• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Neraca Air, Erosi Dan Sedimentasi Menggunakan Aplikasi Tank Model Dan MUSLE Di Sub-sub DAS Cikadu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Neraca Air, Erosi Dan Sedimentasi Menggunakan Aplikasi Tank Model Dan MUSLE Di Sub-sub DAS Cikadu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu pendekatan untuk menjawab pertanyaan karakteristik aliran air pada suatu DAS yang sulit untuk dijelaskan atau kasat mata adalah aplikasi

. Model ini mampu mepresentasikan karakteristik suatu DAS karena dapat menjelaskan neraca air, keberadaan aliran air serta tinggi muka air pada masing masing lapisan tanah yang tidak mampu dilihat oleh kasat mata. Model ini menggunakan parameter curah hujan, evapotranspirasi, dan debit aliran sebagai data masukan untuk melihat keseimbangan air yang terdapat pada suatu DAS.

Aplikasi pernah digunakan pada beberapa penelitian di beberapa Sub DAS di Jawa Barat seperti penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati (2010) di Sub sub DAS Cipedes Kabupaten Garut dan penelitian yang dilakukan oleh Sahayana (2011) di Sub DAS Cilebak Cirasea di Kabupaten Bandung. Kedua penelitian ini menunjukkan kinerja yang baik dilihat dari keseimbangan air dan koefisien determinasi sehingga mampu mempresentasikan keadaan sebenarnya di lapangan. harapannya juga dapat mempresentasikan karakteristik air di Sub sub DAS Cikadu.

Sub sub DAS Cikadu merupakan bagian dari Sub DAS Cisangkuy, berada di Selatan Kota Bandung dan masuk dalam bagian hulu DAS Citarum. Sub Sub DAS Cikadu dipilih karena telah memiliki Stasiun pengamat arus sungai yang merupakan sumber data untuk aplikasi yakni berupa data curah hujan, evapotranspirasi, serta debit aliran. Selain itu SPAS Cikadu juga dapat digunakan untuk mengamati volume, debit, dan laju sedimen yang diperlukan sebagai data dasar dalam perencanaan dan pengelolaan daerah aliran sungai yang baik.

Erosi dan laju sedimen dapat diduga dengan metode + , (MUSLE), metode ini merupakan modifikasi dari metode

+ , (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan

(2)

pelepasan dan tranfer sedimen. Data limpasan tersebut berasal dari aplikasi yang menghasilkan keluaran berupa

dan

-1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik hidrologi di Sub sub DAS Cikadu menggunakan aplikasi berbasis data SPAS.

2. Menduga laju sedimen dan erosi di Sub sub DAS Cikadu menggunakan metode MUSLE dengan masukan data limpasan yang dihasilkan oleh

aplikasi .

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memberi perspektif kondisi Sub sub DAS Cikadu sebagai pertimbangan dalam pengelolaan DAS dan rehabilitasi lahan.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air

Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain lain) dan kondisi topografi. Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran air kedalam ( ) dan aliran keluar ( ) disuatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air. Gambar 1 memperlihatkan skema siklus hidrologi.

! 011 0 - 0

-Gambar 1 Skema siklus hidrologi.

(4)

yang masing masing ditunjukkan oleh peubah curah hujan, limpasan permukaan dan evapotranspirasi. Wilayah DAS Cisangkuy mempunyai rata rata status cadangan air yang defisit baik pada musim hujan maupun musim kemarau, nilai defisit air pada bulan bulan basah (November April) berkisar antara 2 15 mm/bulan, sedangkan pada bulan bulan kering (Mei Oktober) berkisar antara 26 68 mm/bulan (BPDAS Citarum Ciliwung 2009).

2.2 Curah Hujan dan Intensitas Hujan

Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan yang jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dengan (mm) (Mori 2006) , berbeda dengan presipitasi non cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan bumi. Di bumi hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan. Dua proses yang mungkin terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara.

Curah hujan tahunan di wilayah Sub DAS Cisangkuy berkisar antara 1900 2500 mm/tahun dengan rata rata jumlah bulan kering adalah empat bulan (Juni September), dua bulan lembab (Mei dan Oktober) dan enam bulan basah (Januari April dan November Desember) (BPDAS Citarum Ciliwung 2009).

2.3 Erosi dan Sedimentasi

(5)

5

Hujan merupakan salah satu faktor utama penyebab erosi tanah. Tetesan air hujan yang menghantam muka bumi menyebabkan terlemparnya partikel tanah ke udara. Karena gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke bumi dan sebagian partikel halus menutup pori pori tanah sehingga porositas tanah menurun, tetesan air hujan juga dapat menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras ( ) pada lapisan permukaan ( ), sebagai faktor penyebab terjadinya erosi oleh aliran air akan bertambah besar. Dengan tertutupnya pori pori tanah maka laju kapasitas infiltrasi bekurang sehingga

akan semakin besar dan mengikis dan membawa tanah secara terus menerus . proses pengangkutan tanah ini akan terhenti baik untuk sementara atau tetap , sebagai pengendapan atau sedimentasi. Pengendapan akhir atau sedimentasi terjadi pada kaki bukit yang relatif datar, sungai atau waduk. Pada daearah aliran sungai partikel dan unsur hara yang larut dalam aliran permukaan akan mengalir ke sungai atau waduk sehingga terjadi pendakalan pada tempat tersebut. Keadaan ini menurut Soemarwoto (1978, dalam Suripin 2004) akan mengakibatkan daya tampung sungai dan waduk menjadi turun sehingga timbul bahaya banjir dan eutrofikasi berlebihan.

Erosi merupakan penyebab utama menurunnya produktivitas lahan pertanian, menurunnya kualitas air, membawa bahan bahan kimia pencemaran dan mengurangi kapasitas sungai/ saluran air dan waduk. Erosi tanah tidak hanya berpengaruh negatif terhadap lahan dimana terjadi erosi tetapi juga pada di daerah hilirnya dimana material sedimen diendapkan. Banyak bangunan bangunan sipil di daerah hilir akan terganggu, saluran saluran, jalur air, waduk waduk akan mengalami pengendapan sedimen. Disamping itu kandungan sedimen yang tinggi pada air sungai juga akan merugikan pada penyediaan air bersih yang bersumber dari air permukaan , biaya pengelolaan akan semakin mahal. Salah satu keuntungannya mungkin adalah penyuburan tanah jika sumber sedimen berasal dari tanah yang subur (Suripin 2004).

2.4 Debit Aliran

(6)

air yang bersangkutan. Lengkung debit dapat merupakan hubungan yang komplek apabila debit disamping fungsi dari tinggi muka air juga merupakan fungsi dari kemiringan muka air, tingkat perubahan muka air dan fungsi dari faktor lainnya. Menurut Asdak (1995), teknik pengukuran debit aliran sungai langsung di lapangan pada dasarnya dapat dilakukan melalui empat kategori, yaitu :

1. Pengukuran volume aliran sungai

2. Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang sungai.

3. Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai.

4. Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit seperti (aliran air lambat) atau (aliran air cepat).

Menurut Soewarno (1995), kekurangtelitian atau kesalahan ( ) pengukuran debit dapat diartikan sebagai besarnya nilai perbedaan antara debit yang dihitung berdasarkan pengukuran dengan debit yang sebenarnya. Kesalahan pengukuran debit umumnya bersumber dari dua macam sebab yaitu :

a. Kesalahan petugas b. Kesalahan peralatan

2.5 Hidrograf Satuan

(7)

7

2.6 Aplikasi

23 40 5 yang dikembangkan oleh Prof.Budi I Setiawan dan Dr.Rudiyanto merupakan salah satu model hidrologi yang digunakan untuk menganalisis karakteristik air sungai yang diciptakan oleh Rudiyanto dan Budi I Setiawan tahun 2003. Model ini dapat memberikan informasi mengenai kualitas air dan untuk memprediksi banjir. Model ini menerima data harian hujan, evapotranspirasi, dan debit sungai dalam satuan mm/hari sebagai parameter

. digambarkan tersusun atas empat + vertikal, dimana bagian atas mempresentasikan . + , dibawahnya

. + , kemudian . + dan paling bawah . + .

Dalam konsep ini air dapat mengisi + dibawahnya dan bisa terjadi sebaliknya apabila evapotranspirasi sedemikian berpengaruh (Setiawan 2003). Aplikasi pernah digunakan dalam penelitian penelitian sebelumnya (Tabel 1).

Tabel 1 Penelitian terdahulu menggunakan Aplikasi Lokasi

Sub DAS

Luas Area (Ha)

CH (mm/th)

(Ya2) (Yb1)

(Yc1) (Yd1)

Peneliti Tahun

Cipeucang

110,7 2.935 4,9% 9,1% 48,2% 37,7% Bangun 2009

Cikundul 57,65 2313,9 26,46% 6,65% 63,7% 3,16% Ulya 2010

Cilebak 413,5 971,8 5,59% 8,83% 30,3% 55,26% Sahayana 2010

$ "67 ! ! 8 9 7 9 7 9 7

9 7

-2.7 Metode MUSLE

MUSLE merupakan modifikasi dari model penduga erosi +

(8)

model penduga erosi dengan menggunakan data curah hujan , tanah, topografi, dan pengelolaan lahan. Secara deskriptif model USLE di formulasikan sebagai berikut (Wischmeir dan Smith 1978 diacu dalam Asdak 1995:

A = R K L S C P………...(1) dimana :

A = erosi (ton/ha/thn) R = faktor erosivitas hujan K = faktor erodibilitas tanah L = faktor kelerengan

S = faktor kemiringan lereng C = faktor penggunaan lahan P = faktor konservasi tanah

disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah, model tersebut juga digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan pemilihan teknik konservasi dan air yang akan diterapkan, walaupun ketepatan pengunaan model tersebut masih diragukan, hal ini disebabkan karena model USLE hanya dapat memprediksi rata rata kehilangan tanah dari erosi lembar dan erosi alur, tidak mampu memprediksi pengendapan sedimen pada suatu lanskap dan tidak menghitung hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai.

Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, model erosi USLE disempurnakan menjadi RUSLE (. + ) dan Metode MUSLE (

(9)

9

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Cikadu Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1. AWLR (3 # + . ).

2. ARR (3 . . ).

3. GPS (2 ) $ )

:- untuk mengukur konsentrasi sedimen. 5. 0 ! untuk mengukur waktu tempuh pelampung. 6. Meteran untuk mengukur ukuran SPAS.

7. Pelampung (Bola ping pong) untuk mengukur kecepatan aliran air. 8. Botol sampel untuk mengambil sampel air.

9. Seperangkat komputer dengan sistem operasi # ;0 yang

dilengkapi 23 40 5 2006, 4

; 2007, (:-', dan 3 2 <-= dengan berbagai ; yang dibutuhkan dalam pengolahan data.

Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu: a. Data primer dan sekunder yaitu:

1. Data tinggi muka air pengukuran AWLR harian. 2. Data curah hujan dari ARR

3. Data tinggi muka air. 4. Sampel air.

(10)

b. Data Spasial

1. Peta digital tutupan lahan. 2. Peta digital sungai. 3. Peta digital kontur.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Menentukan titik koordinat SPAS Cikadu menggunakan 2 ) $ (GPS).

2. Pengukuran debit aliran dilakukan dengan mengukur bentuk bangunan SPAS, mengukur tinggi muka air dengan meteran dilakukan tiga kali pengulangan pengukuran dibagian awal, tengah, dan akhir, dan mengukur kecepatan arus sungai menggunakan metode pelampung dan 0 ! dengan melakukan minimal tiga kali ulangan kecepatan untuk masing masing tinggi muka air. 3. Pengukuran data curah hujan menggunakan ARR

4. Pengambilan sampel air saat hujan dan tidak hujan untuk pengukuran besar laju sedimen

5. Pengumpulan dan transfer data sekunder (tinggi muka air, konsentrasi sedimen, dan curah hujan) dari $$

-6. Analisa hubungan tinggi muka air, debit aliran dan laju sedimentasi dengan mencari nilai korelasi dan $ + antara debit aliran dengan tinggi muka air, dan antara debit aliran dengan laju sedimentasi.

7. Membuat grafik hidrograf untuk mencari hubungan antara curah hujan menurut waktu terhadap debit aliran air.

8. Pengolahan data curah hujan, evapotranspirasi, dan debit aliran sebagai data

masukan

-9. Pengolahan dan menghitung laju erosi.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis Curah Hujan

(11)

11

debit untuk mengetahui sejauh mana curah hujan dapat menggambarkan besar debit aliran.

3.4.2 Analisis Debit Aliran

Untuk menghitung debit digunakan metode pelampung dengan melakukan minimal tiga kali ulangan kecepatan untuk masing masing tinggi muka air, sehingga diperoleh kecepatan rata rata dari pelampung. Dari kecepatan pelampung tersebut akan diperoleh kecepatan air dengan mengalikannnya dengan koefisien yang dirumuskan sebagai berikut (Sosrodarsono S & Takeda K 2003) : γ = 1 – 0,116 {(√1 λ ) 0,1} ... ( 2 ) λ = ( t1 / TMA) ... ( 3 ) V = γ× u ... ( 4 ) dimana :

γ = koefisien kecepatan pelampung t1 = kedalaman pelampung (m) TMA = tinggi muka air (m)

V = kecepatan aliran rata rata (m/detik) u = kecepatan rata rata pelampung (m/detik)

Dalam perhitungan debit aliran digunakan persamaan Manning yang menganggap suatu penampang melintang seragam, kekasaran dasar sungai yang tidak berubah dan menggunakan aliran tetap yang seragam. Debit aliran diperoleh dari hasil perkalian kecepatan aliran rata rata (m3/detik) dengan luas penampang sungai (m) yang dirumuskan sebagai berikut (Seyhan 1990) :

Q = V × A ... ( 5 )

V

=

( × ) ...( 6 ) R = A / P ... ( 7 ) dimana:

Q = debit aliran (m3/detik)

(12)

P = keliling basah (m) S = kemiringan saluran (%)

n = koefisien kekasaran Manning sebesar 0,025 (tembok atau di semen)

Pengukuran debit aliran dilakukan dengan beberapa ulangan pada tinggi muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan tinggi muka air dari penampang sungai tersebut dalam sebuah ! $ $

+ atau lengkung aliran.

Berdasarkan hubungan antara tinggi muka air dan debit aliran diperoleh persamaan sebagai berikut :

Q = a TMA b ... ( 8 ) dimana :

Q = debit aliran (m3/detik) TMA = tinggi muka air (m) a,b = konstanta

3.4.3 Analisis Hidrograf

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003) diagram yang menggambarkan hubungan variasi debit atau aliran permukaan menurut waktu disebut hidrograf. Kurva itu memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi didaerah itu secara bersama sama. Jadi jika karakteristik daerah aliran berubah maka bentuk hidrograf akan berubah. Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik ( ), debit puncak (0 ! $ ), dan waktu dasar ( ). Waktu naik (Tp) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi dalam suatu kasus tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan.

Prosedur penyusunan hidrograf satuan adalah:

(13)

13

2. Menghitung volume (DRO)

DRO = Q – (9)

dimana: DRO =

Q = debit (m3/detik) BF = (m3/detik)

3. Menghitung volume aliran langsung

Vtotal DRO = ∑ DRO x t (10)

dimana :

Vtotal DRO = Volume aliran langsung

∑ DRO = jumlah debit aliran langsung (m3/detik) t = selang waktu (detik).

4. Menghitung tebal aliran langsung dihitung dengan persamaan:

TDRO

=

………...………(11)

dimana :

TDRO = tebal DRO (mm) A = luas sub sub DAS (m2)

5. Menghitung Koefisien . dengan persamaan :

Koefisien

=

(12)

dimana :

TDRO = tebal DRO (mm) CH = curah hujan (mm)

6. Membangun hidrograf satuan setelah didapat harga unit hidrograf satuan.

Pengolahan Data Input

(14)

Gambar 2 Skema repre

Pada Gambar 2 yaitu bagian atas m

+ + (D). Lub

dari (Ya2

(Yc1), dan

aliran yang melalui lub parameter

+ (Ha, Hb, Hc Hc1).

Setiawan (2003) adalah seb

= P(t) – ET(t) – Y(

dimana, H adalah tin evapotranspirasi (mm/ (hari). Pada standar ditulis sebagai berikut :

=

+

Aliran total merupaka sebagai berikut:

a representasi (Setiawan 2003).

2 terlihat model ini tersusun atas 4 (empat)

tas mempresentasikan + (A)

+ (B), kemudian + (C), dan

Lubang ! 5 mencerminkan aliran a

a2), (Ya1),

(Yd1). Infiltrasi yang melalui lubang alui lubang ! 5 dikuantifikasikan ol

. Aliran ini hanya terjadi bila tinggi air pada m b, Hc, dan Hd) melebihi tinggi lubangnya (Ha1

(2003) menyatakan secara global persamaan kes ah sebagai berikut :

Y(t)

lah tinggi air (mm), P adalah hujan (mm/har (mm/hari), Y adalah aliran total (mm/hari), dan

terdapat 4 , sehingga persamaa erikut :

rupakan penjumlahan dari komponen aliran yang

+ + ,

(A), dibawahnya ), dan paling bawah liran air, yang terdiri

(Yb1),

+ dan

kan oleh parameter pada masing masing

a1, Ha2, Hb1, dan

n keseimbangan air

(13)

m/hari), ET adalah , dan t adalah waktu rsamaan di atas dapat

(14)

(15)

Y(t) = Ya(t) + Tb(t) + T Lebih rinci lagi kesei berikut:

= P(t) – ET(t) –

= Yao(t) – Yb(t)

= Ybo (t) – Yc(t)

= Yco(t) – Yd(t)

dimana Ya, Yb, Yc, + , dan Yao, Yb dan C).

3.4.4.1 Pengolahan D Data kejadian huj Maret 2011 yang terek harian. Data curah huja data masukan

3.4.4.2 Pengolahan D Penentuan besa

! (Cepece adalah salah satu m evapotranspirasi potens yang menjadi kajian. M kelembaban relatif, kec

3.4.4.3 Pengolahan Dat Data debit dar kecepatan aliran sunga

b(t) + Tc(t) + Td(t)

keseimbangan air dalam setiap + dapat

– Ya(t)

Yb(t)

Yc(t)

Yd(t)

Yc, dan Yd adalah komponen aliran horizont Ybo, dan Yco adalah aliran vertikal (infiltrasi) se

ahan Data Curah Hujan

dian hujan per lima belas menit dari bulan Janua g terekam pada ARR di SPAS diolah menjadi data h hujan dalam satuan mm/hari akan digunakan seb

.

ahan Data Evapotranspirasi

n besarnya evapotranspirasi menggunakan m . 2002 diacu dalam Supraypgi 2003) atu metode yang digunakan untuk menentuka potensial dari permukaan air terbuka dan permuk

jian. Model ini membutuhkan lima parameter ikl tif, kecepatan angin, tekanan uap jenuh dan radiasi

an Data Debit

it dari hasil perkalian luas penampang melinta n sungai sepanjang penampang menghasilka

15

(15) dapat ditulis sebagai

(16)

(17)

(18)

(19)

horizontal dari setiap rasi) setiap (A,B

n Januari 2011 hingga di data kejadian hujan an sebagai salah satu

n metode )

2003). Metode ini enentukan besarnya n permukaan vegetasi ter iklim yaitu suhu, adiasi .

(16)

aliran dengan satuan m3/s, pada input data tank model data debit harian harus dikonversi ke dalam satuan mm/hari dengan rumus :

Q’ = x1000 ... (20) dimana :

Q’ = debit (mm/hari) Q = debit (m3/detik) A = luas DAS (m2)

3.4.5 Analisis Hubungan Debit Aliran (Q) dengan Laju Sedimen (Qs)

Beban angkutan sedimen diturunkan dari data laju sedimen melalui persamaan yang menggambarkan hubungan antara debit aliran dengan beban angkutan sedimen yang nilainya di dapat berdasarkan pengukuran dengan alat , dimana satuan untuk sedimen adalah ppm atau mg/liter. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang melintang sungai maka laju sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara konsentrasi dengan debit aliran (Asdak 2002) yaitu :

Qs = 0,0864 × C × Q ... (21) dimana :

Qs = laju sedimen (ton/hari) Q = debit aliran (m3/detik)

C = konsentrasi sedimen (ppm atau mg/l)

Pengambilan sampel air sedimen dan pengukuran debit dilakukan berulang kali pada ketinggian muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan angkutan sedimen. Berdasarkan hubungan tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut :

Qs = a Q b ... ..(22) Keterangan :

(17)

3.4.6 Analisis Laju E Hasil Optimasi Debit kalkulasi ini diguna besarnya laju erosi yan

E =

Dimana SDR, Auerswa SDR = 0,02 + 0,385 A dimana :

E = Laju erosi (ton/ Qs = Laju sediment

SDR = *

A = Luas sub sub

3.4.7 Analisis Laju (MUSLE Model MUSL menduga laju sedime metode yang sudah ad

, ). MUSLE t penyebab terjadinya e Faktor limpasan permuk dan pengangkutan sedi

Persamaan unt menurut Williams (1995)

>

= 11.8.(Q

.q

dimana :

> 7jumla 7jumla ,

0 = punca

/ = debit

Laju Erosi Berdasarkan Kandungan Sedimen S timasi menghasilkan debit kalkulas ni digunakan untuk menduga besarnya laju erosi. U osi yang terjadi digunakan rumus sebagai berikut (A

uerswald (1992) (dalam Arsyad (2006)) yaitu :

0,385 A0,2 ... (

osi (ton/ha/hari) dimentasi (ton/ha/hari)

* + . (Nisbah pelepasan sedimen (NPE) sub DAS (ha)

Laju Sedimen dengan Model USLE)

USLE merupakan sebuah metode yang dig edimentasi yang merupakan metode yang dikem udah ada sebelumnya yakni metode USLE ( +

SLE tidak menggunakan faktor energi hujan s dinya erosi melainkan menggunakan faktor limpas n permukaan mewakili energi yang digunakan untuk

sedimen.

n untuk menghitung jumlah sedimen yang bera s (1995) (diacu dalam Murtiono 2008) adalah seba

.q

0

.area

!

).K.L.S.C.P...

jumlah sedimen (ton)

umlah sedimen yang masuk sungai (ton) uncak laju debit (m3/detik)

debit (mm)

17

men Sungai

kalkulasi tank model. rosi. Untuk menduga ikut (Arsyad 2006):

(23)

... (24)

(NPE))

g digunakan untuk dikembangkan dari

+

hujan sebagai $$ impasan permukaan. n untuk penghancuran

(18)

! = luas DAS (ha)

= faktor erodibilitas tanah

" = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman ) = faktor tindakan tindakan khusus konservasi tanah

= faktor topografi

Aliran lateral dan juga membawa sedimen masuk ke dalam sungai. Jumlah sedimentasi yang berasal dari aliran lateral dan dihitung dengan persamaan berikut :

...(26)

Keterangan:

/ = (mm)

/$ = (mm)

! = luas DTA (m2)

= Konsentrasi sedimen yang berasal dari lateral dan (mg/L)

(

).

.

1000

$ !

/

+

/

(19)

19

BAB IV KONDISI UMUM

4.1 Letak dan Luas

Lokasi penelitian berada di wilayah Desa Mangun Jaya Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Desa ini terletak kurang lebih 20 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat dan kurang lebih 15 km ke Ibukota Kabupaten Bandung. Secara administratif wilayah Desa Mangun Jaya dibatasi oleh Desa Batukarut di sebelah Utara, tanah kehutanan di sebelah Selatan, Desa Banjaran Wetan di sebelah Barat, dan di sebelah Timur Desa Baros dan Desa Mekarjaya. Desa ini berada di ketinggian 800 – 1.200 m.dpl dengan suhu minimum 28o C dan suhu maksimum 32o C, dengan curah hujan rata rata 300 mm/bulan.

Bangunan SPAS berada di koordinat 70 3’ 32” LS dan 1070 36’ 51” BT pada ketinggian 1089.3 m.dpl, dengan luas daerah tangkapan air (DTA) 986.6 Ha dan kelerangan 33,1 %. Bangunan SPAS ini telah dipasang sejak Januari 2011. Posisi wilayah ini terhadap wilayah DAS Cisangkuy dan letaknya di Provinsi Jawa Barat ditunjukan oleh Gambar 3.

(20)

4.2 Tanah

Jenis tanah di terbagi menjadi dua j 6 , seluas 598,25 dapat dilihat pada Lam merupakan tanah debu bawah yang tinggi da merupakan tanah tak sebagian besar berteks Entisol dengan subordo kedalaman 20 cm dan nilai n sebesar lebih da pada fraksi tanah halus permeabilitas air yang permeabilitas yang rela

4.3Topografi

Penampakan 3D 4. Bagian hulu Sub Kelerengan DTA SPA bagian hulu. Elevasi ra

Gambar 4 Penampakan 3D

nah di lokasi pemasangan SPAS berdasarkan kl

dua jenis, yakni jenis tanah 0 seluas 388,34 s 598,25 Ha (BPDAS Citarum Ciliwung 2011). P da Lampiran 4. 0 masuk dalam ordo I h debu vulkanik agak lapuk dengan nilai jenuh ba ggi dan lapisan tanah atas hitam tebal sedangka h tak lapuk, jenuh permanen, yang lembut bila ertekstur halus, 6 , adalah great group da subordo Aquent yang berada pada seluruh hor m dan 50 cm di bawah permukaan tanah minera ebih dari 0,7 dan mengandung liat sebesar 8 per

h halus ( + , 1998). 0 m

r yang rendah (< 0.5 cm/jam). Sedangkan 6 , ng relatif jauh lebih besar, yaitu 2 – 6.3 cm/jam.

kan 3D fisiografi lahan di lokasi SPAS ditunjukan sub DAS Cikadu merupakan G. Puntang ( SPAS Cikadu bervariasi dari landai – sangat cura

si rata rata berkisar 1340.5 m.dpl.

akan 3D fisiografi lahan di SPAS Cikadu.

Lokasi SPAS Cikadu

Vertical agregation : 1.735

n klasifikasi USDA luas 388,34 Ha dan 2011). Peta jenis tanah ordo Inceptisol yang nuh basa lapis tanah

dangkan 6 ,

ut bila terinjak dan group dari ordo tanah uh horison di antara mineral, mempunyai 8 persen atau lebih memiliki tingkat , tingkat

unjukan oleh Gambar untang (2.200 m dpl). at curam terutama di

(21)

21

Kelas lereng di Sub sub DAS Cikadu sangat bervariasi, kelas lereng B memiliki luasan terbesar dan tersebar di hampir seluruh kawasan, sedangkan kelas lereng terkecil adalah kelas lereng E yang terkonsentrasi pada daerah hulu kawasan yang merupakan kawasan Gunung Puntang. Sebaran kelas lereng pada DTA Cikadu dapat terlihat pada Tabel 2. Peta Kelerengan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 2 Sebaran kelas lereng di sub sub DAS Cikadu

Kelas lereng (%) Kelas lereng Luas

Ha %

0 8 A 124,4 12,6

8 15 B 389,9 40,7

15 25 C 292,2 29,6

25 40 D 152,6 15,4

>40 E 27,5 2,7

Jumlah 986.6 100

Sumber :BPDAS Citarum Ciliwung (2011)

4.3 Penggunaan Lahan

Sebaran tipe tutupan lahan di Sub sub DAS Cikadu berdasarkan data BPDAS Citarum Ciliwung (2011) tersebar dalam tujuh tipe tutupan lahan. Tipe yang dominan adalah semak belukar, kebun/perkebunan, hutan dan sawah irigasi. Tipe penutupan lahan yang lainnya hanya sebagian kecil tersebar di DTA Cikadu. Luas masing masing tutupan lahan pada Sub sub DAS Cikadu dapat terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran tutupan lahan di Sub sub DAS Cikadu

No. Jenis Tutupan Lahan Luas

Ha %

1 Belukar/Semak 376.8 38.20

2 Hutan 199.4 20.17

3 Kebun/Perkebunan 152.3 15.44

4 Pemukiman 4.4 0.44

5 Sawah Irigasi 123.8 12.55

6 Sawah Tadah Hujan 60.1 6.10

7 Tegalan/Ladang 69.8 7.08

Jumlah 986.6 100

(22)

Bagian Hulu didominasi oleh kawasan hutan dan semak belukar seluas 575.892 Ha atau 58.37 %. Selain lahan hutan terdapat sekitar 0.44 % wilayah pemukiman, 18.65 % wilayah persawahan baik sawah tadah hujan maupun sawah irigasi. Dan sisanya merupakan wilayah perladangan dan perkebunan seluas 22.52% dari keseluruhan wilayah. Gambaran penggunaan lahan secara spasial dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.4 Fungsi Kawasan

Fungsi kawasan di Sub sub DAS Cikadu terbagi menjadi areal penggunaan lain, hutan lindung dan hutan produksi terbatas. Wilayah yang merupakan hutan lindung dan hutan produksi terbatas termasuk dalam kawasan hutan dan sisanya masuk dalam areal penggunaan lain. Fungsi kawasan hutan lindung lebih dominan dibanding fungsi kawasan lainnya yakni seluas 492.35 Ha, menyusul fungsi kawasan hutan produksi terbatas seluas 251,5 Ha dan Areal penggunaan lain seluas 242,8 Ha. Gambaran fungsi kawasan secara spatial terlampir pada Lampiran 7.

Daerah hilir Sub sub DAS Cikadu merupakan areal penggunaan lain dengan luas 242.8 Ha (24.6%), sedangkan daerah hulu didominasi oleh kawasan hutan yakni sekitar 75.4 % dari seluruh luasan seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran wilayah kawasan hutan di Sub sub DAS Cikadu

Wilayah Kawasan Luas

Ha %

Dalam Kawasan Hutan 743,8 75,4

Luar Kawasan Hutan 242,8 24,6

Jumlah 986.6 100

Sumber : BPDAS Citarum Ciliwung (2011)

4.5 Kondisi Sosial Ekonomi

(23)

23

Tabel 5 Mata Pencaharian Penduduk Desa Mangun Jaya

Jenis Pekerjaan Laki – Laki Perempuan

Petani 504 orang 81 orang

Buruh tani 997 orang 121 orang

Buruh Migran Perempuan 1 orang Tidak Ada

Buruh Migran Laki Laki 4 orang 11 orang

Pegawai Negeri Sipil 26 orang 3 orang

Pengrajin Industri Rumah Tangga 50 orang 13 orang

Pedagang Keliling 13 orang 12 orang

Peternak 2 orang Tidak Ada

Nelayan Tidak Ada Tidak Ada

Montir 5 orang Tidak Ada

Dokter Swasta 1 orang 1 orang

Bidan Swasta 0 orang 1 orang

Perawat Swasta Tidak Ada 2 orang

Pembantu Rumah Tangga Tidak Ada Tidak Ada

TNI Tidak Ada Tidak Ada

POLRI 2 orang 1 orang

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 5 orang 4 orang

Pengusaha Kecil dan Menengah 15 orang 2 orang

Pengacara Tidak Ada Tidak Ada

Notaris Tidak Ada Tidak Ada

Dukun Kampung Terlatih Tidak Ada 4 orang

Jasa Pengobatan Alternatif Tidak Ada Tidak Ada

Dosen Swasta Tidak Ada Tidak Ada

Pengusaha Besar Tidak Ada Tidak Ada

Arsitektur 1 orang Tidak Ada

Seniman/Artis 4 orang 3 orang

Karyawan Perusahaan Swasta 219 orang 220 orang

Karyawan Perusahaan Pemerintah 1 orang Tidak Ada

Sumber : Profil Desa Mangunjaya 2010

Kesejahteraan sosial masyarakat tergolong cukup baik dari 1828 KK hanya terdapat 26 KK yang masuk dalam golongan keluarga miskin sosial dan hanya 112 rumah yang tidak layak huni (.)% * ) ! * $ 8 &''? &'(&@- Keberadaan sungai menurut warga sekitar sangatlah penting, selain sebagai pemenuhan kebutuhan sehari hari seperti kegiatan mencuci dan kakus, sungai Cikadu juga merupakan sumber air untuk sawah irigasi mereka, selain itu sungai juga digunakan sebagai sumber air minum untuk ternak sekaligus mencuci ternak mereka.

(24)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Curah Hujan

Data curah hujan yang terekam pada alat di SPAS Cikadu diolah menjadi data kejadian hujan harian sebagai jumlah akumulasi curah hujan harian dengan satuan mm/hari. Data curah hujan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 sedangkan fluktuasi curah hujan harian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik curah hujan harian tanggal 17 januari 2011 14 maret 2011. Jumlah total curah hujan selama bulan Januari hingga Maret 2011 sebesar 617 mm. Curah hujan bulanan tertinggi di daerah tangkapan air SPAS sebesar 456 mm pada bulan Februari dan terendah 44 mm pada bulan Maret. Kejadian hujan tertinggi terjadi pada tanggal 6 Februari 2011 dengan curah hujan 49 mm.

Berdasarkan data curah hujan di SPAS Cikadu diketahui terjadi curah hujan yang cukup besar lima hari berturut turut, yaitu pada tanggal 4 Februari hingga 8 Februari 2011. Total curah hujan kelima hari tersebut sebesar 187 mm atau hampir 30 % dari total curah hujan dari rentang waktu Januari hingga Maret 2011. Berikut ini merupakan grafik curah hujan yang terjadi selama lima tersebut pada Gambar 6.

(25)

25

Gambar 6 Grafik curah hujan tanggal 4 Februari 8 Februari 2011.

Hasil pengolahan data curah hujan menunjukkan frekuensi besarnya curah hujan yang kurang dari 10 mm/hari terjadi sebanyak 36 dengan peluang kejadian sebesar 63, 15 %, sedangkan untuk curah hujan dalam selang 20 sampai < 30 mm/hari memiliki peluang terkecil yakni sebesar 0,05 %. Tabel 6 menggambarkan analisis peluang kejadian hujan di Sub sub DAS Cikadu.

Tabel 6 Analisis peluang Kejadian hujan di Sub sub DAS Cikadu Curah Hujan

(mm)

Frekuensi Peluang

%

< 10 36 0,6315 63,15

10 < 30 12 0,2105 21,05

≥ 30 9 0,1578 15,78

Berdasarkan keadaan di lapangan curah hujan yang besar jarang terjadi, hal ini seperti terlihat pada Gambar 7. Curah hujan besar berbanding terbalik dengan kemungkinan kejadiannya, yang semakin kecil atau jarang dan begitupun sebaliknya semakin kecil curah hujan kemungkinan kejadiannya akan lebih besar.

Gambar 7 Grafik probabilitas curah hujan di Sub sub DAS Cikadu.

Curah hujan tahunan di wilayah Sub DAS Cisangkuy sendiri berkisar antara 1900 2500 mm/tahun dengan rata rata jumlah bulan kering adalah empat

0 10 20 30 40 50 60

4-Feb-11 5-Feb-11 6-Feb-11 7-Feb-11 8-Feb-11

m

m

/h

ar

i

0 20 40 60 80 100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

C

h

(

m

m

)

(26)

bulan (Juni September), dua bulan lembab (Mei dan Oktober) dan enam bulan basah (Januari April dan November Desember). (BPDAS Citarum Ciliwung 2009). Gambar 8 menunjukkan fluktuasi curah hujan tahunan.

Gambar 8 Curah hujan wilayah tahunan dan bulanan Sub DAS Cisangkuy (BPDAS Citarum Ciliwung 2009).

5.2 Analisis Debit Aliran

(27)

27

Dalam pengukuran ini, kecepatan aliran sungai menggunakan faktor koreksi untuk berbagai tipe saluran penampang sungai dengan menggunakan kekasaran Manning. Berikut hasil observasi lapang pada Tabel 7 mengenai data pengukuran tinggi muka air dan debit aliran lapangan yang dilakukan pada saat hujan dan saat tidak terjadi hujan agar mendapatkan nilai tinggi muka air yang berbeda beda. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 7 Hasil pengukuran debit lapangan menggunakan koefisien kekasaran manning

Tanggal

Hujan Waktu Hujan

Jarak waktu ( + $ ) TMA A V Q

(m) (s) (m) (m2) (m/s) (m3/s) 18 Nov 11 3 2.13 0.14 0.14 2.93 0.31 18 Nov 11 3 1.93 0.16 0.16 3.70 0.45 18 Nov 11 16.39 17.00 3 1.77 0.24 0.24 6.07 1.34 20 Nov 11 3 1.70 0.26 0.26 6.84 1.65 20 Nov 11 14.08 15.11 3 1.43 0.24 0.24 7.48 1.34 30 Dec 11 3 1.33 0.12 0.12 4.02 0.21 31 Dec 11 07.41 09.01 3 1.70 0.25 0.25 6.57 1.49 01 Jan 12 11.56 14.34 3 1.17 0.60 0.60 22.98 12.57 27 Jan 12 05.44 07.46 3 1.80 0.12 0.12 2.98 0.21

Gambar 9 . $ " + Sub sub DAS Cikadu.

. $ + digunakan untuk mengetahui hubungan antara tinggi muka air dan debit aliran dimana dalam persamaan regresi terdapat model matematis dengan data yang digunakan dapat menunjukkan besarnya nilai R2 sebagai koefisien determinasi yang menunjukkan seberapa besar kesalahan dalam

y = 50.82x2.578

R² = 0.998

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

D

e

b

it

A

li

ran

(m

3/s

)

(28)

memprediksi besarnya y (debit) dapat direduksi dengan menggunakan informasi yang dimiliki oleh variable x (tinggi muka air).

Hasil analisis antara debit dengan TMA di Sub sub DAS Cikadu diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 50,82X2,578 ………...(27)

Keterangan:

Y = Debit Aliran (m3/detik) X = Tinggi Muka Air (m)

Dari persamaan regresi ini diperoleh R2 (koefisien determinasi) sebesar 0.9 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara TMA dengan debit, dan data TMA dapat menerangkan besarnya debit aliran (Q), dari persamaan regresi tersebut dapat dijadikan sebagai rumusan dalam menentukan debit aliran di Sub sub Das cikadu

Persamaan (27) digunakan untuk menghitung debit aliran harian dengan menggunakan data tinggi muka air bacaan alat yang tersimpan dalam $$ . Gambar 10 menunjukkan fluktuasi hubungan antara curah hujan (mm) dengan debit aliran yang satuannya dikonversi dari m3/detik menjadi mm yang terdapat pada Lampiran 15.

Gambar 10 Grafik hubungan curah hujan dengan debit aliran pada tanggal 17 Januari 14 Maret 2011.

Hasil yang diperoleh dari debit aliran di SPAS Cikadu yaitu besarnya debit aliran total sebesar 254.06 mm dengan debit aliran terbesar pada bulan Februari

0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 17 -J a n -11 19 -J a n -11 21 -J a n -11 23 -J a n -11 25 -J a n -11 27 -J a n -11 29 -J a n -11 31 -J a n -11 2 -F e b -11 4 -F e b -11 6 -F e b -11 8 -F e b -11 10 -F e b -11 12 -F e b -11 14 -F e b -11 16 -F e b -11 18 -F e b -11 20 -F e b -11 22 -F e b -11 24 -F e b -11 26 -F e b -11 28 -F e b -11 2 -M a r-11 4 -M a r-11 6 -M a r-11 8 -M a r-11 10 -M a r-11 12 -M a r-11 14 -M a r-11 C u rah H u jan ( m m ) D e b it ( Q ) (m m ) Waktu (hari)

(29)

29

sebesar 155.7 mm/bulan dengan curah hujan sebesar 456 mm/bulan sedangkan yang terkecil terjadi pada bulan Maret sebesar 31.75 mm/bulan dengan curah hujan 44 mm/bulan. Debit aliran yang terjadi berdasarkan rata rata bulanan sebesar 84.68 mm/bulan dan rata rata debit aliran harian sebesar 2,69 mm/hari.

Hubungan curah hujan dan besarnya debit aliran pada Gambar 10 memperlihatkan fluktuasi debit aliran dipengaruhi oleh besarnya curah hujan yang terjadi. Hal ini dapat terlihat dari kecenderungan ketika curah hujan naik maka debit aliran akan mengikuti kenaikannya, sedangkan ketika curah hujan turun maka debit aliran juga cenderung turun.

5.3 Analisis Hidrograf

Analisis hidrograf dapat menjelaskan respon debit harian dengan curah hujan melalui hubungan curah hujan dan debit aliran, besarnya respon tersebut dapat menunjukkan nilai koefisien limpasan (c) yang merupakan perbandingan (nisbah) antara besarnya limpasan terhadap besar curah hujan yang terjadi. Nilai perbandingan tersebut diantara 0 – 1.

(30)

Ganbar 11 Hidrograf Satuan Tanggal 18 Januari 2011 di Sub sub DAS Cikadu.

[image:30.595.116.500.88.242.2]

Pada tanggal 6 Februari 2011, debit puncak terjadi pada menit ke 120 yakni pada jam 12.45 WIB dengan debit aliran sebesar 2.961 m3/s hal ini disebabakan pada hari itu memiliki curah hujan tertinggi sebesar 21 mm, kejadian ini menunjukkan bahwa debit aliran pada tanggal tersebut memiliki respon yang cepat terhadap hujan, seperti terlihat pada Gambar 11 dan perhitungan pada Tabel 8. Sedangkan debit puncak yang terjadi pada hidrograf tanggal 3 Maret 2011 terjadi pada menit ke 165 pada jam 17.00 WIB sebesar 2.916 m3/s yang tidak disertai hujan, hal ini terjadi ketika hujan turun di daerah hulu daerah tangkapan air SPAS dan tidak tertangkap oleh alat penakar hujan, namun tetap mempengaruhi debit aliran di SPAS (Gambar 12).

Gambar 12 Hidrograf satuan tanggal 6 Februari 2011 di Sub sub DAS Cikadu.

-1 3 7 11 15 19 23 27 0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 2.4 2.8

7:15 7:45 8:30 8:45 9:45 10:15 11:00 11:45 12:30

C u rah h u jan ( m m ) (m 3 /d e ti k ) waktu (jam)

Curah Hujan Debit (Q) Base Flow

0 10 20 30 40 50 0 2 4 6

10:45:00 12:15:00 13:30:00 15:15:00

C u rah h u jan ( m m ) (m 3 /d e ti k ) waktu (jam)

(31)
[image:31.595.108.517.73.717.2]

31

Gambar 13 Hidrograf Satuan tanggal 3 maret 2011 di Sub sub DAS Cikadu.

Hidrograf satuan juga digunakan sebagai acuan untuk menentukkan nilai koefisien yakni besarnya limpasan yang terjadi dari seluruh total kejadian hujan di Sub sub DAS Cikadu, dengan cara membandingkan tebal debit aliran (mm) dengan tebal curah hujan (mm). Nilai ini akan dijadikan inisiasi pada proses optimasi - Analisis hidrograf dibuat sebanyak tiga kejadian hujan, berdasarkan hasil analisis hidrograf satuan rata rata besarnya koefisien limpasan sebesar 0.37 (37%). Nilai ini menunjukkan bahwa sebanyak 37% dari total hujan yang masuk ke DTA akan menjadi atau limpasan langsung.

Tabel 8 Perhitungan hidrograf di Sub sub DAS Cikadu

Tanggal CH (mm) Q (m3/s) BF (m3/s) DRO (m3/s) VDRO (m3) Tebal DRO(mm)

1/18/2011 33 5.17 1.206 3.964 74919.6 7.593

2/06/2011 49 8.382 1.505 6.877 111407.400 11.292

3/03/2011 5 12.51524 7.03 5.485 69125.979 7.006

5.4 Aplikasi

Model ini tersusun atas empat + + , dimana bagian atas

mempresentasikan + , dibawahnya + ,

kemudian + dan paling bawah + . Dalam konsep

ini menurut Setiawan (2003) air dapat mengisi reservoir dibawahnya, dan bisa terjadi sebaliknya bila evaporasi sedemikian berpengaruh.

0 2 4 6 8 10 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

14.15 14:30 15:45 16:00 16.15 16:30 16:45 17:00 17:30 17:45

cu rh a h u jan ( m m ) (m 3 /d e ti k ) waktu (jam)

(32)

Data masukan untuk model ini berupa curah hujan, debit aliran, dan data evapotranspirasi yang semuanya bersatuan mm/hari. Data data tersebut digunakan untuk menentukkan parameter parameter tank Model dan menghasilkan keluaran

berupa - Analisis

dapat digunakan untuk mengetahui distribusi air dan karakteristik sirkulasi air, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi hidrologi suatu DAS.

5.4.1 Analisis Data

Data evapotranspirasi (ETP) akan digunakan sebagai salah satu masukan pada input Tank Model dengan satuan mm/hari, pada penelitian ini metode ) ! dipilih sebagai metode untuk menentukan besarnya evapotranspirasi pada lokasi penelitian. Curah Hujan dijadikan data input untuk menjalankan metode ini serta dengan melengkapi keterangan posisi SPAS dalam lintang dan bujur serta elevasinya (contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 12).

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode ) ! ini diketahui bahwa total evapotranspirasi pada tanggal 17 Januari 14 Maret 2011 sebesar 267,98 mm dengan rata rata evapotranspirasi harian sebesar 4,7 mm/hari. Data ini kemudian akan dijadikan data input pada proses inisiasi .

Selain data evapotranspirasi, data input berupa data curah hujan dan data debit aliran dari daerah tangkapan air Sub sub DAS Cikadu yang dimulai pada tanggal 17 januari sampai 14 maret 2011. Hasil rekapitulasi dari analisis data input disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Rekapitulasi data input

No Data Jumlah Total (mm) Rata rata (mm/hari)

1 Curah Hujan 625 11

2 Debit Aliran Sungai 245,06 4,3

3 Evapotranspirasi 267,98 4,7

5.4.2 Hasil Verifikasi dan Optimasi

proses verifikasi dan optimasi menghasilkan nilai parameter

( ) ), Indikator keandalan ( ) ),

(33)

33

air (# ), dan keseimbangan tinggi muka air di tangki (# + ). Hasil keluaran ini akan di analisis untuk mendapatkan keakuratan/kelayakan model dalam mempresentasikan keadaan di lapangan.

Berdasarkan keseimbangan neraca air, parameter secara keseluruhan memiliki dua belas parameter, curah hujan sebagai masukan sistem hidrologi, diproses menjadi aliran sebagai keluarannya. Keseimbangan neraca air menjelaskan bahwa aliran total merupakan penjumlahan aliran dari lubang outlet horizontal setiap tangki. Menurut Setiawan (2003) lubang outlet horizontal mencerminkan aliran air yang terdiri dari (Ya2),

(Ya1@ (Yc1), dan (Yd1). Aliran ini hanya terjadi bila tinggi air pada masing masing tangki melebihi tinggi lubangnya (Ha1, Ha2, Hb1, dan Hc1). Aliran air disetiap lubang outlet dipengaruhi pula oleh karakteristik lubang itu sendiri, masing masing yaitu A0, A1, B0, B1, C0, C1, dan D1 yang selanjutnya disebut sebagai parameter yang akan ditentukan.

Tabel 10 Dua belas parameter hasil optimasi di Sub sub DAS Cikadu

No Parameter Hasil Optimasi

1 a0 ( @ 0,69295

2 a1A @ 0,23480

3 a2A ' @ 0,31006

4 Ha1A $ 0 @ 14,3748

5 Ha2( $ 0 ) 41,4024

6 b0( @ 0,11499

8 Hb1( $ 0 ) 14,5428

9 c0( @ 0,50390

10 c1(. ) 0,09265

11 Hc1( $ 0 @ 20,7421

12 d1(. ) 0,00164

Parameter parameter Tank Model dapat di kelompokkan menjadi tiga jenis yakni :

1. Koefisien masing masing tangki (A,B,C,D) yang menunjukkan besarnya laju aliran, a1 = 0.23480, a2 = 0,31006, b1 = 0,03038, c1 = 0,09265, dan d1 = 0,00164. Laju aliran terbesar terjadi pada tangki pertama.

(34)

Parameter menunjukkan infiltrasi terbesar terjadi pada lubang outlet tangki pertama.

3. Parameter penyimpanan, menunjukkan tinggi lubang outlet horizontal pada masing masing tangki, Ha1 = 14,3748, Ha2 = 41,4024, Hb1 = 14,5428, dan Hc1 = 20,7421. Tinggi lubang outlet horizontal terbesar terjadi pada tangki pertama.

Keandalan dalam menduga kondisi sebenarnya di lapangan dapat dilihat pada Tabel indikator kebenaran dan kesalahan dari keandalan

(Tabel 11), indikator kebenaran dilihat dari nilai korelasi (R) sebesar 0,86 yang dapat dikatakan dapat mempresentasikan kondisi lapang dengan baik antara observasi dan kalkulasi.

Tabel 11 Indikator keandalan di Sub sub DAS Cikadu

Parameter Optimasi Nilai Parameter Optimasi

R (" " ) 0,86

R2 (* ) 0,75

[image:34.595.110.514.424.711.2]

5.4.3 Komponen hasil optimasi

Tabel 12 Komponen hasil optimasi

Komponen Satuan Nilai Persen

Keseimbangan air

. (mm) 636,9

4 4 + (mm) 218,94

4 " (mm) 215,07

) " (mm) 211,384

(mm) 209,60

Tinggi Muka Air

Tank A (Ha) (mm) 4,487

Tank B (Hb) (mm) 5,218

Tank C (Hc) (mm) 1,045

Tank D (Hd) (mm) 800,29

Total Aliran

(mm) 71,98 33,47

(mm) 58,55 27,22

(mm) 2,05 0,95

(35)

35

Keluaran menghasilkan komponen optimasi berupa keseimbangan air, tinggi muka air, dan total aliran. Komponen hasil optimasi disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan hasil optimasi total aliran air di Sub sub DAS Cikadu didominasi oleh aliran pada

[image:35.595.111.509.313.503.2]

(tangki A) dan (tangki D) masing masing sebesar 33,47 % dan 38,34 %. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan lebih berpengaruh terhadap pergerakan air di tangki A dibanding pada lapisan kedua ( @ dan ketiga ( ). Komponen keseimbangan air memperlihatkan besarnya R, observasi maupun kalkulasi, kalkulasi evapotranspirasi dan perubahan kadar air ( ). Gambar 14 memperlihatkan grafik hasil observasi presipitasi, evapotranspirasi, dan debit aliran.

Gambar 14 Grafik Fluktuasi data curah hujan, debit aliran, dan evapotranspirasi.

Berdasarkan hasil optimasi menunjukkan bahwa kalkulasi

(simpanan air) di Sub sub DAS Cikadu pada rentang waktu Januari hingga Maret 2011 menunjukkan nilai yang positif hal ini mengindikasikan pada Sub sub DAS Cikadu mengalami surplus air sebesar 209,60 mm sebagai (cadangan air tanah).

Berdasarkan hasil optimasi dari data pada tanggal 17 Januari 14 Maret 2011 diperoleh total aliran yang mengalir atau terdistribusi di

, dan , dengan masing masing nilai sebesar 71,98 mm, 58,55 mm, 2,05 mm, dan 82,47 mm. Total Aliran hasil optimasi sebesar 215,05 mm dan total aliran yang mengalir ke sungai terbesar dari

0

20

40

60

80

100

120 0

10 20 30 40 50 60 70

C

u

rah

h

u

jan

(

m

m

)

(m

m

)

(36)

bagian hal ini menunjukkan bahwa kapasitas infiltrasi cukup tinggi. Air dapat meresap ke dalam tanah terlebih dahulu sebelum menjadi aliran debit yang masuk kesungai. Hasil optimasi menunjukkan tinggi air pada masing – masing tangki berbeda. Gambar tinggi air pada masing – masing tangki dapat dilihat pada Gambar 15.

Tinggi air di tangki A sangat dipengaruhi oleh hujan, peningkatan dan penurunan curah hujan akan berpengaruh cepat terhadap tinggi air di Tangki A selain itu masih terjadi evapotranspirasi yang menyebabkan nilai minus pada tangki A, pada Tangki B ada sedikit pengurangan respon tinggi air terhadap hujan dan evaporasi masih terjadi, sedangkan air di Tangki C masih dipengaruhi oleh curah hujan, namun respon tinggi air tidak secepat respon pada tangki A dan tangki B serta sudah tidak terlihat adanya evapotranspirasi, dan tinggi air di tangki D mengalami keadaan yang konstan pada awal bulan Januari dan mengalami peningkatan yang lambat pada akhir bulan Februari menuju Maret.

Gambar 15 Tinggi air pada masing masing tangki (A,B,C,D) tanggal 17 Januari 14 Maret 2011.

0 40 80 120 -2 3 8 13

1 11 21 31 41 51

ra in fa ll ( m m d a y -1) su rf a ce f lo w (m m d a y -1) waktu (hari) Level_tankA rainfall 0 40 80 120 -2 98 198 298 398

1 11 21 31 41 51

ra in fa ll ( m m d a y -1) in te rm e d ia te f lo w (m m d a y -1) Waktu (hari) Level_tankB rainfall 0 40 80 120 0 30 60 90

1 11 21 31 41 51

ra in fa ll ( m m d a y -1) su b -b a se f lo w ( m m d a y -1) waktu (hari) Level_tankC rainfall 0 40 80 120 0 1000 2000 3000

1 11 21 31 41 51

(37)

37

Berdasarkan hasil optimasi di Sub sub DAS Cikadu pada tanggal 6 Februari 2011 terjadi curah hujan yang paling tinggi sebesar 49 mm/hari, dengan Q + (lapangan) sebesar 25,535 mm/hari dan evapotranspirasi sebesar 3,78 mm/hari sebagai data masukan menghasilkan keluaran berupa Q (prediksi hasil model) sebesar 18,24 mm/hari,

ebesar 14,065 mm, 2,822 mm, 0

mm, dan sebesar 1,352 mm, dengan ketinggian air pada masing masing tangki adalah A = 4,487 mm, B = 5,218 mm, C = 1,045 mm, dan

D = 800,29 mm.

5.5 Analisis Hubungan Laju Sedimen dengan Debit Aliran

Pendugaan laju sedimentasi di Sub sub DAS Cikadu dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi hubungan antara debit aliran dilapangan dengan laju sedimentasi dilapangan pada tanggal 18 November 2011 – 27 januari 2012. Berdasarkan hubungan antara debit aliran dengan laju sedimentasi dilapangan didapatkan persamaan sebagai berikut (perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9):

Qs(ton/hari) = 0,981 Q(m3/s)1,897...(28) Berdasarkan persamaan regresi hubungan antara debit aliran dengan laju sedimentasi memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,704. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara debit aliran dengan laju sedimentasi memiliki korelasi yang cukup kuat, dimana besarnya laju sedimentasi (Qs) dapat diterangkan oleh debit aliran (Q). Grafik persamaan regresi hubungan antara debit aliran dengan laju sedimentasi dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Grafik hubungan debit aliran (Q) dengan sedimentasi (Qs).

y = 0.981x1.897

R² = 0.704

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Laj

u

S

e

d

im

e

n

(

Q

s)

(t

o

n

/h

ar

i)

(38)

Berdasarkan analisis hubungan antara laju sedimen dan debit aliran yang diduga melalui model persamaan regresi. Peningkatan debit diikuti dengan peningkatan laju sedimen. Laju sedimen harian tertinggi terjadi pada tanggal 5 dan 6 Februari 2011 sebesar 7,47 ton/hari dengan debit aliran yang sama sebesar 25,53 mm/hari.

Pada curah hujan tertinggi tanggal 6 Februari yaitu sebesar 49 mm/hari menyebabkan laju sedimen sebesar 7,47 ton/hari. Kejadian tersebut menggambarkan bahwa peningkatan curah hujan disertai peningkatan laju sedimen. Total laju sedimen bulan Januari sampai Maret 2011 adalah sebesar 37,4 ton/tahun atau setara dengan 3,1 mm/tahun (Data laju sedimen harian dapat dilihat pada Lampiran 16).

5.6 Analisis Laju Erosi Berdasarkan Kandungan Sedimen Sungai

Nisbah pelepasan endapan (NPE) merupakan nisbah antara besarnya laju sedimentasi yang sampai ke sungai dengan besarnya erosi yang terjadi di DAS (Arsyad 2006). Berdasarkan persamaan 24 didapatkan besarnya nilai NPE sebesar 0,28 yang berarti bahwa 28% erosi yang terjadi akan menjadi sedimen disungai, nilai NPE yang mendekati 1 menunjukkan besarnya erosi yang menjadi sedimen akan semakin besar. Besarnya total erosi berasarkan metode NPE didapatkan sebesar 0,44 ton/ha/tahun atau setara dengan kehilangan tanah setebal 0,036 mm/tahun.

5.7 Analisis Laju Sedimen dengan Model MUSLE (

!

Data debit yang telah dikalkulasi dalam menghasikan data aliran pada setiap tangki diantaranya , data tersebut menjadi data dasar dalam perhitungan laju sedimen lateral dan pada persamaan (25) yang merupakan model persamaan MUSLE (

(39)

39

Total hasil analisis laju sedimen di Sub sub DAS Cikadu dengan perhitungan laju sedimen aliran lateral dan sebesar 42,10 ton/tahun atau setara dengan kehilangan tanah sedalam1,29 mm/tahun. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 52/Kpts II/2001 tentang Penyelengaraan Pengelolaan DAS, besarnya laju sedimen di bawah 2 mm/tahun termasuk dalam kategori baik (Tabel 13) .

Tabel 13 Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen

No Laju sedimen (mm/tahun) Kategori Kelas

1 < 2 Baik

2 2 5 Sedang

3 > 5 Buruk

Sumber: SK Menteri Kehutanan No. 52/Kpts II/2001

5.8 Analisis Hubungan Laju Sedimen Observasi dengan Laju Sedimen

Kalkulasi Model MUSLE ( " )

Analisis hubungan antara laju sedimen observasi dengan laju sedimen model MUSLE menunjukkan korelasi yang kuat dengan dengan nilai R2 = 0,757. Hal ini membuktikan model MUSLE dapat menduga laju sedimen dengan baik. Persamaan regresi laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE adalah sebagai berikut

Qs Obs = 0.013QsMUSLE – 0.031... (29) Grafik hubungan laju sedimen regresi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17 Grafik hubungan laju sedimen Observasi(Qs Obs) dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE (Qs MUSLE).

y = 0.013x - 0.031 R² = 0.757

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 100 200 300 400 500 600

La ju S e d im e n O b se rv a si (Q sO b s) ( to n /h a ri )

(40)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. sangat baik dalam menduga keseimbangan air pada Sub sub DAS Cikadu karena model ini dapat memberikan informasi mengenai tinggi muka air dan pola aliran di setiap lapisan DAS. Nilai koefisien determinasi antara perhitungan model dengan perhitungan lapangan sebesar 0,75 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,86 membuktikan bahwa dapat digunakan di Sub sub DAS Cikadu. Karakteristik aliran air di Sub sub DAS Cikadu menunjukkan selama 57 hari terdapat total hujan sebesar 636,9 mm dengan besarnya ETP yang terjadi sebesar 211,384mm dan debit aliran sebesar 215,07 mm yang terjadi sebagai

71,98 mm, 58,55 mm, 2,05

mm dan 82,47 mm. Sehingga akan menyimpan air dalam sebesar 209,60 mm.

2. Laju sedimen dan erosi di sub sub DAS Cikadu masuk dalam kategori baik yakni kehilangan tanah sedalam 1,29 mm/tahun atau setara dengan 42,10 ton/tahun. Metode MUSLE dalam hal ini dapat mempresentasikan laju sedimen yang baik dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi sebesar 0,75.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan sosialisasi atau pelatihan mengenai Aplikasi . 2. Perlu dilakukan pengelolaan DAS terpadu dengan menerapkan teknik

(41)

PENDUGAAN N

MENGGUNAKA

SUB SUB D

DEPA

INSTI

AN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIM

AKAN APLIKASI

DAN M

DAS CIKADU, KABUPATEN BAND

JAWA BARAT

DINDA TALITHA

EPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

SEDIMENTASI

DAN MUSLE DI

BANDUNG

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. + ! 3 . Cetakan Kedua. Institut Pertanian Bogor Press, Darmaga, Bogor.

Asdak C. 2002. 6 $ ) $ * ! 3 $ . Yogyakarta

Gadjah Mada University Press.

BPDAS Citarum Ciliwung. 2009. Model Pengembangan Jasa lingkungan(PES) di Sub DAS Cisangkuy DAS Citarum Hulu.[Laporan].

Mori K. 2006. 6 $ ) $ . Jakarta : Pradnya Paramita

Arifjaya MN, Kusmana C, Abdulah K, Prasetyo LB, Setiawan BI. 2011. Application of Tank Model for Predicting Water Balance and Flow Discharge Components of Cisadane Upper Catchment. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 17(2): 63 70.

Murtiono, UH. 2008. Kajian Model Estimasi Volume Limpasan Permukaan, Debit Puncak Aliran, Dan Erosi Tanah Dengan Model Soil Conservation Servise (Scs), Rasional, Dan +

, (MUSLE) Studi Kasus di DAS Keduang, Wonogiri. Forum Geografi. 22(2):169 185

Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Williams JR.2005. 3 # 3

! * . Texas. Blackland Research Center.

Purwowidodo. 1986. ! - Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rahadian A. 2010. Aplikasi Dan Analisis Erosi Berbasis Data SPAS Di Sub Sub DAS Cimanuk Hulu, Kabupaten Garut.[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa [RPJMDes]. Profil Desa Mangunjaya 2011.

Sahayana CR. 2011.Pendugaan Neraca Air, Erosi, Dan Sedimentasi Menggunakan Aplikasi Dan Musle Di Sub DAS Cilebak Cirasea Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Setiawan BI. 2003. Optimasi Parameter . ) . Vol. 17 No.1:8 20. Bogor.

(43)

42

Soewarno. 1995. 6 $ 30 * . Bandung : Penerbit

NOVA

. 1995. 6 $ 0 $ ) $ * 3 $ .

Bandung : Penerbit NOVA

Sulistyowati, T. 2010. Aplikasi Tank Model Dalam Analisis Hidrologi Berbasis Data SPAS Di Sub Sub DAS Cipedes, Kabupaten Garut.[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Sosrodarsono S, Takeda K. 2003. 6 $ ) $ . Jakarta: PT. Pradnya Paramitha.

Suprayogi S, Budi IS, Lilik BP. 2003. Penerapan Beberapa Model

Evapotranspirasi di Daerah Tropika. )

17(2):7 13.

Suripin. 2004. ) * ! 3 - Yogyakarta : Penerbit

(44)

PENDUGAAN N

MENGGUNAKA

SUB SUB D

DEPA

INSTI

AN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIM

AKAN APLIKASI

DAN M

DAS CIKADU, KABUPATEN BAND

JAWA BARAT

DINDA TALITHA

EPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

SEDIMENTASI

DAN MUSLE DI

BANDUNG

(45)

PENDUGAAN NERACA AIR, EROSI, DAN SEDIMENTASI

MENGGUNAKAN APLIKASI

DAN MUSLE DI

SUB SUB DAS CIKADU, KABUPATEN BANDUNG

JAWA BARAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(46)

RINGKASAN

DINDA TALITHA. Pendugaan Neraca Air, Erosi, dan Sedimentasi Menggunakan Aplikasi dan MUSLE di Sub Sub Das Cikadu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dibimbing Oleh Nana Mulyana Arifjaya

Kesulitan dalam menduga karakteristik aliran air pada suatu DAS dapat dijawab oleh aplikasi , model ini menggunakan parameter curah hujan, evapotranspirasi, dan debit aliran sebagai data masukan untuk menduga karakteristik suatu DAS berupa neraca air, keberadaan air dan tinggi air pada masing masing lapisan tanah. Lokasi penelitian adalah Sub sub DAS Cikadu yang merupakan bagian dari Sub DAS Cisangkuy yang berada di Desa Mangun Jaya, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung dengan daerah tangkapan air seluas 986,6 Ha. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 Januari 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengetahui karakteristik hidrologi di Sub sub DAS Cikadu menggunakan aplikasi berbasis data SPAS, 2) Menduga laju sedimen dan erosi di Sub sub DAS Cikadu menggunakan metode MUSLE dengan masukan data limpasan yang dihasilkan oleh aplikasi

.

Penutupan lahan di sub sub DAS Cikadu yaitu berupa semak belukar seluas 376,8 Ha (38,20%), kawasan hutan seluas 199 Ha (20,17%), perkebunan seluas 152,3 Ha (15,44%), pemukiman seluas 4,4 Ha (0,44%), sawah irigasi seluas 123,8 Ha (12,55%), sawah tadah hujan seluas 60,1 Ha (6,10%), dan tegalan seluas 69,8 Ha (7,08%). Hasil kalibrasi data SPAS diperoleh hubungan tinggi muka air dengan debit aliran yaitu Q= 50,82TMA2,578 dengan R2= 0,98. Hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi yaitu Qs=0,981Q1,897 dengan R2 = 0,70. Besar limpasan dapat diduga dengan dan besar laju sedimen dengan menggunakan metode MUSLE. Koefisien Runoff sebesar 37%, hubungan korelasi yang kuat antara laju sedimen observasi dengan laju sedimen MUSLE dengan R2= 0,75. Nilai parameter optimasi diperoleh nilai R=0,86. Masukan

selama 57 hari berupa curah hujan 636,9 mm dengan nilai ETP total sebesar 211,384 mm akan menjadi total aliran sebesar 215,07 mm, perbandingan aliran pada masing masing reservoir adalah pada sebesar 71,98 mm(33,47%), sebesar 58,55 mm (27,22%),

sebesar 2,05 mm (0,95%), dan sebesar 82,47 mm (38,34%) dan tersimpan sebagai sebesar 209,6 mm . Total laju sedimentasi sebesar 15,57 ton/ha/tahun atau setara dengan kehilangan tanah sedalam 1,29 mm/tahun.

(47)

SUMMARY

DINDA TALITHA. Forcasting Erosion, Water Balance, and Sedimentation Use Tank Model Application and MUSLE at Cikadu Sub Sub Watershed, Bandung, Jawa Barat. Supervised By NANA MULYANA ARIFJAYA

The difficulty in assuming flow characteristics of water in a watershed could be answered by Tank Model aplication, this model use the parameters of precipitation, evapotranspiration, and flow as input data to estimate characteristics of a watershed in the form water balance, presence of water and water level on each layer ground.The research was located at Cikadu Sub Watersheds which is a part of Cisangkuy Sub Watershed at Mangun Jaya Village, Arjasari Sub District, Bandung District with water catchment area as much as 986.6 Ha. The research was held on November 2011 – January 2012. The objective of this research are : 1) Study of hydrology characteristics at Cikadu Sub Watersheds using Tank Model with the basis of SPAS data, 2) Study of sedimentation and erosion rates at Cikadu Sub Watersheds using MUSLE method with the input of runoff data generated by Tank Model application.

Land cover in Cikadu Sub Watersheds consist of 376.8 Ha (38.20%) shrubs, 199 Ha (20.17%) forest, 152.3 Ha (15.44%) plantations, 4.4 Ha (0.44%) residential area, 123.8 Ha (12.55%) irrigated rice field, 60.1 Ha (6.10%) rainfed rice field, and 69.8 Ha (7.08%) agricultural field. Result from the calibration of stream flow monitoring stations data shows a high correlation between water level and discharge which was Q = 50.82 TMA2,578, with R2 = 0.98. Correlation between discharge and sedimentation rate was Qs = 0.981 Q1, 897, with R2 = 0.70. The runoff rate can be predicted with Tank Model and the sediment rate by using MUSLE. The runoff coefficient is 37%, there is a strong correlation between sediment rate observed and sediment rate of calculated MUSLE with R2 = 0.75. Tank Model optimization results with parameter values R = 0.86. Total flow of Tank Model for 57 days in form of rainfall of 636.9 mm with the total ETP value 211.384 mm will be a total flow of 215.07 mm, the comparison of flow on each reservoir is surface flow of 71.98 mm (33.47%), Intermediate flow of 58.55 mm (27.22%), Sub base flow of 2.05 mm (0.95%), and Base Flow of 82.47 mm (38.34%). Total sedimentation rate is 15.57 tons/ha/year, equivalent to a loss of soil as deep as 1.29 mm/year.

(48)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Neraca Air, Erosi Dan Sedimentasi Menggunakan Aplikasi Dan MUSLE Di Sub sub DAS Cikadu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat adalah benar benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

(49)

Judul Skripsi : Pendugaan Neraca Air, Erosi Dan Sedimentasi Menggunakan Aplikasi Dan MUSLE Di Sub sub DAS Cikadu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama : Dinda Talitha

NIM : E14070105

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si NIP. 19660501 199203 1005

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr.Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 001

(50)

KATA PENGANTAR

Puji serta Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat kasih sayang Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih sedalam dalamnya kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda (Bapak H. S Hardi Yahawi, S.E MM dan Ibu Hj. Tri Lestari) serta kakak (Dita Puspitasari S.P) dan Adik (Salman Al Hatri) penulis yang senantiasa memberikan kasih sayang mereka yang tak ternilai harganya

2. Bapak Dr.Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si yang telah dengan sabar membimbing serta memberi masukan dan arahan selama proses penulisan skripsi ini

3. Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung Kementrian Kehutanan yang telah memberikan ijin pemanfaatan data di SPAS Cikadu

4. Sdr. Yanto Adrianto S.Si, Sdr Ahdi Mutahdin S.Hut, Sdr Muhammad Tigana Amd, dan Sdri Putri Rahayu S,Hut, yang telah membantu dalam mempelajari ilmu GIS

5. Teman teman Fahutan44, MNH 44 khususnya kawan seperjuangan di Lab Hidrol

Gambar

Gambar 1  Skema siklus hidrologi.
Gambar 2 Skema reprea representasi
Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub�DAS Cisangkuy
Tabel 3. Tabel 3  Sebaran tutupan lahan di Sub�sub DAS Cikadu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan parameter yang berpengaruh terhadap keluaran sedimen berurutan dari yang paling besar pengaruhnya adalah: kecuraman lereng, faktor pengelolaan tanaman, energi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transformasi hujan menjadi limpasan, laju erosi permukaan, dan muatan sedimen aliran sungai di Sub DAS berhutan (Sub DAS

( &amp;.&amp;-*,*. Laju aliran terbesar terjadi pada parameter tank pertama. Parameter menunjukkan laju infiltrasi terbesar terjadi pada lubang outlet vertikal tank

hujan (mm) dan ketinggian dalam setiap level air yang mengalir secara vertikal hasil dari optimasi Tank Model , dapat menjelaskan bahwa curah hujan berpengaruh nyata

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Model Tangki untuk Pendugaan Neraca Air dan Laju Sedimentasi menggunakan Metode MUSLE di Sub DAS Lahar Kabupaten

Data-data dalam penelitian ini berupa dataprimer antara lain dokumentasi lapangan yaitu penutupan lahan yang ada pada DAS Noel Puames di Bendungan Raknamo dan

Analisa hujan-limpasan Sub DAS Lesti menggunakan model jaringan saraf tiruan dengan data input berupa curah hujan, evapotranspirasi, koefisien aliran dan debit stasiun

Peta Sedimentasi di Sub-DAS Cikao KESIMPULAN Hasil simulasi model SWAT yang menggabungkan data penggunaan lahan, jenis tanah, kemiringan lereng, curah hujan, dan iklim menunjukkan