, berarti nilainya mendekati 1, artinya model semakin baik

(fit) (Firdaus 2011).

Provinsi yang akan dianalisis dikelompokkan menjadi provinsi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Di Pulau Jawa terdapat Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur dengan nilai koefisien yang sesuai dengan teori ekonomi yaitu menunjukkan nilai positif pada setiap faktor produksi (Tabel 9). Di luar Pulau Jawa hanya Provinsi Jambi yang nilai koefisiennya sesuai dengan teori ekonomi. Ketiga provinsi tersebut membuktikan bahwa output industri pengolahan dipengaruhi oleh tenaga kerja, bahan baku, energi, dan sewa modal.

(27)

14

Hasil estimasi pada Provinsi Jawa Tengah menunjukkan nilai koefisien variabel bahan baku (B), energi (E), dan sewa modal (SM) bernilai positif tetapi variabel tenaga kerja (TK) bernilai negatif. Namun, variabel yang berpengaruh signifikan terhadap output yaitu tenaga kerja (TK), bahan baku (B), dan sewa modal (SM). Hasil estimasi Provinsi Riau menunjukkan nilai koefisien dari variabel tenaga kerja (TK), bahan baku (B), dan energi (E) adalah positif dan berpengaruh signifikan, namun variabel sewa modal bernilai negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap output industri. Hal ini menunjukkan bahwa di Provinsi Riau tingkat produktivitas tenaga kerja terhadap output industri pengolahan sangat tinggi seperti pada Tabel 5. Hasil estimasi pada Provinsi Jambi menunjukkan nilai koefisien semua variabel positif tetapi hanya variabel tenaga kerja (TK) yang tidak berpengaruh signifikan terhadap output. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah tenaga kerja tidak memengaruhi output yang dihasilkan, melainkan output industri dipengaruhi oleh inputnya.

Sumatera Selatan merupakan provinsi dengan nilai koefisien hanya bahan baku (B) yang sesuai dengan teori ekonomi (Tabel 9). Variabel tenaga kerja (TK), energi (E), dan sewa modal (SM) bernilai negatif, artinya tidak berpengaruh nyata terhadap output. Hal ini dapat diakibatkan oleh jumlah tenaga kerja yang kurang memadai dan terbatasnya akses untuk penyaluran energi, terutama listrik. Pembangunan infrastruktur yang minim mengakibatkan penggunaan listrik tidak maksimal karena adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan listrik dengan harga listrik. Naiknya Tarif Dasar Listrik (TDL) cukup menggangu kinerja perusahaan yang tengah berupaya semaksimal mungkin melakukan efisiensi di tengah kenaikan harga minyak dunia. Bahan baku yang cukup banyak menjadikan ketersediaan peralatan dan mesin harus sesuai dengan jumlah bahan baku agar proses produksi dapat berjalan lebih efisien. Namun, yang terjadi adalah adanya ketimpangan antara kondisi modal (gedung, peralatan, dan mesin) yang tersedia dengan jumlah bahan baku yang melimpah. Hal ini menjadikan proses produksi tidak dapat berjalan dengan maksimal karena adanya keterbatasan modal.

Sumber: Lampiran 1

Gambar 2 Pertumbuhan Total Factor Productivity setiap provinsi di Pulau Jawa tahun 1986-2010 (%)

Perhitungan TFP dilakukan dengan menghitung pertumbuhan pertahun dari kelima variabel fungsi produksi, yaitu output industri (Q), tenaga kerja (TK),

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

T

(28)

15 bahan baku (B), energi (E), dan sewa modal (SM). Perhitungan ini dilakukan kepada masing-masing provinsi untuk setiap tahunnya. Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan TFP di Pulau Jawa yang melingkupi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Nilai TFP di Pulau Jawa terlihat lebih berfluktuatif dibandingkan nilai TFP di luar Pulau Jawa pada Gambar 3. Hal ini membuktikan bahwa di Pulau Jawa progres teknologinya sangat dipengaruhi input karena pulau ini merupakan wilayah yang menjadi pusat perekonomian di Indonesia.

Nilai TFP pada krisis tahun 1998 menjadikan beberapa wilayah bernilai negatif kecuali Provinsi Jawa Timur. Provinsi tersebut bernilai positif, artinya teknologi industri di wilayah tersebut tidak rentan terhadap krisis tahun 1998. Nilai TFP yang positif disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu tingkat produktivitas tenaga kerja yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah tenaga kerja di Jawa Timur mencapai lebih dari sembilan ratus ribu jiwa menjadikan industri dapat memaksimalkan proses produksinya. Pada tahun 2008 nilai TFP negatif di beberapa provinsi yang ada di Pulau Jawa dikarenakan kondisi makroekonomi Indonesia yang tidak stabil setelah adanya krisis keuangan global di Amerika Serikat. Pondasi ekonomi dan keuangan di Indonesia yang semakin baik menjadikan krisis tersebut tidak menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan.

Sumber: Lampiran 1

Gambar 3 Pertumbuhan Total Factor Productivity setiap provinsi di luar Pulau Jawa tahun 1986-2010 (%)

Nilai TFP periode 1986-2010 pada provinsi yang ada di luar Pulau Jawa terlihat lebih konstan pergerakannya daripada pertumbuhan TFP di Pulau Jawa. Teknologi sektor industri masih tergolong lemah karena wilayah ini jauh dari pusat perekonomian sehingga keunggulan yang dimiliki oleh wilayah di luar Pulau Jawa adalah sumber daya alam yang melimpah. Tenaga kerja yang ada di luar Pulau Jawa biasanya melakukan migrasi karena dinilai akan lebih produktif jika bekerja di Pulau Jawa sebagai pusat perekonomian. Oleh karena itu, semakin terhambatnya perkembangan dan pertumbuhan faktor-faktor produksi di wilayah luar Pulau Jawa. Adanya migrasi tersebut menjadikan semakin konstan nilai TFP yang dihasilkan, maka lima dari enam provinsi di luar Pulau Jawa sangat rentan

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

T

(29)

16

Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur merupakan provinsi di luar Pulau Jawa yang terkena dampak krisis tahun 1998 sehingga mengakibatkan nilai TFP menurun. Pertumbuhan TFP yang lambat dapat menunjukkan modal yang belum dialokasikan secara efisien dan belum dimanfaatkan secara keseluruhan (Felipe 1997). Nilai TFP negatif disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi makroekonomi wilayah yang tidak stabil setelah adanya krisis 1998. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh industri pengolahan adalah biaya untuk bahan baku, energi, dan sewa modal. Hampir 90% bahan baku dan modal merupakan barang-barang impor. Hal ini mengakibatkan industri pengolahan di beberapa wilayah di luar Pulau Jawa tidak bisa mendapat keuntungan yang maksimal dari nilai tambah yang dihasilkan oleh proses produksi yang dilakukan, karena bahan baku dan modal yang dipakai sebagian dari impor. Pada tahun 2004 terjadi penurunan yang sangat jauh oleh Provinsi Jambi. Hal ini disebabkan oleh daerah luar Pulau Jawa yang tergantung kepada investasi, terutama investasi asing yang konstan pada tahun 2004 menjadikan input industri tidak dapat digunakan secara maksimal.

Tabel 10 Nilai rata-rata Total Factor productivity (TFP) sebelum dan setelah krisis di 10 provinsi tahun 1986-2010 (%)

Provinsi

Nilai TFP (%)

Rata-rata TFP Rata-rata TFP sebelum krisis

Rata-rata TFP setelah krisis Pulau Jawa

DKI Jakarta 0.062124 0.075832 0.054612

Jawa Barat 0.001492 -0.005168 0.013181

Jawa Tengah -0.018068 -0.032408 0.002915

Jawa Timur 0.014914 -0.007908 0.013623

Luar Pulau Jawa

Sumatera Utara -0.005729 -0.020329 -0.009649

Riau -0.016224 -0.035974 0.034601

Jambi -0.104213 -0.101218 -0.117037

Sumatera Selatan 0.077796 0.111657 0.069781 Kalimantan Timur -0.011016 0.004177 -0.006019 Sulawesi Tenggara -0.069024 -0.151756 -0.090371 Sumber: Lampiran 1

(30)

17 berorientasi impor dapat bertahan sehingga masih bisa melakukan proses produksi. Hasilnya yaitu nilai rata-rata TFP positif pada enam provinsi terutama provinsi yang ada di Pulau Jawa. Nilai positif pada TFP setelah adanya krisis dikarenakan perekonomian Indonesia yang berada pada fase pemulihan ekonomi pada periode 2002-2010 sehingga produksi yang dihasilkan stabil dan nilai TFP menjadi positif.

Pulau Jawa merupakan wilayah maju yang memiliki investasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah di luar Pulau Jawa. Investasi tersebut melingkupi investasi dalam negeri (PMDN) maupun luar negeri (PMA). Investasi asing adalah cara utama terjadinya transfer teknologi ke negara sedang berkembang (Djankov dan Hoekman 2000). Oleh karena itu, nilai rata-rata TFP di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan luar Pulau Jawa. Provinsi di Pulau Jawa yang mempunyai nilai rata-rata TFP yang positif yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur mempunyai nilai PMA yang tinggi.

TFP sebelum krisis baik Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa nilai rata-ratanya negatif, sedangkan setelah krisis wilayah Pulau Jawa bernilai positif dan luar Pulau Jawa masih bernilai negatif. Nilai rata-rata TFP tertinggi yaitu Provinsi Sumatera Selatan dan DKI Jakarta. Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang maju di Pulau Sumatera sehingga pusat perekonomian sebagian besar berada di provinsi ini. DKI Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia sehingga pusat perekonomian semua provinsi berada di Provinsi DKI Jakarta. Hal inilah yang menjadikan Sumatera Selatan dan DKI Jakarta memiliki nilai rata-rata TFP tertinggi untuk periode 1986-2010. Provinsi yang mempunyai nilai rata-rata TFP terendah yaitu Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Timur yang termasuk ke dalam wilayah luar Pulau Jawa. Hal ini membuktikan bahwa adanya perbedaan penyerapan teknologi di berbagai wilayah sehingga terjadinya penurunan dan perlambatan share industri pengolahan terhadap PDRB di setiap wilayah di Indonesia.

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi Total Factor Productivity (TFP) menggunakan model Error Correction Model (ECM) yaitu dengan menduga model jangka panjang dan jangka pendek. ECM merupakan salah satu model dinamis yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. Tujuan utama dari ECM adalah untuk mengatasi masalah data time series yang tidak stasioner dan mengatasi regresi palsu. ECM digunakan untuk mengatasi perbedaan kekonsistenan hasil estimasi jangka pendek dengan jangka panjang. Cara mengatasinya yaitu dengan disekuilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya, sehingga tidak ada kesalahan dalam model analisisnya.

(31)

18

Tabel 11 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka panjang di 10 provinsi tahun 1986-2010

Provinsi

Jawa Barat -0.359237* -0.010968* 0.015674* -0.028994 -0.009607 0.830809

Jawa Tengah -1.097807 0.046311* -0.044718* 0.746204 0.163510* 0.764332

Jawa Timur 0.837737 -0.026457 0.005964 0.334437* 0.129442* 0.839045

Luar Pulau Jawa

Sumatera Utara -0.502186 -0.029569* 0.040556 0.280971 0.196734 0.664137

Riau 0.332336 -0.034358* 0.051215* -2.062240* -0.352019* 0.948862

Jambi 2.863207* 0.149573* -0.090179* -0.405151 0.057753 0.903537

Sumatera Selatan -0.739970 0.002015 -0.004198 -0.035768* 0.100602 0.910736 Kalimantan Timur 0.229501 0.029927* 0.023238 -0.533291 0.288959 0.732017 Sulawesi Tenggara 3.198902* 0.135162* 0.007541 0.015983 -0.004050 0.846548 Sumber: Lampiran 2

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 10%

Pendugaan model jangka panjang dan jangka pendek dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan terlebih dahulu. Uji unit root dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya persoalan akar unit pada masing-masing variabel. Setelah uji dilakukan kepada masing-masing provinsi, maka terdapat beberapa variabel yang tidak stasioner pada level. Oleh karena itu, dilakukan uji Augmented

Dickey-Fuller (ADF). Uji derajat integrasi digunakan untuk mengetahui derajat

integrasi ke berapa sehingga data deret waktu dari masing-masing variabel yang akan digunakan bersifat stasioner. Hasil dari uji derajat integrasi yaitu variabel yang stasioner pada first difference.

Uji kointegrasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kestabilan dalam jangka panjang. Hasil uji ini yaitu variabel-variabel yang digunakan dalam persamaan ini sudah terkointegrasi di masing-masing provinsi. Uji ekonometrika yang dilakukan meliputi uji autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. Hasil dari ketiga uji tersebut yaitu tidak terdapat gejala autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas pada persamaan di masing-masing provinsi.

Nilai R-Squared tertinggi berada di Provinsi Riau sebesar 0.948862, artinya faktor-faktor yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 94.89% dan sisanya sebesar 5.11% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Nilai R-Squared terendah berada di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 0.664137, artinya faktor-faktor yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 66.41% dan sisanya sebesar 33.59% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Pada Tabel 11 nilai R-Squared di Pulau Jawa lebih kecil daripada di luar Pulau Jawa. Namun, nilai R-Squared di 10 provinsi tergolong tinggi karena mempunyai nilai yang mendekati 1, artinya model semakin baik (fit) (Firdaus 2011).

(32)

19 wilayah tersebut menjadi daya tarik para investor dalam jangka panjang. Investasi asing akan menimbulkan adanya transfer teknologi industri dari luar negeri sehingga terjadinya efisiensi faktor produksi dalam jangka panjang. Di dalam jangka panjang wilayah Pulau Jawa mendominasi impor (M) karena tingginya permintaan dalam mencukupi kebutuhan bahan baku untuk proses produksi. Impor modal berupa mesin dan peralatan industri akan meningkatkan efisiensi faktor produksi dalam proses produksi karena mesin dan peralatan yang digunakan berteknologi tinggi.

Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah yang termasuk ke dalam Pulau Jawa mempunyai banyak variabel yang signifikan terhadap TFP. Variabel yang signifikan terhadap TFP di Provinsi Jawa Barat yaitu Produk Domestik Bruto (PDRB) industri, PMA, dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Variabel PDRB industri dan PMA berpengaruh signifikan tetapi nilai koefisiennya negatif, sedangkan variabel PMDN berpengaruh signifikan dan positif terhadap TFP. Variabel yang berpengaruh signifikan di Provinsi Jawa Tengah yaitu PMA, PMDN, dan impor (M). Variabel PMDN berpengaruh signifikan tetapi nilai koefisiennya negatif, sedangkan variabel PMA dan impor nilai koefisiennya positif atau sesuai dengan teori ekonomi. Nilai koefisien impor yaitu 0.163510 maka setiap impor naik 1% maka TFP akan naik sebesar 16.35%, sedangkan untuk variabel PMA nilai koefisiennya yaitu 0.046311, artinya setiap PMA naik 1% maka TFP akan naik sebesar 4.63%, (Tabel 11). Hal ini sesuai dengan penelitian Akinlo (2005) yang menyatakan bahwa investasi luar negeri atau PMA berpengaruh signifikan dan positif terhadap TFP.

Tabel 12 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka pendek di 10 provinsi tahun 1986-2010

Provinsi

Nilai Koefisien PDRB

Industri PMA PMDN Ekspor Impor

Pulau Jawa

DKI Jakarta -0.090090 0.070791* -0.063606* -0.007693* -0.075475 Jawa Barat 0.348683* -0.006575 0.009491 -0.009488* -0.019522* Jawa Tengah -0.189884 0.100331* -0.054474* -0.013442* -0.010126 Jawa Timur -0.990006* 0.017142* -0.001769 -0.004308 -0.115684 Luar Pulau Jawa

Sumatera Utara 0.687432 -0.051497 -0.014755 0.008848 -0.167632* Riau 0.888094* -0.040685* 0.011313 -0.067611* 0.828055* Jambi 4.384525* 0.055945* -0.003607 -0.005451 0.197036 Sumatera Selatan 0.485292 -0.001670 0.003479 0.046575* 0.052486 Kalimantan Timur -1.600213 0.028471* -0.097390* -0.010215 0.084742 Sulawesi Tenggara -4.829581* 0.063821 -0.024554 0.074692* -0.020927 Sumber: Lampiran 2

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 10%

(33)

20

Timur berpengaruh signifikan dan positif terhadap TFP. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Akinlo (2005) yang menyatakan bahwa investasi luar negeri atau PMA singifikan positif terhadap TFP. Di dalam jangka pendek variabel PMA di Pulau Jawa lebih berpengaruh daripada di luar Pulau Jawa. Hal ini memengaruhi nilai rata-rata TFP yang lebih banyak bernilai positif di Pulau Jawa (Tabel 10).

Variabel ekspor (X) dan impor (M) dalam jangka pendek nilai koefisiennya negatif di Pulau Jawa. Ekspor yang dilakukan oleh provinsi-provinsi di Indonesia masih terbatas seperti barang mentah atau barang setengah jadi sehingga dapat menurunkan nilai TFP. Impor dibutuhkan dalam suatu industri pengolahan tetapi dalam jangka pendek dapat menyebabkan ketergantungan yang terus menerus jika tidak diimbangi dengan ekspor.

Di dalam periode jangka pendek PMA dan ekspor (X) sangat memengaruhi TFP di Pulau Jawa. Di wilayah luar Pulau Jawa variabel yang memengaruhi TFP dalam jangka pendek yaitu PDRB industri, PMA, dan ekspor. Variabel PMA signifikan positif di Pulau Jawa dan di beberapa provinsi di luar Pulau Jawa. Namun, di luar Pulau Jawa terdapat variabel PMA yang tidak signifikan tetapi positif yaitu di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini sesuai dengan penelitian Borensztein, Gregorio dan Lee (1998) yang menemukan bahwa pengaruh PMA yang tidak signifikan tetapi positif di 69 negara.

Variabel PMA jika dibandingkan antara jangka panjang dengan jangka pendek maka di dalam jangka pendek ternyata lebih banyak yang tidak signifikan. Hal ini seperti penemuan Durham (2004) yang tidak menemukan pengaruh positif dari PMA di 80 negara tapi menurut Baltabaev (2013) efek PMA akan positif jika pertumbuhan lembaga keuangan tinggi.

Tabel 13 Perbedaan faktor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek di 10 provinsi tahun 1986-2010

Jangka Panjang

Tabel 13 menunjukkan perbedaan faktor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek untuk wilayah di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa. Fakor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka panjang yaitu PDRB industri, PMA, PMDN, ekspor, dan impor untuk wilayah yang ada di Pulau Jawa. Wilayah yang ada di luar Pulau Jawa nilai TFP dipengaruhi oleh PMA. Faktor-faktor yang memengaruhi TFP dalam jangka pendek yaitu PDRB industri, PMA, ekspor, dan impor untuk Pulau Jawa, sedangkan untuk luar Pulau Jawa dipengaruhi oleh PDRB industri, PMA, dan ekspor.

(34)

21 dalam jangka pendek, sedangkan untuk luar Pulau Jawa PMA berpengaruh dalam jangka panjang. Hal ini sejalan dengan penelitian Djankov dan Hoekman (2000) yang menyatakan bahwa investasi asing adalah cara utama terjadinya transfer teknologi ke negara sedang berkembang karena dengan adanya investasi dari luar negeri maka akan terjadi transfer pengetahuan. Variabel PMDN signifikan positif hanya di Pulau Jawa yaitu Provinsi Jawa Barat. Hal ini terjadi karena Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan nilai investasi terbesar baik domestik maupun luar negeri. Selain itu, Pulau Jawa merupakan pusat perekonomian Indonesia sehingga para investor percaya untuk menanamkan modalnya di sektor industri pengolahan baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek.

Ekspor akan memengaruhi penyerapan teknologi karena akan menciptakan perdagangan terbuka (Harisson 1993). Hal ini sesuai dengan variabel ekspor yang signifikan positif terhadap TFP dalam jangka panjang untuk wilayah di luar Pulau Jawa. Sumberdaya yang melimpah dari wilayah luar Pulau Jawa menjadikan ekspor dapat dilakukan secara terus menerus meskipun produknya merupakan barang mentah atau barang setengah jadi. Variabel impor memengaruhi TFP dalam jangka panjang di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan dalam jangka pendek hanya memengaruhi TFP di Provinsi Riau.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai Total Factor Productivity (TFP) dari 10 provinsi yang termasuk Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, sedangkan luar Pulau Jawa terdiri dari Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara menggambarkan penguasaan teknologi yang lemah untuk sektor industri pengolahan. Nilai rata-rata TFP tertinggi yaitu Provinsi Sumatera Selatan dan DKI Jakarta. Provinsi tersebut merupakan pusat perekonomian bagi Pulau Sumatera dan negara Indonesia sehingga penguasaan teknologi di sektor industri pengolahan termasuk kuat. TFP sebelum krisis baik Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa nilai rata-ratanya negatif, sedangkan setelah krisis wilayah Pulau Jawa bernilai positif dan luar Pulau Jawa masih bernilai negatif. Hal ini membuktikan bahwa adanya perbedaan penyerapan teknologi di berbagai wilayah sehingga terjadinya penurunan dan perlambatan

share industri pengolahan terhadap PDRB di setiap wilayah di Indonesia.

(35)

22

Saran

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata TFP yang berbeda dari setiap wilayah di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah provinsi yang diteliti agar semakin bisa untuk mewakili kondisi penyerapan teknologi sektor industri pengolahan di Indonesia. Pada penelitian selanjutnya diperlukan penambahan variabel yaitu tingkat pendidikan atau variabel lain yang dapat mewakili TFP sektor industri pengolahan.

DAFTAR PUSTAKA

Akinlo AE. 2005. Impact of Macroeconomics Factors on Total Factor Productivity in Sub-Saharan African Countries. No. 39, Juni 2005. Finlandia (FI): UNU-WIDER.

Baltabaev B. 2013. FDI and Total Factor Productivity Growth: New Macro Evidence. ISSN 1441-5429. Departement of Economics. Australia (AU): Monash Unversity.

Bernard AB, Jones, CI. 2002. Productivity Across Industries and Countries: Time Series Theory and Evidence. Vol. 78, Issue 1, Februari 1996, pages 135-146. Amerika Serikat (US): JSTOR.

Bilada A. 2008. Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Farmasi Indonesia periode 1983-2005 (Pendekatan Total Factor Productivity). [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.

[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2011. Realisasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri (1990-2010). Jakarta (ID): BKPM. Borensztein E, Gregorio JD, Lee JW. 1998. How does Foreign Direct Investment

Affect Economic Growth? Journal of International Economics. 45(1), 115. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Produk Domestik Regional Bruto

Provinsi-provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha (2005-2009). Bogor (ID): BPS.

_______________________. 1986-2010. Berbagai Provinsi dalam Angka. Jakarta (ID): BPS.

_______________________. 1986-2010. Pendapatan Regional Propinsi-propinsi

di Indonesia Menurut Lapangan Usaha. Jakarta (ID): BPS.

_______________________. 1986-2010. Statistik Perdagangan Luar Negeri

Indonesia-Ekspor. Volume 2. Jakarta (ID): BPS.

_______________________. 1986-2010. Statistik Perdagangan Luar Negeri

Indonesia-Impor (1986-2010). Volume 2. Jakarta (ID): BPS.

_______________________. 2013. Statistik Indonesia 2013. Bogor (ID): BPS. Djankov S, Hoekman B. 2000. Foreign Investment and Productivity Growth in

Czech Enterprises. The World Bank Economic Review, Vol. 14, No. 1, pages 49-64.

(36)

23 Felipe J. 1997. Total Factor Productivity Growth in East Asia: A Critical Survey. Economics and Development Resource Center. No. 65, September 1997. Filipina (PH): ERDC.

Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Pr.

Gujarati DN. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Jilid 1. Mulyadi JA, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Essentials of Econometrics. Harisson AE. 1993. Productivity, Imperfect Competition and Trade Perform.

Journal of International Economics 26 (1994) 53-73. Washington DC (US): The World Bank.

Ikhsan M. 2006. Total Factor Productivity in Indonesian Manufacturing: A Stochastic Frontier Approach. Papper 28. Australia (AU): Monash Unversity. Kuncoro M. 2002. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan,

Strategi dan Peluang. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.

Mahyudin, Juanda B, Siregar H. 2006. Total Factor Productivity dan Dampaknya Terhadap Kesempatan Kerja di Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian No. 23, Desember 2006.

Margono H. Analisis Produktivitas dan Ketenagakerjaan: Suatu Pendekatan

Makro-Mikro Ekonomi [Disertasi]. Bogor (ID): IPB.

Supriyanto H. 2002. Dekomposisi dan Dinamika Sumber-sumber Pertumbuhan

Industri Kecil dan Rumah Tangga di Indonesia: Analisis “Total Factor Productivity” [Tesis]. Bogor (ID): IPB.

(37)

24

Lampiran 1 Hasil perhitungan Total Factor Productivity (TFP) 10 provinsi tahun 1986-2010

1. Provinsi Sumatera Utara

Hasil Estimasi dalam Perhitungan TFP

Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 05/06/13 Time: 21:01 Sample: 1986 2010

Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNTK -0.037537 0.128709 -0.291643 0.7736

LNB 0.916069 0.044238 20.70779 0.0000

LNE 0.055467 0.046012 1.205498 0.2421

LNSM -0.018466 0.055367 -0.333515 0.7422

C 1.379397 1.671185 0.825401 0.4189

R-squared 0.998577 Mean dependent var 9.774832

Adjusted R-squared 0.998293 S.D. dependent var 1.317283 S.E. of regression 0.054426 Akaike info criterion -2.807094 Sum squared resid 0.059244 Schwarz criterion -2.563319 Log likelihood 40.08867 Hannan-Quinn criter. -2.739481 F-statistic 3509.773 Durbin-Watson stat 1.913650 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Kenormalan

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.444546 Prob. F(4,20) 0.7750

Obs*R-squared 2.041246 Prob. Chi-Square(4) 0.7282 Scaled explained SS 5.228238 Prob. Chi-Square(4) 0.2647

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.559460 Prob. F(2,18) 0.5811

Obs*R-squared 1.463106 Prob. Chi-Square(2) 0.4812

0

-0.20 -0.15 -0.10 -0.05 -0.00 0.05

(38)

25

Uji Multikolinearitas

LNQ LNL LNB LNE LNM

LNQ 1.000000 0.139946 0.999217 0.979794 0.927818

LNL 0.139946 1.000000 0.146228 0.175434 0.423590

LNB 0.999217 0.146228 1.000000 0.978782 0.930194

LNE 0.979794 0.175434 0.978782 1.000000 0.935566

LNM 0.927818 0.423590 0.930194 0.935566 1.000000

Hasil Perhitungan TFP Sumatera Utara

Tahun ∆Q/Q a(∆L/L) b(∆B/B) c(∆E/E) c(∆M/M) ∆A/A

1986 0.294661 -0.00545 0.30490 0.00470 0.00312 -0.012620 1987 0.551829 -0.00698 0.56287 0.00878 -0.00412 -0.008713 1988 0.288758 -0.00302 0.22756 0.00764 -0.00542 0.062001 1989 0.148671 -0.00529 0.16347 0.02799 -0.04021 0.002724 1990 0.036396 -0.00477 0.02945 0.01276 0.00185 -0.002898 1991 -0.033227 0.00276 0.00473 0.00055 -0.00832 -0.032962 1992 0.504361 -0.00531 0.49568 0.02042 -0.00519 -0.001245 1993 0.000486 -0.00283 -0.04370 -0.00619 0.00458 0.048635 1994 0.245674 -0.00039 0.23994 0.03185 -0.00405 -0.021677 1995 0.345483 0.00089 0.32062 0.01965 -0.00141 0.005728 1996 0.053531 0.00102 0.31369 0.00334 -0.00194 -0.262588 1997 0.154896 0.00159 -0.00167 0.00377 -0.00193 0.153127 1998 0.879973 0.00093 0.82908 0.00914 -0.00224 0.043062 1999 -0.035404 0.00049 -0.09186 -0.00358 -0.00012 0.059672 2000 0.250541 0.00014 0.29986 0.00425 -0.00122 -0.052496 2001 0.811476 0.00198 0.88257 0.02642 -0.01059 -0.088915 2002 -0.197236 -0.00011 -0.25237 0.06519 0.00348 -0.013422 2003 -0.045262 0.00147 -0.05907 -0.00521 0.00054 0.017010 2004 0.047639 -0.00159 0.04343 0.00452 -0.00248 0.003771 2005 0.473136 0.00251 0.63278 0.00696 -0.00499 -0.164133 2006 0.254123 -0.00348 0.12172 0.00561 -0.00111 0.131389 2007 0.243627 0.00239 0.24634 0.01516 -0.00277 -0.017497 2008 0.173928 0.00201 0.21238 0.01285 -0.00244 -0.050884 2009 0.051584 0.00057 0.04955 0.00300 -0.00060 -0.000942 2010 -0.067716 -0.00106 -0.11332 -0.01486 0.00087 0.060661

Rata-rata Total -0.005729

Rata-rata Sebelum Krisis -0.020329

(39)

26

2. Provinsi Riau

Hasil Estimasi dalam Perhitungan TFP

Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 06/06/13 Time: 17:59 Sample (adjusted): 1987 2010

Included observations: 24 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNTK 0.466998 0.156178 2.990163 0.0079

LNB 0.861904 0.223565 3.855266 0.0012

LNE 0.355624 0.136467 2.605933 0.0179

LNSM -0.110051 0.100576 -1.094204 0.2883

LNQ(-1) -0.134121 0.178912 -0.749649 0.4632

C -3.889111 2.030898 -1.914972 0.0715

R-squared 0.990495 Mean dependent var 9.443045

Adjusted R-squared 0.987855 S.D. dependent var 1.701993 S.E. of regression 0.187564 Akaike info criterion -0.297072 Sum squared resid 0.633247 Schwarz criterion -0.002558 Log likelihood 9.564860 Hannan-Quinn criter. -0.218937 F-statistic 375.1675 Durbin-Watson stat 2.212726 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Kenormalan

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 1.676719 Prob. F(5,18) 0.1912

Obs*R-squared 7.626189 Prob. Chi-Square(5) 0.1781 Scaled explained SS 2.532389 Prob. Chi-Square(5) 0.7716

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.732903 Prob. F(2,16) 0.2083

Obs*R-squared 4.273101 Prob. Chi-Square(2) 0.1181

(40)

27

Uji Multikolinearitas

LNQ LNL LNB LNE LNM

LNQ 1.000000 0.392809 0.990612 0.986051 0.967738

LNL 0.392809 1.000000 0.322131 0.347192 0.466450

LNB 0.990612 0.322131 1.000000 0.981426 0.969658

LNE 0.986051 0.347192 0.981426 1.000000 0.952592

LNM 0.967738 0.466450 0.969658 0.952592 1.000000

Hasil Perhitungan TFP Provinsi Riau

Tahun ∆Q/Q a(∆L/L) b(∆B/B) c(∆E/E) c(∆M/M) ∆A/A 1986 0.116919 0.009816 0.035579 0.041995 -0.017489 0.047018 1987 0.520994 0.009614 0.350864 0.465151 -0.051913 -0.252722 1988 0.160061 0.073104 0.119857 0.016274 -0.010254 -0.038920 1989 0.177301 0.026500 0.162069 -0.028911 -0.009380 0.027022 1990 0.150599 0.033761 0.136418 0.076557 -0.050823 -0.045314 1991 0.130888 0.031485 0.104007 0.053379 -0.005913 -0.052071 1992 0.115739 0.029496 0.116153 -0.011701 -0.019303 0.001093 1993 0.437717 0.027744 0.072041 0.074362 -0.004774 0.268343 1994 0.996125 0.026188 0.798284 0.236698 -0.004575 -0.060470 1995 0.442907 0.024798 0.341808 0.082005 -0.122297 0.116594 1996 0.365298 0.023547 0.207601 0.588215 -0.047772 -0.406293 1997 0.574483 0.022417 0.346921 0.221630 -0.054552 0.038067 1998 1.063104 0.021390 1.592084 0.096046 -0.183254 -0.463163 1999 0.058635 0.020453 0.259306 0.043741 -0.109701 -0.155165 2000 0.699336 0.115677 0.775639 0.038950 -0.154191 -0.076739 2001 -0.060304 0.132044 -0.245753 -0.027025 -0.064217 0.144647 2002 0.360883 0.102938 0.531375 0.402525 -0.040553 -0.635401 2003 -0.279490 -0.173938 -0.052253 -0.162532 0.018055 0.091178 2004 -0.122112 -0.002627 -0.143257 -0.069471 0.066170 0.027073 2005 0.231597 -0.232516 0.146053 0.116498 -0.035811 0.237373 2006 -0.097126 -0.024014 0.031532 0.162933 0.049456 -0.317034 2007 -0.107575 -0.027206 0.141002 0.111737 -0.092208 -0.240900 2008 1.148714 -0.021008 0.316080 -0.040851 -0.012428 0.906921 2009 -0.322064 -0.044723 0.103881 -0.036231 0.079240 -0.424232 2010 0.638603 0.027253 0.049526 0.038407 -0.334080 0.857496

Rata-rata Total -0.016224

Rata-rata Sebelum Krisis -0.035974

(41)

28

3. Provinsi Provinsi Jambi

Hasil Estimasi dalam Perhitungan TFP

Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 04/17/13 Time: 11:26 Sample: 1986 2010

Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNTK 0.086235 0.107541 0.801877 0.4320

LNB 0.793749 0.051851 15.30837 0.0000

LNE 0.154242 0.063124 2.443461 0.0239

LNSM 0.027037 0.014293 1.891608 0.0731

C 0.404427 1.068655 0.378445 0.7091

R-squared 0.995861 Mean dependent var 7.929684

Adjusted R-squared 0.995033 S.D. dependent var 1.491847 S.E. of regression 0.105137 Akaike info criterion -1.490258 Sum squared resid 0.221074 Schwarz criterion -1.246483 Log likelihood 23.62822 Hannan-Quinn criter. -1.422645 F-statistic 1203.071 Durbin-Watson stat 1.398393 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Kenormalan

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.703981 Prob. F(4,20) 0.5985

Obs*R-squared 3.085483 Prob. Chi-Square(4) 0.5436 Scaled explained SS 2.286341 Prob. Chi-Square(4) 0.6833

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.886013 Prob. F(2,18) 0.4295

Obs*R-squared 2.240571 Prob. Chi-Square(2) 0.3262

Gambar

Tabel 1  PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan
Tabel 3  Jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan tahun 1990-2010 (jiwa)
Tabel 4  Pertumbuhan share industri pengolahan terhadap PDRB tahun 1986-
Tabel 5  Tingkat produktivitas sektor industri pengolahan 10 provinsi tahun 1990-2010 (miliar rupiah/jiwa)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biome trik Pohon Jati ( Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit

Dibanding metode pohon klasifikasi tunggal (CART), penerapan metode Bagging pada pohon klasifikasi CART mampu meningkatkan ketepatan klasifikasi total (akurasi)

Uraian di atas memperlihatkan bahwa basis hukum berada dalam masyarakat itu sendiri, sehingga untuk memaharni hukum dalam masyarakat secara utuh maka hukum harus

Suatu sistem adalah seperangkat komponen, elemen, unsure atau sub sistem dengan segala atributnya yang satu sama lain saling berkaitan, pengaruh mempengaruhi dan saling

Undang-undang berlaku bagi orang yang ada, baik di dalam suatu wilayah negara maupun di luar negaranya (asas personalitas, misalnya dalam Pasal 5 KUHP apabila di negara

Jika hukum diartikan sebagai instrumen kebudayaan yang berfungsi untuk menjaga keteraturan sosial (social order), atau sebagai sarana pengendalian sosial (social control),